KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR : 53 TAHUN 2002 TENTANG

Transkripsi

1 KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR : 53 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK)/ HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) KEPADA PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL Lampiran : 2 (dua) GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa hutan produksi sebagai sumber daya alam yang mempunyai potensi ekonomi perlu dimanfaatkan secara lestari berazaskan kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan bagi kepentingan pembangunan ekonomi baik di daerah maupun secara nasional; b. bahwa areal hutan yang dimohon PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL bukan merupakan hutan lindung, hutan suaka alam atau hutan dengan fungsi konservasi lainnya dan berdasarkan hasil survei lapangan secara teknis dan ekonomis layak diusahakan sebagai areal Ijin Usaha Pemanfaataan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan (HPH); c. bahwa Gubernur Provinsi Papua dengan surat Nomor 522.1/1818/SET tanggal 27 Juni 2001 telah memberikan persetujuan pencadangan areal IUPHHK/HPH kepada PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL seluas ± hektar terletak di Kabupaten Sorong dan Manokwari Provinsi Papua; d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL dinilai telah menunjukkan kesungguhannya sehingga kepada yang bersangkutan dapat diberikan Ijin Usaha Hak Pengusahaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan (HPH); Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104); 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46); 3. Undang-undang.../2

2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47); 4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115); 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68); 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60); 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72); 8. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167); 9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua (Lembaran NegaraTahun 2001 Nomor 135); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1967 tentang Iuran Hak Pengusahaan Hutan dan Iuran Hasil Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1980 (Lembaran Tahun 1980 Nomor 31); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 70); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1998 Tentang Provisi Sumber Daya Hutan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 84); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 13); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 201); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54); 18.Keputusan.../3

3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 jo. Nomor 28 Tahun 1991 tentang Dana Reboisasi, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1997; 19. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1990 jo. Nomor 30 Tahun 1990 jo. Nomor 41 Tahun 1993 tentang Pengenaan, Pemungutan, dan Pembagian Iuran Hasil Hutan; 20. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 602/Kpts- II/1998 jo Nomor 622/Kpts-II/1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan; 21. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts- II/1998 tentang Luas Maksimum Pengusahaan Hutan dan Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Budidaya Perkebunan; 22. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 312/Kpts- II/1999 tentang Tata Cara Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Melalui Permohonan; 23. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 314/Kpts- II/1999 tentang Rencana Karya Pengusahaan Hutan, Rencana Karya Lima Tahun dan Rencana Karya Tahunan atau Bagan Kerja Pengusahaan Hutan; 24. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 05.1/Kpts-II/2000 tentang Kriteria dan Standar Perizinan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dan Perizinan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi Alam; 25. Keputusan Gubernur Propinsi Irian Jaya Nomor 121 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Pada Hutan Produksi Alam di Propinsi Irian Jaya (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 2); M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA TENTANG PEMBERIAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK)/ HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) KEPADA PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL. Pasal 1.../4

4 - 4 - Pasal 1 Memberikan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kepada PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL atas areal hutan seluas hektar masing-masing di Kabupaten Sorong seluas ± hektar dan di Kabupaten Manokwari seluas hektar dengan ketentuan pelaksanaan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. Pasal 2 Letak dan luas definitif areal kerja IUPHHK/HPH dimaksud Pasal 1 terletak di kelompok hutan Sungai Sekak -Sungai Aimau Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari Provinsi Papua yang ditetapkan setelah pengukuran dan penataan batas di lapangan sesuai peta sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini. Pasal 3 Kepada PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL diberikan hak untuk menanam, menebang, mengangkut, menjual dan atau mengolah hasil hutan dari areal kerja yang diberikan kepadanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 4 PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL berkewajiban untuk : 1. melaksanakan kegiatan pembinaan hutan (tegakan tinggal) yang meliputi pengayaan, penanaman dan pemeliharaan sesuai dengan sistem silvikultur yang berlaku; 2. menanami tanah kosong / tidak produktif dalam areal kerjanya; 3. mengamankan hutan pada areal kerjanya; 4. mengikutsertakan anggota masyarakat setempat dalam segmen kegiatan pengusahaan hutan; 5. menempatkan tenaga teknis kehutanan dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak diterbitkannya Keputusan ini; 6. menempatkan sekurang-kurangnya satu orang tenaga profesional kehutanan dalam jajaran Direksi selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya Keputusan ini. Pasal 5.../5

5 - 5 - Pasal 5 PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL wajib memenuhi ketentuan-ketentuan dari berbagai aspek, yaitu : 1. Aspek administratif : a. membayar iuran kehutanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. menyampaikan hasil audit akuntan publik atas laporan keuangan tahun berjalan selambat-lambatnya pada akhir bulan Juni tahun berikutnya berpedoman pada Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Nomor 32; c. menyediakan sejumlah dana jaminan kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Aspek sosial ekonomi : a. menyediakan dan mendistribusikan/menjual sebagian kayu produksi RKT-nya untuk keperluan pembangunan daerah/kebutuhan dalam negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. membantu peningkatan taraf hidup masyarakat yang ada di dalam dan atau di sekitar areal IUPHHK/HPH-nya dalam rangka melaksanakan program pembinaan masyarakat desa hutan, dengan meningkatkan jumlah pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. Aspek pembinaan hutan dan lingkungan : a. membuat persemaian bibit unggul dengan sistem vegetatif dan atau generatif; b. menanami tanah kosong/tidak produktif dalam areal kerjanya. Pasal 6 Apabila PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL tidak merealisasikan kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini dan Lampirannya, maka akan diberikan peringatan sebanyak 3 (kali) berturut-turut, dan apabila setelah diberikan peringatan yang ketiga ternyata PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL belum juga melaksanakan kewajibannya, maka IUPHHK/HPH PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 7.../6

6 - 6 - Pasal 7 Pemberian Rencana Karya Tahunan (RKT), Jatah Produksi Tahunan (JPT) serta kegiatan pembinaan hutan per tahun, berpedoman pada Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) yang meliputi seluruh jangka waktu pengusahaan hutan, Rencana Karya Lima Tahun (RKL) yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pasal 8 IUPHHK/HPH berlaku selama 20 (dua puluh) tahun terhitung mulai tanggal berlakunya Keputusan ini, kecuali diserahkan kembali oleh pemegang IUPHHK/HPH atau dicabut oleh pejabat yang berwenang. Pasal 9 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Papua. Diundangkan di Jayapura pada tanggal 24 Mei 2002 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA CAP/TTD D. ASMURUF LEMBARAN DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2002 NOMOR 21 Ditetapkan di J A Y A P U R A pada tanggal 24 MEI 2002 GUBERNUR PROVINSI PAPUA CAP/TTD Drs. J.P. SOLOSSA, M.Si. Untuk salinan yang sah sesuai dengan yang asli AN. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA KEPALA BIRO HUKUM W. TURNIP, SH SALINAN /7

7 - 7 - SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah RI di Jakarta; 2. Menteri Keuangan RI di Jakarta; 3. Menteri Kehutanan RI di Jakarta; 4. Menteri Tenaga Kerja RI di Jakarta; 5. Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral di Jakarta; 6. Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI di Jakarta; 7. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta; 8. Menteri Negara Lingkungan Hidup di Jakarta; 9. Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia di Jakarta; 10. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan di Jakarta; 11. Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan di Jakarta; 12. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan di Jakarta; 13. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial di Jakarta; 14. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam di Jakarta; 15. Kepala Badan Planologi Kehutanan di Jakarta; 16. Bupati Sorong di Sorong; 17. Bupati Manokwari di Manokwari; 18. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua di Jayapura; 19. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Provinsi Papua di Jayapura; 20. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong di Sorong; 21. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari di Manokwari; 22. Direktur Utama PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL di Jakarta.

8 LAMPIRAN I : Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor : 53 Tahun 2002 Tanggal : 24 Mei 2002 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) / HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) PT. MITRA PEMBANGUNAN GLOBAL I. TUJUAN PENGUSAHAAN HUTAN Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) / Hak Pengusahaan Hutan bertujuan untuk meningkatkan potensi dan produktifitas sumber daya hutan produksi dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hasil hutan bagi kepentingan masyarakat, pembangunan dan industri. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pengusahaan hutan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang meliputi penebangan kayu, penamanan atau permudaan dan pemeliharaan hutan, perlindungan/pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. II. PELAKSANAAN PT. Mitra Pembangunan Global sebagai pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang untuk selanjutnya disebut Perusahaan melaksanakan kegiatannya pada areal kerja yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut : A. BIDANG PERENCANAAN 1. Inventarisasi Hutan a. Perusahaan diwajibkan untuk melaksanakan inventarisasi hutan untuk memperoleh data/informasi yang akurat, terpercaya dan terbaru mengenai keadaan fisik daerah, alam flora dan fauna dari seluruh areal kerja IUPHHK/HPH, serta sosial budaya masyarakat di dalam dan di sekitarnya guna penyusunan rencana-rencana karya pengusahaan hutan (RKPH, RKL dan RKT). b. Dalam melaksanakan inventarisasi hutan Perusahaan harus berpedoman kepada ketetapan dan ketentuan yang berlaku. 2. Penataan Hutan a. Perusahaan harus membentuk dan mengusahakan seluruh areal kerjanya sebagai satu atau beberapa kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP) atau bagian dari suatu KPHP yang akan ditetapkan lebih lanjut. b. Perusahaan harus mengelola dan mengusahakan areal hutannya sedemikian rupa sehingga selalu ada kegiatan pembinaan, pemeliharaan,perlindungan/ pengamanan hutan dan kegiatan pengusahaan hutan lainnya secara terus menerus setiap tahun selama jangka waktu pengusahaan hutan;

9 - 2 - c. Perusahaan harus melaksanakan tata batas dan pengukuran serta pemetaan terhadap seluruh areal kerjanya; d. Perusahaan harus melaksanakan pembagian areal kerjanya menjadi beberapa bagian hutan (bos afdeling), blok-blok dan petak-petak kerja pengusahaan hutan dengan tanda-tanda batas yang jelas dan permanen serta pembukaan wilayah hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; e. Perusahaan bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala akibat yang timbul dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukannya atas tanah milik perseorangan atau tanah yang dibebani hak lain; 3. Rencana Karya Pengusahaan Hutan a. Perusahaan harus melaksanakan pengusahaan hutan dan rehabilitasi/penamanan dan pemeliharaan hutan berdasarkan rencana karya yang telah disahkan untuk areal kerjanya, yang terdiri dari rencana karya pengusahaan hutan (RKPH) yang meliputi seluruh jangka waktu pengusahaan hutan, rencana karya lima tahun (RKL) dan rencana karya tahunan (RKT); b. Perusahaan wajib menyusun rencana karya pengusahaan berdasarkan hasil penafsiran potret udara dan atau inventarisasi hutan serta data/informasi lainnya, dan mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang. Penyusunan dan pengesahan rencana karya tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. Rencana karya pengusahaan hutan tersebut di atas secara keseluruhan merupakan satu kesatuan rencana yang saling berkaitan dan menentukan serta disusun sesuai dengan pedoman penyusunan RKPH yang berlaku. B. ORGANISASI PERUSAHAAN 1. Perusahaan diwajibkan menyusun Struktur Organisasi Perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Perusahaan harus memasukkan sekurang-kurangnya 1 (satu) tenaga profesional kehutanan dalam Dewan Direksi. C. ADMINISTRASI DAN TATA LAKSANA IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) / HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) 1. Pungutan/Iuran Perusahaan harus membayar iuran IUPHHK/HPH, dana reboisasi., provisi sumber daya hutan/iuran hasil hutan serta iuran lain di bidang kehutanan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pelaporan Perusahaan harus membuat laporan kegiatan IUPHHK/HPH sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

10 Pemeriksaan oleh petugas kehutanan atau oleh pejabat yang berwenang. Perusahaan wajib memberikan data yang diperlukan dan membantu pelaksanaan pemeriksaan oleh petugas atau pejabat yang berwenang melaksanakan pemeriksaan dan pengawasan. III. KEWAJIBAN POKOK A. PEMUNGUTAN DAN PEMANFAATAN KAYU 1. Sistem Silvikultur a. Perusahaan harus melaksanakan sistem silvikultur pada areal hutan seluas ± hektar yang terletak di kelompok hutan S. Sekak S. Aimau Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari Provinsi Papua dengan benar dan bersungguh-sungguh, berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Perusahaan diberikan jatah produksi tahunan dengan kisaran : - Luas Maksimum : ha/tahun - Jatah Produksi Tahunan (JPT) : ,01 m 3 /tahun - Jumlah batang : batang/tahun yang selanjutnya dapat ditetapkan sesuai RKPH yang didasarkan pada potret udara atau citra satelit yang disahkan oleh pejabat yang berwenang c. Perusahaan harus menggunakan cara-cara penebangan kayu dan atau mengangkut hasil hutan lainnya sesuai dengan keadaan wilayah kerjanya dengan tidak meninggalkan azas kelestarian hutan dan keseimbangan lingkungan; d. Semua kegiatan pengusahaan hutan harus dilaksanakan dengan cara yang tidak mengakibatkan adanya pemborosan dan kerugian-kerugian sumber daya alam; e. Perusahaan tidak dibenarkan menebang jenis pohon yang dilindungi tanpa ijin khusus yang dikeluarkan oleh Pemerintah; f. Perusahaan tidak dibenarkan menebang pohon melampaui jatah tebang yang telah ditetapkan dalam RKT; g. Perusahaan dilarang melaksanakan penebangan pohon di luar areal yang telah ditetapkan di dalam RKL dan RKT yang telah disahkan; h. Perusahaan dilarang menebang pohon di luar areal IUPHHK/HPH yang telah ditetapkan; i. Perusahaan dilarang melakukan penebangan ulang pada areal bekas tebangan tanpa ijin khusus dari pejabat yang berwenang; j. Perusahaan dilarang melakukan kegiatan perburuan satwa liar baik satwa liar yang dilindungi maupun satwa liar yang tidak dilindungi;

11 - 4 - k. Perusahaan dilarang melakukan kegiatan penebangan pohon di kawasan lindung; l. Perusahaan memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat hukum adat setempat untuk memungut hasil hutan non kayu (getah, rotan, akarakaran dan sebagainya) sesuai dengan hak penduduk atau anggota masyarakat hukum adat yang bersangkutan; m. Perusahaan dilarang menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, memiliki dan atau mengangkut hasil hutan yang diketahui berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. 2. Jaringan Jalan Perusahaan harus membangun dan memelihara jaringan jalan di dalam areal kerjanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang pembuatan jalan angkutan serta sesuai dengan RKPH yang telah disahkan. Jaringan jalan angkutan dalam areal kerja dibuat dengan ketentuan : a. Jaringan jalan utama sejauh mungkin disesuaikan dengan rencana pembukaan jalan umum yang dilakukan oleh Pemerintah; b. Pada daerah rawa, Perusahaan dibenarkan membangun jalan rel sebagai jaringan jalan angkutan kayu; c. Perusahaan wajib tetap memelihara bekas jalan angkutan kayu, dalam hal ini jalan utama dan jalan cabang dengan tujuan untuk dipertahankan sebagai jalan pengawasan dan pemeliharaan hutan; d. Perusahaan wajib mengatur penggunaan dan pemanfaatan semua jalan besar atau kecil dan jalan pengangkutan lainnya baik untuk keperluan Perusahaan sendiri, perusahaan/pihak lain, maupun masyarakat di sekitarnya dengan sebaik-baiknya, dengan tetap memperhatikan perlindungan dan pengamanan areal kerjanya terutama dari penebangan tanpa ijin, perambahan hutan dan perladangan berpindah. 3. Peralatan Logging a. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan di areal kerjanya, Perusahaan diwajibkan untuk membuat rencana pengadaan/pemanfaatan dan laporan realisasi tentang jenis, jumlah serta keadaan, jenis alat eksploitasi yang digunakan seperti alat berat, chain saw yang ada di lapangan secara periodik kepada Dinas Kehutanan Provinsi; b. Setiap pemindahan peralatan sebagaimana dimaksud butir a, yang akan digunakan ke tempat lain di luar areal kerjanya perlu mendapatkan persetujuan tertulis dari Dinas Kehutanan Provinsi; c. Setiap peralatan yang tidak dipergunakan lagi dan direncanakan untuk dihapuskan agar dibuat berita acara dan dilaporkan secara tertulis kepada Dinas Kehutanan Provinsi.

12 Penanaman Modal Perusahaan wajib melaporkan pelaksanaan penanaman modal setiap tahun dalam bentuk isian yang telah ditentukan dan menyampaikan Laporan Keuangan mengacu pada Pedoman Standar Akuntansi Keuangan Nomor 32 kepada Dinas Kehutanan Provinsi selambat-lambatnya pada akhir semester pertama tahun berikutnya. B. PENGOLAHAN HASIL HUTAN Perusahaan wajib meningkatkan kemampuan rekayasa rancang bangun dan pengembangan perangkat lunak lainnya bagi peningkatan dan pengembangan industri pengolahan hasil hutan. C. PEMASARAN 1. Perusahaan diwajibkan memberikan informasi tentang data pemasaran bila setiap saat diperlukan oleh Pemerintah. 2. Perusahaan harus selalu meningkatkan pengembangan pemasaran baik untuk dalam negeri maupun luar negeri dengan mengembangkan konsep, strategi dan perencanaan pemasaran dan harus berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan tingkat harga yang wajar. 3. Perusahaan harus mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam hal pemasaran hasil hutan. 4. Perusahaan harus selalu mengembangkan dan meningkatkan keanekaragaman jenis dan mutu hasil hutan. 5. Perusahaan harus mentaati peraturan tentang peredaran hasil hutan yang meliputi ketentuan tata usaha kayu dan tata usaha hasil hutan lainnya. 6. Dalam memantapkan pasaran hasil hutan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, Perusahaan sejauh mungkin memiliki perwakilan di pusat-pusat pemasaran hasil hutan dan membantu Pemerintah dalam analisis perencanaan dan pelaksanaan pemasaran. 7. Perusahaan harus menyediakan dan mendistribusikan/ menjual sebagian dari kayu produksi RKT untuk keperluan daerah/kebutuhan dalam negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku. D. PERMUDAAN DAN PEMELIHARAAN HUTAN Berdasarkan komposisi jenis dan struktur tegakan pada areal berhutan yang diusahakan dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) untuk mempertahankan dan meningkatkan kelestarian hasil, Perusahaan harus melaksanakan : 1. Perlakuan terhadap tegakan tinggal dalam melaksanakan penebangan, penyaradan dan pengangkutan agar kerusakan tegakan tinggal dan erosi sejauh mungkin dapat dihindarkan, yaitu dengan cara : a. penentuan arah rebah yang tepat sehingga meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal;

13 - 6 - b. pembuatan jalan sarad secara terencana untuk mengurangi keterbukaan tajuk akibat penyaradan; c. pembuatan talud pada tebing jalan dan pembuatan saluran pembuangan air serta gorong-gorong. 2. Penanaman dan perkayaan pada tempat-tempat yang permudaannya kurang. 3. Perusahaan wajib membuat petak seluas 100 hektar per RKL yang digunakan untuk menjaga dan melindungi plasma nutfah. 4. Perusahaan wajib menanamkan modal dan menyisihkan sebagian dari keuntungannya untuk melaksanakan pembinaan, rehabilitasi dan pemeliharaan hutan baik di bekas areal tebangan TPTI maupun pada kawasan tidak produktif. E. PENELITIAN Dalam rangka pengembangan serta peningkatan pengusahaan perlu didukung oleh berbagai penelitian, oleh karenanya Perusahaan wajib : 1. melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan pelestarian alam, produktivitas produksi hasil hutan dan lain-lain yang berkaitan dengan pengusahaan hutan. 2. mendukung penelitian yang dilakukan oleh pihak lain dalam rangka peningkatan IUPHHK/HPH. F. BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN 1. Kebakaran Hutan Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan Perusahaan wajib : a. menyediakan sarana dan prasarana seperti biaya, tenaga pemadam kebakaran hutan, peralatan pemadam kebakaran, menara pengawas dan lain-lainnya dalam jumlah yang memadai; b. aktif melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran di dalam areal kerjanya dan di sekitarnya antara lain dengan mengamankan semua kegiatan eksploitasinya yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran serta mengamankan penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar; c. segera melaporkan pada instansi kehutanan setiap terjadinya kebakaran di areal kerjanya. 2. Perambahan Hutan a. Perusahaan harus mencegah dan menanggulangi terjadinya tindak pelanggaran oleh pihak lain yang menyebabkan kerusakan hutan dalam areal kerjanya, antara lain mencegah adanya perladangan berpindah dan penebangan liar; b. Apabila terjadi perambahan hutan dan atau tebangan liar oleh pihak ketiga atau pihak lain, maka Perusahaan bertanggung jawab dan wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang;

14 - 7 - c. Untuk melaksanakan perlindungan hutan, Perusahaan diwajibkan membentuk Satuan Pengaman (Satpam) dengan kualifikasi terdidik dan dalam jumlah yang memadai. 3. Perlindungan terhadap Tumbuh-tumbuhan a. Perusahaan tidak dibenarkan menebang pohon-ohon dan memungut tumbuhan lain yang ditetapkan sebagai jenis yang dilindungi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. Perusahaan tidak boleh melakukan penebangan dengan radius atau jarak sampai dengan 500 meter dari tepi waduk atau danau, 200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai, 50 meter kiri kanan anak sungai, 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang, 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai; c. Perusahaan harus aktif dalam pengembangan dan perlindungan sumber daya alam dan harus mencegah terjadinya dampak negatif dan meningkatkan dampak positif dari kegiatan yang dilaksanakan dengan mengacu pada dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).; d. Perusahaan segera melaporkan setiap terjadinya kerusakan dan gangguan hama penyakit terhadap hutan dan hasil hutan di areal kerjanya kepada instansi kehutanan setempat. 4. Perlindungan terhadap Binatang Liar a. Perusahaan tidak dibenarkan melakukan perburuan baik atas satwa yang dilindungi oleh undang-undang maupun terhadap satwa liar yang tidak dilindungi yang terdapat di areal kerjanya tanpa ijin; b. Perusahaan harus mencegah terjadinya perburuan liar di areal kerjanya; c. Untuk menjamin perlindungan terhadap satwa liar, IUPHHK/HPH dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak terdapat satwa liar yang terjebak di dalam areal yang diusahakan dengan menyediakan areal pengungsian satwa/koridor/kantong satwa. 5. Perlindungan terhadap obyek-obyek yang bernilai ilmiah, budaya dan religi : a. perusahaan harus mencegah atas terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap obyek-obyek yang bernilai ilmiah, budaya dan religi; b. perusahaan harus segera melaporkan kepada instansi yang berwenang apabila di areal kerjanya menemukan tempat-tempat yang bernilai ilmiah, budaya dan religi; c. untuk menjamin kelestarian hutan lindung dan hutan konservasi, perusahaan menyediakan daerah penyangga yang berbatasan dengan kawasan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. sarana pengusahaan hutan yang diperbolehkan pada daerah penyangga hanya pembuatan jalan sarad.

15 - 8 - IV. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN A. PEMBANGUNAN MASYARAKAT 1. Fasilitas Pembangunan Masyarakat Perusahaan membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan masyarakat di dalam dan di sekitar areal kerjanya seperti : a. pengadaan tempat ibadah; b. pengadaan fasilitas olah raga; c. pengadaan fasilitas kesehatan; d. pengadaan fasilitas pendidikan. 2. Perusahaan diwajibkan melaksanakan pembinaan minimal 1 (satu) desa yang ada di dalam/sekitar areal kerjanya. 3. Perusahaan diwajibkan membina dan mengembangkan koperasi karyawan dan atau koperasi primer lainnya yang ada di sekitar hutan. B. KEMITRAAN Dalam melaksanakan kegiatannya Perusahaan memberikan kesempatan usaha kepada koperasi masyarakat di sekitar hutan tersebut untuk berperan serta dalam mengusahakan segmen kegiatan pengusahaan hutan. C. AKSES UNTUK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN NON KAYU Dalam melaksanakan kegiatannya Perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar hutan untuk melakukan pemungutan hasil hutan non kayu baik secara perorangan maupun dalam bentuk koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. D. HAK ADAT 1. Perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat hukum adat/masyarakat tradisional dan anggota-anggotanya untuk berada di dalam areal kerjanya untuk memungut, mengambil, mengumpulkan dan mengangkut hasil hutan ikutan seperti rotan, madu, sagu, damar, getah-getahan, bambu, kulit kayu dan lain sebagainya untuk memenuhi atau menunjang kehidupan sehari-hari. 2. Perusahaan wajib memberikan biaya kompensasi kepada masyarakat adat atas kayu yang dipungut pada areal hak ulayat sesuai ketentuan yang berlaku. V. KETENAGAKERJAAN A. PENGGUNAAN TENAGA KERJA Perusahaan harus menggunakan tenaga kerja Indonesia yang terlatih, terampil dan ahli dalam jumlah yang cukup untuk semua bidang dan jenis pekerjaan dan jasa yang diperlukan. Untuk tenaga ahli kehutanan minimal mempekerjakan tenaga-tenaga sarjana kehutanan bidang perencanaan dan penataan hutan, bidang pengelolaan hutan dan tenaga-tenaga ahli pengukuran dan pengujian kayu.

16 - 9 - B. PROGRAM PENDIDIKAN DAN LATIHAN TENAGA KERJA Perusahaan harus melaksanakan pendidikan dan latihan sebanyakbanyaknya bagi tenaga kerja Indonesia untuk membina, meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan dan keahliannya, dan mengikutsertakan tenaga kerja pada setiap pendidikan dan latihan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, sepanjang menyangkut bidang kegiatannya. C. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pada setiap terjadinya pemutusan hubungan kerja, karyawan harus diperlakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. D. KESEJAHTERAAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA VI. LAIN-LAIN 1. Fasilitas pengobatan a. perusahaan harus mendirikan klinik kesehatan dengan tenaga medis yang memadai; b. perusahaan harus menyediakan pelayanan pengobatan kepada seluruh karyawan dan keluarganya; c. perusahaan menyediakan pos-pos pertolongan pertama pada tempattempat yang diperlukan. 2. Tempat tinggal karyawan dan kegiatan logging Dalam melaksanakan pembangunan base camp, Perusahaan harus memenuhi ketentuan : a. pembangunan rumah/barak untuk karyawan harus memenuhi kelayakan ruang tempat yang sehat; b. penggunaan lahan hutan untuk pembangunan base camp sesuai dengan kebutuhan; c. pembangunan base camp di areal IUPHHK/HPH lain harus ada persetujuan tertulis dari pemegang hak pengusahaan yang bersangkutan. A. PERUBAHAN LUAS AREAL KERJA Perubahan luas areal kerja dimungkinkan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku. B. HAK-HAK LAIN Perusahaan tidak mempunyai hak-hak lain selain yang tercantum dalam Keputusan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan kelengkapannya. Hak-hak lain yang dimaksud adalah meliputi hak pengolahan atas tanah hutan, hak-hak atas mineral, minyak bumi, gas alam, bahan-bahan kimia, batu-batu mulia dan sumber-sumber alam lainnya.

17 C. OBYEK ILMIAH DAN SEJARAH Perusahaan diwajibkan untuk melidungi obyek-obyek bernilai ilmiah dan atau sejarah dari kerusakan dan harus segera melaporkan adanya kerusakan dan penemuan baru kepada instansi yang berwenang. D. FORCE MAJEURE Apabila terjadi hal-hal di luar kemampuan Perusahaan (bencana alam, kerusuhan dan lain-lain), maka semua akibat yang ditimbulkan oleh kejadian yang dimaksud bukan merupakan tanggung jawab perusahaan, termasuk tidak terlaksananya kewajiban perusahaan. VII. PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PEMERINTAH A. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan semua kegiatan Perusahaan baik mengenai pelaksanaan fisik IUPHHK/HPH maupun semua administrasi/pembukuan dan surat-menyurat mengenai pengelolaan Perusahaan; B. Perusahaan berkewajiban membantu sarana dan prasarana yang diperlukan oleh petugas atau pejabat yang ditugaskan untuk mengadakan pengawasan dan pembinaan di areal kerja Perusahaan. VIII. PELANGGARAN/SANKSI A. PENGERTIAN PELANGGARAN Tidak melaksanakan, tidak mentaati dan atau tidak memenuhi persyaratan/kewajiban sebagaimana tercantum dalam peraturan perundangundangan yang berlaku dan atau dalam Keputusan ini. B. PENGENAAN SANKSI Pelanggaran seperti tersebut pada huruf A. akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IX. KONSEKUENSI TERHADAP PENCABUTAN DAN/ATAU PENYERAHAN KEMBALI IUPHHK/HPH A. KEWAJIBAN PERUSAHAAN SETELAH TERJADINYA PENCABUTAN Dalam hal dicabutnya IUPHHK/HPH sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini, kepada Perusahaan tetap dibebani kewajiban-kewajiban sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. B. HAK YANG DIMILIKI PEMEGANG IUPHHK/HPH SETELAH HABIS JANGKA WAKTUNYA, PENYERAHAN KEMBALI ATAU DICABUTNYA IUPHHK/HPH. Setelah berakhir masa berlakunya IUPHHK/HPH atau penyerahan kembali sebelum habis masa berlakunya maka : 1. Perusahaan harus menyerahkan dalam keadaan baik semua benda tidak bergerak seperti gedung, base camp, jalan, jembatan, gudang, pelabuhan udara, pelabuhan sungai dan laut, dok dan lain-lain yang telah dibangun oleh Perusahaan dalam areal kerjanya kepada Pemerintah tanpa adanya ganti rugi dari Pemerintah.

18 Barang-barang persediaan yang berada di dalam gudang dan benda-benda bergerak yang dipergunakan Perusahaan sehubungan dengan kegiatan pengusahaan hutan tetap menjadi milik Perusahaan. 3. Jika IUPHHK/HPH berakhir karena habis jangka waktunya atau karena diserahkan kembali oleh Perusahaan atau karena dicabut oleh Pemerintah, maka : a. segala hak yang dimiliki oleh pemegang IUPHHK/HPH berakhir; b. areal hutan yang dibebani IUPHHK/HPH kembali kepada negara; c. pemegang IUPHHK/HPH yang bersangkutan diwajibkan menyerahkan semua klise dan bahan-bahan serta peta, gambar-gambar ukuran tanah dan sebagainya kepada Pemerintah tanpa menerima ganti rugi; d. pemegang IUPHHK/HPH tetap dibebani/wajib menyelesaikan semua kewajiban yang tercantum dalam Keputusan ini beserta Lampirannya yang belum terpenuhi. 4. Dalam hal Perusahaan akan menyerahkan kembali IUPHHK/HPH-nya sebelum berakhir masa berlakunya, maka Perusahaan harus sudah menyelesaikan dan memenuhi semua kewajiban teknis dan finansial sebagaimana tercantum dalam Keputusan ini. GUBERNUR PROVINSI PAPUA CAP/TTD Drs. J.P. SOLOSSA M.Si. Untuk salinan yang sah sesuai dengan yang asli AN. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA KEPALA BIRO HUKUM W. TURNIP, SH

19