UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK R DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA DAHLIA PSTW BUDI MULIA 1 CIPAYUNG KARYA ILMIAH AKHIR NERS DITA NUR HIDAYAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA NENEK R DENGAN MASALAH KONSTIPASI DI WISMA DAHLIA PSTW BUDI MULIA 1 CIPAYUNG KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat memenuhi memperoleh gelar Ners Keperawatan DITA NUR HIDAYAH FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 ii

3

4

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillahhirobbil alamin. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam atas limpahan nikmat dan karunia-nya sehingga atas ijin- Nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini. Karya ini tidak mungkin akan selesai tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph. D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan ; 2. Ibu Ns. Dwi Cahya Rahmadiyah., S. Kep., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan pengarahan, nasihat serta bimbingan dalam penyusunan karya ilmiah yang baik dan benar; 3. Kepala PSTW Budi Mulia 1 Cipayung yang telah memberikan ijin serta kesempatan untuk melakukan praktik keperawatan; 4. Ibu dan keluarga besar saya yang mendoakan, memberikan dukungan material dan moral demi kelancaran penyusunan karya ilmiah ini; 5. Sahabat-sahabat saya, Icha, Rara, Cimut, Lele, Evie, Sae, Rio dan Najat yang membuat saya selalu termotivasi untuk menyelesaikan karya ilmiah ini dengan sebaik-baiknya; 6. Teman-teman MBUI, Goodwill serta IKAMMA UI yang telah memperkenalkan saya kepada orang-orang hebat yang selalu membuat saya termotivasi untuk menjadi lebih baik; 7. Teman-teman peminatan KKMP Gerontik, dan teman-teman FIK UI angkatan 2009 yang saling memotivasi satu sama lain. Penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan yang telah diberikan. Semoga Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak, terutama demi pengembangan ilmu. Depok, 08 Juli 2014 Penulis v

6

7 ABSTRAK Nama : Dita Nur Hidayah NPM : Program Studi : Profesi Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Nenek R dengan Masalah Konstipasi di Wisma Dahlia PSTW Budi Mulia 1 Cipayung Konstipasi merupakan gangguan pada sistem gastrointestinal yang sering dialami oleh lansia di masyarakat perkotaan yang akan berdampak buruk bila tidak segera diatasi. Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas massage abdomen gaya Swedia (Swedish Abdominal Massage) dalam mengatasi konstipasi pada lansia. Intervensi dilakukan selama 8 kali pertemuan dalam 2 minggu selama menit. Hasil intervensi ini menunjukkan bahwa massage abdomen terbukti efektif dalam mengatasi konstipasi. Hasil intervensi menunjukkan perbaikan frekuensi defekasi (1-2 hari sekali) dan peningkatan volume feses saat defekasi., namun feses masih terasa keras. Frekuensi dan teknik massage serta terapi cairan dan serat perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan hasil. Kata Kunci: konstipasi, lansia, massage abdomen vii

8 ABSTRACT Name : Dita Nur Hidayah NPM : Study Program : Clinical Practice Nursing Title : Analysis of Clinical Nursing Practice of Urban Health to Mrs. R with Constipation Problem at Wisma Dahlia of Social Institution Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Constipation is one of gastrointestinal disorder that commonly diagnosed in urban elderly. This condition may cause some potential health-related consequences if doesn t manage immediately. This paper had purposed to describe of effectiveness interventions in nursing care by Swedish abdominal massage to reduce constipation. Studies have demonstrated in 8 times meeting over the period 2 weeks. Each session contains min of abdominal massage. There is good evidence that massage can increase the frequency of bowel movements and volume of the stool, but the consistency still dry and hard to expel. It needs more frequency to give abdominal massage and increase fiber and fluid intake to get best result. Keywords: Constipation, elderly, abdominal massage viii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Teori Kebutuhan Manusia Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal pada Lansia Konstipasi Pengertian Konstipasi Faktor Risiko Konstipasi pada Lansia Patofisiologi dan Klasifikasi Konstipasi pada Lansia Komplikasi Konstipasi pada Lansia Penatalaksanaan Konstipasi pada Lansia Pengkajian Konstipasi pada Lansia Intervensi Konstipasi pada Lansia ix

10 2.6 Massage Abdomen Pengertian Massage Abdomen Tipe- tipe Massage Abdomen Swedish Abdominal Massage BAB 3 LAPORAN KASUS UTAMA KLIEN Pengkajian Riwayat Kesehatan Kebiasaan Sehari-hari Keluhan Saat Ini Pemeriksaan Fisik Analisa Data Rencana Asuhan Keperawatan Implementasi Evaluasi BAB 4 ANALISA SITUASI Profil Lahan Praktik Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep Kasus Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA x

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Langkah-langkah Swedish Abdominal Masage Lampiran 2 Langkah-langkah Massage I Love U xi

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan era globalisasi akan berimplikasi pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang lebih baik akan memberikan pengaruh terhadap status kesehatan manusia sebagai individu maupun kelompok. Manusia sebagai individu normal akan terus berkembang sesuai dengan tahap perkembangan, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Berbicara mengenai lansia, seiring dengan meningkatnya kesejahteraan penduduk, maka akan meningkat pula Usia Harapan Hidup (UHH) para lansia. Berdasarkan laporan Wirakusumah (2000) dalam Kemenkes RI (2013), World Health Organization (WHO) memperkirakan UHH yang pada tahun 1990 hanya 59,9 tahun diperkirakan akan meningkat menjadi 71,7 tahun. Jumlah total penduduk lansia di Indonesia mencapai 19,32 juta orang atau 8,37% dari total seluruh penduduk Indonesia. Kementerian Kesehatan RI (2013) memprediksi bahwa akan terjadi ledakan jumlah penduduk lansia terutama di negara-negara berkembang. Berdasarkan proyeksi tahun , kelompok umur 0-49 tahun akan menurun, sedangkan kelompok lansia (50-60+) akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur lansia akan meningkat setiap tahun dan memiliki prosentase yang cukup besar di Indonesia. Kondisi ini akan membuat pemerintah memberikan perhatian yang lebih terhadap lansia, khususnya dalam hal kesehatan. Prediksi yang diajukan oleh Kemenkes RI ini bercermin melalui situasi global lansia yang terjadi pada saat ini. Situasi tersebut diantaranya; (1) Setengah dari jumlah lansia di dunia (400 juta jiwa) berada di Asia, (2) Pertumbuhan lansia di negara berkembang lebih tinggi dari negara yang sudah berkembang, (3) Masalah terbesar lansia adalah penyakit degeneratif, dan (4) Diperkirakan pada tahun 2050 sekitar 75% lansia penderita penyakit degeneratif tidak dapat beraktivitas atau hanya tinggal di rumah (Kemenkes, 2013). 1

13 2 Penjelasan sebelumnya menyebutkan bahwa masalah terbesar yang dialami lansia adalah penyakit degeneratif. Beberapa contoh penyakit degeneratif yang dapat mengancam hidup lansia antara lain; penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), kanker, dan lain sebagainya. Penyakit-penyakit degeneratif tersebut tidaklah muncul begitu saja tanpa sebab. Umumnya penyakit degeneratif muncul sebagai akibat dari keluhan ringan namun dianggap sepele oleh penderitanya. Beberapa contoh keluhan yang khas pada lansia antara lain; gangguan pola tidur, kejadian jatuh, konstipasi, inkontinensia, perubahan gaya berjalan, kurang nutrisi, dementia, dan lain sebagainya. Konstipasi merupakan masalah yang sering sekali dialami oleh lansia. Konstipasi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan jarak (interval) waktu buang air besar (BAB) yang lama, yaitu 2-3 hari, penurunan volume feses dan disertai peningkatan konsistensi yang disebabkan oleh waktu transit kolon yang lambat. Penampilan feses umumnya keras, kering, keluar dalam bentuk fragmen kecilkecil (scybala), namun terkadang juga terdapat bagian yang lunak atau cair yang biasa disebut dengan diare palsu. Hal ini dikarenakan perpanjangan waktu penumpukan feses pada kolon rektosigmoid. (Bienfait, 1972 dalam Marza-Danila, 2011). Telah banyak penelitian dan laporan sensus nasional maupun international mengenai angka kejadian konstipasi pada lansia. Penelitian menyebutkan bahwa prevalensi dari konstipasi meningkat seiring dengan pertambahan usia, khususnya untuk orang-orang yang berusia 65 tahun keatas (Rao, 2007 dalam Rao & Go, 2010). Hal tersebut berpangkal pada kelemahan tonus otot dinding usus akibat penuaan. Di Kepulauan Inggris, 10% dari jumlah populasi, 20% lansia yang tinggal di rumah, 49% yang menjalani long-term care, serta 70% yang mengalami kecacatan menderita konstipasi kronik (Sinclair, 2010). International US Census Bureau memperoleh data bahwa pada tahun 2003, sebanyak atau sekitar 1,8% penduduk Indonesia mengalami konstipasi (Sari, 2009). Selain itu, disebutkan juga bahwa lansia wanita memiliki kemungkinan 2 sampai 3 kali lipat mengalami konstipasi dibandingkan lansia pria.

14 3 Konstipasi merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi pada lansia yang tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan laporan Sakernas (2011) dalam Kemenkes (2013), presentasi lansia di Indonesia yang bekerja di daerah perkotaan (51,46%) lebih tinggi dibandingkan lansia pedesaan (38,99%). Susenas (2009) juga menyebutkan bahwa angka kesakitan penduduk lansia di daerah perkotaan mencapai 27,20 %. Saat ini masyarakat di Indonesia, terutama perkotaan mengalami pergeseran gaya hidup. Seiring dengan perbaikan sosial ekonomi masyarakat, maka terjadi pula perubahan kebiasaan perilaku yang cenderung kebarat-baratan, seperti kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji yang kurang serat, menurunnya aktivitas fisik (sedentary lifestyle), dan kurang olahraga. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab konstipasi lebih banyak dialami oleh masyarakat perkotaan (Raissa, 2012). Beberapa faktor penyebab konstipasi adalah konsumsi serat dan cairan yang tidak adekuat. Oleh karena itu, melalui terapi serat dan air putih yang cukup dan disertai dengan pola aktivitas fisik yang teratur merupakan cara utama yang harus dijalankan oleh individu untuk mengatasi konstipasi. Namun untuk kelompok umur lansia, diperlukan beberapa intervensi tambahan untuk memaksimalkan fungsi diet dan gaya hidup seimbang yang telah dijalankan, khususnya bagi lansia yang tinggal di lingkungan panti sosial. Hal ini dikarenakan selain situasi khusus yang dialami lansia yang telah mengalami kelemahan tonus otot dinding usus akibat penuaan, lansia tidak dapat memilih jenis makanan yang diinginkan karena porsi dan jenis makanan telah ditentukan oleh pihak panti yang terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan lansia. Kondisi seperti ini telah dialami oleh salah satu Warga Binaan Sosial (WBS), yaitu Nenek R, yang selanjutnya akan disebut sebagai klien. Klien (70 Tahun) merupakan salah satu WBS di Panti Sosial Tresna Budi Mulia 1 Cipayung yang mengalami konstipasi. Klien mengaku sulit buang air besar. Frekuensi buang air besar klien tidak menentu, sering kali hanya buang air besar 2 kali dalam seminggu. Menurut laporan petugas wisma, klien pernah tidak buang air besar selama 2 minggu. Setiap buang air besar, feses yang keluar hanya berupa

15 4 gumpalan kecil sebesar jari dan terasa keras. Klien memiliki riwayat penyakit stroke sekitar 1 tahun yang lalu yang menyebabkan kelumpuhan pada sisi kanan tubuhnya. Selain itu, klien juga mengalami kebutaan akibat katarak pada kedua matanya. Itulah yang menyebabkan klien jarang beraktivitas dan hanya menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat tidur. Pola makan klien cukup baik. Klien mengaku sangat menyukai buah-buahan, namun beliau menyayangkan buah yang diberikan dari pihak panti sangat sedikit (berupa potongan kecil). Jika saat makan tiba, klien selalu makan menggunakan sayur, namun sayur yang dibagikan juga sedikit. Klien jarang mengonsumsi air putih karena beliau mengalami kesulitan untuk mengambil air putih yang letaknya agak jauh dari tempat tidurnya, Biasanya klien akan meminta tolong petugas yang kebetulan lewat untuk mengambilkan minum. Jika tidak ada petugas lewat, maka klien lebih sering menahan keinginan untuk minum. Perlakuan diet seimbang (khususnya konsumsi serat) dan peningkatan aktivitas fisik dapat dilakukan sebagai salah satu intervensi untuk mengatasi masalah konstipasi klien. Namun, intervensi tersebut dirasakan kurang maksimal karena menu makanan yang sulit untuk dirubah sesuai keinginan (kebijakan panti) dan aktivitas fisik yang terbatas karena hemiparese dextra yang dialami klien akibat stroke 1 tahun yang lalu. Oleh karena itu, penulis bermaksud mengaplikasikan metode lain untuk mengatasi keluhan konstipasi pad klien. Intervensi pelengkap yang digunakan penulis untuk mengatasi konstipasi pada klien adalah massage abdomen. Massage abdomen merupakan salah satu intervensi yang dapat membantu mengatasi masalah konstipasi pada lansia. Jika konsumsi serat, cairan dan aktivitas fisik merupakan cara yang digunakan untuk menstimulasi pergerakan sisa makanan dari dalam (internal), maka massage abdomen merupakan cara yang digunakan untuk menstimulasi gerakan sisa makanan di usus dari luar (eksternal). Massage abdomen merupakan intervensi yang telah dibuktikan keefektifannya oleh banyak peneliti. Selain karena tidak memiliki efek samping yang serius,

16 5 massage abdomen terbukti dapat mengatasi konstipasi secara alami dan tidak menggunakan obat-obatan dalam bentuk apapun. Massage abdomen dengan cara klasik (massage sesuai anatomi kolon) telah lama dikenal oleh masyarakat dan telah terbukti keefektifannya. Sinclair (2010) telah melakukan penelitian menggunakan metode massage abdomen jenis lain untuk mengatasi keluhan konstipasi pada lansia. Teknik massage yang akan digunakan adalah massage abdomen gaya Swedia (Swedish Abdominal Massage). Teknik massage ini menggunakan Tactile Stimulation Method dari Birkestad yang menggunakan prinsip mengurut, penekanan dengan lembut, dan tekanan statis. Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan mengenai situasi lansia di Indonesia, presentase lansia di daerah perkotaan, keluhan konstipasi yang dialami lansia, penuaan sistem pencernaan, serta kondisi klien di panti sosial, maka penulis ingin mengetahui keefektifan teknik massage abdomen gaya Swedia dalam mengatasi masalah konstipasi pada lansia pada masyarakat perkotaan. 1.2 Rumusan Masalah Penuaan yang terjadi pada lansia terjadi pada seluruh sistem tubuh, tidak terkecuali sistem gastrointestinal. Penurunan fungsi organ-organ pada sistem gastrointestinal akibat penuaan dapat menyebabkan berbagai masalah pencernaan, salah satunya adalah konstipasi. Konstipasi merupakan keluhan yang sering dialami oleh lansia, khususnya lansia yang hidup sebagai masyarakat di wilayah perkotaan. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) merupakan salah satu institusi pemerintah yang diperuntukkan bagi lansia yang tinggal diperkotaan. Asupan makanan yang diberikan pihak panti oleh para lansia sering kali tidak memenuhi kebutuhan serat pada lansia. Selama peneliti melakukan pengkajian di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung, peneliti menemukan bahwa banyak Warga Binaan Sosial (WBS) yang mengalami konstipasi, termasuk klien. Masalah konstipasi pada lansia dapat diatasi dengan menggunakan beberapa cara, salah satunya adalah massage abdomen gaya Swedia (Swedish Abdominal Massage). Oleh karena itu, dalam laporan ini penulis mengangkat rumusan masalah, yaitu Bagaimana

17 6 tingkat keefektifan Swedish Abdominal Massage dalam mengatasi konstipasi pada lansia? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah menganalisis asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Nenek R (70 Tahun) dengan masalah konstipasi selama 2 minggu praktik di Wisma Dahlia Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah: 1. Tergambarnya profil pelayanan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung 2. Tergambarnya hasil analisa Swedish Abdominal Massage sebagai salah satu intervensi dalam mengatasi konstipasi pada lansia 3. Tergambarnya hasil pengkajian Nenek R di Wisma Dahlia Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung 4. Tergambarnya rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia dengan masalah konstipasi 5. Tergambarnya implementasi yang telah dilakukan pada lansia yang mengalami masalah konstipasi 6. Tergambarnya evaluasi hasil implementasi yang telah dilakukan 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi pelayanan keperawatan kesehatan lansia di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai inovasi intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat maupun caregiver lansia dalam mengatasi konstipasi. Selain itu, inovasi intervensi dapat diaplikasikan di PSTW sehingga dapat mengurangi penggunaan obat maupun pencahar yang memiliki efek samping lebih tinggi.

18 7 2. Bagi keilmuan keperawatan Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang pendidikan keperawatan, khususnya keperawatan gerontik. Bagi pendidikan keperawatan, hasil laporan ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk pengembangan inovasi intervensi keperawatan terhadap masalah konstipasi, khususnya pada lansia. 3. Bagi penelitian Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi masukan atau ide untuk melakukan penelitian lebih jauh atau menggunakan metode yang berbeda, sehingga data mengenai keefektifan teknik Swedish Abdominal Massage menjadi lebih lengkap. Selain itu, hasil laporan ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya terkait masalah konstipasi pada lansia.

19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersamasama yang tinggal di suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/ kumpulan tersebut (Horton & Hunt, 1991). Jadi, masyarakat urban atau masyarakat perkotaan merupakan sekumpulan individu yang mendiami daerah perkotaan yang didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar menjadi lebih baik. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Perkotaan memiliki karakteristik yaitu besarnya peranan kelompok sekunder, anonimitas merupakan ciri kehidupan masyarakatnya, heterogen, mobilitas sosial tinggi, tergantung pada spesialisasi, hubungan antara orang satu dengan yang lain lebih didasarkan atas kepentingan daripada kedaerahan, lebih banyak tersedia lembaga atau fasilitas untuk mendapatkan barang dan pelayanan, serta lebih banyak mengubah lingkungan (Indrizal, 2006). Pada mulanya kota sebagai suatu tempat tujuan orang untuk bekerja dan menyejahterakan hidup orang banyak yang setelahnya kota menjadi tempat pemukiman yang tetap. Kota memiliki semacam daya tarik untuk kegiatan rohaniah dan perdagangan, serta kegiatan lainnya yang sebagian besar penghuninya telah mampu memenuhi kebutuhannya melalui pasar setempat. Masyarakat perkotaan ialah masyarakat yang tinggal di kota, yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian dan memiliki tujuan hidup untuk memperbaiki kehidupan mereka (Allender, 2001). 8

20 9 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan adalah bagian dari keperawatan komunitas, yang mengutamakan asuhan keperawatan bagi masyarakat di perkotaan dengan berbagai masalah yang ditimbulkan sebagai dampak dari urbanisasi, yang membuat perubahan pada perilaku sehat di masyarakat (Marriner, 2001). Keperawatan kesehatan masyarakat ialah suatu bidang dalam keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan serta peran aktif masyarakat dengan mengutamakan pelayanan promotif, preventif berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu (Depkes RI, 1996). Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan termasuk dalam lingkup keperawatan komunitas karena masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di daerah perkotaan dengan segala kondisi yang ada di lingkungan kota (Neuman, 1995). Secara umum, keperawatan ini bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat tercapai derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupannya sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. Oleh sebab itu, ruang lingkup keperawatan kesehatan masyarakat akan mencakup peningkatan kesehatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) adalah suatu bidang dalam keperawatan kesehatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif, preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh, melalui proses keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya (Depkes, 2006).

21 10 Perawatan Kesehatan Masyarakat sering disebut dengan PHN (Public Health Nursing) namun pada akhir-akhir ini lebih tepat disebut CHN (Community Health Nursing). Perubahan istilah public menjadi community, terjadi di banyak negara karena istilah public sering kali dihubungkan dengan bantuan dana pemerintah (public funding), sementara keperawatan kesehatan masyarakat dapat dikembangkan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh mesyarakat atau swasta, khususnya pada sasaran individu, contohnya perawatan kesehatan individu di rumah atau Home Health Nursing (Depkes, 2006). Efendi dan Makhfudli (2009), menjelaskan bahwa keperawatan kesehatan komunitas dibedakan dari spesialis keperawatan lainnya berdasarkan prinsip dibawah ini; 1. Klien atau unit keperawatan merupakan suatu populasi, 2. Tugas utama adalah meraih yang terbaik bagi sejumlah orang atau populasi keseluruhan, 3. Proses yang digunakan oleh perawat komunitas termasuk bekerja dengan klien sebagai mitra yang sejajar, 4. Pencegahan primer merupakan hal yang prioritas dalam memilih tindakan yang sesuai, 5. Memilih strategi untuk menciptakan lingkungan sehat, kondisi sosial, dan ekonomi pada populasi yang berkembang merupakan fokus utama, 6. Tanggung jawab mencakup keseluruhan populasi yang memerlukan intervensi atau pelayanan spesifik, 7. Penggunaan sumber-sumber kesehatan yang optimal untuk mendapatkan perbaikan yang terbaik dari populasi merupakan kunci pokok dari kegiatan praktik, serta 8. Kolaborasi dengan berbagai jenis profesi, organisasi, dan perkumpulan merupakan cara paling efektif untuk mempromosikan dan melindungi kesehatan populasi. Depkes (2006) menjelaskan bahwa tujuan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi

22 11 masalah kesehatan masyarakat yang optimal. Fokus utama kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keperawatan, membimbing dan mendidik individu, keluarga, kelompok, masyarakat untuk menanamkan pengertian, kebiasaan dan perilaku hidup sehat sehingga mampu memelihara dan meningkatkan derajad kesehatannya. Langkah-langkah proses keperawatan pada perkesmas meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan (implementasi), dan penilaian (evaluasi). Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dapat diberikan secara langsung pada semua tatanan kesehatan, diantaranya; (1) Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll), (2) Di rumah (Home Care), (3) Di sekolah, (4) Di tempat kerja atau industri, (5) Di barak penampungan, (6) Di dalam kegiatan puskesmas keliling, (7) Di panti, termasuk panti werdha, panti asuhan, rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan (Lapas), serta (8) Pelayanan dalam kelompok berisiko tinggi, seperti kelompok wanita, anak-anak, lansia, pusat pelayanan kesehatan jiwa, gelandangan, penderita HIV, dan lain sebagainya (Depkes, 2006). 2.2 Teori Kebutuhan Manusia Umumnya, setiap manusia memiliki kebutuhan dasar yang sama meskipun setiap individu memiliki latar belakang sosial, budaya, persepsi dan pengetahuan yang berbeda. Manusia akan memenuhi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tingkat prioritas masing-masing. Kebutuhan dasar yang akan dan harus segera dipenuhi adalah kebutuhan dasar dengan tingkat prioritas yang paling tinggi/ utama. Terdapat beberapa teori mengenai kebutuhan dasar manusia. Salah satu teori yang paling sering digunakan dalam dunia keperawatan adalah Teori Kebutuhan Dasar Maslow. Maslow menyusun teori kebutuhan manusia berdasarkan pandangan terhadap variasi kebutuhan manusia yang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan dapat terpenuhi hanya jika jenjang yang sebelumnya telah (relatif) terpenuhi atau terpuaskan.

23 12 Teori ini digambarkan dalam bentuk sebuah piramida yang tersusun atas lima jenis kebutuhan dasar, dimulai dari tingkat piramida paling dasar dan paling luas yang menggambarkan prioritas utama manusia hingga pada bagian puncak piramida yang menggambarkan prioritas pada tingkat yang paling rendah. Lima tingkat kebutuhan dasar manusia dimulai dari piramida paling dasar, yaitu (1) Kebutuhan Fisiologis, (2) Kebutuhan Keamanan, (3) Kebutuhan Dimiliki dan Dicintai, (4) Kebutuhan Harga Diri, (5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Wardalisa, 2012). Menurut Wardalisa (2012), berikut penjelasan mengenai masing-masing jenjang kebutuhan dasar manusia menurut Maslow: 1. Kebutuhan Fisiologis Umumnya, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang bersifat neostatik, yaitu usaha untuk menjaga keseimbangan unsur-unsur fisik. Kebutuhan fisilogis juga bersifat faali, yaitu kebutuhan anatomi tubuh kita untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Beberapa contoh kebutuhan fisiologis manusia, antara lain; makan, minum, oksigen, tempat tinggal, serta kebutuhan eliminasi, istirahat, dan seksual. 2. Kebutuhan Keamanan Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi dan terpuaskan secukupnya, maka akan muncul kebutuhan keamanan. Mirip dengan kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan juga merupakan kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya. Perbedaannya terletak pada jangka waktu pemakaian kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis merupakan pertahanan hidup jangka pendek, sedangkan keamanan merupakan pertahanan hidup jangka panjang. Beberapa contoh kebutuhan keamanan, diantaranya: stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut dan cemas. 3. Kebutuhan Dimiliki dan Dicintai Setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan relative terpuaskan, selanjutnya akan muncul kebutuhan dimiliki dan dicintai. Kebutuhan dimiliki lebih

24 13 mengarah pada keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial. Sebagaimana dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, maka manusia akan selalu memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itulah manusia akan bersedih jika mengalami kesendirian, pengasingan, ditolak lingkungan, dan kehilangan sahabat atau orang yang dicintainya. Selain kebutuhan bersosialisasi, cinta dan kasih sayang juga merupakan bagian dari jenjang kebutuhan dasar ini. Ada dua jenis cinta, yaitu Deficiency Love (D-Love) dan Being (B-Love). D-Love merupakan kebutuhan cinta karena kekurangan, yaitu mencintai sesuatu yang tidak dimilikinya atau seseorang yang membuat dirinya merasa tidak sendirian, misalnya hubungan pernikahan. Jenis cinta yang ini membutuhkan sesuatu atau seseorang yang dapat membuat individu merasa terpuaskan kenyamanan dan keamanannya. Being Love (B-Love) didasarkan pada penilaian terhadap orang lain tanpa keinginan untuk mengubah ataupun memanfaatkan orang tersebut. Jenis cinta yang ini tidak berniat untuk memiliki dan mempengaruhi, namun lebih bertujuan untuk memberikan gambaran positif, penghargaan dan cinta kepada orang lain. Selain itu, jenis cinta ini juga membuka kesembatan bagi orang lain untuk berkembang. Meskipun presentase pemenuhannya tidak sebanyak kebutuhan fisiologis dan keamanan, kebutuhan untuk dimiliki (bersosialisasi) dan dicintai juga penting dalam kehidupan manusia. Kegagalan dalam pemenuhan kebutukan cinta dan memiliki ini sering kali menjadi sumber hampir semua bentuk psikopatologi atau gangguan kejiwaan. 4. Kebutuhan Harga Diri Ketika kebutuhan dimiliki dan cinta sudah relatif terpuaskan atau terpenuhi, selanjutnya akan muncul kebutuhan akan harga diri. Ada dua jenis harga diri, yaitu menghargai diri sendiri dan mendapat penghargaan dari orang lain.

25 14 Kebutuhan untuk menghargai diri sendiri dapat dipenuhi melalui beberapa cara, misalnya: mencari dan memperoleh kekuatan atau kemampuan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Di sisi lain, kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain dapat diperoleh melalui status, jabatan, ketenaran, kehormatan. Seseorang membutuhkan pengetahuan bahwa dirinya dikenal dan dinilai dengan baik oleh orang lain. Berdasarkan teori kebutuhan yang telah dijelaskan, dapat kita simpulkan bahwa pada sesungguhnya setiap manusia yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Sesuai dengan teori yang dinyatakan Maslow, kebutuhan lain tidak bisa terpenuhi jika kebutuhan yang lebih penting dan lebih prioritas belum terpenuhi. Oleh karena itu, agar kebutuhan pada puncak piramida dapat terpenuhi, maka manusia harus memenuhi kebutuhan yang berada pada dasar piramida, yaitu kebutuhan fisiologis termasuk di dalamnya adalah kebutuhan eliminasi. 2.3 Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal pada Lansia Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, pasal 1 ayat 2, menyatakan bahwa yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Usia lanjut menurut WHO (1997) dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu lanjut usia (elderly): tahun, usia tua (old): tahun, dan sangat tua (very old): >90 tahun (Raissa, 2012). Pada seorang dalam masa usia lanjut, akan mengalami perubahan-perubahan pada komposisi tubuh. Beberapa sistem tubuh yang mengalami perubahan, diantaranya; sistem pencernaan, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, otak dan sistem saraf, sistem ekskresi, sistem metabolisme dan hormon, sistem musculoskeletal dan status mental. Perubahan yang terjadi pada sistem tubuh lanjut usia tersebut dipengaruhi oleh proses menua.

26 15 Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000 dalam Ismayadi, 2004). Salah satu sistem pada tubuh lansia yang mengalami perubahan adalah sistem gastrointestinal. Ismayadi (2004) memaparkan beberapa perubahan pada sistem gastrointestinal akibat penuaan, diantaranya; (1) Kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, (2) Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapan di lidah terhadap rasa makanan (rasa manis, asam, asin, dan pahit), (3) Esophagus melebar, (4) Rasa lapar menurun, asam lambung menurun (5) Peristaltik melemah dan biasanya timbul konstipasi, dan (6) Daya absorbsi melemah. Di Indonesia, penyakit yang sering terjadi pada saluran pencernaan lansia antara lain gastritis dan ulkus peptikum, dengan beberapa gejalanya yaitu penurunan berat badan, mual, dan perut terasa tidak nyaman. Namun, keluhan seperti kembung dan perut terasa tidak nyaman seringkali akibat ketidakmampuan mencerna makanan karena menurunnya fungsi kelenjar pencernaan. Sembelit atau konstipasi serta kurang nafsu makan juga sering dijumpai pada lansia di Indonesia bahkan di dunia (Ismayadi, 2004). 2.4 Konstipasi Pengertian Konstipasi Konstipasi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan jarak (interval) waktu buang air besar (BAB) yang lama, yaitu 2-3 hari, penurunan volume feses dan disertai peningkatan konsistensi yang disebabkan oleh waktu transit kolon yang lambat. Penampilan feses umumnya keras, kering, keluar dalam bentuk fragmen kecil-kecil (scybala), namun terkadang juga terdapat bagian yang lunak atau cair yang biasa disebut dengan diare palsu. Hal ini dikarenakan perpanjangan waktu penumpukan feses pada kolon rektosigmoid. (Bienfait, 1972 dalam Marza-Danila, 2011).

27 16 Siregar (2004) berpendapat bahwa konstipasi berhubungan dengan jalan feses yang kecil, kering, kotoran yang keras atau tidak ada kotoran yang melewati usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi ketika pergerakan feses melalui usus besar lambat, hal ini diitambah lagi dengan rearbsorpsi cairan di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunter pada proses defekasi Faktor Risiko Konstipasi pada Lansia Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, lansia merupakan masa dimana seorang individu akan mengalami proses menua, yaitu proses menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya. Konstipasi yang terjadi pada lansia bukan hanya sebagai akibat dari gaya hidup yang buruk, namun perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia akibat penuaan ini juga memiliki pengaruh besar terhadap terjadinya konstipasi. Berikut beberapa faktor risiko terjadinya konstipasi pada lansia: 1. Usia Seiring dengan pertambahan usia pada usia lanjut, maka sistem pencernaan pada lansia juga akan mengalami penurunan fungsi secara progresif dari waktu ke waktu. Penurunan fungsi pencernaan tersebut ditandai dengan melemahnya beberapa organ, seperti melemahnya otot dan tonus sfinkter, berkurangnya tonus otot yang normal dari otot-otot polos kolon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengeringnya) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yang juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung (Siregar, 2004). 2. Diet Pada lansia sering terjadi periodontal disease yang mengakibatkan lansia banyak kehilangan gigi. Selain itu, juga terjadi penurunan indra pengecap serta hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa makanan, serta terjadi penurunan rasa lapar. Hal-hal tersebut akan menurunkan selera makan lansia terhadap suatu makanan, cenderung memilih-milih makanan dan

28 17 mendorong lansia untuk mengurangi jumlah makanan yang dimakan. Perilaku tersebut akan mengakibatkan makanan yang masuk ke usus akan semakin sedikit sehingga sisa makanan akan menumpuk di usus sebelum volume feses cukup untuk dikeluarkan. Jika dibiarkan, feses dalam usus akan mengeras dan meningkatkan risiko terjadinya konstipasi. Cukupnya selulosa, serat pada makanan juga penting untuk memperbesar volume feses. Jenis makanan tertentu tidak bisa dicerna oleh lansia karena penurunan fungsi pencernaan. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Pola makan yang tidak teratur pada lansia juga berpengaruh terhadap pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama dengan jumlah yang relatif sama setiap hari, mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologis pada pemasukan makanan, dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon (Siregar, 2004). 3. Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Pemasukan cairan yang adekuat akan membantu mempercepat perjalanan chyme (makanan semi fluid hasil pencernaan makanan dari lambung) di sepanjang intestinal, sehingga menurunkan reabsorbsi cairan di kolon sehingga feses yang keluar akan menjadi lebih lunak. Ketika pemasukan cairan tidak adekuat ataupun pengeluaran yang berlebihan untuk beberapa alasan, (urin, muntah, atau keringat berlebih) akan membuat chyme yang lewat di sepanjang kolon menjadi lebih kering dan menghasilkan feses yang keras (Siregar, 2004). 4. Aktivitas Fisik Berkurangnya aktivitas fisik yang dialami oleh lansia karena penurunan kemampuan dan kekuatan fisik, juga menjadi faktor terjadinya konstipasi. Adanya tonus abdomen, otot pelvis, serta diafragma yang baik sangat diperlukan bagi lancarnya proses defekasi. Aktivitas fisik akan merangsang gerak peristaltik kolon yang memfasilitasi pergerakan chyme di sepanjang

29 18 kolon. Otot-otot yang lemah akibat kurangnya latihan (exercise) akan menurunkan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi (Siregar, 2004). 5. Obat-obatan Proses penuaan akan berakibat pada penurunan sistem imun tubuh yang berdampak pada kerentanan terhadap serangan penyakit. Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa diantaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi karena hemoroid sehingga membuat orang menghindari defekasi, paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk melakukan defekasi, serta terjadinya peradangan pelvis yang menghasilkan paralisis atau atony pada usus. Selain penyakit yang menyerang usus, penyakit lain yang kemungkinan diderita oleh lansia juga memiliki kemungkinan untuk menyebabkan konstipasi, yaitu melalui obat-obatan yang dikonsumsi. Beberapa jenis obat memiliki efek samping konstipasi, seperti morfin, codein. Sama halnya dengan obat-obatan adrenergik, dan antikolinergik, obat-obatan tersebut akan memperlambat gerakan dari kolon melalui kerja mereka pada sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan konstipasi. Jenis obat lain seperti zat besi juga memiliki efek menciutkan dan mengakibatkan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus yang dapat menyebabkan konstipasi. Selain itu, zat besi juga memiliki efek mengiritasi dan juga menyebabkan diare pada sebagian orang (Siregar, 2004) Patofisiologi dan Klasifikasi Konstipasi pada Lansia Toner & Claros (2012) mengklasifikasikan konstipasi ke dalam tiga jenis berdasarkan patofisiologinya, yaitu Normal- Transit Constipation (NTC), Slow- Transit Constipation (STC), dan Disorder of Defecation. Normal- Transit Constipation (NTC) disebut juga konstipasi fungsional, didefinisikan sebagi perasaan kesulitan dalam melakukan defekasi. Biasanya

30 19 penanganan konstipasi ini cukup menggunakan terapi nutrisi, cairan, dan latihan tanpa menggunakan terapi invasif. Penderita konstipasi jenis ini, biasanya hanya merasa kesulitan untuk mengeluarkan feses dari rektum, meskipun jumlah dan frekuensi buang air besar masih dalam rentang normal. Konstipasi jenis ini biasanya disebabkan oleh intake nutrisi dan cairan yang tidak adekuat, kurangnya aktivitas fisik/ bedrest, kelemahan otot abdominal, kegagalan dalam merespon rangsangan defekasi, perubahan pola defekasi, hemoroid, dan kehamilan. Kategori konstipasi yang kedua adalah Slow-Transit Constipation (STC). STC didefinisikan sebagai ketidakteraturan pergerakan bowel atau pola defekasi akibat perubahan stimulus aksi dari usus. STC akan mengakibatkan perpanjangan waktu transit kolon dan disfungsi mekanisme refleks kolon. Penyebab dari STC ini belum diketahui secara pasti. Penyakit Hirschprung, merupakan salah satu contoh penyakit dari STC yang parah. Penyakit ini memiliki ciri menyempitnya kolon akibat berkurang atau hilangnya sel ganglion saat perkembangan embrio (kongenital). Kategori yang ketiga adalah Defecation Disorder, yang didefinisikan sebagai adanya disfungsi dari sfingter anal atau hipertonisitas dasar panggul yang dikenal dengan dyssynergia. Selain itu, ketidaknormalan struktural seperti prolaps rektal, intussusepsi, rectocele, dan penurunan perineal, juga dapat mengakibatkan defecation disorder Komplikasi Konstipasi Pada Lansia Konstipasi yang terjadi secara terus menerus, sangat berisiko pada lansia. Siregar (2004) menyatakan bahwa regangan yang terjadi ketika buang air besar dapat menyebabkan stres pada abdomen. Selain itu, peregangan pada anus sering bersamaan dengan tertahannya napas. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah yang serius dengan lansia yang memiliki penyakit jantung, trauma otak, atau penyakit pernapasan. Tertahannya napas akan meningkatkan tekanan intratorakal dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, kondisi ini dapat disiasati dengan cara mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan terjadi. Bagaimanapun

31 20 menghindari regangan berlebihan akibat konstipasi merupakan pencegahan terbaik. Menurut Toner & Claros (2012), konstipasi dapat menyebabkan beberapa komplikasi, diantaranya hemoroid, fisura anal, prolaps rectal, obstruksi usus, dan impaksi fekal. Impaksi fekal terjadi saat feses yang keras menumpuk di kolon dan tidak dapat dikeluarkan. Impaksi fekal yang parah bisa mengakibatkan obstruksi usus yang termasuk dalam peristiwa kegawatan. 2.5 Penatalaksanaan Konstipasi pada Lansia Pengkajian Konstipasi pada Lansia Pengkajian konstipasi pada lansia memerlukan keakuratan data untuk menegakkan diagnosa konstipasi dengan tepat. Hal ini dikarenakan banyak lansia yang sudah mengalami demensia atau delirium. Lansia yang mengalami demensia atau delirium sering kali mengatakan hal yang sebenarnya tidak terjadi atau melupakan peristiwa yang dialaminya, sehingga data yang diperoleh dari lansia masih dipertanyakan kebenarannya dan sulit untuk menjadi data dasar dalam menegakkan diagnosa. Woolery, et al (2006) melakukan pengkajian konstipasi menggunakan formulir Constipation Assessment Scale (CAS) yang telah dimodifikasi. Pada CAS yang digunakan Woolery, terdapat 8 item pertanyaan dengan memilih skor 0-4 pada masing-masing item. Skor 0 bermakna tidak bermasalah dan naik secara bertahap hingga skor 4 yang bermakna sangat parah. Item tersebut diantaranya; (1) Perasaan penuh, begah, atau kembung pada perut, (2) Perubahan jumlah atau frekuensi gas (kentut) yang keluar, (3) Penurunan frekuensi defekasi/ BAB, (4) Adanya feses cair yang merembes, (5) Adanya tekanan atau perasaan penuh pada rektum, (6) Perasaan sakit/ nyeri pada rektum saat defekasi, (7) Ukuran feses yang keluar lebih kecil, dan (8) Adanya perasaan ingin defekasi, namun tidak dapat mengeluarkannya.

32 21 Toner & Claros (2012) mengemukakan bahwa setelah dilakukan pendokumentasian mengenai riwayat defekasi lansia serta manifestasi klinis yang muncul, pemeriksa harus melakukan pemeriksaan fisik untuk melengkapi data pengkajian. Pemeriksaan fisik tersebut meliputi, inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi abdomen untuk melihat adanya distensi atau perubahan lain yang terjadi pada abdomen. Auskultasi dilakukan untuk memeriksa suara bising usus yang terjadi selama satu menit. Perkusi abdomen dilakukan untuk memeriksa suara yang muncul dari rongga abdomen. Konstipasi sering kali menimbulkan suara dullness saat diperkusi. Terakhir, dilakukan palpasi untuk memeriksa adanya massa pada abdomen. Selain wawancara dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan lain mungkin dapat dilakukan sebagai langkah pemeriksaan lanjutan terhadap kemungkinan tingkat keparahan dari konstipasi. Pemeriksaan tersebut antara lain; pemeriksaan hitung darah lengkap dan glukosa serum, kalsium, kreatinin, dan kadar TSH. Pemeriksaan diagnostik lain yang mungkin diperlukan untuk masalah konstipasi adalah pemeriksaan fungsi anorektal, pemeriksaan transit kolorektal, dan defecography. Selain itu, barium enema, X-ray, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi kemungkinan diperlukan untuk memeriksa adanya kanker kolorektal (Toner & Claros, 2012) Intervensi Konstipasi pada Lansia Cara hidup sehat merupakan pencegahan dan penatalaksanaan konstipasi yang paling utama karena dilakukan dengan tujuan untuk menjaga, mempertahankan, dan meningkatkan kesehatan seseorang tanpa mengakibatkan efek samping jika dilakukan dengan benar. Adapun cara-cara melakukan hidup sehat menurut Ismayadi (2004) adalah:

33 22 1. Makan makanan bergizi dan seimbang Dengan bertambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun. Oleh karena itu, kebutuhan gizi bagi para lanjut usia perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk meakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya: untuk jantung, usus, pernapasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Depkes RI (1991) dalam Ismayadi (2004) menyusun petunjuk menu bagi lansia sebagai berikut: a. Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun, dan pengatur. b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan, atau biji-bijian) c. Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani d. Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah, sayur, dan beraneka pati, yang dikonsumsi secara bertahap. Jumlah serat yang direkomendasikan oleh Toner & Claros (2012) untuk lansia adalah sebesar gr per hari e. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan f. Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacangkacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau g. Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol h. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah i. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan-bahan yang segar dan mudah dicerna j. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng-gorengan k. Makan disesuaikan dengan kebutuhan

34 23 2. Minum air putih Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitas. Jumlah minimal air putih yang harus dikonsumsi untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh adalah 1,5-2 L per hari. Toner & Claros (2012) bahkan merekomendasikan konsumsi air putih sebanyak 1,8 2,4 L per hari bagi lansia. Air sangat penting bagi tubuh, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh. Air dapat mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih, penyakit tulang dan sendi, serta mencegah sembelit. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mengolah makanan di dalam tubuh, usus sangat membutuhkan air. Sisa makanan hasil pencernaan di lambung memerlukan air sebagai pelumas untuk mempercepat gerakan chyme di usus sehingga feses yang keluar tidak keras. Air putih lebih baik jika dibandingkan minuman berwarna atau berasa yang lain, seperti kopi, teh, minuman bersoda, minuman beralkohol, es, ataupun sirup. Hal ini dikarenakan minuman-minuman tersebut memiliki kandungan yang tidak baik bagi kesehatan, terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti, diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, penyakit ginjal, dan lain sebagainya. 3. Olahraga teratur dan sesuai Latihan (exercise) sangat diperlukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya konstipasi. Latihan yang memerlukan gerakan tubuh akan membantu meningkatkan gerak peristaltik usus serta meningkatkan kekuatan tonus dan otot abdomen sehingga akan membantu kelancaran proses defekasi. Meskipun begitu, lansia disarankan untuk tidak melakukan latihan secara berlebihan. Usia bertambah, maka kekuatan dan kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas akan menurun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah

35 24 umur 40 tahun, sehingga lansia akan mengalami penurunan kemampuan sekitar 30-50%. Oleh karena itu, apabila lansia ingin berolahraga, maka harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya serta harus dengan berbagai patokan. Patokan tersebut misalnya, beban olahraga ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik, dan atau kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding. Beberapa contoh olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsure jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, atau senam dengan faktor kesulitan kecil dan olahraga yang bersifat rekreatif. Dengan latihan otot pada lansia akan menghambat laju perubahan degeneratif. 4. Menjaga kebersihan mulut Kebersihan mulut pada lansia perlu dijaga untuk menghindari adanya periodontal disease yang dapat mengakibatkan masalah pada gigi dan mulut lansia. Masalah gigi dan mulut tersebut diantaranya, sakit gigi karena gigi berlubang, karies gigi, gusi berdarah, sariawan, halitosis, dan rasa tidak nyaman di mulut. Masalah gigi dan mulut tersebut dapat berdampak pada penurunan terhadap selera makan, terlebih jika sakit gigi menyerang, lansia akan menjauhi semua makanan demi menghindari rasa nyeri. Berkurangnya jumlah makanan yang masuk ke dalam sistem pencernaan, terutama serat akan mengakibatkan konstipasi. Oleh karena itu, kebersihan mulut dan gigi lansia perlu dijaga, yaitu dengan cara menyikat gigi setiap kali selesai makan dan menggunakan obat kumur tanpa alkohol jika perlu, untuk menjaga kesegaran mulut. 5. Hindari Stres Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem saraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik. Pada konstipasi hipertonik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vegetarian telah menjadi salah satu pilihan gaya hidup masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pada saat berdiri tahun 1998, jumlah vegetarian yang terdaftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 51 BAB V HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh terapi air terhadap proses defekasi pasien konstipasi di RSU Sembiring Delitua Deli Serdang yang dilaksanakan pada 4 April-31

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL DISUSUN OLEH : 1. SEPTIAN M S 2. WAHYU NINGSIH LASE 3. YUTIVA IRNANDA 4. ELYANI SEMBIRING ELIMINASI Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penuaan populasi (population aging) merupakan fenomena yang telah terjadi di seluruh dunia, istilah ini digunakan sebagai istilah bergesernya umur

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG LANSIA

GIZI SEIMBANG LANSIA GIZI SEIMBANG LANSIA Batasan usia Lansia Durmin (1992) membagi lansia menjadi young elderly (65-74 tahun) dan older elderly (75 tahun ke atas). Munro (1987) membagi older elderly menjadi 2 yaitu usia 75-84

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2005, angka harapan hidup orang Indonesia adalah 70,0 tahun. Tahun 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. 2005, angka harapan hidup orang Indonesia adalah 70,0 tahun. Tahun 2006 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberhasilan pembangunan, terutama di bidang kesehatan, secara tidak langsung telah menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk, serta meningkatkan usia harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (pria 39 % dan wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa otot-otot tubuh. Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia akibat. dari berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. berupa otot-otot tubuh. Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia akibat. dari berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lansia merupakan proses penuaan dengan bertambahnya usia individu yang ditandai dengan penurunan fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, hati dan ginjal serta peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada peningkatan usia harapan hidup (life expectancy) seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, peraikan lingkungan hidup,

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gaya hidup modern dengan kesibukan tinggi dan serba otomatisasi menyebabkan masyarakat cenderung lebih suka mengonsumsi makanan cepat saji dan kurang aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini kemajuan teknologi berkembang dengan sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan teknologi tersebut berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia, terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, penurunan kematian bayi, penurunan fertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlalunya waktu dan dapat meningkatkan resiko terserang penyakit degeneratif

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlalunya waktu dan dapat meningkatkan resiko terserang penyakit degeneratif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses menua (aging process) adalah akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu

Lebih terperinci

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Neuropati otonom Neuropati otonom mempengaruhi saraf otonom, yang mengendalikan kandung kemih,

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan semakin mendapat perhatian luas diseluruh dunia, dimana perubahan cara pandang dari yang semula melihat kesehatan dari sesuatu yang konsumtif menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) Pokok Pembahasan : Masalah Kesehatan penyakit tidak menular (PTM) Sasaran : komunitas dewasa pekerja di RT 3 dan 5 Jam : 16.00 WIB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan kesehatan dalam menurunkan angka kematian dan kelahiran berdampak pada perubahan struktur penduduk yang di dominasi oleh kelompok muda, namun

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP: Gizi Lansia/Manula

GIZI DAUR HIDUP: Gizi Lansia/Manula GIZI DAUR HIDUP: Gizi Lansia/Manula By Suyatno,, Ir., MKes. Contact: E-mail: suyatnofkmundip@gmail.com Blog: suyatno.blog.undip.ac.id Hp/Telp Telp: : 08122815730 / 024-70251915 Usia Lanjut/Lanjut Usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan. Terdapat beberapa siklus kehidupan menurut Erik Erikson, salah satunya adalah siklus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit Sindrom Metabolik Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspekaspek promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif secara tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia. Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara Indonesia selalu menempati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia. Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara Indonesia selalu menempati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar 414% dan hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun di perkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berumur 60 tahun atau lebih. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

BAB I PENDAHULUAN. berumur 60 tahun atau lebih. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) yang. berdampak terhadap meningkatnya populasi Lanjut Usia (Lansia).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) yang. berdampak terhadap meningkatnya populasi Lanjut Usia (Lansia). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam pembangunan kesehatan adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) yang berdampak terhadap meningkatnya populasi Lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode (Udjianti,

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

AWAL YANG SEGAR: KIAT-KIAT POLA MAKAN YANG SEHAT

AWAL YANG SEGAR: KIAT-KIAT POLA MAKAN YANG SEHAT AWAL YANG SEGAR: KIAT-KIAT POLA MAKAN YANG SEHAT Ingin menerapkan pola makan yang sehat tapi tidak tahu harus memulai dari mana? Artikel ini adalah panduan mudah untuk mengiring anda ke arah yang tepat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau yang sering disebut dengan hipertensi. Menurut Santoso (2010) hipertensi merupakan keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN POLA HIDUP SEHAT PADA LANSIA. Sub Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat dengan Gizi Seimbang Pada Lansia

SATUAN ACARA PENYULUHAN POLA HIDUP SEHAT PADA LANSIA. Sub Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat dengan Gizi Seimbang Pada Lansia SATUAN ACARA PENYULUHAN POLA HIDUP SEHAT PADA LANSIA Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat Sub Pokok Bahasan : Pola Hidup Sehat dengan Gizi Seimbang Pada Lansia Penyuluh : Mahasiswi Gizi Poltekkes Hari/Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang isi dari pendahuluan diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang isi dari pendahuluan diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang isi dari pendahuluan diantaranya adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Lansia adalah seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia industri secara global. Tiap tahun angka pekerja terus meningkat yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dunia industri secara global. Tiap tahun angka pekerja terus meningkat yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang turut bersaing dalam dunia industri secara global. Tiap tahun angka pekerja terus meningkat yaitu pada tahun 1995 jumlah pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer sampai saat ini. Berdasarkan data dari Riskesdas (Pusdatin Kemenkes RI 2013), hipertensi

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA AKADEMI KEPERAWATAN PANTI WALUYA MALANG 1. IDENTITAS KLIEN Nama : Jenis Kelamin : Umur : Suku : Alamat : Agama : Pendidikan : Status Perkawinan : Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). Menurut UU RI No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di kawasan Asia Tenggara penduduk yang berusia diatas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua merupakan hal yang pasti dialami oleh setiap orang. Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan secara bertahap dengan bertambahnya umur. Lansia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) a. Pengertian MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan

Lebih terperinci

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati. Dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data mengenai jumlah serta tingkat penderita diabetes di Indonesia didapat dari beberapa website berita dan pengetahuan di media internet : - www.nationalgeographic.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KASUS Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh

BAB 1 PENDAHULUAN. terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu gejala peningkatan tekanan darah yang berpengaruh pada sistem organ yang lain, seperti stroke untuk otak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Eliminasi Alvi

Laporan Pendahuluan Eliminasi Alvi Laporan Pendahuluan Eliminasi Alvi 1. 1. DEFINISI BAB I PENDAHULUAN Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang sosial ekonomi, pelayanan kesehatan, dan peningkatan pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) seseorang. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembagunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat termaksud usia lanjut. Berdasarkan undang-undang No.13 tahun 1998

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya industri merupakan penyebab berubahnya pola perilaku kehidupan dalam masyarakat. Salah satu tujuan

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Kebutuhan Spiritual. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu mengalami berbagai tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima. Menjelang haid atau menstruasi biasanya beberapa wanita mengalami gejala yang tidak nyaman, menyakitkan, dan mengganggu. Gejala ini sering disebut dengan sindrom pra menstruasi atau PMS, yakni kumpulan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran seperti pola makan, penanganan stres, kebiasaan olahraga, serta gaya hidup berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan apabila tidak disikapi

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat selama ini menganggap penyakit yang banyak mengakibatkan kematian adalah jantung dan kanker. Sebenarnya penyakit gagal ginjal juga dapat mengakibatkan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Kendali tersebut membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti

LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti LATIHAN FISIK SEBAGAI PENDUKUNG ASUHAN GIZI BAGI LANSIA DR.dr.BM.Wara Kushartanti TUJUAN MODUL Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta dapat: 1. Memahami konsep dukungan latihan fisik untuk asuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran, dimana penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur-angsur turun, dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh

Lebih terperinci