PE GEMBA GA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELALUI TRA SESTERIFIKASI I SITU, KATALIS HETEROGE DA DETOKSIFIKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PE GEMBA GA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELALUI TRA SESTERIFIKASI I SITU, KATALIS HETEROGE DA DETOKSIFIKASI"

Transkripsi

1 PE GEMBA GA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELALUI TRA SESTERIFIKASI I SITU, KATALIS HETEROGE DA DETOKSIFIKASI OVIZAR AZIR SEKOLAH PASCASARJA A I STITUT PERTA IA BOGOR BOGOR 2011

2

3 PER YATAA ME GE AI DISERTASI DA SUMBER I FORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini. Bogor, Januari 2011 Novizar Nazir NIM F

4 ABSTRACT NOVIZAR NAZIR. Process Development of Biodiesel Production from Jatropha curcas L. via In Situ Transesterification, Heterogeneous Catalysis and Detoxification. Under direction of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, DWI SETYANINGSIH, SRI YULIANI and MOHD. AMBAR YARMO Jatropha curcas is one source of vegetable oils to be developed as a prospective raw material of biodiesel production. Beside oil, its seed cakes, byproduct of oil extraction, contains high protein which is potential for feed source, if the toxic compounds can be removed. Based on free fatty acid (FFA) content of the oil, jatropha can be distinguished into two types: jatropha that has oil with low FFA content (1.03 ± 0,10%) and one that has high content of FFA (± 6.99 %). Oil with low FFA content can be directly processed into biodiesel through one step transesterification reaction using alkaline catalyst. Oil with high FFA, however, needs pretreatment or esterification prior to transesterification. Considering this difference, a biodiesel manufacturing process from raw material was developed. Raw material of low FFA is processed by in-situ transesterification and transesterification using heterogeneous catalysts while one of high FFA was by transesterification using heterogeneous catalysts. The purpose of this process development is to produce biodiesel from jatropha seed oil and obtain edible protein-rich seed cakes for livestock feed. Toxic-removal processes for seedcake of low FFA jatropha was done directly by in-situ transesterification, while for seedcakes of high FFA was done through detoxification process using heat and chemical treatments. It was expected from this process development, high cost production could be lowered so that biodiesel can compete economically with diesel oil. This study consists of several stages. The first stage was conducting a laboratory research aiming to obtain data for optimum conditions for transesterification process of biodiesel and for production of non-toxic seed cakes that can be used as livestock feed. The second stage was doing process design by performing a simulation using Hysys Plant etver 3.2 (ASPE Tech, Cambridge MA) based on data obtained from laboratory study. This is aimed to examine techno-economic feasibility of the developed process compared to conventional process. The third stage was conducting a Life Cycle Assessment (LCA) analysis using SIMAPRO Version 7.1 based on data obtained from the simulation process. Keywords: Jatropha curcas L., calcium oxide, bentonite, process design, biodiesel, detoxification, techno-economic, life cycle assassment, insitu transesterification, hysys, simapro

5 RI GKASA NOVIZAR NAZIR. Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, DWI SETYANINGSIH, SRI YULIANI, dan MOHD. AMBAR YARMO Semenjak dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai energi terbarukan berdasarkan Peraturan Pemerintah omor 5 tahun 2006 dan Instruksi Presiden omor 1 tahun 2006, program nasional pengembangan tanaman jarak pagar sebagai sumber minyak nabati untuk pembuatan biodiesel digerakkan secara besar-besaran. Namun demikian, program pengembangan tanaman jarak pagar tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena petani dan investor merasa bahwa investasi pada komoditas ini tidak layak secara ekonomis. Salah satu masalah yang dihadapi oleh petani adalah rendahnya nilai jual biji jarak pagar yang mereka hasilkan. Masalah rendahnya nilai jual ini dapat diatasi apabila biji jarak dilihat tidak saja sebagai penghasil minyak, namun juga dilihar potensinya sebagai sumber pakan kaya protein. Dengan perubahan cara pandang itu, maka harga biji jarak pagar per kilogram diharapkan dapat dinaikkan sehingga komoditas ini menjadi menarik untuk diusahakan sebagai sumber minyak nabati untuk dikonversi menjadi biodiesel melalui proses transestrifikasi. Jumlah asam lemak bebas (ALB) maksimum yang dapat diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi adalah dibawah 2,5 %. Dengan demikian, berdasarkan kandungan ALB minyaknya, maka jarak pagar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: jarak pagar yang memiliki minyak dengan kandungan ALB rendah (1,03 ± 0,10%) dan yang memiliki kandungan ALB tinggi (6,99%). Minyak dengan kandungan ALB rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sedangkan minyak dengan ALB tinggi perlu perlakuan pendahuluan, atau esterifikasi, sebelum transesterifikasi. Berdasarkan kandungan ALB ini dilakukan penelitian mengenai pengembangan proses pembuatan biodiesel untuk mendapatkan biodiesel berkualitas baik, biaya produksi murah, mudah mengendalikan prosesnya, ramah lingkungan dan mendapatkan nilai tambah dari bungkilnya Bungkil biji jarak atau hasil samping ekstraksi minyak mengandung protein kasar yang sebanding kedele sehingga memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan apabila kandungan zat antigizi dan senyawa racun tersebut dapat dihilangkan. Salah satu cara untuk menghilangkan racun pada bungkil jarak adalah dengan mengambil zat racun tersebut dengan metanol dan zat antigizi dengan perlakuan panas. Pada minyak jarak yang memiliki ALB rendah, proses pengambilan racun dapat dilakukan sekaligus dengan melakukan transesterifikasi secara in-situ. Dari proses ini diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak kaya protein yang bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sementara untuk minyak dengan ALB yang tinggi, proses pengambilan racun dilakukan melalui proses detoksifikasi menggunakan perlakuan panas (diatoklaf selama 30 menit pada suhu 121 o C dan zat kimia (NaOH dan metanol). Penelitian dalam disertasi ini bersifat komprehensif yang bermula dari upaya mengurangi biaya masukan dengan menggunakan katalis yang lebih murah,

6 memperbaiki proses menggunakan katalis heterogen dan pemurnian biodiesel menggunakan adsorben bentonit, meningkatkan nilai tambah produk samping melalui detoksifikasi bungkil jarak dan mempelajari dampak lingkungan dari proses produksi biodiesel. Diharapkan dengan adanya pengembangan proses ini, maka biaya produksi dapat diturunkan sehingga secara ekonomis biodiesel yang dihasilkan bisa bersaing dengan minyak diesel. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan pertama adalah penelitian laboratorium untuk mendapatkan data optimum mengenai kondisi proses transesterifikasi untuk mendapatkan biodiesel dan bungkil jarak tidak beracun yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Tahapan kedua adalah perancangan proses dengan melakukan simulasi menggunakan HYSYS Ver 3.2 berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian laboratorium untuk menguji kelayakan tekno-ekonomi proses yang dikembangkan, melibatkan semua unit operasi dalam perancangan proses yang lengkap dan penilaian kinerja dari sudut pandang pabrik secara keseluruhan. Tahapan ketiga adalah melakukan analisis siklus hidup (LCA) menggunakan data yang diperoleh dari simulasi proses. LCA merupakan kajian lingkungan yang mengevaluasi dampak dari suatu produk (atau jasa) selama periode hidupnya, mulai dari ekstraksi bahan baku, proses produksi, pengemasan dan proses pemasaran, penggunaan, pengunaan ulang, perawatan sampai kepada akhir daur hidupnya. Kajian LCA menggunakan perangkat lunak SIMAPRO Version 7.1 dilakukan pada proses pembuatan biodiesel menggunakan katalis heterogen kalsium oksida dan dibandingkan dengan proses pembuatan biodiesel konvensional yang menggunakan katalis homogen NaOH. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal berikut. Pertama, kalsium oksida yang diperoleh dari pembakaran batu kapur merupakan katalis yang potensial untuk transesterifikasi minyak jarak pagar dalam pembuatan biodiesel jarak pagar. Pada transesterifikasi minyak jarak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi diperoleh titik optimum untuk menghasilkan rendemen biodiesel sebesar 94% dicapai pada kondisi proses: waktu reaksi selama 81,73 menit, nisbah molar metanol: minyak (10,41:1), dan jumlah katalis sebesar 0,91%. Reaksi berlangsung pada suhu 65 o C. Sementara minyak jarak yang memiliki kandungan asam lemak rendah, rendemen biodiesel sebesar 95% diperoleh pada kondisi proses: waktu reaksi selama 2 jam, menggunakan katalis CaO sebesar 2,5%, nisbah molar metanol: minyak (12:1) dan suhu reaksi 65 o C. Kedua, bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat merupakan adsorben potensial untuk pemurnian biodiesel. Pemurnian menggunakan bentonit dapat menggantikan metode pemurnian konvensional menggunakan air panas dalam proses pencucian sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat dihilangkan. Ketiga, hasil optimasi pada transesterifikasi secara in-situ mendapatkan kondisi optimum transesterifikasi in-situ yang menghasilkan 96% biodiesel adalah pada: konsentrasi NaOH dalam metanol sebesar 0,08 mol/l; nisbah metanol:minyak (171,1 mol/mol); lama reaksi (3,02 jam); dan suhu reaksi sebesar 45,66 o C. Keempat, bungkil jarak tidak beracun dapat diperoleh dengan jalan detoksifikasi menggunakan NaOH-metanol-air atau juga dapat dihasilkan dari transesterifikasi secara in-situ pada jarak pagar dengan kandungan ALB yang rendah. Kelima, rancangan proses dengan menggunakan katalis heterogen CaO merupakan proses yang paling layak secara ekonomis dibandingkan dengan

7 proses konvensional menggunakan katalis homogen NaOH berdasarkan kriteria prakiraan return on investment (ROI) dan payback period (PBP). Semua data memperlihatkan bahwa penggunaan katalis heterogen CaO lebih baik secara ekonomis dibandingkan dengan penggunakan katalis konvensional NaOH. Prakiraan biaya produksi per liter biodiesel untuk pabrik skala kecil kapasitas 200L/batch masing-masing adalah Rp 1.725, 50 (proses heterogen) dan Rp ,47 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak tinggi serta Rp 1.699,76 (proses heterogen) dan Rp , 17 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak rendah. Untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, maka integrasi proses transesterifikasi heterogen dan detoksifikasi menggunakan 2% NaOH yang diikuti dengan pencucian dengan methanol dan air, merupakan proses yang berpotensi untuk dikembangkan. Rancangan proses yang terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan nilai ROI yang lebih baik dan nilai PBP yang lebih singkat daripada yang proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi. Keenam, secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen CaO memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. Berdasarkan analisis LCA, proses yang menggunakan katalis heterogen CaO meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 4,83% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB tinggi dan 6,50% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB rendah. Pada proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi, penggunaan katalis heterogen meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 3,13% dan 3,86% masing-masing untuk minyak ALB tingggi dan ALB rendah. Dari sebelas kategori dampak lingkungan: perubahan iklim, karsinogenisitas, pernafasan organik dan anorganik, penipisan lapisan ozon, ekotoksisitas, peningkatan keasaman/eutrofikasi, mineral, radiasi, penggunaan lahan dan bahan bakar fosil, penggunaan katalis heterogen CaO pada proses produksi biodiesel memiliki dampak lingkungan yang lebih baik pada sembilan kategori dampak, kecuali untuk penggunaan bahan bakar fosil dan mineral. Dari penelitian ini dapat disarankan untuk hal-hal sebagai berikut: (1) Melakukan kajian pembuatan biodiesel skala kecil menggunakan katalis CaO dan melakukan analisis tekno-ekonominya; (2) melakukan kajian mengenai dampak penerapan bungkil jarak hasil detoksifikasi pada pakan ternak dalam jangka waktu yang lebih lama; (3) melakukan penelitian pemuliaan tanaman dan agronomis untuk menghasilkan jarak pagar yang tidak beracun dan mengandung asam lemak bebas yang rendah (4) penelitian mengenai pemanfaatan hasil samping gliserol menjadi produk yang bernilai tambah tinggi dalam proses yang terintegrasi dengan transesterifikasi merupakan langkah penting membuat produksi biodiesel menjadi lebih menarik secara ekonomis; (5) Perlu kajian yang mendalam mengenai kemungkinan penerapan pabrik modular skala kecil yang dapat bergerak untuk pengolahan biodiesel yang terintegrasi dengan proses ekstraksi, detoksifikasi, dan proses eterifikasi gliserol hasil samping transesterifikasi. Kata kunci: Jatropha curcas L., kalsium oksida, bentonit, perancangan proses, biodiesel, detoksifikasi, tekno ekonomi, life cycle assassment, transesterifikasi in-situ, hysys, simapro

8 Hak cipta milik IPB. tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya tanpa izin tertulis dari IPB

9 PE GEMBA GA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELALUI TRA SESTERIFIKASI I SITU, KATALIS HETEROGE DA DETOKSIFIKASI OVIZAR AZIR Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJA A I STITUT PERTA IA BOGOR BOGOR 2011

10 Penguji pada Ujian Tertutup: 1 Prof. Dr. Endang Gumbira Sa id, MADev. 2. Prof. Dr. Ir. Armansyah Tambunan Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr.Ir. Soni Solistia Wirawan, M.Eng 2. Dr.Ir. Desrial,MEng

11 Judul Disertasi : Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi Nama : Novizar Nazir NIM : F Disetujui Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Ketua Dr.Ir. Dwi Setyaningsih,MSi Anggota Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Anggota Prof. Dr. Mohd. Ambar Yarmo Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir. Machfud, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian: 5 November 2010 Tanggal Lulus:

12

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 sampai dengan bulan November 2009 ini adalah pengembangan proses, dengan judul Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Djumali Mangunwidjaja, DEA sebagai ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Dwi Setyaningsih,M.Si; Dr.Ir. Sri Yuliani,MT dan Prof. Dr. Mohd. Ambar Yarmo sebagai anggota komisi pembimbing, atas arahan, saran dan masukan terhadap penelitian ini. Atas masukan dan saran dari penguji pada ujian tertutup Prof. Dr. Endang Gumbira Sa id, Prof. Dr. Armansyah Halomoan Tambunan, MSc dan penguji pada ujian terbuka Dr. Soni Solistia Wirawan M.Eng dan Dr. Ir. Desrial, M.Eng, penulis juga menyampaikan terimakasih. Selanjutnya, terimakasih kepada Prof. Dr. Jumat Salimon dan Dr. Nazaruddin Ramli, dari Pusat Pengkajian Sains Kimia dan Teknologi Makanan, Fakulti Sains dan Teknologi, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), yang telah memberikan bantuan fasilitas untuk melaksanakan penelitian di laboratorium mereka. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Pomthong Malakul, Dr. Manit Nithitanakul dan Ms. Ann Chanthima, MSc dari Petroleum and Petrochemical College (PPC) of Chulalongkorn University, Thailand dan Prof. Dr. Pornpote Piumsomboon, Director of Graduate Studies, Chulalongkorn University, atas bantuan fasilitas untuk melakukan sebagian penelitian penulis di tempat mereka dan memberikan masukan yang berarti berkenaan dengan konsep Life Cycle Assessment (LCA). Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Mr. Seksan Pakpong, MSc dari ational Metal and Material Technology (MTEC), Thailand, untuk bantuannya dalam analisis data berkenaan dengan LCA, Ir. Hariana, MM dari BRDST-BPPT dan Dr. Susila Arita dari Unsri Palembang, atas bantuannya dalam memberikan informasi mengenai pilot plant biodiesel. Untuk teman-teman seperjuangan angkatan 2005: Luluk Sulistyobudi, I Gusti Bagus Udayana, Cut Meurah

14 Rosnelly, Heny Purwaningsih, Herfiani Rizkia, Fahmi Riadi dan Yuli Wibowo serta teman-teman yang lainnya diucapkan terimakasih atas bantuan dan dukungan moril yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas RI, atas bantuan berupa beasiswa pendidikan BPPS dan beberapa hibah penelitian yang mendukung penelitian ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada Universitas Andalas Padang, atas bantuan penelitian yang diberikan, dan Institut Pertanian Bogor (IPB) atas Hibah Penelitian Doktor yang penulis terima serta Fakulti Sains dan Teknologi Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) untuk beberapa grant penelitian yang mendukung penelitian ini. Tidak lupa ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada istri tercinta Dra. Rina Marnita, MA, ananda Annisyia Zarina Putri dan Aisyah Shakira Putri, ayah dan ibu, kedua mertua dan adik-adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Untuk bantuan yang diberikan kepada penulis dari banyak pihak dan perorangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, diucapkan terimakasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan jarak pagar di Indonesia pada umumnya dan pengembangan industri hilir jarak pagar pada khususnya. Bogor, Januari 2011 ovizar azir

15 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuala Tungkal pada tanggal 25 November 1964 sebagai anak sulung dari pasangan Abu Nazir dan Nuriah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas, dan lulus pada tahun Pada tahun 1991, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK), Program Pascasarjana IPB dan selesai pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian dari perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2005 dengan mendapat beasiswa pendidikan pascasarjana BPPS dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Selama mengikuti program S3, penulis telah menyampaikan karya ilmiah pada beberapa seminar yang diikutinya dan mempublikasikan tulisan pada jurnal International. Karya ilmiah dengan judul Purification of FAME of Jatropha curcas by Acid-activated Bentonite Adsorption telah dipresentasikan pada Joint Seminar UNRI-UKM, August 2008 di Pekanbaru, Indonesia. Makalah ilmiah berjudul Detoxification of Jatropha curcas. L seed oil by Acid-activated Bentonite telah dipresentasikan pada SMILE08, Hyatt Regency Resort, Kuantan-Malaysia, November Makalah ilmiah berjudul Product Development of Agricultural Product: research collaboration potential dipresentasikan pada Joint Seminar between Prince Songkla University-Universiti Sains Malaysia, Januari 2009 di Pattani Campus, Thailand. Karya ilmiah lainnya berjudul Preparation of solid acid catalysts from bentonite and their catalytic activities for the esterification of Jatropha curcas seed oil telah dipresentasikan pada ISSTEC2009, The First International Seminar on Science and Technology di Yogyakarta, pada tanggal Januari Pada Seminar anotech Malaysia2009, Oktober 2009 di Kuala Lumpur Convention Centre, Kuala Lumpur penulis bersama dengan grupnya mempresentasikan makalah berjudul Transesterification of Palm Oil Using Nano-CaO as a Solid Base Catalyst. Sementara itu dua makalah berjudul Preliminary study on nonnutritional compound of Jatropha (Jatropha curcas) Seeds and seeds oil dan

16 LCA studies of jatropha (Jatropha curcas) biodiesel process dipresentasikan pada ISFAS2010, International Seminar on Food and Agricultural Sciences, 17 Februari 2010 di Bukittinggi. Pada tanggal November 2010 penulis menyampaikan makalah berjudul Life Cycle Assessment Studies of Jatropha (Jatropha curcas) Biodiesel Production Processed by In-situ Transesterification Method pada Global Congress on Manaufacturing and Management (GCMM2010) di Bangkok, Thailand. Pada 7 th Biomass Asia Workshop, 29 ovember 1 Desember 2010, di Jakarta penulis menyampaikan makalah yang berjudul Life Cycle Assessment of Biodiesel Production from Palm Oil and Jatropha Oil in Indonesia. Karya ilmiah yang berjudul Extraction Transesterification and Process Control in Biodiesel Production from Jatropha curcas, telah diterbitkan pada European Journal of Lipid Science Technology, 2009, 111, (Willey Interscience). Sementara itu artikel ilmiah berjudul Biodiesel production from Jatropha curcas seed oil via calcium oxide catalyzed transesterification and its purification using acid activated bentonite telah dipilih sebagai salah satu penerima hibah jurnal internasional dari Dikti pada tahun Disamping menghadiri seminar dan menerbitkan publikasi ilmiah, penulis juga telah mengikuti pelatihan yang mendukung penelitian yang dilakukannya, diantaranya adalah 1) Workshop on Basic Regulation and Principle of Animal Care and Management, 16 September 2008; 2) Introduction Workshop on Laboratory Animal Care and Management (IWLACM), 22 Oktober 2009, di Universiti Kebangsaan Malaysia; 3) Workshop on Life Cycle Assessment Analysis for Bioenergy di Petroleum dan Petrochemical College, Bangkok November 2009; 3) Workshop on Statistic and Journal Writing 8-10 Januari 2010 di Port-Dickson, Malaysia; 4) Short-course on HYSYS Application for Biodiesel Process, January 2010 di Fakulti Kejuruteraan, Universiti Kebangsaan Malaysia; 5) Pelatihan penulisan artikel ilmiah di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 5 Juli 2010; serta 6) Lokakarya Pengembangan dan Perekayasaan Teknologi Biodiesel yang diselenggarakan oleh BPPT, 21 Oktober 2010 di Jakarta. Seluruh karya ilmiah dan kegiatan pelatihan ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN.. Halaman xix xxiii xxvii xxviii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kebaruan TINJAUAN PUSTAKA Aspek Biologi dan Fisiko-Kimia Jarak Pagar Taksonomi dan Deskripsi Botani Jarak Pagar Komposisi Kimia dari Berbagai Bagian Tanaman Jarak Pagar Komposisi Asam Lemak dan Sifat Fisiko-Kimia dari Minyak Jarak Pagar Biji Jarak Pagar dan Toksisitasnya Tanaman Jarak Pagar sebagai Penghasil Energi Teknik Produksi dan Kualitas Bahan Bakar Biodiesel Dasar Kimia Pembuatan Biodiesel Proses Produksi Biodiesel Proses Transesterifikasi Biodiesel Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (CaO) Proses Transesterifikasi Biodiesel secara In-situ Kualitas Biodiesel dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Sifat Biodiesel pada Suhu Dingin (Cold Flow Properties) Konversi Minyak Jarak Menjadi Biodiesel Potensi Bungkil Jarak Sebagai Sumber Protein untuk Pakan Perancangan Proses dan Kajian Tekno-ekonomi Pembuatan Biodiesel Analisis Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment/LCA) dan Aplikasinya dalam Pengembangan Proses Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel dari Jarak Pagar 51

18 3 PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN BIODIESEL JARAK PAGAR MELALUI TRANSESTERIFIKASI I -SITU, KATALIS HETEROGEN KALSIUM OKSIDA, DETOKSIFIKASI DAN UJI TOKSISITAS BUNGKIL JARAK HASIL DETOKSIFIKASI Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran PERANCANGAN PROSES, ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI 111 DAN LCA PEMBUATAN BIODIESEL JARAK PAGAR YANG MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN KALSIUM OKSIDA Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran PEMBAHASAN UMUM Proses Produksi Biodiesel Proses Detoksifikasi untuk Mendapatkan Bungkil Jarak Pagar Kaya Protein Tidak Beracun yang Berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai Substitusi Pakan Analisis Kelayakan Ekonomi Rancangan Proses Analisis Dampak Lingkungan Tantangan dan Peluang SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

19 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia kernel tanaman jarak pagar dari berbagai varitas (Makkar et al. 1998, Martı nez-herrera et al. 2006) Komposisi kimia (% bahan kering) bungkil biji jarak pagar dari berbagai varitas (Makkar et al and Martı nez- Herrera et al. 2006).) Komposisi asam amino (g/16 g nitrogen) dari bungkil jarak (Makkar and Becker 2009) Komposisi bahan kimia bagian tanaman jarak pagar 12 5 Kandungan asam lemak minyak jarak pagar Sifat fisik minyak jarak pagar dibandingkan dengan minyak dari tanaman lainnya dan diesel (Jain and Sharma 2010) Sifat fisiko-kimia biodiesel jarak pagar (Sarin et al. 2007) Nilai energi dari berbagai produk tanaman jarak pagar (Openshaw 2000) Perbedaan dasar antara minyak solar dengan biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004) Perbandingan berbagai teknologi untuk menghasilkan biodiesel (Sharma et al 2008) Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metoda uji yang digunakan pada S I Densitas biodiesel berdasarkan panjang rantai dan ikatan tangkapnya (Mittelbach and Remschmidt 2004) Perbandingan angka setana beberapa alkil ester dari berbagai asam lemak (Mittelbach and Remschmidt 2004) Profil asam lemak beberapa minyak dan sifat fisik biodiesel yang dihasilkannya (Soriano et al 2006) Pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya (Graboski, 1997; cit. Prakash, 1998; Knothe 2005) 33

20 16 Nilai CP, PP dan CFPP solar dibandingkan dengan biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004) Pengaruh alkohol yang lebih panjang atau alkohol sekunder terhadap sifat aliran dari alkyl ester (biodiesel)(foglia et al. 1997) Distribusi asam lemak minyak jarak pagar, rapeseed dan kedelai (% berat) Sifat solar, minyak dan metil ester dari minyak jarak pagar (Mittelbach and Remschmidt 2004) Produksi biodiesel dari J. curcas L. dari berbagai kondisi 38 proses Kandungan forbol ester daging biji jarak pagar Kajian tekno-ekonomi berbagai proses produksi biodiesel Parameter metode kromatografi gas (GC) Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD esterifikasi menggunakan katalis bentonit yang diaktifasi Peubah bebas dan taraf yang digunakan dalam CCD menggunakan katalis CaO Duapuluh kombinasi perlakuan produksi biodiesel melalui transesterifikasi menggunakan katalis CaO Rancangan ortogonal untuk transesterifikasi secara in-situ Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD untuk transesterifikasi in-situ Persentase komposisi diet yang digunakan dalam percobaan Sifat fisik minyak jarak pagar dari dua sumber yang berbeda Sifat kimia minyak jarak pagar Malaysia dan Indonesia Komposisi asam lemak minyak jarak pagar Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah esktraksi secara mekanis Efisisensi dekalsinasi dari berbagai metode pemurnian... 87

21 35 Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi menggunakan katalis CaO Perbandingan antara studi transesterifikasi menggunakan katalis CaO sebelumnya dengan penelitian ini Hasil uji ortogonal transesterifikasi minyak J.curcas L. secara in-situ Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ dibandingkan dengan daging buah segar dan bungkil sebelum di detoksifikasi Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi in-situ dan setelah detoksifikasi Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan Kematian tikus setelah diberikan diet kontrol dan diet dengan subsitusi bungkil jarak pagar Nisbah Efisiensi Protein (PER) dan Indeks Transformasi (TI) Resume kondisi proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar ALB tinggi Resume kondisi proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar ALB tinggi Spesifikasi peralatan untuk pembuatan biodiesel jarak pagar pagar yang mengandung ALB tinggi Spesifikasi peralatan untuk pembuatan biodiesel jarak pagar pagar yang mengandung ALB rendah Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 2 tahap: Esterifikasi- katalis homogen, transesterifikasi-katalis homogen), overlap: 2 jam Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 2 tahap: Esterifikasi, katalis homogen, transesterifikasi, katalis heterogen): overlap: 2 jam 131

22 50 Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 1 tahap: transesterifikasi menggunakan katalis homogen), lamanya overlap: 2 jam Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 1 tahap: transesterifikasi menggunakan katalis heterogen), Lamanya overlap: 2,5 jam Rangkuman perhitungan biaya operasional produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi Rangkuman perhitungan biaya operasional produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi Rangkuman Perhitungan perkiraan ROI dan PBP produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi Rangkuman Perhitungan perkiraan ROI dan PBP produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi Bahan dan energi yang digunakan untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar yang mengandung ALB tinggi Bahan dan energi yang digunakan untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar yang mengandung ALB rendah. 140

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur molekul dari asam lemak Struktur molekul gliserol Struktur molekul trigliserida Molekul Biodiesel. Pada bagian atas adalah metil ester, di bawah adalah etil ester Molekul setana (atas) dan etil ester (bawah) 19 6 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menghasilkan metal ester dan gliserol Reaksi transesterifikasi ALB dengan katalis katali menghasilkan sabun dan air (reaksi penyabunan) 22 8 Reaksi hidrolisis trigliserida dengan air menghasilkan asam lemak bebas dan digliserida Reaksi esterifikasi ALB dengan metanol menghasilkan metal ester dan air Viskositas kinematika asam lemak rantai pendek pada berbagai keadaan suhu Hubungan angka setana metal ester dari berbagai minyak nabati dengan minyak solar (nilai diambil dari Mittelbach and Remschmidt 2004) Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan terhadap titik tuang, titik kabut, titik nyala, dan viskositas biodiesel (Soriano et al Hubungan antar fasa dalam LCA dan aplikasinya berdasarkan ISO Metodologi umum dari kerangka Life Cycle Product/Process Design (Azapagic 1999) Batasan sistem proses produksi biodiesel Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi bilangan asam berdasarkan model regresi yang dikembangkan.. 82

24 17 Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi biodiesel berdasarkan model regresi yang dikembang Plot respon permukaan pengaruh nisbah molar metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel Gambar dua dimensi pengaruh nisbah molar metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel Rute reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menggunakan katalis CaO (Kouzu et al. 2008) Pengaruh lama reaksi terhadap konversi biodiesel pada berbagai berat katalis. Transesterifikasi berlangsung pada suhu 65 o C dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1) Pengaruh berat katalis terhadap konversi biodiesel pada berbagai lama reaksi. Transesterifikasi berlangsung pada suhu 65 o C dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1) Pengaruh suhu reaksi dan jumlah katalis dalam metanol (mol/mol) terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi Pengaruh suhu reaksi dan nisbah metanol minyak terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi Pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) standar forbol ester; (b) setelah transesterifikasi secara in-situ Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) standar forbol ester; (b) setelah detoksifikasi Sistem produksi biodiesel jarak pagar Diagram alir proses esterifikasi dengan katalis homogen Diagram alir proses transesterifikasi dengan katalis homogen Diagram alir proses transesterifikasi dengan katalis heterogen.. 126

25 32 Perbandingan biaya produksi biodiesel per liter berdasarkan ALB minyaknya dan jenis katalis yang digunakan Perbandingan dampak lingkungan proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi pada tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya Perbandingan dampak lingkungan proses produkdi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi pada 11 kategori lingkungan Perbandingan dampak lingkungan total berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar pada berdasarkan tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya Pengaruh masing-masing masukan terhadap sebelas dampak lingkungan utama Pengaruh masing-masing masukan terhadap tiga dampak lingkungan utama Rancangan tata letak pabrik biodiesel modular bergerak untuk mengolah minyak jarak pagar [a] kandungan ALB tinggi dan [b] kandungan ALB rendah Rancangan tata letak pabrik modular bergerak untuk unit ekstraksi minyak dan detoksifikasi bungkil jarak pagar Rancangan skema integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi Rancangan skema integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi,. dan eterifikasi gliserol

26 DAFTAR LAMPIRA Halaman 1. Kerangka logis penelitian pengembangan proses pembuatan biodiesel jarak pagar Nama bahan kimia utama yang digunakan dalam penelitian Nama alat dan Software utama yang yang digunakan dalam penelitian Usaha pengolahan batu kapur di Halaban Sumatera Barat tempat pengambilan sampel untuk bahan baku katalis CaO Alat kempa minyak jarak pagar Pola XRD bentonit yang diaktivasi asam (S: smectite, I: illite, FWHM: full width at half maximum peak height) Parameter fisik bentonit yang diaktivasi dengan asam Spektrum FTIR contoh bentonit yang diaktifasi asam: (a) setelah adsorpsi pyridin pada suhu ruang selama 30 detik, Luas permukaan BET dan kekuatan basa dari katalis CaO Gambar kandang tikus percobaan dan tikus yang mati karena keracunan bungkil jarak yang belum di detoksifikasi Surat persetujuan melaksanakan percobaan menggunakan binantang dari Komite Etik Binatang UKM Profil Asam Lemak minyak jarak pagar Bangi (Malaysia) dan Lampung (Indonesia) Profil standard forbol ester Susunan CCD dan respon bilangan asam terhadap peubah proses esterifikasi menggunakan katalis Bentonit-HCl ANOVA pengaruh esterifikasi terhadap konversi bilangan asam setelah eliminiasi peubah yang tidak signifikan Susunan CCD dan respon konversi terhadap peubah proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO ANOVA untuk persamaan model dan koefisien regresi regresi setelah eliminiasi peubah yang tidak signifikan Susunan CCD dan respons konversi akibat peubah proses transesterifikasi secara in-situ. 207

27 19 ANOVA untuk model persamaan regresi pengaruh transesterifikasi in-situ dan koefisiennya setelah eliminasi faktor yang tidak berpengaruh Batasan sistem proses produksi biodiesel yang berasal dari jarak agar yang mengandung ALB tinggi Batasan sistem proses produksi biodiesel yang berasal dari jarak agar yang mengandung ALB rendah Data lengkap mengenai tiga dampak utama pada berbagai proses produksi biodiesel hasil analisis menggunakan Simapro Version Data lengkap mengenai tiga dampak utama pada berbagai proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi hasiil analisis menggunakan Simapro Version Data lengkap mengenai dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pada 11 kategori lingkungan dilampirkan hasiil analisis menggunakan Simapro Version Data lengkap mengenai dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar yang terintegrasi dengan detoksifikasi pada 11 kategori lingkungan dilampirkan hasiil analisis menggunakan Simapro Version

28

29 DAFTAR SI GKATA ALB asam lemak bebas ANOVA analysis of variance AOCS American oil chemist society ASTM American standard testing method BBM bahan bakar minyak BET Brunauer-Emmett-Teller CCD - central composite design COM cost of manufacturing DMC direct manufacturing cost ESDM energi sumber daya mineral FAME fatty acid methyl ester FMC fixed manufacturing cost FTIR fourier transform infrared GAME Gas assisted mechanical expression GC Gas chromatoghraphy GE general expense GTBE glycerol tert-buthyl ether HPLC High Performance Liquid Chromatography IRR interest rate of return ISO international standardization organization JCME jatropha curcas methyl ester LCA life cycle assessment LCI life cycle inventory LCIA life cycle impact assessment LCPD life cycle product/process design LD lethal dosage MeOH metanol NPV net present value PBP pay back period PER protein effeciency ratio POT pay out time RAL Rancangan acak lengkap ROI return on investement RSM response surface methodology SDP shut down point SV saponification value TI transformation index TPC total production cost XRD x-ray diffraction

30

31 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Manusia membutuhkan bahan bakar sebagai sumber energi, baik untuk transportasi, industri maupun kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan akan bahan bakar tersebut terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan industri. Dipihak lain, peningkatan terhadap kebutuhan bahan bakar tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi bahan bakar yang selama ini berasal dari fosil yang cadangannya terus menurun. Dengan asumsi cadangan minyak bumi sebesar 9,1 miliar barel dan tingkat produksi sebesar 387 juta barel per tahun, diperkirakan cadangan bahan bakar fosil akan habis dalam 23 tahun ke depan (Menteri ESDM, 2006). Sementara itu, konsumsi minyak solar secara nasional mencapai 23 juta kiloliter pada tahun 2003, dengan kenaikan rata-rata sebesar 7% per tahun, sehingga diperkirakan pada tahun 2010 konsumsi akan naik menjadi 34 juta kiloliter. Sekitar 40% dari diesel yang dikonsumsi tersebut didatangkan dari berbagai negara. Besarnya jumlah impor BBM ini menyebabkan Indonesia sejak awal 2004 telah menjadi net-importir bahan bakar minyak diesel (Nasikin 2004). Mengingat kemampuan produksi minyak nasional yang terus berkurang, dari 580 juta barel pada tahun 1999 menjadi 360 juta barel per tahun pada tahun 2003, diiringi dengan meningkatnya konsumsi minyak nasional, maka pemanfaatan energi alternatif dari sumber yang terbarukan merupakan kebutuhan yang mendesak. Salah satu potensi sumber daya terbarukan adalah pemanfaatan minyak nabati sebagai energi pengganti minyak diesel. Pemakaian minyak nabati secara langsung dapat menghasilkan luaran tenaga dan performa mesin yang baik pada uji jangka pendek. Namun demikian, dalam uji jangka panjang pemakaian minyak nabati secara langsung menimbulkan masalah pada mesin (Knothe et al. 2005); minyak yang berasal dari tanaman umumnya menunjukkan viskositas 10 sampai 20 kali lebih tinggi daripada viskositas diesel (Knothe et al. 2005; Mittelbach and Remschmidts 2004; Demirbas 2009; Jain and Sharma 2010). Hal ini mengakibatkan atomisasi bahan

32 2 bakar yang rendah dan menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna. Tingginya titik nyala (flash point) dari minyak nabati dan kecenderungan terbentuknya polimerisasi termal dan oksidatif menyebabkan terbentuknya deposit pada nozel injektor dan melekat pada cincin piston (Mittelbach and Remschmidts 2004). Akibatnya, pengoperasian jangka panjang minyak nabati secara langsung atau pencampuran dengan solar diduga dapat merusak mesin. Masalah penggunaan minyak nabati secara langsung ini dapat dipecahkan baik dengan mengadaptasi mesin terhadap bahan bakar atau mengadaptasi sifat bahan bakar terhadap mesin. Adaptasi bahan bakar terhadap mesin dilakukan antara lain melalui reaksi transesterifikasi minyak yang berasal dari bahan baku terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewan, dengan metanol sehingga dihasilkan metil ester asam lemak atau dikenal dengan biodiesel yang memiliki viskositas yang rendah karena adanya pemisahan dengan gliserol (Mittelbach and Remschmidts 2004). Biodiesel merupakan bahan bakar dengan pembakaran yang bersih, dapat diurai secara biologis, tidak beracun dan memiliki emisi rendah. Kondisi seperti ini memberikan keuntungan terhadap lingkungan; penggunaan biodiesel memiliki potensi mengurangi tingkat polusi dan kemungkinan karsinogen (Al-Widyan and Al-Shyoukh 2002; Ramadhas et al. 200; Bajpay and Tyagi 2006; Cvengros et al. 2006; Demirbas 2002; Zhang et al. 2003a; Vasudevan et al. 2008). Tanaman dimana biodiesel itu berasal banyak menyerap karbon dari atmosfir selama fotosintesisnya sehingga secara esensial mengurangi karbondioksida dari atmosfir. Dengan kata lain, biodiesel tidak memberikan sumbangan negatif terhadap pemanasan global (Lotero et al. 2004; Ramadhas et al. 2005; Kazancef et al. 2006). Disamping hal tersebut di atas, secara praktis biodiesel tidak mengandung sulfur dan memiliki sifat pelumasan yang baik. Salah satu sumber minyak nabati yang prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel adalah minyak jarak pagar (Jatropha curcas L). Minyak yang dihasilkan dari jarak pagar ini sangat potensial sebagai bahan bakar alternatif karena ia bukan berasal dari tanaman pangan seperti jagung, sawit, kedele, sehingga tidak ada persaingan dengan konsumsi untuk pangan. Disamping itu, dari hasil ekstraksi minyak jarak pagar diperoleh bungkil yang kaya protein

33 3 dan potensial untuk dijadikan pakan ternak seandainya komponen racun yang ada di dalamnya dapat dihilangkan. Biaya produksi biodiesel yang tinggi merupakan salah satu pertimbangan utama untuk komersialisasi skala besar. Metode-metode untuk mengurangi biaya produksi biodiesel mesti dieksplorasi dalam penelitian produksi biodiesel dari minyak J. curcas L. agar ia dapat bersaing dengan minyak diesel. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengembangan proses produksi biodiesel jarak pagar untuk mendapatkan proses yang lebih baik, murah, bersahabat dengan lingkungan sekaligus menghasilkan nilai tambah dari bungkil jarak pagar kaya protein dan tidak beracun untuk dijadikan pakan, disamping gliserol dengan kualitas yang lebih baik sebagai hasil samping. Pengembangan proses pembuatan biodiesel akan terkait sangat erat dengan produksi jangka panjang dan dengan beban lingkungan dari produk yang dihasilkan. Satu alat yang dapat dikembangkan untuk menjawab pertanyaan mengenai isu lingkungan ini adalah life cycle assessment (LCA). LCA merupakan kajian lingkungan yang mengevaluasi dampak dari suatu produk (atau jasa) selama periode hidupnya- dari produksi bahan baku, panen, pascapanen, sampai kepada proses produksi, pengemasan dan proses pemasaran, penggunaan, penggunaan ulang, perawatan - sampai kepada akhir hidupnya yang bermanfaat (Kiwjaroun et al. 2009). Kajian LCA dilakukan pada penelitian ini dilakukan pada proses pembuatan biodiesel yang dikembangkan dibandingkan dengan proses pembuatan yang konvensional. 1.2 Perumusan Masalah Pemerintah mendorong pertumbuhan energi alternatif di Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah omor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan Instruksi Presiden omor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai sumber energi terbarukan disamping panas bumi, biomassa, biogas, angin, aliran sungai, dan lain-lainnya. Semenjak dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai energi terbarukan tersebut, program nasional pengembangan tanaman jarak pagar sebagai sumber minyak nabati untuk pembuatan biodiesel dikembangkan secara besar-besaran.

34 4 Namun demikian, program pengembangan tanaman jarak pagar tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena petani tidak tertarik untuk mengusahakannya dan investor merasa bahwa investasi pada komoditas ini tidak layak secara ekonomis. Ketidakberhasilan ini disebabkan beberapa masalah, baik masalah teknis maupun ekonomis. Salah satu masalah yang dihadapi oleh petani adalah rendahnya nilai jual biji jarak pagar yang mereka hasilkan. Masalah rendahnya nilai jual ini dapat diatasi apabila biji jarak dilihat tidak saja sebagai penghasil minyak, tapi juga sebagai sumber pakan apabila kandungan racun bungkilnya dihilangkan. Dengan demikian, harga biji jarak pagar per kilogram dapat dinaikkan sehingga komoditas ini menjadi menarik untuk diusahakan. Untuk mendukung hal ini diperlukan pengembangan proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi yang menghasilkan bungkil kaya protein yang tidak beracun yang berpotensi sebagai sumber pakan. Diharapkan dari proses ini diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak kaya protein yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Bungkil biji jarak sebagai hasil samping ekstraksi minyak mengandung protein kasar yang sebanding dengan kedele (Makkar et al. 1998; Martı nez- Herrera et al. 2006). Namun demikian, penggunaan bungkil jarak sebagai pakan ternak tidak memungkinkan karena ia mengandung zat antigizi dan senyawa beracun yang dinamakan phorbol esters (Makkar et al. 1998; Haas et al. 2002). Bungkil jarak dapat dimanfaatkan sebagai pakan apabila kandungan zat antigizi dan senyawa racun tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan metanol dan zat antigizi dengan perlakuan panas (Makkar and Becker 1997; Goel et al. 2007). Pada minyak jarak yang memiliki kandungan asam lemak bebas (ALB) rendah, proses pengambilan racun dapat dilakukan sekaligus dengan melakukan transesterifikasi secara in-situ. Sementara untuk minyak dengan ALB yang tinggi, proses pengambilan racun dilakukan melalui proses detoksifikasi. Reaksi esterifikasi/transesterifikasi minyak dalam pembuatan biodiesel jarak pagar katalis homogen menghasilkan gliserol bermutu rendah dan mengandung banyak kontaminan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen kalsium oksida (CaO)

35 5 yang berasal dari pembakaran baru kapur (CaCO 3 ). sebagai pengganti katalis homogen. Proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen yang murah ini sekaligus dapat menurunkan biaya produksi disamping proses ini lebih ramah lingkungan. Sementara itu untuk mempelajari dampak lingkungan proses pembuatan biodiesel digunakan analisis LCA (Life Cycle Assessment). Metode ini dipilih karena metode ini relatif baru, analisis dampak lingkungan pada LCA bersifat konprehensif dan sedang dikembangkan secara luas di dunia saat ini. LCA merupakan kerangka metodologis untuk memperkirakan dan menilai dampak lingkungan dikaitkan dengan siklus hidup suatu produk, seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, penciptaan troposfir ozon, eutrofikasi, asidifikasi, keracunan pada manusia dan ekosistem, penipisan sumberdaya, penggunaan air, penggunaan lahan, kebisingan dan lain-lainnya (Rebitzer et al. 2004). Meskipun telah digunakan pada beberapa sektor industri selama sekitar 20 tahun terakhir, LCA baru mendapatkan perhatian yang lebih luas dan pengembangan metodologi sejak awal tahun 1990-an ketika relevansinya sebagai sebuah bantuan manajemen lingkungan di perusahaan dan pengambilan keputusan publik menjadi lebih jelas (Azapagic 1999). Secara spesifik permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Mencari kondisi proses esterifikasi dan transesterifikasi biodiesel yang optimal menggunakan katalis heterogen. 2. Mencari metode alternatif untuk pemurnian biodiesel sebagai pengganti metode konvensional yang menggunakan air panas di dalam pencucian biodiesel yang menyebabkan tingginya limbah cair yang dihasilkan. 3. Mencari kondisi proses ekstraksi dan transesterifikasi biodiesel secara in-situ yang optimal yang dapat menghasilkan bungkil biji jarak pagar kaya protein yang tidak beracun dan dapat digunakan sebagai pakan ternak. 4. Mencari metode detoksifikasi untuk menghasilkan bungkil jarak pagar kaya protein yang tidak beracun sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan.

36 6 5. Membandingkan kelayakan ekonomi dan biaya perkiraan produksi biodiesel/l dari proses konvensional dengan proses produksi menggunakan katalis heterogen CaO yang dikembangkan pada penelitian ini. 6. Melakukan analisis dampak lingkungan berdasarkan kajian LCA dari proses konvensional dibandingkan dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proses pembuatan biodiesel yang dikembangkan dalam penelitian ini. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian dalam disertasi ini bersifat konprehensif yang bermula dari upaya mengurangi biaya masukan dengan menggunakan katalis yang lebih murah, memperbaiki proses menggunakan katalis heterogen dan pemurnian biodiesel menggunakan adsorben bentonit, meningkatkan nilai tambah produk samping melalui detoksifikasi bungkil jarak dan mempelajari dampak lingkungan dari proses produksi biodiesel. Tujuan penelitian ini secara umum adalah pengembangan proses untuk meningkatkan nilai tambah dari pengolahan biji jarak pagar. Secara khusus, tujuannya adalah untuk : 1) Mendapatkan metode dan kondisi proses pembuatan biodiesel yang optimum untuk memberikan hasil dan kualitas yang terbaik dari dua jenis jarak pagar yang berbeda berdasarkan kandungan ALB minyaknya (ALB rendah dan ALB tinggi). 2) Mendapatkan metode pemurnian biodiesel pengganti metode konvensional yang menggunakan air panas di dalam pencucian biodiesel. 3) Mendapatkan kondisi proses ekstraksi dan transesterifikasi biodiesel secara in-situ yang optimal yang dapat menghasilkan bungkil biji jarak pagar kaya protein yang tidak beracun dan dapat digunakan sebagai pakan ternak. 4) Mendapatkan metode detoksifikasi untuk menghasilkan bungkil jarak pagar kaya protein yang tidak beracun sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan melalui detoksifikasi. 5) Mendapatkan rancangan proses pembuatan biodiesel untuk mengolah dua jenis jarak pagar yang berbeda berdasarkan kandungan ALB minyaknya dan melakukan kajian tekno-ekonomisnya.

37 7 6) Mendapatkan data dampak lingkungan berdasarkan kajian LCA dari proses konvensional dibandingkan dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proses pembuatan biodiesel yang dikembangkan dalam penelitian ini. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar, peningkatan nilai tambah pengolahan jarak pagar melalui pemanfaatan bungkil jarak pagar hasil ekstraksi minyak dan menekan biaya produksi biodiesel. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar, kandungan gizi dan kandungan racun bungkil dari dua jenis minyak jarak yang berbeda berdasarkan kandungan asam lemak bebas minyaknya. 2) Pembuatan biodiesel jarak pagar menggunakan katalis homogen NaOH, heterogen CaO, dan transesterifikasi secara in-situ. 3) Pemurnian biodiesel menggunakan adsorben bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat dan asam klorida dan menguji kualitas biodiesel yang dihasilkan. 4) Detoksifikasi terhadap bungkil jarak hasil ekstraksi minyak jarak dan uji toksisitas bungkil hasil detoksifikasi dan bungkil jarak pagar hasil trasesterifikasi secara in-situ pada tikus percobaan. 5) Perancangan proses pembuatan biodiesel, analisis kelayakan tekno-ekonomi dan kajian mengenai dampak lingkungan menggunakan metode LCA. Kerangka logis penelitian ini ditampilkan pada Lampiran Kebaruan Kebaruan dari penelitian ini adalah perancangan proses produksi biodiesel jarak pagar menggunakan kalsium oksida (CaO) dari hasil pembakaran batu kapur sebagai katalis, mengaplikasikan bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat

38 8 sebagai adsorben di dalam pemurnian biodiesel, dan mengintegrasikan proses pembuatan biodiesel ini dengan proses ekstraksi minyak dan detoksifikasi bungkil.

39 2 TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan ditinjau secara ringkas mengenai referensi ilmiah/pustaka yang menimbulkan gagasan dan mendasari penelitian ini. Aspek biologi dan fisiko-kimia jarak pagar dijelaskan paling awal. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara lengkap mengenai tanaman jarak pagar dan sifatsifat yang dimiliki oleh minyaknya untuk dijadikan biodiesel pada penelitian ini. Teknik produksi dan kualitas biodiesel dijelaskan berikutnya, dimana dasar kimia pembuatan biodiesel, kualitas biodiesel dan faktor-faktor yang mempengaruhi diterangkan secara lengkap. Status dan kondisi terkini (state of the art) penelitian yang telah dilakukan mengenai konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel dijelaskan secara lebih mendalam pada sub-bab selanjutnya. Aspek teknoekonomi dan analisis Life Cycle Assessment (LCA) merupakan bagian terakhir yang dijelaskan sebelum ditutup dengan sub-bab pengembangan proses pembuatan biodiesel jarak pagar. 2.1 Aspek Biologi dan Fisiko-Kimia Jarak Pagar Taksonomi dan Deskripsi Botani Jarak Pagar Genus Jatropha termasuk ke dalam suku Joannesieae dan keluarga Euphorbiaceae yang terdiri dari sekitar 170 spesies yang telah dikenal. Linnaeus (1753) adalah orang yang pertama memberikan nama Jatropha L kepada jarak dalam "Species Plantarum" dan ini masih berlaku sampai sekarang. Nama genus Jatropha berasal dari kata Yunani jatr'os (dokter) dan troph'e (makanan), yang menunjukkan penggunaannya sebagai obat. Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan dan dapat tumbuh pada area dengan curah hujan rendah sampai tinggi ( mm per tahun). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan saat ini banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan Tengah, Asia Tenggara, India dan Afrika. Jarak pagar berpotensi untuk memperbaiki lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup penduduk pedesaan di negara tropis karena pemanfaatannya yang sangat beragam. Tanaman ini dapat

40 10 digunakan untuk mencegah atau mengontrol erosi, reklamasi lahan, meningkatkan kesuburan tanah dan tanaman pagar. Dilihat dari potensinya, terutama sebagai tanaman penghasil minyak, data biji jarak dunia yang berasal dari perkebunan masih belum berarti. Namun demikian, dipercayai bahwa sekitar juta ha lahan sudah ditanami jarak di seluruh dunia (Makkar and Becker 2009). Di Indonesia, promosi penanaman jarak pagar dimulai pada tahun 2005 dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak dunia yang sangat tinggi dan dikuranginya subsidi BBM oleh pemerintah Komposisi Kimia dari Berbagai Bagian Tanaman Jarak Pagar Biji jarak memiliki berat rata-rata 0,75 gram dan daging buah mengandung protein 27-32% dan minyak 58-60%. Bungkil biji jarak dari sisa ekstraksi minyak (fully defatted) memiliki kandungan protein 55-58% (Tabel 1 dan 2) dengan komposisi asam amino esensial yang tinggi (Tabel 3) (Makkar et al. 1998; Martı nez-herrera 2006; Makkar and Becker 2009). Komposisi asam amino esensial yang ada pada jarak (kecuali lisin) memperlihatkan pola yang identik dengan asam amino yang ada pada kedele (Vasconcelos et al. 1997). Tabel 1 Komposisi kimia daging biji tanaman jarak dari berbagai varitas (Makkar et al. 1998; Martı nez-herrera et al. 2006) Item Varitas Cape Verde Nicaragua Ife-Nigeria Mexico, tidak beracun Bahan Kering 96,6 96,9 95,7 94,2 Analisis, % bahan kering Protein kasar 22,2 25,6 27,7 27,2 Lipida 57,8 56,8 53,9 58,5 Abu 3,6 3,6 5,0 4,3 Bahan kimia yang dapat diisolasi dari berbagai bagian tanaman yang ditampilkan pada Tabel 4. Bahan kimia ini dapat digunakan dalam aplikasi industri. Tergantung pada varietas bibitnya, daging buah mengandung 40-60% minyak (Liberalino et al. 1988; Gandhi et al. 1995; Sharma et al. 1997; Makkar et al. 1997; Openshaw 2000), yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan

41 11 seperti sebagai pelumas, untuk membuat sabun dan yang paling penting adalah sebagai bahan utama biodiesel. Tabel 2 Komposisi kimia (% bahan kering) bungkil biji jarak pagar dari berbagai varitas (Makkar et al. 1998; Martı nez-herrera et al. 2006) Komponen Varitas Cape Verde Nicaragua Ife-Nigeria Tidakberacun, Mexico Yautepec Morelos state a Bungkil kedele Protein kasar 56,4 (57,3) 61,2 (61,9) 55,7 (56,1) 63,8 (64,4) 70,9 45,7 (46,5) Lipida 1,5 1,2 0,8 1,0 0,6 1,8 Abu 9,6 10,4 9,6 9,8 12,1 6,4 Energi kotor (MJ kg -1 ) 18,2 18,3 17,8 18,0 18,2 19,4 *angka dalam kurung menyatakan kandungan bebas lipida. a) (Martı nez-herrera et al. 2006). Tabel 3 Komposisi asam amino (g/16 g nitrogen) dari bungkil jarak pagar (Makkar and Becker 2009) Asam amino Varitas Beracun Varitas Tidak Beracun Bungkil kedele Esensial Metionin 1,91 1,76 1,22 Sistin 2,24 1,58 1,70 Valin 5,19 5,30 4,59 Isoleusin 4,53 4,85 4,62 Leusin 6,94 7,50 7,72 Fenilalanin 4,34 4,89 4,84 Tirosin 2,99 3,78 3,39 Histidin 3,30 3,08 2,50 Lisin 4,28 3,40 6,08 Arginin ,90 7,13 Treonin 3,96 3,59 3,76 Triptofan 1,31 Tidak terdeteksi 1,24 on-esensial Sirin 4,80 4,82 5,67 Asam glutamate 14,68 15,91 16,90 Asam aspartat 9,49 9,92 11,30 Prolin 4,96 3,80 4,86 Glisin 4,92 4,61 4,01 Alanin 5,21 4,94 4,23

42 12 Tabel 4 Komposisi bahan kimia bagian tanaman jarak pagar Bagian Komposisi Kimia Rujukan Tanaman Kulit batang β-amirin, β-sitosterol dan taraxerol Forbol ester Mitra et al. (1970) (Makkar and Becker, 2009) Daun Triterpen stigmasterol siklik, stigmast-5- en-3β, 7 β-diol, stigmast-5-en-3β, 7 α- diol,campesterol, β-sitosterol, 7-keto- β- sitosterol, dan β-d-glikosida dari β- sitosterol, Flavonoid apigenin, vitexin, isovitexin, triterpen alkohol dan dua jenis flavonoid glikosida Forbol ester Mitra et al. (1970); Khafagy et al. (1977); Hufford dan Oguntimein (1987) Khafagy et al. (1977) (Makkar and Becker, 2009) Lateks Kurkasiklin A, Oktapeptida siklik enzim protease kurkain Kurkasiklin A Van den Berg et al. (1995) Auvin et al (1997) Nath dan Dutta (1991) Biji Kurkin, lektin Forbol ester Esterase, Lipase Stirpe et al. (1976) Adolf et al. (1974), Makkar et al. (1997) Staumann et al. (1999) Daging buah dan bungkil Fitat, saponin dan inhibitor tripsin Aregheore et al. (1997), Makkar and Becker (1997), Wink et al. (1997) Akar β-sitosterol dan β-d-glicoside dari β- sitosterol, marmesin, propacin, kurkulatiran A dan B, kurkuson A-D, diterpenoid jatrophol, jatropholon A dan B, kumarin tomentin, kumarino-lignan jatrophine juga taraxerol Forbol ester Naengchomnong et al. (1986, 1994) Makkar and Becker 2009

43 Komposisi Asam Lemak dan Sifat Fisiko-Kimia dari Minyak Jarak Pagar Tabel 5 menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar. Ia terdiri dari 23,6% berupa asam lemak jenuh terutama dari palmitat, stearat, dan asam miristat dan 76,4% berupa asam lemak tak jenuh yang terdiri dari terutama oleat, linoleat dan asam palmitoleat. Metil ester dari asam lemak jenuh meningkatkan titik awan dan bilangan setana, dan meningkatkan stabilitas. Sementara itu, metil ester dari asam lemak tak jenuh mengurangi titik kabut, bilangan setana dan stabilitas (Gubitz et al. 1999). Tabel 5 Kandungan asam lemak minyak jarak pagar 1 b 2 c Rataan Nama Umum ama IUPAC Formula Struktur a Berat (%) Kaprat Asam Dekanoat C 10 H 20 O 2 C10:0 0,1 0,1 Laurat Asam Dodekanoat C 12 H 24 O 2 C12:0 Miristat Asam Tetradekanoat C 14 H 28 O 2 C14:0 0,1 0,1 0 0,1 1,4 Palmitat Asam Heksadekanoat C 16 H 32 O 2 C16:0 15,1 13,6 14,1-15,3 14,2 15,6 Stearat Asam Oktadekanoat C 18 H 36 O 2 C18:0 7,1 7,4 3,7-9,8 6,9 9,7 Arachidat Asam Eikosanoat C 20 H 40 O 2 C20:0 0,2 0,3 0-0,3-0,4 Behenat Asam Dokosanoat C 22 H 44 O 2 C22:0 0,2-0-0,3 - - Miristoleat Palmitoleat Oleat Linoleat linolenat Cis-9, Asam Tetradekanoat Cis-9, Asam Heksadekanoat Cis-9, Asam Oktadekanoat Cis-9, Cis-12, Asam Oktadekanoat Cis-6, Cis-9, Cis-12, Asam Oktadekanoat C 14 H 20 O 2 C14:1 C 16 H 30 O 2 C16:1 0,9 0,8 0-1,3 1,4 - C 18 H 34 O 2 C18:1 44,7 34,3 34,3-45,8 43,1 40,8 C 18 H 32 O 2 C18:2 31,4 43,2 29,0-44,2 34,4 32,1 C 18 H 30 O 2 C18:3 0,2-0-0,3 - Jenuh 22,8 21,7 22,6 23,7 27,1 23,6 Tidak Jenuh 77,2 78,3 77,4 76,3 78,9 76,4 Sumber: 1 dan 2. Foidl et al. (1995); 3. Gubitz et al. (1999), 4. Haas and Mittelbach (2000). 5. Azam et al. (2005). a Karbon dalam rantai:ikatan rangkap. b varitas Caboverde. c varitas Nicaragua

44 14 Jenis dan persentase asam lemak dalam minyak jarak pagar bervariasi tergantung pada varietas tanaman dan kondisi pertumbuhan tanaman. Sifat fisik minyak jarak dibandingkan dengan minyak dari tanaman lainnya dan diesel dapat dilihat pada Tabel 6. Sementara sifat fisiko-kimia biodiesel dari jarak pagar ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 6 Sifat fisik minyak jarak pagar dibandingkan dengan minyak dari tanaman lainnya dan diesel (Jain and Sharma 2010) Asal Minyak Bilangan Setana Nilai Panas (MJ/kg) Titik kabut ( o C) Titik tuang ( o C) Viskositas kinematik (cst pada 38 o C) Jarak pada 30 o C Titik Nyala Bobot jenis pada 15 o C 240 0,912 Jagung 37,6 39,5-1, , ,9095 Biji kapuk 41,8 39,5 1,7-15,0 33, ,9148 Rapeseed 37,6 39,7-3,9-31,7 37, ,9115 Biji bunga matahari 37,1 39,6 7,2-15,0 33, ,9161 Wijen 40,2 39,3-3,9 9,4 35, ,9133 Kedele 37,9 39,6-3,9-12,2 32, ,9138 Sawit 42,0 39,5 31,0-39, ,9180 Diesel sampai sampai ,3-4, ,82-0, Biji Jarak Pagar dan Toksisitasnya Sifat beracun minyak dan bungkil jarak pagar telah dibuktikan dalam sejumlah studi (Adam 1974; Ahmed et al. 1979a and 1979b; Liberano et al. 1989). Zat antigizi yang ditemukan dalam bungkil jarak pagar adalah forbol ester (2,43 mg/g daging buah pada varitas beracun dan 0,11 mg/g daging buah pada varitas tidak beracun); lektin (102 mg/g daging buah pada varitas beracun dan 51 mg/g daging buah pada varitas tidak beracun); aktivitas penghambat tripsin (21,2 mg penghambatan/g bungkil pada varitas beracun dan 26,5 mg penghambatan/g bungkil pada varitas tidak beracun); fitat (9,7% dalam bungkil

45 15 jarak varitas beracun dan 8,9% dalam varitas tidak beracun ); Saponin (2,3% setara diosgenin dalam bungkil jarak varitas beracun dan 3,4% dalam varitas tidak beracun). Tabel 7 Sifat fisiko-kimia biodiesel jarak pagar (Sarin et al. 2007) Sifat (satuan) Metode uji ASTM 6751 Batas ASTM 6751 Titik Nyala ( o C) D-93 min Viskositas pada 40 o C (cst) D-445 1,9-6,0 4,40 Abu bersulfat (% massa) D-874 max. 0,02 0,002 Sulfur (% massa) D-5453 max.0,05 0,004 Titik kabut ( o C) D-2500 N.A 4 Korosi tembaga D-130 max.3 1 Bilangan setana D-613 min.47 57,1 Air dan endapan (volume) D-2709 max.0,05 0,05 Nilai netralisasi (mg.koh/g) D-664 max.0,80 0,48 Gliseerin bebas (% massa) D-6584 max.0,02 0,01 Gliserin total (% massa) D-6584 max.0,24 0,02 Fosfor (% mass) D-4951 max.0,001 <0,001 Suhu distilasi D % pada 360 o C 90% Stabilitas oksidasi (jam) Tidak tersedia Tidak tersedia 3,23 metil ester Jarak pagar Kurkin, protein beracun yang diisolasi dari biji, ditemukan untuk menghambat sintesis protein dalam studi in vitro. Tingginya konsentrasi forbol ester dalam biji jarak pagar telah diidentifikasi sebagai agen beracun utama jarak pagar yang bertanggung jawab atas toksisitas (Adolf et al. 1984; Makkar et al. 1997). Forbol ester ini ditemukan pada tumbuhan yang termasuk ke dalam keluarga Euphorbiaceae dan Thymelaeaceae (Ito et al. 1983). Beberapa kasus keracunan J. curcas L pada manusia setelah mengonsumsi biji secara kebetulan telah dilaporkan dengan gejala pusing, muntah dan diare dan dalam kondisi ekstrim bahkan telah dicatat menyebabkan kematian (Becker and Makkar 1998). Lektin diperkirakan juga menyebabkan toksisitas pada jarak pagar (Cano- Asseleih et.al. 1989), namun demikian, Aderibigbe et al. (1997) and Aregheore et al. (1998) menunjukkan bahwa lectin bukanlah senyawa racun utama dalam bungkil jarak pagar.

46 16 Perlakuan radiasi berion dapat berfungsi sebagai metode tambahan yang memungkinkan untuk proses inaktivasi atau penghapusan faktor antigizi tertentu seperti forbol ester, fitat, saponin dan lektin (Siddhuraju et al. 2002). Forbol ester stabil terhadap panas dan dapat menahan suhu setinggi 160 C selama 30 menit, sehingga tidak mungkin untuk menghancurkannya melalui perlakuan panas. Namun demikian, dimungkinkan untuk mengurangi konsentrasinya dengan perlakuan kimia walaupun hal ini mungkin terlalu mahal untuk memproduksi pakan dari jarak (Aregheore et al. 2003). 2.2 Tanaman Jarak Pagar sebagai Penghasil Energi Tipe bahan bakar yang dapat diperoleh secara langsung dari tanaman jarak pagar, adalah; kayu, seluruh buah dan bagian-bagian buah yang dapat dibakar secara terpisah atau dalam kombinasi. Tabel 8 menunjukkan nilai energi beberapa bagian tanaman jarak pagar. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa minyak jarak pagar dianggap paling potensial sebagai sumber bahan bakar nabati. Tabel 8 Nilai energi dari berbagai produk tanaman jarak pagar (Openshaw 2000) Bahan bakar Kadar abu Kadar (%) a air (%) Nilai energi (MJ/kg) Kayu c ,5 Komposisi buah (%) Buah utuh , Biji utuh , Kulit buah , Cangkang , Daging buah , Arang kayu ,0 Arang kulit ,3 Minyak e <0,1 0 40,7 f Bungkil e ,1 g a Kadar abu sebagai % berat kering (kadar air 0%). Semua abu dapat digunakan sebagai pupuk b Kadar air dinyatakan berdasarkan berat basah (bb); c Nilai energi kayu segar (kadar air 50%), 8,2 MJ/kg d Nilai energi buah segar (kadar air 43%), 12,8 MJ/kg; e Minyak dan bungkil hanya berasal dari daging buah, f g bukan keseluruhan biji; Nilai energi per liter 37.4 MJ (BJ 0,92).; Diasumsikan 70% dari daging buah merupakan bungkil dan 30% merupakan minyak

47 17 Solar adalah hidrokarbon yang memiliki 8-10 atom karbon per molekul, sementara minyak jarak memiliki atom karbon per molekul. Oleh karena itu, minyak jarak pagar lebih kental dibanding solar dan memiliki kualitas bakar yang lebih rendah. Penggunaannya secara langsung pada mesin tidak disarankan. Minyak jarak ditransesterifikasi menggunakan alkohol dan hidroksida menjadi biodiesel yang memiliki sifat mirip dengan solar. Reaksi ini mengurangi viskositas dan meningkatkan bilangan setana (Openshaw 2000). 2.3 Teknik Produksi dan Kualitas Bahan Bakar Biodiesel Dasar Kimia Pembuatan Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang dibuat dari minyak ataupun lemak (trigliserida). Lemak dikonversi menjadi biodiesel melalui reaksi kimia yang melibatkan alkohol. Asam lemak merupakan komponen utama lemak ataupun biodiesel. Dalam istilah kimia, asam lemak merupakan asam-asam karboksilat dalam bentuk seperti Gambar 1. Asam lemak yang tidak terikat dengan molekul yang lain dikenal dengan asam lemak bebas (Turner 2005). Gambar 1 Contoh struktur molekul asam lemak (asam laurat) Asam lemak yang terlihat pada Gambar 1 merupakan asam lemak ideal. Asam lemak sebenarnya memiliki variasi dalam jumlah atom karbonnya dan dalam jumlah ikatan rangkapnya. Gliserol yang merupakan hasil samping produksi biodiesel memiliki bentuk seperti pada Gambar 2.

48 18 CH 2 - OH CH - OH CH 2 - OH Gliserol Gambar 2 Struktur molekul gliserol Trigliserida terbentuk dari satu molekul gliserol, dikombinasikan dengan tiga asam lemak pada masing-masing kelompok OH (Gambar 3). Gambar 3 Contoh struktur molekul trigliserida (trilaurin). Bagian kiri adalah asam-lemak dan bagian kanan adalah gliserol Secara kimia, biodiesel merupakan alkil ester dari asam lemak. Molekul biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4. Ester biodiesel ini mengandung rantai asam lemak pada satu sisi, dan pada sisi yang lain adalah hidrokarbon atau yang disebut alkana. Oleh karena itu, biodiesel merupakan alkil ester asam lemak. Biasanya bentuk alkananya yang disebutkan dalam penamaan alkil ester, seperti dalam menamakan metil ester atau etil ester.

49 19 Gambar 4 Molekul Biodiesel. Pada bagian atas adalah metil ester, di bawah adalah etil ester Solar dan biodiesel keduanya merupakan campuran senyawa organik. Molekul solar yang ideal adalah setana. Dibandingkan dengan setana, alkil ester agak lebih panjang dan, lebih penting lagi, mengandung dua atom oksigen (Turner 2005). Kedua molekul ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Molekul setana (atas) dan etil ester (bawah). Biodiesel dan solar memiliki komposisi kimia yang agak berbeda. Solar umumnya terdiri dari 30-35% hidrokarbon aromatis dan 65-70% paraffin dan sedikit olefin, umumnya terdiri dari alkil ester dengan rantai C 10 sampai C 16 (Chang et al. 1996). Sebaliknya, biodiesel yang berasal dari rapeseed, kedele atau bunga biji matahari memiliki alkil ester dengan rantai C 16 sampai C 18 dengan

50 20 satu sampai tiga ikatan rangkap setiap molekulnya. Minyak solar tidak mengandung oksigen, sementara oksigen biodiesel berkisar 11%. Perbedaan dasar antara minyak solar dengan biodiesel dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Perbedaan dasar antara minyak solar dengan biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004) Bahan bakar Solar Minyak Rapseed Biodiesel rapseed Komposisi C : H : O = 86,6: 13,4: 0 C : H : O = 77,6 : 11,5 : 10,9 C : H : O = 77,2 : 12,0 : 10,8 BM rata-rata Proses Produksi Biodiesel Prinsip dasar pembuatan biodiesel adalah transesterifikasi trigliserida dan esterifikasi asam lemak bebas. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menghasilkan metil ester dan gliserol dimana R 1, R 2, R 3 adalah hidrokarbon rantai panjang, kadang-kadang disebut rantai asam lemak. Biasanya, ada lima jenis rantai utama dalam minyak nabati dan minyak hewani: palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan linolenat. Bila trigliserida dikonversikan secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan akhirnya ke gliserol, 1 mol ester lemak dibebaskan pada setiap langkah (Ma dan Hanna 1999). Biasanya, metanol merupakan alkohol yang lebih disukai untuk memproduksi biodiesel karena biaya rendah.

51 21 Secara stoikiometri, reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol per 1 mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Reaksi ini merupakan reaksi yang dapat balik. Agar reaksi transesterifikasi bergeser ke kanan, maka diperlukan alkohol berlebih di dalam reaksi. Laju reaksi memberikan level tertinggi jika kelebihan 100% metanol digunakan. Dalam proses industri, nisbah molar (alkohol:minyak) 6:1 biasanya digunakan untuk memperoleh hasil metil ester yang yang lebih dari 98% (Srivastava and Prasad 2000; Meher et al. 2006).) Biasanya, katalis digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan konversi (Meher et al. 2006). Tabel 10 menunjukkan perbandingan berbagai teknologi untuk menghasilkan biodiesel. Metode yang umum digunakan untuk produksi biodiesel adalah transesterifikasi minyak nabati dengan metanol, dengan menggunakan katalis alkali, asam, enzim atau tanpa katalis (alkohol superkritis). Metode alkohol superkritis adalah metode transesterifikasi trigliserida dengan alkohol pada suhu dan tekanan diatas titik kritis alkoholnya tanpa menggunakan katalis (Saka and Kusdiana 2001; Kusdiana and Saka 2004; Song et al. 2008). Tabel 10 Perbandingan berbagai teknologi untuk menghasilkan biodiesel (Sharma et al. 2008) o Variabel Katalis Alkali Katalis Lipase Katalis Asam Superkritis 1 Suhu Reaksi (K) 2 ALB dalam bahan baku 3 Air dalam bahan baku 4 Hasil metil ester 5 Perolehan kembali gliserol 6 Pemurnian metil ester 7 Biaya Katalis dalam produksi Alkohol Produk tersabunkan Mengganggu reaksi Metil Ester Ester Ester Tidak berpengaruh Mengganggu Reaksi Normal Lebih Tinggi Normal Bagus Sukar Mudah Sukar - Pencucian Ulang Tidak ada Pencucian berulang Murah Relatif mahal Murah Sedang - -

52 22 Variabel penting yang mempengaruhi hasil biodiesel dari transesterifikasi; mereka adalah: suhu reaksi, nisbah molar alkohol dan minyak, katalis, lama reaksi, kehadiran air, ALB, dan intensitas pengadukan (Ma et al. 1999; Srivastava and Prasad 2000; Caili and Kusefoglu 2008; Akgun and Iscan 2008). Laju reaksi sangat ditentukan oleh suhu reaksi. Reaksi ini biasanya dilakukan dekat titik didih alkohol pada tekanan atmosfer (Srivastava and Prasad 2000). Minyak nabati dan lemak dapat mengandung sejumlah kecil air dan ALB. Untuk transesterifikasi menggunakan katalis alkali, katalis alkali yang digunakan akan bereaksi dengan ALB untuk membentuk sabun dan air (Gambar 7). Reaksi ini tidak diinginkan karena sabun menurunkan hasil biodiesel dan menghambat pemisahan ester dari gliserol. Selain itu, ia berikatan dengan katalis, hal ini menyebabkan katalis akan diperlukan lebih banyak dalam reaksi dan dengan demikian proses akan melibatkan biaya yang lebih tinggi (Gerpen et al. 2004). Gambar 7 Reaksi transesterifikasi ALB dengan katalis alkali menghasilkan sabun dan air (reaksi penyabunan) Air, baik berasal dari minyak dan lemak atau dibentuk selama reaksi penyabunan akan memperlambat transesterifikasi reaksi melalui reaksi hidrolisis. Ia dapat menghidrolisis trigliserida menjadi digliserida dan membentuk ALB. Reaksi hidrolisis ini ditunjukkan pada Gambar 8 (Leung et al. 2010). Gambar 8 Reaksi hidrolisis trigliserida dengan air menghasilkan asam lemak bebas dan digliserida

53 23 Namun demikian, ALB dapat bereaksi dengan alkohol membentuk ester (biodiesel) melalui reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam. Reaksi ini sangat berguna untuk penanganan minyak atau lemak dengan ALB tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9 (Leung et al. 2010). Gambar 9 Reaksi esterifikasi ALB dengan metanol menghasilkan metil ester dan air Perbedaan transesterifikasi dengan esterifikasi adalah, pada reaksi yang pertama, tri-ester dikonversi menjadi ester secara individu, maka disebut dengan transesterifikasi. Pada reaksi yang kedua, ester baru diciptakan, sehingga disebut dengan esterifikasi (Turner 2005) Proses Transesterifikasi Biodiesel Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (CaO) Produksi biodiesel atau lebih umum metil ester asam lemak dapat dikategorikan menjadi metode homogen, heterogen dan metode non-katalitik tergantung pada jenis katalis yang digunakan dalam proses. Secara tradisional, metode homogen merupakan metode yang digunakan dalam banyak produksi biodiesel komersial. Namun, metode ini memiliki banyak kelemahan. Seperti dilaporkan dalam berbagai kepustakaan, metode transesterifikasi heterogen terbukti lebih unggul dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen terutama pada pemisahan dan pemurnian produk metil ester (Ma and Hanna 1999; Fukuda et al. 2001; Van Gerpen 2005; Demirbas 2007; Singh 2008). Dalam metode homogen, reaktan, katalis dan metil ester semua berada dalam fase cair, sehingga menghasilkan proses pemisahan cair-cair yang komplek. Pemulihan katalis homogen juga susah, sehingga mengakibatkan hilangnya bahan berguna. Katalis larut sepenuhnya dalam lapisan gliserin dan sebagian di lapisan metil ester. Akibatnya, biodiesel harus dibersihkan melalui proses pencucian air yang lambat dan tidak ramah lingkungan. Gliserin yang terkontaminasi dengan katalis

54 24 memiliki nilai lebih murah di pasar saat ini (Demirbas 2007). Di sisi lain, metode heterogen, yang menggunakan katalis padat, tidak memiliki keterbatasan seperti katalis homogen. Proses pemisahan padat-cair relatif lebih mudah dibandingkan dengan proses pemisahan cair-cair membuat pemulihan katalis padat jauh lebih mudah. Disamping itu, metode heterogen menghilangkan pembentukan sabun, sehingga menghilangkan kebutuhan air dan mencegah pembentukan emulsi dalam campuran yang dapat menyulitkan proses pemisahan dan pemurnian. Saat ini ada banyak katalis heterogen layak digunakan dalam proses transesterifikasi seperti oksida logam (Kim et al. 2004; Xie et al. 2006; Liu et al. 2007; Yang and Xie 2007; Granados et al. 2007; Kansedo et al. 2009); kompleks logam (Ferreira et al. 2007), logam aktif dimuat pada penyangga (Xie and Li 2006; Xie et al. 2006), zeolit (Suppes et al ), resin (Shibasaki- Kitikawa et al. 2007; Lo pez et al. 2007) membran (Guerreiro et al. 2006; Dube et al. 2007), lipase (Ranganathan et al. 2008) dan hidrotalsit (Chantrell et al. 2005). Beberapa katalis heterogen ini sudah dipatenkan dan digunakan dalam produksi komersial biodiesel (Bournay et al. 2005). Katalis ini telah terbukti memiliki aktivitas tinggi terhadap proses transesterifikasi. Di antara beragam katalis, CaO adalah salah satu katalis heterogen memiliki sifat yang baik seperti kebasaan lebih tinggi, kelarutan rendah, harga yang lebih murah, dan lebih mudah untuk menangani daripada KOH (Huaping et al 2006). Berbagai percobaan transesterifikasi menggunakan katalis CaO telah dilaporkan. Namun, sebagian besar dari katalis tersebut ditambahkan bahan kimia tertentu dan digunakan pada minyak selain minyak jarak, seperti pada minyak kedelai (Kouzu et al dan 2008; Liu et al. 2008), minyak bunga matahari (Granados et al. 2007; Demirbas 2007; Yan et al Veljkovic et al. 2009; Kawashima et al. 2009; minyak rapeseed (Huaping et al. 2006; Yan et al. 2008) dan microalgae (Umdu et al. 2009). Hanya satu dari katalis ini digunakan pada jarak pagar (Huaping et al. 2006), dimana CaO komersial direndamkan pada larutan ammonium karbonat sebelum dikalsinasi. Karena metode cuci air tidak cocok untuk memurnikan biodiesel yang disintesis menggunakan katalis CaO, maka pemurnian biodiesel dilakukan dengan menggunakan asam sitrat (Huaping et al. 2006). Dalam penelitian ini, katalis yang digunakan adalah CaO yang

55 25 berasal dari pembakaran batu kapur (CaCO 3 ) tanpa perendaman dengan bahan kimia tertentu. Sementara itu, pemurnian biodiesel dilakukan dengan menggunakan bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat Proses Transesterifikasi Biodiesel secara In-situ Beberapa penyebab tingginya biaya produksi biodiesel adalah biaya penyediaan bahan baku yang tinggi dan implementasi proses produksi yang secara operasional tidak efisien. Salah satu alternatif adalah melakukan integrasi antara ekstraksi minyak dan transesterifikasi (Hernandez 2005). Proses ini dinamakan dengan transesterifikasi in-situ (Harrington and Evans 1985). Transesterifikasi in situ (Harrington dan D 'Arcy-Evans 1985; Siler-Marinkovic dan Tomasevic 1998; Kildiran et al. 1996; Hass et al. 2004), merupakan sebuah metode produksi biodiesel yang memanfaatkan produk-produk asli pertanian mengandung minyak sebagai sumber trigliserida untuk langsung di-transesterifikasi-kan. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa metode ini sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran partikel, suhu, konsentrasi pelarut, kadar air dan pengadukan berpengaruh terhadap hasil dan selektivitas (Hernadez et al. 2005; Georgogianni 2008) dan penggunaan metanol alkali sebagai pelarut dapat menurunkan kandungan toksik dari biji seperti pada biji kapuk sehingga bungkil biji kapuk tersebut dapat digunakan sebagai sumber pakan kaya protein (Qian et al. 2008) Kualitas biodiesel dan faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia telah menyusun Standar Nasional Indonesia untuk kualitas biodiesel (SNI ). Standar ini disusun dengan memperhatikan standar sejenis yang sudah berlaku di luar negeri seperti ASTM D6751 di Amerika Serikat dan EN 14214:2002 (E) untuk negara Uni Eropa. Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metode uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11.

56 26 Tabel 11 Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metoda uji yang digunakan pada S I No Parameter Satuan Nilai Metoda Uji 1 Massa jenis pada 40 o C kg/m ASTM D Viskositas kinematik pada Mm2/s (cst) 2,3 6,0 ASTM D o C 3 Angka setana Min.51 ASTM D Titik nyala (mangkok tertutup) o C Min.100 ASTM D-93 5 Titik kabut o C ASTM D Korosi lempeng tembaga (3 Maks. ASTM D-130 jam pada 50 o C) No.3 7 Residu karbon %-massa ASTM D dalam contoh asli - dalam 10% ampas distilasi Maks.0,05 Maks.0,30 8 Air dan sedimen %-vol Maks 0,05 ASTM D-2709 ASTM D Suhu distilasi 90% o C Maks. 360 ASTM D Abu tersulfatkan %-massa Maks.0,02 ASTM D Belerang ppm-m (mg/kg) maks.100 ASTM D-5453 ASTM D Fosfor ppm-m Maks. 10 AOCS Ca (mg/kg) 13 Angka asam Mg KOH/g Maks.0,8 AOCS Cd 3-63 ASTM D Gliserol bebas %-massa Maks.0,02 AOCS Ca ASTM D Gliserol total %-massa Maks.0,24 AOCS Ca ASTM D Kadar ester alkil %-massa Min. 96,5 Dihitung* 17 Angka iod %-massa Maks.115 AOCS Cd Uji Halphen negatif AOCS Cd (A s -A a -4,57G ttl ) Catatan: Kadar ester (%-massa) = *) dengan pengertian: A s Adalah angka penyabunan yang ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3-25, mg KOH/g biodiesel A a Adalah angka asam yang ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3-63 atau ASTM D-664, mg KOH/g biodiesel G ttl Adalah kadar gliserol total dalam biodiesel yang ditentukan dengan metoda AOCS Ca 14-56, %massa A s Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh: kualitas minyak (feedstock), komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan (Gerpen 2004). Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin

57 27 bebas, gliserin terikat, alkohol, ALB, sabun, residu katalis, sulfur, aromatik dan abu (Gerpen 1996; Bajpai and Tyagi 2006). Viskositas kinematik menunjukkan resistansi aliran cairan pada kondisi gravitasi. Viskositas kinematik sama dengan viskositas dinamik/densitas. Parameter ini merupakan spesifikasi rancangan dasar untuk injektor bahan bakar yang digunakan pada mesin diesel (Gerpen et al. 2004). Viskositas adalah sifat yang paling penting dari biodiesel karena mempengaruhi pengoperasian peralatan injeksi bahan bakar, terutama pada suhu rendah saat kenaikan viskositas mempengaruhi fluiditas bahan bakar. Biodiesel memiliki viskositas yang mendekati bahan bakar diesel (Arisoy 2008). Bila viskositas tinggi, maka injektor tidak akan bekerja dengan baik (Gerpen et al. 2004). Densitas adalah berat biodiesel per satuan volume. Ia merupakan sifat penting lainnya dari biodiesel. Alat injeksi bahan bakar bekerja pada basis ukuran volume, sehingga apabila densitas lebih besar akan menyebabkan massa yang diinjeksikan lebih besar pula (Arisoy 2008). Densitas biodiesel akan meningkat dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap dan berkurangnya panjang rantai (Mittelbach and Remschmidt 2004). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Densitas biodiesel berdasarkan panjang rantai dan ikatan rangkapnya (Mittelbach and Remschmidt 2004) FAME Densitas (kg/m 3 ) FAME Densitas (kg/m 3 ) C 6 : C 16:0 884 C 8 : C 18:0 852 C 10 : C 18:1 874 C 12 : C 18:2 894 C 14 : C 18:3 904

58 28 Minyak nabati memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan biodiesel. Viskositas yang tinggi ini akan mempengaruhi kecepatan alir bahan bakar melalui injektor sehingga dapat mempengaruhi atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar. Selain itu, viskositas yang tinggi juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar bercampur dengan udara. Dengan demikian, viskositas yang tinggi tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan proses kimia transesterifikasi, untuk menurunkan viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar (Knothe 2005). Menurut Krisnangkura et al. (2006) viskositas dipengaruhi oleh jumlah karbon dari asam lemak penyusun biodiesel dan suhu. Jumlah karbon yang lebih banyak dan suhu yang lebih rendah cenderung menyebabkan meningkatnya kekentalan (Gambar 10). Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang diinjeksikan ke ruang bakar dapat terbakar secara spontan (setelah bercampur dengan udara). Semakin cepat bahan bakar mesin diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin tinggi angka setana bahan bakar tersebut (Prakash 1998). Viskositas (cst) Gambar 10. Viskositas kinematika asam lemak rantai pendek pada berbagai perbedaan suhu (Krisnangkura et al. 2006)

59 29 Cara pengukuran angka setana yang umum digunakan, seperti standar ASTM D613 atau ISO 5165, adalah dengan menggunakan heksadekana (C 16 H 34, yang memiliki nama setana) sebagai patokan tertinggi (angka setana = 100), dan 2,2,4,4,6,8,8 heptamethylnonane (HMN yang memiliki komposisi C 16 H 34 ) sebagai patokan terendah (angka setana =15) (Knothe 2005; Arisoy 2008). Menurut Prakash (1998), dari skala tersebut dapat diketahui bahwa hidrokarbon jenuh dengan rantai lurus memiliki angka setana yang lebih tinggi dibanding hidrokarbon rantai bercabang atau senyawa aromatik pada berat molekul dan jumlah atom karbon yang sama. Angka setana berkorelasi dengan tingkat kemudahan penyalaan pada suhu rendah (cold start) dan rendahnya kebisingan pada kondisi diam. Angka setana yang tinggi juga berhubungan dengan rendahnya polutan NO x (Knothe 2005). Secara umum biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi daripada solar (Gambar 11) (Prakash 1998). Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester (alkil ester asam lemak, misalnya) menyebabkan tingginya angka setana biodiesel dibandingkan dengan diesel (Knothe 2005). Hal inilah yang merupakan keunggulan yang nyata biodiesel dibanding dengan solar berkenaan dengan penampilan mesin dan emisi dan membuat mesin yang diberi bahan bakar biodiesel lebih lancar dan kurang berisik. Gambar 11 Perbandingan angka setana metil ester dari berbagai minyak nabati dengan minyak solar (nilai diambil dari Mittelbach and Remschmidt 2004)

60 30 Pada ester yang berasal dari lemak jenuh, angka setana dari alkil ester meningkat dengan meningkatnya panjang rantai asam lemaknya. Sebaliknya, angka setana akan menurun dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkapnya. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada Tabel 13. Titik nyala merupakan kemampuan terbakar (flammability) bahan bakar yang merupakan parameter untuk mengetahui dampak berbahaya selama perjalanan atau penyimpanannya (Mittelbach and Remschmidt 2004). Titik nyala dari metil ester murni > 200 o C, diklasifikasikan sebagai tidak-mudah terbakar. Walau bagaimanapun, selama produksi dan pemurnian biodiesel, tidak semua metanol dapat dihilangkan, sehingga membuat biodiesel menjadi mudah terbakar dan lebih berbahaya untuk menangani dan disimpan jika titk nyala ini di bawah 130 o C (Gerpen et al. 2004). Tabel 13 Perbandingan angka setana beberapa alkil ester dari berbagai asam lemak (Mittelbach and Remschmidt 2004) Angka setana Angka setana Angka setana Angka setana C10:0 C12:0 C14:0 C16:0 C18:0 C18:1 C18:2 C18:3 Metil ester asam lemak 47,9 60,8 73,5 74,3 75,7 55,0 42,2 22,7 Etil ester asam lemak ,8 53,9 37,1 26,1 1-propil ester asam lemak ,9 55,7 40,6 26,8 2-propil ester asam lemak ,6 96,5 86,6 - - Air dan sedimen merupakan ukuran untuk kebersihan bahan bakar. Jumlah air yang tinggi harus dihindari karena air dapat bereaksi dengan ester membentuk asam lemak bebas, dan dapat mendorong pertumbuhan mikroba pada tangki penyimpanan yang dapat menyebabkan terbentuknya sedimen (Gerpen et al. 2004; Bajpai and Tyagi 2006). Sedimen dapat menyumbat saringan dan dapat

61 31 berkontribusi pada pembentukan deposit pada injektor dan kerusakan mesin lainnya. Jumlah sedimen pada biodiesel dapat meningkat sepanjang waktu sebagaimana bahan bakar ini mengalami degradasi selama penyimpanan yang lama (Gerpen et al. 2004). Gliserol bebas merupakan gliserol yang hadir sebagai molekul gliserol dalam bahan bakar. Gliserol bebas merupakan hasil dari pemisahan yang tidak sempurna dari ester dan gliserol hasil reaksi transesterifikasi. Keberadaan gliserol bebas dapat menjadi sumber deposit karbon pada mesin disebabkan pembakaran yang tidak sempurna (Gerpen at al. 2004). Gliserol total merupakan jumlah gliserol bebas dan gliserol terikat. Gliserol terikat merupakan bagian gliserol dari mono-, di-, dan trigliserida. Peningkatan jumlah gliserol total merupakan indikator reaksi esterifikasi yang tidak sempurna (Gerpen at al. 2004). Bilangan iod pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Disatu sisi, keberadaan senyawa lemak tak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada suhu rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga berkorelasi dengan titik kabut (cloud point) dan titik tuang (pour point) yang juga rendah (Knothe 2005). Namun di sisi lain, banyaknya lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfir dan terpolimerisasi (Azam et al. 2006). Bilangan iod yang tinggi cenderung membentuk polimer dan membentuk deposit pada injector nozel, cincin piston dan cincin piston jika ia dipanaskan. Namun demikian hasil uji mesin mengindikasikan bahwa reaksi terjadi secara signifikan hanya pada ester asam lemak yang mengandung 3 atau lebih ikatan rangkap. Itulah sebabnya lebih baik membatasi kandungan ketidakjenuhan yang tinggi dalam biodiesel dibandingkan total ketidakjenuhan seperti yang dinyatakan oleh bilangan iod (Mittelbach and Remschmidt 2004) Bilangan asam merupakan ukuran langsung dari asam lemak bebas pada biodiesel. Asam lemak bebas dapat menyebabkan korosi. Bilangan asam ini dapat meningkat menurut waktu disebabkan bahan bakar akan mengalami degradasi disebabkan kontak dengan udara dan air (Gerpen at al. 2004).

62 32 Stabilitas penyimpanan berhubungan dengan kemampuan bahan bakar untuk menahan perubahan kimia selama penyimpanan. Perubahan ini biasanya terdiri dari oksidasi disebabkan adanya kontak dengan oksigen dari udara. Komposisi asam lemak biodiesel merupakan faktor penting dalam menentukan stabilitas terhadap udara (Gerpen et al. 2004). Angka setana, panas pembakaran (heat of combustion), titik cair dan titik didih, viskositas akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai dan kejenuhan dan menurun dengan meningkatnya ketidakjenuhan asam lemak (Graboski 1997; Prakash 1998; Knothe 2005). Tabel 14 menggambarkan profil asam lemak dari berbagai sumber minyak dan pengaruhnya terhadap sifat fisik biodiesel. Sementara Tabel 15 menunjukkan pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya. Tabel 14 Profil asam lemak beberapa minyak dan sifat sisik biodiesel yang dihasilkannya (Soriano et al. 2006) Komposisi asam lemak (%) Sifat Fisik Biodiesel Jenis Minyak 16:0 18:0 18:1 18:2 18:3 Viskositas dinamik,cp Viskositas Kinematik,cSt Titik tuang, o C Titik kabut, o C Titik nyala, o C Jenuh (%) SFO ,75 ± 0,01 4,30 ± 0,01-5,0 ± 0.0 1,0 ± ± 1 9 SBO ,58 ± 0,01 4,12 ± 0,01-2,0 ± 0.0 1,0 ± ± 2 15 PMO* ,33 ± 0,00 5,15 ± 0,02 12,0 ± ,0 ± ± 3 50 RSO ,85 ± 0,01 4,43± 0,02-13 ± 1.0-4,0 ± ± 0 4 *) Mengandung sekitar 1% asam lemak 14:0. SFO - minyak biji bunga matahari; SBO - minyak kedele; PMO minyak sawit; RSO minyak rapseed

63 33 Tabel 15 Pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya (Graboski, 1997; cit. Prakash, 1998; Knothe 2005) Asam Metil ester Rantai Jumlah Struktur Titik Titik Titik Titik Asam Karbon Cair o C Didih o C Cair o C Didih o C Kaprilat 8 CH 3 (CH 2 ) 6 COOH 16, Kaprat 10 CH 3 (CH 2 ) 8 COOH 31, Laurat 12 CH 3 (CH 2 ) 10 COOH 43, ,2 262 Miristat 14 CH 3 (CH 2 ) 12 COOH 58, Palmitat 16 CH 3 (CH 2 ) 14 COOH 62, Palmitoleat 16 CH 3 (CH 2 ) 5 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH Stearat 18 CH 3 (CH 2 ) 16 COOH 69, ,1 442 Oleat 18 CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH 16, ,9 -- Linoleat 18 CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CHCH 2 CH=CH(C H 2 ) 7 COOH Linolenat 18 CH 3 CH 2 CH=CHCH 2 CH=CHCH 2 C H= CH(CH 2 ) 7 COOH Arakidat 20 CH 3 (CH 2 ) 18 COOH 75, Eikosenoat 20 CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH(CH 2 ) 9 COOH Behenat 22 CH 3 (CH 2 ) 20 COOH Erukat 22 CH 3 (CH 2 ) 7 CH=CH(CH 2 ) 11 COOH Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan pada beberapa sifat bahan bakar FAME murni ditunjukkan pada Gambar 12 (Soriano et al. 2006). Semakin panjang rantai asam lemaknya maka semakin tinggi titik tuang, titik kabut, viskositas dan titik nyala. Namun demikian sifat tersebut akan turun dengan adanya ikatan rangkap.

64 34 Temperatur ( o C) Titik Tuang Titik Kabut C12 C14 C16 C18 C18:1 C18:2 Metil Ester Viskositas (40 o C) Dinamik (cp) Kinematik (cst) C12 C14 C16 C18 C18:1 Metil Ester Titik Nyala ( o C) C12 C14 C16 C18 C18:1 Metil Ester Gambar 12 Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan terhadap titik tuang, titik kabut, titik nyala, dan viskositas biodiesel (Soriano et al. 2006) Sifat Biodiesel pada Suhu Dingin (Cold temperature properties) Sifat bahan bakar terhadap perubahan suhu merupakan kriteria mutu yang penting pada daerah beriklim dingin. Untuk menguji sifat biodiesel pada suhu dingin (Cold temperature properties) beberapa parameter disarankan, diantaranya adalah: Titik kabut (cloud Point/CP), titik tuang (Pour point/pp), cold-filter plugging point (CFPP) dan low-temperature flow test (LTFT) serta cristalisation onset temperature (Tco)( Mittelbach and Remschmidt 2004). Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada Tabel 16.

65 35 Seperti halnya bahan bakar solar yang merupakan fraksi minyak bumi, biodiesel juga akan menjadi berkabut (cloudy) pada saat udara dingin, minyak akan berubah menjadi kristal lilin yang akan menyumbat saluran filter bahan bakar. Titik kabut (Cloud Point) merupakan suhu dimana kristal tersebut terlihat (Mittelbach and Remschmidt 2004). Titik kabut merupakan faktor kritis dalam penampilan hampir semua mesin diesel pada cuaca dingin (Gerpen et al. 2004). Tabel 16 Nilai CP, PP dan CFPP solar dibandingkan dengan biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004) Nilai Solar Rape Zaitun Biji bunga kedele kelapa sawit tallow seed matahari CP PP CFPP Bila udara menjadi lebih dingin, maka kristal lilin tersebut akan menjadi gel dan memadat sehingga tidak dapat mengalir. Suhu terendah dimana biodiesel mulai tidak mengalir disebut dengan titik tuang (pour point) (Mittelbach and Remschmidt 2004). Alkohol yang lebih panjang atau alkohol sekunder memperbaiki sifat mengalir (flow properties) dari biodiesel yang dihasilkan (Foglia et al. 1997) dan (Lang et al. 2001). Untuk melihat pengaruh panjang rantai alkohol terhadap sifat mengalir (flow properties) dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pengaruh alkohol yang lebih panjang atau alkohol sekunder terhadap sifat mengalir (flow properties) dari alkyl ester (biodiesel)(foglia et al. 1997) Alkil ester CP ( o C) PP ( o C) CFPP Metil ester Etil ester propil ester butil ester butil ester 9 0 4

66 Konversi Minyak Jarak Pagar Menjadi Biodiesel Biodiesel atau alkil ester dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida minyak. Transesterifikasi berfungsi untuk menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol. KOH. Katalis yang biasa digunakan adalah NaOH atau Komposisi asam lemak minyak jarak dibandingkan dengan minyak rapseed dan kedele tercantum pada Tabel 18. Sementara itu bagaimana perbandingan sifat solar (diesel), minyak jarak dan biodiesel dari jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 18 Distribusi asam lemak minyak jarakpagar, rapeseed dan kedelai (% berat) No Asam lemak Minyak jarak b Minyak Rapeseed Minyak kedelai 1 Asam miristat 0-0,1 1 0,1 2 Asam palmitat 14,1-15,3 3,5 11,4 3 Asam stearat 3,7-9,8 0,9 3,2 4 Asam arakidat 0-0,3 0,4-2,4 0,2 5 Asam behenat 0-0,2 0,6-2,5 0,3-2,4 6 Asam palmitoleat 0-1,3 0-0,1 0,1-1 7 Asam oleat 34,3-45,8 64,1 21,8 8 Asam linoleat 29-44, ,9 9 Asam linolenat 0-0, ,3 a Diadopsi dari Guvitz, Mittelbach and Trabi (1999) Tabel 19 Sifat solar, minyak dan metil ester dari minyak jarak pagar (Mittelbach and Remschmidt 2004) Sifat Solar Minyak jarak Metil ester Metanol minyak jarak 1. Densitas (kg m -3 ) , Kalori (kj kg -1 ) Viskositas (cst) ,93 5, Bilangan setana Titik nyala ( o C) Residu Karbon (%) 0,1 0,64 0,5 0,0

67 37 Tabel 20 menunjukkan hasil penelitian mengenai produksi biodiesel jarak pagar pada berbagai kondisi. Jenis dan jumlah variabel seperti alkohol, ALB, rasio molar, katalis, reaksi suhu, waktu reaksi, kecepatan dan cara mengaduk mempengaruhi hasil dan konversi biodiesel. Ada beberapa variasi proses transesterifikasi minyak nabati dalam produksi biodiesel jarak pagar yang tersedia saat ini. Di antaranya adalah perlakuan menggunakan katalis homogen (Foidl et al. 1996; Sudrajat et al. 2005; Tiwari et al. 2007; Sarin et al. 2007; Chitra et al. 2008; Berchmans and Hirata 2008 ); katalis heterogen (Huaping et al. 2006; Vyas et al. 2009) atau katalis enzim (Su et al. 2007; Shah and Gupta (2007); (Rathore and Madras 2007; Shah and Gupta 2007; Devanesan et al. 2007; Tamalampudi et al. 2008; Su et al. 2009), alkohol superkritis tanpa katalis (Rathore and Madras 2007; Tang et al. 2007) dan katalisis menggunakan enzim lipase dan ekstraksi secara in situ (Su et al. 2007), hidrolisis dan esterifikasi tanpa katalis (Su et al and Shuit et al. 2010).

68 38 Tabel 20 Produksi biodiesel dari jarak pada berbagai kondisi proses o Minyak 1 ALB 0,29-1,27% ALB 0,29-1,27% Tahapan Transesterifikasi Dua tahap Katalis alkali Katalis alkali Dua tahap Katalis alkali Katalis asam Alkohol/ Donor alkil Metanol Metanol Etanol Etanol Molar Ratio (alkohol/ donor alkil :minyak) 4,50: 1 mol (dua bagian) (satu bagian) Katalis KOH 1.5wt% (dua bagian) (satu bagian) 6,9:1,14 mol KOH 1.5wt% H 2 SO 4, 2wt% Suhu Reaksi (K) Waktu Pengadukan Hasil (% bobot) 30 mnt 30 mnt 90 mnt 6 jam ada ada ada ada 92% 88.4% Referensi Foidl et al. (1996) Foidl et al. (1996) 2 ALB 3.09% 3 ALB 44.15% 4 Tidak dijelaskan 5 Tidak dijelaskan 6 Tidak dijelaskan Satu tahap Metanol 20 w/w % NaOH 1wt% mnt ada 98% Chitra et al. (2005) Dua tahap: Katalis asam Metanol 20% v/v H 2 SO 4 2% mnt Sudradjat et Katalis alkali Metanol 40% v/v KOH 0.3% mnt al. (2005a) Dua tahap Katalis asam Metanol 20% v/v HCl 1% mnt Sudradjat et Katalis alkali Metanol 10% v/v NaOH 0.5% Satu tahap Propan-2-ol 4:1 30% Candida antarctica lipase B diimmobilisasi pada macroporous acrylic mnt al. (2005b) jam 150 rpm 92,8% Modi et al. ( 2006) Satu tahap metanol 9:1 CaO diaktivasi 1,5% 343 2,5 jam 93% Huaping et al. (2006)

69 39 Tabel 20 Lanjutan... 7 Tidak dijelaskan Satu tahap Etil asetat Nisbah Etil asetat: minyak 11:1 10% of Novozym-435 (immobilisasi Candida antarctica lipase B) jam 150 rpm 91,3% Modi et al. (2007) 8 Biji, KA (4.62%) 9 Tidak dijelaskan 10 2,71% ALB 11 ALB 14% 12 ALB 14,9% 14,9% 13 ALB 8,7% 14 air 1,5wt% Satu tahap: In situ reactive extraction Metil asetat Etil asetat Nisbah pelarut/biji 7.5:1 30% (w/w) of Novozym435 (lipase B from Candida antarctica, di immobilisasi pada macroporous acrylic Satu tahap Metanol 3:1 NaOH/KOH (1 wt % ) Satu tahap Biocatalyst Dua tahap: Katalis asam Katalis Alkali Satu tahap Katalis alkali Dua tahap Katalis asam Katalis Alkali Etanol 4:1 Pseudomonas cepacia lipase diimobilisai pada celite Metanol Metanol Metanol 0,28 v/v 0,16 v/v 70% w/w H 2 SO 4, 1.43% v/v KOH (3,5+bilangan asam w/v) NaOH, 3,3wt% Metanol 60% w/w H 2 SO 4, 1wt % 24% w/w NaOH 1.4% w/w Satu tahap Metanol 4 : 1 Immobilized P flourescence 6% w/v dari minyak Satu tahap Metanol 3 : 1 Lipase 6 wt % dari minyak jam 180 rpm 86,1% 87,2% Su et al. ( 2007) 2-4 jam ada Sarin et al. (2007) jam 200 rpm 98% Shah and Gupta (2007) min 24 min >99% Tiwari et al. (2007) 2 jam 400 rpm 55% Berchmans and Hirata (2007) 1 jam jam jam 150 osicillation/ min shaking 90% 72% Devanesan et al. (2007) jam 150 rpm 80% Tamalampudi (2008)

70 40 15 RBDO Satu tahap Metanol Etanol 9 : 1 9 : 1 NaOCH 3 0.8% NaOCH 3 0.8% mnt 45 mnt 300 rpm 300 rpm 96,29% 96,29% Tapanes et al. (2008) 16 ALB- Satu Tahap Metanol 12:1 Katalis jam 600 rpm 84% Vyas et al. 5.29% 35%KNO 3 /Al 2 O 3 (6%) (2009) 17 ALB- 4,3% Satu Tahap Metanol Tidak dijelaskan KOH jam 5000rpm 98% De Oliveira et al. (2009) ALB-7% Dua tahap Metanol 12wt% H 2 SO 4, 1% jam Lu et al. (2009) 18 Metanol 20:1 to ALB 6:1 Metatitanic acid, 4% KOH, 1,3% mnt 20 mnt 1500rpm 97% 98% 19 Tidak dijelaskan Dua Tahap Air 4:1 (v/v) 217:1 Hidrolisis 543/ 27MPa 25 mnt 97% Ilham and Saka (2010) dimetil karbonat Non-katalitik 573/ 9MPa 15 mnt 20 Bubuk jarak Dua tahap n-hexane 10:1(w/w)+ 5:1 (w/w) Novozym435, 10%(w/w) 6 jam 2jam 180rpm 180 rpm 45,9% Su et al. (2009) Novozym435, metanol 3:1 10%(w/w) 10jam 180rpm 59,4% Bubuk jarak Tidak dijelas kan 20 g, bubuk daging biji Satu tahap insitu Dua tahap etanol dimetil karbonat/ dietil karbonat Air:asam asetat 99% (100 ml: 0,25 ml) Metanol 3:1 10 ml minyak Satu Tahap Metanol Metanol:biji (7.5ml/g) Novozym435, 10%(w/w) Hidrolisis Non-katalitik H 2 SO 4 (15 wt% dari biji) dan n-hexane (10 vol% of solvent) 180rpm jam 180 rpm. 77,6 543/11 Mpa 1 jam 84,2 92% Su et al. (2009) Chen et al. (2010) 563/11 1 MPa 15 menit 99% jam 99,8% Shuit et al. (2010)

71 41

72

73 Potensi Bungkil Jarak Pagar sebagai Sumber Protein untuk Pakan Meskipun biji jarak pagar kaya dengan minyak dan protein, namun ia sangat beracun sehingga tidak cocok untuk konsumsi manusia atau hewan secara langsung (King et al. 2009). LD 50 bagi konsumsi forbol ester untuk tikus jantan adalah 27,34 mg / kg massa tubuh; dan LD 5 dan LD 95 adalah 18,87 dan 39,62 mg / kg massa tubuh, masing-masingnya (Li et al. 2010). Pemanfaatan bungkil jarak pagar yang layak dan sukses tidak dapat dicapai tanpa penghilangan semua senyawa anti gizi (Gaur 2009). Mart'ınez-Herrera et al. (2006) mempelajari kualitas gizi dan dampak berbagai perlakuan (teknik pemrosesan hidrotermal, ekstraksi pelarut, ekstraksi pelarut ditambah NaHCO 3 dan perlakuan dengan radiasi ion) untuk menonaktifkan faktor antigizi daging buah jarak pagar yang lemaknya telah dihilangkan pada varitas yang beracun dan tidak beracun dari berbagai daerah di Meksiko. Inhibitor tripsin dengan mudah dapat dinonaktifkan menggunakan uap panas dengan suhu 121 o C selama 25 menit. Fitat dapat diturunkan sedikit dengan irradiasi pada 10 kgy. Kandungan saponin dapat dikurangi melalui ekstraksi dengan etanol dan irradiasi. Ekstraksi dengan etanol, diikuti dengan NaHCO 3 0,07% menurunkan aktivitas lektin dan forbol ester sebesar 97,9% dalam biji. Sementara digestabilitas in vitro akan meningkat antara 78,6% dan 80,6%. Ia meningkat sekitar 86% melalui perlakuan panas. Bungkil jarak pagar yang diperoleh dari perlakuan 4,0% NaOH pada suhu 121 o C selama 30 menit diikuti baik dengan mencuci dua kali dengan 92% metanol atau empat kali dengan air suling, memperlihatkan hasil detoksifikasi yang bagus. Kandungan forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi dengan perlakuan ini menjadi tidak dapat dideteksi. Namun demikian, pada bungkil yang hanya dicuci dengan air, bungkil ini masih memiliki bau NaOH yang kuat dan hal ini memberikan dampak penerimaan yang negatif di dalam asupan makanan. Pencucian dengan metanol terlihat menjanjikan untuk detoksifikasi bungkil jarak asalkan metanol yang digunakan dapat didaur ulang sehingga biaya detoksifikasi menjadi ekonomis (Aregheore et al. 2003). Hasil penelilitian Chivadi et al. (2004) menunjukkan bahwa detoksifikasi bungkil jarak dengan pelarut hexan dan etanol diikuti dengan perlakuan uap panas 121 o C selama 30 menit belum dapat menghilangkan lektin dan tripsin secara

74 42 keseluruhan dan masih meninggalkan residu forbol ester (1,90 mg/g daging biji). Angka ini lebih tinggi daripada kandungan forbol ester pada jarak pagar yang tidak beracun (0,11 mg/g daging biji). Rakshit et al. (2008) menyelidiki pengaruh panas dan detoksifikasi bungkil secara kimia dan mengevaluasi perlakuan bungkil tersebut pada pertumbuhan dan histologinya pada tikus. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa perlakuan 2% NaOH atau 2% Ca(OH) 2 diikuti dengan uap panas dari autoklaf pada suhu 131 o C selama 30 menit dan pencucian dengan air (1:5 w/v) dapat menurunkan kandungan forbol ester secara sangat berarti. Namun demikian pada uji diet terhadap tikus jantan menunjukkan masih terjadi penurunan berat badan dan kematian tikus dihari ke-9. Hal ini disebabkan kandungan forbol ester masih lebih besar daripada kandungan forbol ester pada varitas jarak pagar tidak beracun. Untuk menghilangkan forbol ester tersebut, maka pada penelitian ini pencucian bungkil jarak setelah perlakuan 2% NaOH adalah dengan menggunakan metanol dan air. Menurut Goel et al. (2007), perlakuan panas yang diikuti dengan ekstraksi kimia dapat menghilangkan forbol ester dan menurunkan antigizi dan zat racun secara berarti. Bungkil jarak yang diperlakukan dengan cara ini dapat menjadi tidak berbahaya bagi tikus (Makkar and Becker 1997) dan ikan (Goel et al. 2007). Kandungan forbol ester daging biji jarak dirangkum pada Tabel 21. Disamping adanya kandungan toksik dan faktor antigizi, bungkil jarak juga mengandung jumlah kulit biji yang banyak (apabila kulit biji tidak dibuang sebelum dilakukan pengepresan minyak), maka ia tidak cocok digunakan pada diet binatang. Makkar et al. (2008) melakukan penelitian untuk mendapatkan konsentrat protein dari bungkil tersebut. Hasil konsentrat protein yang paling tinggi diperoleh apabila bungkil tersebut dilarutkan lebih dahulu dengan NaOH sehingga ph-nya menjadi 11 selama 1 jam dan suhu 60 o C, setelah itu protein diendapkan dengan menurunkan ph-nya menjadi 4 menggunakan HCl. Konsentrat protein yang dihasilkan dari perlakuan ini masih mengandung forbol ester 0,86 1,48 mg/g, inhibitor tripsin diperkirakan sepuluh kali lipat di dalam konsentrat protein dibandingkan dengan yang ada dalam bungkil.

75 43 Tabel 21 Kandungan forbol ester daging biji jarak pagar (J. curcas L.) No Substansi yang dianalisis Kandungan Rujukan Forbol ester (mg/g kernel) 1 Kernel varitas Cape Verde 2,70 Makkar and Becker (1997) 2 Kernel varitas Nicaragua 2,17 Makkar and Becker (1997) 3 Kernel varitas Mexico (tidak beracun) 0,11 Makkar and Becker (1997) 4 Bungkil yang diperoleh setelah ekstraksi dengan heksan dan dipanaskan 5 Bungkil yang diperoleh setelah perlakuan dengan 4.0% NaOH (b/b) dipanaskan pada 121 o C selama 30 menit diikuti dengan dua kali pencucian dengan methanol 6 Bungkil yang diperoleh setelah perlakuan dengan 4.0% NaOH (b/b) dipanaskan pada 121 o C s elama 30 menit diikuti dengan dua kali pencucian dengan air distilata 1,78 Aregheore et al. (2003) Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi a Aregheore et al. (2003) Aregheore et al. (2003) 7 Kernel Varitas dari India 6,05 Gaur (2009) 8 Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan heksan 9 Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan campuran heksan:methanol (9:1) 10 Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan heksan-metanol I- metanol II 11 Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan heksan-isopropil alkohol I-isopropil alkohol II 12 Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan heksan selama 1 harimetanol selama 3 hari 4,3 Gaur (2009) 2,1 Gaur (2009) 0,15 Gaur (2009) 1,5 Gaur (2009) 0,06 Gaur (2009) a walaupun forbol estertidak terdeteksi, namun karena kuatnya aroma aoh, maka diet pada tikus menggunakan bungkil ini secara organoleptik tidak dapat diterima

76 44 Sementara itu lektin dan fitat juga ada pada level yang tinggi. Hasil ini mengindikasikan bahwa konsentrat protein mesti didetoksifikasi dengan menghilangkan forbol ester dan menonaktifkan inhibitor lektin dan tripsin melalui perlakuan panas (Makkar et al. 2008). 2.6 Perancangan Proses dan Kajian Tekno-ekonomi Pembuatan Biodiesel Perancangan proses dimulai dengan adanya masalah yang mengekspresikan situasi saat ini dan adanya peluang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Peluang itu diwujudkan dengan melakukan serangkaian percobaan laboratorium. Sebelum sampai kepada perancangan proses yang lebih detail maka data laboratorium perlu melewati tahap verifikasi lebih lanjut, yang dapat dilakukan melalui percobaan pada kondisi dan kapasitas yang kita inginkan untuk mendapatkan basis data yang lebih detail, pengujian skala pilot atau mempersiapkan model simulasi (Seider et al. 1999). Pada penelitian ini, tahapan yang dipilih adalah melalui simulasi. Simulasi proses industri yang melibatkan banyak satuan operasi seperti layaknya sebuah pabrik, dilakukan sebelum kajian tekno-ekonomi dan analisis dampak lingkungan. Simulasi proses banyak dilakukan dengan bantuan perangkat lunak HYSYS (Zhang et al. 2003a). Walaupun terdapat perbedaan antara keputusan simulasi proses dengan pengendalian proses yang sebenarnya, perangkat lunak simulasi proses seperti HYSYS 3.2 dapat memberikan informasi pengendalian proses yang bisa dipercaya karena mempunyai paket termodinamik serta kaedah perhitungan yang komprehensif. Karena proses produksi biodiesel dilakukan secara batch, maka hasil perhitungan simulasi perancangan proses oleh HYSYS disesuaikan dengan kondisi operasi sistem batch menggunakan spreadsheet Microsoft Excel. Langkah pertama dalam mengembangkan simulasi proses batch ini adalah perancangan dasar (basic design) yaitu dengan membangun bagan alir proses, menghitung kesetimbangan massa, mengembangkan bagan waktu setiap proses, menghitung kesetimbangan energi dan membuat daftar peralatan yang digunakan. Langkah berikutnya adalah memperkirakan biaya produksi yang meliputi biaya peralatan, biaya pabrik secara keseluruhan, biaya peubah, dan biaya lainnya yang berguna untuk kajian tekno-ekonomi (Sakai et al. 2009).

77 45 Studi yang berkenaan dengan tekno-ekonomi proses produksi biodiesel telah banyak dipublikasikan. Diantara peubah sistem produksi yang dikaji, harga bahan baku minyak merupakan faktor utama yang menjadi kendala dalam komersialisasi biodiesel. Disamping itu kapasitas pabrik, teknologi proses, dan harga gliserol merupakan peubah paling nyata yang mempengaruhi kelangsungan hidup ekonomi produksi biodiesel (Nelson et al. 1994, Zhang et al. 2003b; Van Kasteren and Nisworo 2007; You et al. 2008; West et al. 2008; Marchetti and Errazu 2008; Sakai et al. 2009; Lim et al. 2009). Pada Tabel 22 dirangkum beberapa hasil penelitian berkenaan dengan kajian tekno-ekonomi proses produksi biodiesel.

78 46 Tabel 22 Kajian tekno-ekonomi berbagai proses produksi biodiesel No Kapasitas pabrik (ton/tahun) Teknologi Proses Katalis Minyak Biaya produksi ($/ton) Sinambung Homogen-basa virgin vegetable oil Sinambung Homogen - basa Minyak goreng bekas Sinambung Homogen- asam Minyak goreng bekas Sinambung Homogen -asam dan menggunakan Heksana Minyak goreng bekas Biaya Pabrik ($ juta) Hasil Kajian Kapasitas pabrik dan harga bahan baku minyak dan biodiesel merupakan faktor yang paling berpengaruh yang mempengaruhi keberlanjutan secara ekonomi Sinambung Tidak ada Minyak 442 2,0 Semakin besar kapasitas pabrik, Sinambung Tidak ada goreng bekas ,40 maka biaya produksi biodiesel akan semakin rendah Sinambung Homogen-basa Kedele 625 1,35 Kapasitas yang paling layak secara Sinambung Homogen-basa Kedele 582 4,04 ekonomi adalah ton/tahun Sinambung Homogen-basa Kedele ,67 Kapasitas pabrik, harga bahan baku minyak dan biodiesel, hasil gliserol dan biodiesel merupakan peubah yang paling signifikan Sinambung Homogen-basa Minyak goreng 520 1,59 Proses katalis Heterogen-Asam bekas merupakan proses yang paling Sinambung Homogen-Asam Minyak goreng 476 1,99 sederhana, mempunyai biaya bekas produksi paling rendah dan Sinambung Heterogen-Asam Minyak bekas 388 0,63 mempunyai nilai kembali modal yang paling tinggi Sinambung Tidak ada a Minyak bekas 459 2,15 Referensi Zhang et al. (2003b) Van Kasteren and Nisworo (2007) You et al. (2008) West et al. (2008)

79 Sinambung Homogen-basa Minyak goreng bekas Sinambung Homogen-asam Minyak goreng bekas Sinambung Heterogen-asam Minyak goreng bekas Sinambung Tidak ada a Minyak goreng bekas 429 7,42 Penggunaan katalis heterogen merupakan alternative teknologi 439 7,33 masa depan untuk produksi biodiesel tidak hanya karena jumlah efluen yang lebih rendah dan 425 5,15 bersahabat dengan lingkungan, tapi 918 8,44 juga menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian yang tinggi sehingga harganya lebih kompetitif. Marchetti and Errazu (2008) Homogen-basa Minyak Homogen-basa Minyak Heterogen-basa Minyak Curah KOH-W b goreng bekas Curah KOH-D c goreng bekas Curah CaO- W b goreng bekas Curah CaO-D c Heterogen-basa Minyak goreng bekas Sinambung, 300 C, tekanan 350 bar, 30 menit Sinambung, 350 C, tekanan 430 bar, 4 menit Sinambung, 310 C, tekanan 350 bar, 25 menit 598 6,48 Dalam rentang produksi ton/th ton/th, proses Curah 641 7,99 CaO-W proses yang paling murah biaya produksinya 584 6, ,30 Tidak ada a Rapeseed 2,16 Biaya modal total proses superkritis kali lebih tinggi dari metode konvensional menggunakan katalis homogen-alkali. Tidak ada a Rapeseed 2,01 Tidak ada a Rapeseed 2,10 Sakai et al. (2009) Lim et al. (2009) Keterangan: a metode alkohol superkritis; b metode metode pemurnian biodiesel dengan pencucian; c metode pemurnian biodiesel dengan distilasi

80 Analisis Penilaian Daur Hidup (LCA) dan Aplikasinya dalam Pengembangan Proses Setiap produk mempunyai daur hidup (life), mulai dari perancangan/pengembangan produk, diikuti oleh ekstraksi sumberdaya, proses produksi, penggunaan/konsumsi, dan akhirnya aktivitas akhir hayatnya (pengumpulan, penyortiran, pemanfaatan kembali, daur ulang, pembuangan limbah). Kesemua aktivitas atau proses ini akan menghasilkan dampak lingkungan dikarenakan konsumsi sumberdaya, emisi dari bahan-bahan yang digunakan ke lingkungan alam, dan perubahan lingkungan lainnya. Pembangunan yang berkelanjutan yang baik memerlukan metode dan alat yang membantu menghitung dan membandingkan dampak lingkungan dari barang dan jasa itu ke masyarakat (Rebitzer et al. 2004). Alat pengelolaan lingkungan yang memungkinkan menghitung beban lingkungan dan dampak potensialnya di dalam seluruh daur hidup produk, proses atau kegiatannya adalah Life Cycle Assessment (LCA) (Azapagic 1999). LCA merupakan kerangka metodologis untuk memperkirakan dan menilai dampak lingkungan dikaitkan dengan daur hidup suatu produk, seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, penciptaan troposfir ozon, eutrofikasi, asidifikasi, keracunan pada manusia dan ekosistem, penipisan sumberdaya, penggunaan air, penggunaan lahan, kebisingan dan lain-lainnya (Rebitzer et al. 2004). Meskipun telah digunakan pada beberapa sektor industri selama sekitar 20 tahun, LCA telah mendapatkan perhatian yang lebih luas dan pengembangan metodologi hanya sejak awal tahun 1990-an ketika relevansinya sebagai sebuah bantuan manajemen lingkungan di perusahaan dan pengambilan keputusan publik menjadi lebih jelas (Azapagic 1999). Analis LCA pada proses produksi biodiesel sudah dipublikasikan. Diantara variabel sistem LCA yang dikaji, teknologi proses, kapasitas pabrik, jenis bahan bahan baku minyak, besarnya masukan alkohol, energi dan lokasi pabrik merupakan variabel penting yang mempengaruhi hasil dari analisis LCA. (Bernesson et al. 2004; Kiwjaroun et al. 2009; Ndong et al. 2009; Xunmin et al. 2009; Papong et al. 2009; Gnansounou et al ).

81 Metodologi Analisis LCA Ada empat tahap dalam studi LCA: definisi tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori daur hidup (Life Cycle Inventory Analysis/LCI), Penilaian dampak daur hidup (Life Cycle Impact Assessment/LCIA), dan penafsiran (interpretation) (Finnveden 2009). Keempat tahap ini berinteraksi dengan semua fasa lain dalam prosedur LCA, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 13. Definisi Tujuan dan Ruang Lingkup. Komponen pertama dalam LCA ini melibatkan definisi yang jelas mengenai tujuan proyek yang terdiri dari pernyataan mengenai alasan-alasan untuk melaksanakan studi, aplikasi yang dimaksud, dan audiens yang dituju (ISO 2006a). Definisi ruang lingkup merupakan tempat di mana batas-batas sistem studi dijelaskan dan unit fungsional didefinisikan. Unit fungsional adalah ukuran kuantitatif dari fungsi yang diberikan oleh barang (atau jasa). Kerangka Kerja Life Cycle Assessment (LCA Tujuan dan Ruang Lingkup Analisis Inventori (LCI) Pengukuran Dampak (LCIA) Penafsiran Aplikasi Langsung: Pengembangan Produk dan Perbaikan Perencanaan Strategis Pembuatan Kebijakan Publik Pemasaran Aplikasi lainnya Gambar 13 Hubungan antar fase dalam LCA dan aplikasinya (Berdasarkan ISO 14040) Analisis Inventori Daur Hidup (LCI). Bagian ini terdiri dari penghitungan berbagai masukan/luaran seperti aliran energi, bahan atau kontaminan keseluruhan sistem (Ndong et al. 2009). Masukan sistem terdiri dari aliran yang berkaitan dengan lingkungan dari bahan dan energi yang digunakan selama daur hidup unit fungsionalnya. Keluaran dari sistem merupakan limbah dan emisi yang

82 50 dihasilkan dari penggunaan dari sumberdaya ini. LCI merupakan tahapan yang paling rumit dan memakan banyak waktu. Koleksi data dalam LCI melibatkan interview, survey, dan bentuk lain komunikasi pribadi dan pencarian data proses yang ada dalam basis data LCI (Point 2008). Penilaian Dampak Daur Hidup (LCIA). LCIA bertujuan untuk memahami dan mengevaluasi besar dan pentingnya dampak lingkungan yang potensial dari sistem yang diteliti (ISO 2006a). Penafsiran. Dalam Interpretasi, hasil dari tahapan sebelumnya dievaluasi dalam kaitannya dengan tujuan dan ruang lingkup untuk mencapai kesimpulan dan rekomendasi (ISO, 2006a) LCA untuk Perancangan Proses Satu aplikasi LCA yang baru muncul adalah dalam perancangan proses dan produk. Hal ini telah menghasilkan pengembangan alat LCA baru yang disebut daur hidup perancangan produk dan proses, Life Cycle Product/Process Design (LCPD) (Gambar 14) (Azapagic 1999). Gambar 14 Metodologi umum dari kerangka Life Cycle Product/Process Design (Azapagic 1999).

83 51 LCPD menawarkan potensi bagi inovasi teknologi dalam konsep dan struktur proses melalui seleksi alternatif bahan dan proses pada keseluruhan daur hidupnya. Pendekatan ini memberikan kerangka kerja potensial yang kuat untuk perancangan proses dimana secara simultan mengoptimalkan kriteria lingkungan, teknis, ekonomis dan kriteria lainnya. Pendekatan ini memberikan alat pengambilan keputusan yang kuat yang dapat membantu industri mengidentifikasi pilihan yang berkelanjutan untuk masa depan (Azapagic 1999). 2.8 Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar Penelitian produksi biodiesel dari jarak pagar telah dilakukan secara ekstensif sejak tahun Fokus penelitian terutama dilakukan untuk menemukan teknologi proses yang lebih efektif dan efisien untuk memproduksi bahan bakar biodiesel dari minyak jarak pagar. Tingginya harga dan terbatasnya bahan baku merupakan hambatan utama untuk komersialisasi yang berskala besar. Dengan demikian metode untuk mengurangi biaya produksi biodiesel jarak pagar harus dikembangkan (Nazir 2009b). Gambar 15 menunjukkan batasan sistem proses produksi biodiesel dari jarak pagar yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pengembangan proses produksi biodiesel jarak pagar. Gambar 15 Batasan sistem proses produksi biodiesel

84 52 Berdasarkan batasan sistem yang ada pada Gambar 15 kita dapat menghasilkan biodiesel dengan biaya produksi yang lebih rendah dan menghasilkan emisi dan limbah yang lebih sedikit yaitu dengan memperbaiki kualitas masukan biji jarak pagar, mengurangi jumlah dan biaya masukan, mengefiesienkan proses, meningkatkan luaran biodiesel dan meningkatkan nilai tambah produk samping serta mengurangi emisi/limbah.

85 3 PE GEMBA GA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR MELALUI TRA SESTERIFIKASI I - SITU, KATALIS HETEROGE KALSIUM OKSIDA, DETOKSIFIKASI DA UJI TOKSISITAS BU GKIL JARAK HASIL DETOKSIFIKASI 3.1 Pendahuluan Menurut Leung et al. (2010), jumlah ALB maksimum yang dapat diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah 2,5 %. Berdasarkan batasan ini, maka ada dua jenis minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel yaitu minyak dengan ALB rendah (<2,5%) dan minyak yang memiliki kandungan ALB yang tinggi (> 2,5%). Minyak dengan kandungan ALB yang rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sementara itu minyak dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan pendahuluan atau reaksi esterifikasi. Pada minyak jarak pagar yang memiliki kandungan ALB tinggi, ada dua proses yang dikembangkan. Proses pertama adalah esterifikasi menggunakan katalis heterogen bentonit yang diaktivasi dengan 5,3M HCl (Bentonit-HCl) (Nazir et al. 2009a) dan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. Proses kedua adalah esterifikasi menggunakan katalis homogen H 2 SO 4 (Tiwari et al. 2007) dan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. Sementara itu, proses esterifikasi menggunakan katalis homogen H 2 SO 4 dan transesterifikasi menggunakan katalis homogen NaOH (Tiwari et al. 2007) digunakan sebagai proses pembanding. Oleh karena metode pencucian dengan air tidak cocok untuk memurnikan biodiesel yang disintesis menggunakan katalis CaO karena hanya mampu menghilangkan separuh ion kalsium pada pemurnian biodiesel (Huaping et al. 2006), maka pemurnian biodiesel dengan adsorben yang lebih baik menggunakan bentonit yang diaktifkan dengan asam juga diteliti. Untuk minyak jarak pagar yang mengandung ALB rendah dikembangkan dua proses. Proses pertama adalah transesterifikasi minyak jarak menggunakan katalis heterogen CaO. Metode transesterifikasi menggunakan katalis heterogen terbukti lebih unggul dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen

86 54 terutama pada pemisahan dan pemurnian produk metil ester (Ma and Hanna 1999; Fukuda et al. 2001; Van Gerpen 2005; Demirbas 2007; Singh 2008). Proses kedua adalah transesterifikasi biji jarak kupas secara in-situ menggunakan katalis homogen NaOH. Transesterifikasi in situ (Harrington dan D 'Arcy-Evans 1985; Siler-Marinkovic dan Tomasevic 1998; Kildiran et al. 1996; Hass et al. 2004), merupakan sebuah metode produksi biodiesel yang memanfaatkan produk-produk asli pertanian mengandung minyak sebagai sumber trigliserida untuk langsung di-transesterifikasi-kan. Diharapkan dari proses ini diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak tidak beracun yang kaya protein yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sementara itu, proses transesterifikasi minyak jarak pagar menggunakan katalis homogen NaOH (Chitra et al. 2005) digunakan sebagai proses pembanding. Biji jarak mengandung minyak sekitar g kg 1, yang dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar atau sebagai substitusi minyak diesel. Bijinya dilapisi oleh kulit biji yang keras yang mengandung daging biji berwarna putih. Perbandingan kulit dengan daging biji berkisar antara 350 sampai 400 g kg 1 dan dari 600 sampai 650 g kg 1 berturut-turut. Bungkil yang tinggal sebagai hasil samping setelah ekstraksi minyak dengan kempa ulir (screw press) sekitar g kg 1 mengandung kulit biji yang tak dapat dicerna (Makkar et al. 2008). Biji jarak pagar sangat beracun bagi sejumlah spesies binatang (Adam 1974; Ahmed and Adam 1979a, 1979b; Makkar et al. 1998; Li et al. 2010). Toksisitas biji jarak disebabkan oleh adanya forbol ester (Goel et al. 2007; Makkar et al. 2008). Zat anti gizi yang lain dalam jumlah besar dalam biji jarak adalah inhibitor tripsin, lektin dan fitat (Makkar et al. 1997). Disamping adanya kandungan racun dan antigizi, tingginya kandungan kulit biji di dalam bungkil yang diperoleh setelah ekstraksi minyak menghambat penggunaan bungkil sebagai sumber pakan untuk ternak (Makkar et al. 2008). Kandungan protein bungkil jarak kupas hasil ekstraksi secara mekanis dengan kempa hidrolik (41,07% dan 41,67% masing-masing untuk jarak pagar Malaysia dan Indonesia) sebanding dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008). Kedua jenis jarak pagar ini memiliki kandungan

87 55 forbol ester yang lebih besar (6,55-6,87 mg/g) daripada bungkil jarak varitas Cape Verde (2,70 mg/g), varitas icaragua (2,17mg/g) dan varitas tidak beracun Mexico (0,11 mg/g) (Makkar dan Becker 1997) serta varitas India (6,05mg/g) (Gaur 2009). Agar bungkil jarak tersebut dapat dikonsumsi oleh ternak, maka perlu dilakukan detoksifikasi (Aregheore et al. 2003). Untuk maksud tersebut di atas perlu dilakukan penelitian mengenai detoksifikasi bungkil jarak dan uji toksisitas bungkil pada tikus percobaan. Ada dua proses detoksifikasi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Metode pertama yaitu metode detoksifikasi bungkil setelah ekstraksi dengan perlakuan NaOH diikuti dengan pencucian dengan air. Perlakuan dengan NaOH berfungsi menurunkan forbol ester (Haas and Mittelbach 2000; Rakshit et al. 2008; Makkar et al. 2009). Metode kedua adalah metode detoksifikasi melalui transesterifikasi biji kupas secara in-situ. Metode ketiga adalah metode detoksifikasi biji kupas setelah ekstraksi dengan perlakuan NaOH, diautoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air. Perlakuan menggunakan panas berfungsi untuk menghilangkan zat anti gizi yang ada di dalam bungkil jarak pagar ( Aregheore et al. 2003). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk melihat sifat fisika kimia minyak, kandungan gizi dan kandungan racun forbol ester bungkil dari dua jenis jarak pagar yang berasal dari dua sumber yang berbeda. Hasil penelitian pada tahap ini menjadi acuan untuk penelitian tahap berikutnya. Tujuan ke (2) adalah untuk mendapatkan kondisi proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak jarak pagar ALB tinggi yang optimal dalam proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen; (3) untuk mendapatkan jenis adsorben yang efektif di dalam proses pemurnian biodiesel yang diproses menggunakan katalis heterogen CaO; (4) untuk mendapatkan kondisi proses transesterifikasi minyak jarak pagar ALB rendah yang terbaik dalam proses produksi biodiesel menggunakan menggunakan katalis heterogen, (5) untuk mendapatkan kondisi proses transesterifikasi in-situ yang optimal dalam proses produksi biodiesel yang sekaligus juga menghasilkan bungkil jarak pagar tidak beracun sebagai hasil samping dari transesterifikasi in situ; (6) untuk mendapatkan metode detoksifikasi yang tepat untuk menghilangkan kandungan racun yang ada pada bungkil jarak; (7) untuk melihat

88 56 pengaruh bungkil jarak pagar hasil detoksifikasi terhadap pertambahan berat badan, mortalitas, nisbah efesiensi protein (protein efficiency ratio-per) dan indeks transformasi pangan (food transformation index-ti) dari tikus percobaan. 3.2 Bahan dan Metode Bahan Biji jarak pagar yang mengandung ALB rendah berasal dari kebun percobaan Fakulti Sains dan Teknologi Universiti Kebangsaan Malaysia. Biji jarak pagar yang mengandung ALB tinggi berasal dari perkebunan rakyat di Propinsi Lampung. Biji yang rusak dibuang dan biji yang baik dibersihkan, dikupas kulit bijinya dan dikeringkan pada suhu o C selama 30 menit. Anhidrat metanol (MeOH) 99,8%, sodium hidroksida (NaOH), asam sulfat (H 2 SO 4 ), dan asam klorida (HCl) 37-38% murni dibeli dari ChemAR. Bubuk bentonit kaya kalsium yang digunakan dalam percobaan diperoleh dari PT. Superintending Company, Indonesia. Analisis bahan kimia dari bentonit (% massa) adalah SiO 2 (64,15); TiO 2 (0,47); CrO 3 ( 0,003); Al 2 O 3 (10,70); Fe 2 O 3 (0,10); MgO (0,70); CaO (0,03); Na 2 O (0,20); K 2 O (0,50) dan Loss on Ignition (LOI), 22,61. Batu kapur (CaCO 3 ) yang digunakan sebagai bahan baku untuk membuat katalis CaO diperoleh dari Halaban, Sumatera Barat-Indonesia. Pakan tikus komersial berasal dari Australia (Barastoc, Ridley AgroProduct Pty, Ltd Australia). Tikus yang digunakan sebagai hewan percobaan adalah tikus putih jenis Sprague Dauley berasal dari Rumah Hewan Universiti Kebangsaan Malaysia. Secara lengkap bahan kimia yang digunakan dalam seluruh penelitian disertasi ini ada pada Lampiran 2 dan daftar alat yang digunakan ditampilkan pada Lampiran 3. Gambar lokasi pengambilan batu kapur yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran Ekstraksi Minyak Ekstraksi minyak dilakukan menggunaan alat kempa berkekuatan 10 ton. Gambar lengkap dari alat kempa ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Minyak hasil ekstraksi disimpan pada suhu kamar dan disimpan dalam ruangan es -5 o C sampai

89 57 ia diperlukan untuk analisis. Minyak yang berhasil diekstrak dari daging biji ditimbang beratnya. Rendemen minyak dinyatakan sebagai persentase minyak dalam daging biji jarak pagar Penentuan Sifat Fisik Viskositas. Viskositas minyak diukur dengan Digital Viscometer Model DV-I Brookfield Engineering Laboratories, Inc., Middleboro, MA, USA (spindle 3, 100 rpm) selama 1 menit. Indeks Bias. Indeks bias diukur menggunakan Refractometer Digital Versi RFM 730 yang terhubung dengan termometer digital Model DTM-1T, Japan, pada suhu 25,6 ºC. Densitas. Densitas minyak diukur menggunakan timbangan analitik, dimana 1mL minyak ditimbang dan beratnya pada suhu kamar. Densitas merupakan berat/volume Penentuan Sifat Kimia Penetapan Keasaman. Nilai asam didefinisikan sebagai mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralisir asam lemak dalam 1 g contoh dan diukur menggunakan metode AOCS Te 1a-64. Nilai ini mencerminkan jumlah asam lemak bebas dalam biodiesel. Sebanyak 5 g contoh ditimbang secara akurat dan dimasukkan ke dalam botol erlenmeyer 500 ml. Kemudian, ml isopropanol dituangkan ke dalam labu yang dipanaskan di atas hot plate. Larutan itu kemudian digoyang-goyang sampai teramati larutan menjadi homogen. Berikutnya, 0,5 ml indikator phenolphthalein ditambahkan ke dalam erlemeyer dan contoh larutan dititrasi dengan 0,02 N NaOH. Volume titrasi tercatat pada titik di mana warna pink pertama muncul dan berlangsung selama 30 detik. Asam lemak bebas dan bilangan asam dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

90 58 % ALB sebagai oleat = 28,2 N V W dengan: N adalah normalitas larutan NaOH V adalah volume larutan NaOH yang digunakan dalam ml W adalah berat contoh Bilangan Asam = % ALB sebagai oleat 1,99 Penentuan Bilangan Iod. Sebanyak 0,3 g dari minyak ditempatkan dalam botol 500 ml, 15 ml karbon tetraklorida (CCl 4 ) ditambahkan untuk melarutkan minyak, dan 25 ml larutan Wijs ditambahkan ke dalam botol dan tutupnya dimasukkan. Setelah mengguncang campuran dengan lembut, botol ditempatkan dalam gelap selama 1 jam. Setelah dibiarkan selama 1 jam, 20 ml kalium iodida (KI) 10% dan 150 ml air suling ditambahkan. Campuran itu dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na 2 S2O 3 0,1N) sampai warna kuning karena iod hampir menghilang, 1 ml larutan indikator (pati, 1%) ditambahkan, dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru menghilang. Tes blanko dilakukan dibawah kondisi yang sama. Bilangan iod dihitung menurut persamaan: Bilangan iod = 12,69 N (V 2 -V 1 ) W dengan: N adalah normalitas yang tepat dari larutan Na 2 S 2 O 3 yang digunakan. V 2 adalah volume (ml) larutan Na 2 S 2 O 3 digunakan untuk uji blanko. V 1 adalah volume (ml) larutan Na 2 S 2 O 3 digunakan untuk penentuan contoh. W adalah berat dalam gram dari bagian pengujian contoh. Penentuan Bilangan Penyabunan. Bilangan penyabunan dilakukan menurut method AOCS Cd 3-25 (Salimon et al. 2006). Sebanyak 2 g dari minyak biji jarak pagar itu ditempatkan dalam erlemeyer, dan 25 ml kalium hidroksida beretanol (KOH 0,5N) ditambahkan dengan beberapa batu didih. Kemudian tabung dihubungkan dengan kondensor refluks dan campuran dididihkan selama 1 jam. Setelah mendidih, campuran ini didinginkan dan 1mL indikator fenolftalein 1%

91 59 ditambahkan. Selanjutnya campuran itu dititrasi dengan asam klorida (HCl 0,5N) sampai warna merah muda indikator menghilang. Tes blanko dilakukan dibawah kondisi yang sama. Nilai bilangan penyabunan dihitung dengan persamaan: Bilangan Penyabunan (SV) = 56,1 N (V b -V s ) W dengan: V b adalah volume (ml) dari larutan HCl yang digunakan untuk blanko. V s adalah volume (ml) dari larutan HCl yang digunakan untuk penentuan contoh. N adalah normalitas HCl. W adalah berat (g) dari contoh. 56,1 adalah berat molekul KOH. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam mg / g Penetapan Bahan Tidak Tersabunkan. Kira-kira 10 g minyak dimasukkan ke dalam labu berdasar bundar dan 30 ml etanol dan 5 ml larutan KOH berair ditambahkan dengan beberapa batu didih ke dalam labu tersebut. Labu tersebut dihubungkan dengan kondensor refluks, dan campuran dididihkan selama 1 jam. Setelah mendidih, pemanasan dihentikan dan campuran reaksi dipindahkan menggunakan corong pemisah. Labu itu dibilas dengan 10 ml etanol diikuti oleh 20 ml air suling hangat dan kemudian 20 ml air suling dingin, dan semua hasil cucian dipindahkan ke corong pemisah. Isi corong pemisah dibiarkan dingin pada suhu ruangan, setelah itu 50 ml heksana ditambahkan ke dalam corong pemisah. Setelah mengguncang campuran dengan kuat selama 1 menit, biarkan campuran beberapa menit untuk mendapatkan dua fase. Larutan fase sabun dipindahkan seutuhnya ke dalam corong pemisah kedua. 50 ml heksana ditambahkan ke dalam corong pemisah. Setelah mengguncang campuran selama 1 menit dengan keras, campuran dibiarkan beberapa menit untuk mendapatkan dua fase. Ekstraksi menggunakan 50 ml heksana diulang lima kali. Gabungan ekstrak di corong pemisah dicuci tiga kali dengan 25 ml 10% (v/v) etanol, setelah corong pemisah diguncang keras, keluarkan lapisan etanol setelah mencuci. Heksana diuapkan sampai kering menggunakan rotary evaporator hampa, selesaikan pengeringan dalam oven hampa pada suhu 75 C-80 C, dan

92 60 didinginkan dalam desikator dan timbang (W r ). Residu ini dilarutkan dalam 50 ml etanol 95%, dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02N menggunakan indikator fenolftalein sampai tercapai warna merah muda. Kandungan asam lemak bebas dihitung dengan persamaan berikut ini: g asam lemak (W al ) = V aoh 0,00056 Jumlah bahan tak tersabunkan dinyatakan sebagai : Bahan tak tersabunkan = 100 (W r -W al ) W dengan: W adalah berat contoh, dalam gram. W r adalah berat dari residu, dalam gram. W al adalah berat asam lemak, dalam gram. Analisis Komposisi Asam Lemak Metode Kromatografi Gas. Metode kromatografi gas (GC) dilakukan untuk analisis komposisi asam lemak. Kromatografi dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dan kolom kapiler (30 m 0,25 mm 0,25 mm film). Parameter GC ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 23 Parameter metode kromatografi gas Parameter Value Gas Pembawa Nitrogen Suhu detektor 280 C (FID) Suhu Injector 250 C Kecepatan alir injektor 0,3 ml/min Suhu awal 120 C (5 min) Suhu akhir 180 C (10 min) Persiapan fatty acid methy ester (FAME) ini dilakukan menurut Salimon et al. (2006), dimana 1 ml heksana dimasukkan ke dalam 0,1 ml minyak jarak

93 61 pagar, dan 1 ml larutan natrium metoksida (1,55g NaOH dalam 50 ml metanol) ditambahkan ke dalam larutan minyak. Larutan diaduk dengan putaran keras menggunakan Vortex stirrer selama 10 detik. Larutan dibiarkan selama 10 menit untuk memisahkan larutan FAME yang berwarna jernih dari lapisan berair yang berwarna keruh. Lapisan atas dikumpulkan dengan hati-hati. Komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar yang ditentukan menggunakan FAME yang diinjeksikan ke kromatografi gas untuk analisis. Identifikasi puncak dilakukan oleh retensi dengan cara membandingkan mereka dengan standar asli yang dianalisis dalam kondisi yang sama Analisis Proksimat Zat Gizi Bungkil Jarak Pagar Kandungan zat gizi bungkil jarak pagar masing-masing dianalisis dengan metode AOAC ; ; , dan (AOAC, 2000), berturut-turut untuk kadar air, protein (N x 6,25), lemak, karbohidrat (by different), abu dan serat kasar Perkiraan Forbol Ester (Makkar et al. 2007; Gaur 2009) Sekitar 1 g (± 0,1 g) dari contoh ditimbang dan dipindahkan ke tabung sentrifus 15 ml, tambahkan 5 ml metanol (HPLC grade) ke dalam tabung. Isi tabung itu diaduk dengan ultrasonic selama 30 menit. Setelah itu, tabung ditempatkan dalam sentrifus dan berputar dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit. Supernatan hati-hati dipindahkan ke tabung gelas 15 ml. Langkah ini dilakukan tiga kali pada setiap contoh. Ekstrak metanol itu dikumpulkan selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak pekat tersebut disaring melewati saringan 0,22 µm. Contoh selanjutnya dianalisis menggunakan HPLC Dionex Ultimate 3000, kolom C18 5µm, 4.6 x 250 mm i.d., pada suhu 35 o C, kecepatan aliran 1 ml/min. Pelarut yang digunakan adalah: (A) Acetone (60%) dan (B) acetonitrile (40%). Kandungan forbol ester diekspresikan dengan menggunakan forbol ester 12-miristat 13-asetat sebagai standar.

94 Penyiapan Bentonit yang Diaktivasi Asam Teknik yang digunakan untuk aktivasi bentonit adalah teknik impregnasi. Bentonit diimpregnasi dalam HCl 5,3 M atau H 2 SO 4 40wt% dengan cara merefluks campuran bentonit dan asam tersebut pada suhu 80 o C selama 4 jam. Setelah itu campuran disaring menggunakan kertas Whatman 40. Residu hasil penyaringan dicuci dengan air deionized sampai ion Cl -1-1 atau SO 4 tidak terdeteksi. Setelah dilakukan pengeringan selama satu malam, bentonit dikalsinasi pada suhu 500 o C selama tiga jam. Ada lima jenis bentonit yang diaktivasi asam yang akan digunakan untuk esterifikasi minyak jarak pagar dengan metanol dan sebagai adsorben untuk pemurnian biodiesel adalah: (A) Bentonit tanpa aktivasi (bentonit); (B) Bentonit yang diaktivasi dengan HCl 5,3 M (Bentonit-HCl); (C) Bentonit yang diaktivasi dengan HCl 5,3 M dan dikalsinasi pada suhu 500 o C (Bentonit-HCl-Kal); (D) Bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 40wt% (Bentonit- H 2 SO 4 ); (E) Bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 40wt% dan dikalsinasi pada suhu 500 o C (Bentonit-H 2 SO 4 -Kal) Karakterisasi Bentonit yang Diaktivasi Asam Analisis XRD. Difraksi X-ray (XRD) disiapkan dengan metode slide kaca dan direkam menggunakan Diffractometer Rikagu D-Max 2200 yang beroperasi pada 40 kv dan 30 ma, menggunakan radiasi Cu Kα yang memiliki panjang gelombang 0,15418 nm, pada kecepatan scanning 2 o 2θ min _1 (Moore & Reynolds, 1997). Pola difraksi X-ray dari bentonit yang diaktivasi asam dapat dilihat pada Lampiran 6. Luas permukaan. Luas permukaan bentonit diukur dengan metode multipoint Brunauer, Emmett dan Teller (BET) menggunakan instumen analisis permukaan quantachrome Instrument (Autosorb 1-C, Boynton Beach, Florida, USA). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan adsorpsi nitrogen / desorpsi isoterm pada suhu nitrogen cair dan tekanan relatif (P/ Po) mulai 0,04-0,4 di mana hubungan linear dipertahankan. Hasil analisis BET dapat dilihat pada Lampiran 7.

95 63 Kajian Keasaman. Sekitar 20 mg contoh ditekan dengan beban 2-5 ton selama satu menit untuk mendapatkan cakram 13 mm. Spektrum inframerah dikumpulkan pada suhu kamar menggunakan spektrometer FTIR Simadzu 2000 dengan resolusi 2 cm -1. Tapak asam dikaji menggunakan piridina sebagai probe molecule. Kemudian piridina diserapkan selama 30 detik pada suhu kamar, dilanjutkan dilakukan desorpsi pada 150 C selama 1 jam. Spektra inframerah contoh direkam pada daerah hidroksil pada cm 1 dan daerah vibrasi piridina pada cm 1 (Lampiran 8) Persiapan Katalis CaO Katalis (CaO dalam bentuk bubuk), disiapkan dengan cara membakar batu kapur (CaCO 3 ) hasil pertambangan rakyat selama 1,5 jam pada suhu 900 o C (Kouzu et al 2007). CaO disimpan di bawah kondisi hampa di dalam desikator yang mengandung silika gel dan pelet KOH untuk menghilangkan H 2 O dan CO Karakterisasi Katalis CaO Luas permukaan CaO diukur dengan multipoint Brunauer, Emmett dan Teller (BET) metode dari Analisis Permukaan Quantachrome Instrument (Autosorb 1-C, Boynton Beach, Florida, USA). Ini dilakukan dengan menggunakan adsorpsi / desorpsi nitrogen pada suhu isoterm nitrogen cair dan tekanan relatif (P/ Po) mulai 0,04-0,4 di mana hubungan linear dipertahankan. Kekuatan dari katalis CaO (H o ) ditentukan dengan menggunakan indikator Hammett. Kira-kira 25 mg katalis diguncang dengan 5 ml dari larutan indikator Hammett diencerkan dengan metanol dan dibiarkan untuk menyeimbangkan selama 2 jam. Setelah seimbang, warna katalis dicatat. Indikator Hammett (untuk kekuatan tapak asam) yang digunakan adalah: merah netral (pk a = 6,8), metil merah (pk a = 4,8), P-dimethylaminoazobenzene (PK a = 3,3) dan violet kristal (pk a = 0,8). Indikator Hammett asam (untuk tapak basa) yang digunakan adalah: fenolftalein (PK BH+ = 8,2), Nil biru (PK BH+ = 10,1), tropaeolin (PK BH+ = 11), 2,4-dinitroanilin (PK BH + = 15), 4-kloro-2-nitroanilin (PK BH+ = 18,2) dan 4 - kloroanilin (PK BH + = 26,5). Nilai H o contoh pada tapak asam ditentukan oleh

96 64 nilai H o terkecil di antara indikator Hammett yang telah mengalami warna perubahan dan yang memiliki nilai H o kurang dari 7,0. Dan nilai H o contoh di tapak basa ditentukan oleh nilai H o terbesar diantara indikator Hammett yang telah mengalami perubahan warna dan memiliki nilai H o lebih dari 7,0. Luas permukaan BET dan kekuatan basa dari katalis CaO dapat dilihat pada Lampiran Optimisasi Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Bentonit-HCl Esterifikasi dilakukan dalam labu leher-tiga berukuran 250 ml. Labu itu dilengkapi dengan pengaduk magnetik dan kondensor refluks, dan dipanaskan pada magnetic hot plate. Dalam percobaan ini, labu berisi contoh minyak jarak pagar terlebih dahulu dipanaskan sampai suhu yang ditunjuk (65 o C). Hal ini diikuti dengan penambahan campuran metanol dan katalis asam bentonit sebelum menyalakan pengaduk magnetiknya. Penambahan campuran metanol dan katalis ini menandai dimulainya reaksi esterifikasi. Setelah esterifikasi, minyak dan katalis dipisahkan setelah sebelumnya disentrifus selama 5 menit. Bagian atas yang jernih yang merupakan hasil esterifikasi selanjutnya didistilasi secara hampa pada suhu dibawah 50 o C untuk pengambilan metanol. Lapisan minyak kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai ph air cucian mendekati 7,0. Minyak yang sudah diesterifikasi dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum nilai asam dianalisis. Konversi ALB didefinisikan sebagai bagian dari ALB yang dihilangkan. Konversi ALB (X ALB ) ditentukan menggunakan persamaan di bawah ini: dengan, a i adalah jumlah asam awal reaktan dan a t adalah jumlah asam produk pada waktu 't' setelah esterifikasi. Rancangan percobaan yang dipilih untuk studi ini adalah Central Composite Design (CCD) yang membantu dalam menyelidiki pengaruh linear,

97 65 kuadrat, dan lintas-efek dari variabel proses esterifikasi (independen) pada konversi ALB minyak jarak pagar (respon). CCD terdiri dari 34 run percobaan dengan 6 ulangan pada titik pusat (centre point). Tiga variabel proses esterifikasi dipelajari adalah dosis katalis, waktu reaksi, nisbah metanol:minyak. Tabel 24 disampaikan rentang dan taraf dari tiga peubah bebas yang diteliti. Setiap respon dari proses transesterifikasi akan digunakan untuk mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan konversi ALB minyak jarak pagar menurut persamaan polinomial berikut: dengan y adalah perkiraan konversi ALB minyak jarak pagar, x i dan x j mewakili peubah-peubah, ßj adalah efek linier, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik. Perangkat lunak Expert Design versi (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan. Tabel 24 Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD esterifikasi menggunakan katalis bentonit yang diaktivasi HCl Peubah Kode Satuan Taraf -α α Dosis katalis X 1 wt% Lama reaksi X 2 Jam Nisbah metanol:minyak X 3 mol 6:1 9:1 12:1 15:1 18:1 mol -1

98 Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Homogen Asam Sulfat (Tiwari et al. 2007) Esterifikasi dilakukan dalam labu leher-tiga berukuran 250 ml. Labu itu dilengkapi dengan pengaduk magnetik dan kondensor refluks, dan dipanaskan pada magnetic hot plate. Dalam percobaan ini, labu berisi contoh minyak jarak pagar terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu yang ditentukan. Hal ini diikuti dengan penambahan campuran metanol (nisbah metanol: minyak 0,28 v /v) dan asam sulfat (1,34% v/v) sebelum menyalakan pengaduk magnet. Penambahan campuran metanol dan katalis ini menandai dimulainya reaksi esterifikasi. Setelah reaksi berlangsung, katalis dan minyak dipisahkan menggunakan corong pemisah. Minyak hasil esterifikasi selanjutnya didistilasi secara hampa pada suhu dibawah 50 o C untuk pengambilan metanol. Lapisan minyak kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai ph air cucian mendekati 7,0. Minyak yang sudah diesterifikasi dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum nilai asam dianalisis. Konversi ALB didefinisikan sebagai bagian dari ALB yang dihilangkan. Konversi ALB (X ALB ) ditentukan menggunakan persamaan di bawah ini: dengan, a i adalah jumlah asam awal reaktan dan a t adalah jumlah asam produk pada waktu 't' setelah esterifikasi Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar Menggunakan Katalis Homogen aoh (Tiwari et al. 2007) Lapisan minyak hasil esterifikasi dipindahkan ke labu leher tiga berukuran 250 ml. Minyak tersebut dipanaskan sampai suhu 60 o C. Setelah itu, metanol (0,16v/v) dan katalis ( 3,5 w/v + bilangan asam, w/v NaOH) ditambahkan ke dalam minyak yang sudah diesterifikasi. Campuran ini bereaksi selama 24 menit pada 60 o C. Campuran dibiarkan untuk menetap pada corong pemisah untuk memisahkannya menjadi dua lapisan. Lapisan bawah adalah

99 67 gliserol, sementara lapisan atas adalah metil ester (biodiesel mentah). Lapisan metil ester kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai ph air cuci mendekati 7,0 dan dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum dianalisis Optimasi Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Tinggi Melalui Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO Katalis CaO dan metanol ditambahkan ke dalam labu leher tiga 250 ml dan diaduk selama 20 menit. Kemudian, suhu dinaikkan sampai suhu reaksi yang diinginkan. Tambahkan 30 g minyak jarak pagar hasil esterifikasi yang telah dipanaskan lebih dulu ke dalam labu tersebut. Setelah reaksi, katalis padat dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan Compact Centrifuge Tabeltop 2420 (Kubota, Jepang). Cairan itu dimasukkan ke dalam corong pisah dan disimpan pada suhu lingkungan selama 4 jam. Setelah itu, dua fase cair muncul: lapisan atas adalah biodiesel dan gliserol pada lapisan bawah. Biodiesel hasil sintesis dimurnikan menggunakan asam sitrat (kontrol) (Huaping et al. 2006) dan bentonit yang diaktivasi asam (perlakuan) sebelum dilakukan analisis. Analisis biodiesel untuk setiap contoh dilakukan dengan melarutkan 1,0 g contoh biodiesel ke dalam 8 ml n-heksana dan 1 µl dari larutan ini disuntikkan ke Kromatografi Gas Shimadzu-GC17A dengan ukuran kolom (3,0 m 0,25 mm). Suhu oven dari GC diprogram 180 C (isotermal) selama 15 menit. Suhu injektor dan detektor itu masing-masingnya adalah 280 C dan 250 C. Kemurnian contoh biodiesel dihitung berdasarkan perbandingan luas FAME atas standard (referensi) oleh persamaan berikut: dimana kemurnian contoh biodiesel mengacu pada konversi dari minyak jarak pagar ke fatty acid methyl ester (biodiesel).

100 68 Rancangan percobaan yang dipilih untuk penelitian ini adalah Central Composite Design (CCD) yang membantu dalam penyelidikan pengaruh linear, kuadrat dan lintas-efek produk dari variabel proses transesterifikasi (independen) pada rendemen biodiesel jarak pagar (respon). CCD terdiri dari 20 run percobaan dengan 6 ulangan pada titik pusat (centre point). Tiga peubah proses transesterifikasi dipelajari adalah lama reaksi, nisbah metanol : minyak dan jumlah katalis. Pada tabel 25 ditampilkan rentang dan taraf tiga peubah bebas yang diteliti. Setiap respon dari proses transesterifikasi digunakan untuk mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan rendemen biodiesel jarak pagar menurut persamaan polynomial berikut, di mana y adalah hasil perkiraan biodiesel jarak pagar, x i dan xj mewakili peubahpeubah, ßj adalah efek linier, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik. Perangkat lunak Expert Design versi (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan. Tabel 25 Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD pada transesterifikasi minyak jarak pagar ALB tinggi menggunakan katalis CaO Peubah Kode Satuan Taraf -α α Lama reaksi X 1 min Nisbah metanol/minyak X 2 mol 5:1 7:1 9:1 11:1 13:1 mol -1 Jumlah katalis X 3 wt% ,25 1,50

101 Pemurnian Biodiesel Hasil Sintesis Pemurnian biodiesel dilakukan untuk menghilangkan ion kalsium yang mengalami leaching ke dalam biodiesel (dekalsinasi). Dua puluh mililiter biodiesel hasil sintesis dan bentonit (2,5%) yang telah diaktivasi ditambahkan ke dalam erlemeyer 50 ml, dan campuran ini diaduk selama 15 menit. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pada bagian atas diperoleh cairan bening biodiesel yang sudah dimurnikan. Jumlah ion kalsium yang masih tinggal dalam biodiesel dianalisis dengan menggunakan metode spectrophotometric. Kurang dari 0,5 g contoh biodiesel di-digest dengan hidrogen peroksida dan asam nitrat menggunakan MLS-120 Mega microwave selama 18 menit. Contoh kemudian dianalisis dengan AAS (GBC 906 Elite). Kinerja bentonit dievaluasi dengan menentukan perubahan konsentrasi ion kalsium dalam biodiesel sebelum dan sesudah dekalsinasi. isbah dekalsinasi = (1- ion kalsium tersisa / total ion kalsium) 100% Rendemen biodiesel = (berat biodiesel murni/ berat biodiesel hasil sintesis) 100% Ada enam perlakuan pemurnian biodiesel yang dibandingkan: (A) adsorpsi dengan bentonit; (B) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan HCl; (C) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan HCl dan dikalsinasi padai 500 o C (D) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 ; (E) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 dan dikalsinasi pada suhu 500 o C dan (F) asam sitrat sebagai pembanding Sifat Bahan Bakar Sifat bahan bakar yang diuji yaitu densitas, kinematik viskositas, bilangan asam biodiesel jarak pagar. dan

102 Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar yang Mengandung ALB Rendah Melalui Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO Kombinasi Perlakuan. Penelitian ini menggunakan dua ulangan dengan duapuluh kombinasi perlakuan seperti pada Tabel 26. Tabel 26 Duapuluh kombinasi perlakuan produksi biodiesel melalui transesterifikasi menggunakan katalis CaO Berat Katalis Lama Reaksi (jam) 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 1,0% ,5% ,0% ,5% Produksi Biodiesel melalui Transesterifikasi In- situ Daging biji jarak pagar yang sudah dihaluskan dengan blender (25 g) dicampur dengan metanol ( ml) di mana natrium hidroksida sudah dilarutkan di dalam metanol dan campuran ini dipanaskan di bawah refluks selama perlakuan. Proses alkoholisis dilakukan pada labu bulat berleher tiga ukuran 500 ml yang sudah dihubungkan dengan kondensor refluks. Setelah reaksi berlangsung sesuai dengan waktu yang ditetapkan, campuran reaksi ini dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 3 menit, kemudian disaring-hampa menggunakan corong Buchner. Lapisan bawah adalah fasa gliserol dan metanol dipisahkan di bawah kondisi hampa (10 ± 1 mmhg) pada 50 o C. Lapisan metil ester kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai ph air cucian mendekati 7,0 dan dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum dianalisis. Sementara itu bungkil selanjutnya dicuci dengan air.

103 71 Rancangan percobaan. Tabel ortogonal ini dirancang untuk melihat pengaruh parameter, yaitu konsentrasi NaOH dalam metanol (mol/l), nisbah mol metanol / minyak, suhu reaksi dan lama reaksi (Tabel 27). Tabel 27 Rancangan ortogonal untuk transesterifikasi secara in-situ Taraf x 1 ( Konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l) x 2 (metanol:minyak, mol/mol) x 3 (suhu reaksi, o C) x 4 (lama reaksi, jam) 1 0,04 130: ,06 150: ,08 170: Berdasarkan hasil uji orthogonal ini, akan diketahui faktor yang berpengaruh dalam proses transesterifikasi in-situ yang berguna untuk menentukan peubah dalam rancangan percobaan untuk studi optimisasi. Rancangan percobaan yang dipilih untuk studi optimisasi adalah central composite design (CCD) yang membantu dalam menyelidiki pengaruh linear, kuadratik, kubik dan lintas-efek dari empat peubah bebas proses transesterifikasi terhadap rendemen biodiesel (respon). CCD terdiri dari 21 run percobaan dengan 7 ulangan pada titik pusat (centre point). Empat peubah proses transesterifikasi dipelajari adalah suhu, waktu reaksi, nisbah minyak untuk jumlah metanol dan katalis. Tabel 28 menunjukkan peubah bebas dan taraf yang digunakan dalam CCD. Setiap respon dari proses transesterifikasi digunakan untuk mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan rendemen biodiesel jarak pagar menurut persamaan polinomial, dengan y adalah hasil perkiraan biodiesel jarak pagar, x i dan xj mewakili variabel-variabel, ßj adalah efek linear, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik.

104 72 Kecocokan Model dan Analisis Statistik. Perangkat lunak Expert Design versi (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan. Tabel 28 Peubah bebas dan taraf yang digunakan dalam CCD untuk transesterifikasi secara in-situ Peubah Kode Satuan Taraf -α α Katalis dalam metanol Nisbah Metanol/minyak X 1 mol mol -1 0.,06 0,07 0,08 0,09 0,10 X 2 mol mol :1 160:1 170:1 180:1 190:1 Lama Reaksi X 3 jam Suhu Reaksi X 4 o C Detoksifikasi Perlakuan atrium Hidroksida Diikuti oleh Pencucian dengan Air (Rakshit et al. 2008). Bungkil jarak pagar diperlakukan dengan larutan 2% NaOH. Alkali ini ditambahkan dalam perbandingan 1:1 (w/v) dicampur dengan baik sampai menjadi pasta kental, ditutupi dengan aluminium foil dan disimpan selama 30 menit pada suhu kamar. Bahan ini di-autoclave pada suhu 121 o C selama 30 menit. Contoh dimasukkan ke dalam air dengan nisbah 1:5 (b / v) dan diaduk terus selama 1 jam dan disaring dengan kain tipis. Residu ditekan dan dikeringkan pada 90 ± 5 o C, bubuk yang melewati saringan 60-mesh selanjutnya dianalisis. Perlakuan atrium Hidroksida Diikuti oleh Pencucian dengan Metanol dan Air. Bungkil jarak pagar diperlakukan dengan larutan 2% NaOH. Alkali ini ditambahkan dalam perbandingan 1:1 (w/v) dicampur dengan baik sampai menjadi pasta kental, ditutupi dengan aluminium foil dan disimpan selama 30

105 73 menit pada suhu kamar. Campuran ini di-autoclave pada 121 o C selama 30 menit. Contoh dimasukkan ke dalam air dengan nisbah 1:5 (w/v) dan dan diaduk terus selama 1 jam dan disaring di kain kain tipis untuk menghilangkan kelebihan tannin, alkali dan bahan dapat larut. Residu di-press dan dikeringkan pada 90 ± 5 o C. Residu kering dimasukkan ke dalam metanol dalam nisbah 1:5 (w/v) dan terus diaduk selama 1 jam dan disaring di kain kain tipis untuk menghilangkan kelebihan forbol ester. Selanjutnya dicuci lagi dengan air dengan nisbah 1:5 (w/v). Residu ditekan dan dikeringkan pada 90 ± 5 o C, bubuk yang melewati saringan 60-mesh dianalisis lebih lanjut Analisis Zat Gizi Bungkil Jarak Pagar Kandungan zat gizi bungkil jarak pagar masing-masing dianalisis dengan metode AOAC ; ; , dan (AOAC, 2000), berturut-turut untuk kadar air, protein (N x 6,25), lemak, abu dan serat kasar Diet dan Persiapannya Pakan komersial (Barastoc, Ridley AgroProduct Pty, Ltd Australia) merupakan diet kontrol. Sementara bungkil jarak pagar dijadikan sebagai substitusi pada diet sebesar 16%. Semua formula diet ditampilkan pada Tabel Rancangan Kandang untuk Hewan Percobaan Dua puluh tujuh ekor tikus jantan (umur 28 hari) yang diperoleh dari fasilitas rumah hewan Universiti Kebangsaan Malaysia digunakan dalam penelitian ini. Tikus-tikus jenis Sprague Dauley dengan berat tubuh awal 96,20 ± 2,84 g itu disimpan di kandang individu stainless steel (Lampiran 10) diberi makan diet normal selama 3 hari untuk aklimatisasi sebelum perlakuan. Tikus tersebut ditempatkan di sebuah ruangan yang suhunya dijaga pada suhu 25 ± 2 o C dengan siklus terkena cahaya dan gelap, masing-masing 12 jam. Berat tubuh awal dari tikus dicatat pada awal dan pada akhir percobaan. Asupan makanan dianggap sebagai jumlah total yang dikonsumsi setiap hari oleh setiap tikus, dan itu ditentukan dengan menimbang jumlah makanan yang diberikan dikurangi dengan makanan yang tumpah. Hari kematian tikus setelah asupan makanan

106 74 juga dicatat. Teknik biologis digunakan untuk menghitung Nisbah Efisiensi Protein (PER) dan indeks transformasi (TI) (Aregheore et al. 2003): Percobaan Hewan dilakukan berdasarkan pedoman etika yang ditetapkan oleh komite untuk tujuan pengendalian dan pengawasan percobaan pada hewan oleh Universitas Kebangsaan Malaysia Nomor Persetujuan : FST/SCSFT/2009/SALIMON/20-OCTOBER/280-OCTOBER-2009-December- 2009, tanggal 22 Oktober 2009 (Lampiran 11).

107 75 Tabel 29 Persentase komposisi diet yang digunakan dalam percobaan Kode Diet yang diberikan Substitusi bungkil jarak (%) Pakan komersial (%) A Diet pakan normal (kontrol) B C D E F G H I Bungkil jarak ALB rendah, setelah transesterifikasi in-situ (ALB rendah-bungkil-insitu) Bungkil jarak ALB rendah, setelah pengempaan mekanis (ALB rendah -bungkil-me) Bungkil jarak ALB rendah, setelah ekstraksi pelarut heksan (ALB rendah -bungkil-se) Bungkil jarak ALB tinggi, setelah pengempaan mekanis (ALB tinggi-bungkil -ME) Bungkil jarak ALB tinggi, setelah ekstraksi pelarut heksan (ALB rendah -bungkil -SE) Bungkil jarak ALB rendah-2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian dengan air (ALB rendah -bungkil -NaOH) Bungkil jarak ALB tinggi -2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian dengan air (ALB tinggi -bungkil -NaOH) Bungkil jarak ALB tinggi -2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian metanol dan air. (ALB tinggi-bungkil -NaOH-MeOH-air) Hasil dan Pembahasan Sifat Fisik Sifat fisik dari minyak jarak yang diekstraksi dari biji yang berbeda yaitu asal Bangi dan Lampung diberikan pada Tabel 30. Kandungan minyak yang diperoleh dari benih-benih negara lain terletak pada kisaran 47,7%-48,37%. Kandungan minyak jarak pagar Bangi lebih tinggi dibandingkan dengan Lampung. Rendemen minyak yang diamati dalam kasus jarak pagar ditemukan lebih tinggi daripada minyak nabati lainnya seperti biji rami (33,33%), kedelai (18,35%), minyak sawit (44,6%) dan biji bunga matahari (32-37,5%) (Gunstone

108 ; Majer et al. 2009). Tingginya kandungan minyak dalam biji jarak pagar telah menarik perhatian para ilmuwan untuk mengeksplorasi minyak jarak sebagai salah satu bahan baku biodiesel dan juga sebagai bahan dalam industri oleokimia. Tabel 30 Sifat fisik minyak jarak dari dua sumber yang berbeda Parameter Bangi, Malaysia Lampung, Indonesia Pustaka Pembanding Kandungan minyak (%) 48,37 47,70 47,25 (Akintayo 2004) Densitas at 28C 0 0,88 0,92 0,92 (Kumar and Sharma 2008) Indeks refraksi 1,47 1,46 1,47 (Salimon and Abdullah 2008) Viskositas (cst) (27-28C 0 ) 48±1 53±1 49,93 (Kumar and Sharma 2008) Kemampuan cairan apapun untuk dipompa dan mengalir dalam suatu mesin ditentukan oleh viskositasnya. Viskositas minyak jarak pagar dari Lampung (53 cst) lebih tinggi dibandingkan dengan dari Bangi (48 cst). Densitas minyak jarak pagar dari Indonesia (0,92) juga lebih tinggi dibandingkan dengan minyak jarak Malaysia (0,88). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh tingginya asam lemak jenuh pada minyak jarak yang berasal dari Lampung disamping komponen pengotor lainnya. Menurut S I viskositas kinematik yang memenuhi syarat untuk dijadikan biodiesel adalah 2,3-6,0 cst. Knothe et al. (2005) mengatakan salah satu metode yang efisien untuk mengurangi viskositas minyak nabati sehingga ia cocok sebagai biodiesel adalah transesterifikasi Sifat Kimia Sifat kimia dari minyak jarak pagar yang diekstraksi dari biji yang berbeda yaitu asal Bangi dan Lampung diberikan pada Tabel 31. Bilangan iod adalah ukuran tingkat ketidakjenuhan dalam lemak dan minyak. Tingginya nilai iod

109 77 merupakan indikasi adanya tingkat ketidakjenuhan yang tinggi dalam minyak (Knothe 2003, Salimon and Abdullah 2008). Bilangan iod minyak jarak pagar Malaysia (103,06) lebih besar daripada bilangan iod minyak jarak Indonesia (99,77). Nilai iod yang tinggi dari minyak jarak ini disebabkan oleh adanya jumlah asam lemak tak jenuh yang tinggi seperti asam oleat dan linoleat (Tabel 31). Minyak jarak pagar dari Bangi memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi (78,92%) diikuti oleh Lampung (77,94%). Bilangan iod dari kedua jenis minyak jarak dalam kisaran nilai kurang dari 120 (seperti yang ditentukan dalam EN14214) yang merupakan indikasi potensi minyak jarak untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004). Tabel 31 Sifat kimia minyak jarak pagar Malaysia dan Indonesia Parameter Bangi, Malaysia Lampung, Indonesia Bilangan Iod 103,06 99,77 Asam Lemak Bebas (%) 1,68 6,99 Bilangan Penyabunan 197,8 183,2 Bilangan tidak tersabunkan 1,99 2,10 Asam lemak tidak jenuh (%) 78,92 77,94 Kandungan ALB memiliki korelasi dengan keberadaan asam lemak tak jenuh ganda (Emil et al. 2010). Pada Tabel 32 dapat dilihat bahwa minyak jarak pagar dari Lampung memiliki kandungan tinggi asam lemak tak jenuh ganda (33,1%) diikuti oleh Bangi (31,84%). Menurut Leung et al. (2010), jumlah ALB maksimum yang dapat diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah 2,5 %. Minyak dengan kandungan ALB yang rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sementara itu minyak dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan pendahuluan atau reaksi esterifikasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari terbentuknya sabun akibat reaksi antara ALB dengan alkali. Sabun

110 78 akan menurunkan hasil biodiesel, menyulitkan pemisahan metil ester dengan gliserol (Gerpen et al. 2004). Bilangan penyabunan minyak jarak pagar untuk Bangi dan Lampung adalah 197,8 dan 183,2 masing-masingnya. Bilangan penyabunan yang tinggi menunjukkan bahwa, minyak jarak pagar memiliki trigliserida normal dan berguna dalam produksi cairan sabun dan sampo (Gunstone 2004). Kandungan ALB minyak jarak yang berasal dari Lampung (6,99%) yang tinggi lebih itnggi daripada yang berasal dari Bangi (1,68%) Komposisi Asam Lemak Tabel 32 menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar. Profil asam lemak hasil analisis GC dapat dilihat pada gambar Lampiran 12. Asam lemak yang paling banyak adalah asam lemak tak jenuh mono (asam oleat) dan asam lemak tak jenuh ganda (asam linoleat). Minyak jarak pagar dari Lampung memiliki persentase asam linoleat (33,1%) lebih tinggi dibandingkan dengan minyak jarak dari Bangi (31,85%). Asam oleat ditemukan lebih tinggi pada kedua minyak biji jarak pagar yang diteliti dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak sawit (39,2%), bunga matahari (21,1%) dan minyak kedelai (23,4%) (Edem 2002). Minyak nabati yang ideal untuk bahan baku biodiesel harus mempunyai jumlah asam lemak tak jenuh mono yang lebih besar daripada asam lemak tak jenuh ganda. Jumlah asam lemak tak jenuh ganda tinggi cenderung memperlihatkan stabilitas oksidasi yang buruk dan mungkin tidak dapat digunakan pada suhu rendah karena memiliki titik tuang yang tinggi (Knothe 2002). Secara umum, minyak dari biji jarak Bangi telah menunjukkan jumlah tidak jenuh yang lebih tinggi (78,92%) dibandingkan dengan jarak pagar dari Lampung (77,94%) dan variasi jumlah asam lemak tak jenuh ganda (Lampung lebih besar) dan mono (Bangi lebih tinggi). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan agroklimat tempat tumbuhnya tanaman jarak pagar (Herrera et al. 2006).

111 79 Tabel 32 Komposisi asam lemak minyak jarak pagar Komposisi 1-Asam palmitat (C16:0) 2-Asam palmitoleat (C16:1) 3-Asam stearat (C18:0) 4-Asam oleat (C18:1) 5-Asam linoleat (C18:2) Bangi, ( Malaysia) 13,92 0,64 7,16 46,43 31,85 Lampung, (Indonesia) 14,9 0,78 7,16 43,47 33,1 Asam lemak jenuh 21,08 22,06 Asam lemak tidak jenuh 78,92 77, Kandungan Gizi dan Forbol Ester Kandungan gizi yang meliputi protein, lemak, abu, serat kasar dan karbohidrat serta kandungan racun forbol ester bungkil jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 33. Bungkil jarak hasil ekstraksi secara mekanis (41,07% dan 41,67%) memiliki kandungan protein yang relatif sama dibandingkan dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008). Namun demikian, kandungan protein bungkil kedele setelah semua lemaknya dihilangkan sebesar 62% (Herrera et al. 2006) lebih besar daripada kandungan protein bungkil jarak hasil ekstraksi mekanis (41%). Hal ini disebabkan karena masih banyaknya lemak yang tersisa pada bungkil jarak (29,01% untuk jarak Bangi dan 27,25% untuk jarak Lampung). Willems et al. (2008) menyarankan untuk malakukan ekstraksi minyak dengan metode GAME (Gas Assisted Mechanical Extraction) yang dapat menghasilkan minyak 30% lebih banyak dibandingkan dengan metode kempa konvensional. Pada proses GAME ini, CO 2 dilarutkan pada minyak yang dikandung biji sebelum dilakukan pengepresan. Menurut Venter et al. (2006). Banyaknya CO 2 yang larut di dalam minyak akan membantu menurunkan viskositas dari minyak. Dengan demikian rendemen minyak akan meningkat ketika dilakukan pengepresan. Metode GAME ini juga memberikan keuntungan

112 80 dibandingkan dengan metode konvensional dimana tekanan yang diperlukan ketika dilakukan pengepresan juga menjadi lebih rendah (Willems et al. 2008). Tabel 33 Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah esktraksi secara mekanis Kandungan (%) Daging biji segar kupas Bungkil daging biji setelah dikempa mekanis Bangi, Malaysia Lampung, Indonesia Bangi, Malaysia Lampung, Indonesia Protein 23,61 23,4 41,67 41,07 Lemak 59,80 58,8 29,01 27,25 Abu 4,42 5,1 7,77 8,94 Serat Kasar 2,31 2,3 4,06 4,06 Karbohidrat 5,74 6,01 10,07 10,41 Forbol ester (mg/g) 6,55 6,87 6,23 6,51 Kandungan komponen racun forbol ester bungkil jarak Lampung lebih besar dibandingkan bungkil jarak pagar dari Bangi. Kedua jenis jarak pagar ini memiliki kandungan forbol ester yang lebih tinggi dari pada bungkil jarak dari daging biji jarak pagar varitas Cape Verde (2,70 mg/g, varitas icaragua (2,17mg/g) dan varitas tidak beracun Mexico (0,11mg/g) (Makkar dan Becker 1997) serta varitas India (6,05mg/g) (Gaur 2009). Agar bungkil jarak tersebut dapat dikonsumsi oleh ternak, maka perlu dilakukan detoksifikasi (Aregheore et al. 2003). Barangkali tingginya kandungan forbol ester dalam penelitian ini disebabkan oleh karena perbedaan proses ekstraksi minyak, dimana bungkil yang berasal dari biji jarak yang diekstrak menggunakan pelarut, kandungan forbol esternya lebih rendah (Gaur 2009) Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Tinggi Pada dasarnya pembuatan biodiesel adalah transesterifikasi trigliserida dan esterifikasi asam lemak bebas (Gerpen et al. 2004). Itulah sebabnya untuk minyak

113 81 yang mengandung ALB tinggi proses reaksinya berlangsung 2 tahap, yaitu esterifikasi yang merupakan reaksi antara ALB dengan metanol dengan katalis asam dan transesterifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida dengan metanol menggunakan katalis basa (Gerpen et al. 2004, Leung et al. 2010). Pada penelitian ini proses esterifikasi menggunakan Bentonit-HCl sebagai katalis heterogen. Hasil penelitian Nazir et al. (2009a) menunjukkan bahwa bentonit yang diaktivasi dengan HCl tanpa perlakuan kalsinasi berpotensi sebagai katalis untuk esterifikasi minyak jarak pagar. Katalis heterogen Bentonit-HCl ini dibandingkan dengan katalis homogen konvensional yang menggunakan H 2 SO 4 sebagai katalis (Tiwari et al. 2007). Katalis yang terbaik akan dipilih sebagai katalis yang digunakan untuk proses esterifikasi sebelum selanjutnya dilakukan transesterifikasi. Proses transesterifikasi minyak jarak pagar dilakukan menggunakan katalis CaO sebagai perlakuan utama. Sebagai pembanding dilakukan transesterifikasi menggunakan katalis NaOH (Tiwari et al. 2007) Optimisasi Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Bentonit-HCl Susunan CCD dan respon bilangan asam terhadap variabel proses esterifikasi dapat dilihat pada Lampiran 14. Sementara itu ANOVA pengaruh esterifikasi menggunakan katalis heterogen Bentonit-HCl terhadap konversi bilangan asam setelah eliminiasi peubah yang tidak nyata dilampirkan Lampiran 15. Dari Lampiran 15 dapat diketahui bahwa dosis katalis (x 1 ), lama reaksi (x 2 ) dan nisbah metanol:minyak (x 3 ) berpengaruh terhadap konversi bilangan asam pada proses esterifikasi minyak jarak pagar. Persamaan Model Regresi untuk esterifikasi menggunakan bentonit-hcl dan koefisien regresi setelah eliminasi faktor-faktor yang tidak nyata adalah: Konversi = -332,70 +48,58 x 1 +68,25 x 2 +17,45 x 3-7,02 x 1 2-6,42x 2 2 0,39 x 3 2 R 2 = 0,93 Persamaan regresi di atas menunjukkan pengaruh liniear dan kuadratik pada peubah reaksi esterifikasi. Titik optimal dari persamaan itu adalah pada dosis

114 82 katalis bentonit-hcl sebesar 3,84%, waktu reaksi selama 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), pada suhu reaksi 65 o C. Pada Gambar 16 ditunjukkan nilai percobaan dan nilai prediksi menggunakan model persamaan yang dikembangkan yang menunjukkan bahwa persamaan model regresi memberikan penjelasan yang akurat terhadap data percobaan. Hal ini mengindikasikan bahwa model berhasil menangkap hubungan antara tiga peubah esterifikasi terhadap konversi bilangan asam. Konversi Bilangan Asam Perkiraan Berdasarkan Persamaan (%) 72,17 55,06 37,56 20,25 3,75 3,75 20,25 37,56 55,06 72,17 Konversi Bilangan Asam Aktual Berdasarkan Percobaan (%) Gambar 16 Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi bilangan asam pada esterifikasi menggunakan katalis Bentonit-HCl berdasarkan model regresi yang dikembangkan Hasil optimasi menunjukkan bahwa katalis heterogen Bentonit-HCl mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis sebesar 3,84%, waktu reaksi 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), pada suhu reaksi 65 o C. Tiwari et al. (2007) menggunakan katalis H 2 SO 4 dalam reaksi esterifikasi, mencapai titik optimal pada lama reaksi 88 menit, konsentrasi katalis sebesar 1,43% v/v dan nisbah metanol:minyak 0,28 v/v (ekuivalen dengan 7:1) pada suhu reaksi 60 o C.

115 83 Dilihat dari jumlah metanol yang digunakan, lama reaksi dan jumlah katalis yang digunakan, maka katalis homogen lebih unggul dibandingkan dengan katalis heterogen. Berdasarkan keunggulan tersebut, maka untuk proses yang akan dikembangkan adalah menggunakan katalis homogen dalam reaksi esterifikasi Optimisasi Proses Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO Susunan CCD dan respon konversi biodiesel terhadap variabel proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO dapat dilihat pada Lampiran 16. Sementara itu ANOVA pengaruh transesterifikasi menggunakan katalis CaO terhadap konversi biodiesel setelah eliminiasi peubah yang tidak nyata ditampilkan ada Lampiran 17. Persamaan model regresi untuk transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO dan koefisien regresi setelah eliminasi faktor-faktor yang tidak nyata adalah: Konversi (%) = 15,87+27,45x 2-166,66x 3-2,33x ,71x2 x 3, R 2 = 0,96 Persamaan regresi di atas menunjukkan pengaruh liniear dan kuadratik pada peubah reaksi transesterifikasi yang dikaji. Titik optimal dari model persamaan regresi setelah dilakukan tiga kali verifikasi di laboratorium adalah: waktu reaksi selama 81,73 menit, nisbah molar metanol: minyak (10,41:1), dan jumlah katalis sebesar 0,91%. Reaksi berlangsung pada suhu 65 o C. Dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Tiwari et al. (2007) yang menggunakan katalis NaOH (lama reaksi 24 menit), lama reaksi menggunakan katalis CaO lebih besar. Menurut Liu et al (2008), kecepatan reaksi ditentukan oleh reaksi permukaan dan transfer massa. Katalis heterogen CaO yang memiliki permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan katalis homogen menyebabkan reaksinya lebih lambat karena umumnya reaksi transesterifikasi berlangsung pada permukaan (Liu et al. 2008). Walaupun demikian, kondisi ini dapat ditutupi dengan lebih baiknya kualitas gliserol pada reaksi yang menggunakan katalis heterogen dan lebih mudahnya proses pemurnian biodiesel (Kawashima et al. 2008; Liu et al. 2008; Sharma et al. 2008).

116 84 Pada Gambar 17 ditunjukkan nilai percobaan dan nilai prediksi menggunakan model persamaan yang dikembangkan yang menunjukkan bahwa persamaan model regresi memberikan penjelasan yang akurat terhadap data percobaan. Hal ini mengindikasikan bahwa model berhasil menangkap hubungan antara tiga peubah transesterifikasi terhadap konversi biodiesel. Gambar 17 Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi biodiesel menggunakan katalis CaO berdasarkan model regresi yang dikembangkan Pengaruh Peubah Proses Transesterifikasi Dari Lampiran 17 dapat dilihat bahwa diantara tiga peubah transestrifikasi yang dipelajari, nisbah molar metanol/minyak (x 2 ) memiliki pengaruh paling besar terhadap hasil konversi biodiesel jarak pagar (disebabkan oleh nilai F paling besar), diikuti oleh jumlah katalis (x 3 ). Sebaliknya lama reaksi (x 1 ) memberikan pengaruh yang tidak nyata. Lama reaksi yang lebih panjang tidak memberikan pengaruh yang nyata sampai taraf maksimum reaksi sudah tercapai. Hasil pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk meningkatkan hasil biodiesel dengan pemilihan peubah transesterifikasi yang

117 85 tepat menggunakan CaO sebagai katalis terutama nisbah volume metanol:minyak. Menurut Liu et al. (2008), nisbah volume metanol:minyak merupakan faktor penting yang mesti diperhatikan dalam keberhasilan reaksi transesterifikasi. Nisbah volume yang kecil menyebabkan reaksi tidak berlangsung sempurna. Sementara itu nisbah yang terlalu besar menyebabkan akan menghalangi akses molekul gliserida terhadap tapak aktif dari katalis. Kemampuan CaO sebagai katalis pada transesterifikasi minyak jarak pagar ini disebabkan sifat kebasaan dari katalis ini seperti yang ditunjukkan oleh data pada Lampiran 9. Terdapat interaksi yang nyata antara peubah x 2 dan x 3. Gambar 18 dan 19 menunjukkan perubahan pada konversi biodiesel dengan bervariasinya nisbah metanol: minyak pada dosis katalis 0,75% dan 1,25%. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18 dan 19, pada nisbah metanol:minyak yang lebih kecil memperlihatkan hasil yang lebih rendah. Dosis katalis 0,75% menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis katalis sebesar 1,25%. Gambar 18 Gambar respon permukaan pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel

118 Interaction Grafik Interaksi Graph C : Am ount of c at aly s t Jumlah Katalis 0.75% C - Conversion Konversi Biodiesel % C Gambar 19 B: B: Nisbah rat io Metanol/minyak m et hanol/oil Figure 3 Gambar dua dimensi pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel Pemurnian Biodiesel menggunakan Bentonit sebagai Adsorben Beberapa kation tetap berada di dalam produk, ketika katalis basa digunakan dalam pembuatan biodiesel. Larutan asam biasanya diadopsi untuk membuang kation-kation dan senyawa-senyawa polar dari biodiesel. Disebabkan pencucian menggunakan air tidak sesuai untuk pemurnian biodiesel, pada penelitian ini digunakan bentonit (2,5%) sebagai agen pengomplek untuk menghilangkan ion kalsium yang leaching ke dalam biodiesel. Hasil pemurnian dengan beberapa perlakuan bentonit pada Tabel 34 memperlihatkan bahwa pemurnian biodiesel menggunakan bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 memiliki kemampuan yang sama dengan asam sitrat yang biasa digunakan oleh Huaping et al. (2006). Hal ini diduga disebabkan oleh karena keasaman yang dimiliki adsorben ini lebih sesuai dalam menyerap ion kalsium yang ada di dalam biodiesel. Sementara itu sifat bahan bakar biodiesel dari minyak jarak pagar yang ditransesterifikasi menggunakan katalis CaO dan dimurnikan menggunakan bentonit yang diaktivasi asam dapat dilihat pada Tabel 35.

119 87 Tabel 34 Efisisiensi dekalsinasi dari berbagai metode pemurnian Metode pemurnian Residu Ca 2+ (ppm) Efisiensi Dekalsinasi (%) Rendemen (%) Bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4-92,37 a 94,57 a 92,50 a Asam Sitrat 93,49 a 93,51 a 92,27 a Bentonit yang tidak diaktivasi 112,37 b 93,46 a 91,69 ab Bentonit yang diaktivasi dengan HCl Bentonit yang diaktivasi dengan HCl-dan dikalsinasi Bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 -dan dikalsinasi Kontrol 213,88 c 88,46 b 85,30 c 290,58 e 85,49 c 80,38 e 272,57 d 83,67 d 81,20 d 1666,67 f Angka yang diikuti dengan huruf yang dalam kolom yang sama tidak berbeda secara nyata menurut uji Duncan (p 0.05). Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) Tabel 35 Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi menggunakan katalis CaO dan dimurnikan dengan bentonit Karakteristik Satuan Minyak setelah esterifikasi Biodiesel Jarak pagar SNI Densitas kg/m Viskositas mm 2 s -1 25,3 4,80 2,3-6,0 Bilangan Asam mg KOH/g 0,78 0,42 Max 0,80

120 88 Walaupun viskositas biodiesel yang dihasilkan ini sedikit lebih besar dari pada Chitra et al. (2005), namun biodiesel jarak pagar ini telah memenuhi standar terbaru untuk biodiesel menurut SNI pada beberapa sifat seperti densitas, viskositas, dan bilangan asam. Dari beberapa sifat dasar biodiesel ini sudah diperoleh gambaran bahwa biodiesel yang dihasilkan sudah memenuhi standar untuk biodiesel Perbandingan antara Studi Sebelumnya dengan Penelitian ini Kouzu et al. (2008) secara detail menjelaskan mekanisme transesterifikasi menggunakan katalis padat CaO (Gambar 20). Abstraksi proton dari metanol oleh tapak basa untuk membentuk anion metoksida adalah langkah pertama dari reaksi transesterifikasi. Anion metoksida menyerang karbon karbonil pada molekul trigliserida, yang mengarah ke pembentukan intermediet alkoksikarbonil. Kemudian, intermediet alkoksikarbonil membagi menjadi dua molekul: FAME (biodiesel) dan anion digliserida. Menurut Kouzu et al. (2008), reaksi nukleofilik ini dipercepat dengan jalan meningkatkan sifat basa dari katalis. Pada Tabel 36 ditampilkan rangkuman dari publikasi penelitian terdahulu berkenaan dengan penggunaan katalis CaO dalam transesterifikasi berbagai sumber minyak nabati dibandingkan dengan penelitian dalam laporan ini. Huaping et al. (2006) menggunakan CaO yang diaktivasi selama 1,5 jam pada suhu 900 o C sebelum transesterifikasi menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar 93%. Dibandingkan dengan Huaping et al. (2006), penelitian yang dilakukan pada laporan ini lebih baik, dimana rendemen yang dihasilkan adalah 94,85% dengan waktu reaksi yang lebih singkat. Tingginya rendemen itu barangkali disebabkan oleh nisbah molar metanol:minyak yang lebih tinggi seperti yang ditunjukkan oleh beberapa literatur (Zabeti et al. 2009; Kouzu et al. 2008; Liu et al. 2008a; Albuquerque et al. 2008; Wen et al. 2010). Nisbah molar metanol:minyak yang rendah (Kawashima et al. 2009) dan jumlah katalis yang rendah (Alonso et al. 2009) menyebabkan rendemen yang dihasilkan juga lebih rendah. Puncak kalsium oksida tidak terdeteksi pada contoh yang terkena udara selama lebih dari 20 hari. Ini berarti bahwa tapak permukaan aktif CaO telah

121 89 dirusak oleh kehadiran CO 2 dan ditutupi dengan kehadiran H 2 O (Zabeti et al. 2009). Untuk menghindari pengurangan aktivitas katalitik CaO, perlakuan panas pada suhu 700 C diperlukan untuk mendesorb CO 2 sebelum digunakan dalam reaksi (Zabeti et al. 2009). Hal inilah yang mendasari kenapa seluruh literatur yang dirujuk melakukan aktivasi CaO sebelum dilakukan transesterifikasi seperti pada penelitian ini. Gambar 20 Jalur reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menggunakan katalis CaO (Kouzu et al. 2008)

122 90 Tabel 36 Perbandingan antara studi transesterifikasi menggunakan katalis CaO sebelumnya dengan penelitian ini Rujukan Katalis Perlakuan Sumber Kondisi Reaksi Rendemen Huaping et al. CaO 93% (2006) Demirbas (2007) Zabeti et al. (2009) Kouzu et al. (2008) Liu et al. (2008a) Albuquerque et al. (2008) CaO CaO direndam dengan larutan ammonium karbonat dan dikalsinasi pada suhu 900 o C selama 1,5 jam CaO dicampur metanol dan diaduk dengan sangat kuat sebelum dilakukan transesterifikasi Jarak pagar Nisbah metanol:minyak (9:1), reaksi 2,5 jam, jumlah katalis 1,5%, 70 o C Biji bunga matahari CaO/Al 2 O 3 CaO disupport oleh Al 2 O 3 Kelapa sawit CaO CaO CaO CaO diperoleh dari pembakaran batu kapur selama 1,5 jam pada suhu 900 o C dialiri dengan Helium Katalis dipanaskan pada suhu 120 o C selama 12 jam, dan kemudian dikalsinasi pada suhu 550 o C selama 5 jam. CaO disupportkan pada mesoporous silica SBA-15. Katalis diaktifkan selama 1jam, pada suhu 800 o C sebelum transesterifikasi Kondisi metanol super kritis: Suhu reaksi 252 o C, lama reaksi 6 menit, jumlah katalis 3 wt% CaO dan nisbah metanol:minyak (41:1) Jumlah katalis optimum adalah 5.97 wt.%, Nisbah metanol:minyak ( 12,14:1), suhu reaksi C; reaksi 5 jam Kedele Nisbah metanol:minyak (12:1), reaksi 1 jam, jumlah katalis 14 mmol, 65 o C Kedele Bunga matahari dan castor Jumlah katalis 8,0wt%, Nisbah metanol:minyak ( 12:1), suhu reaksi 65 C; lama reaksi 3 jam Jumlah katalis 1,0wt%, Nisbah metanol:minyak (12:1), suhu reaksi 60 C; lama reaksi 5 jam 96% 98.64%. 93%, 95% 95% (5 jam) 65.7% (1 jam)

123 91 Kawashima et al. (2009) Granados et al. (2007) Alonso et al..(2009) Wen et al. (2010) CaO CaO dengan kemurnian 99% diaktivasi dengan metanol pada suhu 25 o C selama 1,5 jam sebelum transesterifikasi CaO Kemurnian katalis 99,9%, aktivasi dilakukan dengan melakukan outgassing selama 2 jam pada suhu 700 o C (kecapatan pemanasan = 5 K min _1 ). Li/CaO CaO dengan kemurnian 99,9%. Lithium disupportkan pada CaO. Katalis diaktifkan pada suhu 500 o C selama 2 jam. KF/CaO KF disupportkan pada CaO, dioven pada suhu 105 o C selama 4-6 jam diikuti dengan kalsinasi 2 4 jam pada suhu 750 o C. rapeseed Nisbah metanol:minyak (6:1), reaksi 3 jam, jumlah katalis 0.67%, suhu 65 o C Biji bunga matahari Biji bunga matahari Chinese tallow seed Nisbah metanol:minyak (13:1), 90 menit, jumlah katalis 1,0%, suhu reaksi 60 o C Jumlah katalis 0,2wt%, Nisbah metanol:minyak ( 14:1), suhu reaksi 60 C; lama reaksi 2 jam Jumlah katalis 4%wt%, Nisbah metanol:minyak ( 12:1), suhu reaksi 65 C; lama reaksi 2,5 jam 87%, tanpa aktivasi 92%, dengan aktivasi 94% 92% 96% Penelitian ini (2010) CaO CaCO 3 dikalsinasi pada suhu 900 o C selama 1,5 jam dan CaO yang dihasilkan disimpan di dalam desikator yang mengandung silika gel dan pelet KOH untuk menghilangkan H 2 O dan CO 2 Jarak pagar Jumlah katalis 0,91wt%, Nisbah metanol:minyak ( 10,41:1), suhu reaksi 65 C; lama reaksi 2 jam 81,73 menit, 94,85%

124 Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Rendah Transesterifikasi Minyak Jarak yang Mengandung ALB Rendah dengan Katalis Heterogen CaO Pada Gambar 21 diperlihatkan hubungan antar lama reaksi transesterifikasi terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel pada beberapa dosis katalis CaO. tingginya dosis katalis. Aktivitas katalitik dari CaO semakin besar dengan semakin Lama reaksi juga memperlihatkan kecenderungan meningkatkan rendemen biodiesel. Semakin lama reaksi menghasilkan rendemen biodiesel yang semakin besar. Namun demikian pada dosis katalis 2,5% terlihat bahwa penambahan waktu reaksi setelah 2 jam reaksi tidak meningkatkan jumlah rendemen. Diduga pada saat itu sudah tercapai kesetimbangan reaksi, sehingga penambahan waktu tidak berpengaruh terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel. Variabel penting yang mempengaruhi keberhasilan proses transesterifikasi adalah: suhu reaksi, nisbah molar alkohol dan minyak, katalis, lama reaksi, kehadiran air, asam lemak bebas, dan intensitas pengadukan (Ma et al. 1999; Srivastava and Prasad 2000; Caili and Kusefoglu 2008; Akgun and Iscan 2008). Gambar 22 juga menunjukkan bahwa konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel sudah mencapai kesetimbangan setelah reaksi berlangsung selama 2 jam apabila dosis katalis yang digunakan adalah 2,5%. Walaupun Chitra et al. (2005) menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar mencapai 98% menggunakan katalis homogen NaOH, namun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih baik daripada Huaping et al. (2006) yang menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar sebesar 93%. Kalau dibandingkan dengan hasil yang diperoleh peneliti lain yang menggunakan CaO sebagai katalis pada minyak lainnya, maka aktivitas katalitik dari CaO pada penelitian ini cukup baik. Granados (2007) menghasilkan rendemen 94% pada transesterifikasi minyak biji bunga matahari, Kawashima et al. (2009) menghasilkan rendemen 92% pada transesterifikasi minyak rapeseed, Kouzu et al. (2008) dan Liu et al. (2008a) menghasilkan konversi masingmasingnya 93% dan 95% berturut-turut pada minyak kedele.

125 93 Konversi (%) Berat Katalis (wt%) % 1.5% % 2.5% Lama Reaksi (jam) Gambar 21 Pengaruh lama reaksi terhadap konversi biodiesel pada berbagai berat katalis CaO. Transesterifikasi berlangsung pada suhu 65 o C dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1) Konversi (%) Lama Reaksi 2 jam 2,5 jam % 1.5% 2.0% 2.5% Berat Katalis (wt%) Gambar 22 Pengaruh berat katalis CaO terhadap konversi biodiesel pada berbagai lama reaksi. Transesterifikasi berlangsung pada suhu 65 o C dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1)

126 94 Transesterifikasi memiliki kendala terutama pada pemisahan gliserol dan biodiesel dan memerlukan perlakuan terhadap limbah cair (Al-Zuhair 2007). Namun demikian kendala ini dapat diatasi dengan menggunakan katalis heterogen dalam transesterifikasi dan adsorben dalam pemurnian biodiesel. Proses yang dikembangkan dalam penelitian ini yang menggunakan katalis CaO dalam transesterifikasi dan bentonit asam sebagai adsorben dalam pemurnian biodiesel diharapkan dapat memperbaiki kendala pemisahan biodiesel dan gliserol seperti pada transesterifikasi menggunakan katalis homogen Transesterifikasi in-situ biji jarak dengan katalis aoh Uji ortogonal. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses transesterifikasi in-situ dapat dilihat pada Tabel 37. Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa ukuran partikel, suhu, konsentrasi pelarut, kadar air dan pengadukan berpengaruh terhadap hasil dan selektivitas dari reaksi transesterifikasi secara insitu (Hernadez et al. 2005; Georgogianni 2008). Hasil uji ortogonal dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l (x 1 ) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan transesterifikasi secara in-situ, diikuti oleh nisbah metanol:minyak (x 2 ), suhu reaksi (x 3) dan lama reaksi (x 4 ). Titik optimum yang ditunjukkan Tabel 37 adalah konsentrasi NaOH dalam metanol, 0,08 mol/l (x 1 ); nisbah molar metanol:minyak 170:1 (x 2 ); suhu reaksi 60 o C (x 3 ) dan lama reaksi, 3 jam (x 4 ). Titik optimum ini menjadi patokan di dalam penelitian berikutnya mengenai optimasi proses transesterifikasi secara insitu menggunakan RSM. Pengaruh variabel proses transesterifikasi secara In-situ. Susunan CCD dan respon konversi biodiesel terhadap peubah proses transesterifikasi in-situ dapat dilihat pada Lampiran 18. Pada Lampiran 19 ditampilkan ANOVA pengaruh transesterifikasi in-situ terhadap konversi jarak pagar menjadi biodiesel setelah eliminasi peubah yang tidak nyata.

127 95 Tabel 37 Hasil uji ortogonal transesterifikasi minyak J.curcas L. secara in-situ No percobaa n Konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l (x 1) Nisbah molar metanol:minya k (x 2 ) Suhu reaksi (x 3) Lama reaksi, jam (x 4) Konversi (%) 1 0, ,40 2 0, ,15 3 0, ,40 4 0, ,60 5 0, ,90 6 0, ,35 7 0, ,00 8 0, ,95 9 0, ,60 K 1 87,12 92,25 103,59 107,23 K 2 114,87 102,47 102,01 94,70 K 3 102,88 110,15 105,77 102,93 k 1 29,04 30,75 34,53 35,74 k 2 38,29 34,16 34,00 31,57 k 3 34,29 36,72 35,26 34,31 R 9,25 5,97 1,26 4,18 Rank Optimu m 0, Dari Lampiran 19 dapat diketahui bahwa faktor transesterifikasi in-situ yang paling berpengaruh terhadap konversi biodiesel adalah interaksi antara (x 1 ),

128 96 (x 2 ), dan (x 4 ), diikuti oleh pengaruh kuadratik (x 1 ) dan interaksi antara (x 1 ) dan (x 4 ). Persamaan model regresi untuk transesterifikasi in-situ adalah: Konversi = , ,86X 2 +33,82 X ,83X 4-1,41E +005 X 1 2-0,01X ,83 X1 X ,36X 1 X 4-0,24X 2 X 3-7,456 X 2 X 4-0,20X 3 X 4 +92,10 X 1 X 2 X 4 R 2 = 0,97 Persamaan regresi di atas menunjukkan adanya pengaruh linier dan kuadratik pada peubah reaksi transesterifikasi in-situ terhadap konversi biodiesel. Titik optimal dari persamaan itu adalah: konsentrasi NaOH dalam metanol sebesar 0,08 mol/l nisbah molar metanol:minyak (171,1 mol/mol); lama reaksi (3,02 jam); dan suhu reaksi (45,66 o C). Pada Gambar 23 dapat dilihat grafik interaksi antara suhu reaksi dan jumlah katalis dalam metanol terhadap konversi biodiesel. Pada suhu 45 o C, penambahan jumlah katalis akan meningkatkan rendemen biodiesel. Namun pada suhu 55 o C terlihat kecendrungan terjadi penurunan rendemen biodiesel dengan bertambahnya jumlah katalis D- Interaction Graph D: Reaction Temperature D+ Yield Yield D: Reaction Temperature A: Catalyst in MeOH A: Cataly st in MeOH Gambar 23 Pengaruh suhu reaksi dan jumlah katalis dalam metanol (mol/mol) terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi

129 97 Kecenderungan yang sama juga diperlihatkan pada Gambar 24, dimana pada suhu 45 o C peningkatan jumlah nisbah metanol akan meningkatkan konversi biodiesel, sementara pada suhu 55 o C peningkatan nisbah metanol menurunkan konversi biodiesel. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada penelitian Qian et al. (2008). Hasil optimasi menunjukkan bahwa nisbah metanol:minyak yang optimal adalah 171:1 dan suhu optimal adalah 45 o C. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa pada nisbah molar metanol:minyak (160:1), penambahan katalis akan meningkatkan konversi biodiesel. Namun sebaliknya, kalau nisbah itu meningkat menjadi 180:1, penambahan katalis malah menurunkan konversi biodiesel Interaction Graph Grafik Interaksi D: Reaction Temperature Suhu Reaksi D+ 45 C Yield Konversi Yield Konversi D- 55 C D: Reaction Temperature Suhu Reaksi (a) Nisbah B: MeOH/oil Metanol/Minyak ratio Nisbah B: MeOH/oil Metanol/Minyak ratio (b) Gambar 24. Pengaruh suhu reaksi dan nisbah metanol minyak terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi Metanol secara sendirian merupakan pelarut untuk ekstraksi minyak nabati yang buruk. Namun demikian, basa beralkohol dapat menghancurkan jaringan intraselular di dalam daging biji jarak pagar seperti yang terjadi pada transesterifikasi in-situ pada biji kapuk, yang memungkinkan pelarutan (solubilization) dan selanjutnya transesterifikasi. Tanpa penambahan NaOH ke dalam metanol, transesterifikasi in-situ hampir tidak dapat terjadi (Qian et al.

130 ). Ketika peningkatan konsentrasi NaOH 0,07-0,9 mol / L, jumlah minyak jarak pagar yang dikonversi menjadi biodiesel juga meningkat (Gambar 25). Namun, saat nisbah molar metanol:minyak meningkat (180:1), penambahan katalis malah menurunkan konversi biodiesel B+ Interaction Graph B: MeOH/oil ratio Yield Yield B: MeOH/oil ratio A: Catalyst in MeOH B A: Cataly st in MeOH Gambar 25. Pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi Sifat Bahan Bakar Hasil Transesterifikasi secara in-situ. Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar dirangkum pada Tabel 38. Terdapat perbedaan densitas dan viskositas antara biodiesel yang dihasilkan melalui transesterifikasi menggunakan katalis CaO dengan yang dihasilkan melalui transesterifikasi secara in-situ dengan katalis NaOH, dimana proses in-situ menghasilkan densitas dan viskositas yang lebih besar. Hasil yang diperoleh juga lebih besar dari pada Chitra et al (2005). Hal ini barangkali disebabkan karena adanya komponen polar yang larut dalam alalkohol. Walaupun demikian, biodiesel jarak pagar ini masih memenuhi standar biodiesel menurut ASTM D , DIN EN14214 atau SNI

131 99 Tabel 38 Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ Karakteristik Satuan biodiesel jarak pagar SNI Densitas kg/m Viskositas mm 2 s -1 4,81 2,3-6,0 Titik Nyala o C Min 100 Titik Tuang o C - Kadar Air % 0,04 Max 0,05 Kadar Abu % 0,02 Max 0,02 Residu Karbon % Max 0,30 Bilangan Asam mg KOH/g 0,43 Max 0,80 Komposisi Kimia Bungkil Jarak Pagar Hasil Transesterifikasi secara In-situ. Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ dibandingkan dengan daging biji segar dan bungkil sebelum didetoksifikasi dapat dilihat pada Tabel 39. Dari Tabel 39 dapat dilihat bahwa bungkil jarak hasil transesterifikasi secara in-situ (45,92%) memiliki kandungan protein relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008). Namun demikian, kandungan protein bungkil kedele setelah semua lemaknya dihilangkan adalah sebesar 62% (Herrera et al. 2006) dan lebih besar daripada kandungan protein bungkil jarak hasil transesterifikasi secara in-situ (45,92%). Hal ini disebabkan karena masih banyaknya lemak yang tersisa pada bungkil jarak disebabkan transesterifikasi secara in-situ dalam penelitian ini. Transesterifikasi in-situ mengekstrak minyak sebesar 83% dari potensi minyak yang dikandung dalam daging biji jarak pagar. Namun demikian kemampuan ektraksi minyak ini lebih baik dibandingkan kalau ekstraksi dilakukan dengan alat kempa mekanis (mechanical press). Pada Gambar 26 diperlihatkan kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC setelah transesterifikasi secara in-situ.

132 100 Tabel 39 Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara insitu dibandingkan dengan daging biji segar dan bungkil sebelum di detoksifikasi Kandungan (%) Daging biji segar Bungkil daging biji setelah dikempa mekanis Bungkil daging biji setelah diekstrak hexan Bungkil daging biji setelah transesterifikasi insitu Protein 23,61 41,67 61,74 45,92 Lemak 59,80 29,01 1,12 17,04 Abu 4,42 7,77 9,84 6,60 Serat Kasar 2,31 4,06 5,15 5,04 Karbohidrat 5,74 10,07 12,75 10,53 Forbol ester (mg/g) 6,55 6,23 4,50 Tidak terdeteksi Kandungan Gizi dan Forbol Ester Setelah Transesterifikasi in-situ dan Detoksifikasi Kandungan gizi yang meliputi protein, lemak, abu, serat kasar dan karbohidrat serta kandungan racun forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi dapat dilihat pada Tabel 40. Sementara itu profil HPLC analisis forbol ester bungkil jarak pagar setelah detoksifikasi dapat dilihat pada Gambar 27. Dari Tabel 40 dapat dilihat bahwa kandungan protein bungkil jarak hasil tranesterifikasi in-situ (41,07%) dan kandungan protein bungkil hasil detoksifikasi (41,98%) relatif sama dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008). Data pada Tabel 40 juga menunjukkan bahwa transesterifikasi in-situ dan detoksifikasi bungkil jarak dapat menurunkan kandungan forbol ester sampai jumlah yang tidak dapat terdeteksi. Metanol yang digunakan sebagai pelarut pada transesterifikasi in-situ, merupakan pelarut yang sangat baik pula untuk forbol ester (Haas and Mittelbach 2000, Rakshit et al. 2008). Perlakuan detoksifikasi

133 101 menggunakan alkali (NaOH), metanol dan panas lebih baik dalam menurunkan kandungan forbol ester secara nyata (Haas and Mittelbach 2000; Aregheore et al. 2003, Rakshit et al. 2008; Qian et al. 2008; Makkar et al. 2009). Tabel 40 Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi in-situ dan setelah detoksifikasi Kandungan (%) Daging biji segar Bungkil daging biji setelah detoksifikasi Bangi (Malaysia) Lampung (Indonesia) Bangi (Malaysia) (transesterifikasi in-situ) Lampung (Indonesia) (detoksifikasi) Protein 23,61 23,4 45,92 41,98 Lemak 59,80 58,8 17,04 28,40 Abu 4,42 5,1 6,60 7,79 Serat Kasar 2,31 2,3 5,04 3,52 Karbohidrat 5,74 6,01 10,53 9,16 Forbol ester (mg/g) 6,55 6,87 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Laju pertumbuhan, Mortalitas dan Konsumsi Forbol ester Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan dapat dilihat pada Tabel 41. Sementara itu Tingkat Kematian tikus setelah mengkonsumsi bungkil jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel 41 mengindikasikan bahwa perlakuan dengan alkali (NaOH) lebih baik dalam menurunkan kandungan forbol ester (Haas and Mittelbach 2000; Rakshit et al. 2008; Makkar et al. 2009). Walau demikian, perlakuan ini secara sendiri belum mampu menurunkan forbol ester sampai tingkat yang diinginkan. Aregheore et al. (2003) melaporkan bahwa perlakuan kimia

134 102 disamping perlakuan dengan panas diperlukan untuk menghilangkan kandungan forbol ester secara nyata. [a] sebelum transesterifikasi in-situ Waktu Retensi (menit) [b] setelah transesterifikasi in-situ Gambar 26 Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) setelah transesterifikasi in-situ; ; (b) setelah transesterifikasi secara in-situ

135 103 [a] sebelum detoksifikasi [b] Forbol ester setelah detoksifikasi Gambar 27 Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) sebelum detoksifikasi; (b) setelah detoksifikasi

136 104 Tabel 41 Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan Kode Diet yang diberikan Kandungan Forbol ester (mg/g) Berat awal ratarata (g) Berat akhir ratarata (g) Pertambahan /Kehilangan berat badan (g) Konsumsi Forbolester rata-rata (mg/tikus) A Kontrol 0 96,79 135,48 38,60 a 0 a B ALB rendah-bungkil-insitu Tidak 99,37 139,27 39,90 a 0 a terdeteksi C ALB rendah-bungkil -ME 6,23 94,43 55,60-38,83 c 1,465 c D ALB rendah-bungkil -SE 4,50 95,73 57,17-38,56 c 1,894 d E ALB tinggi-bungkil -ME 6,34 96,94 67,79-29,16 e 2,161 e F ALB tinggi-bungkil-se 4,54 92,98 67,52-25,46 f 1,591 c G ALB rendah-bungkil -NaOH 1,04 95,75 58,97-36,78 d 0,428 b H ALB tinggi-bungkil -NaOH 1,06 96,35 61,62-34,73 d 0,390 b I ALB tinggi-bungkil -NaOH- MeOH-air Tidak terdeteksi 97,66 133,90 36,24 b 0 a Keterangan: ALB rendah-bungkil yang berasal dari jarak ALB rendah; ALB tinggi-bungkil: bungkil berasal dari jarak ALB tinggi. ME: setelah diekstrak menggunakan alat mekanis; SE: setelah diekstrak menggunakan pelarut hexan; NaOH: setelah dilakukan perlakuan dengan NaOH; Me-OH: Setelah dilakukan perlakuan menggunakan metanol. Angka yang diikuti dengan huruf yang dalam kolom yang sama tidak berbeda secara nyata menurut uji Duncan (p 0.05). Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)

137 105 Tabel 42 Kematian tikus setelah diberikan diet kontrol dan diet dengan subsitusi bungkil jarak pagar Kode Diet Jumlah tikus Asupan makanan ratarata (g/hari) Kematian tikus tikus pada hari ke-1 sampai ke A Kontrol B ALB rendah-bungkil-insitu 3 13, C ALB rendah-bungkil -ME 3 1, D ALB rendah-bungkil -SE 3 2, E ALB tinggi-bungkil -ME 3 2, F ALB tinggi-bungkil-se 3 2, G ALB rendah-bungkil -NaOH 3 2, H ALB tinggi-bungkil-naoh 3 2, I ALB tinggi-bungkil -NaOH- MeOH-air 3 10, Keterangan: ALB rendah-bungkil yang berasal dari jarak ALB rendah; ALB tinggi-bungkil: bungkil berasal dari jarak ALB tinggi. ME: setelah diekstrak menggunakan alat mekanis; SE: setelah diekstrak menggunakan pelarut hexan; NaOH: setelah dilakukan perlakuan dengan NaOH; Me-OH: Setelah dilakukan perlakuan menggunakan Metanol.

138 106 Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan pada Tabel 41 memperlihatkan bahwa tidak selalu terdapat hubungan yang linier antara jumlah konsumsi forbol ester dengan pertumbuhan/ kehilangan berat badan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kandungan zat antigizi lain (Makkar et al. 1997, Aderibigbe et al. 1997) yang ada di dalam bungkil seperti saponin, fitat, lektin dan tripsin. Dari Tabel 42 dapat dilihat bahwa bungkil jarak hasil transesterifikasi secara in-situ dikonsumsi lebih banyak. Angka konsumsi bungkil ini relatif sama dengan yang dikonsumsi tikus yang mengkonsumsi pakan standar. Bungkil jarak pagar hasil detoksifikasi juga disukai oleh tikus, walaupun konsumsi rata-rata per hari lebih kecil. Rendahnya konsumsi ini diduga disebabkan oleh masih kuatnya aroma dan rasa sabun dari NaOH pada diet tersebut sehingga tikus mengkonsumsinya lebih sedikit (Aregheore et al. 2003; Rakshit et al. 2008). Temler et al. (1983) melaporkan bahwa asupan makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti (i) pola asam amino dari proteinnya, (ii) rasa, (iii) bau dan (iv) tekstur dari makanan tersebut. Rendahnya asupan makanan pada perlakuan G dan H walaupun kandungan forbol esternya rendah barangkali disebabkan oleh rasa, bau dan tekstur, namun bukan oleh pola asam amino dari bungkil J. curcas L. (Aregheore et al. 2003). Kecuali rendahnya lisin, bungkil J. curcas L. memiliki keseimbangan asam amino yang mirip dengan asam amino kedele (Becker, 1996; Makkar & Becker 1997). Level kematian tikus percobaan tidak selalu berhubungan dengan konsumsi phorbol ester rata-rata perhari yang dikonsumsi (Tabel 42). Walaupun C lebih sedikit daripada D atau F. Namun kematian lebih awal ternyata diperlihatkan oleh tikus yang mengkonsumsi C. Hasil ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan mortalitas tikus tidak hanya disebabkan oleh toksisitas forbol ester, tapi juga disebabkan oleh zat antigizi yang dikandung oleh bungkil tersebut (Rakshit et al. 2008) seperti saponin, fitat, lektin dan tripsin. Namun demikian forbol ester tetap menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap asupan makanan dan pertumbuhan tikus.

139 isbah Efisiensi Protein (PER) dan Indeks Transformasi (TI) Nilai PER dan TI ditampilkan pada Tabel 43. PER adalah pertambahan berat badan tikus berdasarkan jumlah protein yang dikonsumsinya. Sementara TI adalah perbandingan asupan yang dikonsumsi setiap pertambahan berat badan. Tabel 43 menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan racun dalam diet maka semakin sedikit pakan yang dikonsumsi. Dengan semakin sedikitnya pakan yang dikonsumsi, maka asupan protein pun menjadi semakin sedikit. Aregheore et al. (2003) menunjukkan bahwa kandungan forbol ester melebihi 1,44 mg/g dalam diet menghasilkan penurunan asupan makanan, kehilangan berat badan dan rendahnya nilai PER dan TI. Tabel 43 Nisbah Efisiensi Protein (PER) dan Indeks Transformasi (TI) Kode Diet PER TI A Kontrol 2,12 2,48 B ALB rendah-bungkil-insitu 1,85 2,37 C ALB rendah-bungkil -ME -19,31-0,22 D ALB rendah-bungkil -SE -9,95-0,41 E ALB tinggi-bungkil -ME -11,62-0,40 F ALB tinggi-bungkil-se -10,13-0,41 G ALB rendah-bungkil -NaOH -10,41-0,42 H ALB tinggi-bungkil -NaOH -11,79-0,36 I ALB tinggi-bungkil -NaOH- MeOH-air 2,23 1,96

140 Simpulan dan Saran Simpulan 1. Berdasarkan hasil analisis fisiko-kimia minyak jarak, maka terdapat dua jenis minyak jarak berdasarkan kandungan asam lemak bebasnya apabila minyak tersebut akan dijadikan bahan baku untuk pembuatan biodiesel: minyak jarak dengan kandungan ALB tinggi (6,99%) dari jarak pagar Lampung dan minyak jarak pagar dengan kandungan ALB rendah (1,68%) yang berasal dari Bangi. 2. Bungkil jarak pagar hasil ekstraksi mekanis mengandung protein sebesar 41,07%- 41,67%. Namun demikian bungkil jarak mengandung komponen forbol ester yang bersifat racun. Kandungan racun bungkil jarak pagar dari Lampung (6,87 mg/g) lebih besar daripada bungkil jarak Bangi (6,55 mg/g). Bungkil jarak memiliki potensi sebagai bahan pakan apabila komponen racunnya dihilangkan melalui detoksifikasi. 3. Hasil optimasi menunjukkan bahwa katalis heterogen Bentonit-HCl mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis sebesar 3,84%, waktu reaksi 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), pada suhu reaksi esterifikasi sebesar 65 o C. Dosis katalis, lama reaksi dan nisbah metanol minyak berpengaruh nyata terhadap konversi bilangan asam pada reaksi esterifikasi. 4. CaO yang diperoleh dari pembakaran dari sumber batu kapur yang murah pada suhu 900 o C selama 1,5 jam memberikan sifat katalitik yang baik untuk transesterifikasi biodiesel. Hasil optimasi pada minyak jarak pagar yang mengandung ALB tinggi menunjukkan bahwa katalis CaO mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis 0,91%, nisbah molar metanol:minyak (10,41:1), lama reaksi selama 81,73 menit, pada suhu transesterifikasi 65 o C dengan rendemen biodiesel sebesar 94%. Nisbah metanol:minyak merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap laju esterifikasi dan transesterifikasi. Sementara itu, lama reaksi tidak memberikan pengaruh yang nyata.

141 Hasil transesterifikasi minyak jarak pagar yang memiliki kandungan ALB rendah menggunakan katalis CaO memperlihatkan bahwa konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel terbaik diperoleh pada suhu 65 o C, nisbah molar metanol:minyak (12:1), katalis 2,5% dan lama reaksi 2 jam. Pada kondisi ini konversi biodiesel adalah 95%. 6. Bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 merupakan adsorben terbaik dalam pemurnian biodiesel dan menurunkan konsentrasi kalsium pada biodiesel yang dibuat dari transesterifikasi minyak jarak pagar menggunakan katalis CaO. Pemurnian menggunakan adsorben bentonit dapat menggantikan metode pemurnian konvensional menggunakan air panas dalam proses pencucian sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat dihilangkan. 7. Dosis katalis, lama reaksi, suhu reaksi dan nisbah metanol minyak berpengaruh nyata terhadap konversi biodiesel pada reaksi transesterifikasi secara in-situ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah minyak biji jarak pagar dilarutkan dalam metanol sekitar 83% dari total potensi minyak yang ada pada daging biji jarak pagar dan konversi minyak ini menjadi biodiesel dapat mencapai 96% dengan ketentuan sebagai berikut: konsentrasi katalis NaOH dalam metanol sebesar 0,08 mol/l; nisbah molar metanol:minyak (171,1:1), lama reaksi selama 3,02 jam dan suhu transesterifikasi 45,66 o C 8. Detoksifikasi menggunakan 2% NaOH, diautoklaf selama 15 menit, pada suhu 121 o C, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air (ALB tinggibungkil-naoh-meoh-air) serta transesterifikasi secara in-situ (ALB rendahbungkil-insitu) dapat menghasilkan bungkil jarak tak-beracun yang kaya protein. Detoksifikasi memberikan respon yang positif terhadap pertambahan berat badan, tak terdapatnya mortalitas, tingginya nilai nisbah efisiensi protein (PER) dan indeks transformasi (TI) dari tikus percobaan Saran 1. Untuk pengembangan CaO sebagai katalis, disarankan memperhatikan faktorfaktor yang menurunkan kemampuan kataliknya, seperti kontak dengan udara dalam jangka cukup lama, kontak dengan air dan CO 2. Aktivasi CaO pada

142 110 suhu 700 o C sebelum digunakan disarankan untuk meningkatkan kemampuan katalitik katalis CaO. 2. Untuk menjadikan bungkil jarak hasil detoksifikasi sebagai sumber pakan, disarankan untuk melakukan uji toksisitas dalam jangka waktu yang lebih lama. 3. Supaya bungkil tersebut sebagai substitusi pakan dapat disukai oleh ternak maka dalam penyiapan pakan perlu diperhatikan berbagai faktor, seperti (i) pola asam amino dari proteinnya, (ii) rasa, (iii) bau dan (iv) tekstur dari makanan tersebut.

143 4 PERA CA GA PROSES, A ALISIS KELAYAKA EKO OMI DA LCA PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR ME GGU AKA KATALIS HETEROGE KALSIUM OKSIDA 4.1 Pendahuluan Sebelum sampai kepada perancangan proses yang lebih detail maka data laboratorium perlu melewati tahap verifikasi lebih lanjut. Verifikasi dapat dilakukan melalui percobaan pada kondisi dan kapasitas yang kita inginkan untuk mendapatkan basis data yang lebih detail, pengujian skala pilot atau mempersiapkan model simulasi (Seider et al. 1999). Pada penelitian ini, tahapan yang dipilih adalah melalui simulasi. Simulasi proses industri yang melibatkan banyak satuan operasi seperti layaknya sebuah pabrik, dilakukan sebelum kajian tekno-ekonomi dan analisis dampak lingkungan. Simulasi proses banyak dilakukan dengan bantuan perangkat lunak HYSYS (Zhang et al. 2003a). Langkah pertama dalam mengembangkan simulasi proses batch ini adalah perancangan dasar (basic design) yaitu dengan membangun bagan alir proses, menghitung kesetimbangan massa, mengembangkan bagan waktu setiap proses, menghitung kesetimbangan energi dan membuat daftar peralatan yang digunakan. Langkah berikutnya adalah memperkirakan biaya produksi yang meliputi biaya peralatan, biaya pabrik secara keseluruhan, biaya peubah, dan biaya lainnya yang berguna untuk kajian tekno-ekonomi (Sakai et al. 2009) Studi yang berkenaan dengan tekno-ekonomi proses produksi biodiesel telah banyak dipublikasikan. Diantara peubah sistem produksi yang dikaji, harga bahan baku minyak merupakan faktor utama yang menjadi kendala dalam komersialisasi biodiesel. Disamping itu kapasitas pabrik, teknologi proses, dan harga gliserol merupakan peubah paling nyata yang mempengaruhi kelangsungan hidup ekonomi produksi biodiesel (Nelson et al. 1994, Zhang et al. 2003b; Van Kasteren and Nisworo 2007; You et al. 2008; West et al. 2008; Marchetti and Errazu 2008; Sakai et al. 2009; Lim et al. 2009). Biaya produksi biodiesel dari berbagai sumber seperti minyak kedele, lemak hewan, minyak kanola, minyak bunga matahari dan minyak rapseed secara

144 112 berturut-turut adalah 0, 3; 0,32 0,37; 0,4; 0,63, dan 0,69 USD L -1 (You et al. 2008). Disamping itu, dari studi yang komprehensif oleh berbagai peneliti menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas produksi suatu pabrik maka biaya rata-rata untuk menghasilkan satu liter biodiesel juga akan semakin rendah (Zhang et al. 2003a, 2003b, Haas et al. 2006, Puspasari 2007; Sakai et al 2009). Sementara itu, Zhang et al. (2003b) menunjukkan nilai gliserol mengurangi biaya produksi total 6-6,5% dan ia memberikan dampak nyata terhadap nilai bersih dari biaya produksi (total manufacturing cost). Selain masalah tekno-ekonomi, isu lain yang menjadi kepedulian masyarakat saat ini adalah isu lingkungan. Isu lingkungan berkait sangat erat dengan peubah tekno-ekonomi, dikarenakan biaya dan efisiensi dari proses yang dipilih dalam produksi biodiesel terikat sangat erat dengan produksi jangka panjang dan mempengaruhi biaya investasi dan biaya operasional serta beban lingkungan dari produk (Kiwjaroun et al. 2009). Dengan kata lain, kepedulian terhadap masalah lingkungan dapat berhubungan dengan aspek ekonomi, dikarenakan mengurangi konsumsi bahan dan energi berhubungan secara langsung dengan keuntungan finansial, disamping peningkatan kualitas lingkungan (da Silva and Amaral 2009). Ada sejumlah alat bantu yang telah dikembangkan untuk menghitung konsumsi dan dampak lingkungan dari suatu proses. Diantara alat bantu tersebut Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment/LCA) dapat dipertimbangkan sebagai metode yang paling komprehensif (Zhang 2008). LCA adalah sebuah metode analisis yang dirancang untuk mengevaluasi potensi dampak lingkungan dari suatu produk atau proses mulai dari ekstraksi bahan baku, proses produksi dan penggunaan, sampai ke akhir dari masa hidupnya. International Organization for Standardization (ISO) 14044:2006 (ISO 2006), menyatakan analisis LCA terdiri dari empat fasa: Definisi tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori siklus hidup/life Cycle Inventory (LCI), penilaian dampak siklus hidup/life Cycle Impact Assessment (LCIA) dan terakhir adalah penafsiran hasil dan penilaian perbaikan. LCA secara luas telah diterima untuk menyelidiki dampak lingkungan potensial yang disebabkan oleh produk dan jasa (Majer et al 2009).

145 113 Kajian tekno-ekonomi biodiesel secara sinambung, baik itu menggunakan katalis homogen alkali atau asam, katalis heterogen asam, dan proses menggunakan metanol superkritis telah banyak dilakukan terutama pada produksi skala besar. Pada penelitian ini, penulis melakukan kajian tekno-ekonomi produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen dan secara batch dengan kapasitas 200 L/batch. Sistem batch dijadikan pilihan karena otomatisasi pada sistem sinambung berharga mahal (dapat mencapai 50% dari modal peralatan). Hal ini akan menjadikan investasi pabrik menjadi mahal sehingga pabrik yang dibangun dengan kapasitas produksi yang kecil akan menyebabkan dia tidak efisien. Kapasitas produksi 200L/batch ditetapkan berdasarkan kesesuaian ukuran peralatan sehingga pabrik dapat dibuat dalam bentuk modul. Dimana modul tersebut dapat dimasukkan ke dalam kontener komersial seperti yang dibuat oleh BDRST (2008). Berkaitan dengan LCA, ada tiga fasa dalam sistem produksi biodiesel jarak pagar (Gambar 28). Fasa 1 adalah perkebunan jarak pagar yang menghasilkan biji jarak pagar. Fasa ini memiliki masukan, proses, dan dampak lingkungan tersendiri. Fasa 2 merupakan fasa pengolahan biji yang terdiri dari ekstrasi minyak, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi. Masukan, proses, dan dampak lingkungannya berbeda dengan Fasa 1. Fasa 3 adalah pemanfaatan biodiesel hasil Fasa 2. Dengan asumsi bahwa proses penyiapan bahan baku pada Fasa 1 dan tahapan pemanfaatan biodiesel (Fasa 3) adalah sama pada setiap proses yang dikembangkan dengan dampak lingkungannya juga sama, fokus dari analisis LCA pada penelitian ini adalah pada Fasa 2.

146 114 Gambar 28 Sistem produksi biodiesel jarak pagar Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) merancang proses produksi biodiesel secara batch dan menilai performanya dari sudut pandang pabrik secara keseluruhan.; (2) melakukan analisis ekonomi berdasarkan nilai prakiraan biaya produksi, nilai return on investment (ROI) dan payback period (PBP) dari proses produksi biodiesel (3) melakukan kajian mengenai dampak lingkungan mengunakan metode LCA proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen (CaO) dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen NaOH. Batasan sistem untuk proses produksi biodiesel dari jarak pagar yang mengandung ALB tinggi dan ALB rendah dapat dilihat pada Lampiran 20 dan 21.

147 Metode Penelitian Tahapan yang dilalui dalam pemilihan ini adalah: pemilihan proses, simulasi proses, perancangan proses, menghitung biaya produksi Prakiraan dan analisis LCA Pemilihan Proses Pemilihan proses didasarkan pada data penelitian laboratorium sebelumnya seperti lamanya reaksi, banyaknya bahan baku yang digunakan, faktor suhu dan tekanan. Proses yang dipilih adalah proses yang paling sedikit menggunakan energi dan bahan baku Simulasi Proses Prosedur simulasi proses meliputi: penentuan komponen-komponen kimia yang digunakan, pemilihan model termodinamik yang sesuai, penentuan kapasitas pabrik, pemilihan satuan-satuan pengendalian yang sesuai untuk digunakan dalam proses serta penentuan masukan (kecepatan aliran, suhu, tekanan dan keadaan lainnya). Informasi bagi sebagian besar komponen seperti metanol, gliserol, sodium hidroksida dan air telah tersedia dalam component library HYSYS 3.2. Karena asam oleat merupakan komponen terbanyak yang terkandung dalam minyak jarak pagar, maka triolein (C 57 H 104 O 6 ) telah dipilih untuk menggantikan minyak jarak pagar dalam simulasi HYSYS 3.2. Metil oleat (C 19 H 36 O 2 ) juga dipilih sebagai produk biodiesel yang dihasilkan dan sifat-sifatnya telah tersedia dalam component library HYSYS 3.2. Karena triolein tidak tersedia dalam daftar component library HYSYS 3.2, komponen ini didefinisikan menggunakan Hypo Manager yang ada dalam HYSYS 3.2. Dengan adanya komponen-komponen yang sangat polar seperti metanol dan gliserol, maka model termodinamik yang dipilih untuk simulasi ini adalah non-random two liquid (NRTL). Diantara satuan operasi utama dalam proses produksi biodiesel modular ini ialah reaktor, satuan pemisahan dan pemurnian produk. Karena informasi terperinci tentang kinetika reaksi tidak tersedia, maka digunakanlah model conversion reactor untuk memodelkan reaktor. Produk antara dalam reaksi

148 116 transesterifikasi yaitu di- dan monoasilgliserol, hanya terdapat pada tahapan awal reaksi disebabkan karena nisbah molar metanol : minyak yang tinggi. Oleh karena itu, dalam simulasi ini produk perantara ini tidak dipertimbangkan. Setelah informasi mengenai masukan dan model alat pengendali telah ditentukan, simulasi proses bisa dilakukan oleh HYSYS 3.2. Keseimbangan massa dan energi bagi setiap satuan proses serta keadaan pengendaliannya juga bisa diselesaikan menggunakan simulasi HYSYS Perancangan Proses untuk Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar Metode perancangan peralatan dilakukan berdasarkan tinjauan dari berbagai rujukan perancangan peralatan yang biasa digunakan seperti Sinnott (1983), Walas (1988) serta McCabe dan Smith ( 1956), juga dengan mempertimbangkan aturan-aturan perancangan peralatan (rules of thumb). Perancangan peralatan ini dimaksudkan untuk memperoleh dimensi setiap peralatan yang digunakan pada pabrik biodiesel modular dalam kajian ini. Perancangan peralatan dibatasi oleh kendala dimensi kontener karena pabrik ini akan dibangun di dalam sebuah kontener. Sedangkan tangki penyimpanan bahan masukan (feedstocks) dan produk disediakan oleh pelanggan dan tidak disusun di dalam kontener Prakiraan Biaya Produksi Biaya produksi biodiesel yang dihitung pada penelitian ini berdasarkan kapasitas produksi 200L/batch Biaya bahan baku dihitung berdasarkan kesetimbangan massa, sementara biaya utilitas yang meliputi biaya listrik dan steam dihitung berdasarkan kesetimbangan energi. Biaya tenaga kerja didasari pada prakiraan bahwa pabrik dengan kapasitas 200L/batch yang beroperasi selama 14 jam setiap hari memerlukan 6 orang operator yang dibagi ke dalam 2 shift (BDRST 2008).

149 Prakiraan Jumlah Modal Investasi Menurut You et al 2008, C FC (Fixed Capital Cost) merepresentasikan biaya untuk membangun pabrik baru. Umumnya, C FC terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama adalah total bare module capital cost (C BM ), yang merupakan jumlah dari harga masing-masing alat di dalam proses. Bagian kedua terdiri dari biaya contingencies and fees (C CF ), biasanya diperkirakan sebagai persentase tertentu dari C BM (biasanya 18% seperti yang digunakan dalam penelitian ini). Bagian ketiga berhubungan dengan biaya auxiliary facilities (C AF ), meliputi itemitem seperti pembelian lahan, instalasi listrik, air, dan konstruksi semua jalan-jalan internal. C AF is biasanya sebesar 30% total basic module cost (C TBM ) (You et al. 2008). C FC = 0,18C BM (1) A FC = 0,3C TBM (2) C TBM = C BM +C CF (3) Oleh karena itu maka, C FC = C BM + C CF + C AF = C TBM + C AF = 1,3C TBM = 1, 3(C BM +C CF )= 1,3(C BM +0,18C BM ) Sedangkan modal kerja Prakiraan C WC biasanya diperkirakan sebesar 15% dari pada C FC (You et al. 2008). Modal Permulaan Pabrik C SU = 8%C FC Prakiraan Jumlah Biaya Produk Jumlah biaya produk terdiri daripada biaya produksi, COM dan pengeluaran umum, GE, menurut persamaan: TPC = COM + GE Berdasarkan Persamaan di atas, biaya produksi terdiri daripada biaya produksi langsung, DMC dan biaya produksi tetap,

150 118 COM = DMC + FMC Biaya produksi langsung, DMC ditentukan menurut persamaan: DMC = C RM + C WT + C UT +C OL + C SP + C MR + C OS + C LC + C R dimana: C RM C WT C UT C OL C SP = biaya bahan baku = biaya penanganan limbah = biaya utilitas = biaya tenaga kerja = biaya supervisi dan administrasi = 0,1C OL C MR = biaya reparasi = 0,02 C FC C OS C LC C R = cost of operating supplies = 0,005C FC = biaya laboratorium = 0,1C OL = biaya royalti proses = 0,01 x Penjualan = 0,01 P Biaya produksi tetap, FMC yang terdiri dari penyusutan, pajak lokal dan asuransi diperkirakan 11,4% C FC. Sementara itu beban pengeluaran umum, GE, terdiri dari distribusi dan pemasaran, serta penelitian dan pengembangan, masing-masing dianggarkan sebesar 2% dan 0,5% daripada penjualan (Puspasari 2007) Kajian Prakiraan Keuntungan dan Kelayakan Ekonomi Pertimbangan ekonomis merupakan kunci penting untuk mendorong pengembangan teknologi proses produksi biodiesel. Ada beberapa kriteria ekonomi utama yang perlu dipertimbangkan, diantaranya adalah biaya investasi total (total investment cost/tcc), biaya produksi total (total manufacturing cost/tmc) dan harga impas bidiesel (BBP). Peneliti yang berbeda menggunakan kriteria yang berbeda pula (You et al. 2008). Seider et al. (1999) menyatakan bahwa prakiraan keuntungan, seperti juga TCC, memainkan peran penting di dalam keseluruhan perancangan proses dalam membantu tim perancang untuk memilih alternatif rancangan yang terbaik.

151 119 Diantara kriteria yang digunakan untuk memperkirakan keuntungan dari rancangan adalah ROI (return on investment) dan PBP (payback period). ROI adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Sementara PBP adalah waktu pengembalian modal yang dihasilkan berdasarkan keuntungan yang dicapai. Perhitungan ini diperlukan untuk mengetahui dalam berapa tahun investasi yang telah dilakukan akan kembali. ROI = Penghasilan tahunan (sebelum pajak atau setelah pajak ) Modal investasi total PBP = Modal terdepresiasi total/total depreciable capital Keuntungan + depresiasi total Analisis Dampak Lingkungan menggunakan Metode LCA Definisi tujuan dan ruang lingkup studi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan membandingkan beban lingkungan dari berbagai proses produksi biodiesel jarak pagar baik untuk biodiesel yang berasal dari minyak jarak dengan ALB yang tinggi, maupun untuk minyak jarak yang mengandung ALB rendah. Ruang lingkup penelitian meliputi penyiapan minyak, proses esterifikasi/transesterifikasi dan detoksifikasi. Satuan fungsional adalah 1 L biodiesel berdasarkan kapasitas produksi biodiesel tahunan 200L/batch Life Cycle Inventory (LCI) Analisis inventori siklus hidup (LCI) adalah proses penghitungan jumlah energi dan kebutuhan bahan mentah, emisi ke atmosfir, emisi yang ditularkan melalui air, limbah padat dan pelepasan lainnya untuk seluruh siklus hidup produk. Dalam fasa LCI ini semua data yang relevan dikumpulkan dan

152 120 diorganisir. Tanpa LCI, tidak ada dasar untuk mengevaluasi dampak lingkungan atau potensi perbaikan. Tingkat akurasi dan detail dari data yang dikumpulkan tercermin dalam seluruh proses LCA. LCI melibatkan kompilasi seluruh masukan dan luaran dari seluruh sistem yang diteliti, berhubungan dengan satuan fungsional dan ruang lingkup dan tujuan studi. Masukan sistem terdiri dari semua aliran bahan dan energi yang berhubungan dengan lingkungan, yang digunakan sepanjang siklus hidup satuan fungsional. Luaran sistem terdiri dari limbah dan emisi yang dihasilkan dari penggunaan sumberdaya (bahan dan energi) (Point 2008) Life Cycle Impact Assessment (LCIA) Pada fasa LCIA, hasil LCI diekspresikan menurut kontribusinya terhadap kategori dampak yang nyata secara global seperti penipisan sumberdaya abiotik, asidifikasi, ekotoksisitas, perubahan iklim dan lain-lain (Point 2008, Kiwjaroun et al. 2009; Papong and Malakul 2010). Dalam evaluasi dampak lingkungan, dampak yang disebabkan oleh penggunaan sumber daya dan emisi limbah dari proses produksi diperlukan. Informasi ini dapat diperoleh dari perangkat lunak LCA, seperti Simapro, Gabi, Umberto, dan lain-lain. Dalam disertasi ini, Simapro versi 7.1 dan Eco-indicator 99 digunakan untuk mengevaluasi sebelas kategori dampak lingkungan yang menjadi perhatian: perubahan iklim, karsinogen, pernapasan organik dan inorganik, penipisan lapisan ozon, ekotoksisitas, peningkatan keasaman /eutrofikasi, mineral, radiasi, penggunaan lahan dan bahan bakar fosil Penilaian dan Penafsiran Penilaian dan penafsiran digunakan untuk mengevaluasi setiap proses yang berguna untuk membantu membuat keputusan. Fasa ini ni merupakan fasa terakhir dari LCA yang melibatkan perbaikan, penilaian dan presentasi hasil dalam rangka menarik kesimpulan yang lebih luas dan membuat rekomendasi mengenai sistem yang sedang dikaji. Pilihan-pilihan perbaikan yang potensial

153 121 untuk mengurangi dampak lingkungan dari sistem juga diidentifikasi dan dievaluasi pada tahap ini (Point 2008). 4.3 Hasil dan Pembahasan Pemilihan Proses Berdasarkan hasil optimasi pada penelitian sebelumnya, diperoleh kondisi proses pembuatan biodiesel jarak pagar ALB tinggi yang optimal seperti dicantumkan pada Table 44 dan biodiesel jarak pagar ALB rendah Tabel 45. Berdasarkan data Tabel 44, maka Proses-2 dipertimbangkan untuk dikembangkan karena proses ini lebih baik daripada Proses-3 dilihat dari lama reaksi yang lebih singkat, jumlah metanol yang digunakan lebih sedikit dan suhu rata-rata lebih kecil. Lama dan suhu reaksi akan berpengaruh terhadap banyaknya energi yang dibutuhkan untuk menjalankan reaksi (Zhang et al. 2003a; West et al. 2009). Berdasarkan data Tabel 45, maka Proses-3 dipertimbangkan untuk dipilih sebagai proses yang akan dikembangkan karena ia lebih baik daripada Proses-2 dilihat reaksi yang berjalan lebih singkat. Semakin banyak jumlah metanol yang dibutuhkan dalam reaksi pada Proses 2 menyebabkan reaktor yang diperlukan juga lebih besar. Semakin besar reaktor akan menyebabkan semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk menjalankan reaksi (Zhang et al. 2003a; West et al. 2009).

154 122 Tabel 44 Resume kondisi proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar ALB tinggi PARAMETER PROSES PROSES-1 (Tiwari et al. 2007) PROSES -2 PROSES -3 ESTERIFIKASI Homogen Homogen Heterogen Suhu 60 o C 60 o C 65 o C Tekanan 1 atm 1 atm 1 atm Lama Reaksi 85 menit 85 menit 5 jam Konversi 98% 98% 95% Metanol:minyak 8 mol 8 mol 15 mol Bentonit-HCl 3,84% Katalis H 2 SO 4 2,7% 2,7% TRA S-ESTERIFIKASI Homogen Heterogen Heterogen Suhu 60 o C 65 o C 65 o C Minyak 1 mol 1 mol 1 mol Tekanan 1 atm 1 atm 1 atm Lama Reaksi 24 menit 88 menit 90 menit Tabel 45 Resume kondisi proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar ALB rendah PARAMETER PROSES PROSES-1 (Chitra et al. 2005) PROSES -2 PROSES -3 TRA S-ESTERIFIKASI Homogen In-situ Heterogen Metanol:minyak 20% 171:1 12:1 Katalis NaOH (1%) NaOH (0,08 mol/l metanol) CaO ( 2,5%) Suhu 60 o C 45 o C 65 o C Tekanan 1 atm 1 atm 1 atm Lama Reaksi 90 menit 3,02 jam 120 menit

155 Perancangan Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Homogen Esterifikasi. Esterifikasi dilakukan pada suhu 60 o C dan tekanan 1 atm selama 85 menit. Metanol (nisbah Metanol minyak 8:1) dan H 2 SO 4 (2,7% dari minyak) dicampurkan sebelum dipompakan ke reaktor konversi V-100. Minyak seberat 175 kg pada aliran aliran 103A mengandung FFA (6,99%) dipanaskan pada pemanas (E-101) sebelum memasuki V-100. Semua FFA berubah menjadi metil ester, aliran 201 dimasukkan ke kolom V-101 untuk dilakukan pencucian dengan gliserin untuk membuang asam sulfat dan air. Diagram alir proses esterifikasi menggunakan katalis homogen dapat dilihat pada Gambar 29. Pencucian dengan Gliserin. Air dan katalis H 2 SO 4 dari V-100 mesti dibuang secara sempurna sebelum dilakukan transesterifikasi dengan alkali. Tambahkan gliserin (4 kg) pada suhu 25 o C dan tekana 1 atm. Semua air akan dibuang dari minyak setelah pencucian pada V-101. Aliran 302 dari V-101 dialirkan ke reaktor transesterifikasi. Aliran 301 yang mengandung metanol yang tidak bereaksi, gliserol, asam sulfat dan minyak yang tak bereaksi, air dan sedikit ester. Metanol dari aliran 301 direcycle pada tangki rekoveri metanol pada evaporator V-102. Aliran 301A yang keluar dari evaporator akan melewati pendingin E-301 sehingga uap metanol berubah menjadi cair. Pengambilan metanol. Pada V-102 dilakukan pengambilan metanol menggunakan evaporator. Bagian yang tinggal di bagian bawah berupa gliserol, asam sulfat, sebagian kecil minyak dan air dialirkan ke tangki limbah cair.

156 124 Gambar 29 Diagram alir proses esterifikasi menggunakan katalis homogen Perancangan Proses Transesterifikasi menggunakan Katalis Homogen Transesterifikasi. Transesterifikasi dilakukan pada suhu 60 o C dan tekanan 1 atm. Metanol dan NaOH dicampurkan sebelum dipompakan ke reaktor konversi V-100. Minyak aliran 101 (175 kg) dipanaskan pada pemanas (E-105) sebelum memasuki V-100 (konversi menjadi metil ester = 98%). Setelah transesterifikasi pada V-100, aliran 201 dipompakan ke tangki pengendapan V-201 untuk memisahkan gliserol dengan metil ester. Lapisan bawah yang terbentuk berupa gliserol dipompakan ke dalam Evaporator 1 V-301 untuk dilakukan proses untuk recoveri metanol. Lapisan sebelah atas (aliran 201A) dipompakan ke dalam Evaporator 2 (V-302) untuk dilakukan proses untuk recoveri metanol (Gambar 30) Pengambilan Metanol. Pada Evaporator 1 V-301 dilakukan pengambilan terhadap metanol yang ada pada lapisan gliserol. Bagian bawah yang tinggal di berupa gliserol, NaOH, dan air (aliran 401B) dipompakan ke dalam tangki pemurnian gliserol V-402. Pada Evaporator 2 V-303 dilakukan pengambilan terhadap metanol yang ada pada lapisan atas (aliran 301 A). Setelah pengambilan metanol maka biodiesel kasar (aliran 401A) dikirim ke tangki pencucian V-302 untuk selanjutnya dilakukan pencucian menggunakan air panas

157 125 yang berasal dari tangki air panas, untuk selanjutnya dilakukan pengeringan hampa pada V-501. Gambar 30 Diagram alir proses transesterifikasi menggunakan katalis homogen Pemurnian Gliserol. Gliserol dimurnikan menggunakan H 3 PO 4. Hasil pemurnian gliserol (aliran 501B) selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki penyimpanan gliserol. Pencucian Biodiesel. Tujuan tahapan ini adalah untuk memisahkan FAME dengan sisa gliserol, metanol dan katalis. Pencucian air (V-302) dilakukan menggunakan air (2,5kg). Aliran 501A merupakan crude biodiesel (biodiesel dan air) selanjutnya dilakukan pengeringan hampa. Pengeringan hampa. Hasil pengeringan hampa dilakukan pada 501A selanjutnya dimasukkan ke tangki penyimpanan setelah melewati penyaring terlebih dahulu Perancangan Proses Transesterifikasi menggunakan Katalis Heterogen CaO Transesterifikasi. Transesterifikasi dilakukan pada suhu 65 o C dan tekanan 1 atm. Metanol dan CaO dicampurkan sebelum dipompakan ke reaktor konversi V-

158 Minyak aliran 101 (175 kg) dipanaskan pada pemanas (E-105) sebelum memasuki V-100. Setelah transesterifikasi pada V-100, aliran 201 dipompakan ke tangki pengendapan V-201 untuk memisahkan gliserol dengan metil ester. Lapisan bawah yang terbentuk berupa gliserol dipompakan ke dalam Evaporator 1 V-301 untuk dilakukan proses untuk pengambilan metanol. Lapisan sebelah atas (aliran 201A) dipompakan ke dalam Evaporator 2 (V-302) untuk dilakukan proses untuk recoveri metanol (Gambar 31) Pengambilan Metanol. Pada Evaporator 1 V-301 dilakukan pengambilan terhadap metanol yang ada pada lapisan gliserol. Bagian bawah yang tinggal di berupa gliserol, CaO, dan air (aliran 401B) dipompakan ke dalam tangki penyimpanan gliserol setelah sebelumnya melewati Penyaring untuk menahan sisa-sisa partikel CaO. Pada Evaporator 2 V-303 dilakukan pengambilan terhadap metanol yang ada pada lapisan atas (aliran 301 A). Setelah pengambilan metanol maka biodiesel kasar (aliran 401A) dikirim ke tangki pemurnian V-302 untuk selanjutnya dilakukan pemurnian menggunakan bentonit-h 2 SO 4. E-107 KONDENSER KONDENSER E-106 EVAPORATOR 1 V-301 EVAPORATOR 2 V-301A 301 A 602B Gambar 31 Diagram alir proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen Pemurnian Biodiesel. Pemurnian dilakukan menggunakan tangki pemurnian V- 302 menggunakan bentonit yang diaktifasi asam sulfat sebagai adsorben.

159 127 Minyak hasil pemurnian dipompakan ke dalam tungku penyimpanan setelah sebelumnya melewati penyaring Spesifikasi Peralatan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar Spesifikasi peralatan yang digunakan pada proses pembuatan biodiesel dengan kapasitas produksi 200L/batch ada pada Tabel 46 dan 47. Proses yang menggunakan katalis heterogen memiliki jumlah alat yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses yang menggunakan katalis homogen. Proses yang menggunakan katalis heterogen tidak memerlukan pengering hampa untuk menurunkan kadar air biodiesel, karena pemurnian biodiesel tidak menggunakan air seperti proses yang menggunakan katalis homogen. Disamping itu proses 1 tahap juga memerlukan alat yang lebih sedikit daripada proses 2 tahap karena proses ini tidak memerlukan satuan esterifikasi. Kondisi ini menguntungkan karena investasi untuk pengadaan alat menjadi lebih kecil. Tabel 46 Spesifikasi peralatan utama untuk reaksi esterifikasi minyak jarak pagar menggunakan katalis homogen Esterifikasi menggunakan katalis homogen Tipe Alat Kode Deskripsi Ukuran D x T (cm) Reaktor V-100 Reaksi esterification 68,5 x 175 Tangki Pencucian V-101 Pemisahan minyak dengan 68,5 x 175 H 2 SO 4 dan metanol Pencampur MIX 111 Pencampuran H 2 SO 4 - etanol 50,0 x 100 Pompa P-101 Pompa H 2 SO 4 - metanol P-101 Pompa minyak P-201 Pompa campuran minyak, katalis dan metanol P-301 Pompa minyak menuju reaktor transesterifikasi P-401 Gliserol P-501 Metil Ester Pompa P-502 Pompa hampa untuk pengeringan Penukar panas E-101 Pemanas minyak jarak pagar Pendingin/konden ser E-202 Daur ulang metanol Evaporator V-102 Daur ulang metanol 50 x 100

160 128 Tabel 47 Spesifikasi peralatan utama reaksi transesterifikasi minyak jarak pagar Transesterifikasi menggunakan katalis homogen aoh Transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO Tipe Alat Kode Deskripsi Ukuran: D x T (cm) Tipe Alat Kode Deskripsi Ukuran: D x T (cm) Reaktor V-100 Reaktor transesterifikasi 68,5 x 175 Reaktor V-100 Reaktor transesterifikasi Tangki V-201 Pemisahan Biodieselgliserol 68,5 x 175 Tangki V-101 Pemisahan pengendapan pengendapan Biodiesel-gliserol Evaporator 1 V-301 Penguapan metanol dari 45,0 x 100 Evaporator 1 V-301 Penguapan metanol gliserol dari gliserol Evaporator 2 68,5 x 175 V- V-301A Penguapan metanol dari Evaporator 2 301A Penguapan metanol biodiesel dari biodiesel Tangki pemurnian V-402 Memurnikan gliserol Tangki Pencucian biodiesel pencucian V-302 dengan air panas Tangki Pengeringan hampa pengeringan V-501 biodiesel Tangki air Sumber air panas untuk panas V-303 pencucian 45,0 x 100 Tangki pemurnian V-302 Memurnikan Biodiesel 68,5 x ,0 x ,0 x ,5 x ,5 x 175

161 129 Pengaduk MIX 111 NaOH-Metanol 45 x 100 Pengaduk MIX 111 NaOH-Metanol 45 x 100 Pompa P-101 Minyak Pompa P-101 Minyak P-102 Metanol-NaOH P-102 Metanol-NaOH P-201 Biodiesel-gliserol P-201 Biodiesel-gliserol P-301 Biodiesel P-301 Biodiesel P-401 Gliserol P-401 Gliserol P-104 Air panas P-202 Biodiesel P-302 Biodiesel murni P-303 Pompa hampa Penukar E-105 Pemanasan minyak jarak E-144 Pemanasan minyak Panas pagar Penukar Panas jarak pagar Kondenser E-106 Kondenser gliserol Kondenser E-106 Kondenser gliserol Kondenser E-107 Kondenser biodiesel Kondenser E-107 Kondenser Biodiesel Penyaring 1 E-108 Penyaring biodiesel Penyaring 1 E-109 Penyaring gliserol- CaO-metanol Penyaring 2 E-110 Penyaring biodiesel

162 Managemen Operasional Pabrik Pabrik beroperasi menggunakan sistem batch dengan kapasitas produksi sebesar 200 L/. Untuk mengoperasikan pabrik selama 14 jam, diperlukan 2 shift kerja yang masing-masing bekerja selama 7 jam dimana setiap shift terdiri dari 3 operator. Jadwal produksi biodiesel jarak pagar kapasitas 200L/batch ini dapat dilihat pada Tabel Proses dua tahap dan proses satu tahap menggunakan katalis homogen berproduksi masing-masingnya sebanyak 6 batch/hari dikarenakan waktu overlap nya adalah 2 jam. Sementara proses satu tahap menggunakan katalis heterogen berproduksi sebanyak 5 batch/ hari karena waktu overlapnya 2,5 jam. Dari Tabel juga dapat dilihat bahwa proses satu tahap berlangsung lebih singkat dibandingkan dengan proses dua tahap dikarenakan ia tidak memerlukan proses esterifikasi disebabkan ALB nya yang rendah. Tabel 48 Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 2 tahap: Esterifikasikatalis homogen, transesterifikasi-katalis homogen), overlap: 2 jam Waktu operasi 14 jam Uraian Proses Menit Mixing katalis H 2 SO 4-30 metanol Reaksi esterifikasi 90 Pencucian dengan gliserol 30 Penguapan methanol 45 Mixing MeOH-NaOH 30 Reaksi transesterifikasi 30 Pengendapan 45 Evaporasi metanol 1 45 Evaporasi metanol 2 45 Pemurnian gliserol 30 Pencucian biodiesel 45 Pengeringan 45 Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 4 Batch 5 Batch 6

163 Tabel 49 Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 2 tahap: Esterifikasi, katalis homogen, transesterifikasi, katalis heterogen): overlap: 2 jam 131 Waktu Operasi 14 jam Uraian Proses Menit Mixing katalis H 2 SO 4-30 metanol Reaksi esterifikasi 90 Pencucian dengan gliserol 30 Penguapan metanol 45 Mixing MeOH-CaO 30 Reaksi transesterifikasi 88 Pengendapan 30 Evaporasi metanol 1 45 Evaporasi metanol 2 45 Pemurnian Biodiesel 30 Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 4 Batch 5 Batch 6 Tabel 50 Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 1 tahap: transesterifikasi menggunakan katalis homogen), lamanya overlap: 2 jam Waktu operasi 14 jam Uraian Proses Menit Mixing MeOH-NaOH 30 Reaksi transesterifikasi 90 Pengendapan 45 Evaporasi metanol 1 45 Evaporasi metanol 2 45 Pemurnian gliserol 30 Pencucian biodiesel 45 Pengeringan 45 Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 4 Batch 5 Batch 6

164 132 Tabel 51 Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 1 tahap: transesterifikasi menggunakan katalis heterogen), lamanya overlap: 2,5 jam Waktu operasi 14 jam Uraian Proses Menit Mixing MeOH-CaO Reaksi transesterifikasi 120 Pengendapan 30 Evaporasi metanol 1 45 Evaporasi metanol 2 45 Pemurnian Biodiesel 30 Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 4 Batch Biaya Produksi Biodiesel Modal investasi dan biaya total produksi biodiesel dari minyak jarak pagar yang mengandung ALB tinggi dan ALB rendah ditampilkan pada Tabel 52 dan 53. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa modal investasi dan total biaya produk pada proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen lebih kecil dibandingkan dengan metode konvensional. Penelitian ini sejalan dengan Marchetti et al. (2008) dan Sakai et al. (2009) yang menunjukkan bahwa sistem produksi biodiesel secara batch menggunakan katalis heterogen menurunkan biaya investasi dan biaya produksi. Keuntungan yang diperoleh dari gliserol pada penelitian ini adalah menurunkan biaya produksi biodiesel sebesar 11,47%; 12,49%; 12,00%; 12,54% berturut-turut untuk ALB tinggi-homogen, ALB tinggi-heterogen, ALB rendahhomogen dan ALB rendah-heterogen untuk proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi (Tabel 52). Hasil ini lebih besar daripada yang disampaikan oleh Zhang et al. (2003b) yang menunjukkan bahwa nilai gliserol akan mengurangi biaya produksi total 6-6,5%. Disamping kapasitas pabrik dan teknologi proses, harga gliserol merupakan peubah nyata yang mempengaruhi kelangsungan hidup

165 133 ekonomi produksi biodiesel (Nelson et al. 1994, Zhang et al. 2003b; Van Kasteren and Nisworo 2007; You et al. 2008; West et al. 2008; Marchetti and Errazu 2008; Sakai et al. 2009; Lim et al. 2009). Walaupun demikian, gliserol yang diproduksi oleh pabrik biodiesel tidak dapat diserap oleh pasar tradisonalnya sehingga menyebabkan penurunan yang sangan tajam pada harga gliserol (Apostolakou et al. 2009). Oleh karena itu, masih ada peluang untuk mencari teknologi konversi gliserol menjadi produk lain yang bernilai ekonomi tinggi sehingga keuntungan yang diberikan oleh gliserol akan semakin tinggi pula untuk mengurangi biaya total produksi biodiesel. Salah satu peluang itu adalah melakuan modifikasi gliserol menjadi bahan aditif gliserol eter (Noureddini et al dan Klepacova et al. 2006). Disamping itu, apabila proses ekstraksi minyak dan detoksifikasi terintegrasi dengan pengolahan biodiesel, maka keuntungan dari detoksifikasi berupa bungkil akan menurunkan biaya produksi biodiesel apabila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan detoksifikasi. Apabila proses detoksifikasi bungkil terintegrasi dengan proses produksi biodiesel, maka keuntungan yang didapat dari penjualan bungkil akan mengurangi biaya total produksi biodiesel sebesar 27,55%; 28,34%; 28,40 dan 28,57% secara berturut-turut untuk ALB tinggihomogen, ALB tinggi-heterogen, ALB rendah-homogen dan ALB rendahheterogen (Tabel 53). Pada Gambar 32 ditampilkan perbandingan biaya produksi biodiesel per liter berdasarkan ALB minyaknya dan jenis proses yang digunakan. Dapat dilihat bahwa biaya produksi proses produksi yang menggunakan katalis heterogen lebih rendah dibandingkan dengan proses yang menggunakan katalis homogen. Proses pengolahan biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi menghasilkan biaya biodiesel per liter yang lebih rendah dibandingkan dengan proses yang tidak melakukan proses detoksifikasi. Hasil yang ditunjukkan pada Gambar 32 semakin memperjelas bahwa proses pembuatan biodiesel yang menggunakan katalis heterogen CaO, yang dikembangkan dalam penelitian ini, memperlihatkan hasil yang lebih baik dari sisi ekonomis. Konsep untuk mengintegrasikan proses transesterifikasi dengan detoksifikasi bungkil jarak menunjukkan pula hasil yang lebih baik secara

166 134 ekonomis, karena detoksifikasi dapat menurunkan biaya produksi biodiesel per L sehingga harga biodiesel dari jarak pagar dapat bersaing dengan solar. Keuntungan lain dari sisi petani adalah, bungkil jarak yang dimiliki oleh petani dapat dinilai secara ekonomis. Dengan demikian harga biji jarak yang dimiliki oleh petani dapat dibeli dengan harga yang lebih tinggi, karena biji jarak dihargai bukan saja berdasarkan kandungan minyaknya, tetapi juga dihargai berdasarkan adanya bungkil yang berpotensi digunakan untuk pakan ternak. Gambar 32 Perbandingan biaya untuk memproduksi 1 liter biodiesel berdasarkan ALB minyaknya dan jenis katalis yang digunakan Kelayakan Ekonomi Rancangan Proses Diantara kriteria yang digunakan untuk memperkirakan keuntungan dari rancangan adalah ROI (return on investment) dan PBP (payback period) (Seider et al. 1999). Rangkuman dari perhitungan ROI dan PBP (Tabel 54 dan 55) memperlihatkan bahwa bahwa ROI dari jarak pagar ALB tinggi lebih kecil dibandingkan dengan ALB rendah dan PBP yang lebih lama. Sementara itu rancangan proses yang terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan nilai ROI yang lebih baik dan nilai PBP yang lebih singkat daripada yang proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi. Dari semua data memperlihatkan bahwa penggunaan katalis heterogen CaO lebih baik secara ekonomis dibandingkan dengan penggunakan katalis konvensional NaOH.

167 135 Tabel 52 Rangkuman perhitungan biaya operasional produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi Asam Lemak Bebas Rendah Asam Lemak Bebas Tinggi Homogen Heterogen Homogen Heterogen TOTAL MODAL I VESTASI = CTC 1,320,774,000 1,037,751,000 1,433,983,200 1,320,774,000 Direct Manufacturing Cost (DMC) Bahan baku, C RM 1,807,710,701 1,518,610,177 1,907,709,780 1,906,940,470 Penanganan limbah, C WT 174,167, ,922, ,728, ,483,673 Utilitas, C U 299,455, ,205, ,455, ,046, Tenaga kerja, C OL 216,000, ,000, ,000, ,000,000 Supervisory labour, 0.1C OL 21,600,000 21,600,000 21,600,000 21,600,000 Maintenance & Repairs = 0,02C FC 21,476,000 16,874,000 23,316,800 21,476,000 Operating Supplies = 0,005C FC 5,369,000 4,218,500 5,829,200 5,369,000 Lab charges = 0,1C OL 21,600,000 21,600,000 21,600,000 21,600,000 Royalti dan Patent = 0.01P 29,075,127 24,229,272 29,075,127 29,260,411 Sub-Total 2,596,453,562 2,181,259,335 2,701,314,928 2,621,775,554 Fixed Manufacturing Cost (FMC) Depresiasi= 0.1C FC 107,380,000 84,370, ,584, ,380,000 Pajak dan asuransi = 0.014C FC 15,033,200 11,811,800 16,321,760 15,033,200 Sub-total 122,413,200 96,181, ,905, ,413,200 General Expense ( GE) Distribusi dan penjualan = 0.02P 58,150,253 48,458,544 58,150,253 58,520,823 Penelitian dan Pengembangan = 0.005P 14,537,563 12,114,636 14,537,563 14,630,206 Sub-Total 72,687,817 60,573,180 72,687,817 73,151,029 TOTAL PRODUCT COST 2,791,554,579 2,338,014,315 2,906,908,505 2,817,339,783 Keuntungan dari gliserol 333,512, ,367, ,512, ,041,141 Keuntungan dari bungkil Total manufacturing cost 2,458,041, ,044,646,698 2,573,395,844 2,465,298,642 Biaya produksi per Liter Biodiesel 1707, , , ,50

168 136 Tabel 53 Rangkuman perhitungan biaya produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi Asam Lemak Bebas Rendah Asam Lemak Bebas Tinggi Homogen- Detoksifikasi Heterogen- Detoksifikasi Homogen- Detoksifikasi Heterogen- Detoksifikasi TOTAL MODAL I VESTASI = CTC 1,886,820,000 1,660,401,600 2,075,502,000 1,719,997,500 Direct Manufacturing Cost (DMC) Bahan baku, C RM 2,483,271,890 2,039,258,070 2,574,137,170 2,574,661,481 Penanganan limbah, C WT 174,167, ,922, ,728, ,483,673 Utilitas, C U 299,455, ,205, ,455, ,046, Tenaga kerja, C OL 216,000, ,000, ,000, ,000,000 Supervisory labour, 0.1C OL 21,600,000 21,600,000 21,600,000 21,600,000 Maintenance & Repairs = 0,02C FC 30,680,000 26,998,400 33,748,000 29,913,000 Operating Supplies = 0,005C FC 7,670,000 6,749,600 8,437,000 7,478,250 Lab charges = 0,1C OL 21,600,000 21,600,000 21,600,000 21,600,000 Royalti dan Patent = 0.01P 39,219,501 32,837,321 39,219,501 39,404,786 Sub-Total 3,293,664,126 2,723,170,777 3,390,925,693 3,310,187,189 Fixed Manufacturing Cost (FMC) Depresiasi= 0.1C FC 153,400, ,992, ,740, ,565,000 Pajak dan asuransi = 0.014C FC 21,476,000 18,898,880 23,623,600 20,939,100 Sub-total 174,876, ,890, ,363, ,504,100 General Expense ( GE) Distribusi dan penjualan = 0.02P 78,439,002 65,674,643 78,439,002 78,809,571 Penelitian dan Pengembangan = 0.005P 19,609,750 16,418,661 19,609,750 19,702,393 Sub-Total 98,048,752 82,093,304 98,048,752 98,511,964 TOTAL PRODUCT COST 3,566,588,878 2,959,154,961 3,681,338,045 3,579,203,253 Keuntungan dari gliserol 333,512, ,367, ,512, ,041,141 Keuntungan dari bungkil 1,014,437, ,364,524 1,014,437,428 1,014,437,428 Total manufacturing cost 2,218,638,790 1,820,422, ,333,387,956 2,212,724,684 Biaya produksi per Liter Biodiesel 1102, , , ,69

169 137 Tabel 54 Rangkuman perhitungan prakiraan ROI dan PBP produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi Asam Lemak Bebas Rendah Asam Lemak Bebas Tinggi Homogen Heterogen Homogen Heterogen TOTAL MODAL INVESTASI 1,320,774,000 1,037,751,000 1,433,983,200 1,320,774,000 Modal Kerja 161,070, ,555, ,879, ,070,000 Total Modal Terdepresiasi 1,159,704, ,196,000 1,259,104,200 1,159,704,000 Depresiasi 92,776,320 72,895, ,728,336 92,776,320 Keuntungan 115,958, ,353,302 60,415, ,701,458 ROI PBP (tahun) Tabel 55 Rangkuman perhitungan prakiraan ROI dan PBP produksi biodiesel terintegrasi dengan proses detoksifikasi Asam Lemak Bebas Rendah Asam Lemak Bebas Tinggi Homogen- Detoksifikasi Heterogen- Detoksifikasi Homogen- Detoksifikasi Heterogen- Detoksifikasi TOTAL MODAL INVESTASI 1,886,820,000 1,660,401,600 2,075,502,000 1,719,997,500 Modal Kerja 230,100, ,488, ,400, ,347,500 Total Modal Terdepresiasi 1,656,719,500 1,457,913,600 1,822,102,000 1,485,650,000 Depresiasi 132,537, ,633, ,768, ,852,000 Keuntungan 355,361, ,577, ,612, ,275,366 ROI PBP (tahun)

170

171 137

172 Life Cycle Assessment (LCA) Masukan bahan dan energi yang digunakan untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar dengan kapasitas 200L/setiap batch ada pada Tabel 54 dan 55. Berdasarkan masukan energi dan bahan baku yang digunakan maka dilakukanlah analisis dampak lingkungan menggunakan metode LCA Variasi Tiga Dampak Lingkungan Utama Berbagai Proses Produksi Minyak Jarak Pagar Jika kita fokus pada tiga dampak lingkungan utama, maka proses heterogen menurunkan dampak kerusakan 18,83% dan 24,08% lebih kecil dibandingkan proses konvensional terhadap kesehatan manusia dan kualitas ekosistem. Namun pada kerusakan sumberdaya, proses yang menggunakan katalis heterogen menurunkan dampak total sebesar 4,83%. Sementara untuk minyak jarak pagar ALB rendah, proses heterogen menurunkan dampak kerusakan sebesar 27,34% pada kesehatan manusia dan 36,85% terhadap kualitas ekosistem jika dibandingkan proses konvensional. Walaupun terjadi kenaikan dampak lingkungan sebesar 1,23% terhadap sumber daya, namun secara total proses heterogen menurunkan dampak kerusakan sebsar 6,50% (Gambar 33 A). Proses pembuatan biodiesel terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan dampak kerusakan yang lebih buruk dibandingkan yang non-detoksifikasi. Hal ini disebabkan karena detoksifikasi mengkonsumsi zat beracun seperti NaOH dan metanol yang lebih tinggi dan menggunakan energi yang lebih besar (Kiwjaroun et al 2009). Namun demikian, dampak buruk yang ditimbulkan proses ini terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan manusia lebih kecil pada proses yang menggunakan katalis heterogen dibandingkan dengan proses konvensional yang terintegrasi dengan detoksifikasi (Gambar 33 B).

173 139 Tabel 56 Bahan dan energi yang untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar yang mengandung ALB tinggi setiap batch Inventori Transesterifikasi dengan katalis NaOH Konvensional Transesterifikasi dengan katalis CaO Transesterifikasi dengan katalis NaOH dan detoksifikasi Transesterifikasi dengan katalis CaO dan detoksifikasi Bahan (kg/jam) Daging buah Minyak jarak pagar H 2 SO 4 4,2 4,2 4,2 4,2 NaOH 1,7 4,3 2,6 CaO 1,75 1,75 Metanol 26, ,48 97,9 H 2 O 6,6-176,6 170 Gliserol 4,5 4,5 4,5 4,5 H 3 PO 4 1,6 1,6 1,6 1,6 Bentonit-H 2 SO 4-4,375-4,375 Energi (listrik, kwh) 55,2 50,4 62,9 60,5 Steam (kg) 56,63 54,92 64,63 57,23 Utilitas (Air pendingin/kg/jam) , , ,67 Produk Biodiesel (L/jam) Gliserol (kg/jam) Bungkil Jarak Pagar

174 140 Table 57 Bahan dan energi yang digunakan untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar yang mengandung ALB rendah setiap batch Inventori Transesterifikasi dengan katalis NaOH Konvensional Transesterifikasi dengan katalis CaO Transesterifikasi dengan katalis NaOH dan detoksifikasi Transesterifikasi dengan katalis CaO dan detoksifikasi Bahan (kg/jam) Daging buah Minyak jarak pagar NaOH 1,7 4,3 2,6 CaO 3,5 3,5 Metanol ,5 96,8 H 2 O Gliserol Bentonit-H 2 SO 4-4,375-4,375 H 3 PO 4 1,6-1,6 - Energi (Lisrik, kwh) 30,20 25,4 40,4 40,0 Steam (kg) 50,42 48,72 58,42 51,02 Utilitas (Air Pendingin, kg/jam) , , ,69 Produk Biodiesel (kg/jam) Gliserol (kg/jam) Bungkil Jarak Pagar

175 141 Tanpa Detoksifikasi [A] [B] Dengan Detoksifikasi Sumberdaya Sumberdaya Kesehatan Manusia Kesehatan Manusia Kualitas Ekosistem Kualitas Ekosistem ALB Tinggi-Heterogen ALB Tinggi-Homogen ALB rendah-heterogen ALB rendah-homogen Gambar 33 Perbandingan dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya Pada minyak jarak pagar ALB tinggi, terjadi peningkatan terhadap kualitas lingkungan pada kesehatan manusia, kualitas lingkungan dan sumberdaya adalah 11,74%; 18,22% dan 1,01% secara berturut dibandingkan dengan proses konvensional. Secara total, proses yang menggunakan katalis heterogen menurunkan dampak buruk terhadap lingkungan sebesar 3,13%. Pada proses pembuatan biodiesel menggunakan minyak ALB rendah yang terintegrasi dengan detoksifikasi, dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan

176 142 kualitas ekosistem menurun sebesar 12,93% dan 21,24%. Walaupun masih ada kenaikan dampak buruk 2,11% terhadap sumberdaya, namun secara total katalis heterogen memberikan kenaikan kualitas lingkungan sebesar 0,36%. Data lengkap mengenai tiga dampak utama pada berbagai proses produksi biodiesel hasil analisis menggunakan Simapro Version 7.1 dilampirkan pada Lampiran 22 dan Sebelas Kategori Dampak Lingkungan dari Berbagai Proses Produksi Minyak Jarak Pagar Gambar 34 menunjukkan perbandingan dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel jarak pagar pada sebelas kategori lingkungan: perubahan iklim, karsinogen, pernapasan organik dan inorganik, penipisan lapisan ozon, ekotoksisitas, peningkatan keasaman /eutrofikasi, mineral, radiasi, penggunaan lahan dan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil merupakan kategori yang paling perlu diperhatikan, diikuti oleh respirasi anorganik dan perubahan iklim. Namun demikian dari sebelas kategori lingkungan, penggunaan katalis heterogen memiliki dampak lingkungan yang lebih baik pada sembilan kategori dampak, kecuali untuk penggunaan bahan bakar fosil dan mineral. Kondisi yang seperti ini terlihat pada proses menggunakan katalis heterogen terintegrasi dengan detoksifikasi ataupun tidak terintegrasi. Untuk jarak pagar ALB tinggi, dari sebelas dampak lingkungan utama proses heterogen meningkatkan kualitas lingkungan pada sembilan dampak. hanya 0,70% lebih tinggi pada penggunaan bahan bakar fosil dan 4,84% pada penggunaan mineral. Sementara untuk jarak pagar ALB rendah, penggunaan katalis heterogen menyebabkan tingginya dampak terhadap penggunaan bahan bakar fosil sebesar 1,23 % dan penggunaan mineral sebesar 7,56% (Gambar 34 A). Kecenderungan yang sama juga diperlihatkan apabila proses pembuatan biodiesel terintegrasi dengan proses detoksifikasi. Pada minyak ALB tinggi, Walaupun ia menurunkan kualitas lingkungan Ia karena penggunaan mineral sebesar 1,89% lebih banyak, penggunaan katalis heterogen meningkatkan kualitas pada 10 dampak utama lainnya. Untuk minyak ALB rendah, terjadi penurunan kualitas pada 4 dampak utama: lapisan ozon, mineral, pernafasan organik dan

177 143 penggunaan bahan bakar fosil. Namun secara total, katalis heterogen meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 3,86% (Gambar 34B). Data lengkap mengenai dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pada 11 kategori lingkungan dilampirkan pada Lampiran Tanpa Detoksifikasi [A] [B] Dengan Detoksifikasi Bahan bakar fosil Pernafasan anorganik Perubahan iklim Ekotoksisitas Asidifikasi/Eutrofikasi Karsinogen Penggunaan Lahan Mineral Radiasi Pernafasan Organik Lapisan Ozon mpt ALB Tinggi-Heterogen ALB Tinggi-Homogen ALB rendah-heterogen ALB rendah-homogen Gambar 34 Perbandingan dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pada 11 kategori lingkungan

178 Total Dampak Lingkungan Berdasarkan Tiga Dampak Utama dari Berbagai Proses Produksi Minyak Jarak Pagar Gambar 35 memperlihatkan perbandingan dampak lingkungan total berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar pada berdasarkan tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya. Secara total proses produksi biodiesel jarak pagar ALB tinggi menggunakan katalis heterogen baik terintegrasi dengan detoksifikasi ataupun tidak terintegrasi, memberikan dampak yang lebih baik terhadap lingkungan. Pada minyak jarak ALB rendah kerusakan yang ditimbulkan oleh proses yang menggunakan katalis homogen sedikit lebih baik. Gambar 35 Perbandingan dampak lingkungan total berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar pada berdasarkan tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya

179 145 Namun demikian, kalau dilihat faktor penyebab tingginya nilai kerusakan lingkungan pada proses yang menggunakan katalis heterogen hanya disumbangkan oleh satu faktor penggunaan sumberdaya. Sementara dampak terhadap kesehatan manusia dan kualitas lingkungan, penggunaan katalis heterogen masih lebih baik dibandingkan dengan proses konvensional Pengaruh Masing-masing Masukan Energi dan Masukan Bahan Baku terhadap Dampak Lingkungan Dari sebelas dampak utama yang dilihat pada analisis sebelumnya, katalis heterogen umumnya menurunkan kualitas lingkungan pada dua dampak utama yaitu karena menggunakan bahan bakar fosil dan mineral yang lebih besar dibandingkan dengan proses menggunakan katalis homogen. Sementara itu, dari tiga dampak utama yang dianalisis, penggunaan katalis heterogen menurunkan kualitas lingkungan karena menggunakan semberdaya yang lebih besar. Namun demikian, katalis heterogen memberikan peningkatan terhadap utama yaitu kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. dua dampak Masukan apa yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan dapat diamati pada Gambar 36. Penurunan kualitas lingkungan karena menggunakan bahan bakan fosil yang lebih besar disumbangkan oleh penggunaan metanol, listrik dan steam (Gambar 36). Untuk tiga dampak utama yang dianalisis, penggunaan sumberdaya yang tinggi juga disebabkan oleh penggunaan metanol, listrik dan steam. Sementara itu masukan utama yang paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah penggunaan asam sulfat, asam fosfat, metanol dan listrik (Gambar 37).

180 m P t JCME High-Homogen Methanol, at plant/glo Sulphuric acid, liquid, at plant/rer U NaOH (100%) Tap water, at user/rer Phosphoric acid, industrial grade Glycerine, from vegetable oil, at Electricity, oil, at power plant/ucte Carcinogens Respiratory organics Respiratory inorganics Climate change Radiation Ozone layer Ecotoxicity Acidification/ Eutrophication Land use Minerals Fossil fuels Steam, for chemical processes, at plant [a] Katalis homogen m P t JCME High -Heterogen Methanol, at plant/glo Bentonite-H2SO4 Tap water, at user/rer Carcinogens Respiratory organics Respiratory inorganics Climate change Radiation Ozone layer Ecotoxicity Acidification/ Eutrophication Land use Minerals Fossil fuels CaO Sulphuric acid, liquid, at plant/rer U Glycerine, from vegetable oil, at Electricity, oil, at power plant/ucte Steam, for chemical processes, at plant [b] Katalis heterogen Gambar 36 Pengaruh masing-masing masukan terhadap 11 dampak lingkungan.

181 m P t JCME High-Homogen Methanol, at plant/glo Sulphuric acid, liquid, at plant/rer U NaOH (100%) Tap water, at user/rer Phosphoric acid, industrial grade Glycerine, from vegetable oil, at Electricity, oil, at power plant/ucte Steam, for chemical processes, at plant Human Health Ecosystem Quality Resources [a] Katalis homogen m Pt JCME High -Heterogen Methanol, at plant/glo Bentonite-H2SO4 Tap water, at user/rer CaO Sulphuric acid, liquid, at plant/rer U Glycerine, from vegetable oil, at Electricity, oil, at power plant/ucte Steam, for chemical processes, at plant Human Health Ecosystem Quality Resources [b] Katalis heterogen Gambar 37 Pengaruh masing-masing masukan terhadap 3 dampak lingkungan utama

182 Simpulan dan Saran Simpulan 1. Berdasarkan pertimbangan lama reaksi, suhu reaksi dan jumlah metanol yang dikonsumsi, maka metode transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO dipilih sebagai proses yang akan dikembangkan. Proses transesterifikasi in-situ tidak dipilih karena reaksi transesterifikasinya lebih lama dan menggunakan sangat banyak alkohol dalam reaksi dibandingkan dengan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. 2. Rancangan proses dengan menggunakan katalis heterogen CaO merupakan proses yang paling layak secara ekonomis dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen NaOH berdasarkan kriteria prakiraan return of investment (ROI) dan payback period (PBP). Dari semua data memperlihatkan bahwa penggunaan katalis heterogen CaO lebih baik secara ekonomis dibandingkan dengan penggunakan katalis konvensional NaOH. Prakiraan biaya produksi per liter biodiesel untuk pabrik skala kecil kapasitas 200L/batch masing-masing adalah Rp 1.725, 50 (proses heterogen) dan Rp ,47 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak tinggi serta Rp 1.699,76 (proses heterogen) dan Rp , 17 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak rendah. Untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, maka integrasi proses transesterifikasi heterogen dan detoksifikasi menggunakan 2% NaOH yang diikuti dengan pencucian dengan methanol dan air, merupakan proses yang berpotensi untuk dikembangkan. Rancangan proses yang terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan nilai ROI yang lebih baik dan nilai PBP yang lebih singkat daripada yang proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi. Secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. 3. Keuntungan yang diperoleh dari gliserol dapat menurunkan biaya produksi biodiesel sekitar 10,55%-10,98%. Sedangkan keuntungan yang

183 149 didapat dari penjualan bungkil dapat mengurangi biaya total produksi biodiesel sebesar 25,18%- 26,24%. 4. Secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. Proses yang menggunakan katalis heterogen meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 4,83% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB tinggi dan 6,50% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB rendah. Pada proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi, penggunaan katalis heterogen meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 3,13% dan 3,86% masing-masing untuk minyak ALB tingggi dan ALB rendah. 5. Penggunaan metanol, listrik dan steam merupakan masukan utama yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan karena menggunakan bahan bakan fosil dan penggunaan sumberdaya yang lebih yang tinggi. Sementara itu masukan utama yang paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah penggunaan asam sulfat, asam fosfat, metanol dan listrik Saran 1. Berdasarkan aspek finansial dan lingkungan disarankan menerapkan produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen CaO secara terintegrasi dengan unit detoksifikasi bungkil. 2. Besarnya jumlah alkohol yang digunakan oleh proses yang menggunakan katalis heterogen dan detoksifikasi diduga merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan. Untuk menurunkan dampak lingkungan ini, maka daur ulang yang lebih baik diperlukan agar kehilangan metanol dapat dikurangi. 3. Disarankan untuk terus menggali peningkatan nilai tambah pengusahaan jarak pagar disamping detoksifikasi. Salah satu peluang yang

184 150 memungkinkan adalah pemanfaatan hasil samping gliserol sebagai bahan aditif.

185 5 PEMBAHASA UMUM Pengembangan proses pembuatan biodiesel akan terkait sangat erat dengan proses produksi jangka panjang yang akan juga berpengaruh terhadap beban lingkungan dari produk yang dihasilkan. Dengan meningkatnya kepedulian dengan masalah lingkungan, maka dampak lingkungan dari sebuah proses mesti dipelajari. Sejumlah alat bantu telah dikembangkan untuk menghitung konsumsi dan dampak lingkungan dari setiap proses yang dikembangkan. Satu alat yang dapat dikembangkan untuk menjawab pertanyaan mengenai isu lingkungan ini adalah penilaian daur hidup (life cycle assessment/lca). LCA merupakan kajian lingkungan yang mengevaluasi dampak dari suatu produk (atau jasa) selama periode hidupnya- dari ekstraksi bahan baku sampai ke proses produksinya, pengemasan dan proses pemasaran, penggunaan, penggunaan ulang, perawatan - sampai kepada akhir hidupnya yang bermanfaat (Kiwjaroun et al. 2009). Berdasarkan masalah di atas, maka ada beberapa pertanyaan yang hendak dijawab berkenaan dengan pengembangan jarak pagar secara umum dan pengembangan proses biodiesel secara khususnya: (a) apa upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan biaya produksi pembuatan biodiesel; (2) bagaimana mendapatkan nilai tambah dari bungkil jarak pagar yang masih mengandung racun; (3); bagaimana mengatasi masalah pengolahan jarak pagar yang dibatasi oleh tersebarnya ketersediaan bahan baku dalam jumlah yang tidak memadai (4) bagaimana mengukur keberhasilan dari pengembangan proses yang dilakukan, baik secara teknis, ekonomis maupun dari aspek lingkungan. 5.1 Pengembangan Proses Produksi Biodiesel Dari data sifat fisiko-kimia dua jenis minyak jarak pagar diperoleh bahwa sifat paling signifikan yang berpengaruh terhadap proses konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel adalah kandungan ALB. Perbedaan kandungan ALB menyebabkan perbedaan didalam proses konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel. Menurut Leung et al (2010), jumlah ALB maksimum yang bisa diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah 2,5 %. Minyak dengan kandungan ALB yang rendah bisa diproses menjadi biodiesel

186 152 secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sementara itu minyak dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan pendahuluan atau reaksi esterifikasi (Gerpen et al. 2004). Esterifikasi bertujuan untuk menurunkan ALB dari minyak jarak pagar yang mempunyai ALB tinggi. ALB dapat bereaksi dengan alkohol membentuk metil ester (biodiesel) melalui reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam (Leung et al. 2010). Sementara untuk minyak jarak pagar yang mengandung ALB rendah, maka transesterifikasi dapat dilakukan tanpa harus melakukan esterifikasi. Proses transesterifikasi minyak jarak dengan metanol akan membentuk metil ester (biodiesel) dan gliserol menggunakan katalis basa, baik katalis homogen maupun katalis heterogen. Metode transesterifikasi menggunakan katalis homogen merupakan metode yang digunakan dalam banyak produksi biodiesel komersial. Namun demikian, metode homogen ini memiliki banyak kelemahan. Metode transesterifikasi heterogen terbukti lebih unggul dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen terutama pada pemisahan dan pemurnian produk metil ester dengan gliserol (Ma and Hanna 1999; Fukuda et al. 2001; Van Gerpen 2005; Demirbas 2007; Singh 2008). Dalam metode homogen, reaktan, katalis dan metil ester semua berada dalam fase cair, sehingga menghasilkan proses pemisahan cair-cair yang komplek. Pemulihan katalis homogen juga susah, sehingga mengakibatkan hilangnya bahan berguna. Katalis akan larut sepenuhnya dalam lapisan gliserol dan sebagian di lapisan metil ester. Akibatnya, biodiesel harus dibersihkan melalui proses pencucian air yang lambat, membosankan dan tidak ramah lingkungan. Gliserol yang terkontaminasi dengan katalis memiliki nilai lebih murah di pasar saat ini (Demirbas 2007). Di sisi lain, metode heterogen, yang menggunakan katalis heterogen, tidak memiliki keterbatasan seperti katalis homogen. Proses pemisahan padat-cair relatif lebih mudah dibandingkan dengan proses pemisahan cair-cair membuat pemulihan katalis padat jauh lebih mudah. Di sisi lain, metode heterogen menghilangkan pembentukan sabun, sehingga menghilangkan kebutuhan air dan mencegah lebih lanjut pembentukan emulsi dalam campuran yang dapat menyulitkan proses pemisahan dan pemurnian.

187 153 Nazir et al. (2009b) menyampaikan langkah-langkah yang dapat dibangun untuk pengembangan proses produksi biodiesel yang performanya bagus, biaya produksi yang efektif dan bersahabat dengan lingkungan yang menjadi acuan dasar dari penelitian ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Membangun diagram alir proses yang menggambarkan operasi proses yang utama. (2) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kualitas dari input biji jarak yang mencakup perlakuan sebelum panen dan penanganan setelah panen. (3) Mengidentifikasi karakteristik dari output yang ingin dicapai di dalam proses tersebut. (4) Menentukan proses dasar yang akan diaplikasikan untuk setiap ciri output yang ingin dicapai. (5) Mengidentifikasi metode-metode deteksi yang digunakan untuk mendeteksi masalah produksi dan mencegah sebab-sebab yang ditimbulkan (6) Mengevaluasi dan menganalisis kelayakan biaya dari setiap proses yang dikembangkan sambil selalu berupaya untuk memenuhi aspek keselamatan, kesehatan dan lingkungan. (7) Selalu mereview berbagai tindakan yang mungkin untuk meningkatkan system produksi. Mengacu pada langkah-langkah tersebut di atas dikembangkanlah beberapa proses untuk mencari output yang baik dengan nilai tambah yang lebih tinggi dengan memperhatikan aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Perancangan proses dilakukan untuk pabrik biodiesel skala kecil dengan kapasitas produksi 200L/batch. Sistem batch dijadikan pilihan karena otomatisasi pada sistem kontinu berharga mahal (dapat mencapai 50% dari modal peralatan). Hal ini akan menjadikan investasi pabrik menjadi mahal sehingga pabrik yang dibangun dengan kapasitas produksi yang kecil akan menyebabkan dia tidak efisien. Kapasitas produksi 200L/batch ditetapkan berdasarkan kesesuaian ukuran peralatan sehingga pabrik dapat dibuat dalam bentuk modul. Dimana modul tersebut dapat dimasukkan ke dalam kontener komersial seperti yang dibuat oleh BDRST (2008).

188 154 Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pada minyak jarak pagar ALB tinggi, maupun pada minyak jarak pagar ALB rendah, penggunaan katalis heterogen CaO dalam proses transesterifikasi memberikan parameter finansial yang lebih baik dibandingkan dengan proses yang menggunakan katalis homogen. Produksi biodiesel dari bahan baku yang memiliki ALB rendah lebih baik nilai parameter finansialnya dibandingkan dengan minyak ALB tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena minyak jarak pagar ALB rendah tidak memerlukan unit esterifikasi sehingga reaksi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan minyak jarak pagar ALB tinggi. Hal ini menguntungkan karena peralatan yang digunakan menjadi lebih sedikit sehingga total biaya investasi juga lebih kecil (Tabel 46-47). Hasil penelitian ini sejalan dengan Marchetti et al (2008) dan Sakai et al. (2009) yang menunjukkan bahwa sistem produksi biodiesel secara batch menggunakan katalis heterogen menurunkan biaya investasi dan biaya produksi Proses Detoksifikasi untuk Mendapatkan Bungkil Jarak Pagar Kaya Protein Tidak Beracun yang Berpotensi untuk Dimanfaatkan sebagai Substitusi Pakan Data penelitian menunjukkan bahwa bungkil jarak pagar hasil ekstraksi minyak mengandung protein yang sebanding dengan kandungan protein bungkil kedele (Makkar et al. 1998; Haas et al. 2002; Widodo 2008). Hal tersebut membuat bungkil jarak berpotensi untuk dijadikan sumber protein untuk pakan ternak. Pola asam amino esensial yang dimiliki oleh bungkil jarak pagar (kecuali lisin) juga memiliki pola yang identik dengan asam amino yang ada pada kedele (Vasconcelos et al. 1997). Walaupun demikian, penggunaan bungkil jarak sebagai pakan ternak tidak memungkinkan karena ia mengandung zat antigizi dan senyawa beracun yang dinamakan forbol ester (Makkar et al. 1998; Haas et al. 2002; King et al 2009). Bungkil jarak dapat dimanfaatkan sebagai pakan apabila kandungan zat antigizi dan senyawa toksik tersebut dapat dihilangkan. Salah satu cara untuk menghilangkan toksik pada bungkil jarak adalah dengan mengambil zat toksik tersebut dengan metanol dan zat antigizi dengan perlakuan panas (Makkar and Becker 1997; Goel et al. 2007). Pada minyak jarak yang memiliki ALB rendah, proses pengambilan toksik bisa dilakukan

189 155 sekaligus dengan melakukan transesterifikasi secara in-situ. Dari proses ini diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak kaya protein yang bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sementara untuk minyak dengan ALB yang tinggi, proses pengambilan toksik dilakukan melalui proses detoksifikasi. Detoksifikasi bungkil jarak pagar yang diperoleh dari perlakuan 4,0% NaOH pada suhu 121 o C selama 30 menit diikuti baik dengan mencuci dua kali dengan 92% metanol atau empat kali dengan air suling, memperlihatkan hasil yang bagus. Kandungan forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi dengan perlakuan ini menjadi tidak dapat dideteksi. Namun demikian, pada bungkil yang hanya dicuci dengan air, bungkil ini masih memiliki bau NaOH yang kuat dan hal ini memberikan dampak penerimaan yang negatif di dalam asupan makanan. Pencucian dengan metanol terlihat menjanjikan untuk men-detoksifikasi bungkil jarak. Namun demikian metanol yang digunakan harus dapat didaur ulang sehingga biaya detoksifikasi menjadi ekonomis (Aregheore et al. 2003). Hasil penelitian Chivadi et al. (2004) menunjukkan bahwa detoksifikasi bungkil jarak dengan pelarut heksan dan etanol diikuti dengan perlakuan uap panas 121 o C selama 30 menit belum dapat menghilangkan lektin dan tripsin secara keseluruhan dan masih meninggalkan residu forbol ester (1,90 mg/g daging buah). Angka ini lebih tinggi daripada kandungan forbol ester pada jarak pagar yang tidak beracun (0,11 mg/g daging buah). Rakshit et al. (2008) menyelidiki pengaruh panas dan detoksifikasi bungkil secara kimia dan mengevaluasi perlakuan bungkil tersebut pada pertumbuhan dan histologinya pada tikus. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa perlakuan 2% NaOH atau 2% Ca(OH) 2 diikuti dengan uap panas dari autoclave pada suhu 121 o C selama 30 menit dan pencucian dengan air (1:5 w/v) dapat menurunkan kandungan forbol ester secara sangat berarti. Namun demikian pada uji diet terhadap tikus jantan menunjukkan masih terjadi penurunan berat badan dan kematian tikus dihari ke-9. Hal ini disebabkan kandungan forbol ester masih lebih besar daripada kandungan forbol ester pada varitas jarak pagar tidak beracun. Untuk menghilangkan forbol ester tersebut, maka pada penelitian ini pencucian bungkil jarak setelah perlakuan 2% NaOH adalah dengan menggunakan metanol disamping pencucian dengan air.

190 156 Perlakuan ini dapat menurunkan kandungan forbol ester sampai nilai yang tak dapat dideteksi. Menurut Goel et al. (2007), perlakuan panas yang diikuti dengan ekstraksi kimia dapat menghilangkan forbol ester dan menurunkan antigizi dan zat racun secara berarti. Bungkil jarak yang diperlakukan dengan cara ini dapat menjadi tidak berbahaya bagi tikus (Makkar and Becker 1997) dan ikan (Goel et al. 2007). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan dengan NaOH dapat menurunkan kandungan forbol ester secara signifikan (Haas and Mittelbach 2000; Rakshit et al. 2008; Makkar et al. 2009). Walau demikian, perlakuan ini secara sendiri belum mampu menurunkan forbol ester sampai tingkat yang diinginkan. Aregheore et al. (2003) melaporkan bahwa perlakuan kimia disamping perlakuan dengan panas diperlukan untuk menghilangkan kandungan forbol ester secara signifikan. Perlakuan detoksifikasi menggunakan 2% NaOH, diautoklaf selama 30 menit, pada suhu 121 o C, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air (High-meal-NaOH-MeOH-air) serta transesterifikasi secara in-situ dapat menghasilkan bungkil jarak non-toksik yang kaya protein. Perlakuan ini memberikan respon yang positif terhadap pertambahan berat badan, tak terdapatnya mortalitas, tingginya nilai protein efficiency ratio (PER) dan food transformation index (TI) dari tikus percobaan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini memperkuat indikasi bahwa detoksifikasi harus dilakukan dengan kombinasi perlakuan panas dan kimia menggunakan NaOH dan metanol. 5.3 Analisis Kelayakan Ekonomi Rancangan Proses Selain aspek teknis, kelayakan ekonomi juga dari sangat penting untuk mengakses proses kelangsungan hidup. Sejumlah besar peneliti telah bekerja dalam topik ini. Nelson et al. (1994) melakukan studi ekonomi pabrik yang bisa memproduksi ton / tahun biodiesel menggunakan lemak sapi. Noordman dan White (1996) telah melakukan pekerjaan yang sama menggunakan canola sebagai bahan baku dengan kapasitas pabrik ton /

191 157 tahun. Meskipun bahan baku dan perkiraan biaya peralatan memberikan beberapa pengaruh pada harga produk, tidak ada penjelasan rinci tentang proses yang terlibat dalam hubungannya dengan ukuran peralatan. Kajian ekonomi yang melibatkan proses menghasilkan biodiesel 38,8 juta liter / tahun dievaluasi oleh Graboski McCormick (1998) dengan memasukkan gliserol sebagai sebuah keuntungan disamping biodiesel. Meskipun biaya yang jauh lebih rinci dari penelitian sebelumnya (Noordman dan White 1996) tidak menjelaskan deskripsi proses dan peralatan yang disediakan. Bender (1999) melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alternatif yang berbeda untuk memperkirakan kelayakan ekonomi pabrik biodiesel dengan lebih baik dengan menyusun setiap biaya peralatan yang terlibat dan dengan keuntungan yang diberikan oleh gliserol yang dihasilkan. Zhang et al. (2003a) mengajukan kajian teknis dan ekonomi pada proses katalis asam menggunakan limbah minyak goreng. Deskripsi proses serta analisis ekonomis lebih lengkap dan biaya tambahan dipertimbangkan dalam studi tersebut. Sebuah studi ekonomi yang sangat lengkap untuk produksi biodiesel menggunakan katalis alkali dievaluasi untuk seluruh pabrik yang lengkap menggunakan perangkat lunak komersial (Haas et al. 2006). Marchetti et al. (2008) secara lengkap juga sudah melakukan kajian tekno-ekonomi terhadap 3 jenis proses biodiesel. Ia menemukan bahwa skenario pengolahan biodiesel menggunakan katalis heterogen merupakan proses yang paling menguntungkan. Hasil penelitian pada disertasi ini juga menunjukkan hal yang sama, dimana penggunaan katalis heterogen pada transesterifikasi memberikan parameter finansial yang lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional. Pada penelitian ini, penulis melakukan kajian tekno-ekonomi produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen dan secara batch dengan kapasitas 200 L/batch. Sistem batch dijadikan pilihan karena otomatisasi pada sistem kontinu berharga mahal (dapat mencapai 50% dari modal peralatan). Hal ini akan menjadikan investasi pabrik menjadi mahal sehingga pabrik yang dibangun dengan kapasitas produksi yang kecil akan menyebabkan dia tidak efisien. Kapasitas produksi 200L/batch ditetapkan berdasarkan ukuran peralatan untuk

192 158 dijadikan membuat modul pabrik, sehingga modul pabrik tersebut dapat dimasukkan ke dalam kontener komersial. Ada dua keuntungan dengan membuat modul pabrik tersebut: (a) modul pabrik mudah dipindahkan atau dihantar ke lokasi pembangunan pabrik; atau (b) modul pabrik dapat dibangun langsung pada truk kontener sebagai pabrik modular bergerak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembuatan biodiesel menggunakan jarak pagar menggunakan katalis heterogen CaO secara teknoekonomi lebih baik daripada proses konvensional yang menggunakan katalis homogen NaOH. Proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan ekstraksi minyak dan detoksifikasi memberikan parameter teknis dan finansial yang lebih baik. Proses produksi menggunakan sistem batch pada pabrik modular skala kecil dapat dikatakan layak secara ekonomi berdasarkan asumsi-asumsi yang ditetapkan: (a) harga minyak jarak pagar, Rp ,00/kg; (b) pabrik dapat beroperasi selama 14 jam/hari; (c) bungkil jarak pagar hasil detoksifikasi dapat dijual dengan harga Rp ,00/kg; (d) harga biodiesel sebesar Rp ,00/L; (e) harga gliserol hasil samping biodiesel sebesar Rp ,00/kg. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan Marchetti et al. (2008) yang secara lengkap sudah melakukan kajian tekno-ekonomi terhadap 3 jenis proses biodiesel dan Sakai et al. (2009) yang mendapatkan bahwa produksi biodiesel secara batch, menggunakan katalis heterogen lebih baik dibandingkan dengan proses homogen. 5.4 Analisis Dampak Lingkungan Penilaian siklus hidup LCA adalah manajemen lingkungan yang memungkinkan menghitung beban lingkungan dan dampak potensialnya pada seluruh siklus hidup produk meliputi bahan baku, proses, konsumsi dan pemanfaatannya (Azapagic 1999; Angarita et al. 2009). Berdasarkan analisis LCA, secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen CaO memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. Penurunan kualitas lingkungan karena menggunakan bahan bakan fosil yang lebih besar disumbangkan oleh penggunaan metanol, listrik dan steam. Untuk tiga dampak utama yang dianalisis, penggunaan sumberdaya yang tinggi juga

193 159 disebabkan oleh penggunaan metanol, listrik dan steam. Sementara itu masukan utama yang paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah penggunaan asam sulfat, asam fosfat, metanol dan listrik. 5.5 Tantangan dan Peluang Masalah utama dalam pengembangan jarak pagar sebagai bahan baku untuk pembuatan biodiesel adalah rendahnya harga jual yang dapat dicapai dari setiap hasil panen biji jarak. Disamping itu, nilai tambah yang dapat dinikmati oleh petani dari hasil panen mereka karena bungkil jarak tidak dapat dimanfaatkan juga kecil. Untuk itulah mengintegrasikan pengolahan biodiesel dengan pengempaan minyak dan detoksifikasi diharapkan dapat meningkatkan harga jual biji jarak oleh petani dan meningkatkan nilai tambah bagi pengusaha yang mengusahakan perkebunan jarak pagar. Di sisi lain, produksi biodiesel biasanya dilakukan pada pabrik yang berada pada lokasi yang tetap yang memerlukan permodalan yang mahal untuk pembelian tanah, biaya pembangunan gedung dan biaya perawatan. Pabrik dibangun berskala besar dengan reaktor dan unit-unit pemisahan yang besar sehingga memerlukan bahan baku yang besar pula. Ukuran pabrik dan ketersediaan bahan baku mungkin menjadi dua masalah terbesar bagi produsen biodiesel saat ini. Disatu pihak, pabrik yang besar tidak bekerja dengan baik karena tidak tersedianya bahan baku yang cukup, sementara itu pabrik yang kecil tidak dapat membuat bahan bakar yang banyak. Tidak peduli apapun bahan baku yang di pilih, namun kecenderunganya adalah harga bahan baku akan selalu naik. Menurut Bevil (2010) pabrik biodiesel berkapasitas besar di Amerika Serikat saat ini tidak dapat menghasilkan biodiesel karena tidak ada bahan baku cukup untuk mendukung mereka saat ini. Pabrik modular yang lebih kecil (kapasitas 1-5 juta gallon/tahun) dan dapat di pindahkan ke dekat sumber bahan baku mungkin adalah jawaban terhadap masalah di atas. Sebuah pabrik modular yang menggunakan teknik untuk optimasi proses dan integrasi energi dapat meningkatkan nilai ekonomi pabrik biodiesel dan mempercepat proses pengembangan atau ekspansi. Rancangan modular juga

194 160 dapat menghasilkan penghematan biaya yang cukup besar karena berkurangnya jumlah komponen yang digunakan, dan kemudahan akses, operasi dan pemeliharaan. Desain modular biasanya memiliki ruang yang sangat kecil, sebagian besar dari peralatan proses dapat dibongkar pasang dan berlokasi strategis, menurunkan biaya modal dan meningkatkan efisiensi pabrik. Seorang perancang sistem modular berpengalaman dapat meminimalkan kebutuhan ruang, mengurangi perpipaan berjalan dan, dalam beberapa kasus, menghilangkan persyaratan memompa dengan memungkinkan untuk aliran gravitasi (Lavorerio et al. 2010). Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan kajian mendalam mengenai kemungkinan membangun pabrik modular bergerak skala kecil untuk pengolahan jarak pagar. Pabrik modular dapat dibangun pada kontener 6 meter dan 12 m (Gambar 40) berdasarkan diagram alir proses dan ukuran peralatan yang digunakan. Dari segi mobilitas, kontener yang kecil lebih dibandingkan dengan kontener besar terutama untuk diaplikasikan pada jalan-jalan pedesaan pada lokasi penanaman jarak pagar. Rancangan tata letak pabrik biodiesel berdasarkan dan tata letak unit ekstraksi minyak dan detoksifikasi dapat dilihat pada Gambar 38 dan 39.

195 161 [a] Gambar 38 Rancangan tata letak pabrik biodiesel modular bergerak untuk mengolah minyak jarak pagar [a] kandungan ALB tinggi dan [b] kandungan ALB rendah rendah [b]

196 162 Rancangan tata letak pabrik modular bergerak untuk unit ekstraksi minyak dan detoksifikasi bungkil jarak pagar perlu dibuat dengan susunan yang memungkinkan proses detoksifikasi dapat dilakukan dengan mudah setelah ekstraksi minyak dilakukan (Gambar 39). Gambar 39 Rancangan tata letak pabrik modular bergerak untuk unit ekstraksi minyak dan detoksifikasi bungkil jarak pagar Secara teknis pembangunan pabrik modular bergerak untuk memproduksi biodiesel dapat dilaksanakan. Namun demikian secara praktis hal ini perlu dikaji secara mendalam karena banyak sekali hal yang perlu dipertimbangkan. Berikut ini disampaikan beberapa skenario dasar mengenai integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi dan esterifikasi/transesterifikasi. Ada beberapa unit pabrik modular bergerak yang terlibat di dalam proses produksi: Unit 1 yaitu unit ekstraksi dan detoksifikasi; Unit 2 yaitu unit esterifikasi/transesterifikasi; Dengan adanya integrasi proses, maka ada beberapa skema penerapan: Skema 1. Unit 1 bersifat mobil yang dapat masuk ke areal perkebunan yang berada dipedesaan. Unit ini melakukan proses ekstraksi minyak dan sekaligus detoksifikasi. Minyak yang sudah diekstrak dikirim ke unit 2 yang berada ditempatkan pada suatu tempat yang dekat dengan areal perkebunan (Gambar 40a). Hal ini dilakukan apabila kalau akses jalan tidak memungkinkan pergerakan unit 2 masuk ke areal perkebunan. Skema 2. Unit 1, unit 2 (dipecah menjadi unit 2a untuk esterifikasi dan unit 2b untuk transesterifikasi) bersifat mobil, dimana ke seluruhan unit masuk ke

197 163 areal perkebunan jarak pagar. Hal ini dimungkinkan kalau akses jalan mendukung pergerakan pabrik modular (Gambar 40b). Skema 3. Unit 1 (dibagi menjadi unit 1a dan unit 1b) bersifat mobil yang dapat masuk ke areal perkebunan, sementara unit 2 ditempatkan pada suatu tempat yang dekat dengan areal perkebunan. Hal ini dilakukan apabila akses jalan terlalu kecil untuk dapat dilewati kontener 6 m (Gambar 40c). Unit 1a Unit 1b Desa 1 Desa 2 Desa 1 3 Desa 4 Unit 2a Unit 2b [a] Skema 1 Unit 1 Desa 1 Desa 2 Desa 1 3 Desa 4 Unit 2a Unit 2b [b] Skema 2 Unit 1a Unit 1b Desa 1 Desa 2 Desa 1 3 Desa 4 Unit 2a Unit 2b Gambar 40 [c] Skema 3 Rancangan skema integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi

198 164 Peluang lain untuk menurunkan biaya produksi biodiesel dan meningkatkan nilai tambah pengusahaan jarak pagar adalah dengan memanfaatkan gliserol untuk produk yang bernilai ekonomis lebih tinggi. Gliserol yang merupakan hasil samping produksi biodiesel harganya cenderung turun dengan semakin meningkatnya produksi biodiesel. Hal ini merupakan tantangan yang sekaligus peluang untuk meningkatkan nilai tambahnya. Salah satu produk yang dapat dibuat adalah dengan memodifikasi gliserol menjadi bahan aditif. Gliserol dapat dimodifikasi terlebih dahulu menjadi senyawa turunannya (gliserol eter) yang memiliki karakteristik yang kompatibel dengan mesin diesel dan biodiesel jika nantinya akan digunakan sebagai bahan aditif pada bahan bakar (Noureddini et al. 1997, Klepacova et al dan Melero et al. 2008). Apabila proses eterifikasi gliserol ini dapat terintegrasi dengan ekstraksi, detoksifikasi dan transesterifikasi, maka produksi biodiesel akan menjadi lebih menarik dari sisi ekonomis. Pada dasarnya ada beberapa unit pabrik modular yang terlibat di dalam proses produksi: Unit 1 yaitu unit ekstraksi dan detoksifikasi; Unit 2 yaitu unit esterifikasi/transesterifikasi; Unit 3 yaitu unit eterifikasi. Dengan ada integrasi proses, maka ada beberapa skema penerapan: Skema 1. Unit 1 bersifat mobil yang dapat masuk ke areal perkebunan yang berada dipedesaan. Unit ini melakukan proses ekstraksi minyak dan sekaligus malakukan detoksifikasi. Minyak yang sudah diekstrak dikirim ke unit 2 dan unit 3. Sementara itu unit 2 dan unit 3 ditempatkan pada suatu tempat yang dekat dengan areal perkebunan (Gambar 41a). Skema 2. Unit 1, unit 2 (dipecah menjadi unit 2a untuk esterifikasi dan unit 2b untuk transesterifikasi) dan unit 3 bersifat mobil, dimana keseluruhan unit masuk ke areal perkebunan jarak pagar. Hal ini dimungkinkan kalau akses jalan mendukung pergerakan pabrik modular (Gambar 41b). Skema 3. Unit 1 (dibagi menjadi unit 1a dan unit 1b) bersifat mobil yang dapat masuk ke areal perkebunan, sementara unit 2 dan unit 3 ditempatkan pada suatu tempat yang dekat dengan areal perkebunan. Hal ini dilakukan apabila akses jalan terlalu kecil untuk dapat dilewati kontener 6 m (Gambar 41c).

199 165 Unit 1 Desa 1 Desa 2 Desa 1 3 Desa 4 Unit 2 Unit 3 [a] Skema 1 [b] Skema 2 Unit 1 Desa 1 Desa 2 Desa 1 3 Desa 4 Unit 2a Unit 2b Unit 3 [c] Skema 3 Gambar 41 Rancangan skema integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi, dan eterifikasi gliserol

200 166 6 SIMPULA DA SARA 6.1 Simpulan 1. Pada transesterifikasi minyak jarak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi diperoleh titik optimum untuk menghasilkan rendemen biodiesel sebesar 94% dicapai pada kondisi proses: waktu reaksi selama 81,73 menit, nisbah molar metanol: minyak (10,41:1), dan jumlah katalis sebesar 0,91%. Reaksi berlangsung pada suhu 65 o C. Untuk minyak jarak yang memiliki kandungan asam lemak rendah, rendemen biodiesel sebesar 95% diperoleh pada kondisi proses: waktu reaksi selama 2 jam, menggunakan katalis CaO sebesar 2,5%, nisbah molar metanol: minyak (12:1) dan suhu reaksi 65 o C. 2. Untuk biodiesel yang dibuat menggunakan katalis CaO, pemurnian biodiesel dengan 2,5% bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat merupakan adsorben potensial untuk menghasilkan biodiesel yang memenuhi standar. 3. Hasil optimasi pada transesterifikasi secara in-situ mendapatkan kondisi optimum transesterifikasi in-situ yang menghasilkan 96% biodiesel adalah pada: konsentrasi NaOH dalam metanol sebesar 0,08 mol/l; nisbah molar metanol:minyak (171,1 mol/mol); lama reaksi (3,02 jam); dan suhu reaksi sebesar 45,66 o C. 4. Detoksifikasi menggunakan 2% NaOH, diautoklaf selama 15 menit, pada suhu 121 o C, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air (Indomeal-NaOH-MeOH-air) serta transesterifikasi secara in-situ dapat menghasilkan bungkil jarak non-toksik yang kaya protein. Detoksifikasi memberikan respon yang positif terhadap pertambahan berat badan, tak terdapatnya mortalitas, tingginya nilai nisbah efisiensi protein (protein efficiency ratio/per) dan indeks transformasi (transformation index/ti) dari tikus percobaan.

201 Rancangan proses dengan menggunakan katalis heterogen CaO merupakan proses yang paling layak secara ekonomis dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen NaOH berdasarkan kriteria prakiraan return of investment (ROI) dan payback period (PBP). Dari semua data memperlihatkan bahwa penggunaan katalis heterogen CaO lebih baik secara ekonomis dibandingkan dengan penggunakan katalis konvensional NaOH. Prakiraan biaya produksi per liter biodiesel untuk pabrik skala kecil kapasitas 200L/batch masing-masing adalah Rp 1.725, 50 (proses heterogen) dan Rp ,47 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak tinggi serta Rp 1.699,76 (proses heterogen) dan Rp , 17 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak rendah. Untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, maka integrasi proses transesterifikasi heterogen dan detoksifikasi menggunakan 2% NaOH yang diikuti dengan pencucian dengan methanol dan air, merupakan proses yang berpotensi untuk dikembangkan. Rancangan proses yang terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan nilai ROI yang lebih baik dan nilai PBP yang lebih singkat daripada yang proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi. Secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. 6. Proses yang menggunakan katalis heterogen CaO meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 4,83% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB tinggi dan 6,50% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB rendah. Pada proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi, penggunaan katalis heterogen meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 3,13% dan 3,61% masing-masing untuk minyak ALB tingggi dan ALB rendah.

202 Saran 1. Untuk pengembangan CaO sebagai katalis, disarankan memperhatikan faktor-faktor yang menurunkan kemampuan kataliknya, seperti kontak dengan udara dalam jangka cukup lama, kontak dengan air dan CO 2. Aktivasi CaO pada suhu 700 o C sebelum digunakan disarankan untuk meningkatkan kemampuan katalitik katalis CaO. 2. Disarankan untuk melakukan kajian mengenai dampak penerapan bungkil jarak hasil detoksifikasi pada pakan ternak dalam jangka waktu yang lebih lama. 3. Penelitian mengenai pemanfaatan gliserol sebagai hasil samping proses transesterifikasi menjadi produk yang bernilai tambah tinggi dalam proses yang terintegrasi dengan transesterifikasi merupakan langkah penting membuat produksi biodiesel menjadi lebih menarik secara ekonomis. 4. Perlu kajian yang mendalam mengenai kemungkinan penerapan pabrik skala kecil yang dapat bergerak untuk pengolahan biodiesel yang terintegrasi dengan proses ekstraksi, detoksifikasi, dan proses eterifikasi gliserol hasil samping transesterifikasi. 5. Penelitian pemuliaan tanaman dan agronomis untuk menghasilkan jarak pagar yang tidak beracun dan mengandung asam lemak bebas yang rendah merupakan penelitian penting yang dapat meningkatkan nilai tambah jarak pagar secara signifikan.

203 DAFTAR PUSTAKA Abdulrab W, J Salimon Chemical and Physical analysis of tropical jatropha curcas seed oil. Prosiding Seminar Minyak dan lemak Kebangsaan 2008, Kuantan-Malaysia, halaman Achtena WMJ, L Verchotb, YJ Frankenc, E Mathijsd, VP Singhe, R Aertsa, B Muysa Review Jatropha bio-diesel production and use. Biomass Bioenergy 32: Adam SEI, M Magzoub Toxicol. 4: A toxicity of Jatropha curcas for goats. Adam, SEI Toxic effects of Jatropha curcas in mice. Toxicology 2: Adebowale KO, CO Adedire Chemical composition and insecticidal properties of the underutilized Jatropha curcas seed oil. African J Biotech. 5: Aderibigbe AO, COLE Johnson, HPS Makkar, K Becker, N Foidl Chemical composition and effect of heat on organic matter- and nitrogendegradability and some antinutritional components of Jatropha meal. Animal Feed Sci Technol 67: Agarwal AK Biofuels (alcohols and biodiesel) applications as fuels for internal combustion engines. Progress in Energy and Combustion Sci 33: Ahmed OMM, SEI Adam a. Toxicity of Jatropha curcas in sheep and goats. Research Vet. Sci. 27: Ahmed OMM, SEI Adam. 1979b. Effects of Jatropha curcas on calves. Vet. Pathol. 16: Akgun N, E Iscan Effects of process variables for biodiesel production by transesterification. Eur J Lipid Sci Technol. 109: Akintayo, E.T Characteristic and composition of Parkia biglobbossa and Jatropha curcas oils and cakes. Bioresource Technol. 92: Albuquerque MCG et al CaO supported on mesoporous silicas as basic catalysts for transesterification reactions. Appl Catal A: Gen 334: Alonso DM, R. Mariscal, ML Granados, P Maireles-Torre Biodiesel preparation using Li/CaO catalysts: Activation process and homogeneous contribution. Catalysis Today 143: Al-Zuhair S Production of biodiesel: possibilities and challenges. Biofuels, Bioprod. Bioref. 1: Angarita EEY, EES Lora, RE Costa, EA Torres The energy balance in the Palm Oil-Derived Methyl Ester (PME) life cycle for the cases in Brazil and Colombia. Renew Energy 34:

204 170 Antolin G, FV Tinaut, Y Briceno, V Castano, C Perez, AI Ramirez Optimization of biodiesel production by sunflower oil transesterification. Bioresour Technol. 83: Apostolakou AA, IK Kookos, C Marazioti and KC. Angelopoulos Techno-economic analysis of a biodiesel production process from vegetable oils. Fuel Process Technol 90 (7-8): Aregheore EM, HPS Makkar, K Becker Assessment of lectin activity in a toxic and a non-toxic variety of Jatropha curcas using latex agglutination and haemagglutination methods and inactivation of lectin by heat treatments. J Sci Food Agric. 77: Aregheore EM, HPS Makkar, K Becker Detoxification of a toxic variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and preliminary nutritional evaluation with rats. S Pac J at Sci 21: Arisoy K Oxidative and Thermal Instability of Biodiesel. Energy Sources, Part A 30: Arzamendi G, I Campo, E Arguinarena, M Sanchez, M Montes, LM Gandia Synthesis of biodiesel with heterogeneous NaOH/alumina catalyst: comparison with homogeneous NaOH. Chem Eng J 134: Auvin C, C Baraguey, A Blond, F Lezenven, J-L Pousset, B Bodo Curcacycline B, a cyclic nonapeptide from Jatropha curcas enhancing rotamase activity of cyclophilin Tetrahedron Letters 38 (16): Azam MM., A Waris, NM Nahar Prospect and potential of fatty acil methyl esters of some non-traditional seed oil for use as biodiesel in India. Biomass and Bioenergy 29: Azapagic A Life cycle assessment and its application to process selection, design and optimization. Chemical Eng J 73: Bajpay D, VK Tyagi Biodiesel: Source, Production, Composition, Properties and Its Benefit. J Oleo Sci 55: Bala BK Studies on biodiesels from transformation of vegetable oils for diesel engines. Energy Edu. Sci. Technol. 15: Balat M, H Balat. Progress in biodiesel processing doi: /j.apenergy Appl Energy Becker K, HPS Makkar Jatropha curcas: A potential sources for tomorrow s oil and biodiesel. Lipid Technol 20 (5): Berchmans HJ, S Hirata Biodiesel production from Jatropha curcas L. seed oil with a high content of free fatty acids. Bioresour Technol. 99: Bernesson S, D Nilsson, PA Hansson A limited LCA comparing largeand small-scale production of rape methyl ester (RME) under Swedish conditions. Biomass and Bioenergy 26:

205 171 Bevill K Modular Production: Co-locating Plant and Feedstock. Bonhte P, AP Dias, N Papageorgioku, K Kalyanasundaram, M Grtzel Hydrophobic, Highly conductive Ambient Temperature Moltent Salt. Inorg. Chem. 35: BRDST Membangun Pabrik Biodiesel Skala Kecil. Swadaya. Jakarta: Penebar Burgess AA, DJ Brennan Application of life cycle assessment to chemical process. Chem Eng Sci 56: Caili G, S Kusefoglu Increased yields in biodiesel production from used cooking oils by two step process: Comparison with one step process by using TGA. Fuel Process Technol. 89: Canakci M The potential of restaurant waste lipids as biodiesel feedstocks. Bioresource Technol. 98: Canakci M, JV Gerpen Biodiesel production from oils and fats with high free fatty acid content. Trans ASAE 44: Cano-Asseleih LM, RA Plumbly, PJ Hylands Purification and partial characterization of the hemagglutination from seeds of Jatropha curcas. J Food Biochem. 13: Chang DYZ, JH Van Gerpen, I Lee, LA Johnson. EG. Hammond and SJ Marley Fuel properties and emission of soybean oil esters as Diesel Fuel. J Am Oil Chem Soc 73: Chantrell DG, IJ Gillie, K Wilson Structure-ractivity correlation inmgai hydrotalcite catalyst for biodiesel synthesis. Appl Catal: A Gen 287: Chatakanonda P, K Sriroth, L Vaysse, S Liangprayoon Fatty acid composition and properties of Jatropha seed oil and its methyl ester (abstract). Proceedings of 43 rd Kasetsart University Annual Conference, Thailand, 1-4 February, Chen CH, W-H Chen, C-M J. Chang, S-M Lai, C-H Tu Biodiesel production from supercritical carbon dioxide extracted Jatropha oil using subcritical hydrolysis and supercritical methylation. J. Supercrit. Fluids (2010), doi: /j.supflu Chitra P, P Venkatachalam, A Sampathrajan Optimimisation of experimental condition for biodiesel production from alkali-catalysed transesterification of Jatrupha curcas oil. Energy for Sustain Develop 9 (3) : Chivandi E, JP Mtimuni, JS Read, SM Makuza Effect of Processing on Phorbol Ester Concentration, Total Phenolics, Trypsin, Inhibitor Activity and Proximate Compositionof the Zimbabwean Jatropha curca Provenance: A Potential Livestock Feed. Pak J Bio Sci 7(6):

206 172 Cvengros J, Z Cvengrosova Used Frying Oils and fats and Their Utilization in the Production of Methyl Ester of Higher Fatty Acid Ester. Biomass and Bioenergy 26: Da Silva PRS and FG Amaral An integrated methodology for environmental impacts and costs evaluation in industrial processes. J Cleaner Production 17: Darnoko D. and M Cheryan Kinetics of palm Oil Transesterification in a Batch Reactor. J Amer Oil Chem Sci 77: De Oliveira JS, P M. Leite, L B. de Souza, V M. Mello, E C. Silvab, J C. Rubim, S M.P. Meneghetti, P A.Z. Suarez Characteristics and composition of Jatropha gossypiifolia. and Jatropha curcas L. oils and application for biodiesel production. Biomass and Bioenergy 33: Demirbas A Characterization of Biodiesel Fuels. Energy Sources, Part A, 31: , Demirbas A Biodiesel from vegetable oils via transesterification in supercritical methanol. Energy Conserv Manag 43: Demirbas A. 2007a. Progress and recent trends in biofuels. Progress in Energy and Combustion Sci. 33:1 18. Demirbas A. 2007b. Biodiesel from sunflower oil in supercritical methanol with calcium oxide. Energy Conversion and Manag 48: Devanesan MG, T Viruthagiri, N Sugumar Transesterification of Jatropha oil using immobilized Pseudomonas fluorescens. Afr J Biotechnol 6: Devappa RK, B Swamylingappa Biochemical and nutritional evaluation of Jatropha protein isolate prepared by steam injection heating for reduction of toxic and antinutritional factors. J Sci Food Agric 88: Dorado MP, F Cruz, JM Palomar, FJ López An approach tothe economics of two vegetable oil-based biofuels in Spain. Renew. Energy 31: Dube MA, AY Tremblay, J Liu Biodiesel production using a membrane reactor. Bioresource Technol 98: Dunn RO, MW Shockley, MO Bagby Improving the low-temperature properties of alternative diesel fuels: vegetable oil-derived methyl esters. J Amer Oil Chem Soc 73(12): Edem DO (2002) Biochemical, physiological, nutritional, hematological, and toxicological aspects: a review. Plant Foods Hum utr 57: El-Badwi SMA, SEI Adam, HJ Hapke Comparative toxicity of Ricinus comunis and Jatropha curcas in Brown Hissex chicks. Dtsch. Tierarztl. Wochenschr 102,

207 173 Emil A, Z Yaakob, MN Satheesh Kumar, JM Jahim, J Salimon Comparative Evaluation of Physicochemical Properties of Jatropha Seed Oil from Malaysia, Indonesia and Thailand. J Am Oil Chem Soc. DOI /s Encinar, J.M., Gonzalez, J.F., Rodriguez-Reinares, A., Biodiesel from used frying oil. Variables affecting the yields and characteristics of the biodiesel. Ind. Eng. Chem. Res. 44, Fangrui M, AH Milford Biodiesel production: a review. Bioresour. Technol. 70 (1999) Ferreira DAC, MR Meneghetti, SMP Meneghetti, SR Wolf Methanolysis of soybean oil in the presence of tin (IV) complexes. Appl Catal A: Gen 317: Finkbeiner MA, Inaba, RBH Tan, K Christiensen and H-J Klüppel The New International Standards for Life Cycle Assessment: ISO and ISO Int J LCA 11 (2): Finnveden G, MZ Hauschild, T Ekvall, J Guinee, R Heijungs, S Hellweg, A Koehler, D Pennington, S Suh Recent development of Life Cycle Assessment. J Envir Manag 91: Foglia TA, LA Nelson, RO Dunn and WN Marmer Low-Temperature Properties of alkyl Esters of Tallow and Grease. J Amer Oil Chem Sci 74(8): Foidl N, G Foidl, M Sanchez, M Mittelbach, S Hackel Jatropha curcas L as a source for the production of biofuel in Nicaragua. Bioresour Technol. 58: Foidl N., P Eder Agro-industrial exploitation of J. curcas. In: Gubitz, G.M., Mittelbach, M., Trabi, M. (Eds.), Biofuels and Industrial Products from Jatropha curcas. DBV Graz, pp Freedman B, EH Pryde Variables Affecting the Yielda of Fatty Acid Methyl Ester from Transesterified Vegetable Oils. J Amer Oil Chem 61: Fukuda H, A Kondo, H Noda Biodiesel fuel production by transesterification of oils. J Biosci Bioengineering 92: Gandhi VM, KM Cherian, MJ Mulky Toxicological studies on ratanjyot oil. Food Chem. Toxicol. 33: Garrett D.E Chemical Engineering Economics. New York: Von Nostrand Reinhold. Gaur S Development and Evaluation of Effective Process for the Recovery of Oil and Detoxification of Meal from Jatropha curcas [Thesis]. Missouri: Missouri University of Sci Technol. Geankoplis CJ Transport Processes and Separation Process Principles. Edisi ke-4. New Jersey: Prentice Hall.

208 174 Georgogianni KG, MG Kontaminas, PJ Pomonis, D Avlonitis, V Gergis Conventional and in-situ transesterification of Sunflower seed oil for production of biodiesel. Fuel Processing Technol 89 (5): Gerpen JHV, EG Hammond, LA Johnson, SJ Marley, L Yu, I Li, A Monyem Determining the influence of contaminants on Biodiesel Properties. Final report prepared for The Iowa Soybean promotion Board. Iowa state University. 28 p. Gnansounou E, A Dauriat, J Villegas, L Panichelli Life cycle assessment of biofuels: Energy and greenhouse gas balances. Energy for Sustainable Develop xxx : xxx xxx. doi: /j.esd Gnansounou E, Dauriat A, Panichelli L, Villegas JD Estimating Energy and Greenhouse gas balances of biofuels: Concepts and methodologies. WORKING PAPER. ASEN - Laboratoire de systèmes énergétiques, Faculté Environnement naturel architectural et construit. Lausanne, Switzerland. Gnansounou E, Dauriat A, Panichelli L, Villegas JD Energy and greenhouse gas balances: biased induced by LCA modeling choice. J Scientific Ind Research 67: Gnansounou E, A. Dauriat, J. Villegas and L. Panichelli Life cycle assessment of biofuels: Energy and greenhouse gas balances. Bioresource Technol 100 (21): Goel, G. HPS Makkar, G Francis, and K Becker Phorbol Esters: Structure, Biological Activity, and Toxicity in Animal. International J. Toxicology 26: Graboski MS, RL McCormick Combustion of fat andvegetable oil derived fuels in diesel engines, Prog. Energy Combust. Sci. 24: Granados ML, MDZ Poves, DM Alonso, R Mariscal, FC Galisteo, R Moreno- Tost, J Santamaría, JLG Fierro Biodiesel from sunflower oil by using activated calcium oxide. Appl Catal B: Envir 73: Gubitz GM, M Mittelbach, M Trabi Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas L. Bioresource Technol 67: Guerreiro L, JE Castanheiro, IM Fonseca, RM Martin-Aranda, AM Ramos, J Vital Transesterification of soybean oil over sulfonic acid functionalised polymeric membranes. Catal Today 118: Gunstone FD The chemistry of oils and fats: sources, composition, properties and uses. Blackwell, London Haas MJ, AJ McAloon, WC Yee, TA Foglia A process model to estimate biodiesel production costs. Biores. Tech. 97 (4): Haas W, H Sterk, M Mittelbach Novel 12-Deoxy-16-hydroxyphorbol Diesters Isolated from the Seed Oil of Jatropha curcas. J at Pro 65:

209 175 Haas W, M Mittelbach Detoxification experiments with the seed oil from Jatropha curcas L.. Industrial Crops and Products 12: Hancsok; F. Kovaca and M. Krar Production of vegetable oil fatty acid methyl ester from used frying oil by combined acidic/alkali Transesterification. Petroleum & Coal 45 (3) : Harrington, K.J., D Arcy-Evans, C., Transesterification in situ of sunflower seed oil. Ind. Eng. Chem. Prod. Res. Dev. 62: Hass, M.J., Scott, K.M., Marmer, W.N., Foglia, T.A., In situ alkaline transesterification: an effective method for the production of fatty acid esters from vegetable oils. J Amer Oil Chem Soc 81: Herrera JM, P Siddhuraju, G Francis b, G. Da vila-ortı z a, K. Becker Chemical composition, toxic/antimetabolic constituents, and effects of different treatments on their levels, in four provenances of Jatropha curcas L. from Mexico. Food Chem 96: Huaping Z, WU Zongbin, C. Yuanxiong, Z. Ping, D. Shijie, L. Xiaohua,M. Zongqiang Preparation of Biodiesel Catalyzed by Solid Super Base of Calcium Oxide and Its Refining Process. Chin J Catal 27(5): Huber GW, S Iborra, A Corma Synthesis of transportation fuels from biomass: chemistry, catalysts, and engineering. Chem. Rev. (Review) 106 (9): Hysys. Plant version 3.2. User s guide; Ilham Z, S Saka Two-step supercritical dimethyl carbonate method for biodiesel production from Jatropha curcas oil. Bioresource Technol 101: Imahara H, E Minami, S. Saka Thermodynamic study on cloud point of biodiesel with its fatty acid composition. Fuel 85(12-13): ISO (International Organization for Standardization). ISO environmental management life cycle assessment goal and scope definition and inventory analysis ISO (International Organization for Standardization). ISO environmental management life cycle assessment life cycle impact assessment; ISO (International Organization for Standardization). ISO environmental management life cycle assessment principles and framework; Iso M., B Chenb, M Eguchi, T Kudo, S Shrestha Production of biodiesel fuel from triglycerides and alcohol using immobilized lipase. J Molecular Catal B: Enzymatic 16: ISO, 2006a. ISO International Standard. In: Environmental Management Life Cycle Assessment Principles and Framework. International Organisation for Standardization, Geneva, Switzerland. ISO, 2006b. ISO International Standard. In: Environmental Management Life Cycle Assessment Requirements and Guidelines. International Organisation for Standardisation, Geneva, Switzerland.

210 176 Jain S, WP Sharma Prospects of biodiesel from Jatropha in India: A review. Renew Sustain Energy Rev 14: Jian-Xun W, H. Qing-De, H. Feng-Hong, W. Jiang-Wei, H. Qin-Jie: Lipasecatalyzed production of biodiesel from high acid value waste oil using ultrasonic assistant. Chin J Biotechnol. 23: Juan JC, J Zhang, MA Yarmo Structure and Reactivity silica-supported zirconium sulfate for esterification of fatty acid under solvent-free condition. Appl Catals A: Gel 323: Kandpal JB, Miramadan Jatropha curcus : a renewable source of energy for meeting future energy needs. Renew Energy 6(2): Kannan DC Solid Catalyst Method for Biodiesel Production. [Dissertation]. Pennsylvania State University. Kansedo J, KT Lee, S Bhatia Biodiesel production from palm oil via heterogeneous transesterification. Biomass Bioenergy 33: Kapilakarn K, A Peugtong A Comparison of Costs of Biodiesel Production from Transesterification. Int. Energy J 8: 1 6. Karinen, R.S and A.O.I. Krause Appl Catal A: Gen 306: New biocomponents from glycerol. Kawashima A, K Matsubara, K Honda Acceleration of catalytic activity of calcium oxide for biodiesel production. Bioresource Technol 100: Kawashima A. K Matsubara, K Honda Development of heterogeneous base catalyst for biodiesel production. Bioresource Technol 99: Kazancev K, V Makareviciene, V Paulauskas, P Janulis Cold flow properties of fuel mixtures containing biodiesel derived from animal fatty waste. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 108: Khafagy SM, YA Mohamed, SN Abdel SN,et al Phytochemical study of Jatropha curcas. Planta Medica 31: Khoury FM Multistage Separation Process. Edisi ke-3. Washington : CRC Presss. Kildiran, G., Ozgul-Yucel, S., Turkay, S., In-situ alcoholysis of soybean oil. J Amer Oil Chem Soc 73: Kim HJ, BS Kang, YM Park, DK Kim, JS Lee, KY Lee Transesterification of vegetable oil to biodiesel using heterogeneous base catalyst. Catal Today 93 95: King AJ. W He, JA Cuevas, M Freudenberger, D Ramiaramanana and IA Graham. Potential of Jatropha curcas as a source of renewable oil and animal feed. J Exper Botany 60 (10): Kiss AA, AC Dimian and G Rothenberg Biodiesel production by integrated reactive-separation design. Computer Aided Chemical Engineering 24:

211 177 Kiwjaroun C, C Tubtimdee, P Piumsomboon LCA studies comparing biodiesel synthesized by conventional and supercritical methanol methods. J Cleaner Production 17: Klepacova, K; D. Mravec and M. Bajus Etherification of Glycerol with tert- Butyl Alcohol Catalysed by Ion-Exchange Resins. Chem. Pap. 60(3): Knothe G, JV Gerpen, J Krahl The Biodiesel Handbook. Ilinois: AOCS Press. Knothe G Dependence of biodiesel fuel properties on the structure of fatty acid alkyl ester. Fuel processing Technol 89: Knothe G Structure indices in FA chemistry. How relevant is the iodine value? J Am Oil Chem Soc 9: Knothe G Analyzing biodiesel: standards and other methods. J Am Oil Chem Soc 83: Kouzu M, S Yamanaka, T Kasano, M Tajika, J Hidaka Calcium oxide as a solid base to catalyze transesterification of vegetable oil with methanol, for biodiesel production. Catalysts & Catalysis 49: Kouzu M, JS Hidaka, Y Komichi, H Nakano and M Yamamoto A process to transesterify vegetable oil with methanol in the presence of quick lime bit functioning as solid base catalyst. Fuel 88 (1): Kouzu M, S Yamanaka, J Hidaka, M Tsunomori Heterogeneous catalysis of calcium oxide used for transesterification of soybean oil with refluxing methanol. Appl Catal A: Gen 355: Kouzu M, T Kasuno, M Tajika, Y Sugimoto, S Yamanaka and J Hidaka Calcium oxide as a solid base catalyst for transesterification of soybean oil and its application to biodiesel production. Fuel 87: Kouzu M, T Kasuno, M Tajika, Y Sugimoto, S Yamanaka, J Hidaka CAtive phase of calcium oxide used as solid base catalyst for transesterification of soybean oil with refluxing methanol. App Catal A: Gen 334: Krisnangkura K, R Simamaharnnop Continuous Transesterification of Palm Oil in an Organic Solvent. J Am Oil Chem Soc 69: Kulkarni MG, AK Dalai Waste cooking oils an economical source for biodiesel: a review. Ind. Eng. Chem. Res. 45: Kumar A, S Sharma An evaluation of multipurpose oil seed crop for industrial uses (Jatropha curcas L).: a Review. Industrial Crops and Product 28 (1): 1-10 Kumar A, S. Sharma: An evaluation of multipurpose oil seed crop for industrial uses (Jatropha curcas L): A review. Ind Crops Prod. 28: Kusdiana D, S Saka Kinetics of transesterification in rapeseed oil to biodiesel fuel as treated in supercritical methanol. Fuel 80:

212 178 Kusdiana D, S Saka Effects of water on biodiesel fuel production by supercritical methanol treatment. Bioresour Technol 91: Lam MK, KT Lee, AR Mohahamed Life cycle assessment for the production of biodiesel: a case study in Malaysia for palm oil versus jatropha oil. Biofuel Bioprod Bioref 3: Lang X, AK Dalai, NN Bakhshi, MJ Reaney and P. B. Hertz Preparation and characterization of bio-diesels from various bio-oils. Energy Fuels 15 (5): Lavorerio S, C Bambara, V Fuschetti A Modular Approach to Plant Design Juni Lee I, LA Johnson, EG Hammond Reducing the cristallisation temperature of biodiesel by winterizing methyl soyate. J Amer Oil Chem Soc 73 (5): Leung DYC, X Wu, MKH Leung A review on biodiesel production using catalzed transesterification. Applied Energy 87: Li CY, RK Devappa, JX Liu, JMin Lu, HPS Makkar and K Becker Toxicity of Jatropha curcas phorbol esters in mice. Food and Chemical Toxicology 48 (2): Liberalino AAA, EA Bambirra, T Moraes-Santos, CE Viera Jatropha curcas L. seeds. Chemical analysis and toxicity. Arg Biol Technol. 31: Lim Y, H-S Lee, YW Lee, C Han Design and Economic Analysis of the Process for Biodiesel Fuel Production from Transesterificated Rapeseed Oil Using Supercritical Methanol. Ind. Eng. Chem. Res. 48: Liu X, H He, Y Wang, S Zhu, X Piao. 2008a. Transesterification of soybean oil to biodiesel using CaO as a solid catalyst. Fuel 87: Liu X, X Piao, Y Wang, S Zhu, H He. 2008b. Calcium methoxide as a solid base catalyst for the transesterification of soybean oil to biodiesel with methanol. Fuel 87: Liu X, H He, Y Wang, S Zhu, X Piao. 2008c. Transesterification of soybean oil to biodiesel using CaO as a solid catalyst. Fuel 87: Liu X, H He, Y Wang, S Zhu Transesterification of soybean oil to biodiesel using SrO as a solid base catalyst. Catal. Communications 8: Lo pez DE, JG Goodwin, DA Bruce Transesterification of triacetin with methanol on Nafion acid resins. J Catal 245: López DE, JG Goodwin Jr, DA Bruce, S Furuta Esterification and transesterification using modified-zirconia catalysts. Appl Catal A: Gen 339 (1):

213 179 Lotero E, Y Liu, DE Lopez, K. Suwannakarn, DA Bruce, JG Goodwin Jr Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. (12 February 2007). Lu H, Y Liu, H Zhou, Y Yang, M Chen, B Liang Production of biodiesel from Jatropha curcas L. oil.. Comp Chem Engin 33: Luo L, E van der Voet, Gt Huppes. Helias A. U de Haes Allocation issues in LCA methodology: a case study of corn stover-based fuel ethanol. Int J Life Cycle Assess 14: Ma F, LD Clement, MA. Hanna The effect of mixing on transesterification of beef tallow. Bioresource Technol 69: Ma F, MA Hanna Biodiesel production: a review. Bioresource Technol. 70: Majer S, F Mueller-Langer, V Zeller, M Kaltschmitt Implications of biodiesel production and utilization on global climate-a literature review. Eur J Lipid Sci Technol 111: Makkar HPS, AO Aderibigbe and K Becker Comparative evaluation of non-toxic and toxic varieties of Jatropha curcas for chemical composition, digestibility, protein degradability and toxic factors. Food Chem 62 (2): Makkar H, J Maes, WD Greyt, K Becker Removal and Degradation of Phorbol Esters during Pre-treatment and Transesterification of Jatropha curcas Oil. J Am Oil Chem Soc 86 (2): Makkar HPS, K Becker Study on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of Jatropha curcas. J Agr Food Chem 45: Makkar HPS, P Siddhuraju and K. Becker Methods in Molecular Biology, vol. 393: Plant Secondary Metabolites. Totowa, NJ: Humana Press Inc. Makkar HPS, Becker K, Sporer F and Wink M Studies on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of Jatropha curcas. J Agric Food Chem 45: Makkar HPS, G Francis and K Becker Protein concentrate from Jatropha curcas screw-pressed seed cake and toxic and antinutritional factors in protein concentrate. J Sci Food and Agric 88 (9): Makkar, HPS and K Becker Potential of J. curcas Seed Meal as a Protein Supplement to Life stock Feed, Constraints to its Utilization and Possible Strategies to Overcome Constraints. In Gubitz, G.M., M. Mittelbach, and M. Trabi. (eds.) Biofuel and Industrial Products from Jatropha curcas. Proceeding dari Simposium Jatropha 97, Nicaragua, February 23-27, pp Makkar, HPS and K Becker Jatropha curcas, a promising crop for the generation of biodiesel and value-added coproducts. Eur J Lipid Sci. Technol. 111:

214 180 Marchetti JM, VU Miguel, AF Errazu Techno-economic study of different alternatives for biodiesel production. Fuel Process. Techn. 89: Marchetti M, VU Miguel, AF Errazu Esterification of free fatty acids using sulfuric acid as catalyst in the presence of triglycerides. Biomass and Bioenergy 32 (9): Marchetti, JM; VU Miguel and AF Errazu Possible Methods for Biodiesel Production. Renew Sustain Energy Rev 11: Martinez-Herrera J, P Siddhuraju, G Francis, G Davila-Ortiz, K Becker Chemical composition, toxic/antimetabolic constituents, and effects of different treatments on their levels, in four provenances of Jatropha curcas L. from Mexico. Food Chemistry 96: McCabe WL & JC Smith Unit Operations of Chemical Engineering. Edisi ke-1. New York: McGraw-Hill. Meher LC, VD Sagar, SN Naik Technical aspects of biodiesel production by transesterification a review. J Renew Sustain Energy Rev. 10: Meher LC, VSS Dharmagadda, SN Naik Optimization of alkali-catalyzed transesterification of Pongamia pinnata oil for production of biodiesel. Bioresource Technol 97 (12) : Melero, J.A., G. Vicente, G. Morales, M. Paniagua, J.M. Moreno, R. Roldan, A. Ezquerro, C. Perez Acid-catalyzed etherification of bio-glycerol and isobutylene over sulfonic mesostructure silicas. Applied Catalysis A: Gen. doi: /j.apcata Mitra CR, SC Bhatnagar MK Sinha Chemical examination of Jatropha curcas. Ind J Chem 8: Mittelbach, M and C. Remschmidt Biodiesel: The Comprehensive Handbook. Boersedruck Ges.m.b.H, Vienna. Austria. 331 p. Modi MK, JRC Reddy, BVSK Rao, RBN Prasad Lipase-mediated transformation of vegetable oils into biodiesel using propan-2-ol as acyl acceptor. Biotechnol Letters 28: Modi MK, JRC Reddy, BVSK. Rao, R.B.N. Prasad Lipase-mediated conversion of vegetable oils into biodiesel using ethyl acetate as acyl acceptor. Bioresource Technol 98: Murayama T, Y Fujiwara, T Noto Evaluating waste vegetable oils as a diesel fuel. J. Automobile Eng. 214: Murugesan A, C Umarani, R Subramanian, N Nedunchezhian Bio-diesel as an alternative fuel for diesel engines A review. Renew Sustain Energy Rev 13: Naengchomnong W, Y Thebtaranonth, P Wiriyachitra, K T Okamoto and, J Clardy Isolation and structure determination of two novel Lathyrenes from Jatropha curcas. Tetrahedron Letters 27 (47):

215 181 Naengchomnong W, Y Thebtaranonth, P Wiriyachitra, KT Okamoto, J Clardy Isolation and structure determination of four novel diterpenes of Jatropha curcas. Tetrahed. Lett. 27: Naengchomnong W, B Tarnchompoo, Y Thebtaranonth (+)-Jatropha, (+)- marmesin, propacin and jatrophin from the roots of Jatropha curcas (Euphorbiaceae). J. Sci. Soc. Thail 20: Nasikin M Prospek Pengembangan Industri Biodiesel di Indonesia. Makalah Seminar Prospek Biodiesel di Indonesia, Serpong 12 Agustus Nazir N, D Mangunwidjaja, MA Yarmo, J Salimon and N Ramli a. Preparation of solid acid catalysts from bentonite and their catalytic activities for the esterification of Jatropha curcas seed oil. Paper presented in ISSTEC 2009, The First International Seminar on Science and Technology. Yogyakarta, January Nazir N, N Ramli, D Mangunwidjaja, E Hambali, D Setyaningsih, S Yuliani, MA Yarmo and J Salimon. 2009b. Extraction, transesterification and process control in biodiesel production from Jatropha curcas: Review Article. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 111: Ndong, R., M. Montrejaud-Vignoles, O.S. Girons, B. Gabrielle, R. Pirot, M. Domergue and C. Sablayrolles Life cycle assessment of biofuel from Jatropha curcas in West Africa: a field study. GCB Bioenergy 1: Nelson RG, SA Howell, JA Weber Potential feedstock supply and costs for biodiesel production, Bioenergy '94. Proceedings of the Sixth National Bioenergy Conference, Reno/Sparks, Nevada, Ngamcharussrivichai C, W Wiwatnimit and S Wangroi Modified dolomites as caalysts for palm kernel oil transesterification. J Mol catal A: Chem 276: Noordam M, R. Withers Producing Biodiesel from Canola in the Inland Northwest: An Economic Feasibility Study, Idaho Agricultural Experiment Station Bulletin, vol. 785, University of Idaho, College of Agriculture, Idaho.. Noureddini, H Process for producing Biodiesel Fuel with Reduced Viscosity and a Cloud Point Below thirty-two (32) Degrees Fahrenheit. Chemical engineering Papers: Biomaterial. University Nebraska. US Patent 6,174,501, January 16, 2001 Noyan H, M O nal, Y Sarıkaya The effect of sulphuric acid activation on the crystallinity, surface area, porosity, surface acidity, and bleaching power of a bentonite. Food Chemistry 105: Onal M, Y Sarikaya Preparation and characterization of acid-activated bentonite powders. Powder Technology 172: Ooi TL, CM Teoh, SK Yeong, S Mamot and A Salmiah Enhancement of Cold stability of Palm Methyl Esters. J Oil Palm Research 17: 6-10.

216 182 Openshaw, K A review of Jatropha curcas: an oil plant of unfulfilled promise. Biomass and Bioenergy 19 (1): Papong S, T Chom-In. S Noksa-nga, P Malakul Life cycle energy efficiency and potentials of biodiesel production from palm oil in Thailand. Energy Policy 38 (1): Park YM, DW Lee, DK Kim, JS Lee, KY Lee The heterogeneous catalyst system for the continuous conversion offree fatty acids in used vegetable oils for the production of biodiesel. Catals Today 131: Perry RH, DW Green, JO Maloney. Editors Perry s Chemical Engineers Handbook. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill Book Company. Peter MS, KD Timmerhaus Plant Design and Economics for Chemical Engineers. New York: McGraw-Hill. Point EV Life Cycle Environmental Impact of Wine Production and Consumption in Nova Scoti, Canada [Thesis]. Nova Scotia: Dalhousie University, Halifax, Nova Scotia. 112 p. Pramanik K., Properties and use of Jatropha curcas oil and diesel fuel blends in compression ignition engine. Renew Energy 28: Prankl H and H Schindlbauer Oxidation Stability of Fatty Acid Methyl Esters. Paper in 10 th European Conference on Biomass for Energy and Industry 8-11 June Germany. Puspasari I Reka Bentuk dan Analisis Kepekaan Loji Modular Biodiesel. [Tesis]. Bangi: Fakulti Kejuruteraan Universiti Kebangsaan Malaysia. Qian J, F Wang, S Liu and Z Yun In-situ alkaline transesterifidcation of cottonseed oil for production of biodiesel and non-toxic cottonseed meal. Bioresource Technol 99: Rakshit KD, J Darukeshwara, K Rathina Raj, K Narasimhamurthy, P Saibaba, S Bhagya Toxicity studies of detoxified Jatropha meal (Jatropha curcas) in rats. Food and Chemical Toxicology 46: Rakshit KD, S Bhagya Effect of processing methods on the removal of toxic and antinutritional constituents of Jatropha meal: a potential protein source. J Food Sci Technol. 3: Ramadhas AS, S Jayaraj, C Mureleedharan Biodiesel production from high FFA rubber seed oil. Fuel 84: Ranganathan SV, Narasimhan SL, Muthukumar K An overview of enzymatic production of biodiesel. Bioresource Technol 99 (10): Rathore, V and G Madras Synthesis of biodiesel from edible and nonedible oils in supercritical alcohols and enzymatic synthesis in supercritical carbon dioxide. Fuel 86, Rebitzer G. G Finnveden, MZ Hauschild, T Ekvall, J Guine e, R Heijungs, S Hellweg, A Koehler, D Pennington, S Suh Recent developments in Life Cycle Assessment: Review. J of Environmental Manag 91: 1 21

217 183 Saka S, D Kusdiana Biodiesel fuel from rapeseed prepared in supercritical methanol. Fuel 80: Sakai T, A Kawashima, T Koshikawa Economic assessment of batch biodiesel production processes using homogeneous and heterogeneous alkali catalysts. Bioresource Technology 100 (13): Salimon J, R Abdullah Physicochemical Properties of Malaysian Jatropha curcas Seed Oil (Pencirian Fizikokimia Minyak Biji Jatropha curcas Malaysia). Sains Malaysiana 37(4): Salis A, M Monduzzi and V Solinas Use of Lipase for the production of biodiesel.. J. Polaina and A.P. MacCabe (eds.), Industrial Enzymes, Springer. Sarin R, M Sharma, S Sinharay, RK Malhotra Jatropha palm biodiesel blends: An optimum mix for Asia. Fuel. 86: Seider WD, JD Seader, DR Lewin Product and Process Design Principles. Edisi ke-2. John Wiley and Sons Inc. Shah S, MN Gupta Lipase catalyzed preparation of biodiesel from Jatropha oil in a solvent free system. Process Biochem. 42: Sharma YC, B Singh, SN Upadhyay Advancement in development and characterization of biodiesel: a Review. Fuel 87 (12): Shibasaki-Kitikawa N, H Honda, H Kuribayashi, T Toda, T Fukumura, T Yonemoto Biodiesel production using anionic ion-exchange resin as heterogeneous catalyst. Biores Technol 98: Shuit SH, KT Lee, AH Kamaruddin, S Yusup Reactive extraction and insitu esterification of Jatropha curcas L. seeds for the production of biodiesel. Fuel 89: Siddhuraju P, H.P.S Makkar, K Becker The effect of ionising radiation on antinutritional factors and the nutritional value of plant materials with reference to human and animal food. Food Chem 78 (2): Siddhuraju P., HPS Makkar, K Becker The effect of ionising radiation on antinutritional factors and the nutritional value of plant materials with reference to human and animal food. Food Chemistry 78: Siler-Marinkovic, S., Tomasevic, A., Transesterification of sunflower oil in situ. Fuel 77: SimaPro 7.0. User s guide. Pre Consultants; Singh AK Development of a heterogeneously catalyzed chemical process to produce biodiesel (dissertation). Missisipi: Mississippi State University. USA. Sinnott RK An Introduction to Chemical Engineering Design. Ed. ke-1. Jilid ke-6. New York: Pergamon Press Inc. Sirrisombon P, P Kitchaiya, T Pholpho, W Mahuttanyavanitch Physical and mechanical properties of Jatropha curcas L.fruits, nuts and kernels. Biosystem Engin 97:

218 184 Song ES, JW Lim, HS Lee, YW Lee Transesterification of RBD palm oil using supercritical methanol. J of Supercritical Fluids 44: Soriano NU, VP Migo, K Sato and M Matsumura Cristallization behavior of neat biodiesel and biodiesel treated with Ozonized vegetable oil. Eur. J Lipid Sci. Technology 107: Srivastava A, R Prasad Triglycerides-based diesel fuel. Energy Rev. 4: Renew Sust Su EZ, WQ Xu, KL Gao, YZ Zheng and DZ Wei Lipase-catalyzed in situ reactive extraction of oilseeds with short-chained alkyl acetates for fatty acid esters production. J Molecular Catalysis B: Enzymatic 48 (1-2, 3): Sudradjat R, I Jaya dan D Setyawan. 2005a. Estrans Process Optimalzation in Biodiesel Manufacturing from Jatropha curcas L. oil. J Penel Hasil Hut 23 (4) : Sudradjat R, A Hendra, W Iskandar dan D Setyawan. 2005b. Manufacture Technology of Biodiesel from Jarak Pagar Plant Seed Oil. J Penel Hasil Hut 23 (1) : Suppes GJ, MA Dasari, EJ Doskocil, PJ Mankidy, MJ Goff Transesterification of soybean oil with zeolite and metal catalysts. Appl Catal A: Gen 257: Suwannakarn K Biodiesel production from high free fatty acid contents feedstock. [Dissertation]. Clemson: Graduate School of Clemson University. Tamalampudi S, MRR Talukder, S Hama, T Numata, A Kondo, H Fukuda Enzymatic production of biodiesel from Jatropha oil: A comparative study of immobilized-whole cell and commercial lipases as a biocatalyst. Biochem Eng J 39: Tang Z, L. Wang, J. Yang Transesterification of the crude Jatropha curcas L. oil catalyzed by micro-naoh in supercritical and subcritical. Eur J Lipid Sci and Technol 109 (6): Tao L, A Aden The economics of current and future biofuels In Vitro Cell.Dev.Biol. Plant 45: Tapanes NCO, DAG Aranda, JW de Mesquita Carneiro, OAC. Antunes Transesterification of Jatropha curcas oil glycerides: Theoretical and experimental studies of biodiesel reaction. Fuel 87 (10-11): Temler RS, A Ch. Dormond and PA Finot Biological assessment of protein from different sources by protein efficiency ratio (PER) and by nitrogen retention. utr. Report International 28: Tiwari AK, A Kumar, A Raheman Biodiesel production from jatropha oil (Jatropha curcas) with high free fatty acids: an optimized process. Biomass and Bioenergy 31:

219 185 Tripp MB. Evaluating the Life cycle of biodiesel in north America. [Thesis]. Toronto: Department of Civil Engineering. University of Toronto. Turner TL Modelling and simulation of Reaction Kinetics for Biodiesel production. [Thesis]. Mechanical Engineering. North Caroline state University, Raleigh. Umdu ES, Tuncer M, Seker E Transesterification of annochloropsis oculata microalga s lipid to biodiesel on Al 2 O 3 supported CaO and MgO catalysts. Bioresource Technol 100: Van Gerpen J Biodiesel processing and production. Fuel Processing Technol 86: Van Kasteren JMN and AP Nisworo A process model to estimate the cost of industrial scale biodiesel production from waste cooking oil by supercritical transesterification. Resources, Conservation and Recycling 50 (4): Vasconcelo IM. et al Composition, toxic and antinutritional factors of newly developed cultivars of Brazilian soybean (Glycine max). J. Sci. Food Agr. 75: Vasudevan P and M. Briggs Biodiesel production current state of the art and challenges: a Review. J Ind Microbiol Biotechnol 35: Vasudevan P, S Sharma, A Kumar Liquid fuel from biomass: an overview. J. Sci. Ind. Res. 64: Veljkovic VB, OS Stamenkovic, ZB Todorovic, ML Lazic, DU Skala. 2009; Kinetics of sunflower oil methanolysis catalyzed by calcium oxide. Fuel 88: Venter MJ, P Willems, NJM Kuipers, AB de Haan Gas assisted mechanical expression of cocoa butter from cocoa nibs and edible oils from oilseeds. J Supercrit Fluids. 37: Vyas A, N Subrahmanyam and PA Patel Production of biodiesel through transesterification of Jatropha oil using KNO 3 /Al 2 O 3 solid catalyst. Fuel 88 (4): Walas SM Chemical Process Equipment, Selection and Design. Boston: Reed Publishing Inc. Wang, P.S The production of Iso-propyl Esters and their Effect on Diesel Engine. MSc Thesis. Iowa State University. Wang, Y., S. Ou, P. Liu, Z. Zhang Preparation of biodiesel from waste cooking oil via two-step catalyzed process. Energy Conversion and Management 48: Wen L, Y Wang, DL Lu, S Hu, H Han Preparation of KF/CaO nanocatalyst and its application in biodiesel production from Chinese tallow seed oil. Fuel 89: West AH, D Posarac and N Ellis Assessment of four biodiesel production processes using HYSYS Plant. Bioresource Technol 99 (14):

220 186 Widodo W Ketahan Pakan Unggas ditengah Krisis Pangan. Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Peternakan-Perikanan Univ. Muhamadiyah Malang. Willems P, N J M Kuipers, AB de Haan Gas assisted mechanical expression of oilseeds: Influence of process parameters on oil yield. J Supercrit Fluids. 7: Xie W, H Li Alumina-supported potassium iodide as a heterogeneous catalyst for biodiesel production from soybean oil. J Mol Catal A: Chem 255:1 9. Xie W, H Peng, L Chen Transesterification of soybean oil catalyzed by potassium loaded on alumina as a solid-base catalyst. Appl Catal A: Gen 300: Yan S, H Lu, B Liang Supported CaO Catalyst Used in Transesterification of Rapeseed Oil for the Purpose of Biodiesel Production. Energy & Fuel 22: Yang Z, W Xie Soybean oil transesterification over zinc oxide modified with alkali earth metals. Fuel Processing Technol 88: Yori JC, MA D Amato, JM Grau, CL Pieck and CR Vera Depression of the cloud point of Biodiesel by Reaction over Solid Acids. Energy & Fuel 20: You, Y-D J-L Shie,, C-Yn Chang,S-H Huang, C-Y Pai, Y-H Yu, C H Chang Economic Cost Analysis of Biodiesel Production: Case in Soybean Oil. Energy & Fuels 2008, 22, Yurkanis, P.B Organic Chemistry, 2 nd edition. University of California, St.Barbara.Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Zabeti M, WM, Daud MK Aroua Activity of solid catalysts for biodiesel production: A review. Fuel Processing Technol 90: Zhang J, C Wu, W Li, Y Wang and Z Han Study on performance mechanism of pour point depressant with differential scanning calorimeter and x-ray difraction methods. Fuel 82: Zhang L Ecologically-Based LCA-an Approach for Quantifying the Role of Natural Capital in Product Life Cycle. [Dissertation]. The Ohio State University. Zhang Y, MA Dubé, DD McLean, M Kates. 2003b Biodiesel production from waste cooking oil: 2. Economic assessment and sensitivity analysis. Bioresource Technol 90: Zhang Y, MA Dubé, DD McLean, M Kates a. Biodiesel production from waste cooking oil: 1. Process design and technological assessment. Bioresource Technol 89: 1 16.

221 LAMPIRAN 187

222 188

223 Lampiran 1 Kerangka logis penelitian pengembangan proses pembuatan biodiesel jarak pagar 189

224 Lampiran 2. Nama bahan kimia utama yang digunakan dalam penelitian Nama Bahan Kimia Rumus Molekul Produsen 1. Hexan C 6 H 14 SYSTERM 2. Chloroform CHCl 3 SYSTERM 3. Etanol C 2 H 6 O SYSTERM 4. Asam Forforat (85%) H 3 PO 4 BRIGHT & WILSON 5. Sodium hidroksida NaOH MERCK 6. Phenolphthalein C 20 H 14 O 4 MERCK 7. Isopropanol C 3 H 8 O MERCK 8. Potassium hidroksida KOH MERCK 9. Asam Klorida HCl SYSTERM 10. Karbon tetra klorida CCl 4 MERCK 11. Potassium iodida KI BDH 12. Pati C 6 H 10 O 5 MERCK 13. Sodium thio sulfat penta Na 2 S 2 O 3.5H2O RIEDEL-DE HAENAG hidrat 14. Reagen Wijs MERCK 15. Metanol CH 3 OH SYSTERM 16. Aseton C 3 H 6 O SYSTERM 17. Asetonitril CH 3 CN SYSTERM 18. Asam Sulfat H 2 SO 4 MERCK 19. Dietil eter C 4 H 10 O SYSTERM 20. Potassium permanganat KMNO4 BDH 21. Asam Nitrat HNO 3 SYSTERM 22. Potassium dikromat K 2 Cr 2 O 7 R&M, ESSEX, U.K 23. Magnesium oksida MgO DAB-Germany 24. Ammonium molibdat (NH 4 ) 6 MO 7 O 24.4H 2 O BDH 25. Ammonium vanadate NH 4 VO 3 BDH 26. Disodium hidrogen fosfat Na 2 HPO 4.12H 2 O M&B 27. Mono potassium hidrogen KH 2 PO 4 fosfat 28. Phorbol ester (4α -phorbol- C 40 H 64 O 8 12, 13-didecanoate) 29. Bentonit Komposisi: SiO 2, 64.15; TiO 2, 0.47; CrO 3, 0.003; Al 2 O 3,10.70; Fe 2 O 3, 0.10; MgO, 0.70; CaO, 0.03;, Na 2 O, 0.20; K 2 O, 0.50 and loss on ignition (LOI), MERCK SIGMA- ALDRICH PT. Superintending Indonesia

225 191 Lampiran 3 Nama alat dan Software utama yang yang digunakan dalam penelitian ama Alat yang digunakan dalam penelitian: Alat press tenaga hydrolic jack, 10 ton Autoclave BET quantachrome Instrument (Autosorb 1-C, Boynton Beach, Florida, USA) Botol sample Buret 25 ml, 50 ml Compact Tabletop Centrifuge 2420 (Kubota Corporation, Japan) Condensor Refluks Corong corong pemisah Desikator Dietery Fiber Analyzer, Fiberstec System E 1023 Difractometer, Rikagu D-Max 2200 Powder Digester, Foss Tecator Digital Viscometer Model DV-I Brookfield Engineering Laboratories, Inc., Middleboro, MA, USA. (spindle 3, 100 rpm) Erlemeyer 250 ml, Erlemeyer 500 ml Evaporator vakum, Heidolph Laborota 4011 Digital Fat Analyzer, Soxtec TM System HT 1043 Extraction unit FTIR Simadzu 2000 Furnace HPLC, Dionex Ultimate 3000 Labu leher tiga, 250 ml Labu leher tiga, 500 ml Labu volumetrik Lovibond Automatic Tintometer Model F (The Lovibond Limited, UK). magnetic hot plate Mega microwave MLS-120

226 Lampiran 3 Lanjutan Oven listrik Penyaring Buchner ph-meter PHM 210 (MeterLab -Radiometer Villeurbanne Cedex, France) Pipet 20 ml dan 25ml Protein analyzer Kjehltec 2100 Refractometer Digital Versi RFM 730 Rikagu D-Max 2200 Powder Diffractometer Shimadzu-GC17A Gas Chromatograph, Japan Spektrofotometer Absorpsi Atom (GBC 906 Elite) Termometer biasa Termometer digital, Model DTM-1T, Japan Timbangan analitik Viscometer Model DV-I Brookfield Engineering Laboratories, Inc., Middleboro, MA, USA. Vortex stirrer Perangkat lunak utama yang digunakan dalam penelitian: Expert Design versi (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) Simapro Version 7.1 (Pre consultant, Belanda) HYSYS (HYprotech System) Plant etver 3.2 (ASPE Tech, Cambridge MA) SPSS Versi 15, SPSS Inc. Chicago

227 193 Lampiran 4 Usaha pengolahan batu kapur di Halaban Sumatera Barat tempat pengambilan sampel untuk bahan baku katalis CaO

228 Lampiran 5 Alat kempa minyak jarak pagar TEMPAT SAMPEL P-3 SALURA MI YAK KELUAR P-4 DO GKRAK 10 TO

229 195 Lampiran 6 Pola XRD bentonit yang diaktivasi asam (S: smectite, I: illite, FWHM: full width at half maximum peak height) HCl5.3. M non-calicinated o 2θ

230 Lampiran 7 Parameter fisik bentonit yang diaktivasi dengan asam Parameter Fisik Kode Bentonit yang diaktifasi asam A B C D E Luas permukaan BET (m 2 /g) Luas permukaan Langmuir m 2 /g) Luas permukaan Eksternal (m 2 /g) 50, , , , , , , , , , , , , , ,8391 Luas pori mikro (m 2 /g) 4, , , , ,4145 Volume pori mikro (m 3 /g) 0,0018 0,0052 0,0044 0,0060 0,0085 Keterangan: (A) Bentonit tanpa aktivasi (bentonit); (B) Bentonit yang diaktivasi dengan HCl 5,3 M (Bentonit- HCl); (C) Bentonit yang diaktivasi dengan HCl 5,3 M dan dikalsinasi pada suhu 500 o C (Bentonit-HCl-Kal); (D) Bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 40wt% (Bentonit- H 2 SO 4 ); (E) Bentonit yang diaktivasi dengan H 2 SO 4 40wt% dan dikalsinasi pada suhu 500 o C (Bentonit- H 2 SO 4 -Kal)

231 197 Lampiran 8 Spektrun FTIR contoh bentonit yang diaktifasi asam: (a) setelah adsorpsi pyridin pada suhu ruang selama 30 detik, (bsetelah adsorpsi dan desorpsi piridin pada suhu 150 o Cselama 1 jam [a] [b]

232 Lampiran 9 Luas permukaan BET dan kekuatan basa dari katalis CaO Luas permukaan BET a (m 2 /g) Kekuatan Basa (H_) CaO < H_ < 18.4 CaCO < H_ < 9.3 a Dihitung berdasarkan metode BET dari data adsorpsi nitrogen b Ditentukan menggunan indikator Hammets

233 199 Lampiran 10 Gambar kandang tikus percobaan dan tikus yang mati karena keracunan bungkil jarak yang belum didetoksifikasi

234 Lampiran 11 Surat persetujuan melaksanakan percobaan menggunakan binatang dari Komite Etik Binatang, Unversiti Kebangsaan Malaysia

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas. DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.l) Yeti Widyawati SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Permintaan energi global sedang meningkat sebagai hasil dari prtumbuhan dari populasi, industri serta peningkatan penggunaan alat transportasi [1], Bahan bakar minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bangsa di masa sekarang

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Krisis energi dan lingkungan akhir akhir ini menjadi isu global. Pembakaran BBM menghasilkan pencemaran lingkungan dan CO 2 yang mengakibatkan pemanasan global. Pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010 BIDANG ILMU ENERGI LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2010 Judul : APLIKASI GELOMBANG ULTRASONIK DAN KONDISI SUPER KRITIS PADA PROSES EKSTRAKSI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI Oleh: Kusmiyati, ST, MT, PhD DIBIAYAI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI,

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul: PEMBUATAN BIODIESEL DARI RBDPO DENGAN KATALIS LIMBAH CANGKANG KEPAH dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara. Tingkat kebutuhan manusia akan bahan bakar seiring meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II) LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II) PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI Oleh : Dr. Kusmiyati, MT Dibiayai Direktorat Penelitian Dan Pengabdian

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh: PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR Oleh: 1. Abdul Nasir Arifin (0431010120) 2. Agung Budiono (0431010134) JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MENGGUNAKAN CAMPURAN MINYAK KELAPA SAWIT DAN MINYAK JARAK DENGAN TEKNIK ULTRASONIK PADA FREKUENSI 28 khz

OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MENGGUNAKAN CAMPURAN MINYAK KELAPA SAWIT DAN MINYAK JARAK DENGAN TEKNIK ULTRASONIK PADA FREKUENSI 28 khz OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MENGGUNAKAN CAMPURAN MINYAK KELAPA SAWIT DAN MINYAK JARAK DENGAN TEKNIK ULTRASONIK PADA FREKUENSI 28 khz * Berkah Fajar TK 1,a, Ben Wahyudi H 1,b, Widayat 2,c 1) Jurusan

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT

PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT PENGARUH WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN BIJI KOPI (ARABIKA) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN METIL ESTER SKRIPSI

KAJIAN PEMANFAATAN BIJI KOPI (ARABIKA) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN METIL ESTER SKRIPSI KAJIAN PEMANFAATAN BIJI KOPI (ARABIKA) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN METIL ESTER SKRIPSI Oleh BELLA SIMBOLON 080405034 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DESEMBER 2013 KAJIAN

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT (Persea americana) MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT (Persea americana) MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT (Persea americana) MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI Disusun oleh: CANDRA TRI MEISANDI EDI SANTOSO I8310019 I8310028 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Silika merupakan unsur kedua terbesar pada lapisan kerak bumi setelah oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai dari jaringan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima) DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima) DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI TUGAS AKHIR RK 1583 PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima) DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI RISKA PRAWITASARI NRP 2305.100.093 KARTIKA YENI LESTARI NRP 2305.100.094 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL ABSTRAK POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL Produksi minyak bumi mengalami penurunan berbanding terbalik dengan penggunaannya yang semakin meningkat setiap

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar di Indonesia setiap tahun meningkat namun tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi bahan bakar tersebut. Hal ini menyebabkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa cadangan sumber energi fosil dunia sudah semakin menipis. Hal ini dapat berakibat pada krisis energi yang akan menyebabkan terganggunya

Lebih terperinci

EKA DIAN SARI / FTI / TK

EKA DIAN SARI / FTI / TK PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PROSES ESTERIFIKASI DAN TRANSESTERIFIKASI SKRIPSI Oleh: EKA DIAN SARI 0731010031 / FTI / TK JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS Skripsi TK - 091383 PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS Oleh : SUHADAK NASRULLAH NRP. 2311 105 002 ALFIN BARIK NRP. 2311 105 003 Dosen Pembimbing : Siti Zullaikah, ST. MT.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

Biotechnology and Energy Conservation. Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman

Biotechnology and Energy Conservation. Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman Biotechnology and Energy Conservation Prof. Dr.oec.troph. Ir. Krishna Purnawan Candra, M.S. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman 13 th Lecture Biodiesel The Aim: Students can explain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%)

I. PENDAHULUAN. Dibagi menjadi: biofuel (5%), panas bumi (5%), biomasa nuklir, tenaga air dan tenaga angin (5%), batu bara cair (2%) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Bahan bakar minyak berbasis fosil seperti solar, premium (bensin), premix dan minyak tanah sangat memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Kimia Oleh : ENY PURWATI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di seluruh dunia jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Tetapi saat ini dunia mengalami krisis

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3

PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3 PRODUKSI BIOFUEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT CaO/γ-Al 2 O 3 dan CoMo/γ-Al 2 O 3 Maya Kurnia Puspita Ayu 238.1.66 Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA 2. Ir. Ignatius Gunardi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK CURAH DENGAN METODE DISTILASI REAKTIF BERDASARKAN RATIO UMPAN

PRODUKSI BIODIESEL MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK CURAH DENGAN METODE DISTILASI REAKTIF BERDASARKAN RATIO UMPAN LAPORAN TUGAS AKHIR PRODUKSI BIODIESEL MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK CURAH DENGAN METODE DISTILASI REAKTIF BERDASARKAN RATIO UMPAN (The Biodiesel Production through Transesterifikasi Process

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED) Dwi Ardiana Setyawardhani 1), Sperisa Distantina 1), Anita Saktika Dewi 2), Hayyu Henfiana 2), Ayu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

III METODOLOGI A Kerangka Pemikiran

III METODOLOGI A Kerangka Pemikiran III METODOLOGI A Kerangka Pemikiran Perancangan proses dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rancangan proses produksi vanilin dari eugenol minyak daun cengkeh dan sebagai upaya peningkatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F )

SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER. Hendrix Yulis Setyawan (F ) SEPARASI FRAKSI KAYA VITAMIN E DARI BIODIESEL CRUDE PALM OIL (CPO) MENGGUNAKAN DESTILASI MOLEKULER Hendrix Yulis Setyawan (F351050091) Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI Pardi Satriananda ABSTRACT Ethyl ester and gliserol produce by reacting coconut

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR DAN METANOL KAPASITAS TON/TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR DAN METANOL KAPASITAS TON/TAHUN LAPORAN TUGAS PRARANCANGAN PABRIK PRARANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR DAN METANOL KAPASITAS 30.000 TON/TAHUN Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Teknik Strata Satu

Lebih terperinci

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Valensi Vol. 2 No. 2, Mei 2011 (384 388) ISSN : 1978 8193 Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas Isalmi Aziz, Siti Nurbayti, Badrul Ulum Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 menyatakan bahwa pada tahun 2025 ditargetkan tercapai komposisi sumber energi yang optimal dengan bahan bakar nabati lebih dari 5 %.

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DAN N-BUTANOL KAPASITAS TON / TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DAN N-BUTANOL KAPASITAS TON / TAHUN PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DAN N-BUTANOL KAPASITAS 20.000 TON / TAHUN Disusun Oleh : Eka Andi Saputro ( I 0511018) Muhammad Ridwan ( I 0511030) PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

PERSAMAAN REGRESI HUBUNGAN SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUIC HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAIUN KATALIS KN03/ATAPULGIT

PERSAMAAN REGRESI HUBUNGAN SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUIC HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAIUN KATALIS KN03/ATAPULGIT PERSAMAAN REGRESI HUBUNGAN SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUIC HASIL TRANSESTERIFIKASI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAIUN KATALIS KN03/ATAPULGIT Oleh IKA NURYUNI KARTIKA F34104106 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK FURFURAL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT KAPASITAS 20.000 TON/TAHUN Oleh : Yosephin Bening Graita ( I 0509043 ) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendididikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. LAPORAN AKHIR PENGARUH RASIO REAKTAN DAN KOMPOSISI KATALIS TERHADAP PEMBUATAN SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT BERBASIS CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN AGEN SULFONAT NaHSO 3 Diajukan Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Salah satu bahan baku dan bahan penunjang

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI KATALIS DALAM PEMBUATAN METIL ESTER DENGAN BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH (CRUDE PALM OIL)

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI KATALIS DALAM PEMBUATAN METIL ESTER DENGAN BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH (CRUDE PALM OIL) PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI KATALIS DALAM PEMBUATAN METIL ESTER DENGAN BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH (CRUDE PALM OIL) SKRIPSI Oleh Allen Rianto Sihotang 090405040 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING

PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING Zainul Arifin, Bayu Rudiyanto 2 dan Yuana Susmiati 2 Mahasiwa

Lebih terperinci

KINERJA EKSTRAKSI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN PROSES PELARUTAN (SOLVENT EXTRACTION)

KINERJA EKSTRAKSI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN PROSES PELARUTAN (SOLVENT EXTRACTION) KINERJA EKSTRAKSI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN PROSES PELARUTAN (SOLVENT EXTRACTION) Sudjito Soeparman, Putut Jatmiko D.P., dan Adhes Gamayel Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan untuk mengatasi masalah kekurangan sumber energi akibat cadangan sumber energi fosil yang semakin

Lebih terperinci

RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG

RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG RASIO MOL DAN RASIO ENERGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL MINYAK JELANTAH SECARA NON-KATALITIK DENGAN REAKTOR KOLOM GELEMBUNG Oleh: NERA CANDRA CHOIRUNNISA F14104082 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi utama pelumas (oli) adalah mencegah terjadinya friksi dan keausan (wear) antara dua bidang atau permukaan yang bersinggungan, memperpanjang usia pakai mesin, dan fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada beberapa dekade terakhir ini, konsumsi bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus mengalami kenaikan. Hal itu dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MINYAK JELANTAH SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PRODUKSI METIL ESTER FEBNITA EKA WIJAYANTI

PEMANFAATAN MINYAK JELANTAH SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PRODUKSI METIL ESTER FEBNITA EKA WIJAYANTI PEMANFAATAN MINYAK JELANTAH SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU PRODUKSI METIL ESTER FEBNITA EKA WIJAYANTI 0304050236 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI DEPOK

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F34103057 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL Imroatul Qoniah (1407100026) Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Kamis, 14 Juli 2011 @ R. J111 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angkutan transportasi berbahan bakar minyak dan mesin industri yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Beberapa tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Beberapa tahun ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan bakar minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama yang banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Beberapa tahun ke depan kebutuhan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci