BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR : 04 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAUR TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR : 04 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAUR TAHUN"

Transkripsi

1 BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR : 04 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAUR TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR, Menimbang : a. bahwa untuk menentukan arah pembangunan di Kabupaten Kaur dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang Wilayah Nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah; d. bahwa Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kaur sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan, huruf d, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kaur Tahun ; 1

2 Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1967 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2828); 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 8. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 9. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1996 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 11. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Muko muko, Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4266); 2

3 13. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 14. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 15. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477); 16. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 17. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 18. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 19. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 20. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 444); 21. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 22. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 3

4 23. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 24. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 25. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 26. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 27. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 28. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 29. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 30. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 31. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 32. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); 33. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280); 4

5 34. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta untuk RTRW (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3034); 35. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4539); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 43. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 44. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097); 5

6 45. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5098); 46. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111 ); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 48. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 49. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112); 50. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 51. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217); 52. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang RTRW Pulau Sumatera; 53. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 54. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 55. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Beserta Rencana Rincinya; 56. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; 6

7 57. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; 58. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman Industri; 59. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu Tahun ; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAUR dan BUPATI KAUR MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN KAUR TAHUN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Provinsi adalah Provinsi Bengkulu. 2. Kabupaten adalah Kabupaten Kaur. 3. Pemerintah Kabupaten adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Kaur. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Kabupaten Kaur. 6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, satuan kerja perangkat daerah, kecamatan, dan kelurahan. 7. Kepala adalah kepala satuan kerja perangkat daerah yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang wilayah Kabupaten Kaur. 8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasukruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 9. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 10. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 7

8 11. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 12. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 13. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang 14. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah hasil perencanaan tata ruang sebagai arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Kaur. 15. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 16. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 18. Tujuan penataan ruang adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kabupaten pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. 19. Kebijakan penataan ruang adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. 20. Strategi penataan ruang wilayah adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kabupaten. 21. Rencana struktur ruang wilayah adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lainnya. 22. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala Kabupaten. 23. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Provinsi atau beberapa Kabupaten/Kota. 24. Pusat Kegiatan Lokal, selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. 8

9 25. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 26. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 27. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah Kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budi daya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW Kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang. 28. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten sesuai dengan RTRW Kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pembiayaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan. 29. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 30. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 31. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu melindungi kelestarian kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah yang dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 32. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 33. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri-ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 34. Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri-ciri tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagi wilayah sistem penyangga kehidupan. 35. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi fokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 36. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. 37. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 38. Kawasan sekitar Danau/Waduk adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian danau/waduk. 9

10 39. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk kelestarian fungsi mata air. 40. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan yang mewakili ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberikan perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam. 41. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan pendidikan. 42. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam darat maupun perairan yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. 43. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang di sekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas. 44. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 45. Zona adalah bagian dari kawasan dengan peruntukan khusus yang memiliki batasan ukuran atau standar tertentu 46. Lingkungan adalah sumberdaya fisik dan biologis yang menjadi kebutuhan dasar agar kehidupan masyarakat (manusia) dapat bertahan. 47. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup. 48. Konservasi adalah pengelolaan pemanfaatan oleh manusia terhadap biosfer sehingga dapat menghasilkan manfaat berkelanjutan yang terbesar kepada generasi sekarang sementara mempertahankan potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasigenerasi akan datang (suatu variasi defenisi pembangunan berkelanjutan). 49. Kawasan budidaya Kabupaten adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 50. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 51. Kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 52. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 53. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan. 10

11 54. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. 55. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 56. Kawasan Peruntukan Pertambangan yang selanjutnya disebut KPP adalah wilayah yang memiliki sumber daya bahan galian yang berwujud padat, cair dan gas berdasarkan peta atau data geologi dan merupakan tempat dilaksanakan seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penyelidikan umum; eksplorasi; operasi produksi; dan pasca tambang baik diwilayah darat maupun perairan serta tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. 57. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. 58. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. 59. Kawasan strategis Kabupaten adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, serta pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi. 60. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentifdan disinsentif, serta arahan arahan sanksi untuk wilayah kabupaten. 61. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsurunsurpengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten. 62. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum melakukan kegiatan pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. 63. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 64. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikanimbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 11

12 65. Arahan arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan arahan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tataruang yang berlaku. 66. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 67. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 68. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 69. Orang adalah orang perseorangan dan/ atau korporasi. 70. Jalan adalah seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. 71. Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki. 72. Fungsi Jalan adalah Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal dan lingkungan. 73. Pondok Pusaka adalah Pondok Pembangunan untuk Kesejahteraan Kabupaten Kaur. 74. Taman Bineka adalah Taman Budaya Industri Ekonomi Kaur. BAB II RUANG LINGKUP, MUATAN, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG KABUPATEN Bagian Kesatu Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan Kabupaten Pasal 2 (1) Lingkup wilayah perencanaan Kabupaten terdiri atas 15 (lima belas) Kecamatan dengan luas wilayah kurang lebih (dua ratus lima puluh lima ribu enam ratus) hektar. (2) Batas wilayah Kabupaten, meliputi : a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan serta Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan; b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan) Provinsi Sumatera Selatan; c. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung dan Samudera Hindia; dan d. sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. (3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Kecamatan Luas; b. Kecamatan Semidang Gumai; 12

13 c. Kecamatan Padang Guci Hilir; d. Kecamatan Lukang Kule; e. Kecamatan Muara Sahung; f. Kecamatan Kelam Tengah; g. Kecamatan Tetap; h. Kecamatan Padang Guci Hulu; i. Kecamatan Tanjung Kemuning; j. Kecamatan Kaur Utara; k. Kecamatan Kinal; l. Kecamatan Kaur Tengah; m. Kecamatan Kaur Selatan; n. Kecamatan Maje; dan o. Kecamatan Nasal. Bagian Kedua Muatan RTRW Kabupaten Pasal 3 Muatan RTRW kabupaten meliputi: a. tujuan, kebijakan dan strategi tata ruang wilayah; b. rencana struktur ruang wilayah; c. rencana pola ruang wilayah; d. penetapan kawasan strategis; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah; f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah; dan g. hak, kewajiban dan peran masyarakat. Bagian Ketiga Tujuan Pasal 4 Tujuan Penataan ruang wilayah Kabupaten adalah untuk terwujudnya Kabupaten Kaur yang mandiri dan sejahtera melalui pemerataan pembangunan yang berbasiskan pertanian dan perikanan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan mitigasi bencana. Bagian Keempat Kebijakan Pasal 5 Kebijakan penataan ruang Kabupaten, meliputi : a. penguatan dan pemeliharaan fungsi kawasan lindung meliputi TNBBS, Hutan Lindung, Kawasan Lindung dan Cagar Alam Laut; b. pengembangan sistem perkotaan yang merata dan berhirarki untuk meningkatkan peran dan fungsi wilayah; c. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana wilayah yang fungsional dan terintegrasi; d. pengembangan kawasan pertanian yang berbasis agropolitan sebagai pendorong pengembangan wilayah; e. pengembangan kawasan perikanan yang berbasis minapolitan sebagai pendorong pengembangan wilayah; 13

14 f. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan budidaya; g. pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup; h. pengembangan sistem mitigasi bencana; dan i. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Bagian Kelima Strategi Pasal 6 (1) Pengembangan sistem perkotaan yang merata dan berhirarki untuk meningkatkan peran dan fungsi wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b,terdiri atas: a. meningkatkan fungsi Perkotaan Bintuhan sebagai wilayah kegiatan regional dan lokal; b. menetapkan pusat pertumbuhan baru dengan skala pelayanan lokal; c. meningkatkan sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang pengembangan pusat-pusat kegiatan;dan d. menjaga keterkaitan dan keterpaduan antar pusat kegiatan. (2) Pengembangan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana wilayah yang fungsional dan terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, terdiri atas: a. Membuka akses dan meningkatkan aksesbilitas antar wilayah melalui pengembngan dan pembangunan jaringan transportasi; b. mengembangkan sistem prasarana sumber daya air untuk menunjang kegiatan sektor pertanian dan permukiman; c. meningkatkan dan mengembangkan pelayanan sistem jaringan listrik melalui pemerataan distribusi jaringan dan pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber alternatif pembangkit; d. meningkatkan prasarana telekomunikasi untuk menunjang pengembangan potensi ekonomi lokal; dan e. mengembangkan fasilitas sosial ekonomi diarahkan pada setiap pusat permukiman. (3) Pengembangan kawasan pertanian yang berbasis agropolitan sebagai pendorong pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d,terdiri atas: a. mempertahankan keberadaan lahan pertanian pangan dengan mengendalikan alih fungsi ke peruntukan lain; b. menetapkan kawasan sentra agropolitan berdasar potensi pertanian; c. mengembangkan industri pengolahan hasil kegiatan di kawasan agropolitan sesuai komoditas unggulan kawasan dan kebutuhan pasar;dan d. menyediakan prasarana dan sarana pendukung kegiatan agropolitan. (4) Pengembangan kawasan perikanan yang berbasis minapolitan sebagai pendorong pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, terdiri atas: a. menyediakan prasarana dan sarana pendukung kegiatan minapolitan; dan b. mengembangkan kawasan pesisir di wilayah bagian barat. (5) Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f, terdiri atas: a. memanfatkan ruang berdasarkan pada daya dukung dan daya tampung wilayah; 14

15 b. mengembangan sektor-sektor lain di luar pertanian dan perikanan secara optimal; c. mengembangkan kawasan pertambangan melalui pemanfaatan potensi bahan galian yang ramah lingkungan; dan d. mengembangkan kawasan permukiman yang diarahkan untuk mendukung pengembangan pusat kegiatan dan pusat pelayanan. (6) Pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g, terdiri atas: a. mempertahankan kawasan berfungsi lindung sesuai dengan kondisi ekosistemnya; b. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah; dan c. mengendalikan kegiatan-kegiatan budidaya yang mengganggu fungsi kawasan lindung. (7) Pengembangan sistem mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h,terdiri atas: a. memetakan kawasan rawan bencana alam secara detil di seluruh wilayah kabupaten; b. menetapkan jalur dan ruang evakuasi bencana wilayah; c. meningkatan pengelolaan penanggulangan bencana alam; dan d. menyusunan sistem penanganan bencana secara terpadu. (8) Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i, terdiri atas: a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan kemanan; b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan disekitar kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan peruntukannya; c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan kemanan negara sebagai zona penyangga; dan d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan. BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN KAUR Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Kaur meliputi: a. sistem Perkotaan Kabupaten; b. sistem jaringan transportasi Kabupaten; c. sistem jaringan energi Kabupaten; d. sistem jaringan telekomunikasi Kabupaten; e. sistem jaringan sumberdaya air Kabupaten; dan f. sistem prasarana lainnya. (2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 15

16 Bagian Kedua Sistem Perkotaan Kabupaten Pasal 8 (1) Sistem perkotaan Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a terdiri atas : a. PKWp; b. PKL dan PKLp; c. PPK; dan d. PPL. (2) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlokasi di Perkotaan Bintuhan Kecamatan Kaur Selatan dan Kecamatan Tetap. (3) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlokasi di Perkotaan Linau Kecamatan Maje dan PKLp Tanjung Kemuning. (4) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlokasi di: a. Kelurahan Simpang Tiga Kecamatan Kaur Utara; b. Desa Ulak Lebar Kecamatan Muara Sahung; dan c. Desa Merpas Kecamatan Nasal. (5) Pusat kegiatan sebagai PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berlokasi di: a. Gunung Kaya Kecamatan Padang Guci Hilir; b. Rigangan I Kecamatan Kelam Tengah; c. Gedung Wani Kecamatan Kinal; d. Bungin Tumbun II Kecamatan Padang Guci Hulu; e. Suka Nanti Kecamatan Lungkang Kule; f. Mentiring Kec. Semidang Gumai; g. Tanjung Iman Kecamatan Kaur Tengah; h. Benua Batu Kecamatan Luas;dan i. Muara Tetap Kecamatan Tetap. Bagian Ketiga Sistem Jaringan Transportasi Kabupaten Kaur Pasal 9 Sistem jaringan transportasi Kabupaten Kaur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi: a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi perkeretaapian; dan c. sistem jaringan transportasi laut. Pasal 10 (1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas : a. jaringan jalan; b. jaringan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ); dan c. jaringan Pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan. (2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. jaringan jalan kolektor primer 1 (K1) meliputi: 16

17 1. ruas jalan Tanjung Kemuning Linau; dan 2. ruas jalan Linau Batas Provinsi Lampung. b. jaringan jalan kolektor primer 2 ( K2) meliputi ruas jalan Tanjung Iman - Muara Sahung - Air Tembok; c. jaringan jalan kolektor primer 3 (K3) meliputi: 1. ruas Tanjung Kemuning - Datar Lebar; 2. ruas Datar Lebar Mentiring; dan 3. Padang Leban- Air Kering -Simpang Tiga Kaur Utara. d. jaringan jalan lokal primer tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. e. rencana pembangunan jalan baru, meliputi: 1. ruas jalan Datar Lebar Muara Sahung Muara Dua (batas Lampung); 2. ruas jalan Nasal Linau Tanjung Agung Muara Sahung Bungin Tambun II; 3. ruas jalan Bungin Tambun Kec. Kedurang, Bengkulu Selatan; 4. pembangunan jalan lokal tersebar di seluruh kecamatan; 5. pembangunan jalan usaha tani tersebar diseluruh kecamatan; dan 6. pembangunan jalan lingkungan tersebar diseluruh kecamatan. (3) Peta Rencana Jaringan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (4) Jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan (LLAJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. terminal penumpang,terdiri atas: 1. terminal penumpang tipe B Bintuhan di Kecamatan Kaur Selatan; 2. terminal penumpang tipe C Muara Saung di Kecamatan Muara Saung; 3. terminal terminal penumpang tipe C Tanjung Kemuning di Kecamatan Tanjung Kemuning; 4. terminal penumpang tipe C Simpang Tiga di Kecamatan Kaur Utara; 5. terminal penumpang tipe C Merpas di Kecamatan Nasal;dan 6. terminal penumpang tipe C Tanjung Iman di Kecamatan Kaur Tengah. b. terminal barang terdapat di Linau Kecamatan Maje. (5) Rencana Jaringan Trayek Kabupaten Kaur sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 11 (1) Sistem transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b meliputi pengembangan jaringan jalur kereta api. (2) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi lintasan jalur Linau Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Pasal 12 (1) Sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c terdiri atas: a. tatanan kepelabuhan; dan b. alur pelayaran. (2) Tatanan kepelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pelabuhan Pengumpan Regional Linau di Kecamatan Maje. (3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Pelabuhan Linau - Pelabuhan Pulau Baai Pelabuhan di wilayah bagian barat Sumatera; dan b. Pelabuhan Linau - Pelabuhan Pulau Baai Pelabuhan Malakoni. 17

18 Bagian Keempat Sistem Jaringan Energi Kabupaten Kaur Pasal 13 (1) Sistem jaringan energi Kabupaten Kaur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c meliputi: a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan prasarana listrik. (2) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) meliputi: PLTD Bintuhan di Kecamatan Kaur Selatan. b. pembangkit listrik tenaga surya yang berlokasi di: 1. Desa Sumber Harapan Kecamatan Nasal; 2. Desa Pengubain Kecamatan Kaur Selatan; 3. Desa Gunung Megang Kecamatan Kinal; 4. Desa Ulak Bandung Kecamatan Muara Sahung; 5. Dusun Pematang Panjang Desa Air Batang Kecamatan Nasal; 6. Desa Sinar Banten Kecamatan Nasal; 7. Desa Pasar Jumat Kecamatan Nasal; 8. Desa Air Bacang Kecamatan Maje; 9. Desa Batu Lungun Kecamatan Nasal; 10. Desa Trijaya Kecamatan Nasal; 11. Desa Serdang Indah Kecamatan Luas; 12. Desa Muara Sahung Kecamatan Muara Sahung; 13. Desa Tanjung Agung Kecamatan Tetap; dan 14. Dusun Pematang Salimi Desa Ulak Pandan Kecamatan Nasal. c. pembangkit listrik tenaga mikro hidro yang berlokasi di: 1. Desa Muara Dua Kecamatan Nasal; 2. Desa Bukit Indah Kecamatan Nasal; 3. Desa Ulak Lebar Kecamatan Muara Sahung; 4. Desa Suka Jaya Kecamatan Muara Sahung; dan 5. Desa Tri Tunggal Bakti Kecamatan Muara Sahung. (3) Jaringan prasarana listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah jaringan sistem interkoneksi Sumatera melalui jaringan extra tegangan tinggi melalui Kabupaten Bengkulu Selatan, dengan gardu tambahan Bintuhan Kecamatan Kaur selatan. (4) Bagi desa-desa yang belum terjangkau oleh pelayanan jaringan listrik yang ada akan dikembangkan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTMH. Bagian Kelima Sistem Jaringan Telekomunikasi Kabupaten Kaur Pasal 14 (1) Sistem jaringan telekomunikasi Kabupaten Kaur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d terdiri atas: a. jaringan kabel; dan b. jaringan nirkabel. (2) Jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan di seluruh kecamatan. 18

19 (3) Jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pengembangan menara Base Transceiver Station (BTS) di seluruh kecamatan. (4) Stasiun Televisi Digital dan Radio Daerah di Nasal, Muara Sahung, Tanjung Kemuning, dan Kaur Utara. Bagian Keenam Sistem Jaringan Sumberdaya Air Kabupaten Pasal 15 (1) Sistem Sumber Daya Air Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e terdiri atas: a. sistem wilayah DAS; b. sistem jaringan air baku untuk air bersih; dan c. sistem jaringan irigasi. (2) Sistem wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi DAS terdiri atas: a. DAS Kedurang; b. DAS Bengkenang; c. DAS Mertam Ds; d. DAS Sulau; e. DAS Padang Guci; f. DAS Seranjangan; g. DAS Kinal; h. DAS Luas; i. DAS Tetap; j. DAS Sambat; k. DAS Sawang; l. DAS Nasal; m. DAS Kolek; dan n. DAS Manula. (3) Sistem jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. konservasi daerah resapan air; b. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air secara aktif; dan c. pemanfaatan sumber air tanah yang dengan prioritas penggunaan didasarkan pada urutan air minum, air rumah tangga, air industri, air peternakan dan pertanian irigasi, dan air untuk kepentingan lainnya. (4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikembangkan untuk melayani Daerah Irigasi (DI) yang tercantum dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketujuh Sistem Prasarana Lainnya Pasal 16 (1) Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f terdiri atas: a. sistem penyediaan air minum (SPAM); b. sistem pengelolaan persampahan; c. sistem pengelolaan limbah; 19

20 d. sistem jaringan drainase; e. jalur evakuasi bencana; dan f. prasarana perikanan. (2) Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. PDAM Bintuhan di Kecamatan Kaur Selatan; b. Sistem perpipaan di Kecamatan Kaur Utara; c. Sistem perpipaan Tanjung Iman di Kecamatan Kaur Tengah; dan d. Sistem perpipaan Merpas di Kecamatan Nasal. (3) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pengembangan tempat pemrosesan akhir (TPA) Latihan di Kecamatan Kaur Selatan, Luang Bukit Teriang Desa Pancur Negara Kecamatan Kaur Utara dan pembangunan serta pengembangan tempat penampungan sementara (TPS) di setiap kecamatan. (4) Sistem pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. peningkatan pengawasan instalasi pengolahan air limbah untuk rumah sakit umum daerah; b. pengharusan pengolahan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dan non B3 untuk kegiatan industri; c. pembangunan mandi cuci kakus (MCK) umum untuk wilayah perdesaan; d. peningkatan penyuluhan masyarakat untuk membangun MCK pribadi; e. peningkatan sistem saluran pembuangan air kotor wilayah dan pipa-pipa penyalur serta pembangunan sistem baru pada wilayah-wilayah yang baru berkembang; f. pembangunan kawasan perumahan baru, yang harus disertai dengan saluran pembuangan air limbah; dan g. penerapan peraturan mengenai pembuangan limbah ke badan air oleh industri secara intensif. (5) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikembangkan dengan arahan: a. pembagian sistem yang jelas dan keseragaman penamaan sistem, saluran dan bangunan -bangunan drainase lainnya (nomenklatur); b. sungai-sungai besar sebagai saluran primer menggunakan alur pematusan alami, sedangkan saluran sekunder dan tersier mengikuti pola tata ruang dan jaringan jalan; c. perhitungan debit aliran didasarkan pada rencana penggunaan lahan di masa yang akan datang; d. perlu ditetapkan batasan tinggi genangan yang dapat diterima dalam perencanaan, baik untuk pemukiman, jalan, area industri/bisnis maupun area yang penting lainnya. hal ini sangat penting mengingat bahwa penanganan drainase sangat sulit untuk membebaskan area dari genangan sehingga harus ada batasan tinggi genangan yang masih bisa ditolerir; e. air hujan secepatnya dialirkan ke badan air terdekat untuk memperpendek panjang saluran; f. saluran maupun infrastruktur drinase lainnya direncanakan secara ekonomis dalam pembangunan, operasional dan pemeliharaannya; g. saluran drainase dipusat pusat permukiman perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long storage; h. optimalisasi dan normalisasi sungai yang ada untuk meningkatkan daya tampung dan kemampuan alirnya; dan 20

21 i. meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume limpasan permukaan. (6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. Untuk kawasan permukiman perkotaan Bintuhan dapat menggunakan jalur evakuasi jalan Muara Baru Perkantoran, Sambat Perkantoran Padang Kempas, Jembatan Dua-Padang Petron-Perkantoran dengan melting point di kawasan Pondok Pusaka; b. Untuk kawasan permukiman yang berada di Kecamatan Kaur Tengah dapat menggunakan jalur Tanjung Iman (K2) Perbatasan Luas; c. Untuk kawasan permukiman Kecamatan Tetap dapat menggunakan Muara Tetap Tanjung Dalam Kepahyang Babat Tanjung Agung trans Tanjung Agung; d. Untuk kawasan permukiman yang berada di Kecamatan Semidang Gumai dapat menggunakan jalur Suka Merindu (K3) Bunga Melur (K3); e. Untuk kawasan permukiman yang berada di Kecamatan Tanjung Kemuning dapat menggunakan jalur Tinggi Ari (K3) Padang Guci; f. Untuk kawasan permukiman yang berada di Kecamatan Nasal menggunakan jalur Jalan Tanjung Beringin Air Palawan (Kec. Nasal) dan Jalan Pertigaan Air Palawan Sumber Harapan Kec. Nasal); dan g. Untuk kawasan permukiman yang berada di Kecamatan Maje Jalan Kedataran Penyandingan dan Jalan Penyandingan Tanjung. (7) Prasarana perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi: a. Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Merpas di Desa Merpas Kecamatan Nasal; b. Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Linau di Desa Linau Kecamatan Maje; c. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Way Hawang di Desa Way Hawang Kecamatan Maje; d. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Sulau Wangi di Kecamatan Tanjung Kemuning; e. Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Sambat di Desa Tajung Besar Kecamatan Kaur selatan ; f. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Suka Maju di Desa Pasar Lama Kecamatan Kaur Selatan; g. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Sekunyit di Kecamatan di desa Sekunyit Kecamatan Tetap ; h. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Tanjung Pandan di Desa Tanjung Pandan Kecamatan Kaur Tengah; i. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Pantai Hili di Desa Cahaya Batin dan Desa Mentiring Kecamatan Semidang Gumai; j. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Tanjung Bulan Kecamatan Tanjung Kemuning; k. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Tebing Rambutan Kecamatan Nasal; l. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Mentiring Semidang Gumai; m. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Nusuk Kecamatan Semidang Gumai; dan n. Pengembangan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Tanjung Harapan Kecamatan Semidang Gumai. 21

22 BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN KAUR Bagian Kesatu Umum Pasal 17 (1) Rencana pola ruang Wilayah Kabupaten Kaur terdiri atas: a. kawasan lindung; dan b. kawasan budidaya. (2) Rencana pola ruang digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Pasal 18 Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya; c. kawasan perlindungan setempat; d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam; f. kawasan lindung geologi; dan g. kawasan lindung lainnya. Pasal 19 Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a berupa Hutan Lindung (HL) Raja Mandara dengan luas kurang lebih (empat puluh dua ribu lima ratusenam puluh tujuh) hektar yang terdapat di: a. Kecamatan Padang Guci Hulu; b. Kecamatan Muara Sahung; c. Kecamatan Kinal; d. Kecamatan Kaur Utara; dan e. Kecamatan Lungkang Kule. Pasal 20 (1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b berupa kawasan resapan air. (2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS);dan b. kawasan hutan lindung Bukit Raja Mandara. 22

23 Pasal 21 (1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam 18 huruf c terdiri atas: a. kawasan sempadan pantai; b. kawasan sempadan sungai; dan c. kawasan sekitar mata air. (2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa kawasan daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah daratan meliputi: a. Kecamatan Tanjung Kemuning; b. Kecamatan Semidang Gumai; c. Kecamatan Kaur Tengah; d. Kecamatan Tetap; e. Kecamatan Kaur Selatan; f. Kecamatan Maje; dan g. Kecamatan Nasal. (3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi sungai kabupaten, dengan ketentuan: a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar; b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai. (4) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan ketentuan penetapan sempadan mata air berupa daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 200 (seratus) meter mengelilingi mata air. Pasal 22 (1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam 18 huruf d terdiri atas: a. taman nasional; b. taman wisata alam; c. kawasan konservasi laut daerah; dan d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. (2) Taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dengan luas (enam puluh empat ribu tujuh ratus sebelas) hektar, meliputi : a. Kecamatan Nasal; b. Kecamatan Maje; c. Kecamatan Kaur selatan; dan d. Kecamatan tetap. (3) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi taman wisata alam Way Hawang di Kecamatan Maje dengan luas kurang lebih 64 (enam puluh empat) hektar. (4) Kawasan konservasi laut daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Linau Kecamatan Maje, Merpas Kecamatan Nasal dan Sekunyit Kecamatan Kaur Selatan. 23

Indikasi Program Utama

Indikasi Program Utama Lampiran IX Peraturan Daerah Kabupaten Kaur Nomor : Tahun 2012 Tanggal : 2012 Indikasi Program Utama No Program Utama Kegiatan Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana A PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG 1 Perwujudan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN - 0 - BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan. 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PROVINSI KAWASAN PERKOTAAN BREBES-TEGAL-SLAWI-PEMALANG TAHUN 2016-2036 I

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2015-2035 SALINAN BUPATI BENGKULU UTARA PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN 2012... 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH NO. 2 TAHUN 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 1 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 0 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH NO. 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 2010 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 2010 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MESUJI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MESUJI TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MESUJI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MESUJI TAHUN 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MESUJI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MESUJI TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MESUJI, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN 2010-2030 I. UMUM Kota Surabaya memiliki kedudukan yang sangat strategis baik dalam

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG REVISI RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA MALINGPING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota KATA PENGANTAR Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah seperti yang diharapkan, pemerintah pusat

Lebih terperinci