II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengembangan, Kebutuhan dan Impor Jagung Kebijakan Pengembangan Jagung Jagung diusahakan pada lingkungan yang beragam yaitu dari lahan kering, sawah tadah hujan hingga sawah beririgasi. Areal pertanaman jagung telah mengalami pergeseran, pada tahun 1980-an dominan (78 persen) di tanam dilahan kering dan sisanya sebesar 11 persen ditanam dilahan sawah irigasi dan 10 persen ditanam disawah tadah hujan. Namun, saat ini diperkirakan areal pertanaman jagung di lahan sawah irigasi dan tadah hujan meningkat berturut-turut sebesar persen dan persen terutama di daerah produksi jagung komersial (Badan Litbang Pertanian, 2005). Produksi jagung nasional masih bersifat musiman, dimana saat penen raya melimpah dan dilain pihak saat bulan-bulan tertentu paceklik. Hal ini sangat berkaitan dengan musim tanam yang dominan dilakukan pada musim hujan (Oktober-Maret), sedangkan pada musim kemarau (April-September) luas pertanaman relatif sedikit. Produksi jagung di Indonesia relatif tersebar di seluruh pelosok, dan dalam luasan yang belum memenuhi skala usaha yang mampu mensuplai produksi yang cukup untuk setiap saat dalam satu wilayah. Sehingga untuk memperoleh produksi yang relatif besar diperlukan proses pengumpulan (colecting) dari berbagai daerah yang terpencar. Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani cukup beragam, bergantung pada orientasi produksi (subsisten, semikomersial, komersial), kondisi kesuburan tanah, resiko yang dihadapi, dan kemampuan petani membeli atau mengakses sarana produksi. Penggunaan varietas pada tahun 2002 adalah 28 persen hibrida,

2 18 47 persen komposit unggul, dan 25 persen komposit lokal. Karena pertimbangan harga dan resiko yang dihadapi, cukup banyak petani yang menanam benih hibrida turunan (F2) (Badan Litbang Pertanian, 2005). Menurut Djulin, et.al., (2005) bahwa hingga kini jagung masih dominan ditanam di lahan kering pada musim hujan, walaupun disisi lain juga terjadi perluasan jagung di lahan sawah pada musim kemarau. Masih dominannya pertanaman jagung di lahan kering dan dominannya penanaman dimusim hujan menyebabkan timbulnya permasalahan terkait mutu hasil dan fluktuasi harga yang relatif besar. Kondisi ini juga merupakan sebagai salah satu penyebab lambatnya adopsi teknologi jagung. Hasil penelitian Djulin, et.al., (2005) juga menyebutkan bahwa usahatani jagung unggul (hibrida) di lahan sawah dan lahan kering memberikan hasil sebesar 6.14 ton/ha dan 4.62 ton/ha, dengan keuntungan yang diraih masingmasing sebesar 2.9 juta rupiah dan 2.1 juta rupiah per hektar. Penelitian lainnya Sumaryanto (2005) mengungkapkan bahwa rata-rata produktivitas usahatani jagung hibrida di DAS Brantas sebesar 5.2 ton/ha, dengan tingkat keuntungan yang diperoleh sebesar 2.1 juta rupiah per hektar. Sementara itu, pengembangan jagung kedepan diarahkan untuk mencapai tujuan terciptanya Indonesia menjadi produsen jagung yang tangguh dan mandiri pada tahun 2025 dengan ciri-ciri produksi yang cukup dan efisien, kualitas dan nilai tambah yang berdaya saing, penguasaan pasar yang luas, meluasnya peran stakeholder, serta adanya dukungan pemerintah yang kondusif (Deptan, 2005). Untuk merealisasikan program tersebut ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam (PAT), peningkatan efisiensi produksi,

3 19 penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, pengembangan unit usaha bersama, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Menurut Ditjen Tanaman Pangan (2008), bahwa faktor-faktor pendukung dalam peningkatan produksi jagung antara lain berupa: (1) iklim pengembangan yang kondusif, (2) harga komoditas jagung yang menarik, dan (3) kebijakan dan program pemerintah yang meliputi: subsidi pupuk dan benih, akselerasi penerapan inovasi dan teknologi usahatani, bantuan alsintan, fasilitasi penyuluhan dan sebagainya. Selain itu, menurut Ditjen Tanaman Pangan (2010) bahwa upaya meningkatkan produksi jagung nasional akan menghadapi beberapa tantangan dan sekaligus peluang baik bersifat internal maupun eksternal. Pengembangan produksi jagung dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Beberapa tantangan dalam pengembangan jagung antara lain: (1) kebutuhan jagung yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yaitu untuk pangan dan bahan baku industri makanan, serta untuk pemenuhan kebutuhan pakan ternak dimana hasil produk peternakan untuk penyediaan protein hewani, (2) produksi jagung yang belum merata sepanjang tahun, dan saat ini masih dominan ditanam dilahan kering (tadah hujan), (3) jagung masih dianggap sebagai tanaman kedua setelah padi (secondary crop), padahal perannya sangat strategis dalam pemenuhan bahan baku pakan dan industri makanan (industrial crop), (4) untuk komoditas jagung masih belum terdapat jaminan harga jual seperti halnya pada komoditas padi yang telah memiliki referensi harga pembelian pemerintah, dan (5) penerapan teknologi yang

4 20 belum sepenuhnya sesuai anjuran, sementara introduksi teknologi spesifik lokasi cukup intensif disebarkan ke tingkat petani baik oleh pemerintah maupun swasta. Sementara itu, peningkatan produksi memiliki peluang yang besar melalui: (1) peningkatan produktivitas jagung, dimana produktivitas saat ini masih dibawah produktivitas potensial dengan semakin meningkatnya penggunaan varietas unggul hibrida, (2) terdapatnya peran swasta yang aktif dalam dalam pengembangan industri benih, teknologi budidaya dan pemasaran hasil, (3) harga jagung yang semakin meningkat seiring dengan permintaan jagung yang semakin meningkat, (4) dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan jagung, dan (5) masih memungkinnya perluasan areal pertanaman jagung pada lahan-lahan yang belum diusahakan dan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Upaya peningkatan produktivitas dibedakan atas tingkat produktivitas yang telah ada selama ini. Bagi daerah-daerah yang telah memiliki produktivitas tinggi diarahkan untuk dimantapkan, dan bagi daerah daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah dilakukan uapaya akselerasi melalui penggunaan benih hibrida, benih komposit, penerapan teknologi spesifik lokasi, pemupukan berimbang, pengelolaan usahatani terpadu lahan kering. Perluasan areal tanam (PAT) diarahkan ke daerah di luar Jawa yang memiliki potensi cukup luas melalui penambahan baku lahan, mengoptimalkan lahan kering, rehabilitasi dan konservasi lahan, serta pengembangan lahan rawa/lebak/pasang surut. Untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran tersebut, perlu dukungan aspek hulu antara lain penyediaan lahan, perbaikan pengairan, sarana produksi, alsintan, permodalan, dan infrastruktur jalan usahatani. Di bidang pengolahan dan pemasaran jagung diarahkan untuk mewujudkan tumbuhnya usaha pengolahan

5 21 dan pemasaran jagung yang dapat meningkatkan nilai tambah dan harga yang wajar ditingkat petani sehingga petani dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraanya. Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka strategi yang akan ditempuh dalam pengembangan pengolahan dan pemasaran jagung tersebut diarahkan untuk: meningkatkan mutu dan nilai tambah jagung, meningkatkan harga jagung dan pembagian keuntungan (profit sharing) yang proposional bagi petani, tumbuhnya unit-unit pengolahan dan pemasaran jagung yang dikelola oleh kelompok tani/gabungan kelompok tani atau asosiasi jagung, meningkatkan efisiensi biaya pengolahan dan pemasaran serta memperpendek mata rantai pemasaran, mengurangi impor jagung dan meningkatkan ekspor jagung (Deptan, 2005). Selanjutnya program pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil jagung yang dilaksanakan adalah : (1) pengembangan dan penanganan pasca panen dalam rangka meningkatkan mutu jagung. Program ini terkait dengan penerapan manajemen mutu sehingga produk yang dihasilkan sesuai persyaratan mutu pasar/ konsumen. Dalam kaitan tersebut diperlukan pelatihan dan penyuluhan yang intensif tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan mananjemen mutu, (2) pembangunan unit-unit pengolahan di tingkat petani/gapokatan/asosiasi, (3) penguatan modal, (4) penguatan peralatan mesin kegiatan pengolahan dan penyimpanan jagung, peralatan yang diperlukan antara lain pengering jagung (dryer), corn sheller (pemipil), mesin tepung, mesin bongol jagung (pemotong/pencacah bonggol), mixer (pencampur pakan) dan gudang, (5) membentuk dan memfasilitasi sistem informasi dan promosi, serta asosiasi jagung, (6) Pembangunan drying dan silo center di setiap lokasi sentra produksi

6 22 jagung, dan (7) Pengembangan industri berbasis jagung lokal dengan kekuatan sendiri. Menurut Rusastra dan Kasryno (2005) bahwa terdapat beberapa kebijakan strategis yang perlu dilakukan dalam pengembangan usahatani jagung terutama pada agroekosistem lahan kering yaitu: (1) introduksi varietas komposit yang berdaya hasil tinggi, berumur genjah, tipe tanaman pendek, dan berbatang kokoh, (2) penerapan teknologi usahatani konservasi sistem budidaya lorong (alley cropping), (3) pemanfaatan pupuk kandang untuk meningkatkan bahan organik tanah, (4) penanaman tepat waktu pada awal musim hujan, (5) introduksi teknologi tanpa olah tanah dan hemat tenaga kerja, dan (6) intensifikasi program penyuluhan untuk memperbaiki kemampuan manajemen petani. Menurut Purwanto (2007) bahwa kebijakan peningkatan produksi jagung nasional dapat dilakukan dengan upaya: (1) perbaikan infrastruktur penunjang pertanian seperti irigasi, jalan usahatani dan lainnya, (2) pengembangan kelembagaan pertanian, seperti kelompok tani, koperasi tani dan lainnya, (3) penyuluhan aplikasi teknologi produksi, (4) bantuan permodalan pertanian, misal melalui penjaminan pinjaman, subsidi bunga, dan kredit lunak terhadap petani, dan (5) pemasaran hasil pertanian melalui peningkatan mutu hasil pertanian, sarana pemasaran hasil dan sebagainya. Adapun program peningkatan produksi dapat ditempuh melalui: (1) peningkatan produktivitas terutama melalui penyebaran benih unggul jagung hibrida dan komposit unggul, (2) perluas areal tanam yang diarahkan ke luar Jawa yang memiliki potensi cukup luas melalui pemanfaatn lahan sawah selama musim kemarau yang tidak ditanami padi serta mengoptimalkan dan penambahan luas

7 23 baku lahan kering, (3) pengamanan produksi atas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) jagung, dampak fenomena iklim dan menekan kehilangan hasil saat penanganan panen dan pasca panen yang kurang benar, (4) penguatan kelembagaan agribisnis di tingkat petani, kelembagaan usaha dan pemerintah sesuai perannya masing-masing, dan (5) pembiayaan dalam pengembangan produksi jagung, melalui bantaun benih jagung hibrida, pengadaan sarana pupuk dan pembinaan melalui pola Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), pendampingan teknologi, fasilitasi kredit pertanian dan program pengembangan jagung melalui kemitraan usaha (Purwanto, 2007). Berbagai kebijakan diatas pada intinya adalah agar keuntungan/pendapatan usahatani jagung dapat lebih meningkat. Upaya peningkatan produksi jagung harus senantiasa diikuti upaya peningkatan efisiensinya. Proses produksi usahatani dikatakan efisien apabila faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani tersebut dialokasikan. Masalah alokasi faktor produksi ini erat kaitannya dengan tingkat keuntungan yang akan dicapai. Keuntungan maksimum tercapai pada saat nilai produktivitas marjinal dari faktor produksi (input) sama dengan biaya korbanan marjinal atau harga input yang bersangkutan Kebutuhan dan Impor Jagung Peranan jagung bagi Indonesia, dengan jumlah penduduk yang banyak dan industri peternakan dan industri pakan yang berkembang cukup pesat sangat beralasan untuk memprioritaskan produksi jagung nasional. Selain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, juga berpeluang untuk diekspor ke pasar internasional. Pemenuhan kebutuhan jagung bila mengandalkan impor akan berisiko tinggi, dan akan berdampak terhadap indutri peternakan (pakan) dalam

8 24 negeri. Fluktuasi ketersediaan dan harga pakan ternak yang sering muncul di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah karena pengaruh fluktuasi pasokan bahan baku jagung. Menurut Tangendjaya, et.al., (2005) bahwa Indonesia dalam sepuluh tahun kedepan akan menghadapi permintaan jagung yang relatif besar untuk kebutuhan jagung dalam negeri, terutama untuk bahan baku industri pakan yang semakin meningkat. Permasalahan besar adalah teknologi dan agribisnis jagung di Indonesia masih jauh dari harapan untuk dapat mendukung permintaan tersebut. Jika teknologi dan agribisnis tetap bertahan seperti sekarang maka diperkirakan Indonesia akan mengimpor jagung yang cukup besar pada sepuluh tahun mendatang. Solusi atas hal ini, adalah melalui pemacuan sistem agribisnis jagung nasional agar menjadi lebih maju dengan perbaikan manajemen lahan, ukuran usaha yang lebih rasional dan penggunaan teknologi produksi secara intensif. Kebutuhan jagung nasional secara total sangat tinggi yaitu pada tahun 2000 mencapai 10 juta ton, dan tahun 2009 mencapai 15 juta ton. Sementara produksi jagung pada tahun 2000 mencapai 9.68 juta ton, sehingga untuk menutupi kebutuhan maka dilakukan impor yang besarnya mencapai 1.29 juta ton. Namun, pada tahun 2009 produksi jagung nasional sudah diatas kebutuhan yaitu sebesar juta ton dan impor menurun menjadi 300 ribu ton. Impor jagung nasional pada periode mengalami penurunan yaitu sekitar persen per tahun (Lampiran 1). Jika produksi jagung terus dipertahankan atau ditingkatkan, maka ke depan impor jagung nasional akan semakin menurun. Namun sebaliknya, jika produksi jagung nasional stagnan sementara kebutuhan terus meningkat maka impor jagung akan meningkat. Pada perkembangan

9 25 selanjutnya, ternyata impor jagung justru semakin meningkat dimana menurut data GPMT impor jagung pada tahun 2010 mencapai 1.5 juta ton, dan pada akhir tahun 2011 diperkirakan dapat mencapai 2,5 juta ton. Meningkatnya impor jagung, akan semakin terkuras untuk pembiayaan impor dan menurunkan keuntungan usahatani jagung domestik. Oleh karena itu, diperlukan upaya kesinambungan untuk meningkatkan produksi jagung dalam negeri. Menurut Swastika (2006), bahwa dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap impor jagung, maka solusi pemecahannya antara lain: (1) melakukan promosi secara intensif atas penggunaan benih jagung hibrida, sehingga produktivitas jagung nasional akan meningkat, (2) pengembangan kerjasama yang saling menguntungkan diantara perusahaan benih dengan petani jagung dan pabrik pakan serta makanan ternak, (3) penyediaan paket kredit bersubsidi untuk petani dengan prosedur pinjaman yang sederhana, dan (4) konsolidasi petani melalui penguatan kelompok tani dalam rangka memperbaiki posisi tawar petani Model Fungsi Keuntungan, Penawaran Output, Permintaan Input, dan Daya Saing Komoditas Pertanian Model Fungsi Keuntungan, Penawaran Output, dan Permintaan Input Secara umum, keuntungan didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan (current revenue) dikurangi biaya (total cost). Debertin (1986) mendefinisikan keuntungan adalah nilai total produk (TVP) dikurangi total biaya (TC). Model fungsi keuntungan jangka pendek di kembangkan awal oleh Lau and Yotopaulus (1972). Keuntungan maksimum tercapai pada saat nilai produk marginal sama

10 26 dengan harga input (marginal factor cost). Model fungsi keuntungan dinormalkan oleh harga output menjadi fungsi keuntungan UOP (Unit Output Price). Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi sehubungan dengan fungsi keuntungan tersebut adalah: (1) petani dianggap sebagai unit analisis dan setiap petani individu mempunyai motif untuk memaksimumkan keuntungan, (2) petani dianggap sebagai price taker dalam pasar output dan input variabel, dan (3) fungsi produksi adalah concave dalam input variabel bahwa setiap petani menggunakan input yang sama, artinya produktivitas input pada setiap petani adalah sama (Lau and Yotopaulus, 1972). Adapun pertimbangan teoritis yang berkaitan dengan fungsi keuntungan UOP, menurut Puerta (2009) adalah: (1) menurun dan convex terhadap harga-harga input tidak tetap yang dinormalkan dengan harga output, (2) menaik terhadap jumlah input tetap, dan (3) menaik terhadap harga nominal output. Menurut Lau and Yotopaulus (1972) bahwa antara fungsi produksi dan keuntungan adalah satu set yang saling berhubungan karena keduanya merupakan dual transformasi. Berdasarkan pendekatan tersebut maka dapat diturunkan fungsi permintaan input dan penawaran output. Dalam penelitian empiris, terdapat 2 model ekonometrika yang sering digunakan yaitu: fungsi keuntungan Translog dan Cobb-Douglas. Dalam penelitian ini akan digunakan fungsi keuntungan translog. Pada kenyataannya seseorang petani atau produsen menentukan keputusannya berdasarkan hargaharga yang terjadi. Dengan kata lain bahwa dengan anggaran atau pendapatan yang terbatas maka untuk pengambilan keputusan berproduksinya maka yang menjadi faktor penentunya adalah harga input dan harga output.

11 27 Fungsi keuntungan Translog telah digunakan oleh beberapa peneliti seperti: Sidhu and Baanante (1981); Simatupang (1988), Nwachuku and Onyenweake (2005), dan Adeleke, et.al., (2008). Chand and Kaul (1986) memberikan catatan atas penggunaan fungsi keuntungan Cobb Douglas. Pada penggunaan fungsi keuntungan Cobb Douglas antara lain memiliki karakteristik: (1) bahwa dugaan elastisitas harga atas permintaan input yang berhubungan dengan harga sendiri yang selalu elastis, dan (2) dugaan elastisitas permintaan harga silang akan selalu negatif, yang berarti bahwa hubungan antar input akan selalu bersifat komplementer. Sidhu and Baanante (1981) menemukan elastisitas permintaan input yang berhubungan dengan harga output adalah negatif, sehingga seluruh faktor input bersifat komplementer. Sementara itu, fungsi penawaran output dan permintaan input pada penelitian ini diturunkan langsung dari fungsi keuntungan. Dengan menggunakan prinsip Hotteling Lemma, turunan parsial keuntungan maksimal terhadap perubahan harga output merupakan fungsi penawaran output dan turunan parsial keuntungan maksimal terhadap perubahan harga input merupakan fungsi permintaan input. Menurut Debertin (1986), bahwa permintaan input pada suatu proses produksi pertanian tergantung atas beberapa faktor seperti: (1) harga output yang diproduksi, (2) harga input produksi yang bersangkutan, (3) harga input subtitusi dan komplementernya, dan (4) parameter fungsi produksi itu sendiri, khususnya elastisitas produksi dari masing-masing input. Menurut Lau dan Yotopoulus (1972) bahwa terdapat beberapa keunggulan menggunakan pendekatan dual (fungsi keuntungan), yaitu: (1) fungsi penawaran output dan permintaan input dapat diturunkan secara langsung dengan mudah, (2)

12 28 penurunan fungsi penawaran output dan permintaan input dari fungsi keuntungan memberikan hasil yang sama jika fungsi tersebut diturunkan dari fungsi produksi, dan (3) analisis dengan menggunakan fungsi keuntungan dapat menghindari masalah bias pada persamaan simulatan. Hal ini disebabkan karena pada fungsi keuntungan semua peubah eksogen terletak disebelah kanan dan peubah endogen terletak disebelah kiri persamaan Daya Saing Komoditas Pertanian Suatu negara memproduksi dan mengekpor suatu komoditas adalah karena adanya keunggulan komparatif. Teori keunggulan komparatif pertama kali diperkenalkan oleh David Ricardo tahun Menurut Ricardo perdagangan antar dua negara akan menguntungkan dua belah pihak jika masing-masing negara memproduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif yang dimaksud adalah memiliki biaya yang lebih efisien dalam memproduksi suatu komoditas (Krugman dan Obstfeeld, 2000; serta Salvatore, 1997). Teori keunggulan komparatif Ricardo memiliki kelemahan yaitu menganggap bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang mempengaruhi harga komoditas yang diproduksi. Oleh karena itu, teori ini disempurnakan oleh G. Haberler melalui teori opportunity cost yang menyatakan bahwa suatu negara yang memiliki opportunity cost paling rendah dalam memproduksi suatu komoditas akan memiliki keunggulan komparatif terhadap komoditas tersebut. Teori komparatif berdasarkan opportunity cost tersebut kemudian disempurnakan lagi oleh Heckscher dan Ohlin yang kemudian dikenal dengan teori Heckscher Ohlin. Menurut teori ini, keunggulan komparatif suatu

13 29 negara dipengaruhi oleh perbedaan kelimpahan faktor produksi yang dimiliki dan intensitas penggunaan faktor-faktor produksi yang berlimpah. Menurut Barbaros, et.al., (2007), untuk mengukur tingkat daya saing (competitiveness) ekspor komoditas suatu negara dibanding negara pesaingnya (rival countries) dapat digunakan ukuran Revealed Comparative Advantage Index (Indeks RCA) dan Comparative Export Performance (CPA) Index. Keunggulan komparatif terhadap suatu komoditas tidak selamanya akan dimiliki suatu negara. Oleh karena itu, agar keunggulan komparatif bersifat dinamis harus diikuti dengan perbaikan teknologi melalui berbagai penelitian. Hal yang sama juga diungkapkan Batra and Khan (2005), bahwa keunggulan komparatif dalam ekspor komoditas dapat diukur dengan Revealed Comparative Advantage Index (Indeks RCA). Jika nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu, maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut atau terspesialisasi. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu, berarti keunggulan komparatif untuk komoditis tersebut tergolong rendah, di bawah rata-rata dunia atau tidak terspesialisasi. Menurut Simatupang (2005), bahwa daya saing suatu usaha merupakan suatu kemampuan usaha untuk tetap layak secara privat (financial) pada kondisi teknologi usahatani, lingkungan ekonomi dan kebijakan ekonomi dan kebijakan pemerintah yang ada. Analisis terhadap daya saing dapat didekati dengan estimasi nilai DRCR (Domestic Resource Cost Ratio) dan PCR (Private Cost Ratio). Nilai DRCR digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif suatu

14 30 komoditas pertanian suatu negara, sedangkan PCR merupakan indikator untuk mengukur keunggulan kompetitif suatu komoditas pertanian suatu negara. Monke and Pearson (1995) mengemukakan bahwa untuk mengukur keunggulan kompetitif dapat didekati dengan cara menghitung profitabilitas privat, sedangkan untuk mengukur keunggulan komparatif dapat dilakukan dengan menghitung profitabilitas sosial. Lebih lanjut Hadi et.al., (2002) mengemukakan bahwa DRCR menggambarkan daya saing pada kondisi pasar yang efisien (tidak terdistorsi), sedangkan nilai PCR menggambarkan daya saing pada kondisi pasar actual. Kondisi pasar aktual bisa merupakan pasar yang terdistorsi atau pasar yang efisien. Jika kondisi pasar aktual adalah efisien, maka nilai DRCR dan PCR adalah kurang dari satu. Sementara itu, Rosegrant, et.al, (1987) mengemukakan bahwa analisis keunggulan komparatif dengan indikator DRC pada komoditas pertanian dapat dikerjakan pada berbagai level regional. Analisis komparatif regional mengasumsikan 3 rejim dasar perdagangan regional yaitu: substitusi impor, perdagangan interregional, dan promosi ekspor. Dalam penelitian ini, untuk komoditas jagung karena dalam rangka pemenuhan kebutuhannya masih cukup dominan melakukan impor maka analisis akan difokuskan pada analisis sebagai substitusi impor Tinjauan Beberapa Studi Sebelumnya Studi Penawaran Output dan Permintaan Input Berbagai studi terkait komoditas jagung telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan model persamaan simulatan, seperti dilakukan Imron (2007), Darmansyah (2003) dan Purba (1999). Imron (2007) telah melakukan kajian tentang Dampak Kebijakan Ekonomi dan Perubahan

15 31 Faktor Eksternal Terhadap Kinerja Pasar Jagung dan Produk Turunannya di Indonesia. Hasil kajian ini antara lain menyebutkan bahwa peningkatan harga jagung dunia menyebabkan penawaran jagung domestik meningkat, namun tidak menyebabkan impor jagung Indonesia menurun. Demikian juga halnya dengan penawaran dan permintaan jagung oleh industri pakan ternak dan industri makanan tidak menurun. Implikasinya penawaran dan permintaan ternak mengalami peningkatan. Kondisi ini disebabkan sebagian besar pasokan jagung di Indonesia berasal dari impor karena produksi domestik masih sangat kecil untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan industri domestik. Selanjutnya Hasil kajian Darmansyah (2003) menyebutkan bahwa permintaan komoditi tanaman pangan di pasar domestik tidak responsif oleh harga sendiri kecuali jagung. Pengaruh harga barang lain terhadap permintaan komoditi: jagung bersubstitusi dengan beras, ubikayu bersubstitusi dengan ubirambat, gula berkomplemen dengan gula sintetis dan beras bersubstitusi dengan terigu. Purba (1999) juga telah melakukan kajian tentang Keterkaitan Pasar Jagung dan Pasar Ternak Ayam Ras di Indonesia. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa pasar jagung seringkali dipandang sebagai pasar tunggal yang berdiri sendiri, sehingga kebijakan terhadap komoditas jagung dampaknya cenderung tidak menyebar dalam pasar produk turunannya. Padahal kenyataan pasar jagung punya hubungan yang sangat erat dengan pasar pakan, pasar daging ayam, maupun pasar telur ayam. Sementara itu, juga terdapat studi-studi komoditas jagung dengan menggunakan model fungsi keuntungan. Studi yang dilakukan oleh Okuruwa, et.al., (2009) tentang efisiensi ekonomi padi dengan pendekatan fungsi

16 32 keuntungan menyimpulkan bahwa: (1) varietas padi berpengaruh signifikan terhadap peningkatan keuntungan usahatani; (2) peningkatan efisiensi teknis usahatani dilakukan melakukan akselerasi program dalam penyediaan varietas padi unggul/modern, ketersediaan pupuk dan lahan usahatani. Pada studi ini, peubah yang diamati meliputi peubah harga output, peubah harga input (benih, tenaga kerja, dan pupuk) serta peubah dummy skala usahatani. Sementara studi dengan menggunakan model fungsi profit dalam mengestimasi efisiensi ekonomi diantara petani kecil tanaman pangan dilakukan oleh Adeleke, et.al., (2008) di Oyo State Nigeria yang menyimpulkan antara lain: (1) tenaga kerja pria memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usahatani, (2) rata-rata petani dapat meningkatkan keuntungan usahatani sebesar 57.8 persen melalui perbaikan efisiensi teknis dan alokatif, (3) kegiatan usahatani skala kecil cukup menguntungkan, dan sumberdaya yang digunakan pun sangat efektif. Peubah yang diamati pada studi ini adalah harga output, harga input variabel (benih, pupuk, tenaga kerja,dan pestisida), dan peubah tetap (pendidikan formal, pengalaman usahatani, luas lahan, dan ukuran keluarga rumah tangga tani). Studi lainnya di lakukan oleh Siero (1991) tentang maksimisasi keuntungan, dimana pada penelitian tersebut menggunakan fungsi keuntungan Cobb Douglas yang dinormalisasi dan terestriksi menunjukkan bahwa keuntungan usahatani jagung di Guatemala dipengaruhi secara nyata oleh harga outputnya. Peubah yang diamati dalam penelitian ini hampir sama dengan penelitian diatas. Studi lainnya dilakukan oleh Yotopoulos and Lau (1974) yang menekankan keseimbangan umum sektor pertanian, baik produksi maupun

17 33 konsumsi. Asumsi yang digunakan adalah: (1) petani sebagai konsumen berusaha memaksimumkan utilitas dengan kendala sumberdaya, (2) petani sebagai produsen berusaha memaksimumkan keuntungan dengan kendala teknologi, sumberdaya, dan harga, (3) tenaga kerja dalam dan luar keluarga bersubstitusi sempurna, dan (4) petani ikut berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja. Peubah yang diamati antara lain tenaga kerja, modal, areal tanam, upah tenaga kerja, dan harga komoditas pertanian. Studi lainnya terkait fungsi penawaran ouput dan permintaan input usahatani jagung dilakukan oleh Khatri and Thirtle (1996) dengan menggunakan pendekatan fungsi keuntungan multi output dan multi input. Penelitian ini dilakukan di Inggris dengan menggunakan data time series untuk komoditas pertanian (pangan, hortikultura dan ternak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh hubungan pada penawaran dan permintaan yang ditemukan adalah inelastis, tetapi respon harga pada sistem meningkat pada setiap waktunya. Pada penelitian ini selain memasukkan peubah variabel yaitu harga output dan harga input (input tanaman pangan/hortikultura: benih, tenaga kerja, pupuk dan pestisida; serta input ternak: pakan, obat ternak dan peralatan), dan peubah tetap penting antara lain adalah pengeluaran penelitian dan pengembangan pada sektor pertanian. Penelitian terkait penawaran output dan permintaan input tanaman pangan juga pernah dilakukan oleh Hartoyo (1994) dengan menggunakan pendekatan fungsi keuntungan multi output dan multi input. Penelitian ini dilakukan di Pulau Jawa dengan menggunakan data time series Peubah yang diamati meliputi peubah variabel yaitu harga output dan harga input variabel (pupuk urea,

18 34 pupuk TSP dan tenaga kerja). Sementara peubah tetap yang diamati adalah pengeluaran irigasi, curah hujan, pengeluaran untuk riset dan infrastruktur jalan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diatas maka untuk penelitian penawaran output dan permintaan input khususnya dengan pendekatan fungsi keuntungan masih sangat terbatas yang memasukan peubah tetap pengeluaran riset dan infrastruktur (khususnya jalan) di dalam modelnya. Penelitian-penelitian penawaran output dan permintaan input usahatani jagung di Indonesia, khususnya sesudah tahun 1998 dengan menggunakan data time series sangat sulit ditemukan. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian pengaruh perubahan harga dan infrastruktur terhadap penawaran output, permintaan input dan daya saing jagung di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Penelitian menggunakan data time series , dan selain memasukan peubah variabel harga input dan output, juga memasukan peubah tetap yaitu: pengeluran riset dan pengembangan jagung (yang dilakukan pemerintah), infrastruktur jalan, luas panen dan biaya tetap usahatani. Model yang digunakan adalah fungsi keuntungan dengan bentuk fungsi translog Studi Daya Saing Usahatani Jagung Studi tentang daya saing usahatani jagung telah dilakukan Simatupang (2005) yang menguraikan bahwa: (1) usahatani jagung hibrida layak secara sosial (ekonomi) dengan kisaran laba antara 747 ribu rupiah per hektar (di lahan sawah Provinsi Lampung) sampai 1.9 juta rupiah per hektar (di lahan kering Provinsi Sumatera Utara), (2) rasio sumberdaya domestik (DRCR) komoditas jagung berkisar antara 0.58 (pada usahatani di lahan kering Provinsi Sumatera Utara) sampai 0.82 (pada usahatani di lahan sawah Provinsi Lampung). Artinya usahatani jagung hibrida memiliki keunggulan komparatif atau daya saing baik di

19 35 lahan sawah maupun di lahan kering atau tetap memiliki daya saing walaupun pada era pasar bebas (tanpa campur tangan pemerintah dan tidak ada distorsi pasar), dan (3) titik impas sosial produktivitas bervariasi dari 3.9 ton/ha (pada lahan kering di Sumatera Utara) dan 5.82 ton/ha (pada lahan sawah di Jawa Timur), serta daya toleransi berkisar antara 13 persen (pada lahan sawah di Jawa Timur) sampai 35 persen (pada lahan kering di Sumatera Utara). Hasil penelitian lainnya yaitu Swastika (2004) mengemukakan usahatani jagung Indonesia kurang mempunyai keunggulan komparatif, karena rendahnya efisiensi sebagai akibat dari kecilnya skala usaha dan terpencar di wilayah yang luas. Kurangnya sarana-sarana pendukung menyebabkan agribisnis jagung Indonesia tidak berkembang. Pengadaan sarana produksi serta pengolahan dan pemasaran hasil menjadi kendala utama. Namun, di beberapa sentra produksi usahatani jagung (terutama hibrida) mempunyai keunggulan komparatif efisien dan berkelanjutan. Tantangan yang masih dihadapi adalah bahwa penggunaan jagung hibrida masih relatif rendah, karena selain benihnya mahal juga varietas ini hanya baik untuk kondisi lahan subur dan memerlukan input tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh sebagian besar petani jagung yang miskin sumberdaya. Implikasinya adalah bahwa perlunya kebijakan operasional dalam pengembangan produksi jagung nasional untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor. Rosegrant, et.al., (1987) telah melakukan studi keunggulan komparatif dengan analisis DRC untuk komoditas tanaman pangan termasuk jagung. Hasil studi menyimpulkan bahwa usahatani jagung memiliki keunggulan komparatif dengan orientasi subtitusi impor dan perdagangan interregional (antar regional di Indonesia), hal ini di tunjukkan oleh rata-rata nilai DRC masing-masing sebesar

20 dan Selain itu, Ilham dan Rusastra (2009) mengelaborasi berbagai hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa selama hampir satu dekade ( ) nilai DRC dan PCR komoditas jagung bervariasi menurut lokasi, agroekosistem, dan musim. Besaran nilai DRC jagung berkisar antara (DRC < 1), dan nilai PCR berkisar antara (PCR < 1). Hal ini berarti bahwa usahatani jagung di Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya terbatas pada penghitungan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Pada penelitian sebelumnya juga jarang dilakukan analisis sensitivitas usahatani atas perubahan input variabel dan faktor tetap. Oleh karena itu, pada penelitian ini disamping melakukan analisis keunggulan komparatif dan kompetitif juga dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara memasukan perubahan-perubahan penawaran output (jagung) dan permintaan input variabel (benih, pupuk urea, pupuk TSP dan tenaga kerja) sebagai akibat atas perubahan harga input variabel dan faktor tetap (khususnya pengeluaran riset dan pengembangan jagung serta infrastruktur jalan). Hasil dari analisis ini adalah perubahan-perubahan keuntungan privat dan soaial usahatani jagung serta koefisien DRC dan PCR yang merupakan indikasi keunggulan komparatif dan kompetitif. Oleh karena itu, analisis sensitivitas pada penelitian ini disinkronkan dengan analisis kebijakan penawaran output dan permintaan input usahatani jagung yang telah dilakukan sebelumnya.

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan, dan kecukupan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Fungsi Produksi dan Keuntungan Fungsi produksi merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan teknis antara input dan output (Debertin, 1986). Dalam proses produksi pertanian

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS BAB III PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS Uning Budiharti, Putu Wigena I.G, Hendriadi A, Yulistiana E.Ui, Sri Nuryanti, dan Puji Astuti Abstrak

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut,

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia 2 Balai Pengkajian teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN ahanan pangan nasional harus dipahami dari tiga aspek, yaitu ketersediaan, distribusi dan akses, serta

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh : LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL Oleh : Pantjar Simatupang Agus Pakpahan Erwidodo Ketut Kariyasa M. Maulana Sudi Mardianto PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung AGRO INOVASI I. PENDAHULUAN Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci