BAB III HARTA BENDA WAKAF BERUPA HAK SEWA MENURUT UU RI. No. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HARTA BENDA WAKAF BERUPA HAK SEWA MENURUT UU RI. No. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF"

Transkripsi

1 BAB III HARTA BENDA WAKAF BERUPA HAK SEWA MENURUT UU RI No. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF Masalah wakaf merupakan masalah yang sampai saat ini kurang dibahas secara intensif. Padahal eksistensi wakaf dalam kehidupan sosial masyarakat sangat didambakan, sebab lembaga wakaf dalam ajaran Islam hakikatnya bukan hanya sebagai shock breaker dalam kehidupan umat untuk menanggulangi kebutuhan sesaat saja, melainkan diharapkan lebih jauh dari itu, yaitu sebagai sub sistem lembaga baitul mal. Jika dikelola secara profesional dan memadai, wakaf merupakan sumber dana yang potensi untuk pembangunan umat (bangsa) dan bahkan negara. Idealnya negara tidak harus meminjam kepada negara-negara luar (negara donor), tetapi cukup dibeayai dengan wakaf, selain zakat dan infaq sebagai lembaga moneter dalam Islam. Dengan adanya perkembangan sumber wakaf, benda-benda yang boleh diwakafkan cakupannya bertambah luas, dimana selama ini yang berjalan di masyarakat hanya harta benda wakaf benda tidak bergerak (tanah), tapi kemudian terjadi perkembangan, harta benda bergerak pun diperbolehkan untuk diwakafkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat melalui usaha pemberdayaan wakaf produktif. Untuk itu, pemerintah perlu membuat peraturan dengan menyusun RUU wakaf. 37

2 38 Perhatian dan pembinaan profesionalisme pengelola wakaf menjadi sesuatu yang diterminant, maka dengan dikeluarkannya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, akan memberikan perubahan yang signifikan terhadap keberadaan lembaga wakaf itu sendiri. Disatu sisi akan memberikan legitimasi akan keberadaan badan wakaf, namun yang lebih penting bahwa keberadaan Undang-Undang tersebut lebih menertibkan administrasi perwakafan sekaligus semakin memperkokoh keberadaan hukum Islam di Indonesia. A. Konsep Wakaf Menurut UU RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 1. Latar Belakang UU RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Hal-hal yang melatarbelakangi disusunnya RUU tentang wakaf dapat dikelompokkan dalam tiga aspek meliputi aspek historis, aspek teologis atau aspek sosiologis. 1 A. Aspek Historis Peraturan perwakafan di Indonesia pertama kali dimulai sejak awal abad Selanjutnya mengalami perkembangan sampai saat ini. Dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah RI, tampak adanya usaha-usaha untuk menjaga dan melestarikan tanah wakaf yang ada di Indonesia. 3 1 Depag RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004, hlm Abdul Ghofur Anshori, Hukum Dan Praktek Perwakafan Di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, hlm Farida Prihatini, et. al, Hukum Islam Zakat Dan Wakaf Teori Dan Prakteknya Di Indonesia, Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2005, hlm. 123

3 39 Sejak dulu sampai saat ini, obyek perwakafan di Indonesia berupa tanah. Maka tidak mengherankan apabila peraturan perundangundangannya yang ada hanya mengatur hak milik saja. Hal ini dapat kita jumpai dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 dan PP No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) No. 5 Tahun 1960, masalah wakaf dapat kita ketahui pada pasal 5, 14 ayat (1) dan pasal 49, 4 dengan rumusan sebagai berikut : - Pasal 5 UUPA No. 5 Tahun 1960, bahwa hukum adatlah yang menjadi dasar hukum agraria Indonesia, yaitu hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang mengandung unsur agama khususnya lembaga wakaf. 5 - Pasal 14, tentang pengaturan tanah untuk keperluan peribadatan dan kepentingan suci lainnya. - Pasal 49 UUPA No. 5 Tahun 1960 berisikan ketegasan bahwa soalsoal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan suci lainnya dalam hukum agraria, dan ini terkait dengan perumusan PP No. 28 Tahun Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977, dimaksudkan untuk memberi jaminan kepastian hukum mengenai wakaf tanah serta pemanfaatannya sesuai dengan tujuan wakaf dan 4 lihat Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, cet ke- 29, 1999, hlm. 518

4 40 urusan perwakafan menjadi lebih tertib, mudah dan aman dari kemungkinan perselisihan dan penyelewengan. Dengan demikian perwakafan tanah milik menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya. 6 Kemudian tepatnya tanggal 10 Juni Tahun 1991, dengan keluarnya Inpres No. 1 Tahun 1991, dalam bentuk KHI (Kompilasi Hukum Islam), terjadi perkembangan dalam wakaf, baik dari segi definisi, dan objek wakaf yang tidak hanya berupa tanah milik sebagaimana disebutkan dalam PP No. 28 Tahun Namun belum terperinci benda apa saja yang dapat diwakafkan dan berapa banyak benda miliknya yang boleh diwakafkan tidak diatur secara jelas, begitu pula dengan hak dan kewajiban nazhir. Perkembangan wakaf selain tanah milik sebagimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada, dirasa sudah tidak lagi menampung perkembangan wakaf, dengan semakin sulit dan sedikitnya masyarakat yang memiliki tanah, tetapi semangat untuk mengerjakan ibadah wakaf ini semakin banyak. Maka keluarlah fatwa MUI tanggal 22 Mei Tahun 2002 tentang Wakaf Uang, dengan keluarnya fatwa ini, masyarakat yang tidak memiliki tanah dapat mengeluarkan wakafnya Abdul Ghofur Anshori, op cit., hlm Departemen Agama RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, op. cit., hlm.

5 41 b. Aspek Teologis Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga. Oleh karena itu, setiap manusia sama derajatnya dihadapan Allah SWT. Dan untuk merealisasikan kekeluargaan dan kebersamaan tersebut harus ada kerja sama dan tolong menolong satu sama lain. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah mempunyai arti kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi. 8 Subtansi yang terkandung dalam wakaf sangat tampak adanya. Semangat menegakkan keadilan sosial melalui pendermaan harta untuk kebajikan umum. Karena penegakkan keridloan sosial dalam Islam merupakan kemurnian dan realitas ajaran agama. 9 Wakaf hanya sebatas amalan kebajikan yang bersifat anjuran, tetapi daya tarik yang menciptakan kesejahteraan sangat tinggi, yang mengakibatkan tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mengerjakannya. Wakaf yang diajarkan dalam Islam mempunyai sandaran ideologis yang kental dan kuat sebagai kelanjutan ajaran tauhid. Segala sesuatu yang berpuncak pada keyakinan terhadap Allah yang harus dibarengi dengan kesadaran akan perwujudan keadilan sosial. 10 Dengan komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan dalam keadilan sosial dan ekonomi. Islam juga 8 Said Aqil Al-Munawar, Hukum Islam Dan Pluraritas Sosial, Jakarta: Penamadani, 2004, hlm Ibid, hlm Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, 2005, hlm. 85

6 42 mensyaratkan adanya lembaga yang digunakan untuk menyalurkan sebagian harta seseorang bagi kepentingan sosial kemasyarakatan, yang salah satunya adalah lembaga wakaf. Dengan demikian, wakaf merupakan lembaga hukum Islam yang secara konkrit berhubungan erat dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Dan juga merupakan salah satu bentuk kontribusi lembaga Islam yang paling banyak memberikan manfaat sosial ke masyarakatan bernilai ibadah dan jalan pengabdian kapada Allah SWT. 11 c. Aspek Sosiologis Apabila memperhatikan secara seksama bahwa jumlah tanah wakaf di Indonesia cukup banyak jumlahnya, namun pemanfaatannya masih berkisar untuk kegiatan sosial (sarana dan prasarana) keagamaan saja. 12 Kenyataan yang ada, bahwa wakaf yang ada di Indonesia dilihat dari segi sosial ekonomi belum dapat berperan dalam menanggulangi permasalahan umat khususnya masalah sosial ekonomi. Hal ini dapat dipahami karena pada umumnya tanah wakaf yang ada pengelolaannya kurang maksimal, karena pada umumnya nazhir hanya berperan sebagai juru kunci saja. Dan kondisi ini disebabkan pemanfaatan tanah wakaf hanya dipergunakan untuk tujuan wakaf yang diikrarkan wakif saja, seperti untuk mushala, 11 Departemen Agama RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, op. cit., hlm Ibid, hlm. 225

7 43 masjid, madrasah atau sekolahan, dengan tanpa diiringi kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis. Sebagaimana yang ditulis karangan Depertemen Agama RI dengan judul Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, menyebutkan : Tradisi wakaf tersebut, memunculkan fenomena yang mengakibatkan perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan dan tidak dapat mensejahterakan masyarakat banyak. 13 Dan dari jenis bendanya, pada umumnya masyarakat Indonesia memahami bahwa wakaf berarti wakaf tanah atau bentuk lain yang diperuntukkan pada bidang kunsumtif bukan pada bidang produktif. Selain itu, harta wakaf yang ada justru membebani masyarakat, karena pemeliharaan dan pembinaan harta wakaf diambilkan dari dana-dana sumbangan yang sering dilakukan justru bisa merusak Islam secara umum. Dan belum adanya jaminan hukum yang kuat bagi pihak-pihak yang terkait dengan wakaf, baik yang berkaitan dengan status benda wakaf, pola pengelolaan, pemberdayaan dan pembinaan secara transparan kepada nazhir dan wakif sehingga banyak masyarakat yang kurang menyakini untuk berwakaf. 14 Dalam upaya pengelolaan tanah wakaf yang mampu menghasilkan nilai ekonomis, masalah yang cukup mendasar adalah perlu adanya perubahan paradigma dalam memahami wakaf itu sendiri. 2. Konsep Wakaf menurut UU Wakaf No. 41 Tahun 2004 Dengan disahkannya UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, diharapkan pemahaman masyarakat Indonesia lebih luas tentang wakaf. Karena selama ini wakaf yang kita jumpai di masyarakat pada umumnya 13 Depag RI, Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, Op Cit, hlm Depag RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, loc. Cit., hlm. 41

8 44 lebih banyak bersifat konsumtif dan lebih terfokus untuk kepentingan pembangunan atau sarana untuk ibadah. 15 Untuk itu, UU wakaf ini dipersiapkan untuk menggerakkan seluruh potensi wakaf yang ada di tanah air secara produktif sejalan dengan laju perubahan struktur masyarakat modern yang bertumpu pada sektor industri. Dalam UU ini memiliki semangat pemberdayaan benda-benda wakaf secara produktif dan diharapkan dapat tercipta kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. 16 Dengan cara dikembangkannya secara optimal pengelolaan professional produktif untuk mencapai hasil yang nyata dalam kehidupan masyarakat. Langkah awal dengan memberdayakan tanah wakaf yang begitu banyak dikelola secara optimal terhadap tanah yang memiliki nilai komersial tinggi dan hasilnya untuk kesejahteraan umat. 17 Ada beberapa unsur dalam UU Wakaf no. 41 Tahun 2004, tentang pemahaman dan paragidma baru dalam wakaf untuk dapat mensejahterakan umat. Diantaranya : 1. Tujuan Dan Fungsi Wakaf Dengan disahkannya UU wakaf ini diupayakan untuk menggerakkan seluruh potensi wakaf yang ada di tanah air kita secara produktif. Wakaf dikembangkan secara optimal dengan pengelolaan 15 Ibid, hlm Achmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mitra Abadi Press, 2005, hlm Departemen Agama RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, op. cit., hlm. 119

9 45 professional produktif untuk mencapai hasil yang nyata dalam kehidupan masyarakat, Sehingga wakaf tidak hanya berhenti menjadi kekayaan umat Islam, dengan segala problematikanya. 2. Harta Benda Wakaf Dalam UU wakaf ini mengukur harta benda wakaf bukan hanya harta benda yang tidak bergerak saja, tetapi harta benda yang bergerak pun diatur di dalamnya, sebagaimana termaktub dalam pasal 15 dan 16 UU RI No. 41 Tahun 2004, baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak. Seperti halnya uang (wakaf cash), saham, surat berharga, suratsurat berharga, hak sewa dan hak kekayaan intelektual. 18 Karena wakaf uang, saham, merupakan variable penting dalam pengembangan ekonomi. Dan ini adalah terobosan yang signifikan dalam dunia perwakafan khususnya di Indonesia. 3. Nazhir Dalam Fiqh maupun UU wakaf ini, persyaratan nazhir adalah persyaratan umum. Karena nazhir adalah orang atau pihak (badan hukum atau organisasi) yang berhak bertindak terhadap harta wakaf, baik yang memelihara, mengerjakan berbagai hal yang memungkinkan harta itu tumbuh dengan baik, maupun mendistribusikan hasilnya kepada orang yang berhak menerimanya atau pihak yang menerima 18 Achmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, op. cit., hlm. 80

10 46 benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya. 19 Nazhir dapat menerima hak pengelolaan sebesar maximal 10% dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan benda wakaf. Supaya nazhir wakaf tidak sekedar dijadikan pekerjaan sambilan yang hanya dijalani seadanya, tapi benar-benar dan mampu menjalankan tugastugasnya sehingga mereka patut diberikan hak-hak yang pantas sebagimana dengan apa yang mereka kerjakan atau pertanggung jawabkan. 4. Badan wakaf Indonesia (BWI) Salah satu yang baru dalam UU wakaf ini adalah dengan adanya kelembagaan badan wakaf Indonesia (BWI), dimana dalam peraturan wakaf sebelumnya KHI maupun dalam PP No. 28 Tahun 1970 tidak tercantum. 20 Sebagai lembaga wakaf nasional BWI bertujuan untuk mengelenggarakan administrasi pengelolaan secara nasional untuk membina para nazhir yang sudah ada agar lebih professional. 21 BWI merupakan lembaga independent yang dibentuk pemerintah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional Departemen Agama RI, Nazhir Professional Dan Amanah, Jakarta: Direktorat Pengemabangan Zakat Dan Wakaf, 2005, hlm Depag RI, Nazhir Professional Dan Amanah, op. cit., hlm Depag RI, Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, op. cit., hlm Abdul Ghofur Anshori, op. cit., hlm. 55

11 47 Untuk lebih memfokuskan pada pembahasan yang penulis teliti, jadi peneliti akan lebih luas pembahasannya dalam harta benda wakaf berupa hak sewa. B. Harta Benda Wakaf Berupa Hak Sewa Kondisi sosial ekonomi yang baru dan selalu berubah selamanya membutuhkan kepentingan-kepentingan baru yang tidak ada batasnya. Maka bentuk wakaf juga banyak muncul sejalan dengan bertambahnya kepentingankepentingan yang harus dipenuhi, masyarakat sekarang telah menciptakan kepentingan umum yang banyak dari berbagai bentuk amal kebaikan, Salah satunya dengan ibadah wakaf. Masalah perkembangan harta wakaf harus dilihat sebagai masalah baru, baik disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang muncul dan menyebabkan hal itu, atau karena pentingnya harta wakaf dan jumlahnya yang besar di tengah relita sosial dan ekonomi saat ini. Setelah disahkannya UU RI No. 41 Tahun 2004, pada tanggal 27 Oktober terdapat banyak perkembangan yang terjadi dalam dunia perwakafan di Indonesia, terutama dalam harta benda wakaf. Ditegaskan dalam UU wakaf ini, harta yang dapat diwakafkan bukan hanya benda tidak bergerak saja melainkan benda yang bergerak pun diperbolehkan. Sebagaimana termaktub dalam pasal 16 UU No. 41 Tahun 2004.

12 48 Dalam pasal 16 ayat (3) UU RI No. 41 Tahun 2004, berbunyi: " Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda wakaf yang tidak habis dikonsumsi, meliputi 23 : a. Uang ; b. Logam mulia ; c. Surat berharga ; d. Kendaraan ; e. Hak atas kekayaan intelektual ; f. Hak sewa ; dan g. Benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan Syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Harta benda wakaf berupa hak sewa merupakan hal yang baru dalam perkembangan perwakafan di Indonesia. Karena selama ini masyarakat dalam memahami harta benda wakaf hanya terfokus harta tidak bergerak atau lebih menekankan pentingnya keabadian benda wakaf walaupun benda wakaf itu tidak memberikan manfaat apa-apa kepada masyarakat. Sebelum penulis lebih jauh membahas tentang harta benda wakaf berupa hak sewa, alangkah baiknya lebih dulu apa yang dimaksud dengan hak sewa. Dalam Kamus Hukum, tidak ada yang secara tegas mendefinisikan hak sewa, untuk itu penulis akan mendefinisikan perkata. Hak adalah kepunyaan 23 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Wakaf, Jakarta: Harvarindo, 2005, hlm. 8-9

13 49 milik, kekuasan yang baru untuk memuntut sesuatu atau kekuasaan yang benar atas sesuatu. 24 Sedangkan sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari barang, selama satu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. 25 Sedangkan sewa itu sendiri ialah pemakaian sesuatu dengan membayar uang. 26 Dalam hukum Islam hak ialah suatu ketentuan yang dengannya syara' menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. 27 Sewa dalam Islam disebut sebagai Ijarah, ijarah adalah transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu. 28 Sedangkan Haqqul-Ijaratain adalah hak memperoleh akad ijaraah dalam tempo yang lama. 29 Wakaf hak adalah apabila yang diwakafkan berupa hak bernilai materi atau manfaat yang dimiliki oleh selain pemilik barang, seperti dalam penyewaan. 30 Wakaf hak atau manfaat adalah harta yang akan diwakafkan berupa hak bernilai materi maupun manfaat yang dimiliki oleh selain pemilik barang tersebut. Karena Manfaat barang yang dimiliki penyewa tidak 24 Sudarsono, kamus hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, PengantarFiqh Mu'amallah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, cet ke-3, 1999, hlm M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: PT. Pustaka firdaus, 1994, hlm Mundzir Qahaf, Manajmen Wakaf Produktif, Terjm Muhyiddin Mas Rida, Jakarta: Khalifa, 2005, hlm. 188

14 50 selamanya dimiliki, jadi apabila seseorang memiliki manfaat suatu barang dalam jangka waktu tertentu, baik melalui sewa atau karena diberikan manfaatnya oleh pemilik barang, maka ia boleh mewakafkan manfaat barang selama masa menggunakannya masih ada. 31 Sebagai contoh orang menyewa bangunan selama 10 Tahun, kemudian bangunan tersebut dijadikan masjid untuk shalat, atau memiliki manfaat atas binatang kemudian diwakafkan untuk angkutan jamaah haji, atau memiliki manfaat rumah selama setahun kemudian dijadikan untuk tempat penginapan orang yang sedang dalam perjalanan dan lain sebagainya. Sehubungan dengan harta yang dapat diwakafkan (mauquf bih) merupakan salah satu rukun wakaf, dimana barang atau benda yang diwakafkan harus memenuhi syarat-syarat diantaranya : harta tetap zatnya, dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, harta yang diwakafkan harus lah jelas wujud dan batasan-batasannya, dan yang paling utama harta yang diwakafkan itu benar-benar kepunyaan wakif dan terbebas dari segala beban. 32 Seperti halnya harta yang sedang tergadai lebih baik tidak diwakafkan, kecuali bila wakif mempunyai harta lain yang tidak tahan lama dan harta yang tergadai tahan lama. Dalam hal ini juga si pemilik harta dapat merundingkannya dengan orang yang menggadainya Ibid, hlm Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1988), hlm Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, op. cit., hlm. 215

15 51 Menurut para ulama mazhab sepakat, bahwa disyaratkan untuk barang yang diwakafkan itu persyaratan-persyaratannya yang ada pada barang yang akan dijual. Yaitu bahwasannya barang itu merupakan sesuatu yang konkrit, yang merupakan milik orang yang mewakafkan, 34 dan harta yang diwakafkan harus mutaqawwan, dan menurut Imam Hanafi memandang tidak sah mewakafkan, sesuatu yang bukan harta, seperti mewakafkan manfaat dari rumah sewaan, untuk ditempati dan harta yang tidak mutaqawwin seperti alatalat musik yang tidak boleh digunakan dan buku-buku anti Islam, karena dapat merusak Islam itu sendiri. 35 Wakaf hak-hak yang bernilai materi berkembang sangat pesat, sebagaimana juga wakaf manfaat yang bernilai materi. Dalam perspektif fiqh, hak yang bernilai materi seperti hak ilmiah dan manfaat yang bernilai materi, merupakan bagian dari harta yang boleh diwakafkan. 36 Menurut Prof. Dr. H. Achmad Sukarja, SH 37 menyatakan " kalau melihat kecenderungan masyarakat, dimana ada sebagian orang yang hanya memiliki hak-hak sementara, seperti HGB, hak pakai, maka wakaf berjangka sangat dimungkinkan". 38 Selain itu, Ormas (Organisasi Massa) Islam yang mengikuti proses penyempurnaan draf RUU wakaf dalam hal ini Muhammadiyah, mengatakan : 34 Muhammmad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, terj Masykur A.B. Afifi Muhammad idrus al-kaff (Jakarta : PT Lentera Basri Tama, 2000), cet kelima, hlm Departemen Agama RI, Fiqh Wakaf (Jakarta : Proyek Peningkatan Zakat Dan Wakaf Direktorat Jendral Bimas Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2003 ), hlm Ibid, hlm Salah satu pakar hukum Islam yang mengikuti pertemuan dalam penyempurnaan draf RUU wakaf, yang bertempat di jakarta pada tanggal 6 Maret Departemen Agama RI, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf Ditjen Bimas Islam Dan Penyelenggaraan haji, 2005, hlm. 67

16 52 "wakaf berjangka pada hakikatnya abadi, untuk itu tidak perlu dibedakan antara yang muabbad dan muaqqat, untuk yang terbilang berjangka disebutkan sebagai wakaf berjangka. Dan juga perlu pengaturan tentang hakhak tanah yang ingin diwakafkan. 39 Pemahaman terhadap substansi wakaf ialah bagaimana harta yang telah diwakafkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat banyak, baik itu untuk selama-lamanya maupun sementara (jangka waktu tertentu). Pembaharuan terhadap paham wakaf, tidak akan menyalahi konsep dasar wakaf. Namun sebagaimana harta benda bergerak terutama hak sewa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak. Jadi aspek kemanfaatan dzat (benda yang diwakafkan) menjadi esensi dari wakaf tersebut. Ibnu Arafah dari Mazhab Maliki, sebagaimana dikutip oleh Mundzir Qahaf dalam menejemen wakaf produktif. Mendefinisikan wakaf yaitu " memberi manfaat sesuatu selama barangnya masih ada ". definisi tersebut menunjukan adanya perkataan yang memperbolehkan wakaf sesuatu yang waktunya terbatas karena usianya, maka batasan waktu wakafnya adalah selama wakaf itu masih ada. 40 Ditinjau dari tujuan wakaf adalah menyalurkan manfaat kejalan kebaikan. Dengan kata lain, wakaf manfaat yang dilakukan dalam batas waktu tertentu dari pemilik barang adalah menyerupai wakaf sementara dan bagi para ahli mengakui adanya wakaf sementara. Manfaat barang tidak selamanya 39 Ibid, hlm Mundzir Qahaf, op. cit., hlm. 146

17 53 dimiliki oleh pemilik barang, seperti halnya dalam barang sewa, pemberian manfaat, atau wasiat atas suatu manfaat dan wakaf seumur hidup bagi yang mengakuinya. Sebenarnya inti pembentukan wakaf adalah menahan harta sejak waktu dikeluarkannya. 41 Dengan kata lain, wakif telah memberikan pokok harta tetap yang dapat menghasilkan manfaat dan dapat dipergunakan oleh orang-orang yang berhak atas wakaf, walaupun dengan batasan waktu. Untuk itu banda yang dipandang sah untuk diwakafkan ialah benda tersebut harus memiliki nilai guna. Sebagaimana menurut Abdur Rahim yang dikutip oleh Asaf A.A. Fyzee dalam pokok-pokok hukum Islam II, menyatakan bahwa harta yang dipersembahkan atau diwakafkanharuslah mempunyai 2 sifat : Pertama harta benda itu haruslah yang mal, yaitu benda yang nyata. Kedua benda itu haruslah dapat dipakai (diambil manfaatnya) dan tidak habis dalam proses pemakaiannya itu. Asal saja kedua sifat itu terpenuhi tidaklah lagi ada batasan-batasan lainnya mundzir Qahaf, op. cit., hlm Assaf A. A. Fyzee, Pokok-Pokok Hukum Islam II, Terjm Arifin Bey, Jakarta: Tinta Mas, 1966, hlm. 99

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Ruang Lingkup Wakaf HAKI Dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Salah satu substansi

Lebih terperinci

BAB III WAKAF HAK PELAYANAN. sekaligus, ialah dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi 1. Dimensi religi,

BAB III WAKAF HAK PELAYANAN. sekaligus, ialah dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi 1. Dimensi religi, BAB III WAKAF HAK PELAYANAN A. Harta Benda Wakaf. Wakaf yang disyariatkan dalam agama Islam mempunyai dua dimensi sekaligus, ialah dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi 1. Dimensi religi, wakaf merupakan

Lebih terperinci

MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H

MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H A. PENDAHULUAN Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, pengaturan tentang wakaf hanya menyangkut

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEMBINAAN NAZHIR DI WILAYAH KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN DEMAK MENURUT PP NO 42 TAHUN 2006

BAB IV PRAKTEK PEMBINAAN NAZHIR DI WILAYAH KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN DEMAK MENURUT PP NO 42 TAHUN 2006 BAB IV PRAKTEK PEMBINAAN NAZHIR DI WILAYAH KECAMATAN KEBONAGUNG KABUPATEN DEMAK MENURUT PP NO 42 TAHUN 2006 A. Analisis Pembinaan Nazhir Di Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak Pembinaan nazhir merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan disajikan pada bab III,

Lebih terperinci

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 A. Sejarah Perkembangan Undang-Undang Tentang Wakaf di Indonesia Hasanah menyatakan bahwa sebenarnya wakaf di Indonesia memang telah

Lebih terperinci

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 11 BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG UNDANG UNDANG NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Hadirnya Undang-Undang Republik Indonesia No.41 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid BAB IV ANALISIS A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid Mazhab Syafi i dan mazhab Hanbali berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1. Latar Belakang Pengadaan tanah untuk proyek Banjir Kanal Timur meliputi tanah/bangunan/tanaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perwakafan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk kepentingan umum dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi umat manusia seperti yang disebutkan dalam Al-Qur an, Sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. bagi umat manusia seperti yang disebutkan dalam Al-Qur an, Sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wakaf berasal dari kata waqfa yang mempunyai arti menahan, berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri. Pengertian menahan atau berhenti atau diam ditempat dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT A. Analisis Wakaf Uang Di KSPPS BMT Mandiri Sejahtera Karangcangkring Jawa Timur Cabang Babat Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa,

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari 35 daerah otonomi di Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi cukup strategis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amalan wakaf sangat besar artinya bagi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan dan keagamaan. Oleh karena itu Islam meletakkan amalan wakaf sebagai salah satu macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima iyah (ibadah sosial). kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridho-nya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima iyah (ibadah sosial). kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridho-nya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Wakaf diambil dari kata waqafa, menurut bahasa berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama

Lebih terperinci

MANAJEMEN WAKAF DI KOTA MALANG PASCA PENETAPAN BADAN WAKAF INDONESIA KOTA MALANG. Abdur Rozzaq ABSTRAK

MANAJEMEN WAKAF DI KOTA MALANG PASCA PENETAPAN BADAN WAKAF INDONESIA KOTA MALANG. Abdur Rozzaq ABSTRAK MANAJEMEN WAKAF DI KOTA MALANG PASCA PENETAPAN BADAN WAKAF INDONESIA KOTA MALANG Abdur Rozzaq 10210044 ABSTRAK Di Kota Malang, lembaga-lembaga pengelola wakaf seperti KUA belum melaksanakan manajemen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, oleh karena itu dalam masyarakat yang demikian ini memiliki kebiasaan

Lebih terperinci

RESUME TESIS WAKAF DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (Study Naratif Wakaf Produktif dan Pengembangannya melalui Investasi)

RESUME TESIS WAKAF DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (Study Naratif Wakaf Produktif dan Pengembangannya melalui Investasi) RESUME TESIS WAKAF DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (Study Naratif Wakaf Produktif dan Pengembangannya melalui Investasi) Wakaf produktif adalah sebuah skema pengelolaan donasi wakaf dari umat, yaitu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan masyarakat, seringkali dijadikan indikator pertumbuhan perekonomian dalam negeri untuk tetap stabil, bahkan meningkat. Beberapa sektor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang. menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima iyah

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang. menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima iyah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah ibadah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR A. Pengertian dan Dasar Hukum Nadzir 1. Pengertian Nadzir Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. 1 Di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR. Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR. Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR A. Pengertian Tentang Nazhir Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. 1 Sedangkan menurut terminologi fiqih,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG A. Analisis Pengelolaan Wakaf Uang Baitul Maal Hidayatullah Semarang menurut hukum positif Dengan lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI WAKAF TUNAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI WAKAF TUNAI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI WAKAF TUNAI A. Wakaf Tunai 1. Pengertian Wakaf Tunai Dalam peristilahan syāra secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wakaf merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap praktik utang piutang berhadiah di Desa Sugihwaras Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA WAKAF MASJID DAN WAKAF QUR AN DI YAYASAN DANA SOSIAL AL FALAH SURABAYA

BAB IV ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA WAKAF MASJID DAN WAKAF QUR AN DI YAYASAN DANA SOSIAL AL FALAH SURABAYA BAB IV ANALISIS PENDAYAGUNAAN DANA WAKAF MASJID DAN WAKAF QUR AN DI YAYASAN DANA SOSIAL AL FALAH SURABAYA A. Analisis Mekanisme Pendayagunaan Dana Wakaf Masjid dan Wakaf Qur an di YDSF Surabaya Nāżir merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KOMERSIALISASI DOA DI PEMAKAMAN UMUM JERUK PURUT JAKARTA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KOMERSIALISASI DOA DI PEMAKAMAN UMUM JERUK PURUT JAKARTA 54 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KOMERSIALISASI DOA DI PEMAKAMAN UMUM JERUK PURUT JAKARTA A. Analisis Pelaksanaan Komersialisasi Doa di Pemakaman Umum Jeruk Purut Jakarta Komersialisasi doa dalam

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN SAKSI IKRAR WAKAF DAN METODE ISTINBATH DALAM PASAL 17 AYAT (1) UU NO. 41 TAHUN 2004

BAB III ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN SAKSI IKRAR WAKAF DAN METODE ISTINBATH DALAM PASAL 17 AYAT (1) UU NO. 41 TAHUN 2004 BAB III ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN SAKSI IKRAR WAKAF DAN METODE ISTINBATH DALAM PASAL 17 AYAT (1) UU NO. 41 TAHUN 2004 A. Latar Belakang UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Berbekal dari dasar pemikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti zakat, infak, shadaqah, hibah, dan wakaf. Lembaga-lembaga ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti zakat, infak, shadaqah, hibah, dan wakaf. Lembaga-lembaga ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia secara faktual telah meningkatkan jumlah penduduk miskin. Jumlah mereka dari waktu ke waktu semakin bertambah beriringan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015 PERWAKAFAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 1 Oleh: Tirza C. Gobel 2 ABSTRAK Wakaf dalam sejarah, mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Wakaf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam mengandung unsur syariah yang berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan antar sesama (hablu min nas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007) h. 8

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2007) h. 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kalangan umat Islam, wakaf yang sangat populer masih sangat terbatas pada persoalan tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat ibadah dan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004, hlm Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil (BMT), UII Pres Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 2004, hlm Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil (BMT), UII Pres Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kemiskinan hingga saat ini masih menjadi problem yang terjadi bangsa indonesia. Kemiskinan biasanya diukur dengan pendapatnya. Kemiskinan pada dasarnya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat Indonesia, tanah merupakan modal yang paling utama dalam kehidupan sehari-hari, yaitu untuk berkebun, berladang, maupun bertani. Berbagai jenis

Lebih terperinci

ANALISIS PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NO 1 TAHUN 2009 TERHADAP IMPLEMENTASI SETORAN WAKAF YANG DI BANK SYARIAH MANDIRI

ANALISIS PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NO 1 TAHUN 2009 TERHADAP IMPLEMENTASI SETORAN WAKAF YANG DI BANK SYARIAH MANDIRI Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: 2460-2159 ANALISIS PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NO 1 TAHUN 2009 TERHADAP IMPLEMENTASI SETORAN WAKAF YANG DI BANK SYARIAH MANDIRI 1 Fida Farida, 2 Asep

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan ibadah dipraktikkan dan dimanifestasikan melalui pengabdian keseluruhan diri manusia beserta segala apa yang dimilikinya. Ada ibadah melalui bentuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Syariah, sebagai sebuah positioning baru yang mengasosiasikan kita kepada suatu sistem pengelolaan ekonomi dan bisnis secara islami. Perkembangan ekonomi syariah baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

BAB I PENDAHULUAN. lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

Keuangan mulai tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat. Hal ini dapat. dilihat dari terus meningkatnya perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Keuangan mulai tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat. Hal ini dapat. dilihat dari terus meningkatnya perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keberadaan akuntansi syariah dalam Pengelolaan Transaksi Keuangan mulai tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB IV ANALISIS TERHADAP WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 BAB IV ANALISIS TERHADAP WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang menyangkut kehidupan masyarakat dalam rangka ibadah ijtima

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1047, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Perwakafan. Benda Tidak Bergerak. Benda Bergerak. Tata Cara. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. Ibadah zakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemeluknya. Keduanya disebut dengan dua kalimat hablum minallah wa

BAB I PENDAHULUAN. para pemeluknya. Keduanya disebut dengan dua kalimat hablum minallah wa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam menganjurkan, ada dua tata hubungan yang harus dipelihara oleh para pemeluknya. Keduanya disebut dengan dua kalimat hablum minallah wa hablum minan nas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW bersabda, apabila manusia meninggal dunia, maka

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW bersabda, apabila manusia meninggal dunia, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasulullah SAW bersabda, apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali tiga, yaitu shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF 69 BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF Dalam pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wakaf sangat dianjurkan dalam agama Islam, dimana kita

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wakaf sangat dianjurkan dalam agama Islam, dimana kita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan wakaf sangat dianjurkan dalam agama Islam, dimana kita disuruh untuk menyisihkan sebagian dari harta yang kita miliki untuk dibelanjakan di jalan Allah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zakat tidak sekedar dimaknai sebagai sebuah ibadah semata yang diwajibkan kepada setiap umat Islam bagi yang sudah memenuhi syarat, akan tetapi lebih dari pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini dapat dilihat bahwa mata kuliah Hukum Islam telah menjadi mata kuliah dalam perguruan tinggi umum.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI UMUM WAKAF DAN PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB II DESKRIPSI UMUM WAKAF DAN PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF 19 BAB II DESKRIPSI UMUM WAKAF DAN PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Sejarah UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 1. Dasar pemikiran lahirnya UU

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat dan Infaq mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat kurang mampu. Hal ini disebabkan karena zakat dan Infaq

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF HAK PELAYANAN. memberikan harta atau pokok benda yang produktif terlepas dari campur

BAB I TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF HAK PELAYANAN. memberikan harta atau pokok benda yang produktif terlepas dari campur 1 BAB I TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF HAK PELAYANAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan maknanya yang umum dan praktiknya, wakaf adalah memberikan harta atau pokok benda yang produktif terlepas

Lebih terperinci

TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA

TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA Junaidi Abdullah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus e-mail: abdillahrafandra@gmail.com Abstract Cash waqf is not refers to money waqf only

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam dibangun di atas lima pilar yang terangkum dalam rukun Islam. Zakat yang merupakan rukun ketiga dari lima rukun Islam tersebut tidak seperti shalat ataupun puasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era yang penuh dengan segala persaingan baik pada sektor pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu hal yang sedang marak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE A. Analisis Pelaksanaan Wakaf Online di Sinergi Foundation Pelaksanaan wakaf yang dilakukan Sinergi Foundation sebagai salah satu lembaga wakaf online

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci

TINJAUAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WAKAF SKRIPSI

TINJAUAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WAKAF SKRIPSI TINJAUAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WAKAF (Study Kasus di Pengadilan Agama Boyolali) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Program S1 di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan mikro syariah mempunyai peran yang cukup penting dalam mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudirman (2010) menjelaskan bahwa wakaf merupakan salah satu bentuk kegiatan ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam karena pahala wakaf akan terus mengalir meskipun

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-nuqud) telah lama dipraktikkan di berbagai negara seperti Malaysia, Bangladesh, Mesir, Kuwait dan negara-negara Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. H. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm.33.

BAB I PENDAHULUAN. H. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm.33. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar tujuh tahun lamanya, sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter pada akhir tahun 1997, peranan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) cukup besar dalam membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup saling berdampingan dengan manusia yang lain sebagaimana sifat manusia sebagai makhluk sosial,

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. I Hukum Islam telah ada dan berkembang seiring dengan keberadaan Islam itu sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan syari ah, terutama perbankan syari ah. Demikian pula Baitul

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan syari ah, terutama perbankan syari ah. Demikian pula Baitul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ajaran Islam dalam bidang ekonomi, direalisasikan melalui lembaga keuangan syari ah, terutama perbankan syari ah. Demikian pula Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa wakaf merupakan perbuatan seseorang atau kelompok atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari

Lebih terperinci

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo)

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Syarat syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN WAKAF INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG A. Analisis Pelaksanaan Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syariah Mandiri Semarang 1. Analisis akad qardh wal ijarah

Lebih terperinci

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul. RINGKASAN Manusia sebagai hamba Allah yang statusnya makhluk sosial, dalam rangka melaksanakan kewajiban untuk memenuhi haknya diperlukan adanya suatu tatanan hukum yang mampu mengatur dan mengayomi hubungan

Lebih terperinci

Raffles City Hotel 04 Oktober Oleh : Drs. H. Mulya Hudori, M.Pd Kabag Tata Usaha Kementerian Agama Provinsi Bengkulu

Raffles City Hotel 04 Oktober Oleh : Drs. H. Mulya Hudori, M.Pd Kabag Tata Usaha Kementerian Agama Provinsi Bengkulu Raffles City Hotel 04 Oktober 2013 Oleh : Drs. H. Mulya Hudori, M.Pd Kabag Tata Usaha Kementerian Agama Provinsi Bengkulu Nama Curriculum Vitae : Drs. H. Mulya Hudori, M.Pd Tgl Lahir : Bandung, 5 Nopember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa peradilan agama merupakan salah satu lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perusahaan yang bergerak di dunia bisnis memiliki berbagai macam produk yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan. Tujuan didirikannya perusahaan yaitu memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 41 TAHUN 2004 TERHADAP PENERAPAN WAKAF BERJANGKA DI BANK SYARIAH BUKOPIN CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 41 TAHUN 2004 TERHADAP PENERAPAN WAKAF BERJANGKA DI BANK SYARIAH BUKOPIN CABANG WARU SIDOARJO 57 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 41 TAHUN 2004 TERHADAP PENERAPAN WAKAF BERJANGKA DI BANK SYARIAH BUKOPIN CABANG WARU SIDOARJO A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Wakaf Berjangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA 25 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA 1. Pengertian Wakaf Secara bahasa, waqafa berarti menahan atau mencegah. Dalam peristilahan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang dikemukakan dalam bab penutup ini, bukan merupakan ikhtisar dari keseluruhan tulisan, tetapi merupakan penegasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi kerja pada manusia serta menurunkan Islam untuk membuka mata

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi kerja pada manusia serta menurunkan Islam untuk membuka mata BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menganugerahkan sumber-sumber kekayaan alam dan potensi kerja pada manusia serta menurunkan Islam untuk membuka mata manusia agar mendayagunakan alam

Lebih terperinci