BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. PENYESUAIAN SOSIAL A.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu bagian dari penyesuaian diri. Oleh karena itu, ketika membahas penyesuaian sosial akan banyak merujuk pada konsep penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Penyesuaian sosial merupakan keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 1997). Schneiders (1964) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai the capacity to react adequately to social realities, situation and relations. Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial, situasi dan relasi sosial. Lebih jelasnya, Schneiders (1964) menyatakan penyesuaian sosial sebagai berikut, Social adjustment signifies the capacity to react effectively and wholesomely to social realities, situation and relations so that the requirements for social living are fulfilled in an acceptable and satisfactory manner. Penyesuaian sosial adalah kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar terhadap realita, situasi, dan hubungan

2 sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Mu tadin (dalam Vianawati, 2008) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai suatu proses saling mempengaruhi antar individu yang menghasilkan suatu pola kebudayaan dan tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang dipatuhi, demi tercapainya penyelesaian bagi persoalanpersoalan hidup. Menurut Mu tadin (dalam Wahyuni, 2009) individu juga mempelajari keterampilan-keterampilan sosial yang diperlukan dalam penyesuaian sosial, meliputi: a. Kemampuan berkomunikasi, b. Menjalin hubungan dengan orang lain, c. Menghargai diri sendiri dan orang lain, d. Mendengarkan pendapat dan keluhan dari orang lain, e. Memberi dan menerima kritik, f. Bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku. Penyesuaian sosial adalah kesanggupan untuk mereaksi secara efektif dan harmonis terhadap realitas sosial dan situasi sosial, bisa mengadakan reaksi sosial yang sehat, bisa menghargai hak-hak sendiri di dalam masyarakat, bisa bergaul dengan orang lain dan membina persahabatan yang kekal sehingga rasa permusuhan, iri hati, persaingan, dengki dan emosi negatif dapat terkikis (Kartono, 1989). Gerungan (1996) menyatakan bahwa penyesuaian sosial

3 merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengubah diri dan keinginan agar sesuai dengan keadaan lingkungan atau kelompok. Berdasarkan beberapa definisi penyesuaian sosial yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan penyesuaian sosial adalah kemampuan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan harapan orang lain, yang ditunjukkan dengan memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang menyenangkan, serta dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga ia mampu merasa puas terhadap dirinya dan orang lain. A.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial erat kaitannya dengan penyesuaian diri karena penyesuaian sosial merupakan bagian dari penyesuaian diri. Schneiders (1964) mengelompokan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri sebagai berikut: a. Physical condition (kondisi jasmaniah) meliputi: 1. Pengaruh pembawaan dan struktur jasmaniah Beberapa ciri kepribadian memiliki hubungan dengan struktur jasmaniah yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pembawaan, dapat diwariskan secara genetis terutama dengan perantara temperamen. 2. Kesehatan dan kondisi jasmaniah Kualitas penyesuaian diri yang baik dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmani yang sehat. Orang yang memiliki penyakit jasmani kemungkinan memiliki kurang percaya diri, perasaan rendah diri,

4 ketergantungan, dan perasaan ingin diperhatikan oleh orang lain. Namun tidak semua orang yang memiliki penyakit jasmani tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik. b. Development and maturation (perkembangan dan kematangan) Perkembangan dan kematangan mempunyai hubungan yang erat dengan proses penyesuaian diri, dalam arti bahwa proses penyesuaian diri itu akan banyak tergantung pada tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapai. Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instingtif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia, anak juga matang untuk melakukan respon, proses ini menentukan pola-pola penyesuaian sosial. c. Psychological condition (kondisi psikologis) Banyak sekali faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri. Diantaranya adalah faktor pengalaman, frustasi, konflik, iklim psikologis dan lain-lain. Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam penyesuaian diri, karena melalui proses belajar ini akan berkembang polapola respon yang akan membentuk kepribadian. d. Environmental condition (kondisi lingkungan) 1. Pengaruh rumah dan keluarga. Lingkungan rumah dan keluarga merupakan faktor lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri individu. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan individu.

5 2. Pengaruh masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan tempat individu bergerak, bergaul dan melakukan peran sosial. Sehingga individu sedikit banyak akan terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Pengaruh masyarakat merupakan kondisi-kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. 3. Pengaruh sekolah. Sekolah mempunyai peran yang penting dalam menentukan pola penyesuaian seseorang, karena sekolah mempunyai peran sebagi medium untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral siswa sehingga individu diharapkan mampu mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri. e. Culture and religion (budaya dan agama) 1. Faktor budaya. Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan watak dan tingkah laku individu yang diperoleh melalui media pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan. Budaya yang sehat dalam suatu lingkungan masyarakat akan memberikan pengaruh yang baik kepada anggota masyarakat, begitu pula sebaliknya budaya yang tidak sehat akan mempengaruhi perilaku anggota yang ada di lingkungan tersebut. 2. Pengaruh agama. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan, dan polapola tingkah laku yang akan memberikan arti, tujuan, dan kestabilan hidup kepada umat manusia. Agama memberikan suasana psikologis

6 tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya kemudian memberikan suasana tenang dan damai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyesuaian sosial dapat dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu tersebut dan juga dari luar diri individu. Adapun faktor dalam diri inidividu seperti kondisi jasmani yang sehat, perkembangan dan kematangan melalui proses belajar dan pengalaman, serta kondisi psikologis. Sedangkan faktor luar diri individu, yaitu kondisi lingkungan seperti pengaruh keluarga, masyarakat dan sekolah, serta budaya dan agama juga menjadi indikasi penyesuaian sosial yang baik jika semua berjalan selaras. A.3. Kriteria Penyesuaian Sosial Hurlock (1997) mengatakan terdapat empat kriteria dalam menentukan sejauh mana penyesuaian sosial seseorang mencapai ukuran baik, yaitu sebagai berikut : a) Penampilan nyata melalui sikap dan tingkah laku yang nyata Perilaku sosial individu sesuai dengan standar kelompok atau memenuhi harapan kelompok maka individu akan diterima sebagai anggota kelompok. Bentuk dari penampilan nyata adalah (1) aktualisasi diri yaitu proses menjadi diri sendiri, mengembangkan sifat-sifat dan potensi diri, (2) keterampilan menjalin hubungan antar manusia yaitu kemampuan berkomunikasi, kemampuan berorganisasi, dan (3) kesediaan untuk terbuka pada orang lain, yang mana sikap terbuka adalah sikap untuk bersedia

7 memberikan dan sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain. b) Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok Individu dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa. Bentuk dari penyesuaian diri adalah (1) kerja sama dengan kelompok yaitu proses beregu (berkelompok) yang mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat, (2) tanggung jawab yaitu sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima sesuatu yang dinamakan hak, dan (3) setia kawan yaitu saling berbagi, saling memotivasi dalam kebaikan. c) Sikap sosial Individu dapat menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, terhadap partisipasi sosial, serta terhadap perannya dalam kelompok maka individu akan menyesuaikan diri dengan baik secara sosial. Bentuk dari sikap sosial adalah ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat, berempati, dapat menghormati dan menghargai pendapat orang lain. d) Kepuasan pribadi Individu harus dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial, merasa puas terhadap kontak sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial. Bentuk dari kepuasan pribadi adalah kepercayaan diri, disiplin diri dan kehidupan yang bermakna dan terarah.

8 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria dalam penyesuaian sosial adalah penampilan nyata melalui sikap dan tingkah laku yang nyata seperti kemampuan berkomunikasi dan kemampuan berorganisasi, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi. A.4. Penyesuaian Sosial Remaja Salah satu perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial (Hurlock, 1993). Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial, maka wawasan sosial semakin membaik pada remaja. Sekarang remaja dapat menilai teman-temannya dengan lebih baik, sehingga penyesuaian diri dalam situasi sosial bertambah baik dan pertengkaran menjadi berkurang. Semakin banyak partisipasi sosial, semakin besar kompetensi sosial remaja, seperti terlihat dalam mengadakan pembicaraan, dalam melakukan olahraga, dan permainan yang populer, serta berperilaku baik dalam berbagai situasi sosial.

9 Dengan demikian remaja memiliki kepercayaan diri yang diungkapkan melalui sikap tenang dan seimbang dalam situasi sosial (Hurlock, 1993). Keberhasilan remaja tersebut akan mengantarkannya ke dalam suatu kondisi penyesuaian sosial yang baik dalam keseluruhanya sehingga remaja yang bersangkutan dapat merasa bahagia, harmonis dan dapat menjadi orang yang produktif (Nurdin, 2009). Mereka diharapkan dapat memenuhi tanggung jawab orang dewasa, tetapi berhubung antara pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya masih ada jarak yang cukup lebar, maka kegagalan yang sering dialami remaja dalam memenuhi tuntutan sosial ini menyebabkan frustasi dan konflik-konflik batin pada remaja terutama bila tidak ada pengertian pada pihak orang dewasa (Monks, 2006). Mereka dituntut untuk dapat menentukan sikap pilihannya dan kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungannya agar partisipasinya selalu relevan dalam kegiatan masyarakat. Berdasarkan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, kenyataan memperlihatkan bahwa tidak semua remaja berhasil atau mampu melakukan penyesuaian sosial dalam lingkungannya. Hal ini tampak dari banyaknya keluhan remaja yang dapat diketahui dari berbagai berita atau ulasan mengenai masalah dan perilaku menyimpang remaja dalam berbagai media, baik media cetak maupun elektronik (Setianingsih dkk, 2006). Jika remaja tidak mampu melakukan penyesuaian sosial, maka akan menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menuntut suatu penyelesaian agar tidak menjadi beban yang dapat mengganggu perkembangan selanjutnya. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab

10 mengapa masa remaja dinilai lebih rawan daripada tahap-tahap perkembangan manusia yang lain (Hurlock, 1997). Menghadapi masalah yang begitu kompleks, banyak remaja dapat mengatasi masalahnya dengan baik, namun tidak jarang ada sebagian remaja yang kesulitan dalam melewati dan mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya. Remaja yang gagal mengatasi masalah seringkali menjadi tidak percaya diri, prestasi sekolah menurun, hubungan dengan teman menjadi kurang baik serta berbagai masalah dan konflik lainnya yang terjadi (Milarsari dalam Setianingsih dkk, 2006). Remaja-remaja bermasalah ini kemudian membentuk kelompok yang terdiri dari teman sealiran dan melakukan aktivitas yang negatif seperti perkelahian antar pelajar (tawuran), membolos, minum-minuman keras, mencuri, memalak, mengganggu keamanan masyarakat sekitar dan melakukan tindakan yang dapat membahayakan bagi dirinya sendiri (Setianingsih dkk, 2006). A.5. Penyesuaian Sosial Remaja Tunarungu Penyesuaian sosial sebagai salah satu aspek dari penyesuaian diri individu yang menuju kepada kesesuaian antara kebutuhan dirinya dengan keadaan lingkungan tempat ia berada dan berinteraksi secara efektif dan efisien. Penyesuaian sosial seseorang mencapai ukuran baik menurut Hurlock (1997) dapat dilihat dari penampilan nyata melalui sikap dan tingkah laku yang nyata, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, sikap sosial yang menunjukan sikap menyenangkan terhadap orang lain dan kepuasan pribadi. Penyesuaian

11 sosial akan terasa menjadi penting, manakala individu dihadapkan pada kesenjangan-kesenjangan yang timbul dalam hubungan sosialnya dengan orang lain. Betapapun kesenjangan-kesenjangan itu dirasakan sebagai hal yang menghambat, akan tetapi sebagai makhluk sosial, kebutuhan individu akan pergaulan, penerimaan, dan pengakuan orang lain atas dirinya tidak dapat dielakkan sehingga dalam situasi tersebut penyesuaian sosial akan menjadi wujud kemampuan yang dapat mengurangi atau mengatasi kesenjangan-kesenjangan tersebut (Nurdin, 2009). Kehilangan pendengaran yang dialami remaja tunarungu berdampak pada kemiskinan kosakata, kesulitan berbahasa dan berkomunikasi, efeknya dapat mengalami berbagai hamabatan dalam meniti perkembangannya, terutama pada aspek kecerdasan, dan penyesuaian sosial (Efendi, 2006). Penyesuaian sosial pada remaja tunarungu mengalami hambatan sebagai dampak gangguan pendengaran yang dideritanya. Keterbatasan dalam kemampuan berbahasa/bicara sebagai alat untuk kontak sosial dan mengekspresikan emosinya mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam mengadakan kontak sosial. Hal tersebut juga berdampak pada sikap menarik diri dari lingkungannya, ditambah lagi bila orang sekelilingnya kurang memiliki kepedulian terhadap keberadaannya (Edja Sadjaah dalam Heryati, 2010). Sejalan dengan hal tersebut, Efendi (2006) menjelaskan bahwa terganggunya pendengaran seseorang menyebabkan terbatasnya penguasaan bahasa. Hal ini dapat menghambat kesempatan untuk berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Berangkat dari kondisi yang demikian, seseorang tunarungu

12 seringkali tampak frustasi. Akibatnya ia sering menampakkan sikap-sikap bermusuhan atau menarik diri dari lingkungannya. Keadaan ini semakin tidak menguntungkan ketika beban ini ditambah dengan sikap lingkungan atau tekanan lain yang berasal dari luar diri (keluarga, teman sebaya, masyarakat sekitar) yang berupa cemoohan, ejekan, dan bentuk penolakan lain sejenis dan berdampak negatif. Hal ini tentu membuat penyandang tunarungu semakin merasa tidak aman, bimbang dan ragu-ragu terhadap keberadaan diriya. Beberapa dari mereka yang berhasil mengatasi permasalahannya dikarenakan adanya konsep diri yang positif mengenai dirinya sehingga menampilkan kesan yang baik jika berhubungan dengan orang di sekitarnya (Alfi, 2005). Di samping itu penerimaan yang baik di dalam kelompok sosial juga membantu proses penyesuaian sosial dengan lingkungannya (Wasito, 2010). Mereka mendapat harga diri seperti apa yang mereka harapkan karena orang lain mengakui dan menerima kehadirannya, sehingga mereka merasa aman akan kedudukannya dalam masyarakat (Sastrawinata, 1977). B. METODE KOMUNIKASI B.1. Pengertian Komunikasi Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin communico yang berarti membagi. Yang dimaksud membagi adalah membagi gagasan, ide atau pikiran antara seseorang dan orang lain (Cangara dalam Shoelhi, 2009). Communico berakar dari kata communis yang berarti sama, sama arti atau sama makna (Effendy dalam Shoelhi, 2009). Dalam komunikasi, hakikatnya harus

13 terkandung kesamaan makna atau kesamaan pengertian. Tidak ada kesamaan pengertian diantara mereka yang melakukan komunikasi, komunikasi tidak akan berlangsung. Secara terminologis, para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi dari berbagai perspektif, yakni perspektif filsafat, sosiologis dan psikologis. Dalam perspektif filsafat, komunikasi dimaknai untuk mempersoalkan apakah hakikat komunikator-komunikan, dan bagaimana mereka menggunakan komunikasi untuk berhubungan dengan realitas di alam semesta (Rakhmat dalam Shoelhi, 2009). Aristoteles merumuskan komunikasi pada tiga komponen pokok, yaitu siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan. Dari perspektif sosiologis, Colin Cherry (dalam Shoelhi, 2009) mendefinisikan komunikasi sebagai upaya untuk membuat satuan sosial yang terdiri dari individu-individu dengan menggunakan satuan sosial yang terdiri dari individu-individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Harnack dan Fest (dalam Shoelhi, 2009) menganggap komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang-orang untuk tujuan integrasi intrapersonal dan interpersonal. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa sosiologi menitikberatkan komunikasi dalam konteks interaksi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Dari perspektif psikologis, Hovland, Janis dan Kelly (dalam Shoelhi, 2009) mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang ditempuh seorang individu (komunikator) untuk menyampaikan stimulus (biasanya dengan lambang katakata) guna mengubah tingkah laku orang lain (komunikan). Komunikasi

14 dilakukan untuk mengubah perilaku orang lain, yakni bagaimana caranya agar orang berperilaku atau melakukan tindakan tertentu. Kesimpulannya komunikasi adalah proses interaksi sosial yang dilakukan seorang komunikator untuk menyampaikan pesan kepada pihak komunikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan-tujuan individu atau kelompok. B.2. Proses Komunikasi Dari pengertian komunikasi sebagaimana diutarakan di atas, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut: - Komunikator : orang yang menyampaikan pesan; - Pesan : pernyataan yang didukung oleh lambang; - Komunikan : orang yang menerima pesan; - Media : sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya; - Efek : dampak sebagai pengaruh dari pesan (Effendy, 2004). Dalam komunikasi salah satu pihak menyampaikan pesan (pengirim atau komunikator) kemudian pihak lain yang menerimanya (penerima atau komunikan). Agar dapat berkomunikasi dengan baik dibutuhkan kemampuan komunikasi yaitu kemampuan individu dalam mengolah kata-kata, berbicara secara baik dan dapat dipahami oleh lawan bicara (Sarwono, 1997). Cara penyampaian suatu pesan yang dilakukan seorang komunikator sedemikian rupa, sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan. Pesan

15 yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan perasaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, imbauan, anjuran, dan sebagainya (Effendy, 2004). B.3. Metode Komunikasi Tunarungu B.3.1. Komunikasi Manual Metode ini didasari oleh pandangan yang menyatakan bahwa sesuai dengan kodratnya bahasa yang paling cocok untuk anak tunarungu. Pada abad ke 18 Abbe de L Eppee, seorang pendidik di Perancis memelopori mengajar dengan bahasa isyarat kepada anak-anak tunarungu. Oleh karena itu metode manual sering juga disebut metode Perancis. Isyarat itu dicoba digambarkan menjadi tanda-tanda gambar, seperti tulisan Hieroglyph di Mesir dan tulisan Kanji di Cina. Isyarat-isyarat yang sederhana membutuhkan 3000 sampai 4000 buah tanda gambar (Sastrawinata, 1977). Pengikut Abbe de L Eppee kemudian menyempurnakan tanda gambar isyarat menjadi abjad jari yang lebih sederhana, karena disesuaikan dengan abjad latin. Dengan media abjad jari anak tunarungu dapat mengetahui dan memberitakan namanya, nama-nama anggota keluarganya, nama-nama benda di sekitarnya, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya dan hal-hal yang konkrit lainnya. Buku-buku sederhana yang khusus ditulis untuk anak-anak tunarungu disusun dengan mempergunakan kalimat-kalimat sederhana yang pendek-pendek dengan menghindarkan kata-kata yang bersifat abstrak. Mula-mula abjad jari

16 mempergunakan dua tangan kemudian dipergunakan satu tangan saja (Sastrawinata, 1977). Metode manual memiliki dua komponen dasar (Smith dalam Muawanah. 2009) yaitu bahasa isyarat dan fingerspelling. Yang pertama adalah bahasa isyarat. Adapun isyarat dibagi atas dua yaitu isyarat alamiah dan isyarat formal (Van Uden dalam Bunawan, 1997). Isyarat alamiah yaitu suatu isyarat sebagaimana digunakan penyandang tunarungu (berbeda dari bahasa tubuh), merupakan suatu ungkapan manual (dengan tangan) yang disepakati bersama antar pemakai (konvensional), dikenal secara terbatas dalam kelompok tertentu (esoteric), dan merupakan pengganti kata. Isyarat formal yaitu isyarat yang sengaja dikembangkan dan memiliki struktur bahasa yang sama dengan bahasa lisan masyarakat. Berbagai bentuk bahasa isyarat formal yang dikembangkan antara lain, bahasa isyarat yang dinamakan Sign English atau juga disebut Pidgin Sign English (PSE) yang merupakan gabungan atau campuran antara bahasa isyarat asli/alami dengan bahasa Inggris, bahasa isyarat standar American Sign Language (ASL) untuk menjelaskan kata dan konsep. Metode manual yang kedua adalah fingerspelling. Fingerspelling menggambarkan alfabet secara manual. Posisi-posisi tangan menunjukkan tiap huruf alfabet huruf latin. Fingerspelling biasanya digunakan sebagai pelengkap bahasa isyarat. Jika tidak ada bahasa isyarat untuk satu kata, maka digunakan fingerspelling. Fingerspelling biasanya juga digunakan untuk menyebutkan nama secara tepat atau bila orang tidak yakin akan bahasa isyarat untuk kata tertentu (Smith dalam Muawanah, 2009).

17 Keuntungan metode komunikasi manual adalah metode komunikasi yang sesuai dengan penyandang tunarungu yaitu dunia tanpa suara, sesuai dengan kemampuan remaja tunarungu untuk menerima dan mengeluarkan pikiran-pikiran melalui lambang visual sesuai dengan bahasa ibunya. Kelemahan-kelemanhan metode ini adalah tidak efisien karena banyaknya isyarat yang harus diperlajari, tidak semua pengertian dapat diisyaratkan, dan keragaman isyarat sesuai dengan daerah serta dapat membatasi remaja tunarungu pada lingkungan masyarakat luas (Sastrawinata, 1977). B.3.2. Komunikasi Oral Metode oral dipelopori oleh Samuel Heinecke seorang tokoh pendidikan yang dikembangkan di Jerman. Oleh karena itu metode tersebut kadang-kadang disebut metode Jerman. Secara eksperimental kemampuan berbicara anak tunarungu telah dibuktikan oleh Pedro Ponce de Leon seorang pendidik khusus gangguan pendengaran di Spanyol. Metode ini cepat sekali termashur dengan terjadinya polemik antara pengikut-pengikut Ake de L Eppe dengan pengikutpengikut Samuel Heinicke, dan ternyata metode ini lebih memberikan hari depan yang baik bagi pendidikan anak tunarungu. Dari Jerman metode ini dibawa oleh Johann Conrad Amman ke negeri Belanda dan kemudian meluas ke negara-negara yang lain (Sastrawinata, 1977). Metode komunikasi oral menekankan pada pembimbingan ucapan dan speechreading (membaca ujaran) (David Smith dalam Muawanah, 2009; Moores, 2001, Bunawan, 1997). Dalam program bagi siswa-siswa yang ditekankan pada

18 penggunaan bahasa oral, siswa-siswa tidak didorong untuk menggunakan komunikasi manual. Speechreading menggunakan informasi visual untuk membantu memahami ucapan orang lain. Siswa dilatih memperhatikan gerak bibir, posisi bibir, serta gigi agar dapat memahami apa yang sedang diucapkan. Mereka diajarkan membaca ekspresi wajah yang akan mempermudah pemahaman mereka terhadap apa yang sedang diucapkan (David Smith dalam Muawanah, 2009). Metode ini juga disertakan dengan penggunaan ekspresi wajah dan gesture secara natural (Gravel, 2003). Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah penyandang tunarungu dapat menerima akses kebahasaan yang lebih besar dari lingkungannya, membawa dan mengarahkan penyandang tunarungu kepada kehidupan yang mendekati kehidupan normal atau kehidupan seperti layaknya orang-orang pada umumnya, serta dapat menerima pesan atau mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaannya diharapkan melalui cara-cara yang lazim digunakan oleh anakanak yang mendengar pada umumnya (Gravel, 2003). Keuntungan metode oral yang telah dijabarkan yakni mampu berkomunikasi melalui cara-cara yang lazim digunakan oleh orang normal, yang pada gilirannya dapat memberi remaja tunarungu berbagai kemungkinan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial (Somad, 2010). Kelemahan utama terletak pada keterbatasan kemampuan penyandang tunarungu dalam menangkap dan mengeluarkan bahasa lisan (Sastrawinata, 1977). Sulit dilaksanakan ketika berinteraksi pada jarak yang berjauhan, dan lawan bicaranya seringkali meminta untuk mengulangi pembicaraan berkali-kali

19 (Suparno, 1997). Penggunaan metode komunikasi ini saat membaca ujaran tidak jarang pada akhirnya mereka hanya menebak-nebak karena intonasi dan tanda baca yang tidak nampak (Parmawati, 2012). B.3.3. Komunikasi Total Sejak tahun 1960-an mulai diperkenalkan perpaduan antara metode manual dan metode oral yang disebut dengan metode total (Efendi, 2006). Diawali dari Negara-negara Amerika dan Skandinavia, telah terjadi adanya perubahan secara besar-besaran dari komunikasi oral menuju ke arah komunikasi total dalam program di sekolah-sekolah bagi para penyandang tunarungu, baik sekolahsekolah yang berasrama maupun yang tidak berasrama (Suparno, 1997). Metode komunikasi total dapat berupa gabungan dari metode oral, isyarat, serta fingerspelling (abjad jari). Anak menerima input melalui membaca ujaran, isyarat, dan fingerspelling, kemudian mengekspresikannya melalui bicara, isyarat dan fingerspelling. Isyarat berbeda dengan fingerspelling, dengan isyarat memungkinkan mereka menggambarkan ide atau kata-kata secara lengkap dari pada menggunakan fingerspelling (Moores, 2001). Sasaran penggunaan metode komunikasi total adalah agar penyandang tunarungu tetap menguasai keterampilan berbicara dengan memberi penunjang visual yang lebih nyata dan membaca ujaran karena dalam metode ini unsur bicara digunakan bersamaan dengan unsur isyarat (Bunawan, 1997). Metode komunikasi ini dapat meningkatkan pencapaian pendidikan umum, kemampuan membaca ujaran, dan kemampuan bahasa tulis dan kematangan sosial (Efendi, 2006).

20 Kelebihan penggunaan komunikasi total adalah komunikasi tersebut memuat spektrum model bahasa yang lengkap. Dengan komunikasi total berarti hak setiap tunarungu untuk bisa belajar menggunakan segala bentuk komunikasi agar mereka memiliki kesempatan penuh mengembangkan kemampuan bahasa pada usia sedini mungkin (Somantri, 2007). Komunikasi total juga memungkinkan terciptanya iklim komunikasi yang fleksibel, bebas dari rasa keraguan dan tekanan (Suparno, 1997). Kelemahan penggunaan komunikasi ini lebih mengarah pada adanya penggunaan isyarat dan fingerspelling, yang umumnya kurang diketahui oleh masyarakat luas. Jordan, Gustason, dan Rosen (1976) melaporkan bahwa dari Tahun 1968 sampai tahun 1975, 302 program pada beberapa Negara bagian tetap pada pengajaran metode oral, dan 333 program diubah kepada pengajaran komunikasi total. Dalam kurun waktu 10 tahun sebanyak 481 program tetap pada pengajaran metode oral, dan sebanyak 538 program beralih kepada komunikasi total (Moores, 2001). Metode komunikasi yang dapat digunakan penyandang tunarungu baik manual, oral maupun total, tidak semata-mata berdasarkan pada status pendengarannya, sehingga tidak berbeda secara signifikan dalam pemilihan penggunaan metode komunikasi pada individu yang deaf (tuli) atau hard of hearing (lemah pendengaran). Umumnya dalam pemilihan penggunaan metode komunikasi lebih ditekankan peranan orangtua yang bekerjasama dengan para profesional seperti pihak sekolah untuk berdiskusi dan mempelajari mengenai

21 metode komunikasi yang paling efektif untuk perkembangan bahasa anak mereka (Department of Health and Human Services, 2011). C. REMAJA C.1. Pengertian Remaja Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata Latin yaitu adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa, yang mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Masa remaja awal dimulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat remaja mencapai matang secara hukum. Masa remaja awal dibagi menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal dan akhir masa remaja. Masa remaja awal berlangsung dari usia 13 sampai 16 tahun, dan akhir masa remaja dari usia 16 sampai 18 tahun (Hurlock, 1993). Monks, dkk (2006) masa remaja secara global berlangsung antara umur tahun, dengan pembagian: 1. Masa remaja awal : tahun, umumnya disebut dengan masa puber yaitu terjadinya pemasakan seksual yang akan berdampak pada perkembangan psikososialnya. 2. Masa remaja pertengahan : tahun 3. Masa remaja akhir : tahun, yakni usia di mana seseorang mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara, dengan begitu dapat

22 melakukan kewajiban-kewajiban tertentu tidak tergantung pada orangtua. Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1993) menyatakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurangkurangnya dalam masalah hak. Beberapa definisi yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. C.2. Ciri-ciri Masa Remaja Masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan masa-masa sebelumnya dan sesudahnya. Menurut Hurlock (1993) ciri-ciri remaja antara lain sebagai berikut. a. Masa remaja sebagai periode yang penting Pada masa remaja terjadi perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari

23 satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Ketika perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu : - Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. - Karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua dan guruguru.

24 e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap individualistis. Pada awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Pada masa ini, remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistik cita-citanya ia semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk

25 memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberi citra yang mereka inginkan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwasanya ciri-ciri masa remaja antara lain terjadi perubahan fisik, psikis maupun sosialnya. Selain itu remaja juga dianggap sebagai periode penting dan rawan dengan berbagai masalah, masa mencari identitas, masa yang tidak realistik serta ambang masa dewasa. C.3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1993), yaitu : 1. Mencari hubungan baru dan yang lebih matang dengan memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya baik pria maupun wanita 2. Mencapai peran sosial pria dan wanita 3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif 4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya 6. Mempersiapkan karir ekonomi

26 7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga 8. Memperoleh peringkat nilai dan sistem etis Tugas-tugas perkembangan remaja, menurut Havighurst (dalam Dariyo, 2004) ada beberapa, yaitu sebagai berikut. a. Menyesuaiakan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis Diketahui bahawa perubahan fisiologis yang dialami oleh individu, mempengaruhi pola perilakunya. Di satu sisi, ia harus dapat memenuhi kebutuhan dorongan biologis, namun bila dipenuhi hal itu pasti akan melanggar norma-norma sosial, padahal dari sisi penampilan fisik, remaja sudah seperti orang dewasa. Oleh karena itulah, remaja menghadapi dilema. Dengan demikian, dirinya dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. b. Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita Dalam hal ini, seorang remaja diharapkan dapat bergaul dan menjalin dengan individu lain yang berbeda jenis kelamin, yang didasarkan atas saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lainnya, tanpa menimbulkan efek samping yang negatif. Pergaulan dengan lawan jenis ini sebagai suatu hal yang amat penting, karena dianggap sebagai upaya untuk mempersiapkan diri guna memasuki kehidupan pernikahan nanti.

27 c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua Ketika sudah menginjak remaja, individu memiliki hubungan pergaulan yang lebih luas, dibandingkan dengan masa anak-anak sebelumnya yaitu selain dari teman-teman tetangga, teman sekolah, tetapi juga dari orang dewasa lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa individu remaja tidak lagi bergantung pada orangtua. Bahkan mereka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bergaul bersama dengan teman-temannya. d. Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab Untuk dapat mewujudkan tugas ini, umumnya remaja berusaha mempersiapkan diri dengan menempuh pendidikan formal maupun non formal agar memiliki taraf ilmu pengetahuan, keahlian yang profesional. Warga negara yang bertanggung jawab ditandai dengan kepemilikan taraf keahlian dan profesi yang dapat disumbangkan oleh seorang individu untuk mengembangkan dan memajukan seluruh warga masyarakat. e. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis Tujuan utama individu melakukan persiapan diri dengan menguasai ilmu dan keahlian tersebut ialah untuk dapat bekerja sesuai dengan bidang keahlian dan memperoleh penghasilan yang layak sehingga dapat menghidupi diri sendiri maupun keluarga nantinya. Sebab keinginan terbesar seorang individu adalah menjadi orang yang mandiri dan tak bergantung dari orangtua secara psikis maupun secara ekonomis.

28 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja adalah mencari hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karir ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga dan memperoleh peringkat nilai dan sistem etis. C.4. Remaja Tunarungu C.4.1. Pengertian dan Klasifikasi Tunarungu Secara medis tunarungu adalah kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan mal-/dis-/non-fungsi dari sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran (Sastrawinata, 1977). Menurut Somantri (2007) tunarungu adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Seseorang dikategorikan normal pendengarannya apabila hasil tes pendengarannya dinyatakan dengan angka 0 db. Kondisi hasil tes pendengaran yang menunjukkan angka 0 mutlak tersebut jarang atau hampir tidak ada, sebab derajat minimum setiap orang masih ditemui kehilangan ketajaman pendengarannya. Oleh karena itu, berdasarkan nilai toleransi ambang batas, seseorang yang kehilangan ketajaman pendengaran sampai 0-20 db masih

29 dianggap normal, sebab pada kenyataannya orang kehilangan pendengaran pada gradasi 20 db tidak menunjukkan kekurangan yang berarti (Efendi, 2006). Hallahan dan Kaufman (1991) mendefinisikan tunarungu sebagai istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, dan diklasifikasikan dalam tuli (deaf) dan lemah pendengaran (hard of hearing). Seseorang dikategorikan deaf jika ia kehilangan kemampuan mendengar 70 db atau lebih menurut ISO (International Standard Organization) sehingga ia akan mengalami kesulitan untuk mengerti atau memahami pembicaraan orang lain walaupun menggunakan alat bantu dengar atau tanpa menggunakan alat bantu dengar. Sedangkan seseorang yang dikategorikan hard of hearing jika ia kehilangan kemampuan mendengar antara db menurut ISO (International Standard Organization) sehingga mengalami kesulitan mendengar suara orang lain secara wajar, namun tidak terhalang untuk mengerti atau mencoba memahami bicara orang lain dengan menggunakan alat bantu dengar. C.4.2. Penyebab Tunarungu Penyebab terjadinya tunarungu menurut S.C. Brown (dalam Heward, 1996) ada empat faktor yaitu: 1. Faktor keturunan, dapat mengakibatkan seorang anak mengalami ketulian atau gangguan pendengaran. Ada bukti kuat yang menyatakan bahwa kerusakan pendengaran tipe congenital menurun pada beberapa keluarga. Faktor keturunan terjadi karena perpindahan gen-gen dominan dan gen-gen resesif, yang erat kaitannya dengan anggota keluarga terutama ayah dan ibu.

30 Anak mengalami ketunarunguan karena di antara aggota keluarganya ada yang mengalami ketunarunguan. 2. Faktor kondisi ibu saat mengandung, jika seorang ibu yang tengah mengandung terserang virus rubella (terutama pada tiga bulan pertama waktu kehamilan), maka anak yang dikandungnya memiliki potensi untuk mengalami ketulian atau masalah serius lainnya. 3. Faktor kelahiran, proses lahir bayi yang terlalu dini sehingga berat badannya atau panjang badannya relatif di bawah normal, dan jaringan-jaringan tubuhnya sangat lemah, akibatnya anak lebih mudah terkena anoxia (kekurangan oksigen) yang berpengaruh pada kerusakan inti cochlea. 4. Meningitis, adalah infeksi bakteri atau virus. Infeksi ini dapat mengakibatkan hancurnya bagian-bagian sensitif yang terletak di telinga bagian dalam. Kesulitan keseimbangan juga dapat terjadi akibat penyakit ini. Brown (dalam Heward, 1996) menyatakan bahwa anak yang mengalami ketulian akibat meningitis umumnya mengalami kerusakan pendengaran yang parah, namun tidak mengalami permasalahan lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya tunarungu adalah faktor keturunan, faktor kondisi ibu saat mengandung, faktor kelahiran dan faktor meningitis.

31 D. PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL REMAJA TUNARUNGU DITINJAU DARI METODE KOMUNIKASI ORAL DAN TOTAL Masa remaja adalah masa transisi yang memiliki tugas perkembangan mencari identitas (Schultz, 1994). Pencarian indentitas diri dapat dilakukan remaja melalui berhubungan dengan lingkungan sosialnya sehingga dituntut memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang baik. Kegagalan remaja dalam menguasai kemampuan sosial akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak berbeda dengan remaja normal, remaja tunarungu juga dituntut melakukan penyesuaian sosial yang baik (Wasito, 2010). Dengan kondisi ketunarunguan tersebut, tugas perkembangan untuk memenuhi penyesuaian sosial tentu membutuhkan usaha yang lebih besar. Proses penyesuaian sosial memerlukan peran komunikasi dan hal ini tidak dapat dihindari oleh remaja tunarungu (Lukman, 2009). Sejalan dengan pendapat Shaliha (2007) bahwa penyesuaian sosial yang baik sangat tergantung pada efektivitas komunikasi yang dijalin individu dengan orang lain karena mereka akan bisa membina hubungan dengan lingkunganya sehingga lebih mudah untuk bisa menerima dan diterima oleh lingkungan. Begitu juga dengan penelitian Sari (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara komunikasi interpersonal dengan penyesuaian sosial. Semakin baik komunikasi interpersonal maka semakin baik penyesuaian sosialnya. Penelitian oleh Ni mah (2010) menunjukkan bahwa secara signifikan terdapat hubungan positif antara komunikasi interpersonal dengan penyesuaian sosial pada remaja SMP Negeri 1 Sukoharjo.

32 Remaja tunarungu akan berhadapan dengan permasalahan terkait dengan kesulitan untuk menjembatani hubungan sosial pada lingkungan sekitarnya seperti kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang yang dapat mendengar secara normal (Efendi, 2006). Kesulitan ini tidak dapat dihindari oleh remaja tunarungu sehingga memerlukan komunikasi yang efektif yang dijalin individu dengan orang lain. Dalam proses komunikasi diperlukan peranan bahasa, bicara, dan pendengaran yang menjadi pengontrol efektif ada tidaknya sebuah komunikasi (Efendi, 2006). Metode komunikasi yang dapat digunakan tunarungu dalam melakukan proses komunikasi ada tiga metode, yakni metode manual, metode oral dan metode komunikasi total (Efendi, 2006). Metode komunikasi oral dalam pelaksanaannya menitikberatkan kepada pengucapan dalam penyampaian pesan (mengekspresikan gagasan/ pikiran/ perasaan) dan membaca ujaran (speechreading) dalam menerima pesan (Bunawan, 1997). Metode ini juga disertakan dengan penggunaan ekspresi wajah dan gesture secara natural (Gravel, 2003). Metode komunikasi ini mengarahkan agar remaja tunarungu baik dalam menerima pesan atau mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaannya diharapkan melalui cara-cara yang lazim digunakan oleh anak-anak yang mendengar pada umumnya. Sehingga dengan metode komunikasi ini tunarungu dapat menerima akses kebahasaan yang lebih besar dari lingkungannya (Gravel, 2003). Dalam penggunaan metode komunikasi ini, mereka mampu berkomunikasi secara langsung dengan berbagai macam individu, yang pada gilirannya dapat

33 memberi remaja tunarungu berbagai kemungkinan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial (Somad, 2010). Remaja tunarungu dapat berinteraksi aktif dalam lingkungannya, baik lingkungan sesama, keluarga maupun masyarakat. Di dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya (Faricha, 2008). Namun, penggunaan komunikasi ini seringkali membuat lawan bicara meminta untuk mengulangi pembicaraan berkali-kali sehingga diperlukan juga komunikasi isyarat untuk mempermudah komunikasi (Suparno, 1997). Metode komunikasi total merupakan perpaduan antara metode komunikasi manual dan metode komunikasi oral (Efendi, 2006). Komunikasi total dapat berupa gabungan dari metode oral, isyarat, dan fingerspelling (abjad jari). Anak menerima input melalui membaca ujaran, isyarat, dan fingerspelling, kemudian mengekspresikannya melalui bicara, isyarat dan fingerspelling (Moores, 2001). Penyandang tunarungu tetap menguasai keterampilan berbicara dengan memberi penunjang visual yang lebih nyata dan membaca ujaran karena dalam metode ini unsur bicara digunakan bersamaan dengan unsur isyarat (Bunawan, 1997) Metode komunikasi total dapat meningkatkan pencapaian pendidikan umum, kemampuan membaca ujaran, dan kemampuan bahasa tulis dan kematangan sosial. Demikian pula dalam hal kecepatan membaca efektif, penyandang tunarungu yang dididik dengan menggunakan komunikasi total memiliki kecepatan membaca efektif yang lebih baik daripada penyandang tunarungu yang dididik menggunakan metode oral (Efendi, 2006).

34 Metode ini dapat mempermudah remaja tunarungu dalam meningkatkan kemampuan komunikasinya. Remaja tunarungu tidak merasa kesulitan dalam menjalankan perannya dan dapat menjalankan aktivitas komunikasinya dengan orang lain, sehingga dengan metode komunikasi total remaja tunarungu dapat bersosialisasi secara lebih mudah dan lebih baik dengan orang lain (Valintini, 2011). Kemampuan untuk bersosialisasi secara lebih efektif akan berdampak pada penyesuaian yang baik secara sosial (Hurlock, 1997). Penggunaan komunikasi total dianggap lebih efektif daripada oral, namun di Medan masih ada SLB B yang tetap menerapkan komunikasi oral dan tidak beralih pada penggunaan komunikasi total dengan alasan penggunaan komunikasi total dapat memungkinkan siswa lebih fokus terhadap penggunaan isyarat dan fingerspelling yang dapat berdampak semakin kecilnya penggunaan komunikasi oral. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat penyesuaian sosial antara metode komunikasi oral dan komunikasi total. Komunikasi manual tidak disertakan dalam penelitian ini karena terbatasnya sampel penelitian yang menggunakan komunikasi manual sekarang ini. Oleh karena itu penelitian memfokuskan pada perbedaan metode komunikasi oral dan total. Perbedaan metode komunikasi yang digunakan remaja tunarungu memungkinkan terjadinya perbedaan proses belajar sosial dan peran yang membutuhkan penyesuaian yang berbeda, yang memungkinkan akan membentuk variasi perbedaan penyesuaian sosial.

35 E. HIPOTESA Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan penyesuaian sosial remaja tunarungu ditinjau dari metode komunikasi oral dan total.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia berharap dilahirkan dalam keadaan yang normal dan sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konseptualisasi Topik Yang Diteliti Gunarsa (1989) memandang rentang usia masa remaja awal dan masa remaja akhir berada antara usia 12 sampai 21 tahun. Hal senada juga diungkapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA 95 PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA Nur Asri Fitriani 1 Dra. Dharma Setiawaty 2 Drs. Djunaedi, M. Pd 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil penyesuaian

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

SISTEM KOMUNIKASI PENGAMPU ENDANG RUSYANI

SISTEM KOMUNIKASI PENGAMPU ENDANG RUSYANI SISTEM KOMUNIKASI TUNARUNGU PENGAMPU ENDANG RUSYANI Agar Anak Gangguan Pendengaran (AGP) Berkembang Kemampuan berbahasanya AGP berat diperlukan cara komunikasi yang berbeda, yaitu dengan isyarat. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari masalah belajar. Pada dasarnya, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN (Developmental Task) PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam perkembangannya dihadapkan pada sejumlah tuntutan,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam perkembangannya dihadapkan pada sejumlah tuntutan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam perkembangannya dihadapkan pada sejumlah tuntutan, tatangan, dan masalah. Mereka dituntut untuk dapat menguasai informasi, pengetahuan, kemampuan berpikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam mengembangkan kemampuan anak secara optimal. Kemampuan yang harus dikembangkan bukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang terjadi pada masa remaja mulai dari perubahan fisik, peningkatan intelegensi maupun pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial adalah sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang

Lebih terperinci

DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING

DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING DIPLOMA PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK 913 Penyesuaian Penyesuaian Sosial Dan Peribadi ( Perspektif Psikologi & Kaunseling ) (Minggu 2) Pensyarah: Ustazah Dr Nek Mah Bte Batri PENYESUAIAN SOSIAL Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata Latin adolensence (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi bagian dari lingkungan tertentu. Individu akan dihadapkan pada perubahan dan tuntutan tertentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa perkembangan dimana manusia berada pada rentan umur 12 hingga 21 tahun. Masa transisi dari kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penyesuaian Diri 1. Penyesuaian Diri Seorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikandiri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan Masyarakat seakan acuh pada keadaan orang yang memiliki kekurangan didalam dirinya. Banyak orang yang merasa dikucilkan dan merasa dirinya tidak di anggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu tahapan yang harus dilalui seorang individu untuk bergerak ke

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu tahapan yang harus dilalui seorang individu untuk bergerak ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu tahapan yang harus dilalui seorang individu untuk bergerak ke arah masa dewasa. Seringkali pada masa remaja timbul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesadaran Diri 1. Pengertian Kesadaran Diri Menurut Goleman (1999) kesadaran diri yaitu perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri

Lebih terperinci