LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING JUDUL:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING JUDUL:"

Transkripsi

1 LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING JUDUL: PENGEMBANGAN APLIKASI SENYAWA DERIVAT KALKON BERSUBSTITUEN BROMO PADA KANKER LEHER RAHIM DAN KANKER PAYUDARA MELALUI PENDEKATAN KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Dibiayai oleh DIPA Direktorat Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat Nomor DIPA /2015, tanggal 14 Nopember 2014, DIPA revisi 01 tanggal 03 Maret Skim : Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2015 Nomor : 062/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/II/2015 Tanggal 5 Pebruari 2015 Ketua/Anggota Tim Dra. Retno Arianingrum, M.Si Prof. Dr. Indyah Sulistyo Arty, MS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA OKTOBER 2015

2 2

3 Pengembangan Aplikasi Senyawa Derivat Kalkon Bersubstituen Bromo Pada Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Melalui Pendekatan Kombinasi dengan Agen Kemoterapi RINGKASAN Kanker leher rahim dan kanker payudara merupakan neoplasma malignan dengan insiden tinggi dan banyak menyebabkan kematian bagi penderitanya. Upaya untuk menemukan obat kanker yang bertarget molekuler spesifik perlu terus dilakukan untuk meningkatkan efektivitasnya, mengurangi efek samping dan resistensi terhadap agen kemoterapi seperti Doksorubisin. Perkembangan terapi kanker dewasa ini mengarah pada kombinasi agen kemoterapi dan agen kemopreventif. Kalkon (1,3-difenilpropen-1-on) telah banyak di teliti sebagai senyawa terapetika, khususnya sebagai obat antitumor. Pada umumnya kalkon dan derivatnya beraksi sebagai agen kemopreventif dengan menghambat proliferasi sel, menghambat siklus sel dan induksi apoptosis. Senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on merupakan senyawa derivat kalkon bersubtituen bromo, yang telah terbukti memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker leher rahim, namun belum dikaji lebih lanjut aplikasinya pada sel lain dan potensinya sebagai agen ko-kemoterapi. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah mengkaji aplikasi senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebagai agen kokemoterapi dengan Doksorubisin pada sel kanker leher rahim HeLa dan sel kanker payudara T47D. Pada tahun pertama dilakukan: (1) investigasi aktivitas sitotoksik senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1- on, dokso-rubisin, dan kombinasinya dengan metode MTT [3-(4,5- dimethylthiazol-2-yl)-2.5-dipheniltetrazolium bromide] assay; (2) pengamatan morfologi sel menggunakan mikroskop fase kontras dan pengamatan apoptosis dengan metode flowcytometri; serta (3) pengamatan ekspresi protein yang berperan dalam mekanisme apoptosis (Bcl-2 dan Bax) dengan teknik immunositochemical analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on bersifat sitotoksik pada sel HeLa dan sel T47D dengan IC 50 berturut-turut sebesar 50 M dan 45 M. Nilai IC 50 Doksorubisin diperoleh sebesar 6 M pada sel HeLa dan 185 nm pada sel T47D. Kombinasi senyawa tersebut dengan Doksorubisin di bawah nilai IC 50 pada umumnya memberikan efek sinergi hingga sinergi kuat pada sel HeLa, dan mendekati aditif hingga sinergi pada sel T47D. Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on pada pemakaian tunggal dan kombinasinya dengan Doksorubisin dapat memacu terjadinya apoptosis baik pada sel HeLa maupun sel T47D. Jalur pemacuan apoptosis adalah dengan dengan menurunkan ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan ekspresi Bax pada sel HeLa dan T47D. Kata kunci : Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen- 1-on, ko-kemoterapi, doksorubisin, HeLa, dan T47D, apoptosis, Bcl-2, dan Bax. 3

4 PRAKATA Puji Syukur Alhamdulillaah, kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kegiatan penelitian berjudul Pengembangan Aplikasi Senyawa Derivat Kalkon Bersubstituen Bromo Pada Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Melalui Pendekatan Kombinasi dengan Agen Kemoterapi pada Tahun pertama ini dapat terlaksana dengan baik. Kegiatan ini terselenggaran atas bantuan dana DIKTI melalui program Penelitian Hibah Bersaing tahun Terlaksananya kegiatan ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Rektor UNY yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini 2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNY atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan untuk kegiatan penelitian ini. 3. Dekan FMIPA UNY atas ijin yang telah diberikan. 4. Kepala Laboratorium Parasit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada atas ijin dan perkenannya. 5. Teknisi di laboratorium laboratorium Parasit Fakultas Kedokteran UGM atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini 6. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu Tiada gading yang tak retak, kami pun menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan baik dalam pelaksanaan kegiatan maupun penulisan laporan kemajuan ini, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Yogyakarta, Nopember 2015 Tim Peneliti 4

5 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL.. 1 HALAMAN PENGESAHAN.. 2 RINGKASAN 3 PRAKATA.. 4 DAFTAR ISI.. 5 DAFTAR TABEL.. 6 DAFTAR GAMBAR. 7 DAFTAR LAMPIRAN.. 10 BAB I. PENDAHULUAN. 11 A. Latar Belakang 11 B. Batasan dan Rumusan Masalah 13 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.. 15 A. Kanker, Daur Sel, dan Apoptosis. 15 B. Pengobatan Kanker dan Masalah Resistensi.. 17 C. Potensi Senyawa Kalkon dan Derivatnya Sebagai Antikanker. 19 D. Roadmap Penelitian BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan Penelitian 22 B. Manfaat Penelitian.. 22 BAB IV. METODE PENELITIAN.. 24 A. Lokasi Penelitian. 24 B. Rancangan Penelitian.. 24 C. Subyek dan Obyek Penelitian.. 24 D. Penelitian Tahun Pertama.. 24 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 29 A. Hasil Penelitian. 29 B. Pembahasan. 47 BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA.. 53 BAB VII.KESIMPULAN DAN SARAN.. 56 A. Kesimpulan B. Saran. 56 DAFTAR PUSTAKA.. 57 LAMPIRAN. 61 Hal 5

6 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rancangan penelitian tahun pertama.. 25 Tabel 2. Persen viabilitas sel HeLa pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi. 32 Tabel 3. Interpretasi nilai indeks kombinasi (CI) 34 Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi terhadap sel HeLa 34 Persen viabilitas sel T47D perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromo-fenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi. 38 Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi 40 Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap kematian sel HeLa menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer. 41 Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin dan kombinasi keduanya terhadap kematian sel HeLa menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer. 42 Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap kematian sel T47D menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer 43 Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin dan kombinasi keduanya terhadap kematian sel T47D menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer 44 6

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 7 Halaman Struktur senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi -3-metoksifenil)-2-propen-1-on 21 Gambar 2. Bagan alir penelitian pada tahun pertama 28 Gambar 3. Hubungan konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dengan viabilitas sel HeLa. 29 Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Morfologi sel HeLa: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on konsentrasi : (b) 5 M, (c) 10 M, (d) 20 M, (e) 40 M, dan (f) 60 M. Tanda panah putih menunjukkan sel hidup, dan panah merah menunjukkan sel yang mati.. 30 Efek penghambatan proliferasi sel HeLa karena perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on (BHM) pada konsentrasi 12, 5; 25; 50; dan 75 M dengan waktu inkubasi 0, 24,48, dan 72 jam.. 31 Hubungan konsentrasi Doksorubisin dengan viabilitas sel HeLa. 31 Morfologi sel HeLa : (a) tanpa Perlakuan (kontrol sel) dan dengan perlakuan Doksorubisin konsentrasi : (b) 0,625 M, (c) 1,25 M, (d) 2,5 M, (e) 5 M, (f) dan 10 M. Tanda panah putih menunjukkan sel hidup, dan panah merah menunjukkan sel yang mati 32 Profil viabilitas sel HeLa perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M) Morfologi sel HeLa: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel); (b) perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on konsentrasi 25 M, (c) perlakuan Doksorubisin 3 M, (d) perlakuan kombinasi senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on 25 M dan Doksorubisin 3 M. 34 Gambar 10. Nilai CI perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M) pada kultur sel HeLa 35 Gambar 11. Hubungan konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dengan viabilitas

8 sel T47D. 35 Gambar 12. Morfologi sel T47D: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, konsentrasi : (b) 5 M, (c) 10 M, (d) 20 M, (e) 40 M,(f) dan 60 M 36 Gambar 13. Efek penghambatan proliferasi sel T47D karena perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (BHM) pada konsentrasi 11,25; 22,5; 45; dan 67,5 M dengan waktu inkubasi 0, 24,48, dan 72 jam. 37 Gambar 14. Hubungan konsentrasi Doksorubisin dengan viabilitas sel T47D. 38 Gambar 15. Morfologi sel T47D : (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan perlakuan Doksorubisin konsentrasi : (b) 50 nm, (c) 100 nm, (d) 150 nm, (e) 200 nm, (f) dan 250 nm. 38 Gambar 16. Profil viabilitas sel T47D perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen- 1-on (konsen-trasi 2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,65 nm).. 39 Gambar 17. Morfologi sel T47D: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel); (b) perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi -3-metoksifenil)-2-propen-1-on konsentrasi 22,5 M, (c) perlakuan Doksorubisin 92,5 nm, (d) perlakuan kombinasi senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 22,5 M dan Doksorubisin 92,5 M. 40 Gambar 18. Nilai CI perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi 2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,65 nm) pada Sel T47D.. 41 Gambar 19. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap proses apoptosis pada sel HeLa.. 42 Gambar 20. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap proses apoptosis pada sel T47D 43 Gambar 21. Efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi -3-metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bcl-2 pada sel HeLa. (a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4 - bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 12,5 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 1,5 M, 8

9 dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bcl-2 positif panah penuh, negatif panah putus-putus ---> ).. 45 Gambar 22. Efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bax pada sel HeLa. (a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 12,5 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 1,5 M, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bax positif panah penuh, negatif panah putus-putus --->.. 46 Gambar 23. Efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bcl-2 pada sel T47D. (a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 11,25 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 46,25 nm, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bcl-2 positif panah penuh, negatif panah putus-putus ---> ).. 47 Gambar 24. Efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bax pada sel T47D. (a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 11,25 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 46,25 nm, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bax positif panah penuh, negatif panah putus-putus --->

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Data Perhitungan Viabilitas Sel HeLA Perlakuan Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 61 Data Perhitungan Efek Penghambatan Proliferasi Sel HeLa Perlakuan Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi- 3-metoksifenil)-2-propen-1-on 62 Data Perhitungan Viabilitas Sel HeLa Perlakuan Doksorubisin.. 64 Lampiran 4. Uji Sitotoksik Kombinasi Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada Sel HeLa..65 Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Data Perhitungan Viabilitas Sel T47D Perlakuan Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 66 Data Perhitungan Efek Penghambatan Proliferasi Sel T47D Perlakuan Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi- 3-metoksifenil)-2-propen-1-on 67 Data Perhitungan Viabilitas Sel T47D Perlakuan Doksorubisin.. 69 Lampiran 8. Uji Sitotoksik Kombinasi Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada Sel T47D. 70 Lampiran 9 Personalia Tenaga Peneliti Lampiran 10. Publikasi pada International Conference ICB Pharma II Current Breakthrough in Pharmacy Material and Analyses Lampiran 11. Draf HKI dan Publikasi Lampiran 12. Surat Perjanjian Internal Pelaksanaan Penelitian Desentralisasi SKIM: Penelitian Hibah Bersaing Lampiran 13. Berita Acara Pelaksanaan Seminar Proposal dan Instrumen Penelitian Lampiran 14. Berita Acara Seminar Hasil Penelitian 10

11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkontrol dan penyebaran dari sel yang abnormal (American Cancer Society, 2012). Menurut WHO, angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dilaporkan terdapat lebih dari 10 juta kasus kanker per tahun di dunia, bahkan International Agency for Research on Cancer (IARC) memperkirakan pada tahun 2030 akan ada sekitar 21,4 juta penderita kanker tersebar di seluruh dunia. Kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan kelompok kanker penyebab kematian pertama dan kedua di dunia pada wanita (WHO, 2009). Berdasarkan sepuluh kanker primer pada wanita di Indonesia, kanker leher rahim menempati posisi pertama mencapai 28,66%, diikuti kanker payudara mencapai 17,77% (Tjindarbumi dan Mangunkusumo, 2002). Beberapa metode untuk pengobatan kanker telah dilakukan, diantaranya pembedahan, kemoterapi dan penyinaran (radiasi). Namun, masing-masing metode mempunyai kelemahan, sehingga tingkat keberhasilannya masih rendah (King, 2000). Kegagalan yang sering terjadi pada pengobatan melalui kemoterapi disebabkan karena rendahnya selektivitas obat anti kanker dan adanya fenomena resistensi sel kanker terhadap agen kemoterapi (drug-resistence) (Wong et al., 2006). Resistensi terhadap obat anti kanker payudara, leher rahim, kolon, prostat dan leukemia banyak ditemukan (Davis et al., 2003). Oleh karena itu, pengembangan dan penemuan pengobatan kanker yang spesifik, khususnya kanker payudara dan kanker leher rahim perlu terus diupayakan. Salah satu agen kemoterapi kanker yang telah diketahui menimbulkan resistensi adalah Doksorubisin. Senyawa golongan antrasiklin ini diberikan pada berbagai jenis kanker. Selain menimbulkan resistensi, Doksorubisin dapat menyebabkan kardiotoksisitas pada penggunaan jangka panjang (Ferreira et al., 2008). Salah satu alternatif untuk mengatasi resistensi adalah melalui kombinasi 11

12 agen kemoterapi dengan agen kemopreventif sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi. Kalkon (1,3-difenilpropen-1-on) adalah jenis keton dengan ikatan tidak jenuh yang telah banyak di teliti sebagai senyawa terapetika, khususnya sebagai obat antitumor. Bahkan disebutkan oleh karena aktivitasnya sebagai high therapeutic index, kalkon di anggap sebagai the new era of medicines dalam kapasitasnya sebagai antitumor, antibakterial, dan anti-inflamatory (Afzal et al., 2008). Disebutkan pula bahwa sebagian besar target utama dari senyawasenyawa kalkon adalah mempengaruhi daur sel (Boumendjel et al., 2009). Shen et al., (2007) telah membuktikan bahwa struktur dasar kalkon (1,3- difenilpropen-1-on) menghambat aktivasi nuclear factor kappa (NF- B). NF- B merupakan faktor transkripsi yang sangat berperan dalam pengembangan dan progresi kanker, karena NF- B mengatur banyak gen yang terlibat dalam inflamasi, cell survival, proliferasi sel, invasi, angionegenis, dan metastasis (Sen et al., 1986). Penghambatan aktivasi NF- B tersebut menyebabkan adanya induksi apoptosis, penghambatan siklus sel, dan menurunkan ekspresi Bcl-XL sebagai downstream target dari NF- B pada kultur sel kanker kandung kemih T24 dan HT-1376, serta sel payudara MCF-7 dan MDA-MB-231 (Hsu et al., 2006). Penggunaan agen yang mampu menghambat NF-κB seperti senyawa kalkon akan memberikan keuntungan ganda pada terapi antikanker, yaitu dapat meminimalkan resistansi dan sekaligus sebagai agen antikanker. Arty, Arianingrum dan Atun (2012), berhasil mensintesis senyawa derivat kalkon yang mengandung substituen gugus bromo, yaitu senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on. Hasil uji sitotoksik terhadap kultur sel leher rahim HeLa menunjukkan bahwa senyawa ini berpotensi sebagai antikanker dengan IC 50 sebesar 9,6 g/ml (kategori sangat aktif). Senyawa ini juga terbukti memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang sangat kuat (Arty et al., 2013). Kedua aktivitas tersebut diduga merupakan kontribusi adanya gugus hidroksil dan bromo yang bersifat elektronegatif. Sejauh ini penelitian yang dilakukan masih terbatas pada uji sitotoksik pada sel HeLa dan uji antioksidan. 12

13 Penelitian-penelitian tersebut menjadi dasar awal pemikiran untuk mengembangkan aplikasi senyawa derivat kalkon bersubstituen bromo ini sebagai sebagai obat antikanker pada kultur sel kanker yang lain, khususnya pada sel T47D yang banyak digunakan sebagai model sel kanker payudara. Demikian juga perlu dikembangkan aplikasinya sebagai agen ko-kemoterapi obat antikanker seperti Doksorubisin yang sering menimbulkan resistensi. Penelitian yang akan dilakukan meliputi penelusuran mekanisme aksi dan target molekuler dari senyawa ini baik pada pemakaian tunggal maupun kombinasinya dengan Doksorubisin, akan diarahkan pada bagaimana pengaruhnya terhadap pemacuan apoptosis, penghambatan daur sel (cell cycle arrest), ekspresi protein yang berpengaruh pada mekanisme apoptosis (Bcl-2 dan Bax) dan proses daur sel (cyclin). B. Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada mempelajari potensi senyawa derivat kalkon bersubstituen bromo, yaitu 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on sebagai agen antikanker dan agen ko-kemoterapi Doksorubisin pada kultur sel kanker leher rahim HeLa dan sel payudara T47D. Fokus penelitian yang diamati adalah hal-hal yang berkaitan dengan faktor penghambatan sel kanker, yaitu aktivitas sitotoksik, kemampuan dalam memacu apoptosis, menghambat daur sel, dan mempengaruhi ekspresi protein yang terlibat dalam apoptosis (Bcl-2 dan Bax), dan proses daur sel (cyclin), baik pada penggunaan secara tunggal maupun bila dikombinasikan dengan Doksorubisin. Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Pada tahun pertama : 1. Bagaimana aktivitas sitotoksik senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada sel HeLa dan sel T47D? 2. Bagaimana efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap pemacuan apoptosis pada sel HeLa dan sel T47D? 13

14 3. Bagaimana perubahan ekspresi protein yang mempengaruhi apoptosis (Bcl-2 dan Bax) pada sel HeLa sel T47D karena perlakuan senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya? Pada tahun kedua : 1. Bagaimana efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap daur sel HeLa dan sel T47D? 2. Bagaimana perubahan ekspresi protein regulator daur sel (cyclin D/cyclin E/ cyclin B) pada sel HeLa sel T47D akibat perlakuan senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya? 14

15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker, Daur Sel, dan Apoptosis Penyakit kanker masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 1997, dari 50 juta kematian yang terjadi, sebanyak 12% disebabkan oleh kanker dan dua pertiganya terjadi di negara berkembang (WHO, 1998). Di Indonesia kanker merupakan penyebab kematian utama disamping penyakit menular. Jumlah penderita kanker di Indonesia terus bertambah, dari 3,8% pada tahun 1990 menjadi 4,1% pada tahun 1995 (Depkes, 1997). Kanker adalah penyakit hasil mutasi gen atau kesalahan jalur transduksi sinyal yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel (Petak et al., 2005). Pada sel kanker gangguan transduksi sinyal akan menyebabkan pembelahan yang berlebihan, penghambatan deferensiasi sel, dan penurunan kematian sel (apoptosis). Adanya perubahan ini, maka sel kanker akan berkembang dan menyebar ke jaringan lain sekaligus akan mengalami perubahan kromosom dan mutasi genetik. Perubahan genetik pada gen-gen yang mengatur pertumbuhan, yaitu onkogen dan gen tumor supressor merupakan perubahan yang sering terjadi (Meiyanto, 1999). Akibatnya sel akan berproliferasi terus menerus dan menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal (Lodish et al., 2000). Setiap sel baik sel normal maupun sel kanker mengalami perkembangan melalui suatu siklus yang disebut daur sel (cell cycle). Daur sel meliputi beberapa fase, yaitu : membelah (fase proliferatif), dalam keadaan istirahat (tidak membelah, G-0) dan secara permanen tidak membelah. (Foster et al., 2001). Daur sel diawali dari masuknya sel pada fase G-1, pada fase ini sel melakukan persiapan untuk sintesis DNA (Wyllie et al., 2000). Selanjutnya pada fase S terjadi replikasi DNA sel. Di akhir fase ini sel siap memasuki fase G-2 untuk melakukan pertumbuhan dan sintesis protein yang memadai untuk dua sel. Setelah fase mitosis, sel dapat kembali ke fase G-1 untuk melanjutkan cell cycle atau memasuki fase G-0. Fase G-0 adalah fase istirahat (cell cycle arrest), dimana sel mengalami kelelahan dan berhenti membelah (quiescent cells) (Meiyanto, 2002). Sel dapat keluar dari fase G-0 dan memasuki fase G-1 kembali jika melewati 15

16 restriction point (R) (Pines, 1997). Untuk melewati restriction point (R) dibutuhkan CDK4/6 (cyclin dependent kinase 4/6) yang diaktivasi oleh cyclin D (CycD) (Foster et al., 2001). CycD bersama CDK4/6 akan mengaktifkan faktor transkripsi E2F dengan cara melepaskannya dari protein prb (Lodish et al., 2000). E2F akan memacu ekspresi CycE, CycA, dan E2F yang lain. Kompleks CycE-CDK2 dan CycA-CDK2 berperan dalam fosforilasi prb. E2F memacu ekspresi protein lain yang diperlukan dalam replikasi DNA, misalnya dihidrofolat reduktase, timidin kinase, timidilat sintase, dan DNA polimerase sehingga sel memasuki fase S (Teich, 1997). Pada fase S, terjadi aktivasi synthesis promoting factor (SPF) yaitu kompleks CycA-CDK2, yang pada akhir fase ini mengalami degradasi. Pada fase G2 akan terjadi kenaikan jumlah kompleks CycB-CDC2 yang disebut mitosis promoting factor (Gondhowiardjo, 2004). Regulasi daur sel dihambat oleh Cyclin dependent kinase inhibitor (CKI). Protein CKI meliputi CDK inhibitory protein/kinase inhibitory protein (Cip/Kip) yaitu p21, p27 dan p57 yang membentuk kompleks trimerik dengan CDK2- CycE/CycA dan Inhibitor of cyclin dependent kinase 4 (INK4) yaitu p15, p16, p18, dan p19 yang membentuk dimer dengan protein CDK4/6 (Foster et al., 2001). Tumor suppressor gene prb dan p53 menghambat siklus sel (Teich, 1997) dan memberi kesempatan sel untuk melakukan perbaikan DNA atau apoptosis (Hanahan and Weinberg, 2000). Gangguan pada regulator daur sel akan menyebabkan terganggunya program daur seperti halnya pada sel kanker. Pada sel kanker, daur sel sudah tidak dapat diatur lagi sehingga mengalami pembelahan terus menerus (Meiyanto, 2002). Oleh karena itu, pada perkembangan penelitian mengenai kanker, regulator-regulator cell cycle ini potensial untuk dijadikan target obat antikanker. Penghambatan terhadap CDK4/CDK6 menjadi target pengobatan kanker untuk menghambat proliferasi sel dengan menghentikan cell cycle pada fase G0 atau G1 arrested. Sel kanker juga mampu menghindari mekanisme apotosis (program kematian sel). Apoptosis merupakan kematian sel yang terjadi akibat induksi dari sel itu sendiri. Apoptosis dapat terjadi akibat faktor intrinsik ketika sel mengalami kerusakan yang irreversibel pada DNA. Apoptosis yang terjadi akibat pemicuan 16

17 faktor ekstrinsik melibatkan peran reseptor tumor necrosis factor tertentu yang disebut reseptor kematian, yaitu TNF-2, reseptor CD95 (Fas/APO-1), dan reseptor TRAIL (Lodish et al., 2000). Protein yang berperan dalam regulasi apoptosis diantaranya p53, keluarga protein Bcl-2, Apaf, Caspase, inhibitor protein proapoptosis (serta reseptor yang merespon sinyal kematian. Sel yang mengalami apoptosis memiliki beberapa karakteristik antara lain peningkatan ekspresi protein proapoptosis (Bax, Bid dan Bak) dan penekanan ekspresi protein antiapoptosis (Bcl-2 dan Bcl-xL), peningkatan level sitokrom C sitosolik, aktivasi caspase, aktivasi PARP1, fragmentasi DNA, dan kerusakan membran sel. Akumulasi dari berbagai karakteristik tersebut menyebabkan munculnya badan-badan apoptosis yang terjadi akibat fragmentasi sel (Gerl and Vaux, 2005). Salah satu penyebab resistensi terhadap proapoptosis karena adanya mutasi pada protein p53 atau peningkatan aktivitas antiapoptosis misalnya pada upregulasi jalur PI3 kinase Akt/PKB. B. Pengobatan Kanker dan Masalah Resistensi Pengobatan kanker pada umumnya didasarkan pada upaya pengambilan jaringan kanker atau dengan mematikan sel kanker dan meminimalkan efek pengobatan terhadap sel normal disekitarnya. Saat ini pengambilan kanker yang paling utama adalah operasi, radioterapi dan kemoterapi, namun ketiga jenis pengobatan tersebut memiliki kekurangan. Operasi akan berhasil pada beberapa tumor yang telah berkembang, tetapi sulit mengobati pada stadium awal metastasis (Lodish et al, 2000). Pengobatan dengan radiasi mampu membunuh tumor lokal namun radiasi juga akan membunuh sel normal disekitarnya. Sebagian besar obat kemoterapi seperti taxol, 5-fluorourasil (5-FU) dan adriamisin memiliki target pada pembelahan sel (Boyer and Tannock, 2005), tetapi kemoterapi ini dapat menyebabkan diare dan kerontokan rambut. Agen kemoterapi ini juga tidak efektif untuk sel yang mengalami mutasi p53, sehingga perlu dikembangkan agen-agen baru untuk pengobatan kanker yang aman (Lodish et al., 2000). Salah satu permasalahan yang sering timbul dalam terapi kanker adalah resistensi obat kemoterapi (drug-resistence) (Wong et al., 2006). Berbagai obat 17

18 kemoterapi yang digunakan dalam terapi kanker menjadi kurang berefek karena disebabkan oleh resistensi obat kemoterapi yang timbul di dalam sel. Doksorubisin merupakan obat kemoterapi dari golongan antrasiklin yang diberikan pada berbagai jenis kanker, seperti kanker payudara dan leukimia. Doksorubisin dapat berinterkalasi dengan DNA sehingga fungsi DNA sebagai template dan pertukaran sister chromatid terganggu dan pita DNA terputus. Obat ini juga dapat bereaksi dengan sitokrom P450 reduktase dengan adanya NADPH membentuk zat perantara. Zat perantara tersebut akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan radikal bebas yang dapat menghancurkan sel. Aktivitas sitotoksik Doksorubisin tersebut dapat dihasilkan setelah masuk ke dalam sel kanker. Namun, penggunaannya dibatasi karena menyebabkan efek samping seperti mual, myelosuppression, aritmia, dan cardiomyopathy diikuti gagal jantung (Singal and Iliskovic, 1998). Selain itu, seringkali ditemukan kasus toleransi dan resistensi sel kanker terhadap Doksorubisin. Resistensi obat ini disebabkan oleh pompa efflux P- glycoprotein (P-gp). P-gp merupakan salah satu jenis protein transport sel yang diekspresikan oleh gen MDR-1 (Valeria, 2005). Dalam kondisi normal, P-gp berperan dalam absorbsi, distribusi dan eliminasi obat di dalam tubuh (Matheny et al., 2001). P-gp dapat menurunkan konsentrasi zat sitotoksik di dalam sel (Valeria, 2005). Pada kasus kanker payudara, seperti pada sel MCF-7, ekspresi berlebih dari P-gp akan menurunkan konsentrasi agen kemoterapi seperti Doksorubisin, paclitaxel, dan vincristin di dalam sel melalui mekanisme pengeluaran obat (efflux) dari dalam sel, sehingga potensi sitotoksik Doksorubisin pada sel kanker akan berkurang (Wong et al., 2006). Sampai saat ini, belum ditemukan agen kombinasi yang efektif dengan efek samping yang rendah. Agen kemoterapi tambahan yang diberikan justru menambah efek samping, seperti cardiotoxicity. Peningkatan aksi obat kemoterapi seperti Doksorubisin dapat dibantu oleh adanya senyawa lain yang mampu menghambat CDK4 sebagai protein yang memacu proliferasi sel. CDK4 merupakan protein kinase yang berperan penting dalam transduksi proliferasi sel kanker. Penghambatan protein ini dapat mencegah sel berproliferasi sehingga jumlah sel kanker tidak bertambah. Perkembangan sel yang terhenti ini akan meningkatkan potensi aksi dari 18

19 Doksorubisin sebagai agen kemoterapi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan senyawa yang potensial sebagai agen kombinasi dan memiliki resiko toksisitas rendah. C. Potensi Senyawa Kalkon dan Derivatnya Sebagai Antikanker Berdasarkan studi penelusuran literatur menunjukkan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid dan terpenoid telah diketahui memiliki aktivitas antitumor (Mathivadhani et. al., 2007, Kampa et al., 2004). Senyawa kalkon merupakan senyawa yang termasuk dalam famili flavonoid dan banyak di teliti sebagai therapeutic, khususnya sebagai obat antitumor. Upaya-upaya untuk melakukan eksplorasi senyawa kalkon sebagai antikanker telah dilakukan, baik dengan isolasi senyawa dari bahan alam maupun sintesis. Diantaranya senyawa flavon dan kalkon glikosida yang diisolasi dari ekstrak metanol bunga Helichrysum arenarium, senyawa-senyawa tersebut memiliki aktivitas menghambat tumor necrosis faktor- (TNF- )-induced citotoxixity pada sel L929. TNF- sangat berperan dalam pengaturan mekanisme apoptosis (Toshio, et al., 2009). Beberapa senyawa kalkon hasil sintesis diantaranya : Trans-4-lodo,4- boranyl-chalcone memiliki aktivitas antitumor terhadap malignant glioma cell lines secara in vitro dan in vivo (Sasayama, et al., 2007); senyawa 4-dihydroxy-6- methoxy-3, 5-dimethylchalcone bersifat antitumor terhadap enam cancer cell lines secara invitro (Ye, et al., 2004); senyawa 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3, 5- dimethylchalcone memiliki aktivitas antitumor terhadap solid human carcinoma xenograft model. secara invivo (Ye, et al., 2005). Tidak kalah menariknya adalah senyawa 2-hydroxy-4- methoxychalcone yang memiliki aktivitas antiangiogenic dan antitumor (Lee, et al, 2006). D. Roadmap Penelitian Arty, et al., (2000), berhasil mensintesis beberapa derivat kalkon, yaitu senyawa mono para-hidroksi kalkon yaitu : (a) 3-(4 -hidroksi-3 -metoksifenil)-1- fenil-2-propen-1-on atau MPHK A ; (b) 3-(4 -hidroksi-3 -metoksifenil)-1-(4 - metoksifenil)-2-propen-1-on atau MPHK B; (c) 1-(4 -fluorofenil)-3-(4 -hidroksi- 19

20 3 -metoksifenil)-2-propen-1-on atau MPHK C; (d) 3-(3, 5 -ditersierbutil-4 - hidroksifenil)-1-(4 -fluorofenil)-2-propen-1-on atau MPHK D, dan (e) 3-(3,5 - ditersierbutil-4 -hidroksifenil)-1-(4 -kloro-fenil)-2-propen-1-on atau MPHK E. Berdasarkan uji aktivitas penghambatan lipid peroksidasi non enzimatis, dan aktivitas penghambatan siklooksigenase, senyawa-senyawa ini menunjukkan sangat poten sebagai antioksidan. Hasil uji sitotoksisitas dari senyawa tersebut terhadap sel HeLa dan sel Raji menunjukkan bahwa senyawa MPHK A dan MPHK C atau 1-(4 - fluorofenil)-3-(4 -hidroksi-3 -metoksifenil)-2-propen-1-on memiliki aktivitas sitotoksik dalam menghambat pertumbuhan sel HeLa dan sel Raji (Arty, 2009). Penelitian lebih lanjut terhadap senyawa MPHK A menunjukkan bahwa senyawa ini bersifat sitotoksik pada sel kanker payudara T47D, serta tidak bersifat sitotoksik terhadap sel normal Vero (Arianingrum, et al.,2010). Pada sel T47D, senyawa MPHK A bersifat antiproliferasi dengan menekan viabilitas sel, dan mempengaruhi daur sel dengan menginduksi sel pada fase G1 (Arianingrum, et al, 2012). Penelitian lebih lanjut pada senyawa MPHK C, yaitu senyawa derivat kalkon bersubstituen fluoro 1-(4 -fluorofenil)-3-(4 -hidroksi-3 -metoksifenil)-2- propen-1-on menunjukkan bahwa senyawa ini bersifat sitotoksik pada sel HeLa dengan IC 50 sebesar sebesar 34 M yang termasuk kategori aktif. Demikian juga pada penggunaan senyawa ini dengan kombinasi Doksorubisin terbukti memberikan efek sinergi kuat. Senyawa ini baik tunggal maupun kombinasinya dengan Doksorubisin juga terbukti mampu memacu terjadinya apoptosis pada sel HeLa, sehingga mengakibatkan menurunkan viabilitas sel (Arianingrum et al., 2013). Hasil penelitian ini telah didaftarkan patennya dengan nomor P Arty et al (2012, dan 2013) juga telah berhasil mensintesis senyawa derivat kalkon bersubstituen bromo, yaitu 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on (Gambar 1), dengan mereaksikan 4-bromoasetofenon dan vanilin melalui kodensasi aldol silang dengan katalis asam. Senyawa ini yang berbentuk kristal berwarna kuning dengan rendemen 69,83% dan titik lebur o C. Senyawa ini memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat terhadap DPPH dengan IC 50 sebesar 10,14 g/ml, dan bersifat sitotoksik yang sangat kuat 20

21 terhadap cancer cell lines sel HeLa dengan IC 50 sebesar 9,6 g/ml sehingga berpotensi sebagai antikanker. Sejauh ini belum dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang aplikasi pada sel kanker yang lain dan penggunanaanya bila di kombinasikan dengan agen kemoterapi yang lain. HO FBr CH 3 O HO O Gambar 1. Struktur senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on 21

22 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Pada tahun pertama : 1. Menginvestigasi aktivitas sitotoksik senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi- 3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada sel HeLa dan sel T47D. 2. Mengkaji efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap pemacuan apoptosis pada sel HeLa dan sel T47D. 3. Mengamati perubahan ekspresi protein yang mempengaruhi apoptosis (Bcl-2 dan Bax) pada sel HeLa sel T47D akibat perlakuan senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya Pada Tahun kedua : 1. Mengkaji efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap daur sel HeLa dan sel T47D. 2. Mengamati perubahan ekspresi protein regulator daur sel (cyclin D/cyclin E/ cyclin B) pada sel HeLa sel T47D akibat perlakuan senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on,, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya B. Manfaat Penelitian Penelitian ini penting dilakukan mengingat obat antikanker yang selektif dan murah masih sangat diperlukan. Terlebih insiden kanker leher rahim dan kanker payudara di Indonesia menduduki peringkat pertama dan kedua, dan seringkali terjadi toleransi dan resistensi obat. Dengan pengembangan aplikasi senyawa ini melalui pendekatan kombinasi dengan agen kemoterpi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kemoterapi, mengatasi masalah resistensi dan menurunkan resiko toksisitas akibat kemoterapi. Penelitian ini akan memberikan sumbangan informasi mengenai aktivitas derivat kalkon bersubstitusi bromo, baik 22

23 tunggal maupun kombinasi dengan agen kemoterapi Doksorubisin dalam pengobatan kanker. Hasil penelitian ini, dapat dijadikan dasar aplikasi klinik kokemoterapi pengobatan kanker leher rahim dan kanker payudara. Selain itu penelitian ini juga mengembangkan sistem analisis untuk ko-kemoterapi pada level molekuler. 23

24 BAB 4 METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Organik dan Biokimia Universitas Negeri Yogyakarta dan laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. B. Rancangan Penelitian Tabel 1. Rancangan dan indikator capaian terukur dari penelitian ini disajikan pada C. Subyek dan Obyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah senyawa derivat kalkon bersubstituen bromo, 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on. Objek penelitiannya adalah aplikasinya sebagai agen ko-kemoterapi Doksorubisin pada sel HeLa dan sel T47D, pada tahun pertama meliputi : (1) uji sitotoksik, (2) uji aktivitas pemacuan apoptosis, dan (3) uji pengamatan protein yang terlibat dalam apoptosis apoptosis (Bcl-2 dan Bax). Pada tahun kedua : (1) uji penghambatan daur sel, dan (2) uji pengamatan protein yang mempengaruhi daur sel (cyclin D/cyclin E/ cyclin B). D. Penelitian Tahun Pertama 1. Uji Sitotoksik dengan MTT assay a. Alat yang digunakan : tangki nitrogen cair, mikroskop fluoresensi, mikroskop fase kontras,mikroskop fluoresensi, penangas air, sentrifuge, inkubator CO 2, incubator, ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) reader, hemocytometer (New Bauer), tabung conical steril, scraper, tissue culture flask, ampul, plate, laminar airflow, ph meter, mikroplate 96 sumuran, mikropipet, vorteks, timbangan elektrik, eppendorft, pipet, dan tip. 24

25 Tabel 1. Rancangan penelitian tahun pertama Tahun Pertama No Kegiatan Penelitian Metode Indikator Target Luaran 1. Uji sitotoksik tunggal : a. Senyawa1-(4 -bromofenil)-3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on pada sel HeLa & sel T47D b. Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D MTT assay a. IC 50 1-(4 -bromofenil)-3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on pada sel HeLa & sel T47D b. IC 50 Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D 2. Uji sitotoksik kombinasi : Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on + Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D 3. Pengamatan pemacuan apoptosis perlakuan: a. Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on pada sel HeLa & sel T47D b. Doksorubisin pada sel HeLa & T47D c. Kombinasi 1-(4 -bromofenil)- 3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)- 2-propen-1-on +Doksorubisin pada sel HeLa & T47D *) 4. Analisis ekspresi protein regulator apoptosis Bcl-2 dan Bax karena perlakuan: a. Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on pada sel HeLa & sel T47D b. Doksorubisin pada sel T47D c. Kombinasi 1-(4 -bromofenil)- 3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)- 2-propen-1-on +Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D *) MTT assay Flowcytometry ICC CI senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1- on + Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D Persentase sel yang apoptosis karena perlakuan : a. Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on pada sel HeLa & sel T47D. b. Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D c. Kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on + Doksorubisin pada sel sel HeLa & T47D Level ekspresi protein Bcl-2 dan Bax karena perlakuan: a. Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on pada sel HeLa & sel T47D b. Doksorubisin pada sel T47D c. Kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on + Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D tanda *) dilakukan bila uji sitotoksisik kombinasi memberikan hasil sinergi positif b. Bahan yang digunakan: Cell line cancer Sel HeLa dan T47D, Medium Rosewell Park Memorial Institut (RPMI) 1640 (GIBCO BRL) untuk sel HeLa, medium penumbuh mengandung growth factor 10% dan 20% FBS (Fetal Bovine Serum) (Sigma Chem. CO. St. Louis. USA), DMEM (Dulbecco s modified Eagle s Medium) (Invitrogen) ntuk sel T47D, etidium 25

26 bromid, RNA-se, DMSO (Dimetil Sulfoksida), natrium karbonat (E.Merck), kertas saring 0,2 m, akuades, fungison dan antibiotik penisilin dan streptromisin (Sigma Chem. CO. St. Louis. USA), hepes dan tripsin (Sigma Chem. CO. St. Louis. USA). PBS (Phospat Buffer Saline), MTT (3-(4,5- dimetil tiazol-2-yl)-2,5-difenil tetra-zolium bromida), SDS (Sodium duodecyl sulphate)10% dalam HCl 0,01 N. c. Prosedur Kerja Sel dengan konsentrasi 1 x 10 4 sel/sumuran didistribusikan ke dalam plate 96 sumuran dan diinkubasi selama 24 jam untuk beradaptasi dan menempel di sumuran. Keesokannya media diambil kemudian ditambahkan 100 μl media kultur yang mengandung DMSO 0,2% (kontrol) atau sampel, inkubasi selama 24 atau 48 jam. Pada akhir inkubasi, media kultur yang mengandung sampel dibuang, dicuci dengan 100 l PBS. Kemudian ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 100 l media kultur yang mengandung MTT 5 mg/ml, inkubasi lagi selama 4 jam pada suhu 37 C. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk kristal formazan berwarna ungu. Setelah 4 jam, media yang mengandung MTT dibuang, kemudian ditambahkan larutan SDS untuk melarutkan kristal formazan. Digoyang di atas shaker selama 10 menit kemudian dibaca dengan dengan ELISA reader pada panjang gelombang 595 nm. Data absorbansi perlakuan tunggal dikonversi ke dalam persen sel. Potensi aplikasi dalam terapi kombinasi dianalisis dengan membandingkan viabilitas sel perlakuan tunggal dengan kombinasi. Data absorbansi perlakuan tunggal dikonversi ke dalam persen sel hidup dan digunakan untuk menghitung IC 50. Potensi aplikasi dalam terapi kombinasi dianalisis dengan menggunakan metode indeks kombinasi (combinatorial index method/ci) berdasarkan Chou (Reynolds and Maurer, 2005). 2. Uji Pengamatan Apoptosis dengan Flowcytometri a. Alat yang digunakan : plate 6 well, flowcytometer, eppendorft, pipet, dan tip. 26

27 b. Bahan yang digunakan : 1X Working Solution (1 ml 100X Stock Solution diencerkan menjadi 1/100 dalam Phosphat Buffer Saline (PBS) dan Annexin- V-Fluos Staining Kit Roche. c. Prosedur Kerja Sel (kepadatan 5 X 10 5 sel/sumuran) ditanam dalam plate 6 well sampai % konfluen. Setelah itu diinkubasi dengan senyawa uji selama 24 jam. Medium diambil dan dimasukkan dalam tabung sentrifus. Sel di cuci dengan tripsin 0,25% untuk melepas sel dari plate dan dilakukan inkubasi selama 3 menit dalam inkubator CO 2. Kemudian ditambahkan media kultur 1 ml. Sel beserta media kultur tersebut dipindahkan juga dalam tabung sentrifus. Selanjutnya sel yang masih tersisa dalam plate dicuci dengan PBS 2X masing-masing sebanyak 1 ml dan PBS ditambahkan dalam tabung sentrifus. Kemudian disentrifus pada 600 g selama 5 menit. Media dibuang dan sel dicuci dengan PBS 1 ml dan disentrifus pada 200 g selama 5 menit. Larutan PBS dibuang dan sel diresuspensi dengan 100 ml Annexin-V-Fluos-labelling solution yang terdiri dari (2 L Annexin-V-Fluos, 100 L buffer, dan 2 L propidium iodide ) untuk 1 kali reaksi. Inkubasi selama 10 menit pada ruang gelap dan dianalis dengan flowcytometer. 3. Uji Penghambatan Ekspresi Protein dengan Imunositokimia a. Alat yang digunakan : coverslips, plate 24 well, incubator, mikroskop cahaya. b. Bahan yang digunakan : Metanol (Merck), Etanol (Merck), PBS, akuades, hydrogen peroksida (H 2 O 2 ), antibodi primer terhadap Bcl-2 (Biocare) dan Bax, Starr Trek Universal HRP Detection Kit (Biocare), mayerhemaktoksilin (Dako), xylol, enteler. c. Prosedur Kerja Sel (kepadatan 5 X 10 4 sel/sumuran) ditanam pada coverslips dalam plate 24 sampai 80 % konfluen. Setelah itu diinkubasi dengan senyawa uji selama 24 jam. Medium diambil, dicuci dengan PBS 2 kali. Selanjutnya sel dalam coverslips difiksasi dengan metanol dingin dan dicuci PBS 2 kali, kemudian dicuci dengan akuades 2 kali. Coverslips dipindahkan dalam slide kemudian ditambahkan 300 L H 2 O 2 (1: 9 dalam akuades), kemudian diinkubasi selama 10 menit, dibuang 27

28 dan dicuci dengan PBS 2 kali. Selanjutnya di tambahkan 100 L Blocking (Background Snipper), inkubasi selama 15 menit pada suhu kamar, dibuang dan ditambahkan 50 L antibodi primer (Bcl-2 atau Bax) inkubasi selama 60 menit. Setelah dibuang dicuci dengan PBS 2 kali, kemudian tambahkan 100 L antibody sekunder (Trekkie Universal) inkubasi selama 20 menit pada suhu kamar. Setelah dibuang, dicuci dengan PBS 2 kali dan ditambahkan Trek Avidin-HRP, diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar, dibuang dan dicuci dengan PBS 2 x. Dilanjutkan dengan penambahan 100 L DAB, diinkubasi 5 menit, dibuang, dan dicuci dengan akuades. Setelah dibuang dan dibersihkan dengan tissue ditambahkan dengan 300 L mayer-hemaktoksilin dan diinkubasi 5 menit. Kemudian dicuci dengan akuades hingga bersih. Slide (preparat) dicelup dalam etanol, kemudian dicelup dalam xylol. Setelah kering ditutup dengan cover glass dan ditambahkan enteler. Ekspresi protein diamati menggunakan mikroskop. Sel yang mengekspresikan protein tertentu akan memberikan warna coklat/gelap, sedangkan yang tidak mengekspresikan protein tertentu memberikan warna ungu. Bagan alir penelitian tahun pertama disajikan pada Gambar 2. Senyawa Derivat Kalkon Bersubstitusi Bromo 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1- on TAHUN I Uji aktivitas sitotoksik senyawa derivat kalkon bersubstitusi bromo dan Doksoribisin tunggal pada sel HeLa & sel T47D Doksorubisin IC 50 Uji aktivitas sitotoksik kombinasi senyawa derivat kalkon bersubstutisi bromo dan Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D % viabilitas sel & nilai CI Uji induksi apoptosis perlakuan senyawa derivate kalkon bersubstitusi bromo, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada sel HeLa & sel T47D % sel yang mengalami apoptosis Uji efek senyawa derivat kalkon bersubstutisi bromo, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi protein yang berperan dalam apoptosis : Bcl-2 dan Bax. Ekspresi protein Bcl-2 dan Bax Gambar 2. Bagan alir penelitian pada tahun pertama 28

29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Uji Sitotoksik Uji sitotoksik dilakukan untuk mengetahui sifat sitotoksik dari senyawa 1- (4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, baik pada penggunaan tunggal maupun kombinasinya dengan doksorubisin terhadap sel HeLa dan T47D. Pada penelitian ini uji sitotoksisitas dilakukan menggunakan metode MTT. a. Uji Sitotoksik Terhadap Sel HeLa 1) Uji sitotoksik senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on terhadap sel HeLa Potensi ketoksikan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel HeLa dinyatakan dalam bentuk grafik hubungan antara konsentrasi dengan prosentase viabilitas sel (Gambar 3), dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi senyawa yang diberikan, semakin renah viabilitas sel Hela atau semakin banyak jumlah sel HeLa yang mengalami kematian. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 1) diperoleh nilai IC 50 dari senyawa ini terhadap sel HeLa sebesar 50 M. IC 50 = 50 M Gambar 3. Hubungan konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on dengan viabilitas sel HeLa Morfologi sel HeLa karena perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on disajikan pada Gambar 4. Bila 29

30 dibandingkan dengan kontrol sel, nampak bahwa semakin besar konsentrasi penambahan senyawa tersebut, semakin banyak sel yang mengalamai kematian. a b c d e f Gambar 4. Morfologi sel HeLa: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)- 2-propen-1-on konsentrasi : (b) 5 M, (c) 10 M, (d) 20 M, (e) 40 M, dan (f) 60 M. Tanda panah putih menunjukkan sel hidup, dan panah merah menunjukkan sel yang mati. Uji doubling time untuk menunjukkan sifat proliferasi (Gambar 5) menunjukkan bahwa senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on mampu menekan laju pertumbuhan sel. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. 2) Uji sitotoksik Doksorubisin terhadap sel HeLa Hasil uji sitotoksik Doksorubisin terhadap sel HeLa disajikan pada Gambar 6 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Viabilitas sel HeLa semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi Doksorubisin, dari hasil perhitungan, nilai IC 50 Doksorubisin terhadap sel HeLa sebesar 6 M. Perubahan morfologi sel HeLa karena penambahan senyawa Doksorubisin disajikan pada Gambar 7. Bila dibandingkan dengan kontrol sel, 30

31 nampak bahwa semakin besar konsentrasi penambahan Doksorubisin, semakin banyak sel yang mengalami kematian. Gambar 5. Efek penghambatan proliferasi sel HeLa karena perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen- 1-on (BHM) pada konsentrasi 12, 5; 25; 50; dan 75 M dengan waktu inkubasi 0, 24,48, dan 72 jam. IC 50 = 6 M Gambar 6. Hubungan konsentrasi Doksorubisin dengan viabilitas sel HeLa 3) Uji sitotoksik kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin terhadap sel HeLa Uji sitotoksik kombinasi Doksorubisin dan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel HeLa dilakukan pada konsentrasi (1/16; 1/8; 1/4; dan 1/2 ) dari nilai IC 50 atau dibawah nilai IC 50. Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on yang digunakan sebesar 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M, sedangkan konsentrasi Doksorubisin sebesar 0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M. Kombinasi kedua senyawa ini 31

32 mampu menurunkan viabilitas sel lebih rendah daripada penggunaan masingmasing senyawa secara tunggal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2. a b c d e f Gambar 7. Morfologi sel HeLa : (a) tanpa Perlakuan (kontrol sel) dan dengan perlakuan Doksorubisin konsentrasi : (b) 0,625 M, (c) 1,25 M, (d) 2,5 M, (e) 5 M, (f) dan 10 M. Tanda panah putih menunjukkan sel hidup, dan panah merah menunjukkan sel yang mati. Tabel 2. Persen viabilitas sel HeLa pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi. Viabilitas Sel (%) Doksorubisin ( M) 1-(4 - bromofenil) -3- (4-hidroksi-3- metoksi-fenil)- 2-propen-1-on ( M) 0 0,375 0,75 1, ,39 69,05 58,55 50,09 3,125 95,80 67,39 63,87 58,12 51,20 6,25 96,85 64,73 67,14 57,07 47,87 12,5 80,54 53,55 53,86 26,87 11, ,71 9,20 5,93 5,99 5,44 Penurunan viabilitas sel tersebut juga nampak pada Gambar 8. Pada penelitian ini viabilitas sel terendah diperoleh pada kombinasi konsentrasi Doksorubisin sebesar 3 M. dan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 25 M. 32

33 Gambar 8. Profil viabilitas sel HeLa perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M). Morfologi sel karena pengaruh perlakuan 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on tunggal, Doksorubisin tunggal dan kombinasinya disajikan pada Gambar 9. a b c d Gambar 9. Morfologi sel HeLa: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel); (b) perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1- on konsentrasi 25 M, (c) perlakuan Doksorubisin 3 M, (d) perlakuan kombinasi senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on 25 M dan Doksorubisin 3 M. 33

34 Selain itu sitotoksik kombinasi juga ditetapkan dengan menghitung indeks interaksi antara agen kemoterapi dengan 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi- 3-metoksifenil)-2-propen-1-on menggunakan persamaan : Combination Index/CI = (D)1/(Dx)1 + (D)2/(Dx)2 D1 dan D2 adalah konsentrasi sampel yang digunakan dalam perlakuan kombinasi. (Dx)1 dan (Dx)2 adalah konsentrasi tunggal yang dapat menghasilkan efek sebesar yang ditimbulkan perlakuan kombinasi (Reynols and Maurer,2005). Angka CI yang diperoleh diinterpretasikan sebagaimana Tabel 3, sedangkan hasil perhitungannya disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 10, sedangkan data selengkapnya di sajikan pada Lampiran 4. Tabel 3. Interpretasi nilai indeks kombinasi (CI) Nilai CI Interpretasi < 0,1 sinergi sangat kuat 0,1-0,3 sinergis kuat 0,3-0,7 sinergis 0,7-0,9 sinergis ringan-sedang 0,9-1,1 mendekati aditif 1,1-1,45 antagonis ringan-sedang 1,45-3,3 antagonis > 3,3 antagonis kuat-sangat kuat Tabel 4. Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi terhadap sel HeLa. 1-(4 -bromofenil) - 3-(4-hidroksi-3- metoksi-fenil)-2- propen-1-on ( M) Nilai CI Doksorubisin ( M) 0,375 0,75 1,5 3 3,125 0,364 0,495 0,583 0,633 6,25 0,384 0,716 0,608 0,549 12,5 0,350 0,443 0,201 0, ,244 0,232 0,235 0,239 Berdasarkan perhitungan nilai CI, terlihat bahwa pada kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan 34

35 Doksorubisin, memberikan interprestasi sinergi (nilai CI 0,3 0,7) hingga sinergi kuat (nilai CI antara 0,1-0,3). Hasil ini membuktikan bahwa senyawa 1- (4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on berpotensi untuk digunakan sebagai agen ko-kemoterapi Doksorubisin pada sel HeLa. b. Uji Sitotoksik Terhadap Sel T47D 1) Uji sitotoksik senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on terhadap sel T47D Hasil uji sitotoksik senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel T47D disajikan pada Gambar 11 yang menggambarkan grafik hubungan antara konsentrasi dengan prosentase viabilitas sel. Gambar 10. Nilai CI perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M) pada kultur sel HeLa. IC 50 = 45 M Gambar 11. Hubungan konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on dengan viabilitas sel T47D 35

36 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara perubahan konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)- 2-propen-1-on dengan tingkat kematian sel T47D. Semakin tinggi konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, semakin rendah viabilitas sel T47D. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai IC 50 dari senyawa ini terhadap sel T47D sebesar 45 M (Lampiran 5). Perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on jug menyebabkan perubahan morfologi sel T47D sebagaimana disajikan pada Gambar 12. Semakin besar konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, semakin banyak sel yang mati. a b c d e f Gambar 12. Morfologi sel T47D: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)- 2-propen-1-on, konsentrasi : (b) 5 M, (c) 10 M, (d) 20 M, (e) 40 M,(f) dan 60 M. Efek penghambatan prolifaerasi (Gambar 13) menunjukkan bahwa senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on mampu menekan laju pertumbuhan sel T47D. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 6. 2) Uji sitotoksik Doksorubisin pada sel T47D Hasil pengamatan uji sitotoksik Doksorubisin terhadap sel T47D (Gambar 14) menunjukkan bahwa semakin tinggi perlakuan konsentrasi 36

37 Doksorubisin, semakin rendah vibilitas sel T47D. Nilai IC 50 Doksorubisin terhadap sel T47D sebesar 185 nm (Lampiran 7). Gambar 13. Efek penghambatan proliferasi sel T47D karena perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen- 1-on (BHM) pada konsentrasi 11,25; 22,5; 45; dan 67,5 M dengan waktu inkubasi 0, 24,48, dan 72 jam. IC 50 = 185 nm Gambar 14. Hubungan konsentrasi Doksorubisin dengan viabilitas sel T47D. Morfologi sel T47D karena penambahan Doksorubisin (Gambar 15) menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi penambahan Doksorubisin, semakin banyak sel yang mengalami kematian. 37

38 a b c d Gambar 15. e Morfologi sel T47D : (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan perlakuan Doksorubisin konsentrasi : (b) 50 nm, (c) 100 nm, (d) 150 nm, (e) 200 nm, (f) dan 250 nm. f 3) Uji sitotoksik kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada sel T47D Uji sitotoksik kombinasi Doksorubisin dan senyawa 1-(4 -bromofenil) - 3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel T47D pada konsentrasi (1/16; 1/8; 1/4; dan 1/2 ) dari nilai IC 50. Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on yang digunakan sebesar 2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5 M, sedangkan konsentrasi Doksorubisin sebesar 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,65 nm. Kombinasi kedua senyawa ini mampu menurunkan viabilitas sel lebih rendah daripada penggunaan masing-masing senyawa secara tunggal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Persen viabilitas sel T47D perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi. 1-(4 - bromofenil) - 3-(4-hidroksi- 3-metoksi- fenil)-2- propen-1-on ( M) Viabilitas sel (%) Doksorubisin (nm) 0 11, ,125 46,25 92, ,34 96,01 70,67 49,12 2, ,6 98,38 87,18 67,95 33,87 5,625 93,3 84,25 85,31 63,15 28,37 11,25 81,1 71,33 61,33 36,65 5,50 22,5 49,7 46,74 26,35 9,39 5,15 38

39 Penurunan viabilitas sel pada perlakuan kombinasi juga nampak pada Gambar 16. Pada penelitian ini viabilitas sel terendah diperoleh pada kombinasi konsentrasi Doksorubisin sebesar 93 nm dan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 23 M. Gambar 16. Profil viabilitas sel T47D perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi 2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,65 nm). Morfologi sel karena pengaruh perlakuan 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on tunggal, Doksorubisin tunggal dan kombinasinya terhadap sel T47D disajikan pada Gambar 17. Hasil pengamatan morfologi menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on tunggal dan Doksorubisin meningkatkan kematian sel T47D dibandingkan dengan perlakuan tunggalnya. Berdasarkan perhitungan nilai CI (Tabel 6 dan Gambar 18), menunjukkan bahwa pada kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin, memberikan interprestasi mendekati aditif ( nilai CI antara 0,9-1,1 ) pada konsentrasi kombinasi rendah dan sinergi (( nilai CI antara 0,3-0,7 pada konsentrasi kombinasi tinggi. Dari hasil ini membuktikan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on juga berpotensi untuk digunakan sebagai agen kokemoterapi Doksorubisin pada sel T47D. 39

40 a b c d Gambar 17. Morfologi sel T47D: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel); (b) perlakuan senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1- on konsentrasi 22,5 M, (c) perlakuan Doksorubisin 92,5 nm, (d) perlakuan kombinasi senyawa1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on 22,5 M dan Doksorubisin 92,5 M. Tabel 6. Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi. 1-(4 -bromofenil) - 3-(4-hidroksi-3- metoksi-fenil)-2- propen-1-on ( M) Nilai CI Doksorubisin (nm) 11, ,125 46,25 92,65 2,8125 1,043 0,997 0,517 0,416 5,625 0,668 1,028 0,526 0,426 11,25 0,559 0,494 0,392 0,385 22,5 0,533 0,425 0,410 0, Uji Pengamatan Apoptosis dengan Flowcytometer a. Uji apoptosis pada sel HeLa Pengamatan apoptosis dilakukan pada sel HeLa tanpa perlakukan, dengan perlakukan 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1- on, dengan perlakuan Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada inkubasi 24 40

41 jam. Hasil pengamatan apoptosis dengan perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on selama inkubasi 24 jam pada sel HeLa disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 19. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on semakin banyak sel HeLa yang mengalami apoptosis. Gambar 18. Nilai CI perlakuan kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsen-trasi 2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,65 nm) pada Sel T47D. Pada perlakuan kombinasi, konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on digunakan sebesar 12,5 M (¼ IC 50 ) dan Doksorubisin sebesar 1,5 M (¼ IC 50 ). Hasil pengamatan apoptosis dengan flowcytometer pada sel HeLa disajikan pada Tabel 8. Tabel 7. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap kematian sel HeLa menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer. Perlakuan Prosentase (%) Sel HeLa senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on ( M) Sel Hidup Early Apoptosis Late Apoptosis Nekrosis 0 94,64 1,32 2,08 2,01 12,5 85,06 8,34 2,73 3, ,01 27,47 12,34 6, ,49 25,25 47,17 13,48 41

42 Gambar 19. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap proses apoptosis pada sel HeLa. Tabel 8. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin dan kombinasi keduanya terhadap kematian sel HeLa menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer. Perlakuan Sel Hidup Prosentase (%) Sel HeLa Early Apoptosis Late Apoptosis Nekrosis Tanpa Perlakuan 94,64 1,32 2,08 2,01 BHM 12,5 M 85,06 8,34 2,73 3,95 Doksorubisin 1,5 M 58,70 21,61 9,52 10,63 12,5 M BHM + Doksorubisin 1,5 M 56,22 16,32 7,02 21,09 Keterangan : BHM = senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on baik senyawa tunggal maupun kombinasi dengan Doksorubisin mampu memacu apoptosis sel Hela dibandingkan tanpa perlakuan. Perlakuan senyawa kombinasi lebih dapat memacu apoptosis dibanding perlakuan secara tunggal. Namun bila dibandingkan dengan perlakuan 42

43 dengan Doksorubisin tunggal, penambahan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on memacu terjadinya nekrosis. b. Uji apoptosis pada sel T47D Hasil pengamatan apoptosis dengan perlakuan senyawa 1-(4 - bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on selama inkubasi 24 jam pada sel HeLa disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 20. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi- 3-metoksifenil)-2-propen-1-on semakin banyak sel apoptosis. Tabel 9. T47D yang mengalami Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap kematian sel T47D menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer. Perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on ( M) Sel Hidup Prosentase (%) Sel T47D Early Apoptosis Late Apoptosis Nekrosis 0 90,72 2,18 4,49 2,65 11,25 90,55 2,24 3,93 3,32 22,5 86,10 4,84 6,59 2, ,13 25,79 42,14 17,12 Gambar 20. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap proses apoptosis pada sel T47D. 43

44 Pada perlakuan kombinasi, konsentrasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on yang digunakan sebesar 11,25 M (¼ IC 50 ) dan Doksorubisin sebesar 46,25 nm (¼ IC 50 ). Hasil pengamatan apoptosis dengan flowcytometer pada sel HeLa disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin dan kombinasi keduanya terhadap kematian sel T47D menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer. Perlakuan Prosentase (%) Sel T47D Sel Hidup Early Apoptosis Late Apoptosis Nekrosis Tanpa Perlakuan 90,72 2,18 4,49 2,65 BHM 11,25 M 90,55 2,24 3,93 3,32 Doksorubisin 46,25 nm 90,45 2,46 4,71 2,43 12,5 M BHM + Doksorubisin 46,25 nm 82,93 5,09 6,31 5,90 Keterangan : BHM = senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil) -3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on baik senyawa tunggal maupun kombinasi dengan Doksorubisin mampu memacu apoptosis sel T47D dibandingkan tanpa perlakuan. Perlakuan senyawa kombinasi lebih dapat memacu apoptosis dibanding perlakuan secara tunggal. Demikian juga bila dibandingkan dengan perlakuan dengan Doksorubisin tunggal. 3. Uji Pengamatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Bax dengan Imunokimia Protein Bcl-2 dan protein Bax merupakan protein yang berperan dalam mekanisme terjadinya apaptosis. Sel yang mengalami apoptosis memiliki beberapa karakteristik antara lain terjadi peningkatan ekspresi protein proapoptosis diantaranya Bax, dan penekanan ekspresi protein antiapoptosis, diantarnya Bcl-2. 44

45 a. Uji Pengamatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Bax pada sel HeLa Hasil uji pengamatan ekspresi Bcl-2 pada sel HeLa (Gambar 21) menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on dapat menurunkan ekspresi Bcl-2 yang terlihat dari menurunnya sel yang berwarna coklat dengan perlakuan senyawa ini, baik pada pemakaian tunggal maupun kombinasinya dengan Doksorubisin. a b c d e Gambar 21. Efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bcl-2 pada sel HeLa. (a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on 12,5 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 1,5 M, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bcl-2 positif panah penuh, negatif panah putus-putus ---> ). Hasil uji pengamatan ekspresi Bax (Gambar 22) pada sel HeLa menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on dapat meningkatkan ekspresi Bax yang terlihat dari meningkatnya sel yang berwarna coklat dengan perlakuan senyawa ini, baik pada pemakaian tunggal maupun kombinasinya dengan Doksorubisin. 45

46 a b c d e Gambar 22. Efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bax pada sel HeLa. (a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on 12,5 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 1,5 M, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bax positif panah penuh, negatif panah putus-putus ---> b. Uji Pengamatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Bax pada sel T47D Hasil uji ICC ekspresi Bcl-2 pada sel T47D (Gambar 23) menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya dapat menurunkan ekspresi Bcl-2. Hal ini nampak dari menurunnya jumlah sel yang berwarna coklat dengan perlakuan senyawa-senyawa tersebut. Pemakaian kombinasi lebih menurunkan ekspresi Bcl- 2 dibandingkan dengan pemakaian tunggal. Perlakuan dengan senyawa baik tunggal maupun kombinasinya dengan Doksorubisin ini juga mampu meningkatkan ekspresi Bax pada sel T47D (Gambar 24). Pemakaian kombinasi 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on dengan Doksorubisin lebih meningkatkan ekspresi Bax dibandingkan dengan pemakaiannya secara tunggal. 46

47 a b c d e Gambar 23. Efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bcl-2 pada sel T47D. (a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on 11,25 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 46,25 nm, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bcl-2 positif panah penuh, negatif panah putus-putus ---> ). B. PEMBAHASAN Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (BHM) merupakan senyawa derivat kalkon yang mengandung gugus bromo pada cincin nomor 4 ; gugus hidroksil pada cincin nomor 4 atau posisi para; gugus metoksi pada cincin nomor 3 (meta); serta memiliki gugus karbonil dengan ikatan tidak jenuh Senyawa dengan rumus molekul C 16 H 13 O 3 Br ini memiliki titik lebur o C (Arty dkk., 2012). Senyawa dasar kalkon (1,3-difenilpropen-1- on) telah banyak diteliti aktivitasnya sebagai antitumor, antibakterial, dan antiinflamatory (Afzal et al., 2008). Penelitian tentang sifat sitotoksik dari senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on secara in vitro masih terbatas pada kultur sel kanker HeLa. Hasil uji sitotoksik pada sel HeLa menunjukkan senyawa ini bersifat toksis dengan nilai IC 50 sebesar 9,6 g/ml Senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on juga memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat, yaitu 10,14 g/ml. Bila ditinjau dari 47

48 struktur senyawanya, aktivitas antioksidan dan antikanker ini kemungkinan besar berasal dari adanya kontribusi gugus hidroksil dan bromide yang bersifat elektronegatif. (Arty dkk, 2012). a b c d e Gambar 24. Efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bax pada sel T47D. (a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on 11,25 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 46,25 nm, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bax positif panah penuh, negatif panah putus-putus ---> ). Hasil penelitian ini menunjukkan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4- hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker leher rahim HeLa dan sel payudara T47D. Perlakuan senyawa ini memberikan efek sitotoksik cukup tinggi yaitu IC 50 = 50 M ( 16,65 g/ml) pada sel HeLa dan IC 50 = 45 M (14,98 g/ml pada sel T47D. Ueda (2002) menyatakan bahwa senyawa dapat dinyatakan poten jika memiliki nilai IC 50 kurang dari 100 g/ml. Dengan demikian penelitian ini menunjukkan bahwa 1- (4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on merupakan senyawa yang poten sebagai antikanker. 48

49 Adanya gugus OH pada posisi para dari senyawa 1-(4 -bromofenil)-3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on diperkirakan memberikan kontribusi pada sifat toksisitas senyawa terhadap sel HeLa dan T47D. Pada beberapa hasil penelitian tentang aktivitas senyawa derivat kalkon, adanya substitusi gugus metoksi pada cincin A dan substitusi fluoro, kloro, bromo dan cincin B mampu meningkatkan penghambatan aktivitas NF- B, suatu faktor transkripsi yang berperan dalam pengembangan dan progresi kanker (Folmer, et.al., 2006, dan Kim, et. al., 2007). Selain itu adanya gugus karbonil tak jenuh unsaturated carbonyl yang terdapat pada kalkon juga memberikan kontribusi pada aktivitas sitotoksik pada sel HeLa dan T47D. Menurut Srinivasan, et al, (2009) adanya ikatan tak jenuh yang bersifat sangat elektrofilik dapat menimbulkan radikal thiyl yang mengarah ke pengurangan alkena melalui adisi Michaelis kovalen dari nukleofil, seperti SH dari cystin dari DNA, yang mengikat NF- B. Perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on juga menunjukkan perubahan morfologi sel yang signifikan seiring meningkatnya konsentrasi senyawa yang diberikan. Perubahan morfologi sel tersebut menyebabkan menurunnya viabilitas sel HeLa dan T47D. Hasil uji doubling time menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil)- 3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on bersifat antiproliferasi, baik pada sel HeLa maupun sel T47D. Perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 12,5 M pada sel HeLa mampu menghambat laju pertumbuhan sel tersebut, namun sel masih dapat berkembang hingga 72 jam. Perlakuan di atas konsentrasi tersebut, yaitu 25, 50 dan 75 M menyebabkan sel tidak dapat berkembang. Pada sel T47D, perlakuan senyawa dengan konsentrasi 11,25 dan 22,5 M menghambat laju pertumbuhan sel, dimana sel masih dapat berkembang hingga jam ke 48, kemudian mengalami penurunan jumlah sel dan akhirnya mati. Pada konsentrasi senyawa 45 dan 67,5 M menyebabkan sel tidak dapat berkembang. Bila dibandingkan dengan nilai IC 50 doksorubisin, senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on memiliki aktivitas lebih rendah. Doksorubisin merupakan agen kemoterapi yang banyak digunakan dalam 49

50 terapi berbagai kanker epitel. Doksorubisin dapat berinterkelasi dengan DNA sehingga fungsi DNA sebagai template dan pertukaran sister chromatid terganggu pada pita DNA terputus. Obat ini juga dapat bereaksi dengan sitokrom P450 reduktase dengan adanya NADPH membentuk zat perantara yang akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan radikal bebas yang dapat menghancurkan sel. Pada penelitian ini diperoleh nilai IC 50 doksorubisin terhadap sel HeLa sebesar 6 M dan 185 nm pada sel T47D. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dengan doksorubisin mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik baik pada sel HeLa maupun sel T47D, dibandingkan dengan perlakuan tunggal. Perlakuan kombinasi pada sel HeLa dibawah konsentrasi IC 50 menghasilkan efek dari sinergi (saling menguatkan) hingga sinergi kuat. Viabilitas sel terendah terjadi pada kombinasi senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 25 M dan doksorubisin 3 M. Pada sel T47D perlakuan kombinasi dibawah konsentrasi IC 50 menghasilkan efek mendekati aditif pada konsentrasi terendah, dan efek sinergi pada konsentrasi yang lebih tinggi. Viabilitas sel terendah pada sel T47D terjadi pada kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on konsentrasi 22,5 M dan doksorubisin 92,65 nm. Hasil ini membuktikan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on berpotensi untuk digunakan sebagai agen ko-kemoterapi doksorubisin. Hasil pengamatan apoptosis menggunakan flowcytometer menunjukkan bahwa perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2- propen-1-on sebesar 12,5 M (1/4 IC 50 ) dengan waktu inkubasi 24 jam menyebabkan 11,07% sel HeLa mengalami apoptosis. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan sel HeLa tanpa perlakuan (3,4%). Pada perlakuan senyawa dengan konsentrasi lebih tinggi, yaitu 25 M (1/2IC 50 ) dan 50 M (IC 50 ) menyebabkan lebih banyak sel yang mengalami apoptosis, yaitu berturut-turut sebesar 39,81% dan 72,42%. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on mampu menginduksi terjadinya apoptosis pada sel HeLa. Perlakuan kombinasi 12, 5 M senyawa ini 50

51 dengan 1,5 M doksorubisn menyebabkan 23,34% sel HeLa mengalami apoptosis. Jumlah ini lebih tinggi dari perlakuan tunggal senyawa (11,07%), namun lebih rendah dari perlakuan tunggal doksorubisin (31,13%). Perlakuan kombinasi mengarahkan sel HeLa ke arah nekrosis. Hal ini dapat dipahami karena penelitian ini dilakukan secara invitro, sehingga sangat dimungkinkan sel yang mengalami apoptosis selanjutnya akan mengalami nekrosis, karena tidak ada mekanisme keterlibatan makrofag. Demikian juga pada sel T47D, perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3- (4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 11,25 M (1/4 IC 50 ) dengan waktu inkubasi 24 jam menyebabkan 6,17% sel T47D mengalami apoptosis. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan sel T47D tanpa perlakuan (2,18%). Pada perlakuan senyawa dengan konsentrasi lebih tinggi, yaitu 22,5 M (1/2IC 50 ) dan 45 M (IC 50 ) menyebabkan lebih banyak sel yang mengalami apoptosis, yaitu berturut-turut sebesar 11,44% dan 67,93%. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on mampu menginduksi terjadinya apoptosis pada sel T47D. Perlakuan kombinasi senyawa ini pada konsentrasi 11,25 M dan doksorubisn 46,25 nm menyebabkan 11,4% sel T47D mengalami apoptosis. Jumlah ini lebih tinggi dari perlakuan tunggal senyawa (6,17%), dan perlakuan tunggal doksorubisin (7,17%). Data ini menunjukkan bahwa kombinasi senyawa ini dengan doksorubisin meningkatkan kemampuan doksorubisin dalam memacu terjadinya apoptosis. Kemampuan senyawa ini dalam memacu apoptosis menyebabkan viabilitas sel HeLa dan T47D menurun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hsu et al., (2006) yang menunjukkan bahwa struktur inti dari kalkon mampu menghambat proliferasi sel pada sel kanker payudara dengan menginduksi apoptosis. Hasil pengamatan ekspresi protein Bcl-2 baik pada sel HeLa maupun sel T47D menunjukkan bahwa senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on baik tunggal maupun kombinasinya dengan doksorubisin mampu menurunkan level ekspresi Bcl-2. Dalam kaitannya dengan proses apoptosis, hal ini menunjukkan bahwa senyawa ini mampu memacu terjadinya apoptosis dengan menurunkan ekspresi Bcl-2. 51

52 Senyawa ini, baik pemakaian tunggal maupun kombinasi dengan doksorubisin juga mampu meningkatkan level ekspresi Bax pada sel HeLa dan T47D. Bcl-2 dan Bax merupakan Bcl-2-family, yaitu gen yang sangat berperan dalam jalur pengaturan apoptosis. Protein-protein yang termasuk Bcl-2 family pada umumnya mengatur apoptosis melalui regulasi permeabilitas membrane luar mitokondria. Penelitian Shen et al, 2007 menunjukkan bahwa kalkon dapat menghambat proliferasi sel dengan menginduksi apoptosis pada sel kanker kandung kemih manusia, yaitu sel T24 dan HT Pada kedua sel ini kalkon secara signifikan meningkatkan ekspresi protein p21 dan p27, serta menurunkan level cyclin B1, cyclin A, dan Cdc2, sehingga menyebabkan cell cycle arrest. Selain itu kalkon meningkatkan ekspresi Bax dan Bak, tetapi menurunkan level Bcl-2 dan Bcl-XL, sehingga memacu apoptosis melalui jalur mitokondria dengan melepaskan sitokrom dan mengaktivasi caspase-9 dan caspase-3. Induksi jalur mitokondria dan penghambatan aktivasi NF- B berperan penting dalam mempengaruhi aktivitas antiproliferasi kalkon pada sel T24 dan HT Pada penelitin ini, senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on merupakan kalkon dengan substitusi gugus hidroksil, metoksi, dan Bromo ternyata juga mampu menghambat proliferasi sel dan memacu apoptosis. Adanya kemampuan senyawa ini dalam menurunkan level ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan level ekspresi Bax, menunjukkan bahwa senyawa ini mampu memacu apoptosis dengan induksi jalur mitokondria. 52

53 BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Sejauh ini, secara keseluruhan penelitian tahun pertama telah dilaksanakan. Pada tahun kedua akan dilanjutkan dengan kegiatan penelitian sebagaimana pada Gambar 24, yaitu : 1. Mengkaji efek perlakuan senyawa 1-(4 -bromofenil)-3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap daur sel HeLa dan T47D. 2. Mengamati perubahan ekspresi protein regulator daur sel (cyclin D/cyclin E/ cyclin B) pada sel HeLa dan T47D dengan adanya perlakuan senyawa 1-(4 - bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya TAHUN II Uji penghambatan daur sel perlakuan senyawa derivat kalkon bersubstitusi bromo, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada sel HeLa & sel T47D % sel pada setiap daur sel Uji efek senyawa derivat kalkon bersubstutisi bromo, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi protein yang berperan dalam daur sel (cycd/cyc E/ cycb) Ekspresi protein (cycd/cyc E/ cycb) Gambar 24. Bagan Alir Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah : 1. Uji Penghambatan Daur Sel dengan Flowcytometry a. Alat yang digunakan : Flowcytometer (FACSCalibur),pPerlengkapan perlindungan diri (sarung tangan steril, jas lab.), waterbath yang telah distel temperaturnya (37 C), Laminar Air Flow Hood (LAF), inkubator CO, tissue 2 culture flask/dish, pen marker, mikropipet, tip, rak ampul/tempat eppendorf, tissue, alat-alat gelas, flakon, timbangan analitik, mikroskop cahaya, inverted 53

54 microscope, tabung konikal, haemocytometer, cell counter, kamera digital, autoklaf, filter, vorteks, sentrifus. b. Bahan yang digunakan: Reagen propidium iodida (PI) : 7% triton X (Merck), 0,2% RNase, 5% PI (Sigma) 0,1 mg% dalam PBS, dilarutkan dengan PBS hingga 100%. c. Prosedur Kerja Sel hasil panen ditumbuhkan pada plate kultur 6 sumuran sejumlah 5 x 10 5 sel/sumuran. Setelah inkubasi selama 24 jam sel diberi perlakuan dengan 1-(4 - fluorofenil)-3-(4 -hidroksi-3 -metoksifenil)-2-propen-1-on pada berbagai konsentrasi. Pemanenan sel dilakukan pada jam ke 24 dan jam 48 setelah perlakuan. Sel dipanen menggunakan tripsin/edta 0.25%/0.02%, kemudian disentrifugasi 1000 RPM selama 5 menit, dan dicuci dengan PBS dingin. Sel diinkubasi dengan larutan propidium iodida (PI) 500 ml (PI 50 mg/ml dalam PBS yang mengandung 0.1% triton-x). Sel selanjutnya diberi perlakuan dengan RNAse bebas DNAse (20 mg/ml) selama 10 menit pada suhu 370C. Sel dianalisis dengan alat flowcytometer BD FACSCalybur. 2. Penghambatan Ekspresi Protein dengan Imunositokimia a. Alat yang digunakan : coverslips, plate 24 well, incubator, mikroskop cahaya. b. Bahan yang digunakan : Aseton (E.Merck), serum kambing normal (Novocastra), antibodi primer terhadap cyclin, PBS, streptavidin, biotin, antibodi IgG sekunder terbiotinilasi (Novocastra), konjugat streptavidin terhadap peroksidase kuda (Novocastra), kromogen 3,3-diaminobenzidin (DAB) (Novocastra), akuades, dan mayer-hematoksilin (Dako). c. Prosedur Kerja Sel (kepadatan 5 X 10 4 sel/sumuran) ditanam pada coverslips dalam plate 24 sampai 80 % konfluen. Setelah itu diinkubasi dengan senyawa uji selama 4 dan 8 jam. Medium diambil, dicuci dengan PBS. Selanjutnya dilakukan fiksasi dengan formalin 4% selama 20 menit, cuci PBS, dilanjutkan dengan dehidrasi menggunakan etanol konsentrasi bertingkat yaitu 50, 70 dan 95%, masing-masing selama 5 menit. Cover slip yang memuat sel diangkat, diletakan diatas dish 6 cm. 54

55 Ditetesi dengan normal mouse serum (1:50) selama 15 menit, dibuang (tanpa cuci), lalu ditetesi dengan Primer Antibodi Monoklonal anti Bax dan Bcl-2 selama 60 menit dan dicuci dalam PBS sebanyak 3 kali. Preparat diinkubasi dalam biotin selama 10 menit dan dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali selama 5 menit. Kemudian preparat diinkubasi dalam streptavidin-peroksidase selama 10 menit dan dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali selama 5 menit. Selanjutnya, preparat diinkubasi dalam DAB selama 3-8 menit dan dicuci dengan akuades. Preparat direndam dalam hematoksilin selama 3-4 menit untuk counterstain dan dicuci dengan akuades. Ekspresi protein diamati menggunakan mikroskop cahaya. Sel yang mengekspresikan protein tertentu akan memberikan warna coklat/gelap, sedangkan yang tidak mengekspresikan protein tertentu memberikan warna ungu. 55

56 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on bersifat sitotoksik dengan IC 50 sebesar 50 M pada sel Hela, dan 45 M pada sel T47D. Demikian juga Doksorubisin memiliki aktivitas sitotoksisk dengan IC 50 sebesar 6 M pada sel Hela dan 185 nm pada sel T47D. Kombinasi senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dengan Doksorubisin umumnya memberikan efek sinergi hingga sinergi kuat pada sel HeLa, dan efek mendekati aditif hingga sinergi pada sel T47D. 2. Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on pada pemakaian tunggal dan kombinasinya dengan Doksorubisin memacu terjadinya apoptosis pada sel HeLa dan sel T47D. 3. Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on pada pemakaian tunggal dan kombinasinya dengan Doksorubisin mampu menurunkan ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan ekspresi protein Bax. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menelusuri pengaruh senyawa ini terhadap daur sel dengan mengamati ekspresi protein yang berperan dalam daur sel. 56

57 DAFTAR PUSTAKA Afzal S., Asad M. K, Rumana Q. F, Ansari, Muhammad F. N, and Syed S. S Redox Behavior of Anticancer Chalcone on a Glassy Carbon Electrode and Evaluation of its Interaction Parameters with DNA, Int. J. Mol. Sci. 2008, 9, American Cancer Society, 2012, Cancer Facts and Figure 2012, Atlanta, American Cancer Society, Inc.: 1-6 Arianingrum, R., Arty, I.S., dan Atun S., 2010, Uji Sitotoksisitas Senyawa Mono Para Hidroksi Kalkon terhadap Cancer cell lines T47D, Saintek Jurnal, UNY Arianingrum, R., Arty, I.S., dan Atun S., 2013, Kajian Potensi Senyawa Derivat Kalkon Bersubstituen Fluoro Sebagai Agen Ko-Kemoterapi Doxorubicin Pada Sel Kanker Leher Rahim Untuk Mengatasi Masalah Resistensi, Laporan Penelitian Fundamental 2013, LPPM, UNY. Arianingrum, R., Hermawan, A., Meiyanto, E., and Purnomo, H., 2012, Molecular Docking Studies of Chalcone Derivate Compound MPHC A With Tyrosine Kinase Receptors, Proceeding in 24th Federation of Asian Pharmaceutical Associations Congress (FAPA) Bali, Indonesia on September Arty, I.S., 2009, Synthesize and Citotoxicity Test of Several Compounds of Mono Para Hidroxy Chalcone, Indo. J. Chem., 10 (1), Arty, I.S., Arianingrum, R., dan Atun, S., 2012., Sintesis Senyawa Mono Para Hidroksi Kalkon Bersubstituen Bromo Dengan Katalis Asam dan Potensinya Sebagai Antioksidan dan Antikanker, Laporan Penelitian Guru Besar, LPPM. Arty, I.S., Arianingrum, R., dan Atun, S., 2013, Sintesis Senyawa Mono Para Hidroksi Kalkon Bersubstituen Bromo Dengan Katalis Asam dan Potensinya Sebagai Antioksidan, Prosiding seminar Nasional Optimalisasi Penelitian dan PPM untu Pencerahan dan Kemandirian Bangsa, LPPM UNY. Arty, S.A., Henk T, Samhudi, Sastrohamidjojo, and Henk an der Goot., 2000., Synthesis of benzylideneacetophenones and their inhibition of lipidperoxidation., Eur. J., Med. Chem. 35, Boumendjel A, Ronot X, Boutonnat Chalcone derivatives acting as cell cycle blockers : potensial anticancer drugs? J Curr Drug Targets. Apr;10(4): Boyer, M.J., and Tannock, I.F., 2005, The Basic Science of Oncology: Cellular and Molecular Basis of Drug Treatment for Cancer, Mc Graw Hill Compay, forth edition, New York. Davis, J.M., Navolanic, P.M., Weinstein-Oppenheimer, C.R., Steelman, L.S., Wei, H., Konopleva, M., Blagosklonny, M.V., and McCubrey, J.A., 2003, 57

58 Raf-1 and Bcl-2 Induce Distinc and Common Pathways That Contribute to Breast Cancer Drug Resistantce, Clin. Cancer Res.9: Departemen Kesehatan RI. (1997). Profil Kesehatan Indonesia. Depkes RI. Jakarta Ferreira, G.C., Epping, M., Kruyt, F.A.E., and Giaccone, G., 2008, Apoptosis: Target of Cancer Therapy, Clin. Cancer Research., 8: Foster, J.S., Henley, D.C., Ahamed, S., and Wimalasena, J., 2001, Estrogen and Cell Cycle Regulation in Breast Cancer, Trend Endocr. Metab. 12(7): Gerl, R., and Vaux, D.L., 2005, Apoptosis in The Development and Treatment of Cancer, Carcin., 26 (2), Gondhowiardjo, S., 2004, Proliferasi Sel dan Keganasan, Majalah Kedokteran Indonesia, 54 (7), Hanhanan, D., and Wienberg, R.A., 2000, The Hallmarks of Cancer, Cell, 100, Hsu, Y.L., Kuo, P.L., Tzeng, W.W., and Lin, C.C., 2006, Chalcone Inhibits the Proliferation of Human Breast Cancer Cell by Blocking Cell Cycle Progression and Inducing Apoptosis, Food Chem Toxicol, 44 (5): IARC, 2010, IARC Launch the Devinitive Cancer Statistics Resource Globocon, Press Release N o 201., 1-2. Kampa, M., Alexaki, Vassilia-Ismini., Notas, George., Nifli, Artemissia-Phoebe., Nistikaki, Anatassia., Hatzoglou, Anastassia., Bakogeorge, Efstathia, Koumtzoglou, Elena., Blekas, George., Boskou, Dimitrios., Gravanis, Achille., and Castanas, E., 2004, Antiproliferatif and Apoptotic Effect of Selective Phenolic Acids on T47D Human Breast Cancer Cells: Potential Mechanisms of Action., Breast Cancer Res, 6: R63-R74 King, R. J. B., 2000, Cancer Biology, Pearson Education, Second Edition, England. p.1-7, , Lee, Y.S.; Lim, S.S.; Shin, K.H.; Kim, Y.S.; Ohuchi, K.; Jung, S.H Antiangiogenic and antitumoractivities of 2-hydroxy-4- methoxychalcone. Biol. Pharm. Bull. 29, Lodish, H., Berk, A., Zipursky, S.L., Matsudaira, P, Baltimore, D., and Darnell, J., 2000, Molecular Cell Biology, 4 th edition, New York: W.H. Freeman Matheny, C. J. M., Lamb, M. W., Brouwer, K. L. R., and Pollack, G. M., 2001, Pharmacokinetic and Pharmacodynamic Implications of P-glycoprotein Modulation, Pharmacotherapy, 21 (7),

59 Mathivadani, P., Shanthi, P., and Sachdanandam, P., 2007, Apoptotic Effect of Semecarpus anacardium nut Extract on T47D Cancer Cell Line., Cell. Biol. Int., 31, Meiyanto, E., 2002, Bahan Kuliah Biologi Molekuler: Signal Transduksi-Cell Cycle-Transposon, Proyek Que Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Petak, I., Houghton, Janet A., and Kopper, L., 2006, Molecular Targeting of Cell Death Signal Transduction Pathways in Cancer, Current Signal Transduction Therapy, 1, Pahl, H.L., 1999, Activators and Target Genes of Rel/NF-κB Transcription Factors, Oncogene Pines, J., 1997, Mammalian Cell Cycle, Oncogenes and Tumor Suppressors, IRL Press, Oxford University Press, New York, Reynold, C.P., and Meurer, B.J., 2005, Evaluating Response to Antineoplastic Drug Combination in Tissue Culture Models, Methods Mol. Med., 110, Sasayama, T.; Tanaka, K.; Mizukawa, K.; Kawamura, A.; Kondoh, T.; Hosoda, K.; Kohmura, E Trans-4-lodo,4-boranyl-chalcone induces antitumor activity against malignant glioma cell lines in vitro and in vivo. J. Neu- Onc. 85, Sen R. and Baltimore D., 1986, Inducibility of Kappa Immunoglobulin Enhancer-Binding Protein Nf-kappa B by a Posttranslational Mechanism, Cell, 1986 : 47, Shen, K.H, Chang, JK, Hsu, Y.L, and Kuo, P.L., 2007, Chalcone Arrests Cell Cycle Progression and Induces Apoptosis Through Induction Mitochondrial Pathway and Inhibition of Nuclear Faktor Kappa B Signaling in Human Bladder Cancer Cells, Basic Clin Pharmacol Toxicol, 101 : Singal, P.K., and Iliskovic, N., 1998, Doxorubicin-induced Cardiomyopathy, N. Engl. J. Med. 339: Teich, N. M., 1997, Oncogenes and Cancer in Franks, L.M. dan Teich, N.M., Cellular and Molecular Biology of Cancer, 3 rd Edition, Oxford University Press, London. Tjindarbumi, D. and Mangunkusumo, R., 2002, Cancer in Indonesia, Present and Future, Jpn. J. Clin. Oncol. 32 (Supplement 1): S17-21 Toshio M. Li-Bo W.,Seikou N., Kiyofumi N., Eri Y., Hisashi M., Osamu.M., Li-Jun W., and Masayuki Y., 2009., Medicinal Flowers. XXVII.1) New Flavanone and Chalcone Glycosides, Arenariumosides I, II, III, and IV, and Tumor Necrosis Factor-a Inhibitors from Everlasting, Flowers of Helichrysum arenarium, Chem. Pharm. Bull. 57(4) (2009) Valeria, P., 2005, Changes in P-Glycoprotein Activity Are Mediated by The Growth of A Tumour Cell Line as Multicellular Spheroids, Cancer Cell International, 5. 59

60 WHO, 2009, Cancer Control, Knowlendge into Action, WHO Guide for Effective Programes, Wong, H.L., Bendayan, R., Rauth, A.M., Xue, H.Y., Babakhanian, K., and Wu, X.Y., 2006, A Mechanistic Study of Enhanced Doxorubicin Uptake and Retention in Multidrug Resistant Breast Cancer Cells Using A Polymer- Lipid Hybrid Nanoparticle System, The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics, 317 (3), World Health Organization The World Health Report : live in the 21 st century, A vision for all, WHO, Geneva Wyllie, A., Donahue, V., Fischer, B., Hill, D., Keesey, J., and Manzow, S., 2000, Cell Death Apoptosis and Necrosis, Rosche Diagnostic Corporation Ye, C.L.; Liu, J.W.; Wei, D.Z.; Lu, Y.H.; Qian, F In vivo antitumor activity by 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3, 5-dimethylchalcone in a solid human carcinoma xenograft model. Canc. Chemo.Pharm., 55, Ye, C.L.; Liu, J.W.; Wei, D.Z.; Lu, Y.H.; Qian, F In vitro anti-tumor activity of 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3, 5-dimethylchalcone against six established human cancer cell lines. Pharmacol. Res. 2004, 50,

61 LAMPIRAN 1 Data Perhitungan Viabilitas Sel HeLa Perlakuan Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on Konsentrasi ( M) Log Konsentrasi Absorbansi Viabilitas Sel (%) Rerata Viabilitas sel (%) Standar Error 70 1,845 0,316 0,313 0,316 27,571 27,232 27,571 27,458 0, ,813 0,336 0,324 0,308 29,831 28,475 26,667 28,324 0, ,778 0,38 0,39 0,451 34,802 35,932 42,825 37,853 2, ,740 0,575 0,535 0,553 56,836 52,316 54,350 54,501 1, ,699 0,514 0,508 0,511 49,944 49,266 49,605 49,605 0, ,653 0,661 0,66 0,652 66,554 66,441 65,537 66,177 0, ,602 0,634 0,635 0,632 63,503 63,616 63,277 63,465 0, ,544 0,675 0,671 0,645 68,136 67,684 64,746 66,855 1, ,477 0,834 0,742 0,848 86,102 75,706 87,684 83,164 3, ,398 0,875 0,895 0,918 90,734 92,994 95,593 93,107 1, ,301 0,937 0,915 0,924 97,740 95,254 96,271 96,422 0,722 Kontrol Sel 0,955 0,955 0,960 Kontrol Media 0,071 0,914 0,073 Harga koefisien determinasi (r 2 ) perhitungan = 0,942, r = 0,9706. Harga r tabel untuk taraf kesalahan 5%, n=11 adalah 0,602. r hitung> r tabel, sehingga nilai IC 50 dapat dihitung dari persamaan tersebut : y = -131,64x + 274,26 50= -131,64x + 274,26 x = 1,7036, IC 50 = in log x IC 50 = 50 M 61

62 LAMPIRAN 2 Data Perhitungan Efek Penghambatan Proliferasi Sel HeLa Perlakuan Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on Jumlah sel HeLa pada pengamatan jam 24, 48, dan 72 dengan perlakuan BHM 12,5; 25; 50; dan 75 M dan tanpa perlakuan (kontrol) Jam Kontrol Kadar BHM (mm) , JUMLAH SEL RATA-RATA , , , , , , , , , , ,110 51, , , , , , , , ,137 Jam Kontrol Kadar BHM (mm) , LOG JUMLAH SEL RATA-RATA 0 3,699 3,692 3,675 3,691 3, ,097 2,429 3,101 3,450 3, ,057 1,711 3,101 3,410 3, ,131 2,429 2,348 2,817 3,995 62

63 Jam Kontrol Kadar BHM ( M) ,5 JUMLAH SEL RATA-RATA X 10 4 sel 2 x lipat Log jumlah sel 4,000 3,993 3,976 3,992 4,031 Doubling time 37, Perlakuan Persamaan garis Slope Nilai Doubling Time (Jam) Kontrol y = 0,0052x + 3,8076 0, ,000 BHM 12,5 M y = 0,0045x + 3,6961 0, ,000 BHM 25 M y = -0,0111x + 3,741-0, BHM 50 M y = -0,0166x + 3,6531-0, BHM 75 M y = -0,0188x + 3,2413-0,

64 LAMPIRAN 3 Data Perhitungan Viabilitas Sel HeLa Perlakuan Doksorubisin Konsentrasi Absorbansi Viabilitas Sel (%) Rerata Log Standar ( M) Konsentrasi Viabilitas Error sel (%) 75 1,875 0,169 0,175 0,120 15,83 16,83 7,67 13,44 2, ,699 0,209 0,231 0,215 22,50 26,17 23,50 24,06 1, ,398 0,257 0,265 0,270 30,50 31,83 32,67 31,67 0,631 12,5 1,097 0,378 0,377 0,375 50,67 50,50 50,17 50,44 0, ,000 0,400 0,361 0,370 54,33 47,83 49,33 50,50 1, ,699 0,390 0,378 0,363 52,67 50,67 48,17 50,50 1,302 2,5 0,398 0,410 0,408 0,410 56,00 55,67 56,00 55,89 0, ,000 0,490 0,462 0,449 69,33 64,67 62,50 65,50 2,016 0,5-0,301 0,576 0,603 0,507 83,67 88,17 72,17 81,33 4,764 0,25-0,602 0,615 0,600 0,622 90,17 87,67 91,33 89,72 1,082 0,125-0,903 0,624 0,646 0,626 91,67 95,33 92,00 93,00 1,171 Kontrol Media 0,076 0,073 0,072 0,074 Kontrol Sel 0,681 0,669 0,671 0,674 Harga koefisien determinasi (r 2 ) perhitungan = 0,9639, r = 0,9818. Harga r tabel untuk taraf kesalahan 5%, n=11 adalah 0,602. r hitung> r tabel, sehingga nilai IC 50 dapat dihitung dari persamaan tersebut : y = -27,182x + 70, = -27,182x + 70,811 x = 52,08, IC 50 = in log x IC 50 = 6 M 64

65 LAMPIRAN 4 Uji Sitotoksik Kombinasi Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada Sel HeLa Variasi Konsentrasi : IC 50 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on IC 50 Doksorubisin 1/16 1/8 1/4 1/2 BHM ( M) 3,125 6,25 12,5 25 Dox (( M) 0,375 0,75 1,5 3 (BHM): 50 M : 6 M A. Viabilitas Sel BHM( M) Dox( M) 0 0,375 0,75 1, ,39 69,05 58,55 50,09 3,125 95,80 67,39 63,87 58,12 51,20 6,25 96,85 64,73 67,14 57,07 47,87 12,5 80,54 53,55 53,86 26,87 11, ,71 9,20 5,93 5,99 5,44 Persamaan Garis Lurus : Doksorubisin : y = -27, ,811 (x = log konsentrasi) BHM : y = -131,64x + 274,26 (x = log konsentrasi) B. Konsentrasi Doksorubisin Tunggal 0,375 0,75 1,5 3 3,125 1,336 1,801 2,930 5,264 6,25 1,674 1,365 3,202 6,983 12,5 4,315 4,203 41, , , , , ,158 C. Konsentrasi BHM Tunggal 0,375 0,75 1,5 3 3,125 37,282 39,650 43,841 49,481 6,25 39,055 37,444 44,654 52,453 12,5 47,490 47,235 75,736 99, , , , ,184 D. Combination Index 0,375 0,75 1,5 3 3,125 0,364 0,495 0,583 0,633 6,25 0,384 0,716 0,608 0,549 12,5 0,350 0,443 0,201 0, ,244 0,232 0,235 0,239 65

66 LAMPIRAN 5 Data Perhitungan Viabilitas Sel T47D Perlakuan Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on Konsentrasi ( M) Absorbansi Viabilitas Sel (%) Rerata Viabilitas sel (%) Standar Error 80 0,142 0,144 0,131 8,70 8,95 7,29 8,31 0, ,320 0,320 0,361 31,46 31,46 36,70 33,21 1, ,529 0,494 0,512 58,18 53,71 56,01 55,97 1, ,738 0,708 0,696 84,91 81,07 79,54 81,84 1, ,741 0,750 0,802 85,29 86,45 93,09 88,28 2, ,796 0,784 0,779 92,33 90,79 90,15 91,09 0,645 Kontrol Sel 0,854 0,851 0,863 0,856 Kontrol Media 0,074 0,074 0,074 0,074 Harga koefisien determinasi (r 2 ) perhitungan = 0,994, r = 0,997. Harga r tabel untuk taraf kesalahan 5%, n=6 adalah 0,811. r hitung> r tabel, sehingga nilai IC 50 dapat dihitung dari persamaan tersebut : y = -1,127x + 100,17 50= -1,127x + 100,17 x = 45 IC 50 = 45 M 66

67 LAMPIRAN 6 Data Perhitungan Efek Penghambatan Proliferasi Sel T47D Perlakuan Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on Jumlah sel T47D pada pengamatan jam 24, 48, dan 72 dengan perlakuan senyawa BHM dan tanpa perlakuan (kontrol) Jam Kontrol Kadar BHM (mm) 67, ,5 11, JUMLAH SEL RATA-RATA , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,886 Jam Kontrol Kadar BHM ( M) 67, ,5 11, LOG JUMLAH SEL RATA-RATA 0 3,699 3,732 3,703 3,707 3, ,127 2,632 3,323 3,691 3, ,142 2,706 3,323 3,878 4, ,075 2,313 2,497 3,280 4,030 67

68 Jam Kontrol Kadar BHM ( M) 67, ,5 11 JUMLAH SEL RATA-RATA X 10 4 sel 2 x lipat Log jumlah sel 4,000 4,033 4,004 4,008 4,007 Doubling time 33, Perlakuan Persamaan garis Slope Nilai Doubling Time (Jam) Kontrol y = 0,0048x + 3,8393 0, ,479 BHM 11,25 M y = 0,0046x + 3,7893 0, ,000 BHM 22,5 M y = -0,0046x + 3,8035-0,0046 BHM 45 M y = -0,0151x +3,7544-0, BHM 67,5 M y = -0,0174x + 3,4733-0,

69 LAMPIRAN 7 Data Perhitungan Viabilitas Sel T47D Perlakuan Doksorubisin Konsentrasi (nm) Absorbansi Viabilitas Sel (%) Rerata Viabilitas sel (%) Standar Error 250 0,349 0,367 0,354 35,90 38,30 36,57 36,92 0, ,399 0,395 0,399 42,55 42,02 42,55 42,38 0, ,387 0,391 0,391 40,96 41,49 41,49 41,31 0, ,490 0,483 0,486 54,65 53,72 54,12 54,17 0, ,516 0,515 0,520 58,11 57,98 58,64 58,24 0, ,538 0,570 0,553 61,04 65,29 63,03 63,12 1, ,570 0,553 0,559 65,29 63,03 63,83 64,05 0, ,707 0,660 0,700 83,51 77,26 82,58 81,12 1, ,702 0,702 0,742 82,85 82,85 88,16 84,62 1,773 Kontrol Sel 0,817 0,832 0,844 0,831 Kontrol Media 0,081 0,079 0,078 0,079 Harga koefisien determinasi (r 2 ) perhitungan = 0,9526, r = 0,9760. Harga r tabel untuk taraf kesalahan 5%, n=9 adalah 0,666. r hitung> r tabel, sehingga nilai IC 50 dapat dihitung dari persamaan tersebut : y = -0,241x + 94,58 50 =-0,241x + 94,58 x = 185 IC 50 = 185 nm 69

70 LAMPIRAN 8 Uji Sitotoksik Kombinasi Senyawa 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3- metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada Sel T47D Variasi Konsentrasi : IC 50 1-(4 -bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on IC 50 Doksorubisin 1/16 1/8 1/4 1/2 BHM ( M) 2,8125 5,625 11,25 22,5 Dox (nm) 11, ,125 46,25 92,5 (BHM): 45 M : 185 nm E. Viabilitas Sel BHM( M) Dox(nM) 0 11, ,125 46,25 92, ,34 96,01 70,67 49,12 2, ,62 98,38 87,18 67,95 33,87 5,625 93,34 84,25 85,31 63,15 28,37 11,25 81,07 71,33 61,33 36,65 5,50 22,5 49,67 46,74 26,35 9,39 5,15 Persamaan Garis Lurus : Doksorubisin : y = -0,241x + 94,58 (x = konsentrasi) BHM : y = -1,127x + 100,17 (x = konsentrasi) F. Konsentrasi Doksorubisin Tunggal 11, ,125 46,25 92,65 2, ,79 30,71 110,52 251,90 5,625 42,86 38,46 130,42 274,73 11,25 96,48 137,96 240,38 369,62 22,5 198,49 283,11 353,49 371,08 G. Konsentrasi BHM Tunggal 11, ,125 46,25 92,65 2,8125 1,584 11,528 28,593 58,827 5,625 14,126 13,185 32,848 63,709 11,25 25,592 34,461 56,364 84,000 22,5 47,405 65,501 80,551 84,313 H. Combination Index 11, ,125 46,25 92,65 2,8125 1,043 0,997 0,517 0,416 5,625 0,668 1,028 0,526 0,426 11,25 0,559 0,494 0,392 0,385 22,5 0,533 0,425 0,410 0,517 70

71 LAMPIRAN 9 Personalia Tenaga Peneliti Personalia yang terlibat dalam kegiatan ini adalah : No. Nama/NID 1. Retno Arianingrum, M.Si / Instansi Asal Bidang Ilmu Alokasi Urain Tugas Waktu (jam/minggu) FMIPA UNY Biokimia 15 Jam Ketua Uji sitotoksik Uji aktivitas pemacuan apoptosis Uji Pengamatan Daur Sel Uji Ekspresi Protein 2. Prof. Dr. Indyah Sulistyo Arty, M.S / FMIPA UNY Kimia Organik Farmasi 10 Jam Anggota Uji sitotoksik 71

72 Publikasi pada International Conference ICB Pharma II Current Breakthrough in Pharmacy Material and Analyses 72

73 73

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang pengembangan dan penemuan pengobatan kanker leher rahim perlu terus diupayakan resistensi obat kemoterapi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang pengembangan dan penemuan pengobatan kanker leher rahim perlu terus diupayakan resistensi obat kemoterapi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker leher rahim merupakan salah satu kanker penyebab kematian kedua di dunia pada wanita setelah kanker payudara. Pada negara berkembang kanker leher rahim merupakan

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI

PROSEDUR TETAP UJI KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 8 Dokumen nomor : 0301301 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (Hirayama), autoklaf konvensional,

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FARMASI UGM Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201400 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae Lour.) Lampiran 2. Gambar daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) a Keterangan: a. Gambar daun poguntano b. Gambar simplisia daun poguntano

Lebih terperinci

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa

Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Tugas Akhir SB 091351 Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Siklus Sel Kanker HeLa Ika Puspita Ningrum 1507100059 DOSEN PEMBIMBING: Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si N. D. Kuswytasari,

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1.Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, autoklaf Hirayama,

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME)

PROSEDUR TETAP UJI PENGAMATAN PROLIFERASI SEL (DOUBLING TIME) Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : CCRC0201500 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301501 Tanggal : Mengganti nomor : 0201300 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Sitotoksisitas Senyawa Golongan Poliketida terhadap Sel HeLa Uji sitotoksisitas senyawa aktif golongan poliketida daun sirsak (A. muricata L.) terhadap sel HeLa dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro SIDANG TUGAS AKHIR Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro Hani Tenia Fadjri 1506 100 017 DOSEN PEMBIMBING: Awik Puji Dyah Nurhayati,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009

LAPORAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009 LAPORAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009 PENGEMBANGAN POTENSI SENYAWA ISOFLAVON DAN DERIVATNYA DALAM KEDELAI HITAM LOKAL (Glycin soja) SEBAGAI AGEN KEMOPREVENTIF TERHADAP CELL LINES KANKER

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA Halaman 1 dari 7 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni laboratoris in vitro. B. Sampel Penelitian Subjek penelitian ini adalah Human Dermal Fibroblast,

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA

UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA UJI AKTIVITAS PENGHAMBATAN FRAKSI NON POLAR EKSTRAK KLIKA ANAK DARA (Croton oblongus BURM F.) TERHADAP SEL KANKER HELA Nurshalati Tahar 1, Haeria 2, Hamdana 3 Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSIK BEBERAPA SENYAWA MONO PARA HIDROKSI KALKON TERHADAP CANCER CELL LINE T47D. Retno Arianingrum, Indyah Sulistyo Arty, Sri Atun

UJI SITOTOKSIK BEBERAPA SENYAWA MONO PARA HIDROKSI KALKON TERHADAP CANCER CELL LINE T47D. Retno Arianingrum, Indyah Sulistyo Arty, Sri Atun Uji Sitotoksik (Retno Arianingrum dkk) UJI SITOTOKSIK BEBERAPA SENYAWA MONO PARA HIDROKSI KALKON TERHADAP CANCER CELL LINE T47D Retno Arianingrum, Indyah Sulistyo Arty, Sri Atun Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2014 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 April 2012

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2014 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 April 2012 Hal. 1 dari 7 Dokumen nomor : 0301402 Tanggal : 23 April 2014 Mengganti nomor : 0301401 Tanggal : 26 April 2012 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Kanker dan Kanker Payudara Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas regulasi pertumbuhan sel dan meyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan serta

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : -

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM. Dokumen nomor : CCRC Tanggal : Mengganti nomor : - Tanggal : - Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf CCRC Staf CCRC Supervisor CCRC Pimpinan CCRC Paraf Nama Sendy Junedi Adam Hermawan Muthi Ikawati Edy Meiyanto Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena kanker dan 65% di antaranya terjadi di negara miskin dan

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN APOPTOSIS DENGAN METODE DOUBLE STAINING

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN APOPTOSIS DENGAN METODE DOUBLE STAINING Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201100 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009

Dokumen nomor : CCRC Tanggal : 23 April 2013 Mengganti nomor : CCRC Tanggal : 26 Februari 2009 Hal. 1 dari 8 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Herwandhani Putri Edy Meiyanto Tanggal 23 April 2013 PROTOKOL UJI SITOTOKSIK

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya. Sel-sel kanker

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 7 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Dyaningtyas Dewi PP Rifki Febriansah Adam Hermawan Edy Meiyanto Tanggal 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 2 Gambar tumbuhan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Lampiran 3 Gambar buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker merupakan penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit terminal (Sudiana, 2011). Kanker menjadi penyebab kematian terbesar di dunia, sebanyak 7,6 juta orang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version

DAFTAR ISI. Halaman. viii. PDF created with pdffactory Pro trial version DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN. iii HALAMAN PERSEMBAHAN. iv HALAMAN DEKLARASI.... v KATA PENGANTAR.... vi DAFTAR ISI.. viii DAFTAR GAMBAR.. x DAFTAR TABEL.. xi DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan penyakit yang disebabkan karena pertumbuhan abnormal pada sel-sel jaringan tubuh. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi permasalahan kesehatan utama di dunia, termasuk di Indonesia hingga saat ini. Penyakit ini merupakan penyebab kematian kedua terbesar di seluruh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini berupa penelitian analitik eksperimental. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Laboratorium Biomedik Fakultas kedokteran Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan permasalahan yang serius karena tingkat kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. WHO melaporkan kematian akibat kanker diseluruh dunia diperkirakan

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI NONPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN SRIKAYA (Annona squamosa Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ADI CHRISTANTO K 100 080 030 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia terutama di negara miskin dan berkembang. Peningkatan kasus kanker dari tahun ketahun menjadi beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (Herien, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa SKRIPSI OLEH : ALIA EVANINGRUM K 100030168 FAKULTAS

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 7 Dokumen nomor : 0301201 Tanggal : Mengganti nomor : 0201200 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, invasi jaringan, dan metastasis yang luas (Chisholm-Burns et al., 2008). Menurut

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301101 Tanggal : Mengganti nomor : 0201100 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa

EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa EFEK SITOTOKSIK DAN PENGHAMBATAN KINETIKA PROLIFERASI FRAKSI KLOROFORM EKSTRAK ETANOLIK TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata Linn.) TERHADAP SEL HeLa SKRIPSI Oleh : ZAENAB ACHMAD K 100030183 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kosmetik. Jenis biota laut di daerah tropis Indonesia diperkirakan 2-3 kali lebih

BAB I PENDAHULUAN. kosmetik. Jenis biota laut di daerah tropis Indonesia diperkirakan 2-3 kali lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bagian dari wilayah Indopasifik, yang merupakan salah satu pusat keanekaragaman biota laut yang terbesar di dunia. Sumber daya biota laut tersebut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor selama 3 bulan, terhitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa flavanoid merupakan senyawa fenol yang paling banyak ditemukan di alam dan jenisnya sangat beragam. Senyawa ini termasuk dalam metabolit sekunder, dan dikenal

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental 4.2. Tempat Penelitian 1. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini BAB 6 PEMBAHASAN Phaleria macrocarpa merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang mempunyai efek anti kanker, namun masih belum memiliki acuan ilmiah yang cukup lengkap baik dari segi farmakologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Pertanian, Universitas Lampung, dan Laboratorium Biokimia Puspitek Serpong.

III. BAHAN DAN METODE. Pertanian, Universitas Lampung, dan Laboratorium Biokimia Puspitek Serpong. III. BAHAN DAN METDE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga November 2010, di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali sehingga dapat mneyebabkan kematian

Lebih terperinci

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan I. PENDAHULUAN Kanker masih merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan menjadi penyebab kematian kelima di Indonesia. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan tiga juta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian: a. Laboratorim Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM untuk uji sitotoksisitas penetapan IC50 EEP dan pembuatan preparat imunositokimia.

Lebih terperinci

Uji Proliverasi dan Uji Apotoksis Ganoderma lucidum (Curtis) P. Karst sebagai Antikanker Serviks

Uji Proliverasi dan Uji Apotoksis Ganoderma lucidum (Curtis) P. Karst sebagai Antikanker Serviks Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 214 Uji Proliverasi dan Uji Apotoksis Ganoderma lucidum (Curtis) P. Karst sebagai Antikanker Serviks Ikhsan Mujahid 1, Bunyamin Muchtasjar 2 Program Studi Keperawatan

Lebih terperinci

EKSTRAK ETANOL AKAR DAN DAUN DARI TANAMAN Calotropis gigantea AKTIF MENGHAMBAT PERTUMBUHAN SEL KANKER KOLON WiDr SECARA IN VITRO.

EKSTRAK ETANOL AKAR DAN DAUN DARI TANAMAN Calotropis gigantea AKTIF MENGHAMBAT PERTUMBUHAN SEL KANKER KOLON WiDr SECARA IN VITRO. EKSTRAK ETANOL AKAR DAN DAUN DARI TANAMAN Calotropis gigantea AKTIF MENGHAMBAT PERTUMBUHAN SEL KANKER KOLON WiDr SECARA IN VITRO 1 Roihatul Mutiah, 2 Aty Widyawaruyanti, 3 Sukardiman 1 Jurusan Farmasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, penyakit kanker menyebabkan kematian sekitar 8,2 juta orang. Kanker

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA UJI KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) DAN DOXORUBICIN TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER PAYUDARA T47D Oleh : Ika Trisharyanti Dian Kusumowati,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian dengan urutan ke-2 di dunia dengan persentase sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular (Kemenkes, 2014). Data Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular. Kanker menempati posisi kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa abnormal pada jaringan yang tumbuh secara cepat dan tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap walaupun rangsangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Riset Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alkohol sebagai minuman yang sudah tentu bertentangan dengan ajaran islam saat ini ada kecenderungan meningkat di masyarakat. Penggunaan alkohol terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Kanker payudara menempati urutan kedua penyebab kematian di dunia. Kanker menduduki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi dan mortalitas terbanyak pada wanita di dunia, yaitu sebanyak 1.384.155 kejadian dan 458.503 kematian (IARC, 2013). 70%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi tinggi di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH

UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH UJI SITOTOKSI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN KULIT BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI Oleh : NISWATUN NURUL FAUZI K100130178

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker berada pada posisi kedua penyebab kematian di negara berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: YENNIE RIMBAWAN PUJAYANTHI K 100 080 203 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA

SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA PKMI-2-17-1 SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss.) HASIL PENGENDAPAN DENGAN AMONIUM SULFAT 30%, 60%, DAN % JENUH TERHADAP KULTUR SEL HeLa DAN SEL RAJI Robbyono, Nadia Belinda

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek sitotoksik kitosan terhadap berbagai jenis sel kanker yang dilakukan secara eksperimental di dalam laboratorium. Sel kanker yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK METANOLIK DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth.) DAN DOKSORUBISIN TERHADAP MODULASI SIKLUS SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI

PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK METANOLIK DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth.) DAN DOKSORUBISIN TERHADAP MODULASI SIKLUS SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK METANOLIK DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth.) DAN DOKSORUBISIN TERHADAP MODULASI SIKLUS SEL KANKER PAYUDARA T47D SKRIPSI Oleh : Anis Fauzia 135010963 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker

Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker Kode/ Nama Rumpun Ilmu : 404/Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal LAPORAN AKHIR PENELITIAN FUNDAMENTAL Mekanisme Molekuler Sitotoksisitas Ekstrak Daun Jati Belanda Terhadap Sel Kanker TIM PENGUSUL Dr.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan sel kultur primer fibroblas. Gambar 8 menunjukan perbandingan kondisi fibroblas yang didapat dari dua produsen yang berbeda untuk

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 6 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman uji dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UMS dengan cara mencocokkan tanaman pada kunci-kunci determinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis, 2010). Data WHO menunjukkan terdapat sekitar 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2000, kematian akibat kanker. diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2000, kematian akibat kanker. diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2000, kematian akibat kanker diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua kematian) di seluruh dunia, menyusul kejadian kematian akibat

Lebih terperinci

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro Almaratul Khoiriyah 1506100005 Dosen Pembimbing: Awik Puji Dyah. N. S.Si., M.Si. dan Prof. Dr. Drs.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK FRAKSI POLAR, SEMIPOLAR, DAN NON POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) TERHADAP SEL T47D SKRIPSI Oleh: ITSNA FAJARWATI K100 100 031 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PRODUKSI HERBAL STANDAR EKSTRAK ETANOL TANAMAN CEPLUKAN (Physalis angulata L) SEBAGAI AGEN ANTIKANKER UNTUK PENGOBATAN KANKER (Kajian sitotoksik, mekanisme apoptosis dan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING KESEHATAN LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PENELUSURAN POTENSI EKSTRAK SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens (Lour) Merr.) TERSTANDARISASI SEBAGAI AGEN KEMOPREVENTIF DAN KO-KEMOTERAPI PADA SEL KANKER PAYUDARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia mencapai 18 % dari total kanker (World Health Organization, 2008). Pada tahun 2010, insiden kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman yang memiliki kemampuan untuk menonaktifkan ribosom dengan memodifikasi 28S rrna melalui aktivitas

Lebih terperinci

AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL UMBI UBI JALAR UNGU DAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI

AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL UMBI UBI JALAR UNGU DAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL UMBI UBI JALAR UNGU DAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7 SKRIPSI Oleh : DESI NANAWATI K100130051 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Aktivitas Sitototoksik Fraksi Polar Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Sel T47D

Aktivitas Sitototoksik Fraksi Polar Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Sel T47D Aktivitas Sitototoksik Fraksi Polar Umbi Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Sel T47D Amalia Suci Medisusyanti 1*, Haryoto 2 1 Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta 2 Farmasi, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA

TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA TIPE KEMATIAN SEL HeLa SETELAH PAPARAN EKSTRAK ETANOLIK CURCUMA LONGA Suryani Hutomo, Chandra Kurniawan Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu pada bulan Januari Juli 2014, bertempat di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk. dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk. dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable diseases atau NCD). NCD merupakan penyebab

Lebih terperinci