BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum yang diberikan bagi Justice

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum yang diberikan bagi Justice"

Transkripsi

1 72 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum yang diberikan bagi Justice Collabolator dalam Perkara Pidana Korupsi Tindak Pidana Korupsi merupakan suatu tindak kejahatan yang serius dan biasanya dilakukan bersama-sama, sehingga tindak pidana korupsi memiliki tempat khusus dalam pemberantasannya.kasus tindak pidana korupsi memiliki peningkatan setiap tahunnya, peningkatan tindak kejahatan korupsi ini menyebabkan kerugian yang besar bagi banyak masyarakat dan bagi negara, oleh karena itu pemberantasan bagi pelaku korupsi haruslah dilakukan secara ketat demi tercapainya suatu kesejahteraan bagi setiap warga negara. Kejahatan terorganisir seperti korupsi juga harus memiliki tindakan yang tepat untuk dapat mencegah dan menangkap para pelaku yang mencoba untuk bersembunyi dan tidak bertanggungjawab atas perbuatannya, sehingga diperlukanlah suatu peranan dari seorang saksi yang merupakan pelaku dari tindak kejahatan tersebut, dan bersedia bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar kasus-kasus tindak pidana lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilalukan oleh penulis, maka penulis memperoleh data dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai Justice Collabolator pada tahun 2011, guna melengkapi penyelesaian penulisan skripsi ini. Adapun data yang dimaksud ialah sebagai berikut:

2 73 Tabel 1 KasusJustice Collabolatordi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 60 No Terdakwa Kasus Tahun 1 Agus Condro Kasus Suap Pemilihan Deputi 2011 Gubernur BII 2 Mindo Rosalina M Kasus Suap Proyek Wisma Atlet Sea 2011 Games Sumatera Selatan Mengenai kasus Justice Collabolator di atas, Agus Condro seorang Anggota DPR-RI telah melakukan tindak pidana korupsi, terdakwa Agus disuap atas kasus terpilihnya Miranda Swaray Gultom sebagai Deputi Bank Internasional Indonesia. Kasus terdakwa terjadi sekitar tahun pertengahan tahun 2008 dan telah mendapatkan putusan ditahun Pada saat itu, sulit untuk menyatakan seseorang sebagai Justice Collabolator dikarenakan belum adanya pedoman mengenai pemberian penetapan Justice Collabolator kepada terdakwa, sedangkan dalam Kasus Mindo Rosalina yang bekerja sebagai Marketing PT. Anak Negeri telah melakukan penyuapan kepada penyelenggara Negara, agar mendapatkan proyek di Sumatera Selatan, yaitu Proyek Wisma Atlet Sea-Games. Agus dan Mindo ditetapkan sebagai Justice Collabolator oleh KPK, ketika terdakwa memberikan keterangan yang membantu aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus tindak pidana korupsi 60 Data Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kasus Justice Collabolatordalam Tindak Pidana Korupsi, 2011, 7 Januari 2017, PN. Jakarta Pusat.

3 74 lainnya.terdakwa banyak mengetahui pelaku-pelaku yang ikut melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut, sehingga dengan adanya peranan dari terdakwa membantu aparat penegak hukum dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi. Adanya peranan dari pelaku Justice Collabolator dibutuhkanlah sebuah perlindungan yang tepat untuk dapat melindungi para pelaku dari ancaman-ancaman yang dapat membahayakan keselamatan dirinya sebagai pelaku Justice Collabolator. Mengingat adanya ancaman-ancaman tersebut, dikeluarkanlah SEMA Nomor 4 Tahun 2011, dimana pada saat itu perlindungan terhadap Justice Collabolator belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, sehingga pada saat itu perlindungan terhadap Justice Collabolator belum mendapatkan pedoman untuk dapat melindungi para pelaku Justice Collabolator. Peraturan mengenai pelaksanaan perlindungan hukum kepada pelaku Justice Collabolator belum memiliki peraturan yang secara khusus mengatur mengenai hal tersebut, sehingga menurut Hakim Pengadilan Sleman yang menyatakan bahwa mekanisme pemberian pelaksanaan perlindungan hukum kepada para pelaku dapat dilakukan dengan tahap sebagai berikut: 61 Mengajukan diri Kepolisian KPK (Korupsi lebih dari 1M) Pengadilan Justice Collabolator LPSK Kejaksaan (Korupsi Biasa) 61 Ayun Kristianto, dalam Wawancara tentang Mekanisme Pemberian Perlindungan Hukum terhadap Justice Collabolator di Pengadilan Negeri Sleman, 24 Maret 2017.

4 75 Pelaksanaan Perlindungan Hukum kepada para pelaku Justice Collabolator dapat dilakukan dengan mekanisme, apabila seorang terdakwa mengajukan diri kepada aparat penegak hukum mulai dari aparat Kepolisian, LPSK, KPK, Kejaksaan dan selanjutnya diajukan kedalam sidang pengadilan.terdakwa mendapatkan ketetapan sebagai Jusice Collabolator apabila terdakwa mampu memberikan keterangan yang akurat kepada aparat penegak hukum yakni Kepolisian, LPSK, KPK, Kejaksaan dan dalam sidang pengadilan. Tahap awal perlindungan yang diberikan oleh LPSK kepada pelaku Justice Collabolator ialah perlindungan hukum biasa berupa perndampingan hukum, yang apabila pada tahap pemeriksaan pelaku Justice Collabolator mendapatkan ancaman berupa terror, ancaman fisik dan ancaman lainnya yang dapat membahayakan keamanan dirinya maka pihak LPSK dapat memberikan perlindungan berupa ketentuan yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Jo Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Justice Collabolator yang merupakan pelaku Tindak Pidana ia juga berperan sebagai saksi dalam proses persidangan, sehingga pelaku Justice Collabolator dapat memperoleh hak-hak sebagai saksi sesuai dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang sebelumnya telah penulis jabarkan dalam bab 2 halaman 23 pada SubBab

5 76 Perlindungan Hukum. Seorang Justice Collabolator memiliki kedudukan yang tinggi dalam proses pemeriksaan di peradilan, sehingga perlindungan yang diberikan kepada Justice Collabolator merupakan perlindungan khusus atau penanganan khusus, yaitu sesuai dengan Pasal 10A yang menyebutkan bahwa: (1) Saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. (2) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya. b. Pemisahan pemberkasan antara berkas saksi pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapkannya; dan/atau c. Memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya. (3) Penghargaan atas kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Keringanan penjatuhan pidana; b. Pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi saksi pelaku yang berstatus narapidana.

6 77 (4) Untuk memperoleh penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya kepada hakim. (5) Untuk memperoleh penghargaan berupa pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Seorang pelaku Justice Collabolatorakan mendapatkan hak-haknya sesuai dengan Pasal yang telah disebutkan di atas, apabila seorang terdakwa memenuhi syarat sebagai pelaku Justice Collabolator. Syarat untuk menjadi pelaku Justice Collabolator ialah tersangka yang bukan sebagai pelaku utama, dapat bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam memberikan keterangan yang dapat mengungkap kasus tindak pidana lain, hal ini sesuai dengan SEMA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collabolator) dalam Tindak Pidana Tertentu. 1. Putusan Nomor: 14 PID.B/TPK.2011/PN.JKT.PST a. Terdakwa : 1) Agus Condro 2) Max Moein 3) Rusman Lumban Toruan

7 78 4) Poltak Sitorus 5) Willem Max Tutuarima b. Kasus Posisi Pengungkapan kasus ini berawal dari pengakuan Politisi PDIP Agus Condro pada 4 Juli 2008.Ia mengaku telah menerima suap dalam bentuk cek perjalanan. Ia juga menyatakan ada anggota Komisi IX DPR RI yang juga mendapatkan Suap. Menindaklanjuti kasus diatas, pada 9 september 2008, pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) melaporkan adanya aliran 480 lembar cek pelawat ke 41 dari 56 anggota komisi IX DPR dari arie malangjudo, asisten Nunun Nurbaeti. Kasus ini kemudian diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Selanjutnya KPK telah menetapkan empat orang tersangka yang ikut dalam melakukan perbuatan tindak pidana korupsi. Kasus ini terjadi pada tahun 2004, ketika dilakukan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Internasional Indonesia Miranda Swaray Gultom. Dalam kasus ini Miranda Swaray Gultom yang mencalonkan dirinya untuk menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Internasional Indonesia memberikan Traveller Cheque kepada anggota Komisi IX DPR RI agar dapat memilih Miranda sebagai pemenang. Pada tanggal 8 Juni 2004, Miranda Swaray Gultom ditetapkan sebagai pemenang Deputi Senior Bank Indonesia,

8 79 selanjutnya beberapa saat setelah pemilihan tersebut, Panda Nababan menghubungi H. Dudhie melalui telepon untuk menemui Arie Malangjudo dengan maksud mengambil titipan dari Nunun Nurbaeti yaitu beberapa amplop yang telah ditandai yaitu Traveller Cheque. Setelah mendapatkan amplop tersebut, H.Dudhie memberitahu Panda Nababan untuk dapat membagikan amplop yang berisi Traveller Cheque kepada anggota Komisi IX dari Fraksi PDI-P dengan rincian nama terdakwa Agus Condro, Max Moein, Rusman Lumban, Poltak Sotorus, Willem Max. Terdakwa mengetahui bahwa pemberian TC BII tersebut berkaitan dengan proses menangnya Miranda Swaray Gultom sebagai Pemenang Deputi Senior Bank Internasional Indonesia. Hal ini diketahui terdakwa bahwa hal tersebut Bertentangan dengan kewajiban para terdakwa sebagai anggota Komisis IX DPR RI yang dilarang untuk menerima imbalan dari pihak lain dalam menjalankan tugasnya. c. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa didakwa dengan dakwaan Alternatif. Kesatu, Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) butir b Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

9 80 Korupsi, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dijunctokan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan, atau Kedua, Pasal 11 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dijunctokan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan Jaksa Penuntut Umum dalam Terdakwa I, Terdakwa II, Terdakwa III, Terdakwa V, didakwa oleh Penuntut umum dengan dakwaan yang bersifat Alternatif, maka konsekuensi yuridisnya Majelis Hakim dapat memilih salah satu dari dakwaan-dakwaan tersebut d. Putusan Hakim Para terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dijunctokan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan.

10 81 e. Analisis Putusan Berdasarkan hasil penelitian dalam kasus Justice Collabolator terhadap sdr.agus Condro seorang Penyelenggara Negara yang telah melakukan perbuatan Tindak Pidana Korupsi dengan barang bukti berupa Traveller Cheque. Agus Condro merupakan pelaku pertama yang telah melaporkan kepada aparat penegak hukum bahwa ia telah menerima Traveller Cheque dari Miranda Swaray Gultom atas kemenangannya menjadi Deputi Gubernur senior Bank Internasional Indonesia. Agus mengakui kesalahannya, mengembalikan uang hasil kejahatannya dan ia tidak melarikan diri serta mengikuti semua proses hukum yang telah ditegakkan. Agus Condro membantu Aparat Penegak Hukum untuk menangkap semua pelaku tindak pidana korupsi yang ikut serta dalam melakukan kejahatannya yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Fakta hukum yang terlihat bahwa sdr.agus Condro lebih tepat dikatakan sebagai Justice Collabolator, karena agus merupakan seorang pelaku yang pertama kali mengakui perbuatannya dan melaporkan perbuatan tindak pidana korupsi lainnya, yang dilakukan oleh rekan-rekannya. Seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku Justice Collabolator apabila seseorang tersebut merupakan pelaku yang ikut bekerjasama dalam melakukan suatu tindak kejahatan pidana namun ia juga

11 82 merupakan saksi yang memberikan keterangan kepada aparat penegak hukum dalam membongkar kasus kejahatan lainnya. Berdasarkan SEMA Nomor 4 tahun 2011, unsur seorang dapat dikatakan sebagai Justice Collabolator dalam kasus Agus Condro, terdakwa telah terbukti secara sah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi, membantu aparat penegak hukum dalam membongkar kasus tindak pidana lainny, sehingga terdakwa telah memenuhi unsur-unsur sebagai seorang Justice Collabolator. Menurut Hemat Penulis, hal lain yang dapat menyatakan bahwa terdakwa Agus Condro dapat meraih penghargaan sebagai Justice Collabolator yaitu terdakwa Agus Condro memberikan kesaksian pada tahap pemeriksaan rekan-rekanya Max Moein, Rusman Lumban Toruan, Poltak Sitorus, dan Willem Max Tutuarima, dimana kesaksian tersebut dapat menyeret beberapa nama penyelenggara negara yang ikut dalam perbuatan tindak pidana korupsi penyuapan tersebut. Dalam kasus ini, terdakwa Agus Condro memulai mengatakan bahwa ia telah melakukan tindak pidana korupsi, dimana ia telah di suap oleh Miranda dalam kasus pemilihan Deputi BII tersebut. Adanya pengakuan dan kesaksian dari terdakwa Agus, membantu tim KPK dalam mengusut secara jelas perihal perkara pidana korupsi ini. Ketetapan yang diterima oleh terdakwa dari KPK dan Kemenkumham tidak didapatkan dengan mudah, terdakwa

12 83 memperoleh ketetapan sebagai Justice Collabolator cukup mendapatkan hambatan karena banyaknya ancaman yang diterima terdakwa dari pihak luar yang membahayakan keselamatan terdakwa dalam memberikan keterangan atau kesaksian kepada aparat penegak hukum. Adanya ancaman yang diterima oleh terdakwa dibutuhkanlah peran dari LPSK untuk melindungi keselamatan terdakwa.peranan dari LPSK merupakan peranan yang sangat penting bagi pelaku Justice Collabolator, sebab lembaga perlindungan saksi dan korban merupakan lembaga yang memberikan keselamatan atau keamanan terhadap diri pelaku Justice Collabolator. Menurut Maharani Siti Shopia, selaku Juru Bicara LPSK menyatakan bahwa LPSK telah memberikan pendampingan kepada Agus Condro dalam proses persidangan sebanyak 13 kali, mengajukan permohonan keringanan hukumank kepada majelis hakim, mengajukan permohonan pemindahan rumah tahanan ke Menteri Hukum dan HAM, perlindungan fisik berupa tindakan pengamanan dan pengawalan dengan berkoordinasi dengan KPK dan Kepolisian serta mengajukan permohonan remisi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

13 84 Selain itu terdakwa mendapatkan penanganan khusus dan penghargaan dari perannya sebagai Justice Collabolator, yaitu: Diberikan untuk memilih tempat dilaksanakannya pidana yaitu mendekatkan bersangkutan kepada keluarganya, dengan car pemindahan Rumah Tahanan Jakarta ke Rutan Jawa Tengah pemindahan tersebut berdasarkan permintaan dari terdakwa dan telah disetujui oleh Kemenkumham; 2. Diberikan ruangan khusus kepada yang bersangkutan selama menjalani pidana. Pemberian ruang khusus ini juga sebagai bentuk pemberian perlindungan kepada yang bersangkutan terhadap kemungkinan adanya ancaman atau tindakan yang membahayakan keselamatan terdakwa; 3. Diberikan keringan hukuman dari terdakwa lainnya; 4. Diberikan percepatan dalam proses pemberian hak-haknya, seperti hak mendapatkan pembebasan bersyarat, cuti bersyarat ataupun remisi; 5. Diberikan perlindungan baik terbuka maupun tertutup dalam bekerjasama dengan lembaga terkait (seperti LPSK) selama menjalani Pidana di Rumah Tahanan Negara. Adanya perlindungan khusus yang diberikan LPSK kepada terdakwa, dapat membantu terdakwa untuk tidak merasa takut dalam memberikan keterangan kepada aparat penegak 62 Maharani Siti Shopia, dalam buku Pelindungan Hukum Whistleblower dan Justice Collabolator dalam upaya penanggulangan Organized Crime, tentang Pemberian Perlindungan terhadap Sdr. Agus Condro. Dikutip pada tanggal 27 Maret 2017.

14 85 hukum.pemberian perlindungan ini merupakan imbalan bagi terdakwa, karena terdakwa telah membantu aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus tindak pidana korupsi lainnya yang telah banyak merugikan keuangan Negara. Setiap orang yang melihat, mendengar atau mengalami sendiri suatu peristiwa yang ada sangkut pautnya dengan tindak pidana dapat menjadi saksi. 63 Dapat dikatakan bahwa Justice Collabolator merupakan alat bukti saksi, yang mana kesaksiannya merupakan alat bantu bagi hakim dalam memberikan putusannya. Agus Condro telah memenuhi unsur sebagai saksi yang telah melihat, mendengar dan mengalami terjadinya suatu tindak pidana, meskipun ia ikut turut dalam melakukan perbuatan tindak pidana tersebut. Keterangan atau kesaksian yang diberikan terdakwa Agus Condro mengenai perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh rekan-rekannya dalam persidangan, merupakan alat bukti saksi dimana keterangan agus tersebut mampu menjadi bahan pertimbangan bagi hakim untuk menetapkan terdakwa sebagaijustice Collabolator, meskipun dalam putusan tidak menyebutkan bahwa terdakwa merupakan seorang Justice Collabolator. Dengan demikian, seorang pelaku Justice Collabolator memiliki peran yang sangat penting bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara yang terorganisir, karena setiap 63 Alfitra, 2011, Hukum pembuktian dalam beracara pidana, perdata dan korupsi Indonesia, Jakarta, Raih Asa Sukses, hlm.44

15 86 keterangan atau kesaksian yang ia berikan merupakan bahan pertimbangan bagi hakim. 2. Putusan Nomor: 33/PID.B/TPK/2011/PN.JKT.PST a. Identitas Terdakwa Nama Lengkap Tempat Lahir : Mindo Rosalina Manulang : Dolok Sanggul Sumatra Utara Umur / Tanggal Lahir : 36 Tahun / 2 Febuari 1975 Jenis Kelamin Kebangsaan : Perempuan : Indonesia Tempat Tinggal : Jalan Putuh Block 5 Nomor 1, Cipinang Indah, Jakarta Timur. Agama Pekerjaan : Kristen : Marketing PT.Anak Negeri b. Kasus Posisi Terdakwa Mindo Rosalina Manulang baik bertindak sendirisendiri maupun bersama-sama dengan Mohammad El Idris dan Dudung Purwadi telah melakukan beberapa perbuatan sejenis yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, memberi sesuatu yaitu memberikan 3 (tiga) lembar cek yang seluruhnya senilai Rp dan 4 (empat) lembar cek senilai Rp kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu Wafid Muharam selaku Sekretaris Kementrian Pemuda dan Olahraga dan Muhammad Nazarudin selaku

16 87 anggota DPR-RI, karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya, yaitu pemberian tersebut karena Wafid Muharam selaku Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga yang juga bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggara (KPA), yang mempunyai kewenangan menerbitkan dan menandatangani Surat Keputusan Tentang Bantuan Pembangunan Wisma Atlet dan Muhammad Nazarudin selaku Anggota DPR_RI, telah mengupayakan agar PT.Duta Graha Indah Tbk. (PT.DGI Tbk) menjadi pemenang yang mendapatkan Proyek Pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatra Selatan, yang diketahui oleh Wafid Muharam bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa Pemerintah dan diketahui oleh Muhammad Nazarudin bertentangan dengan Keputusan DPR-RI Nomor 1 Tahun 2011 tanggal 29 Maret 2011 Tentang Kode Etik, yang dilakukan oleh terdakwa. Pada sekitar bulan Agustus 2010, Wafid Muharam bertemu dengan Rizal Abdulah selaku Ketua Komite Pembangunan dalam Proyek Pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan dalam hal membicarakan mengenai agar PT.DGI Tbk dapat diikutsertakan dalam pelaksanaan Proyek tersebut, dengan demikian hal ini mendapatkan persetujuan dari Rizal Abdullah. Adanya persetujuan dari Rizal Abdullah, terdakwa Mindo

17 88 menyampaikan kepada Muhammad El Idris selaku pihak dari Pt.DGI.Tbk untuk dapat menemui Rizal Abdullah dengan maksud meminta agar Pt.DGI Tbk dimenangkan untuk mengerjakan Proyek tersebut. Pada bulan Desember 2010, akhirnya PT.DGI Tbk diumumkan sebagai pemenang lelang, yang selanjutnya terdakwa bersama pihak PT.DGI Tbk membicarakan mengenai Fee yang akan diberikan kepada tim sukses yang telah membantu menangnya PT.DGI Tbk dalam proyek tersebut. Wafid Muharam selaku Sesmenpora meminta dana sebagai Imbalan atas partisipasinya dalam membantu PT.DGI Tbk sebagai pemenang proyek tersbut, yang selanjutnya Wafid mendapatkan uang berjumlah Rp dalam bentuk 3 lembar cek yang dimasukkan kedalam amplop putih. Terdakwa bersama Muhammad El Idris memberikan cek tersebut di Kantor Kemenpora, yang selanjutnya cek tersebut langsung diterima oleh Wafid Muharam dan disimpan oleh Poniran selaku staff dari Wafid dsn penyerahan cek tersebutpun telah diketahui oleh tim KPK tak lama setelah terdakwa dan Muhammad el Idris meninggalkan kantor Kemenpora, yang kemudian Wafid Muharam ditangkap atas perbuatan yang telah dilakukannya. Pemberian uang Fee tidak hanya diberikan oleh wafid Muharam, melainkan Muhammad Nazarudin selaku Anggota DPR-RI juga menerima uang fee yang telah dijanjikan atas partisipasinya yang

18 89 telah membantu PT.DGI Tbk memperoleh Proyek Pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna di Provinsi Sumatera Selatan. Muhammad Nazarudin menerima cek senilai Rp yang diberikan kepada staff bagian keuangan Muhammad Nazarudin. c. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa didakwa dengan dakwaan Subsidaritas, yaitu: Primair, melakukan tindak Pidana Korupsi yang diancam Pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Jo. Pasal 55ayat (1) ke-1 Jo.Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).atau Subsidair, melakukan Tindak Pidana Korupsi yang diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undnag-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo.Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jaksa Penuntut Umum dalam surat Dakwaan a quo disusun secara Subsidaritas, maka sesuai dengan tertib hukum acara pidana atau proses orde yang berlaku, pertama-tama Majelis Hakim akan mempertimbangkan dan memberikan penilaian hukum atas Dakwaan Primer yang apabila Dakwaan Primer terbukti maka Dakwaan Subsider tridak perlu lagi dipertimbangkan. Sebaliknya apabila

19 90 dakwaan Primer tidak terbukti, maka Majelis akan mempertimbangkan dan memberikan penilaian hukum atas dakwaan Subsider. d. Putusan Hakim Para terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dijunctokan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan. e. Putusan Hakim Terdakwa Mindo Rosalina Manulang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan perbarengan. f. Analisis Putusan Berdasarkan hasil penelitian dalam kasus Justice Collabolator terhadap sdr.mindo Rosalina Manulang seorang Marketing PT. Anak Negeri yang telah melakukan perbuatan Tindak Pidana Korupsi dengan barang bukti berupa cek yang diberikan kepada Penyelenggara Negara.Rosa merupakan pelaku Tindak Pidana Korupsi yang telah bekerjasama dengan aparat penegak hukum terkait kasus Wisma Atlet SEA Games Palembang yang dilakukannya bersama rekan-rekannya serta bersama

20 91 Penyelenggara Negara.Terdakwa Rosa telah membantu Aparat Penegak Hukum dengan memberikan keterangan yang bersikap kooperatif untuk memnggukap kasus-kasus yang diketahuinya, sehingga menurut Zulkarnaen selaku Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rosa pantas untuk ditetapkan sebagai Justice Collabolator. Menurut Zulkarnaen, Rosa telah lama dinyatakan sebagai Justice Collabolator, hanya saja nama tersebut tidak digunakan. Zulkarnaen menyatakan bahwa dasar penetapan Rosa sebagai Justice Collabolator adalah prilakunya yang kooperatif dalam setiap pemeriksaan di KPK hingga saat sidang. Menurut Denny Indrayana selaku Wakil Menteri Hukum dan Ham, Rosa diposisikan sebagai Justice Collabolator karena Rosa selaku PT. Marketing Anak Negeri akan banyak membantu Aparat Penegak Hukum dalam mengungkap kasus yang diketahuinya. 64 Menurut Hemat Penulis, Rosa yang merupakan Marketing PT. Anak Negeri dan merupakan pelaku Tindak Pidana Korupsi, dengan memberikan cek kepada Penyelenggara Negara dapat diposisikan sebagai Justice Collabolator, karena terdakwa telah membantu Aparat penegak hukum dalam memberikan keterangan ataskasus-kasus yang ia ketahui, mengenai banyaknya 64 Zulkarnaen, wawancara tentang ketetapan Mindo sebagai Justice Collabolator, Menulis dari Referensi Media Online Kompas. (diakses pada tanggal 24 April 2017, pada pukul 20:57)

21 92 penyelenggara Negara yang telah melakukan tidnak pidana korupsi. Rosa telah mengakui bahwa ia telah melakukan suap kepada Aparat Penyelenggara Negara terkait kasus Wisma Atlet Sea Games yang membawa nama Nazarudin selaku Anggota IX DPR RI dan Wafid Muharam selaku Seketaris Menteri Pemuda dan olahraga dimana Rosa telah memberikan cek kepada mereka atas menangnya Rosa dalam Proyek tersebut. Rosa tidak hanya memberikan kesaksian atas kasus suap yang telah ia lakukan kepada Nazarudin dan Wafid Muharam, melainkan Rosa juga memberikan kesaksian atas Penyelenggara Negara lainnya yang ikut melakukan perbuatan Tindak Pidana Korupsi, sehingga menurut Denny Indrayana, Rosa dapat membantu aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus koruspsi yang terkait dalam Proyek Wisma Atlet tersebut. Ketetapan yang telah diberikan oleh KPK dan Wakil Menteri Hukum dan Ham kepada Mindo Rosalina Manulang sebagai Justice Collabolator membuat Rosa terpidana kasus wisma Atlet mendapat banyak ancaman, sehingga diperlukanlah perlindungan hukum yang dapat menjamin keselamatan bagi diri terdakwa.denny menyatakan, bahwa Kemenkumham telah setuju mengambil langka pengamanan terhadap Direktur Marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina.Langkah pengamanan ini dilakukan setelah Kemenkumham melakukan koordinasi dengan komisi

22 93 Pemberantasan Korupsi dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. 65 Menurut Hemat Penulis, langkah yang telah diberikan oleh Kemenkumham dalam memberikan perlindungan hukum bagi diri terdakwa sudah cukup tepat. Adanya peran dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dapat meyakinkan bagi Rosa untuk tidak merasa ketakutan dalam memberikan kesaksiannya dalam tahap pemeriksaan maupun dalam tahap persidangan.lpsk telah menjamin perlindungan hukum kepada Rosa bahkan memberikan perlindungan maksimal bagi dirinya dan dapat menggunakan teknologi teleconference untuk memberikan kesaksiannya dalam kasus-kasus korupsi lainnya. Rosa sebelumnya telah mendapatkan perlindungan biasa, yaitu perlindungan berupa pendampingan hukum (Pengacara) dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, namun perlindungan tersebut tidak membuat Rosa merasa aman melainkan ancaman yang diterima Rosa semakin bertambah, sehingga LPSK memeberikan peningkatan perlindungan terhadap terdakwa mindo, yaitu berupa perlindungan maksimal seperti: Denny Indrayana, Wawancara tentang koordinasi bersama lembaga lain terkait ketetapn Mindo sebagai Justice Collabolator, Menulis dari Referensi Media Online Kompas. (diakses pada tanggal 24 April 2017, pada pukul 21:27) 66 Wawancara tentang Pemberian Perlindungan Hukum terhadap Mindo Rosalina Manulang sebagaijustice Collabolator, Menulis dari Referensi Media Online Kompas. (diakses pada tanggal 24 April 2017, pada pukul 20:57)

23 94 1. Pendampingan terhadap saksi dan korban selama proses hukum. 2. Pengawalan fisik oleh personel kepolisian yang diperbantukan di LPSK 3. Ditempatkan di safe house, temapt persembunyian yang mengasingkannya dari siapapun. Keluarga dan penyidikpun dilarang untuk menemui saksi tanpa izin LPSK 4. Jika safe house belum cukup, maka identitas saksi akan diubah, antara lain dengan mengganti KTP, akta kelahiran, dan ijazahijazahnya 5. Jika dianggap perlu, LPSK bisa melakukan face/off atau operasi wajah terhadap saksi 6. Mendapat tempat tinggal baru, bisa pindah dari suatu wilayah ke wilayah lain 7. Batasan waktu sangat fleksibel, bahkan bisa berlaku seumur hidup 8. Semua biaya pengamanan, dari tingkat kecil hingga berat, ditanggung LPSK 9. Dapat memberi kesaksian tanpa hadir di pengadilan tempat perkara itu diperiksa. Adanya pemberian Perlindungan yang diberikan oleh LPSk kepada terdakwa Rosa dapat menghilangkan rasa kekhawatiran dan -maksimal-buatrosa.

24 95 ketakutan yang dideritanya.menurut Hemat Penulis, pemberian Perlindungan Maksimal ini diberikan karena Rosa merupakan saksi kunci yang dapat membantu aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus korupsi yang telah merugikan keuangan Negara, melihat banyaknya kasus korupsi yang diketahui Rosa sehingga adanya peran dari kesaksian yang diberikan Rosa dapat membantu Aparat penegak hukum dalam memberantas kasuskasus Korupsi yang tidak diketahui. Seorang Justice Collabolator merupakan seseorang yang telah melakukan perbuatan Tindak Pidana tertentu dan mengakui atas kesalahan yang telah dilakukannya serta dapat bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar kasus-kasus yang diketahuinya, sehingga menurut Hemat Penulis telah setuju dengan ketetapan yang diberikan oleh KPK dan Kemenkumham terhadap terdakwa Rosa dalam kasus Suap Proyek wisma Atlet Sea Games seagai Justice Collabolator, karena Rosa sebagai terdakwa telah membantu Aparat Penegak Hukum dalam kesaksian yang diberikannya. Mengenai kasus Korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Agus Condro dan Mindo Rosalina merupakan kasus korupsi yang dapat diberikan ketetapan sebagai Justice Collabolator. Agus Condro dan Mindo Rosalina merupakan terdakwa yang telah melakukan kasus korupsi penyuapan dalam kasus yang berbeda,

25 96 dimana agus Condro selaku Penyelenggara Negara telah ditetapkan sebagai terdakwa atas kasus suap yang diterima atas terpilihnya Miranda Swaray Gultom sebagai Deputi Gubernur Bank Internasional Indonesia, agus menerima suap dalam bentuk Traveller Cheque, sedangkan terdakwa Mindo Rosalina merupakan Marketing PT. Anak Negeri yang telah memberikan uang suap kepada Penyelenggara Negara, karena terdakwa berhasil memenangkan Proyek Wisma Atlet Sea Games. Terdakwa Agus Condro dan Mindo Rosalina ditetapkan sebagai Justice Collabolator atas kesaksian yang diberikannya pada tahap pemeriksaan hingga tahap persidangan.agus dan Mindo Rosalina telah mengakui perbuatan yang telah dilakukannya dan bersedia membantu Aparat Pengegak Hukum dengan memberikan kesaksiannya terhadap kasus korupsi yang diketahuinya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam SEMA Nomor 11 tahun 2004, bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai Justice Collabolator ialah mereka merupakan seorang pelaku dari tindak pidana tertentu dan bersedia bekerjasama dengan aparat penegak hukum dengan memberikan kesaksiannya untuk membongkar kasus-kasus yang diketahuinya, sehingga dengan adanya kesaksian yang bersifat akurat tersebut terdakwa mendapakan hadiah berupa pengurangan masa tahanan.

26 97 Pelaksanaan Pemberian Perlindungan hukum terhadap terdakwa Mindo Rosalina dan Agus Condro tidak diperoleh dengan proses yang mudah. Terdakwa dalam mendapatkan perlindungan hukum melewati tahapan-tahapan yang sama sulitnya dalam mengajukan diri sebagai Justice Collabolator kepada pihak LPSK untuk mendapatkan perlindungan dari bahaya yang telah mengancam keselamatan bagi dirinya. Seorang Justice Collabolator merupakan pelaku utama yang bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus yang diketahuinya, sehingga atas kesaksian yang diberikannya membuat para pelaku Justice Collabolator banyak mendapatkan ancaman baik berupa teror, ancaman fisik maupun psikis dan ancaman lainnya. Adanya ancaman tersebut membuat pelaku Justice Collabolator merasa ketidakamanan bagi dirinya, sehingga diperlukanlah suatu perlindungan hukum yang tepat dan dapat memberikan keamanan bagi diri pelaku. Peran dari LPSK telah membantu Justice Collabolator dalam melindungi keamanan terhadap dirinya, yang mana diketahui bahwa LPSK memberikan hak-hak yang seharusnya diterima oleh pelaku Justice Collabolator sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3) dan seorang pelaku Justice Collabolator akan mendapatkan penanganan khusus sesuai Pasal 10A Undang-

27 98 Undang LPSK yang menyatakan seorang saksi pelaku dapat diberikan penanganan khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikannya. Penangann khusus yang dimaksud ialah pemisahan rumah tahanan, pemisahan pemberkasan bahkan pelaku JusticeCollabolator dapat memberikan kesaksiannya tanpa harus datang ke sidang pengadilan (Pasal 10A ayat 2 huruf a,b,c) sedangkan penghargaan yang dimaksud ialah seorang Justice Collabolator mendapatkan penghargaan pembebasan bersayarat, remisi bahkan pengurangan masa tahanan, namun pengurangan masa tahanan dapat diberikan apabila LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada Jaksa Penuntutuntuk dimuat dalam tuntutannya kepada Hakim (Pasal 10A ayat (3) a dan b dan ayat (3) UU LPSK). B. Faktor Penghambat Perlaksanaan Perlindungan Hukum bagi Justice Collabolator dalam Perkara Pidana Korupsi. Berdasarkan hasil penelitian dalam kasus Justice Collabolator diatas, maka penulis mengharapkan adanya perlindungan yang tepat yang dapat diberikan kepada para pelaku Justice Collabolator, mengingat dampak yang akan diterima oleh pelaku Justice Collabolator dapat membahayakan nyawa bagi dirinya atau bahkan bagi keluarganya, karena keterangan dari pelaku Justice Collabolator sangat dibutuhkan oleh hakim dalam memberikan putusannya. Belum adanya peraturan khusus mengenai perlindungan hukum terhadap para pelaku Justice Collabolator, diharapkan keamanan bagi diri

28 99 pelaku dan keluarga pelaku Justice Collabolator dapat diutamakan oleh aparat penegak hukum.hal inilah yang menyebabkan kendala dalam pemberian pelaksanaan perlindungan hukum bagi Justice Collabolator. Ada dua macam faktor penghambat dalam pemberian pelaksaan perlindungan hukum terhadap Sdr. Agus Condro dan Sdr. Mindo Rosalina Manulang yang telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dan bersedia mengakui perbuatannya serta mebantu aparat penegak hukum dalam menjerat nama-nama lain yang ikut dalam melakukan perbuatan tindak pidana korupsi tersebut. Adapun faktor penghambat yang dimaksud ialah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor Eksternal ialah halangan-halangan yang berkaitan dengan ketentuan hukum, dimana belum adanya peraturan yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan hukum terhadapa Justice Collabolator, sedangkan Faktor Internal ialah kurang percayanya mayarakat atau aparat penegak hukum mengenai keterangan yang diberikan oleh para pelaku Justice Collabolator. 1. Faktor Eksternal sebagai faktor Penghambat Pelaksanaan Pemberian Perlindungan Hukum bagi Justice Collabolator dalam Perkara Pidana Korupsi. a. Belum adanya Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai Perlindungan Hukum terhadap Justice Collabolator. Perlindungan hukum terhadap Justice Collabolator melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).LPSK berfungsi untuk memberikan perlindunga terhadap seseorang yang berstatus

29 100 Whistleblower ataupun Justice Collabolator. Namun Lembaga PSK tidak bisa menerima semua permohonan mengenai perlindungan hukum terhadap Justice Collabolator apabila seseorang tersebut tidak bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dengan memberikan informasi kepada penegak hukum serta tidak bersedia memberikan kesaksian di dalam proses peradilan. Seperti yang telah diketahui bahwa kasus Justice Collabolator di Indonesia masih terbilang jarang, karena Justice Collabolator secara khusus belum memiliki peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin keamanan bagi para pelaku pembocor atau Justice Collabolator. Dengan belum adanya peraturan yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap Justice Collabolator, sulit bagi pelaku tindak pidana yang ingin bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam membongkar suatu kejahatan karena mereka merasa takut atau tidak merasa aman dalam memberikan keterangannya. Hal inilah yang menjadi penghambat bagi aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan kepada para pelaku Justice Collabolator, karena perlindunga yang diberikan hanya berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Jo Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap.

30 101 b. Tidak adanya definisi Justice Collabolator di KUHAP KUHAP tidak memberikan definisi mengenai Justice Collabolator baik dalam pengertiannya maupun dalam perlindungan hukumnya. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tidak dapat sejalan dengan KUHAP, karena didalam KUHAP tidak menjelaskan mengenai definisi saksi pelaku dan mekanisme saksi pelaku. Sehingga sulit bagi aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan hukum terhadap para pelaku Justice Collabolator.Kendala ini menimbulkan pertanyaan sampai batas manakah seseorang dapat dikatakan sebagai Justice Collabolator dan bagaimanakah perlindungan hukum yang tepat dapat diberikan kepada pelaku Justice Collabolator. c. Kendala Kelembagaan Perlindungan terhadap Justice Collabolator diberikan oleh lembaga perlindungan saksi dan korban, dimana LPSK akan memberikan perlindungan biasa dan perlindungan khusus yang tepat bagi diri pelaku Justice Collabolator. Kurangnya kelembagaan untuk melindungi pelaku Justice Collabolator membuat terhambatnya pemberian perlindungan bagi para pelaku, mengingat banyak lembaga yang dapat menerima laporan dari seorang Justice Collabolator. Justice Collabolator dapat melaporkan dirinya kepada LPSK, Ombudsman, KPK, Komisi Kepolisian, Komisi Yudisial dan Komisi

31 102 Kejaksaan untuk mendapatkan perlindungan yang tepat. Pelaporan Justice Collabolator mendapatkan permasalahan tersendiri, karena banyaknya lembaga yang dapat menerima laporan dari seseorang untuk mengharapkan perlindungan bagi dirinya. Secara tegas telah dijelaskan bahwa yang dapat memberikan perlindungan bagi para pelaku Justice Collabolator ialah lembaga perlindungan saksi dan korban, sehingga lembaga lainnya hanyalah membantu untuk merekomnedasikan secara tertulis kepada Hakim Pengadilan. Kurangnya kelembagaan perlindungan bagi para pelaku Justice Collabolator di daerah-daerah membuat proses pemberian perlindungan terhadap para pelaku Justice Collabolator menjadi terhambat, karena keterbatasannya LPSK dalam membentuk lembaga lainnya di daerah-daerah kecil membuat sulitnya pemberian perlindungan yang cepat, tepat dan efektif terhadap pelaku Justice Collabolator. 2. Faktor Internal sebagai faktor Penghambat Pelaksanaan Pemberian Perlindungan Hukum bagi Justice Collabolator dalam Perkara Pidana Korupsi. a. Tidak dapat Meyakinkan Hakim dan Aparat Penegak Hukum dalam Memberikan Kesaksian didalam Persidangan Pelaku Justice Collabolator pada dasarnya merupakan seorang pelaku tindak pidana namun ia juga sebagai saksi didalam persidangan karena ia memiliki bukti-bukti yang dapat menjerat orang lain atas

32 103 perbuatan tindak pidana yang terorganisir. Kasus korupsi di Indonesia merupakan kasus kejahatan luar biasa, karena sulitnya bagi aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus korupsi yang telah dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.dengan munculnya peran bagi Justice Collabolator, seharusnya dapat mempermudah kinerja aparat penegak hukum dalam membongkar kasus yang terorganisir. Mengingat seorang pelaku Justice Collabolator merupakan seorang yang telah ikut melakukan perbuatan tindak pidana yang terorganisir dan memiliki bukti-bukti yang cukup dalam membantu aparat penegak hukum. Kesaksian atau bukti yang diberikan oleh pelaku Justice Collabolator harus bersifat akurat, sehingga bukti atau keterangan yang diberikan didalam persidangan dapat meyakinkan bagi hakim dalam memutuskan apakah seseorang tersebut pantas untuk mendapatkan penghargaan atau hadiah atau status sebagai Justice Collabolator. Sulitnya pemberian perlindungan hukum bagi Justice Collabolator dikarenakan ketidakpercayaan Hakim atau Aparat Pengegak Hukum terhadap keterangan yang diberikan oleh para pelaku Justice Collabolator.Ketidakpercayaan disebabkan karena aparat penegak hukum atau hakim merasa kesaksian yang diberikan oleh pelaku Justice Collabolator telah terlambat karena mereka terlebih dahulu telah menikmati hasil yang telah mereka lakukan atau karena para pelaku memiliki dendam sehingga pelaku bersedia memberikan

33 104 keterangan atas kejahatan yang dilakukan oleh para rekan-rekannya didalam persidangan. b. Adanya Dendam dari Diri Pelaku Justice Collabolator. Seorang Justice Collabolator merupakan alat bantu bagi aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus tindak pidana terorganisir. Dalam kasus Korupsi di Indonesia, sulit bagi aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang tidak bertanggungjawab, karena banyaknya cara yang dilakukan oleh para pelaku dalam mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Perbuatan tindak pidana korupsi biasanya dilakukan secara bersama-sama, sehingga tidak heran jika dalam persidangan kasus tindak pidana korupsi banyak menjerat nama-nama terdakwa lain yang ikut melakukan perbuatan tindak pidana tersebut. Menurut Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Bapak Ayun Kristianto yang mengatakan bahwa peran dari seorang Justice Collabolator dalam mengungkapkan kasus tindak pidana korupsi, merupakan peran yang penting dalam proses peradilan pidana di Indonesia. Mengingat seorang Justice Collabolator bukanlah pelaku utama melainkan pelaku pembantu dalam menjalankan perbuatan tindak pidana, agar perbuatan tersebut dapat berjalan sesuai yang diharapkan.sehingga dengan adanya pelaku Justice Collabolator dapat memudahkan aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus

34 105 tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Dengan adanya peran dari pelaku Justice Collabolator diperlukanlah suatu perlindungan hukum yang dapat melindungi pemenuhan hak-hak saksi pelaku, sehingga saksi pelaku dapat merasa aman dan tidak takut dalam memberikan suatu keterangan atau kesaksian dalam sidang peradilan. Upaya dalam pemberian perlindungan hukum terhadap Justice Collabolator telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Namun dalam pemberian perlindungan hukum terhadap saksi pelaku tetap memiliki kendala, yaitu sulitnya aparat penegak hukum untuk dapat mempercayai pelaku Justice Collabolator, mengingat pelaku Justice Collabolator merupakan seorang pelaku yang ikut melakukan perbuatan tindak pidana, sehingga kemungkinan besar adanya dendam yang tersimpan oleh pelaku terhadap kesaksiannya membuat aparat penegak hukum sulit untuk menetapkan pemberian perlindungan hukum kepada para pelaku Justice Collabolator. Belakangan ini seiring dengan gencarnya kasus-kasus korupsi, salah satunya mengenai kasus korupsi e-ktp, membuat aparat penegak hukum membutuhkan adanya seorang Justice Collabolator guna untuk mendapatkan info mengenai pelaku-pelaku yang telah melakukan

35 106 perbuatan tindak pidana korupsi e-ktp.hal ini terjadi karena banyak keterlibatan pihak-pihak dalam kasus tersebut yang telah banyak merugikan keuangan Negara. Jadi jika ada seorang pelaku yang dengan sengaja ingin mengajukan diri dan bekerjasama dengan aparat penegak hukum serta menurut penyidik dapat mengungkap aktor yang lebih besar dan kasus yang lebih luas sehingga memenuhi unsur-unsur sebagai Justice Collabolator, maka KPK akan mempertimbangkan pemberian perlindungan hukum bagi diri pelaku. Namun jika menurut penyidik keterangan atau kesaksian yang diberikan oleh pelaku tidak dapat meyakinkan atau dapat dikatakan sebagai kesaksian palsu, yang mana dikarenakan adanya dendam dari diri pelaku, sehingga hal inilah yang menyebabkan sulitnya aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan kepada para pelaku Justice Collabolator. Pemberian perlindungan kepada para pelaku Justice Collabolator sebenarnya dapat diberikan apabila seorang pelaku Justice Collabolator dapat memberikan kesaksian yang bersifat akurat didalam sidang peradilan serta dapat mengungkap kasus-kasus yang lebih besar sehingga banyak nama-nama yang terjerat dalam pembuktian kasus tersebut.justice Collabolator dapat dipahami dan dapat diterima oleh aparat penegak hukum andai kata pada tahap penyelidikan dapat membantu aparat penegak hukum dalam membongkar kasus-kasus tindak pidana yang lebih luas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Ayun Kristianto selaku Hakim Pengadilan

36 107 Negeri Sleman yang menyatakan bahwa Aparat Penegak Hukum dapat memberikan perlindungan keapda para pelaku Justice Collabolator apabila pelaku Justice Collabolator dapat memberikan kesaksian yang akurat dan tidak ada dendam bagi dirinya karena perbuatan yang dilakukannya telah menjerat drinya sebagai terdakwa.

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

Analisa Kasus Wisma Atlet

Analisa Kasus Wisma Atlet Analisa Kasus Wisma Atlet Disusun oleh : Septyarini Dwi Praminingtyas (114674052) S1 Ilmu Administrasi Negara FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2011 I. PERMASALAHAN Kasus Wisma Atlet Berawal

Lebih terperinci

Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia. Disampaikan oleh : A.H.Semendawai, SH, LL.

Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia. Disampaikan oleh : A.H.Semendawai, SH, LL. Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia Disampaikan oleh : A.H.Semendawai, SH, LL.M Ketua LPSK RI Latar Belakang LPSK dirancang untuk memberikan perlindungan

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 16 Agustus Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 16 Agustus Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 16 Agustus 2011 Indeks 1. Dugaan Kasus Korupsi KPK Selidiki 7 Kasus Keterlibatan Nazaruddin 2. Korupsi di Kemenpora Atasan Sesmenpora mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 20 Juli Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 20 Juli Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 20 Juli 2011 Indeks 1. 150 Perusahaan di Wisma Atlet 2. Rosa Juga Sebut Ada Aliran Dana ke Anas Itu kan hanya keterangan satu saksi, dan satu saksi

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 19 Juli 2011. Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 19 Juli 2011. Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 19 Juli 2011 Indeks 1. Proyek Wisma Atlet Alex Noerdin segera diperiksa 2. Korupsi Kepala Dinas PU Bengkulu dihukum 3,5 tahun 3. Dugaan Suap Wisma

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 09 Agustus Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 09 Agustus Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 09 Agustus 2011 Indeks 1. Dugaan Korupsi Pembangunan RSUD Dharmasyara Kejati Sumbar antre untuk periksa Nazaruddin 2. Korupsi Wisma Atlet Menpora

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 14 Juli 2011. Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 14 Juli 2011. Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 14 Juli 2011 Indeks 1. Korupsi Kas Daerah Mantan bupati Sragen dijebloskan ke penjara 2. Sidang Suap Kemenpora Nazarudddin dan Wafid Muharam terima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016 KAJIAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG (SEMA) NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SAKSI PELAKU TINDAK PIDANA YANG BEKERJASAMA (JUSTICE COLLABORATOR) 1 Oleh : Coby Elisabeth Mamahit 2 ABSTRAK Tindak pidana korupsi merupakan

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 04 Agustus Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 04 Agustus Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 04 Agustus 2011 Indeks 1. Korupsi Wisma Atlet Biaya lobi mengalir ke pejabat 2. Korupsi Pembangunan Jalan Majelis hakim tipikor tolak eksepsi Bupati

Lebih terperinci

BAB III PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) A. Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

BAB III PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) A. Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) 52 BAB III PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) A. Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang

Lebih terperinci

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH. KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH www.siwalima.com Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Maluku Tenggara Barat (MTB), Holmes Matruty dan Pejabat Pelaksana

Lebih terperinci

1. Dugaan Korupsi KPU Ada aliran dana ke lima media 2. Berstatus Saksi, KPK Kesulitan Pulangkan nazaruddin 3. Hakim Syarifuddin Bantah Terima Suap

1. Dugaan Korupsi KPU Ada aliran dana ke lima media 2. Berstatus Saksi, KPK Kesulitan Pulangkan nazaruddin 3. Hakim Syarifuddin Bantah Terima Suap Clipping Service Anti Money Laundering 17 Juni 2011 Indeks 1. Dugaan Korupsi KPU Ada aliran dana ke lima media 2. Berstatus Saksi, KPK Kesulitan Pulangkan nazaruddin 3. Hakim Syarifuddin Bantah Terima

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON PIMPINAN KPK ------------------------------------- (BIDANG HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H. Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H. VISI DAN MISI Visi Terwujudnya perlindungan saksi dan korban dalam sistem peradilan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

Clipping Service. Anti Money Laundering 24 Juni Indeks

Clipping Service. Anti Money Laundering 24 Juni Indeks Clipping Service Anti Money Laundering 24 Juni 2011 Indeks 1. Periksa Rekening Pejabat 2. Narkotika Bandar kelas kakap dituntut hukuman seumur hidup 3. Jadi Terdakwa, Ketua KPU Mamuju Dinonaktifkan 4.

Lebih terperinci

PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono

PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Jakarta 2005 I. Latar Belakang Masalah perlindungan Korban dan Saksi di dalam proses peradilan pidana merupakan salah satu permasalahan

Lebih terperinci

JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011

JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011 46 BAB III JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011 A. Pengertian Justice Collaborators dalam SEMA RI Nomor 4 Tahun 2011 Pengaturan tentang keberadaan justice collaborators atau saksi pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 1 Juli Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 1 Juli Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 1 Juli 2011 Indeks 1. Kasus Dugaan Suap Sesmenpora Nazaruddin: Uang mengalir ke Andi dan Anas 2. Dugaan Suap KY minta MA berhentikan sementara Hakim

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 15 September Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 15 September Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 15 September 2011 Indeks 1. suap Wisma Atlet KPK usut uang ke kogkres Demokrat 2. Korupsi Kemenkes Polri periksa 30 kepala rumah sakit 3. Kasus

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA KASUS. Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel

BAB 4 ANALISA KASUS. Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta tertanggal 27 Mei 2008, No. 06/Pid/Prap/2008/PN Jkt-Sel 59 BAB 4 ANALISA KASUS 4.1 Posisi Kasus Penangkapan Dalam Hal Tertangkap Tangan Atas Al Amin Nasution Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah begitu parah dan meluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 27 September Indeks

P P A T K AMLNEWS. Clipping Service. Anti Money Laundering 27 September Indeks P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 27 September 2011 Indeks 1. Dugaan Suap Wisma Atlet KPK Kembali Periksa Rossa 2. KPK tahan Ketua DPD Demokrat Bengkulu 3. Dadong Kembali Tegaskan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka 1 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan: 1) Perlindungan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sistem peradilan pidana dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal ini menjelaskan bahwasanya Indonesia sebagai Negara Hukum (rechtstaat)

BAB I PENDAHULUAN. hal ini menjelaskan bahwasanya Indonesia sebagai Negara Hukum (rechtstaat) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 1 ayat (3) menyebutkan, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. hal ini menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

RAKYAT REPUBLIK INDONESI

RAKYAT REPUBLIK INDONESI RAKYAT REPUBLIK INDONESI --------------------------------- LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya Implementasi Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

PENERAPAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2011 DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI REGINA MACARYA PALAPIA

PENERAPAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2011 DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI REGINA MACARYA PALAPIA PENERAPAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2011 DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI REGINA MACARYA PALAPIA FAKULTAS HUKUM ATMAJAYA YOGYAKARTA Palapiamaya@gmail.com ABSTRACT In this paper,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Habibie sebagai kepala negara ditahun 1998 menimbulkan kebangkitan

BAB I PENDAHULUAN. Habibie sebagai kepala negara ditahun 1998 menimbulkan kebangkitan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Momentum lengsernya era orde baru pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia dan mulai terbukanya pintu reformasi di era kepemimpinan BJ. Habibie sebagai

Lebih terperinci

Clipping Service. Anti Money Laundering 9 Juni Indeks

Clipping Service. Anti Money Laundering 9 Juni Indeks Clipping Service Anti Money Laundering 9 Juni 2011 Indeks 1. Dugaan Korupsi KPK Akan Panggil Nazaruddin dan Istrinya 2. Diperiksa Kasus Kemendiknas Lalu, Bagaimana Kaitan Nazar-Kasus Sesmenpora? 3. Nazaruddin

Lebih terperinci

Nama : ALEXANDER MARWATA

Nama : ALEXANDER MARWATA Nama : ALEXANDER MARWATA 1. Pengadilan adalah tempat seseorang mencari keadilan. Pengadilan bukan tempat untuk menjatuhkan hukuman. Meskipun seorang Terdakwa dijatuhi hukuman penjara hal itu dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

Pemeriksaan Sebelum Persidangan Pemeriksaan Sebelum Persidangan Proses dalam hukum acara pidana: 1. Opsporing (penyidikan) 2. Vervolging (penuntutan) 3. Rechtspraak (pemeriksaan pengadilan) 4. Executie (pelaksanaan putusan) 5. Pengawasan

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oly Viana Agustine, Eko Soponyono, Pujiyono*) lifeinlaaw@gmail.com Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

Praktek Pemidanaan Terhadap Saksi Pelaku Tindak Pidana Yang Bekerja Sama/

Praktek Pemidanaan Terhadap Saksi Pelaku Tindak Pidana Yang Bekerja Sama/ Praktek Pemidanaan Terhadap Saksi Pelaku Tindak Pidana Yang Bekerja Sama/ Justice Collaborator (Telaah Yuridis Putusan No. 14/ Pid.B/ Tpk/ 2011/ Pn.Jkt.Pst Pengadilan Tipikor Jakarta) Rahardian F.N, Pujiyono,

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI Sigit Budi Santosa 1 Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang Abstraksi: Korupsi sampai saat ini merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

Rabu, 24 September 2014

Rabu, 24 September 2014 LAPORAN KOMISI III DPR RI TERHADAP PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI Assalamu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci