BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Definisi malnutrisi dan malnutrisi rumah sakit. Malnutrisi adalah suatu ketidakseimbangan (kekurangan atau kelebihan)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Definisi malnutrisi dan malnutrisi rumah sakit. Malnutrisi adalah suatu ketidakseimbangan (kekurangan atau kelebihan)"

Transkripsi

1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi malnutrisi dan malnutrisi rumah sakit Malnutrisi adalah suatu ketidakseimbangan (kekurangan atau kelebihan) antara asupan energi, protein dan nutrisi lainnya dengan kebutuhan tubuh sehingga timbul efek yang tidak diinginkan pada jaringan, bentuk dan fungsi tubuh, serta luaran klinis. 13 Terutama di negara berkembang, masalah utama yang menjadi perhatian adalah kekurangan nutrisi (under-nutrition), sehingga malnutrisi di sini mengacu kepada kekurangan nutrisi. 14 MRS atau disebut juga hospital malnutrition adalah terjadinya malnutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit Etiologi dan patofisiologi malnutrisi rumah sakit Malnutrisi rumah sakit dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yang terkait penyakit (disease-related malnutrition) dan faktor eksternal. Malnutrisi terkait penyakit, baik yang bersifat akut maupun kronis, dipengaruhi beberapa sebab, secara garis besar yang paling berperan adalah: (1) Asupan yang kurang Pada anak dengan penyakit kronis seperti kanker, Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), efek samping obat seperti kemoterapi, analgesik, antibiotik, sedatif, dan lain-lain dapat menimbulkan anoreksia, mual, muntah dan rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan sehingga mengurangi asupan makanan. 2 Pada anak dengan 6

2 kelainan misalnya penyakit jantung, palsi serebral, dan anomali oro-fasial (misalnya labiopalatoschizis), kesulitan pemberian makan (feeding difficulties) merupakan penyebab berkurangnya asupan. 15 (2) Meningkatnya kebutuhan energi dan protein Pada keadaan akut, misalnya trauma, infeksi, atau luka bakar, sebagai respon tubuh terjadi perubahan metabolisme dan pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin, glukokortikoid, katekolamin, dan lainnya. Hal ini menyebabkan peningkatan kebutuhan energi dan protein. 2 (3) Kehilangan makro dan mikronutrisi, akibat diare, muntah,dan pengeluaran melalui urine. (4) Penurunan kemampuan absorpsi zat gizi akibat diare atau parasit usus. 1 Secara skematik patofisiologi malnutrisi-sehubungan penyakit dapat dilihat pada gambar Faktor risiko malnutrisi rumah sakit Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan faktor yang merupakan prediktor terjadinya penurunan berat badan pada anak selama dirawat di rumah sakit, antara lain penurunan asupan makanan, rasa nyeri, tingkat keparahan penyakit, usia, dimana bayi dan anak usia dibawah lima tahun berisiko lebih tinggi mengalami MRS

3 PENYAKIT KRONIS Kanker AIDS Infeksi berulang Perubahan fungsi intestinal Proses penyembuhan lama Gangguan fungsi otot Anomali oro-fasial Prosedur invasif Anoreksia Malabsorpsi Feeding difficulties Kelaparan MALNUTRISI PENYAKIT AKUT Infeksi Trauma Luka bakar Respon inflamasi Katabolisme terkait stres Gambar 2.1. Patofisiologi malnutrisi terkait penyakit Diagnosis malnutrisi rumah sakit Diagnosis MRS ditegakkan berdasarkan kriteria dan parameter yang digunakan untuk menilai status nutrisi. Hingga saat ini belum didapatkan suatu cara yang baku untuk mendiagnosis atau menilai satus nutrisi pasien rawat inap, yaitu yang mudah dan murah untuk dilakukan, serta cukup sensitif dan reliabel. 1 Dua studi menyebutkan MRS jika dijumpai penurunan berat badan lebih dari atau sama dengan 2% dari berat badan rujukan (berat badan saat masuk) selama masa rawatan kurang dari atau sama dengan tujuh hari, 5% jika masa rawatan 8 sampai 30 hari, atau 10% jika masa rawatan lebih dari 30 hari. 6,18 Studi lainnya menggunakan kriteria nilai Indeks massa tubuh (IMT) dengan penurunan IMT lebih dari atau sama dengan 0,25 standar deviasi (SD) setelah masa rawatan 72 jam disebut sebagai MRS. 19 8

4 2.5. Penilaian status nutrisi pada anak yang dirawat di rumah sakit Penilaian status nutrisi adalah suatu metode komprehensif untuk menentukan status nutrisi dengan menggunakan anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran antropometrik, dan pemeriksaan laboratorium. 13 Tujuan penilaian status nutrisi pada anak yang dirawat di rumah sakit adalah untuk menentukan status nutrisi pasien pada saat tersebut, mengidentifikasi adanya malnutrisi sesuai dengan klinis, dan memantau hasil intervensi nutrisi pasien selama perawatan Anamnesis Penilaian status nutrisi berdasarkan anamnesis meliputi riwayat penyakit serta pengobatannya, riwayat tumbuh kembang terutama kemampuan menelan atau mengunyah makanan, riwayat keluarga untuk mengetahui adanya perawakan pendek (short stature) atau penyakit keturunan yang berhubungan dengan pertumbuhan. 21 Analisis diet terdiri dari catatan atau buku harian makanan (food records), catatan makanan 24 jam (24-hour dietary recall), dan food frequency questionnaire (FFQ). Belum ada satu metode analisis diet yang terbaik dan cocok untuk semua keperluan klinis maupun penelitian. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangannnya. 22 Untuk anak yang dirawat di rumah sakit, catatan makanan adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengumpulkan data. 10 Pada metode ini anak atau orang dewasa yang mengasuhnya diminta menulis jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selama periode waktu tertentu, mulai dari satu hingga tujuh hari berturut-turut. 22 Sebuah systematic 9

5 review menemukan bahwa 24-hour multiple pass recall yang dilakukan selama minimal tiga hari merupakan metode yang paling akurat dalam memperkirakan total asupan energi pada anak usia empat sampai 11 tahun Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik secara komprehensif merupakan langkah selanjutnya dan bagian integral dari penilaian status nutrisi. 24 Tujuan utama pemeriksaan fisik adalah mengenali tanda dan gejala yang timbul. Gejala klinis malnutrisi yang timbul menunjukkan deplesi nutrisi sudah berada pada tahap lanjut. Selain itu, gejala tersebut tidak spesifik untuk defisiensi nutrien, akan tetapi dapat terjadi sebagai akibat trauma, alergi, atau proses infeksi. Langkah-langkah pemeriksaan fisik untuk menilai status nutrisi meliputi penilaian massa otot dan simpanan lemak subkutan, pemeriksaan menyeluruh terhadap kulit, rambut, kuku, rongga mulut, gigi dan tulang, serta inspeksi dan evaluasi tanda dan gejala defisiensi vitamin dan mineral Antropometri Definisi antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini dimensi tulang, otot, dan jaringan lemak. 26 Pemeriksaan antropometri untuk menilai status nutrisi meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB), lingkar lengan atas (LILA), tebal lipatan kulit (TLK). Data antropometrik dasar yang sebaiknya diperoleh pada saat awal masuk dan dinilai kembali pada interval waktu tertentu selama masa rawatan 10

6 di rumah sakit antara lain berat badan, tinggi badan, dan umur. Kombinasi beberapa parameter digunakan untuk menilai status nutrisi, oleh karena tidak ada satu jenis pengukuran saja yang dapat menggambarkan status nutrisi secara akurat. 25 Kombinasi parameter tersebut antara lain: 27 BB/U, PB - TB/U, dan BB/TB - PB. Data tersebut kemudian diplot pada kurva pertumbuhan yang mencerminkan populasi normal. Terdapat dua kurva pertumbuhan standar yang sudah tersedia dan dapat digunakan baik untuk keperluan klinis maupun penelitian, yaitu kurva pertumbuhan CDC tahun 2000 dan kurva pertumbuhan WHO tahun ,29 Kurva pertumbuhan untuk anak dengan kondisi khusus seperti palsi serebral, sindroma Down, achondroplasia, sindroma Prader-Willi dan lainnya digunakan bersama dengan kurva CDC atau WHO untuk dapat lebih baik menilai status nutrisi pada kondisi tersebut. 25 Kriteria untuk mendefinisikan malnutrisi berdasarkan data antropometrik yang dipakai hingga saat ini adalah kriteria Waterlow, yang membagi malnutrisi menjadi lima kategori berdasarkan persentase BB/TB terhadap BB ideal (BB persentil 50 untuk TB) yaitu: obesitas, gizi lebih (overweight), gizi cukup, gizi kurang, dan gizi buruk. 30 Waterlow juga menklasifikasikan malnutrisi pada anak yaitu malnutrisi akut (wasting) yaitu defisit BB/TB atau BB/U, dan malnutrisi kronis (stunting) yatu defisit TB/U. 31 Kriteria lain yang dapat digunakan untuk menentukan status nutrisi adalah indeks massa tubuh (IMT), dengan perhitungan BB dibagi TB atau PB 11

7 kuadrat (m 2 ). Nilai IMT selanjutnya juga diplot ke grafik IMT menurut umur dan jenis kelamin menggunakan kurva CDC atau WHO Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk menilai status nutrisi antara lain protein serum (albumin, prealbumin, transferrin, retinol-binding protein), kadar gula darah, profil lemak, hemoglobin, hematokrit, hitung limfosit, kadar vitamin dan mineral, Blood urea nitrogen (BUN). 21,25 Penting untuk mengkombinasikan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, antropometrik, dan laboratorium untuk menilai status nutrisi secara akurat Uji tapis nutrisi pada anak yang dirawat di rumah sakit Uji tapis nutrisi adalah suatu metode yang cepat dan simpel dalam menilai apakah seseorang individu berisiko untuk menderita malnutrisi, atau mempunyai karakteristik yang berhubungan dengan masalah nutrisi yang mungkin membutuhkan pengkajian nutrisi secara komprehensif. 13 Tujuan uji tapis nutrisi adalah mendeteksi risiko malnutrisi, sehingga dapat dilakukan pengkajian nutrisi lebih lanjut, dan intervensi nutrisi dapat dilakukan tepat waktu. Kriteria alat uji tapis nutrisi yang baik adalah mudah dan sederhana untuk digunakan, cepat (membutuhkan waktu kurang dari 5 menit), tidak membutuhkan perhitungan matematik yang sulit, tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium, dan tidak invasif

8 Dalam dekade terakhir telah dikembangkan sedikitnya lima jenis alat uji tapis nutrisi untuk medeteksi risiko malnutrisi pada anak yang dirawat inap. Kelima alat uji tapis tersebut antara lain: Subjective global nutritional assessment (SGNA) Pada pertengahan tahun 1980 dikembangkan suatu metode untuk menilai status nutrisi berdasarkan pemeriksaan subjektif yaitu pemeriksaan fisik dan anamnesis, digabungkan dengan pemeriksaan objektif yaitu antropometrik, yang disebut dengan Subjective global assessment (SGA) pada dewasa. Secker dan Jeejeebhoy kemudian mengadaptasi metode SGA untuk digunakan pada pediatri, yang dikenal dengan SGNA. 33 Metode SGNA terdiri dari pemeriksaan fisik, dan data mengenai BB dan TB atau PB anak, TB orangtua, asupan makanan, gejala gastrointestinal serta frekuensi dan lamanya, kapasitas fungsional saat itu, dan penyakit yang diduga menyebabkan stres metabolik. Metode SGNA membagi status nutrisi dalam tiga kategori: gizi cukup, gizi kurang, dan gizi buruk. Uji tapis ini telah dicoba pada sekelompok pasien anak yang menjalani operasi, dan hasil studi menunjukkan anak dalam kelompok malnutrisi mengalami tingkat infeksi lebih tinggi dan masa rawatan lebih panjang dibandingkan anak dengan gizi cukup. 34 Kelemahan SGNA adalah waktu yang relatif lama dibutuhkan untuk menyelesaikan formulir. Metode SGNA sebenarnya lebih merupakan alat penilaian status nutrisi ketimbang alat skrining, disebabkan komponen antropometrik yang terkandung di dalamnya. 13

9 Penulis tidak melaporkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan SGNA ataupun tingkat keterampilan dan latihan yang diterima oleh penilai The pediatric nutritional risk score (PNRS) Sermet-Gaudelus dkk. pada tahun 2000 mengembangkan uji tapis berdasarkan penilaian secara prospektif dan kehilangan BB lebih dari 2% dari BB masuk sebagai titik potong (cut-off) untuk risiko malnutrisi. PNRS memiliki skor dengan rentang nol sampai lima dengan menjumlahkan nilai sesuai faktor risiko seperti dijelaskan dalam tabel-1. Skor satu atau dua menandakan risiko sedang, dan skor lebih dari atau sama dengan tiga menandakan risiko tinggi untuk malnutrisi. 18 Di Indonesia, PNRS telah diuji validitasnya pada sebuah studi dengan nilai sensitifitas 79% dan spesifisitas 71%. 6 Pediatric nutritional risk score adalah alat uji tapis yang menilai risiko nutrisi berdasarkan tiga faktor yaitu patologi penyakit, nyeri, dan asupan makanan. Uji tapis dilakukan dalam waktu 48 jam pertama masa rawatan. Patologi penyakit dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ringan (tingkat 1) jika penyakit menyebabkan faktor stres yang ringan, seperti dirawat untuk prosedur diagnostik, infeksi minor yang tidak perlu rawat inap, penyakit episodik lainnya, juga bedah minor. Patologi tingkat 2 (sedang) yaitu kondisi yang menyebabkan faktor stres sedang, misalnya infeksi berat namun tidak mengancam nyawa, bedah rutin, fraktur, penyakit kronis tanpa perburukan yang drastis, dan inflammatory bowel disease. Patologi tingkat 3 (berat) yaitu 14

10 keadaan yang menyebabkan faktor stres yang berat, seperti AIDS, keganasan, sepsis berat, bedah mayor, trauma multipel, penyakit kronis yang mengalami eksaserbasi akut, dan depresi mayor. Nyeri dinilai dengan visual analog scale (VAS) untuk anak usia 5 tahun dengan rentang skor 1 sampai 10, untuk anak 5 tahun penilaian nyeri adalah dengan ekspresi wajah, gerakan ekstremitas, dan menangis yang menunjukkan rasa nyeri. Asupan makanan dinilai dengan analisis diet catatan makanan 24 jam (24-hour dietary recall), jika jumlah kalori kurang dari 50% kebutuhan kalori per hari maka dianggap asupan makanan < 50% dan jika lebih dari 50% kebutuhan kalori per hari maka dianggap asupan makanan > 50%. Setia p faktor diberi skor dengan rentang dari 0 sampai 3, kemudian dijumlahkan, jumlah skor menunjukkan risiko nutrisi. Tabel 2.1. Pediatric Nutritional Risk Score. 6 Faktor risiko [koefisien] Patologi Nyeri [1] Asupan makanan < 50% [1] Skor Risiko nutrisi Ringan (tingkat 1) [0] Tidak ada 0 Rendah Ringan (tingkat 1) [0] Satu 1 Sedang Ringan (tingkat 1) [0] Keduanya 2 Sedang Sedang(tingkat 2) [1] Tidak ada 1 Sedang Sedang(tingkat 2) [1] Satu 2 Sedang Sedang(tingkat 2) [1] Keduanya 3 Tinggi Berat (tingkat 3) [3] Tidak ada 3 Tinggi Berat (tingkat 3) [3] Satu 4 Tinggi Berat (tingkat 3) [3] Keduanya 5 Tinggi Screening tool for the assessment of malnutrition in pediatrics (STAMP) 15

11 Alat uji tapis ini dikembangkan di Manchester Inggris pada tahun 2008, terdiri dari tiga elemen: diagnosis klinis (diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap nutrisi), riwayat asupan makanan, dan pengukuran BB dan TB. Setiap elemen diberi skor dengan rentang nol sampai tiga, dimana skor nol sampai satu menandakan risiko rendah, dua sampai tiga risiko sedang, dan skor lebih dari atau sama dengan empat menandakan risiko tinggi. STAMP disertai dengan rencana tindakan untuk masing-masing kategori risiko. 11 Alat uji tapis ini telah digunakan secara rutin pada beberapa sentra dan dilakukan oleh perawat di Rumah sakit anak di Oxford Inggris. 12 Formulir STAMP dapat dilihat pada bagian lampiran. Metode STAMP adalah alat uji tapis nutrisi untuk anak yang dirawat di rumah sakit yang terdiri dari tiga elemen, yaitu diagnosis klinis, riwayat asupan makanan, dan pengukuran BB dan TB. Diagnosis klinis adalah diagnosis saat masuk yang diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap status nutrisi, apakah pasti berpengaruh (nilai 3), mungkin (nilai 2), atau tidak berpengaruh (nilai 0). Daftar diagnosis penyakit dapat dilihat pada lampiran. Riwayat asupan makanan diperoleh dari wawancara dengan orangtua atau pengasuh anak, apakah tidak ada asupan sama sekali (nilai 3), asupan yang menurun baru-baru ini (nilai 2), atau asupan makanan baik atau tidak terganggu (nilai 0). Pengukuran BB dan TB atau PB dilakukan sesuai dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian diplot ke kurva pertumbuhan. Untuk menentukan skor, jika BB dan TB atau PB berjarak > 3 sentil atau 3 kolom, atau BB < persentil ke -2, diberi nilai 3, jika BB dan 16

12 TB PB berjarak > 2 sentil atau terpisah 2 kolom, diberi nilai 2, sedangkan jika BB dan TB PB berjarak 0 1 sentil diberi nilai 0. Jumlah skor dari ketiga faktor tersebut menunjukkan risiko nutrisi pasien tersebut. 12 Contoh formulir lengkap STAMP dapat dilihat pada lampiran The pediatric Yorkhill malnutrition score (PYMS) Ada empat langkah dalam PYMS yang dinilai sebagai prediktor atau gejala malnutrisi, yaitu: IMT, riwayat penurunan BB, perubahan dalam asupan nutrisi, dan efek kondisi penyakit saat dilakukan penilaian terhadap status nutrisi pasien. Setiap langkah memiliki nilai hingga dua, dan total jumlah nilai mencerminkan derajat risiko nutrisi pasien. 35 Sebuah studi yang membandingkan penilaian dengan menggunakan SGNA, STAMP, dan PYMS mendapatkan hasil bahwa PYMS memiliki sensitifitas yang hampir sama dengan STAMP, dan PYMS memiliki positive predictive value yang lebih tinggi. SGNA memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari PYMS, tetapi sensitifitasnya jauh lebih rendah Screening tools risk on nutritional status and growth (STRONGkids) Uji skrining yang dikembangkan di Belanda pada tahun 2007 ini merupakan kuesioner yang terdiri dari empat poin yang diisi pada saat masuk, yaitu: 9 Penilaian klinis subjektif (skor 1). Apakah status nutrisi pasien buruk berdasarkan penilaian klinis secara subjektif (mis., kehilangan lemak subkutan dan/atau massa otot dan/atau wajah yang cekung)? 17

13 Penyakit risiko tinggi (skor 2). Apakah ada penyakit yang mendasari dengan risiko malnutrisi atau akan dilakukan tindakan bedah mayor? Asupan dan kehilangan nutrisi (skor 1). Apakah dijumpai satu dari hal berikut? Diare berlebihan ( 5 kali per hari) dan/atau muntah (>3 kali per hari) selama beberapa hari terakhir? Penurunan asupan makanan selama beberapa hari terakhir sebelum masuk rumah sakit (tidak termasuk puasa untuk operasi elektif)? Intervensi nutrisi yang diinstruksikan sebelumnya? Ketidakmampuan menghabiskan makanan karena nyeri? Penurunan BB atau BB sulit naik? (skor 1) Apakah ada penurunan BB atau tidak terjadi kenaikan BB (bayi <1 tahun) selama beberapa minggu/bulan terakhir? Dua pertanyaan pertama dijawab oleh tenaga medis dan dua pertanyaan berikutnya dijawab oleh orangtua atau pengasuh anak tersebut. Setiap elemen diberi skor satu sampai dua, dengan jumlah skor kumulatif maksimal lima. Skor satu sampai tiga menunjukkan risiko sedang, dan skor empat sampai lima menunjukkan risiko tinggi. Alat skrining ini juga disertai rekomendasi intervensi nutrisi untuk setiap kategori risiko. Alat skrining ini telah diuji pada sebuah studi multisenter pada anak di Belanda dengan hasil yang menunjukkan hubungan bermakna antara kelompok skor risiko tinggi dari hasil pemeriksaan STRONGkids dengan BB/TB. 9 Alat skrining ini 18

14 mempunyai dua kelemahan yaitu: penilaian klinis secara subjektif dilakukan oleh dokter anak yang terampil, sedangkan kriteria alat skrining yang baik adalah dapat dilakukan oleh semua pekerja kesehatan. Dan poin ke empat, yaitu penurunan BB atau pertambahan BB yang tidak optimal, harus diketahui BB anak sebelum sakit atau hasil pemeriksaan antropometrik yang menyita waktu untuk menilai dan menginterpretasikan poin tersebut. 10 Kelima alat skrining ini telah diuji oleh penemunya pada populasi lokal, namun belum ada yang divalidasi oleh peneliti lain pada populasi kohort yang lebih besar Pencegahan malnutrisi rumah sakit Pencegahan terjadinya MRS adalah dengan deteksi dini risiko malnutrisi dan segera mengatasinya dengan intervensi nutrisi yang tepat. Pasien dengan risiko malnutrisi atau yang telah mengalami malnutrisi sebelum atau selama dirawat di rumah sakit harus dipantau status gizinya selama perawatan sampai beberapa bulan setelahnya. 37 Rekomendasi European Society of Pediatric Gastro-entero Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) komite nutrisi untuk mengatasi malnutrisi di rumah sakit adalah meliputi: 38 (1) Pembentukan suatu tim intervensi nutrisi (Nutrition support teams /NSTs) di rumah sakit, (2) tugas utama NST meliputi skrining nutrisi, identifikasi pasien yang membutuhkan intervensi nutrisi, menyediakan manajemen nutrisi yang adekuat, edukasi dan pelatihan staf rumah sakit dan evaluasi kegiatan; (3) NST harus terdiri dari beberapa orang ahli dalam nutrisi, dan 19

15 bidang lainnya yang bersifat multidisipliner, (4) biaya untuk pelaksanaan NSTs harus diambil dari sistem kesehatan masyarakat; dan (5) studi lebih lanjut dibutuhkan untuk mengevaluasi efek NSTs dalam pencegahan dan manajemen gangguan nutrisi pada anak, termasuk perkiraan biaya pada kondisi yang berbeda. Rekomendasi yang terangkum dalam Health technology assessment (HTA) Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008 menganjurkan penilaian status nutrisi pada pasien anak rawat inap harus secara rutin dilakukan untuk deteksi dini serta pencegahan terjadinya MRS

16 2.8. Kerangka Konseptual UJI TAPIS NUTRISI Antropometri Anamnesis Klinis Laboratorium SGNA PNRS STAMP PYMS STRONGkids Status nutrisi Tingkat keparahan penyakit Usia Asupan nutrisi Rasa nyeri INTERVENSI NUTRISI MALNUTRISI RUMAH SAKIT Peningkatan morbiditas Peningkatan mortalitas Pertambahan lama masa rawatan Peningkatan biaya rawatan = yang diteliti Gambar 1. Kerangka konseptual 21

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI Skrining nutrisi adalah alat yang penting untuk mengevaluasi status nutrisi seseorang secara cepat dan singkat. - Penilaian nutrisi merupakan langkah yang peting untuk memastikan

Lebih terperinci

TESIS DWI NOVIANTI / IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TESIS DWI NOVIANTI / IKA PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TESIS PERBANDINGAN KESESUAIAN SCREENING TOOL FOR ASSESSMENT OF MALNUTRITION IN PAEDIATRICS (STAMP) DAN PEDIATRIC NUTRITIONAL RISK SCORE (PNRS) DENGAN PEMERIKSAAN ANTROPOMETRIK SEBAGAI UJI TAPIS MALNUTRISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya prevalensi malnutrisi pada pasien di rumah sakit masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya prevalensi malnutrisi pada pasien di rumah sakit masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya prevalensi malnutrisi pada pasien di rumah sakit masih menjadi perhatian, baik di negara maju maupun negara berkembang. Menurut Barker (2011), malnutrisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diet paska bedah merupakan makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Prevalensi di dunia tahun 2014 sebanyak 9%, di Indonesia meningkat dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara berkembang yang masih terus melakukan pembangunan dalam segala aspek kehidupan masyarakatnya. Banyak indikator yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pasien yang berobat ke rumah sakit memiliki status gizi berbeda-beda, ada yang sangat kurus, kurus, normal hingga pasien yang berbadan gemuk. Pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi

Lebih terperinci

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RS H.Adam Malik Medan

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RS H.Adam Malik Medan GAGAL TUMBUH Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RS H.Adam Malik Medan DEFINISI Gagal Tumbuh : Anak dengan BB kurang dari 2 SD dari nilai pertumbuhan standar rata-rata

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA. INDEKS ANTROPOMETRI INDEKS YG SERING DIGUNAKAN : 1. BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) 2. TINGGI BADAN MENURUT UMUR (TB/U) 3. BERAT BADAN MENURUT TINGGI BADAN ( BB/TB) PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengukuran Antropometri Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Pengertian

Lebih terperinci

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA (ANTROPOMETRI) Saptawati Bardosono

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA (ANTROPOMETRI) Saptawati Bardosono PENILAIAN STATUS GIZI BALITA (ANTROPOMETRI) Saptawati Bardosono PENDAHULUAN Masalah gizi di Indonesia masih merupakan masalah nasional Kelompok usia yang rentan masalah gizi antara lain usia balita: Bayi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

PANDUAN SKRINING GIZI RS. BAPTIS BATU TAHUN 2013

PANDUAN SKRINING GIZI RS. BAPTIS BATU TAHUN 2013 PANDUAN SKRINING GIZI RS. BAPTIS BATU TAHUN 2013 RS BAPTIS BATU JL RAYA TLEKUNG NO 1 JUNREJO BATU DAFTAR ISI Halaman Judul... i Daftar Isi... ii Definisi... 1 1. Pengertian... 1 2. Tujuan... 1 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN SKRINING GIZI DI RUMAH SAKIT. Dr. Susetyowati DCN,M.Kes Universitas Gadjah Mada 2014

PENGEMBANGAN INSTRUMEN SKRINING GIZI DI RUMAH SAKIT. Dr. Susetyowati DCN,M.Kes Universitas Gadjah Mada 2014 PENGEMBANGAN INSTRUMEN SKRINING GIZI DI RUMAH SAKIT Dr. Susetyowati DCN,M.Kes Universitas Gadjah Mada 2014 MALNUTRISI DI RUMAH SAKIT STUDI DELPHI (Meijers dkk, 2010) Defisiensi energi, Defisiensi protein

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan BAB I KONSEP DASAR A. Konsep Medis Kurang Energi Protein (KEP) 1. Pengertian Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang atua lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. 3 Malaria

Lebih terperinci

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian Nama : dr. Dwi Novianti Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian Nama : dr. Dwi Novianti Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM LAMPIRAN 1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian Nama : dr. Dwi Novianti Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM 2. Anggota Penelitian 1. dr. Hj. Tiangsa Sembiring, M.Ked(Pe d), SpA(K)

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN GIZI KLINIK

PEDOMAN PELAYANAN GIZI KLINIK PEDOMAN PELAYANAN GIZI KLINIK RS HERMINA SOLO TAHUN 2015 1 PANDUAN PELAYANAN GIZI KLINIK I. Definisi Pelayanan gizi di rumah sakit adalah merupakan bagian dari pelayanan medik di rumah sakit untuk memenuhi

Lebih terperinci

MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc

MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc Pendahuluan Pernahkah anda mengamati hal-hal penting apa sajakah yang ditulis oleh dokter pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI OLEH : KELOMPOK 5 HAPPY SAHARA BETTY MANURUNG WASLIFOUR GLORYA DAELI DEWI RAHMADANI LUBIS SRI DEWI SIREGAR 061101090 071101025 071101026 071101027 071101028 Nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana

Lebih terperinci

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit P e n g e r t i a n D i e t DASAR DIETETIK M u s l i m, M P H l m u D i e t I Cabang ilmu gizi yang mengatur pemberian makan pada kelompok/perorangan dalam keadaan sehat/sakit dengan memperhatikan syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi atau jumlah makanan (zat gizi) yang dikonsumsi dengan jumlah

Lebih terperinci

Esti Nurwanti, S.Gz., Dietisien., MPH

Esti Nurwanti, S.Gz., Dietisien., MPH Esti Nurwanti, S.Gz., Dietisien., MPH Suatu model problem solving yang sistematis, menggunakan cara berpikir kritis dalam membuat keputusan menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan nutrisi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian. Penyakit kanker saat ini sudah merupakan masalah kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian. Penyakit kanker saat ini sudah merupakan masalah kesehatan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyakit keganasan yang timbul ketika sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian tumbuh cepat dan tidak mempedulikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komplikasi infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) terhadap perubahan status nutrisi telah diketahui sejak tahap awal epidemi. Penyebaran HIV di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologi yang banyak dialami oleh seorang pasien di rumah sakit. Kecemasan adalah pengalaman umum manusia dan merupakan emosi

Lebih terperinci

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN MUSLIM, MPH Akademi Kebidanan Anugerah Bintan Tanjungpinang Kepulauan Riau Pemantauan Status Gizi Dalam membahas observasi/pemantauan

Lebih terperinci

Pengukuran Status Gizi pada Lanjut Usia

Pengukuran Status Gizi pada Lanjut Usia Pengukuran Status Gizi pada Lanjut Usia Menilai status gizi pada lansia memerlukan metode pengukuran yang sesuai dengan perubahan yang terjadi pada struktur tubuh, komposisi tubuh serta penurunan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Balita Status gizi merupakan keadaan fisik seseorang atau kelompok orang tertentu yang ditentukan dengan salah satu kombinasi dari ukuran gizi tertentu. Status gizi terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nutrisi adalah ikatan kimia yang yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang berupaya mencapai pemulihan penderita. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan kegiatan terpadu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi suplemen secara teratur 2. Sementara itu, lebih dari setengah

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi suplemen secara teratur 2. Sementara itu, lebih dari setengah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penggunaan suplemen semakin meningkat, dan sepertinya akan terus menerus bertambah 1. Di Inggris, tidak kurang dari 40 persen penduduk mengkonsumsi suplemen secara teratur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Nutrisi 2.1.1 Definisi Status Nutrisi Status nutrisi merupakan hasil interaksi antara makanan yang dikonsumsi dan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Menurut Supariasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada usus yang diperantarai proses aktivasi imun yang patofisiologinya kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada usus yang diperantarai proses aktivasi imun yang patofisiologinya kompleks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflamatory bowel disease (IBD) adalah suatu kondisi penyakit kronik pada usus yang diperantarai proses aktivasi imun yang patofisiologinya kompleks dan multifaktorial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diet Pasca-Bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) INSTALASI GIZI RSU HAJI SURABAYA

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) INSTALASI GIZI RSU HAJI SURABAYA PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) INSTALASI GIZI RSU HAJI SURABAYA A. Rencana Asuhan Gizi NAMA PASIEN : An. Jacinda Widya USIA : 3 th 6 bl MRS : 8/5/2013 AHLI GIZI : Bu.Widyaningsih PENGKAJIAN DATA

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami

BAB I PENDAHULUAN. Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami pasien sebelum maupun setelah masuk rumah sakit. Salah satu malnutrisi yang sering dijumpai adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Diare

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut,

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status nutrisi Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan manfaat zat zat gizi. Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inap di rumah sakit. Pada penelitian Kusumayanti dkk (2004) di tiga Rumah

BAB I PENDAHULUAN. inap di rumah sakit. Pada penelitian Kusumayanti dkk (2004) di tiga Rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan malnutrisi masih banyak ditemukan pada pasien rawat inap di rumah sakit. Pada penelitian Kusumayanti dkk (2004) di tiga Rumah Sakit Pendidikan, yakni Perjan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor. prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor. prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran klinis pasien penderita penyakit hati tahap akhir. Meskipun faktanya malnutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda

Lebih terperinci

Kartu Menuju Sehat (KMS)

Kartu Menuju Sehat (KMS) Kartu Menuju Sehat (KMS) Fungsi: Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1 BAB V KESIMPULAN Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan pada kulit, sklera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi lebih adalah suatu keadaan berat badan yang lebih atau diatas normal. Anak tergolong overweight (berat badan lebih) dan risk of overweight (risiko untuk berat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO,2011). Batas yang tidak wajar untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan kondisi yang progresif meskipun pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi diabetes menimbulkan beban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah:

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kurang gizi pada pasien yang dirawat di bagian bedah adalah karena kurangnya perhatian terhadap status gizi pasien yang memerlukan tindakan bedah, sepsis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Status Gizi a. Pengertian Status Gizi Status Gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam abdomen yang mengalami

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM.

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM. 1 PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS Susilowati, SKM, MKM. 2 Masih ingat pebasket internasional Earvin Johnson? Pemain NBA tersohor itu membuat berita mengejutkan dalam karier bermain basketnya. Bukan

Lebih terperinci

1 DETEKSI DINI PERTUMBUHAN ANAK. Debora S.Liana, dr., Sp.A FK UNDANA 2016

1 DETEKSI DINI PERTUMBUHAN ANAK. Debora S.Liana, dr., Sp.A FK UNDANA 2016 1 DETEKSI DINI PERTUMBUHAN ANAK Debora S.Liana, dr., Sp.A FK UNDANA 2016 2 UU n0.23/2002 ANAK Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita Balita adalah kelompok anak yang berumur dibawah 5 tahun. Umur balita 0-2 tahun merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, terutama yang penting adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebutuhan Gizi pada Balita Gizi (nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang

Lebih terperinci

Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula Elemental Di RSU dr.

Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula Elemental Di RSU dr. Sari Pediatri, Sari Vol. Pediatri, 8, No. Vol. 3, Desember 8, No. 3, 2006: Desember 226-2006 230 Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula

Lebih terperinci

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan KESEIMBANGAN ENERGI Jumlah energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebesar 1 kg sebesar

Lebih terperinci

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi (Body Mass Index And Hemoglobin Level Related To Wound Healing Of Patients Undergoing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dismenore 2.1.1 Definisi dismenore Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi. 2.1.2 Klasifikasi dismenore Nyeri haid dapat digolongkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Primer 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2008.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Prevalensi Blastocystis hominis pada balita di Kecamatan Jatinegara Infeksi Parasit Frekuensi %

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Prevalensi Blastocystis hominis pada balita di Kecamatan Jatinegara Infeksi Parasit Frekuensi % 30 4.1. Hasil 4.1.1. Prevalensi Blastocystis hominis BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui prevalensi Blastocystis hominis di kecamatan Jatinegara, digunakan perhitungan dari data sekunder sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi merupakan salah satu bagian dari rongga mulut yang digunakan untuk pengunyahan. Jumlah gigi geligi sangat menentukan efektifitas pengunyahan dan penelanan yang merupakan langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Status Gizi Status Gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengunyahan atau sistem mastikasi merupakan suatu proses penghancuran makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study, dilaksanakan di Instalasi Gizi dan Ruang Gayatri Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi

Lebih terperinci