BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN"

Transkripsi

1 BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN 5.1 Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan Masyarakat Gili Trawangan merupakan masyarakat sasak yaitu masyarakat asli Lombok yang bercampur dengan kebudayaan masyarakat bugis yang merupakan suku pendatang yang berasal dari Sulawesi. Masyarakat Gili Trawangan merupakan masyarakat yang identik dengan aturan-aturan Islam dikarenakan hampir seluruh masyarakatnya memeluk agama islam. Aturan Islam yang di Jadikan pedoman oleh masyarakat Gili Trawangan membuat aturan lokal di Gili Trawangan untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif yang akan berpengaruh kepada lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Salah satu jenis aturan lokal yang ada di Gili Trawangan adalah Awig-awig. Awig-awig merupakan hasil kesepakatan masyarakat Sasak atau Gili Trawangan yang bersepakat dengan masyarakat Bugis atau Sulawesi yang merupakan pendatang di Gili Trawangan. Dimana masyarakat sasak dan bugis mempunyai karakter sangat kuat memegang perjanjian akan sebuah kesepakatan. Sehingga masyarakat Gili Trawangan mendasari hidupnya dengan aturan lokal tersebut yaitu Awig-awig. 5.2 Bentuk kelembagaan Lokal Awig-awig merupakan suatu bentuk kelembagaan lokal yang dibuat hasil kesepakatan masyarakat lalu ditetapkan menjadi aturan lokal dimana aturan lokal tersebut dipercaya masyarakat cukup efektif dalam mengatur aktifitas yang berlangsung dan melindungi Gili Trawangan. Seperti yang dikatakan salah satu tokoh masyarakat (AB/47 tahun) awig-awig itu masyarakat berkumpul lalu membuat kesepakan akan satu hal, selanjutnya ditetapkan sebuah aturan yang disetujui secara kebersamaan

2 29 Awig-awig merupakan aturan tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat, yaitu; 1. Awig-awig Darat merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur mengenai lingkungan di darat. 2. Awig-awig Laut merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur mengenai lingkungan dan aktifitas yang dilakukan di laut. 3. Awig-awig Gubuk merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur tindakan kriminal serta norma-norma lokal yang berlaku di Gili Trawangan. 4. Awig-awig Pergaulan Sosial merupakan aturan lokal yang mengatur mengenai tata pergaulan di Gili Trawangan. Berikut rincian lebih jelas mengenai isi dari aturan lokal Awig-awig, terdapat 12 Aturan lokal Awig-awig, yaitu : Awig-awig nomor 1 : Awig-awig mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di kawasan pemukiman penduduk. Awig-awig nomor 2 : Awig-awig mengenai larangan memakai narkotika. Awig-awig nomor 3 : Awig-awig mengenai larangan tampil polos atau bertelanjang ditempat umum. Awig-awig nomor 4 : Awig-awig mengenai larangan melakukan tindakan kriminal. Awig-awig nomor 5 : Awig-awig mengenai larangan memakai kendaraan bermotor. Awig-awig nomor 6 : Awig-awig mengenai larangan membuang sampah Awig-awig nomor 7 : Awig-awig mengenai larangan berpesta ketika waktu shalat subuh tiba. Awig-awig nomor 8 : Awig-awig mengenai larangan minum minuman keras di kawasan pemukiman penduduk. Awig-awig nomor 9 : Awig-awig mengenai aturan zona khusus menyelam. Awig-awig nomor 10 : Awig-awig mengenai zona khusus menangkap ikan.

3 30 Awig-awig nomor 11 : Awig-awig mengenai larangan menebang pohon Awig-awig nomor 12 : Awig-awig mengenai larangan berburu binatang Aturan lokal atau yang biasa disebut Awig-awig oleh masyarakat Gili Trawangan tersebut dikelompokan atau dibagi menjadi empat bagian, yaitu : 1. Awig-awig Pergaulan Sosial : Awig-awig mengenai tata cara pergaulan sosial yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig pergaulan sosial meliputi Awig-awig nomor 1, 2, 3, 7, dan Awig-awig Kriminal : Awig-awig mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Awig-awig kriminal meliputi Awig-awig nomor Awig-awig Darat : Awig-awig mengenai tata cara menjaga lingkungan di darat. Awig-awig darat meliputi awig-awig nomor 5, 6, 11, dan Awig-awig Laut : Awig-awig mengenai tata cara menjaga lingkungan di laut. Awig-awig laut meliputi Awig-awig nomor 9 dan Tujuan dibentuknya Kelembagaan Lokal Gili Trawangan merupakan pulau wisata yang terus berkembang sekarang ini. Tahun ketahun namanya terus mendunia sehingga sektor pariwisata terus menunjukan pengembangan yang meningkat di Gili Trawangan. Kunjungan wisatawan serta fasilitas pariwisata yang ada di Gili Trawangan terus bertambah. Hal ini menimbulkan kekhawatitiran akan hal negatif yang akan di timbulkan Pariwisata. Untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif dari pertumbuhan pariwisata ini maka Gili Trawangan memagarinya dengan sebuah kelembagaan lokal yang merupakan sistem tata aturan lokal yang dibentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat itu sendiri. Awig-awig merupakan sebuah aturan lokal yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan berdasarkan kesepakatan bersama yang dibuat dengan tujuan untuk melindungi Gili Trawangan. Awig-awig sendiri dibuat sebagai sebuah wujud kontrol masyarakat terhadap kegiatan pariwisata yang akhir-akhir ini terus berkembang di Gili Trawangan. Awig-awig merupakan salah satu bentuk kelembagaan lokal yang dibuat masyarakat untuk melindungi daerahnya dari dampak negatif.

4 Wujud Kontrol dan Sosialisasi Aturan Lokal Terdapat wujud kontrol dan sosialisasi Awig-awig. Kontrol dari awigawig itu sendiri yaitu berupa sanksi yang ditentukan berdasarkan kesepakatan masyarakat Gili Trawangan. Sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar Awig-awig tersebut bila masih dalam perbuatan yang ringan maka akan diberikan peringatan terlebih dahulu. Tetapi bila sudah melakukan pelanggaran berat maka sanksi tersebut akan diberikan masyarakat dan hukuman tersebut berdasarkan kesepakatan masyarakat setempat atas hukuman apa yang akan diberikan kepada orang yang melanggar Awig-awig. Diantaranya beberapa sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar yaitu diarak keliling pulau, dikeluarkan dari pulau dan tidak boleh masuk kedalam Gili Trawangan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan masyarakat, hingga dipukuli secara beramai-ramai tidak sampai mati. Seperti yang di tuturkan salah satu tokoh masyarakat (TF/ 42 tahun) bila ada yang melanggar awig-awig maka orang tersebut dapat dihukum di arak keliling pulau, dipukuli hingga tidak mati bahkan di lempar keluar pulau dan tidak boleh masuk lagi ke Gili Trawangan... Sedangkan wujud sosialisasi Awig-awig dapat kita ketahui tersendiri dari arti Awig-awig itu sendiri yaitu merupakan aturan yang tidak tertulis, oleh karena itu sosialisasi lebih gencar dilakukan melalui media lisan. Sosialisasi tokoh masyarakat melalui media lisan kepada masyarakat dan pengunjung Gili Trawangan membantu penyebaran aturan lokal tersebut tanpa harus ditulis seperti undang-undang. Seperti yang dituturkan salah satu tokoh masyarakat (MW/40 tahun) Awig-awig itu tidak seperti undang-undang yang di tulis secara pasal perpasal, tetapi awig-awig hanya aturan lokal yang dibentuk masyarakat dan diingat selalu oleh masyarakat tanpa harus di tulis seperti undangundang... Awig-awig bukan aturan lokal yang tertulis seperti pasal pasal yang tertulis dalam undang-undang, akan tetapi ada beberapa aturan yang di tulis dan dijadikan spanduk oleh masyarakat sekitar untuk memperkenalkan aturan baru

5 32 lalu di tempel di daerah-daerah tertentu di sudut-sudut pulau untuk memudahkan sosialisasi, biasanya hal ini dilakukan untuk mensosialisasikan aturan baru. 5.5 Ikhtisar Awig-awig merupakan salah satu bentuk kelembagaan lokal yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig merupakan aturan lokal tidak tertulis yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan dengan kesepakatan bersama. Awig-awig dibuat berdasarkan norma serta adat masyarakat Gili Trawangan. Aturan lokal ini dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan Gili Trawangan. Pariwisata Gili Trawangan tahun ketahun terus berkembang sehingga dibutuhkan aturan-aturan yang dapat melindungi Gili Trawangan. Sehingga masyarakat berfikir bentuk aturan lokal seperti awig-awig lah yang cukup efektif mengelola pariwisata di Gili Trawangan ini. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat, yaitu; Awig-awig Darat, Laut, Gubuk dan Pergaulan sosial. Awig-awig darat merupakan peraturan yang bertujuan melindungi lingkungan darat, Awig-awig laut merupakan peraturan yang bertujuan melindungi lingkungan di Laut, Awig-awig Gubuk merupakan peraturan mengenai larangan melakukan tindakan kriminal, Awig-awig pergaulan sosial merupakan peraturan mengenai tata perilaku dan pergaulan. Terdapat wujud kontrol dan sosialisasi masyarakat terhadap Awig-awig, yaitu dengan adanya sebuah sanksi sebagai wujud kontrol masyarakat terhadap siapapun yang melanggar Awig-awig. Awigawig merupakan aturan tidak tertulis seperti pasal dalam undang-undang maka bentuk sosialisasi masyarakat yaitu dengan mensosialisasikan secara lisan aturanaturan lokal tersebut.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Gili Trawangan Gili Trawangan merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di pinggir pulau Lombok. Dahulunya pulau ini merupakan pulau yang pernah dijadikan

Lebih terperinci

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 36 BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial-Budaya Masyarakat Lokal Masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat yang identik dengan agama Islam dikarenakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar-Gambar Penelitian. Dokumentasi wawancara mendalam dan perbincanan dengan wisatawan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar-Gambar Penelitian. Dokumentasi wawancara mendalam dan perbincanan dengan wisatawan LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar-Gambar Penelitian Dokumentasi wawancara mendalam dan perbincanan dengan wisatawan Dokumentasi kegiatan yang di lakukan wisatawan di Gili Trawangan 58 Dokumentasi publikasi aturan

Lebih terperinci

PELUNCURAN KAMPANYE PRIDE TAMAN WISATA PERAIRAN GILI MENO, GILI AYER DAN GILI TRAWANGAN. Gili Ayer, 8 Juni 2013

PELUNCURAN KAMPANYE PRIDE TAMAN WISATA PERAIRAN GILI MENO, GILI AYER DAN GILI TRAWANGAN. Gili Ayer, 8 Juni 2013 PELUNCURAN KAMPANYE PRIDE TAMAN WISATA PERAIRAN GILI MENO, GILI AYER DAN GILI TRAWANGAN Peringatan Hari Samudra Sedunia Dan Launcing Kampanye Pride TWP Gili Matra Gili Ayer, 8 Juni 2013 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh

BAB VI KESIMPULAN. tenggara Pulau Bali. Dari Pulau Bali, Nusa Lembongan hanya bisa ditempuh BAB VI KESIMPULAN Desa Jungutbatu yang secara administratif terletak di kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali menyimpan sejumlah pesona alam dan kebudayaan tersendiri. Desa ini berada di pulau

Lebih terperinci

PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP ATRAKSI PARIWISATA AIR DI KAWASAN GILI TRAWANGAN TUGAS AKHIR

PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP ATRAKSI PARIWISATA AIR DI KAWASAN GILI TRAWANGAN TUGAS AKHIR PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP ATRAKSI PARIWISATA AIR DI KAWASAN GILI TRAWANGAN TUGAS AKHIR Oleh : ISNURANI ANASTAZIAH L2D 001 437 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sangat luas dan terdiri dari lima pulau besar dan belasan ribu pulau kecil. Letak antara satu pulau dengan pulau lainnya

Lebih terperinci

PAKET LOMBOK 2D1N OPTION 1 D1:

PAKET LOMBOK 2D1N OPTION 1 D1: PAKET LOMBOK 2D1N OPTION 1 D1: Tiba + Sasak tour Setiba di bandara, anda akan dijemput oleh guide kami. Setelah itu, anda akan diantar ke restoran untuk makan siang. Setelah makan siang, anda akan diajak

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 49 BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 6.1 Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa Mulai tahun 2012, Curug Cigangsa telah dibuka menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi daerah yang memiliki daya tarik tersendiri yang mampu menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi daerah yang memiliki daya tarik tersendiri yang mampu menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan sebutan kota budaya dan kota pelajar. Sebagai kota budaya dan kota pelajar, Yogyakarta menjadi daerah yang

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RESORT HOTEL DI KAWASAN WISATA BAHARI LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

12 Tempat Wisata di Pulau Lombok yang Indah

12 Tempat Wisata di Pulau Lombok yang Indah 12 Tempat Wisata di Pulau Lombok yang Indah http://tempatwisatadaerah.blogspot.com/2015/01/12-tempat-wisata-terindah-di-lombok.html 12 Tempat Wisata Terindah di Lombok Nusa Tenggara Barat - Lombok merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa pendapat yang mengartikan pendapatan yaitu, Sukirno (2006)

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa pendapat yang mengartikan pendapatan yaitu, Sukirno (2006) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan yang sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh Negara-negara yang sedang berkembang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALI KOTA TASIKMALAYA NOMOR 107 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KOMPLEK DADAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 9 Tahun 2006 TENTANG PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA SITU GEDE Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara.

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Berkembangnya pariwisata pada suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan keindahan alamnya. Keindahaan alam yang terdapat di Indonesia sangat berpotensi menjadi obyek wisata yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab III. III. III. IV. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang mengupayakan pengembangan kepariwisataan. Kepariwisataan merupakan perangkat yang penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 19 TAHUN 1997 TENTANG TEMPAT-TEMPAT REKREASI PULAU GILI KETAPANG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 114 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Aspek pengembangan suatu objek wisata diantaranya meliputi pengembangan tata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. nilai ekonomi Objek Wisata Budaya Dusun Sasak Sade dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pariwisata di Indonesia memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi nasional sebagai sumber penghasil devisa, dan membuka kesempatan kerja

Lebih terperinci

VII. STRATEGI PENGELOLAAN WISATA BOTUBARANI

VII. STRATEGI PENGELOLAAN WISATA BOTUBARANI Photo by : Mahardika Rizqi HIMAWAN BPSPL Makassar VII. STRATEGI PENGELOLAAN WISATA BOTUBARANI Pembentukan kelompok sadar wisata dilakukan melalui pemerintah desa dan kabupaten, yang diharapkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata mempunyai peran yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi

BAB I PENDAHULUAN. berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan pariwisata dalam pembangunan Negara pada garis besarnya berintikan tiga segi,yakni segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak) segi sosial (penciptaan lapangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DESA KUCUR

PEMERINTAH DESA KUCUR PEMERINTAH DESA KUCUR PERATURAN DESA KUCUR NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA LIAR DESA KUCUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA KUCUR Menimbang: a. Bahwa tumbuhan dan satwa liar

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pariwisata 2.1.1.1 Pengertian Pariwisata Menurut Yoeti (2008) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 Tentang : Pengusahaan Pariwisata Alam Di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 18 TAHUN

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan suku Sasak yang beragam dan menjadi ciri khas tersendiri bagi suku Sasak tersebut. Suku Sasak yang memiliki kebudayaan, adat isitiadat bahkan struktur ruang,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

DAMPAK PENGEMBANGAN PARIWISATA Jaka Waluya *)

DAMPAK PENGEMBANGAN PARIWISATA Jaka Waluya *) DAMPAK PENGEMBANGAN PARIWISATA Jaka Waluya *) ABSTRAK Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri di Indonesia yang prospeknya cerah, dan mempunyai potensi serta peluang yang sangat besar untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994 PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL,TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PERCAKAPAN BAHASA INGGRIS BAGI PEDAGANG ASONGAN DI KAWASAN WISATA SENGGIGI

PENDAMPINGAN PERCAKAPAN BAHASA INGGRIS BAGI PEDAGANG ASONGAN DI KAWASAN WISATA SENGGIGI PENDAMPINGAN PERCAKAPAN BAHASA INGGRIS BAGI PEDAGANG ASONGAN DI KAWASAN WISATA SENGGIGI Atri Dewi Azis dan Arafiq Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram Korespondensi: atridewi75@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andri Cahyana Apriyanto, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andri Cahyana Apriyanto, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bandung Barat (KBB) adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki banyak tempat wisata yang cukup dikenal oleh masyarakat luas, sehingga KBB menjadi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bagian ini akan disimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul. Kehidupan Masyarakat Baduy Luar Di Desa Kanekes

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 170 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis yang telah penulis lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Sorake,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai ragam kebudayaan dan sumber daya alam yang menjadi modal utama untuk meningkatkan taraf hidup bangsa. Salah satu

Lebih terperinci

PAKET LOMBOK 4D/3N OPTION 1 D1:

PAKET LOMBOK 4D/3N OPTION 1 D1: PAKET LOMBOK 4D/3N OPTION 1 D1: Arr + City tour Setiba di bandara, anda akan dijemput oleh guide kami. Setelah itu, anda akan diantar ke restoran untuk makan siang. Setelah makan siang, anda akan diajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun jasa menginginkan agar usaha yang digelutinya dapat survive dan terus

BAB I PENDAHULUAN. maupun jasa menginginkan agar usaha yang digelutinya dapat survive dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pelaku usaha yang bergerak di bidang penjualan produk barang maupun jasa menginginkan agar usaha yang digelutinya dapat survive dan terus berkembang. Hal ini

Lebih terperinci

C. Perilaku sesuai dengan Norma dalam Kehidupan Sehari-hari

C. Perilaku sesuai dengan Norma dalam Kehidupan Sehari-hari Tabel 4.3 Peraturan dalam Berbagai Kehidupan No Aturan yang Berlaku Tujuan Manfaat (Diri sendiri, Masyarakat, Bangsa dan Negara) Kesimpulan (arti penting) 1 2 3 4 5 C. Perilaku sesuai dengan Norma dalam

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. A. Studi Masyarakat Indonesia

PEMBAHASAN. A. Studi Masyarakat Indonesia PENDAHULUAN Bali terkenal sebagai pulau dewata adalah nama salah satu provinsi di indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Bali terletak diantara pulau

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2008 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Arat Sabulungan adalah akar budaya dan juga cara pandang hidup masyarakat Mentawai yang tetap menjaga dan mengatur masyarakat Mentawai melalui tabu dan pantrngannya.

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

TINJAUAN KAW ASAN GILl TRAW ANGAN

TINJAUAN KAW ASAN GILl TRAW ANGAN --~~--_.~--_._---- -1 --------~--~ BAB II TINJAUAN KAW ASAN GILl TRAW ANGAN Bab ini berisi tentang uraian mengenai Kawasan Gili Trawangan sebagai lokasi hotel resort untuk wisatawan elite. Yang berupa

Lebih terperinci

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR Oleh: TUHONI ZEGA L2D 301 337 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEM ERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-06/M.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-06/M. SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-06/M.EKON/12/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Ide perancangan Gua Lowo merupakan obyek wisata alam yang berada di pegunungan dengan dikelilingi hutan jati yang luas. Udara yang sejuk dengan aroma jati yang khas, serta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAH RAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa Retribusi Tempat Rekreasi dan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... i ii iv vii ix x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2 Perumusan Masalah... 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA

EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA (Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat) Oleh : DRUCELLA

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN EKOTURISME BERBASIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN CILACAP

UPAYA PENGEMBANGAN EKOTURISME BERBASIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN CILACAP UPAYA PENGEMBANGAN EKOTURISME BERBASIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN CILACAP oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Cilacap... Setidaknya, jika kita tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara yang berkembang yang saat ini sedang giatgiatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara yang berkembang yang saat ini sedang giatgiatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang yang saat ini sedang giatgiatnya melakukan pembangunan di desa maupun di kota. Pembangunan yang dilakukan merupakan

Lebih terperinci

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, obyek wisata yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor ekternal yang berupa peluang dan ancaman yang dapat digunakan berdasarkan penelitian ini yaitu:

Lebih terperinci

kita bisa mengetahui dan memperoleh informasi mengenai destinasi pariwisata yang ada dan baru ada di Bali. Mengenai banyaknya jumlah biro perjalanan

kita bisa mengetahui dan memperoleh informasi mengenai destinasi pariwisata yang ada dan baru ada di Bali. Mengenai banyaknya jumlah biro perjalanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebagai daerah pariwisata mempunyai berbagai hal yang menarik untuk di kunjungi. Hal menarik tersebut mulai dari obyek wisata, bermacam kreasi budaya, adat istiadat

Lebih terperinci

TEMA. menikmati alam Bali. Lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung yang ada di dalamnya. LEGAL

TEMA. menikmati alam Bali. Lengkap dengan berbagai fasilitas pendukung yang ada di dalamnya. LEGAL TEMA LATAR BELAKANG Bali tidak memiliki hasil tambang, lahan pertanian yang terbatas, namun pulau Bali memiliki keindahan alam dan budaya yang sangat mempesona Untuk meningkatkan taraf hidup penduduk Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik kepada seluruh pelaku pariwisata dan pendukungnya. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik kepada seluruh pelaku pariwisata dan pendukungnya. Dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara maritime yang memiliki banyak potensi Sumber Daya Alam yang belum dikembangkan secara maksimal seperti pada bidang pariwisata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rekreasi atau wisata sering digunakan sebagai sarana melepas

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rekreasi atau wisata sering digunakan sebagai sarana melepas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan rekreasi atau wisata sering digunakan sebagai sarana melepas stres. Gaya hidup masyarakat yang semakin sibuk dalam rutinitasnya, sempitnya waktu membuat

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 70.B TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 70.B TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 70.B TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN BUDAYA MASYARAKAT KELURAHAN DI KECAMATAN PURWAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA MUARA JALAI

BAB II GAMBARAN UMUM DESA MUARA JALAI BAB II GAMBARAN UMUM DESA MUARA JALAI A. Kondisi Geografis dan Demografis 1. Keadaan Geografis Desa Muara Jalai merupakan salah satu dari Desa yang berada di Kecamatan Kampar utara Kabupaten Kampar sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbentuklah Kabupaten Natuna dengan kota Ranai sebagai pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. terbentuklah Kabupaten Natuna dengan kota Ranai sebagai pusat BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dengan adanya pemekaran Propinsi Riau, maka pada tahun 1999 terbentuklah Kabupaten Natuna dengan kota Ranai sebagai pusat pemerintahan. Sebagai kabupaten yang sedang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan adat istiadat yang berbeda,yang mempunyai banyak pemandangan alam yang indah berupa pantai,danau,laut,gunung,sungai,air

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN ADAT DEPONSERO UTARA DEPAPRE JAYAPURA NOMOR 04/KPTS DPADU/DJ/93

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN ADAT DEPONSERO UTARA DEPAPRE JAYAPURA NOMOR 04/KPTS DPADU/DJ/93 KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN ADAT DEPONSERO UTARA DEPAPRE JAYAPURA NOMOR 04/KPTS DPADU/DJ/93 TENTANG PEMBANGUNAN, HAK MASYARAKAT DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

besar artinya bagi usaha pengembangan kepariwisataan.1

besar artinya bagi usaha pengembangan kepariwisataan.1 BAGIAN SATU PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Potensi Wisata Pulau Lombok Lombok merupakan bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Barat, yang termasuk sebagai salah satu daerah tujuan wisata. Dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor lainnya seperti migas, perkebunan dan lain-lain. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor lainnya seperti migas, perkebunan dan lain-lain. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan penghasil devisa yang cukup besar untuk negara disamping sektor lainnya seperti migas, perkebunan dan lain-lain. Dalam meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan negara kepulaun, yang sering pula disebut negara maritim yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan negara kepulaun, yang sering pula disebut negara maritim yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal dengan negara kepulaun, yang sering pula disebut negara maritim yang terbesar di dunia. Menurut Adisasmita (2012;31) Indonesia terdiri dari 17.508

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci