HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KINERJA INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KINERJA INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KINERJA INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Industri Tempe di Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Mayang Nurhasanah PR H

4

5 ABSTRAK MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU. Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Industri Tempe di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA. Industri mikro dan kecil mengalami peningkatan kinerja usaha yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan industri menengah dan besar. Namun tidak semua industri mikro dan kecil mengalami peningkatan kinerja usaha, seperti industri tempe yang mengalami penurunan kinerja karena masih menghadapi kendala dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi apakah kinerja usaha industri tempe mengalami penurunan akibat pengusaha tempe memiliki karateristik wirausaha yang rendah. Karakteristik wirausaha diduga berhubungan kuat dan positif dengan kinerja usaha. Tujuan dari penelitian untuk mengukur hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha industri tempe. Karakteristik wirausaha yang digunakan dalam penelitian ini meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi masa depan. Kinerja usaha industri tempe yang diukur antara lain produksi, omzet dan keuntungan. Alat analisis yang digunakan korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi positif antara berorientasi hasil dan keorisinilan dengan produksi dan omzet, sedangkan terdapat korelasi positif antara karakteristik wirausaha, kecuali percaya diri dan kepemimpinan dengan keuntungan. Kata kunci: karakteristik wirausaha, kinerja usaha, industri tempe ABSTRACT MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU. Entrepreneurial Characteristic Relationships with Tempeh Industry Performance in Bogor District. Supervised by DWI RACHMINA. Micro and small industries have increased in business performance relatively faster compared to medium and large industries. However, not all micro and small industries increased business performance, such as tempeh industry experience performance degradation due to still face obstacles in running their business. Therefore, it is necessary to identify whether the performance of industrial enterprises decreased due to tempeh entrepreneurs have low entrepreneurial characteristics. Characteristics of entrepreneurs allegedly associated with strong and positive business performance. The purpose of this study to measure the characteristics of an entrepreneurial relationship with business performance tempeh industry. Entrepreneurial characteristics used in this study include self-confidence, result oriented, risk taker, leadership, originality and future-oriented. Tempeh industry business performance measured include production, turnover and profit. Analyzer used Spearman Rank correlation. The results showed a positive correlation between results-oriented and originality to the production and turnover, while there is a positive correlation between entrepreneurial characteristics, except confidence and leadership with a profit. Keyword: characteristics of entrepreneurs, business performance, tempeh industry

6

7 HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KINERJA INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9

10

11 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulai Mei 2014 dengan topik mengenai kewirausahaan, yaitu berjudul Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Industri Tempe di Kabupaten Bogor. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku pembimbing, Dr Ir Burhanuddin, MM selaku evaluator dan penguji utama, dan Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi selaku penguji komisi akademik, yang telah memberi banyak saran. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh responden di Desa Citeureup dan Parung atas kesediaan waktu dan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, serta penghargaan disampaikan kepada KOPTI Kabupaten Bogor yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi tentang gambaran umum pengusaha tempe di Kabupaten Bogor. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan temanteman, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2014 Mayang Nurhasanah PR

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 7 Karakteristik Wirausaha 7 Pengukuran Kinerja Usaha 8 Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kinerja 9 KERANGKA PEMIKIRAN 10 Kerangka Pemikiran Teoritis 10 Wirausaha dan Kewirausahaan 10 Karakteristik Wirausaha 11 Indikator Karakteristik Wirausaha 12 Pengertian dan Pengukuran Kinerja 14 Indikator kinerja usaha 14 Kerangka Pemikiran Operasional 16 METODE PENELITIAN 17 Lokasi dan Waktu 17 Data dan Sumber Data 18 Metode Penentuan Sampel 18 Metode Pengumpulan Data 19 Metode Pengolahan Data 19 Analisis Deskriptif 19 Kriteria penilaian dan penentuan Skor Karakteristik Wirausaha 20 Analisis Korelasi Rank Spearman 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 32 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 32 Lokasi Geografis 32 Kependudukan 33 Karakteristik Responden 34 Usia 34 Tingkat Pendidikan 35 Lama Usaha 36 Skala Produksi 36 Peralatan Produksi 37 Proses Produksi 38 Pemasaran Produk Tempe 42 xiii xiv xiv

14 HASIL DAN PEMBAHASAN 43 Karakteristik Wirausaha 43 Kinerja Usaha 51 Produksi 51 Omzet 51 Keuntungan Usaha 52 Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kinerja Usaha 54 SIMPULAN DAN SARAN 60 Simpulan 60 Saran 60 DAFTAR PUSTAKA 61 LAMPIRAN 63

15 DAFTAR TABEL 1 Jumlah industri, tenaga kerja, nilai input dan nilai output industri mikro, kecil, menengah dan besar tahun Penerimaan dan keuntungan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai berdasarkan skala produksi industri tempe di Desa Citeureup per 100 kg tahun Karakteristik wirausaha dan indikator karakteristik wirausaha 11 4 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha percaya diri 20 5 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi hasil 22 6 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha pengambil risiko 24 7 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha kepemimpinan 26 8 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha keorisinilan 28 9 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi masa depan Penentuan kategori jumlah skor berdasarkan persentase kategori jawaban responden Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Desa Citeureup dan Parung tahun Sebaran responden berdasarkan usia di Kabupaten Bogor tahun Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten Bogor tahun Sebaran responden berdasarkan lama usaha di Kabupaten Bogor tahun Sebaran responden berdasarkan skala produksi tempe per hari di Kabupaten Bogor tahun Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha percaya diri Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha berorientasi hasil Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha pengambil risiko Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha kepemimpinan Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha keorisinilan Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha berorientasi masa depan Urutan hasil persentase skor karakteristik wirausaha pengusaha tempe Jumlah produksi industri tempe di Kabupaten Bogor per 100 kg tahun Omzet industri tempe rata-rata per 100 kg di Kabupaten Bogor tahun Komponen biaya operasional rata-rata industri tempe di Kabupaten Bogor per 100 kg per hari tahun Keuntungan rata-rata industri tempe di Kabupaten Bogor per 100 kg tahun Hasil hubungan antara karakteristik wirausaha dengan kinerja industri tempe di Kabupaten Bogor 55

16 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran operasional 17 2 Ragi biang dan ragi batangan 39 3 Perebusan menggunakan kayu bakar dan gas 40 4 Proses perendaman kacang kedelai 40 5 Penggilingan kacang kedelai 41 6 Proses pengayakan kedelai 41 7 Proses pencucian dan penirisan kedelai 41 8 Pengemasan tempe 42 9 Pengeraman atau fermentasi tempe 42 DAFTAR LAMPIRAN 1 Contoh perhitungan biaya penyusutan 63

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada awal abad ke-20, entrepreneurship atau kewirausahaan menjadi suatu kajian menarik karena perannya yang penting dalam pembangunan ekonomi. Kewirausahaan merupakan bagian penting dalam petumbuhan ekonomi. Schumpeter (1934) dalam Priyanto (2009) menyatakan bahwa jika suatu negara memiliki banyak entrepreneur maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan tinggi dan akan melahirkan pembangunan ekonomi yang tinggi juga. Hal ini didukung dengan pernyataan Burhanuddin (2011) yang mengartikan wirausaha (entrepreneur) sebagai seorang inovator dan penggerak pembangunan. Oleh karena itu, keberadaan kewirausahaan mulai dari level individu, organisasi sampai masyarakat sangat terkait erat dengan kesejahteraan suatu masyarakat. Kewirausahaan yang tinggi akan membuat angka pengangguran dan kemiskinan rendah. Semakin bertambahnya wirausahawan maka lapangan pekerjaan yang tersedia pun semakin variatif. Kewirausahaan sangat berperan dalam perkembangan industri mikro, kecil dan menengah dalam pembukaan lapangan pekerjaan maupun penyerapan tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurut Priyanto (2009) jika seseorang memiliki sikap kewirausahaan, maka akan memiliki karakteristik motivasi yang tinggi, berani mencoba, inovatif dan independence. Sikap ini akan membantu dalam melihat peluang dan kesempatan baru yang akan mendorong untuk melakukan perubahan, menghasilkan sesuatu yang baru, menjalin relasi baru, akumulasi modal, yang pada akhirnya akan menghasilkan perbaikan usaha yang sudah ada serta menghasilkan usaha baru. Pada ilmu ekonomi, hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi akan memacu pembangunan. Menurut Schumpeter dalam Burhanuddin (2011) terdapat lima alasan yang melatarbelakangi peningkatan jumlah wirausaha menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertama, wirausaha mengenalkan produk baru dan kualitas baru suatu produk. Kedua, wirausaha yang mengenalkan metode baru produksi yang lebih komersial, baik berdasarkan pengalaman maupun hasil kajian ilmiah dari suatu penelitian. Ketiga, wirausaha yang membuka pasar baru. Keempat, wirausaha yang menggali sumber pasokan bahan baku baru bagi industri setengah jadi atau industri akhir. Kelima, wirausaha melakukan reorganisasi atau mengembangkan industri baru. Kewirausahaan dapat muncul dalam bentuk perusahaan kecil maupun besar. Wirausahawan tidak harus memulai usahanya langsung dalam skala besar, wirausaha dapat memulai dari usaha mikro dan kecil yang kemudian dapat dikembangkan secara bertahap menjadi usaha menengah dan besar. Adanya pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam menjaga ketahanan perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997, UKM mampu bertahan dan bahkan cenderung meningkat. UKM menjadi tiang perekonomian Indonesia karena dapat membuka lapangan pekerjaan dan mengatasi kemiskinan ketika banyak usaha besar yang gulung tikar. Adapun alasan-alasan UKM dapat bertahan dan

18 2 cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis yaitu: (1) sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, sehingga tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan, (2) sebagian besar UKM menggunakan modal sendiri dan tidak mendapat modal dari bank, implikasinya pada masa krisis keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga tidak berpengaruh terhadap UKM, (3) UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang bersaing, dampaknya UKM memiliki spesialisasi produksi yang ketat, sehingga memungkinkan UKM untuk pindah dari usaha satu ke usaha lainnya, (4) dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerjanya, sehingga para penganggur tersebut memasuki sektor informal dengan melakukan kegiatan usaha yang berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat (Partomo 2004). Tabel 1 Jumlah industri, tenaga kerja, nilai input dan nilai output industri mikro, kecil, menengah dan besar tahun Mikro Skala usaha Jumlah industri (unit) Jumlah tenaga kerja (orang) Nilai output (juta rupiah) Nilai input (juta rupiah) Laju pertumbuhan (%) Kecil Laju pertumbuhan (%) Menengah dan besar * Laju pertumbuhan (%) Keterangan : *angka sementara Sumber : BPS 2014a Pemberdayaan UKM penting adanya karena memiliki peranan yang sangat strategis dalam pemulihan ekonomi dan dalam menghadapi masalah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Berdarkan data BPS 2014 (Tabel 1) jumlah industri mikro pada tahun 2013 mencapai unit industri dengan rata-rata laju pertumbuhan 6.37 persen dan jumlah industri kecil mencapai unit usaha dengan rata-rata laju pertumbuhan persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah industri skala mikro dan kecil cukup banyak dan berada pada setiap sektor ekonomi. Berbeda dengan industri menengah dan besar yang berjumlah unit industri dengan rata-rata laju pertumbuhan hanya 1.21 persen. UKM juga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, karena kesempatan bekerja di UKM lebih besar dibandingkan kesempatan kerja di usaha besar. Jumlah tenaga kerja yang diserap industri mikro sebesar orang

19 dengan rata-rata laju pertumbuhan 6.75 persen dan industri kecil sebesar orang dengan rata-rata laju pertumbuhan persen. Berbeda dengan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri menengah dan besar yang mengalami penurunan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2.3 persen, meskipun jumlah tenaga kerjanya mencapai orang. Di sisi lain industri mikro dan kecil memiliki jumlah unit yang besar dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, tetapi industri mikro dan kecil ini memiliki nilai output dan nilai input yang rendah dibandingkan dengan usaha menengah dan besar karena skala usaha yang berbeda. Namun jika dilihat dari laju pertumbuhan nilai output dan nilai input industri mikro dan kecil lebih tinggi dibanding usaha menengah dan besar. Rata-rata laju pertumbuhan nilai output dan nilai input industri mikro masingmasing persen dan persen serta industri kecil masing-masing persen dan persen. Bebeda dengan rata-rata laju pertumbuhan nilai output dan nilai input yang dimiliki industri menengah dan besar yang masing-masing hanya sebesar 7.03 persen dan 6.93 persen. Hal ini menunjukkan perkembangan kinerja industri mikro dan kecil relatif lebih cepat dalam memberikan sumbangan terhadap laju pertumbuhan ekomomi dibanding dengan usaha menengah dan besar. Data pada Tabel 1 menunjukkan kinerja industri mikro dan kecil sudah cukup baik dan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian Indonesia karena mampu menyerap tenaga kerja dan menciptakan nilai tambah pada produknya. Sudah seharusnya UKM mendapat perhatian khusus dari para pengambil kebijakan terlebih lagi isu akan adanya ASEAN Economic Comunity (AEC) atau lebih dikenal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dilaksanakan pada tahun UKM akan menghadapi persaingan yang sangat ketat. Pasar di dalam negeri yang terbuka akan menjadi ancaman bagi UKM karena semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar akibat dampak dari globalisasi. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dan pemberdayaan UKM melalui Undang-Undang Nomor 32 tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun Pelaku UKM diberikan kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan usaha seluasluasnya sebagai wujud keberpihakkan yang tegas kepada usaha ekonomi rakyat. Sasaran umum pembinaan dan pengembangan ini adalah terwujudnya usaha mikro dan kecil dengan gerakan ekonomi rakyat yang tangguh, mandiri dan memiliki daya saing tinggi serta dapat berkembang menjadi usaha menengah dan besar. Pembinaan dan pengembangan dari pemerintah ini berupa program pemberian modal, pelatihan, pemasaran maupun pengembangan kemitraan atau kelembagaan. Secara kualitatif wirausaha melalui usaha kecil memiliki beberapa peranan yaitu (1) usaha kecil dapat memperkokoh perekonomian nasional melalui berbagai keterkaitan usaha seperti fungsi pemasok, produksi, penyalur dan pemasaran bagi hasil produk-produk industri besar. Menurut Drucker (1997) diacu dalam Suryana (2006) usaha kecil berfungsi sebagai transformasi antar sektor yang mempunyai kaitan ke depan maupun ke belakang. (2) Usaha kecil dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, khususnya dalam menyerap sumberdaya yang ada. Usaha kecil sangat fleksibel karena dapat menyerap tenaga kerja dan sumberdaya lokal serta meningkatkan sumberdaya agar dapat menjadi wirausaha yang tangguh. (3) Usaha kecil dipandang sebagai sarana pendistribusian pendapatan nasional, alat 3

20 4 pemerataan usaha dan pendapatan karena jumlahnya yang tersebar di perkotaan maupun pedesaan. Perkembangan UKM menuntut setiap pelaku UKM untuk memiliki sikap karakteristik wirausaha. Karakteristik wirausaha yang dimiliki setiap pelaku UKM akan menunjukkan kinerja usaha yang baik. Kewirausahaan merupakan suatu sikap yang diperlukan untuk memulai usaha dan mengembangkan usaha. Seorang wirausahawan akan memiliki cara berpikir yang berbeda dengan pengusaha pada umumnya dengan menunjukan sikap dan perilaku sebagai manusia yang unggul. Kewirausahaan bisa berhubungan langsung dengan dengan kinerja usha. Kinerja usaha industri mikro dan kecil yang meningkat pada Tabel 1 kemungkinan karena pelaku usaha indutri mikro dan kecil memiliki karakteristik seorang wirausaha. Menurut Tarigan (2011) karakteristik wirausaha mempunyai hubungan yang kuat dan linear positif terhadap kinerja usaha. Menumbuhkan sikap kewirausahaan di masyarakat terutama bagi para pelaku usaha sangat diperlukan karena dapat meningkatkan kualitas SDM dan mendorong tumbuhnya wirausaha baru serta wirausaha yang berdaya saing. Dilihat dari ruang lingkupnya wirausaha memiliki dua fungsi yaitu fungsi makro dan mikro. Secara makro wirausaha berperan sebagai penggerak, pengendali dan pemacu perekonomian suatu bangsa. Secara mikro, peran wirausaha adalah menanggung risiko dan ketidakpastian, mengombinasikan sumber-sumber ke dalam cara yang baru dan berbeda untuk menciptakan nilai tambah dan usaha-usaha baru. Namun menurut Astamoen (2005) kinerja UKM tidak sebaik usaha besar dalam berbagai aspek, diantaranya daya saing produk, produktivitas maupun pendataan. Salah satu kendala internal kinerja UKM dari sistem teknologi, antara lain rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya penguasaan teknologi, rendahnya kemampuan akses sumberdaya ekonomi, serta manajerial skill, yang termasuk didalamnya kurangnya jiwa kewirausahaan. Salah satu langkah strategis untuk mempertahankan UKM dari ancaman dan krisis global dengan melakukan penguatan multi-aspek. Salah satu aspek yang dapat berperan adalah aspek kewirausahaan. Kewirausahaan dapat mendayagunakan segala sumber yang dimiliki dengan proses yang lebih kreatif, inovatif serta berani mengambil risiko dapat menjadikan UKM siap menghadapi tantangan global. Memiliki karakteristik wirausaha akan menumbuhkan sikap kemandirian dan mendorong peningkatan kinerja dari segi kualitas dan kuantitas produknya. Hal didukung dengan penelitian Mujib (2010) yang menyatakan nilai kewirausahaan mempunyai pengaruh secara langsung dan positif terhadap kinerja usaha. Sudah saatnya para pelaku UKM mengembangkan jiwa kewirausahaan serta meningkatkan kualitas produknya agar dapat berdaya saing secara global dan lebih kompetitif. Kepemilikan jiwa kewirausahaan dalam menjalankan UKM memiliki peranan penting karena akan mencerminkan terhadap kinerja usaha yang dijalankan. Terdapat kemungkinan bahwa seseorang dengan jiwa kewirausahaan yang tinggi maka akan memiliki kemampuan dalam mengelola usahanya dengan baik. Akan tetapi tidak semua pengusaha UKM memiliki jiwa kewirausahaan. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan analisis hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja UKM.

21 5 Perumusan Masalah Salah satu industri mikro dan kecil yang ada di Indonesia adalah industri tempe. Industri tempe adalah industri yang yang memiliki peranan besar dalam pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan (Harvita 2007). Industri tempe ini umumnya dikelola dalam skala industri mikro dan kecil. Tempe merupakan makanan asli Indonesia, ini terbukti dengan ditemukannya Manuskrip Serat Centhini. Makanan ini telah diproduksi dan dikonsumsi secara turun-temurun khususnya di daerah Jawa Tengah dan sekitarnya. Tempe memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu makanan terkenal di pasar dunia, karena produk tempe berkembang cukup pesat dan sudah dikenal ke luar negeri, seperti di Amerika dan Eropa yang mengkonsumsi tempe. Negara tersebut memanfaatkan tempe baik sebagai menu makanan bagi vegetarian maupun makanan alternatif bagi yang alergi terhadap protein hewani. Sementara itu masyarakat Jepang, Malaysia dan Singapura mengkonsumsi tempe sebagai makanan diet. Peminat produk tempe yang telah menjangkau ke beberapa negara dan tingginya nilai kandungan zat gizi tempe yang tinggi (mengandung energi, protein, kalsium, fosfor, vitamin B1 dan zat gizi lainnya) menunjukkan industri tempe cukup potensial, karena produk ini dibutuhkan oleh masyarakat luas hingga ke mancanegara. Sudah saatnya tempe yang merupakan produk asli olahan Indonesia dapat mendunia. Pemerintah melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah membuat standarisasi produk tempe, agar produk tempe yang dibuat terstandar dan memiliki daya saing yang lebih tinggi. Kementerian Negara Koperasi (Kemennegkop) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bekerjasama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia berencana akan memberikan sertifikasi gratis terhadap para pelaku UKM dalam upaya meningkatkan daya saing UKM Indonesia di pasar global 1. Hal ini menjadi kesempatan emas sekaligus tantangan Indonesia khususnya para pengusaha tempe untuk membuat tempe go international. Perkembangan industri tempe di Indonesia tidak hanya dilihat dari bertambahnya jumlah industri secara keseluruhan, tetapi juga dari ditinjau dari kinerja dan skala produksinya. Desa Citeureup dan Parung merupakan salah satu sentra wilayah yang memproduksi tempe di Kabupaten Bogor. Kinerja industri tempe yang telah dijalankan pengusaha tempe di Bogor kurang mengalami kemajuan dan bahkan mengalami penurunan. Nursiah (2013) melakukan penelitian analisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja industri tempe di Desa Citeureup yang disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan penelitian Nursiah (2013) kenaikan harga kedelai menyebabkan penurunan kinerja industri tempe. Kenaikan harga kedelai berpengaruh besar terhadap penurunan keuntungan industri tempe, karena lebih dari 60 persen biaya pada industri tempe dikeluarkan untuk pembelian bahan baku kedelai. Selain peningkatan harga, sebagai industri kecil masih terdapat kendala lain yang dihadapai pengrajin tempe ini. Menurut Murhardjani (2004) masalah 1 Sertifikasi Produk UKM Gratis, terian&itemid=98 (diakses 23 April 2014)

22 6 yang dihadapi pengrajin tempe yaitu (1) kurangnya fasilitas permodalan, (2) keterbatasan jejaring pemasaran, (3) rendahnya tingkat produktivitas, (4) kualitas sumberdaya pengrajin yang rendah, dan (5) peran kelembagaan kurang optimal. Tabel 2 Penerimaan dan keuntungan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai berdasarkan skala produksi industri tempe di Desa Citeureup per 100 kg tahun 2012 Uraian Skala I (Rp) Sebelum kenaikan harga Skala II (Rp) Skala III (Rp) Skala I (Rp) Setelah kenaikan harga Skala II (Rp) Skala III (Rp) Penerimaan rata-rata Total biaya R/C rasio Keuntungan rata-rata Sumber : Nursiah 2013 Meskipun kinerja industri tempe mengalami penurunan, tetapi pelaku usaha tetap dapat bertahan. Kemungkinan ada faktor lain yang membuat pengusaha tempe tetap bertahan, yang pada penelitian ini akan mengkaji dari sisi karakteristik wirausaha yang dimiliki pengusaha tempe. Oleh karena itu perlu diidentifikasi apakah penurunan kinerja industri tempe karena pengusaha tempe memiliki karakteristik seorang wirausaha yang rendah. Kondisi ini menarik untuk diteliti dalam hubungannya antara kepemilikan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha tempe yang dihasilkan. Karakteristik wirausaha diduga berhubungan positif dalam meningkatkan kinerja usaha. Indikator karakteristik wirausaha yang digunakan meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan. Indikator kinerja usaha yang diukur yaitu produksi, omzet, dan keuntungan usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik wirausaha yang dimiliki industri tempe di Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana kinerja (produksi, omzet, dan keuntungan) industri tempe di Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana hubungan karakteristik wirausaha terhadap ketiga ukuran kinerja industri tempe di Kabupaten Bogor? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan karakteristik wirausaha industri tempe di Kabupaten Bogor 2. Mendeskripsikan kinerja industri tempe di Kabupaten Bogor 3. Menganalisis hubungan karakteristik wirausaha terhadap kinerja industri tempe di Kabupaten Bogor

23 7 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi pelaku usaha penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana karakteristik wirausaha berhubungan dengan kinerja usaha, khususnya pengusaha tempe. 2. Bagi kalangan akademisi diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi akademik dan bahan kajian atau acuan untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis penelitian ini dapat melatih kemampuan analisis penulis serta mengaplikasikan konsep-konsep ilmu pengetahuan yang diterima selama kuliah dengan mengamati gejala praktis yang terjadi di lapangan. Ruang Lingkup Penelitian Karakteristik wirausaha pada penelitian ini mengacu pada pendapat Meredith et al. (1989). Karakteristik ini meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi masa depan. Karakteristik ini dipilih karena merupakan sumber referensi yang relevan untuk menggambarkan karakteristik seorang wirausaha. Penilaian kinerja usaha pada penelitian ini menggunakan tiga ukuran, yaitu produksi, omzet, dan keuntungan usaha. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Wirausaha Karateristik merupakan dasar seorang wirausaha untuk menjalankan usahanya sendiri. Karakteristik wirausaha yang dikaji Nurhayati et al. (2011) merupakan karakteristik psikologis kewirausahaan (yang mencerminkan watak dan sikap wirausaha) yang paling banyak dikaji pada berbagai penelitian. Begitu pun penelitian Suyatini (2004) dalam menganalisis pengaruh karateristik wirausaha, karakteristik psikologi yang diukur adalah kemampuan berinovasi, rasa percaya diri, kemampuan mengambil risiko, dan kebutuhan akan keberhasilan. Suyatini memaparkan bahwa indikator karateristik wirausaha kepercayaan diri merupakan kemampuan dirinya untuk mengatasi masalah dengan tetap optimis terhadap kemampuan dirinya untuk mengatasi masalah tersebut. Kemudian indikator keberanian mengambil risiko berkaitan dengan keberanian seseorang untuk mempertaruhkan apa yang dimilikinya untuk membangun suatu usaha dengan harapan memperoleh manfaat yang lebih besar dari apa yang telah mereka pertaruhkan. Individu yang memiliki kemampuan berinovasi dinamakan seorang inovator dengan imajinasinya yang kreatif. Mereka secara efektif dapat menyeimbangkan ide-ide dan kenyataan menjadi ide-ide kerja yang baru. Selanjutnya individu dengan tingkat kebutuhan akan keberhasilan yang tinggi akan senang bersaing dengan standar keunggulan dan memilih untuk bertanggungjawab secara pribadi atas tugas yang dibebankan kepadanya. Nurhayati et al. (2011) menambahkan karakteristik psikologis tersebut meliputi

24 8 ketekunan/ kerja keras (hard working), Semangat (enthusiasm), toleransi terhadap ketidakpastian (tolerance for ambiguity). Indikator ketekunan dapat mendukung daya berpikir seseorang untuk berpikir secara inovatif dan kreatif. Sikap toleransi terhadap ketidakpastian dapat mendorong sikap tolerasi terhadap ketidakpastian dan menjadikannya sebagai tantangan. Penelitian lainnya mengenai karaterstik kewirausahaan telah dilakukan oleh Neneh (2011), indikator yang digunakan lebih kompleks, yaitu menggunakan percaya diri, inovasi, pengambilan risiko, kebutuhan akan prestasi, locus of control, kepemimpinan, komitmen dan tekad, kreatif dan terbuka terhadap teknologi baru, dapat membaca peluang dan motivasi. Karakteristik kewirausahaan yang telah disebutkan tersebut idealnya dimiliki oleh setiap pelaku wirausaha agar dapat membentuk karakteristik personal atau psikologis seorang wirausaha yang positif, karena karakter personal seseorang yang dimiliki dapat mencerminkan keunikan nilai, sikap dan kebutuhan serta keinginan individu tersebut. Artinya, jika seseorang memiliki karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha maka seseorang tersebut berpotensi untuk menjadi wirausahawan yang baik. Hasil penelitian terdahulu menekankan pada beberapa indikator karateristik wirausaha yaitu kepercayaan diri, keberanian mengambil risiko, dan inovasi. Karakteristik wirausaha yang digunakan pada penelitian ini akan dibatasi pada percaya diri, berorientasi hasil, berani mengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan. Pengukuran Kinerja Usaha Kinerja usaha merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Terdapat berbagai macam pengukuran kinerja, karena kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa hasil penelitian mengenai kinerja usaha dibidang agrbisnis salah satunya adalah Puspitasari (2013), yang mengemukakan bahwa indikator kinerja usaha anggrek yang digunakan adalah meningkatnya pendapatan, perluasan wilayah pemasaran dan keunggulan bersaing. Sumantri (2013) mengukur kinerja usaha wanita berdasarkan pendapatan, volume penjualan dan wilayah pemasaran. Penelitian Muharastri (2013) mengukur produktivitas sapi perah laktasi, kepemilikan sapi perah laktasi dan pendapatan usaha ternak sapi perah untuk mengukur kinerja usaha. Berkaitan dengan objek penelitian yang akan dilaksanakan yaitu industri tempe, penelitian Yosa (2009) menggunakan omzet dan mutu tempe sebagai alat untuk mengukur kinerja. Berbeda dengan penelitian Nurhayati et al. (2011) berpendapat bahwa kinerja usaha agroindustri dapat diukur dengan mengukur profit, akses pengetahuan, akses pasar dan pengakuan dari pihak lain. Berdasarkan penelitian terdahulu secara garis besar kinerja dapat diukur melalui pendapatan, volume penjualan atau omzet, produktivitas dan akses pasar. Pengukuran kinerja usaha yang digambarkan diatas merupakan ukuran tangible dan intangible. Pengukuran kinerja yang akan digunakan pada penelitian ini adalah produksi, omzet, dan keuntungan usaha. Pemilihan indikator kinerja usaha karena lebih mudah diukur (tangible). Produksi mengukur skala produksi atau

25 kemampuan produksi dalam sehari. Pengukuran omzet (penerimaan penjualan) menjadi ukuran untuk menggambarkan pertumbuhan volume penjualan. Keuntungan digunakan untuk mengukur omzet yang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan. 9 Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kinerja Selama ini belum banyak studi pustaka yang menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha. Terdapat beberapa penelitian yang telah menganalisis keterkaitan antara karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha. Hasil penelitian Muharastri (2013) menyatakan jiwa kewirausahaan berpengaruh negatif dan kurang signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini dikarenakan meskipun memiliki sikap motivasi dan inovasi dalam menjalankan usahanya, belum tentu dikatakan berhasil jika tidak diikuti dengan pengetahuan yang cukup. Penelitian Yosa (2009) menggunakan tiga peubah untuk melihat hubungan kompetensi dengan kinerja industri tempe. Ketiga peubah yang digunakan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki pengrajin tempe. Berdasarkan hasil penelitian, industri tempe termasuk kategori berkompeten dan berhubungan nyata dengan kinerja industri tempe. Selanjutnya pada penelitian Nuhayati et al. (2011) dalam menganalisis pengaruh karakteristik kewirausahaan terhadap kinerja wirausaha dari sebagian besar responden belum cukup optimal. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain sikap/ watak (karakteristik) kewirausahaan dan kompetensi wirausaha yang belum optimal dikembangkan. Pengaruh karakteristik kewirausahaan dan kompetensi wirausaha terhadap kinerja wirausaha menunjukkan bahwa karakteristik (psikologis) kewirausahaan berpengaruh secara nyata dan positif terhadap kompetensi kewirausahaan maupun kinerja usaha. Hal tersebut menunjukkan pentingnya membangun karakteristik kewirausahaan karena karakteristik tersebut sangat menentukan keberhasilan usaha dan mempermudah untuk meningkatkan kompetensi kewirausahaan. Pada penelitian Sumantri (2013) karakteristik wirausaha dengan kinerja tidak memiliki hubungan nyata yang menunjukkan bahwa karekteristik wirausaha tidak berkorelasi dengan kinerja usaha peternak sapi perah. Karakteristik wirausaha tidak berkorelasi nyata positif dengan kinerja karena tingkat karakteristik wirausaha tinggi tidak didukung dengan insentif berupa harga jual susu yang naik. Berbeda dengan Puspitasari (2013), hasil penelitiannya perilaku kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha anggrek. Hal ini menunjukan bahwa perilaku kewirausahaan berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha, sehingga dengan ketekunan, ketanggapan terhadap peluang, inovatif, keberanian mengambil risiko dan kemandirian pada akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja usaha.

26 10 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Wirausaha dan Kewirausahaan Wirausaha merupakan orang yang berbakat dalam melihat peluang produk baru, membuat proses produksi baru, mengatur permodalan usahanya serta memasarkannya. Meredith et al. (1989) menyatakan wirausaha adalah orangorang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Para wirausaha ini merupakan individu-individu yang berorientasi kepada tindakan dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mengejar tujuannya. Menurut Schumpeter dalam Alma (2009), wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Menurut Longnecker et al. (2001) menyatakan wirausaha adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang bebas. Sebagian besar wirausaha berperan sebagai pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan perekonomian, karena merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil risiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Seseorang yang memiliki jiwa wirausaha dapat dikatakan sebagai wirausahawan. Menurut Widodo (2005) wirausahawan adalah seorang yang memahami akan adanya peluang bisnis, kemudian mengorganisasikan usaha untuk mewujudkan peluang tersebut sebagai kegiatan usahanya yang nyata. Kasmir (2006) mengatakan kewirausahaan adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Seorang wirausahawan akan berusaha mencari, memanfaatkan serta menciptakan peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan. Kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan untuk mengkoordinir faktor input produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Senada dengan Suryana (2006) kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan menurut Drucker dalam Suryana (2006) adalah kemampuan untuk menciptakan suatu barang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan inovatif demi terciptanya peluang. Sementara itu, Zimmerer dalam Kasmir (2006) mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Jadi inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan inovatif. Seseorang yang memiliki kreativitas dan jiwa inovator tentu berpikir untuk mencari atau menciptakan sesuatu yang baru, lebih baik dan berbeda dari sebelumnya.

27 Karakteristik Wirausaha Para ahli mengemukakan karakteristik kewirausahaan dengan konsep yang berbeda-beda. Salah satunya teori wirausaha telah dikembangkan oleh Meredith et al. (1989). Meredith mengemukakan ciri dan watak kewirausahaan pada Tabel Tabel 3 Karakteristik wirausaha dan indikator karakteristik wirausaha Karakteristik wirausaha Indikator karakteristik wirausaha Percaya diri Memiliki keyakinan yang kuat, ketidaktergantungan, individualis, optimisme. Berorientasi Kebutuhan akan prestasi, berorientasi laba, ketekunan, Hasil tekad kerja keras, mempunyai dorongan yang kuat, energik dan inisiatif. Pengambilan risiko Kemampuan mengambil risiko yang wajar, suka tantangan. Kepemimpinan Berjiwa kepemimpinan, mudah beradaptasi dengan orang lain, terbuka terhadap saran dan kritik. Keorisinilan Inovatif, kreatif, fleksible, memiliki banyak sumber, serba bisa dan pengetahuannya luas. Berorientasi ke masa Memiliki visi dan perspektif terhadap masa depan. depan Sumber : Meredith et al Ahli lain seperti Scarborough dan Zimmerer (1993) dalam Suryana (2006) mengemukakan 8 karakteristik kewirausahaan sebagai berikut: 1. Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usahausaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan selalu mawas diri. 2. Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih risiko yang moderat, artinya selalu menghindari risiko, baik yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi. 3. Confidence in their ability to success, yaitu memiliki kepercayaan diri untuk memperoleh kesuksesan. 4. Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik dengan segera. 5. High level of energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. 6. Future orientation, yaitu berorientasi serta memiliki perspektif dan wawasan jauh kedepan. 7. Skill at organizing, yaitu memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk menciptakan nilai tambah. 8. Value of achievement over money, yaitu lebih menghargai prestasi dari pada uang. Wirausaha adalah seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam sikap berkreasi dan inovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang berbeda atau memiliki kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam

28 12 kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha, mengerjakan suatu yang baru, kemauan dan mencari peluang, kemampuan dan keberanian menanggung risiko, dan kemampuan untuk mengembangkan ide serta memanfaatkan sumber daya. Kemauan dan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan terutama untuk: 1. Menghasilkan produk dan jasa baru 2. Menghasilkan nilai tambah baru 3. Merintis usaha baru 4. Melakukan proses atau teknik baru 5. Mengembangkan organisasi baru Indikator Karakteristik Wirausaha Pengertian dari karakteristik wirausaha yang digunakan dijelaskan berdasarkan beberapa sumber berbeda-beda, yang diuraikan sebagai berikut: 1. Percaya diri Seorang wirausaha harus memiliki sikap percaya diri. Kepercayaan diri adalah sikap dan keyakinan seseorang dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugasnya (Suryana 2006). Sikap percaya diri merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan, dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi relatif lebih mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain. Kepercayaan diri berpengaruh terhadap gagasan, karsa, inisiatif, kreatifitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja keras dan kegairahan berkarya. Sikap percaya diri ini dapat mendorong seorang wirausaha untuk terus maju agar mampu mencapai yang mereka inginkan. Selain itu percaya diri membuat seseorang tidak mudah terpengaruh oleh pendapat atau saran orang lain, tetapi bukan berarti tidak menerima saran. Oleh sebab itu, wirausaha yang sukses adalah wirausaha yang mandiri. Longnecdeker et al. (2001) menambahkan orang yang memiliki keyakinan pada dirinya sendiri merasa dapat menjawab tantangan yang ada di depan mereka. Mereka mempunyai pemahaman atas segala jenis masalah yang mungkin muncul. Penelitian menunjukkan bahwa banyak wirausaha yang sukses adalah orang yang percaya pada dirinya sendiri, yang mengakui adanya masalah di dalam mendirikan usaha baru, tapi mempercayai kemampuan dirinya untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu menurut meredith et al. (1989) seorang wirausaha harus kreatif, terutama dalam pengambilan keputusan. Seorang pengusaha harus mempunyai kepercayaan diri yang teguh dan yakin bahwa mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat. Kemampuan membuat keputusan inilah yang membedakan seorang wirausaha dari yang lain. 2. Berorientasi Hasil Berorientasi hasil merupakan cara seorang pengusaha dalam menetapkan dan mencapai sasaran yang telah ditentukan. Seseorang yang selalu mengutamakan hasil adalah orang yang selalu mengutamakan nialinilai motif berprestasi, berorientasi laba, ketekunan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan inisiatif (Suryana 2006). Inisiatif artinya selalu ingin mencari dan memulai usaha baru. Seseorang yang

29 memiliki orientasi ini akan mengutamakan hasil yang ingin dicapai. Setelah prestasinya di dapat, baru kemudian prestisenya akan naik. 3. Pengambil risiko Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Menurut Meredith et al. (1989) para wirausaha merupakan pengambil risiko yang sudah diperhitungkan dan siap menghadapi tantangan. Wirausaha menghindari situasi risiko rendah karena tidak ada tantangannya dan dan menjauhi risiko tinggi karena mereka ingin berhasil. Para wirausaha menyukai tantangan yang dapat dicapai. Seorang wirausahawan adalah penentu risiko dan bukan penanggung risiko. Drucker dalam Alma (2009) menyatakan seorang wirausaha ketika menetapkan sebuah keputusan, telah memahami secara sadar risiko yang dihadapi, dalam arti risiko tersebut sudah dibatasi dan terukur. Agar kemungkinan munculnya risiko dapat diperkecil. Risiko dalam kewirausahaan ini seperti persaingan, fluktuasi harga, barang tidak laku dan risiko lainnya. 4. Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan faktor kunci bagi seorang wirausaha. Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan, keteladanan, dan tampil beda (Suryana 2006). Menggunakan kemampuan kreativitas dan inovasi membuat seorang wirausaha selalu menampilkan barang dan jasa baru dan berbeda yang dihasilkan dengan cepat, lebih dulu berada di pasar sehingga menjadi pelopor dalam produk maupun pemasaran. Oleh karena itu perbedaan bagi seorang pengusaha yang memiliki jiwa kewirausahaan merupakan sumber pembaruan untuk menciptakan nilai. Efektivitas sebagai pemimpin ditentukan oleh hasil-hasil yang dicapai (Meredith et al. 1989). Memiliki keunggulan di bidang kepemimpinan, maka seorang wirausaha akan memperhatikan orientasi pada sasaran, hubungan kerja atau personal, dan efektivitas. Pemimpin yang berorientasi pada tiga faktor diatas senantiasa tampil hangat, mendorong perkembangan karir stafnya, disenangi bawahan, dan selalu ingat pada sasaran yang hendak dicapai. 5. Keorisinilan: kreatif dan inovatif Menurut Alma (2009) yang dimaksud orisnil adalah tidak hanya mengekor orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ada ide orisinil, dan ada kemauan untuk melaksanakan sesuatu. Orisinil tidak berarti baru sama sekali, tetapi produk tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari komponen-komponen yang sudah ada, sehingga melahirkan suatu yang baru yang menyebabkan berdayagunanya sumber ekonomi yang lebih produktif. Bobot kreativitas orisinil suatu produk akan tampak dan sejauh mana produk tersebut berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Levitt dalam Suryana (2006) mengemukakan kreativitas adalah kemampuan menciptakan gagasan dan menemukan cara baru dalam melihat permasalahan dan peluang yang ada. Inovasi adalah kemampuan mengaplikasikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan dan peluang yang ada untuk lebih memakmurkan kehidupan masayarakat. Oleh karena itu kewirausahaan adalah berfikir dan bertindak sesuatu yang baru atau berfikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru. Menurut Meredith et al. (1989) 13

30 14 inovasi dalam bisnis menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas lebih tinggi yang merupakan hasil dari tindakan para wirausaha, yang bersedia menerima tantangan-tantangan lebih besar dan memikul risiko yang sudah diperhitungkan. Rahasia kewirausahaan dalam menciptakan nilai tambah barang dan jasa terletak pada penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan meraih peluang yang dihadapi. 6. Berorientasi ke masa depan Seorang wirausaha haruslah memiliki perspektif visi ke depan, selalu mencari peluang dan tidak cepat puas dengan keberhasilan serta berpandangan jauh kedepan (Suryana 2006). Memiliki perspektif dan pandangan ke masa akan membuat seorang pengusaha selalu berusaha untuk berkarya. Kuncinya adalah kemampuan untuk menciptakan suatu yang baru dan berbeda dengan yang sudah ada saat ini. Visi pada hakikatnya merupakan cerminan antara komitmen, kompetensi dan konsistensi. Oleh sebab itu, faktor kontinyuitas harus dijaga dengan selalu berfikir ke depan. Seorang wirausaha akan menyusun perencanaan strategis yang matang, agar jelas langkah-langkah yang akan dilaksanakan. Meredith et al. (1989) menyatakan maksud utama perencanaan adalah agar mendapat informasi yang tepat dan pada waktu yang tepat, sehingga anda dapat mengambil keputusan yang tepat. Pengertian dan Pengukuran Kinerja Kinerja merujuk pada tingkat pencapaian atau prestasi yang dapat dicapai oleh suatu usaha. Prestasi total sebuah bisnis ditentukan oleh sikap dan tindakan dari seorang wirausaha (Meredith et al. 1989). Smith dalam Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa performance atau kinerja adalah:... output drive from processes,human or otherwise, jadi dikatakan bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Menurut Muis (2013) kinerja perusahaan adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba (profit). Sebuah organisasi disebut produktif bila mencapai tujuannya dengan cara mentransfer input menjadi output pada biaya terendah. Jadi pengukuran kinerja yang digunakan pada penelitian ini adalah produksi, omzet, dan keuntungan. Penggunaan ukuran produksi digunakan untuk melihat kemampuan produksi industri tempe untuk satu kali produksi. Pengukuran omzet dan keuntungan digunakan untuk melihat penerimaan dan pendapatan industri tempe. Pengertian produksi, omzet, dan keuntungan yang digunakan berdasarkan beberapa sumber berbeda-beda. Teori produksi dijelaskan oleh Putong (2010), omzet usaha dijelaskan oleh Manurung (2006) dengan pendekatan teori penerimaan, dan teori keuntungan dijelaskan oleh Manurung (2006), Longnecdeker et al.(2001) dan Kasmir (2006). Indikator kinerja usaha 1. Teori produksi Perusahaan mencari keuntungan dengan cara memproduksi dan menjual berbagai komoditi. Saat melakukan produksi perusahaan dibatasi dengan penggunaan sumberdaya modal, tenaga kerja, tempat, teknologi dan waktu. Produksi adalah suatu kegiatan memproses input menjadi output. Kegiatan ini meliputi semua kegiatan untuk menciptakan, menambah nilai atau guna suatu barang atau jasa. Jadi produksi atau memproduksi adalah suatu usaha atau kegiatan untuk menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang (Putong 2010).

31 Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari manfaat semula. Tingkat input dan total biaya yang digunakan dalam proses produksi akan berpengaruh tehadap jumlah output yang dihasilkan. Biaya produksi yang dikeluarkan tergantung berapa banyak skala produksi yang dilakukan untuk satu kali produksi. Skala produksi per hari akan berpengaruh terhadap biaya per unit outputnya. Jadi biaya produksi akan bervariasi menurut tingkat skala produksinya. 2. Omzet usaha Setiap usaha memiliki keinginan untuk meningkatkan omzet penjualannya. Omzet adalah jumlah penjualan per hari yang dilihat dari jumlah total hasil penjualan barang dagang tertentu dalam waktu satu hari. Omzet merupakan penerimaan kotor yang belum dikurangi biaya. Penerimaan sama dengan jumlah unit output yang terjual dikalikan harga output per unit (Manurung 2006). Secara matematis pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 15 Keterangan: TR = Total revenue (total penerimaan atau omzet) P = Price (Harga tempe) Q = Quantity (Jumlah tempe yang dihasilkan) 3. Keuntungan/ laba usaha Wirausahawan adalah orang yang mengkombinasikan berbagai produksi untuk ditransformasikan menjadi output barang dan jasa. Pada proses tersebut, seorang wirausahawan harus menanggung risiko kegagalan. Atas keberaniannya tersebut, wirausaha mendapat balas jasa berupa laba. Semakin tingginya risiko, laba yang diharapkan semakin besar. Sebab tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan laba (Manurung 2006). Pengertian laba yang digunakan para ekonom adalah laba ekonomi (economic profit), yaitu kelebihan pendapatan dibandingkan jika memilih alternatif lain. Secara sederhana keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: Π = Keuntungan atau laba TR = Total revenue (total omzet atau penerimaan) TC = Total cost (total biaya) Laba merupakan indikator prestasi atau kinerja perusahaan. Hasil finansial dari bisnis apa pun harus dapat mengganti kerugian waktu (ekuevalen dengan upah) dan dana (ekuevalen dengan tingkat bunga dan deviden) sebelum laba yang sebenarnya dapat direalisasikan. Wirausaha mengharap hasil yang tidak hanya mengganti kerugian waktu dan uang yang mereka investasikan, tetapi juga memberikan imbalan yang pantas bagi risiko dan inisiatif yang mereka ambil dalam mengoperasikan bisnis mereka sendiri. Imbalan berupa laba adalah motivasi yang lebih kuat bagi wirausaha tertentu. Laba diperlukan bagi kelangsungan hidup perusahaan (Longnecdeker et al.

32 ). Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah besarnya margin laba yang diinginkan (Kasmir 2006). Di samping itu, dalam hal laba yang perlu dipertimbangkan adalah jangka waktu memperoleh laba tersebut. Margin laba maksudnya jumlah laba yang diperoleh (dalam persentase tertentu), sedangkan jangka waktu adalah lama tidaknya memperoleh laba, sesaat atau terus menerus. Biaya penyusutan alat dihitung dengan cara membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dibagi usia ekonomi dari alat tersebut. Secara matematis biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: Nb = Nilai beli (Rp) Ns = Nilai sisa (Rp) N = Umur ekonomis alat (tahun) Kerangka Pemikiran Operasional Salah satu indstri mikro dan kecil yang ada di Kabupaten Bogor adalah industri tempe. Industri tempe memiliki peluang besar untuk mengembangkan usahanya dan dituntut untuk dapat menjalankan usahanya secara mandiri untuk dapat menghadapi persaingan global. Agar dapat mendukung sikap kemandirian para pelaku UKM, pelaku usaha perlu melakukan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pengembangan jiwa kewirausahaan. Setiap pelaku usaha dapat berkembang dengan pengembangan individunya untuk lebih termotivasi dalam menjalankan usaha, khususnya bagi pengusaha tempe. Aspek kewirausahaan memiliki peran untuk mendayagunakan segala sumber yang dimiliki dengan proses yang lebih kreatif, inovatif serta berani mengambil risiko menjadikan pelaku industri tempe siap menghadapi tantangan global. Selama ini industri tempe yang telah dijalankan para pelaku usaha cenderung stagnan yang menunjukkan kinerja yang lemah. Kinerja usaha tempe yang lemah dipengaruhi berbagai faktor. Namun pada penelitian ini akan dibatasi pada sikap karakteristik wirausaha. Menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja dirasa penting dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas dan kinerja UKM, khususnya pengusaha tempe. Indikator karakteristik wirausaha yang digunakan mengacu pada teori Meredith et al. (1989), yaitu meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi masa depan. Indikator kinerja usaha dapat berupa kinerja yang dapat diukur dan tidak terukur. Namun kinerja usaha yang dilakukan pada penelitian ini merupakan kinerja yang dapat diukur berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, yaitu meliputi produksi, omzet, dan keuntungan usaha. Jika terdapat hubungan yang positif antara karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha, maka peningkatan jiwa kewirausahaan bagi para pelaku usaha perlu dilakukan. Analisis hubungan karateristik wirausaha dengan kinerja usaha akan

33 dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Rank Spearman. Kerangka pemikiran operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Para pelaku UKM dituntut untuk mandiri agar dapat menghadapi persaingan global Pengembangan SDM pelaku UKM dengan pengembangan jiwa kewirausahaan UKM tempe di Kabupaten Bogor Karakteristik Wirausaha: 1. Percaya diri 2. Berorientasi hasil 3. Pengambil risiko 4. Kepemimpinan 5. Keorisinilan 6. Berorientasi ke masa depan Kinerja Usaha: 1. Produksi 2. Omzet 3. Keuntungan usaha Analisis korelasi antara karakteristik wirausaha dengan kinerja industri tempe Keterangan: ---- Ruang lingkup penelitian Hubungan antara variabel Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dilaksanakan pada industri tempe di Desa Parung dan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive location) dengan pertimbangan bahwa Desa Parung dan Citeureup merupakan dua lokasi yang memiliki industri tempe terbanyak dan

34 18 salah satu sentra penghasil tempe di Kabupaten Bogor berdasarkan anggota KOPTI Kabupaten Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2014 sedangkan upaya persiapan (prapenelitian) dan penjajagan mulai dilakukan sejak bulan Maret Data dan Sumber Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama yang diperoleh dengan wawancara langsung, observasi dan diskusi yang berpedoman pada daftar pertanyaan (kuesioner) yang disesuaikan untuk menjawab masalah penelitian. Kuesioner yang dibuat merupakan pertanyaan terbuka, sehingga data yang dikumpulkan dalam bentuk narasi dan angka-angka. Data dianalisis untuk dijadikan bukti-bukti yang perlu diinterprestasi untuk digunakan mendukung kebenaran dari hipotesa yang digunakan dalam penelitian. Jadi data primer ini dapat dikatakan data yang dirancang atau dikumpulkan untuk penelitian yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain, sehingga data telah terdokumentasi sebelumnya yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini dapat diperoleh dari data BPS, dinas-dinas, lembaga-lembaga penelitian atau publikasi yang relevan dengan objek penelitian. Data sekunder yang diambil harus relevan dan dapat dipercaya. Metode Penentuan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling melalui pendekatan simple random sampling dengan sampling frame anggota KOPTI aktif. Metode tersebut dipilih agar setiap responden memiliki peluang yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Tujuan dari penentuan sampel adalah untuk mendapatkan informasi dari sebagian kecil anggota populasi untuk memperoleh gambaran tentang populasi tersebut. Total populasi industri tempe dari dua Desa Parung dan Citeureup sebanyak 67 orang responden, yang terdiri dari 28 industri tempe di Desa Parung dan 39 usaha di Desa Citeureup. Jumlah sampel yang akan dipilih mengacu pada teknik pengambilan sampel yang digunakan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2008) dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : n = Jumlah sampel N = Ukuran populasi e = Taraf kesalahan yaitu 10% atau 0.01

35 Populasi (N) berjumlah 67 industri tempe, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak atau 40 industri tempe, yang terdiri dari 17 industri tempe di Desa Parung dan 23 industri tempe di Desa Citeureup. Namun data yang dimiliki tidak sesuai dengan kondisi lapangan karena hanya 16 industri tempe yang memenuhi kriteria simple random sampling, maka sisa pengambilan sampel sebanyak 24 industri tempe dilakukan dengan non probability sampling melalui pendekatan snowball sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel diminta untuk memilih responden lain untuk dijadikan responden lagi, begitu seterusnya hingga jumlah sampel yang dimiliki mencukupi. Jadi, sampel dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya. Pemilihan sampel ini cocok digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif agar bisa mendapatkan informasi secara mendalam. Pengambilan sampel ini juga hanya mencakup pengusaha tempe dengan kriteria lokasi terdekat yang terletak 1 km dari pasar dan kantor desa karena pengusaha tempe ini memiliki kemudahan terhadap akses transportasi dan pasar. 19 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan melalui sebuah prosedur yang sistematis. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara langsung, observasi dan diskusi. Teknik wawancara dilakukan dengan kegiatan tanya jawab antara peneliti dengan responden pengusaha tempe. Teknik observasi dilakukan dengan mengamati keadaan industri tempe untuk melengkapi data dari hasil wawancara. Teknik diskusi dilakukan dengan bertukar pikiran mengenai data yang telah diperoleh melalui wawancara dan observasi dengan ketua KOPTI Kabupaten Bogor. Metode Pengolahan Data Agar mendapatkan hasil sesuai dengan masalah penelitian, maka dilakukan pengolahan data dari jawaban responden yang telah terkumpul dari pengisian kuesioner. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan metode deskriptif melalui pembuatan tabulasi frekuensi sederhana berdasarkan jawaban responden yang kemudian ditabulasi dan dipersentasekan. Data diolah menggunakan alat bantu software Microsoft Excel 2010 untuk mentabulasikan data. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung pencapaian kinerja usaha dan mengukur hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja industri tempe. Perhitungan kinerja usaha menggunakan alat bantu software Microsoft Excel 2010 dan menghitung hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha menggunakan korelasi Rank Spearman pada program IBM SPSS Statistics 20. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk memberi gambaran secara kualitatif mengenai karakteristik wirausaha yang dimilki oleh pengusaha

36 20 tempe di Kabupaten Bogor. Karakteristik wirausaha ini meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi masa depan. Setelah jawaban diperoleh, kemudian jawaban responden diberikan pembobotan berdasarkan pengelompokkan jawaban responden yang kemudian skor dijumlah dan dipersentasekan. Setelah diperoleh hasil, penjumlahan karakteristik wirausaha dihubungkan dengan kinerja usaha dengan analisis korelasi Rank Spearman. Hasil korelasi Rank Spearman kemudian dideskripsikan kembali untuk menggambarkan hasil penelitian. Kriteria penilaian dan penentuan Skor Karakteristik Wirausaha Kriteria penilaian skor digunakan dalam kuesioner untuk menilai pemberian bobot pada karakteristik wirausaha pengusaha tempe. Penentuan bobot dan penjelasan kriteria pembobotan karakteristik wirausaha dijelaskan sebagai berikut: 1. Percaya diri (X1) Penentuan bobot karakteristik wirausaha percaya diri disajikan pada Tabel 4. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha percaya diri dijelaskan sebagai berikut: Tabel 4 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha percaya diri Kode X11 Pembobotan Tidak kontinyu, Kontinyu, ada jumlah produksi penurunan jumlah konsisten produksi konsisten Tidak kontinyu, produksinya turun Kontinyu, jumlah produksi X12 Lebih dari tiga kali Tiga kali berhenti Dua kali berhenti Satu kali berhenti berhenti X13 Lebih dari dua hari Dua hari Satu hari Kurang dari satu hari X14 Tidak partisipasi, pasif Tidak punya kesempatan untuk partisipasi dan beri pendapat Ikut partisipasi tapi tidak mengemukakan pendapat Ikut berpartisipasi dan memberi pendapat a. Mampu memproduksi secara kontinyu dan konsisten (X11) Pengukuran sikap percaya diri yang pertama adalah kemampuan seorang pengusaha tempe dalam menjalankan industri tempenya secara kontinyu dan konsisten. Sikap ini menunjukkan sikap optimis yang ada pada indikator percaya diri. Kriteria ini tidak melihat sedikit atau banyaknya jumlah kedelai yang diproduksi. Kriteria ini melihat kontinyuitas usaha tempe yang dilakukan setiap hari dengan jumlah yang tetap atau konsisten. Pengusaha tempe yang mampu menjalankan usahanya secara kontinyu dan konsisten akan mendapat nilai bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang mampu menjalankan usahanya secara kontinyu dengan jumlah yang diproduksinya konsisten akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menjalankan usahanya secara kontinyu tetapi ada penurunan jumlah produksi akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang menjalankan usahanya tidak kontinyu atau berhenti sementara tetapi ketika akan berproduksi kembali jumlah yang diproduksinya tetap akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe

37 yang menjalankan usahanya tidak kontinyu atau berhenti sementara tetapi ketika akan berproduksi kembali jumlah yang diproduksinya turun akan mendapat bobot satu. b. Berhenti produksi ketika ada kendala (X12) Pengukuran sikap percaya diri yang kedua adalah dalam satu tahun berapa kali pengusaha tempe berhenti produksi. Kriteria ini merupakan pernyataan negatif dari sikap optimis yang ada pada indikator percaya diri. Penilaian kriteria ini menilai berapa kali pengusaha berhenti produksi dalam satu tahun ketika ada kendala yang dihadapi dalam menjalankan usahanya. Kendala yang dihadapi seperti kenaikan harga kedelai, pemilik atau karyawan tempe sakit, libur hari raya serta kendala lainnya yang menyebabkan pengusaha berhenti produksi. Sehingga penilaian pembobotanya semakin jarang pengusaha tempe melakukan berhenti produksi sementara dalam satu tahun, maka semakin tinggi nilai bobotnya dan begitu pula sebaliknya. Jadi, pengusaha tempe yang berhenti sementara hanya satu kali akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang berhenti produksi dua kali akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang berhenti produksi tiga kali akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang berhenti produksi lebih dari tiga kali akan mendapat bobot satu. c. Tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan (X13) Pengukuran sikap percaya diri yang ketiga adalah tidak ragu-ragu dalam pengambilan keputusan. Kriteria ini menggambarkan seseorang pengusaha yang memiliki keyakinan kuat yang ada pada indikator percaya diri. Kriteria ini menilai berapa lama waktu yang dibutuhkan pengusaha tempe dalam memutuskan jumlah yang diproduksi. Pengusaha tempe yang mengambil keputusannya tidak membutuhkan waktu yang lama akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang pengambilan keputusannya kurang dari satu hari akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu satu hari akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu dua hari akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu lebih dari dua hari akan mendapat bobot satu. d. Berani berbicara di depan umum (X14) Pengukuran percaya diri yang keempat adalah berani berbicara di depan umum. Kriteria ini menggambarkan pengusaha yang memiliki gagasan sendiri dan berani dalam mengemukakan pendapatnya pada saat ada perkumpulan kelompok tempe. Kriteria ini menilai pengusaha tempe yang berparisipasi aktif dalam kelompok industri tempe dan tahu. Pengusaha tempe yang aktif dan berani mengemukakan pendapatnya akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang ikut berpartisipasi dan memberi pendapat akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang ikut berpartisipasi tetapi tidak berani mengemukakan pendapat akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dan memberi pendapat akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak berpatisipasi dan bersikap pasif akan mendapat bobot satu. 21

38 22 2. Berorientasi hasil (X2) Penentuan bobot karakteristik wirausaha berorientasi hasil disajikan pada Tabel 5. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha berorientasi hasil dijelaskan sebagai berikut: Tabel 5 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi hasil Kode X21 Pembobotan Tidak ada, yang Ya, target minimal Ya, target produk Ya, target penting usaha tetap produksi berkualitas keuntungan berjalan X22 Tidak diperhatikan Tidak, banyak yang terbuang X23 X24 X25 Tidak menjaga kualitas produk Jam kerja tidak tentu, tergantung pegawai Tidak pernah memikirkan jumlah yang dikeluarkan dan pemasukan Tidak, karena tidak ada pemisahan antara kulit ari dengan kedelai Tidak ada jadwal dan jam kerja tidak tetap Tidak mencatat dan tidak memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan Ya, tapi hanya sedikit yang terbuang Ya, tetapi ada kulit ari yang masuk mengurangi kualitas produk Tidak ada jadwal tapi jam kerja tetap Tidak mencatat tetapi tetap memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan Ya, tidak ada yang terbuang, sudah ada pengendalian Ya, selalu menjaga kualitas produk Ada jadwal dan jam kerja sesuai jadwal Selalu mencatat pengeluaran dan penerimaan a. Memiliki target usaha (X21) Pengukuran berorientasi hasil yang pertama adalah memiliki target usaha. Kriteria ini menunjukkan pengusaha tempe yang berorientasi laba yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini menilai kepemilikan target serta pencapaian target yang telah ditetapkan pengusaha tempe. Penetapan target tersebut akan membuat seorang pengusaha terpacu dan termotivasi untuk bisa mencapai hasil yang diinginkan. Pengusaha tempe memiliki target dan dapat mencapai targetnya maka mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang memiliki target keuntungan dan dapat mencapai targetnya akan mendapat bobot empat. Target keuntungan mendapat bobot empat karena paling sesuai dengan sikap berorientasi laba. Pengusaha tempe yang memiliki target menghasilkan produk berkualitas akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang memiliki target usaha minimal produksi akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak memiliki target dan hanya mementingkan usaha tetap dapat berjalan akan mendapat bobot satu. b. Meminimalisir bahan baku kedelai yang terbuang (X22) Pengukuran berorientasi hasil yang kedua adalah meminimalisir bahan baku kedelai yang terbuang ketika sedang melakukan proses produksi. Kriteria ini menunjukkan sikap ketekunan yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini menilai pengendalian pada saat

39 proses pengayakan, agar adanya kedelai yang terbuang dapat diminimalisir. Pengusaha tempe yang dapat meminimalisir bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot tertinggi. Bahan baku kedelai yang terbuang semakin sedikit, semakin efisien pelaksanaan produksinya. Jadi, pengusaha tempe yang sudah mampu mengendalikan produksi dan tidak ada bahan baku kedelai yang terbuang maka akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang mengendalikan produksinya dan hanya sedikit bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak mengendalikan produksinya dan banyak bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak mengendalikan dan tidak memperhatikan bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot satu. c. Menjaga kualitas tempe yang dihasilkan (X23) Pengukuran berorientasi hasil yang ketiga adalah menjaga kualitas tempe yang dihasilkan. Kriteria ini menunjukkan sikap ketekunan yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini menilai pengendalian produksi tempe agar kualitas tempe terjaga. Pengusaha tempe yang mampu menjaga kualitas produknya akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang selalu menjaga kualitas tempenya dengan melakukan pemisahan kedelai dengan kulit arinya akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menjaga kualitas tempe tetapi ada kulit ari yang masuk akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak menjaga kualitas karena tidak ada pemisahan kedelai dengan kuliat arinya akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak pernah menjaga kualitas tempe dari pemisahan kulit ari maupun pada seluruh proses produksinya akan mendapat bobot satu. d. Memiliki jadwal produksi (X24) Pengukuran berorientasi hasil yang keempat adalah memiliki jadwal produksi. Kriteria ini menunjukkan sikap ketekunan yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini mengukur kepemilikan jadwal produksi dan pelaksanaan usaha sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Pengusaha tempe yang memiliki jadwal produksi dan jam kerja sesuai jadwal maka akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang memiliki jadwal produksi dan jam kerja sesuai jadwal akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang tidak memiliki jadwal produksi tetapi jam kerja tetap akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak memiliki jadwal dan jam kerja tidak tetap akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang jam kerja tidak tentu karena tergantung pegawai akan mendapat bobot satu. e. Mencatat setiap pengeluaran dan pendapatan (X25) Pengukuran berorientasi hasil yang kelima adalah mencatat pengeluaran dan penerimaan. Kriteria ini menunjukkan sikap inisiatif dan berorientasi laba yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini mengukur apakah pengusaha tempe melakukan pencatatan pengeluaran dan pendapatan. Pencatatan ini membantu pengusaha dalam pengendalikan pengeluaran dan pendapatan dari hasil penjualan tempe. Pengusaha tempe yang melakukan pencatatan secara rutin akan mendapat 23

40 24 bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang selalu mencatat pengeluaran dan pendapatan akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang tidak mencatat tetapi tetap memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang tidak pernah mencatat dan tidak memperhitungkan pengeluaran dan pendapatan akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak pernah memikirkan jumlah yang dikeluarkan dan pendapatan karena tidak ada pemisahan dengan pengeluaran rumah tangga akan mendapat bobot satu. 3. Pengambil risiko (X3) Penentuan bobot karakteristik wirausaha pengambil risiko disajikan pada Tabel 6. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha pengambil risiko dijelaskan sebagai berikut: Tabel 6 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha pengambil risiko Kode X31 X32 X33 X34 Pembobotan Pernah gagal, Pernah gagal, tapi mengetahui mengetahui penyebab tetapi penyebab dan tidak tahu penanganannya penanganannya Pernah gagal, hanya pasrah Berhenti produksi sementara Sumber matapencaha- rian dan satu-satunya keahlian Dijual besok, kualitas dan harga turun Ukuran turun, harga tetap dan produksi turun Wajar, dalam usaha pasti ada risiko kerugian Dihutangin, ada risiko pembeli tidak bayar Ukuran turun, harga dan produksi tetap Jika rugi dapat ditutupi dengan keuntungan sesudah atau sebelumnya Dititip ke pedagang lain, margin turun Tidak pernah gagal, ada pengendalian oleh pemilik Ukuran sama, harga naik dan produksi tetap Optimis, lebih banyak untung dibanding rugi Selalu habis terjual a. Jika gagal produksi tidak perlu melanjutkan usaha (X31) Pengukuran pengambilan risiko yang pertama adalah jika gagal produksi tidak perlu melanjutkan usaha. Kriteria ini merupakan pernyataan negatif dari sikap suka tantangan yang ada pada indikator pengambil risiko. Risiko produksi yang dihadapi umumnya terjadi saat proses peragian dan pencucian kedelai yang kurang bersih. Kriteria ini menilai bagaimana pengusaha tempe ketika mengalami risiko kegagalan produksi. Pengusaha tempe yang tidak mengalami kegagalan produksi dan mengetahui cara penanganannya akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang tidak pernah mengalami kegagalan produksi karena ada pengendalian oleh pemilik akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang pernah mengalami kegagalan produksi, tetapi mengetahui penyebab dan penanganannya akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang pernah gagal dan mengetahui penyebab tetapi tidak tahu penanganannya akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang pernah gagal, hanya pasrah dan tidak mencari tahu penyebab dan penanganannya akan mendapat bobot satu.

41 b. Meskipun harga naik tetap berproduksi (X32) Pengukuran pengambil risiko yang kedua adalah tetap berproduksi meskipun harga kedelai mahal. Kriteria ini menunjukkan sikap berani mengambil risiko yang ada pada indikator pengambil risiko. Kriteria ini menilai upaya yang dilakukan pengusaha tempe saat menghadapi fluktuasi harga kedelai. Pengusaha yang berani meningkatkan harga tempenya karena ada kenaikan harga input kedelai akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang menetapkan ukuran sama, harga naik dan produksi tetap akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang mengurangi ukuran, harga dan produksi tetap akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang mengurangi ukuran, harga tetap dan produksi dikurangi akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang memilih berhenti sementara ketika ada kenaikan harga akan mendapat bobot satu. c. Jika rugi tidak perlu melanjutkan usaha (X33) Pengukuran pengambilan risiko yang ketiga adalah tidak perlu melanjutkan usaha jika mengalami kerugian. Kriteria ini menunjukkan sikap berani mengambil risiko yang ada pada indikator pengambil risiko. Kriteria ini menilai tanggapan pengusaha tempe ketika menghadapi kerugian saat menjalankan usahanya. Pengusaha tempe yang menanggapi dengan percaya diri bahwa usaha tempe masih menguntungkan akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang menanggapi dengan optimis bahwa usaha tempe ini menguntungkan akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menanggapi jika mengalami kerugian tetapi dapat ditutupi dari keuntungan yang diperoleh sebelum atau sesudah mengalami kerugian akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang menanggapi wajar, dalam usaha pasti ada kerugian akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang menanggapi tetap menjalankan usaha karena sumber matapencaharian dan satu-satunya keahlian yang dimiliki akan mendapat bobot satu. d. Tetap berproduksi meskipun tempe yang dijual sebelumnya tidak habis (X34) Pengukuran pengambilan risiko yang keempat adalah tetap berproduksi meskipun dalam usaha tempe ada risiko tempe yang dijual tidak habis dalam satu hari. Kriteria ini menunjukkan sikap berani mengambil risiko yang ada pada indikator pengambil risiko. Kriteria ini menilai usaha-usaha yang dilakukan pengusaha tempe ketika tempe yang dijual tidak habis. Pengusaha tempe yang mampu menjual habis produknya sendiri, maka akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang mampu menjual habis produk tempenya sendiri dalam satu hari akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menjual habis dengan menitipkan sisa tempe ke pedagang lain tetapi ada risiko margin keuntungan turun akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang menjual habis dengan pembayar tempe secara tidak tunai tetapi ada risiko pelanggan tidak bayar akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang menjual sisa tempe keesokan harinya tetapi ada risiko kualitas dan harga turun akan mendapat bobot satu. 25

42 26 4. Kepemimpinan (X4) Penentuan bobot karakteristik wirausaha kepemimpinan disajikan pada Tabel 7. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha kepemimpinan dijelaskan sebagai berikut: Tabel 7 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha kepemimpinan Kode X41 X42 X43 Pembobotan Pernah ada Tidak ada kesalahan, kesalahan, produksi karyawan diarahkan dilakukan pemilik agar tidak terjadi dan karyawan lagi sendiri Pernah ada kesalahan, karyawan potong gaji atau PHK Tidak menjaga hubungan baik Ada komplain, tetapi pelanggan tidak ditanggapi Ya, jika ada masalah keuangan transparan Ada komplain, pelanggan diberi pengertian dan transparansi Ya, tetapi bayar kredit (non tunai) Tidak ada komplain, pelanggan sudah mengerti Tidak ada kesalahan, produksi dilakukan pemilik Ya, selalu bayar tunai Tidak ada komplain, produk yang dihasilkan berkualitas a. Ada kesalahan saat melakukan pembagian tugas kepada karyawan (X41) Pengukuran sikap kepemimpinan yang pertama adalah kemampuan pengusaha tempe dalam pendelegasian tugas kepada karyawan. Kriteria ini merupakan pertanyaa negatif yang menunjukkan memiliki jiwa kepemimpinan yang ada pada indikator kepemimpinan. Kriteria ini menilai ada atau tidaknya kesalahan pada saat pembagian tugas kepada karyawan dalam pengarahan proses produksi. Seorang pemimpin harus dapat mengarahkan karyawan agar dapat mencapai target atau sasaran yang ingin dicapai dalam menjalankan industri tempe. Pengusaha yang tidak pernah mengalami kesalahan pada saat pembagian tugas akan mendapat nilai bobot tinggi. Jadi, pengusaha yang dalam menjalankan usahanya tidak ada kesalahan tetapi karena produksi dilakukan oleh pemilik sendiri mendapat bobot empat. Pengusaha yang tidak pernah mengalami kesalahan karena produksi dilakukan pemilik bersama karyawan akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang pernah ada kesalahaan saat pembagian tugas dan karyawan diarahkan agar tidak terjadi kesalahan lagi akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang pernah mengalami kesalahan saat pembagian tugas tetapi karyawan dipotong gaji atau pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja akan mendapat bobot satu. b. Menjalin hubungan baik dengan pemasok (X42) Pengukuran sikap kepemimpinan yang kedua adalah menjalin hubungan baik dengan pemasok. Kriteria ini menggambarkan seorang pemimpin yang mampu menjaga hubungan kerja. Kriteria ini mengukur pengusaha tempe dalam menjaga hubungan baik dengan pemasok kedelai dengan tidak pernah ada masalah karena dari metode pembayarannya yang lancar. Menjalin kerjasama akan membuat ketersediaan pasokan kedelai lebih terjamin. Jadi, pengusaha yang selalu menjaga hubungan

43 baik dengan pemasok dan pembayarannya dengan cara tunai akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang selalu menjaga hubungan baik dan bayar secara kredit akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang menjaga hubungan baik tetapi jika ada masalah keuangan pengusaha transparan kepada pemasok akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak menjaga hubungan baik dengan pemasok akan mendapat bobot satu. c. Mampu menerima kritik dan saran dari pelanggan (X43) Pengukuran sikap kepemimpinan yang ketiga adalah mampu menerima kritik saran dari pelanggan. Kriteria ini menunjukkan sikap terbuka terhadap kritik dan saran yang ada pada indikator kepemimpinan. Kriteria ini menilai tanggapan pengusaha tempe ketika mendapat kritik dan saran dari pelanggan. Pengusaha yang menjalin hubungan baik dengan pelanggan dapat menjamin konsumen melakukan pembelian ulang terhadap produk tempe yang dijual. Pengusaha tempe yang tidak pernah mengalami komplain dari pelanggan karena sudah mampu menghasilkan produk sesuai keinginan konsumen akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang tidak pernah mendapat komplain karena produk yang dihasilkan berkualitas akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang pernah mendapat komplain dari pelanggan karena pelanggan sudah mengerti ada penurunan ukuran disebabkan kenaikan harga mendapatkan bobot tiga. Pengusaha yang mendapat komplain kemudian menanggapi dengan memberikan pengertian dan transparansi mendapat bobot dua. Pengusaha yang mendapat komplain dari pelanggan tetapi tidak ditanggapi akan mendapat bobot satu. 5. Keorisinilan (X5) Penentuan bobot karakteristik wirausaha keorisinilan disajikan pada Tabel 8. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha keorisinilan dijelaskan sebagai berikut: a. Melakukan inovasi atau perubahan dalam usaha ke arah yang lebih baik (X51) Pengukuran sikap keorisinilan yang pertama adalah melakukan inovasi atau perubahan kearah yang lebih baik. Kriteria ini menilai sikap inovatif yang ada pada indikator keorisnilan. Kriteria ini menilai banyaknya perubahan teknologi produksi yang dilakukan pengusaha. Sikap inovatif dinilai dari penggunaan teknologi terbaru yang membuat proses produksi lebih efisien. Pengusaha yang menjalankan usahanya lebih dari satu perubahan akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang melakukan lebih dari satu perubahan akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang hanya melakukan satu perubahan akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang tidak melakukan perubahan dan tidak mengikuti teknologi akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak melakukan perubahan dan melakukan produksi dengan cara-cara tradisional akan mendapat bobot satu. b. Menjalankan usaha dengan cara-cara yang kreatif (X52) Pengukuran sikap keorisinilan yang kedua adalah menjalakan usaha dengan cara-cara yang kreatif. Kriteria ini menilai sikap kreatif yang ada pada indikator keorisinilan. Kriteria ini menilai kreatifitas dalam menjalankan usaha tempe. Pengusaha yang kreatif mampu 27

44 28 membuat mesin dengan ide sendiri akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang menggunakan mesin dengan ide dan dibuat sendiri akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang menggunakan mesin buatan sendiri tetapi hanya menduplikasi mesin yang sudah ada akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang hanya menggunakan mesin siap pakai akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak melakukan perubahan akan mendapat bobot satu. Tabel 8 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha keorisinilan Kode X51 X52 X53 X54 Pembobotan Tidak ada, produksi masih tradisional Tidak melakukan perubahan Tidak memiliki pemasok tetap Tidak punya dari usaha tempe sudah cukup Tidak ada perubahan, tidak mengikuti perkembangan teknologi Tidak, hanya menggunakan mesin siap pakai Hanya satu pemasok tetap Ya, tetapi pengetahuan untuk usaha lain Ya, melakukan satu perubahan Ya, tetapi hanya duplikasi melihat yang sudah ada KOPTI tidak aktif, hanya dari agen Ya, punya akses informasi dari KOPTI atau pihak lain Ya, melakukan lebih dari satu perubahan Ya, memiliki ide sendiri Ya, pemasok dari KOPTI dan agen kedelai Ya, punya pengetahuan untuk mengembangkan usaha tempe c. Memiliki banyak sumber pemasok (X53) Pengukuran sikap keorisinilan yang ketiga adalah memiliki banyak sumber pemasok. Kriteria ini menilai pemilik usaha tempe yang memiliki banyak sumber yang ada pada indikator keorisinilan. Kriteria ini menilai banyaknya pilihan pemasok yang dimiliki pengusaha tempe dalam menjalankan usaha. Pilihan pemasok yang banyak dapat membantu pengusaha memilih pemasok yang menjual harga bahan baku kedelai dengan biaya termurah. Hal ini dapat membatu pengusaha tempe dalam menghemat biaya kedelai yang harus dikeluarkan pengusaha. Pengusaha tempe yang memiliki banyak pemilihan pemasok akan mendapat nilai bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang memiliki banyak pemasok dari KOPTI maupun agen kedelai akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang sudah tidak aktif menjadi anggota KOPTI karena harga agen kedelai lebih murah akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang hanya memiliki satu pemasok tetap akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak memiliki pemasok tetap akan mendapat bobot satu. d. Memiliki pengetahuan luas untuk pengembangan usaha (X54) Pengukuran sikap keorisinilan yang keempat adalah adalah memiliki pengetahuan luas untuk pengembangan usaha. Kriteria ini menilai sikap pengetahuan luas yang ada pada indikator keorisinilan. Kriteria ini menilai pengetahuan yang dimiliki pengusaha tempe untuk mengembangkan usaha. Pengusaha yang memiliki pengetahuan untuk

45 pengembangan usahanya akan mendapat nilai bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang memiliki pengetahuan untuk mengembangkan usaha tempe akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang memiliki akses informasi untuk pengembangan usaha dari KOPTI maupun pihak terkait akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang memiliki pengetahuan tetapi pada bidang usaha lain akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak memiliki pengetahuan dan merasa pengetahuan untuk usaha tempenya ini sudah cukup akan mendapat bobot satu. 6. Berorientasi masa depan (X6) Penentuan bobot karakteristik wirausaha berorientasi masa depan disajikan pada Tabel 9. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha berorientasi hasil dijelaskan sebagai berikut: 29 Tabel 9 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi masa depan Kode X61 X62 Pembobotan Tidak, karena cukup untuk modal saja Tidak ada rencana, cukup dari usaha tempe saja Tidak, karena cukup untuk modal dan kebutuhan sehari-hari saja Punya rencana tetapi hanya keinginan saja X63 Berlum terfikir Menurunkan produksi Ya, untuk pengembangan usaha lain Punya rencana tapi gagal Menurunkan ukuran Ya, untuk pengembangan usaha tempe Punya rencana dan sudah dijalankan Menaikan harga tempe a. Menyisakan sebagian keuntungan untuk pengembangan usaha (X61) Pengukuran pada sikap berorientasi masa depan yang pertama adalah menyisakan keuntungan untuk pengembangan usaha. Kriteria ini menilai sikap seseorang yang memiliki visi dan perspektif ke depan yang merupakan indikator sikap berorientasi masa depan. Kriteria ini menilai pengusaha tempe yang menyisakan sebagian keuntungan dan digunakan untuk pengembangan usaha akan mendapat nilai bobot tinggi. Jadi, pengusaha yang menyisakan keuntungan untuk pengembangan usaha tempe akan mendapat bobot empat, pengusaha yang menyisakan sebagian keuntungan tetapi untuk usaha lain akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang tidak menyisakan keuntungan karena hanya cukup untuk modal dan kebutuhan sehari-hari akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak menyisakan keuntungan karena hanya cukup untuk perputaran modal saja akan mendapat bobot satu. b. Memiliki perencaan jangka pendek, menengah dan panjang (X62) Pengukuran pada sikap berorientasi masa depan yang kedua adalah memiliki perencanaan usaha. Kriteria ini menilai sikap seseorang yang memiliki visi dan perspektif ke depan yang merupakan indikator sikap berorientasi masa depan. Kriteria ini menilai kepemilikan pengusaha tempe dalam merencanakan pengembangan usahanya. Perencanaan masa depan membantu pengusaha tempe mengatur alokasi dana untuk pengembangan usaha. Pengusaha tempe yang memiliki rencana dan

46 30 mampu menjalankan rencananya dengan berhasil akan mendapat bobot tinggi. Jadi, pengusaha yang memiliki rencana dan rencananya sudah dijalankan akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang memiliki rencana tetapi belum berhasil akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang memiliki rencana tetapi hanya keinginan saja dan belum dijalankan akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak memiliki rencana dan merasa sudah cukup dari usaha tempenya saja akan mendapat bobot satu. c. Mengantisipasi adanya kenaikan harga kedelai (X63) Pengukuran pada sikap berorientasi masa depan yang ketiga adalah mengantisipasi adanya kenaikan harga kedelai di masa depan. Kriteria ini menilai sikap seseorang yang memiliki visi dan perspektif ke depan yang merupakan indikator sikap berorientasi masa depan. Kriteria ini menilai antisipasi pengusaha tempe ketika ada kenaikan harga kedelai karena pengusaha tempe memiliki ketidakpastian harga kedelai yang berfluktuasi. Pengusaha tempe sudah merencanakan langkah-langkah yang dilakukan ketika ada kenaikan harga kedelai akan mendapat bobot tinggi. Jadi, pengusaha yang berani menaikan harga tempe ketika ada kenaikan harga kedelai akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang melakukan penurunan ukuran tempe akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang memilih menurunkan jumlah yang diproduksi akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang belum memikirkan upaya yang dilakukan ketika ada kenaikan harga kedelai akan mendapat bobot satu. Agar memudahkan dalam melakukan pengkategorian skor berdasarkan karakteristik wirausaha, maka dilakukan penentuan kategori jawaban dari jumlah skor. Jumlah skor diperoleh dari penjumlahan bobot yang dikalikan dengan jumlah responden. Dari penjumlahan skor yang diperoleh tersebut kemudian dipersentasekan dengan cara menghitung jumlah skor setiap karakteristik wirausaha dibagi dengan nilai bobot maksimal dikali jumlah responden dikali jumlah pertanyaan setiap kriteria karakteristik wirausaha. Secara matematis pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana: Keterangan: b_ = bobot (1-4) r_ = responden (40 orang) bm = bobot maksimum (4) jk = Jumlah kriteria karakteristik wirausaha (3-5 kriteria) )

47 Setelah diketahui persentase jawaban responden, kemudian hasil perhitungan dikelompokkan berdasarkan kategori jawaban yang telah ditentukan pada Tabel 10. Perhitungan persentase skor ini digunakan untuk memudahkan dalam menentukan kategori jawaban karakteristik wirausaha responden. Jumlah kriteria yang digunakan setiap karakteristik berbeda menyebabkan perbedaan jumlah skor tertinggi pada setiap karakteristik wirausaha. 31 Tabel 10 Penentuan kategori jumlah skor berdasarkan persentase kategori jawaban responden No Persentase Kategori Jawaban Kategori Skor (%) Kurang baik Cukup Baik Baik Sangat Baik Analisis Korelasi Rank Spearman Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakeristik wirausaha dengan kinerja industri tempe di Kabupaten Bogor. Menurut Firdaus et al. (2011) analisis korelasi Rank Spearman merupakan salah satu ukuran deskriptif untuk mengukur tingkat korelasi dua variabel, dengan syarat kedua variabel dalam bentuk minimal skala ordinal. Variabel X yang digunakan berupa karakteristik wirausaha yang terdiri dari percaya diri (X1), berorientasi hasil (X2), pengambil risiko (X3), kepemimpinan (X4), keorisinilan (X5) dan berorientasi masa depan (X6), sedangkan variabel Y dikaitkan dengan tingkat kinerja usaha industri tempe yang terdiri dari produksi (Y1), omzet (Y2), dan keuntungan (Y3). Adapun nilai dirumuskan sebagai berikut: Dimana: Keterangan: : Banyaknya observasi sama pada variabel X untuk rank tertentu : Banyaknya observasi sama pada variabel Y untuk rank tertentu : Perbedaan rank X dan rank Y pada observasi ke-i : Observasi ke-i,untuk i = 1, 2,..., n : Jumlah untuk seluruh angka sama

48 32 Nilai bisa bertanda positif, bisa pula bertanda negatif, dengan nilai mutlaknya maksimal 1 dan minimal 0. Tanda positif pada r s menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah, yakni bila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin tinggi pula, atau sebaliknya. Tanda negatif pada r s menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi berlawanan arah, yakni bila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin rendah, atau sebaliknya. Bila nilai = 0, berarti kedua variabel tidak berkorelasi dan bila nilai = 1, berarti kedua variabel berkorelasi sempurna. Secara deskriptif, nilai dapat dikatagorikan menjadi lima kategori berikut ini: 1. Bila 0.0 < rs < 0.2, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi sangat lemah 2. Bila 0.2 rs < 0.4, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi lemah 3. Bila 0.4 rs < 0.6, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi sedang 4. Bila 0.6 rs < 0.8, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi kuat 5. Bila 0.8 rs < 1, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi sangat kuat Hipotesis: H 0 : Korelasi karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha tidak signifikan H 1 : Korelasi karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha signifikan GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor merupakan sebuah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat dengan Ibukota Cibinong. Kabupaten ini memiliki luas wilayah sebesar ha dan merupakan salah satu wilayah administratif terluas di Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 mencapai jiwa terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan (BPS 2014b). Kabupaten Bogor terdiri atas 40 Kecamatan, 413 Desa dan 17 Kelurahan. Letak kabupaten yang berdekatan dengan Ibukota Negara yang merupakan pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan membuat Kabupaten Bogor memiliki aktifitas pembangunan yang cukup tinggi karena merupakan daerah perlintasan antara Ibukota Negara dan Ibukota Provinsi Jawa Barat. Hal ini memberikan dampak positif, yaitu berkembangnya sentra-sentra industri di Kabupaten Bogor. Salah satu industri yang ada di Kabupaten Bogor adalah industri tempe. Desa Citeureup menurut Nursiah (2013) dan Desa Parung menurut Sutrisno (2006) merupakan salah satu sentra produksi tempe di Kabupaten Bogor, karena banyaknya jumlah industri tempe di desa tersebut maka diambil sampel pada dua desa ini untuk dapat menggambarkan industri tempe yang ada di Kabupaten Bogor. Desa Citeureup merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Citeureup yang terletak di Kabupaten Bogor. Kecamatan Citeureup memiliki luas wilayah ha yang terdiri dari 14 desa yang salah satunya adalah Desa Citeureup.

49 Jarak Desa Citeureup sebesar 0.5 km dari Kecamatan Citeureup, terletak 11 km dari Kabupaten Bogor dan 150 km dari provinsi Jawa Barat. Desa Citeureup memiliki luas wilayah 311 ha yang terbagi menjadi 8 Rw dan 38 Rt. Wilayah Desa Citeureup disebelah utara berbatasan dengan Desa Gunung Putri dan Desa Bantar Jati, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karang Asem Timur dan Desa Tarikolot, sebelah barat berbatasan dengan Desa Kelurahan Ka-bar dan Puspanegara, dan bagian sebelah timur berbatasan dengan Desa Gunung Sari dan Desa Lulut. Desa Parung merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Parung yang terletak di Kabupaten Bogor. Kecamatan Parung memiliki luas wilayah ha yang terdiri dari sembilan desa yang salah satunya adalah Desa Parung. Jarak Desa Parung sebesar 50 m dari Kecamatan Parung, terletak 40 km dari Kabupaten Bogor dan 160 km dari provinsi Jawa Barat. Desa Parung memiliki luas wilayah 217 ha yang terbagi menjadi 7 Rw dan 22 Rt. Wilayah Desa Parung sebelah utara berbatasan dengan Desa Curug, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pemegarsari, bagian timur berbatasan dengan kelurahan bojong, serta sebelah barat berbatasan dengan Desa Waru. Kependudukan Jumlah penduduk Desa citeureup yang tercatat sampai akhir Desember 2013 adalah Jiwa yang terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di desa ini sebanyak kepala keluarga. Keadaan ekonomi dan sumber mata pencaharian penduduk desa citeureup berprofesi sebagai pedagang, petani, karyawan, supir, tukang bangunan, pengrajin, wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil, ABRI, buruh tidak tetap, penjahit, tukang ojek dan profesi lainnya (Profil Desa Citeureup 2014). Desa Parung memiliki penduduk yang tercatat sampai akhir Desember 2013 berjumlah jiwa yang terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di desa ini sebanyak kepala keluarga. Keadaan ekonomi dan sumber mata pencaharian penduduk Desa Parung pada umumnya berprofesi buruh tani, peternak, karyawan swasta, pengrajin, wiraswasta/ pedagang, Pegawai Negeri Sipil, TNI/ POLRI, Buruh tidak tetap, penjahit, dan profesi lainnya (Profil Desa Parung 2014). 33 Tabel 11 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Desa Citeureup dan Parung tahun 2014 Jumlah Tingkat pendidikan Desa Citeureup (orang) Persentase (%) Desa Parung (orang) Persentase (%) Tamatan SD/ Sederajat Tamatan SMP/ Sederajat Tamatan SMA/ Sederajat Tamat Diploma 1, 2 dan Tamat Sarjana 1, 2 dan Sumber: Profil Desa Citeureup dan Parung (2014)

50 34 Berdasarkan Tabel 11 sebagian besar penduduk di Desa Citeureup sudah mampu menyelesaikan pendidikannya hingga SMA, yaitu sebanyak 5.51 persen dari total jumlah penduduk. Sebanyak 5.16 persen mampu menamatkan sampai pendidikan hingga SD, dan tamatan SMP sebanyak 4.55 persen. Ada pula penduduk yang mampu menamatkan pendidikannya hingga perguruan tinggi, yaitu tamat Diploma sebanyak 2.27 persen dan Sarjana sebanyak 0.49 persen. Penduduk di Desa Parung sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SD, yaitu sebanyak persen dari total jumlah penduduk. Sebanyak persen tamat SMP, dan tamat SMA sebanyak persen. Di Desa Parung juga ada yang mampu menamatkan pendidikannya hingga perguruan tinggi, yaitu tamat Diploma sebanyak 3.73 persen dan Sarjana sebanyak 1.57 persen. Hal ini menunjukkan jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan di Desa parung lebih banyak dibandingkan dengan Desa Citeureup. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 pengusaha tempe yang terdiri dari 23 pengusaha di Desa Citeureup dan 17 pengusaha di Desa Parung Kabupaten Bogor. Karakteristik pengusaha ini dibagi berdasarkan usia, tingkat pendidikan, lama usaha dan skala produksi. Seluruh responden yang diwawancarai berasal dari Jawa Tengah, yaitu daerah Pekalongan, Pemalang dan Kebumen. Hal ini sejalan dengan sejarah asal tempe yang memang berasal dari Jawa tengah. Kegiatan industri tempe ini telah dilakukan secara turun temurun dan berlangsung lama. Uraian karakteristik pengusaha tempe di Kabupaten Bogor dijelaskan sebagai berikut: Usia Responden pengusaha tempe yang ada dalam penelitian ini berada pada kisaran usia 20 tahun hingga 60 tahun. Rentang usia para pengusaha tempe ini berada pada usia produktif. Data mengenai karakteristik responden berdasarkan usia tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan usia di Kabupaten Bogor tahun 2014 Usia (Tahun) Frekuensi Persentase (%) > Jumlah Usia responden dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu dengan rentang usia tahun, usia tahun, tahun dan > 50 tahun. Usia termuda dari pengusaha ini 20 tahun dan usia tertua 56 tahun. Berdasarkan Tabel 12 jumlah responden terbanyak didominasi oleh kategori usia 40 hingga 49 tahun sebanyak 42.5 persen (17 orang), terbanyak kedua pada kategori usia 30 hingga 39 tahun sebanyak 30 persen (12 orang), terbanyak ketiga berada pada kategori

51 usia 20 hingga 29 tahun sebanyak 17.5 persen (7 orang) dan kategori usia responden terkecil pada usia lebih dari 50 tahun sebanyak 10 persen (4 orang). Kategori dengan jumlah responden terbanyak pada usia produktif, yaitu pada kategori 30 hingga 39 tahun dan 40 hingga 49 tahun. Sebaran jumlah responden yang ada pada Tabel 12 menunjukkan bahwa industri tempe ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang tidak dipengaruhi oleh usia pengusaha. Industri tempe ini merupakan usaha yang turun temurun sehingga sebaran usia responden yang diteliti tidak memiliki rentang jumlah responden yang berbeda jauh pada setiap kelompok usianya. Tingkat Pendidikan Karakteristik responden pengusaha tempe selanjutnya adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh seseorang dapat memengaruhi tingkat pengetahuan, pola pikir, sikap dan cara pengambilan keputusan. Sebagian besar pengusaha tempe yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah, karena sebagian besar hanya mengenyam pendidikan hingga tamat SD. Tingkat pendidikan pengusaha tempe yang ada di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten Bogor tahun 2014 Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat PT Jumlah Tingkat pendidikan responden berdasarkan hasil wawancara menunjukkan sebagian besar merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD). Beberapa responden lainnya berasal dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun tidak ada pengusaha yang bependidikan lulusan dari Perguruan Tinggi (PT). Berdasarkan Tabel 13 jumlah responden dengan tingkat pendidikan terbanyak pertama adalah lulusan SD sebesar 60 persen (24 orang), jumlah responden terbanyak kedua adalah lulusan SMP sebesar 25 persen (10 orang), dan jumlah responden terkecil adalah lulusan SMA sebesar 15 persen (6 orang). Berdasarkan Tabel 13 tingkat pendidikan pengusaha tempe mayoritas tamatan SD. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan tidak menjadi jaminan bahwa kinerja usaha yang dijalankan baik atau buruk, karena usaha ini merupakan usaha turun temurun sehingga dapat dijalankan oleh siapapun. Senada dengan hasil penelitian Schriber dalam Alma (2009) yang menyatakan keberhasilan seseorang ditentukan oleh pendidikan formal hanya 15 persen, dan selebihnya 85 persen ditentukan oleh sikap mental atau kepribadian. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan dalam dalam membuat tempe tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, karena pada praktiknya kemampuan mengolah tempe tidak dipelajari disekolah dan dapat diajarkan dari orang tua atau belajar dari

52 36 orang yang mengusahakan tempe sebelum para pengusaha tempe ini membuka usahanya secara mandiri. Lama Usaha Industri tempe merupakan usaha turun temurun yang dilakukan para pengusaha tempe di Kabupaten Bogor. Lamanya usaha pembuatan tempe yang dilakukan memengaruhi tingkat pengalaman dalam menjalankan usaha, sehingga mempengaruhi cara mereka dalam pengambilan keputusan. Secara umum para pengusaha tempe ini sudah menjalankan usaha industri tempe lebih dari satu tahun, sehingga dapat dikatakan para pengusaha tempe sudah memiliki pengalaman yang cukup. Lamanya usaha responden pengusaha tempe dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan lama usaha di Kabupaten Bogor tahun 2014 Lama Usaha (Tahun) Frekuensi Persentase (%) > Jumlah Lama usaha industri tempe terendah 3 tahun dan terbesar 33 tahun. Lama usaha ini dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu 0-9 tahun, tahun, tahun dan > 30 tahun. Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat dari 40 pengusaha tempe sebagian besar sudah melakukan usaha pada kategori 0 hingga 9 tahun sebanyak 22.5 persen (9 orang), pada kategori 10 hingga 19 tahun sebanyak 37.5 persen (15 orang), pada kategori 20 hingga 29 tahun sebanyak 32.5 persen (13 orang) dan kategori lebih dari 30 tahun sebanyak 7.5 persen (3 orang). Lamanya usaha yang telah dijalankan ini mengindikasikan para pengusaha tempe di Kabupaten Bogor sudah cukup berpengalaman. Artinya mereka lebih terampil dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk menghadapi kemungkinan terjadinya risiko dan ketidakpastian dalam menjalankan industri tempe. Skala Produksi Jumlah kedelai yang digunakan tergantung dari jumlah modal yang dimiliki pengusaha tempe. Semakin besar modal yang dimiliki maka semakin banyak jumlah kedelai yang digunakan. Sebagian pengusaha tempe ini membeli kedelai dengan tunai dan non tunai yang dibayar setelah kedelai habis. Jumlah kedelai yang digunakan untuk produksi tempe per hari dapat dilihat pada Tabel 15. Pada Tabel 15 karakteristik responden dapat dibedakan berdasarkan jumlah kedelai yang digunakan dalam satu kali produksi tempe. Pengelompokan ini juga dibagi menjadi empat kategori, yaitu < 99 kg, kg, kg dan > 300 kg. Jumlah kedelai yang digunakan paling sedikit 30 kg dan paling banyak 400 kg. Skala produksi dengan sebaran responden terbesar pertama berada pada kategori 100 hingga 199 kg sebanyak 57.5 persen (23 orang), skala produksi terbesar kedua pada kategori kurang dari 99 kg sebanyak 35 persen (14 orang), skala

53 produksi terbesar ketiga pada kategori 200 hingga 299 kg sebanyak 5 persen (2 orang) dan skala produksi terkecil lebih dari 300 kg sebanyak 2.5 persen (1 orang). Semakin besar skala produksi semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha. Jadi para pengusaha yang memiliki modal terbatas mayoritas berproduksi pada skala produksi 100 hingga 199 kg. 37 Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan skala produksi tempe per hari di Kabupaten Bogor tahun 2014 Skala Produksi (kg) Frekuensi Persentase (%) < > Jumlah Jumlah penggunaan kedelai dalam produksi memengaruhi banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan. Namun jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dari luar keluarga tidak banyak. Usaha industri tempe dapat dikerjakan oleh pemilik industri tempe sendiri meskipun ada juga beberapa pengusaha yang menggunakan bantuan tenaga kerja dari luar keluarga. Sebagian besar jumlah penggunaan kedelai dibawah 70 kg dikerjakan sendiri oleh pemilik. Penggunaan kedelai antara kg membutuhkan tenaga kerja dua sampai empat orang, sedangkan penggunaan kedelai lebih dari 150 kg menggunakan tenaga kerja empat sampai lima orang. Usaha industri tempe dapat dijalankan dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit. Penggunaan jumlah tenaga kerja yang sedikit dapat menekan biaya yang dikeluarkan pengusaha untuk memberi upah tenaga kerja. Upah tenaga kerja berkisar antara Rp hingga Rp per hari. Upah tenaga kerja bervariasi tergantung skala produksi karena semakin banyak jumlah kedelai yang akan diproduksi semakin besar biaya upah yang dikeluarkan. Peralatan Produksi Peralatan yang digunakan dalam membuat tempe merupaka peralatan yang sederhana, namun tetap membutuhkan pengalaman dan keterampilan yang cukup untuk dapat menghasilkan tempe yang berkualitas. Peralatan yang digunakan pada setiap skala produksi sama, yang membedakan hanya pada jumlah alat yang dimiliki. Skala usaha yang besar akan membutuhkan peralatan yang lebih banyak. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi tempe adalah drum besi, ember, drum plastik, mesin pemecah kedelai, ayakan bambu, dan kerey atau kajang (rak yang terbuat dari bambu). Drum yang digunakan untuk industri tempe ini terbagi dua jenis, yaitu drum besi dan drum plastik. Drum besi digunakan untuk merebus kedelai sedangkan drum plastik digunakan untuk merendam dan mencuci kedelai serta untuk penampungan air. Kapasitas dalam satu drum besi dapat digunakan untuk merebus kedelai sebanyak 50 kg. Jumlah drum besi dan drum plastik yang dimiliki setiap pengusaha tempe bervariasi. Drum besi yang dimiliki satu sampai tiga buah sedangkan drum plastik mencapai dua hingga lima belas buah. Drum besi yang

54 38 dimiliki ini tergantung dari kapasitas produksi pengusaha tempe dan umumnya untuk cadangan, karena drum besi yang digunakan untuk merebus memiliki umur ekonomis kurang dari satu tahun. Berbeda dengan drum plastik yang memiliki umur ekonomis lebih dari sepuluh tahun karena hanya digunakan untuk perendaman dan pencucian kedelai serta penampungan air. Harga drum besi berkisar antara Rp hingga Rp , sedangkan harga drum plastik berkisar antara Rp hingga Rp Selain drum, peralatan yang dibutuhkan adalah mesin pemecah kedelai yang berguna untuk memecahkan biji kedelai menjadi dua dan untuk memisahkan biji kedelai dengan kulit arinya. Mesin pemecah kedelai yang digunakan sudah lebih modern karena menggunakan dinamo listrik. Setiap pengusaha tempe memiliki satu buah mesin yang memiliki umur ekonomis yang bisa mencapai lebih dari sepuluh tahun. Mayoritas pengusaha tempe membeli mesin pemecah kedelai yang sudah siap pakai. Namun ada juga sebagian kecil pengusaha tempe yang merakit sendiri mesin pemecah kedelai, sehingga biayanya lebih murah karena hanya membeli dinamo listriknya saja. Harga pemecah kedelai yang siap pakai berkisar antara Rp hingga Rp sedangkan pemecah kedelai yang dirakit sendiri harga berkisar antara Rp hingga Rp Perbedaan harga pemecah kedelai tergantung pada bahan material yang digunakan, yaitu menggunakan kayu atau besi. Mesin ini mempermudah para pengusaha tempe untuk melakukan pemecahan kedelai dan hasil kedelai yang dipecah pun lebih seragam. Peralatan lain yang digunakan adalah ember yang berguna untuk mengangkat kedelai dari drum besi setelah direbus ke drum plastik untuk perendaman. Ember ini berbahan dasar plastik atau besi. Umur ekonomis ember ini hanya dua minggu. Harga ember ini berkisar antara Rp hingga Rp Selain itu, peralatan yang dibutuhkan adalah ayakan bambu yang digunakan untuk memisahakan biji dengan kulit ari kedelai setelah penggilingan. Umur ekonomis ayakan kedelai sama dengan ember, yaitu hanya dua minggu. Ayakan bambu tidak bertahan lama, karena fungsinya yang selalu bersentuhan dengan air membuat alat ini mudah rusak. Harga ayakan ini berkisar antara Rp8 000 hingga Rp Pemisahan menggunakan ayakan ini memiliki peranan penting karena tempe yang memiliki kualitas yang baik merupakan tempe yang tidak mengandung kulit ari kedelai. Peralatan lain yang tidak kalah penting adalah kerey atau kajang (rak yang terbuat dari bambu) yang berguna untuk tempat pengeraman atau fermentasi tempe. Jumlah kerey atau kajang yang dimiliki setiap pengusaha bervariasi tergantung kapasitas produksinya, yaitu antara 15 sampai 500 buah. Harga kerey atau kajang berkisar antara Rp hingga Rp Umumnya umur kerey atau kajang ini bisa mencapai lebih dari sepuluh tahun apabila dipelihara dengan baik. Proses Produksi Proses produksi tempe merupakan proses transformasi kacang kedelai mentah menjadi tempe. Proses ini dilakukam dari merebus kacang kedelai sampai pengeraman atau fermentasi tempe yang membutuhkan waktu hingga tiga hari. Pengusaha tempe harus berproduksi secara kontinyu agar dapat memasarkan produk tempe setiap hari. Sekilas proses produksi tempe ini sederhana. Namun

55 dalam proses produksi tempe ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat menghasilkan kualitas tempe yang baik. Kualitas tempe yang baik diperoleh dengan memilih bahan baku kacang kedelai dan ragi dengan mutu yang baik serta pengolahan yang tepat. Jenis kedelai yang dipilih oleh pengusaha untuk membuat tempe adalah kedelai impor, karena kedelai ini banyak dijual dan mudah ditemui di pasar dibanding dengan kedelai lokal. Harga bahan baku yang dijual berkisar antara Rp8 200 hingga Rp8 500 per kg. Jenis ragi yang digunakan para pengusaha tempe di Kabupaten Bogor terbagi menjadi dua, yaitu ragi biang dan ragi batangan. Ragi biang merupakan ragi murni yang dibeli dari LIPI dengan kisaran harga Rp hingga Rp per kg. Ragi batangan merupakan ragi buatan yang terbuat dari campuran ragi biang dengan onggok yang kemudian dibentuk batangan. Ragi batangan dapat dibuat sendiri atau dapat dibeli di pasar dengan harga Rp per kg dan dapat dipotong menjadi 24 batang. Sebagian besar pengusaha menggunakan ragi batangan karena dapat meminimalkan biaya produksi dibanding menggunakan ragi biang. Jumlah pemberian ragi pada tempe dipengaruhi oleh suhu dan cuaca, apabila suhu panas maka jumlah ragi yang digunakan lebih sedikit tetapi apabila suhu atau cuaca dingin ragi yang digunakan lebih banyak. Hal ini terjadi karena kapang yang ada pada ragi merupakan kapang yang membutuhkan suhu panas. Ragi biang dan ragi buatan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar Gambar 2 Ragi biang dan ragi batangan Proses produksi dimulai dengan tahap pencucian, perebusan, perendaman, pengupasan kulit ari kedelai, peragian, pembungkusan dan pengeraman atau fermentasi. Tempe yang sudah melalui tahap pengeraman atau fermentasi dapat langsung dipasarkan oleh pengusaha tempe. Tahapan yang pertama dalam proses pembuatan tempe adalah tahap pencucian kedelai. Sebelum dicuci dengan air kedelai dipisahkan terlebih dahulu dari kotoran yang tercampur dengan kedelai, seperti kerikil atau kulit luar kedelai. Setelah dipisahkan dari kotoran, kacang kedelai mulai dibilas dengan air dan dilakuan proses perendaman selama dua hingga tiga jam. Tahapan kedua setelah pencucian adalah tahap perebusan. Pada proses ini kedelai direbus menggunakan drum besi. Untuk merebus kacang kedelai ada pengusaha yang menggunakan gas dan ada yang menggunakan kayu bakar. Dari

56 40 40 responden terdapat 33 pengusaha yang menggunakan bahan bakar kayu dan tujuh pengusaha yang menggunakan bahan bakar gas. Alasan pemilihan penggunaan bahan bakar dengan kayu karena kayu bakar mudah didapatkan, adanya kekhawatir risiko ledakan tabung gas dan pengusaha merasa lebih mahal jika menggunakan bahan bakar gas. Di sisi lain alasan pengusaha menggunakan gas karena waktu yang dibutuhkan untuk merebus lebih cepat, lebih mudah diperoleh dan tempe yang dihasilkan lebih higienis. Waktu yang dibutuhkan untuk merebus setiap 50 kg dengan menggunakan kayu bakar kurang lebih 2.5 jam sedangkan jika menggunakan gas membutuhkan waktu satu jam. Proses perebusan kedelai bertujuan untuk melunakan kedelai agar kapang mudah menembus kedalam kacang kedelai saat pengeraman atau fermentasi. Proses perebusan kedelai menggunakan kayu bakar dan gas dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Perebusan menggunakan kayu bakar dan gas Tahapan ketiga yaitu perendaman kedelai. Setelah kedelai matang, kedelai dibiarkan 5 hingga 10 menit. Setelah itu kedelai dipindahkan dari drum besi ke drum plastik menggunakan ember dan dilakukan penggantian air untuk proses perendaman. Proses perendaman membutuhkan waktu sekitar satu malam atau 10 hingga 12 jam. Perendaman berfungsi untuk mengeluarkan zat asam dan lendir pada kedelai. Proses perendaman dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Proses perendaman kacang kedelai Tahapan keempat adalah proses penggilingan kedelai. Setelah perendaman dan kedelai dicuci, kedelai dimasukan kedalam mesin pemecah kedelai (Gambar 5). Tujuan pemecahan kedelai adalah untuk memisahkan biji kedelai dengan kulit arinya. Tahapan kelima yaitu pengayakan. Setelah dipecah, kulit ari kedelai yang mengambang dipisahkan dengan ayakan hingga bersih (Gambar 6). Tahapan ini

57 memiliki peranan penting karena tempe yang berkualitas merupakan tempe yang tidak mengandung kulit ari kedelai. 41 Gambar 5 Penggilingan kacang kedelai Gambar 6 Proses pengayakan kedelai Tahapan keenam yaitu pencucian. Setelah diayak kedelai dipindah ke drum pencucian. Kedelai dicuci hingga bersih dengan minimal dua kali mengganti air (Gambar 7). Setelah itu ditiriskan sekitar satu jam (Gambar 7) dan dibiarkan dingin. Pada tahap penirisan kedelai dimasukan ke drum plastik yang telah dilubangi pada bagian bawah drum untuk mengurangi kelebihan air yang dapat mendorong perkembangan bakteri. Gambar 7 Proses pencucian dan penirisan kedelai

58 42 Tahapan ketujuh adalah proses peragian. Setelah kedelai ditiriskan, kedelai diberi ragi. Pemberian ragi ini dilakukan dengan mencampur dan mengaduk kedelai bersama ragi hingga merata. Proses ini memiliki peranan yang sangat penting karena menentukan keberhasilan produksi tempe. Jika ragi yang diberikan kurang atau tidak merata akan membuat pertumbuhan kapang lambat bahkan dapat terjadi kegagalan produksi. Tahapan selanjutnya adalah pengemasan (Gambar 8). Setelah diberi ragi, kedelai dikemas dan dicetak sesuai ukuran yang diinginkan. Kemasan yang digunakan adalah plastik dan daun pisang. Sebelum digunakan untuk membungkus, kemasan plastik dilubangi terlebih dahulu menggunakan pisau. Setelah dibungkus tempe yang belum jadi disusun diatas kajang atau kerey dan di simpan dirak-rak (Gambar 9). Proses pengeraman tempe membutuhkan waktu selama satu hingga dua hari. Saat jamur tempe setengah jadi, tempe dibalik dan agar tumbuh jamur lebih merata dan sempurna. Setelah melalui proses tersebut tempe siap dipasarkan. Gambar 8 Pengemasan tempe Gambar 9 Pengeraman atau fermentasi tempe Pemasaran Produk Tempe Pemasaran merupakan aspek penting dalam usaha. Produk tempe yang dipasarkan akan menghasilkan penerimaan. Pemasaran produk tempe yang dihasilkan dilakukan sendiri oleh pengusaha. Umumnya pemasaran yang dilakukan oleh pengusaha tempe di Desa Citeureup dan Parung sama, yaitu dijual di pasar dan keliling menggunakan sepeda motor. Para pengusaha yang berada di desa Citeureup menjual di pasar Citeureup, pasar Cileungsi, pasar Jonggol, pasar Bogor, pasar Anyar, dan pasar Cibinong. Pengusaha tempe di Citeureup yang menjual secara berkeliling menjual di perumahan Cileungsi. Pengusaha tempe yang berada di Desa Parung menjual di pasar Ciseeng, Pasar Parung dan Pasar

KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si.

KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. KARAKTERISTIK PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. SUB POKOK BAHASAN MEMAHAMI KARAKTERISTIK CIRI-CIRI UMUM NILAI-NILAI HAKIKI CARA BERPIKIR KREATIF DALAM SIKAP DAN KEPRIBADIAN

Lebih terperinci

banyak Rp 1 miliar per tahun.

banyak Rp 1 miliar per tahun. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Industri Kecil Menurut BPS (2013) b,klasifikasi usaha dapat didasarkan pada jumlah tenaga kerja, jika tenaga kerjanya 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hidup setiap orang semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hidup setiap orang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hidup setiap orang semakin hari semakin meningkat, hal ini salah satu permasalahan yang membuktikan bahwa setiap

Lebih terperinci

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA B. ANALISIS SITUASI Menjadi wirausaha yang handal tidaklah mudah. Tetapi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata kewirausahaan diambil dari kata wirausaha. Sebagian orang ada

BAB II LANDASAN TEORI. Kata kewirausahaan diambil dari kata wirausaha. Sebagian orang ada 2.1.Kewirausahaan (Entrepreneurship) BAB II LANDASAN TEORI Kata kewirausahaan diambil dari kata wirausaha. Sebagian orang ada yang menyebut wirausaha sebagai wiraswasta. Wirausaha diterjemahkan dari sebuah

Lebih terperinci

Entrepreneurship and Inovation Management

Entrepreneurship and Inovation Management Modul ke: Entrepreneurship and Inovation Management KEWIRAUSAHAAN DAN KARAKTER WIRAUSAHA (ENTREPRENEUR) Fakultas Ekonomi Dr Dendi Anggi Gumilang,SE,MM Program Studi Pasca Sarjana www.mercubuana.ac.id 1.

Lebih terperinci

Kewirausahaan I. Berisi tentang Konsepsi Dasar Kewirausahaan. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ilmu Komputer

Kewirausahaan I. Berisi tentang Konsepsi Dasar Kewirausahaan. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke: Fakultas Fakultas Ilmu Komputer Modul ke: Kewirausahaan I Berisi tentang Konsepsi Dasar Kewirausahaan. Fakultas Fakultas Ilmu Komputer Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Hakikat dan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan

BAB II URAIAN TEORITIS. penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2009), melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan Kemandirian Pribadi Terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan yang ketat antar Negara. Dalam persaingan global yang semakin terbuka saat ini memiliki banyak tantangan

Lebih terperinci

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI Modul ke: 01Fakultas FASILKOM KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM Matsani, S.E, M.M Program Studi SISTEM INFORMASI DISIPLIN ILMU KEWIRAUSAHAAN Menurut Thomas W. Zimmerer, Kewirausahaan adalah hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Sektor UMKM adalah salah satu jalan untuk

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Sektor UMKM adalah salah satu jalan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia adalah salah satu sektor yang memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian

Lebih terperinci

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, membawa visi ke dalam kehidupan.

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, membawa visi ke dalam kehidupan. EKO HANDOYO MEMBANGUN KADER PEMIMPIN BERJIWA ENTREPRENEURSHIP DAN BERWAWASAN KEBANGSAAN 12-12 2012 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sepihak, dan berdampak pada meningkatknya pengangguran terdidik,

BAB I PENDAHULUAN. secara sepihak, dan berdampak pada meningkatknya pengangguran terdidik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis global telah menciptakan banyak perusahaan di Indonesia dengan sangat terpaksa telah membuat kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak,

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN 1 PENDAHULUAN Jika dahulu kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak lahir dan diasah melalui pengalaman langsung di lapangan, maka sekarang ini paradigma tersebut telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pejuang. Sedangkan usaha artinya kegiatan yang dilakukan terus-menerus dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pejuang. Sedangkan usaha artinya kegiatan yang dilakukan terus-menerus dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Karakteristik Kewirausahaan 2.1.1.1 Pengertian Kewirausahaan Secara harfiah wira artinya utama, gagah, luhur, berani, teladan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. TUJUAN Memahami konsep kewirausahaan Memahami kunci sukses kewirausahaan

I. PENDAHULUAN. TUJUAN Memahami konsep kewirausahaan Memahami kunci sukses kewirausahaan I. PENDAHULUAN TUJUAN Memahami konsep kewirausahaan Memahami kunci sukses kewirausahaan ABSTRAK Pilihan masa depan buat negara kita, dalam mengatasi persoalan tenaga kerja, tidak lain adalah membuka lapangan

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN. Ahsin Zaedi, S.Kom Direktur GMP Nusantara Berkarya Owner Griya Sehat Sejahtera Owner Sekolah Panahan

KEWIRAUSAHAAN. Ahsin Zaedi, S.Kom Direktur GMP Nusantara Berkarya Owner Griya Sehat Sejahtera Owner Sekolah Panahan MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN Ahsin Zaedi, S.Kom Direktur GMP Nusantara Berkarya Owner Griya Sehat Sejahtera Owner Sekolah Panahan 1 PENDAHULUAN Jika dahulu kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang mempunyai tujuan untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada umumnya pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang mempunyai tujuan untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya

Lebih terperinci

Nama Kelompok : Intan Nur Kumalasari Selvia Dewi Novita Jannatul Maghfiroh Laura Evalina Novita Ari Santi Christi Emanuella

Nama Kelompok : Intan Nur Kumalasari Selvia Dewi Novita Jannatul Maghfiroh Laura Evalina Novita Ari Santi Christi Emanuella Nama Kelompok : Intan Nur Kumalasari Selvia Dewi Novita Jannatul Maghfiroh Laura Evalina Novita Ari Santi Christi Emanuella Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting, karena dalam berwirausaha kreativitas, inovasi dan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. penting, karena dalam berwirausaha kreativitas, inovasi dan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kreativitas, inovasi dan pengetahuan kewirausahaan sangat penting, karena dalam berwirausaha kreativitas, inovasi dan pengetahuan kewirausahaan merupakan

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN:

KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN: Wirausaha adalah seseorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya system ekonomi perusahaaan yang bebas. Karir kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat, menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Objek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Objek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengetahuan Kewirausahaan Seperti telah dikemukakan, bahwa kewirausahaan mempelajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan

Lebih terperinci

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan BAB II PARADIGMA WIRAUSAHA PELAJAR SMK Pengetahuan tentang wirausaha di kalangan pelajar SMK saat ini sangat minim, hal ini disebabkan karena SMK dibuat untuk mencetak lulusan-lulusan yang siap bekerja.

Lebih terperinci

PROFIL DAN FUNGSI WIRAUSAHA

PROFIL DAN FUNGSI WIRAUSAHA PROFIL DAN FUNGSI WIRAUSAHA OLEH: KELOMPOK 2 Fatmasari E. (115030200111011) Sagita Sukma (115030201111011) Nur Avni Rozalia (115030207111070) Ami Angelia Pratama Putri (115030207111060) KEMENTRIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam suatu perekonomian bisnis kecil mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam meningkatkan kekuatan perekonomian negara dengan penciptaan lapangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad ke 17. Menurut Holt

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad ke 17. Menurut Holt BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wirausaha Kata wirausaha dalam bahasa Indonesia adalah padanan kata bahasa Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad ke 17. Menurut Holt dalam Riyanti (2003:21),

Lebih terperinci

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) 2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) 2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Bab 4 Hakekat, Karakteristik dan Nilai-nilai Hakiki Kewirausahaan 1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) Mahasiswa dapat menjelaskan hakekat, karakteristik dan nilai-nilai hakiki kewirausahaan 2. Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini istilah wirausaha (entrepreneur) dan kewirausahaan (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan, program pemberdayaan sampai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ENTREPRENEURSHIP PADA MAHASISWA UMS

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ENTREPRENEURSHIP PADA MAHASISWA UMS i HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ENTREPRENEURSHIP PADA MAHASISWA UMS SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Diajukan oleh : DIYAH RETNO NING TIAS F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Asal mula kewirausahaan dapat dijabarkan sebagai berikut: wirausaha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Asal mula kewirausahaan dapat dijabarkan sebagai berikut: wirausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asal mula kewirausahaan dapat dijabarkan sebagai berikut: wirausaha secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon pada tahun 1755. Di luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian Analisis Faktor-Faktor yang Mendorong Wirausahawan Memulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian Analisis Faktor-Faktor yang Mendorong Wirausahawan Memulai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fajrinur (2007) dengan judul penelitian Analisis Faktor-Faktor yang Mendorong Wirausahawan Memulai Usaha Kecil (Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Wirausahawan Wirausahawan adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum memahami perilaku kewirausahaan, terlebih dahulu harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum memahami perilaku kewirausahaan, terlebih dahulu harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kewirausahaan Sebelum memahami perilaku kewirausahaan, terlebih dahulu harus dipahami konsep perilaku dan konsep kewirausahaan, untuk itu pada sub pokok bahasan

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN 1 PENDAHULUAN Jika dahulu kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak lahir dan diasah melalui pengalaman langsung di lapangan, maka sekarang ini paradigma tersebut telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global telah menciptakan multi crisis effect yang membuat perusahaan di

BAB I PENDAHULUAN. global telah menciptakan multi crisis effect yang membuat perusahaan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis global yang melanda Amerika sejak akhir tahun 2008 yang diawali dengan ambruknya sektor perbankan di USA dan merambat ke berbagai sektor di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai dengan saat ini jumlah angkatan kerja berbanding terbalik dengan kesempatan kerja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis.

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis moneter yang terjadi secara mendadak dan di luar perkiraan pada akhir 1990-an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perekonomiannya. Pembangunan ekonomi negara Indonesia di. ide baru, berani berkreasi dengan produk yang dibuat, dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. bidang perekonomiannya. Pembangunan ekonomi negara Indonesia di. ide baru, berani berkreasi dengan produk yang dibuat, dan mampu A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dalam bidang perekonomiannya. Pembangunan ekonomi negara Indonesia di masa yang akan datang, sangatlah ditentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ulina (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ulina (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Ulina (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mendorong Keberhasilan Usaha Baru (Studi Kasus pada Crispo Accessories Grand Palladium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aditya Anwar Himawan, 2014 Sikap Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Aditya Anwar Himawan, 2014 Sikap Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kewirausahaan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Kewirausahaan mampu membuat suatu negara maju dan makmur karena kewirausahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Ini dilakukan agar daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peran para pengusaha (entrepreneur) baik besar, menengah maupun kecil.

BAB I PENDAHULUAN. dari peran para pengusaha (entrepreneur) baik besar, menengah maupun kecil. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian di suatu negara tidak terlepas dari peran para pengusaha (entrepreneur) baik besar, menengah maupun kecil. Wirausaha berperan

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN (Pengetahuan dan Keterampilan bagi Wira-Usaha Baru)

KEWIRAUSAHAAN (Pengetahuan dan Keterampilan bagi Wira-Usaha Baru) KEWIRAUSAHAAN (Pengetahuan dan Keterampilan bagi Wira-Usaha Baru) Drs. Yadi Rukmayadi, M.Pd. A. Pendahuluan Membahas mengenai kewirausahaan pada dasarnya membahas mengenai pribadi atau watak seseorang.

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN-I RUANG LINGKUP KEWIRAUSAHAAN. Oloan Situmorang, ST, MM. Modul ke: Fakultas Ilmu Komputer. Program Studi Informatika

KEWIRAUSAHAAN-I RUANG LINGKUP KEWIRAUSAHAAN. Oloan Situmorang, ST, MM. Modul ke: Fakultas Ilmu Komputer. Program Studi Informatika KEWIRAUSAHAAN-I Modul ke: RUANG LINGKUP KEWIRAUSAHAAN Fakultas Ilmu Komputer Oloan Situmorang, ST, MM Program Studi Informatika www.mercubuana.ac.id Pokok Bahasan 1. Profil pembuka ( Oprah Winfrey ) 2.

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: pembinaan, usaha mikro dan usaha kecil, jiwa wirausaha

Abstrak. Kata kunci: pembinaan, usaha mikro dan usaha kecil, jiwa wirausaha Abstrak Jiwa wirausaha sangat di butuhkan dalam berwirausaha, hal tersebut dapat diukur melalui karakteristik berwirausaha yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, berani mengambil resiko,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Era Globalisasi dan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat ini, pemerintah sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang yang pada hakekatnya bertujuan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro kecil dan menengah memberikan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sumberdaya manusia berkualitas yang dicirikan oleh keragaan antara lain: produktif, inovatif dan kompetitif adalah tercukupinya

Lebih terperinci

Oleh kelompok 2 : Fatmasari Endayani Sagita Sukma Nur Avni Rozalia Ami Angelia P.

Oleh kelompok 2 : Fatmasari Endayani Sagita Sukma Nur Avni Rozalia Ami Angelia P. Oleh kelompok 2 : Fatmasari Endayani 115030200111011 Sagita Sukma 115030201111011 Nur Avni Rozalia 115030207111070 Ami Angelia P. 115030207111060 Wirausaha berperan sebagai penggerak, pengendali, dan pemacu

Lebih terperinci

PROFIL DAN FUNGSI WIRAUSAHA

PROFIL DAN FUNGSI WIRAUSAHA PROFIL DAN FUNGSI WIRAUSAHA Oleh: Kelompok 3 Choir Cahya Santya 115030401111004 Ita Miftakhul Jannah 115030407111023 Septia Dwi A 115030407111041 Retno Megawati 115030407111042 Aprilia Nailul M 115030407111061

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR ABSTRAK

KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR ABSTRAK KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR Supamrih ; Maroeto ; Yuliatin Moch Arifin ; Abdullah Fadil ABSTRAK Generasi muda terutama mahasiswa menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang memicu orang-orang untuk mencari pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang memicu orang-orang untuk mencari pekerjaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini masyarakat kesulitan dalam menemukan lapangan pekerjaan. Banyak sarjana yang menjadi pengangguran, akibatnya pendidikan yang dulunya begitu diagung-agungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi penting dalam kemajuan peradaban modern (Sesen, 2013; Shane dan Venkataraman, 2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dimilikinya. Dengan bekerja, individu dapat melayani kebutuhan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dimilikinya. Dengan bekerja, individu dapat melayani kebutuhan masyarakat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu memerlukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan untuk memilih dan bebas memilih jenis pekerjaan sesuai dengan minat dan kompetensi yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Enterpreneurship atau Kewirausahaan. nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (startup phase) atau

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Enterpreneurship atau Kewirausahaan. nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (startup phase) atau 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Enterpreneurship atau Kewirausahaan Suryana (2003) menyatakan bahwa istilah kewirausahaan dari terjemahan entrepreneurship, yang dapat diartikan sebagai the backbone

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KEDUA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si.

GAMBARAN UMUM KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KEDUA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. GAMBARAN UMUM KEWIRAUSAHAAN PERTEMUAN KEDUA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. SUB POKOK BAHASAN INTI DAN HAKIKAT KEWIRAUSAHAAN JIWA DAN SIKAP KEWIRAUSAHAAN PROSES KEWIRAUSAHAAN FUNGSI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan salah satu komponen yang mempunyai sumbangan cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pemerataan pendapatan

Lebih terperinci

STUDI AWAL PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SURABAYA

STUDI AWAL PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SURABAYA STUDI AWAL PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SURABAYA Esti Dwi Rinawiyanti Jurusan Teknik Industri, Universitas Surabaya Jl. Raya Kalirungkut 1, Surabaya, Indonesia E-mail: estidwi@ubaya.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbatas. Suryana (2006 : 4) mengatakan secara makro, peran wirausaha adalah

BAB I PENDAHULUAN. terbatas. Suryana (2006 : 4) mengatakan secara makro, peran wirausaha adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pembicaraan mengenai pentingnya wirausaha telah didengar dan diketahui diberbagai tempat di dunia. Ini menunjukkan masyarakat semakin sadar akan adanya dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Riyanti, 2003:21), kata entrepreneur berasal dari kata kerja entreprende. Kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Riyanti, 2003:21), kata entrepreneur berasal dari kata kerja entreprende. Kata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 URAIAN TEORITIS 2.1.1 Wirausaha Kata wirausaha dalam bahasa Indonesia adalah padanan kata bahasa Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad ke 17. Menurut Holt (dalam

Lebih terperinci

REKONTRUKSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MEMBANGUN WATAK WIRAUSAHA MAHASISWA

REKONTRUKSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MEMBANGUN WATAK WIRAUSAHA MAHASISWA REKONTRUKSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM MEMBANGUN WATAK WIRAUSAHA MAHASISWA Enceng Yana Abstrak Masih banyaknya lulusan pendidikan tinggi/sarjana yang belum memiliki pekerjaan merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar untuk mengatasi masalah perekonomian di Indonesia. UMKM di. ditampung sehingga tingkat pengangguran semakin berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. keluar untuk mengatasi masalah perekonomian di Indonesia. UMKM di. ditampung sehingga tingkat pengangguran semakin berkurang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah perekonomian di Indonesia. UMKM di Indonesia mampu membuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kota besar terdiri dari beberapa multi etnis baik yang pribumi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah kota besar terdiri dari beberapa multi etnis baik yang pribumi maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dimana terletak di garis katulistiwa ujung dari Sumatera hingga Papua. Salah satu keunikan

Lebih terperinci

Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3

Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3 Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3 Pengenalan Diri Instropeksi SALAH Dilazimkan Menyalahkan: Orang lain Lingkungan akibatnya Tidak percaya diri Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dalam membangun perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, dan politik. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

PENGUATAN KARAKTER WIRAUSAHA UNTUK KEBERLANJUTAN AGRIBISNIS HILIR SKALA RUMAHTANGGA. Oleh: Triwara Buddhi Satyarini 1)

PENGUATAN KARAKTER WIRAUSAHA UNTUK KEBERLANJUTAN AGRIBISNIS HILIR SKALA RUMAHTANGGA. Oleh: Triwara Buddhi Satyarini 1) PENGUATAN KARAKTER WIRAUSAHA UNTUK KEBERLANJUTAN AGRIBISNIS HILIR SKALA RUMAHTANGGA Oleh: Triwara Buddhi Satyarini 1) Piramida ekonomi menempatkan industri rumahtangga dan industri kecil pada posisi paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian wirausahawan (entrepreneur) secara sederhana adalah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian wirausahawan (entrepreneur) secara sederhana adalah orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Wirausaha Pengertian wirausahawan (entrepreneur) secara sederhana adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan tegnologi yang terus berkembang pesat sekarang ini akan membawa dampak kemajuan diberbagai bidang kehidupan, oleh karena itu pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik

BAB 1 PENDAHULUAN. seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengangguran di Indonesia semakin hari semakin meningkat jumlahnya seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KEWIRAUSAHAAN

MAKALAH HUKUM KEWIRAUSAHAAN MAKALAH HUKUM KEWIRAUSAHAAN DISUSUN OLEH: MUTHIA FIRDA SARI 1012011060 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN Oleh : IRWAN ADI RIANTO Dosen Fakultas Ekonomi-UNTAG Cirebon ABSTRAKSI Kewirausahaan adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam menghadapi

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KEBERHASILAN USAHA PADA ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI PUSPASARI KOTA BOGOR RIZKA ISNAENI UTAMI

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KEBERHASILAN USAHA PADA ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI PUSPASARI KOTA BOGOR RIZKA ISNAENI UTAMI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KEBERHASILAN USAHA PADA ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI PUSPASARI KOTA BOGOR RIZKA ISNAENI UTAMI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN yang akan diberlakukan mulai tahun ini, tidak hanya membuka arus

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN yang akan diberlakukan mulai tahun ini, tidak hanya membuka arus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesepakatan untuk menjadi bagian dari MEA atau masyarakat ekonomi ASEAN yang akan diberlakukan mulai tahun ini, tidak hanya membuka arus perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi sebagai akibat adanya krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan Juli 1997, berakibat bangkrutnya perusahaanperusahaan berskala besar tetapi

Lebih terperinci

01FEB. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

01FEB. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 01FEB Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wirausaha menurut bahasa adalah seorang yang berani berusaha secara mandiri dengan mengerahkan segala sumber daya dan upaya meliputi kepandaian mengenali produk baru,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kewirausahaan Pada hakikatnya setiap insan telah tertanam jiwa wirausaha yang berarti memiliki kreativitas dan mempunyai tujuan tertentu, serta berusaha untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus memelihara dan melestarikan bumi, mengambil manfaatnya serta

BAB I PENDAHULUAN. harus memelihara dan melestarikan bumi, mengambil manfaatnya serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedudukan manusia di muka bumi adalah sebagai wakil Allah yang harus memelihara dan melestarikan bumi, mengambil manfaatnya serta mengelola kekayaan alam untuk

Lebih terperinci

UPAYA MENUMBUHKEMBANGKAN KEWIRAUSAHAAN MELALUI EKONOMI KERAKYATAN DI KUD TANI MUKTI SINDANGLAUT KABUPATEN CIREBON

UPAYA MENUMBUHKEMBANGKAN KEWIRAUSAHAAN MELALUI EKONOMI KERAKYATAN DI KUD TANI MUKTI SINDANGLAUT KABUPATEN CIREBON UPAYA MENUMBUHKEMBANGKAN KEWIRAUSAHAAN MELALUI EKONOMI KERAKYATAN DI KUD TANI MUKTI SINDANGLAUT KABUPATEN CIREBON Hermansyah 1 1. Dosen Prodi Pendidikan Ekonomi Unswagati ABSTRAK Penelitian ini bertitik

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN JIWA DAN KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN

MENUMBUHKAN JIWA DAN KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN MENUMBUHKAN JIWA DAN KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN MAKALAH Oleh Herwan Abdul Muhyi NIP. 132310585 JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2007 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 240,559 juta penduduk Indonesia jumlah daftar angkatan kerja mencapai 116

BAB 1 PENDAHULUAN. 240,559 juta penduduk Indonesia jumlah daftar angkatan kerja mencapai 116 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data tenaga kerja tahun 2010 menurut Bappenas menyebutkan, dari 240,559 juta penduduk Indonesia jumlah daftar angkatan kerja mencapai 116 juta, dan sebanyak 8,59 juta

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah kumpulan dari konsep, definisi, dan proposisi-proposisi yang sistematis

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah kumpulan dari konsep, definisi, dan proposisi-proposisi yang sistematis BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori Kerangka teori merupakan kemampuan seorang peneliti dalam mengaplikasikan pola berpikirnya dalam menyusun secara sistematis teori teori yang mendukung permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kewirausahaan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Kewirausahaan dapat diartikan sebagai the backbone of economy yaitu syaraf pusat perekonomian atau sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia perlu untuk bekerja. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara umum keberadan perusahaan kecil dan menengah (UKM) di negara-negara berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan UKM terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa, kebudayaan dan sumber daya alam serta didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa, kebudayaan dan sumber daya alam serta didukung oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau dengan berbagai macam suku bangsa, kebudayaan dan sumber daya alam serta didukung oleh banyaknya jumlah

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN. Oleh : Dhita Fajriastiti Sativa, S.Pd.

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN. Oleh : Dhita Fajriastiti Sativa, S.Pd. KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN Oleh : Dhita Fajriastiti Sativa, S.Pd. APA YANG AKAN SAYA KERJAKAN??? DUNIA SEKOLAH---------DUNIA KERJA MEMPERSIAPKAN MENTAL PADA SETIAP ADA PERUBAHAN. THE FUTURE I WILL BE AN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tersebut akan menimbulkan kesenangan. karena obyek tersebut menyenangkan.

BAB II KAJIAN TEORI. tersebut akan menimbulkan kesenangan. karena obyek tersebut menyenangkan. BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Minat a. Pengertian Minat Definisi minat menurut Suryosubroto (1988:109) adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek yang merasa tertarik pada bidang tertentu

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional/Dirjen Dikti/Direktorat Kelembagaan 15 November 2008 Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta LATAR BELAKANG Hasil Survei Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk. Masalah yang timbul adalah faktor apa yang mendasari proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk. Masalah yang timbul adalah faktor apa yang mendasari proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemakmuran suatu negara bisa dinilai dari kemampuan negara tersebut untuk menghasilkan barang dan jasa yang berguna dan mendistribusikannya ke seluruh penduduk.

Lebih terperinci