MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 420/Kpts/OT.210/7/2001 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 420/Kpts/OT.210/7/2001 TENTANG"

Transkripsi

1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 420/Kpts/OT.210/7/2001 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA TERNAK AYAM BURAS YANG BAIK (GOOD FARMING PRACTICE) Menimbang: 1.bahwa pemberian pelayanan, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan peternak ayam buras telah menjadi kewenangan Kabupaten/Kota; 2. bahwa atas dasar hal tersebut diatas dan sebagai pelaksanaan Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar perlu ditetapkan Pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras Yang Baik dengan Keputusan Menteri Pertanian. Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Keten -tuan -ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824); 2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (lembaran Negara Ta -hun 1977 Nomor 21, tambahan Lembaran Negara Nomor 3102); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Ta hun 1992 tentang Obat Hewan (Lem - baran Negara Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3509); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002); 1

2 9. Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras; 10. Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 Tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja jis Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden Nomor 37 tahun 2001; 11. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 juncto 289/M Tahun 2000 tentang Pembentukan Kabinet Periode yang baru; 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/ Kpts /OT.210 / 1/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; Menetapkan : 13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/OT.210/2/ tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; MEMUTUSKAN KESATU : Menetapkan Pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras Yang Baik (Good Farming Practice) seperti tercantum pada lampiran Keputusan ini. KEDUA KETIGA : Pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras Yang Baik sebagaimana dimaksud diktum KESATU tersebut merupakan dasar bagi pemberian pelayanan, pelaksanaan pembinaan, dan pengembangan budidaya ternak ayam buras. : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada Tanggal : 20 Juli 2001 ttd Prof.DR.Ir. Bungaran Saragih, M.Ec SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth. 1. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah; 2. Gubernur Propinsi seluruh Indonesia 3. Bupati/ Walikota seluruh Indonesia 4. Kepala Dinas yang membidangi Fungsi Peternakan di Propinsi seluruh Indonesia; 5. Kepala Dinas yang membidangi Fungsi Peternakan di Kabupaten/Kota seluruh Indonesia; 2

3 Lampiran: Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 420/KPTS/OT 210/7/2001 Tanggal : 20 Juli 2001 I. PENDAHULUAN 1. Maksud PEDOMAN BUDIDAYA TERNAK AYAM BURAS YANG BAIK (GOOD FARMING PRACTICE) Maksud diterbitkannya Pedoman Budidaya Ternak Ayam Bukan Ras (Buras) yang Baik ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam pelaksanaan budidaya ternak ayam buras yang baik dan pembinaa nnya. 2. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan Pedoman Budidaya ternak ayam Buras yang Baik adalah: 1) Meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas ternak. 2) Meningkatkan mutu hasil ternak 3) Menunjang ketersediaan pangan asal ternak ayam buras di dalam negeri. 4) Menciptakan lapangan pekerjaan 5) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak 6) Mendorong ekspor komoditas ternak khususnya daging. 3. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras Yang Baik ini meliputi sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan 4. Pengertian Dalam pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras Yang Baik ini, yang dimaksud dengan : 1) Budidaya Ternak adalah semua kegiatan proses produksi yang dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak sesuai dengan tujuannya. 2) Ayam buras atau ayam bukan ras adalah ayam asli Indonesia yang berasal dari ayam -ayam hutan yang telah didomestikasi untuk tujuan produksi telur dan daging. 3) DOC (Day Old Chick) adalah dalam bahasa Indonesia disebut kuri, yaitu anak ayam umur sehari; 4) Bibit ayam buras adalah calon induk umur antara 5 12 bulan, calon pejantan umur 8-15 bulan 5) Kutuk/anak ayam adalah anak ayam yang berumur sejak mulai menetas sampai umur 6 minggu. 6) Ayam dara adalah anak ayam yang berumur diatas 6 minggu sampai berumur 51/2 bulan. 3

4 7) Ayam induk/babon adalah ayam yang betina dewasa yang sedang menjalani masa bertelur. 8) Indukan (brooder) adalah alat pemanas ruangan kandang anak ayam yang berfungsi sebagai indukan buatan; 9) Ransum adalah pakan jadi /setengah jadi hasil pabrik/ industri atau hasil pencampuran bahan ransum 10) Ransum Starter adalah ransum yang diberikan kepada anak ayam periode starter (sejak menetas/umur 1 hari sampai umur 4 minggu) 11) Konsentrat adalah campuran bahan baku pakan yang tinggi nilai gizinya dan mudah dicerna; 12) Desinfektan adalah bahan penghapus hama. 13) Desinfeksi adalah kegiatan penghapus hama. 14) Sanitasi adalah suatu pelaksanaan kebersihan yang bertujuan meningkatkan/mempertahankan keadaan yang sehat bagi ternak baik didalam kandang dan komplek maupun dekitar komplek usaha peternakannya. 15) Vaksin adalah bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau sudah dimatikan dengan prosedur tertentu, digunakan untuk merangsang pembentukan zat kekebalan tubuh, sehingga tubuh dapat menahan serangan penyakit (Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1973) 16) Vaksinasi adalah usaha pengebalan hewan dengan mempergunakan vaksin. 17) Stress adalah suatu keadaan menurunnya kondisi badan pada ternak yang terjadi karena berbagai sebab. 18) Tempat isolasi adalah tempat yang khusus digunakan bagi ayam yang sakit atau diduga sakit. 19) Kepadatan kandang adalah banyaknya ternak ayam yang secara ideal dapat dimasukkan dalam kandang persatuan luas lantainya. 20) Kelompok Usaha adalah kumpulan beberapa orang yang mempunyai usaha sejenis untuk mencapai tujuan yang sama. 21) Kawasan Usaha adalah suatu area dimana para kelompok peternak berhimpun untuk melaksanakan usaha ternak. 22) Sehat dan hygienis adalah secara kesehatan dapat dipertanggung jawabkan dan bebas dari pencemaran bakteri dan residu bahan kimia. 23) Antibiotik adalah obat yang mempunyai spektrum luas terhadap suatu penyakit. 24) Hormon adalah suatu bahan yang dihasilkan tubuh atau diproduksi secara sintetik da n berguna untuk menstimulir suatu fungsi faal tubuh agar berjalan normal. 25) Pemantauan Kesehatan Hewan adalah pengamatan untuk melihat arus penyakit dan status kesehatan hewan dalam populasi secara terus menerus. 4

5 II. SARANA 1. Lokasi Lokasi usaha petern akan ayam buras harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1) Tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTR D) yang bersangkutan, 2) Letak dan ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya harus memperhatikan lingkungan dan tofografi, sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan. 2. Lahan Status Lahan usaha peternakan ayam buras harus menurut peraturan perundangan yang berlaku jelas, sesuai dgn peruntukannya 3. Penyediaan Air dan Alat Penerang 1) Air yang digunakan hrs memenuhi baku mutu air yang sehat yang dapat diminum oleh manusia dan ternak serta tersedia sepanjang tahun. 2) Setiap usaha peternakan ayam buras hendaknya menyediakan lat penerangan (misalnya listrik) yang cukup setiap saat sesuai kebutuhan dan peruntukkannya. 4. Bangunan 1) Jenis Bangunan a. kandang anak ayam, kandang ayam dara, ayam induk/babon dan ruang penetasan; b. kandang isolasi ayam sakit; c. gudang penyimpanan bahan baku, ransum makanan ayam, gudang perlatan, ruang penyimpanan telur dan tempat penyimpanan obat; d. bak dan saluran pembuangan limbah; e. bangunan kantor untuk urusan administrasi. 2) Kontruksi Bangunan a.dapat memenuhi daya tampung untuk menjamin masuknya udara segar dengan leluasa kedalam kandang dan keluarnya udara kotor/berdebu secara bebas dari kandang serta dapat dicapai suhu optimal 26,5 0 C dengan kelembaban maksimum 90% ; b.memiliki saluran pembuangan limbah; c.terbuat dari bahan yang ekonomis kuat namun dapat menjamin kemudahan pemeliharaan, pembersihan dan desinfeksi kandang. Konstruksi bangunan gudang penyimpanan pakan harus dibuat agar pakan tetap sehat, tidak rusak, dan hygienis; 5

6 d.bahan dan kontruksi kandang menjamin ternak terhindar dari kecelakaan dan kerusakan fisik. 3) Tata Letak Bangunan Penataan letak bangunan kandang dan bukan kandang didalam lokasi usaha peternakan ayam buras hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. ruang kantor dan tempat tinggal karyawan/ pengelola usaha peternakan harus terpisah dari perkandangan dan dibatasi dengan pagar; b. jarak antara tiap-tiap kandang minimal 1 kali lebar kandang dihitung dari tepi atap kandang; c. jarak terdekat antara kandang dengan bangunan bukan kandang minimal 25 m; d. ruang penetasan, kandang untuk anak ayam, ayam dara dan kandang induk untuk bertelur harus terpisah/disekat satu sama lainnya; e. bangunan-bangunan kandang, kandang isolasi dan bangunan bukan kandang harus ditata supaya aliran air, udara dan penghantar lain tidak menimbulkan pencemaran penyakit. 5 Alat dan Mesin Peternakan Usaha peternakan ayam buras hendaknya memiliki sejumlah peralatan pemeliharaan sesuai dengan kapasitas/jumlah ayam yang dipelihara, mudah digunakan dan dibersihkan serta tidak mudah berkarat seperti : 1) Induk Buatan (brooder) 2) Tempat pakan (feeder) untuk berbagai jenis umur 3) Tempat Minum (waterer) untuk berbagai jenis umur 4) Alat penghapus hama 5) Alat penerangan dan budidaya lainnya 6) Alat pembersih kandang 7) Peralatan kesehatan hewan 8) Timbangan 9) Alat pencampur bahan baku pakan Peralatan dalam kandang isolasi tidak boleh digunakan dalam kandang lain sebelum disucihamakan. 6 Bibit a. Bibit ayam buras yang dipelihara harus bebas dari penyakit unggas seperti Avian Influenza, Newcastle Disease (ND), Fowl Kolera, Fowl Pox, Infectious Bursal Disease, Salmonellosis (S.pullorum;S.enteritidis, Infectious coryza) b. Bibit ayam buras yang dipelihara diutamakan bibit ayam buras yang asli yang berasal dari daerah lokasi usaha setempat. c. Penyediaan dan pengembangan bibit ayam buras hasil persilangan antara ayam buras asli setempat dengan ayam buras yang berasal dari daerah lain atau yang disilangkan dengan ayam ras dapat dilakukan dibawah bimbingan Dinas Peternakan setempat atau lembaga/ Instansi teknis yang berwenang. 6

7 7. Pakan a. Pakan yang digunakan harus cukup dan sehat b. Sediaan biologi, sediaan parmacetik, sediaan premix, dan sediaan obat alami dapat digunakan pada usaha budidaya ternak ayam buras dan telah mendapat nomor pendaftaran 8. Obat hewan a. Obat-obat, bahan kimia, hormon dan bahan biologik untuk ternak ayam buras yang digunakan adalah yang sudah terdaftar. b. Penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 9. Tenaga kerja a. Tenaga kerja yang diperkerjakan hendaknya berbadan sehat; b. Mendapat pelatihan teknis produksi, kesehatan hewan dan lain-lainnya; c. Setiap usaha peternakan ayam buras hendaknya menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang ketenaga-kerjaan. III. Proses Produksi 1. Pemilihan Bibit Untuk mendapatkan calon bibit (induk) dan pejantan yang baik harus memenuhi syaratsyarat : 1) Bibit harus sehat dan tidak cacat; 2) Lincah dan gesit; 3) Penampilan tegap; 4) Mata bening dan bulat; 5) Rongga perut elastis; 6) Bulu halus dan mengkilat ; 7) Produksi dan daya tetas tinggi; 8) Tidak mempunyai sifat kanibal; 9) Umur bibit antara 5-12 bulan (induk) untuk pejantan antara umur 8 15 bulan. 2. Kandang Persyaratan teknis lokasi kandang pembuatan kandang adalah: 1) Harus memperhatikan tata letak kandang, drainase dan sistem pertukaran udara, cukup mendapat sinar matahari, bersih dan kuat. 2) Memperhatikan sarana transportasi dan dekat dengan sumber pakan. 7

8 3) Ukuran kandang dan daya tampung yang berlaku untuk dewasa 6-10 ekor/m2 4) Tempat makan dan minum dibuat dari bahan yang tidak mudah berkarat seperti bambu, paralon, plastik atau bahan lainnya, dan sesuai dengan umur ayam, baik ukuran maupun bentuknya. Penempatannya dibuat secara praktis, mudah terjangkau ternak, mudah dipindahkan, mudah diganti atau ditambah isinya, dan mudah dibersihkan. 5) Alat pembersih kandang harus lengkap.alat pem bersih dari kandang isolasi tidak boleh digunakan pada kandang lain. 6) Alat pemanas (induk buatan) 7) Alas kandang atau litter harus tetap kering dan bila menggumpal segera diganti dengan yang lain. 8) Sangkar atau tempat bertelur terbuat dari anyaman bambu atau papan yang dibuat berbentuk kerucut, bulat atau persegi dengan alas rumput atau jerami kering. 9) Alat penerangan (lampu) 3. Pakan 1) Pakan yang diberikan harus sesuai jumlah dan mutunya dengan umur dan periode pertumbuhan ayam. 2) Karena ransum ayam buras standar formulanya belum ada yang baku maka acuannya adalah sebagai berikut : a untuk ayam buras 1-7 hari diberikan makanan dengan ransum ayam starter; ras b umur 2-12 minggu diberikan ransum dengan Proptein Kasar 14-15%, enegi metabolis kkal/kg ransum, Lemak 5-8%, serat kasar 6,7%, Ca 1-2,5% dan fosfor 0,9-15%; c umur minggu dapat diberikan ransum dengan kandungan nutrisi Protein Kasar 10-14%, energi metabolisme kkal/kg ransum, lemak 5-7 %, serat kasar 9-10%, Ca 1-1,2% dan P 0,28 0,95% d.umur betina dewasa dapat diberikan ransum dengan kandungan nutrisi, protein kasar 15% energi metabolisme kkal/kg ransum. e.dapat menggunakan pakan komersial dengan mencampur bahan paku pakan lainnya dengan memperhatikan ketentuan teknis yang ada. 3) Jenis dan jumlah bahan baku pakan yang digunakan, harus tercatat. 4) Tanaman yang ditanam baik digunakan sebagai pakan maupun sebagai tanaman pelindung tidak boleh tercemar bahan beracun. 4. Kesehatan Hewan 1) Situasi Penyakit Ayam Buras 8

9 Usaha peternakan ayam buras harus melaksankan vaksinasi : a. mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang digunakan. b. Melapor kepada Dinas Peternakan setempat bila terjadi kasus penyakit ayam menular. 2) Tindakan Pengamanan Penyakit 4. Reproduksi a. Lokasi peternakan tidak mudah dimasuki binatang lain yang membawa penyakit. b. Melakukan desifeksi kandang dan peralatan, penyemprotan terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama-hama lainnya. c. Melakukan pembersihan dan pencucian kandang baik terhadap kandang yang habis dikosongkan maupun sebelum dimasukkan ternak baru kedalamannya. d. Peralatan dalam kandang isolasi tidak boleh dipakai dalam kandang lainnya sebelum disuci hamakan. e. Didalam lokasi peternakan tidak terdapat ternak dan unggas lain yang dapat sebagai penghantar penyakit menular. f. Orang yang dapat keluar masuk komplek perkandangan adalah petugas atau orang yang diizinkan. g. ayam yang menderita penyakit menular atau bangkai ayam dan bahan - bahan yang berasal dari hewan bersangkutan tidak dibawa keluar komplek peternakan melainkan harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dibawah pengawasan Dokter Hewan. atau petugas setempat; h. Daging yang berasal dari ayam buras yang dipotong selama pengobatan antibiotika atau hormon tidak boleh diperjualkan atau kosumsi manusia, kecuali apabila ternak tersebut dipotong setelah 7 hari dari pemberian antibiotika atau 3 hari dari pemberian hormon yang terakhir. 1) Untuk meningkatkan mutu ayam buras harus dilakukan seleksi sesuai sifat-sifat yang dihendaki. Untuk meningkatkan mutu dengan melakukan kawin silang harus terencana dengan pengawasan yang ketat. 2) Telur yang akan ditetaskan hendaknya diperoleh dari induk dengan mutu produksi yang baik. 3) Untuk mendapatkan daya tetas yang tinggi perbandingan jantan dan betina harus diperhatikan (1: 8-10). 4) Sistem perkawinan bisa dengan IB atau kawin alam. 5) Sistem penetasan dapat dilakukan dengan penetasan induk atau mesin tetas dengan memperhatikan kaidah-kaidah teknis yang ada. 9

10 6. Penangan Hasil Untuk mendapatkan hasil yang baik perlu penanganan ayam hidup yang baik sebelum dipasarkan, yang harus diperhatikan dan dilakukan adalah : (1) Pembersihan ayam Ayam sebaiknya dibersihkan secara kering (tanpa air), kecuali kotoran sukar dibersihkan dengan cara kering, jika membersihkan ayam dengan cara basah (dengan air) hendaknya menggunakan air hangat kuku, untuk menghindari sedikit mungkin perubahan pada kulit. (2) Sortir/ pemilihan ayam. Ayam dipilih sesuai dengan kondisi dan beratnya. Ayam yang beratnya normal dan bersih merupakan ayam yang baik mutunya. (3) Pengepakan ayam siap angkut. Sebelum ayam dimasukkan ke dalam alat transportasi khusus, sebaiknya ayam dikemas dalam wadah atau kemasan khusus untuk ayam, yang bertujuan untuk melindungi dari pengaruh buruk pada saat pengangkutan. IV. Pelestarian Lingkungan 1. Rencana Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Setiap usaha peternakan ayam Buras harus menyusun rencana cara-cara penanggulangan pencemaran dan kelestarian lingkungan sebagaimana diatur di dalam : (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); (3) Peraturan pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 2. Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Dalam upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan, diperlukan perhatian khusus terhadap beberapa hal, sebagai berikut: (1) Mencegah timbulnya erosi serta membantu penghijauan di areal peternakan. (2) Menghindari timbulnya erosi dan gangguan lain yang berasal dari peternakan yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk, suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/ air tanah (sumur). (3) Setiap usaha peternakan ayam Buras agar membuat unit pengolahan limbah peternakan (padat, cair dan gas) yang sesuai dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan. (4) Setiap usaha peternakan ayam Buras membuat tempat pembuangan kotoran dan penguburan bangkai. 10

11 V. Pengawasan 1. Sistim Pengawasan (1) Usaha peternakan ayam Buras harus menerapkan sistem pengawasan secara baik pada titik kritis dalam proses produksi untuk mem antau kemungkinan adanya penyakit. (2) Instansi yang berwenang dalam bidang peternakan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan (Pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras Yang Baik/Good Farming Practice). 2. Sertifikasi (1) Usaha peternakan ayam Buras yang produksinya untuk tujuan ekspor harus dilengkapi dengan sertifikat. (2) Sertifikat dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang setelah melalui penilaian berdasarkan pada monitoring dan evaluasi. 3. Monitoring dan Evaluasi (1) Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh instansi yang berwenang di bidang peternakan di kabupaten/ kota. (2) Evaluasi dilakukan setiap tahun berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan serta pengecekan/ kunjungan ke lokasi usaha. 4. Pencatatan Usaha peternakan ayam Buras hendaknya melakukan pencatatan (Recording) data yang sewaktu-waktu dibutuhkan oleh petugas atau instansi terkait. Data yang perlu dicatat sebagai berikut : (1) Data populasi. (2) Data produksi. (3) Data catatan reproduksi. (4) Data konsumsi pakan. (5) Jadwal vaksinasi. (6) Data penyakit. (7) Data pemasukan dan pengeluaran ayam. 5. Pelaporan (1) Setiap usaha peternakan ayam Buras wajib membuat laporan tertulis secara berkala (semester dan tahunan) kepada instansi yang berwenang. (2) Setiap usaha peternakan ayam Buras wajib membuat laporan baik teknis maupun administrasi secara berkala (semester dan tahunan) untuk keperluan pengawasan intern, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat mengadakan perbaikan/ perubahan berdasarkan laporan yang ada. 11

12 VI. Penutup Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat. Menteri Pertanian, ttd Prof.DR. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec 12

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 36/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PEDAGING YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 36/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PEDAGING YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 36/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PEDAGING YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pemberian pelayanan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran No.1018, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Pembibitan. Itik Lokal. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DIREKTORAT PERBIBITAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pemberian pelayanan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa burung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba No.260, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN Budi Daya. Itik. Pedaging. Petelur. Pedoaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 2014, No.262 4 A. Latar Belakang LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA KELINCI YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 19 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BUDIDAYA TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KELINCI DI PERKOTAAN

PEDOMAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KELINCI DI PERKOTAAN Seri Pertanian Perkotaan PEDOMAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KELINCI DI PERKOTAAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian

Lebih terperinci

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08 Nama : MILA SILFIA NIM : 11.12.5933 Kelas : S1-SI 08 Permintaan daging ayam kampung cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh kesadaran sebagian masyarakat untuk mengkonsumsi

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA TAHUN 2014

PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA TAHUN 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK NON RUMINANSIA TAHUN 2014 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR Bibit ternak mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/Permentan/PK.210/8/2015 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA SAPI POTONG YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN UNTUK DAY OLD CHICK (DOC) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TERNAK KOMPETENSI KEAHLIAN

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN BURUNG PUYUH YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE)

PEDOMAN PEMBIBITAN BURUNG PUYUH YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE) PEDOMAN PEMBIBITAN BURUNG PUYUH YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE) DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 PEDOMAN PEMBIBITAN BURUNG PUYUH

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu pada tanggal 25 Oktober 2016 sampai 28 November 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian berusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB Totok B Julianto dan Sasongko W R Ayam KUB Ayam kampung atau ayam buras (bukan ras), masih digemari oleh masyarakat baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati 18 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati Baru, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BUDIDAYA TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN Iitik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam. Kelebihan ternak itik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 26 hari mulai 15 April--10 Mei 2014, di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 50 TAHUN 2012 TANGGAL : Sragen,

LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 50 TAHUN 2012 TANGGAL : Sragen, LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 50 TAHUN 2012 TANGGAL : 17-10-2012 Nomor : Lampiran : Perihal : Permohonan Izin Usaha Peternakan/ Izin Perluasan Peternakan Sragen, Kepada Yth. Bupati Sragen

Lebih terperinci

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Ternak

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Ternak Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Ternak A. DASAR KOMPETENSI KEJURUAN. Menjelaskan potensi sektor pean 2. Menjelaskan dasardasar budidaya 3. Menjelaskan sistem organ

Lebih terperinci

PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014

PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014 PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014 ISTILAH-ISTILAH Grand parent stock= ayam nenek Parent stock= ayam induk Commercial stock= ayam komersial Feed supplement = pakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS) DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 02/Kpts/PD.430/F/01.07 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

Lebih terperinci

j ajo66.wordpress.com 1

j ajo66.wordpress.com 1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa Pakan merupakan faktor penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN, 307 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin agar pakan yang beredar dapat dijaga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTANSI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTANSI KARANTINA HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTANSI KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin agar

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

tentang Prinsip-prinsip Pembuatan Kandang dan Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Macam-macam Kandang. Modul empat, membahas materi Sanitasi dan

tentang Prinsip-prinsip Pembuatan Kandang dan Kegiatan Belajar 2 membahas tentang Macam-macam Kandang. Modul empat, membahas materi Sanitasi dan ix S Tinjauan Mata Kuliah ejalan dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk Indonesia juga semakin bertambah, diikuti oleh meningkatnya pendapatan dan tingkat pendidikan, maka kebutuhan dan kesadaran konsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK UNGGAS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK UNGGAS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK UNGGAS 1. Dosen melakukan rapat koordinasi dengan asisten terkait dengan rencana pelaksanaan praktikum Industri Ternak Unggas minimal 1 bulan sebelum

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/OT.140/10/2006 PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/OT.140/10/2006 PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Kambing dan Domba. Pembibitan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan (telur, daging, dan susu) terus meningkat. Pada tahun 2035

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan (telur, daging, dan susu) terus meningkat. Pada tahun 2035 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak ayam merupakan komuditas peternakan yang paling banyak dipelihara oleh petani-peternak di pedesaan. Produk komuditas peternakan ini adalah sumber protein hewani

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2030, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Karatina Hewan. Instalasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/KR.100/12/2015 TENTANG INSTALASI KARANTINA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret 2012, di kandang ayam milik PT Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa Krawang

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi Ayam Nunukan adalah sumber plasma nutfah lokal Propinsi Kalimantan Timur yang keberadaannya sudah sangat langka dan terancam punah. Pola pemeliharaan yang kebanyakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG - 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyediaan dan Peredaran Susu. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMENTAN/PK.450/7/2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEREDARAN SUSU

Lebih terperinci