ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR AGRICULTURE, FORESTRY AND OTHER LAND USE (AFOLU) DI PROVINSI RIAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR AGRICULTURE, FORESTRY AND OTHER LAND USE (AFOLU) DI PROVINSI RIAU"

Transkripsi

1 ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR AGRICULTURE, FORESTRY AND OTHER LAND USE (AFOLU) DI PROVINSI RIAU THE ANALYSIS OF GREENHOUSE GASES EMISSION ON AGRICULTURE, FORESTRY AND OTHER LAND USE (AFOLU) SECTOR IN RIAU PROVINCE Suwondo Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau, Pekanbaru ) ABSTRACT Greenhouse Gases Emission (GHG) were the main cause of global climate change that have consequences to increase the earth temperatur. The main greenhouse gases in Riau Province were CH 4, CO 2, N 2O, NO x dan CO, that were resulted by human activity. The main sourches of greenhouse gases emission were Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU) Sector. The analysis of greenhouse gas emission on AFOLU sector was conducted on marchseptember The study was conducted using survey method and the data collection was done using technical documentation. The level of emission was determined using Intergovermental Panel Cilmate Change (IPCC, 2006) formulations. The total emission was calculated based on data activity and factor emission and then the data has been analyzed descriptively. The result showed the level of CO 2 eq emission on Agriculture sector from livestock activity in Enteric Fermentation GgCO 2 /year, and Manure Management GgCO 2 /year. CO 2 emission from biomass burning, urea and liming application 1012,540 GgCO 2 /year and CO 2 eq 1994,997 GgCO 2/year (0,002 GtCO 2/ year). CO 2 emission on Forestry and Other Land Use sector ,166 GgCO 2/year (0,2714 GtCO 2/year). Total CO 2eq emission overall on AFOLU sector 0,2738 GtCO 2 /year in Riau Province. Keywords: GHG, Agriculture, Forestry, Land ABSTRAK Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim global yang berakibat pada kenaikan suhu bumi. GRK utama antara lain CO 2, CH 4, N 2 O, NO x dan CO yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia. Sumber emisi utama di Provinsi Riau berasal dari sektor Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU). Sehingga perlu dilakukan analisis tingkat emisi GRK sektor AFOLU yang dilaksanakan pada bulan MaretSeptember Penelitian dilaksanakan dengan metode survey dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi. Perhitungan tingkat emisi menggunakan formulasi yang mengacu pada Intergovermental Panel Cilmate Change (IPCC, 2006), dimana jumlah emisi merupakan hasil perkalian data aktivitas dengan faktor emisi. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat emisi sektor Agriculture CO 2 eq dari aktivitas peternakan pada fermentasi enterik sebesar GgCO 2/tahun dan pengelelolaan kotoran ternak sebesar GgCO 2/tahun. Tingkat emisi CO 2 dari aktivitas pembakaran biomassa, pemupukan dan penggunaan kapur pada sektor pertanian sebesar 1012,540 GgCO 2 /tahun dan CO 2 eq sebesar 1994,997 GgCO 2 /tahun (0,002 GtCO 2 /tahun). Pada sektor kehutanan dan perubahan penggunaan lahan sebesar ,166 GgCO 2 /tahun (0,2714 GtCO 2 /tahun). Sehingga total emisi CO 2 eq sektor AFOLU di Provinsi Riau sebesar 0,2738 GtCO 2/tahun. Kata Kunci: GRK, Pertanian, Kehutanan, Lahan 595

2 Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 SEMIRATA PENDAHULUAN Perubahan iklim merupakan isu global yang disebabkan oleh meningkatnya gasgas seperti Carbon dioxide (CO 2 ), Methane (CH 4 ), Nitrous oxide (N 2 O), Chlorofluorocarbons (CFCs) dan Volatile Organic Compounds (VOCs) yang dihasilkan dari aktifitas penggunaan energi dan perubahan fungsi lahan (deforestasi). Meningkatnya konsentrasi beberapa jenis gas ini di atmosfer bumi tersebut menyebabkan penyerapan energi matahari dan refleksi panas matahari menjadi semakin tinggi. Kondisi ini akan meningkatkan suhu udara di bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim. Peningkatan ratarata suhu global dunia berkisar antara 0.6 ± 0,2 ºC sejak akhir abad 19 (IPCC, 2007). Aktifitas alih fungsi lahan khususnya areal hutan menjadi areal pertanian, perkebunan, pemukiman merupakan penyebab terjadinya peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK). Perubahan yang terjadi bersifat kompleks dan mempunyai umpan balik pada perubahan sejumlah variabel yang mempengaruhi GRK. Perubahan hutan alam menjadi lahan pertanian akan mengubah daerah albedo cahaya matahari yang sampai ke bumi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan suhu, terutama pada daerah trofis yang semakin panas (Chapin et al., 2005; Feddema et al., 2005 dalam Suwondo et al., 2008). Selain itu, hilangnya vegetasi mempengaruhi siklus karbon, dimana kemampuan penyerapan CO2 dalam proses fotosintesis mengalami penurunan yang mengakibatkan berkurangnya biomasa dan karbon tanah (Gitz dan Ciais, 2003; Canadell et al., 2004; Levy et al., 2004 dalam Suwondo et al., 2008). Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26 % (0,767 GtCO 2e) dengan upaya sendiri, serta 41% (1,210 GtCO 2e) dengan dukungan internasional. Total proyeksi penurunan emisi skala Business as Usual (BAU) sebesar 2.95 GtCO 2 e pada Tahun 2020 (Bappenas,2011). Sedangkan tingkat emisi proyeksi berdasarkan BAU seluruh sektor di Provinsi Riau pada Tahun 2020 sekitar 0,41 GtCO 2e (Bappeda, 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka Provinsi Riau memberikan kontribusi emisi sebesar 13,93% dari total emisi nasional. Kontribusi yang sangat besar terhadap emisi GRK berasal dari lahan gambut yang mencapai luas sebesar 3,2 juta hektar (SRAP Riau, 2012). Tingkat emisi GRK pada lahan gambut pada Tahun mencapai 0,292 GtCO 2 atau sekitar 15% dari emisi lahan gambut nasional Tahun Kebakaran tidak terkontrol dan terkontrol berkontribusi sekitar 41%, oksidasi gambut 36% dan kehilangan biomassa 23% dari total emisi (Bapenas, 2011). Laju deforestasi hutan alam berlangsung sangat cepat di Provinsi Riau. Selama kurun waktu 10 tahun ( ) kehilangan tutupan hutan alam dari luas ha pada tahun 1990 menjadi seluas ha pada tahun 2000 sehingga terjadi deforestasi seluas ha. Sedangkan luas akumulasi tutupan hutan alam yang hilang dari tahun 1990 sampai dengan 2011 mencapai ha baik di kawasan gambut maupun bukan gambut (SRAP Riau, 2012). Penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan sektor kehutanan merupakan salah satu sektor penting yang dipertimbangkan dalam penyusunan inventarisasi gas rumah kaca. Sektor ini memainkan peran penting dalam siklus karbon, karena sebagian besar dari pertukaran karbon antara atmosfer dan biosfer terjadi pada ekosistem hutan. Status dan pengelolaan hutan akan menentukan apakah biosfer darat merupakan rosot (sink) karbon. Berdasarkan kondisi tersebut, kegiatan analisis emisi GRK pada sektor Pertanian, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan (AFOLU) penting untuk dilakukan di 596

3 Provinsi Riau. Emisi GRK dari sektor pertanian di duga berasal dari emisi: (1) Metan (CH 4 ) dari budidaya padi sawah; (2) Karbondioksida (CO 2 ) karena penambahan bahan kapur dan pupuk urea; (3) Dinitrogen oksida (N 2 O) dari tanah, termasuk emisi N 2 O tidak langsung dari penambahan N ke tanah karena penguapan/pengendapan dan pencucian dan (4) nonco 2 dari biomas yang dibakar pada aktivitas pertanian. Sedangkan emisi aktivitas peternakan berasal dari emisi metan melalui fermentasi enterik ternak dan dinitro oksida yang dihasilkan dari pengelolaan kotoran ternak. Analisis tingkat emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Riau Agriculture, Forestry And Other Land Use (AFOLU) diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Riau. Sehingga dapat memberikan kontribusi untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam penurunan emisi gas rumah kaca pada program Rencana Aksi Daerah (RADGKR) dan Rencana Aksi Nasional (RANGRK). METODE PENELITIAN Metode perhitungan GRK berpedoman pada IPCC (2006) dengan menggunakan metode sederhana Tier 1 yang didasarkan pada default faktor emisi serapan global atau regional dan Tier 2 metode berdasarkan faktor emisi serapan lokal. Sedangkan Tier 3 metode yang melibatkan pemodelan lebih rinci atau pendekatan berbasis inventarisasi masih terbatas digunakan beberapa karakteristik lahan. Pengumpulan data untuk perhitungan emisi Gas Rumah Kaca dari sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (AFOLU) dilakukan dengan menggunakan metode survei dan dokumentasi dari berbagai sumber yang dilaksanakan pada bulan Maret Agustus Data aktivitas yang diperlukan antara lain luas tanam, luas panen, jenis tanah, jumlah hewan ternak, penggunaan pupuk dan batu kapur/dolomit, luas alih fungsi lahan dan sebagainya. Selain itu, diperlukan data hasil penelitian seperti dosis pupuk dan kapur pertanian. Data aktivitas tersebut diperoleh dari berbagai sumber antara lain: statistik pertanian, Biro Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan. Sedangkan untuk data yang tidak tersedia diperoleh melalui berbagai teknik yang umum digunakan untuk melengkapi seri data dengan menggunakan metode antara lain: (1) overlap; (2) data surrogate; (3) interpolasi dan (4) ekstrapolasi tren. Perhitungan emisi/serapan GRK dilakukan melalui perkalian antara informasi aktivitas manusia dalam jangka waktu tertentu (data aktivitas, DA) dengan emisi/serapan per unit aktivitas (faktor emisi/serapan, FE) (KLH, 2012). Emisi dan serapan GRK dari sektor AFOLU pada suatu ekosistem lahan berasal dari perubahan stok karbon dari pada pool karbon dan dari emisi nonco 2 berbagai sumber termasuk pembakaran biomassa, tanah, fermentasi enterik ternak, dan pengelolaan kotoran ternak (manure). Perhitungan Emisi GRK dari sektor Pertanian di Provinsi Riau dilakukan berdasarkan data aktivitas sektor pertanian yang diperoleh dari BPS, Dinas Pertanian serta hasil interpretasi Citra Landsat Tahun Emisi GRK dari sektor peternakan dihitung dari emisi metan (CH4) yang berasal dari fermentasi enterik ternak serta emisi metan dan dinitro oksida yang dihasilkan dari pengelolaan kotoran ternak. Emisi CO 2 dari peternakan tidak diperkirakan (emisi CO 2 diasumsikan nol) karena CO 2 yang diserap oleh tanaman melalui fotosintesis dikembalikan ke atmosfer sebagai CO 2 melalui respirasi. Tingkat emisi aktivitas kehutanan memerlukan data aktivitas dan faktor emisi untuk kategorikategori penggunaan lahan, tampungan karbon dan gas nonco 2. Data 597

4 Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 SEMIRATA aktivitas luas lahan hutan diperoleh dari peta Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011 (Kemenhut, 2012) dan interpretasi citra Landsat TM/ETM_+ tahun 2009 dan Peta Tutupan Lahan tahun 2006 dan 2009 ini berasal dari kegiatan pengolahan citra satelit (LANDSAT 7 ETM +) Badan Planologi Kementrian Kehutanan. Klasifikasi tutupan hutan terdiri dari 7 kelas antara lain : Hutan Lahan Kering Primer, Hutan Lahan Kering Sekunder, Hutan Rawa Primer, Hutan Rawa Sekunder, Hutan Mangrov Primer, Hutan Mangrove Skunder dan Hutan Tanaman. Faktor emisi dan serapan yang akan menentukan keandalan emisi dan serapan GRK adalah kenaikan biomassa tahunan (riap) dan biomassa atas permukaan hutan. Data tingkat emisi dari hasil perhitungan masingmasing sektor ditampilkan dalam bentuk tabel, selanjutnya dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan emisi GRK yang dihasilkan sektor peternakan di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Emisi CO 2 eq Sektor Peternakan di Provinsi Riau (Gg) Net CO2 Emissions emissions / removals CH4 N2O CO2eq A.1 Enteric Fermentation A.1.a Cattle A.1.a.i Dairy Cows A.1.a.ii Other Cattle A.1.b Buffalo A.1.c Sheep A.1.d Goats A.1.e Camels A.1.f Horses A.1.g Mules and Asses A.1.h Swine A.1.j Other (please specify) A.2 Manure Management A.2.a Cattle A.2.a.i Dairy cows A.2.a.ii Other cattle A.2.b Buffalo A.2.c Sheep A.2.d Goats A.2.e Camels A.2.f Horses A.2.g Mules and Asses A.2.h Swine A.2.i Poultry A.2.j Other (please specify) Dari Tabel 1 diketahui tingkat emisi CO 2 eq dari aktivitas peternakan relatif kecil, dari fermentasi enteric (Enteric Fermentation) sebesar GgCO 2 /tahun dan 598

5 pengelelolaan kotoran ternak (Manure Management) sebesar GgCO 2/tahun. Hasil tersebut berasal dari emisi metan (CH 4 ) sebesar 10,759 GgCH 4 yang diperleh dari aktivitas fermentasi enterik (Enteric Fermentation) dan pengelolaan kotoran ternak (Manure Management). Sedangkan jumlah emisi N 2O dari pengelolaan kotoran ternak (Manure Management) adalah 0,493 GgN 2 O. ada aktivitas pertanian tingkat emisi CO 2 eq di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Emisi CO 2 eq Dari Aktivitas Pertanian di Provinsi Riau C Aggregate sources and nonco2 emissions sources on land (2) C.1 Emissions from biomass burning C.1.a Biomass burning in forest lands C.1.b Biomass burning in croplands C.1.c Biomass burning in grasslands C.1.d Biomass burning in all other land C.2 Liming C.3 Urea application C.4 Direct N2O Emissions from managed soils (3) C.5 Indirect N2O Emissions from managed soils C.6 Indirect N2O Emissions from manure management C.7 Rice cultivations C.8 Other (please specify) (Gg) Net CO2 Emissions emissions / removals CH4 N2O NOx CO CO2eq 1012,540 3,783 2,913 0,065 4, ,997 0,276 0,008 0,065 4,225 8,321 0,222 0,007 0,052 3,393 6,681 0,026 0,001 0,006 0,398 0,783 0,028 0,001 0,007 0,435 0, , , , ,925 2, ,356 0, ,533 0,212 65,600 3,507 73,647 0,000 Dari Tabel 2 terlihat bahwa tingkat emisi GRK sektor pertanian relatif tinggi, hal ini berasal dari aktivitas pembakaran biomassa, pemupukan, penggunaan kapur dan aktivitas pertanian lainnya sebesar 1012,540 Gg CO 2 /tahun dan CO 2 eq 1994,997 Gg CO 2/tahun. Kondisi ini akan terus mengalami peningkatan bila penggunaan kapur pertanian dan pupuk urea semakin tinggi. Emisi CO 2 yang berasal dari aplikasi pemupukan urea dari berbagai subkategori antara lain perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao dan padi sebesar 542,924 GgCO 2/tahun. Untuk aktivitas perubahan lahan, hasil perhitungan tingkat emisi CO2eq dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Emisi CO2 dari Aktivitas Perubahan Lahan di Provinsi Riau (Gg) Net CO2 emissions / Emissions removals B Land 271, , B.1 Forest land B.1.a Forest land Remaining Forest 45, , , ,

6 Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 SEMIRATA land Net CO2 emissions / removals (Gg) Emissions B.1.b Land Converted to Forest land B.2 Cropland 178, , B.2.a Cropland Remaining Cropland 177, , B.2.b Land Converted to Cropland B.3 Grassland 12, , B.3.a Grassland Remaining 8, , Grassland B.3.b Land Converted to Grassland 3, , B.4 Wetlands 11, , B.4.a Wetlands Remaining Wetlands 10, , B.4.b Land Converted to Wetlands B.5 Settlements 1, , B.5.a Settlements Remaining Settlements 1, , B.5.b Land Converted to Settlements B.6 Other Land 22, , B.6.a Other land Remaining Other land 0.00 B.6.b Land Converted to Other land 22, , Dari Tabel 3 terlihat bahwa tingkat emisi CO 2 yang dihasilkan dari perubahan lahan hutan sebesar 45, GgCO 2/tahun. Sumber emisi berasal dari perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian (Crop Land) yang terjadi pada tanah mineral dan organik. Emisi CO 2 terjadi pada konversi penggunaan lahan lain (Other Land) menjadi lahan pertanian (Crop Land). Tingkat emisi CO 2 dari Perubahan lahan basah (Wet Land) sebesar ,91 Gg CO 2 /tahun dan CO 2 eq sebesar ,46 GgCO 2 /tahun. Sumber ini berasal dari konversi lahan gambut yang dikelola. Sementara konversi lahan (Land Converted) menjadi lahan basah (Wet Land) menghasilkan emisi CO 2 sebesar 543,65 GgCO 2 /tahun dan CO 2 eq sebesar 545,55 GgCO 2 /tahun. Tingkat emisi dari penggunaan lahan lain disebabkan oleh perubahan tahunan simpanan karbon dalam biomassa dan perubahan tahunan simpanan karbon di tanah mineral dan gambut. Emisi CO 2 yang berasal dari penggunaan lahan lainnya sebesar ,79 GgCO 2/tahun, kontribusi terbesar terjadi pada perubahan lahan hutan (Forest Land) menjadi berbagai peruntukan lahan lainnya (Other Land). Dengan demikian tingkat emisi dari aktivitas perubahan lahan masih memberikan kontribusi yang besar terhadap emisi GRK di Provinsi Riau. Secara keseluruhan tingkat emisi GRK sektor AFOLU di Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tingkat emisi sektor Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (AFOLU) Berdasarkan Jenis Gas Rumah Kaca Emissions (Gg) Net CO2 CH4 N2O Emission s CO2 eq CO2eq (Gton) 600

7 Agriculture, Forestry, and Other Land Use 0,2738 A Livestock 10,759 0,493 0,0004 B Land ,166 0,2714 C Aggregate sources and nonco2 emissions sources on land 1012,540 3,783 2,913 0,002 Dari Tabel 4 terlihat bahwa tingkat emisi CO 2 eq dari aktifitas AFOLU berasal dari aktifitas peternakan dan pertanian (livestock) sebesar 0,0004 GtCO 2 /tahun. Aktivitas perubahan lahan (land) menghasilkan emisi CO 2eq sebesar 0,2714 GtCO 2/tahun. Sedangkan agregat emisi CO2eq dari berbagai penggunaan lahan lainnya sebesar 0,002 GtCO 2 /tahun. Dengan demikian tingkat emisi CO 2 eq secara keseluruhan pada sektor AFOLU sebesar 0,2738 GtCO 2/tahun. Sehingga tingkat emisi dan serapan agregat GRK (GtCO 2 eq) masih tinggi di Provinsi Riau. KESIMPULAN DAN PROSPEK Tingkat emisi sektor pertanian CO2eq dari aktivitas peternakan pada fermentasi enterik sebesar GgCO2/tahun dan pengelelolaan kotoran ternak sebesar GgCO2/tahun. Tingkat emisi CO2 dari aktivitas pembakaran biomassa, pemupukan dan penggunaan kapur pada sektor pertanian sebesar 1012,540 GgCO2/tahun dan CO2eq sebesar 1994,997 GgCO2/tahun (0,002 GtCO2/tahun). Pada sektor kehutanan dan perubahan penggunaan lahan sebesar ,166 GgCO2/tahun (0,2714 GtCO2/tahun). Sehingga total emisi CO2eq sektor AFOLU di Provinsi Riau sebesar 0,2738 GtCO2/tahun. Sektor AFOLU memberikan kontribusi yang besar terhadap emisi GRK di Provinsi Riau. Sehingga hasil analisis tingkat emisi GRK dapat dijadikan data dasar (baseline) dalam merumuskan kebijakan untuk menentukan strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Provinsi Riau. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau dan Center for Climate Risk and Opportunity Management (CCROM) Institut Pertanian Bogor. Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan Inventory GRK Provinsi Riau pada Tahun 2013 yang difasilitasi oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia. DAFTAR PUSTAKA [1] Intergovermental Panel on Climate Change [IPCC] Climate Change : The Physical Science Basis. Summary for Policy Makers, Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovermental Panel on Climate Change. Paris, February [2] Suwondo. Suwarno, J, Adriman, Putuhena, J. Zainal, J, Riyadi, A Kerjasama Sektor Kehutanan Dalam Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca. Makalah : Perubahan Iklim Global. PSLIPB. Bogor [3] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [BAPPENAS] Strategy in Reducing CO2 Emission from Riau s Peat and Forest. Bappenas and British Council. Jakarta 601

8 Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 SEMIRATA [4] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah [BAPPEDA] Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Riau (RADGRK). Pemerintah Provinsi Riau. Pekanbaru [5] Intergovermental Panel on Climate Change [IPCC] IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Prepared by The National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES Japan. Tokyo [6] Kementerian Lingkungan Hidup [KLH] Panduan Inventori GHG sektor AFOLU. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup. 602

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

Ari Wibowo 1 1. Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Jalan Gunung Batu No. 5. Bogor, 16610,

Ari Wibowo 1 1. Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Jalan Gunung Batu No. 5. Bogor, 16610, APLIKASI IPCC GUIDELINE 2006 UNTUK PERHITUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA KEHUTANAN DI SUMATERA SELATAN (Application of IPCC Guideline 2006 for Estimation of Emission from Forestry Sector in South Sumatera)

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Asisten Deputi Urusan Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Asisten Deputi Urusan Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KEBIJAKAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & SISTEM INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL Sulistyowati Asisten Deputi Urusan Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer Jakarta, 26 Januari

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan ISSN : 085-787X Policy Daftar Isi Volume 4 No. Tahun 010 Profil Emisi Sektor Kehutanan

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

FENOMENA GAS RUMAH KACA

FENOMENA GAS RUMAH KACA FENOMENA GAS RUMAH KACA Oleh : Martono *) Abstrak Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun

Lebih terperinci

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Ari Wibowo ariwibowo61@yahoo.com PUSLITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEMINAR NASIONAL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost Andree Ekadinata dan Sonya Dewi PENGENALAN METODE OPPORTUNITY COST DALAM MEKANISME PENGURANGAN EMISI DARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah 1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan (UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH). Pengelolaan Sampah diatur melalui UU 18/2008 (berwawasan lingkungan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau

Lebih terperinci

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN Asef K. Hardjana dan Suryanto Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Dalam rangka persiapan pelaksanaan

Lebih terperinci

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim Balai Penelitian Kehutanan

Lebih terperinci

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan

Lebih terperinci

INVENTARISASI GAS RUMAH KACA SEKTOR KEHUTANAN. Gelar Teknologi Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009

INVENTARISASI GAS RUMAH KACA SEKTOR KEHUTANAN. Gelar Teknologi Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009 INVENTARISASI GAS RUMAH KACA SEKTOR KEHUTANAN Gelar Teknologi Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009 Latar Belakang LULUCF sbg sektor penting : Global 18%, Nasional 74% (INC) Laporan laporan,

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

MEMBANGUN INVENTARISASI GRK

MEMBANGUN INVENTARISASI GRK MEMBANGUN INVENTARISASI GRK INVENTARISASI GAS RUMAH KACA ADALAH KEGIATAN UNTUK MEMANTAU DAN MENGHITUNG TINGKAT DAN STATUS GRK DARI BERBAGAI SUMBER EMISI (SOURCE) DAN PENYERAPNYA (SINK) AKIBAT KEGIATAN

Lebih terperinci

Isi Paparan. REL Tanah Papua Tahun dari Sektor Kehutanan 6/22/ Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.

Isi Paparan. REL Tanah Papua Tahun dari Sektor Kehutanan 6/22/ Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4. Oleh: Task Force Pembangunan Rendah Emisi Provinsi Papua dan Papua Barat Isi Paparan 1. Pendahuluan REL Tanah Papua Tahun 2001-2020 dari Sektor Kehutanan 3. Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924; Email:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

KODEFIKASI RPI 17. Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

KODEFIKASI RPI 17. Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory) KODEFIKASI RPI 17 Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory) Lembar Pengesahan Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory) 745 Daftar Isi Lembar Pengesahan... 745 Daftar Isi...

Lebih terperinci

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1 Provinsi Kalimantan Timur 2014 REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Perubahan Iklim dan SFM Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009 Dengan menghitung emisi secara netto untuk tahun 2000, perbedaan perkiraan emisi DNPI dan SNC sekitar 8 persen Sekotr lain

Lebih terperinci

National Forest Monitoring System untuk mendukung REDD+ Indonesia

National Forest Monitoring System untuk mendukung REDD+ Indonesia National Forest Monitoring System untuk mendukung REDD+ Indonesia IMAN SANTOSA T. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Ditjen Planologi kehutanan Kementerian Kehutanan Workshop Sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

Perkiraan Sementara Emisi CO 2. di Kalimantan Tengah

Perkiraan Sementara Emisi CO 2. di Kalimantan Tengah B Perhitungan sederhana emisi CO 2 dari komponen deforestasi dan dekomposisi lahan gambut Desember, 2013 Perhitungan sederhana emisi CO 2 dari komponen deforestasi dan dekomposisi lahan gambut Penulis:

Lebih terperinci

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax: PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 Telp: 0274 4332389 Fax: 0274 488476 0 PROPOSAL PENGUKURAN CADANGAN KARBON DALAM SKEMA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

BABV. PENDEKATAN PENGUKURAN KEBERHASILAN RENCANA AKSI DAN SISTEM MONITORING

BABV. PENDEKATAN PENGUKURAN KEBERHASILAN RENCANA AKSI DAN SISTEM MONITORING BABV. PENDEKATAN PENGUKURAN KEBERHASILAN RENCANA AKSI DAN SISTEM MONITORING Sebagai suatu bahan negosiasi, aksi REDD+ mempunyai banyak isu yang terkait dengan lawas, skala spasial, pendekatan dan metode

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

UPAYA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI UNTUK PENURUNAN EMISI KARBON ( Development efforts of Plantation Forest for Carbon Emission Reduction)

UPAYA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI UNTUK PENURUNAN EMISI KARBON ( Development efforts of Plantation Forest for Carbon Emission Reduction) UPAYA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI UNTUK PENURUNAN EMISI KARBON ( Development efforts of Plantation Forest for Carbon Emission Reduction) Oleh/ By : Indartik, Nunung Parlinah dan Mega Lugina 1 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013

Sosialisasi Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Tahun 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagaimana diketahui bahwa Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan gasgas yang terdapat di atmosfer, yang berasal dari alam maupun antropogenik (akibat aktivitas manusia).

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Keenam sektor; Kehutanan, pertanian, pembangkit listrik, transportasi, bangunan dan semen bersama-sama dengan emisi yang berhubungan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

Inventarisasi GRK dan Mitigasi GRK. Prasetyadi Utomo Bidang Inventarisasi Gas Rumah Kaca Kementerian Lingkungan Hidup

Inventarisasi GRK dan Mitigasi GRK. Prasetyadi Utomo Bidang Inventarisasi Gas Rumah Kaca Kementerian Lingkungan Hidup Inventarisasi GRK dan Mitigasi GRK Prasetyadi Utomo Bidang Inventarisasi Gas Rumah Kaca Kementerian Lingkungan Hidup Jakarta, 29 Agustus 2013 Profil Emisi Gas Rumah Kaca Profil Emisi GRK Profil emisi adalah

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA DARI SEKTOR KEHUTANAN : METODE IPCC GUIDELINE

INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA DARI SEKTOR KEHUTANAN : METODE IPCC GUIDELINE INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA DARI SEKTOR KEHUTANAN : METODE IPCC GUIDELINE Inventory of Green Gas House Gasses Emission from Forestry Sector: IPCC Guideline Method Ari Wibowo Pusat Penelitian dan

Lebih terperinci

MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA 2004 Irmansyah Posted 4 June 2004 Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor June 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (penanggung

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM MINAPADI SEBAGAI UPAYA PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI PROVINSI JAMBI Yusma Damayanti Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kelapa Sawit Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 9 4. Hasil Pemodelan... 11 5. Referensi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

Estimasi hilangnya cadangan karbon di atas permukaan tanah akibat alihguna lahan di Indonesia (1990, 2000, 2005)

Estimasi hilangnya cadangan karbon di atas permukaan tanah akibat alihguna lahan di Indonesia (1990, 2000, 2005) BRIEF NO. 31 Estimasi hilangnya cadangan karbon di atas permukaan tanah akibat alihguna lahan di Indonesia (1990, 2000, 2005) Data aktivitas Faktor emisi Perubahan cadangan karbon tahunan pada skala bentang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci