6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN"

Transkripsi

1 6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN 6.1 Kebutuhan Investasi Usaha Perikanan Usaha perikanan yang banyak berkembang di perairan Selat Bali terdiri dari purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang. Usaha perikanan tersebut merupakan usaha perikanan kategori skala menengah ke atas, sehingga pengoperasiannya perlu didukung oleh biaya investasi yang memadai. Hal ini disamping karena melibatkan banyak nelayan (anak buah kapal/abk), juga ukuran atau skala operasinya yang besar. Oleh karena itu, tentu dibutuhkan biaya investasi yang tidak kecil. Kondisi ini yang menjadikan beberapa nelayan kecil membentuk kelompok atau bergabung dengan pengusaha / nelayan besar yang menjadi pemilik dari gill net dan payang tersebut. Menurut Mamuaya, et. al (2007) bergabung beberapa nelayan dalam suatu kelompok atau dengan nelayan besar merupakan upaya yang dilakukan nelayan untuk memanfaatkan modal terbatas yang dimiliki sekaligus mempertahankan keberlanjutan usahanya. Secara umum, jenis investasi yang dibutuhkan untuk mengusahakan purse seine one boat system, purse seine two boat system, gill net dan payang ini ada tiga jenis, yaitu : (a) investasi untuk kapal, (b) investasi untuk alat tangkap, dan (c) investasi untuk alat pendukung penangkapan Kebutuhan Investasi Usaha Purse Seine Usaha perikanan purse seine merupakan usaha perikanan yang sangat dominan (sekitar 85 %) dikembangkan di Selat Bali. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, usaha perikanan purse seine di Selat Bali ada dua jenis, yaitu purse seine one boat system (OBS) dan purse seine two boat system (TBS). Purse seine one boat system (OBS) merupakan purse seine yang menggunakan satu kapal untuk mendukung operasi penangkapan ikan, kalaupun ada alat pendukung berupa perahu kecil atau pelampung permanen, namun dalam operasi penangkapan hanya berfungsi sebagai pengikat ujung jaring. Purse seine two boat system (TBS) merupakan purse seine yang menggunakan dua kapal berukuran sama dengan berperalatan lengkap, yang mana dalam operasi penangkapan ikan, kedua kapal aktif menarik ujung jaring untuk mengelilingi ikan sasaran secara cepat. Investasi lengkap purse seine OBS membutuhkan 1 unit kapal, 1 set alat tangkap jaring purse 97

2 seine, 1 unit mesin induk sekitar 23 PK, 1 set mesin lampu / lampu petromaks, 1 buah echosounder, 1 set roller, 1 buah kompas, 2 buah palka/fiber 800 kg, 10 buah jerigen 35 liter, dan 1 buah sampan/pelampung permanen tempat mengikat satu ujung jaring lainnya. Tabel 30 menyajikan kebutuhan investasi untuk usaha perikanan purse seine one boat system di Selat Bali. Tabel 30. Kebutuhan investasi usaha perikanan purse seine one boat system (OBS) Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya Investasi (Rp) Kapal Purse Seine ,000, ,000, Jaring Purse Seine ,000, ,000, Mesin Induk 23 PK ,000, ,000, Mesin Lampu 450 Watt ,000, ,000, Echosounder ,500, ,500, Roller ,500, ,500, Kompas , , Palka/Fiber 800 Kg ,500, ,000, Jerigen 35 liter , , Sampan/Pelampung Permanen ,500, ,500, Total 287,750, Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Tabel 30 menunjukkan bahwa kebutuhan investasi usaha perikanan purse seine one boat system (OBS) sekitar Rp 287,750,000,-. Dari investasi tersebut, biaya terbesar digunakan untuk pengadaan kapal, yaitu sekitar Rp 145,000, Kapal yang digunakan umumnya berukuran 4-7 GT. Ukuran kapal tersebut termasuk cukup leluasa untuk pengoperasian alat tangkap purse seine di perairan Selat Bali. Alat tangkap jaring purse seine membutuhkan biaya investasi sekitar Rp 90,000,000. Dengan biaya ini, dapat diperoleh alat tangkap yang lengkap dengan pelampung, pemberat, dan pendukung operasi lainnya. Menurut Wudianto (2001) ukuran alat tangkap termasuk hal vital dalam operasi penangkapan ikan di perairan Selat Bali, disamping kecepatan operasinya untuk melingkari atau memerangkap gerombolan ikan. Hal ini karena ikan sasaran umumnya ikan pelagis yang aktif, seperti lemuru, tongkol, dan layang. Mesin induk yang digunakan cukup besar (23 PK) dengan investasi sekitar Rp 45,000,000,-. Mesin ini sangat membantu dalam mencari fishing ground yang tepat maupun mengejar gerombolan ikan yang bermigrasi. Kapasitas mesin lampu 98

3 atau lampu petromaks yang digunakan sekitar 450 watt. Menurut Subani dan Barus (1989) purse seine dapat dioperasikan pada siang dan malam hari, dan lampu digunakan sebagai penerang dan membantu pencarian gerombolan ikan pada malam hari. Kompas dan echosounder digunakan keperluan navigasi dan juga membantu penentuan fishing ground yang tepat, sehingga hasil tangkapan dapat diperoleh lebih maksimal. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk kompas dan echosounder ini masing-masing Rp 750,000,- dan Rp 4,500,000,-. Bila melihat alat mendukung ini, usaha penangkapan ikan yang dilakukan nelayan Selat Bali termasuk modern, dimana alat pendukung penangkapan berperan penting untuk meningkatkan produktivitas hasil tangkapan. Hal ini bisa jadi karena kemampuan dan kesejahteraan nelayan termasuk baik di kawasan Selat Bali. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng (2009) kalaupun ada yang masih sederhana dan berukuran kecil seperti Kabupaten Buleleng, namun beberapa peralatan pendukung penting seperti kompas juga banyak dimiliki. Bagi mereka, peralatan-peralatan tersebut sangat membantu dalam meningkatkan hasil tangkapan pada operasi penangkapan ikan yang dilakukannya. Roller dibutuhkan untuk hauling atau menarik jaring yang memerangkap ikan ke atas kapal (Monintja, 2007). Hauling ini sangat dibutuhkan karena ukuran yang purse seine yang besar, sehingga cukup menyulitkan bila ditarik secara manual. Biaya investasi untuk hauling ini sekitar Rp 5,500,000,-. Palka atau fiber isi biasanya didesain untuk ukuran 800 kg ikan dan ada dua buah. Biaya investasi untuk 2 buah palka atau fiber isi tersebut sekitar Rp 5,000,000,-. Ukuran dan jumlah palka/fiber isi ukuran ini cukup ideal dalam operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine one boat system (OBS) karena hasil tangkapan optimum purse seine OBS ini biasanya sekitar 1,520 kg per trip. Jerigen digunakan untuk membawa air tawar yang dibutuhkan selama operasi penangkapan ikan. Jumlah jerigen tersebut cukup banyak sekitar 10 buah (biaya investasi Rp 500,000,-) mengingat jumlah nelayan ikan dalam operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine OBS ini sekitar 17 orang. Tabel 31 menyajikan kebutuhan investasi untuk usaha perikanan purse seine two boat system (TBS) di Selat Bali. 99

4 Tabel 31. Kebutuhan investasi usaha perikanan purse seine two boat system Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya Investasi (Rp) Kapal Purse Seine ,000, ,000, Jaring Purse Seine ,000, ,000, Mesin Induk 23 PK ,000, ,000, Mesin Lampu 450 Watt ,000, ,000, Echosounder ,500, ,500, Roller ,500, ,000, Kompas , , Palka/Fiber 800 Kg ,500, ,000, Jerigen 35 liter , ,000, Radio HT ,000, ,000, Total 476,250, Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Bila dibandingkan dengan purse seine OBS, maka dalam operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine TBS ada penambahan investasi pada kapal dan alat pendukung penangkapan. Kebutuhan investasi total purse seine TBS sekitar Rp 476,250,000,- atau ada peningkatan 66 % dari investasi purse seine OBS. Kapal dibutuhkan dua unit supaya pergerakan mengelilingi atau memerangkap gerombolan ikan sasaran lebih cepat (Tabel 31). Dengan pergerakan yang dua kali lebih cepat ini, gerombolan ikan sasaran lebih sedikit yang lolos, sehingga hasil tangkapan juga dapat lebih maksimal. Namun kebutuhan investasi kapal juga meningkat dua kali lipat, yaitu menjadi Rp 290,000,000,-. Untuk mendukung pergerakan kedua kapal tersebut, maka mesin induk juga dibutuhkan dua unit yang dipasang pada setiap kapal (investasi sekitar Rp 60,000,000,-). Guna mendukung secara maksimal operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine TBS ini, maka alat pendukung lain yang dianggap vital juga perlu ditambah dua kalinya, seperti roller, palka/fiber isi, dan jerigen. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi (2008) dengan adanya dua roller (masing-masing 1 pada setiap kapal), maka kedua kapal purse seine akan sama menarik jaring yang sudah memerangkap ikan, sehingga peluang ikan lolos semakin kecil lagi. Hal ini yang menyebabkan hasil tangkapan purse seine TBS sangat banyak dan lebih stabil setiap trip melakukan penangkapan ikan dibandingkan dengan hasil tangkapan purse seine OBS, meskipun hanya pada kapal dan peralatan pendukung tertentu saja. Bagi nelayan/pengusaha perikanan 100

5 yang bermodal besar, biasanya lebih memilih berinvestasi di purse seine TBS daripada purse seine OBS. Palka/fiber isi dibutuhkan 4 unit (investasi sekitar Rp 10,000,000,-) dan jerigen air 20 buah (investasi sekitar Rp 1,000,000,-), dimana setiap kapal memuat 2 unit palka dan 10 jerigen. Untuk palka ini, pada musim puncak terkadang tidak bisa menampung semua hasil tangkapan, sehingga nelayan biasanya menggelar kelebihan hasil tangkapan tersebut di dek kapal yang tidak membawa alat tangkap. Beberapa juga ada yang membawa keranjang bambu ukuran kg sebagai penampung sementara. Jerigen air ada penambahan karena ABK yang ikut melaut juga lebih banyak, bila pada purse seine OBS 17 orang, maupun pada purse seine TBS bisa mencapai 34 orang. Investasi radio HT juga dapat dilengkapi pada purse seine TBS untuk memudahkan koordinasi operasi penangkapan antar kedua kapal yang digunakan. Kestabilan hasil tangkapan pada purse seine TBS ini, menyebabkan banyak nelayan ABK cenderung lebih memilih bergabung pada kapal purse seine TBS ini bila ada kesempatan. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur (2009) hasil tangkapan yang lebih baik menjadi pemacu usaha perikanan purse seine TBS berkembang banyak di kawasan Selat Bali terutama di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Dalam kaitan dengan kesejahteraan, kondisi ini tentu lebih dapat memberi kesejahteraan kepada nelayan, namun demikian keahlian nelayan juga ikut berpengaruh. Hubungan usaha perikanan ini dengan kesejahteraan nelayan akan dibahas dilebih lanjut pada bagian akhir bab ini terkait kelayakan usaha perikanan dan sistem bagi hasil Kebutuhan Investasi Usaha Gill Net Usaha perikanan gill net termasuk usaha perikanan yang banyak dikembangkan oleh nelayan di Selat setelah purse seine dan payang. Kebutuhan investasi gill net baik terkait kapal, alat tangkap, maupun alat pendukung penangkapannya termasuk besar. Kapal dan alat tangkap masing-masing dibutuhkan satu unit, sedangkan alat pendukung penangkapannya cukup beragam, yaitu minimal mencakup mesin induk, mesin lampu, kompas, radio HT, fiber/cooler box, jerigen air. Peralatan pendukung perlu disiapkan bersamaan dengan pengadaan kapal dan alat tangkap, sehingga usaha perikanan gill net dapat langsung beroperasi setelah pengadaannya. Tabel 32 menyajikan kebutuhan investasi usaha perikanan gill net di Selat Bali. 101

6 Tabel 32. Kebutuhan investasi usaha perikanan gill net Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya Investasi (Rp) Kapal Gill Net ,000, ,000, Jaring Gill Net ,000, ,000, Mesin Induk 40 PK ,000, ,000, Mesin Lampu 1400 Watt ,500, ,500, Kompas , , Radio HT ,500, ,500, Palka/Fiber 800 Kg ,500, ,000, Jerigen 35 liter , , Total 313,250, Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Tabel 32 menunjukkan bahwa kebutuhan investasi usaha perikanan gill net di Selat Bali sekitar Rp 313,250,000,-, dimana kapal merupakan komponen investasi paling besar, yaitu sekitar Rp 175,000,000,-. Kapal gill net yang umum digunakan di Selat Bali baik di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jembrana, maupun Kabupaten Buleleng adalah kapal berukuran 7-10 GT. Ukuran kapal tersebut termasuk besar, karena selain akan membawa alat tangkap (jaring purse seine) yang berukuran besar, juga cukup aman untuk perjalanan jauh dalam penangkapan ikan dan dengan membawa ABK yang banyak untuk setiap kali operasi penangkapan (Ihsan, 2000 dan Wudianto, 2001). Alat tangkap gill net yang dioperasikan oleh nelayan Selat Bali juga berukuran besar (panjang 1,000 1,500 m) dan membutuhkan biaya investasi sekitar Rp 75,000,000,- lengkap dengan pelampung, pemberat, dan alat pendukung operasi lainnya. Pengadaan alat tangkap gill net biasanya dengan mendatangkan dari daerah Pasuruan, Surabaya, dan dari Tuban. Namun, beberapa nelayan juga ada yang membuat sendiri bila ada waktu luang dari melaut, terutama pada musim paceklik. Untuk mesin induk, nelayan Selat Bali biasanya memilih mesin berukuran cukup besar. Hal ini dimaksudkan supaya kapal gill net dapat dioperasikan pada perairan yang lebih jauh dengan jarak tempuh PP jam, termasuk di perairan Selatan Bali dan Lombok. Mesin induk tersebut biasanya 40 PK dengan investasi sekitar Rp 45,000,000,-. Untuk mesin lampu, digunakan yang berkapasitas di atas 1000 watt, dan paling banyak sekitar 1,400 watt. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan mesin lampu tersebut mencapai Rp 10,500,000,-. Pemilihan lampu berkapasitas besar ini karena gill net biasanya dioperasikan pada malam 102

7 hari, sehingga lampu penerangan menjadi hal yang vital terutama sebagai atraktor untuk mengumpulkan ikan yang akan ditangkap (Dinas PKL Kabupaten Jembrana, 2009). Kompas dan radio HT juga dibutuhkan keperluan navigasi dan komunikasi selama melakukan penangkapan ikan dengan biaya investasi masing-masing Rp 750,000 dan Rp 1,500,000,-. Kapal dan radio HT tersebut termasuk ukuran standar yang juga dapat digunakan dalam operasi usaha penangkapan ikan lainnya, seperti pemasangan rumpon dan koordinasi pengumpulan hasil tangkapan menggunakan kapal pengumpul. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi (2010), jasa kapal pengumpul tidak banyak dibutuhkan dalam operasi penangkapan ikan menggunakan gill net bagi nelayan Selat Bali. Palka/fiber isi yang digunakan nelayan gill net Selat Bali membutuhkan investasi sekitar Rp 5,000,000,-. Nelayan Selat Bali umumnya memilih palka/fiber isi ukuran besar (800 kg) sebagai penampung ikan hasil tangkapannya di atas kapal. Palka/fiber isi tersebut juga diisi dengan dengan es yang berfungsi mendinginkan hasil tangkapan supaya tetap segar. Jumlah jerigen yang digunakan untuk membawa air tawar bagi keperluan ABK dan lainnya di laut juga cukup banyak sekitar 10 buah (biaya investasi Rp 500,000,-). Hal ini disamping karena jumlah ABK yang ikutan banyak (sekitar 12 orang) juga lama operasi setiap trip cukup lama, yaitu sekitar jam. Hal ini cukup wajar karena nelayan biasanya melakukan setting minimal 2 kali setiap trip penangkapannya untuk memaksimalkan hasil tangkapan yang didapat Kebutuhan Investasi Payang Usaha perikanan payang merupakan usaha perikanan kedua terbanyak dikembangan di Selat Bali setelah purse seine. Investasi yang dibutuhkan untuk usaha perikanan payang di Selat Bali mencakup kapal payang, jaring payang, mesin induk, mesin lampu, kompas, radio HT, palka/fiber isi dan jerigen air. Selain kapal dan alat tangkap, lima barang investasi lainnya merupakan kebutuhan peralatan pendukung minimal yang harus ada dalam operasi penangkapan ikan menggunakan payang. Tabel 33 menyajikan kebutuhan investasi untuk menjalankan usaha perikanan payang di Selat. 103

8 Tabel 33. Kebutuhan investasi usaha perikanan payang Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya Investasi (Rp) Kapal Payang ,000, ,000, Jaring Payang ,000, ,000, Mesin Induk 23 PK ,000, ,000, Mesin Lampu 250 Watt ,500, ,500, Kompas , , Radio HT ,000, ,000, Palka/Fiber 750 Kg ,250, ,500, Jerigen 35 liter , , Total 261,150, Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Kebutuhan investasi untuk menjalankan usaha perikanan payang di Selat Bali sekitar Rp 261,150,000,- (Tabel 33). Bila dibanding dengan purse seine dan gill net, maka kebutuhan investasi payang termasuk lebih rendah. Kebutuhan investasi tersebut adalah untuk pengadaan kapal payang yang mencapai Rp 155,000,000,-. Kapal yang digunakan untuk operasi payang di perairan Selat Bali umumnya sekitar 5-8 GT (sedikit lebih besar daripada kapal purse seine dan lebih kecil dari kapal gill net yang umum digunakan nelayan Selat Bali). Kapal dengan ukuran ini dianggap cukup stabil untuk operasi jaring payang yang sangat aktif, dimana pada saat setting maupun hauling, semua ABK (rata-rata 15 orang) bekerja memasang dan menarik kembali jaring payang dari perairan bila waktu hauling sudah tiba. Di samping itu, alat tangkap jaring payang yang digunakan juga termasuk besar, dimana panjangnya mencapai 500 1,000 m. Kondisi ini tentu membutuhkan kapal yang cukup besar dan stabil terhadap berbagai aktivitas yang terjadi selama operasi penangkapan ikan. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan jaring payang mencapai Rp 65,000,000,-. Jaring payang ini umumnya didatangkan dari luar seperti Tuban dan Tegal. Investasi mesin induknya lebih rendah dari mesin induk gill net, yaitu 23 PK dengan biaya investasi sekitar Rp 30,000,000,-. Menurut Tinungki (2005) dan Dinas PKL Kabupaten Jembrana (2009), penggunaan mesin ukuran sedang ini lebih karena jaungkauan operasinya relatif lebih dekat dan hampir sama dengan jangkauan operasi purse seine TBS dan OBS, yaitu sekitar perairan yang menjadi kewenangan tiap kabupaten di Selat Bali. Payang merupakan alat tangkap yang biasa dioperasikan pada siang hari, sehingga investasi yang dibutuhkan untuk mesin lampu/lampu petromaks juga relatif 104

9 kecil, yaitu hanya sekitar Rp 3,500,000,-. Lampu hanya digunakan bila nelayan telat pulang melaut untuk memaksimalkan hasil tangkapan yang didapatnya. Alat bantu seperti eschosounder maupun fish finder tidak digunakan dalam penangkapan ikan. Menurut Citrasari (2004) operasi penangkapan ikan menggunakan payang sering mengandalkan pengalaman nelayan berdasarkan tanda-tanda alam yang dijumpainya, seperti busa air, lokasi burung terbang, dan lainnya. Hal ini berbeda dengan purse seine yang lebih mengandalkan eschosounder untuk mencari gerombolan ikan, maupun gill net mengandalkan pencahayaan lampu untuk mengumpulkan ikan di malam hari sebelum ditangkap. Palka atau fiber yang digunakan untuk menampung hasil tangkapan, nelayan Selat Bali umumnya memilih yang berukuran 750 kg dua buah, atau kadang-kadang hanya menggunakan cooler box atau keranjang bambu. Kebutuhan investasi untuk palka/fiber isi tersebut sekitar Rp 4,500,000,- (Tabel 33). Jerigen air biasanya dibutuhkan 8 buah dengan total investasi Rp Jumlah ini lebih sedikit daripada untuk investasi di purse seine dan gill net. Hal ini karena lama operasi tiap tripnya umumnya lebih pendek untuk payang dan jumlah ABK yang ikut serta lebih sedikit dibandingkan pada operasi purse seine. 6.2 Kebutuhan Operasional Usaha Perikanan Usaha perikanan purse seine OBS, purse seine TBS, gill net dan payang membutuhkan biaya operasional yang cukup besar karena di Selat Bali dilakukan dalam skala besar dan melibatkan banyak tenaga kerja (ABK). Supaya usaha penangkapan ikan ini berjalan lancar, maka biaya operasional tersebut harus selalu tersedia setiap kali nelayan akan melakukan penangkapan ikan. Di Selat Bali, operasi penangkapan ikan dapat dilakukan sepanjang tahun, baik pada musim puncak, biasa, maupun musim paceklik, namun dengan dengan frekuensi operasi yang berbeda-beda. Secara umum, baik dalam operasi purse seine OBS, purse seine TBS, gill net maupun payang biasanya menggunakan sistem operasi one day fishing, yaitu satu trip dilakukan dalam satu hari. Menurut DKP (2004) sistem operasi penangkapan one day fishing sudah umum dilakukan nelayan purse seine, gill net, dan payang di Indonesia, dan hal ini diikuti secara turun temurun. Untuk kapalkapal yang lebih besar seperti kapal long line dan rawai tuna membutuhkan waktu berhari-hari untuk setiap trip operasi penangkapannya, namun daerah operasi tidak 105

10 din perairan Selat Bali, tetapi mencapai daerah Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku Kebutuhan Operasional Usaha Purse Seine Menurut Ruddle et al. (1992) dan Kompas (2003) tahap operasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam pengembangan suatu usaha ekonomi termasuk di bidang perikanan. Kontinyuitas operasi menjadi ukuran paling gampang dalam menilai keberhasilan suatu usaha ekonomi berbasis perikanan. Usaha perikanan purse seine merupakan usaha ekonomi berbasis perikanan yang sangat dominan di kawasan Selat Bali. Dalam satu tahun, operasi penangkapan yang dilakukan oleh usaha perikanan purse seine ini dapat mencakapai 220 trip, yang terdiri dari 20 trip pada musim paceklik, 100 trip pada musim biasa, dan 100 trip pada musim puncak. Jumlah dan komposisi trip penangkapan di setiap musim ini termasuk baik, dimana usaha perikanan purse seine tetap dapat operasi pada setiap jenis musim. Secara sepintas, kondisi ini mengindikasikan bahwa pengembangan purse seine cocok di kawasan Selat Bali. Setiap tahunnya, musim paceklik biasanya terjadi pada bulan Agustus- September, musim sedang biasanya terjadi pada Pebruari-Juli, dan musim puncak terjadi pada bulan Oktober-Pebruari. Setiap trip operasi purse seine tersebut membutuhkan biaya untuk pengadaan berbagai kebutuhan operasi penangkapan yang terdiri dari solar, bensin, minyak tanah, oli, es, air tawar, dan ransum. Tabel 34 menyajikan kebutuhan operasional per trip usaha perikanan purse seine one boat system (OBS) dan Tabel 34 menyajikan kebutuhan operasional per trip usaha perikanan purse seine two boat system (TBS) di Selat Bali. Tabel 34. Kebutuhan operasional per trip usaha perikanan purse seine one boat system Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Minyak tanah , , Bensin , , Solar , , Oli , , Es , , Air tawar , , Ransum , , Total 1,190, Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) 106

11 Pemenuhan kebutuhan untuk operasional tersebut secara umum dapat dipenuhi di sekitar sentra perikanan di Selat Bali, seperti Muncar, Pengambengan, dan Pesanggaran. Selama ini, lokasi-lokasi tersebut telah menjadi fishing base bagi kapal nelayan di Selat Bali, sehingga pemenuhannya relatif tidak kesulitan. Untuk nelayan yang tinggal di pelosok, biasanya mereka menyetok beberapa kebutuhan penting seperti bahan bakar dan ransum, dan ada juga sambil berangkat melaut mampir di sentra perikanan terdekat untuk keperluan yang dibutuhkan. Solar termasuk biaya operasi paling besar dari usaha perikanan purse seine one boat system (OBS), yaitu mencapai 180 liter per trip atau dalam bentuk uang sekitar Rp 810,000,- per trip (Tabel 35). Bila operasi dilakukan selama 220 trip dalam setahun, maka biaya solar untuk operasi tahunan purse seine OBS mencapai Rp 178,200,000,-. Menurut Dinas PKL Kabupaten Jembrana (2009), solar tersebut merupakan bahan bakar utama bagi mesin induk kapal yang digunakan dalam operasi purse seine OBS tersebut. Tabel 35. Kebutuhan operasional per trip usaha perikanan purse seine two boat system Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Minyak tanah , , Bensin , , Solar , ,125, Oli , , Es , , Air tawar , , Ransum , , Total 1,858, Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Kebutuhan solar tersebut termasuk cukup banyak, meskipun fishing ground hanya di sekitar perairan Selat Bali. Hal ini karena dalam operasi penangkapan ikan, kapal terus bergerak untuk mengejar gerombolan ikan dan melingkarinya. Sedangkan solar untuk operasi purse seine two boat system (TBS), yaitu mencapai 250 liter per trip (Rp 1,125,000,- per trip) atau hanya mengalami kenaikan sekitar 38,8% dari penggunaan solar pada operasi purse seine one boat system (OBS). Hal ini karena kedua mesin induk dihidupkan secara penuh hanya pada saat mengelilingi atau memerangkap ikan saat operasi penangkapan ikan di fishing 107

12 ground, selain itu umumnya hanya satu mesin kapal yang dihidupkan dan satu kapal lainnya ditarik/dituntun. Oli digunakan untuk mendukung operasi kapal ke/dari lokasi daerah penangkapan (fishing ground) yang kebutuhannya untuk operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine OBS sekitar 0,25 liter per trip (Rp 6,250,- per trip atau Rp 1,375,000,- per tahun) dan untuk operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine TBS sekitar 0,4 liter per trip (Rp 10,000,- per trip atau Rp 2,200,000,- per tahun). Oli tersebut menjadi pelumas mesin induk maupun mesin lampu yang intensif digunakan dalam operasi pada kapal purse seine. Minyak tanah dan bensin digunakan untuk pengoperasian mesin lampu dan campuran solar yang digunakan pada mesin induk. Air tawar digunakan untuk kebutuhan ABK selama operasi dan lainnya. Penggunaan air tawar dalam operasi penangkapan menggunakan purse seine OBS sekitar 10 jerigen berukuran 35 liter dan purse seine TBS sekitar 20 jerigen berukuran 35 liter. Penggunaan ini termasuk besar karena ABK yang ikutserta dalam operasi penangkapan ikan juga banyak, yaitu sekitar 17 orang untuk purse seine OBS dan 34 orang untuk purse seine TBS. Air tawar tersebut digunakan untuk keperluan minum, solar, memasak, dan lainnya selama operasi penangkapan ikan berlangsung. Jumlah ABK yang banyak tersebut menyebabkan kebutuhan ransum juga besar setiap kali melakukan pennagkapan ikan, yaitu sekitar Rp 225,000,- per trip (Rp 56,100,000,- per tahun) untuk purse seine OBS dan sekitar Rp 510,000,- per trip (Rp 112,200,000,- per tahun) untuk purse seine TBS. Semua kebutuhan operasional ini hendaknya dapat disediakan setiap kali nelayan purse seine akan melakukan penangkapan ikan. Dan karena nilainya cukup besar, maka pengusahaan purse seine ini umumnya dilakukan oleh nelayan besar. Nelayan kecil dapat ikut terlibat menjadi ABK dan mendapat bagian secara rutin setiap kali melakukan penangkapan ikan. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi (2010) cara ini banyak ditempuh oleh nelayan di lokasi, sehingga kebutuhan rumah tangganya dapat secara rutin dipenuhi Kebutuhan Operasional Usaha Gill net Dalam satu tahun, operasi gill net di Selat Bali dapat dilakukan sebanyak 200 trip, yang terdiri dari 20 trip pada musim paceklik, 90 trip pada musim biasa, dan 90 trip pada musim puncak. Bila dibandingkan dengan purse seine, maka trip operasi penangkapan ikan menggunakan gill net ini sedikit lebih rendah. Hal ini 108

13 karena gill net umumnya menangkap ikan pelagis besar yang mempunyai jangkauan migrasi lebih jauh, sehingga ketersediaan di kawasan Selat Bali lebih fluktuatif. Tabel 36 menyajikan kebutuhan operasional per trip untuk gill net di Selat Bali. Tabel 36. Kebutuhan operasional per trip usaha perikanan gill net Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Minyak tanah , , Bensin , , Solar , , Oli , , Es , , Air tawar , , Ransum , , Total 1,172, Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Seperti halnya pada operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine, solar juga menjadi komponen biaya operasi paling besar bagi gill net, yaitu sekitar Rp 787,500,- per trip (kuantitas 175 liter per trip) atau sekitar Rp 157,500,000,- per tahun. Secara umum, jangkauan operasi gill net ini lebih jauh daripada purse seine maupun payang, karena gill net di Selat Bali juga didesain untuk operasi penangkapan di dalam maupun di luar Selat Bali. Penggunaan mesin induk 40 PK menjadi pendukung utama dari jangkauan operasi tersebut. Bila pada operasi purse seine, penggunaan solar banyak karena untuk mengejar dan dalam kondisi aktif memerangkap, maka penggunaan solar pada operasi gill net di Selat Bali lebih karena jangkauan operasi yang lebih jauh dan pada operasi penangkapan berlangsung, mesin induk dimatikan (Wudianto, 2010). Penggunaan minyak tanah dan bensin lebih banyak daripada dalam operasi purse seine, yaitu masing-masing 5 liter per trip (Rp 60,000,- per trip) dan 10 liter per trip (Rp 45,000,- per trip). Hal ini karena gill net dioperasikan pada malam hari, dimana minyak tanah dan bensin tersebut menjadi bahan bakar bagi mesin lampu yang digunakan sebagai atraktor untuk mengumpulkan ikan sebelum ditangkap. Bila dalam setahun operasi gill net dapat dilakukan 200 trip, maka kebutuhan minyak tanah dan bensin tersebut dalam operasi gill net di kawasan Selat Bali masing-masing sekitar Rp 12,000,000,- dan Rp 9,000,000,-. Oli juga dibutuhkan untuk melumaskan mesin induk maupun mesin lampu yang digunakan selama operasi penangkapan. 109

14 Kebutuhan es sekitar 6 balok (Rp 84,000,- per trip atau Rp 16,800,000,- per tahun) dalam operasi penangkapan ikan menggunakan gill net. Es tersebut sangat membantu untuk mempertahankan kesegaran hasil tangkapan, terutama bila operasi penangkapan dilakukan sampai jam. Kebutuhan air tawar dalam operasi penangkapan ikan menggunakan gillnet relatif sama dengan kebutuhan dalam operasi purse seine OBS, yaitu sekitar 10 jerigen ukuran 35 liter. Meskipun jumlah ABK gill net (rata-rata 12 orang) umumnya lebih sedikit daripada jumlah ABK purse seine OBS (rata-rata 17 orang), tetapi karena operasi penangkapannnya lebih lama, maka penggunaan air tawarnya juga tidak sedikit. Namun ransum yang umumnya berupa makanan pokok dan rokok, kebutuhannya lebih sedikit daripada dalam operasi purse seine OBS, yaitu sekitar Rp 180,000,- per trip (Rp 36,000,000,- per tahun). Menurut Tinungki (2005), hal ini bisa jadi karena intensitas operasi (setting) dalam operasi gill net tidak begitu banyak (umumnya 2 kali setting per trip), sehingga energi yang dikeluarkan nelayan relatif tidak begitu banyak meskipun waktu operasinya sedikit lebih lama Biaya Operasional Payang Di Selat Bali, operasi penangkapan ikan menggunakan payang dapat dilakukan 190 trip setiap tahun. Pada musim paceklik, operasi penangkapan dapat dilakukan sekitar 15 trip, pada musim biasa sekitar 85 trip, dan pada musim puncak sekitar 90 trip pada musim puncak. Bila dibandingkan dengan purse seine dan gill net, jumlah trip operasi penangkapan ikan menggunakan payang ini sedikit lebih rendah setiap tahunnya. Hal ini karena operasi payang di Selat Bali masih sedikit lebih mensiasati pergerakan dan pola migrasi ikan yang bisa berubah setiap musim, sedangkan dalam operasional purse seine, penggunaan dua kapal sangat membantu mengelabui pergerakan ikan. Hal yang sama juga terjadi pada operasional gill net, dimana penggunaan lampu sebagai atraktor dapat menarik minat ikan untuk berkumpul sehingga mudah ditangkap (Monintja, 2001). Tabel 36 menyajikan kebutuhan operasional per trip usaha perikanan payang per trip, sedangkan kebutuhan biaya tahunannya disajikan pada Lampiran 23. Berdasarkan Tabel 37, biaya operasional total payang mencapai Rp 993,250,000,- per trip atau sekitar Rp 188,717,500,- setiap tahunnya. Seperti usaha perikanan lainnya, biaya operasional payang sebagian besar merupakan bahan bakar solar untuk mesin induk. Sedikit berbeda dengan purse seine dan gill net, 110

15 payang membutuhkan solar yang lebih sedikit, yaitu sekitar 150 liter per trip (Rp 675,000,- per trip) atau sekitar 31,500 liter per tahun (Rp 148,500,000,- per tahun). Tabel 37. Kebutuhan operasional per trip usaha perikanan payang Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Minyak tanah , , Bensin , , Solar , , Oli , , Es , , Air tawar , , Ransum , , Total 993, Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Hal ini karena karena lama operasi penangkapan ikan menggunakan payang sedikit lebih rendah, yaitu hanya sekitar 6-8 jam. Untuk bensin dan minyak tanah, penggunaannya dalam operasi payang juga lebih sedikit daripada purse seine dan gill net yaitu masing-masing 1 liter dan 2 liter setiap trip operasi. Bensin dan minyak tanah tersebut hanya digunakan bila nelayan payang pulang agak larut malam, misalnya karena berangkatnya di siang hari dan lainnya. Menurut Cochrane (2002), pengaturan operasi merupakan cara yang paling tepat untuk mendapatkan keuntungan ekonomi maksimal dari suatu usaha perikanan. Kebutuhan es dalam operasi payang sekitar 4 balok (Rp 56,000,-) per trip. Penggunaan ini lebih sedikit dibandingkan pada purse seine dan gill net karena jumlah hasil tangkapan payang di Selat umumnya lebih sedikit daripada purse seine dan gill net. Air tawar juga dibutuhkan lebih sedikit dalam operasi payang, yaitu sekitar 8 jerigen setiap tripnya. Hal ini karena lama operasinya yang lebih pendek daripada gill net dan purse seine, meskipun jumlah ABK yang ikut serta lebih banyak (sekitar 15 orang) daripada gill net (sekitar 12 orang). 6.3 Penerimaan Usaha Perikanan Penerimaan yang diperoleh nelayan dari operasi penangkapan ikan menggunakan purse seine one boat system, purse seine two boat system, gill net, dan payang dapat dihitung dari hasil tangkapan yang diperoleh setiap trip operasi yang dilakukan. Jenis ikan yang ditangkap umumnya terdiri dari ikan lemuru, layang, tongkol, dan lainnya. Untuk operasi purse seine TBS, pada musim puncak 111

16 dapat menghasilkan ikan sekitar 3,127 kg per trip, sedangkan pada musim sedang sekitar 330 kg per trip, dan musim paceklik hanya sekitar 150 kg per trip. Kondisi ini terjadi umumnya disebabkan oleh pola migrasi ikan sasaran, dimana pada bulan Oktober-Pebruari, ikan ikan pelagis banyak di perairan Selat Bali, sedangkan pada bulan Agustus-September tidak banyak. Bulan Agustus-September merupakan musim paceklik hasil tangkapan gill net. Gambar 35 menyajikan perbandingan jumlah hasil tangkapan, purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net, dan payang setiap tripnya pada musim puncak, sedang, dan paceklik di Selat Bali. Puncak 1,217 1,296 1,520 3,127 Musim Sedang ,170 2,310 Pacekelik , ,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 Hasil Tangkapan (kg/trip) Purse Seine OBS Purse Seine TBS Gill Net Payang Gambar 35. Hasil tangkapan per trip purse seine OBS, purse seine TBS, gill net, dan payang berdasarkan musim Berdasarkan Gambar 35, hasil tangkapan purse seine TBS paling tinggi di setiap musim dibandingkan usaha perikanan lainnya, yaitu pada musim puncak, sedang, dan paceklik berturut-turut adalah 3,127 kg per trip, 2,310 kg per trip, dan 1,417 kg per trip. Hal ini karena alat tangkap purse seine TBS ini sangat aktif, menggunakan dua kapal yang keduanya dioperasikan sekaligus dalam operasi penangkapan ikan. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi (2007), kecepatan purse seine TBS dalam memerangkapkan ikan sasaran sangat cepat dan efektif, sehingga tidak banyak ikan sasaran yang lolos. Dibandingkan tiga usaha perikanan lainnya, payang termasuk mempunyai hasil tangkapan yang paling rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh lama operasi payang yang sedikit lebih rendah dibandingkan tiga usaha perikanan lainnya dan efektivitas 112

17 penangkapan yang lebih rendah dan agak sulit mensiasati pola migrasi ikan di Selat Bali. Namun demikian, keempat usaha perikanan tersebut mempunyai hasil tangkapan yang cukup fluktuatif di setiap musimnya. Menurut Cochrane (2002), produksi yang fluktuatif menjadi penyebab utama harga jual ikan berbeda-beda di setiap musim. Pada musim paceklik, harga jual rata-rata hasil tangkapan purse seine OBS, purse seine TBS, gill net, dan payang sekitar Rp 4,800,- per kg, sedangkan pada musim sedang karena jumlah ikan lebih banyak turun menjadi Rp 4,000,- per kg, dan pada musim puncak turun lagi menjadi sekitar Rp 3,000,- per kg. Hal ini dapat dipahami, karena semakin banyak ikan, maka alternatif bagi pembeli dan distributor banyak, sedangkan nelayan harus segera menjual hasil tangkapannya agar tidak rusak. Namun demikian, secara umum harga jual tersebut termasuk rendah yang disebabkan oleh hasil tangkapan nelayan umumnya berupa ikan lemuru (79,97 %), dimana harga jual lemuru tersebut hanya berkisar Rp 2,000,- Rp 3,500,- per kg. Untuk menghindari fluktuasi harga yang terlalu tinggi dan cenderung merugikan nelayan, maka Pemerintah Daerah di tiga kabupaten terkait (Banyuwangi, Jembrana, dan Buleleng) perlu membuat dan mengatur mekanisme perdagangan produk hasil perikanan, sehingga harga jual tidak di monopoli oleh pembeli/distributor besar. Pengaturan dalam SKB No. 238 Tahun 1992//674 tahun 1992 terkait pengendalian pemasaran oleh TPI ditambah dengan KUD Mina masing-masing daerah supaya dapat bekerjasama di bidang pemasaran merupakan upaya yang tepat untuk mengendalian harga juga ikan di kawasan Selat Bali sehingga tetap stabil, kompetitif dan menguntungkan nelayan. Dalam kaitan ini, maka kegiatan pelelangan di tempat pelelangan ikan (TPI) perlu diaktifkan kembali untuk kawasan yang masih banyak dikendalikan oleh tengkulak/pengusaha besar. Untuk Kabupaten Banyuwangi misalnya, PPI Muncar perlu mengambil alih secara penuh pelelangan ikan dan hanya fokus pada kegiatan penangkapan saja. Menurut Hermawan (2006), bila harga dapat dikendalikan dengan baik, maka nelayan lebih nyaman, operasi penangkapan berjalan tertib, retribusi kepada PEMDA lebih lancar, dan kegiatan perikanan dapat berkelanjutan. Dari harga jual yang berlaku saat ini dan jumlah hasil tangkapan ikan nelayan setiap musim, maka dapat diketahui kondisi penerimaan dari operasi purse seine OBS, purse seine TBS, gill net dan payang setiap musimnya seperti disajikan pada Tabel

18 Tabel 38. Kondisi penerimaan dari operasi purse seine TBS, purse seine OBS, gill net dan payang Penerimaan (Rp) Musim Purse Seine OBS Purse Seine TBS Gill Net Payang Puncak 456,000, ,100, ,920, ,590,000 Sedang 468,000, ,000, ,100, ,100,000 Paceklik 68,928, ,032,000 46,272,000 30,600,000 Total (Rp) 992,928,000 1,998,132, ,292, ,290,000 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Berdasarkan Tabel 38, jumlah penerimaan yang diperoleh setiap tahunnya dari operasi purse seine OBS sekitar Rp 992,928,000,-, purse seine OBS sekitar Rp 1,998,132,-, gill net sekitar Rp 673,292,000,- dan payang sekitar Rp 636,290,000,-. Menurut data tersebut, purse seine TBS merupakan usaha perikanan dengan penerimaan paling tinggi, dibandingkan tiga usaha perikanan lainnya di Selat Bali. Hal ini lebih didukung oleh mekanisme operasi yang memanfaatkan dua kapal secara aktif sehingga produktivitas penangkapan lebih tinggi. Secara umum, usaha purse seine baik TBS maupun OBS mempunyai penerimaan yang lebih tinggi. Hal ini bisa menjadi penyebab purse seine lebih banyak dikembangkan di kawasan dibandingkan usaha perikanan lainnya. Namun, apakah purse seine juga lebih layak secara finansial untuk dikembangkan dibandingkan usaha perikanan lainnya, hasil analisis parameter finansial terkait kelayakan usaha pada bagian berikutnya akan membahas hal ini. 6.4 Kelayakan Usaha Berdasarkan Parameter Finansial Dalam penelitian ini, analisis kelayakan usaha berdasarkan parameter finansial merupakan analisis penting untuk mengetahui kinerja finansial usaha perikanan purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang sebagai usaha perikanan dominan dan tetap dapat dikembangkan lebih luas untuk penopang dan pemberi kesejahteraan nelayan dan masyarakat di kawasan Selat Bali. Menurut Hanley dan Spash (1993) dan Wudianto (2001) analisis kelayakan usaha juga penting untuk mengetahui bargaining position usaha perikanan termasuk purse seine one boat system (OBS), 114

19 purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang bila akan ditawarkan sebagai usaha unggulan bagi pengembangan ekonomi masyarakat di Selat Bali maupun di tempat lain. Dalam penelitian ini, purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang diharapkan dapat menjadi usaha yang sangat layak secara finansial untuk dikembangkan lebih luas sebagai upaya optimasi pengelolaan perikanan di kawasan Selat Bali menghasilkan ikan sebanyakbanyaknya yang berorientasi ke pasar baik jumlah, kualitas, dan harganya, tanpa meninggalkan mekanisme operasi yang ramah lingkungan. Untuk memastikan hal ini dan kemungkinan pengembangan yang lebih luas bagi peningkatan kesejahteraan nelayan, maka analisis kelayakan terhadap keempat usaha perikanan tersebut tersebut berdasarkan parameter finansial yang relevan dianggap perlu dilakukan. Parameter finansial yang digunakan dalam analisis terkait kelayakan usaha purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang ini adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Return of Investment (ROI), dan Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio). Bahasan berikut akan membahas parameter tersebut terkait kelayakan usaha perikanan purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang di Selat Bali Kelayakan Usaha Berdasarkan Net Present Value (NPV) Parameter Net Present Value (NPV) digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha perikanan purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang berdasarkan selisih antara nilai sekarang (present) dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu yang berlaku yang terjadi selama operasi keempat usaha perikanan tersebut. Sedangkan suku bunga yang berlaku menurut Bank Indonesia (2010) sekitar 6,25 %. Hasil analisis kelayakan usaha perikanan purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang di Selat Bali berdasarkan Net Present Value (NPV) disajikan pada Tabel

20 Tabel 39. Kelayakan usaha perikanan berdasarkan Net Present Value (NPV) Usaha Perikanan Standar NPV Nilai NPV Keterangan Purse Seine OBS > 0 1,755,080, Layak Purse Seine TBS 4,070,067, Layak Gill Net 918,548, Layak Payang 982,670, Layak Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Berdasarkan Tabel 39 tersebut, usaha purse seine TBS mempunyai nilai NPV paling tinggi yaitu sekitar Rp 4,070,067,018.54,-. Hal ini menunjukkan bahwa purse seine dapat memberikan keuntungan bersih sebesar Rp 4,070,067,018.54,- selama masa operasinya 8 tahun jika diukur dari nilai sekarang yaitu setelah mempertimbangkan kondisi bunga bank sekitar 6,25 %. Keuntungan bersih yang sangat tinggi dalam 8 tahun operasinya disebabkan penerimaan bersih yang tinggi dari operasi purse seine TBS yaitu mencapai Rp 1,998,132,000,- (Tabel 38), sementara biaya operasional relatif standar (Rp 1,858,500,- per trip atau Rp 408,870,000,- per tahun). Oleh karena dalam pengumpulan ikan menggunakan dua kapal yang bergerak aktif, maka hasil tangkapannnya juga relatif baik dan stabil termasuk pada musim paceklik. Terkait dengan ini, maka dari segi NPV, usaha perikanan purse seine TBS mempunyai prospek yang sangat baik untuk pengembangannya termasuk sebagai usaha perikanan unggulan di kawasan Selat Bali. Purse seine OBS, gillnet, dan payang juga mempunyai keuntungan bersih yang tinggi berdasarkan nilai sekarang, karena penerimaannya juga baik sepanjang tahun (Tabel 38), sementara biaya operasionalnya juga relatif standar (Tabel 34, Tabel 36, dan Tabel 37) dan juga investasi yang dikeluarkan juga dapat dimanfaatkan efektif cukup lama (8 tahun). Bila mengacu kepada standar yang dipersyaratkan (NPV>0), maka purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang mempunyai NPV jauh di atas persyaratan minimal tersebut, sehingga dari segi NPV usaha keempat usaha perikanan layak untuk dilanjutkan. Hanley dan Spash (1993), nilai NPV merupakan cerminan keuntungan bersih yang didapat pelaku usaha pada kondisi terakhir saat keuntungan dihitung. Terhadap kondisi tersebut, maka purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang di Selat Bali tidak perlu diragukan lagi keuntungan bersihnya berdasarkan nilai sekarang terutama bagi pemilik, 116

21 meskipun keempat usaha perikanan tersebut menggunakan ABK yang cukup banyak dalam setiap trip operasi penangkapan yang dilakukannya. Hal ini tentu sangat baik, mengingat usaha perikanan tersebut telah dikuasai nelayan, dan nelayan Selat Bali tinggal melanjutkannya Kelayakan Usaha Berdasarkan Internal Rate of Return (IRR) Paramater Internal Rate Return (IRR) merupakan parameter untuk mengetahui batas untung rugi suatu usaha perikanan, yang ditunjukkan oleh suku bunga maksimal yang menyebabkan NPV = 0. Pada usaha perikanan yang dijalankan di Selat Bali, hasil analisis menunjukkan bahwa purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang mempunyai nilai IRR masing-masing %, %, %, dan % (Tabel 40). Dari empat usaha perikanan tersebut, purse seine two boat system (TBS) mempynyai nilai IRR paling tinggi ( %). Nilai IRR % tersebut menunjukkan bahwa menginvestasikan uang pada usaha perikanan purse seine two boat system (TBS) di Selat Bali akan mendatangkan keuntungan sekitar % per tahunnya. Kondisi ini tentu sangat baik, dan hal ini bisa jadi merupakan penyebab nelayan atau pengusaha perikanan yang punya uang lebih selalu ingin mengembangkan usaha perikanan purse seine TBS tersebut meskipun jumlah purse seine yang ada sudah maksimum sesuai kuota. Menurut SKB No 7 Tahun 1985//4 Tahun 1985 maupun No. 238 Tahun 1992//674 Tahun 1992, kuota purse seine baik TBS maupun OBS yang diijinkan diperairan Selat Bali adalah maksimum 273 unit dengan rincian Propinsi JawaTimur 190 unit dan Propinsi Bali 83 unit. Tabel 40. Kelayakan usaha perikanan berdasarkan Internal Rate of Return (IRR) Usaha Perikanan Standar IRR Nilai IRR Keterangan Purse Seine OBS > % Layak Purse Seine TBS % Layak Gill Net 53.08% Layak Payang 66.25% Layak Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Nilai IRR untuk purse seine OBS, gill net dan payang juga termasuk bagus, karena suku bunga bank yang berlaku hanya 6.25 % (bunga deposito). Terkait dengan ini, maka menginvestasikan uang pada usaha perikanan purse seine OBS, gill net maupun payang (apalagi purse seine TBS) jauh lebih baik daripada 117

22 menyimpang uang tersebut di bank, karena bank hanya akan memberikan bunga 6.25% per tahun sedangkan purse seine OBS, gill net maupun payang memberikan bunga yang berlipat ganda. Oleh karena semua parameter finansial penting dari analisis kelayakan usaha dapat dipenuhi dengan baik oleh usaha perikanan purse seine TBS, purse seine OBS, gill net maupun payang, maka keempat usaha perikanan ini sangat layak tanpa syarat finansial apapun dilanjutkan termasuk menjadikannya sebagai usaha perikanan unggulan dan penopang kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali. Mekanisme operasi yang dilakukan selama ini, termasuk waktu operasi, lama operasi per trip, dan lainnya dapat terus dilanjutkan karena sudah termasuk efektif. Untuk daerah penangkapan ikan perlu lebih selektif dalam memilihnya, dimana kegiatan penangkapan perlu dihindari pada kawasan yang banyak terumbu karangnya dan kawasan yang banyak kegiatan budidaya laut sehingga tidak ada konflik pengelolaan. Menurut White et al. (1994), terumbu karang merupakan habitat berbagai jenis ikan yang membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat luas, dan oleh karenanya masyarakat diberi penyadaran dan dilibatkan dalam berbagai kegiatan konservasi biota Kelayakan Usaha Berdasarkan Return on Investment (ROI) Parameter Return on Investment (ROI) digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik usaha perikanan. Usaha perikanan purse seine TBS, purse seine OBS, gill net, dan payang layak dikembangkan bila mempunyai nilai ROI>1 (satu). Hasil analisis kelayakan terhadap keempat usaha perikanan tersebut berdasarkan parameter Return of Investment (ROI) disajikan pada Tabel 41. Tabel 41. Kelayakan usaha perikanan berdasarkan Return on Investment (ROI) Usaha Perikanan Standar ROI Nilai ROI Keterangan Purse Seine OBS > Layak Purse Seine TBS Layak Gill Net Layak Payang Layak Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) 118

23 Berdasarkan Tabel 41, tersebut purse seine TBS, purse seine OBS, gill net, dan payang layak dikembangkan di kawasan Selat Bali karena mempunyai nilai ROI > 1, yaitu masing-masingg 21.22, 25.80, 13.66, dan Nilai ROI yang tinggi ini terjadi karena keempat usaha perikanan tersebut mempunyai penerimaan yang sangat baik (Tabel 38), sementara biaya investasinya relatif standar dan alat bantu berteknologi tinggi. Misalnya pada usaha perikanan purse seine OBS dapat memberi penerimaan sekitar Rp 992,928,000,- per tahun atau sekitar Rp 7,943,424,000,- selama masa operasinya, sementara biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan komplit purse seine OBS tersebut sekitar Rp 287,750,000,- (Tabel 30). Secara umum, nilai ROI tersebut menunjukkan kelipatan jumlah investasi yang bisa dikembalikan bila usaha perikanan tersebut dilakukan di Selat Bali. Untuk purse seine TBS misalnya, bila membutuhkan biaya investasi untuk pengadaan kapal, alat tangkap purse seine, dan alat pendukung penangkapan sekitar Rp 476,250,000,- (Tabel 31), maka setelah 8 tahun pengoperasiannya, maka akan dapat membayar biaya investasi tersebut sebesar kalinya. Hal yang sama juga untuk gill net dan payang, yaitu dapat membayar masing-masing sebesar dan dari biaya investasi yang dikeluarkannya pada saat awal usaha perikanan tersebut dimulai. Melihat tingkat pengembalian investasi ini, maka baik purse seine TBS, purse seine OBS, gill net, maupun payang dapat menjadi alternatif untuk pengembangan usaha perikanan pada kondisi anggaran terbatas, termasuk dalam mendukung program pemerintah yang memanfaatkan sistem pendanaan secara bergulir (Baharsyah, 1995 dan Dinas PKL Kabupaten Jembrana, 2009) Kelayakan Usaha Berdasarkan Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) Dalam penelitian ini, parameter Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) digunakan untuk kelayakan usaha perikanan dengan melihat perimbangan antara penerimaan usaha perikanan tersebut dengan pembiayaan yang dikeluarkan untuk mengoperasikan usaha perikanan tersebut. Nilai B/C Ratio ini diharapkan lebih dari 1 (satu), yang berarti penerimaan lebih besar daripada pembiayaan. Tabel 42 menyajikan hasil analisis kelayakan usaha perikanan purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system (TBS), gill net dan payang di Selat Bali berdasarkan parameter Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio). 119

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No.2 Edisi April 2012 Hal 131-142 SENSITIVITAS USAHA PERIKANAN GILLNET DI KOTA TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 53-67

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 53-67 BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 1 Edisi April 2011 Hal 53-67 KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN UTARA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (Financial Elegibility

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

7 KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN LESTARI BERBASIS OTONOMI DAERAH

7 KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN LESTARI BERBASIS OTONOMI DAERAH 7 KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN LESTARI BERBASIS OTONOMI DAERAH Selama ini pengelolaan perikanan di Kawasan Selat Bali dikendalikan oleh setiap pemerintah daerah (PEMDA) terkait melalui lembaga

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan Kegiatan usaha penangkapan dimulai dari operasi penangkapan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

Dwisetiono. Keywords: Investment, Net Present Value, Break Event Point, Interest Rate of Return.

Dwisetiono. Keywords: Investment, Net Present Value, Break Event Point, Interest Rate of Return. Analisis Kelayakan Investasi Kapal Ikan Tradisional 0 GT di Daerah Banyuwangi pada Tingkat Suku Bunga Pinjaman Bank 12% Per Tahun (Studi Kasus pada KM Rama Jaya) Dwisetiono Engineering Faculty, Hang Tuah

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 5, No. 2, November 2014 Hal: 163-169 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH Analysis Financial

Lebih terperinci

5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP

5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP 5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP Kelayakan usaha suatu investasi dapat ditentukan berdasarkan hasil analisis Benefit Cost Ratio (BCR) terhadap setiap jenis usaha perikanan tangkap yang terdapat pada

Lebih terperinci

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI 8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI Aktivitas-aktivitas perikanan tangkap yang ada di PPI Jayanti dan sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai aktivitas wisata bahari

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak 5 PEMBAHASAN Hasil penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan dengan menggunakan single output (total tangkapan) berdasarkan bulan ( Agustus 2007 Juli 2008) menunjukkan bahwa hanya ada 1 2 unit kapal

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6.1 Pendahuluan Penentuan atribut pada dimensi ekonomi dalam penelitian ini menggunakan indikator yang digunakan dari Rapfish yang dituangkan dalam

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Alat Tangkap 5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan

Lebih terperinci

3 KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI LAMPULO

3 KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI LAMPULO 8 Hasil Penangkapan (%) 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 41,6 24,1 16,0% 16,5 1,8 Cakalang Tuna Tongkol Lemuru Layang Jenis Ikan Gambar 2.2 Komposisi ikan hasil tangkapan pukat cincin yang didaratkan di PPP

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Layout PPN Prigi

Lampiran 1 Layout PPN Prigi LAMPIRAN 93 Lampiran 1 Layout PPN Prigi TPI Barat BW 01 BW 02 Kolam Pelabuhan Barat BW 03 Kantor Syahbandar Cold Storage Kantor PPN TPI Timur BW 04 Kolam Pelabuhan Timur Sumber: www.maps.google.co.id diolah

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 89-102 SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI Oleh: Himelda 1*, Eko Sri Wiyono

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun menurut statistik perikanan Indonesia terbagi menjadi empat jenis yaitu, pukat kantong,

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA LIMBAH IKAN SEBAGAI ALTERNATIF UMPAN BUATAN UNTUK ALAT TANGKAP PANCING TONDA Indah Wahyuni Abida Firman Farid Muhsoni Aries Dwi Siswanto Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo E-mail:

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: GAYA EXTRA BOUYANCY DAN BUKAAN MATA JARING SEBAGAI INDIKATOR EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PERAIRAN SAMPANG MADURA Guntur 1, Fuad 1, Abdul Rahem Faqih 1 1 Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

4 FORMULASI MASALAH PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP

4 FORMULASI MASALAH PADA UNIT PERIKANAN TONDA DENGAN RUMPON DI PPP PONDOKDADAP 16 MENENTUKAN SITUASI MASALAH: L1: Memahami situasi yang bersifat problematik. L2: Menggambarkan situasi masalah MENGAMBIL TINDAKAN UNTUK MELAKUKAN PERBAIKAN: L5: Bandingkan model (L4) dengan dunia nyata

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis kecil menurut ketentuan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan No. KEP.38/MEN/2003 tentang produktivitas

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV)

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV) 5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang 5.3.1 Net Present Value (NPV) Usaha penangkapan udang, yang dilakukan oleh nelayan pesisir Delta Mahakam dan sekitarnya yang diproyeksikan dalam lima tahun

Lebih terperinci

V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR

V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR V. ANALISA MANFAAT DAN BIAYA BUDIDAYA IKAN HIAS AIR TAWAR Analisa Biaya Manfaat Ikan Hias Air Tawar Layak tidaknya usaha dapat diukur melalui beberapa parameter pengukuran seperti Net Present Value (NPV),

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.50/MEN/2011 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unit Penangkapan Mini Purse Seine di Kabupaten Jeneponto 4.1.1 Kapal Kapal yang dipergunakan untuk pengoperasian alat tangkap mini purse seine di Desa Tanru Sampe dan Tarowang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA BUSINESS ANALYSIS DRIFT GILL NETS MOORING FISHING VESSEL

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA

ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA Bima Muhammad Rifan*, Herry Boesono, Trisnani Dwi Hapsari Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN Technical and Financial Analysis of Payang Fisheries Business in Coastal

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RUMPON KEBERLANJUTAN PADA DIMENSI EKONOMI DI PERAIRAN KEPULAUAN KEI KABUPATEN MALUKU TENGGARA

PENGELOLAAN RUMPON KEBERLANJUTAN PADA DIMENSI EKONOMI DI PERAIRAN KEPULAUAN KEI KABUPATEN MALUKU TENGGARA Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Hlm. 613-627, Desember 2015 PENGELOLAAN RUMPON KEBERLANJUTAN PADA DIMENSI EKONOMI DI PERAIRAN KEPULAUAN KEI KABUPATEN MALUKU TENGGARA SUSTAINABILITY

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK Mini Purse Seiner s Revenue Analysis Used 9 GT and 16 GT in Coastal Fishing

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

Financial Analysis of Klitik Nets (Bottom Gill net) and Nylon Nets (Surface Gill net) in Fish Landing Base (PPI) Tanjungsari Pemalang, Central Java

Financial Analysis of Klitik Nets (Bottom Gill net) and Nylon Nets (Surface Gill net) in Fish Landing Base (PPI) Tanjungsari Pemalang, Central Java ANALISIS FINANSIAL USAHA PERIKANAN JARING KLITIK (GILL NET DASAR) DAN JARING NILON (GILL NET PERMUKAAN) DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) TANJUNGSARI KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH Financial Analysis

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 30 5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 5.1 Kapal-kapal Yang Memanfaatkan PPS Cilacap Kapal-kapal penangkapan ikan yang melakukan pendaratan seperti membongkar muatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan ( Catch ) Ikan Lemuru

5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan ( Catch ) Ikan Lemuru 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Fluktuasi Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Berdasarkan Gambar 4, hasil tangkapan ikan lemuru pada tahun 2004-2008 mengalami peningkatan sejak tahun 2006 hingga mencapai puncak tertinggi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap payang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap payang 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang 2.1.1 Alat tangkap payang Payang termasuk alat tangkap yang memiliki produktivitas relatif cukup tinggi karena termasuk alat tangkap aktif, payang dikenal

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Feasibility effort of Fisheries, in North Halmahera Regency J Deni Tonoro 1, Mulyono S. Baskoro 2, Budhi H. Iskandar 2 Abstract The

Lebih terperinci

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU Akmaluddin 1, Najamuddin 2 dan Musbir 3 1 Universitas Muhammdiyah Makassar 2,3 Universitas Hasanuddin e-mail : akmalsaleh01@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baik di dunia maupun di Indonesia, perikanan tangkap mendominasi hasil produksi perikanan walaupun telah terjadi over fishing diberbagai tempat. Kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pendeglang.

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pendeglang. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilakukan selama 6 bulan pada bulan Juli-Desember 2007.

Lebih terperinci

KAJIAN PEMASARAN IKAN LEMURU (Sardinella Lemuru) DI MUNCAR BANYUWANGI. Ati Kusmiati*)

KAJIAN PEMASARAN IKAN LEMURU (Sardinella Lemuru) DI MUNCAR BANYUWANGI. Ati Kusmiati*) KAJIAN PEMASARAN IKAN LEMURU (Sardinella Lemuru) DI MUNCAR BANYUWANGI Ati Kusmiati*) *) Staf Pengajar pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Jember Alamat. Jl Kalimantan Kampus Tegal Boto Jember

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan 5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan Spesifikasi ketiga buah kapal purse seine mini yang digunakan dalam penelitian ini hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Ukuran kapal tersebut dapat dikatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan 23 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi dan Topografi Kecamatan Brondong merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Timur. Brondong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lamongan,

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003

BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003 BUPATI JEMBRANA KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 656 TAHUN 2003 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN IJIN USAHA PERIKANAN BUPATI JEMBRANA,

Lebih terperinci