BAB I PENDAHULUAN. Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada awal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada awal"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian Indonesia, khususnya terhadap perkembangan dunia usaha. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor dunia usaha inilah yang paling merasakan dampak negatif dari krisis tersebut. Krisis moneter ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja, akan tetapi juga terjadi di beberapa negara di kawasan Asia seperti: Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada awal terjadinya krisis, negara-negara tersebut mengalami kesulitan yang sama dengan yang terjadi di Indonesia. Akan tetapi negara-negara tersebut dapat segera bangkit dan memulihkan kondisi perekonomiannya. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain: negara-negara tersebut memiliki dasar perekonomian yang kuat serta didukung oleh kondisi politik dalam negeri yang relatif stabil. Di Indonesia sendiri, program pemulihan ekonomi yang direncanakan oleh pemerintah, yang salah satunya adalah dengan mereformasi peraturan hukum ekonomi dan bisnis di segala bidang, dengan tujuan agar pengusaha, bank, dan investor asing dapat tumbuh kembali, hingga saat ini belum menunjukkan suatu hasil yang menggembirakan.

2 2 Tercatat ada empat penyebab utama terjadinya krisis moneter di Indonesia pada pertengahan tahun Pertama adalah stok hutang luar negeri pihak swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek. Hal tersebut menyebabkan ketidakstabilan bagi perekonomian negara pada saat itu. Kedua adalah adanya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistem perbankan tersebut, masalah hutang luar negeri swasta langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri. Ketiga adalah semakin tidak jelasnya arah perubahan politik yang secara otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi. Keempat adalah kegagalan pemerintah mengembalikan stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. Akibat keempat faktor tersebut menyebabkan merosotnya kepercayaan masyarakat di dalam dan di luar negeri terhadap pemerintah pada saat itu. Merosotnya kepercayaan tersebut mengakibatkan melemahnya nilai-nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Akibat dari melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing ini adalah banyaknya pelaku usaha/debitor yang tidak sanggup membayar utang-utangnya kepada lembaga pembiayaan/kreditor di luar maupun di dalam negeri sehingga pelaku usaha/debitor yaitu perusahaan swasta terancam gulung tikar/pailit. Kepailitan itu sendiri berawal dari suatu peristiwa ekonomi, yang berakhir menjadi peristiwa hukum. Oleh karena itu, di dalam kepailitan memuat dua aspek, yaitu aspek ekonomi dan juga aspek hukum. Dewasa ini 1 Ricky Sebastian, Merancang strategi ekonomi nasional dengan meningkatkan usaha mikro sebagai penopang ekonomi bangsa, diakses pada tanggal 14 Juli 2013.

3 3 hampir tidak ada negara yang tidak mengenal kepailitan di dalam hukumnya. Di Indonesia, secara formal, hukum kepailitan sudah ada bahkan sudah ada Undang-Undang Khusus sejak tahun 1905 dengan diberlakukannya Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor Sebagai satu-satunya Undang-Undang Kepailitan pada saat itu, materi peraturan yang dimuat di dalamnya dianggap belum memadai untuk dipakai menangani berbagai kasus-kasus kebangkrutan dan kredit macet yang terjadi di Indonesia. Selain itu, dalam rangka mengantisipasi kecenderungan tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, maka sebagai salah satu sarana hukum untuk penyelesaian utang-piutang, pemerintah melakukan perubahan-perubahan yang signifikan terhadap Undang-Undang Kepailitan yaitu Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348. Di samping itu, Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348 juga tidak mengatur tentang adanya suatu lembaga yang khusus yang melakukan penyelesaian masalah utang piutang tersebut, sehingga muncul tuntutan dari pelaku ekonomi dan dari kalangan praktisi hukum agar penyelesaian masalah utang piutang tersebut dilakukan oleh suatu lembaga yang khusus (peradilan khusus) hlm Munir Fuady, 2005, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung,

4 4 yang dibentuk di dalam lingkungan peradilan umum. Oleh sebab itu jelaslah betapa kuatnya tuntutan untuk adanya suatu pengadilan niaga. 3 Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka pada tanggal 22 April 1998 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan ini merupakan penyempurnaan dari Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348, karena peraturan tersebut dirasa banyak memiliki kekurangan dalam menyelesaikan masalah utang piutang tersebut, misalnya prosedur yang cukup lama, seperti perkara pailit PT Arafat yang putusannya baru jatuh setelah lebih kurang lima bulan dan pemberesan mencapai waktu 12 tahun setelah empat kali ganti hakim pengawas. 4 Pada hakikatnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan ini tidak menggantikan peraturan kepailitan yang lama, yaitu Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348. Akan tetapi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan tersebut hanya mengubah dan menambah Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor Zainal Asikin, 2001, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Munir Fuady, Op. Cit, hlm. 1.

5 5 tersebut karena secara yuridis formal, peraturan kepailitan yang lama tersebut masih tetap berlaku. Hanya saja, karena pasal-pasal diubah (termasuk diganti) dan ditambah tersebut sedemikian banyaknya, maka sungguhpun secara formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan hanya mengubah peraturan yang lama, tetapi secara materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Kepailitan tersebut telah mengganti peraturan yang lama tersebut. 5 Selanjutnya pada tanggal 9 September 1998 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan tersebut disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang ini hanya terdiri dari dua pasal, dimana di Pasal 1 pada dasarnya menegaskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan ditetapkan menjadi Undang-Undang, dan Pasal 2 menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun Ibid, hlm. 6.

6 6 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang mulai berlaku sejak di undangkan. 6 Akhirnya pada tanggal 18 Oktober 2004 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang ini direvisi kembali menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Beberapa pokok materi baru dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini antara lain: 7 1. Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran, dalam Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini pengertian utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu. 2. Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 6 Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Benny K. Harman, 2000, Analisa Kritis Putusan- Putusan Pengadilan Niaga, CINLES-Center For Information & Law-Economic Studies, Jakarta, hlm. 6 dan 7. 7 Rahayu Hartini, 2008, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, hlm. 14.

7 7 3. Pengaturan dalam hal permohonan Kepailitan telah diatur lebih tegas, seperti mengenai Pengajuan Permohonan dalam hal pengadilan niaga mana yang berwenang untuk memeriksa perkara ini. Banyaknya revisi yang dilakukan terhadap Undang-Undang Kepailitan tersebut sebagai upaya pemerintah untuk memulihkan kondisi ekonomi dalam penyelesaian masalah utang piutang melalui pengadilan bagi pihak kreditor dengan debitor. Dengan adanya Undang-Undang Kepailitan yang baru ini diharapkan dapat secara efektif digunakan dalam menyelesaikan masalah utang piutang tersebut. 8 Dari seluruh Undang-Undang Kepailitan yang ada dan yang pernah ada di Indonesia, mulai dari Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang hingga Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 8 Munir Fuady, Op. Cit, hlm. 2.

8 8 4 Tahun 1998 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang lah yang menjadi masterpiece Undang-Undang Kepailitan di Indonesia karena dengan adanya Undang- Undang tersebut memicu terbentuknya suatu lembaga yang khusus (pengadilan khusus) yang dibentuk di dalam lingkungan peradilan umum yang bernama pengadilan niaga. Keberadaan pengadilan niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara cepat; juga menyelesaikan aneka masalah kepailitan, seperti masalah pembuktian, verifikasi utang, actio pauliana, dan lain sebagainya. 9 Sehubungan dengan itu, pengadilan niaga diharapkan dapat menyelesaikan masalah kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. 10 Salah satu pengadilan niaga yang ada di Indonesia adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang terletak di ibukota negara Indonesia sekaligus pusat perekonomian negara yaitu DKI Jakarta. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat adalah pengadilan niaga yang pertama kali dibentuk di Indonesia. 11 Sebagai pengadilan niaga yang ada di pusat perekonomian negara, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sudah tentu banyak menerima dan menyelesaikan perkara 9 Diani Sadiawati, Eksistensi Pengadilan Niaga Dan Perkembangannya Dalam Era Globalisasi, diakses pada tanggal 12 Juli Lihat Pasal 280 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang. 11 Lihat Pasal 281 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang.

9 9 kepailitan dibandingkan dengan pengadilan niaga lain di Indonesia. Oleh sebab itu, menarik bila mencermati berapa banyak perkara kepailitan yang diselesaikan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dari awal berdirinya sampai dengan saat ini dan bagaimana eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sebagai salah satu pengadilan niaga di Indonesia dari awal berdirinya yaitu pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2013 serta apa kendala Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan. Bertolak dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis berminat untuk meneliti tentang bagaimana eksistensi pengadilan niaga dalam menyelesaikan perkara kepailitan khususnya yang ada di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan apa kendala pengadilan niaga dalam menyelesaikan perkara kepailitan khususnya Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Untuk itu, penulis melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengambil judul penulisan hukum Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Dalam Menyelesaikan Perkara Kepailitan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan? 2. Apa kendala-kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan?

10 10 C. Tujuan Penelitian Penulisan hukum ini mempunyai dua tujuan, yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan. b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk memperoleh data yang akurat yang dipergunakan dalam penyusunan penulisan hukum sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Universitas Gadjah Mada. b. Untuk menambah pengetahuan dalam bidang Hukum Acara terutama Hukum Acara Peradilan Niaga dengan harapan bermanfaat di kemudian hari. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran yang telah Penulis lakukan, belum ada penulisan hukum yang membahas Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Dalam Menyelesaikan Perkara Kepailitan. Sebagai perbandingan, penulis menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian yang penulis lakukan yaitu, antara lain:

11 11 1. Penulisan hukum yang berjudul Pelaksanaan Tugas Dan Tanggung Jawab Kurator Perseorangan Dalam Proses Kepailitan yang ditulis oleh Nyoman Desy Rianthi pada tahun 2012, Program Sarjana Universitas Gadjah Mada. 12 Penelitian berbentuk skripsi ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta kekayaan debitor pailit oleh kurator perseorangan, setelah adanya pernyataan putusan kepailitan? b. Hal-hal apa saja yang menjadi hambatan bagi kurator perseorangan dalam melaksanakan tugasnya dan bagaimana cara kurator perseorangan mengatasi hambatan tersebut? c. Bagaimanakah pertanggungjawaban dari kurator perseorangan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku kurator di bidang kepailitan? Dalam penelitian tersebut Nyoman Desy Rianthi menarik kesimpulan sebagai berikut : a. Pelaksanaan pengurusan dan pemberasan harta kekayaan debitor pailit oleh kurator perseorangan setelah adanya pernyataan putusan kepailitan sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam 12 Nyoman Desy Rianthi, 2012, Pelaksanaan Tugas Dan Tanggung Jawab Kurator Perseorangan Dalam Proses Kepailitan, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

12 12 pelaksanaan tugas pengurusan dan atau pemberesan harta kekayaan debitor pailit oleh kurator perseorangan tidak ditemukan lagi adanya hambatan teknis karena peraturan perundang-undangan yang ada telah mengatur mengenai tugas dari kurator perseorangan secara jelas dan lengkap. b. Hambatan yang ada dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kurator perseorangan ini lebih bersifat non teknis, yaitu pertama, terkait koordinasi dengan kreditor atau para kreditor. Kedua, apabila debitor tidak jujur atau debitor tidak kooperatif. Ketiga, apabila pembukuan mengenai harta debitor tidak lengkap. Keempat, pada saat pemberesan harta pailit dalam hal ketika mencari pembeli harta pailit debitor sampai dengan penyerahan asset pailit kepada pembeli. Terkait hambatan tersebut upaya yang dilakukan guna mengatasi hambatan adalah pertama tetap menjalankan koordinasi sekalipun itu sulit ditambah dengan bukti surat. Kedua, mengenai pemberasan harta pailit, kurator perseorangan dapat meminta pihak-pihak lain yang terkait untuk mendukung dan melakukan pembicaraan dengan kreditor dan pihak-pihak yang menduduki asset pailit. c. Mengenai pertanggungjawaban dari kurator perseorangan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, kurator perseorangan wajib memberikan pertanggungjawaban kepada

13 13 hakim pengawas dan apabila terjadi kesalahan ataupun kelalaian, maka kurator perseorangan harus bertanggung jawab. Setelah berakhir kepailitan kurator perseorangan wajib memberikan laporan pertanggungjawaban kepada hakim pengawas. 2. Penulisan hukum yang berjudul Perlindungan Hukum Bagi Debitor Dalam Persyaratan Pengajuan Permohonan Pailit (Studi Perbandingan Hukum Kepailitan Indonesia Dengan Belanda), yang ditulis oleh Anindita Hapsari pada tahun 2012, Program Sarjana Universitas Gadjah Mada. 13 Penelitian berbentuk skripsi ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut : a. Apa saja perbedaan dalam persyaratan pengajuan permohonan pailit antara peraturan kepailitan Indonesia, yaitu Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan peraturan kepailitan Belanda, yaitu DBA? b. Persyaratan pengajuan permohonan pailit manakah di antara kedua peraturan tersebut yang lebih baik dilihat dari kepentingan debitor? Dalam penelitian tersebut Anindita Hapsari menarik kesimpulan sebagai berikut : 13 Anindita Hapsari, 2012, Perlindungan Hukum Bagi Debitor Dalam Persyaratan Pengajuan Permohonan Pailit (Studi Perbandingan Hukum Kepailitan Indonesia Dengan Belanda), Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

14 14 a. Redaksional syarat pengajuan permohonan pailit di antara kedua peraturan kepailitan tersebut tidak terlihat adanya perbedaan. Perbedaan tersebut terdapat pada, pertama, peraturan kepailitan di Belanda sangat mengedepankan adanya bukti awal bagi tiap-tiap pihak yang ingin mengajukan permohonan pailit. Ketentuan ini tidak ditemukan secara tertulis di dalam peraturan kepailitan Indonesia, bukti-bukti tersebut baru disertakan ketika sudah memasuki tahap persidangan. Kedua, peraturan kepailitan di Belanda sudah membedakan perlakuan di antara debitor individual dengan badan hukum, karena kedua debitor tersebut memiliki hak dan kewajiban yang berbeda dalam hal kepailitan, hal tersebut tidak terdapat di dalam peraturan kepailitan di Indonesia, karena di Indonesia tidak diberikan perbedaan dalam hal penerapan kepailitan bagi debitor individual dan badan hukum. Ketiga, dalam hal yang dapat mengajukan permohonan pailit. Peraturan kepailitan Indonesia mengakomodir Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan untuk dapat mengajukan permohonan pailit, sedangkan peraturan kepailitan Belanda hanya diakui tiga pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit yaitu debitor, kreditor, dan kejaksaan. b. Antara peraturan kepailitan di Indonesia dengan peraturan kepailitan di Belanda, yang lebih baik dilihat dari kepentingan

15 15 debitor adalah peraturan kepalitan Belanda karena peraturan kepailitan Belanda menawarkan perlindungan hukum yang cukup baik dibandingkan dengan Indonesia. Selain itu, peraturan kepailitan Belanda juga diperkuat upaya antisipasi bagi debitor yang mengalami masalah keungan sebelum sampai pada tahap kepailitan. Kedua penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Perbedaan tersebut antara lain : 1. Perbedaan mengenai masalah yang diteliti. Penelitian ini membahas tentang eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan. Pada penelitian yang pertama menitikberatkan pada pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kurator perseorangan dalam proses kepailitan serta hambatan yang dihadapi, sedangkan penelitian yang kedua menitikberatkan pada perbandingan peraturan kepailitan di Indonesia dengan di Belanda serta peraturan kepailitan manakah yang lebih baik dilihat dari kepentingan debitor. 2. Perbedaan mengenai metode penelitian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris yaitu penelitian dengan memadukan antara data sekunder dengan melakukan studi pustaka dengan menelaah buku-buku, laporan penelitian, jurnal, artikel, dan peraturan perundang-undangan sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data

16 16 primer atau data lapangan dengan melakukan penelitian ke lapangan melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap kondisi lokasi yang diteliti. Pada penelitian pertama dan kedua, keduanya menggunakan metode penelitian normatif saja, sehingga hanya melakukan studi pustaka dengan menelaah buku-buku, laporan penelitian, jurnal, artikel, dan peraturan perundangundangan. Berdasarkan uraian diatas, belum ada penulisan hukum dengan topik bahasan Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Dalam Menyelesaikan Perkara Kepailitan dan Penulis berkesimpulan bahwa penulisan hukum yang akan dibuat oleh Penulis bukanlah hasil dari proses plagiarisme dan memenuhi kriteria sebagai penulisan hukum yang orisinal. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara akademis maupun praktis. Adapun kegunaannya sebagai berikut: 1. Kegunaan akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan hukum dalam bidang Hukum Acara, terutama Hukum Acara Peradilan Niaga khususnya mengenai eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan.

17 17 2. Kegunaan praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan/atau panduan bagi masyarakat tentang adanya pengadilan niaga sebagai pengadilan yang berfungsi menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara cepat dan juga menyelesaikan aneka masalah kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Selain itu, dari hasil penelitian ini diharapkan diketahui kendala-kendala yang dihadapi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan sehingga diharapkan dapat menjadi panduan bagi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar kendala yang ada dapat diselesaikan. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penyusunan penulisan hukum ini penulis menggunakan metode atau cara yang menggabungkan antara penelitian hukum normatif (jenis penelitian yang dilakukan dengan meneliti data sekunder) 14 dengan penelitian hukum empiris (jenis penelitian untuk mendapatkan data primer) 15 sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat disebut dengan penelitian hukum normatif-empiris. 14 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, hlm Ibid, hlm. 14.

18 18 Penelitian hukum normatif-empiris 16 merupakan penelitian dengan memadukan antara data sekunder dengan melakukan studi pustaka dengan menelaah buku-buku, laporan penelitian, jurnal, artikel, dan peraturan perundang-undangan sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan dengan melakukan penelitian ke lapangan melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap kondisi lokasi yang diteliti. 2. Bahan Penelitian Bahan penelitian hukum ini terdiri dari: 1) Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian. 2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan seperti: literatur, laporan penelitian dan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian. 16 Data sekunder dibedakan menjadi tiga macam yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat serta berhubungan dengan penulisan hukum ini. Bahan hukum primer tersebut antara lain: c. Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348; Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 52.

19 19 d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Kepailitan e. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang- Undang f. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang g. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman h. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman i. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman j. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

20 20 k. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum l. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Negeri Semarang m. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.09-HT Tahun 1998 Tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator Dan Pengurus n. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus o. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas p. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan q. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan r. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata s. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

21 21 t. Herzien Indonesis Reglement u. Reglement of de Rechtsvordering v. Rechtsreglement Buitengewesten 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan atau penjabaran lebih lanjut dari halhal yang diterangkan oleh bahan hukum primer. Hal ini disebabkan karena hal-hal yang tercantum dalam bahan hukum primer masih memerlukan penafsiran lebih lanjut. Bahan hukum sekunder tersebut antara lain: a. Buku-buku mengenai hukum kepailitan; b. Buku-buku mengenai pengadilan niaga; c. Buku-buku mengenai hukum dagang; d. Artikel-artikel/jurnal mengenai hukum kepailitan; e. Artikel-artikel/jurnal mengenai pengadilan niaga; f. Artikel-artikel/jurnal mengenai hukum dagang. 3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari Black s Law Dictionary, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Kamus Bahasa Inggris-Indonesia.

22 22 3. Lokasi dan Subjek Penelitian a. Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian ini diadakan di Jakarta yaitu: 1) Pengadilan Niaga Jakarta Pusat; Alasan pemilihan instansi tersebut sebagai lokasi penelitan karena instansi tersebut mampu memenuhi kebutuhan data yang diperlukan penulis dalam menyusun penulisan hukum ini. Dalam penulisan hukum yang berjudul eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan, data yang dibutuhkan penulis antara lain statistik perkara kepailitan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selain itu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dapat menyediakan narasumber yang dapat penulis wawancarai guna menyusun penulisan hukum ini. b. Subjek Penelitian Subjek penelitian yang penulis pilih adalah narasumber. Narasumber merupakan seseorang yang dipandang memiliki pengetahuan yang lebih terhadap objek penelitian ini, orang yang mengetahui secara jelas mengenai objek penelitian ini atau yang menjadi sumber informasi (informan) dalam

23 23 penelitian ini 17 yaitu mengenai Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Dalam Menyelesaikan Perkara Kepailitan. Dalam penelitian yang penulis lakukan, narasumbernya adalah sebagai berikut: 1) Nawawi Pamolango, S.H. (Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekaligus menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) 2) Ravitalina, S.H., M.H. (Koordinator Niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekaligus menjadi Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) 3) Agus Subroto, S.H., M.Hum. (Mantan Hakim Niaga Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang saat ini menjabat Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia) 4. Cara dan Alat Pengumpulan Data Penelitian a. Cara Pengumpulan Data 1) Penelitian Kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur, tulisan ahli, yang berkaitan dengan objek yang diteliti. 17 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, diakses pada tanggal 16 Juli 2013.

24 24 2) Penelitian Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan turun langsung ke dalam masyarakat atau komunitas tertentu guna memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. b. Alat Pengumpul Data Pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview. 18 Dalam penelitian ini, untuk mengumpulkan data sebagai sumber informasi dan bahan-bahan penelitian digunakan dua jenis alat pengumpul data. Dalam hal pengumpulan data primer, penulis menggunakan cara wawancara yang dilakukan langsung kepada subjek penelitian. Wawancara yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab langsung maupun tertulis kepada narasumber dan responden dengan tujuan mendapatkan data akurat, langsung, dan benar. Berdasarkan cara pengumpulan data tersebut diperlukan alat pengumpulan data dengan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang dimaksud adalah daftar pertanyaan yang terstruktur yang berkaitan langsung dengan materi penulisan hukum ini. 18 Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, hlm 21.

25 25 Adapun dalam pengumpulan data sekunder, penulis mempergunakan studi dokumen atau studi pustaka (library research). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpul data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan content analysis, 19 mengumpulkan data dengan mempelajari kepustakaan dan peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan objek penelitian. 5. Analisis Data a. Kualitatif, yaitu pemilihan terhadap data-data yang diperoleh dari penelitian berdasarkan mutu atau kualitasnya sehingga dihasilkan suatu uraian yang relevan yang dapat menjawab pertanyaan dalam permasalahan-permasalahan yang ada, dengan jelas dan lengkap berdasarkan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan kemudian disusun secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan. b. Deskriptif, yaitu suatu penjabaran atau gambaran kenyataan yang berlaku dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti khususnya untuk mengetahui eksistensi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan. 19 Ibid.

26 26 G. Sistematika Penulisan Penulisan hukum yang telah dibuat mempunyai bab dan sub bab dengan harapan lebih dimengerti oleh para pembaca. Adapun perincian dari bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. 2. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEPAILITAN DAN PENGADILAN NIAGA Bab ini membahas tentang kepailitan mulai dari sejarah, pengertian, asas-asas, tujuan, syarat-syarat pailit, akibat-akibat dari kepailitan, berakhirnya kepailitan serta dasar hukum berlakunya kepailitan. Selain itu, bab ini juga membahas tentang pengadilan niaga mulai dari sejarah dan latar belakang, kedudukannya dalam peradilan umum, pembagian daerah hukum, hakim yang ada di pengadilan niaga, prosedur penyelesaian perkara kepailitan di pengadilan niaga, serta hukum acara yang digunakan. Namun semua bahasan tersebut hanya dikhususkan pada kepailitannya saja.

27 27 3. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas hasil penelitian berupa peranan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan, statistik perkara kepailitan per tahun di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan kendala-kendala yang dihadapi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam menyelesaikan perkara kepailitan. 4. BAB IV PENUTUP Bab ini diambil kesimpulan dan saran yang berasal dari hasil penelitian di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang telah memporandakan sendi sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan (badan pribadi) maupun badan hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan ini tak ada seorangpun yang dapat memprediksi atau meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan baik dan sempurna. Meskipun telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 membuat perekonomian Indonesia belum seutuhnya stabil bahkan sampai saat ini. Banyak dunia usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan 35 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu sedangkan metode penelitian hukum artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dibagi menjadi 2 (dua) periode. Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

BAB IV PENUTUP. 1. Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dibagi menjadi 2 (dua) periode. Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis, dapat diambil kesimpulan, sebagi berikut : 1. Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dibagi menjadi 2 (dua) periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang kadangkala tidak bisa dihindari oleh seseorang atau pun oleh suatu perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN 0 WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan yang menyokong pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kendatipun

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan yang menyokong pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kendatipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memang bukanlah termasuk dalam deretan negara maju dengan banyak perusahaan-perusahaan yang menyokong pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kendatipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu permasalahan. Dalam melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup financial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Orang (orang perseorangan dan badan hukum) yang hendak memenuhi kebutuhan hidupnya dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pertimbangan yuridis..., Riza Gaffar, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pertimbangan yuridis..., Riza Gaffar, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Di akhir tahun 2008 dan awal 2009 hampir seluruh negara di dunia mengalami krisis moneter sehingga menimbulkan kesulitan yang sangat besar terhadap perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diatur pada pasal 222 sampai dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan ketidakmampuan membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada 44 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut juga dengan penelitian hukum teoritis atau penelitian hukum dogmatik karena tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : SHAFIRA HIJRIYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian

BAB I PENDAHULUAN. mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan.

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

ABSTRAKSI Salah satu dampak dari krisis moneter ini adalah banyak pengusaha yang mengalami kebangkrutan (bankrupt) karena banyaknya hutang yang mereka miliki. Sementara aturan hukum mengenai kepailitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh 37 III. METODE PENELITIAN Penelitian adalah suatu metode ilmiah yang dilakukan melalui penyelidikan dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 35 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMBAGIAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA. Oleh : HERU PERMANA PUTRA PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA (PK I)

SKRIPSI PEMBAGIAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA. Oleh : HERU PERMANA PUTRA PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA (PK I) SKRIPSI PEMBAGIAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA Oleh : HERU PERMANA PUTRA 07 140 107 PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA (PK I) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 1 No.

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan bukan hal yang baru dalam suatu kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang usaha. Dalam mengadakan suatu transaksi bisnis antara debitur dan kreditur kedua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Hukum Kepailitan di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir seluruh negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kepailitan adalah sita umum

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukumnya. Oleh karena itu, sewajarnya kita berbenah diri dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. hukumnya. Oleh karena itu, sewajarnya kita berbenah diri dalam menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama kurang lebih 32 tahun, kita baru menyadari bahwa pembangunan bidang ekonomi lebih diutamankan namun dengan mengabaikan pembangunan hukumnya. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut tidak lagi sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut tidak lagi sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak jenis, ragam, kualitas dan variasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem hukum Indonesia lembaga kepailitan bukan merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem hukum Indonesia lembaga kepailitan bukan merupakan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Indonesia lembaga kepailitan bukan merupakan hal yang baru, karena pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia telah diwariskan pada zaman Hindia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan merupakan urat nadi perekonomian dalam suatu negara. Sektor

BAB I PENDAHULUAN. perbankan merupakan urat nadi perekonomian dalam suatu negara. Sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Peranan bank sentral disetiap negara menjadi sangat penting sebab dunia perbankan merupakan urat nadi perekonomian dalam suatu negara. Sektor perbankan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang. sosial,ekonomi,budaya,dan lain-lain.khususnya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang. sosial,ekonomi,budaya,dan lain-lain.khususnya di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya era globalisasi di dunia,sangat membawa dampak terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang sosial,ekonomi,budaya,dan lain-lain.khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang perkembangan dan perekonomian, dalam perekonomian banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang saling ketergantungan yang tidak akan dapat hidup secara individual. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan untuk mendapatkan sebuah kebutuhan

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

DAFTAR REFERENSI. Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001. DAFTAR REFERENSI 1. Buku Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001. Epstein, David G., Steve H. Nickles., James J. White, Bankruptcy, ST.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun manusia masih memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : Pendekatan secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang

III. METODE PENELITIAN. dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : Pendekatan secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab penelitian skripsi ini adalah dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : 1. Pendekatan secara Yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci