BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara ,91 BT. Sebelah Utara : Kabupaten Bandung Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara ,91 BT. Sebelah Utara : Kabupaten Bandung Barat"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara ,91 BT dan ,94 LS. Luas Kota Bandung adalah 167,29 Km 2. Adapun batas administratifnya adalah : Sebelah Utara : Kabupaten Bandung Barat Sebelah Selatan : Kabupaten Bandung Sebelah Barat : Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi Sebelah Timur : Kabupaten Bandung Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, dan perekonomian. Hal tersebut dikarenakan Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan yaitu Barat sampai timur memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara dan utara sampai selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan). Secara administratif Kota Bandung terbagi menjadi 30 kecamatan. Kecamatan Gedebage merupakan kecamatan yang memiliki wilayah paling luas yaitu 9,58 Km 2 atau 5,7% dari luas keseluruhan Kota Bandung. Kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Astana Anyar dengan luas 2,89 Km 2 atau hanya 1,73 % dari luas Kota Bandung.

2 53 Tabel 4.1 Kecamatan di Kota Bandung No Kecamatan Luas (Km 2 ) Prosentase (%) 1 Bandung Kulon 6,46 3,86 2 Babakan Ciparay 7,45 4,45 3 Bojongloa Kaler 3,03 1,81 4 Bojongloa Kidul 6,26 3,74 5 Astana Anyar 2,89 1,73 6 Regol 4,30 2,57 7 Lengkong 5,90 3,53 8 Bandung Kidul 6,06 3,62 9 Buah Batu 7,93 4,74 10 Rancasari 7,33 4,38 11 Gedebage 9,58 5,73 12 Cibiru 6,32 3,78 13 Panyileukan 5,10 3,05 14 Ujung Berung 6,40 3,83 15 Cinambo 3,68 2,20 16 Arcamanik 5,87 3,51 17 Antapani 3,79 2,27 18 Mandalajati 6,67 3,99 19 Kiaracondong 6,12 3,66 20 Batununggal 5,03 3,01 21 Sumur Bandung 3,40 2,03 22 Andir 3,71 2,22 23 Cicendo 6,86 4,10 24 Bandung Wetan 3,39 2,03 25 Cibeunying Kidul 5,25 3,14 26 Cibeunying Kaler 4,50 2,69 27 Coblong 7,35 4,39 28 Sukajadi 4,30 2,57 29 Sukasari 6,27 3,75 30 Cidadap 6,11 3,65 Jumlah 167, Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2011

3 54 Gambar 4.1 Peta Administratif Kota Bandung

4 55 2. Iklim Menurut Rafi i (1995) iklim adalah keadaan cuaca pada daerah yang luas dan dalam jangka waktu yang lama. Ada banyak cara untuk menentukan iklim di suatu daerah seperti klasifikasi Koppen, Junghuhn, Schmidt Ferguson, dan lainnya. Faktor-faktor yang terpenting dalam iklim untuk kehidupan di dunia adalah temperatur, curah hujan, penguapan dan penyinaran. Pengukuran iklim menurut Junghun lebih menekankan pada ketinggian. Pembagian iklim menurut Junghuhn dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Pembagian Iklim Menurut Junghuhn Ketinggian Tempat (m dpl) Daerah/ Iklim Temperatur (C) Panas 26, Sedang 22-17, Sejuk 17,1-11 >2500 Dingin 11,1-6,2 Sumber: Suryatna Rafi i (1995:195) Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 meter di atas permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah utara dengan ketinggian meter dan terendah di sebelah selatan dengan ketinggian 675 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Junghuhn, maka iklim Kota Bandung adalah sedang sampai sejuk. Iklim asli Kota Bandung dipengaruhi oleh pegunungan di sekitarnya sehingga cuaca yang terbentuk sejuk dan lembab. Namun beberapa waktu belakangan ini temperatur rata-rata Kota Bandung meningkat tajam,

5 56 hingga mencapai 30,2 C dengan temperatur tertinggi yaitu pada bulan April. Hal tersebut diduga terutama disebabkan oleh polusi udara akibat kendaraan bermotor dan dampak dari pemanasan global. Walau demikian curah hujan di Kota Bandung masih cukup tinggi. Data cuaca dan curah hujan di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel 4.3. Bulan Tabel 4.3 Cuaca dan Curah Hujan di Kota Bandung Menurut Bulan Tahun 2010 Temperatur ( C) Rata-rata Maks Min Curah hujan (mm) Hari Hujan (hari) Januari 22,9 27,9 20,0 353,3 27 Februari 23,2 28,2 20,1 557,1 25 Maret 23,1 28,2 20,1 531,0 31 April 24,6 30,2 20,7 93,0 17 Mei 24,0 19,6 20,7 345,0 21 Juni 23,3 28,2 19,6 191,9 18 Juli 22,9 27,9 19,5 220,8 21 Agustus 23,3 28,6 19,9 220,8 26 September 22,9 28,0 19,9 424,4 26 Oktober 23,2 28,4 20,0 292,2 25 November 23,3 28,3 20,2 401,4 28 Desember 23,0 27,5 20,3 237,5 26 Sumber : Kota Bandung Dalam Angka Kemiringan Lereng Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 meter di atas permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah utara dengan ketinggian meter dan terendah di sebelah selatan 675 meter di atas permukaan laut. Di wilayah Kota Bandung bagian selatan sampai lajur lintasan kereta api, permukaan tanah relatif datar sedangkan di wilayah kota bagian utara berbukit-bukit.

6 57 No Tabel 4.4 Kemiringan Lereng Kota Bandung Sumber : Bappeda Kota Bandung Tahun 2011 Adapun persebaran kemiringan lereng di Kota Bandung yaitu : a. Kelas kemiringan I, memiliki wilayah paling luas, yaitu pada Kecamatan Andir, Cicendo, Bojong Kaler, Asatanaanayar, Bandung Kidul, Lengkong, Bandung Kulon, Bojongloa Kidul, Babakan Ciparay, Regol, Kiaracondong, Margacinta, Rancasari, Arcamanik, Cicadas, Cibeunying Kidul, Bandung Wetan, Sumur Bandung dan Batununggal. Juga pada sebagian kecil wilayah Ujung Berung, Cibiru, Cibeunying Kaler, Coblong dan Cidadap. b. Kelas Kemiringan II - IV berada pada wilayah kecamatan Cibiru, Ujung Beurung, Cibeunying Kaler, Coblong, Sukasari, Sukajadi dan Cidadap. c. Kelas kemiringan lereng V, yaitu terdapat di sebagian kecil Kecamatan Cidadap. Kelas Kemiringan Lereng Kemiringan Lereng Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa Kota Bandung memiliki kemiringan lereng yang beragam, akan tetapi yang paling dominan adalah kemiringan lereng kelas I yaitu datar. Dengan relief yang datar ini maka memudahkan dalam mengelola jalan dan jalur hijaunya yang berupa pohon-pohon di samping kiri-kanan dan median jalan. Klasifikasi Relief 1. I 0-8% Datar 2. II 8% - 16% Berombak 3. III 16%-25% Bergelombang 4. IV 25%-40% Berbukit 5. V > 40% Bergunung

7 58 Gambar 4.2 Peta kemiringan lereng Kota Bandung

8 59 4. Geologi Kota Bandung terdiri dari 5 unit geologi yaitu sebagai berikut : a. Qyt : Tufa berbatu apung pasir tufaan, lapili, bom-bom, lava berongga dan kepingan-kepingan andesit-basal padat yang bersudut dengan banyak bongkah-bongkah dan pecahan-pecahan batuan apung. Berasal dari G. Tangkubanparahu dan G. Tampomas. b. Qyu : Hasil gunung api muda tak teruraikan Pasir tufaan, lapili, breksi, lava, aglomerat. Sebagian berasal dari G. Tangkubanparahu dan sebagian dari G. Tampomas. Antara Sumedang dan Bandung batuan ini membentuk dataran kecil atau bagian-bagian rata dan bukit-bukit rendah yang tertutup oleh tanah yang berwarna abu-abu kuning dan kemerah-merahan. c. Ql : Endapan Danau (0-125m) lempung tufaan, batupasir tufaan, kerikil tufaan. Membentuk bidang-bidang perlapisan-perlapisan mendatar di beberapa tempat. Mengandung kongresi-kongresi gamping, sisa-sisa tumbuhan, moluska air tawar, dan tulang-tulang binatang bertulang belakang. d. Qvu : Hasil gunung api tua tak teruraikan breksi gunung api, lahar dan lava berselang-seling. e. Qyd : Tufa pasir tufa berasal dari G. Dano dan G. Tangkubanparahu. Tufa pasir coklat, mengandung kristal-kristal horenblenda yang kasar, lahar lapuk kemerah-merahan, lapisan-lapisan lapili, dan breksi.

9 60 Gambar 4.3 Peta geologi kota bandung

10 61 Berdasarkan Peta Geologi tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah Kota Bandung merupakan wilayah dengan struktur geologi Qyt dan Ql, sedangkan untuk struktur geologi Qvu, Qyd, dan Qyu hanya sebagian kecil wilayah Kota Bandung. Di Kota Bandung bagian utara tersebar struktur geologi jenis Qyt, Qyd, dan Qvu, di bagian Barat tersebar struktur geologi jenis Qyt, dan di bagian timur tersebar struktur geologi jenis Ql dan Qyu. 5. Tanah Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis tanah andosol, di bagian selatan serta bagian timur terdiri atas sebaran jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian tengah dan barat tersebar jenis tanah andosol. Kedua jenis tanah yang terdapat di Kota Bandung ini merupakan jenis tanah yang subur, sehingga dapat membuat pepohonan yang tumbuh di jalur hijau jalan agar tumbuh dengan baik. 6. Hidrologi Kondisi hidrologi sangat erat kaitannya dengan sumber air yang berguna untuk memenuhi kebutuhan air di suatu wilayah. Di kota Bandung, mengalir 46 sungai dan anak sungai dengan total panjang 252,55 km yang seluruhnya bermuara ke Sungai Citarum.

11 62 Gambar 4.4 Peta tanah kota bandung

12 63 7. Penggunaan Lahan Menurut Jamulya dan Sunarto (1991 :2) penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap sumber daya lahan dalam rangka memenuhi kebutuhannya baik materil maupun spiritual dari dulu, sekarang dan masa yang akan datang. Kota Bandung merupakan kota yang perkembangannya sangat pesat, khususnya dalam pembangunan. Penggunaan lahan di Kota Bandung beragam. Lahan yang ada di Kota Bandung berfungsi sebagai lahan pemukiman, industri, perkantoran, jasa, dan hanya sebagian kecil yang berupa sawah dan kebun. Untuk lebih jelasnya mengenai jenis penggunaan lahan yang terdapat di Kota Bandung dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Penggunaan Lahan di Kota Bandung No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Permukiman ,1 62,68 2. Industri 850,9 4,99 3. Perdagangan atau jasa 418,5 2,45 4. Bandara 53,75 0,31 5. Sawah 3650,1 21,40 6. Ruang Terbuka Hijau 414,8 2,43 7. Tegalan 702,1 4,11 8. Kebun atau perkebunan 220,4 1,29 9. Hutan Kota 12,20 0,07 10 Rumput 46,95 0,27 Total Sumber : BAPPEDA Kota Bandung, 2010 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pengggunaan lahan terbesar di Kota Bandung adalah permukiman sebesar 62,68% atau

13 hektar terutama di Kecamatan Andir, Kecamatan Bandung Wetan, Kecamatan Sumur Bandung, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Batununggal dan Kecamatan Kiaracondong. Selanjutnya penggunaan lahan sawah sebesar 21,40% atau 3650,1 hektar terdapat di Kecamatan Arcamanik, Kecamatan Cinambo, Kecamatan Panyileukan, Kecamatan Gedebage, Kecamatan Bandung Kidul dan Kecamatan Rancasari. Selain itu terdapat penggunaan lahan industri sebesar 4,99% atau 850,9 hektar, perdagangan atau jasa sebesar 2,45% atau 418,5 hektar, tegalan sebesar 4,11% atau 702,1 hektar, kebun atau perkebunan sebesar 1,29% atau 220,4 hektar, bandara sebesar 0,31% atau 53,75 hektar, ruang terbuka hijau sebesar 2,43% atau 414,8 hektar, hutan kota sebesar 0,07% atau 12,20 hektar, dan rumput sebesar 0,27% atau 46,95 hektar. Penggunaan lahan terbesar di Kota Bandung merupakan permukiman, ini artinya penduduk Kota Bandung yang sangat banyak sehingga kebutuhan akan lahan untuk permukiman sangat tinggi. Dengan adanya jumlah penduduk yang banyak ini maka jumlah kendaraan pun meningkat, dan emisi gas buang kendaraan pun menjadi tinggi, khusunya gas karbondioksida (CO 2 ). Salah satu dampak dari meningkatnya jumlah gas CO 2 ini adalah meningkatnya suhu di Kota Bandung yang menjadi lebih panas. Oleh karena itu diperlukan vetagetasi atau pepohonan untuk menetralisirnya. Dengan adanya jalur hijau jalan, Kota Bandung menjadi lebih sejuk dan rindang.

14 65 Gambar 4.5 Peta penggunaan lahan Kota Bandung

15 66 B. Kondisi Sosial Daerah Penelitian Selain aspek fisik, aspek yang turut mendukung terbentuknya suatu wilayah adalah aspek sosial yaitu manusia yang tinggal pada wilayah tersebut atau biasa disebut sebagai penduduk. Pada penelitian ini hanya akan dibahas beberapa aspek yang berhubungan dengan demografis, yaitu jumlah dan kepadatan penduduk, komposisi penduduk berdasarkan usia, komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian, dan komposisi penduduk berdasarkan pendidikan. 1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Penduduk Kota Bandung berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2011 adalah jiwa (penduduk laki-laki jiwa dan perempuan jiwa). Angka tersebut menunjukan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,81%. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung jiwa/km 2, dilihat dari segi kepadatan penduduk per kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 38,686 jiwa/km 2. Salah satu upaya Pemerintah Kota Bandung untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk adalah dengan Program Transmigrasi ke daerah luar Pulau Jawa, diantaranya ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

16 67 Tabel 4.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bandung Tahun 2011 No Kecamatan Luas Jumlah Kepadatan (Km 2 ) Penduduk Per Km 2 1 Bandung Kulon 6, Babakan Ciparay 7, Bojongloa Kaler 3, Bojongloa Kidul 6, Astanaanyar 2, Regol 4, Lengkong 5, Bandung Kidul 6, Buah Batu 7, Rancasari 7, Gedebage 9, Cibiru 6, Panyileukan 5, Ujung Berung 6, Cinambo 3, Arcamanik 5, Antapani 3, Mandalajati 6, Kiaracondong 6, Batununggal 5, Sumur Bandung 3, Andir 3, Cicendo 6, Bandung Wetan 3, Cibeunying Kidul 5, Cibeunying Kaler 4, Coblong 7, Sukajadi 4, Sukasari 6, Cidadap 6, Jumlah 167, Sumber : Kota Bandung Dalam Angka Tahun 2011

17 68 Menurut UU No. 56 Tahun 1960 pengelompokan kepadatan penduduk suatu wilayah terbagi menjadi : 1-50 jiwa/km 2 = Tidak padat jiwa/km 2 = Kurang padat jiwa/km 2 = Cukup padat > 400 jiwa/km 2 = Sangat padat Berdasarkan klasifikasi tersebut maka Kota Bandung merupakan kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat padat karena seluruh wilayahnya memiliki kepadatan lebih dari 400. Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2 sedangkan yang memiliki kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Gedebage dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2. Kepadatan penduduk yang tinggi berdampak pada kebutuhan akan sarana transportasi. Semakin banyak jumlah penduduk suatu wilayah maka tingkat pergerakkannya, semakin tinggi pula kebutuhan akan transportasi. Penduduk Kota Bandung memerlukan kendaraan bermotor untuk menunjang segala aktivitasnya yang memiliki mobilitas tinggi. Dengan adanya kebutuhan akan kendaraan bermotor yang semakin tinggi ini sudah seharusnya jalur hijau jalan ini dikelola, dirawat, dan diperbanyak sebagai penyerap CO 2 yang berasal dari kendaraan bermotor.

18 69 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk adalah pengelompokkan penduduk atas dasar kriteria tertentu. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur dapat digunakan untuk mengetahui angka beban tanggungan. Angka tanggungan ini dijadikan sebagai salah satu indikator keadaan ekonomi suatu daerah. Angka tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan masyarakat dalam suatu wilayah. Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan anggotanya. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui rasio jenis kelamin (sex ratio) yang ada di Kota Bandung. Dengan jumlah penduduk , diantaranya penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Sex ratio di Kota Bandung dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Sex Ratio= Laki-laki Perempuan X 100 Sex Ratio = X 100 = 103,03 = 103 (dibulatkan) Dari perhitungan di atas maka diketahui sex ratio penduduk di Kota Bandung adalah 103, artinya setiap 100 penduduk perempuan

19 70 terdapat 103 penduduk laki-laki. Dapat disimpulkan jumlah penduduk perempuan dan jumlah penduduk laki-laki relatif seimbang sehingga memungkinkan jumlah tenaga kerjanya sama. Adapun mengenai komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kota Bandung terdapat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Menurut Umur No Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah > Jumlah Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2011 Untuk mengetahui jumlah angka tanggungannya yaitu dengan cara: jumlah usia tidak produktif x100 jumlah usia produktif x100

20 71 41,30 41 Dengan demikian hasil perhitungan menunjukan bahwa angka beban tanggungan Kota Bandung adalah 41, artinya setiap 100 jiwa penduduk yang berusia produktif harus menanggung 41 jiwa penduduk yang berusia tidak produktif. Penduduk yang berusia produktif lebih banyak melakukan aktivitas dibanding dengan penduduk usia non produktif. Dengan demikian jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak membutuhkan kendaraan sebagai sarana transportasi. Hal ini akan menyebabkan jumlah CO 2 dari kendaraan bermotor menjadi semakin meningkat. Oleh karena itu jalur hijau jalan merupakan suatu elemen yang penting untuk dapat menyerap CO 2 dari kendaraan bermotor. 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Pendidikan merupakan hal yang penting untuk menunjang pembangunan suatu daerah. Tingkat pendidikan suatu daerah dapat menggambarkan potensi sumber daya manusia dan kualitas tenaga kerja didaerah tersebut. Tingkat pendidikan seseorang pada umumnya akan berpengaruh terhadap pengembangan sosial ekonominya dan peranannya dalam masyarakat. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi penduduk Kota Bandung berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.

21 72 Tabel 4.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Tidak/belum tamat SD SD/MI/sederajat SMP/MTs/Sederajat SMA/MA/Sederajat SMK/Sederajat Perguruan Tinggi Jumlah Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2011 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui tingkat pendidikan Kota Bandung yang paling tinggi adalah SMA/MA/sederajat. Tingkat pendidikan Kota Bandung cukup berimbang dilihat dari cukup banyaknya penduduk yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. 3% 15% 6% 23% Tidak/belum tamat SD SD/MI/sederajat SMP/MTs/sederajat 33% 20% SMA/MA/sederajat SMK/sederajat Gambar 4.6 Grafik komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui 33% penduduk Kota Bandung tingkat pendidikan SMA, 23% SD/MI/sederajat, 20% SMP/MTs/sederajat, perguruan tinggi 15%, SMK 3%, dan

22 73 tidak/belum tamat SD sebesar 6%. Tingkat pendidikan ini akan berdampak kepada mata pencaharian yang diperoleh. 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Mata pencaharian adalah faktor utama yang mempengaruhi kehidupan ekonomi seseorang di masyarakat, dengan mengetahui komposisi mata pencaharian penduduk di suatu wilayah maka secara umum dapat diperoleh gambaran mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut. Jenis mata pencaharian yang terdapat di suatu daerah banyak dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan fasilitas sosial sebagai pendukung. Mata pencaharian juga dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi dan taraf hidup masyarakat suatu daerah. Mata pencaharian penduduk Kota Bandung cukup bervariasi, mulai dari sektor agraris, perdagangan, dan sektor jasa. Untuk lebih kelasnya mengenai komposisi penduduk menurut mata pencaharian Kota Bandung terdapat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Bidang Laki-laki Perempuan Jumlah % 1. Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainya Jumlah Sumber : Kota Bandung Dalam Angka 2011

23 74 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sektor perdagangan merupakan mata pencaharian yang dominan di Kota Bandung yaitu sebesar 33%. Akan tetapi mata pencaharian penduduk Kota Bandung cukup bervariasi dan cukup berimbang di berbagai bidang. Sektor industri (19%) dan jasa (29%) juga dominan menunjukan Kota Bandung merupakan kota yang maju. Mata pencaharian penduduk pada sektor pertanian sangat kecil yaitu hanya 1%. Hal ini dikarenakan penggunaan lahan Kota Bandung yang sebagian besar sudah menjadi kawasan terbangun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik pada gambar 4.7 1% 29% 18% 19% 33% Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya Gambar 4.7 Grafik komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian C. Jaringan Jalan Kota Bandung Ruas jalan memiliki status dan fungsi yang berbeda. Berdasarkan statusnya jalan di Kota Bandung dikelompokkan menjadi jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kota. Pengelompokkan status jalan dilakukan oleh

24 75 pemerintah yang berwenang. Berdasarkan fungsinya jalan di Kota Bandung terbagi menjadi jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, jalan kolektor primer, jalan kolektor sekunder, dan jalan lokal. Adapun mengenai ruas jalan jalan Kota Bandung berdasarkan status dan fungsi dijelaskan pada tabel Tabel 4.10 Ruas Jalan Kota Bandung Berdasarkan Status dan Fungsi Status jalan Jumlah Ruas Fungsi Jalan Jumlah Ruas Panjang jalan (km) Jalan 7 Arteri Primer 9 42,140 Nasional Jalan 6 Arteri Sekunder 14 22,990 Provinsi Jalan Kota 3871 Kolektor Primer 27 30,712 Kolektor Sekunder 29 37,308 Jumlah 3884 Lokal ,069 Jumlah ,219 Sumber : Dinas Binamarga dan Pengairan Kota Bandung, 2010 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa total jaringan jalan di Kota Bandung adalah 1.139,219 km. Kota Bandung memiliki total 3884 ruas jalan. Berdasarkan statusnya jalan kota dominan di Kota Bandung. Jalan kota merupakan jalan yang wewenangnya berada pada pemerintah kota setempat. hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan jalan kota berada pada pemerintah Kota Bandung, baik dari segi jalannya maupun dari segi elemen pendukungnya seperti jalur hijau jalan. Berdasarkan fungsinya jalan di Kota Bandung yang paling banyak yaitu jalan lokal yaitu 3805 ruas jalan. Kota Bandung memiliki 9 ruas jalan arteri primer, 14 ruas jalan arteri sekunder, 27 ruas jalan kolektor primer, dan 29 ruas jalan kolektor sekunder.

25 76 Ruas-ruas jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor primer, kolektor sekunder merupakan ruas jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan. Ruas-ruas jalan tersebut dapat menampung banyak kendaraan termasuk kendaraan berat seperti bis dan truk. Ruas-ruas jalan tersebut juga berlokasi pada kawasan pusat kegiatan seperti kawasan industri, perdagangan, dan jasa. oleh karena itu jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut akan sangat banyak, sehingga perlu didukung dengan jalur hijau jalan yang memadai. Jalur hijau jalan ini dapat berfungsi sebagai penyerap CO 2 dan peneduh di sekitar jalan.

26 77 Gambar 4.8 Peta jaringan jalan Kota Bandung

27 78 D. Hasil Penelitian 1. Jalur Hijau Jalan a. Kondisi Jalur Hijau Jalan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis citra Quickbird tahun 2010, maka diperoleh data sebagai berikut. 1) Jalan Surapati Tabel 4.11 Kondisi Jalur Hijau Jalan Surapati Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Mahoni 286 Jati 2 Akasia ,26 Angsana 25 1,77 Rapat Beringin 2 Dadap merah 9 Total 327 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Jalan Surapati merupakan salah satu ruas jalan arteri primer, yang merupakan penghubung antar kota dan antar provinsi. Berdasarkan tabel 4.11 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Surapati adalah 1,26 Ha. Total jumlah pohon di jalan Surapati adalah 327 batang pohon dengan jarak tanam 1,77 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori rindang. Jenis pohon yang paling dominan ditanam pada jalan ini yaitu mahoni dengan jumlah 286 batang pohon. Jenis pohon lain yang terdapat di jalan ini yaitu angsana sebanyak 25 batang

28 79 pohon, dadap merah sebanyak 9 batang pohon, akasia sebanyak 3 batang pohon, serta jati dan beringin masing-masing sebanyak 2 batang pohon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. 0% 1% 8% 1% 3% 87% Mahoni Jati Akasia Angsana Beringin Dadap Merah Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.9 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Surapati 2) Jalan Jend. Ahmad Yani Tabel 4.12 Kondisi Jalur Hijau Jalan Jend. Ahmad Yani Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Mahoni 41 Beringin ,54 Angsana 2 57,44 Jarang Tanjung 1 Total 47 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Jalan Jend. Ahmad Yani merupakan ruas jalan arteri sekunder. Di samping kiri dan kanan jalan ini didominasi oleh

29 80 pertokoan dan perkantoran. Berdasarkan tabel 4.12 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Jend. Ahmad Yani adalah 1,54Ha. Kerapatan pohonnya jarang. Total jumlah pohon yang ada pada jalan ini yaitu 47 batang pohon dengan jarak tanam 57,44 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori gersang. Jenis pohon yang paling mendominasi adalah mahoni, yaitu sebanyak 41 batang pohon. Namun pohon mahoni yang ada ketinggiannya baru sekitar 3-4 meter. Selain itu terdapat pohon beringin, angsana, dan tanjung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. 4% 2% 7% Mahoni Beringin Angsana Tanjung 87% Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.10 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jend. Ahmad Yani

30 81 3) Jalan WR. Supratman Tabel 4.13 Kondisi Jalur Hijau Jalan WR. Supratman Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Mahoni 249 Asam jawa 25 Kiara payung 10 Tanjung ,75 Beringin 1 2,95 Rapat Akasia 5 Angsana 3 Dadap merah 3 Total 315 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Jalan WR. Supratman termasuk ruas jalan kolektor primer. Berdasarkan tabel 4.13 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan WR. Supratman adalah 3,75 Ha. Kerapatan pohonnya rapat. Kondisi jalan ini ditumbuhi pohon peneduh yang cukup rimbun, yaitu memiliki total pohon sebanyak 315 batang pohon dengan jarak tanam 2,95 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori rindang. Pohon yang paling banyak ditanam pada jalan ini yaitu jenis mahoni, yaitu sebanyak 249 batang pohon. Jenis pohon lainnya yaitu tanjung sebanyak 19 batang pohon, asam jawa sebanyak 25 batang pohon, dan kiara payung sebanyak 10 batang pohon. Selain itu terdapat beberapa batang pohon beringin, akasia, angsana, dan dadap merah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

31 82 6% 0% 2% 1% 1% 3% 8% 79% Mahoni Asam Jawa Kiara Payung Tanjung Beringin Akasia Angsana Dadap Merah Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.11 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan WR. Supratman 4) Jalan RAA. Wiranata Kusumah Tabel 4.14 Kondisi Jalur Hijau Jalan RAA. Wiranata Kusumah Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Mahoni 365 Akasia ,04 Dadap merah 2 3,25 Rapat Tanjung 10 Total 380 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Jalan RAA.Wiranata Kusumah atau jalan Cipaganti merupakan jalan kolektor sekunder. Pada jalan ini banyak terdapat pohon peneduh dengan kerapatan yang rapat. Berdasarkan tabel 4.14 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan RAA.Wiranata Kusumah adalah 7,04 Ha. Total jumlah pohon pada jalan ini yaitu sebanyak 380 batang pohon dengan jarak tanam 3,25 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori rindang.

32 83 Mahoni adalah pohon yang paling banyak ditanam di jalan ini yaitu sebanyak 365 batang pohon. Selain itu juga terdapat pohon akasia, dadap merah, dan tanjung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. 1% 0% 3% 96% Mahoni Akasia Dadap Merah Tanjung Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.12 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan RAA. Wiranata Kusumah 5) Jalan Tamansari Tabel 4.15 Kondisi Jalur Hijau Jalan Tamansari Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Mahoni 382 Nangka 1 Palem 1 Pinus 2 Mangga ,86 Akasia 13 Tanjung 76 1,78 Rapat Kiara payung 10 Trembesi 1 Bungur 2 Beringin 16 Total 515 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012

33 84 Jalan Tamansari merupakan jalan lokal. Pada jalan ini banyak terdapat pohon peneduh dengan kerapatan yang rapat. Berdasarkan tabel 4.15 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Tamansari adalah 7,86 Ha. Total jumlah pohon pada jalan ini yaitu sebanyak 515 batang pohon dengan jarak tanam 1,78 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori rindang. Mahoni adalah pohon yang paling banyak ditanam di jalan ini yaitu sebanyak 382 batang pohon. Selain itu juga terdapat pohon tanjung sebanyak 76 batang pohon. Jenis pohon lainnya yang ditanam di jalan ini yaitu akasia, kiara payung, beringin, bungur, palem, trembesi, mangga, pinus dan nangka. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. 2% 0% 0% 3% Mahoni 3% 1% 0% 0% 0% 15% 76% Nangka Palem Pinus Mangga Akasia Tanjung Kiara Payung Trembesi Bungur Beringin Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.13 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Tamansari

34 85 6) Jalan Dr. Djunjunan Tabel 4.16 Kondisi Jalur Hijau Jalan Dr. Djunjunan Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Trembesi 85 Beringin 1 Nangka ,51 Angsana 2 Tanjung 2 9,80 Jarang Dadap merah 9 Mahoni 2 Total 102 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Jalan ini merupakan jalan arteri primer. Berdasarkan tabel 4.16 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Dr. Djunjunan adalah 0,51 Ha. Total pohon yang ada yaitu 102 batang pohon dengan jarak tanam 9,80 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori gersang. Pohon yang dominan ditanam pada jalan ini yaitu pohon trembesi sebanyak 85 batang pohon, tingginya sekitar 3-4 meter, sehingga belum bias meneduhkan. Di jalan ini juga terdapat pohon beringin, nangka, angsana, tanjung, dadap merah, dan mahoni. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

35 86 2% 2% 1% 9% 1% 1% 84% Trembesi Beringin Nangka Angsana Tanjung Dadap Merah Mahoni Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.14 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Dr. Djunjunan 7) Jalan Rajawali Timur Tabel 4.17 Kondisi Jalur Hijau Jalan Rajawali Timur Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Kerapatan Pohon (m) m 2 Ha (m) Angsana 25 Beringin ,73 6,94 Sedang Mahoni 84 Total 111 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Jalan Rajawali Timur merupakan jalan arteri sekunder. Berdasarkan tabel 4.17 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Rajawali Timur adalah 1,73 Ha.Total jumlah pohon yang terdapat di jalan ini yaitu sebanyak 111 batang pohon dengan jarak tanam 6,94 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori sedang.

36 87 Pohon yang banyak ditanam yaitu mahoni sebanyak 84 batang pohon. Selain mahoni, di jalan ini terdapat pohon angsana sebanyak 25 batang pohon dan beringin sebanyak 2 batang pohon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. 22% Angsana Beringin 2% Mahoni 76% Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.15 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Rajawali Timur 8) Jalan Sukajadi Tabel 4.18 Kondisi Jalur Hijau Jalan Sukajadi Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Mahoni 77 Akasia 120 Nangka 51 Beringin ,17 Pinus 4 4,54 Sedang Angsana 6 Ketapang 9 Trembesi 14 Total 283 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012

37 88 Jalan ini merupakan jalan kolektor primer. Berdasarkan tabel 4.18 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Sukajadi adalah 4,17 Ha. Total pohon yang ada di jalan ini yaitu 283 batang pohon dengan jarak tanam 4,54 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori sedang. Pohon yang dominan ditanam pada jalan ini yaitu akasia sebanyak 120 batang pohon. Selain itu terdapat pohon mahoni sebanyak 77 batang pohon dan pohon nangka sebanyak 51 batang pohon. Jenis pohon lain yang ditanam di jalan ini yaitu pohon beringin, pinus, angsana, ketapang, dan trembesi. 2% 3% 5% Mahoni 2% 1% 27% 18% 42% Akasia Nangka Beringin Pinus Angsana Ketapang Trembesi Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.16 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Sukajadi

38 89 9) Jalan Dr. Setiabudi Tabel 4.19 Kondisi Jalur Hijau Jalan Dr. Setiabudi Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Mahoni 155 Angsana 7 Kiara payung ,84 Mangga 1 4,33 Sedang Lengkeng 4 Akasia 2 Total 171 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Jalan ini merupakan jalan kolektor sekunder. Berdasarkan tabel 4.19 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Dr. Setiabudi adalah 0,84 Ha. Total pohon yang ada di jalan ini yaitu 171 batang pohon dengan jarak tanam 4,33 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori sedang. Pohon yang dominan ditanam pada jalan ini yaitu mahoni sebanyak 155 batang pohon. Selain itu terdapat pohon angsana, kiara payung, mangga, lengkeng dan akasia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

39 90 4% 1% 1% 2% 91% 1% Mahoni Angsana Kiara Payung Mangga Lengkeng Akasia Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.17 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Setiabudi 10) Jalan Cemara Tabel 4.20 Kondisi Jalur Hijau Jalan Cemara Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Akasia 4 Mahoni ,63 Ketapang 1 Lengkeng 1 6,48 Sedang Angsana 12 Total 63 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Berdasarkan tabel 4.19 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Cemara adalah 0,63 Ha. Total jumlah pohon yang terdapat di jalan ini yaitu sebanyak 63 batang pohon dengan jarak tanam 6,48 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori sedang. Jalan ini banyak ditanami oleh pohon mahoni dan angsana. Jumlah pohon mahoni sebanyak 45 batang pohon dan

40 91 angsana sebanyak 12 batang pohon. Selain itu di jalan ini juga terdapat pohon akasia, ketapang, dan lengkeng. 2% 19% 2% 6% 71% Akasia Mahoni Ketapang Lengkeng Angsana Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.18 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Cemara 11) Jalan Soekarno Hatta Tabel 4.21 Kondisi Jalur Hijau Jalan Soekarno Hatta Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Ketapang 792 Mahoni 45 Angsana ,53 Dadap merah 38 Beringin 1 5,77 Sedang Kiara payung 6 Trembesi 22 Total 965 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012 Jalan Soekarno Hatta merupakan salah satu ruas jalan arteri primer, yang merupakan penguhubung antar kota dan antar provinsi. Berdasarkan tabel 4.21 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Soekarno Hatta adalah 7,53 Ha. Total jumlah pohon di jalan Soekarno Hatta adalah 965 batang pohon

41 92 dengan jarak tanam 5,77 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori sedang. Jenis pohon yang paling dominan ditanam pada jalan ini yaitu ketapang dengan jumlah 792 batang pohon. Selain itu juga terdapat pohon mahoni sebanyak 45 batang pohon, angsana sebanyak 61 batang pohon, dadap merah sebanyak 38 batang pohon, beringin 1 batang pohon, kiara payung sebanyak 6 batang pohon, dan trembesi sebanyak 22 batang pohon. 4% 0%1% 2% Ketapang 6% 5% Mahoni Angsana Dadap Merah Beringin 82% Kiara Payung Trembesi Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.19 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Soekarno Hatta 12) Jalan Ciwastra Tabel 4.22 Kondisi Jalur Hijau Jalan Ciwastra Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Kerapatan Pohon (m) m 2 Ha (m) Mahoni 30 Beringin ,88 16,25 Jarang Angsana 34 Total 66 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012

42 93 Berdasarkan tabel 4.22 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Ciwastra adalah 0,88 Ha. Total jumlah pohon yang terdapat di jalan ini yaitu 66 batang pohon dengan jarak tanam 16,25 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori gersang. Jenis pohon yang mendominasi pada jalan ini yaitu pohon angsana dan mahoni, pohon angsana sebanyak 34 batang pohon dan pohon mahoni sebanyak 30 batang pohon. Selain itu juga di jalan ini terdapat pohon beringin sebanyak 2 batang pohon. 52% 45% Mahoni Beringin Angsana 3% Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.20 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Ciwastra 13) Jalan Gedebage Selatan Tabel 4.23 Kondisi Jalur Hijau Jalan Gedebage Selatan Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Angsana 19 Jati ,47 Mahoni 10 Ketapang 5 40,52 Jarang Mangga 3 Total 38 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012

43 94 Berdasarkan tabel 4.23 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Gedebage Selatan adalah 0,47 Ha. Total jumlah pohon yang terdapat di jalan ini yaitu 38 batang pohon dengan jarak tanam 40,52 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori gersang. Jenis pohon yang dominan adalah pohon angsana. Selain itu juga terdapat jenis pohon mahoni, ketapang, jati, dan mangga. 8% 13% 26% 3% 50% Angsana Jati Mahoni Ketapang Mangga Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.21 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Gedebage Selatan 14) Jalan Cijawura Girang Tabel 4.24 Kondisi Jalur Hijau Jalan Cijawura Girang Panjang Luas Tutupan Jarak Jumlah Jalan vegetasi Jenis Pohon tanam Pohon (m) m 2 Ha (m) Kerapatan Angsana 10 Palem ,14 Kiara payung 2 32,06 Jarang Mahoni 4 Total 23 Sumber : Analisis Citra Quickbird 2010, Hasil Penelitian 2012

44 95 Jalan Cijawura Girang merupakan jalan lokal. Berdasarkan tabel 4.24 luas tutupan vegetasi pada jalur hijau jalan Cijawura Girang adalah 0,14 Ha. Total jumlah pohon yang terdapat di jalan ini yaitu 23 batang pohon dengan jarak tanam 32,06 m. Berdasarkan jarak tanamnya jalur hijau jalan ini termasuk ke dalam kategori gersang. Pohon yang dominan ditanam pada jalan ini adalah jenis angsana. Selain itu juga terdapat pohon palem, mahoni, dan kiara payung. 9% 17% 44% Angsana Palem Kiara Payung 30% Mahoni Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.22 Grafik Jenis dan Jumlah Pohon Pada Ruas Jalan Cijawura Girang Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, masing-masing ruas jalan memiliki jumlah pohon dan jarak tanam yang berbeda. Kategori jalur hijau jalan berdasarkan jarak tanamannya dijelaskan dalam tabel

45 96 Tabel 4.25 Kategori Jalur Hijau Jalan Berdasarkan Jarak Tanaman No. Wilayah Jumlah Panjang Jarak Nama Jalan Pengembangan Tanaman Jalan (m) tanaman Kategori Jl. Surapati ,77 Rindang Jl. Jend. Ahmad Yani ,44 Gersang 1. Cibeunying Jl. WR. Supratman ,95 Rindang Jl. RAA Wiranata ,25 Rindang Kusumah Jl. Tamansari ,78 Rindang Jl. Dr. Junjunan ,80 Gersang Jl. Rajawali Timur ,94 Sedang 2. Bojonegara Jl. Sukajadi ,54 Sedang Jl. Dr. Setiabudi ,33 Sedang Jl. Cemara ,48 Sedang Jl. Soekarno Hatta ,77 Sedang 3. Gedebage Jl. Ciwastra ,25 Gersang Jl. Gedebage Selatan ,52 Gersang Jl.Cijawura Girang ,06 Gersang Sumber : Hasil Penelitian 2012 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa jalur hijau jalan di Kota Bandung masuk ke dalam tiga kategori yaitu rindang, sedang, dan gersang. Wilayah Cibeunying sebagian besar jalur hijaunya masuk ke dalam kategori rindang, yaitu ada 4 ruas yang rindang jalan meliputi jalan WR. Supratman, jalan RAA Wiranata Kusumah (Cipaganti), jalan Tamansari, dan jalan Surapati, sedangkan kategori gersang hanya satu jalan yaitu jalan Jend. Ahmad Yani. Wilayah Bojonegara sebagian besar jalur hijau jalannya masuk ke dalam kategori sedang, yaitu ada 4 ruas jalan meliputi jalan Rajawali Timur, jalan Sukajadi, jalan Dr. Setiabudi, dan jalan Cemara, sedangkan kategori gersang hanya satu jalan yaitu jalan Dr. Djunjunan. Pada wilayah pengembangan Bojonegara ini tidak ada jalur hijau jalan dengan kategori rindang.

46 97 Wilayah Gedebage sebagian besar jalur hijau jalannya masuk ke dalam kategori gersang, yaitu 3 ruas jalan meliputi jalan Gedebage Selatan, jalan Ciwastra, dan jalan Cijawura Girang, sedangkan kategori sedang hanya satu jalan yaitu jalan Soekarno Hatta. Pada wilayah pengembangan Gedebage ini tidak ada jalur hijau jalan dengan kategori rindang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini. 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Rindang Sedang Gersang WP Bojonegara WP Cibeuying WP Gedebage Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.23 Grafik Kategori Jalur Hijau Jalan Berdasarkan Jarak Tanam

47 98 Gambar 4.24 Peta jalur hijau jalan

48 99 b. Daya Serap Jalur Hijau Jalan Terhadap CO 2 Daya serap pohon terhadap CO 2 dapat dihitung berdasarkan luasan tutupan vegetasinya. Daya serap berbagai macam tipe vegetasi terhadap CO 2 dapat dilihat pada tabel 2.3. Adapun mengenai daya serap jalur hijau jalan terhadap CO 2 dijelaskan dalam tabel Tabel 4.26 Daya Serap Jalur Hijau Terhadap CO 2 Pada Tiap Ruas Jalan No. Luas Daya serap Wilayah Tutupan Nama Jalan Terhadap Pengembangan Vegetasi CO (Ha) 2 (kg/jam) Kategori Jl. Surapati 1,26 163,69 Rendah Jl. Jend. Ahmad Yani 1,54 200,08 Rendah 1. Jl. WR. Supratman 3,75 487,2 Sedang Cibeunying Jl. RAA Wiranata 7,04 914,64 Tinggi Kusumah Jl. Tamansari 7, ,17 Tinggi Jl. Dr. Junjunan 0,51 66,26 Rendah Jl. Rajawali Timur 1,73 224,76 Rendah 2. Bojonegara Jl. Sukajadi 4,17 541,77 Sedang Jl. Dr. Setiabudi 0,84 109,13 Rendah Jl. Cemara 0,63 81,85 Rendah Jl. Soekarno Hatta 7,53 978,29 Tinggi 3. Gedebage Jl. Ciwastra 0,88 114,33 Rendah Jl. Gedebage Selatan 0,47 61,06 Rendah Jl.Cijawura Girang 0,14 18,19 Rendah Sumber : Hasil Penelitian 2012 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa luas jalur hijau tiap ruas berbeda-beda. Hal ini pun berdampak pada daya serap jalur hijau tiap jalan terhadap CO 2 menjadi berbedabeda. Ada yang memiliki daya serap tinggi, sedang, dan rendah.

49 100 Gambar 4.25 Peta Daya Serap Jalur Hijau Jalan Terhadap CO 2

50 101 Berdasarkan tabel 4.26 dan gambar 4.25 diketahui bahwa jalur hijau jalan yang memiliki daya serap tinggi terhadap CO 2 adalah ruas jalan Tamansari, jalan RAA. Wiranata Kusumah, dan Jalan Soekarno Hatta. Jalan Tamansari memiliki luas jalur hijau sebesar 7,86 Ha dan dapat menyerap CO 2 sebanyak 1.021,17 kg/jam, jalan RAA. Wiranata Kusumah memiliki luas jalur hijau sebesar 7,04 Ha dan dapat menyerap CO 2 sebanyak 914,64 kg/jam, serta jalan Soekarno Hatta memiliki luas jalur hijau sebesar 7,53 Ha dan dapat menyerap CO 2 sebanyak 978,29 kg/jam. Untuk ruas jalan yang memiliki daya serap CO 2 kategori sedang terdapat di wilayah Cibeunying yaitu jalan WR. Supratman (487,2 kg/jam) dan wilayah Bojonegara yaitu jalan Sukajadi (541,77 kg/jam). Jalur hijau jalan dengan kategori daya serap CO 2 yang rendah ada 9 ruas jalan, yaitu 4 ruas jalan di wilayah Bojonegara, 3 ruas jalan di wilayah Gedebage, dan 2 ruas jalan di wilayah Cibeunying. 4 Ruas jalan di wilayah Bojonegara yang memiliki daya serap rendah adalah jalan Dr. Djunjunan (66,26 kg/jam), jalan Rajawali Timur (224,76 kg/jam), jalan Dr. Setiabudi (109,13 kg/jam), dan jalan Cemara (81,85 kg/jam). 3 Ruas jalan di wilayah Gedebage yang memiliki daya serap rendah adalah jalan Ciwastra (114,33 kg/jam), jalan Gedebage Selatan (61,06 kg/jam), dan jalan Cijawura Girang (18,19 kg/jam). 2 Ruas jalan di wilayah Cibeunying yang memiliki daya serap rendah adalah jalan Surapati

51 102 (163,69 kg/jam) dan jalan Jend. Ahmad Yani (200,08 kg/jam). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Tinggi Sedang Rendah WP Bojonegara WP Cibeunying WP Gedebage Sumber : Hasil Penelitian, 2012 Gambar 4.26 Grafik Daya Serap Jalur Hijau Jalan Terhadap CO 2 2. Volume Kendaraan a. Jumlah Kendaraan Tiap Ruas Jalan Dalam penelitian ini perhitungan jenis kendaraan di Kota Bandung dilakukan bersamaan dengan perhitungan volume kendaraan yaitu pada waktu tingkat mobilitas tinggi yaitu pada jam dengan pertimbangan waktu terjadinya mobilitas penduduk bekerja dan pergi ke sekolah, jam dengan pertimbangan waktu para pekerja beristirahat para siswa pulang sekolah, dan jam dengan pertimbangan pada waktu mobilitas penduduk pulang kerja dan pulang sekolah. Perhitungan jenis dan volume kendaraan di Kota Bandng dilakukan pada 14 ruas jalan yang menjadi sampel lokasi

52 103 penelitian. Adapun mengenai data volume kendaraan pada tiap ruas jalan dapat dilihat pada lampiran 6. Berikut ini merupakan jenis dan volume kendaraan rata-rata di 14 ruas jalan di Kota Bandung. Tabel 4.27 Jenis dan Volume Kendaraan di Kota Bandung LV HV Nama ruas Mobil penumpang Pickup Volume Mikro MC (Bensin) bus Truk kendaraan jalan bus Bensin Solar Bensin Solar (kend/jam) Solar Jalan Surapati 3.558, , ,7 59,8 117, ,7 Jl. Jend. Ahmad Yani 4.175, ,9 167, ,1 17,4 81, ,2 Jl. WR. Supratman ,9 82,4 44,8 4,5 13,7 63, Jl. RAA Wiranata 2.323, ,4 165,3 55,1 35,9 5,9 15,7 40, ,3 Kusumah Jl. Tamansari 2.026,5 9.26,2 128,1 62,5 29,4 2,7 10, ,8 Jl. Dr. Junjunan 3.927, ,7 403,2 178,9 91,7 16, , ,7 Jl. Rajawali Timur 2.719, ,2 149,2 76,4 62,3 5,7 21,6 63, ,9 Jl. Sukajadi 3.860, ,1 287,3 94, ,8 41,5 76, ,7 Jl. Dr. Setiabudi 3.889, , ,5 65,1 14,1 31,7 73, ,4 Jl. Cemara 1.327,1 237, , , ,5 Jl. Soekarno Hatta 4.094, ,9 408,9 216, ,7 47,2 133, ,9 Jl. Ciwastra 1.802,8 443,9 62,8 58,2 25, , ,9 Jl. Gedebage Selatan 1.531,2 395,2 42,5 42, , ,9 Jl.Cijawura Girang 662,8 153,3 32,6 24,6 20, ,1 Sumber : Hasil Penelitian 2012 Keterangan : MC : Sepeda Motor LV : Kendaraan ringan HV : Kendaraan berat

53 104 Berdasarkan tabel tersebut volume kendaraan rata-rata tertinggi di Kota Bandung berada pada jalan Dr. Djunjunan yaitu 7.227,7 kendaraan/jam, sedangkan volume kendaraan rata-rata terendah terdapat pada jalan Cijawura Girang yaitu 922,1 kendaraan/jam. Adapun mengenai klasifikasi volume kendaraan di Kota Bandung dijelaskan dalam tabel Tabel 4.28 Klasifikasi Volume Kendaraan di Kota Bandung Volume Nama ruas jalan Fungsi Jalan kendaraan Kategori (kend/jam) Jl. Surapati Arteri Primer 5.991,7 Tinggi Jl. Jend. Ahmad Yani Arteri Sekunder 7.004,2 Tinggi Jl. WR. Supratman Kolektor Primer Tinggi Jl. RAA Wiranata Kusumah Kolektor Sekunder 4.202,3 Sedang Jl. Tamansari Lokal 3.224,8 Sedang Jl. Dr. Junjunan Arteri Primer 7.227,7 Tinggi Jl. Rajawali Timur Arteri Sekunder 4.377,9 Sedang Jl. Sukajadi Kolektor Primer 6.368,7 Tinggi Jl. Dr. Setiabudi Kolektor Sekunder 6.446,4 Tinggi Jl. Cemara Lokal 1.841,5 Rendah Jl. Soekarno Hatta Arteri Primer 7.166,9 Tinggi Jl. Ciwastra Kolektor Primer 2.439,9 Sedang Jl. Gedebage Selatan Kolektor Sekunder 2.108,9 Sedang Jl.Cijawura Girang Lokal 922,1 Rendah Sumber : Hasil Penelitian 2012 Berdasarkan tabel tersebut diperoleh data bahwa sebagian besar ruas jalan di Kota Bandung memiliki volume kendaraan yang tinggi, yaitu pada ruas jalan Surapati, jalan Jend. Ahmad Yani, jalan WR. Supratman, jalan Dr. Djunjunan, jalan Sukajadi, jalan Dr. Setiabudi, dan jalan Soekarno Hatta. Pada umumnya volume

54 105 kendaraan tinggi terjadi pada jalan arteri baik primer maupun sekunder. Hal ini dikarenakan jalan arteri banyak dilalui oleh kendaraan. Ruas-ruas jalan tersebut dapat menampung banyak kendaraan termasuk kendaraan berat seperti bis dan truk. Ruas-ruas jalan arteri pada umumnya memiliki akses tinggi karena menghubungkan kawasan-kawasan pusat kegiatan. Untuk volume kendaraan dengan kategori sedang terdapat pada 5 ruas jalan yaitu RAA. Wiranata Kusumah, jalan Tamansari, jalan Rajawali Timur, jalan Ciwastra, dan jalan Gedebage Selatan. Rata-rata jalan kolektor memiliki volume kendaraan dengan kategori sedang.. Adapun untuk volume kendaraan yang rendah terdapat pada ruas jalan Cemara dan Cijawura Girang. Volume kendaraan dengan kategori rendah biasanya dimiliki oleh jalan lokal karena jarang dilalui oleh kendaraan. Adapun mengenai peta volume kendaraan di Kota Bandung dapat dilihat pada gambar 4.26 berikut ini.

55 106 Gambar 4.27 Peta Volume kendaraan di Kota Bandung

56 107 b. Emisi CO 2 Tiap Ruas Jalan Emisi CO 2 pada tiap ruas jalan dihitung berdasarkan jumlah kendaraan, jenis kendaraan, bahan bakar, faktor emisi, dan panjang ruas jalan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka emisi total CO 2 yang dihasilkan kendaraan pada tiap ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.29 berikut ini. Tabel 4.29 Jumlah emisi CO 2 Total yang Dihasilkan Kendaraan Bermotor Pada Tiap Ruas Jalan Nama Ruas Jalan Fungsi Jalan Sumber : Hasil Penelitian 2012 Panjang Jalan (km) Q (g/km.jam) Q Total (kg/jam) Jl. Surapati Arteri Primer 1, , ,12 Jl. Jend. Ahmad Arteri Sekunder 5, , ,89 Yani Jl. WR. Supratman Kolektor Primer 1, , ,45 Jl. RAA Wiranata Kolektor Sekunder 2, , ,99 Kusumah Jl. Tamansari Lokal 1, ,8 941,96 Jl. Dr. Junjunan Arteri Primer 2, ,61 Jl. Rajawali Timur Arteri Sekunder 1, , ,9 Jl. Sukajadi Kolektor Primer 2, , ,18 Jl. Dr. Setiabudi Kolektor Sekunder 1, ,83 Jl. Cemara Lokal 0, ,5 159,84 Jl. Soekarno Hatta Arteri Primer 11, , ,17 Jl. Ciwastra Kolektor Primer 2, ,1 693,26 Jl. Gedebage Selatan Kolektor Sekunder 3, ,3 892,32 Jl.Cijawura Girang Lokal 1, ,4 189,1 Emisi CO 2 yang terdapat pada tiap ruas jalan berbeda-beda tergantung pada jumlah kendaraan, jenis kendaraan, jenis bahan bakar, dan panjang ruas jalan. ruas jalan dengan volume kendaraan tinggi akan menghasilkan emisi yang tinggi pula. Volume kendaraan di Kota Bandung yang tinggi akan menghasilkan emisi

57 108 CO 2 yang tinggi juga. Beradasarkan tabel tersebut diketahui bahwa emisi CO 2 terbesar ada pada wilayah Gedebage yaitu ruas jalan Soekarno Hatta sebesar ,17 kg/jam. Pada dua ruas jalan ini emisi CO 2 sangat besar dikarenakan merupakan jalan arteri yang memiliki volume kendaraan yang tinggi dan ruas jalan yang cukup panjang. Jumlah emisi CO 2 terendah terdapat di wilayah Bojonegara yaitu pada jalan Cemara. Jumlah emisi CO 2 terdapat pada ruas jalan Cemara yaitu sebesar 159,84 kg/jam. Jalan ini merupakan jenis jalan lokal, yang tidak terlalu banyak dilalui oleh kendaraan bermotor, sehingga emisi CO 2 yang dihasilkan pun rendah. 3. Efektivas Jalur Hijau Jalan Dalam Menyerap CO 2 Berdasarkan Volume Kendaraan Efektivitas merupakan ukuran yang menyatakan seberapa jauh target tercapai. Dalam hal ini efektivitas yang diukur adalah efektivitas daya serap jalur hijau jalan dalam menyerap CO 2 yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor pada tiap-tiap ruas jalan di Kota Bandung. Adapun mengenai efektivitas jalur hijau jalan dalam menyerap CO 2 berdasarkan volume kendaraan dijelaskan dalam tabel 4.30.

58 109 Tabel 4.30 Efektivitas Jalur Hijau Jalan Dalam Menyerap CO 2 Berdasarkan Volume Kendaraan Nama Ruas Jalan Panjang Jalan Emisi CO 2 Daya Serap CO 2 Efektivitas (km) (kg/jam) (kg/jam) (%) Jl. Surapati 1, ,12 163,69 13,94 Jl. Jend. Ahmad Yani 5, ,89 200,08 3,18 Jl. WR. Supratman 1, ,45 487,2 27,41 Jl. RAA Wiranata Kusumah 2, ,99 914,64 49,63 Jl. Tamansari 1, , ,17 >100 Jl. Dr. Junjunan 2, ,61 66,26 2,53 Jl. Rajawali Timur 1, ,9 224,76 20,64 Jl. Sukajadi 2, ,18 541,77 20,01 Jl. Dr. Setiabudi 1, ,83 109,13 6,91 Jl. Cemara 0, ,84 81,85 51,21 Jl. Soekarno Hatta 11, ,17 978,29 7,05 Jl. Ciwastra 2, ,26 114,33 16,49 Jl. Gedebage Selatan 3,08 892,32 61,06 6,84 Jl.Cijawura Girang 1, ,1 18,19 9,62 Sumber : Hasil Penelitian 2012 Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa hampir seluruhnya jalur hijau jalan di Kota Bandung tidak efektif untuk menyerap CO 2 berdasarkan volume kendaraan yang ada, hanya ada satu ruas jalan yang efektif dalam menyerap CO 2 yaitu dengan kategori sangat efektif. Jalur hijau jalan yang sangat efektif dalam menyerap CO 2 yaitu di wilayah Cibeunying pada ruas jalan Tamansari dengan hasil lebih dari 100%. Jalur hijau jalan RAA Wiranata Kusumah efektivitasnya adalah 49,63%, hal ini dikarenakan volume kendaraannya cukup tinggi. Adapun jalur hijau dengan efektivitas terkecil yaitu jalan Dr. Djunjunan sebesar 2,53%. Jalan ini memiliki efektivitas yang sangat rendah disebabkan volume kendaraan yang melintas pada jalan ini sangat tinggi karena jalan ini merupakan jalan Arteri Sekunder yang banyak dilalui kendaraan.

59 110 Gambar 4.28 Peta Efektivitas Jalur Hijau Jalan Dalam Menyerap CO2 di Kota Bandung

60 Pengetahuan Masyarakat Tentang Dampak CO 2 dari kegiatan Transportasi a. Pengetahuan Masyarakat Tentang Polusi Kendaraan Bermotor Dengan semakin banyaknya penggunaan kendaraan bermotor di Kota Bandung, maka penting untuk diketahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang polusi kendaraan dari kegiatan transportasi ini, khususnya CO 2 yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Adapun hasil penelitian mengenai pengetahuan masyarakat mengenai polusi kendaraan adalah sebagai berikut. Tabel 4.31 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Polusi Kendaraan Bermotor Tingkat Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%) Kurang 6 6 Cukup Baik Jumlah Sumber : Hasil Penelitian 2012 Berdasarkan tabel tersebut tingkat pengetahuan masyarakat Kota Bandung mengenai polusi kendaraan bermotor sebagian besar termasuk ke dalam kategori baik (76%), kurang dari setengahnya (27%) termasuk ke dalam kategori cukup, dan sebagian kecil (18%) termasuk ke dalam kategori kurang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan umumnya masyarakat mengetahui bahwa kendaraan bermotor mengeluarkan polusi udara. Untuk lebih jelasnya mengenai persentase tingkat pengetahuan masyarakat tentang polusi kendaraan bermotor dijelaskan pada gambar berikut.

61 Kurang Cukup Baik Sumber : Hasil Penelitian 2012 Gambar 4.29 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Polusi Kendaraan Bermotor b. Pengetahuan Masyarakat Tentang CO 2 dan Dampaknya Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang CO 2 dan dampaknya yaitu sebagai berikut. Tabel 4.32 Pengetahuan Masyarakat Mengenai CO 2 dan Dampaknya Tingkat Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%) Kurang Cukup Baik Jumlah Sumber : Hasil Penelitian 2012 Berdasarkan tabel tersebut tingkat pengetahuan masyarakat Kota Bandung mengenai CO 2 dan dampaknya lebih dari setengahnya (56%) termasuk ke dalam kategori cukup, kurang dari setengahnya (28%) termasuk ke dalam kategori kurang, dan sebagian kecil (16%) termasuk ke dalam kategori baik. Berdasarkan

62 113 penelitian yang telah dilakukan umumnya masyarakat mengetahui bahwa meningkatnya CO 2 di atmosfer memiliki berbagai dampak negatif bagi kehidupan, diantarannya yaitu pemansan global. Untuk lebih jelasnya mengenai persentase tingkat pengetahuan masyarakat tentang CO 2 dan dampaknya dijelaskan pada gambar berikut Kurang Cukup Baik Sumber : Hasil Penelitian 2012 Gambar 4.30 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang CO 2 dan Dampaknya c. Pengetahuan Tentang Pemanasan Global, Efek Rumah Kaca, dan Dampaknya Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang pemanasan global, efek rumah kaca, dan dampaknya yaitu sebagai berikut Tabel 4.33 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Pemanasan Global, Efek Rumah Kaca, dan Dampaknya Tingkat Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%) Kurang Cukup Baik Jumlah Sumber : Hasil Penelitian 2012

63 114 Berdasarkan tabel tersebut tingkat pengetahuan masyarakat Kota Bandung mengenai pemanasan global, efek rumah kaca, dan dampaknya lebih dari setengahnya (63%) termasuk ke dalam kategori cukup, sebagian kecil termasuk ketegori kurang (20%) dan baik (17%). Masyarakat umumnya mengetahui tentang istilah pemanasan global, akan tetapi kurang paham mengenai proses terjadinya dan dampak dari pemansan global tersebut. d. Pengetahuan Masyarakat Tentang Manfaat Pohon Sebagai Penyerap CO 2 Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang manfaat pohon sebagai penyerap CO 2 yaitu sebagai berikut. Tabel 4.34 Pengetahuan Masyarakat Tentang Manfaat Pohon Sebagai Penyerap CO 2 Tingkat Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%) Kurang Cukup Baik Jumlah Sumber : Hasil Penelitian 2012 Berdasarkan tabel tersebut tingkat pengetahuan masyarakat Kota Bandung tentang manfaat pohon sebagai penyerap CO 2 lebih dari setengahnya (53%) termasuk ke dalam kategori kurang, kurang dari setengahnya termasuk ketegori cukup (27%) dan sebagian kecil termasuk ke dalam kategori baik (20%). Berdasarkan penelitian

64 115 yang telah dilakukan banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa pohon dapat menyerap CO 2 yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan menanam pohon merupakan salah satu upaya mengurangi pemanasan global. Untuk lebih jelasnya mengenai pengetahuan masyarakat tentang manfaat pohon sebagai penyerap CO 2 dijelaskan dalam gambar berikut Kurang Cukup Baik Sumber : Hasil Penelitian 2012 Gambar 4.31 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Manfaat Pohon Sebagai Penyerap CO 2 e. Pengetahuan Masyarakat Tentang Jalur Hijau Jalan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang jalur hijau jalan yaitu sebagai berikut. Tabel 4.35 Pengetahuan Masyarakat Tentang Jalur Hijau Jalan Tingkat Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%) Kurang Cukup Baik Jumlah Sumber : Hasil Penelitian 2012

65 116 Berdasarkan tabel tersebut tingkat pengetahuan masyarakat Kota Bandung tentang jalur hijau jalan lebih dari setengahnya (51%) termasuk ke dalam kategori cukup, kurang dari setengahnya (34%) termasuk ketegori cukup dan sebagian kecil (15%) termasuk ke dalam kategori baik. Untuk lebih jelasnya mengenai pengetahuan masyarakat tentang manfaat pohon sebagai penyerap CO 2 dijelaskan dalam gambar berikut Kurang Cukup Baik Sumber : Hasil Penelitian 2012 Gambar 4.32 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Jalur Hijau Jalan Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang polusi kendaraan bermotor termasuk ke dalam kategori baik, kemudian tingkat pengetahuan masyarakat tentang CO 2, pemanasan global, efek rumah kaca, dan dampaknya, serta jalur hijau jalan termasuk ke dalam kategori cukup, sedangkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang manfaat pohon sebagai penyerap CO 2 termasuk ke dalam kategori kurang. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM Bab ini menjelaskan mengenai kondisi umum wilayah studi yang terdiri dari kondisi geografis kota Cimahi, kondisi geografis kota Bandung, aspek kependudukan kota Cimahi, aspek kependudukan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA BANDUNG

DEMOGRAFI KOTA BANDUNG DEMOGRAFI KOTA BANDUNG Kondisi dan perkembangan demografi berperan penting dalam perencanaan pembangunan. Penduduk merupakan modal dasar keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Komposisi, dan distribusi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar Bandung 1209-311, Wilayah Tegallega terletak pada 107 o 32 45 BT 107 o 36 47

Lebih terperinci

Tabel 4.1 Wilayah Perencanaan RTRW Kota Bandung

Tabel 4.1 Wilayah Perencanaan RTRW Kota Bandung IV. KONDISI UMUM 4.1. Kondisi Fisik dan Lingkungan 4.1.1. Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Secara Geografi Kota Bandung terletak diantara 107 Bujur Timur dan 6 55'

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Di dalam kehidupan seharihari

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Di dalam kehidupan seharihari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah Cibeunying merupakan salah satu wilayah yang berada di wilayah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah Cibeunying merupakan salah satu wilayah yang berada di wilayah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Geografis Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Daerah Penelitian Wilayah Cibeunying merupakan salah satu wilayah yang berada di wilayah administratif Kota Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran transportasi dan logistik distribusi dalam sebuah perusahaan atau badan usaha sangatlah penting dalam pemenuhan kebutuhan konsumen. Distribusi fisik itu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG

BAB III KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG BAB III KARAKTERISTIK WILAYAH TIMUR KOTA BANDUNG Sebelum menganalisis lebih jauh, terlebih dahulu akan dibahas karakteristik Kota Bandung dan secara khusus wilayah Bandung Timur meliputi kondisi karakteristik

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BANDUNG JAWA BARAT KOTA BANDUNG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Bandung yang terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kota Bandung

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH PERENCANAAN

BAB III TINJAUAN UMUM DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH PERENCANAAN BAB III TINJAUAN UMUM DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH PERENCANAAN 3.1 Administrasi Wilayah Kota Bandung Kota Bandung terletak di provinsi Jawa Barat dan merupakan ibukota provinsi. Kota Bandung terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumberdaya yang sangat vital untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia menggunakan air untuk berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Sebagai pembuka dari penulisan tugas akhir ini, bab ini berisikan tentang hal-hal yang berkaitan langsung dengan penelitian ini meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN : SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KOTA BANDUNG

LAMPIRAN : SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KOTA BANDUNG LAMPIRAN : SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 480/Kep.179.Diskominfo/2015 TANGGAL : 16 Februari 2015 PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KOTA BANDUNG Pembina : 1. Walikota 2. Wakil Walikota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian Indonesia, sektor pertanian secara tradisional dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber utama pangan dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat 26 KONDISI UMUM Keadaan Geografis Keadaan geografis Kota administrasi Jakarta Pusat yaitu terletak antara 106º.22.42 BT sampai dengan 106º.58.18 BT dan 5º19,12 LS sampai dengan 6º.23 54 LS. Permukaan tanahnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitain berada di pulau Jawa bagian barat terletak di sebelah Utara ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan sebagai prasarana transportasi darat harus selalu dalam kondisi yang baik, hal ini adalah untuk kelancaran lalu lintas yang berada diatasnya, namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH II - 1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah di Kotamadya Bandung diprioritaskan untuk menanggulangi kepadatan lalulintas yang kian hari semakin padat.

Lebih terperinci

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sumedang merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dengan Ibukotanya adalah Sumedang, terletak sekitar 45 km Timur Laut kota Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, yaitu dengan cara menggalakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, yaitu dengan cara menggalakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai Negara yang berkembang, terus berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, yaitu dengan cara menggalakan pembangunan disegala bidang

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas bagaimana letak, batas dan luas daerah penelitian, morfologi daerah penelitian, iklim daerah penelitian, dan keadaan penduduk daerah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI DAN RESPONDEN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI DAN RESPONDEN 30 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI DAN RESPONDEN 3.1 Gambaran Umum Kecamatan Antapani 3.1.1 Batas Wilayah Kecamatan Antapani diresmikan oleh Walikota Bandung pada Bulan April 2007 berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kotakota di Indonesia termasuk kota Bandung. Penanganan dan pengendalian permasalahan persampahan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan permasalahan yang diteliti. Objek dari penelitian ini adalah dampak layanan Go-Food terhadap penjualan Rumah Makan di

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN ANDIR 2015

STATISTIK DAERAH KECAMATAN ANDIR 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN ANDIR 2015 ISSN : - No. Publikasi : 3273.1555 Katalog BPS : 9213.3273.180 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 17,6 cm x 25 cm : 12 halaman Naskah: Ruhyana Gambar Kulit: Ruhyana Diterbitkan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor :

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor : Katalog BPS nomor : 9213.3273.240 RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG KECAMATAN SUKAJADI MAJU STATISTIK DAERAH Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

Penanggulangan Gangguan Penglihatan Nasional

Penanggulangan Gangguan Penglihatan Nasional Gangguan penglihatan dan kebutaan masih merupakan masalah di dunia, menurut estimasi perhitungan dari WHO pada program pencegahan Kebutaan terdapat 285 juta orang di dunia mengalami gangguan penglihatan

Lebih terperinci

Oleh : Dr. Hj.AHYANI RAKSANAGARA, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung) 29 Agustus 2014

Oleh : Dr. Hj.AHYANI RAKSANAGARA, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung) 29 Agustus 2014 Oleh : Dr. Hj.AHYANI RAKSANAGARA, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung) 29 Agustus 2014 SISTEMATIKA I. DASAR HUKUM II. ANALISA SITUASI III. PELAKSANAAN IZIN PRAKTEK DOKTER IV. BENTUK PENGAWASAN V.

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian, karena objek penelitian merupakan sumber diperolehnya

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Punduh Sari merupakan bagian dari wilayah administratif di Kecamatan Manyaran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Kota Bandung yang sangat tinggi baik secara alami maupun akibat arus urbanisasi mengakibatkan permintaan untuk perumahan semakin besar. Salah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAHKECAMATAN REMBANG

BAB II DESKRIPSI WILAYAHKECAMATAN REMBANG BAB II DESKRIPSI WILAYAHKECAMATAN REMBANG A. Latar Belakang desa Rembang. A. Letak Geografis Sebelum masuk dalam pembahasan perkembangan Monumen dan Museum Jenderal Soedirman, penulis perlu mengenalkan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

KONDISI GEOGRAFI KOTA BANDUNG

KONDISI GEOGRAFI KOTA BANDUNG KONDISI GEOGRAFI KOTA BANDUNG A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kota Bandung terletak pada posisi 107º36 Bujur Timur dan 6º55 Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Bandung adalah 16.729,65 Ha. Perhitungan

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 218 TAHUN

PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 218 TAHUN TAHUN : 2009 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 04 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 218 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMUNGUTAN PAJAK PADA DINAS PENDAPATAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIK a. VISI DAN MISI Visi yang tercantum dalam Rencana Strategis, yaitu : Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kota Bandung yang BERMARTABAT melalui

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUKAJADI 2016 ISSN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUKAJADI 2016 ISSN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman Katalog BPS nomor : 9213.3273.240 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SUKAJADI 2016 ISSN : - No. Publikasi : 3273. 1660 Katalog BPS : 9213.3273.240 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009 33 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16 4.1 Keadaan Wilayah Desa Sedari merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Luas wilayah Desa Sedari adalah 3.899,5 hektar (Ha). Batas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2001 TAHUN : 2001 NOMOR : 07 S E R I : D PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 07 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Batas Administrasi dan Luas Wilayah Kabupaten Sumba Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk berdasarkan UU no.

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci