BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta cukup pesat.
|
|
- Yuliana Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta cukup pesat. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya wisatawan domestik dan mancanegara yang berkunjung ke Yogyakarta. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Desember 2014 tercatat jumlah wisatawan yang menginap di hotel tercatat sebanyak orang yang terdiri dari orang wisatawan nusantara dan orang wisatawan mancanegara. Berdasar jumlah tersebut menginap di hotel bintang sebanyak orang dan orang menginap di hotel non bintang/akomodasi lain 1. Banyak sedikitnya wisatawan yang berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya akan berimplikasi pada banyak sedikitnya hotel atau jenis penginapan lainnya untuk mengakomodasi para wisatawan mancanegara ataupun domestik yang berlibur di Yogyakarta. Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sampai dengan bulan Desember 2014 tercatat hotel berbintang yang aktif beroperasi sebanyak 71 hotel, kemudian untuk akomodasi menurut klasifikasi kelompok kamar, baik hotel melati maupun akomodasi lainnya di seluruh wilayah D.I. Yogyakarta dicacah secara sampel, jumlah sampel terpilih tahun 2014sebanyak 187 hotel dari jumlah populasi usaha akomodasi lainnya 2. 1 Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No. 08/02/34/Th.XVII, 2 Februari Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No. 08/02/34/Th.XVII, 2 Februari 2015.
2 2 Logika berfikir terhadap jumlah wisatawan yang berlibur ke Yogyakarta dan banyaknya jumlah hotel di Yogyakarta maka akan berimplikasi dari semakin banyaknya lapangan kerja yang bersifat padat karya. Banyaknya lapangan kerja akan membutuhkan tenaga kerja. Situasi tersebut akan memunculkan adanya pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja / pekerja, pekerja/tenaga kerja akan membutuhkan adanya pekerjaan yang disediakan oleh pengusaha. Fenomena tersebut termuat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, penyebutan dalam perundangan tersebut dikenal dengan istilah hubungan industrial. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku usaha dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Pelaksanaan hubungan industrial yang dilakukan oleh pengusaha, pekerja dan organisasi pengusaha haruslah menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan (Pasal 103 Ayat (3) UU No.13 Tahun 2003). Memang tujuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sangatlah menjamin adanya kesejahteraan bagi yang terlibat dalam hubungan industrial. Meskipun demikian, bagi komponen yang terlibat dalam hubungan industrial merasakan betapa tidak mudahnya menjaga keharmonisan dalam hubungan industrial. Ketidakmudahan menjaga
3 3 keharmonisan di antara pihak yang terlibat dalam hubungan industrial karena semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga justru mengakibatkan semakin meningkat dan kompleks perselisihan hubungan Industrial. Beberapa faktor penyebabnya adalah terkait dengan persoalan PHK, permasalahan hak yang telah ditetapkan atau mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan ataupun dalam peraturan perundang-undangan. Dinamika di dunia ketenagakerjaan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena akan menghambat terwujudnya pembangunan dibidang ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila dan UUDNRI Penyelesaian perselisihan hubungan industrial harus segera dilaksanakan guna meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual 3 Guna mewujudkan keharmonisan hubungan industrial pemerintah telah mengundangkan sebuah peraturan perundangan terkait penyelesaian perselisihan hubungan industrial yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Peraturan perundangan tersebut menggantikan 2 (dua) peraturan perundangan terdahulu yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1227) dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 93, Tambahan 3 Lilik Mulyadi, Agus Subroto, 2011, Penyelesaiann Perkara Hubungan Industrial dalam Teori dan Praktek, Alumni Bandung, Malang, hlm 61.
4 4 Lembaran Negara Nomor 2686). Kedua perundangan tersebut dirasa sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, karena tidak dapat mengakomodasi perkembangan-perkembangan yang terjadi terutama buruh/pekerja perorangan belum terwadahi sebagai pihak dalam perselisihan hubungan industrial. Spirit dari pembentukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilakukan oleh para pihak yang berselisih atau berkonflik. Hal ini tegas termuat dari adanya mekanisme penyelesaian secara bipartit dan mediasi, konsiliasi, arbitrase yang harus wajib dilalui sebelum mengajukan gugatan ke PHI. Unsur penting penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh pihak yang berkonflik/bersengketa adalah keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh yang mewakili buruh/pekerja dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh dalam mewakili pekerja/buruh bersengketa oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh diatur pada Pasal 25 Ayat (1) Huruf b. Keterlibatan serikat pekerja/serikat buruh mewakili pekerja/buruh yang bersengketa dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilihat dalam kasus posisi dibawah ini. Kasus ini bermula dari adanya pemutusan hubungan kerja dua orang karyawan PT. Griya Asri Hidup Abadi (Hotel Grand Quality Yogyakarta) yang tergabung pada Serikat Pekerja Mandiri Hotel Grand Quality Yogyakarta yakni Ahmad Mustaqim jabatan Bell boy, alamat Jl.Solo km 8,5 Gandekan No 13,
5 5 Depok, Sleman dan Fitriisdianto jabatan P.A. House keeping beralamat di Nayan Rt.04 Rw. 25 Depok Sleman. Terhadap pemutusan hubungan kerja pekerja tersebut merasa terjadi suatu ketidakadilan sehingga melakukan upaya perlawanan dengan mengajukan gugatan ke PHI Yogyakarta. Namun dengan terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan pemutusan hubungan kerja dengan bipartit, bipartit mengalami kebuntuan kemudian diselesaikan secara mediasi oleh mediator dari PHI. Hasil dari mediasi mengalami kebuntuan juga. Berbekal dengan Risalah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dari Mediator tertanggal 14 Juli 2014 mengajukan gugatan di PHI. Gugatan tersebut diregister oleh PHI Yogyakarta dengan Nomor Perkara 11/Pdt.Sus- PHI/2014/PN.Yyk. Penggugat I adalah Ahmad Mustaqim jabatan Bell boy, alamat Jl.Solo km 8,5 Gandekan No 13, Depok, Sleman. Penggugat II adalah Fitriisdianto jabatan P.A. House keeping beralamat di Nayan Rt.04 Rw. 25 Depok Sleman. Pihak tergugat adalah PT. Griya Asri Hidup Abadi (Hotel Grand Quality Yogyakarta) berkedudukan di Jalan Adisucipto No. 48 Yogyakarta 55281, diwakili oleh Direktur PT Griya Asri Hidup Abadi. Hal menarik pada acara persidangan tersebut adalah pekerja yang melakukan gugatan didampingi oleh Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) sebagai kuasa hukum. Umumnya kuasa hukum dalam beracara di persidangan adalah seorang Advokat. Mendasarkan pada uraian latar belakang dan kasus posisi di atas penulis tertarik untuk mengkaji dalam bentuk penulisan hukum atau skripsi dengan judul, Tinjauan tentang Legalitas Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja
6 6 Mandiri Indonesia) Dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta Sebagai Kuasa Hukum (Studi Kasus 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Yyk). B. Rumusan Masalah 1. Bagaiamanakah FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) dapat beracara sebagai kuasa hukum dalam perkara nomor 11/Pdt.Sus- PHI/2014/PN.Yyk? 2. Bagaimanakah implikasi dari pengurus serikat pekerja yang beracara di Pengadilan Hubungan Industrial mewakili anggotanya tanpa dibuat surat kuasa khusus? C.Tujuan Adapun tujuan dari penulisan hukum yang berjudul Tinjauan tentang Legalitas Serikat Pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) Dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta Sebagai Kuasa Hukum (Studi Kasus 11/Pdt.Sus- PHI/2014/PN.Yyk) terdiri atas 2 (dua) tujuan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan, yaitu : a. Tujuan Subjektif : Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun mata kuliah Penulisan Hukum guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. b. Tujuan Objektif : a. Untuk mengetahui, mengkaji serta memahami legalitas serikat pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia)
7 7 dapat beracara sebagai kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial; b. Untuk mengetahui keabsahan dan dampak dari pengurus serikat pekerja/serikat buruh mewakili anggotanya dalam berperkara di PHI tanpa adanya surat kuasa; c. Untuk mengetahui, mengkaji serta memahami kendala yang ditemui oleh pekerja FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia) dalam beracara di Pengadilan Hubungan Industrial. D. Manfaat Manfaat yang akan diperoleh dari penulisan hukum ini dapat peneliti bagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu : a. Manfaat Akademis Diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum, dan menjamin kepastian hukum mengenai kewenangan serikat pekerja beracara sebagai kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial. b. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk memberikan masukan baik berupa saran atau solusi atas masalah yang terjadi di dalam praktek saat serikat pekerja mewakili pekerja beracara sebagi kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial. E. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis
8 8 telah melakukan penelusuran dan pencarian pada media masa, cetak dan perpustakaan. Penulis menemukan penelitian sebelumnya dengan pokok bahasan mengenai pelaksanaan dan kendala atau hambatan kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapatan oleh serikat pekerja pada PT Primissima yang ditulis/diteliti oleh Rasyid Kurniawan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada NIM 05/185487/HK/16945 dengan judul Pelaksanaan Hak Berserikat Kebebasan Berserikat, Berkumpul dan Berpendapat dalam Menyelenggarakan Serikat Buruh/ Serikat Buruh yang Bebas, Terbuka, Mandiri, Demokratis, dan Bertanggug Jawab pada Serikat Buruh/ Serikat Pekerja PT. PRIMISSIMA (PERSERO). Penulisan yang dilakukan oleh penulis mengkaji mengenai salah satu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada serikat pekerja / serikat buruh untuk beracara mewakili buruh / pekerja sebagai kuasa hukum di PHI, dengan melakukan studi kasus perkara nomor 11/Pdt.Sus- PHI/2014/PN.Yyk.
BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelesaiannya diperlukan institusi yang mendukung mekanisme penyelesaian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era industralisasi di atas kemajuan pengetahuan dan teknologi informasi, perselisihan hubungan industrial menjadi semakin kompleks, untuk penyelesaiannya diperlukan
Lebih terperinciSILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi
SILABUS A. Identitas Mata Kuliah 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi 3. Kode Mata kuliah : 4. Jumlah SKS : 2 B. Deskripsi Mata Kuliah Perselisihan
Lebih terperinciUU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hakikat manusia adalah menggerakkan hidup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat terjadi apabila manusia memiliki
Lebih terperinciIII. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Lebih terperinciPeran Serikat Pekerja Dalam Dinamika
Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Hubungan Industrial Purwanto HCS Expert PT. Angkasa Pura I Jakarta, 16 Desember 2016 Agenda : 1. Referensi 2. Organisasi Profesi dan Organisasi Pekerja 3. Hubungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang
Lebih terperinciAnda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial
Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR
BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah, sehingga tercipta
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan masyarakat adil dan makmur adalah salah satu tujuan Indonesia merdeka. Oleh karena itu negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya
Lebih terperinciSetiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.
PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan
Lebih terperinciOleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon
UPAYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT, MEDIASI DAN KONSILIASI, SEBUAH KAJIAN YURIDIS Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon ABSTRAK Dengan meningkatnya
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.
PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2
PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak pihak. Permasalahan tenaga kerja yang menimbulkan konflik-konflik pada buruh, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu mejadi hal yang sulit baik bagi pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali menimbulkan ketidakpuasan
Lebih terperinciPPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum
1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
Lebih terperinciSerikat Pekerja dan Hubungan Industrial
MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan
Lebih terperinciMSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. 1 Perlindungan terhadap tenaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang berkembang. Oleh karena itu, pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah usaha yang menghasilkan barang dan jasa tidak terlepas antara perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya tujuan yang diinginkan perusaahaan.
Lebih terperinciII. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 68/PUU-XIII/2015 Implikasi Interpretasi Frasa Anjuran Mediator dan Konsiliator pada Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi antara Serikat Pekerja dengan PT Andalan Fluid di Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kota Bogor
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014
PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh : Moh. Iswanto Sumaga 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimanakah bentukbentuk sengketa setelah
Lebih terperinciChristian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI
Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan
Lebih terperinciPerselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan: Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasioal karena
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum
Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum
Lebih terperinciPROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial
Lebih terperincifile://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm
Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan jasa dari para pekerja dan pekerja mengharapkan upah dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia saat ini berkembang secara pesat. Perusahaan-perusahaan bermunculan dan bersaing secara ketat di pasar global. Perusahaan-perusahaan berupaya
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan perlu dilakukan upaya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan
Lebih terperinci: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Peran Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada kedudukan-kedudukan tertentu dalam masyarakat, kedudukan dimana dapat dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat manusia tersebut berada dalam keadaan yang tertekan. Aktivitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas kehidupan sehari-hari manusia yang semakin komplek membuat manusia tersebut berada dalam keadaan yang tertekan. Aktivitas kehidupan sehari-hari manusia
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015
PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh: Anjel Ria Meiliva Kanter 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciLex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017
PENYELESAIAN SENGKETA TENAGA KERJA MELALUI JALUR PENGADILAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1 Oleh : Isshak Assa 2 ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi
Lebih terperinciUndang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB
Lebih terperinciTINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JANUARI , 39 %
No. 12/04/34/TH.X, 01 April 2008 TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2008 42, 39 % Pada Januari 2008 Tingkat Penghunian Kamar hotel (TPK) pada hotel bintang Provinsi D.I.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) merupakan upaya dalam menciptakan kembali sebuah hubungan yang harmonis, antara pengusaha atau gabungan pengusaha
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciPrinsip Dasar PPHI dan Macam-Macam Perselisihan. Disusun oleh : M. Fandrian Hadistianto
Prinsip Dasar PPHI dan Macam-Macam Perselisihan Disusun oleh : M. Fandrian Hadistianto Penyelesaian Sebelum UU PPHI (UU nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial) Berlaku
Lebih terperinciTINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 59,53 PERSEN
No. 31/06/34/Th.XVIII, 1 Juni 2016 TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 59,53 PERSEN Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang di D.I. Yogyakarta secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerapan prinsip cepat dalam penyelesaian sengketa ketenagakerjaan (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana mestinya, padahal prinsip
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NO. PER.02/MEN/1999 TENTANG PEMBAGIAN UANG SERVICE PADA USAHA HOTEL, RESTORAN DAN USAHA PARIWISATA LAINNYA MENTERI
Lebih terperinciTINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 52,97 PERSEN
No. 23/05/34/Th.XVIII, 2 Mei 2016 TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN MARET 2016 SEBESAR 52,97 PERSEN Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang di D.I. Yogyakarta secara
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 32/MEN/XII/2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinci*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh I. PEMOHON M.Komarudin dan Muhammad Hafidz, sebagai perwakilan dari Federasi
Lebih terperinciMahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkup khusus. 1 Kekhususan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut
Lebih terperinciBAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Bipartit Sebagai Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Hubungan Industrial 2.1.1 Pengertian dan fungsi hubungan industrial Istilah hubungan
Lebih terperinciTINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 49,84 PERSEN
No. 26/05/34/Th.XVII, 4 Mei 2015 TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN MARET 2015 SEBESAR 49,84 PERSEN Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang di D.I. Yogyakarta secara
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pekerja / buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan
51 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hubungan Industrial yang merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja / buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, sehingga mencuat menjadi konflik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang
Lebih terperinci3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.10/MEN/V/2005 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Konsiliator Serta Tata Kerja Konsili
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG HONORARIUM/IMBALAN JASA BAGI KONSILIATOR DAN PENGGANTIAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK
Lebih terperinciHUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah
Lebih terperinciTINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2015 SEBESAR 67,11 PERSEN
No. 07/02/34/Th.XVIII, 1 Februari 2016 TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2015 SEBESAR 67,11 PERSEN Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang di D.I. Yogyakarta
Lebih terperinciTINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 53,16 PERSEN
No. 34/06/34/Th.XVII, 1 Juni 2015 TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK) HOTEL BINTANG D.I. YOGYAKARTA BULAN APRIL 2015 SEBESAR 53,16 PERSEN Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang di D.I. Yogyakarta secara
Lebih terperinciGubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENCATATAN, PERUBAHAN ORGANISASI DAN PEMBUBARAN
Lebih terperinciSILABI MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN
` SILABI MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN Fakultas : Syari ah Jurusan/ Prodi : Hukum Bisnis Syariah Mata Kuliah : Hukum Kode Mata Kuliah : SKS : 2 Standar Kompetensi : Mahasiswa memahami secara universal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015
Lebih terperinciPROSEDUR PENGAJUAN PHK MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI) (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 12/G/2009/PHI.PN.MDN) S K R I P S I.
PROSEDUR PENGAJUAN PHK MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI) (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 12/G/2009/PHI.PN.MDN) S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Lebih terperinci