Andi Faisal Suddin, Tamrin Kunta dan Muslimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Andi Faisal Suddin, Tamrin Kunta dan Muslimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan"

Transkripsi

1 Respon Petani terhadap Pengendalian Penyakit Fusarium oxysporium pada Tanaman Cabai dengan Jamur Trichoderma Sp di Kelurahan Borong Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros Andi Faisal Suddin, Tamrin Kunta dan Muslimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan andifaisals@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini bertujuan; 1) mengetahui perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan petani setelah mengikuti kegiatan penyuluhan pengendalian penyakit fusarium oxysporum sp. pada tanaman cabai dengan menggunakan jamur Trichoderma, 2) mengetahui tingkat efektifitas penyuluhan yang diikuti oleh petani. Penelitian dilaksanakan mulai maret sampai mei 2012 di Kelurahan Borong Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan yaitu, untuk menganalisis respon petani dilakukan tes awal dan tes akhir (sebelum dan sesudah mengikuti peyuluhan) dengan membagikan daftar pertanyaan (kuisioner) yang berisi sebanyak 15 butir pertanyaan. Tes awal dan tes akhir dianalisis secara deskriptif, perbedaan antara tes awal dan tes akhir menunjukan perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani. Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan digunakan formulasi, EP = (ps pr)/(n.3.q) - pr x 100%. Hasil penelitian adalah tingkat perubahan pengetahuan meningkat 33,00 %, keterampilan 33,50 %, dan sikap 37,00%, hal ini menunjukkan adanya perubahan prilaku setelah dilaksanakan penyuluhan, dan kegiatan penyuluhan dianggap cukup efektif dengan nilai 52,51%. Kata kunci : Cabai, Fusarium oxysporium, Maros, Pengendalian, Respon, Trichoderma,sp. Pendahuluan Latar Belakang Cabai merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dan volume kebutuhannya terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, tidak heran kalau peluang bisnisnya masih terus menjanjikan. Namun yang harus diwaspadai, komoditas yang secara hitung-hitungan mampu menghasilkan keuntungan besar,tetapi mempunyai resiko yang besar pula. Karenanya diperlukan perencanaan dan penguasaan teknologi dalam budidaya tanaman cabai. Menurut Direktorat Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam buku tahunan tanaman sayuran 2009, rata-rata produktivitas usaha tani cabai di tingkat petani ( 5-6 ton per hekter) masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-11 ton per hektar). Salah satu kendala yang cukup berat pada usaha tani cabai adalah serangan hama penyakit layu/fusarium oxysporium sp, yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil dan penyakit ini mengganas pada musim hujan (Santika, 2006). Lebih lanjut Semangun, H, 2007 mengatakan bahwa penyakit layu fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Jamur ini banyak menyerang tanaman cabai, tomat, dan bawang daun. Banyak cara pengendalian yang dilakukan namun belum berhasil untuk menekan perkembangan patogen tersebut, namun menurut Yusriadi (2004), salah satu alternative pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan populasi jamur Fusarium ini adalah dengan mengembangkan pengendalian secara hayati. Sejauh ini pemakaian pestisida (fungisida) selalu diikuti dengan pertimbangan ekonomi dan berdampak pada lingkungan. Pasar lebih menyukai produksi pertanian yang bebas bahan kimia, sehingga alternatif pestisida yang aman bagi lingkungan dan konsumen sangatlah 864 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

2 diperlukan (Purwantisari, 2008). Pengendalian penyakit tanaman menggunakan bahan-bahan kimia kini mulai dihindari karena berdampak negatif bagi lingkungan, oleh karena itu penggunaan fungisida nabati (biofungisida) mutlak diperlukan. Kebijakan global mengenai pembatasan penggunaan bahan aktif kimiawi pada proses produksi pertanian pada gilirannya akan sangat membebani pertanian Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat ketergantungan petani terhadap pestisida kimia. Ketergantungan inilah yang akan melemahkan produk pertanian asal Indonesia dan daya saingnya di pasar global. Menghadapi kenyataan tersebut agaknya perlu segera diupayakan pengurangan penggunaan pestida kimiawi dan mengalihkannya pada jenis agens hayati yang aman bagi lingkungan. Salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan dan berpotensi untuk dikembangkan ialah pengendalian hayati menggunakan Trichoderma sp. Sebagai agen biofungisida secara langsung maupun tidak langsung untuk mengontrol serangan spesies pengganggu (Mukerji, 2006). Program pengembangan usahatani cabai saat ini tidak lagi semata-mata ditujukan untuk meningkatkan produksi perhektar, tetapi lebih ditekankan kepada pencapaian sasaran peningkatan pendapatan petani. Pendekatan yang dipilih untuk mencapai sasaran tersebut adalah pengembangan usahatani yang berorientasi agribisnis (Adiyoga dan Soetiarso, 1994). Salah satu prinsip yang menempati urutan pertama dalam pengembangan agribisnis adalah ketersediaan teknologi baru tepat guna dan berkelanjutan. Dalam menerima teknologi baru tersebut, petani sebenarnya dihadapkan kepada ketidak-pastian yang menyangkut kesesuaian teknologi dengan sumberdaya dan kemampuan manajerial yang mereka miliki. Dengan demikian peranan penyuluhan sangat menentukan dalam hal peningkatan kapasitas petani dalam menerapkan teknologi. Huda, (2002) mengemukakan bahwa penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku (pe ngetahuan, sikap dan keterampilan) di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian. Hal yang berkaitan dikemukakan juga oleh Wiriaatmadja (2003) bahwa dalam menyelenggarakan penyuluhan pertanian, para penyuluh dan peneliti selalu mencari metode efektif yang sifatnya mendidik, membimbing dan menerapkan, sehingga inovasi baru yang disampaikan melalui penyuluhan pertanian dapat diterima oleh petani beserta keluarganya. Tujuan 1. Untuk mengetahui perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan petani setelah mengikuti kegiatan penyuluhan pengendalian penyakit fusarium oxysporum sp pada tanaman cabai dengan menggunakan jamurtrichoderma. 2. Untuk mengrtahui efektivitas penyuluhan yang diikuti oleh petani cabai. Metodologi Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Borong Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan selama dua bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Mei Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 865

3 Populasi dan Sampel Jumlah populasi petani cabe yang ada di kelurahan Borong adalah 20 orang. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan kuisioner pada petani cabe yang ada di kelurahan Borong Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari Dinas atau instasi terkait, yaitu Kantor Kelurahan, Kantor Kecamatan dan BPP yang ada di lokasi. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis respon petani yaitu melakukan tes awal dan tes akhir (sebelum dan sesudah mengikuti peyuluhan) dengan membagikan kuisioner yang berisi sebanyak 15 butir pertanyaan yaitu masing-masing 5 pertanyaan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan petani. Tes awal dan tes akhir dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabulasi, perbedaan antara tes awal dan tes akhir menunjukan perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani. Hasil penilaian awal dan tes akhir diberi skor dengan ketentuan: jawaban (a nilai 3, b nilai 2, c nilai1, dan d nilai 0). sehingga interprestasi skor adalah skor tertinggi 20 x 5 x 3 = dan skor terendah 20 x 5 x 0 = 0, digambarkan dalam garis continuum sebagai berikut : skor maksimum skor min imum Interval Kelas = kriteria Efektifitas penyuluhan diperoleh dari hasil evaluasi penyuluhan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penyuluhan yang telah dilakukan terhadap peningkatan perubahan perilaku sasaran. Efektifitas penyuluhan dihitung dengan rumus : = ps pr x 100% ( n.3. Q) pr Keterangan : Ps : Post test 3 : Nilai jawaban tertinggi Pr : Pre test Q : Jumlah pertanyaan n : Jumlah responden Keriteria penilaian yaitu sebagai berikut: 1. < 33,33 %= Kurang efektif 3. > 66 = Efektif (Ginting, 1991) 2. 33,33 % 66,66 % = Cukup efektif Hasil dan Pembahasan 1. Respon Petani Setelah Mengikuti Penyuluhan Hasil evaluasi penyuluhan yang dilakukan, dapat menggambarkan tercapai atau tidaknya tujuan program penyuluhan yang ditetapkan sebelumnya, sebagai gambaran hasil kegiatan penyuluhan yang sudah dilaksanakan. Kegiatan evaluasi penyuluhan ini dilakukan 2 tahap, yakni tahap pertama dilakukan sebelum dilaksanakan penyuluhan, tahap kedua setelah dilaksanakan penyuluhan (tes awal dan tes akhir). Adapun kegiatan evaluasi penyuluhan dilaksanakan dan telah diperoleh hasil dari tabulasi data evaluasi awal dan evaluasi akhir adalah sebagai berikut : 866 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

4 a. Pengetahuan Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat perubahan pengetahuan petani responden, dilakukan tanya jawab melalui media (kuisioner), dapat dilihat pada lampiran terdiri dari masing-masing 5 pertanyaan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengetahuan, ketrampilan dan sikap. yang Untuk tes awal diperoleh nilai 84 dengan demikian tingkat pengetahuan petani-peternak responden mengenai pengendalian penyakit Fusarium pada tanaman cabe, Pada tes awal berada pada kategori kurang mengetahui (28 %). Jumlah skor yang diperoleh = 84. Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan Skor terendah= 20 x 5 x 0 = 0. Evaluasi awal presentase pengetahuan = 84 x 100 % = 28 % 0 25 % 28 % 50 % 75 % 100 % TM KM M SM Gambar 1. Garis Continum Tingkat Pengetahuan Pada Evaluasi Awal Dengan Simbol Huruf Pada Keterangan : Garis Continum Menyatakan. TM : Tidak mengetahui M : Megetahui KM : Kurang mengetahui SM : Sangat mengetahui Untuk tes akhir diperoleh nilai 184 dengan demikian tingkat pengetahuan responden mengenai penerapan materi, pengendalian penyakit Fusarium pada tanaman cabe, pada tes akhir berada pada kategori mengetahui (61 %). Jumlah skor yang diperoleh = 184. Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan Skor terendah = 20 x 5 x 0 = 0. Presentase evaluasi akhir pengetahuan = 184 x 100 % = 61 % 61 % TM KM M SM Gambar 2. Garis Continum Tingkat Pengetahuan Pada Evaluasi akhir Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. a. Keterampilan Keterampilan merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan inovasi yang disampaikan kepada mereka melalui kegiatan penyuluhan, hasil evaluasi tingkat keterampilan responden untuk tes awal nilai yang diperoleh adalah 86 pada tes awal berada pada kategori kurang terampil (36,5 %) hal ini diasumsikan karena responden belum mengetahui teknis penerapan materi yang Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 867

5 disuluhkan. Jumlah skor yang diperoleh = 86, Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan Skor terendah= 20 x 5 x 0 = 0. Evaluasi awal presentase pengetahuan = 86 x 100 % = 36,5 % 36,5 % TT KT T ST Gambar 3. Garis Continum Tingkat Keterampilan Pada Evaluasi Awal Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. TT : Tidak terampil T : terampil KT : Kurang terampil ST : Sangat terampil Untuk tes akhir diperoleh nilai 210, dengan demikian tingkat katerampilan petani terhadap pengendalian penyakit Fusarium pada tanamancabe, pada tes akhir berada pada kategori terampil (70 %). Jumlah skor yang diperoleh = 210. Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan Skor terendah = 20 x 5 x 0 = 0. Presentase evaluasi akhir keterampilan = 210 x 100 % = 70 % Gambar 4. Garis Continum Tingkat Keterampilan Pada Evaluasi akhir Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. Menurut Padmowihardjo, Tingkat keterampilan pada kategori sangat terampil belum mampu dicapai responden hal ini disebabkan, karena kegiatan penyuluhan mengenai teknis aplikasi materi, pengedalian penyakit Fusarium, kurang dilakukan kepada respoden, sehinggah banyak hal dalam teknis aplikasi materi yang belum mereka pahami dan masih perlu penjelasan lebih lanjut. b. Sikap 70 % TT KT T ST Sikap adalah kecendrungan untuk berbuat, kegiatan penyuluhan hasil akhirnya adalah aplikasi responden, aplikasi inovasi oleh responden tidak akan muncul tanpa adanya sikap responden yang positif terhadap inovasi yang disuluhkan. Untuk itu perlu adanya evaluasi sikap responden terhadap materi yang disuluhkan. Adapun hasil evaluasi tes awal diperoleh nilai 94. Dengan demikian tingkat sikap responden mengenai materi berada pada kategori tidak setuju (31 %). Jumlah skor yang diperoleh = 94. Skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan skor terendah = 20 x 5 x 0 = 0. Evaluasi awal presentase pengetahuan = 94 x 100 % = 31 % 868 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

6 31 % TS KS S SS Gambar 5. Garis Continum Tingkat Sikap Pada Evaluasi Awal Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. Keterangan : TS : Tidak setuju S : Setuju KS : Kurang setuju SS : Sangat setuju Untuk tes akhir diperoleh nilai 204, dengan demikian tingkat sikap responden mengenai materi teknis pengendalian penyakit Fusarium pada tanaman cabe,berada pada kategori setuju (68 %). Jumlah skor yang diperoleh = 204, skor tertinggi = 20 x 5 x 3 = dan skor terendah = 20 x 5 x 0 = 0. Presentase evaluasi akhir sikap = 204 x 100 % = 68 % TS KS S SS Gambar 6. Garis Continum Tingkat Sikap Pada Evaluasi Akhir Dengan Simbol Huruf Pada Garis Continum Menyatakan. Untuk mengetahui perubahan dan peningkatan perolehan nilai responden, persentase dari nilai maksimum pada tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap (PKS) responden maka dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 1. Rataan Tingkat Perubahan Pengetahuan, Keterampilan Dan Sikap Responden. Deskripsi Pengetahuan Keterampilan Sikap Tes awal Persentase (%) Kurang (%) Tes akhir Persentase (%) Kurang (%) Perubahan Persentase (%) Sumber: Data primer setelah diolah, ,00 28,00 72,00 184,00 61,00 39,00 100,00 33,00 86,00 36,50 63,50 210,00 70,00 30,00 124,00 33,50 94,00 31,00 69,00 204,00 68,00 37,00 110,00 37,00 Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat perubahan pengetahuan meningkat 33,00 %, keterampilan 33,50 %, dan sikap 37,00% hal ini menunjukkan adanya perubahan prilaku setelah dilaksanakan penyuluhan, sehingga petani cabe dapat mengetahui dan merespon tentang pengendalian penyakit Fusarium pada tanaman cabe. 68% Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 869

7 1. Efektivitas Penyuluhan Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan terhadap perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani cabe dengan menggunakan persentase efektivitas sebagai berikut : ps pr Efektifitas penyuluhan = x 100% ( n.3. Q) pr Ep = ( ) x 100 % = x 100 % = % (cukup efektif) 636 Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa tingkat efektivitas penyuluhan dikatakan cukup efektik dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini terjadi karena dilakukannya teknik demonstrasi cara dan demonstrasi hasil. Sehingga petani lebih yakin dengan materi penyuluhan. Menurut Samsudin (2006), metode yang biasa digunakan untuk menarik minat petani dalam melaksanakan inovasi-inovasi baru adalah Metode pendekatan kelompok yang dilaksanakan melalui demontrasi cara, demonstrasi hasil, kursus tani, pertemuan kelompok dan karyawisata,. Dengan demikian efektifitas penyuluhan yang diberikan dalam penyuluhan berada dalam kategori cukup efektif, hal ini juga menunjukkan bahwa aplikasi pengendalian alternatif sebagai teknologi pilihan mendukung peningkatan daya reproduksi petani cabe oleh petani cabe yang ada di lokasi. Kesimpulan Respon petani tentang penyuluhan pengendalian penyakit Fusarium menggunakan jamur Trichoderma dan agensi lainnya dikategorikan cukup efektif menunjukkan bahwa tingkat perubahan pengetahuan meningkat 33,00 %, keterampilan 33,50 %, dan sikap 37,00% hal ini menunjukkan adanya perubahan prilaku setelah dilaksanakan penyuluhan, dan kegiatan penyuluhan dianggap cukup efektif 52,51%. Daftar Pustaka Adiyoga, W. dan T. A. Soetiarso Aspek agroekonomi cabai. Makalah disampaikan pada Seminar Agribisnis Cabai, Agribisnis Club. Jakarta.Barry, P. J. (Ed.) Risk management in agriculture. Iow Direktorat Jenderal Hortikultura Buku Tahunan Tanaman Sayuran. Diakses tanggal 27 Juni Ginting, E Pokok Pikiran Penerapan Metode Penelitian Sosial Dalam Program Kerja Kuliah Lapang. Universitas Brawijaya, Malang Huda, N Penyuluhan Pembangunan Sebagai Sebuah Ilmu (Kajian Filsafat Ilmu). Program Pasca Sarjana (S3). Institut Pertanian Bogor. Bogor Mukerji, K.G and K.L. Garg, Biocontrol of plant Disease. CRC Press Inc Boca Florida Padmowihardjo, 2002.Evaluasi Penyuluhan Pertanian. Materi Pokok LUTH 4430/2 SKS/Modul 1-6, Universitas Terbuka, Jakarta 870 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

8 Purwantisari S, Ferniah RS dan Raharjo B Pengendalian Hayati Penyakit Lodoh (Busuk Umbi Kentang) Dengan Agens Hayati Jamur-Jamur Antagonis Isolat Lokal. BIOMA. vol 10 (2): Santika Adhi, Agribisnis Cabai. Swadaya. Jakarta Semangun, H, Penyakit-Penyakit Tanaman Holtikultura Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Samsudin, U.S Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian. Badan Pendidikan dan Penyuluhan Pertanian. Jakarta Yusriadi, Pengaruh Mikrooganisme Antagonis Terhadap Layu Bakteri (Pseudemonas solanacearum E.F Smith) Pada Tanaman Kacang Tanah (Tesis) Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Wiriaatmadja,S Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. C.V. Yasaguna, Jakarta Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 871

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian nasional, yakni merupakan sumber pendapatan Negara melalui devisa negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAGUNG PULUT (WAXY CORN) DI DESA PAKATTO KECAMATAN BONTOMARANNU KABUPATEN GOWA

ANALISIS PEMASARAN JAGUNG PULUT (WAXY CORN) DI DESA PAKATTO KECAMATAN BONTOMARANNU KABUPATEN GOWA ANALISIS PEMASARAN JAGUNG PULUT (WAXY CORN) DI DESA PAKATTO KECAMATAN BONTOMARANNU KABUPATEN GOWA Analysis of waxy corn marketing at Pakatto Village, District Bontomarannu, Regency of Gowa Dahlan*, Salman

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga

Lebih terperinci

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru Susanto dan Noor Amali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hal tersebut menyebabkan permintaan bawang merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan konsumen di Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok masyarakat,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. Buahnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petani indonesia sebagian besar menggunakan fungisida kimawi. Upaya tersebut memberikan hasil yang cepat dan efektif. Kenyataan ini menyebabkan tingkat kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Cabai merah (Capcicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu dengan ketinggian antara 70-120

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai rawit ( Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu dari beberapa tanaman holtikultura yang potensial untuk dikembangkan. Buah cabai rawit berubah warnanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok tetapi hampir selalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki iklim yang sangat mendukung pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA JURNAL P ENYULUHAN ISSN: 1858-2664 September 2005, Vol. 1, No.1 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA USAHATANI SAYURAN DI KABUPATEN KEDIRI JAWA TIMUR Rini Sri Damihartini dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi trend baru masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG

PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG BASO ALIEM LOLOGAU, dkk PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Bantaeng mempunyai delapan kecamatan yang terdiri dari 67 wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang

PENDAHULUAN. Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan tanaman pangan yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlu diadakan perlindungan tanaman terhadap hama-hama tanaman, untuk meningkatkan hasil produksi pertanian agar kebutuhan tercukupi dan produksi yang diinginkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK (Effect of Cloves (Syzygium aromaticum) Leaves Powder on The Growth and Yield of Organik Tomatoes (Solanum lycopersicum )) Evita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L. PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 5 No. 1, Mei PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa.l) DI KECAMATAN JUNTINYUAT KABUPATEN INDRAMAYU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad 21 ini masyarakat mulai menyadari adanya bahaya penggunaan bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia sintesis tersebut telah menyebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: RUANG LINGKUP DAN PERKEMBANGAN HORTIKULTURA 1.1 Ruang Lingkup Hortikultura... 1.3 Latihan... 1.17 Rangkuman... 1.18 Tes Formatif 1..... 1.18 Perkembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan khususnya para petani. Pada

Lebih terperinci

RESPON PETERNAK TERHADAP PEMBERIAN UREA MOLASES MULTINUTRIENT BLOCK (UMMB)

RESPON PETERNAK TERHADAP PEMBERIAN UREA MOLASES MULTINUTRIENT BLOCK (UMMB) RESPON PETERNAK TERHADAP PEMBERIAN UREA MOLASES MULTINUTRIENT BLOCK (UMMB) SEBAGAI PAKAN PENGUAT PADA SAPI BALI DI DESA SUMBER MULYA KECAMATAN PELAIHARI TANAH LAUT Susanto dan Suryana Balai Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya Bawang Merah

M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya Bawang Merah M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya APLIKASI PESTISIDA BERDASARKAN MONITORING DAN PENGGUNAAN KELAMBU KASA PLASTIK PADA BUDIDAYA BAWANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO Prosiding BPTP Karangploso No. ISSN: PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabai sebagai komoditas pertanian yang utama di Indonesia khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan sifatnya yang mudah dibudidayakan,

Lebih terperinci

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Majalah SAINS Indonesia Kentang Medians Siap Geser Dominasi Benih Impor Kentang varietas Atlantik sampai kini masih merajai suplai bahan baku untuk industri keripik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi wortel dan bawang daun dilakukan di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 109 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan dan hasil analisis data yang telah penulis lakukan dalam penelitian tentang Pengaruh Agribisnis Hortikultura Terhadap Kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan,

Lebih terperinci

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH DENGAN SISTEM PANEN HIJAU DAN SISTEM PANEN MERAH (Kasus Pada Petani Cabai di Kecamatan Sariwangi Kabupaten Tasikmalaya) Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan. Produk Kami: Teknologi Bio-Triba, Bio-Fob, & Mitol 20 Ec Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan. A. Bio TRIBA Teknologi ini adalah hasil penemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur 2-3 tahun. Di Lampung, komoditas

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh: Tri Ratna Saridewi 1 dan Amelia Nani Siregar 2 1 Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Kedelai dapat dikonsumsi langsung atau dalam bentuk olahan seperti

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Kedelai dapat dikonsumsi langsung atau dalam bentuk olahan seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung, sebagai sumber protein nabati utama bagi masyarakat Indonesia (Supadi, 2009). Kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG Renie Oelviani 1, Indah Susilowati 2,3, Bambang Suryanto 3 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. [BPS] Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan dalam angka Makassar.

DAFTAR PUSTAKA. [BPS] Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan dalam angka Makassar. DAFTAR PUSTAKA [BADAN LITBANG] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Pedoman umum produksi benih sumber kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta [BADAN LITBANG] Badan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU ABSTRAK

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU ABSTRAK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU Ahmad Damiri, Dedi Sugandi dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu ABSTRAK Kentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak

PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena sebagai tanaman sayuran, tomat memegang peranan yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman I. PENDAFIULUAN 1.1. Latar Bclakang Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman perkebunan yang memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan devisa negara dari sektor non migas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan kontribusi subsektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang telah lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan komoditas yang telah lama dibudidayakan di Indonesia, dan seperti kita ketahui bersama sifat multiguna yang ada pada kedelai menyebabkan

Lebih terperinci

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut

Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Potensi Efektivitas Asuransi Pertanian Terhadap Pendapatan Bersih Petani Cabai Besar Kabupaten Garut Yohanes Andika Tj. 2013110060 Al Faisal Mulk 2013110067 M. Ibnu Haris 2014110011 Abstrak Kebijakan asuransi

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130 RENSTRA 2016-2021 BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 VI - 130 BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

Peran Penyuluh Dalam Upaya Meningkatkan Produktifitas Padi Mendukung Swasembada Pangan

Peran Penyuluh Dalam Upaya Meningkatkan Produktifitas Padi Mendukung Swasembada Pangan Dalam upaya swasembada pangan, Kementerian Pertanian menerapkan 4 startegi dalam meraih surplus beras 10 juta ton yaitu perbaikan manajemen, peningkatan produktifitas, perluasan areal, pengelolaan lahan,

Lebih terperinci

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP . PENILAIAN INTENSITAS KERUSAKAN SERANGAN ORGANISME PENGANGGU TANAMAN (OPT) PENILAIAN INTENSITAS KERUSAKAN SERANGAN ORGANISME PENGANGGU TANAMAN (OPT) Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L) merupakan salah satu sumber pangan yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. Berdasarkan luas pertanaman, kacang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berkawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci