BAB II LANDASAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Organizational citizenship behavior merupakan perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan dengan basis kewajiban peran formal maupun dengan bentuk kontrak. Sejalan dengan Robbins (2005) yang mendefinisikan organizational citizenship behavior sebagai perilaku individu atau perseorangan yang sukarela dan bukan bagian dari syarat formal pekerjaan, tetapi dapat meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ, dkk. (2006) mendefinisikan organizational citizenship behavior sebagai perilaku individu yang mempunyai kebebasan untuk memilih, yang secara tidak langsung diakui oleh sistem reward, dan memberi kontribusi pada efektivitas dan efisiensi fungsi organisasi. Menurut Organ dan Ryan (1995), organizational citizenship behavior adalah perilaku-perilaku yang dilakukan oleh karyawan yang tidak secara tegas diberi penghargaan apabila mereka melakukannya dan juga tidak akan diberi hukuman apabila mereka tidak melakukannya, serta bukan merupakan bagian dari deskripsi pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan. Contohnya meliputi bantuan pada teman kerja untuk meringankan beban kerja mereka, 10

2 11 melaksanakan tugas yang tidak diminta, dan membantu orang lain untuk menyelesaikan masalah. Organizational citizenship behavior merupakan perilaku pekerja yang melebihi tugas formalnya dan memberikan kontribusi pada keefektifan organisasi (Smith, dkk., 1983). Dengan demikian, apabila pekerja memiliki OCB yang tinggi maka akan diikuti pula dengan tingginya perilaku extrarole-nya. Terlebih pada karyawan tetap, ketika mereka mampu bekerja lebih dari tugas formalnya, maka perusahaan lebih mudah dalam mengendalikan perilaku mereka, karena OCB merupakan perilaku yang tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan, bersifat bebas dan sukarela, serta merupakan pilihan personal (Podsakoff, dkk., 2000). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku OCB tidak selalu muncul sebagai perilaku tetap karyawan dalam bekerja. Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli tersebut, maka peneliti menyimpulkan beberapa pokok pikiran penting mengenai organizational citizenship behavior, yaitu; (a) tindakan bebas, spontan, sukarela yang dilakukan demi kepentingan pihak lain (rekan kerja, kelompok, atau organisasi); (b) tidak diperintahkan secara formal; (c) tidak diakui dengan kompensasi atau penghargaan formal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa organizational citizenship behavior adalah kontribusi karyawan di luar dari deskripsi kerja formal, yang dilakukan secara sukarela,

3 12 spontan, dan tidak diakui oleh sistem reward, namun memberikan kontribusi pada efektivitas dan efisiensi fungsi organisasi. 2. Faktor Organizational Citizenship Behavior Organ, dkk., (2006) mengkategorikan faktor yang mempengaruhi OCB terdiri dari perbedaan individu, sikap kerja dan variabel kontekstual : a) Perbedaan individu termasuk sifat yang stabil yang dimiliki individu, meliputi: kepribadian (misalnya kesadaran dan keramahan), kemampuan, pengalaman, pelatihan, pengetahuan, motivasi, kebutuhan, dan nilai individu; b) Sikap kerja adalah emosi dan kognisi yang berdasarkan persepsi individu terhadap lingkungan kerja, meliputi: komitmen organisasi, persepsi kepemimpinan, dukungan organisasi, person organization fit, kepuasan kerja, psychological contract, persepsi keadilan dan keadilan organisasi; dan c) Faktor-faktor kontekstual adalah pengaruh eksternal yang berasal dari pekerjaan, tim kerja, organisasi, atau lingkungan. Variabel kontekstual meliputi: karakteristik tugas, sikap pada pekerjaan, gaya kepemimpinan, karakteristik kelompok, budaya organisasi, profesionalisme, dan harapan peran sosial. Menurut Organ (2006) faktor-faktor yang dapat mendukung timbulnya OCB adalah: a. Pemimpin Tipe pemimpin bisa menjadi faktor pemicu munculnya OCB, seperti pemimpin dengan tipe supportive yang dapat membuat karyawannya

4 13 merasa diperhatikan kesejahteraannya, sehingga karyawan bersedia melakukan timbal balik kepada pimpinannya. Selain itu juga ada pemimpin instrumental yang dapat sangat membantu karyawan untuk menghindari ketidakjelasan tugas yang ada dalam pekerjaan, dan hal ini bisa menjadi penyebab seorang karyawan menyukai pimpinannya dan mau membantu pimpinannya semampu karyawan tersebut. Disisi lain, pemimpin dengan tipe transformasional yang dapat menyelaraskan nilainilai, visi, dan tujuan karyawan dan perusahaan, akan bisa memunculkan performa karyawan diluar ekspektasi perusahaan bukan hanya sekedar karena mereka ingin dihargai karena usahanya, namun karena mereka merasa bahwa misi dan tujuan mereka searah dengan yang dimiliki perusahaan. Pemimpin yang instrumental, transformasinal dan supportive dapat mempengaruhi OCB karena dampaknya akan dirasakan oleh karyawan sebagai perilaku membantu pemimpin sehingga karyawan akan merasa berkewajiban untuk membalas. b. Karakteristik Tugas Karakteristik tugas adalah sifat dari tugas yang terkandung dalam suatu pekerjaan, meliputi berbagai dimensi yang dapat mendorong keefektifan individu dalam bekerja. Beberapa karakteristik tugas yang mempengaruhi karyawan untuk menampilkan organizational citizenship behavior antara lain otonomi tugas, identitas tugas, variasi tugas,

5 14 signifikansi tugas (makna atau pentingnya tugas), saling ketergantungan tugas (task interdependence), serta umpan balik tugas. c. Karakteristik Kelompok Karakteristik kelompok yang mempengaruhi organizational citizenship behavior meliputi kohesivitas kelompok, kualitas hubungan antara anggota pada kelompok kerja, potensi atau kemampuan kelompok, serta dukungan tim yang dirasakan karyawan. d. Karakteristik Organisasional Karakteristik organisasional yang dapat menjadi faktor terjadinya Organizational citizenship behavior adalah formalisasi dan kekakuan organisasi, dukungan organisasi yang dipersepsikan karyawan, jarak antara karyawan dan supervisor, dan hambatan-hambatan dalam organisasi. e. Konteks Kultural Kebudayaan bangsa dapat berpengaruh pada kondisi yang berkaitan dengan terciptanya organizational citizenship behavior. Dua dimensi kebudayaan yang mempengaruhi persepsi dan ekspresi terhadap organizational citizenship behavior adalah individualisme dan kolektivisme, serta jarak kekuasaan. Novliadi (2006) mengemukakan faktor-faktor dari OCB yaitu budaya dan iklim organisasi, masa kerja, motivasi intrinsik, perilaku pemimpin, dan

6 15 persepsi terhadap dukungan organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Budaya dan iklim organisasi. Organ, dkk., (2006) menjelaskan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan kondisi awal yang memicu terjadinya OCB. Budaya dan iklim organisasi dapat menjadi penyebab kuat berkembangnya OCB dalam perusahaan. Ketika iklim organisasi positif, maka anggota organisasi akan melakukan pekerjaan melebihi kewajiban seharusnya dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika atasan memperlakukan semua anggota organisasi secara adil. b. Masa kerja. Luthans (2006) memaparkan bahwa masa kerja dapat berfungsi sebagai prediktor OCB karena dapat mewakili pengukuran terhadap investasi karyawan di perusahaan. Semakin lama masa kerja, maka akan semakin meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi karyawan dalam melakukan pekerjaannya, serta menimbulkan perasaan dan perilaku positif terhadap organisasi yang mempekerjakannya. c. Motivasi intrinsik. OCB muncul sebagai perwujudan dari motivasi intrinsik misalnya kepribadian, mood, dan minat tertentu. d. Perilaku pemimpin. Organ, dkk., (2006) menjelaskan bahwa pemimpin dapat meningkatkan perilaku OCB pada karyawan. Pemimpin akan menjadi contoh bagi bawahannya, oleh sebab itu jika pemimpin memiliki OCB yang baik, maka perilaku tersebut dapat menular kepada bawahannya.

7 16 e. Persepsi terhadap dukungan organisasi. Sumber daya manusia yang merasa didukung oleh perusahaannya akan memberikan feedback kepada perusahaan dengan berperilaku OCB. Berdasarkan beberapa uraian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor organizational citizenship behavior secara garis besar adalah pemimpin, karakteristik tugas, kelompok, dan organisasional, budaya dan iklim organisasi, masa kerja, motivasi intrinsik dan ersepsi terhadap dukungan organisasi. 3. Aspek Organizational Citizenship Behavior Organ, dkk., (2006) menjelaskan bahwa OCB dibangun dari lima aspek yang masing-masing bersifat unik yaitu altruism (perilaku menolong), conscientiousness (kepatuhan), sportmanship (sportifitas), courtesy (kesopanan), dan civic virtue (tanggung jawab sebagai anggota organisasi). Kelima aspek tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Altruism Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.

8 17 Refleks menolong akan muncul apabila individu yang altruistif melihat seseorang yang perlu untuk dibantu, seperti orang yang sudah dikenalnya ataupun orang asing yang belum dikenal (stranger). Ciri-ciri lain dari perilaku ini adalah only in one-shot episode yang berarti bahwa ketika seseorang melakukan tindakan altruism pada beberapa orang, tindakan altruism tersebut tidak berhubungan dengan tindakan altruismnya yang lain, karena individu yang altruistif tersebut memang tidak mengharapkan ada imbalan dari tindakannya tersebut di masa depan. b. Conscientiousness Conscientiousness mengacu pada sikap lebih berhati-hati dan mendengarkan kata hati. Big Five Teori memaparkan individu yang mempunyai skor tinggi pada traits conscientiousness memiliki kontrol diri yang bagus, terorganisir, memprioritaskan tugas, mengikuti norma dan peraturan, dan lain sebagainya. Adanya perilaku tersebut dapat mengindikasikan bahwa para pekerja telah menerima dan mematuhi aturan dan prosedur yang ada di dalam perusahaan. Jadi bila ditinjau dalam konteks sebuah perusahaan adanya perilaku ini tentunya akan sangat menguntungkan, karena pekerja dengan conscientiousness yang tinggi akan memiliki sikap yang bagus daripada rekan-rekan kerjanya yang lain dengan menunjukkan ketaatan pada regulasi dan prosedur perusahaan yang lebih baik.

9 18 c. Sportmanship Dimensi sportsmanship dapat dilihat dari aspek toleransi dan keluhan (complain) individu dalam pekerjaannya. Individu dengan sikap sportsmanship yang tinggi akan sangat memperhatikan hal-hal detail dalam pekerjaannya, dapat secara fair menjalankan pekerjaanya dan sedikit mengeluh, dan kemampuan beradaptasi yang tinggi dengan situasi dan lingkungan kerjanya. Dalam konteks sebuah perusahaan sikap ini tentunya akan sangat menguntungkan, karena para pekerja akan dengan mudah beradaptasi dengan perubahan yang ada di perusahaanya, sebagai contoh apabila perusahaan mengeluarkan kebijakan baru mengenai suatu hal, pekerja yang memiliki sikap sportsmanship tinggi akan dengan mudah menerima kebijakan baru itu dan mengesampingkan masalahmasalah kecil yang mungkin muncul disebabkan oleh kebijakan baru tersebut. d. Courtessy Dimensi courtesy dapat digambarkan dengan sebuah bentuk tindakan yang bertujuan untuk mencegah munculnya masalah, sedangkan secara arti kata courtesy dapat diartikan dengan sikap sopan, dan mempertimbangkan orang lain. Tindakan Courtesy dapat dicontohkan dengan menawari teman kerja untuk makan bersama, apabila sedang memiliki tugas yang sama selalu mengingatkan teman kerjanya agar tidak

10 19 lupa atau mungkin menawarinya untuk saling sharing dan bertukar pikiran menyelesaikan tugas tersebut, dan lain sebagainya. e. Civic Virtue Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni. Organ kemudian menambahkan dua aspek lagi berdasarkan penelitian selanjutnya. Aspek yang ditambahkan adalah peacekeeping dan cheerleading (Organ dkk., 2006). Peacekeeping adalah tindakan-tindakan yang menghindari serta menyelesaikan terjadinya konflik interpersonal, Cheerleading, diartikan sebagai bantuan kepada rekan-rekan kerjanya untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Graham (dalam Triningsih, dkk., 2000) menyimpulkan bahwa terdapat tiga aspek dalam OCB yaitu obedience (ketaatan), loyalty (kesetiaan), dan participation (partisipasi). Ketiga aspek tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. a. Obedience (ketaatan), merupakan bentuk penerimaan atas peraturan, pekerjaan, dan kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan. Ketaatan

11 20 dapat ditunjukan dengan menghormati aturan, ketepatan waktu hadir di kantor, ketepatan waktu dalam mengerjakan tugas, dan kepedulian terhadap karyawan lainnya dalam perusahaan. b. Loyalty (kesetiaan), identifikasi terhadap kesetiaan pada pemimpin dan organisasi secara keseluruhan melebihi dari kepentingannya sendiri. Loyalitas juga termasuk perilaku membela organisasi dari ancaman, memberikan kontribusi demi reputasi perusahaan yang baik, dan bekerja sama dengan orang lain untuk melayani kepentingan perusahaan. c. Participation (partisipasi), merupakan ketertarikan seseorang untuk mau terlibat dan bertanggung jawab dalam urusan organisasi. Partisipasi dalam organisasi dapat terlihat dengan perilaku hadir ke pertemuan-pertemuan, mengikuti informasi yang berkembang di perusahaan, berbagi opini dan ide-ide dengan karyawan lainnya. Podsakoff, dkk. (2000) menyebutkan ada tujuh aspek dalam OCB yaitu sportmanship (sportifitas), civic virtue (tanggung jawab sebagai anggota organisasi), helping behavior (perilaku menolong), organizational loyalty (kesetiaan sebagai anggota organisasi), organizational compliance (sikap patuh dalam organisasi), individual initiative (inisiatif individu), dan self development (pengembangan diri). a. Sportmanship, merupakan kemauan atau keinginan untuk bertoleransi terhadap ketidaknyamanan yang muncul dan penentuan kerja tanpa komplain.

12 21 b. Civic virtue, merupakan komitmen karyawan terhadap perusahaan secara keseluruhan seperti menghadiri rapat, menyampaikan pendapat, atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan perusahaan. c. Helping behavior, merupakan perilaku sukarela karyawan untuk menolong rekan kerja atau mencegah terjadinya permasalahan terkait dengan pekerjaan. (Organ dkk., 2006) membagi aspek ini ke dalam dua kategori yaitu altuism dan courtesy. d. Organizational loyalty, merupakan bentuk perilaku kesetiaan karyawan terhadap perusahaan seperti menampilakan image positif mengenai perusahaan, membela perusahaan dari ancaman eksternal, dan mendukung serta membela tujuan organisasi. e. Organizational compliance, merupakan perilaku individu yang mematuhi segala peraturan, prosedur, dan regulasi organisasi meskipun tidak ada pihak yang mengawasi. f. Individual initiative, merupakan bentuk dorongan dari dalam diri individu untuk melaksanakan tugas secara lebih baik atau melampaui standar yang telah ditetapkan. Organ, dkk., (2006) menyebut aspek ini sebagai conscientiousness. g. Self development, merupakan perilaku individu secara sukarela untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sendiri, seperti mengikuti kursus, pelatihan, seminar, atau mengikuti perkembangan terbaru dari bidang yang dikuasai.

13 22 Berdasarkan aspek-aspek dari beberapa ahli di atas, peneliti menggunakan aspek OCB yang dijelaskan oleh Organ, dkk., (2006). Alasan menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Organ, dkk. karena aspek-aspek tersebut mampu mencakup tujuan penelitian dibandingkan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Graham (dalam Triningsih, 2000) dan Podsakoff, dkk. (2000). Oleh sebab itu, mengacu pada pertimbangan tersebut, aspek yang digunakan untuk pengukuran OCB adalah, altruism (perilaku menolong), conscientiousness (kepatuhan), sportsmanship (sportifitas), courtsesy (kesopanan) dan civic virtue (tanggung jawab sebagai anggota organisasi). B. Motivasi Kerja Intrinsik 1. Pengertian Motivasi Kerja Intrinsik McClelland (dalam Robbins dan Judge, 2013) mengatakan bahwa ada suatu dorongan yang membuat seseorang untuk mencapai prestasinya secara maksimal. Dorongan itu berupa kebutuhan akan pencapaian prestasi, kebutuhan akan sosialisasi dan kebutuhan akan suatu kekuasaan atau pengaruh terhadap orang lain. Caroll dan Tosi (1977) menyebut hal ini sebagai motivasi, yaitu suatu keadaan mental internal dari suatu individu yang menyebabkan individu tersebut melakukan suatu aktivitas. Luthans (2006) mengungkapkan bahwa motivasi adalah proses yang dimulai dengan definisi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif, dan kunci

14 23 untuk memahami proses motivasi yang bergantung pada pengertian dan hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan insentif. Luthans (2006) juga mengganggap motivasi adalah langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan secara fisik dan psikis atau dengan kata lain adalah suatu dorongan yang ditunjukan untuk memenuhi tujuan tertentu. Sedangkan motivasi menurut Robbins dan Judge (2013) mengungkapkan bahwa motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Gibson, dkk. (2005) menjelaskan motivasi kerja merupakan konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan atau dorongan-dorongan yang timbul di dalam diri seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Robbins (2003) menjelaskan bahwa motivasi kerja merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya tersebut guna memenuhi beberapa kebutuhan individual. Lebih lanjut, Robbins menjelaskan bahwa motivasi sebagai suatu proses yang menghasilkan intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hal ini intensitas menyangkut seberapa kerasnya seseorang berusaha untuk dapat mencapai tujuan dan Robbins (2005) mempertegas kembali bahwa motivasi kerja bersangkutan dengan upaya ke arah setiap tujuan, terutama tujuan organisasi sebagai cerminan minat tunggal kita dalam perilaku yang berkaitan dengan kerja.

15 24 Motivasi sedikitnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu sumber motivasi dari dalam diri atau motivasi intrinsik dan sumber motivasi dari luar atau motivasi intrinsik (Priansa, 2014). Priansa (2014) lebih lanjut menjelaskan bahwa motivasi intrinsik aktif atau berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar. Paraskevi (2007) menjelaskan motivasi intrinsik seperti halnya self-defined atau self-sustained yang membuat seseorang mampu untuk melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Ray dan Miller (dalam Novliadi, 2007) yang mengungkapkan bahwa tugas dan tanggung jawab kerja yang diberikan kepada setiap karyawan merupakan salah satu sumber motivasi intrinsik yang ada dalam diri karyawan. Deci (dalam Marinak & Grambell, 2008) mengemukakan bahwa motivasi kerja intrinsik secara operasional digambarkan sebagai ketekunan terhadap tugas. Seperti yang diungkapkan Wexley & Yukl (1977) bahwa motivasi kerja intrinsik adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan usaha yang telah dicurahkan dalam suatu pekerjaan pekerja guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan seperti keberhasilan, keahlian, serta aktualisasi diri. Sedangkan menurut Turner, Chandler, & Heffer (2009) motivasi kerja intrinsik yaitu melakukan suatu aktivitas atau bekerja untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari kerja tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa motivasi kerja intrinsik merupakan suatu hal yang timbul dari dalam diri seseorang yang mampu mendorong orang tersebut untuk berusaha bertindak ke arah setiap

16 25 tujuan, terutama tujuan organisasi sebagai cerminan dalam perilaku yang berkaitan dengan kerja. 2. Aspek Motivasi Kerja Intrinsik Luthans (2006) mengungkapkan bahwa dalam konteks sistem, motivasi mencakup tiga elemen yang berinteraksi dan saling tergantung: a. Kebutuhan, tercipta saat tidak adanya keseimbangan fisiologis atau psikologis. b. Dorongan, merupakan tindakan yang berorientasi dan menghasilkan daya dorong dalam meraih insentif. Contohnya kebutuhan akan makanan dan minuman, diterjemahkan sebagai dorongan lapar dan haus, serta kebutuhan berteman menjadi dorongan untuk berafiliasi. c. Insentif, didefinisikan sebagai semua yang akan mengurangi sebuah kebutuhan dan dorongan. Dengan demikian, memperoleh insentif akan cenderung memulihkan keseimbangan fisiologis atau psikologis dan akan mengurangi dorongan. Teori dua faktor Herzberg yang juga dikembangkan dari teori hirarki kebutuhan Maslow: a. Hierarki Kebutuhan Maslow Maslow (dalam Luthans, 2006) menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materil maupun nonmaterial. Teori hirarki kebutuhan

17 26 menggunakan dasar bahwa manusia merupakan makhluk yang keinginannya tak terbatas atau tanpa henti, alat motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang. 1) Fisiologis Kebutuhan fisiologis seorang karyawan dalam bekerja yaitu upah atau gaji. Dengan upah atau gaji ini karyawan dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. 2) Keamanan Kebutuhan ini bagi seorang karyawan dapat berupa rasa aman dalam bekerja, maksud kebutuhan rasa aman disini yaitu kebutuhan karyawan untuk merasa aman dan bebas dalam bekerja dengan memiliki harapan untuk berprestasi semaksimal mungkin tanpa adanya ancaman. 3) Sosial Kebutuhan ini bagi seorang karyawan merupakan kebutuhan untuk berinteraksi, berinterelasi, dan berafiliasi dengan orang atau dapat dikatakan dengan kebutuhan komunikasi. 4) Penghargaan Kebutuhan ini bagi seorang karyawan merupakan kebutuhan untuk diakui dan dihargai pekerjaannya, untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan orang lain karyawan dapat melakukan pelatihan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

18 27 5) Aktualisasi Kebutuhan yang dirasakan seseorang untuk mengembangkan potensi dari dirinya, seorang karyawan memiliki kebutuhan untuk mengembangkan karirnya untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi dan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Teori Maslow menganggap bahwa mencoba memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar sebelum mengarahkan perilaku dalam memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi (aktualisasi diri) (Gibson dkk., 1996). b. Teori dua faktor Teori dua faktor ini disebut juga dengan konsep Higiene. Teori dua faktor dari Frederick Herzberg (dalam Luthans, 2006) mengilustrasikan bahwa pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu faktor-faktor pemelihara (maintenance factors) dan faktor-faktor motivasi (motivation factors). 1) Faktor-faktor Pemeliharaan (Maintenance Factors) Dalam teori dua faktor, faktor-faktor pemeliharaan merupakan keharusan bagi perusahaan, jadi bukan sebagai motivator. Faktorfaktor ini merupakan faktor yang berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh ketentraman jasmaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus-menerus.

19 28 2) Faktor-faktor motivasi (Motivation Factors) Dalam teori dua faktor, faktor-faktor motivasi merupakan faktor yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hackman dan Oldham (dalam Wexley & Yukl, 1977) yang dilakukan terhadap para pekerja dari tujuh organisasi menemukan bahwa beberapa dimensi inti merupakan perkiraaan yang berkaitan dengan motivasi intrinsik dan kepuasan para pekerja. Pekerjaan yang tinggi dimensi intinya lebih banyak memberikan motivasi intrinsik dari pada pekerjaan-pekerjaan yang rendah dimensi intinya. Dimensi inti yang ditemukan oleh Hackman dan Oldham, dapat disebutkan dan didefinisikan sebagai berikut: a. Keragaman kecakapan (skill varievaty), tingkat dimana suatu pekerjaan menuntut keragaman aktivitas yang berlainan dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut, yang meliputi penggunaan banyak kecakapan yang berlainan dan bakat dari para pekerja. b. Identitas perkerjaan (task identity), suatu tingkat di mana pekerjaan menuntut kelengkapan dalam satu kesatuan dan setiap bagian dapat diidentifisir, yakni mengerjakan suatu pekerjaan mulai dari awal hingga akhir dengan hasil yang nyata.

20 29 c. Kepentingan pekerjaan (task significance), tingkat dimana pekerjaan yang mempunyai pengaruh penting terhadap kehidupan atau pekerjaan orang lain baik dala organisasi maupun terhadap lingkungan luar. d. Otonomi (autonomy), tingkat di mana pekerjaan memberikan kebebasan, kemandirian, serta keleluasaan substansial kepada para pekerja dalam menjadwalkan pekerjaan dan menentukan prosedur yang digunakan dalam penyelesaian pekrjaan tersebut. e. Umpan balik dari pekerjaan itu sendiri (feedback from the job itself), suatu tingkat di mana dalam penyelesaian aktivitas-aktivitas kerja yang dituntut suatu pekerjaan memberikan konsekuensi pada para pekerja mendapatkan informasi langsung dan jelas tentang aktivitas pelaksanaan kerjanya. Miller (2002) membahas lebih lanjut mengenai aspek-aspek motivasi intrinsik, menurutnya ada empat aspek motivasi intrinsik, yaitu: a. Kompetensi atau competence, membuat orang-orang yang mempunyai keahlian, ketrampilan dan pelatihan merasa diperlukan, dan kompeten untuk lakukan pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka. b. Empati atau emphaty, dibutuhkan untuk memahami dengan berusaha melihat berbagai hal dari perspektif orang lain. c. Otonomi atau autonomy, karyawan memilih sendiri cara dan metoda untuk mendapatkan hasil diinginkan, di tempat mereka turut ambil bagian pekerjaan.

21 30 d. Pemenuhan atau fulfillment, seseorang bekerja untuk suatu pemenuhan. Thomas (2000) mengemukakan bahwa motivasi kerja intrinsik dicapai ketika orang mengalamai perasaan-perasaan adanya pilihan, kompetensi, penuh arti, dan kemajuan. Sehingga menetapkan 4 aspek motivasi intrinsik sebagai berikut: a. Pilihan, adalah peluang untuk mampu menyeleksi kegiatan-kegiatan tugas yang masuk akal dan melaksanakannya dengan cara yang memadai. Meliputi pemberian wewenang, keamanan, adanya tujuan jelas, dan informasi. b. Kompetensi, adalah pencapaian yang dirasakan saat melakukan kegiatan pilihan dengan cara yang amat terampil. Meliputi pengetahuan, umpan balik, dan pembekalan ketrampilan. c. Penuh arti, adalah peluang untuk mengejar sasaran tugas yang bernilai, sasaran yang terjadi dalam skema yang lebih besar. Antara lain yaitu pengenalan keinginan dan visi yang membangkitkan. d. Kemajuan, adalah perasaan bahwa membuat langkah maju yang berarti dalam mencapai sasaran tugas. Yaitu, iklim kolaboratif atau kerjasama dan pengukuran peningkatan. Berdasarkan uraian dari berbagai aspek motivasi kerja di atas, peneliti menentukan untuk menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Thomas (2000) yaitu pilihan, kompetensi, penuh arti, dan kemajuan sebagai dasar dalam pengukuran variabel motivasi kerja intrinsik.

22 31 C. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Locke (dalam Luthans, 2006), mengungkapkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Luthans (2006) menambahkan bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Secara umum dalam bidang perilaku organisasi, kepuasan kerja adalah sikap yang paling penting dan sering dipelajari. Robbins (2005) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang suatu pekerjaan yang merupakan hasil evaluasi dari beberapa karakteristik. Lebih lanjut Robbins (2005) menambahkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum individu terhadap pekerjaannya sedangkan pekerjaan tersebut menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan dengan mengikuti aturan dan kebijakan organisasi. Kepuasan kerja sangat penting untuk aktualisasi diri karyawan karena apabila karyawan tidak memperoleh kepuasan kerja maka tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis yang pada gilirannya menimbulkan frustasi dan stres. Hal ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya. As ad (1981) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjan sendiri, situasi kerja, kerjasama

23 32 antara pimpinan dengan sesama karyawan, dan setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang ada pada dirinya. Dari sudut pandang masyarakat dan karyawan individu, kepuasan kerja merupakan hasil yang diinginkan. Karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi cenderung memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, mempelajari tugas yang berhubungan dengan pekerjaan baru dengan lebih cepat, memiliki sedikit kecelakaan kerja, mengajukan sedikit keluhan dan menurunkan tingkat stress (Luthan, 2006). Berdasarkan pengertian tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah persepsi seorang karyawan pada pekerjaannya berdasarkan keadaan yang terdapat dalam lingkungan kerja sekaligus merupakan suatu perasaan positif tentang suatu pekerjaan yang merupakan hasil evaluasi dari beberapa karakteristik. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan aspek-aspek diri individu, maka ada kecenderungan semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya. 2. Aspek Kepuasan Kerja Luthans (2006) mengungkapkan bahwa ada tiga dimensi yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja, yaitu: a. Kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga.

24 33 b. Kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan. c. Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Menurut Locke (dalam Wijono, 2010), aspek kepuasan kerja yaitu: a. Nilai-nilai Locke membedakan antara nilai-nilai dan kebutuhan. Kebutuhan adalah suatu tujuan yang disyaratkan paling dasar untuk dipenuhi oleh tubuh manusia guna mempertahankan hidupnya, seperti kebutuhan oksigen dan air. Adapun nilai-nilai adalah kebutuhan pokok yang disyaratkan yang ada dalam pikiran seseorang. b. Kepentingan Manusia tidak hanya membedakan nilai-nilai yang mereka pegang tetapi kepentingan dalam menempatkan nilai-nilai tersebut. c. Persepsi Cara pandang individu terhadap situasi dan nilai-nilai yang dialami oleh individu untuk memenuhi kepuasan kerja. Spector (dalam Lumley, dkk., 2011) mengindentifikasikan terdapat Sembilan dimensi yang mempengaruhi kepuasan kerja dengan nama Job Satisfaction Survey (JSS), yaitu: a. Gaji/upah, kepuasan pada gaji dan kenaikan gaji baik dalam segi jumlah maupun rasa keadilannya.

25 34 b. Promosi, kepuasan pada peluang promosi dan keadilan untuk mendapatkan promosi. c. Supervisi, kepuasan pada atasan langsung orang tersebut dalam kompetensi penugasan managerial. d. Tunjangan-tunjangan, kepuasan pada tunjangan-tunjangan berupa asuransi, liburan, dan bentuk fasilitas yang lain. e. Penghargaan, kepuasan pada penghargaan (tidak harus materi) yang diberikan untuk kinerja baik sebagai bentuk rasa hormat, diakui, dan aspresiasi. f. Peraturan/prosedur, kepuasan pada aturan, prosedur, dan kebijakan. g. Rekan kerja, kepuasan pada rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten. h. Pekerjaan itu sendiri, kepuasan pada pekerjaan yang dilakukan dapat dinikmati atau tidak. i. Komunikasi, kepuasan komunikasi dalam organisasi dalam hal berbagi informasi didalam organisasi (verbal ataupun tulisan). Seluruh aspek pekerjaan baik yang bernilai positif maupun negatif akan cenderung memberikan kontribusi terhadap perkembangan kepuasan atau ketidakpuasan kerja seseorang (Riggio, 2003). Kepuasan kerja bukan merupakan konsep yang tunggal. Seseorang dapat merasakan kepuasan hanya pada salah satu aspek tertentu dari pekerjaan dan dapat juga merasa tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek pekerjaan lainnya. Masing-masing individu

26 35 yang bekerja dalam suatu organisasi memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyikapi setiap aspek atau karakteristik pekerjaannya. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini akan menggunakan dimensi kepuasan kerja menurut Spector (dalam Lumley, 2011) sebagai dasar dalam pengukuran variabel kepusan kerja. 3. Manfaat Kepuasan Kerja Kepuasan karayawan dalam bekerja, akan berpengaruh terhadap beberapa faktor. Luthans (1998) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap: a. Produktivitas Karyawan tingkat kepuasan kerjanya tinggi, produktivitasnya akan meningkat, walaupun hasilnya tidak langsung. Ada variabel moderating yang menghubungkan antara produktivitas dengan kepuasan kerja, terutama penghargaan. Jika karyawan menerima penghargaan yang mereka anggap layak, maka mereka akan merasa puas sehingga upaya untuk mencapai kinerja semakin tinggi. b. Keinginan untuk berpindah kerja Jika karyawan tidak puas dengan pekerjaanya, maka besar keinginanya untuk pindah kerja. Walaupun demikian, tingkat kepuasan kerja yang tinggi tidak menjamin karyawan bekerja di organisasi tersebut tidak ingin pindah.

27 36 c. Tingkat kehadiran Ketika tingkat kepuasan kerja tinggi maka tingkat kehadiran (absen) rendah. Sebaliknya, ketika tingkat kepuasan rendah maka tingkat ketidakhadiran tinggi. d. Faktor-faktor yang lain Karyawan yang tingkat kepuasan tinggi akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, lebih cepat untuk mempelajari tugastugas, tidak banyak kesalahan yang dibuat. Robbins dan Judge (2013) Mengungkapakan empat respon yang dilakukan oleh karyawan ketika mereka merasa tidak puas dalam pekerja mereka, respon tersebut berupa: a. Keluar Ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi. mencakup pencarian posisi baru maupun minta berhenti. b. Suara (Voice) Ketidakpuasan yang diungkapkan lewat usaha yang aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas masalahmasalah dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.

28 37 c. Kesetiaan (loyalty) Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan secara pasif menunggu memperbaiki kodisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemenya untuk melakukan untuk melakukan hal yang cepat. d. Pengabaian (Neglect) Ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk. Termasuk kemankiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kepuasan kerja secara garis besar dapat memengaruhi produktivitas karyawan dan mampu meningkatkan loyalitas karyawan terhadap organisasi. D. Hubungan antara Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja dengan Organizational Citizenship Behavior 1. Hubungan antara Motivasi Kerja Intrinsik dan Kepuasan Kerja dengan Organizational Citizenship Behavior Kepuasan dan motivasi kerja sering digunakan secara bersamaan, motivasi dan kepuasan kerja sebenarnya dapat dibedakan. Pengertian kepuasan kerja dapat dijelaskan secara ringkas bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja akan tampak dalam sikap positif pekerja atas

29 38 segala sesuatu yang dihadapi lingkungan kerjanya dan terhadap pekerjaannya. Spector (dalam Lumley, dkk., 2011) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah perasaan umum tentang pekerjaan atau juga sebagai hubungan dari sikap tentang berbagai aspek pekerjaan. Dibandingkan kepuasan kerja, motivasi lebih condong pada perannya sebagai bagian penting dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mengejar suatu tujuan. Kepuasan kerja pada seorang pegawai mungkin memengaruhi kehadirannya dalam pekerjaan, kesediaan untuk bekerja juga seringkali dipengaruhi oleh keinginannya untuk mengganti pekerjaan. Di sisi lain, pegawai yang termotivasi adalah pegawai yang perilakunya senantiasa bersesuaian dengan sasaran dan tujuan-tujuan organisasi. Maka, motivasi dan kepuasan kerja secara bersama dapat mempengaruhi OCB pegawai. Motivasi kerja yang dimiliki pegawai akan memicu semangat kerja para pegawai untuk mencapai tujuan tertentu dari perusahaan. Dibantu dengan kepuasan kerja yang berupa sikap positif dari pegawai dapat membantu para pegawai memenuhi tujuan perusahaan bahkan lebih dari yang diharapkan. Motivasi kerja yang dimiliki oleh karyawan akan membangkitkan semangat kerja yang ada dalam dirinya. Motivasi kerja yang tinggi karyawan akan membuat mereka mencurahkan kemampuannya untuk perusahaan,

30 39 dengan begitu tujuan dari perusahaan akan tercapai. Dibantu dengan rasa kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawan dapat membuat mereka selalu berpikir positif dan bekerja secara positif untuk melakukan hal-hal lain selain pekerjaannya (Kusuma dan Darmawati, 2014). Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja pegawai dapat mempengaruhi OCB pegawai. Seperti yang diungkapkan Robbin dan Judge (2013) bahwa organizational citizenship behavior dapat timbul dari berbagai faktor dalam organisasi, di antaranya karena adanya kepuasan kerja dari karyawan dan komitmen organisasi yang tinggi. 2. Hubungan antara Motivasi Kerja Intrinsik dengan Organizational Citizenship Behavior Motivasi kerja merupakan suatu proses yang merujuk kepada munculnya dorongan untuk melakukan aktivitas pekerjaan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Luthans (2006) bahwa motivasi kerja adalah proses yang dimulai dengan definisi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif, dan kunci untuk memahami proses motivasi yang bergantung pada pengertian dan hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan insentif. Saat individu termotivasi dan puas, maka karyawan akan berusaha untuk melakukan aktivitas pekerjaan yang lebih baik lagi, bahkan pekerjaan yang bukan menjadi tugas utamanya. Motivasi kerja mendorong karyawan dengan tindakan supaya dapat

31 40 menguatkan karakternya. Karyawan akan mengejar pekerjaannya dan memperlihatkan perilaku supaya memperoleh sambutan atau dukungan sosial dan status. Karyawan yang memiliki motivasi kerja dalam diri mereka diharapkan mampu mengarahkan dirinya untuk selalu berperilaku sesuai dengan tujuan perusahaan dan mampu mengejar pekerjaan yang membutuhkan kemampuan khusus, kemudian karyawan diharapkan akan memperlihatkan perilaku good citizenship dalam perusahaan, sama seperti yang diungkapkan oleh Alizadeh, dkk. (2012), bahwa Perilaku OCB dapat muncul salah satunya adalah karena pengaruh motivasi kerja karyawan. Dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi kerja intrinsik dapat mempengaruhi organizational citizenship behavior karyawan. Motivasi kerja intrinsik yang dimiliki karyawan akan memicu semangat kerja untuk mencapai tujuan tertentu dari perusahaan. Hal ini di dukung oleh Isnawati, Musnadi, dan Darsono (2012) dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa semakin baik motivasi kerja karyawan dalam perusahaan, maka akan semakin baik pula perilaku OCB dalam diri mereka. 3. Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Organizational Citizenship Behavior Karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap tenang dalam bekerja dan memiliki kondisi mental dan fisik yang

32 41 menunjang dalam bekerja. Ia juga dapat bekerja dengan tenang dan nyaman di tempat kerja, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja serta mampu berkomunikasi dengan baik dalam berbagai situasi. Hal ini karena ia memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik dan selalu bersikap positif dalam menghadapi permasalahan dalam bekerja. Maka karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap sesuai aspek dan karakteristik OCB dalam bekerja karena kepuasan yang tinggi akan mendorong seorang karyawan memiliki perilaku menolong sesama karyawan bahkan untuk membantu organisasi lebih maju (Organ dkk., 2006). Kepuasan kerja merupakan determinan penting yang mendorong seseorang memperlihatkan perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB), disebabkan karena individu-individu yang mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya, akan cenderung memaknai pekerjaan dan tugas-tugas yang ia laksanakan dengan penuh tanggung-jawab dan dedikasi (Ristiana, 2013; Amira, Lubis & Hafasnuddin, 2015). Robbins dan Judge (2013) menyatakan bahwa adalah logis menganggap kepuasan sebagai predictor utama OCB, karena karyawan yang puas cenderung akan berbicara positif mengenai organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu, karyawan yang puas mungkin akan memberikan peran yang lebih karena merespon pengalaman positif mereka. Kepuasan kerja pegawai di dalam organisasi sangat berpengaruh pada tingkat kinerja pegawai, karena jika

33 42 kepuasan kerja bisa tercapai dapat meningkatkan kinerja pegawai. Dengan tercapainya kepuasan kerja maka karyawan akan meningkatkan kinerja sesuai dengan kemampuan. Hal ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Soegandhi, Susanto, dan Setiawan (2013) yang mengungkapkan bahwa kepuasan kerja karyawan perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi karena peningkatan kepuasan kerja nantinya juga akan memberikan peningkatan terhadap OCB karyawan. E. Kerangka Penelitian Hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja dengan Organizational Citizenship Behavior dapat digambarkan dengan kerangka berpikir sebagai berikut:

34 43 Karyawan PT. Joglosemar Surakarta Motivasi Kerja Intrinsik Kepuasan Kerja Motivasi kerja intrinsik dapat mempengaruhi organizational citizenship behavior karyawan. Motivasi kerja intrinsik yang dimiliki karyawan akan memicu semangat kerja untuk mencapai tujuan tertentu dari perusahaan. Kepuasan kerja merupakan determinan penting yang mendorong sese-orang memperlihatkan perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB), disebabkan karena individuindividu yang mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya, akan cenderung memaknai pekerjaan dan tugas-tugas yang ia laksanakan dengan penuh tanggung-jawab dan dedikasi. Organizational Citizenship Behavior Motivasi dan kepuasan kerja secara bersama dapat mempengaruhi OCB pegawai. Motivasi kerja yang dimiliki pegawai akan memicu semangat kerja para pegawai untuk mencapai tujuan tertentu dari perusahaan. Dibantu dengan kepuasan kerja yang berupa sikap positif dari pegawai dapat membantu para pegawai memenuhi tujuan perusahaan bahkan lebih dari yang diharapkan. Bagan 1. Kerangka Penelitian Hubungan Antar Variabel

35 44 F. Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan hipotesis, yaitu: 1. Ada hubungan antara motivasi kerja intrinsik dan kepuasan kerja dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT Joglosemar Surakarta. 2. Ada hubungan antara motivasi kerja intrinsik dengan Organiaztional Citizenship Behavior pada karyawan PT Joglosemar Surakarta. 3. Ada hubungan antara kepuasan kerja dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT Joglosemar Surakarta.

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et al., (2012) menyatakan bahwa teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Fung et al. (2012) menyatakan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior Kinerja karyawan biasanya dinilai berdasarkan pada job description yang telah dirancang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan usaha ekstra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah organisasi, karena SDM yang akan menggerakan organisasi serta mengembangkan dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab 2 ini peneliti akan memaparkan fakta-fakta yang diperoleh dari berbagai sumber terkait variabel penelitian. Pada bab sebelumnya, telah disebutkan bahwa peneliti akan menganalisa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan oleh Organ

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. berbeda-beda dari satu subjek ke subjek yang lain, baik secara kuantitatif maupun

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. berbeda-beda dari satu subjek ke subjek yang lain, baik secara kuantitatif maupun BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel merupakan suatu simbol yang nilainya dapat bervariasi, yaitu berbeda-beda dari satu subjek ke subjek yang lain, baik secara kuantitatif maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Kepuasan Kerja Guru Robbins & Judge (2012) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior Definisi OCB telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, Menurut Organ (1988) OCB didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai pendidikan di negeri ini memang tidak akan pernah ada habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan karyawan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pertama, akan terdapat pemaparan mengenai latar belakang permasalahan dan fenomena yang terkait. Berikutnya, rumusan masalah dalam bentuk petanyaan dan tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku yang ada didalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II TINJAUAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Menurut Robbins & Judge (2008) dalam bukunya Organizational Behavior mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Teori Extra Role Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku organisasi, OCB merupakan bentuk perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah menyebabkan munculnya sejumlah tuntutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KEPUASAN KERJA 2.1.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA Kepuasan kerja adalah suatu sikap yang dipunyai individu mengenai pekerjaanya. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja tugas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam pencapaian keberhasilan organisasi. Tantangan yang dihadapi organisasi pada masa sekarang dan dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia masih menjadi sorotan bagi organisasi dalam usaha organisasi untuk bertahan dan dalam persaingan yang semakin kompetitif. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Terbentuknya persepsi positif pekerja terhadap organisasi, secara teoritis merupakan determinan penting terbentuknya motivasi kerja yang tinggi. Para pekerja adalah manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari deskripsi pekerjaan. (Organ, 2006).

BAB II TINJAUN PUSTAKA. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari deskripsi pekerjaan. (Organ, 2006). 8 BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Perilaku kewarganegaraan organisasi atau biasa disebut Organizational Citizenship

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah menyebabkan munculnya sejumlah tuntutan

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work-Family Conflict 2.1.1 Definisi Triaryati (2003) yang mengutip dari Frone, Rusell & Cooper (2000), mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk konflik peran dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Bab ini berisi uraian berbagai teori tentang kepuasan kerja yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Pertama-tama akan dibahas tentang kepuasan kerja, kemudian diikuti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah apa yang individu rasakan tentang pekerjaannya dan berbagai aspek dari pekerjaannya (Spector, 1997). Kepuasan kerja menurut Kinicki et al

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbenah diri untuk bisa menangkap peluang dan menyesuaikan diri dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbenah diri untuk bisa menangkap peluang dan menyesuaikan diri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi menyebabkan persaingan bisnis menjadi semakin kompetitif sehingga mengakibatkan perubahan lingkungan bisnis dan organisasi berjalan sangat cepat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Social Exchange Theory Teori yang melandasi penelitian ini adalah Social Exchange Theory. Fung et al., (2012) menyatakan bahwa teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Teori Pertukaran Sosial Blau, (1964) dalam Fung, Ahmad, & Omar (2012) menyatakan bahwa Teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada berbagai bidang khususnya kehidupan berorganisasi, faktor manusia merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan adanya garis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Teori Pertukaran Sosial Blau, (1964) dalam Fung, Ahmad, & Omar (2012) menyatakan bahwa Teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan suatu kebutuhan setiap perusahaan atau organisasi. Dalam pencapaian tujuan perusahaan, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Barang elektronik dan furnitur dalam kehidupan modern ini sudah menjadi sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli barang elektronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa meningkatkan produktivitasnya. Sejarah ikut membuktikan bahwa bangsa yang hanya mengandalkan kekayaan sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja menurut Cekmecelioglu et al. (2012), merupakan hal yang paling memadai bila dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dunia membuat persaingan pada bidang bisnis menjadi semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Junaidi (2000) dengan judul Pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja karyawan bagian produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, karyawan merupakan aset yang sangat penting bagi setiap perusahaan karena untuk kelangsungan kemajuan perusahaan, oleh karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Meningkatkan efektivitas dalam suatu organisasi memang diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Kerja 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam diri seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk BAB 2 Tinjauan Pustaka 2. Tinjauan Pustaka 2. 1 Kepuasan Kerja Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal, hingga kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan rasa aman,

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal, hingga kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan rasa aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki berbagai macam kebutuhan. Mulai dari kebutuhan primer, yaitu kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik suatu simpulan mengenai OCB perawat pelaksana ruang rawat inap Rumah Sakit X di Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari dan digunakan sebagai konstruk pengukuran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kinerja Karyawan 2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja merupakan hasil atau dampak dari kegiatan individu selama periode waktu tertentu, dimana dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dunia dalam fase globalisasi yang berkembang sangat cepat dengan berbagai perubahan-perubahannya, sehingga organisasi diharuskan untuk selalu siap terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Manajemen SDM Dewasa ini dalam dunia praktik, manajer SDM semakin terlibat dalam komite strategis untuk menentukan arah strategis perusahaan. Manajemen SDM telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sumber daya manusia merupakan asset yang paling penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber yang mengendalikan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi ataupun perusahaan diciptakan memiliki sebuah tujuan. Tujuan tersebut akan dicapai apabila sumber daya manusianya memiliki produktivitas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia handal yang menguasai lingkup kompetensi kerja secara profesional. Hal tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya saja dan itu dilakukan secara monoton atau tradisional dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya saja dan itu dilakukan secara monoton atau tradisional dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dahulu karyawan dalam melakukan tugasnya hanya menurut kemampuan yang dimilikinya saja dan itu dilakukan secara monoton atau tradisional dari waktu ke waktu tanpa ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kemajuan di bidang industri semakin berkembang. Oleh karena itu, maka semakin banyak pula persaingan yang ditandai dengan kompetisi yang semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kepuasan Kerja Ada beberapa definisi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh para ahli. E. A. Locke (1976) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional menyenangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu digunakan sebagai landasan dalam menyusun penelitian saat ini. Penelitian terdahulu dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel 2.1 sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi membuat suatu organisasi dituntut untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga sumber daya manusia dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Motivasi Kerja 1.1 Definisi Motivasi Kerja Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers & Porter, 1975 dalam Wijono, 2010). Motivasi juga sering

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Judul Penelitian Peneliti (Tahun)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan pada dasarnya sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan

Lebih terperinci

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Wukir (2013:134), kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organizational citizenship behavior (OCB) saat ini menjadi subjek yang sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas dan kinerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu perusahaan terdapat sumber daya sebagai potensi penggerak aktivitasnya. Sumber daya ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi adalah suatu sistem sosial yang dirancang untuk mencapai tujuan dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas yang menjadi tanggung jawab guru tersebut secara tepat waktu, disamping

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian yang Relevan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Sebagai pertimbangan dan acuan perbandingan untuk landasan penelitian terdahulu, peneliti memakai penelitian yang mempunyai variabel yang sama, variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penghargaan Organisasi memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab kepada karyawan dan masyarakat. Seiring pemenuhan kewajiban tersebut, hubungan antara organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Turnover Intention 2.1.1 Pengertian Turnover Intention Turnover intention adalah kecenderungan niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB) 2.1.1 Definisi OCB Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu: (a) berpartisipasi, terikat dan berada dalam

Lebih terperinci

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( )

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( ) KEPUASAN KERJA Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis (2016 804 059) 2. Dede Hidayat (2016 804 049) KEPUASAN KERJA 1. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Hasibuan (2007)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh perusahaan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh perusahaan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh perusahaan sangat mempengaruhi kesuksesan suatu organisasi. Karyawan menjadi salah satu asset penting yang wajib

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

II. TINJAUAN PUSTAKA.1 16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya manusia sebagai tenaga kerja tidak dapat disangkal lagi, bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya manusia sebagai tenaga kerja tidak dapat disangkal lagi, bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya manusia sebagai tenaga kerja tidak dapat disangkal lagi, bahwa dalam peranannya faktor manusia tidak kalah penting bila dibandingkan dengan mesin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perusahaan, penilaian terhadap kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa kinerja karyawan (prestasi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam organisasi dapat diartikan sebagai manusia

Lebih terperinci