MYELOMA MULTIPEL. Oleh: Puga Sharaz Wangi, S. Ked I1A Pembimbing: Dr. dr. M. Darwin Prenggono, Sp. PD - KHOM
|
|
- Hartanti Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Tinjauan Pustaka MYELOMA MULTIPEL Oleh: Puga Sharaz Wangi, S. Ked I1A Pembimbing: Dr. dr. M. Darwin Prenggono, Sp. PD - KHOM BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Desember, 2013
2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi... Error! Bookmark not defined Definisi... Error! Bookmark not defined Definisi... Error! Bookmark not defined Definisi... Error! Bookmark not defined Definisi... Error! Bookmark not defined. BAB III PENUTUP... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA 2
3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Myeloma multipel adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih. Myeloma multipel (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obatobatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan. 1,2,3, Tujuan Tujuan dari tinjauan pustaka ini adalah meringkas penjelasan tentang myeloma multipel. 3
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Multipel myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih Epidemiologi Di Amerika Serikat, insiden Myeloma multipel sekitar 4 kasus dari populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada kasus baru multiple myelosis di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada kasus baru yang dilaporkan dan kematian setiap tahunnya. 5,6 Lebih dari enam puluh persen pasien mieloma multipel di Indonesia berusia lebih dari 50 tahun (65,71%) dengan perbadingan jenis kelamin yang kurang lebih sama antara pria dan wanita. Kurang lebih lima puluh persen pasien bersuku Jawa, dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan tidak bekerja. Lima puluh tiga persen pasien memiliki kurang dari 30% sel plasma di sumsum tulangnya dengan 70% pasien tidak memiliki proteinuria Bence Jones dan 80% pasien memiliki serum monoclonal gammopathy yang positif. Persentase 4
5 sel plasma di sumsum tulang lebih banyak ditemukan pada pasien yang berusia lebih muda (34,05% vs. 24,24% vs. 7,5%) Etiologi Penyebab Myeloma multipel belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Myeloma multipel telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih keluarga inti dan pada kembar identik. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q Lokasi Lokasi predominan Myeloma multipel mencakup tulang-tulang seperti vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. 9 Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang. Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10 Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut: 1. Diafisis Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang. 2. Metafisis Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang (diafisis). 5
6 3. Lempeng epifisis Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anakanak, yang akan menghilang pada tulang dewasa. 4. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder. Gambar 1. Bagian dari tulang panjang matur 10 Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa (jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan 6
7 ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak. Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi : 1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contohnya os humerus dan os femur. 2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa carpi. 3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os scapula. 4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae. 5. Ossa sesamoid, contoh: os patella. 7
8 Gambar 2. Sistem rangka pada manusia (A) tampak anterior dan (B) tampak lateral Patofisiologi Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan 8
9 MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan. 6 Perkembangan sel plasma maligna merupakan suatu proses multi langkah, diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan perubahan sel plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan mikro sumsum tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol penyakit. Dalam proses multi langkah ini melibatkan di dalamnya aktivasi gen supresor tumor dan gangguan regulasi gen sitokin. Keluhan dan gejala pasien myeloma mutipel berhubungan dengan ukuran massa tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek fisikokimia, imunologik dan humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh sel plasma, seperti para protein dan faktor pengaktivasi osteoklastik (OAF). Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi seperti hipervolemia, hiperviskositas, diatesis hemoragik, dan krioglobulinemia. Karena pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi terutama gangguan fungsi ginjal dan jantung. 6 Patogenesis dan gambaran klinis pada Myeloma multipel 8 Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme Hipercalsemia, fraktur patologi, kompresi saraf, lesi litik tulang, osteoporosis, nyeri tulang Nefropati Destruksi tulang Light chain proteinuria, hiperkalsemia, urate nephropathy, glomerulopati amiolodi (jarang) Pielonefritis Ekspansi tumor; produksi osteoclast activating factors OAF) oleh sel-sel tumor Efek toksik produk tumor, light chain, OAF, akibat kerusakan DNA hipogammaglobulinemia 9
10 Infeksi Neuropati Hipogammaglobulinemia, penurunan migrasi neutrofil Hiperviskositas, krioglobulin, deposit amiloid, hiperkalsemia, kompresi medulla spinalis atau saraf kepala Penurunan produksi yang berkaitan dengan tumor induced suppression, peningkatan katabolisme IgG Produk tumor ; sifat protein M ; light chain OAF Anemia Inhibisi secara langsung Penggantian sumsum terhadap proses tulang oleh tumor, hematopoesis perubahan megaloblastik yang menurunkan produksi vitamin B12 dan asam folat Perdarahan Berhubungan dengan Produk tumor ; antibody factor pembekuan, terhadap factor kerusakan amiloid pembekuan ; light chain, endothelium, disfungsi lapisan antibody platelet platelet Tabel patomekanisme dan gambaran klinis pada Myeloma multipel Diagnosis Diagnosis Myeloma multipel dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi. a. Gejala klinis Gejala yang umum pada Myeloma multipel adalah lemah, nyeri pada tulang, dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang terdiagnosis. Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada Myeloma multipel dengan persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada tulang vertebra lumbalis
11 Fraktur patologis sering ditemukan pada Myeloma multipel. Kompresi tulang belakang terjadi pada 10-20% pasien. Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen, nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien. Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi Pneumococcus, shingles dan Haemophilus 11 Pada pemeriksaan fisis tidak spesifik, atau dapat ditemukan : 14 Pucat yang disebabkan oleh anemia Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal tunnel syndrome. Nyeri lokal bagian bagian tulang Panjang tubuh dapat banyak menurun karena infraksi vertebra Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien Myeloma multipel. b. Laboratorium Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Thrombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang ; proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan 11
12 pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi. 6,8 Gambar 3. Elektroforesis protein serum menunjukkan paraprotein (memuncak pada zona gamma) pada pasien dengan myeloma multipel 8 Gambaran radiologi 1) Foto polos x-ray Gambaran foto x-ray dari Myeloma multipel berupa lesi multiple, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla, mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. 6,8,11,15,16 12
13 Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan : Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai. 11 Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis. Lesi-lesi litik punch ou: yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa jaringan lunak. Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%
14 Gambar 3. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas pada myeloma 9 Gambar 4. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4 akibat plasmacytoma 9 14
15 Gambar 5. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas suatu lesi myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio interocanter. Lesi-lesi lebih kecil tampak pada trocanter mayor 9 2) CT-Scan Umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi. 9 Gambar 6. CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas tegas, gambaran khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak 9 15
16 3) MRI MRI potensial digunakan pada Myeloma multipel karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. 8,9,15 Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis Myeloma multipel seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang. 9 Gambar 7. Foto potongan koronal T1 weighted-mri pada suatu lesi myeloma di humerus. Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks luar terkikis tetapi intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam 9 16
17 Gambar 8. T1 weighted-mri dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari diafisis. Lesi tampak pada aspek anterior korteks 9 4) Radiologi Nuklir 9 Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis Myeloma multipel tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi. 5) Angiografi 9 Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis Myeloma multipel. c. Patologi Anatomi 14,15 Pada pasien Myeloma multipel, sel plasma berproliferasi di dalam sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 3 kali dari 17
18 limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik. Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma Myeloma multipel. Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo) 14 Gambar 10. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas pada Myeloma multipel 14 18
19 Kriteria diagnosis myeloma multipel: Kriteria Mayor: 1. Plasmasitoma pada biopsi jaringan 2. Sel plasma sumsum tulang >30% 3. M protein : IgG >35 g/dl, IgA >20 g/dl, kappa atau lambda rantai ringan pada elektroforesis urin Kriteria Minor A. Sel plasma sumsum tulang 10-30% B. M protein pada serum dan urin (kadar lebih kecil dari poin nomor 3) C. Lesi litik pada tulang D. Normal residual IgG <500 mg/l, IgA <1g/L, atau IgG <6g/L Diagnosis ditegakkan bila terdapat kriteria 1 mayor dan 1 minor atau 3 kriteria minor yang harus meliputi kombinasi A dan B. Kombinasi 1 dan A bukan merupakan myeloma multipel. Sistem derajat Myeloma multipel 6-8,14 Saat ini ada dua derajat Myeloma multipel yang digunakan yaitu Salmon Durie system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan diperkenalkan pada tahun
20 Salmon Durie staging : a) Stadium I Level hemoglobin lebih dari 10 g/dl Level kalsium kurang dari 12 mg/dl Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dl, IgA < 3 g/dl, urine < 4g/24 jam) b) Stadium II Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III c) Stadium III Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dl Level kalsium lebih dari 12 g/dl Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dl, IgA > 5 g/dl, urine > 12 g/24 jam) d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dl e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl International Staging System untuk Myeloma multipel a) Stadium I β2 mikroglobulin 3,5 g/dl dan albumin 3,5 g/dl CRP 4,0 mg/dl Plasma cell labeling index < 1% 20
21 Tidak ditemukan delesi kromosom 13 Serum Il-6 reseptor rendah durasi yang panjang dari awal fase plateau b) Stadium II Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dl, atau Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dl c) Stadium III Beta-2 microglobulin >5.5 g/dl 2.7. Diagnosis Banding Diagnosis Myeloma multipel seringkali jelas karena kebanyakan pasien memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias berikut : 6 Protein M serum atau urin (99% kasus) Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang. Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding Myeloma multipel berupa MGUS, smoldering myeloma, amiloidosis primer, dan metastasis karsinoma. 6 Perbedaan pasien MGUS (benign monoclonal gammanophaty) dengan pasien yang mengalami MM sulit bila pada awalnya ditemukan protein M. pada pasien asimtomatik, protein M < 3g/dL, kurang dari 10% plasma sel sumsum tulang, tidak ditemukan lesi osteolitik, anemia, hiperkalsemia, atau gangguan ginjal merupakan ciri dari MGUS. 6 21
22 Pada pasien asimptomatik dengan nilai protein M lebih dari 3 g/dl dan sel plasma sumsum tulang lebih dari 10% sesuai untuk diagnosis smoldering myeloma. Pada pasien asimptomatik dengan protein M lebih dari 3g/dL dan monoclonal light chain pada urine, MM lebih dipertimbangkan. 6 Perbedaan antara amiloidosis dan MM sulit karena keduanya merupakan gangguan proliferative sel plasma dengan gejala-gejala berbeda tetapi gambaran yang tumpang tindih. Pada amiloidosis, proporsi sel plasma sumsum tulang biasanya kurang dari 20%, tidak ditemukan lesi osteolitik, dan jumlah protein bence Johnson sedang. 6 Pada pasien tanpa komponen protein M dalam serum maupun urine, tetapi ditemukan lesi osteolitik, suatu metastase kanker seperti hipernefroma, sebaiknya diekslusi sebelum diagnosis nonsecretory myeloma dipertimbangkan. Pada pasien dengan gejala konstitusional, lesi osteolitik yang tersebar, komponen protein M sedang, dan kurang dari 10% sel plasma sumsum tulang, metastase kanker dengan MGUS harus diekslusi Penatalaksanaan Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna pada myeloma. Lenalidomide, dengan pemberian oral merupakan turunan dari 22
23 thalidomide.obat pengalkil seperti melphalan dan siklofosfamid paling efektif. Kombinasi melphalan dan prednison menunjukkan angka respon 50-60%. 4,6,8 Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel autolog. Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma, namun peranannya terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 50%. 6,9 Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6 23
24 Gambar 11. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis Myeloma multipel(mm). ASCT = autologous stem cell transplantation; CR = complete response; Dex = dexamethasone; MP = melphalan plus prednisone; MPT = MP plus thalidomide; Rev/Dex = lenalidomide (Revlimid) plus Dex; Thal/Dex = thalidomide plus Dex; VGPR = very good partial response 8 24
25 2.9. Prognosis Meskipun rerata pasien Myeloma multipel bertahan kira-kira 3 tahun, beberapa pasien yang mengidap Myeloma multipel dapat bertahan hingga 10 tahun tergantung pada tingkatan penyakit. 13 Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System, angka rerata pasien bertahan hidup sebagai berikut : 6 Stadium I > 60 bulan Stadium II, 41 bulan Stadium III, 23 bulan Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk. Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging system maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan Myeloma multipel sebagai berikut : 6 stadium I, 62 bulan stadium II, 44 bulan Stadium III, 29 bulan. 25
26 BAB III PENUTUP Myeloma multipel merupakan suatu keganasan hematologik yang masih belum dapat diobati dan memiliki prognosis yang buruk, namun dengan penanganan yang tepat dan sedini mungkin, penyakit ini dapat dikelola dengan baik. 26
27 DAFTAR PUSTAKA 1.. Mieloma Multipel (Myeloma multipel)[online]. Available from 2. McPhee,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San Fransisco : Mc Graw Hill-Lange 3. Dugdale,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve Multiple Myeloma[online]. available from 4. Kyle,Robert A., S. Vincent Rajkumar Drug Therapy : Multiple Myeloma [online]. Available from 5. Glass,Jonathan, Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical Management 2 nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple Myeloma and Related Disorders in : Clinical Oncology 3 rd ed. Philadelpia : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm Tadjoedin et al. Multiple Myeloma in Indonesia. Indonesian Journal of Cancer (2): Kyle, Robert K Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of Medicine 21 th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper, et al Plasma Cell Discrasia in Harrison s Principles of Internal Medicine 16 th ed. New York : McGraw Hill Medical Publishing Division 10. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma [online]. available from overview. 11. Waugh,Anne, Allison Grant Anatomi and Physiology in Health and Illness. New York : Churcill Livingstone. p Patel, Pradip R Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. p Herring, William Learning Radiology : recognizing the basic / William Harring 1 th ed [online]. Available from Diakses tanggal 4 November
28 14. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle Multiple Myeloma : Diagnosis and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10): Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas Multiple Myeloma [online]. Available from Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin Robbins Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson Comprehensive Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm
MULTIPLE MYELOMA ANATOMI
MULTIPLE MYELOMA PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah
Lebih terperinciMultiple Myeloma DEFINISI GEJALA. Penyebab & Faktor Risiko
Multiple Myeloma DEFINISI Multiple myeloma adalah kanker yang terjadi pada sel plasma, jenis sel darah putih yang dihasilkan dari sumsum tulang. Sel plasma normalnya menghasilkan protein yang disebut antibodi
Lebih terperinciINSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang
Lebih terperinciMULTIPLE MYELOMA PENDAHULUAN
MULTIPLE MYELOMA PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi
Lebih terperinci1. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder. DEFINISI
DEFINISI Multipel mieloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA DI RUANG 27 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL. Disusun oleh :
LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA DI RUANG 27 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL Disusun oleh : Tri Wahyudi Arif B. 201420461011091 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU
Lebih terperinciMULTIPLE MYELOMA. Oleh : Andre Prasetyo Mahesya, S. Ked Assyifa Anindya, S. Ked Pembimbing : Dr. Juspeni Kartika, Sp.
MULTIPLE MYELOMA Oleh : Andre Prasetyo Mahesya, S. Ked 1018011109 Assyifa Anindya, S. Ked 1018011043 Pembimbing : Dr. Juspeni Kartika, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK
Lebih terperinciPatogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin
Patogenesis Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Cytokine-mediated signaling pertumbuhan dan ketahanan sel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN REFERAT MULTIPEL MIELOMA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN Multipel mieloma adalah keganasan pada sel plasma yang membentuk tumor pada sumsum tulang dan menghasilkan antibodi abnormal. Multipel mieloma terjadi 4 kasus per 100000 orang setiap
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA
LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA A. DEFINISI Multiple myeloma dikenal juga dengan istilah Plasma cell myeloma, Plasma cell dyscrasia, Plasmacytoma, Plasmacytoma of bone, Plasma cell neoplasm, Extraosseous
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN Myeloma Multipel adalah diskrasia sel plasma neoplasma berasal dari satu klon (monoclonal) sel plasma, manifestasinya adalah proliferasi sel plasma imatur dan matur dalam sumsum tulang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Multiple mieloma (mielomatosis) adalah tumor sel plasma yang ditandai proliferasi salah satu jenis limfosit B dan sel sel plasma yang berasal dari limfosit tersebut.
Lebih terperinciMULTIPLE MYELOMA. Gambar 1. Anatomi tulang belakang dan sarafnya
MULTIPLE MYELOMA A. ANATOMI Pemahaman dasar tentang anatomi dan fungsi tulang belakang sangat penting untuk pasien dengan gangguan tulang belakang. Kolumna vertebralis orang dewasa terdiri dari 33 vertebra
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Mieloma multipel termasuk dalam kelainan gamopati monoklonal karena berasal dari limfosit yang menghasilkan paraprotein (globulin gamma) yang bersifat monoklonal. Mieloma
Lebih terperinciMULTIPLE MYELOMA (MM)
MULTIPLE MYELOMA (MM) PENDAHULUAN Mieloma Multiple atau Multiple Myeloma (MM) adalah penyakit yang timbul karena transformasi ganas bentuk terminal limfosit B, yaitu sel plasma. MM khas memproduksi paraprotein
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Multipel mieloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah
Lebih terperinciKEGANASAN HEMATOLOGI PADA ORANG DEWASA
KEGANASAN HEMATOLOGI PADA ORANG DEWASA Penyakit Mieloproliferatif Suatu penyakit kronik, akibat proliferasi clone sel sumsum tulang,sehingga peningkatan produksi satu atau lebih seri hematopoisis. Terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Multipel mieloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah
Lebih terperinciLaporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati- 1006672150 Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia I. PENDAHULUAN Metastase tulang merupakan penyebaran sel
Lebih terperinciPendahuluan. Epidemiologi
Pendahuluan Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang
Lebih terperinciREFERAT MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR COMPUTERIZED TOMOGRAPHY) DALAM DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA
REFERAT MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR COMPUTERIZED TOMOGRAPHY) DALAM DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN MIELOMA MULTIPEL DI RSUP SANGLAH PADA TAHUN
ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN MIELOMA MULTIPEL DI RSUP SANGLAH PADA TAHUN 2014-2015 Mieloma multipel adalah keganasan sel plasma dalam sumsum tulang khas disertai lesi osteolitik dan terdapat protein
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena
Lebih terperinciBAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.
BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,
Lebih terperinciBAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.
BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciNEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma
NEOPLASMA TULANG Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma Ganas : Osteosarkoma, parosteal osteosarkoma Berasal dari Tulang rawan : Jinak : Kondroma, Osteokondroma,
Lebih terperinciTinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala
Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN, Nephrotic Syndrome) merupakan salah satu penyakit ginjal terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor
LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain
Lebih terperinciLeukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru
Lebih terperinciPEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
ETIOLOGI Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari
Lebih terperinciOSTEOPOROSIS DEFINISI
OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
Lebih terperinciDETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN
DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai 30%-40% dari seluruh keganasan. Insidens leukemia mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun (Permono,
Lebih terperinciAnemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya
Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang
Lebih terperinciPERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PASIEN MIELOMA MULTIPEL PADA BERBAGAI STADIUM (Studi Observasional di RSUP Dr. Kariadi) ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH
PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PASIEN MIELOMA MULTIPEL PADA BERBAGAI STADIUM (Studi Observasional di RSUP Dr. Kariadi) THE DIFFERENCE OF HEMOBLOGIN LEVEL AMONG PATIENTS WITH MULTIPLE MYELOMA IN VARIOUS STAGES
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah
Lebih terperinciMIELOMA MULTIPEL TIPE IgA: LAPORAN LIMA KASUS
Laporan kasus MIELOMA MULTIPEL TIPE IgA: LAPORAN LIMA KASUS Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS Sanglah Denpasar e-mail: bakta@unud.ac.id SUMMARY IgA MULTIPLE MYELOMA:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Tumor paru adalah tumor pada jaringan paru yang dapat bersifat jinak maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer maupun sekunder.
Lebih terperinciDIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya sel myeloid (Perrotti et al., 2010). Di Asia,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Chronic myelogenous leukemia (CML) merupakan keganasan hematologi yang ditandai dengan meningkatnya sel myeloid (Perrotti et al., 2010). Di Asia, CML merupakan keganasan
Lebih terperinciKanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko
Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut
Lebih terperinciPENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya
Lebih terperinciInstabilitas Spinal dan Spondilolisthesis
Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.
digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi telah didapatkan data-data penelitian yang disajikan dalam tabel pada Bab IV. Pada penelitian ini didapatkan sampel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor
Lebih terperinci: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar
Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung merupakan keluhan yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung semasa hidupnya. Nyeri
Lebih terperinciDiabetes Mellitus Type II
Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciAuthor : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.
Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis
Lebih terperinciTHALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010
THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.
Lebih terperinciPETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang
PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN
20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala traumatik merupakan masalah utama kesehatan dan sosial ekonomi di seluruh dunia (Ghajar, 2000; Cole, 2004). Secara global cedera kepala traumatik merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak
Lebih terperinciBAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI
BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI Hipoposphatasia merupakan penyakit herediter yang pertama kali ditemukan oleh Rathbun pada tahun 1948. 1,2,3 Penyakit ini dikarakteristikkan oleh gen autosomal resesif pada bentuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di Indonesia. Penyakit ini merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai
Lebih terperinciBAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.
BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang sering terjadi berasal dari jaringan organ email yang tidak mengalami diferensiasi membentuk email. Prosentase ameloblastoma
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari
Lebih terperinciPendahuluan. Etiologi dan Epedimiologi
Pendahuluan Kanker mata adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis tumor yang terjadi di berbagai bagian mata. Hal ini terjadi ketika sel-sel dalam atau di sekitar mata berubah
Lebih terperinciPenyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN
Penyakit Leukimia TUGAS 1 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah Editor : LUPIYANAH G1C015041 D4 ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling sering terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan diagnosis kanker yang paling sering terjadi pada wanita di dunia. Angka kejadian kanker payudara meningkat lebih dari 20% sejak tahun 2008.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan
Lebih terperinciMengenal Penyakit Kelainan Darah
Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e
BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. Schwannoma telah dilaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia
Lebih terperinciBAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi
BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita
Lebih terperinciSecondary Brain Tumor
Secondary Brain Tumor Dr. Nurhayana Lubis Dr. Widi Widowati Dr. Semuel Wagio Dr. Teguh AR, SpS (K) Neuro-Onkologi Dept. Neurologi Mei 2006 Pendahuluan Lokasi yang berbeda dari otak mempunyai fungsi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,
Lebih terperinciMyeloma atau disebut juga plasma dyscrasia dibagi menjadi 2,yaitu
Multiple myeloma 2011-05-01 Assalamualaikum,..mari bahas tentang myeloma... Bismillah.. Myeloma atau disebut juga plasma dyscrasia dibagi menjadi 2,yaitu A.maligna Multiple myeloma Plasma cell leukemia
Lebih terperinci