BAB II TINJAUAN PUSTAKA. arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng. Material pembentuk
|
|
- Hartanti Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsor lahan Longsorlahan (landslide) adalah gerakan material pembentuk lereng ke arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng. Material pembentuk lereng tersebut dapat berupa masa batuan induk, lapisan tanah, timbunan buatan manusia atau kombinasi berbagai jenis material tersebut (Eckel, 1958 dalam Lilik Kurniawan 2008). Menurut (Strahler, 1997 dalam Lilik Kurniawan, 2008) longsorlahan merupakan gerakan material penyusun lereng yang berupa tanah, lumpur, regolith, bedrock karena pengaruh tarikan gaya gravitasi. Semakin curam suatu lereng semakin besar kemungkinan material tersebut jatuh ke tempat yang lebih rendah. (Departemen Menteri Pekerjaan Umum, 2007) Longsorlahan merupakan gejala alami yakni suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan pembentuk lereng dengan arah miring dari kedudukan semula,sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk translasi dan/atau rotasi. Proses terjadinya longsorlahan dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: air meresap ke dalam tanah sehingga menambah bobot tanah, air menembus sampai ke lapisan kedap yang berperan sebagai bidang gelincir, kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya bergerak mengikuti lereng dan keluar dari lereng. Pada umumnya kawasan rawan bencana longsorlahan merupakan kawasan dengan curah hujan rata-rata yang tinggi (di 6
2 7 atas 2500 mm/tahun), kemiringan lereng yang curam (lebih dari 40%), dan/atau kawasan rawan gempa. Pada kawasan ini sering dijumpai alur air dan mata air yang umumnya berada di lembah-lembah yang subur dekat dengan sungai. Kawasan dengan karakteristik tersebut, kawasan lain yang dapat dikategorikan sebagai kawasan rawan bencana longsorlahan adalah: 1. Lereng-lereng pada kelokan sungai, sebagai akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng. 2. Daerah teluk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan lereng landai yang di dalamnya terdapat permukiman. Lokasi seperti ini merupakan zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsorlahan. 3. Daerah yang dilalui struktur patahan/sesar yang umumnya terdapat hunian. Dicirikan dengan adanya lembah dengan lereng yang curam (di atas 30%), tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan munculnya mata air di lembah tersebut. Retakan batuan dapat mengakibatkan menurunnya kestabilan lereng, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air hujan meresap ke dalam retakan atau saat terjadi getaran pada lereng.
3 8 B. Faktor Pendorong Longsorlahan (Nandi, 2007) Longsorlahan terjadi apabila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan. Gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban, dan berat jenis tanah dan batuan, sedangkan gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Penetapan kawasan rawan bencana longsorlahan dilakukan melalui identifikasi dan inventarisasi karakteristik (ciri-ciri) fisik alami yang merupakan faktor-faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya longsorlahan. Secara umum terdapat 14 (empat belas) faktor pendorong yang dapat menyebabkan terjadinya longsorlahan sebagai berikut: 1. Curah hujan yang tinggi. 2. Lereng yang terjal. 3. Lapisan tanah yang kurang padat dan tebal. 4. Jenis batuan (litologi) yang kurang kuat. 5. Jenis tanaman dan pola tanam yang tidak mendukung penguatan lereng. 6. Getaran yang kuat (peralatan berat, mesin pabrik, kendaraan bermotor). 7. Susutnya muka air danau/bendungan. 8. Beban tambahan seperti konstruksi bangunan dan kendaraan angkutan. 9. Terjadinya pengikisan tanah atau erosi. 10. Adanya material timbunan pada tebing. 11. Bekas longsorlahan lama yang tidak segera ditangani. 12. Adanya bidang diskontinuitas.
4 9 13. Penggundulan hutan dan/atau 14. Daerah pembuangan sampah C. Kriteria MakroKawasan Bencana Longsorlahan (Departemen Menteri Pekerjaan Umum, 2007) Keempat belas faktor tersebut lebih lanjut dijadikan dasar perumusan kriteria (makro) dalam penetapan kawasan rawan bencana longsorlahan sebagai berikut: Kondisi kemiringan lereng dari 15% hingga 70%. 1. Tingkat curah hujan rata-rata tinggi (di atas 2500 mm per tahun). 2. Kondisi tanah, lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (lebih dari 2 meter). 3. Struktur batuan tersusun dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan. 4. Daerah yang dilalui struktur patahan (sesar). 5. Adanya gerakan tanah; dan/atau 6. Jenis tutupan lahan/vegetasi (jenis tumbuhan, bentuk tajuk, dan sifat perakaran) D. Tipe Longsorlahan Ditinjau dari kecepatan dan jenis material yang bergerak, tanah longsor dapat dibedakan jenis sebagai berikut (Sutikno, 2000 dalam Lilik Kurniawan, 2008) :
5 10 1. Debris avalanche Material longsoran bergerak serentak dan mendadak dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Dalam bahasa asing disebut debris avalanche di Sumatera Barat disebut juga galodo atau juga dapat disebut banjir bandang. 2. Longsoran Biasanya material longsoran bergerak lamban dengan bekas atau gawir longsoran berbentuk tapal kuda. Jenis longsoran antara lain berupa nendatan yang diikuti oleh rekahan, retakan dan belahan. Apabila gerakannya sangat lamban disebut rayapan. Jenis longsorlahan seperti ini terjadi di Cianjur Selatan, Tomo Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Longsorlahan biasanya akan berbentuk tapal kuda dan membentuk gawir. a. Aliran tanah Jenis aliran tanah (earthflow) merupakan gerakan material lepas yang relatif lambat dan membentuk gawir. 2. Runtuhan Material longsoran bergerak sangat sangat cepat. Material longsorlahan berupa batu yang runtuh dari tebing tegak atau hampir tegak. Biasanya terjadi pada penggalian batu, tebing pantai yang curam, tebing jalan dan lain-lain 3. Amblesan Terjadinya sebagai akibat penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pengikisan dan pelarutan di daerah batu gamping serta pada proses pemadatan tanah. Kecepatan gerakan dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi.
6 11 4. Majemuk Merupakan perkembangan gerakan runtuhan atau longsoran menjadi aliran material longsoran. Gambar 2.1. Tipe - tipe tanah longsor (Sutikno, 2000) a. Slump, terjadi karena bentuk lereng terlalu curam. b. Debris, pergerakan massa tanah/bahan lepas yang dipicu oleh adanya lapisan dibawahnya yang berfungsi sebagai bidang gelincir terutama saat hujan. c. Rock slide, terjadi karena adanya rekahan dan proses pelapukan pada batuan. d. Rock fall, massa tanah/bahan lepas jatuhan.
7 12 E. Bahaya Longsorlahan Bahaya merupakan suatu peristiwa yang mengancam atau probabilities kejadian dari fenomena yang secara potensial merusak dalam periode waktu dan tempat yang tertentu, sedang risiko adalah mengasumsikan kerugian atau kehilangan (jiwa, korban, luka-luka, harta benda dan aktifitas ekonomi) yang disebabkan bahaya khusus dalam suatu wilayah selama periode waktu tertentu (Melching, 1999 dalam Suwarno, 2004). Longsorlahan dapat dikatakan sebagai bencana apabila telah memberikan gangguan yang sangat serius dari berfungsinya satu masyarakat, yang menyebabkan kerugian kerugian terhadap jiwa (manusia), harta-benda (properti), dan lingkungannya, yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa bencana tersebut untuk menanggulanginya hanya dengan sumber - sumber daya masyarakat itu sendiri (Imam Sadisun, 2006). Bahaya longsorlahan timbul sesuai durasi dan kuantitas curah hujan, hasil evaluasi dari seringnya tingkat kejadian tanah longsor disuatu daerah, dan kesamaan tipologi antara daerah yang satu dengan yang lainnya (Abdurahman Wafi dkk; 2009). F. Karakteristik Satuan Bentuk Lahan untuk Kreteria Bahaya Longsorlahan 1. Kemiringan lereng Kondisi lereng sangat berpengaruh terhadap kejadian longsorlahan, semakin tinggi, terjal kemiringannya maka semakin tinggi berpotensi untuk terjadinya longsorlahan dan kemiringan lereng juga dapat mencerminkan dimana
8 13 material longsorlahan itu dapat berhenti (Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012). 2. Tekstur Tanah Tekstur tanah dapat diidentifikasikan sebagai penampilan visual suatu tanah berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tertentu. Partikel partikel tanah yang besar dengan beberapa partikel kecil akan terlihat kasar atau disebut tanah yang bertekstur kasar. Gabungan partikel yang lebih kecil akan memberikan bahan yang bertekstur sedang, dan gabungan partikel yang berbutir halus akan menghasilkan tanah yang bertekstur halus. Dapat diamati pula bahwa bahan bahan berbutir halus dapat dapat memberikan tekstur yang kasar, sehingga kita harus mengkaitkan pula tekstur ini dengan keadaan partikel partikel tanah itu.tekstur yang berdasarkan penampilan visual sering digunakan dalam klasifikasi tanah untuk bahan bahan tak-kohesif seperti pasir kasar, pasir dan kerikil agak kasar, pasir halus, dan sebagainya. Tekstur tidak dugunakan untuk tanah kohesif, karena keadaan tanahmerupakan suatu faktor dalam penentuan tekstur ( bongkahan dapat dihancurkan) (Joseph Bowles dan Johan Hainim,1993). 3. Solum Tanah Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Solum tanah adalah bagian dari profil tanah yang terbentuk akiat proses pembentukan tanah (horison A dan B), semakin tebal horison tanah, maka semakin banyak air yang dapat masuk ke dalam tanah dan semakin berpotensi untuk terjadinya longsorlahan.
9 14 4. Kedalaman pelapukan Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Kedalaman pelapukan merupakan kedalaman lapisan tak padu. Semakin dalam lapisan pelapukan, maka semakin banyak air yang dapat meresap ke dalam perlapisan batuan, sehingga semakin banyak air yang dapat tersimpan ke dalam perlapisan batuan, maka semakin besar berpotensi untuk longsorlahan. 5. Permeabilitas Tanah Kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori adalah suatu sifat teknis yang disebut permeabilitas. Untuk masalah geoteknik, Fluida itu adalah air dan medium yang berpori adalah massa tanah. Setiap bahan yang memiliki rongga disebut berpori, dan apabila rongga tersebut saling berhubungan maka ia akan memiliki sifat permeabilitas. Jadi, batuan, beton, tanah, dan banyak bahan lainnya kesemuanya merupakan bahan yang berpori dan permeabel (tembus air), bahan dengan rongga yang lebih besar biasanya mempunyai angka pori yang lebih besar pula, dan karena itu tanah yang sangat padat sekalipun akan lebih permeabel daripada bahan seperti batuan dan beton. Bahan seperti lempung dan lanau didalam deposit, alamiah mempunyai nilai porositas (angka pori) yang besar, tetapi hampir tidak permiabel (tidak tembus air ), terutama karena rongganya berukuran sangat kecil, walaupun faktor lain ikut mempengaruhinya. Istilah porositas n dan angka pori e digunakan untuk menjelaskan tentang rongga didalam suatu massa tanah (Joseph Bowles dan Johan Hainim, 1993).
10 15 6. Dinding Terjal Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Dinding terjal (>45%) akan mengakibatkan ketidaksinambungan struktur dan pelapisan batuan serta kelandaian bidang permukaan berkurang, hal ini akan dapat mengurangi tekanan geser akan memudahkan longsorlahan terjadi. 7. Torehan Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Torehan dapat dilihat dari banyak sedikitnya alur alur yang merupakan tempat akumulasi dari aliran permukaan. Banyaknya torehan mencerminkan tingginya proses erosi di daerah tersebut, semakin banyak torehan maka erosinya tinggi maka dapat menyebabkan mudah terjadinya lonsorlahan. 8. Penggunaan Lahan Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Penggunaan lahan mencerminkan aktivitas dan tata air di wilayah tersebut dan akan mempengaruhi kondisi tanah dan batuan di wilayah tersebut dan berpengaruh terhadap kejadian longsorlahan. 9. Struktur Perlapisan Batuan Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Struktur batuan mencerminkan besar kecilnya kemiringan batuan terhadap bidang datar, sehingga semakin besar kemiringan batuan maka semakin rentan suatu daerah terhadap longsorlahan. Struktur batuan dapat diukur langsung di lapangan dengan batasan batasan tertentu.
11 16 G. Daerah Aliran Sungai (Dedy Leony, 2013) Daerah Aliran Sungai adalah suatu areal dari lahan, yang saluran-salurannya menuju ke danau atau sungai. Daerah aliran sungai (DAS) dibatasi (dikelilingi) oleh garis ketinggian dimana setiap air yang jatuh di permukaan tanah akan dialirkan melalui satu outlet. DAS merupakan suatu gabungan sejumlah sumber daya darat, yang saling berkaitan dalam suatu hubungan saling tindak (interaction) atau saling tukar (interchange). DAS dapat disebut suatu sistem dan tiap-tiap sumberdaya penyusunnya menjadi anaksistemnya (subsystem), atau anasirnya (component). Kalau kita menerima DAS sebagai suatu sistem maka ini berarti, bahwa sifat dan kelakuan DAS ditentukan bersama oleh sifat dan kelakuan semua anasirnya secara terpadu. H. Penelitian yang Relevan Suwarno 2004 melalukan penelitian bertujuan untuk mempelajari, bahaya dan mengetahui agihan tingkat bahaya longsorlahan di daerah Kec. Gumelar, Kab. Banyumas. Metode yang digunakan adalah Survei lapangan dan Analisa laboratorium, data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik medan. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Satuan medan dipakai sebagai satuan analisis dan satuan pemetaan. Satuan medan disusun berdasarkan peta satuan bentuklahan, dan peta lereng. Kelas bahaya longsorlahan diperoleh dengan cara pengharkatan dari parameter medan dan dikelaskan menjadi beberapa kelas, yaitu: tidak bahaya, bahaya rendah, bahaya sedang, bahaya tinggi, dan bahaya sangat tinggi. Penelitian
12 17 menghasilkan 10 satuan medan di daerah penelitian, dan kelas bahayanya terdiri dari bahaya rendah 1 satuan medan, bahaya sedang 2 satuan medan, bahaya tinggi 6 satuan medan, bahaya sangat tinggi 1 satuan medan. Suwarno dan Esti Sarjanti 2007 melalukan penelitian bertujuan untuk mempelajari, klasifikasi dan mengetahui agihan kelas bahaya longsorlahan di daerah Kec. Somagede, Kab. Banyumas. Metode yang digunakan adalah Survei lapangan dan Analisa laboratorium, data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik land unit. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Land unit dipakai sebagai satuan analisis dan satuan pemetaan. Land unit disusun berdasarkan peta satuan bentuklahan, dan peta lereng. Cara mengetahui kelas bahaya longsorlahan dilakukan dengan cara pengharkatan dari parameter land unit dan dikelaskan menjadi beberapa kelas, yaitu: tidak bahaya, bahaya rendah, bahaya sedang, bahaya tinggi, sampai bahaya sangat tinggi.hasil penelitian menunjukan bahwa ada 5 land unit di daerah penelitian, dan kelas bahayanya terdiri dari tidak bahaya: 1 land unit, bahaya rendah: 1 land unit, bahaya sedang: 2 land unit, bahaya tinggi: 1 land unit.perbedaan penelitian terdahulu dengan peneliti tersaji pada Tabel 2.1 berikut ini.
13 18
14 18 16 Tabel 2.1 Perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya Peneliti/ tahun Tujuan Metode Hasil Suwarno,(2004) Untuk : 1. Mempelajari, mengklarifikasikan tingkat bahaya longsorlahan di daerah penelitian. 2. Mengetahui agihan dari kelas bahaya longsorlahan di daerah penelitian. Survei lapangan, analisis laboratorium. Pengambilan sampel : Purposive sampling.metode analisis : Diskripsi kualitatif, menggunakan analisis keruangan. Menghasilkan 10 satuan medan di daerah penelitian, dan kelas bahayanya terdiri dari bahaya rendah 1 satuan medan, bahaya sedang 2 satuan medan, bahaya tinggi 6 satuan medan, bahaya sangat tinggi 1 satuan medan. Suwarno dan Esti Sarjanti, (2007) Untuk: 1. Mempelajari karakteristik Land Unit yang berpengaruh terhadap tingkat bahaya longsorlahan di daerah penelitian, 2. Memepelajari, mengklarifikasikan tingkat bahaya longsorlahan pada daerah penelitian, 3. Mengetahui agihandari tingkat bahaya longsorlahan di daerah penelitian. Survei lapangan,analisis laboratorium. Pengambilan sampel : Purposive sampling. Metode analisis : Diskripsi kualitatif, menggunakan analisis keruangan. Penelitian menunjukan ada 5 land unit di daerah penelitian, dan kelas bahayanya terdiri dari tidak bahaya 1 land unit, bahaya rendah 1 land unit, bahaya sedang 2 land unit, bahaya tinggi 1 land unit. Peneliti, (2014) Untuk : Mengetahui kelas bahaya longsorlahan di DAS Logawa. Survei lapangan, analisis laboratorium, dan analisis keruangan. Pengambilan sampel :
15 17 insidental sampling. Metode analisis : Diskripsi kualitatif, menggunakan analisis keruangan. Sumber : Suwarno, 2004; Suwarno dan Esti Sarjanti, 2007; Peneliti, 2014.
16 19 I. Landasan Teori Berdasarkan telaah pustaka tersebut diatas maka dapat disusun landasan teori berikut ini. Pada prisipnya longsorlahan terjadi apabila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan. Gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban, dan berat jenis tanah dan batuan, sedangkan gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Faktor pendorong yang dapat menyebabkan terjadinya longsorlahan sebagai berikut: 1. Solum Tanah 2. Banyaknyadinding terjal 3. Torehan 4. Penggunaan lahan 5. Kerapatan vegetasi 6. Kemiringan Lereng 7. Tekstur tanah 8. Permeabilitas tanah 9. KedalamanPelapukan Proses terjadinya longsorlahan dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: air meresap ke dalam tanah sehingga menambah bobot tanah, air menembus sampai ke lapisan kedap yang berperan sebagai bidang gelincir, kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya bergerak mengikuti lereng dan keluar dari lereng. Pada umumnya kawasan rawan bencana longsor
17 20 merupakan kawasan dengan curah hujan rata-rata yang tinggi (di atas 2500 mm/tahun), kemiringan lereng yang curam (lebih dari 40%), dan/atau kawasan rawan gempa. Pada kawasan ini sering dijumpai alur air dan mata air yang umumnya berada di lembah-lembah yang subur dekat dengan sungai. Sebagian besar bidang luncur longsoran dijumpai di horisonatau lapisan B, selain diantara lapisan C dan R (rock). Longsorlahan berpotensi bencana apabila telah memberikan gangguan yang sangat serius dari berfungsinya satu masyarakat, yang menyebabkan kerugian kerugian terhadap jiwa (manusia), harta-benda (properti),dan lingkungannya,yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa bencana tersebut untuk menanggulanginya hanya dengan sumber-sumber daya masyarakat itu sendiri. Sungai Logawa merupakan salah satu Sungai yang berada di Kabupaten Banyumas, panjang Sungai Logawa berkisar 25 km. Daerah pengaliran Sungai Logawa secara administrasipemerintahan meliputi kecamatan: Kedungbanteng, Karanglewas, dan Patikraja. Secara geografis daerah pengaliran Sungai Logawa mengalir dari utara (puncak Gunung Slamet) menuju ke selatan (bermuara di Sungai Serayu). Wilayah tersebut terletak pada sampai Bujur Timur dan 7 10 sampai 7 25 Lintang Selatan, meliputi luas wilayah Sub-DAS seluas , 83 ha. Secara keseluruhan Sungai Logawa mengalami degradasi (erosi lebihbesar dari sedimentasi), sehingga perlu dilakukan upayaupaya pengendalian eksploitasi di alur Sungai. Berdasarkan landasan teori diatas dapat disusun kerangka pikir sebagai berikut pada Gambar 2.1.
18 21 KERANGKA PIKIR Bahaya Longsorlahan (Melching, 1999) Karakteristik Satuan Bentuk Lahan Parameter Kelas Bahaya Kemiringan Lereng Tekstur Tanah Solum Tanah Kedalaman Pelapukan Permeabilitas Tanah Dinding Terjal Penggunaan Lahan Torehan Solum Tanah Banyaknyadinding terjal Torehan Penggunaan lahan Kerapatan vegetasi Kemiringan Lereng Tekstur tanah Permeabilitas tanah Kedalaman Pelapukan Kelas Bahaya Peta Kelas Bahaya Longsor Lahan Di Sub-Das Logawa skala 1 : Gambar 2.2. Diagram alir Kerangka Pikir penelitian J. Hipotesis penelitian Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka dapat disusun hipotesis: bahaya longsorlahan di sub das logawa, lebih dari 50% masuk pada klas bahaya sedang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Fisik Tanah Perbandingan relatif antar partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur, yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Longsorlahan Gerakan tanah atau yang lebih umum dikenal dengan istilah Longsorlahan (landslide) adalah proses perpindahan matrial pembentuk lereng berupa suatu massa tanah dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Lahan Sitorus (1985) menjelaskan ada empat kelompok kualitas lahan utama : (a) Kualitas lahan ekologis yang berhubungan dengan kebutuhan tumbuhan seperti ketersediaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya
Lebih terperinciLongsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran
Lebih terperinciTANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa
AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bencana kebumian yang selalu terjadi di Indonesia, khususnya pada musim hujan. Longsorlahan sering terjadi pada daerah perbukitan
Lebih terperinciI. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya
I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia
Lebih terperinciKuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah
Kuliah ke 5 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah Bencana longsor adalah bencana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsorlahan Menurut Suripin (2002) dalam (Anjas. A, 2012) Longsor lahan merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu manusia tidak dapat dipisahkan oleh alam. Alam sangat berkaitan erat dengan
Lebih terperinciKAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO
Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong
Lebih terperinciDEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.
DEFINISI Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung. Rangers, 1975 : Proses yang terjadi dibawah pengaruh gravitasi tanpa adanya media transportasi / merupakan bagian dari turunnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Daya Pulih Daya pulih adalah pemulihan yang dapat diprediksi terdiri dari bagian yang dapat didefinisikan terjadi secara berurutan, pilihan dan keputusan ditentukan oleh nilai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Gerakan tanah adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula dikarenakan pengaruh gravitasi, arus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki daerah dengan potensi gerakan massa yang tinggi. Salah satu kecamatan di Banjarnegara,
Lebih terperinciL O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO
L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO Peristilahan & Pengertian Longsor = digunakan untuk ketiga istilah berikut : Landslide = tanah longsor Mass movement = gerakan massa Mass wasting = susut massa Pengertian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah
TINJAUAN PUSTAKA Longsor Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat
Lebih terperinciKAJIAN PENILAIAN BAHAYA TANAH LONGSOR PROVINSI SUMATERA UTARA
KAJIAN PENILAIAN BAHAYA TANAH LONGSOR PROVINSI SUMATERA UTARA Lilik Kurniawan Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan, Wilayah dan Mitigasi bencana BPPT Abstract Landslide assessment is the process by which decision-makers
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat proses geologi yang siklus kejadiannya mulai dari sekala beberapa tahun hingga beberapa
Lebih terperinciPEDOMAN PENATAAN RUANG
PEDOMAN PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO.22/PRT/M/2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG PEDOMAN PENATAAN RUANG KAWASAN REKLAMASI
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran
K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Definisi Longsor Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama dan terjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Longsor 2.1.1 Definisi Tanah Longsor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan bahwa tanah longsor bisa disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan
Lebih terperinci1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Bendan merupakan daerah perbukitan yang terletak di daerah Semarang Utara Propinsi Jawa Tengah arteri Tol Jatingaleh Krapyak seksi A menurut Peta Geologi
Lebih terperinciBencana Benc Longsor AY 11
Bencana Longsor AY 11 Definisi TANAH LONGSOR; merupakan salah lh satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lerengyang menyebabkanbergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palopo merupakan kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah ditetapkan sebagai kota otonom berdasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Mamasa
Lebih terperinciLANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006
LANDSLIDE OCCURRENCE, 4 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA 6 Maret 4, Tinggi Moncong, Gowa, Sulawesi Selatan juta m debris, orang meninggal, rumah rusak, Ha lahan pertanian rusak
Lebih terperinciGERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA
GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga
Lebih terperinciGERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT
GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS A. Pengertian Persebaran Permukiaman Menurut N. Daldjoeni (1986:50), Pesebaran adalah menggerombol atau saling menjauhinya antara yang satu dengan yang lain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,
Lebih terperinciBAB 8. Gerakan Tanah
BAB 8 Gerakan Tanah A. Pengertian Gerakan Tanah Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, datar, atau miring dari kedudukannya semula, yang terjadi bila ada gangguan kesetimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam penggunaan lahan. Lahan juga diartikan sebagai Permukaan daratan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penggunaan Lahan Menurut Purwowidodo (1983) lahan mempunyai pengertian: Suatu lingkungan fisik yang mencakup seperti iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di Indonesia, kejadian longsor merupakan bencana alam yang sering terjadi. Beberapa contoh kejadian yang terpublikasi adalah longsor di daerah Ciregol, Kabupaten
Lebih terperinciBENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA
BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA Disampaikan pada Workshop Mitigasi dan Penanganan Gerakan Tanah di Indonesia 24 Januari 2008 oleh: Gatot M Soedradjat PUSAT VULKANOLOGI DAN MITIGASI BENCANA GEOLOGI Jln.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang
Lebih terperinciBENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT
BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Suranta Sari Bencana gerakan tanah terjadi beberapa
Lebih terperinciFaktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi
Lebih terperinciBencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek
Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Oleh : Baba Barus Ketua PS Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan Sekolah Pasca Sarjana, IPB Diskusi Pakar "Bencana Berulang di Jabodetabek:
Lebih terperinciPemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan
Standar Nasional Indonesia Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan ICS 13.200 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses yang terjadi alami atau diawali oleh tindakan manusia dan menimbulkan risiko atau bahaya terhadap
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi,
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Pengertian Geografi Bintarto (1968: 11) mendefinisikan geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisis
Lebih terperinciPengenalan Gerakan Tanah
Pengenalan Gerakan Tanah PENDAHULUAN Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH
LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1452 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH I. PENDAHULUAN Keperluan informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara
Lebih terperinciBAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI
BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil
Lebih terperinciRISIKOBENCANA LONGSORLAHAN DISUB DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS
RISIKOBENCANA LONGSORLAHAN DISUB DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS Suwarno* dan Sutomo* Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Email: suwarnohadimulyono@gmail.com Abstrak Kejadian
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Sigar Bencah merupakan daerah perbukitan yang terletak di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah. Pada daerah ini terdapat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode
Lebih terperinciBAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG
1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana longsor lahan (landslide) merupakan salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Longsor lahan mengakibatkan berubahnya bentuk lahan juga
Lebih terperinciKEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta) KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berkembang dari masa ke masa, konsekuensinya kebutuhan primer semakin bertambah terutama pangan. Krisis pangan saat ini sedang dialami
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor Longsor adalah gerakan tanah atau batuan ke bawah lereng karena pengaruh gravitasi tanpa bantuan langsung dari media lain seperti air, angin atau
Lebih terperinciIdentifikasi Daerah Rawan Longsor
Identifikasi Daerah Rawan Longsor Oleh : Idung Risdiyanto Longsor dan erosi adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air,
Lebih terperinciPOTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah Wasior terletak di Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi
Lebih terperinciDISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.
DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah. Disusun Oleh : 1. Luh Juita Amare Putri 22020112120009 2. Meiriza Ida W.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lereng dan Kategorinya Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan tidak terlindungi (Das 1985). Lereng
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal
8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Longsor dalam kajian Geografi Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal dari bahasa Yunani Geographia yang
Lebih terperinciWORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH
Usaha Pemahaman terhadap Stabilitas Lereng dan Longsoran sebagai Langkah Awal dalam Mitigasi Bencana Longsoran Imam A. Sadisun* * Departmen Teknik Geologi - Institut Teknologi Bandung * Pusat Mitigasi
Lebih terperinciBAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN
BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini
Lebih terperinciANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR
ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR M a r w a n t o Jurusan Teknik Sipil STTNAS Yogyakarta email : marwantokotagede@gmail.com Abstrak Kejadian longsoran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian
Lebih terperinciGambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Banjir
9 II TINJAUAN PUSTAKA Banjir Hujan yang jatuh ke bumi akan mengalami proses intersepsi, infiltrasi dan perkolasi. Sebagian hujan yang diintersepsi oleh tajuk tanaman menguap, sebagian mencapai tanah dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah dengan bentangan Utara ke Selatan 34,375 Km dan Timur ke Barat 43,437 Km. kabupaten Temanggung secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar
Lebih terperincipenghidupan masyarakat (Risdianto, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
Lebih terperinciPERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA RUAS JALAN TENGGARONG SEBERANG KM 10 KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG
PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA RUAS JALAN TENGGARONG SEBERANG KM 10 KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG 1.1 Latar Belakang JUMRI BAB I PENDAHULUAN Tenggarong Seberang merupakan pemekaran dari Tenggarong
Lebih terperinci