BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tugas perkembangan dewasa madya merupakan keinginan bersama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tugas perkembangan dewasa madya merupakan keinginan bersama"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan dewasa madya merupakan keinginan bersama untuk menciptakan hubungan suami-istri yang harmonis, mengasuh anak remaja menjadi individu dewasa yang bertanggungjawab, sehat dan mencapai kepuasan dalam bekerja (Schaie & Willis, 1991). Menurut Papalia, Olds & Feldman (2009), usia madya adalah masa krisis dan masa transisi. Mereka sering bertanya dari kegelisahan yang muncul. Terutama tentang apa yang telah dilakukan dan ke mana arah tujuan mereka. Hurlock (1980) menambahkan bahwa usia madya merupakan masa trasisi, masa stres, usia yang berbahaya, usia canggung, masa sepi, dan masa jenuh. Fraud & Ritter dalam Upton (2012) mengklarifikasi bahwa hanya mereka yang rentan saja yang mengalami krisis. Seseorang pada usia madya telah mengalami penurunan fisik dan semakin besarnya tanggung jawab. Periode ini, orang menyadari akan polaritas tua-muda dan semakin berkurangnya waktu yang tersisa dalam kehidupan (Santrock, 2013). Beban dan tanggung jawab pasangan suami istri akan terasa mudah dengan adanya kerja sama antara keduanya, namun ketika salah satu dari pasangan meninggal dunia, maka beban dan tanggung jawab akan dipikul sendiri oleh istri atau suami. Menjadi janda merupakan masalah utama bagi wanita pada periode ini. Selain terkait dengan beban tugas perkembangan yang telah disebutkan sebelumnya, ada krisis afeksi akibat kematian suami. Peristiwa kematian suami menimbulkan stres lebih tinggi daripada peristiwa perceraian. Hal ini dikarenakan ketidaksiapan janda dalam menghadapi kematian suami 1

2 2 yang berlangsung secara tiba-tiba. Janda tidak siap mengemban tanggung jawab keluarga pasca kematian suami. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan bersama kini dikerjakan sendirian (Rahe & Holmas dalam Kasschau, 1993). Keadaan menjanda membuat individu harus hidup secara mandiri tanpa dukungan, baik emosional maupun materi dari pasangannya (Taylor, 1996). Ketika individu kehilangan orang tercintanya, maka ia akan merasakan sakit yang begitu dalam, frustasi dan merasa kehilangan. Penderitaan itu mungkin akan hilang setelah melalui waktu yang cukup lama (Papalia et al., 2009). Schaie dan Willis (1991) mengatakan bahwa kematian suami di usia dewasa madya merupakan episode normatif yang terlalu cepat dalam kehidupan individu. Perasaan kehilangan dan kecemasan lebih kuat dirasakan oleh janda yang sebelumnya sangat bergantung pada suaminya dari pada janda yang dulunya mandiri. Rentang waktu 5 tahun masih menyisakan keterikatan afeksi pada suaminya. Usia dewasa madya awal (40-an tahun) mengalami krisis lebih berat, terkait dengan kematian yang tidak terduga dan tidak terantisipasi (Papalia et al. 2009). Menurut Atwater dan Duffy (1999), perasaan yang paling umum dirasakan pada situasi duka cita adalah syok dan terpukul. Setiap orang akan memberikan reaksi terhadap kehilangan dengan berbagai cara yang berbeda. Salah satu cara yaitu dengan reaksi psikologis seperti merasa kesepian, putus asa dan takut, namun hal tersebut merupakan hal yang normal bagi seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian. Sementara itu, Aprilia (2013) menunjukkan bahwa wanita dewasa madya yang mengasuh anak sendiri setelah kematian suaminya, membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 1-3 tahun untuk bangkit dari kesedihan. Walaupun terdapat perbedaan jenis permasalahan yang dihadapi

3 3 pada masing-masing subjek, tetapi ada kesamaan subjek dalam penelitian ini yaitu mengalami depresi, perasaan sendiri, serta dirundung kesedihan yang cukup lama. Papalia et al. (2009) menjelaskan bahwa wanita janda memiliki peningkatan depresi, setidaknya selama lima tahun pertama setelah kematian. Selain itu, wanita yang menjadi janda juga mengalami permasalahan ekonomi terutama jika saat menikah, ia tidak bekerja dan hanya mengandalkan penghasilan dari suami. Kehilangan suami bagi janda belum berpenghasilan, akan mengalami kesulitan ekonomi di masa-masa awal. DiGiacomo, Lewi, Nolan, Philips & Davidson, (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dampak yang terjadi pada janda pasca kematian suaminya antara lain, 1) kesedihan dan duka cita yang dalam, 2) meningkatnya risiko kesehatan dan timbulnya penyakit kronis, 3) menyesuaikan diri dengan hidup sendiri, 4) turunnya pendapatan keuangan, 5) menjalani masa-masa transisi sendirian, dan 6) pada janda lansia, ia akan mengalami kesulitan ekonomi serta risiko yang besar pada kesehatan fisiknya. Ward, Mathias dan Hitchings (2007) menambahkan bahwa dampak psikologis kehilangan pasangan bagi wanita selain kesedihan dan duka cita yang mendalamantar lain; timbulnya tekanan, kecemasan, stres, penurunan perhatian, penurunan memproses informasi dan kejelasan lisan. Leaungar dan Florian (2004) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa, kehilangan pasangan berdampak pada perasaan rendah diri (selfesteem menurun) dan kesehatan mental memburuk. Shahar, Schultz & Wing (2001) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa ada peningkatan risiko pada penurunan berat badan pada janda. Hal ini diakibatkan dari menurunnya selera makan janda pada masa-masa berkabung. Ward, Mathias dan Hitchings (2007) mengungkapkan bahwa kesedihan disebabkan oleh kematian pasangan,

4 4 diperkirakan dapat mengakibatkan depresi, kecemasan, dan stres. Beban sosial yang ditimpakan kepada janda membuat mereka merasakan kesedihan yang cukup mendalam. Cavanaugh dan Fields (2006) menyebutkan bahwa kematian pasangan hidup menjerumuskan individu ke dalam perasaan kehilangan atau duka cita yang sangat mendalam, terlebih lagi jika hubungan itu telah lama dibina dan sangat dekat. Kematian pasangan menuntut para janda agar mampu mengatasi kesedihan serta melaksanakan tugas dan peran baru, sehingga dapat melanjutkan kehidupan serta mampu belajar dari segala kondisi yang tidak menyenangkan. Kenyataan di lapangan, keadaan sulit pasca kematian suami tidak cukup beralasan bagi mereka untuk segera menikah lagi, atau mencari sosok pasangan atau teman hidup yang baru. Zulfiana (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penyebab seseorang mempertahankan status janda dan tidak menikah lagi adalah penilaian yang sangat positif tentang suami. Janda tersebut cenderung membangun persepsi bahwa suami tidak bisa digantikan. Alasan-alasan lain tidak menikah lagi adalah adanya kekhawatiran akan bertambahnya beban ekonomi, dan atau tidak ada dukungan dari keluarga. Keinginan untuk berkonsentrasi pada keluarga juga menjadi penyebab seseorang menjanda pasca kematian pasangan hidupnya. Hasil wawancara peneliti terhadap janda karena kematian suami mendukung berberapa pernyataan di atas. Wawancara dilakukan pada tanggal 5 September 2014 kepada janda berusia 57 tahun. Penyataan janda yang sering disapa ibu TN menunjukkan bahwa kematian suami baginya merupakan kehilangan terbesar di dalam hidupnya. Janda enam anak ini berkata bahwa ia selalu berusaha keras menghidupi anak-anaknya.

5 5 Ia bertekad tidak akan menikah lagi. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi keputusannya untuk tidak menikah lagi. Pertama, ia sangat mencintai suaminya. Kedua, ia merasa mampu mengusahakan pemasukan keuangan sendiri. Ketiga, ia ingin fokus mengasuh anak-anaknya. Bagi janda ini, kehilangan suami tidak hanya berarti kehilangan orang diandalkan untuk mencari nafkah, tetapi lebih dari itu, merupakan kehilangan teman hidup yang biasa bersama dalam keadaan apapun. Penelitian Hoonaard dan Kestin (2002) menunjukkan alasan wanita tidak ingin menikah lagi karena mereka beranggapan bahwa suami mereka sangat baik. Mereka merasa sangat menderita dengan kepergian suami. Mereka bahkan tidak ingin menyesuaikan diri dengan suami baru atau pasangan hidup baru. Pernikahan baru juga menghadapkan mereka pada perubahan seks, kerugiaan yang dialami oleh anak, gosip masyarakat sekitar, serta asumsi masyarakat. Mereka merasa telah menikmati dunia sosialnya dengan sesama kelompok wanita lainnya. Davidson (2002), menunjukkan dua alasan wanita tidak ingin menikah lagi antara lain, pertama mereka (janda) tidak ingin merawat orang lain (pasangan baru). Kedua, mereka merasa bahwa pernikahan dengan suaminya merupakan peristiwa yang sangat membahagiakan dan tak dapat tergantikan. Mereka lebih memilih berdamai dengan keadaan dari pada harus menikah lagi. Sejalan dengan hal itu, penelitian Nan (2002) menemukan bahwa alasan wanita tidak ingin menikah lagi antara lain, pertama takut kehilangan pasangan untuk kedua kalinya. Kedua, harus merawat pasangan yang sakit. Ketiga, khawatir akan dimanfaatkan oleh pasangan baru, baik masalah seksual maupun finansial. Bagi janda yang tidak merasa kesepian, mereka menganggap pernikahan kembali hanya akan membuat mereka kehilangan kebebasan.

6 6 Janda menghadapi banyak masalah. Janda membutuhkan penyesuaian diri dalam menghadapi perubahan. Bagaimanapun juga mereka harus dapat melanjutkan kehidupan. Janda harus bangkit dan mampu menjalani kehidupan hingga waktu yang Tuhan tentukan. Mereka harus survive dan beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi yang baru, yaitu kondisi dimana ia harus menyelesaikan permasalahan hidup yang komplek tanpa bantuan dan dukungan suami. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan dan tanggung jawab baru. Schalkwyk (2005) menunjukkan bahwa rekonstruksi diri yang dilakukan wanita dapat membantu keluar dari kondisi krisis, namun demikian tingkat ketahanan wanita dalam menghadapi tekanan berbeda-beda, bergantung pada psikologis dari masing-masing individu. Resiliensi sebagai suatu metode alamiah dalam diri manusia telah lama dikaji dan dikembangkan oleh para ahli. Menurut Bernard (2004), resiliensi mengacu pada kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berfungsi dengan baik dalam keadaan yang menekan atau banyak halangan dan rintangan. Janas dalam Dewi, Djoenaina dan Melisa (2004), mendefinisikan resiliensi sebagai suatu kemampuan untuk mengatasi rasa frustrasi dan permasalahan yang dialami oleh individu. Individu yang resiliensinya tinggi akan berusaha untuk mengatasi permasalahan dalam hidup, sehingga dapat terbebas dari masalah dan mampu beradaptasi terhadap permasalahan tersebut. Brook dan Goldstein (2005) mengemukakan bahwa, resiliensi merupakan kemampuan individu dalam mengatasi masalah dan tekanan secara lebih efektif, kemampuan untuk bangkit dari masalah, kekecewaan, dan trauma, serta untuk dapat mengembangkan tujuan yang lebih realistik. Menurut Siebert (2005), resiliensisi adalah kemampuan untuk mengatasi perubahan hidup pada level

7 7 yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara yang lama dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan. Wanita yang resiliensinya tinggi adalah wanita yang mampu mengatasi permasalahan yang menimpanya dan berusaha bangkit dari permasalahan tersebut. Resiliensi sangat penting dimiliki oleh para janda. Hal ini sangat dibutuhkan karena wanita tersebut harus bertanggungjawab untuk melanjutkan tugas-tugas kehidupan. Dengan demikian, resiliensi pada janda dewasa madya pasca kematian suami merupakan upaya seorang janda untuk mengatasi permasalahan, perasaan, serta rintangan yang dihadapi pasca kematian suami, agar dapat beradaptasi pada kondisi yang baru dan dapat menerima dengan ikhlas. Semakin tinggi resiliensi pada janda dewasa madya, semakin mampu ia mengatasi krisis hidup pasca kematian suami. Adapun faktor-faktor yang meningkatkan resiliensi secara internal oleh Kumpfer (1999) adalah (a) spiritual dan motivasi, (b) kompetensi kognitif, (c) kompetensi sosial, (d) emosi, dan (e) kesejahteraan fisik. Salah satu faktor yang termasuk dalam penelitian ini adalah faktor spiritual dan motivasi. Maksud spiritual dan motivasi adalah keyakinan yang dapat mengarahkan inividu ke arah positif. Koping religius menjadi variabel dari faktor ini. Bhui et al. (2008) melakukan penelitian mengenai perbedaan pola koping diantara enam kelompok etnis. Hasil penelitian menunjukkan koping agama meningkatkan resiliensi. Koping agama meliputi berdoa, mendengar radio religius, menggunakan jimat, berbicara kepada Tuhan, mempunyai relasi dengan Tuhan dan mempercayai (trust) Tuhan. Raghallaigh dan Gilligan (2010) meneliti

8 8 tentang koping yang berkaitan dengan religious faith (iman) dan resiliensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu menggunakan coping ketika berhadapan dengan berbagai perubahan dan tantangan. Lebih dari itu, iman dalam agama yang mereka yakini memainkan peran penting dalam usaha coping. Pada akhirnya hasil penelitian ini menunjukkan bahwa coping religius dapat meningkatkan resiliensi. Salah satu alasan dipilihnya koping religius karena konteks Indonesia. Masih banyak orang Indonesia yang melibatkan penghayatan agama (iman) dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian Rachmah (2012) mengenai strategi koping mengungkapkan bahwa koping tidak hanya berfokus pada masalah atau koping kognitif dan koping emosi, tetapi secara khusus Rachmah (2012) menemukan bahwa strategi koping religius banyak digunakan oleh informannya. Para informan melandaskan segala sesuatu kepada Tuhan, terutama dalam menjalankan strategi koping untuk memenuhi tuntutan belajar. Kesadaran akan adanya peranan Tuhan menjadi pijakan bagi informan dalam memenuhi tuntutan belajar. Rosmarin et al. dalam Santrock (2013) mengungkapkan bahwa individu menganggap agama sebagai aspek penting dalam hidupnya. Dengan selalu berdoa, memiliki keyakinan dasar agama yang positif, jarang cemas, jarang khawatir, dan memiliki gejala depresi yang rendah. Individu yang religius menunjukkan penyesuaian yang baik terhadap peristiwa kehilangan yang dihadapinya. Ketidaksiapan menghadapi peristiwa kehilangan, mendorong individu untuk menyalahkan Tuhan. Namun, ada kesadaran seiring berjalannya waktu. Agama digunakan sebagai sarana pemaknaan. Pemaknaan menggiring individu menerima kenyataan derita, lalu diikuti oleh pengembangan diri.

9 9 Selain koping religius (sebagai faktor internal), dukungan sosial (social support) juga berperan penting dalam meningkatkan resiliensi secara eksternal. Penelitian Furukawa, Yokouchi, Hirai, Kitamura & Takhasi (1999) menunjukkan bahwa dukungan sosial memperkuat dan mempercepat pemulihan keluarga pasca kematian suami (ayah). Keluarga yang mendapat dukungan sosial memiliki perbedaan tingkat pemulihan. Keluarga dengan dukungan sosial, tingkat pemulihannya lebih baik dibandingkan dengan yang tidak mendapat dukungan dari orang-orang terdekat. Greeff dan Human (2004) menunjukkan dukungan dari keluarga besar, teman-teman, dikombinasi dengan nilai-nilai keagamaan dan spiritual berkontribusi terhadap keberhasilan penyesuaian dukacita. Sejalan dengan penelitian Ong, Bergeman, Bisconti & Kimbery (2006) bahwa emosi positif dapat membantu individu menjadi resilien. Aprilia (2013) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa janda pasca kematian suami membutuhkan dukungan sosial berupa kehadiran orang-orang terdekat seperti keluarga, sahabat, teman maupun tetangga, bantuan nyata seperti menjaga dan mengurus anak-anaknya, penghargaan dan penerimaan positif dari lingkungan sekitar tentang pengakuan status janda dan Ibu tunggal. Lebih lanjut Pandanwati & Suprapti (2012) mengatakan bahwa dukungan sosial itu harus dikombinasikan dengan faktor protektif internal seperti kelekatan dan komunikasi dengan pendukung. Dengan demikian, dukungan sosial semakin intens meningkatkan resiliensi. Holaday (1997) mengungkapkan bahwa resiliensi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal, salah satunya adalah dukungan sosial. Hawari (1996) menjelaskan bahwa individu yang memiliki religiusitas tinggi akan memiliki pedoman dan daya tahan yang lebih baik dalam

10 10 menghadapi masalah. Penelitian Dykstra (1995) menemukan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan kesepian individu tanpa pasangan. Lakey dan Cohen (2000) menambahkan bahwa individu yang mendapat dukungan sosial tinggi cenderung kurang bereaksi secara negatif terhadap masalah-masalah kehidupan, dibandingkan dengan individu yang kurang mendapat dukungan sosial. Penelitian Chung, Hong dan Newbold (2006) menunjukkan bahwa ada pengaruh dukungan sosial teradap resiliensi. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana resiliensi dipakai wanita pengungsi untuk beradaptasi di lingkungan komunitas Hamilton. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa resiliensi ditingkatkan ketika ada dukungan-dukungan eksternal seperti komunitas agama dan budaya, organisasi non pemerintah, maupun pemerintah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa subjek-subjek yang diwawancarai, belum resilien. Hasil wawancara terhadap tiga subjek menunjukkan janda belum resilien antara lain belum ikhlas menerima keadaan bahwa suaminya telah meninngal dunia, belum dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru, dan belum memiliki semangat dalam menjalani kehidupan. Pada tanggal 7 Nopember 2015, peneliti melakukan wawancara dengan Ibu ST. Ibu ST merupakan janda karena kematian pasangan. Suami Ibu ST meninggal lima tahun yang lalu. Hasil wawancara menunjukkan bahwa wanita tersebut membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk dapat beranjak dari kesedihan dan duka cita. Ibu ST sangat mencintai almarhum suaminya. Suaminya meninggal dunia akibat sakit. Pasca kepergian suaminya, Ibu ST selalu menangis jika mengenang suaminya. Ibu ST mengungkapkan perasaan yang dirasakan saat itu adalah stres, terpuruk, merasa sendiri dan ditinggalkan. Ingin rasanya Ibu ST menyusul suaminya. Selama 3 tahun ia terus menangis jika

11 11 mengingat almarhum suaminya. Ketika Ia mulai bersedih, Ia segera mengambil wudhu, sholat dan mengaji. Ibu ST merasa lebih tenang ketika berinteraksi dengan Tuhan lewat sholat dan membaca kitab suci. Ibu ST hidup berdua dengan cucunya, karena kedua anaknya merantau di Bandung. Cucunyalah penyemangat hidupnya. Lima tahun berlalu, Ibu ST masih teringat suaminya. Namun kesedihannya mulai berkurang tidak seperti tiga tahun pertama saat suaminya pergi. Wawancara kedua peneliti lakukan dengan Ibu DR. Ibu DR adalah warga Terban yang suaminya meninggal setahun yang lalu. Ibu DR berusia 52 tahun dan memiliki 3 orang anak. Almarhum suaminya bekerja sebagai supir Taxi. Kini suaminya telah meninggal dunia karena sakit. Sejak kepergian suaminya kini Ibu DR harus mencari uang sendiri agar dapat memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Bu DR tertekan dan merasa putus asa menjalani kehidupan tanpa pendamping. Ibu DR belum menerima kenyataan bahwa suaminya telah meninggal dunia. Selanjutnya wawancara ke tiga dengan Ibu TM. Ibu TM berusia 57 tahun. Suaminya meninggal sekitar 4 tahun silam karena sakit darah tinggi. Sebelum meninggal suami Ibu TM bekerja sebagai petani. Ibu TM membantu almarhum suaminya bertani usai mengerjakan pekerjaan rumah. Sejak suaminya meninggal kini Ibu TM bekerja sendiri. Bercocok tanam seadanya dan menjual beberapa hasil kebun di pasar. Setelah kematian suaminya Ibu TM merasa kesepian karena anak-anaknya kini sudah menikah dan tinggal bersama keluarganya. Ibu TM merasa sepi, dan masih mengingat suaminya yang telah tiada. Ketika ia merindukan suaminya, Ibu TM segera sholat dan berdoa kepada Tuhan agar kuat melawan rasa rindu. Walau Ia menyadari bahwa suaminya tak dapat kembali lagi, empat tahun tidak cukup untuknya membuka lembaran baru.

12 12 Dengan demikian, penelitian ini diarahkan untuk menganalisis pengaruh dari koping religius dan dukungan sosial secara bersama-sama mempengaruhi resiliensi janda pasca kematian suami. Janda berada pada usia dewasa madya. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh koping religius dan dukungan sosial terhadap resiliensi pada janda usia madya pasca kematian pasangan hidup? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran koping religius dan dukungan sosial terhadap resiliensi pada janda usia dewasa madya pasca kematian pasangan hidup. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan didapat adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai peran koping religius dan dukungan sosial terhadap resiliensi pada janda usia madya pasca kematian pasangan hidup dalam pengembangan ilmu Psikologi. 2. Manfaat praktis Jika penelitian ini teruji maka penelitian ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bahwa koping religius dan dukungan sosial merupakan faktor-faktor yang berkontribusi dalam mencapai resiliensi pada janda usia

13 13 madya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber dan pendukung bagi para peneliti, secara khusus bagi mereka yang tertarik dengan penelitian mengenai resiliensi. Jika penelitian ini tidak teruji, maka hipotesis tidak terjawab. Hal ini berarti, variabel-variabel prediktor tidak memberikan kontribusi terhadap variabel resiliensi pada subjek penelitian. E. Keaslian Penelitian Secara umum, penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini ingin menguji variabel dukungan sosial dan koping religius secara bersama mempengaruhi resiliensi. Penelitian Chung, et al. (2006) mengenai dukungan sosial terhadap pengungsi wanita singel. Penelitian ini dilakukan di Hamilton, Ontario, bagian tengah kota Kanada. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Peneltian tersebut mengungkapkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan resiliensi. Raghallaigh dan Robbie (2010); Bhui et al. (2008) meneliti tentang koping religius. Keduanya menggunakan metode penelitian kualitatif. Bhui et al. (2008) meneliti enam etnis: Bangladesh, Karibia, India, Irlandia, Pakistan, dan Inggris. Penelitian terhadap subjek yang lahir di Inggris Raya maupun mereka yang bersekolah di Inggris Raya. Raghallaigh dan Robbie (2010) melakukan penelitian dalam Eropa. Subjek penelitian berasal dari Jerman. Penelitian Raghallaigh dan Robbie (2010); Bhui et al. (2008) hanya menyingkap masingmasing variabel secara terpisah dalam mempengaruhi resiliensi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Perbedaan penelitian ini adalah

14 14 peneliti hendak menguji keterhubungan pengaruh dukungan sosial dan koping religius terhadap resiliensi secara kuantitatif. Penelitian yang dilakukan Juniarly (2011) pada 55 orang Polisi Sabhara Polsek Kebumen dengan kategori pangkat Bripda, Briptu dan Brigadir, melihat peran koping religius dan kesejahteraan subjektif terhadap stres pada anggota bintara polisi di Polres Kebumen. Hasil peneletian ini membuktikan bahwa penggunaan koping religius adalah salah satu cara yang terbaik untuk menurunkan tingkat stres seseorang. Perbedaan dengan penelitian peneliti adalah peneliti melibatkan faktor internal (koping religius) dan faktor eksternal (dukungan sosial) secara bersama-sama dalam memprediksi resiliensi. Penelitian Juniarly (2011) menguji peran koping religius dan kesejahteraan terhadap stres saja. Penelitian Odarina (2013) menguji apakah koping religius dapat meningkatkan resiliensi. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan ada pada variabel dukungan sosial. Penelitian Ordiana (2013) tidak melibatkan variabel dukungan sosial dalam mempengaruhi resiliensi, sedang penelitian yang peneliti lakukan melibatkan dukungan sosial sebagai variabel prediktor yang dapat mempengaruhi resiliensi. Pitasari dan Cahyono (2014) melakukan penelitian dengan judul Koping Pada Ibu Yang Berperan Sebagai Orang tua Tunggal Pasca Kematian Suami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek pada penelitian ini mengalami masamasa sulit pasca kematian suami. Penelitian Pitasari dan Cahyono (2014) hanya menggunakan koping secara umum dalam proses resiliensi pasca kematian pasangan hidupnya, sedang pada penelitian peneliti, peneliti menggunakan koping religius dan melibatkan faktor dukungan sosial sebagai variabel prediktor.

15 15 Lefler & Wilson (2004) melakukan penelitian dengan judul The Experience of Becoming a Mother for Single, Unpartnered, Medicaid-Eligible, First-Time Mothers. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa para wanita janda merumuskan tujuan hidup untuk mengelola perasaan duka cita pasca kehilangan pasangan hidup. Merumuskan kembali tujuan hidup seperti keyakinan pada adanya masa depan, menyibukkan diri pada peran sebagai Ibu, berani memutuskan pilihan hidup, mengembangkan kemampuan diri, identitas dan masa depan yang baru serta mencoba peran baru. Dukungan sosial, dan resiliensi dari dalam diri dapat membantu proses berkabung. Penelitian Greeff dan Human (2004) dengan judul Resilience in Families in Which a Parent has Died. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan dalam keluarga seperti dukungan sosial dan rasa optimis yang dibangun bersama dapat membantu keluarga yang ditinggalkan dalam penyesuaian diri terhadap duka cita dan rasa kehilangan hingga mencapai resiliesi. Pada penelitian Greeff dan Human (2004), variabel yang menjadi prediktor dalam terbentuknya resiliensi hanyalah dukungan sosial dimana dukungan sosial merupakan faktor eksternal. Greeff dan Human (2004) tidak menyertakan variabel koping religius sebagai variabel yang bersama-sama dalam memprediksi resiliensi. Penelitian Aprilia (2013) dengan judul Resiliensi dan Dukungan Sosial pada Orang Tua Tunggal (Studi Kasus Pada Ibu Tunggal Di Samarinda mengungkapkan bahwa faktor dukungan sosial keluarga, sahabat, teman maupun tetangga, bantuan nyata seperti membantu menjaga dan mengurus anak-anaknya, penghargaan dan penerimaan yang positif dari lingkungan sekitarnya membantu proses resiliensi. Agar dapat bangkit, subjek membutuhkan

16 16 waktu kurang lebih 1-3 tahun untuk kembali bangkit dan pulih dari segala kesedihan dan kesendirian. Sama dengan penelitian sebelumnya, Aprilia (2013) hanya melibatkan variabel dukungan sosial sebagai variabel yang dapat membantu proses resiliensi. Aprila (2013) tidak melibatkan variabel koping religius dalam proses resiliensi. Munauwarah (2008) meneliti tentang korelasi antara kepribadian tangguh, harga diri dan dukungan sosial secara bersama-sama terhadap resiliensi. Munauwarah (2008) tidak melibatkan variabel koping religius dalam memprediksi resiliensi, sedang penelitian peneliti menggunakan variabel koping religius dan dukungan sosial secara bersama-sama dalam mempengaruhi resiliensi.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. harapan yang diperoleh tiba-tiba sirna karena kejadian yang tak terduga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. harapan yang diperoleh tiba-tiba sirna karena kejadian yang tak terduga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang pernah mengalami kesedihan, kegagalan maupun kekecewaan karena hidupnya yang tidak sesuai dengan yang diharapkan atau harapan yang diperoleh tiba-tiba sirna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah dan memiliki anak adalah salah satu fase yang dialami dalam kehidupan dewasa awal. Alasan utama untuk melakukan pernikahan adalah adanya cinta dan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang hidup di dunia ini tidak pernah lepas dari permasalahan. Berbagai permasalahan datang silih berganti mulai dari yang ringan sampai yang berat. Pada awalnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian seorang ayah. Kematian adalah keadaan hilangnya semua tanda tanda kehidupan secara permanen

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keluarga merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia karena di dalam keluarga manusia lahir dan dibesarkan. Sebuah keluarga yang ideal adalah keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Impian setiap pasangan adalah membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Dalam menjalani rumah tangga setiap pasangan pasti memiliki berbagai keinginan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Diajukan oleh: ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA F.100090190 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Usia Lanjut merupakan bagian dari anggota keluarga dananggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di berbagai Negara. Pada tahun 2005 di Inggris terdapat 1,9 juta orangtua tunggal dan 91% dari angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur an : Kami telah menjadikan kalian berpasang-pasangan (QS.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang pertama ditemui oleh setiap individu dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. Keluarga menjadi struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit terkecil masyarakat yang terjalin hubungan darah, ikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi ke masa dewasa. Masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan hidup manusia selalu di mulai dari berbagai tahapan, yang di mulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap pasangan suami istri, akan tetapi untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. Untuk membangun keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai situasi selama rentang kehidupannya, begitu pula pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari orang-orang yang bisa diandalkan, menghargai dan menyayangi kita yang berasal dari teman, anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan individu dan sudah pasti tidak dapat dipisahkan. Secara umum, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN. HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaulah Marhamah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaulah Marhamah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya, setiap pasangan yang menikah menginginkan terciptanya sebuah keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yakni keluarga yang penuh ketentraman, kebahagiaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir hingga lansia. Ketika memasuki usia dewasa awal tugas perkembangan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi Keluarga 1. Definisi Resiliensi Keluarga Menurut McCubbin dan McCubbin (1988), resiliensi keluarga merupakan pola perilaku positif dan kemampuan fungsional yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008)

1. PENDAHULUAN. (Wawancara dengan Bapak BR, 3 Maret 2008) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika putri saya meninggal dunia, saya merasa kehilangan bagian dari diri saya. Saya merasa tidak utuh dan segala sesuatu tidak akan pernah sama lagi. Beberapa hari

Lebih terperinci

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Alfan Nahareko F 100 030 255 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi, dan lainnya yang mampu menimbulkan perasaan dan emosi tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi, dan lainnya yang mampu menimbulkan perasaan dan emosi tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap aspek dalam kehidupan manusia merupakan suatu hal yang kompleks dan tak pernah lepas dari masalah. Masalah dapat muncul dari berbagai setting dan setiap sisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih kuat dan berkembang setelah melewati masa krisis. 2005) melalui model yang dibangunnya yang bernama the resilience BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Family Resilience 1. Pengertian Family Resilience Family resilience merupakan suatu konsep yang berkembang dari resiliensi individu (Kalil, 2003). Menurut Walsh (2006), resiliensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupannya, manusia akan selalu mengalami perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan periode, dimana setiap periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN PADA SINGLE MOTHER. Disusun oleh: Ratih Permata Putri Fakultas Psikologi 2016 Pembimbing: Warda Lisa, M.Psi., Psi.

KEBAHAGIAAN PADA SINGLE MOTHER. Disusun oleh: Ratih Permata Putri Fakultas Psikologi 2016 Pembimbing: Warda Lisa, M.Psi., Psi. KEBAHAGIAAN PADA SINGLE MOTHER Disusun oleh: Ratih Permata Putri 15511895 Fakultas Psikologi 2016 Pembimbing: Warda Lisa, M.Psi., Psi. Bab I Latar Belakang Single Mother Menganalisa melalui telaah literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semasa hidup, manusia akan melewati tahap-tahap perkembangan tertentu. Perkembangan manusia diawali dari pertumbuhan janin di dalam rahim hingga masa lansia. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perceraian di Indonesia semakin meningkat di sepanjang tahun. Berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI tahun 2010, angka perceraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Keluarga merupakan pondasi terbentuknya pribadi yang sehat baik secara

BAB I PENDAHULUAN. individu. Keluarga merupakan pondasi terbentuknya pribadi yang sehat baik secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan individu. Keluarga merupakan pondasi terbentuknya pribadi yang sehat baik secara fisik

Lebih terperinci

PENGALAMAN KESEPIAN PADA WANITA YANG BERPERAN SEBAGAI ORANGTUA TUNGGAL DALAM PERIODE EMPTY-NEST. Oleh: MARIA NUGRAHENI MARDI RAHAYU

PENGALAMAN KESEPIAN PADA WANITA YANG BERPERAN SEBAGAI ORANGTUA TUNGGAL DALAM PERIODE EMPTY-NEST. Oleh: MARIA NUGRAHENI MARDI RAHAYU PENGALAMAN KESEPIAN PADA WANITA YANG BERPERAN SEBAGAI ORANGTUA TUNGGAL DALAM PERIODE EMPTY-NEST Oleh: MARIA NUGRAHENI MARDI RAHAYU 802008120 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya memiliki harapan dengan memiliki tubuh yang selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah BAB 1 PENDAHULUAN A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah satunya untuk perubahan lingkungan maupun untuk dirinya sendiri yang bertujuan meningkatkan dan merubah kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam kehidupannya. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang menurut Havighurst

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir maupun batin. Bagian tubuh ini memainkan peran dalam identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami-istri. Bagi seorang wanita kehamilan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami-istri. Bagi seorang wanita kehamilan merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran anggota baru dalam keluarga sangat diharapkan oleh pasangan suami-istri. Bagi seorang wanita kehamilan merupakan suatu proses penting dalam kehidupan wanita

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 95 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari wawancara, observasi dan analisis antar subjek, dapat disimpulkan bahwa kebermaknaan hidup ibu rumah tangga penderita HIV/AIDS merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak peristiwa kekerasan seksual hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia 2.1.1. Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan menghadapi kematian (Thanatophobia) mengacu pada rasa takut dan kekhawatiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci