3 KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI LAMPULO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI LAMPULO"

Transkripsi

1 8 Hasil Penangkapan (%) 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 41,6 24,1 16,0% 16,5 1,8 Cakalang Tuna Tongkol Lemuru Layang Jenis Ikan Gambar 2.2 Komposisi ikan hasil tangkapan pukat cincin yang didaratkan di PPP Lampulo. 3 KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI LAMPULO Pendahuluan Usaha penangkapaan dengan pukat cincin merupakan usaha perikanan yang saat ini sangat diminati oleh para nelayan yang berbasis di PPP Lampulo. Usaha perikanan pukat cincin memiliki peluang cukup besar untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Usaha penangkapan oleh nelayan di Lampulo ada dua yaitu usaha pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan. Secara umum, usaha perikanan di Lampulo membutuhkan modal dan biaya operasional yang cukup besar karena umumnya dilakukan dalam skala besar dan operasinya melibatkan banyak tenaga kerja. Biaya operasional harus tersedia setiap trip saat nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan. Operasi penangkapan ikan menggunakan pukat cincin diperairan utara Aceh, dilakukan sepanjang tahun baik pada musim puncak, sedang, maupun musim paceklik. Prospek investasi pada usaha perikanan pelagis yang dilakukan oleh nelayan pukat cincin harian dan mingguan di PPP Lampulo dianalisis dengan kelayakan finansial yang dilakukan untuk mengetahui perkembangannya. Analisis ini akan menentukan apakah suatu jenis usaha perikanan yang akan dikembangkan akan memberikan keuntungan secara finansial atau tidak, sehingga pola pengembangannya ke depan di Provinsi Aceh dapat ditetapkan. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan. Dalam menjalankan suatu usaha perlu dilakukan analisis kelayakan untuk mengetahui bagaimana prospek dari kelangsungan usaha tersebut. Analisis usaha merupakan analisis jangka pendek yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu

2 tahun. Analisis usaha terdiri atas analisis keuntungan, analisis payback period (PP) dan analisis return of invesment (ROI). Analisis investasi adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha perikanan pukat cincin di Lampulo selama 10 tahun kedepan. Analisis investasi dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi tersebut dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan. Kondisi keuangan suatu usaha dilihat dari kriteria Net Present value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit-cost Ratio (B/C ratio). Usaha perikanan tangkap akan dikatakan sehat dan dapat dikembangkan lebih lanjut apabila hasil analisis keuangannya menunjukkan NPV>0, IRR lebih besar dari suku bunga (interest rate) yang berlaku dan B/C ratio>1. Tujuan dilakukan analisis kelayakan finansial ini adalah untuk membandingkan usaha nelayan pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan. Analisis kelayakan finansial dapat mengantisipasi ketidakpastian atau resiko perubahan-perubahan yang terjadi pada masa yang akan datang. Analisis ini juga berfungsi untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu kegiatan dapat dikembangkan dan layak atau tidak layak diusahakan jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan uraian diatas, maka analisis finansial usaha terhadap pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan penting dilakukan. Secara geografis Provinsi Aceh pantai utaranya berbatasan dengan Selat Benggala, pantai timurnya berbatasan dengan Selat Malaka, dan pantai baratnya berbatasan dengan Samudera Hindia memiliki potensi sumberdaya ikan sangat prospektif untuk dikembangkan. Potensi perikanan yang besar memungkinkan nelayan memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatan dan juga taraf hidupnya, namun pada kenyataannya kehidupan nelayan masih belum sejahtera. Dalam usaha perikanan tangkap secara langsung maupun tidak langsung alat tangkap, armada, ketrampilan nelayan, daerah penangkapan, modal usaha, dan sistem bagi hasil yang digunakan dalam usaha penangkapan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima nelayan yang pada akhirnya berpengaruh pada kesejahteraannya. Berbagai faktor dikemukankan sebagai penyebabnya, salah satunya adalah sistem bagi hasil, yang terbangun berdasarkan atas kepemilikan sarana produksi. Hasil tangkapan yang cenderung berfluktuatif menyebabkan munculnya pola bagi hasil. Sistem bagi hasil yang berkembang merupakan salah satu cara pengupahan yang dibayarkan dan ditentukan atas dasar kesepakatan bersama antara nelayan penggarap dan nelayan pemilik. Sistem bagi hasil ini terbentuk dari kesepakatan nelayan yang masih kesepakatan tidak tertulis. Alasan sistem bagi hasil terjadi karena perilaku spekulatif dari nelayan yang menyadari bahwa hasil penangkapan ikan di laut tidak menentu. Setiap melaut pada dasarnya nelayan sedang berspekulasi. Hasil tangkapan melimpah, nelayan akan memperoleh bagian yang banyak, dan jika hasil tangkapan sedikit mereka akan memperoleh bagian yang sedikit. Alasan yang kedua adalah pertimbangan untung rugi dari pihak pemilik kapal. Memberi upah secara pasti dan tetap merupakan pengeluaran yang pasti pula bagi pemilik kapal dan hal ini akan menjadi beban untuk pemilik kapal apabila usaha penangkapan ikan yang dilakukan gagal, dan akan makin terasa apabila kegagalan itu terjadi secara berturut-turut dalam waktu yang cukup lama. 9

3 10 Hubungan antara pemilik modal dan nelayan penggarap yang berlangsung selama ini, bergerak dalam bentuk saling ketergantungan antara kedua belah pihak, meskipun dalam kenyataannya di berbagai komunitas nelayan memperlihatkan bahwa pihak anak buah kapal (ABK) berada pada posisi yang kurang menguntungkan, hal ini terjadi karena pendapatan dari ABK sangat kecil (Mulyadi 2005). Ketimpangan dalam kepemilikan faktor produksi menimbulkan kesenjangan pendapatan antar pelaku usaha perikanan, sehingga usaha peningkatan pendapatan nelayan bisa salah arah. Peningkatan pendapatan yang hanya terjadi pada pemilik faktor produksi akhirnya akan menambah kesenjangan pendapatan antar pelaku usaha perikanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem bagi hasil antara juragan dengan penggarap pada usaha perikanan pukat cincin yang berlaku di Lampulo. Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Lokasi penelitian terletak di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo Kota Banda Aceh. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari sampai dengan Februari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo berada pada posisi 05 o o LU dan 95 o o BT. Pengumpulan data Data yang digunakan untuk membandingkan kelayakan finansial usaha perikanan pukat cincin di Lampulo terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung terhadap nelayan pemilik yang menjadi responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (questioner). Jumlah responden sebanyak 10 orang pemilik kapal pukat cincin harian dan 10 orang pemilik kapal pukat cincin mingguan. Data yang digunakan untuk menganalisis sistem bagi hasil usaha pukat cincin di Lampulo terdiri dari data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung terhadap nelayan yang menjadi responden, yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan (questioner). Menurut Gay yang diacu dalam Sevilla (1993) mengatakan bahwa ukuran minimum yang dapat diterima dalam penelitian deskriftif adalah 10 % dari populasi. Populasi yang sangat kecil (<30) diperlukan minimum 20% dari jumlah populasi. Menurut Djarwanto (1998) populasi dikatakan besar apabila N sama atau lebih besar dari 30. Responden dipilih secara purposive sampling, dengan jumlah sebanyak 40 orang yang terdiri dari pemilik kapal pukat cincin harian (10 orang), pemilik kapal pukat cincin mingguan (10 orang), dan nelayan ABK (20 orang). Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait dalam penelitian yaitu UPTD Lampulo dan Dinas Kelautan dan perikanan Provinsi Aceh. Jenis data yang digunakan terdapat pada Tabel 3.1.

4 11 Tabel 3.1. Jenis data keterangan dan sumber data Data Keterangan Sumber data Teknis alat tangkap Data primer dan sekunder Nelayan, UPTD Produksi Ikan Data primer dan sekunder Nelayan, UPTD Teknis kapal Data primer dan sekunder Nelayan, UPTD Jenis ikan Data primer dan sekunder Nelayan, UPTD Biaya tidak tetap Data primer Nelayan, UPTD Harga jual ikan Data primer Nelayan, UPTD Modal investasi Data primer Nelayan Sistem bagi hasil Data primer Nelayan Analisis usaha Analisis Data Analisis usaha adalah suatu analisis terhadap biaya dan manfaat didalam suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut. Analisis usaha terdiri atas analisis keuntungan, analisis payback period (PP) dan analisis return of invesment (ROI) (Kadariah et al. 1999). Analisis keuntungan Analisis keuntungan bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha yang dilakukan. Keuntungan usaha penangkapan ikan didapatkan dari pengurangan antara total penerimaan dengan biaya total. Keuntungan usaha menggunakan rumus Djamin 1984: π = TR - TC Keterangan : π = keuntungan TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost (total biaya) Dengan kriteria usaha : TR > TC : Usaha menguntungkan TR < TC : Usaha mengalami kerugian TR = TC : Usaha pada titik keseimbangan (titik impas) Analisis payback period (PP) Menurut Umar (2003) Payback period (PP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Payback period (PP) sebagai rasio antara pengeluaran investasi dengan keuntungannya yang hasilnya dengan satuan waktu. Perhitungan PP dilakukan dengan rumus:

5 12 Analisis return of investment (ROI) Return of investment (ROI) adalah kemampuan dari suatu usaha menghasilka keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan. Rumus yang digunakan untuk menghitung ROI (Djamin 1984): Analisis investasi Analisis investasi digunakan untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu usaha. Analisis investasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Analisis investasi tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan Kadariah et al ) Net present value (NPV) Net present value digunakan untuk menilai manfaat investasi yaitu berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah. Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV>0, sedangkan apabila NPV<0, maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan nilai NPV=0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak untung dan juga tidak rugi (Kadariah et al. 1999). Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah : Keterangan : B t c t i t = keuntungan dari suatu proyek pada tahun ke-t = biaya dari proyek pada tahun ke-t = tingkat suku bunga yang berlaku = umur teknik proyek 2) Net benefit-cost ratio (Net B/C) Menurut Kadariah et al. (1999). Net benefit-cost ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara jumlah kini (present value total) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. Rumus yang digunakan adalah :

6 13 Dengan kriteria kelayakan : B/C >1 berarti usaha layak dijalankan B/C < 1 berarti usaha tidak layak dijalankan B/C = 1 maka keputusan pelaksanaan tergantung pada investor 3) Internal rate of return (IRR) Internal rate of return adalah nilai tingkat suku bunga i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. IRR dapat diartikan sebagai tingkat suku bunga dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari penerimaan total. IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atas investasi, dimana benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut : IRR = i 1 + NPV1 NPV NPV 1 2 (i 2 -i 1 ) Keterangan: NPV 1 = NPV yang masih positif NPV 2 = NPV yang negatif I 1 = discount rate yang masih memberi NPV positif = discount rate yang memberikan NPV negatif I 2 Kriterianya adalah: Jika IRR > tingkat bunga berlaku, maka proyek dinyatakan layak Jika IRR < tingkat bunga berlaku, maka proyek dinyatakan tidak layak Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa kegiatan usaha jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau pendapatan (Kadariah et al. 1999). Analisis ini perlu dilakukan agar dapat mengantisipasi ketidakpastian atau resiko perubahanperubahan yang terjadi pada masa yang akan datang. Analisis ini juga berfungsi untuk mengetahui sampai sejauhmana suatu kegiatan dapat dikembangkan dan layak atau tidak layak diusahakan. Analisis sensivitas dilakukan dengan menggunakan metode switching value yaitu menggunakan nilai variabel yang sensitif sampai usaha tidak layak untuk dijalankan (Gittinger 1986). Nilai variabel yang digunakan adalah harga solar karena harga solar merupakan variabel utama yang mempengaruhi usaha penangkapan pukat cincin.

7 14 Analisis bagi hasil Analisis data yang digunakan untuk sistem bagi hasil adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil pengamatan sesuai dengan kenyataan di lapangan mengenai sesuatu yang diteliti. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan sistem bagi hasil, hubungan sosial nelayan pemilik dan penggarap, dan pendapatan yang diperoleh oleh nelayan. Tingkat kemiskinan nelayan dianalisis terhadap pendapatan yang diperoleh dengan tingkat Upah Minimum Regional (UMR) untuk provinsi Aceh. UMR untuk Provinsi Aceh tahun 2013 Rp Hasil Penelitian Armada penangkapan (kapal) Kapal pukat cincin baik harian dan kapal pukat cincin mingguan yang beroperasi di Lampulo dibuat di galangan kapal tradisional dengan menggunakan jenis kayu Meranti Batu, Alban, Bungor dan dari jenis kayu Serkoi. Jenis-jenis kayu tersebut bersifat lebih tahan terhadap pembusukan dalam air. Panjang pukat cincin bergantung pada dimensi kapal dan waktu operasi kapal. Dimensi kapal. semakin besar dimensi kapal maka kemampuan kapal tersebut untuk membawa jaring dan alat bantu penangkapan ikan tersebut semakin besar, dengan demikian jarak fishing ground akan semakin luas. Konstruksi kapal pukat cincin memiliki palka dan rumah kapal. Nelayan pukat cincin menggunakan palka sebagai tempat penyimpanan ikan. Jumlah palka yang dimiliki masing-masing kapal bervariasi yaitu 2-5 buah yang bervolume 6-10 m 3 dengan volume palka lebih dari 15 ton, selain palka juga memiliki cool box 3-10 buah. Rumah kapal sebagai tempat berlindung dari hujan dan panas sekaligus sebagai ruang kemudi, navigasi dan komunikasi memiliki bentuk seperti kubus yang berada di antara buritan dan anjungan. Spesikasi kapal pukat cincin harian dan pukat cincin mingguan yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Spesikasi kapal pukat cincin Spesifikasi Kapal pukat cincin harian Kapal pukat cincin mingguan Dimensi a. Panjang (L) m m b.lebar (B) m m c.dalam (D) m m Tonage GT GT Mesin PK PK Sumber : UPTD Lampulo (2013)

8 15 Gambar 3.1 Armada penangkapan pukat cincin Alat tangkap pukat cincin Pukat cincin Aceh mempunyai Panjang pukat cincin Aceh antara m dan lebar rata-rata m. Spesifikasi pukat cincin yang digunakan nelayan Lampulo terdiri dari lima bagian, setiap bagian memiliki ukuran mata (mesh size) yang berbeda setiap bagian. Srampad (selvage) yang dipasang pada bagian atas, samping kiri/kanan dan bawah dari badan pukat cincin bertujuan untuk memperkuat pukat cincin pada waktu dioperasikan (terutama pada waktu hauling). Selvage ini dibuat dari bahan polyethylene ukuran mata 2 inci. Bentuk tali kang (tali ring) adalah kaki tunggal yang berfungsi mengggantungkan cincin pada tali ris bawah, terbuat dari bahan polyethylene. Gambar 3.2 menampilkan alat tangkap pukat cincin yang digunakan nelayan di PPP Lampulo. Gambar 3.2 Alat tangkap pukat cincin Tali kolor (purse line) untuk mengerutkan pukat cincin bagian bawah pada waktu hauling setelah pukat cincin selesai dilingkarkan. Pelampung terbuat dari polyvinyl chloride berwarna putih atau coklat. Pemberat terbuat dari timah dan cincin yang digantung dengan tali kang yang berfungsi sebagai tempat lewatnya

9 16 tali kolor sewaktu di hauling agar pukat cincin bagian bawah terkumpul. Perbedaan alat tangkap pukat cincin harian dengan mingguan adalah dari segi ukuran yang bervariasi. Ukuran panjang Pukat cincin harian yang digunakan bervariasi antara 1000 m sampai m dengan lebar berkisar 70 m sampai 72 m. Ukuran pukat cincin mingguan berkisar antara m sampai m dengan lebar berkisar 70 m sampai 76 m. Bahan jaring yang digunakan terdiri dari bahan Polymide (PA) dan bahan polyethylene (PE). Pengadaan pukat cincin dilakukan dengan cara membeli bahan-bahan yang diperlukan dan pembuatan alat tangkap dilakukan oleh nelayan di Lampulo. Nelayan Nelayan pukat cincin di Lampulo dibedakan antara pemilik kapal dan nelayan penggarap. Perbedaan antara nelayan harian dan nelayan mingguan adalah jumlah nelayan yang ikut pada operasi penangkapan pukat cincin harian berjumlah orang, pukat cincin mingguan berjumlah orang. Nelayan di Lampulo pada umumnya hanya mengandalkan kemampuan fisik dan tingkat pendidikan bukan merupakan keharusan bagi nelayan, namun yang penting adalah ketrampilan, keuletan, fisik yang baik, dan semangat kerja. Nelayan ABK berusia antara tahun, sehingga terlihat bahwa nelayan Lampulo umumnya berada pada kondisi usia produktif. Kondisi ini menunjang kelancaran usaha penangkapan. Nelayan pukat cincin di Lampulo sudah mendapat tugas masingmasing yang dikoordinir oleh nakhoda (pawang). Berikut ini adalah pembagian tugas nelayan tersebut. 1. Pawang bertugas sebagai penanggungjawab dalam mengoperasikan kapal dan kelancaran kegiatan penangkapan ikan. 2. Juru mesin bertugas mengatasi segala masalah yang terjadi dengan mesin. 3. Juru lampu bertugas mengoperasikan dan merawat instalasi listrik. 4. Juru pelampung bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan. 5. Juru pemberat bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan. 6. Juru masak bertugas menyiapkan makanan bagi seluruh awak kapal. 7. Nelayan biasa yang bertugas menarik, merapikan dan memperbaiki jaring pukat cincin jika ada kerusakan. Daerah penangkapan dan musim ikan Data yang diperoleh selama wawancara daerah penangkapan untuk kapal pukat cincin harian yaitu Pulo Beras, Sabang, Pulo Nasi, Lhok Nga, dan Peukan Bada. Jarak tempuh dari (fishing base) yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 3-50 mil. Daerah penangkapan kapal pukat cincin mingguan meliputi Samudra Hindia, Selat Malaka, dan perbatasan Nikobar. Jarak tempuh berkisar antara mil. Penentuan daerah penangkapan oleh nelayan di Lampulo ditentukan oleh kondisi musim ikan dan keadaan cuaca laut dengan berdasarkan pengalaman nelayan yang diwarisi secara turun temurun. Indonesia dikenal dua musim oleh nelayan yaitu

10 musim Timur dan musim Barat. Musim Timur mulai dari bulan April sampai bulan September, pada musim ini dimana arah angin bertiup dari Timur ke arah Barat dan pada saat tersebut kondisi gelombang, angin, cuaca lebih baik, sehingga aktifitas nelayan dalam melakukan operasi penangkapan lebih maksimal. Musim Barat arah angin bertiup dari arah Barat ke arah Timur. Waktu tempuh dari (fishing base) ke daerah penangkapan (fishing ground) berkisar antara 1-24 jam. Nelayan di Lampulo melakukan operasi penangkapan sepanjang tahun, namun karena fenomena dan kondisi alam tertentu, maka kelimpahan hasil tangkapan antara satu musim dengan musim lainnya sangat berbeda. Provinsi Aceh terdapat 2 (dua) musim yaitu musim kemarau yang berlangsung dari bulan April sampai September dan musim penghujan dari bulan Oktober sampai Maret dimana keadaan ini selalu bergeser setiap tahunnya. Periode ini juga berpengaruh terhadap penangkapan ikan yang dikenal dengan nama musim barat (April-September) dan musim timur (Oktober-Maret). Nelayan di Lampulo mengenal 3 musim penangkapan yaitu musim puncak penangkapan ikan di Lampulo yang terjadi pada bulan Maret sampai Agustus. Musim sedang terjadi pada bulan September sampai November, sedangkan musim paceklik berlangsung antara Desember sampai Februari. Peta daerah penangkapan ikan di Lampulo dapat dilihat di Gambar Sumber: Hasil wawancara 2013 Gambar 3.3 Peta daerah penangkapan ikan di Lampulo Metode Penangkapan Pukat Cincin di Lampulo Tahapan pengoperasian pukat cincin terdiri atas tahap persiapan hunting (mencari ikan), setting, hauling (penarikan jaring) dan handling (penanganan). Tahap persiapan dengan memeriksa alat tangkap, mesin, pembekalan, bahan bakar, dan keadaan kapal. Hunting adalah tahap mencari ikan, biasanya dilakukan oleh pawang dan juga nelayan. Setting segera dilakukan setelah menemukan gerombolan ikan maka dengan cara nelayan melemparkan pelampung terlebih dahulu kemudian menurunkan satu sisi jaring dan pemberat secara perlahan,

11 18 setting kapal terus bergerak membentuk lingkaran. Tahap selanjutnya hauling, kapal berhenti dan mesin dimatikan, kemudian jaring pukat cincin ditarik kekapal. Dalam kegiatan operasi penangkapan, setiap kapal pukat cincin melakukan operasi penangkapan ikan pada rumpon milik mereka masing-masing. Komponen material rumpon yang digunakan terdiri atas pelampung rakit yang terbuat dari bahan besi tebal 4 mm berbentuk torpedo, panjang badan 240 cm, diameter badan 75 cm, panjang moncong 50 cm, lunas kanal U (60 x 5 mm) x 240 cm. Pada bagian bawah rakit dipasang alat pengumpul ikan (attractor) yang terbuat dari daun kelapa. Rakit diikat dengan tali utama yang terbuat dari polyethylene. Tali utama dilengkapi dengan tali pemberat dari polyethylene, tali kawat dan swivel serta pemberat atau jangkar yang terbuat dari drum dan dicor dengan semen. Satu unit rumpon dapat bertahan sampai tiga tahun atau lebih. Khusus daun kelapa, nipah harus diganti setiap satu bulan sekali, untuk pemikat agar ikan berkumpul disekitar kapal, maka pada kapal pukat cincin juga dipasang lampu. Lampu-lampu dipasang pada posisi di sekeliling sebelah atas ruang kemudi dengan jumlah buah dengan kekuatan watt/lampu. Desain rumpon, secara garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu pelampung (float), tali (rope), pemikat (atractor) dan pemberat (sinker). Rumpon berfungsi untuk memberikan daya tarik terhadap ikan pelagis agar terkonsentrasi disekitar areal rumpon. Penggunaan rumpon sangat mendukung kesuksesan pengoperasian alat tangkap pukat cincin, karena alat ini dapat menangkap lebih dari satu jenis ikan pelagis (multispecies) dengan densitas ikan yang lebih tinggi. Setiap rumpon biasanya di pasang pada perairan sekitar mil laut dari garis pantai. Rumpon yang dipasang pada kedalaman lebih dari 600 meter dengan jarak antar rumpon 5-10 mil. Gambar rumpon yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Gambar 3.4. Gambar 3.4 Posisi rumpon di laut Biaya investasi usaha perikanan pukat cincin Biaya investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan oleh nelayan pemilik untuk memulai usaha. Rincian biaya investasi kapal pukat cincin harian dan kapal pukat cincin mingguan yang dioperasikan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.3.

12 Tabel 3.3 Komponen investasi untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Jenis investasi Kapal harian Kapal mingguan Kapal Rp Rp Alat tangkap Rp Rp Mesin Rp Rp Alat navigasi Rp Rp Rumpon Rp Rp Total investasi Rp Rp Biaya tetap (fixed cost) usaha perikanan pukat cincin Biaya tetap adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan, walaupun tidak melakukan operasi penangkapan. Komponen biaya tetap untuk usaha perikanan pukat cincin terdiri dari biaya perawatan serta penyusutan untuk kapal (10 tahun), alat tangkap (4 tahun), mesin (5 tahun), alat komunikasi (6 tahun), dan rumpon (3 tahun). Rincian dari komponen biaya tetap tersebut untuk jangka waktu satu tahun ditunjukkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Komponen biaya tetap untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Jenis biaya tetap Kapal harian (Rp) Kapal mingguan (Rp) Perawatan kapal Perawatan alat tangkap Perawatan mesin Perawatan rumpon Penyusutan kapal Penyusutan alat tangkap Penyusutan mesin Penyusutan alat navigasi Penyusutan rumpon Total biaya Biaya tidak tetap (variable cost) usaha pukat cincin Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang hanya dikeluarkan pada saat melakukan kegiatan penangkapan ikan. Biaya tidak tetap (variable cost) yang dikeluarkan pada saat kegiatan operasi berlangsung meliputi biaya bahan bakar, Pelumas, es, pembekalan makanan, air bersih dan retribusi. Rincian dari komponen biaya tidak tetap untuk jangka waktu satu tahun ditunjukkan pada Tabel 3.5.

13 20 Tabel 3.5 Komponen biaya tidak tetap usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Komponen biaya tidak tetap Kapal harian (Rp) Kapal mingguan (Rp) Bahan bakar Pelumas Es Perbekalan makanan Air bersih Restribusi + tambat labuh Total biaya Penerimaan usaha perikanan pukat cincin Penerimaan yang diterima oleh nelayan atau para pengusaha perikanan berbeda-beda berdasarkan musim penangkapan. Umumnya musim penangkapan terdiri dari musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Jumlah penerimaan per tahun usaha perikanan pukat cincin yang menangkap ikan multispesies (cakalang, tuna, tongkol, dencis, dll) terlihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Penerimaan usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Usaha perikanan Paceklik (desember-februari) Penerimaaan(Rp/tahun) Sedang (februari-september) Puncak (maret-agustus) Kapal harian kapal mingguan Kelayakan finansial usaha perikanan pukat cincin Perbandingan antara usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan dapat dilihat dari hasil analisis usaha dan analisis investasi dilakukan. Hasil analisis usaha dan analisis investasi pada usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Hasil analisis usaha dan analisis investasi di Lampulo Analisis kelayakan Usaha perikanan pukat cincin finansial Harian Mingguan Analisis usaha Keuntungan Rp Rp PP 17 bulan 13 bulan ROI Analisis investasi NPV Rp Rp IRR 12.10% 12.14% Net B/C

14 21 Analisis sensivitas Analisis sensivitas dilakukan untuk melihat pengaruh yang akan terjadi akibat perubahan nilai yang akan berdampak pada perhitungan karena harga bahan bakar minyak akan dihapuskan subsidinya oleh pemerintah. Dalam penelitian ini faktor yang dianalisis adalah perubahan harga bahan bakar minyak sebagai komponen biaya variabel terbesar dari total biaya variabel. Komponen tersebut merupakan komponen yang dianggap peka terhadap kelayakan suatu usaha penangkapan pukat cincin. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha penangkapan pukat cincin dengan kenaikan harga bahan bakar minyak solar sebesar 22% (Rp 5.500) untuk usaha perikanan pukat cincin di Lampulo sudah tidak layak dilakukan. Kenaikan harga bahan bakar minyak solar untuk usaha perikanan pukat cincin mingguan berdampak terhadap nilai NPV yang menjadi negatif. Usaha yang harus dilakukan nelayan jika terjadi kenaikan harga BBM adalah dengan meningkatkan harga jual ikan hasil tangkapannya. Hasil analisis usaha dan analisis investasi pada usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan di Lampulo dapat dilihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.8 Hasil analisis usaha dan analisis investasi usaha perikanan pukat cincin di Lampulo akibat kenaikan harga bahan bakar sebesar 22 %. Analisis finansial Usaha perikanan pukat cincin Harian Mingguan Analisis usaha Keuntungan Rp Rp PP 17 bulan 13 bulan ROI 68.78% 92.12% Analisis investasi NPV Rp ( ) Rp IRR 12.08% 12.13% Net B/C Secara garis besar nelayan pukat cincin dibedakan antara pemilik dan penggarap (pawang, juru mesin, toke bangku, dan nelayan biasa). Pemilik mendanai segala aktivitas kebutuhan usaha penangkapan, pawang (nahkoda) bertanggungjawab terhadap kegiatan di kapal sehingga mendapat bagian 10 % dari hasil penjualan kotor. Tugas dari pawang adalah memegang kemudi, mengatur tugas ABK, dan menentukan lokasi penangkapan. Juru mesin bertugas melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan terhadap mesin pada waktu aktivitas penangkapan di laut sehingga mendapatkan bagian 5 %. Toke bangku atau disebut sebagai pedagang yang menjual ikan kepada pembeli mendapatkan bagian sebesar 10%. Sistem pembagian hasil yang berlaku dalam usaha perikanan pukat cincin di Lampulo antara pukat cincin harian dan mingguan sama. Sistem bagi hasil perikanan pukat cincin di Lampulo dapat dilihat di Gambar 3.4.

15 22 Nilai penjualan 10 % perawatan Bagian 35% 10 % toke 10 % pawang Biaya operasional 5 % juru mesin Sisa penjualan 2 bagian pemilik 1 bagian ABK Gambar 3.4 Sistem bagi hasil di Lampulo Berdasarkan sistem pembagian hasil di Lampulo terlihat bahwa bagian pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik lebih besar dari pada bagian yang diperoleh oleh nelayan ABK. Terjadinya ketimpangan yang mencolok dalam pendapatan nelayan tidak hanya disebabkan besarnya bagian yang diperoleh juragan (2 bagian), tetapi juga pembagian diantara ABK itu sendiri. Nakhoda (pawang), dan toke bangku akan memperoleh bagian masing-masing 10 % dari pendapatan kotor, dan juru mesin memperoleh bagian 5%. Pendapatan yang didapat ABK dengan pemilik, pawang, toke bangku dan juru mesin jauh berbeda, tetapi pendapatan yang diperoleh seluruh nelayan (ABK) pukat cincin di Lampulo lebih besar jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) untuk Provinsi Aceh tahun 2013 yaitu sebesar Rp perbulan. Pendapatan nelayan pukat cincin harian perbulan Rp dan pendapatan nelayan mingguan Rp berada di atas UMR atau layak. Pendapatan usaha perikanan pukat cincin di Lampulo berdasarkan sistem bagi hasil yang berlaku di Lampulo dapat dilihat di Tabel 3.9.

16 23 Tabel 3.9 Bagi hasil usaha perikanan pukat cincin di Lampulo Keterangan Pukat cincin harian Pukat cincin mingguan Pendapatan pemilik pertahun Pendapatan ABK pertahun Pendapatan pawang pertahun Pendapatan toke bangku pertahun pendapatan juru mesin pertahun Pendapatan pemilik pertrip Pendapatan ABK perorang pertrip Pendapatan pawang pertrip Pendapatan juru mesin pertrip Pendapatan toke bangku pertrip Pembahasan Usaha perikanan pukat cincin di Lampulo memerlukan biaya yang cukup besar, baik untuk biaya investasi maupun biaya operasional. Biaya investasi yang diperlukan sangat bervariasi tergantung dari pada ukuran kapal, mesin, alat tangkap dan perlengkapan lainnya yang digunakan. Kapal, alat tangkap dan peralatan pendukung dapat diusahakan secara lengkap menunjukkan usaha perikanan tersebut telah berkembang dalam skala menengah keatas (Raihanah et al. 2011). Sultan (2004) mengatakan bahwa peralatan pendukung seperti lampu, kompas, dan lainnya dapat meningkatkan produktifitas penangkapan ikan secara signifikan. Usaha pukat cincin merupakan usaha perikanan yang sangat diandalkan di Lampulo, karena dianggap lebih efektif. Biaya tetap meliputi biaya penyusutan dan perawatan. Biaya perawatan unit penangkapan ikan sangat bervariasi tergantung pada tingkat perawatan dan perbaikan pada kapal, alat tangkap, mesin dan perlengkapan lainnya. Biaya variabel merupakan biaya yang hanya dikeluarkan jika melakukan operasi penangkapan ikan. Biaya operasi penangkapan ikan meliputi biaya pembelian solar, oli, es, air tawar, restribusi dan tambat labuh, serta pembayaran gaji ABK. Bahan bakar merupakan kebutuhan utama dari nelayan dalam melakukan usaha penangkapan. Kebutuhan solar mencapai 60% dari total biaya operasional yang dibutuhkan. Daerah penangkapan nelayan terutama untuk usaha penangkapan mingguan yang melakukan jangkauan operasi yang cukup jauh dari pelabuhan memerlukan bahan bakar yang besar. Penelitian Muklis (2009) menggambarkan bahwa perikanan cakalang dan tongkol di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam belum menggunakan peta DPI dari BPOL. Alat tangkap pukat cincin dioperasikan secara aktif atau area penangkapan selalu berpindah-pindah untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga memerlukan bahan bakar yang besar. Tinungki (2005) mengatakan bahwa biaya bahan bakar merupakan biaya operasional terbesar dari usaha perikanan, meskipun area penangkapan hanya berada di kawasan teluk atau selat. Es merupakan kebutuhan

17 24 operasional kedua terbesar dalam usaha perikanan pukat cincin. Nelayan selalu menjaga dan mempertahankan hasil tangkapan supaya tetap segar. Menurut Rihanah (2011) hasil tangkapan yang didapat nelayan Aceh selalu berkualitas baik dan jarang ditemukan hasil tangkapan yang dijual dalam keadaan rusak. Penerimaan pada usaha perikanan, umumnya bersifat tidak pasti. Penerimaan usaha akan dipengaruhi oleh harga ikan dan jumlah produksi. Produksi ikan umumnya dipengaruhi musim. Harga selain dipengaruhi oleh jenis ikan, ukuran dan kualitas, dipengaruhi juga oleh musim ikan. Musim ikan, biasanya harga akan turun, sebaliknya saat musim paceklik, harga akan naik. Harga ikan di Lampulo dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu harga ikan pada musim puncak yaitu sebesar Rp per kg, harga pada saat musim sedang sebesar Rp per kg dan harga ikan pada musim paceklik sebesar Rp per kg. Menurut Griffrin dan Ronald (1991) pengaruh musim dan harga jual merupakan komponen eksternal yang sangat mempengaruhi dalam transaksi kegiatan perikanan karena berkaitan dengan jumlah hasil tangkapan ikan dan penerimaan nelayan. Penerimaan usaha pukat cincin menunjukkan bahwa perairan pantai aceh masih tergolong subur, dimana ikan pelagis kecil dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Supriharyono (2000), perairan yang kaya nutrient dan sirkulasi arusnya baik dapat menjamin kelestarian sumberdaya ikan pelagis di perairan tersebut. Gaspersz (1992) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadikan pertimbangan dalam suatu alternatif usaha yaitu aspek teknik dan aspek ekonomi. Penelitian ini membandingkan usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan. Hasil yang diperoleh adalah usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan layak untuk dikembangkan dalam jangka pendek dan jangka panjang karena keuntungan yang diperoleh dalam jangka waktu 10 tahun bernilai positif atau dengan kata lain mengalami keuntungan. Hasil analisis usaha diketahui bahwa keuntungan pemilik yang diperoleh untuk usaha perikanan pukat cincin harian dalam kurun waktu 1 tahun adalah Rp dengan waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian nilai investasi yang digunakan dengan keuntungan tersebut yaitu 17 bulan. Penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah investasi yang dikeluarkan pada awal usaha perikanan pukat cincin harian yaitu Rp Hasil analisis usaha perikanan pukat cincin mingguan dalam kurun waktu 1 tahun adalah diketahui bahwa keuntungan pemilik yang diperoleh Rp , dengan waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian nilai investasi yang digunakan dengan keuntungan tersebut yaitu 13 bulan. Penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah investasi yang dikeluarkan pada awal usaha perikanan pukat cincin mingguan yaitu Rp Analisis usaha yang dilakukan tersebut diperoleh informasi bahwa usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan dalam jangka waktu pendek (yaitu 1 tahun) memberikan keuntungan sehingga dapat dilakukan atau diusahakan. Keuntungan yang diperoleh dari usaha perikanan pukat cincin mingguan lebih besar dari pada usaha perikanan pukat cincin harian dikarenakan produksi per trip yang dihasilkan oleh pukat cincin mingguan lebih besar dari pada produksi per trip yang dihasilkan oleh pukat cincin harian. Analisis investasi pada usaha perikanan pukat cincin harian memberikan informasi bahwa pada usaha perikanan pukat cincin harian nilai NPV atau

18 keuntungan bersih untuk usaha adalah Rp NPV usaha kapal pukat cincin mingguan mencapai Rp selama 10 tahun. Menurut Hanley dan pash (1993) nilai NPV merupakan cerminan keuntungan bersih yang didapat pelaku usaha pada kondisi terakhir saat keuntungan dihitung. Menurut Pinkerton dan Evelyn (1989) usaha perikanan dengan tingkat kelayakan yang tinggi dapat mendukung pengembangan ekonomi nelayan lokal secara mandiri. Secara jangka panjang akan memperkuat basis ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Hasil analisis kriteria investasi untuk kapal pukat cincin trip harian dan kapal pukat cincin trip mingguan memperlihatkan nilai NPV yang positif, net B/C lebih besar dari satu, dan nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan yaitu sebesar 10 %. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha yang dilakukan memberikan gambaran bahwa usaha perikanan pukat cincin di Lampulo untuk kapal pukat cincin trip harian dan kapal pukat cincin trip mingguan masih layak dan dapat dikembangkan dalam jangka waktu 10 tahun. Penelitian Rihanna (2011) usaha perikanan pelagis kecil di pantai utara Aceh dan analisa usaha perikanan pelagis kecil dengan menggunakan unit penangkapan jaring insang hanyut, pukat cincin, pukat pantai dan payang adalah layak untuk dikembangkan. Perbandingan kelayakan finansial pada dua jenis usaha perikanan pukat cincin yang dilakukan pada penelitian ini pada dasarnya ingin menunjukkan bahwa usaha perikanan pukat cincin harian dan usaha perikanan pukat cincin mingguan di Lampulo memberikan keuntungan dalam jangka panjang atau layak untuk dikembangkan. Berdasarkan analisis yang dilakukan terlihat bahwa keuntungan usaha perikanan pukat cincin mingguan lebih menguntungkan. Berdasarkan hasil simulasi terhadap analisis usaha dan investasi yang didapatkan pada analisis sensivitas menunjukkan bahwa usaha perikanan pukat cincin harian memiliki resiko usaha yang besar dari pada usaha mingguan. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) paling tinggi mengalami kerugian karena bahan bakar merupakan kebutuhan utama dari usaha pukat cincin dalam melakukan usaha penangkapan. Kebutuhan solar mencapai 60% dari total biaya operasional yang dibutuhkan. Menurut Zulbainarni (2002) Perubahan (naik dan turunnya) harga bahan bakar minyak solar akan berdampak terhadap biaya rill multispesies sumber daya perikanan pelagis diperairan selat Bali karena bahan bakar minyak solar adalah komponen biaya yang paling besar dikeluarkan dalam kegiatan penangkapan. Nelayan merupakan pelaku kegiatan penangkapan ikan di laut, sedangkan pengusaha merupakan investor yang berperan dalam perkembangan ekonomi nelayan. Nelayan dan pengusaha mempunyai kepentingan terkait kelancaran aktivitas usaha perikanan yang dilakukannya sehingga menguntungkan dan memerlukan jaminan terhadap usaha perikanan yang dilakukannya. Menurut Liana et al. (2001) kekuatan masyarakat nelayan menjadi penentu utama kegiatan perikanan dan ekonomi pesisir karena mereka yang sehari-hari melakukan secara langsung kegiatan perikanan. Raihanah et al (2011) mengatakan bahwa kegiatan perikanan sangat prospektif untuk lebih berkembang di Aceh, selama potensi SDI yang ada, aspek teknologi, kelayakan usaha perikanan terutama yang berskala kecil, upaya konservasi dan keberlanjutan pengelolaan tetap diperhatikan dengan baik. Usaha perikanan merupakan usaha yang penuh resiko, musiman dan padat modal, oleh 25

19 26 karenanya masing-masing pihak, baik pemilik modal maupun nelayan buruh akan menanggung resiko dari usaha penangkapan di laut sesuai dengan kontribusinya. Pemilik akan menanggung resiko kerugian usaha (kehilangan modal) sedangkan nelayan buruh akan menanggung resiko kehilangan tenaga (bahkan jiwa). Besarnya resiko usaha penangkapan ikan dilaut berpengaruh negatif terhadap investor untuk menanam modalnya. Jaminan keamanan dalam berinvestasi akan mendukung perkembangan usaha pukat cincin di Lampulo.. Resiko usaha penangkapan ikan di laut misalnya fluktuasi harga tinggi, pencurian, ombak dan kontinuitas usaha terputus-putus. Harga dan volume produksi ikan sangat tinggi itu menjadi salah satu sebab besarnya resiko usaha penangkapan di laut. Hasil wawancara dengan nelayan di Lampulo nelayan yang tergolong berhasil mengembangkan usaha perikanannya tanpa dukungan dari kredit perbankan dan subsidi permodalan dari pemerintah. Indikasi bahwa usaha penangkapan ikan di laut beresiko besar mempengaruhi sikap lembaga perbankan sehingga menjadi sangat hati-hati atau sulit mengabulkan permintaan kredit untuk pengembangan armada penangkapan ikan. Modal usaha penangkapan ikan di Lampulo cukup besar menyebabkan beberapa nelayan pemilik melakukan kongsi atau kerja sama dengan sesama nelayan lainnya. Hasil pendapatan untuk bagian pemilik akan dibagi lagi menjadi beberapa bagian orang, tergantung berapa orang yang terlibat dalam penanaman modal. Hasil wawancara menunjukkan beberapa nelayan yang berhasil mengembangkan dirinya dari tidak punya kapal menjadi pemilik kapal dan berhasil menyekolahkan anaknya ketingkat pendidikan tinggi, ternyata anaknya tidak menjadi penerus mengembangkan armada perikanan orang tuanya. Generasi muda nelayan yang terdidik mencari alternatif pekerjaan lain di luar nelayan, menjadi pegawai negeri sipil atau militer, sektor industri, lembaga perbankan atau lainnya. Kesinambungan nelayan yang sukses kepada generasi keturunannya untuk melanjutkan penguatan armada penangkapan ikan seringkali terputus. Keberhasilan nelayan dalam usahanya disamping dipengaruhi oleh sarana penangkapan (kapal dan alat tangkap), juga dipengaruhi kondisi geografi tempat mereka melaut. Hasil penangkapan nelayan juga tergantung pada ukuran kapal dan jaring yang digunakan nelayan, semakin jauh wilayah penangkapannya, sehingga mempunyai kecenderungan makin banyak ikan yang akan diperoleh. Besarnya pendapatan yang diterima nelayan tidak nya ditentukan oleh sumberdaya yang dimiliki, teknologi kapal, alat tangkap dan pengalaman sebagai nelayan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh harga ikan. Harga ikan berfluktuasi dimana pada musim puncak dengan produksi yang besar harganya ikan menurun, tetapi pada musim paceklik hasil produksi rendah namun harga ikan meningkat. Faktor resiko ini menyebabkan berkembangnya sistem bagi hasil di kalangan nelayan. Berlakunya sistem bagi hasil disebabkan karena pemilik tidak mampu untuk mengawasi kerja nelayan buruh di kapal selama melaut dan nelayan buruh cenderung bertindak sesuka hati tanpa melaksanakan kewajiban bila diberlakukan sistem pengupahan. Sistem pembagian hasil ini berlaku untuk usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan. Bagian yang akan diterima nelayan penggarap berdasarkan porsi keterlibatanya. Jumlah tenanga kerja mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh nelayan, semakin banyak jumlah ABK, semakin kecil pendapatan yang akan diperolehnya (Mulyadi 2005).

20 Pengoperasian pukat cincin membutuhkan banyak tenaga kerja. Jumlah ABK di Lampulo untuk kapal pukat cincin trip harian adalah berkisar antara orang, sedangkan untuk kapal pukat cincin trip mingguan berkisar antara orang ABK. Nelayan buruh terdiri dari pawang, juru mesin, juru lampu, juru pemberat, juru pelampung, juru masak, dan nelayan biasa. Pembagian tugas tersebut sudah menjadi kesepakatan dalam satu unit pukat cincin. Wilayah pekalongan menggunakan nelayan sebagai tenaga kerja, termasuk tenaga nakhoda, juru mesin, juru lampu dan juru bantu. Jumlah tenaga kerja pukat cincin di wilayah perairan di wilayah pekalongan berkisar orang tiap armada kapal pukat cincin (Sudibyo 1998). Di wilayah perairan Selat Bali jumlah tenaga kerja pukat cincin yang beroperasi berkisar ABK (Zulbainarni 2002), seperti yang dinyatakan Tambunan (2002), usaha skala kecil dan menengah cenderung memiliki tingkat pertumbuhan yang baik dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak serta tingkat pemerataan ekonomi yang lebih baik. Jumlah trip kapal pukat cincin harian di Lampulo melakukan operasi penangkapan harian adalah 240 trip dan 48 trip untuk kapal mingguan dalam setahun. Berdasarkan Walter (2000), setiap unit kapal pukat cincin di perairan selat bali mampu melakukan 140 trip upaya penangkapan setahun. Sementara menurut studi yang pernah di lakukan oleh Fauzi et al (2000), setiap unit pukat cincin diselat bali mampu melakukan trip pertahun dengan lama trip 1 hari. Sistem pembagian hasil di Lampulo tidak menggunakan sistem pembagian hasil berdasarkan UUBHP No.16 tahun Berdasarkan wawancara dengan nelayan pemilik dan ABK tidak mengetahui ada UUBHP ini. Petugas penyuluh lapangan merasa sia-sia saja jika memperkenalkan UUBHP karena para nelayan lebih suka menggunakan sistem bagi hasil secara adat atau kebiasaan yang dianut yang berlaku di Lampulo secara turun temurun masih dirasa lebih adil dan seimbang dan merata dibandingkan UUBHP. Tingkat pendapatan yang didapatkan oleh nelayan sudah berada diatas UMR tetapi kehidupan nelayan masih miskin. Penyebab kemiskinan nelayan ini adalah nelayan umumnya kurang mengelola atau tidak merencanakan secara baik penggunaaan pendapatan yang mereka peroleh. Kebiasaan menabung di kalangan nelayan sangat rendah, apabila hasil tangkapan sedang baik mereka cenderung hidup boros. Sikap dan pandangan yang terbentuk diantara mereka adalah bahwa uang itu mudah didapat, sebaliknya, bila hasil tangkapan kurang baik, nelayan akan mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Cara yang paling menonjol untuk mengatasinya adalah dengan mencari hutang. Juragan tempat mereka berkerja merupakan tumpuan mereka, atau pedagang ikan setempat yang mereka kenal. Nelayan mempunyai hubungan ketertarikan yang kuat dengan pemberi hutang. Hubungan hutang piutang yang berakibat terikatnya secara ekonomi nelayan kepada pemberi hutang, dengan mudah dapat ditemukan di hampir semua masyarakat nelayan. Nelayan buruh umumnya hidup pas pasan, dan hampir sebagian besar nelayan terikat hutang kepada juragan, bahkan hutang mereka bersifat abadi. Juragan akan menarik kembali uang yang dihutangkan tersebut, dan dalam batas waktu tertentu selalu memberikan pinjaman baru bagi nelayan yang membutuhkannya. Nelayan yang meninggal, hutangnya diwariskan dan dibebankan kepada anaknya yang berkerja sebagai nelayan, dan selanjutnya akan terikat kepada juragan tersebut. 27

21 28 Ditinjau dari segi sosial, penggunaan alat tangkap pukat cincin tidak menyebabkan terjadinya konflik antar nelayan dan pemilik. Hubungan sosial antar nelayan terbina cukup baik. Nelayan di Lampulo terjalin hubungan saling berkepentingan dan saling membutuhkan antara pemodal (patron) dengan penggarap (clien) sehingga pemodal tidak hanya sebagai pemilik tetapi juga harus mampu mengatasi segala macam kesulitan yang dialami nelayan. Pemodal harus siap memberikan pinjaman uang dan segala pengeluaran untuk kebutuhan keuangan dari nelayan berserta rumah tangganya ditanggung lebih dahulu oleh pemodal sebagai bantuan. Biaya pinjaman tersebut harus dikembalikan lagi pada pemodal pada hasil tangkapan selanjutnya. Banyak pihak menilai pengembalian dianggap memberatkan nelayan, padahal jika dikaji pernyataan ini sangat keliru, malah sebaliknya dengan adanya sistem tersebut disatu sisi sangat membantu aktivitas nelayan buruh dimana secara cepat mendapatkan pinjaman tanpa adanya jaminan dan birokrasi yang panjang, tidak ada bunga pengembalian sebagaimana yang diterapkan oleh pihak perbankan. Perbedaan usaha kapal harian dan kapal mingguan terlihat dari sarana dan prasarana penangkapan seperti kapal dan peralatan tangkap. Nelayan pukat cincin mingguan memiliki jenis kapal yang cukup besar yang berbobot GT dapat melaut selama 2-10 hari dengan biaya operasional sekitar juta sekali melaut, serta diawaki oleh orang ABK. Tingginya biaya melaut ini disebabkan oleh biaya operasional yang harus dikeluarkan pada setiap tripnya. Mahalnya biaya melaut terimbangi dengan hasil tangkapan ikan yang diperoleh. Kapal pukat cincin harian berkapasitas GT dengan jumlah ABK orang. Biaya operasional sekitar 3-4 juta untuk one day fishing. Pukat cincin harian, dalam satu bulan umumnya hanya melakukan operasi penangkapan 20 hari. Waktu senggang selama 10 hari biasanya digunakan untuk melakukan perbaikan kapal dan alat tangkap. Simpulan Analisis kriteria usaha memperoleh keuntungan dan jangka waktu pengembalian waktu yang cepat. nilai R/C > 1 dan nilai ROI lebih besar dari modal yang dikeluarkan. Kelayakan investasi usaha perikanan pukat cincin harian dan mingguan yaitu NPV > 0, Net B/C > 1, serta nilai IRR > tingkat suku bunga 10 % sehingga dapat dikatakan bahwa usaha unit penangkapan pukat cincin harian dan mingguan di Lampulo rnemenuhi persyaratan dan masih layak untuk dilanjutkan. Hasil analisis usaha dan investasi menunjukkan usaha pukat cincin mingguan lebih memiliki prospek yang menguntungkan untuk dikembangkan. Sistem pembagian hasil di Lampulo secara adat belum mampu mensejahterakan nelayan disebabkan adanya ketimpangan dalam besarnya bagian masing-masing nelayan. Ketidakseimbangan ini selain disebabkan besarnya bagian yang diperoleh juragan (2 bagian), tetapi juga pembagian diantara ABK itu sendiri. Nakhoda (pawang), dan toke bangku akan memperoleh bagian masingmasing 10 % dari pendapatan kotor, dan juru mesin memperoleh bagian 5%.

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH NELIYANA

ANALISIS PERBANDINGAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH NELIYANA ANALISIS PERBANDINGAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH NELIYANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 5, No. 2, November 2014 Hal: 163-169 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH Analysis Financial

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3.4 Pengumpulan Data 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data lapang penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011. Tempat penelitian berada di dua lokasi yaitu untuk kapal fiberglass di galangan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN

6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN 6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN 6.1 Kebutuhan Investasi Usaha Perikanan Usaha perikanan yang banyak berkembang di perairan Selat Bali terdiri dari purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6.1 Pendahuluan Penentuan atribut pada dimensi ekonomi dalam penelitian ini menggunakan indikator yang digunakan dari Rapfish yang dituangkan dalam

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No.2 Edisi April 2012 Hal 131-142 SENSITIVITAS USAHA PERIKANAN GILLNET DI KOTA TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendang Biru merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi prioritas dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa Tmur. Pengembangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) Tiara Anggia Rahmi 1), Tri Wiji Nurani 2), Prihatin IkaWahyuningrum

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA BUSINESS ANALYSIS DRIFT GILL NETS MOORING FISHING VESSEL

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN Technical and Financial Analysis of Payang Fisheries Business in Coastal

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

4 HASIL. Kabupaten Bangka Selatan dapat dilihat pada Gambar. 1)

4 HASIL. Kabupaten Bangka Selatan dapat dilihat pada Gambar. 1) 4 HASIL 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan daerah Kabupaten Bangka Selatan merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang resmi menjadi daerah otonom sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak 5 PEMBAHASAN Hasil penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan dengan menggunakan single output (total tangkapan) berdasarkan bulan ( Agustus 2007 Juli 2008) menunjukkan bahwa hanya ada 1 2 unit kapal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP DOGOL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UJUNG BATU JEPARA Finansial Feasibility Study of Danish Seine Fishing in Fish Landing Center Ujung Batu Melina

Lebih terperinci

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV)

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV) 5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang 5.3.1 Net Present Value (NPV) Usaha penangkapan udang, yang dilakukan oleh nelayan pesisir Delta Mahakam dan sekitarnya yang diproyeksikan dalam lima tahun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA

ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA Bima Muhammad Rifan*, Herry Boesono, Trisnani Dwi Hapsari Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Alat Tangkap 5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan

Lebih terperinci

Financial Feasibility Analysis of Gillnet Fishing Business in PPI Banyutowo Pati. Habieb Noor Zain, Imam Triarso *),Trisnani Dwi Hapsari

Financial Feasibility Analysis of Gillnet Fishing Business in PPI Banyutowo Pati. Habieb Noor Zain, Imam Triarso *),Trisnani Dwi Hapsari ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP JARING INSANG PERMUKAAN ( SURFACE GILL NET) DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) BANYUTOWO KABUPATEN PATI Financial Feasibility Analysis of Gillnet Fishing

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Layout PPN Prigi

Lampiran 1 Layout PPN Prigi LAMPIRAN 93 Lampiran 1 Layout PPN Prigi TPI Barat BW 01 BW 02 Kolam Pelabuhan Barat BW 03 Kantor Syahbandar Cold Storage Kantor PPN TPI Timur BW 04 Kolam Pelabuhan Timur Sumber: www.maps.google.co.id diolah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci