BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. ilmuwan salah satunya adalah Bruner. Bruner dalam (Aisyah, N; (2008:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. ilmuwan salah satunya adalah Bruner. Bruner dalam (Aisyah, N; (2008:"

Transkripsi

1 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing a. Konsep Teori Belajar Bruner Teori belajar matematika telah dikemukakan oleh banyak ilmuwan salah satunya adalah Bruner. Bruner dalam (Aisyah, N; (2008: 48) mengemukakan bahwa belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Model penyajian teori belajar Bruner dalam (Aisyah, N; (2008:6) dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Model Tahap Enaktif Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau katakata. 2) Model Tahap Ikonik Dalam tahap ini kegiatan peny ajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. 3) Model Tahap Simbolis Dalam tahap ini bahasa pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. 6

2 7 Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa teori belajar Bruner yaitu belajar matematika adalah belajar konsep yang tersusun secara sistematis dari yang paling nyata hingga semu dan mencari keterkaitan antara konsep dan struktur matematika itu sendiri. b. Pengertian Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Belajar penemuan merupakan proses yang baik seperti yang disampaikan oleh Bruner dalam (Dahar, 2011: 79) yaitu belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Pendapat lain terhadap pengertian penemuan juga disampaikan oleh Aisyah, N (2008: 13) mengemukakan bahwa: metode penemuan adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan; sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan penemuan ini pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing adalah model yang dalam pembelajarannya guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk menemukan sebuah hasil belajar sendiri dengan dibimbing melalui

3 8 langkah-langkah sehingga siswa dapat menemukan intisari dari sebuah materi yang diajarkan. Manfaat belajar penemuan, menurut Aisyah, N; (2008: 13) adalah sebagai berikut: 1) Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna. 2) Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat. 3) Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima. 4) Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi. 5) Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi siswa. 6) Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan, menurut Dahar (2011: 80) kebaikan tersebut diantaranya: 1) Pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. 2) Hasil belajar penemuan memiliki efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. 3) Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar penemuan memiliki berbagai manfaat yaitu dalam belajar penemuan membuat siswa berpikir secara bebas dan dapat menemukan hasil belajar sendiri sehingga pengetahuan yang didapat siswa akan lebih bertahan lama dalam ingatan.

4 9 c. Tahap-tahap Penerapan Pembelajaran Penemuan Adapun tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan, menurut Muhibin Syah dalam (Aisyah dkk 2008: 13) tahap-tahap tersebut sebagai berikut: 1) Stimulus: kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. 2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah) : memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa. 3) Data collection (pengumpulan data): memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut. 4) Data processing (pengolahan data): yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan. 5) Verifikasi, mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesa yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing. 6) Generalisasi, mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verivikasi. Dalam belajar penemuan, siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk menyelidiki secara perorangan atau dalam suatu tanya jawab dengan guru atau oleh guru dan/atau siswa-siswa lain untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru atau oleh guru dan siswa bersama-sama. d. Kelebihan dan Kekurangan Adapun metode penemuan ini dalam pelaksanannya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Irawanti, (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa, mengatakan bahwa kekurangan dan kelebihannya adalah:

5 10 Kelebihannya sebagai berikut: 1) Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. 2) Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencaritemukan) 3) Mendukung kemampuan problem solving siswa 4) Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan dmikian siswa juga terlatih menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 5) Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas siswa dilibatkan dalam proses menemukannya. Sementara itu kekurangannya sebagai berikut: 1) Untuk materi tertentu waktu yang tersita lebih lama. 2) Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. 3) Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. 4) Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat berkembang dengan model penemuan terbimbing. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing memiliki berbagai kelemahan dan kelebihan yang pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang sempurna. e. Langkah-langkah Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Pada Mata Pelajaran Matematika Materi Sifat-Sifat Bangun Ruang Sederhana dan Menentukan Jaring-Jaring Kubus dan Balok Berdasarkan uraian model pembelajaran penemuan terbimbing yang telah diketahui, maka langkah-langkah pembelajarannya di dalam kelas adalah sebagai berikut:

6 11 1) Stimulus Guru memberikan contoh benda nyata yang dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari kemudian mengaitkan contoh benda tersebut ke dalam materi pembelajaran sifat-sifat bangun ruang sederhana dan jaring-jaring kubus dan balok. 2) Identifikasi Masalah Guru menguraikan permasalahan yang berkaitan dengan materi sifat-sifat bangun ruang sederhana serta jaring-jaring kubus dan balok. Guru memancing siswa untuk mencari tahu hal-hal yang harus diketahui siswa mengenai materi tersebut untuk dapat melanjutkan ke proses pembelajaran berikutnya. 3) Pengumpulan Data Siswa mengumpulkan data mengenai materi sifat-sifat bangun ruang sederhana serta jaring-jaring balok dan kubus bersama dengan kelompok dibantu dengan LKS dan bimbingan dari guru kelas. 4) Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan siswa bersama dengan kelompok, kemudian dipresentasikan di depan kelas. Siswa yang lainnya mengamati temannya. Pada tahap ini guru memberikan kesempatan bagi siswa yang ingin bertanya mengenai materi yang belum dipahami.

7 12 5) Verifikasi Setelah dilakukan presentasi, guru dan siswa bersama-sama mendiskusikan hasil presentasi dari siswa yang telah maju di depan kelas. Guru memberikan penjelasan mengenai materi tersebut untuk memperdalam pengetahuan siswa. 6) Merumuskan Kesimpulan Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. 2. Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter Pengertian pendidikan karakter menurut Saptono (2011: 23) yaitu pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat. Pendapat lain mengenai pengertian pendidikan karakter dikemukakan oleh Samani dan Hariyanto (2011: 41) yaitu: pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter dapar pula dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik

8 13 mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan oleh individu maupun kelompok bertujuan untuk memiliki sikap atau perilaku yang lebih baik lagi sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. b. Tujuan Pendidikan Karakter Penerapan pendidikan karakter di sekolah mempunyai tujuan yang baik yaitu untuk pembentukan watak kepribadian seseorang. Tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah menurut Kesuma (2011: 9) adalah sebagai berikut: 1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap pentingdan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan siswa yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. 2) Mengoreksi perilaku siswa yang tidak berkesesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. 3) Mengembangkan koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama. Tujuan lain juga disampaikan oleh Kemendiknas (2010: 4) bahwa tujuan dari pembangunan karakter adalah: mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila. Pembangunan karakter ini berfungsi untuk mengembangkan potensi dasar agar berbaik hati, berpikiran baik, dan berperilaku baik; memperbaiki perilaku yang kurang baik dan menguatkan perilaku yang sudah baik; serta menyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Berdasarkan pada tujuan pembangunan karakter di atas dapat diketahui pembangunan karakter dapat mempengaruhi masyarakat

9 14 untuk menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 3. Rasa Ingin Tahu a. Pengertian Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu sangat dibutuhkan dalam proses belajar. Yaumi (2014: 102) mengatakan bahwa camkanlah bahwa rasa ingin tahu adalah landasan dasar dalam proses belajar, karena dilakukan melalui proses bertanya dan bertanya, mencari informasi baru, mengumpulkan fakta dari beberapa sumber, kemudian membentuk pendapat sendiri. Pendapat lain tentang rasa ingin tahu dikemukakan oleh Mustari (2014: 85) yaitu: kuriositas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar. Rasa ingin tahu terdapat pada pengalaman manusia dan binatang. Istilah itu juga dapat digunakan untuk menunjukan perilaku itu sendiri yang disebabkan oleh emosi ingin tahu. Walaupun ingin tahu merupakan kemampuan bawaan makhluk hidup, ia tidak bisa dikategorikan sebagai naluri (instink) karena ia tidak merupakan pola tindakan yang fixed. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa rasa ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar. Rasa ingin tahu dimiliki oleh setiap manusia termasuk juga siswa dalam proses pembelajaran pasti ada siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tetapi pasti ada juga

10 15 siswa yang rendah rasa ingin tahunya terhadap pembelajaran dikelas. Untuk mengembangkan rasa ingin tahu pada anak, kebebasan anak itu sendiri harus ada untuk melakukan dan melayani rasa ingin tahunya. Orang yang memiliki rasa ingin tahu pasti melakukan suatu tindakan, menurut Yaumi (2014: 102) tindakan tersebut diantaranya sebagai berikut: 1) Mengajukan pertanyaan 2) Selalu timbul rasa penasaran 3) Menggali, menjejaki, dan menyelidiki 4) Tertarik pada berbagai hal yang belum ditemukan jawabannya 5) Mengintai, mengintip, dan membongkar berbagai hal yang masih kabur. Berdasarkan kutipan di atas bahwa orang yang memiliki rasa ingin tahu selalu melakukan tindakan untuk memenuhi keingintahuannya. Mencari informasi untuk menjawab segala sesuatu yang belum ditemukan jawabannya. b. Indikator Rasa Ingin Tahu Indikator rasa ingin tahu ada dua yang dikemukakan oleh Kemendiknas (2010: 28) yaitu indikator sekolah dan indikator kelas. Indikator sekolah rasa ingin tahu adalah sebagai berikut: 1) Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah. 2) Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Sedangkan indikator kelas rasa ingin tahu adalah: 1) Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu. 2) Eksplorasi lingkungan secara terprogram. 3) Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).

11 16 4. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Arifin (2012: 12) menyampaikan bahwa: prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar yang manusia capai sesuai dengan kemampuan individu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Pendapat lain juga disampaikan oleh Kemendikbud (2013: 189) bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh oleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan dua kutipan di atas bahwa prestasi belajar adalah sesutu yang didapatkan setelah menempuh proses belajar yang dilakukan melalui berbagai tahapan belajar. b. Fungsi Prestasi Belajar Prestasi belajar (achievement) mempunyai beberapa fungsi utama menurut Arifin (2012: 12) antara lain : 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh peserta didik. 2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan

12 17 dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utaman yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran. Berdasarkan kutipan di atas fungsi prestasi belajar adalah untuk mengetahui daya serap pengetahuan siswa dalam proses pembelajaran dan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya indikator pencapaian dalam pembelajaran. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Kemendikbud (2013: 190) yaitu faktor internal dan eksternal : 1) Faktor Internal Prestasi belajar seseorang akan ditentukan oleh faktor diri (internal), faktor fisiologis, berkaitan dengan kondisi jasmani atau fisik seseorang, yang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kondisi jasmani pada umumnya dan kondisi yang berkaitan dengan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama panca indera, dan faktor psikologis, berasal dari dalam diri seseorang seperti, intelegensi, minat dan sikap. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar. Intelegensi merupakan dasar potensial bagi pencapaian hasil belajar, artinya hasil belajar yang dicapai akan bergantung pada tingkat intelegensi, dan hasil belajar yang akan dicapai tidak akan melebihi tingkat intelegensinya. Semakin tinggi tingkat intelegensi, makin tinggi pula kemungkinan tingkat hasil belajar yang dapat dicapai. Jika

13 18 intelegensi rendah, maka kecenderungan hasil yang dicapainya rendah. 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik dapat digolongkan ke dalam faktor sosial yang menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial seperti lingkungan keluarga, sekolah, teman, masyarakat pada umumnya, dan faktor non sosial yang merupakan faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial seperti lingkungan alam dan fisik, misalnya keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber dan lain sebagainya. Faktor eksternal dalam lingkungan keluarga baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik. Diantara beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar ialah peranan faktor guru atau fasilitator. Dalam sistem pendidikan dan khususnya dalam pembelajaran yang berlaku dewasa ini peranan guru dan keterlibatannya masih menempati posisi yang penting. Dalam hal ini, efektivitas pengelolaan faktor bahan, lingkungan, dan instrumen sebagai faktor-faktor utama yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar, hampir seluruhnya bergantung pada guru. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain pengaruh dari kesehatan fisik, jasmani, psikologi dan intelegensi. Faktor eksternal berasal dari lingkungan keluarga dan masyarakat serta fasilitas yang digunakan dalam proses pembelajaran. 5. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar a. Definisi Matematika Pengertian matematika menurut Adjie dan Maulana (2006: 309) yaitu matematika pada hakekatnya adalah sebagai kumpulan sistem aksiomatis, yang konsep-konsepnya tersusun secara hierarkis,

14 19 terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks. Pendapat lain yang menyampaikan pengertian matematika dikemukakan oleh Russefendi dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4) yaitu matematika terorganisasi dari unsur-unsur yang tidak di definisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian matematika dapat disimpulkan bahwa matematika adalah sebuah ilmu yang konsep-konsepnya tersusun secara sistematis, menggunakan pola berpikir secara logis berdasarkan suatu dalil yang telah dibuktikan kebenarannya. Matematika membantu seseorang dalam belajar bertahap sesuai dengan usia pendidikan, karena matematika belajar dari suatu konsep yang paling sederhana hingga konsep yang paling kompleks. Proses pembelajaran matematika memiliki tujuan yang hendak dicapai diantaranya menurut Adjie dan Maulana (2006: 34-35) yaitu: a) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi. b) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. c) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. d) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan

15 20 lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. b. Materi Pelajaran Matematika Materi pelajaran matematika dalam penelitian ini mengambil materi geometeri di kelas IV semester 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sesuai dengan materi yang diajukan bahan penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi 8. Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar Sumber : Silabus KTSP Kompetensi Dasar 8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana 8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus Berdasarkan data diatas dapat diketahui materi yang akan dipakai untuk penelitian adalah geometeri. c. Bangun Ruang dan Bangun Datar Bangun datar merupakan suatu materi pelajaran matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar. Adjie dan Maulana (2006: 310) mengemukakan bahwa: geometeri sebagai salah satu sistem matematika, di dalamnya memiliki banyak konsep pangkal, mulai dari unsur primitif atau unsur tak terdefinisikan, antara lain: titik, garis, kurva, ataupun bidang. Juga terdapat relasi-relasi pangkal yang tidak di definisikan, misalnya: melalui terletak pada memotong dan antara. Dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan ini kemudian membangun unsur-unsur yang didefinisikan, selanjutnya ke aksioma atau postulat, dan akhirnya pada teorema atau dalil.

16 21 1) Bangun Ruang Sederhana Dalam bangun ruang dikenal istilah sisi, rusuk dan titik sudut. Gambar 2.1 Bangun Ruang Sisi adalah bidang atau permukaan yang membatasi bangun ruang. Rusuk adalah garis yang merupakan pertemuan dari dua sisi bangun ruang. Titik sudut adalah titik pertemuan dari tiga buah rusuk pada bangun ruang. Bangun ruang tabung mempunyai 3 buah sisi, yaitu sisi lengkung, sisi atas, dan sisi bawah. Tabung mempunyai 2 buah rusuk, tetapi tidak mempunyai titik sudut. Bangun ruang kerucut mempunyai dua buah sisi, yaitu sisi alas dan sisi lengkung. Kerucut hanya mempunyai sebuah rusuk dan sebuah titik sudut yang biasa disebut titik puncak. Bangun ruang bola hanya memiliki sebuah sisi lengkung yang menutupi seluruh bagian ruangannya. 2) Jaring-Jaring Kubus dan Balok Bangun ruang kubus dan balok terbentuk dari bangun datar persegi dan persegi panjang. Gabungan dari beberapa persegi yang membentuk kubus disebut jaring-jaring kubus. Sedangkan jaring-

17 22 jaring balok adalah gabungan dari beberapa persegi panjang yang memberntuk balok. Gambar 2.2 Jaring-jaring Kubus dan Balok B. Hasil Penelitian Yang Relevan Keberhasilan pembelajaran yang dicapai dengan model pembelajaran penemuan terbimbing ini telah dibuktikan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya: 1. Ali Gunay Balim (2009) yang berjudul The Effects of Discovery Learning on Students Success and Inquiry Learning Skills. Penelitian ini menggunakan bentuk quasi experimental dengan desain pretes postes control group, menggunakan dua metode yaitu pembelajaran discovery pada kelas eksperimen dan pembelajaran tradisional pada kelas kontrol. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi efek dari metode pembelajaran discovery terhadap pemahanan siswa, kemampuan akademik dan ingatan siswa terhadap pengetahuan. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V dan VII tahun ajaran 2006/2007. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang cukup tinggi antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen yang

18 23 menggunakan pembelajaran discovery mendapatkan skor yang lebih tinggi pada hasil akhir dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran tradisional. Menggunakan pembelajaran discovery dapat meningkatkan kesuksesan dalam pembelajaran. 2. Luzviminda J. Achera, Rene R. Belecina dan Marc D. Garvida (2015) yang berjudul The Effect Of Group Discovery Approach On The Performance Of Students In Geometry. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian quasi eksperimental dengan design non-equivalent control group pretest/postest. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efek dari pendekatan discovery terhadap performa siswa dalam materi geometri. Sampel dalam penelitian ini menggunakan 92 siswa diambil secara random, sebagian siswa diajarkan dengan pembelajaran discovery dan sebagian lainnya diajarkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil dari penelitian ini menunjukan performa siswa yang diajarkan dengan pembelajaran discovery lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan pembelajaran tradisional. Kesimpulannya adalah pembelajaran discovery lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya yaitu pada kelompok eksperimen perlakuan yang diberikan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada populasi dan sampel penelitian menggunakan kelas IV Sekolah Dasar dan menggunakan karakter rasa ingin tahu untuk mendukung proses belajar matematika pada materi geometeri.

19 24 C. Kerangka Berpikir Kondisi awal pada proses pembelajaran belum mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki siswa dan penggunaan model pembelajaran yang variatif dalam pelaksanaan proses pembelajaran masih sangat jarang digunakan oleh guru. Guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan dan diharapkan mampu mengoptimalkan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar yang maksimal khususnya pada mata pelajaran matematika di kelas IV SD Negeri 3 Tiparkidul. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran penemuan terbimbing. Berdasarkan hasil dari menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing pada prestasi belajar siswa, maka dilakukan analisis data untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas IV SD Negeri 3 Tiparkidul, hal ini dapat dirumuskan dengan skema sebagai berikut: Kondisi Awal : Prestasi Belajar Matematika Masih Rendah Kondisi Akhir : Memberikan Pengaruh terhadap Prestasi Belajar dan Penerapan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Prestasi Belajar dan Sikap Rasa Ingin Tahu Gambar 2.3 Skema Kerangka Berpikir

20 25 D. Hipotesis Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berfikir di atas dirumuskan hipotesis penelitian, sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap sikap rasa ingin tahu siswa pada mata pelajaran matematika di kelas IV SD Negeri 3 Tiparkidul. 2. Terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas IV SD Negeri 3 Tiparkidul.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 777 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Aktif Peran aktif merupakan partisipasi siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa dipandang sebagai obyek dan subyek, maksudnya yaitu selain siswa mendengarkan

Lebih terperinci

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING Oleh : I Putu Agus Indrawan (1013031035) UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A -USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3b MODEL DISCOVERY LEARNING 2 Discovery Learning Belajar diskoveri memberi penekanan pada keakifan siswa, berpusat pada siswa dimana siswa

Lebih terperinci

Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013

Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013 e-book Definisi Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013 Oleh : IDHAM, S.Pd http://education-vionet.blogspot.com Page 1 Definisi Model Pembelajaran Penemuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika Russefendi ET (Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 3), menjelaskan bahwa kata matematika berasal dari perkataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. Matematika merupakan pelajaran yang di ajarkan disekolah dari tingkat SD sampai SMA, bahkan di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan matematika sangat di butuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan kelak. Ini berakibat poses pembelajaran matematika harus

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan kelak. Ini berakibat poses pembelajaran matematika harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, matematika memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Matematika merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Matematika dan Pembelajarannya Matematika memiliki banyak definisi dan tidak mempunyai definisi tunggal yang disepakati. Beberapa ahli matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 7 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Ibrahim dan Nur (Rusman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemecahan Masalah Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Mereka juga menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia sepanjang hidupnya. Kegiatan inti dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar mengajar.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah 9 BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah menurut Turmadi (008) adalah proses melibatkan suatu tugas yang metode pemecahannya belum diketahui lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA E. Deskripsi Teori 1. Rasa Ingin Tahu a. Pengertian Rasa Ingin Tahu Mustari (2014:85), menyatakan bahwa ingin tahu adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geometri ruang merupakan suatu bentuk geometri yang tidak terletak pada bidang datar atau suatu benda ruang yang berbentuk tiga dimensi. Geometri ruang memiliki panjang,

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S 1 Pendidikan Matematika. Oleh : DARI SUPRAPTI A

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S 1 Pendidikan Matematika. Oleh : DARI SUPRAPTI A PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF QUESTIONS STUDENTS HAVE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA TENTANG KELILING DAN LUAS PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI (PTK pada Siswa

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teoretis

BAB II. Kajian Teoretis BAB II Kajian Teoretis A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Menurut Slavin (Rahayu 2011, hlm. 9), Missouri Mathematics Project (MMP) adalah suatu program yang dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ranah pendidikan merupakan bidang yang tak terpisahkan bagi masa depan suatu bangsa. Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013 Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013 Ada tiga model pembelajaran yang dianjurkan dalam penerapan Kurikulum 2013 antara lain: Discovery Learning (DL), Problem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Percaya Diri 1. Pengertian Percaya Diri Masalah dengan percaya diri hampir dialami oleh setiap individu dari usia remaja hingga dewasa. Percaya diri merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

I. PENDAHULUAN. informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang dirumuskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) menyebutkan matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Matematika a. Pengertian Matematika Matematika secara umum didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari pola struktur, perubahan dan ruang (Hariwijaya,2009:29).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Karakter Rasa Ingin Tahu a. Pengertian Karakter Rasa Ingin Tahu Karakter dapat diperoleh melalui pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik. BAB II KAJIAN TEORI A. Partisipasi dan Prestasi Belajar Matematika 1. Partisipasi Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI : 2007) partisipasi adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan (keikutsertaan/

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI Farida Nursyahidah, Bagus Ardi Saputro Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPATI Universitas PGRI Semarang Jl.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 19 tahun 2005, tentang tujuan pendidikan

I. PENDAHULUAN. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 19 tahun 2005, tentang tujuan pendidikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 19 tahun 2005, tentang tujuan pendidikan nasional dikemukakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan. Dalam dunia pendidikan, matematika merupakan ilmu universal yang

Lebih terperinci

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA CIREBON

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA CIREBON PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan perubahan paradigma masyarakat dari lokal menjadi global. Masyarakat awalnya hanya berinteraksi dalam suatu kelompok tertentu, tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai BAB II KAJIAN TEORI A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai bahan ajar. Dalam Prastowo (2015: 17), bahan ajar merupakan segala bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam peradaban manusia, sehingga matematika merupakan bidang studi yang selalu diajarkan di

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*) Abstrak Ketercapaian suatu pembelajaran matematika ditentukan oleh guru dalam menggunakan strategi pembelajaran matematika

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN)

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN) MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN) A. Pengertian Model Pembelajaran Penemuan Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Sikap Rasa Ingin Tahu Keingintahuan (Curiousity) menurut Samani dan Hariyanto (2012: 119) adalah keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap rahasia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hakekat Matematika Istilah matematika berasal dari Bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata matematika juga diduga erat hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada sub bab ini, peneliti akan membahas berkaitan dengan teori-teori dari beberapa variabel yang sudah ditentukan. Adapun teori yang berkaitan dengan variabel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia sepanjang hayat. Sejak lahir manusia memerlukan pendidikan sebagai bekal hidupnya. Pendidikan sangat penting sebab tanpa

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal. 8 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Di sini yang dipentingkan pendidikan intelektual. Kepada anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya adalah dalam hal melengkapi bahan ajar, meningkatkan kualitas pengajar, maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaiaan matematika. Menurut Jihad (2012), ada tiga aspek penilaian matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu pranata sosial yang menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan potensi siswa. Keberhasilan pendidikan ini didukung dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam mewujudkan suatu negara yang maju, maka dari itu orang-orang yang ada di dalamnya baik pemerintah itu sendiri atau masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep 1. Pengertian Pemahaman Konsep Pemahaman dapat diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Menurut Van de Walle (Yohana et all,2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia karena merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan menjadi sarana untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu

Lebih terperinci

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia nomor 65 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan setiap Negara. Melalui pendidikan, generasi muda penerus bangsa harus mampu mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Kalimat tersebut adalah bunyi pasal 31 ayat (1) UUD 1945. Pendidikan yang layak adalah pendidikan yang mementingkan

Lebih terperinci

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIONS PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Siti Chotimah chotie_pis@yahoo.com Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran Matematika perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat maju dan mengikuti perkembangan jaman. Perkembangan ini menyebabkan setiap negara harus menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery Menurut Shadiq (2009) pembelajaran Guided Discovery (penemuan terbimbing) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan tujuan diberikannya matematika di sekolah, kita dapat melihat bahwa matematika sekolah memegang peranan sangat penting. Anak didik memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA (Sains) berupaya meningkatkan minat siswa untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang alam seisinya yang penuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia telah memberlakukan enam kurikulum sebagai landasan pelaksanaan pendidikan secara nasional. Diantaranya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, semua infomasi dengan sangat mudah masuk ke dalam diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa harus berpikir secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pertama kali dikembangkan oleh Pizzini tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa berkaitan erat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematikadalamduniapendidikanmerupakansalahsatuilmudasar yangdapatdigunakanuntukmenunjangilmu-ilmulainsepertiilmu fisika,kimia,komputer,danlain-lain.pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang baik dan tepat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dengan

Lebih terperinci

banyak cara baik disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan

banyak cara baik disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Kata belajar berarti proses perubahan tingkah laku pada seseorang akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fatima Dwi Ratna, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Fatima Dwi Ratna, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah dasar maupun sekolah lanjutan, yang tentunya memiliki peranan penting dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di sekolah dasar (SD) merupakan salahsatu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, bidang pendidikan terus diperbaiki dengan berbagai inovasi didalamnya. Hal ini dilakukan supaya negara dapat mencetak Sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70). BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar Pendidikan Sekolah Dasar sebagai bagian dari sitem pendidikan nasional mempunyai peran amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Kerjasama dalam proses pembelajaran merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu proses pembelajaran. Kerjasama dalam belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulum KTSP SD, Matematika berfungsi mengembangkan. kemampuan menghitung mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulum KTSP SD, Matematika berfungsi mengembangkan. kemampuan menghitung mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Kurikulum KTSP SD, Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika sederhana yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Definisi Mata Pelajaran Matematika Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan merupakan

Lebih terperinci