PROFIL PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNARUNGU DI SLB KABUPATEN SUKOHARJO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNARUNGU DI SLB KABUPATEN SUKOHARJO"

Transkripsi

1 PROFIL PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNARUNGU DI SLB KABUPATEN SUKOHARJO Dieni Laylatul Zakia, Sunardi, Sri Yamtinah Magister Pendidikan Luar Biasa, Pascasarjana UNS Jl. Ir. Sutami No. 36A, Surakarta, Jawa Tengah dienizuhri@gmail.com Hp ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPA, hambatan pelaksanaan pembelajaran IPA dan upaya mengatasi hambatan pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu di SLB Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Informan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah guru kelas, siswa, dan kepala sekolah. Fokus penelitian ini adalah 1) pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu di SLB Kabupaten Sukoharjo, 2) hambatan pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu pada SLB Kabupaten Sukoharjodan 3) upaya mengatasi hambatan pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungupada SLB Kabupaten Sukoharjo. Data dikumpulkan dengan melakukan studi dokumen, observasi, dan wawancara serta dianalisis secara interpretatif dengan teknik trianggulasi sumber informasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwapelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu masih belum berjalan dengan optimal meskipun sudah sistematis sesuai silabus dan RPP, ada beberapa kendala yang dialami selama pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu terutama dalam penerapan metode dan penggunaan media, sudah dilakukan beberapa usaha untuk mengatasi kendala yang dialami selama pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu. Kata kunci : pembelajaran IPA, SLB, Tunarungu 14

2 PENDAHULUAN Anak berkebutuhan khusus merupakan individu yang unik. Hal ini sesuai dengan beberapa pengertian mengenai anak berkebutuhan khusus yang dikemukakan beberapa ahli. Menurut Cahya (2013: 5), anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, mental atau memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah : 1) tunanetra; 2) tunarungu; 3) tunawicara; 4) tunagrahita; 5) tunadaksa; 6) tunalaras; 7) berkesulitan belajar; 8) lamban belajar; 9) autis;!0) memiliki gangguan motorik; 11) menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya; 12) memiliki kelainan lainnya; 13) tunaganda. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukkan bahwa kunci keberhasilan pembangunan negaranegara maju adalah tersedianya penduduk yang terdidik dalam jumlah jenis dan tingkat yang memadai. Pelaksanaan pendidikan yang berkualitas merupakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuang pada Undang Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1 artinya tanpa terkecuali setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, termasuk anak atau peserta didik dengan kebutuhan khusus. Pelaksanaan pendidikan yang berkualitas dilihat pada proses belajar mengajar.pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus yang dimaksud adalah pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak berkebutuhan khusus. Pendidikan yang tidak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa tidak dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Meskipun anak yang mendapatkan pendidikan ini merupakan anak berkebutuhan khusus, hasil yang diharapkan juga sama seperti hasil pendidikan anak normal yaitu sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tingkat kekhususannya. 15

3 Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus adalah anak tuna rungu. Menurut Cahya (2013: 11), tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Keterbatasan secara fisik yang dimiliki anak tunarungu (pada organ pendengaran) mempengaruhi juga faktor lain seperti mental, sosialmaupun intelektual. Meskipun sebenarnya IQ mereka sama seperti anak normal, namun karena pengaruh keterbatasan pendengaran tersebut menyebabkan pengetahuan yang mereka peroleh hanya sebagian. Adanya keterbatasan secara fisik, mental, sosial maupun intelektual maka mereka memerlukan pemenuhan kebutuhan yang berbeda sesuaidengan kondisi mereka. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar pun mereka memerlukan bantuan sesuai dengan kebutuhan mereka agar mereka dapat menerima pembelajaran dengan baik. Pembelajaran merupakan proses dimana seseorang sengaja maupun tidak sengaja untuk mendapatkan suatu kemampuan atau potensi yang mereka miliki untuk dapat dieksplor atau ditonjolkan. Dalam proses pembelajaran tersebut banyak pihak-pihak terkait sebagai penyalur pembelajaran baik dari manusianya maupun alat bantu dalam belajar untuk pembelajaran agar sampai pada seseorang yang akan mendapat suatu pembelajaran tersebut. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional ini berlaku untuk semua jenjang pendidikan baik SD, SMP dan SMA. Berlaku juga untuk anak berkebutuhan khusus, tidak hanya anak normal pada umumnya. Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu. Salah satu ilmu yang harus dikuasai oleh peserta didik dari semua jenjang adalah IPA. IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berkaitan dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari hari. Siswa dapat menghubungkan materi pelajaran IPA yang dipelajari dengan permasalahan atau persoalannya dalam kehidupan sehari hari. 16

4 Tujuan pembelajaran IPA antara sekolah umum dan SLB sama begitujuga dengan ruang lingkup materi yang dipelajari. Perbedaannya terletak pada sub materi SLB yang lebih sederhana dibandingkan sekolah umum. Persamaan tujuan pembelajaran IPA tersebut tidak dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran IPA yang terjadi di kedua sekolah sama. Mengingat latar belakang peserta didik SLB merupakan anak berkebutuhan khusus yang dalam proses pembelajarannya memerlukan bantuan karena adanya keterbatasan yang dimilikinya, terutama anak tunarungu yang memiliki keterbatasan dalam komunikasi dan pendengarannya. Bagi siswa tunarungu, IPA merupakan pelajaran yang cukup sulit dipahami karena IPA memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual) baik berupa kenyataan atau kejadian dan hubungan sebab akibat. Dalam hal ini anak tunarungu kesulitan dalam menghubungkan sebuah peristiwa sebab akibat. Permasalahan umum yang dihadapi oleh siswa tunarungu adalah kurang dapat memahami hal yang bersifat abstrak dan verbal, padahal dalam proses belajar mengajar kemampuan verbal sangat diutamakan untuk penyampaian materi. Selain itu sifat IPA yang cenderung memerlukan media malah yang terlihat banyak diajarkan dengan metode penjelasan sehingga apa yang didapatkan anak tunarungu pun tidak maksimal. Pembelajaran IPA merupakan interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan. Pembelajaran IPA merupakan sebuah sistem, yang terdiri atas komponen-komponen masukan pembelajaran, proses pembelajaran dan keluaran pembelajaran. Komponen masukan pembelajaran adalah komponen yang diperlukan proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan maksimal yang meliputi kurikulum, guru, metode pembelajaran, media pembelajaran, sarana/prasarana pembelajaran, lingkungan dan peserta didik. Dengan adanya ketersediaan komponen-komponen masukan pembelajaran yang lengkap akan menyebabkan proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan akhirnya hasilnya/keluaran pembelajaran pun sesuai 17

5 dengan yang diharapkan yaitu peserta didik yang berhasil, dalam hal ini adalah siswa tunarungu yang berhasil. Berdasarkan alasan tersebut, maka perlu dilakukan penggalian informasi mengenai proses pembelajaran IPA di SLB bagi anak tunarungu, baik dalam perencanaan, pelaksanaan serta penilaian pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan guru yang professional dituntut untuk mampu menyusun perangkat perencanaan pembelajaran meliputi silabus dan RPP yang mengikuti standar proses, pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti perencanaan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan anak didik, melakukan penilaian hasil belajar dan mengkondisikan kelas agar sesuai dengan perencanaan yang dilakukan (BSNP, 2007). Oleh karena itu, penelitian ini merupakan kajian menarik dan urgen yang bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu di SLB Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian ini diharapkan memberi umpan balik terhadap pendidik dan pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran IPA di SLB. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dipergunakan yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Arikunto (2010: 3) menjelaskan penelitian deskriptif adalah Penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal lain-lain, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Sejalan dengan hal tersebut Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi tertentu (Sanjaya, 2013: 59). Subjek dalam penelitian adalah sesuatu yang dijadikan responden dalam penelitian. Subjek penelitian ini adalah siswa tunarungu yang berada di kelas XI SLB se-kabupaten Sukoharjo. Dengan demikian sumber data utama penelitian yang bersifat deskritif kualitatif ini adalah semua yang terkait kedalam pembelajaran IPA di kelas XI untuk anak tunarungu ini seperti siswa, guru, dan kepala sekolah yang membantu pembelajaran IPA tersebut. Data dikumpulkan melalui wawancara, studi 18

6 dokumen, dan observasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interpretatif dengan teknik triangulasi sumber informasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pendeskripsian hasil penelitian ini, peneliti mengambil data meliputi observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Berdasarkan kisi-kisi yang telah dirancang hasil penelitian pun dideskripsikan sebagai berikut : A. Pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu kelas XI di SLB Kabupaten Sukoharjo Pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu kelas XI dalam penelitian ini meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penilaian (evaluasi). 1. Perencanaan pembelajaran IPA Berdasarkan hasil penelitian, guru kelas XI telah membuat silabus dan RPP. Pembuatan silabus dan RPP ini disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran dan karakteristik siswa. Tetapi dalam pelaksanaannya silabus dan RPP ini mengalami perubahan-perubahan karena kemampuan siswa tunarungu yang beragam sehingga disesuaikan dengan kemampuan akademik masing-masing siswa. 2. Pelaksanaan pembelajaran IPA Berdasarkan hasil penelitian, guru kelas XI telah melaksanakan pembelajaran sudah sistematik sesuai dengan silabus dan RPP yang dibuat dan melakukan beberapa perubahan karena disesuaikan dengan kemampuan penerimaan dan akademik masing-masing siswa. Sehingga target yang harus dicapai dan sudah ditentukan dalam silabus dan RPP sering meleset. Guru sudah menggunakan metode yang bervariasi seperti ceramah, drill, tanya jawab, demonstrasi dan eksperimen. Variasi ini dilakukan agar siswa kelas XI mengerti setiap pembelajaran yang guru berikan. Hanya saja dalam penyampaian materi IPA metode ceramah masih mendominasi karena waktu yang tidak cukup ketika ingin menerapkan metode lain dan materi yang diberikan cukup banyak sehingga menyebabkan materi yang diberikan tidak maksimal lagi. 19

7 Penggunaan media dalam pembelajaran IPA juga kurang maksimal karena keterbatasan media yang dimiliki sekolah. Guru hanya menggunakan alat yang seadanya dan yang dimiliki sekolah saja. Penggunaan media ini monoton karena guru hanyamenggunakan yang tersedia di sekolah. Hal ini menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam belajar IPA. Padahal ada banyak media yang dapat digunakan untuk pembelajaran IPA. Keterbatasan pelaksanaan pembelajaran IPA ini adalah tidak adanya buku teks atau bacaan yang bisa dibawa pulang siswa untuk belajar mandiri di rumah sehingga selama proses pembelajaran mengharuskan guru untuk menjelaskan dan membuat catatan. Karena tidak memiliki buku teks, siswa tidak bisa belajar materi terlebih dahulu sebelum proses pembelajaran berlangsung. Sehingga pengetahuan awal siswa mengenai materi yang akan diajarkan pun sangat minim. 3. Penilaian Pembelajaran IPA Berdasarkan hasil penelitian, penilaian dilakukan melalui kegiatan ujian tengah semester dan ujian semester. Sedangkan untuk penilaian ulangan harian jarang dilakukan karena guru lebih fokus dalam mengejar materi pembelajaran yang cukup banyak. B. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu kelas XI di SLB Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa kendala yang dihadapi selam pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu : 1. Siswa masih terlihat pasif dalam penerimaan materi yang diajarkan oleh guru. Kepasifan siswa ini terlihat ketika siswa dilakukan tanya jawab, dan anak tidak mau bertanya jika ada materi yang belum paham. 2. Siswa tidak memperhatikan saat guru menyampaikan materi pembelajaran, terutama ketika guru sedang membuat catatan di papan tulis. 20

8 Siswa secara diam-diam melakukan kegiatan seperti berbicara dengan teman, keluar masuk kelas, dan bermain hp. 3. Beberapa metode yang diterapkan seperti diskusi, kerja kelompok dan eksperimen memerlukan waktu yang lama dan tempat yang memadai agar pelaksanaannya dapat terlaksana dengan baik. Sedangkan alokasi waktu pelajaran hanya sedikit (40 menit). Sehingga untuk menerapkan metode tersebut kekurangan waktu. Jika bisa diterapkan materi yang tercapai sangat sedikit. 4. Penggunaan media yang kurang maksimal. Lebih banyak menggunakan media papan tulis dan gambar. Hal ini membuat pembelajaran IPA menjadi monoton dan minat siswa sangat kurang sehingga siswa menjadi sering keluar masuk kelas. 5. Minimnya ketersediaan buku teks. Sekolah hanya memiliki 2 buku teks IPA khusus SMALB. Sehingga siswa tidak memiliki buku pelajaran IPA yang dapat dibawa pulang untuk belajar mandiri di rumah. Sedangkan anak malas untuk mencari sumber informasi lain misalnya melalui internet atau perpustakaan. C. Usaha-usaha yang dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu kelas XI di SLB Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan hasil penelitian, usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu adalah sebagai berikut : 1. Melibatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran melalui variasi penggunaan metode dan media. 2. Adanya bimbingan dari guru kepada siswa agar siswa lebih memperhatikan ketika pembelajaran berlangsung. 3. Menerapkan variasi metode yang lain yaitu metode latihan dan penugasan agar siswa tunarungu tidak kesulitan dengan metode ceramah yang selalu dipakai oleh guru kelas. 4. Membawa anak ke media aslinya misalnya melihat benda konkrit yang bisa menunjang pelaksanaan pembelajaran IPA tersebut. 21

9 5. Memberikan catatan mengenai materi yang dibahas pada hari tersebut. Sehingga ketika ujian siswa memiliki bahan untuk bisa dipelajari. Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki keterbatasan dalam pendengarannya namun dalam segi intelektualnya sama dengan anak normal lainnya. Anak tunarungu dalam segi pembelajaran sangat memerlukan media/objek agar mereka dapat lebih paham dalam menerima pembelajaran IPA karena mereka memiliki keterbatasan dalam komunikasi dan kemampuan verbal sehingga jika guru hanya menggunakan metode ceramah/menjelaskan secara verbal saja maka siswa tunarungu tidak akan paham tentang materi yang dijelaskan. Pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu yang diterapkan SLB di Kabupaten Sukoharjo masih kurang sesuai dengan kemampuan anak tunarungu. Menurut Nasichin (2002: 17) menyatakan bahwa : 1. Menetapkan bidang-bidang atau aspek kesulitan belajar yang akan ditangani. 2. Menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pembelajaran remedial, penambahan latihan dan penguasaan pembelajaran. 3. Menyusun program pembelajaran individual sesuai dengan kebutuhan khusus bagi anak yang berkesulitan belajar dan anak berkebutuhan khusus. Sehingga pelaksanaan pembelajaran IPA di SLB Kabupaten Sukoharjo bagi anak tunarungu kelas XI ini kurang terlaksana dengan baik. Sehingga agar pelaksanaan pembelajaran IPA dapat berjalan baik diperlukan program pembelajaran individual yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing siswa. Bagi pendidikan anak berkebutuhan khusus, penggunaan media pembelajaran merupakan komponen yang penting dari sistem pendidikan yang diselenggarakannya. Media pembelajaran yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah media yang telah dimodifikasi sesuai dengan tingkat kebutuhan para peserta didik karena tidak semua media yang berada di masyarakat dapat digunakan dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Ketidaksesuaian media pembelajaran dengan tingkat kebutuhan anak berkebutuhan khusus menyebabkan anak berkebutuhan khusus (ABK) belum 22

10 termotivasi sekaligus mengembangkan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Oleh karena itu diperlukan pengembangan media pembelajaran yang diupayakan sesuai dengan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus sehingga media pembelajaran tersebut dapat dimanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media tersebut dan menghindari hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus (ABK). Dalam Musfiqon (2012: 118), kriteria pemilihan media yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Kesesuaian dengan tujuan Pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Maka pemilihan media hendaknya menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan tersebut. Kehadiran media dalam pembelajaran adalah untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu, media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaranlah yang dapat berfungsi secara optimal. 2) Ketepatgunaan Tepat guna dalam konteks media pembelajaran diartikan pemilihan media telah didasarkan pada kegunaan. Jika media itu dirasakan belum tepat dan belum berguna maka tidak perlu dipilih dan digunakan dalam pembelajaran. 3) Keadaan peserta didik Kriteria pemilihan media yang baik adalah disesuaikan dengan keadaan peserta didik, baik keadaan psikologis, filosofis, maupun sosiologis anak. Sebab media yang tidak sesuai dengan keadaan anak didik tidak dapat membantu banyak dalam memahami materi pembelajaran. 4) Ketersediaan Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran, media tersebut tidak dapat digunakan jika tidak tersedia. 23

11 5) Biaya kecil Faktor biaya seringkali menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan media pembelajaran. Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan menggunakan media hendaknya benar-benar seimbang dengan hasil-hasil yang akan dicapai. 6) Keterampilan guru Aspek keterampilan guru ini seringkali menjadi kendala tersendiri dalam proses pemilihan media. Banyak guru yang memilih media sederhana dengan alasan tidak bisa mengoperasionalkan media yang lebih canggih atau modern. Padahal dari sisi hasil media yang lebih canggih bisa menghasilkan pembelajaran yang lebih optimal. 7) Mutu teknis Kualitas media jelas mempengaruhi tingkat ketersampaian pesan atau materi pembelajaran kepada anak didik. Untuk itu, media yang dipilih dan digunakan hendaknya memiliki mutu teknis yang bagus. Berdasarkan uraian di atas, pemilihan media bagi anak tunarungu juga harus memenuhi kriteria tersebut agar didapatkan hasil yang maksimal. Hanya saja dalam prakteknya pemilihan media masih belum disesuaikan dengan karakteristik anak karena guru hanya menggunakan media yang dimiliki sekolah saja, jika tidak ada maka penyampaian materi dilakukan dengan ceramah. Dalam Sartika (2013: 42), mengemukakan bahwa anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam berbicara dan mendengar, sehingga media pembelajaran yang cocok untuk anak tunarungu adalah media visual dan cara menerangkannya dengan Bahasa bibir/gerak bibir. Salah satu jenis media visual adalah media cetak yang dapat berupa buku, modul, majalah, koran dan sebagainya. Pemilihan media visual ini disebabkan karena indera penglihatan merupakan indera yang tersisa dan pengaruhnya paling besar dalam menerima pembelajaran dibandingkan indera lainnya. Hal yang sama mengenai anak tunarungu merupakan pembelajar visual disampaikan oleh Marlon Kuntze, Debbie Golos and Charlotte Enns (2014) yang menyebutkan bahwa in deaf education the fact that deaf children are by nature visually oriented has been historically marginalized in favor of focusing on a lack 24

12 of auditory access.sehingga media yang efektif digunakan bagi anak tunarungu adalah media visual, yang dapat memberikan gambaran konkrit tentang peristiwa dalam pembelajaran IPA. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu masih belum berjalan dengan optimal meskipun sudah sistematis sesuai silabus dan RPP 2. Ada beberapa kendala yang dialami selama pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu terutama dalam penerapan metode dan penggunaan media. 3. Sudah dilakukan beberapa usaha untuk mengatasi kendala yang dialami selama pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu. 2. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka diharapkan kepada seluruh pihak yang terkait dalam sekolah agar membantu berjalanannya pelaksanaan pembelajaran IPA bagi anak tunarungu pada kelas XI. 2. Bagi guru Bagi guru agar dapat memotivasi lagi siswa dalam pelaksanaan pembelajaran IPA karena guru yang merupakan tenaga pendidik dan fasilitator. 3. Bagi orang tua Dukungan orang tua merupakan pensupport anak untuk pelaksanaan pembelajaran IPA, dengan bantuan orang tua anak dapat lebih baik lagi. Jika anak yang kurang perhatiannya dari orang tua akan menyebabkan anak 25

13 menjadi malas untuk belajar, karena hal tersebut orang tua dapat mencarikan jalan yang terbaik untuk masa depan anaknya kelak. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. BSNP Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Cahya, Laili S. (2013). Buku Anak untuk ABK. Yogyakarta : Familia Marlon Kuntze, Debbie Golos, Charlotte Enns Rethinking Literacy : Broadening Opportunities for Visual Learners. Sign Language Studies. Volume 14, Number 2, Winter 2014, pp Musfiqon Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran.Jakarta : Prestasi Pustaka Karya. Nasichin Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Sanjaya, M Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep: Karakteristik dan Implementasi.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sartika, Y Ragam Media Pembelajaran Adaptif untuk Anak Berkebutuhan Khusus.Yogyakarta : Familia 26

PENGEMBANGAN MAJALAH EDUCA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPA PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA UNTUK SISWA TUNARUNGU KELAS XI SMALB

PENGEMBANGAN MAJALAH EDUCA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPA PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA UNTUK SISWA TUNARUNGU KELAS XI SMALB PENGEMBANGAN MAJALAH EDUCA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPA PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA UNTUK SISWA TUNARUNGU KELAS XI SMALB 1 Dieni Laylatul Zakia, 2 Sri Yamtinah, 3 Sunardi 1, 3) Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 1 TENTANG: PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: HAKIKAT PENDIDIKAN KHUSUS 1.1 Definisi dan Jenis Kebutuhan Khusus... 1.3 Latihan... 1.15 Rangkuman... 1.16 Tes Formatif 1..... 1.17 Penyebab dan Dampak

Lebih terperinci

Pemilihan dan Penggunaan Media dalam Pembelajaran IPA Siswa Tunarungu Kelas XI Di Kabupaten Sukoharjo

Pemilihan dan Penggunaan Media dalam Pembelajaran IPA Siswa Tunarungu Kelas XI Di Kabupaten Sukoharjo Jurnal Sainsmat, Maret 2016, Halaman 23-29 Vol. V, No. 1 ISSN 2086-6755 http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Pemilihan dan Penggunaan Media dalam Pembelajaran IPA Siswa Tunarungu Kelas XI Di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia sama-sama memiliki kebutuhan, keinginan dan harapan serta potensi untuk mewujudkanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu modal seseorang untuk meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Pada dasarnya setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak,

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki keragaman budaya, perbedaan latar belakang, karakteristik, bakat dan minat, peserta didik memerlukan proses pendidikan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tidak selalu tumbuh dan berkembang secara normal. Ada diantara anak-anak tersebut yang mengalami hambatan, kelambatan,

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (ABK) perlu mendapatkan perhatian khusus baik itu dalam pemerolehan pendidikan maupun penanganan sepanjang fase hidupnya karena berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KETERAMPILAN BELAJAR PENYETELAN KARBURATOR BAGI SISWA TUNA RUNGU

STUDI TENTANG KETERAMPILAN BELAJAR PENYETELAN KARBURATOR BAGI SISWA TUNA RUNGU 234 STUDI TENTANG KETERAMPILAN BELAJAR PENYETELAN KARBURATOR BAGI SISWA TUNA RUNGU Rezka B. Pohan 1, Wahid Munawar 2, Sriyono 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang terbilang pokok bagi kehidupan setiap manusia. Mengapa demikian, karena dengan pendidikan seorang manusia bisa mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kualitas manusia dapat dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pendidikan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi bahwa

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS VI DI SLB YPPLB PADANG Oleh : Jean Jua Herlianti 54026/2010

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS VI DI SLB YPPLB PADANG Oleh : Jean Jua Herlianti 54026/2010 Volume 4 Nomor 1 Maret 2015 E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman :60-71 PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS VI DI SLB YPPLB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pra syarat untuk mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah banyak mengangap bahwa anak yang dilahirkan karena suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah banyak mengangap bahwa anak yang dilahirkan karena suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap menusia yang terlahir di dunia ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dan kita menyadari bahwasanya setiap anak yang terlahir pastilah ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan bangsa dan negara Indonesia pada umumnya ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu manusia yang cerdas, terampil, kreatif, mau

Lebih terperinci

BUDAYA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI ANAK TUNARUNGU-WICARA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SURAKARTA

BUDAYA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI ANAK TUNARUNGU-WICARA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SURAKARTA BUDAYA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI ANAK TUNARUNGU-WICARA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus di Kelas X-B SLB Negeri Surakarta) Naskah Publikasi Diajukan untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik dalam hal perkembangan potensinya dalam semua aspek. Sejalan dengan perkataan A.

Lebih terperinci

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial. Adaptif Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial. Pelatihan Adaptif Program latihan yang disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan individu secara optimal sehingga dapat hidup mandiri. Pendidikan di Indonesia telah memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan (insight) dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang Crow

Lebih terperinci

Implementasi Pendidikan Segregasi

Implementasi Pendidikan Segregasi Implementasi Pendidikan Segregasi Pelaksanaan layanan pendidikan segregasi atau sekolah luar biasa, pada dasarnya dikembangkan berlandaskan UUSPN no. 2/1989. Bentuk pelaksanaannya diatur melalui pasal-pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan sangat dibutuhkan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa

Lebih terperinci

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK Jurnal Pendidikan Rokania Vol. I (No. 1/2016) 20-26 20 PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK Oleh Nia Purnama Sari Dosen Program Studi Pendidikan Jasmani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Pendidikan diberikan kepada seorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara terencana, sistematis, dan logis.pendidikan diharapkan dapat membentuk sumber daya manusia yang siap menghadapi kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan secara sadar untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan menjadi sesuatu hal yang sangat

Lebih terperinci

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara GUBERNUR BENGKULU PERATURAN GUBERNUR PROVINSI BENGKULU NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEI{YELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Nur Hidayati, Sukarno, Lies Lestari PGSD, FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Slamet Riyadi

Lebih terperinci

Melalui pembelajaraan kooperatif setting inklusif dapat meningkatkan hasil belajar pengukuran siswa tunadaksa kelas VI SDLB Negeri Sabang

Melalui pembelajaraan kooperatif setting inklusif dapat meningkatkan hasil belajar pengukuran siswa tunadaksa kelas VI SDLB Negeri Sabang Jurnal Ekonomi, Pendidikan dan Sains (JEPS) Jurnal Ekonomi, Pendidikan dan Sains, 1(2), 2017,126-134 Melalui pembelajaraan kooperatif setting inklusif dapat meningkatkan hasil belajar pengukuran siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan dengan berbagai keberagaman dimana terdapat persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri setiap inividu. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM MATERI SHOLAT BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB SUKOHARJO

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM MATERI SHOLAT BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB SUKOHARJO PELAKSANAAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM MATERI SHOLAT BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB SUKOHARJO Nurian Anggraini, Dwi Aris Himawanto, Abdul Salim Pascasarjana Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang telah mengalami banyak perkembangan, majunya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut juga dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu

Lebih terperinci

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara yang telah ditunjuk untuk menyelenggarakan Sekolah Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pendidikan adalah hak bagi setiap anak, termasuk anak dengan disabilitas atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat. Secara umum pendidikan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi. Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan menuntut adanya perubahan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah secara umum agar peserta didik terampil berbahasa Indonesia dengan benar, yaitu dalam kecakapan menyimak, berbicara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana komunikasi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana komunikasi di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia di masyarakat. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana komunikasi di dalam segala bidang kehidupan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan pasal 31 ayat 2 yang berbunyi Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pembelajaran merupakan sebuah proses yang di dalamnya melibatkan berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran

Lebih terperinci

BLANGKO IJAZAH. 1. Blangko Ijazah SD

BLANGKO IJAZAH. 1. Blangko Ijazah SD SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 028/H/EP/2015 TENTANG BENTUK, SPESIFIKASI, DAN PENCETAKAN BLANGKO IJAZAH PADA SATUAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Akselerasi atau Program Percepatan Belajar atau terakhir istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kejadian diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus sering kali terjadi di Indonesia. Menurut Komnas HAM, anak berkebutuhan khusus yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk

Lebih terperinci

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Siapakah?

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Siapakah? Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Siapakah? Anak Berkebutuhan Khusus yang sering disebut anak ABK adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, hak manusia dalam memperoleh pendidikan telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang telah diamandemen, Di

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi tersebut sangatlah penting untuk tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Ki Hajar

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2017 KEMENRISTEK-DIKTI. Pendidikan Khusus. Pendidikan Layanan Khusus. PT. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan pendidikan sangat penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang tercantum dalam Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 31 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian dari perjalanan seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian dari perjalanan seorang manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian dari perjalanan seorang manusia. Pendidikan berawal dari ketika seorang manusia dilahirkan dan berlangsung seumur hidupnya. Pendidikan dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan tergolong sebagai penelitian lapangan (field research) yakni penelitian yang langsung dilakukan atau pada responden. 1 Oleh karena

Lebih terperinci