BAB III PENGAKUAN, PENOLAKAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL. A. Kewenangan Peradilan Indonesia dalam Pengakuan, Penolakan dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PENGAKUAN, PENOLAKAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL. A. Kewenangan Peradilan Indonesia dalam Pengakuan, Penolakan dan"

Transkripsi

1 BAB III PENGAKUAN, PENOLAKAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL A. Kewenangan Peradilan Indonesia dalam Pengakuan, Penolakan dan Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional 1. Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional Masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase yang di buat di luar negeri, hingga kini masih menjadi pembahasan dan penelitian para pakar arbitrase di mancanegara. Hal ini menjadi pokok masalah terutama karena pihak yang kalah di dalam suatu sengketa arbitrase internasional merasa keberatan melaksanakan putusan tersebut dan pengadilan dalam negeri tersebut yang diharapkan dapat membantu proses pelaksanaan putusan arbitrase ternyata kurang memberi respon yang konstruktif. Christopher H. Schreuer mengatakan, peran pengadilan dalam pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah sebagai berikut It is only at the last stage, when it comes to enforcement, that the victorious litigant ultimately depends on the authority of domestic courts (sebagai langkah terakhir, dalam hal pelaksanaan, pihak yang menang dalam berperkara tergantung pada kewenangan peradilan nasional.) 84 Sulitnya melaksanakan suatu putusan arbitrase, Rene David memberikan alasan bahwa kontrak dibuat oleh kedua belah pihak sehingga 84 Huala Adolf, Op.cit, hal. 103

2 untuk melaksanakan isi kontrak tersebut tidak begitu merupakan masalah, sedangkan putusan arbitrase dibuat oleh pihak ketiga (arbiter), dan yang berkeberatan terhadapnya, terutama oleh pihak yang kalah, selalu ada dan biasanya keberatan terhadap putusan arbitrase dilontarkan setelah keputusan dikeluarkan. 85 Pasal 3 Konvensi New York 1958 mewajibkan setiap negara peserta untuk mengakui keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri mempunyai kekuatan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan hukum (acara) nasional di mana keputusan itu akan dilaksanakan. 86 Hal ini yang menjadi acuan bagi pemerintah Indonesia, untuk menetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai lembaga peradilan yang berwenang untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. 87 Setiap putusan Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional tidak dapat diajukan banding atau kasasi, dan perintah eksekusi yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selanjutnya dilaksanakan oleh pengadilan negeri yang secara relatif berwenang melaksanakannya. 85 Susanti Adi Nugroho, hal Pasal 3 Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards each contracting state shall recognize arbitral award as binding and enforce them in accordance with the rules of procedure of the territory when the award is relied upon, under the conditions laid down in the following articles. There shall not be imposed the substantially more onerous conditions or higher fees or charges on the recognition or enforcement of arbitral awards to which this convention applies than are imposed on the recognition or enforcement of domestic arbitral awards. 87 Pasal 1 Perma No. 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing Mahkamah Agung Republik Indonesia

3 Lain halnya dengan putusan arbitrase internasional di mana Negara Republik Indonesia menjadi salah satu pihak dalam sengketa. Setiap putusan arbitrase internasional yang Indonesia menjadi salah satu pihak dalam sengketa, makanya putusan arbitrase internasionalnya hanya dapat dilaksanakan apabila telah mendapat eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang kemudian dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terhadap putusan Mahkamah Agung mengenai putusan arbitrase internasional tersebut tidak dapat dilakukan upaya perlawanan. Peran dan kewenangan Peradilan menurut ICSID yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang No. 5 tahun 1968, diatur dalam pasal 54 ICSID tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase. Setiap negara yang tergabung dalam konvensi ini, wajib mengakui putusan arbitrase tersebut, seperti putusan tersebut merupakan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan di negara tersebut. Pasal 54 ayat (1) ICSID mengatakan bahwa negara yang memiliki sistem konstitusi federal dapat melaksanakan putusan arbitrase tersebut melalui putusannya, dan pengadilan akan memperlakukan putusan arbitrase tersebut sebagai putusan yang bersifat final yang dikeluarkan oleh pengadilan di negara tersebut. Selanjutnya pasal 54 ayat (3) ICSID mengatur bahwa pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase internasional akan diatur sesuai

4 ketentuan peraturan yang berlaku di negara wilayah dimana eksekusi putusan tersebut akan dilaksanakan. 88 Putusan arbitrase internasional ICSID dapat melaksanakan eksekusi di Indonesia dengan izin tertulis dari Mahkamah Agung. Putusan ICSID pada dasarnya memiliki self-executing, artinya putusan ICSID tidak memerlukan suatu tindakan perundang-undangan untuk dapat berlaku dalam tata hukum intern di negara pesertanya. Jadi, dengan adanya Undang-undang No. 5 tahun 1968 ini pemerintah Indonesia memiliki wewenang untuk memberi persetujuan agar perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia dan warga negara asing dapat diputuskan menurut ICSID, dan pemerintah dalam hal ini bertindak mewakili negara Republik Indonesia dalam perselisihan dengan hak substitusi. Putusan arbitrase ICSID ini merupakan salah satu bentuk penyelesaian perselisihan antara pemerintah Republik Indonesia dengan warga negara asing sehubungan dengan penanaman modal asing di Indonesia, dapat dilaksanakan di Indonesia dengan surat perintah pelaksanaan dari Mahkamah Agung Penolakan Putusan Arbitrase Internasional Upaya hukum berupa penolakan pelaksanaan putusan arbitrase internasional kepada pengadilan di mana aset atau barang berada terjadi mengingat putusan arbitrase dibuat di suatu negara tetapi pelaksanaannya dilakukan di negara lain. Pelaksanaan putusan akan sangat bergantung 88 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hal Ibid. Hal. 441

5 pada dimana aset atau barang yang hendak dieksekusi berada. Keterlibatan peradilan tidak dapat dihindari mengingat pemaksaan atas putusan hanya bisa dilakukan oleh pengadilan dalam bentuk penetapan eksekusi. 90 Pasal 5 ayat 1 Konvensi New York 1958 mengatur mengenai penolakan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional, dimana pihak yang mengajukan penolakan harus membuktikan kepada pihak yang berwenang di mana putusan arbitrase tersebut akan dilaksanakan. Namun menurut ketentuan pasal 5 ayat 2 Konvensi New York 1958, pihak yang berwenang juga dapat melakukan penolakan berdasar jabatan tanpa ada permohonan dari para pihak yang bersengketa. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung sebagai pihak yang berwenang atas putusan arbitrase internasional di wilayah Indonesia dapat menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional tanpa adanya permohonan dari pihak yang bersengketa, apabila putusan arbitrase asing tersebut : a. Pokok persoalan mengenai perselisihan adalah tidak merupakan penyelesaian melalui arbitrase menurut hukum di negara itu. Pada dasarnya, semua kasus bisnis dapat diselesaikan melalui arbitrase, akan tetapi ada beberapa sengketa yang memang tidak dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase. Konvensi New York 1958 memperhatikan beberapa sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh badan arbitrase. Alasan kenapa kasus-kasus tersebut tidak dapat 90 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, hal pasal 5 ayat 2 Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 91

6 diselesaikan oleh badan arbitrase adalah karena ada beberapa jenis sengketa yang berhubungan dengan sistem hukum suatu negara lebih cocok untuk diselesaikan melalui jalur pengadilan nasional. Jadi, adalah suatu hal yang penting untuk mengetahui apakah dalam suatu negara suatu kasus dapat diselesaikan melalui arbitrase atau tidak. 92 Indonesia sendiri dalam UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah mengatur bahwa kasus-kasus yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah kasus-kasus yang termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan. Kasus-kasus tersebut antara lain : 93 1) Perniagaan 2) Perbankan 3) Keuangan 4) Penanaman Modal 5) Industri 6) Hak Kekayaan Intelektual Jadi, apabila suatu putusan arbitrase internasional tidak termasuk kasus-kasus dalam ruang lingkup hukum perdagangan, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut di Indonesia. b. Pengakuan atau pelaksanaan putusan arbitrase akan menjadi bertentangan dengan kebijakan publik di negara itu. 92 Arfiana Novera, Meria Utama, Op.cit, hal Pasal 66 Penjelasan Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

7 Baik PERMA No. 1 tahun 1990 maupun UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak menerangkan secara jelas apa yang dimaksud dengan kebijakan publik atau ketertiban umum. Menurut Sudargo Gautama, lembaga ketertiban umum ini seharusnya hanya dipakai sebagai suatu tameng dan tidak sebagai pedang untuk menusuk hukum asing. Dengan kata lain, fungsinya hanya sebagai perlindungan, tidak untuk meniadakan pemakaian hukum asing. Konsep ketertiban umum berlainan di masing-masing negara. Ketertiban umum terikat pada faktor tempat dan waktu. Jika situasi dan kondisi berlainan, paham-paham ketertiban umum juga berlainan. Untuk menentukan apakah suatu putusan arbitrase internasional bertentangan dengan ketertiban umum atau tidak, hal itu merupakan keputusan dari pengadilan. Pengadilan akan menentukan mana putusan arbitrase internaisonal yang akan diakui dan putusan yang akan ditolak karena bertentangan dengan ketertiban umum. 94 Salah satu putusan arbitrase internasional yang ditolak pelaksanaannya adalah putusan arbitrase mengenai sengketa E.D. & F.MAN(Sugar) Limited melawan Y. Haryanto. Ketertiban umum menjadi salah satu alasan Mahkamah Agung untuk menolak putusan The Queen s Counsel of The English Bar di London. Hakim menyatakan bahwa putusan tersebut bertentangan dengan kepentingan umum Negara Republik Indonesia dikarenakan putusan yang diambil 94 Arfiana Novera, Meria Utama, Op.cit, hal

8 berdasarkan suatu perjanjian yang menurut hukum Indonesia adalah perjanjian yang batal demi hukum. Namun, Sulaeman Batubara dan Orinton Purba berpendapat pertimbangan yang tepat atas penolakan putusan arbitrase tersebut adalah karena perjanjian tersebut diambil berdasarkan perjanjian yang batal demi hukum, bukan karena melanggar ketertiban umum. 95 Penolakan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dapat dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung (apabila salah satu pihak dalam arbitrase internasional tersebut adalah Pemerintah Indonesia) tanpa ada permohonan dari para pihak yang bersengketa, apabila sengketa yang diselesaikan dengan arbitrase tersebut ternyata bukanlah sengketa yang masuk ke dalam ruang lingkup perdagangan, atau putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum. Pasal 35 ayat 1 dan 2 UNCITRAL Model Law juga memberikan kewenangan pada peradilan yang berwenang (peradilan di mana pelaksanaan putusan di minta) untuk menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Ketentuan peradilan nasional dapat menolak pelaksanaan suatu putusan arbitrase berdasarkan UNCITRAL Model Law sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Konvensi New York 1958 dan dalam ICSID yang berlaku untuk Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun Alasan-alasan ini dapat kita temukan dalam garis-garis besarnya pada acara arbitrase seperti dicantumkan dalam Rv Sulaeman Batubara, Orinton Purba, Op.cit, hal Sudargo Gautama(a), Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia, (Bandung : PT. Eresco, 1989) hal

9 Ketentuan-ketentuan dalam Konvensi New York 1958 dan ICSID kemudian diturunkan oleh Peradilan Indonesia dengan memberikan wewenang kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Pembatalan putusan arbitrase internasional diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf e Konvensi New York 1958 dimana tercantum bahwa hal pembatalan putusan arbitrase internasional dilakukan oleh lembaga yang berwenang di mana atau berdasarkan hukum mana putusan tersebut dijatuhkan. Jadi, pihak yang berwenang untuk melakukan pembatalan putusan arbitrase internasional adalah lembaga di mana putusan tersebut dijatuhkan atau dengan hukum yang dipakai dalam proses arbitrase tersebut. ICSID sendiri mengatur mengenai pembatalan putusan dalam Pasal 52 ayat 1 ICSID, dimana para pihak dapat meminta pembatalan putusan tersebut dengan mengajukan permohonan tertulis kepada sekretaris jenderal ICSID. Putusan arbitrase ICSID dalam hal pembatalan, kewenangannya diserahkan pada sekretaris jenderal ICSID. Contoh putusan arbitrase ICSID yang dibatalkan adalah sengketa antara PT. AMCO Asia Corporation melawan Pemerintah Indonesia, di mana Pemerintah Indonesia mengajukan pembatalan dengan alasan bahwa Team Arbitrase Goldman ini kurang memperhatikan hukum Indonesia yang 97 Pasal 68 ayat 2 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

10 mana hal tersebut disyaratkan di dalam Pasal 52 Konvensi ICSID dan telah termaktub dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1968 (yang mengesahkan konvesi ICSID untuk Indonesia), kemudian pada tahun 1987, PT. AMCO Asia Corporation mengajukan pembatalan terhadap bagian-bagian dalam putusan yang tidak termasuk dalam Res Judicate, Dikarenakan adanya penurunan jumlah kerugian, kemudian pihak Amco mengajukan permohonan untuk pembatalan putusan. Pihak RI juga mengajukan permohonan annulment terhadap pertimbangan putusan team Rosalyn. dan akhirnya diangkat team khusus dibawah pimpinan Prof. Sompong Sucharitkul (Thailand) dan Prof. Dietrich Schindler (Swiss), serta Prof. Arghyrios A Fatouros (Junani). Selanjutnya pada tanggal 3 Desember 1992 team ini telah menjatuhkan putusan yang pada pokoknya menguatkan putusan team Rosalyn. 98 Berdasarkan dua ketentuan di atas, ada persamaan dalam hal kewenangan pembatalan putusan arbitrase internasional dari Konvensi New York dan ICSID, di mana pembatalan putusan arbitrase internasional hanya dapat di lakukan oleh lembaga di mana putusan tersebut dijatuhkan. Meskipun Indonesia telah meratifikasi dua konvensi di atas, dalam UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, kewenangan pembatalan putusan arbitrase diberikan kepada Pengadilan Negeri. Tidak diberikan penjelasan apakah pembatalan putusan arbitrase yang diatur dalam UU 98 diakses dari putusan-arbitrase-mengenai-perkara-hotel-kartika-plaza-di-tinjau-dari-undang-undang-nomor-30- tahun-1999-tentang-arbitrase-dan-penyelesaian-masalah pada tanggal 11 Oktober 2016 pukul WIB

11 Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa hanya berlaku pada putusan arbitrase nasional saja atau berlaku juga pada putusan arbitrase internasional, sehingga ada yang berpendapat bahwa pasal UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa juga mencakup pembatalan putusan arbitrse internasional. 99 B. Tata Cara Pengakuan, Penolakan dan Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia 1. Tata Cara Pengakuan dan Pelaksanaan 100 Pendaftaran dan pencatatan putusan arbitrase internasional adalah salah satu syarat agar putusan arbitrase internasional tersebut diakui dan dapat dilaksanakan di negara Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam pasal 67, 68 dan 69 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang merupakan pembaharuan dan penyempurnaan dari ketentuan serupa dalam PERMA No. 1 tahun Menurut UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, permohonan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional baru dapat dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta 99 diakses dari pada tanggal 28 September 2016, pukul Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Op.cit, hal

12 Pusat. Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan tersebut harus disertai dengan : a. Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai ketentuan perihal otensifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia; b. Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai dengan ketentuan perihal otensifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia; c. Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. Kemudian, apabila putusan arbitrase internasional tersebut diakui dan diberikan perintah eksekusinya oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang melaksanakannya. Pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut dapat dilakukan dengan sita eksekusi atas harta kekayaan serta barang milik termohon eksekusi. Tata cara yang berhubungan penyitaan, maupun pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut mengikuti tata cara sebagaimana ditentukan dalam Hukum Acara Perdata. Atas putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui dan melaksanakan putusan

13 arbitrase internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi. Terhadap putusan arbitrase internasional yang menyangkut Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan terhadap putusan Mahkamah Agung tersebut tidak dapat diajukan upaya perlawanan. 2. Tata Cara Penolakan Berdasarkan permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dan hasil kajiannya, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat menetapkan dan memutuskan dua kemungkinan berikut ini, yaitu : 101 a. Dapat melaksanakan putusan arbitrase internasional di Indonesia, karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Putusan ini tidak dapat diajukan banding atau kasasi. b. Menolak untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional. Suatu putusan arbitrase internasional, dapat ditolak pengakuan dan pelaksanaannya di Indonesia apabila ada permohonan dari pihak terhadap siapa eksekusi akan dijalankan. Pihak yang terhadap dirinya dimohon eksekusi berhak mengajukan permohonan yang disampaikan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan bukti adanya pelanggaran terhadap salah satu alasan yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat 1 Konvensi New York 1958, yaitu : 101 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, hal. 425

14 a. The parties to the agreement reffered in article II were, under the law applicable to them, under some incapacity, or the said agreement is not valid under the law to which the parties have subjected it or, failing any indication thereon, under the law of the country where the award was made; or (Para pihak dengan perjanjian dirujuk dalam pasal II, di bawah hukum yang berlaku untuk mereka, di bawah beberapa ketidakmampuan, atau perjanjian tersebut tidak sah berdasarkan hukum mana pihak telah dikenakan atau, gagal atasnya, di bawah hukum negara di mana penghargaan itu dibuat; atau) b. The party against whom the award is invoked was not given proper notice of the appointment of the arbitrator or of the arbitration proceedings or was otherwise unable to present his case; or (Pihak-pihak yang bersengketa tidak diberikan pemberitahuan yang sesuai tentang penunjukan arbiter atau dari proses arbitrase atau sebaliknya tidak dapat menghadiri kasusnya; atau) c. The award deals with a difference not contemplated by or not falling within the terms of submission to arbitration, or it contains decisions on matters beyond the scope of submission to arbitration, provided that, if the decisions on matters submitted to arbitration can be separated from those not so submitted, that part of the award which contains decisions on matters submitted to arbitration may be recognized and enforced; or (Putusan tersebut mengatur sengketa yang tidak diatur oleh atau tidak mengikuti ketentuan yang dapat diputuskan oleh arbitrase, atau mengandung keputusan mengenai hal-hal di luar lingkup yang diserahkan untuk diputuskan melalui arbitrase, asalkan, jika keputusan mengenai hal-hal yang

15 diputuskan oleh arbitrase dapat dipisahkan dari hal-hal yang tidak diserahkan untuk diputuskan, bagian dari putusan yang berisi keputusan tentang hal-hal yang diputuskan oleh arbitrase dapat diakui dan ditegakkan; atau) d. The composition of the arbitral authority or the arbitral procedure was not in accordance with the agreement, was not in accordance with the law of the country where the arbitration took place; or (Kewenangan dari arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian, tidak sesuai dengan hukum dimana arbitrase tersebut dilaksanakan; atau) e. The award has not yet become binding on the parties, or has been set aside or suspended by a competent authority of the country in which, or under the law of which, that award was made. (Putusan belum mengikat para pihak, atau telah dikesampingkan atau ditangguhkan oleh otoritas yang berwenang di negara di mana, atau sesuai hukum di mana, putusan tersebut dibuat) Permohonan yang tidak dilengkapi dengan bukti pelanggaran dianggap tidak memenuhi syarat formil dan tidak dapat diterima. 102 Menurut Pasal 5 ayat 2 Konvensi New York 1958, pihak yang berkompeten (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) juga dapat melakukan penolakan berdasar jabatan tanpa ada permohonan dari para pihak yang bersengketa. Jika pihak yang berkompeten menilai bahwa putusan arbitrase internasional tersebut mengandung pelanggaran terhadap sistem tata hukum di negara diminta eksekusi. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat menolak pelaksanaan putusan 102 Ibid, hal. 395

16 arbitrase internasional di Indonesia berdasar jabatan tanpa perlu ada permohonan penolakan dari salah satu pihak yang terlibat dalam putusan, apabila pokok yang disengketakan dalam arbitrase internasional tersebut tidak masuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan atau putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum Tata Cara Pembatalan Pembatalan putusan arbitrase internasional berdasarkan Konvensi New York 1958 diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf e, di mana putusan arbitrase internasional tidak bersifat mengikat apabila putusan tersebut dibatalkan oleh lembaga yang berwenang di negara di mana atau berdasarkan hukum putusan tersebut dijatuhkan. Tata cara selanjutnya bergantung pada negara dan lembaga di mana permohonan pembatalan dimintakan. ICSID dalam pasal 52 ayat 1 memberikan hak kepada para pihak untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional. Pembatalan putusan arbitrase ICSID merupakan salah satu kewenangan sekretaris jenderal ICSID. Beberapa syarat formil yang harus dipenuhi dalam permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional, yaitu : 104 a. Permohonan pembatalan diajukan secara tertulis. Permohonan pembatalan yang diajukan secara lisan tidak dapat diterima. 103 Ibid. 104 Ibid, hal

17 b. Permohonan dialamatkan kepada sekretaris jenderal ICSID. Jika putusan arbitrase yang dimohonkan pembatalannya putusan yang tunduk pada Rules ICSID, permohonan pembatalan dialamatkan kepada sekretaris jenderal ICSID yang berkedudukan di Washington, permohonan tidak disampaikan kepada Pengadilan Negeri. c. Permohonan dijatuhkan dalam tempo 120 hari setelah putusan diserahkan atau diterima, Jika permohonan pembatalan yang diajukan melampaui batas tenggang waktu, berarti tidak memenuhi syarat formil, yang berakibat permohonan tidak dapat diterima. Namun terhadap ketentuan umum ini ada pengecualian. Khusus untuk permohonan pembatalan yang didasarkan atas alasan adanya kecurangan atau korupsi, perhitungan batas tenggang waktu bukan 120 hari dari tanggal penerimaan putusan, tetapi dapat diajukan permohonan pembatalan dalam tenggang waktu 120 hari dari tanggak ditemukan kecurangan, dan hal ini berlaku sampai batas 3 tahun sejak tanggal putusan diserahkan atau diterima para pihak. Hal ini dimaksudkan sebagai penegakan kepastian hukum. Setelah permohonan pembatalan putusan diterima, Chairman of the Administrative Council membetuk ad hoc Committee yang anggotanya terdiri dari 3 orang yang diambil dari Panel of Arbitration, yang terdiri dari mereka yang berasal dari negara peserta ICSID. Yang bukan anggota Panel of Arbitration tidak boleh ditunjuk sebagai anggota ad hoc Committee, dan juga tidak boleh ditunjuk bekas anggota arbiter pada majelis arbitrase yang memutus putusan yang diminta pembatalan sebagai ad hoc Committee. Permohonan

18 pembatalan yang ditolak mengakibatkan putusan arbitrase yang bersangkutan tetap sah, final dan mengikat, tidak dapat diajukan banding. Sebaliknya, jika permohonan pembatalan dikabulkan ad hoc Committee, maka sengketa kembali pada keadaan semula. Sengketa dapat diajukan lagi kepada ICSID untuk medapat penyelesaian baru. 105 Untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase menurut UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis paling lambat 30 hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri. 106 Apabila permohonan pembatalan putusan arbitrase kemudian dikabulkan, ketua Pengadilan Negeri menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase. Putusan atas permohonan pembatalan akan ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak permohonan pembatalan diterima. Terhadap putusan Pengadilan Negeri mengenai pembatalan putusan arbitrase ini dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir. 107 C. Dasar Hukum bagi Pengakuan, Penolakan dan Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional 105 Ibid, hal Pasal 71 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 107 Pasal 72 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

19 Konvensi New York 1958 mengatur kewajiban bagi negara-negara peserta untuk mengakui putusan arbitrase internasional sebagai putusan yang mengikat dan melaksanakannya berdasarkan asas resiprositas sesuai dengan aturan prosedural di mana pelaksanaan diminta. 108 Untuk mendapatkan pengakuan putusan arbitrase internasional dan izin pelaksanaan, pihak yang mengajukan permohonan harus menyertakan : Putusan asli yang benar-benar disahkan atau salinan yang benar-benar sah. 2. Perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase asli yang benar-benar disahkan atau salinan yang benar-benar sah. Apabila putusan arbitrase internasional tersebut tidak dibuat dalam bahasa resmi negara di minta pengakuan dan pelaksanaannya, maka pemohon harus menyediakan terjemahan yang sudah disahkan oleh pejabat atau penterjemah tersumpah atau oleh korps diplomatik atau konsuler. 110 ICSID pasal 54 ayat 1 juga menjadi dasar dari pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Setiap negara peserta harus mengakui putusan arbitrase internasional sebagai putusan yang mengikat dan melaksanakan putusan tersebut melalui peradilan sipil, dan memperlakukan putusan arbitrase internasional tersebut seperti putusan final peradilan negara yang bersangkutan. 108 Pasal 3 ayat 1 Convention of the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award. 109 Pasal 4 ayat 1 Convention of the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award Award 110 Pasal 4 ayat 2 Convention of the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral

20 Sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Konvensi New York 1958 dan ICSID, Indonesia melalui UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah menetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai pengadilan yang berwenang dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia. Sebuah putusan arbitrase internasional yang dapat diakui di Indonesia adalah putusan arbitrase internasional yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. 2. Putusan arbitrase internasional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan. 3. Putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. 4. Putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 5. Putusan arbitrase internasional yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung 111 Pasal 66 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

21 Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pasal 68 ayat 1 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menuliskan bahwa terhadap keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi. Pasal 68 ini menggambarkan adanya kekuatan final dan mengikat dari putusan arbitrase, juga mengenai putusan berkekuatan pasti dan mengikat dari putusan arbitrase internasional. 112 Suatu putusan arbitrase internasional tidak selalu dikabulkan permohonan pengakuan dan pelaksanaan. Namun, hanya ada beberapa hal tertentu yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase internasional. Konvensi New York 1958 mencantumkan beberapa alasan yang dapat diajukan oleh pihak yang bersengketa yang dapat menyebabkan suatu putusan arbitrase internasional ditolak pengakuan dan pelaksanaannya, yaitu : The parties to the agreement reffered to in article II were, under the law applicable to them, under some incapacity, or the said agreement is not valid under the law which the parties have subjected it or, failing any indication thereon, under the law of the country where the award was made. (Para pihak pada perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal II adalah, menurut hukum yang berlaku bagi mereka, berada di bawah beberapa ketidakcakapan, atau perjanjian tersebut tidak sah menurut 112 Susanti Adi Nugroho, Op,cit, hal Pasal 5 ayat 1 Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards

22 hukum pada mana para pihak telah menundukkan diri padanya, atau, tidak adanya setiap petunjuk akannya, menurut hukum dari negara di mana putusan dibuat.) 2. The parties against whom the award is invoked was not given proper notice of the appointment of the arbitratoror of the arbitration proceedings or was otherwise unable to present his case. (Pihak terhadap siapa putusan dimohonkan tidak diberikan pemberitahuan yang layak atas penunjukan arbiter atau mengenai proses arbitrase atau sebaliknya tidak dapat menyampaikan kasusnya.) 3. The award deals with a difference not contemplated by or not falling within the terms of submission to arbitration, or it contain decisions on matters beyond the scope of submission to arbitration, provided that, if the decisions on matters submitted to arbitration can be separated from those not so submitted, that part of the award which contains decisions on matters submitted to arbitration may be recognized and enforced. (Putusan berkenaan dengan suatu perselisihan yang tidak dimaksudkan dalam perjanjian atau tidak berada dalam ketentuan-ketentuan pengajuan pada arbitrase, atau ia berisi keputusan-keputusan mengenai hal-hal di luar lingkup dari pengajuan pada arbitrase, dengan ketentuan bahwa, jika keputusan-keputusan mengenai hal-hal yang diajukan pada arbitrase dapat dipisahkan dari yang tidak diajukan, bagian dari putusan yang berisi keputusan-keputusan mengenai hal-hal yang diajukan pada arbitrase dapat diakui dan dilaksanakan.)

23 4. The composition of the arbitral authority or the arbitral procedure was not in accordance with the agreement of the parties, or, failing such agreement, was not in accordance with the law of the country where the arbitration took place. (Komposisi dari otoritas arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian para pihak, atau, jika perjanjian sedemikian tidak ada, tidak sesuai dengan hukum dari negara dimana arbitrase berlangsung.) 5. The award has not yet become binding on the parties, or has been set aside or suspended by a competent authority of the country in which or under the law which that award was made. (Putusan belum menjadi mengikat bagi para pihak, atau telah dikesampingkan atau ditangguhkan oleh lembaga yang berwenang di negara di mana, atau berdasarkan hukum mana putusan tersebut dijatuhkan.) Pengajuan permohonan penolakan putusan arbitrase internasional ini harus disertakan dengan bukti-bukti yang ditujukan kepada peradilan yang berwenang di negara pelaksanaan putusan dimintakan. Selain melalui permohonan pengajuan, Pasal 5 ayat 2 Konvensi New York juga mengatur tentang kewenangan peradilan untuk menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional tanpa adanya permohonan penolakan terlebih dahulu, apabila : Suleman Batubara, Orinton Purba, Op.cit, hal

24 1. Objek Sengketa Arbitrase Tidak Termasuk dalam Ruang Lingkup Hukum Dagang di Negara di mana Putusan Arbitrase Dimintakan Pengakuan dan Pelaksanaannya. Pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa suatu putusan arbitrase asing hanya dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia sebatas putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang. Sementara itu penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa yang termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang adalah kegiatan-kegiatan di bidang perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, dasn hak kekayaan intelektual. Suatu putusan arbitrase asing dapat ditolak pengakuan dan pelaksanaannya di Indonesia bilamana putusan tersebut di luar ruang lingkup hukum dagang. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau Mahkamah Agung dapat menolak suatu putusan arbitrase internsional yang ruang lingkupnya di luar hukum perdagangan. 2. Putusan Arbitrase Melanggar Ketertiban Umum. Ketertiban umum dapat dijadikan sebagai dasar untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Pengertian ketertiban umum ini berbeda di masing-masing negara. Hal inilah yang kemudian sering menjadi kendala dalam tatanan praktik. Tidak adanya kesamaan penafsiran dan pengertian tentang ketertiban umum ini cenderung sering disalahgunakan. Sudargo Gautama menyatakan bahwa fungsi dari ketertiban umum ini adalah sebagai rem darurat dalam

25 sebuah kereta api. Rem darurat di sini mempunyai pengertian bahwa penggunaan ketertiban umum ini sebagai alasan untuk tidak dapat memperlakukan hukum negara asing dalam sebuah negara seirit mungkin, bisa diibaratkan karena suatu keterpaksaan. Namun, untuk tidak menimbulkan perbedaan penafsiran serta untuk menghindari penyalahgunaan dari ketertiban umum ini, menurut beliau perlu diberikan suatu definisi yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan ketertiban umum ini. Penolakan pengakuan dan pelaksanaan suatu putusan arbitrase internasional di suatu negara mengakibatkan putusan arbitrase tersebut tidak dapat dilaksanakan di wilayah negara yang menolak putusan tersebut, tetapi masih dapat mengajukannya kembali ke negara tempat di mana aset yang dari pihak yang kalah berada. 115 Sedangkan, upaya hukum pembatalan putusan arbitrase mengakibatkan dinafikannya putusan arbitrase tersebut, dan para pihak harus mengulang proses arbitrase. 116 Pasal 5 ayat 1 huruf e Konvensi New York 1958 mengatur bahwa pembatalan putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan di negara putusan dijatuhkan atau berdasarkan hukum yang digunakan dalam putusan tersebut. Sejalan dengan Konvensi New York 1958, ICSID juga mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase internasional. Pasal 52 paragraf 1 ICSID menyebutkan bahwa salah satu pihak dapat meminta pembatalan putusan 115 Ibid, hal Ibid, hal. 142

26 arbitrase tersebut dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada sekretaris jenderal ICSID. Adapun alasan-alasan pembatalan menurut ICSID adalah sebagai berikut : that The Tribunal was not properly constituted (pembentukan Tribunal tidak tepat) 2. that The Tribunal has manifestly exceeded its power (Tribunal melampaui batas kewenangannya.) 3. that there was corruption on the part of a member of the Tribunal. (Adanya kecurangan dari anggota Tribunal) 4. that has been a serious departure from a fundamental rule of procedure; or that the award has failed to state the reasons on which it is based (Adanya suatu penyimpangan yang serius dari aturan acara ; atau putusan gagal mencantumkan alasan yang menjadi putusan) 117 Pasal 52 paragraf 1 Convention on the Settlement of Investment Disputes Between States States and Nationals of Other States

27 BAB IV ANALISIS PUTUSAN ANTARA HARVEY NICHOLS AND COMPANY LIMITED DENGAN PT. HAMPARAN NUSANTARA DAN PT. MITRA ADIPERKASA, Tbk A. Penjelasan Sengketa Putusan Mahkamah Agung No. 631 K/Pdt.Sus/2011 adalah putusan mengenai perkara Perdata Khusus (Arbitrase) dalam tingkat kasasi, yang melibatkan 3 pihak : Pemohon Kasasi dahulu Tergugat adalah Harvey Nichols and Company Limited, suatu perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Inggris (registrasi No ), berkedudukan di 109/125 Knightsbridge, London SWIX 7RJ, Inggris, dalam hal ini memberi kuasa kepada : Iswahjudi A. Karim, S.H., L.L.M. dan kawan-kawan, para Advokat, berkantor di Plaza Mutiara Lantai 7, Jalan Lingkar Mega Kuningan Kav. 1 & 2, Jakarta 12950, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 15 April Termohon Kasasi dahulu Penggugat adalah PT. Hamparan Nusantara dan PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. Keduanya berkedudukan di Wisma 46-Kota BNI Lantai 8, Jalan Jendral Sudirman Kav. 1, Jakarta Pusat 10220, dalam hal ini memberi kuasa kepada : Joni Aries Bangun, S.H., M.M., M.H. dan kawankawan, para Advokat, berkantor di Bapindo Plaza-Citibank Tower Lantai 24, Jl. Jendral Sudirman Kav , Jakarta 12190, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Februari 2012.

28 Harvey Nichols and Company Limited membuat sebuah Perjanjian Lisensi Eksklusif dengan PT. Hamparan Nusantara dan PT. Mitra Adiperkasa, Tbk pada tanggal 23 Februari Pasal 15 dari Perjanjian Lisensi Eksklusif tersebut mengatur tentang perjanjian arbitrase yang sah dan mengikat para pihak. Selain mengatur mengenai klausul arbitrase, perjanjian tersebut juga mengatur tentang pembayaran royalty dan pembagian keuntungan bagi pemilik merk. PT. Hamparan Nusantara dan PT. Mitra Adiperkasa kemudian melanggar perjanjian tersebut dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Lalai untuk menerbitkan surat jaminan kedua dalam mata uang Sterling yang senilai dengan US $3 juta sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 4.2(j) Perjanjian. 2. Lalai untuk membayar Pemohon royalti minimum berdasarkan pasal-pasal 7.2 dan 8.1 perjanjian. 3. Lalai untuk memperbaharui surat jaminan kedua setelah penarikan pemohon berdasarkan Pasal 7.4 Perjanjian. Adanya pelanggaran yang dilakukan PT. Hamparan Nusantara dan PT. Mitra Adiperkasa, menyebabkan Harvey Nichols and Company Limited melaporkan pelanggaran tersebut pada Lembaga Arbitrase Chartered Institute of Arbitrators di London, yang kemudian memilih Tuan Stephen Males sebagai arbiter tunggal dari sengketa ini. Namun, setelah 3 kali dipanggil, Termohon Kasasi tidak juga datang, sehingga pemeriksaan perkara dilakukan tanpa adanya pihak Termohon Kasasi. Saat proses pemeriksaan perkara melalui

29 arbitrase berlangsung, pada tanggal 26 Mei 2010, PT. Hamparan Nusantara dan PT. Mitra Adiperkasa menggugat Harvey Nichols and Company Limited ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk pembatalan perjanjian. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian mengabulkan gugatan PT. Hamparan Nusantara dan PT. Mitra Adiperkasa dan menyatakan Perjanjian Lisensi Eksklusif tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan batal demi hukum. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Perjanjian Lisensi Eksklusif tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia (vide Pasal 1320 butir 4 jo. Pasal 1337 jo. Pasal 1339 KUHPerdata jo. PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Keuangan tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo. PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M- DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Perjanjian Lisensi Eksklusif tersebut dinyatakan melanggar PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M- DAG/PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, karena : 1. Tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia 2. Tidak menggunakan hukum Indonesia sebagai hukum yang berlaku 3. Tidak ada pemberian keterangan tertulis atau prospectus dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba sebelum dibuatnya perjanjian

30 4. Pemberi Waralaba tidak memiliki surat keterangan legalitas usaha yang dikeluarkan oleh instansi berwenang di negara asalnya 5. Tidak adanya pendaftaran perjanjian waralaba dan keterangan tertulis atau prospectus kepada Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan. Sementara itu, pemeriksaan arbitrase yang dilaksanakan di London telah menghasilkan sebuah putusan arbitrase yang kemudian diubah oleh arbiter, yaitu : VI-Putusan Yang Diubah 13. Untuk alasan-alasan yang dikemukakan di atas, paragraf 71 putusan saya diubah untuk dibaca sebagai berikut (perubahan hanya pada sub-paragraf (f) dan (g)): a. Saya memutuskan bahwa Perjanjian lisensi ekslusif antara para pihak tertanggal 23 Januari 2007 ("Perjanjian") adalah sebuah perjanjian yang sah yang mengikat para pihak; b. Saya menegaskan bahwa penetapan-penetapan yang dibuat dalam putusan atas yurisdiksi tertanggal 14 Juni 2010, yaitu bahwa: 1) Pasal 15 dari Perjanjian lisensi ekslusif tertanggal 23 Januari 2007 antara Pemohon dan para Termohon merupakan perjanjian arbitrase yang sah dan mengikat para pihak; 2) Penunjukan saya sebagai Wasit tunggal oleh Presiden dari Chartered Institute of Arbitrators pada 12 Mei 2010 adalah sah dan efektif sehingga Majelis Arbitrase dibentuk secara patut; 3) Saya memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan tuntutan Pemohon merujuk pada arbitrase sesuai dengan pemberitahuan Arbitrase tertanggal 25 Maret 2010 dan permohonan untuk penunjukan seorang Wasit tertanggal 4 Mei 2010; c. Saya menetapkan bahwa Termohon kesatu telah melanggar perjanjian dengan cara-cara sebagai berikut: 1) lalai untuk menerbitkan surat jaminan kedua dalam Sterling setara dengan US $3 juta sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 4.2(j) Perjanjian; 2) lalai untuk membayar Pemohon royalti minimum berdasarkan Pasalpasal 7.2 dan 8.1 Perjanjian; 3) lalai untuk memperbaharui surat jaminan kedua setelah penarikan

31 Pemohon berdasarkan Pasal 7.4 Perjanjian; dan 4) menerbitkan proses-proses tertanggal 26 Mei 2010 terhadap Pemohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ("proses-proses di Jakarta"); d. Saya menetapkan bahwa Termohon kedua telah melanggar perjanjian dengan cara-cara sebagai berikut: 1) lalai untuk melaksanakan kewajibannya untuk memastikan pemenuhan oleh Termohon pertama atas semua kewajiban keuangan dari Termohon pertama berdasarkan perjanjian, yaitu pembayaran dari waktu ke waktu atas royalti-royalti minimum dan pembaharuan atau penerbitan ulang surat jaminan kedua oleh Termohon pertama; dan 2) menerbitkan proses-proses di Jakarta; e. Saya menetapkan bahwa tindakan kedua Termohon yang diuraikan dalam (c) dan (d) di atas menimbulkan pelanggaran material dari perjanjian oleh masing-masing mereka; f. Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon sejumlah 971, bersama dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya di atas Libor, berlipat setiap tiga bulannya, dari 1 Jui 2010 hingga pembayaran; g. Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon lebih lanjut sejumlah US$ 35,000 sebagai kerugian yang ada hingga dan termasuk 31 Agustus 2010 untuk pelanggaran para Termohon dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta, bersama dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya di atas Libor, berlipat setiap tiga bulannya, dari 1 September 2010 hingga pembayaran; h. Saya menetapkan bahwa Pemohon berhak untuk ganti rugi sehubungan dengan tiap kerugian yang diderita setelah 31 Agustus 2010 sebagai akibat dari pelanggaran para Termohon atas perjanjian dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta dan saya mencadangkan wewenang untuk menetapkan kerugian-kerugian tersebut selanjutnya; i. Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka untuk dengan segera membuat Barclays Bank Plc atau Bank Internasional besar lainnya dengan keduduka n yang sama yang diterima oleh Pemohon untuk menerbitkan surat jaminan kedua yang isinya dalam bentuk yang dikemukakan dalam Bagian 2, Lampiran 2 Perjanjian untuk Pemohon sejumlah US$ 3 juta; j. Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk membayar kepada Pemohon sejumlah 45,000 sehubungan dengan biaya-biaya arbitrase Pemohon; k. Saya memutuskan bahwa para Termohon harus membayar biaya-biaya jasa saya, yang saya tetapkan sejumlah 12,175 ditambah PPN apabila berlaku (termasuk biaya-biaya putusan atas yurisdiksi), bersama-sama dengan pengeluaran-pengeluaran sebesar ; Dan bahwa apabila Pemohon harus membayar biaya-biaya jasa dan pengeluaran-pengeluaran

32 tersebut sebelumnya, diberikan hak untuk penggantian segera oleh para Termohon"; Perubahan putusan arbitrase IDSR terdapat dalam sub paragraf (f) dan (g). Sub paragraf (f) sebelumnya meminta pembayaran dari Termohon sebanyak US$ 35,000 dan pada sub paragraf (g) sebelumnya arbiter mencadangkan wewenangnya untuk menetapkan kerugian yang diderita Pemohon untuk dibayar oleh para Termohon. Kemudian, Pihak Harvey Nichols and Company Limited melakukan pendaftaran putusan arbitrase tersebut ke Pengadilan Neger Jakarta Pusat, dan PT. Hamparan Nusantara dan PT. Mitra Adiperkasa mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase internasional tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan sebab melanggar dan bertentangan dengan ketentuan hukum Indonesia. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mengabulkan permohonan PT. Hamparan Nusantara dan PT. Mitra Adiperkasa. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan Putusan Sela yang amarnya sebagai berikut : 1. Menolak eksepsi kompetensi absolut Tergugat 2. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini 3. Memerintahkan kepada pihak yang bererkara untuk melanjutkan pemeriksaan perkara hingga putusan akhir 4. Menangguhkan putusan biaya perkara hingga putusan akhir. Kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan putusan akhir yang amarnya sebagai berikut :

33 1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima 2. Menghukum Penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp ,- (dua ratus enam puluh enam ribu rupiah). Kemudian Harvey Nichols and Company Limited mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan adanya ketidakjelasan Judex Facti. B. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pada tanggal 27 Desember 2012, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan dengan pertimbangan hukum sebagai berikut : 1. Bahwa Pengadilan yang berwenang membatalkan putusan arbitrase IDSR a quo adalah di Negara mana putusan arbitrase tersebut dibuat yaitu Pengadilan di London, Inggris. 2. Bahwa pembatalan putusan arbitrase internasional tidak diatur dalam perjanjian internasional, oleh sebab itu pengadilan nasional suatu negara tidak mungkin dapat membatalkan putusan arbitrase internasional. 3. Bahwa pembatalan putusan arbitrase internasional diatur dalam Konvensi New York 1958 dan sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing negara peserta konvensi untuk menentukan sendiri kriteria dan dasar yang digunakan sebagai alasan pembatalan putusan arbitrase, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang, namun pertimbangan hukum Pengadilan Negeri tentang gugatan yang prematur sudah tepat sebab landasan putusan adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang belum berkekuatan hukum tetap.

34 Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Harvey Nichols and Company Limited tersebut dan membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat dikabulkan dan para Termohon Kasasi/Penggugat berada di pihak yang kalah, maka para Termohon Kasasi/Penggugat harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 48 tahun 2009, Undang- Undang No. 14 tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2009, dan Undang-Undang No. 30 tahun 1999 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan; MENGADILI : 1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Harvey Nichols and Company Limited tersebut; 2. Membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011; MENGADILI SENDIRI : 1. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili gugatan pembatalan putusan arbitrase internasional atas putusan IDSR ;

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional Untuk dapat mengetahui kekuatan hukum putusan arbitrase

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013 Each contracting state shall recognize arbitral awards as binding and enforce them in accordance with the rules of procedure of the territory where the award is relied upon, under the condition laid down

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA 1958 Konvensi mengenai Pengakuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

of law, choice of jurisdiction, condition des estranges dan nationalite. Ruang

of law, choice of jurisdiction, condition des estranges dan nationalite. Ruang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku dan apakah yang merupakan hukum, jika

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1968 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2

PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2 PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI ASING DALAM BIDANG PERTAMBANGAN MELALUI ARBITRASE INTERNASIONAL 1 Oleh : Dadang A. Van Gobel 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini: NAMA: Catherine Claudia NIM: 2011-0500-256 PELAKSANAAN KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE KOMERSIAL NTERNASIONAL MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 4 K/TUN/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara tata usaha negara pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses pembatalan putusan arbitrase oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: tahap pertama Pemohon mengajukan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut: DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU Perhatikan desain-desain handphone berikut: 1 1. Pengertian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang SIRKUIT TERPADU (integrated

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST)

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) Astri Maretta astrimaretta92@gmail.com Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

I Gusti Agung Ngurah Iriandhika Prabhata, S.H.,M.H. Kepastian

I Gusti Agung Ngurah Iriandhika Prabhata, S.H.,M.H. Kepastian 163 KEPASTIAN HUKUM PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE ASING TERHADAP INVESTASI DI INDONESIA Oleh: I Gusti Agung Ngurah Iriandhika Prabhata, S.H.,M.H. Corporate Lawyer - Vidhi Law Office Abstract In

Lebih terperinci

TENTANG DUDUK PERKARANYA

TENTANG DUDUK PERKARANYA P U T U S A N Nomor : 7/Pdt.G/2010/PTA Smd BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Samarinda yang mengadili perkara perdata pada tingkat banding

Lebih terperinci

Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy

Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy Perjanjian ini dibuat pada hari ini, , tanggal , bulan tahun (dd-mm-yyyy), antara: PT Kustodian Sentral Efek

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai BAB IV PENUTUP Setelah melakukan penelitian dan analisis mengenai bagaimanakah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di indonesia, maka dalam bab IV yang merupakan bab penutup ini, Penulis

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Ketentuan ketentuan tentang pelaksanaan (eksekusi) putusan Arbitrase Asing (Internasional) di Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL Safrina No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 135-151. PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL ROLE OF COURTS IN THE IMPLEMENTATION OF THE DECISIONS OF INTERNATIONAL ARBITRATION

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 221 K/Pdt.Sus-PHI/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 415 /PDT/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 1 of 27 27/04/2008 4:06 PM UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 120/B/2012/PT.TUN-MDN -------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH. AGUNG No. 272 K/Ag/2015

BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH. AGUNG No. 272 K/Ag/2015 BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 272 K/Ag/2015 A. Gambaran Dualisme Akad Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 272 K/Ag/2015 Perkara wanprestasi dalam putusan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan bisnis dan perdagangan sangat pesat dan tidak dapat dibatasi oleh siapa pun. Pelaku bisnis bebas dan cepat untuk menjalani transaksi bisnis secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 120 K/Pdt.Sus-PHI/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun 2005 3 SUSUNAN BAGIAN

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI Awal permasalahan ini muncul ketika pembayaran dana senilai US$ 16.185.264 kepada Tergugat IX (Adi Karya Visi),

Lebih terperinci

SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.

SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg. SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg. BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Bandung telah memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA.

DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 5 TAHUN 1968 (5/1968) TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA NEGARA DAN WARGANEGARA ASING MENGENAI PENANAMAN MODAL DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa PUTUSAN Nomor 37 PK/TUN/2018 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara tata usaha negara pada peninjauan kembali telah memutus dalam

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 18 K/N/2000 =============================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

PUTUSAN Nomor 18 K/N/2000 =============================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG PUTUSAN Nomor 18 K/N/2000 =============================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara niaga dalam tingkat. kasasi telah mengalami putusan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 28/Pdt/2014/PT. BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 83, 2004 () KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 793 K/Pdt/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 92 PK/Pdt.Sus-PHI/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 09/B/2013/PT.TUN-MDN

P U T U S A N Nomor : 09/B/2013/PT.TUN-MDN P U T U S A N Nomor : 09/B/2013/PT.TUN-MDN ---------------------------------------------------------------------------------- Publikasi putusan ini dimaksudkan sebagai informasi kepada publik, sedangkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR.

P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR. P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru, yang memeriksa dan mengadili perkara - perkara perdata dalam Tingkat Banding, dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N No: 666 K / Pdt / 2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa pekara perdata dalam

P U T U S A N No: 666 K / Pdt / 2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa pekara perdata dalam P U T U S A N No: 666 K / Pdt / 2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa pekara perdata dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

MAHKAMAH AGUNG. memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan dari;

MAHKAMAH AGUNG. memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan dari; PUTUSAN Nomor 16 PK/N/1999 ==================================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN

Lebih terperinci

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak komprehensifnya ketentuan-ketentuan pengakuan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 354 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada

Lebih terperinci

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE KLRCA (Direvisi pada tahun 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada tahun 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGADAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 (Farrah Ratna Listya, 07 140 189, Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 77 Halaman)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum dan Peradilan Niaga SHPDT1210 2 VI Marnia Rani Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi Mata kuliah Hukum dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 150/PDT/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 150/PDT/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 150/PDT/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci