BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Remaja Definisi dari remaja menurut Sarwono (2001) adalah individu yang berumur antara tahun. Adapula tahapan perkembangan remaja yaitu remaja awal (12-14 tahun), remaja tengah (15-17 tahun) dan remaja lanjut (18-21 tahun) (Gunarsa, 1991). Sedangkan tahapan perkembangan pada remaja menurut Robert dan Williams (2000), bahwa secara umum ada 3 tahapan perkembangan remaja, yaitu 1. Remaja Awal (early adolescence) : usia tahun, suka membandingkan diri dengan orang lain, sangat mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya dan lebih senang bergaul dengan teman sejenis. 2. Remaja Tengah (middle adolescence) : usia tahun, lebih nyaman dengan keadaan sendiri, suka berdiskusi dan mulai berteman dengan lawan jenis, serta mengembangkan rencana masa depan. 3. Remaja Akhir (late adolescence) : usia tahun, mulai memisahkan diri dari keluarga dan identitas, bersifat keras tetapi tidak berontak, teman sebaya tidak penting, berteman dengan lawan jenis secara dekat lebih penting, serta lebih fokus pada rencana karir masa depan (Robert dan Williams, 2000). Arisman (2004) menyatakan puncak pertambahan berat dan tinggi badan wanita tercapai pada usia masing-masing 11,9 tahun dan 12,1 tahun, sementara pria pada usia 14,3 dan 14,1 tahun. Laju pertumbuhan anak, hampir sama cepatnya 12

2 13 sampai pada usia 9 tahun. Antara usia tahun, pertumbuhan anak perempuan mengalami percepatan terlebih dahulu karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi, sementara anak laki-laki baru dapat menyusul dua tahun kemudian. 2.2 Gizi Remaja Remaja memerlukan makanan yang mengadung zat gizi untuk hidup, tumbuh, berkembang, bergerak dan memelihara kesehatannya. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi serta pola hidup yang biasa dilakukannya setiap hari. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu pada seseorang (Supariasa, 2002). Masalah gizi remaja sangatlah rentan dan harus segera dilakukan upaya pencegahan dan tetap dilakukan intervensi. Ada 3 alasan yang mendukung pernyataan bahwa gizi remaja termasuk dalam kelompok yang rentan, yaitu : 1. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak 2. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. 3. Kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obatobatan, akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan, serta ada pula remaja yan makan secara berlebihan sehingga terjadilah obesitas (Arisman, 2004).

3 14 Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Recommended Dietary Allowances (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Arisman, 2004). Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan (reference values) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan zat gizi (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004). Perubahan komposisi tubuh mempengaruhi kebutuhan gizi pada remaja, baik pada laki-laki maupun perempuan sama-sama membutuhkan banyak energi dan zatzat gizi esensial untuk menopang pertumbuhan dan aktivitas fisik. Akan tetapi, remaja laki-laki membutuhkan lebih banyak zat-zat gizi dibandingkan remaja perempuan karena adanya perbedaan dalam jenis kegiatan, pengaruh hormonal serta susunan tubuh sehingga kebutuhan RDA pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Pada tabel dapat dilihat kebutuhan gizi remaja laki-laki dan perempuan berdasarkan umur. Tabel 2.1 Angka Kecukupan Energi dan Protein Yang dianjurkan untuk Kelompok Umur 10 samapi 17 tahun. Jenis Umur Berat Tinggi Energi Protein Kelamin (tahun) (Kg) (cm) (kkal) (gr) Laki-laki Wanita Sumber : Angka Kecukupan Gizi, 2005

4 15 Sedangkan untuk konsumsi karbohidrat dianjurkan 50-60% dari kecukupan energi yang diajurkan (Depkes, 2002). Konsumsi lemak tidak melebihi 30% dari total energi yang dianjurkan (Soedjiningsih, 2004) Penilaian Status Gizi Konsep penilaian status gizi lebih sekedar evaluasi dari status gizi, tetapi merupakan proses yang komprehensif untuk mengidentifikasi risiko gizi pada individu dan suatu kelompok masyarakat serta perencanaan, implementasi dan evaluasi gizi yang tepat bagi mereka (Simko, 1995). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu : a. Antropometri digunakan untuk pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. b. Klinis merupakan metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. c. Biokimia dengan cara memeriksa spesimen yang diuji laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. d. Biofisik merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khusnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, 2002) Penilaian status gizi secara tidak langsung biasanya digunakan untuk menilai status gizi masyarakat. Penilaian status gizi ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu :survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengukuran dengan survei konsumsi makanan metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat

5 16 gizi yang dikonsumsi. Statistik vital adalah dengan menganalisa data beberapa statistik kesehatan sedangkan penilaian dengan faktor ekologi merupakan penilaian yang memperhitungkan faktor-faktor seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain (Supariasa, 2002) Antropometri Remaja Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Indikator antropometri ini terdiri dari tiga indikator, yaitu berat badan menurut (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Supariasa, 2002). 1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran massa tubuh. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, apabila kesehatan dalam keadaan baik terjadi keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi, maka berat badan akan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaiknya dalam keadaan yang abnormal, ada dua kemungkinan perkembangan yang terjadi pada berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi dan indeks BB/U ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa, 2002).

6 17 Kelebihan indeks BB/U antara lain : 1. Lebih mudan dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum 2. Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronik 3. Berat badan dapat berfluktuasi 4. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil 5. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight) (Supariasa, 2002) Kelemahan indeks BB/U antara lain : 1. Dapat mengakibatkan intepretasi status gizi yang keliru apabila terdapat edema atau asites 2. Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur belum baik. 3. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun 4. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan 5. secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya (Supariasa, 2002). 2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan antropometri yang dapat menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiiring dengan pertamabahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. (Supariasa,

7 ). Berdasarkan karakteristik diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Kelebihan indeks TB/U antara lain : 1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau 2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa (Supariasa, 2002) Kelemahan indeks TB/U antara lain : 1. tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun 2. Pengukuran relatif sulit karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya 3. Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, 2002). 4. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam hal keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan petumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). Indeks BB/TB adalah indeks yang independen terhadap umur (Supariasa, 2002). Kelebihan indeks BB/TB antara lain : 1. Tidak memerlukan data umur 2. Dapat membedakan proporsi badan yaitu gemuk, normal dan kurus (Supariasa, 2002).

8 19 Kekurangan indeks BB/TB antara lain : 1. Tidak dapat memberi suatu gambaran, apakah anak tersebut tergolong pendek. Memiliki tinggi badan yang cukup atau tinggi badan yang berlebih menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan 2. Dalam pratiknya, sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita. 3. Membutuhkan dua macam alat ukur 4. Pengukuran relatif lama 5. Membutuhkan dua orang untuk melakukan pengukuran 6. Sering terjadi kesalahan hasil dalam melakukan pengukuran, terutama apabila dilakukan oleh kelompok non-potensial (Supariasa, 2002). Pada remaja penilaian status gizi dapat dilakukan secara antropometri dengan menggunakan indeks BB/TB yang dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rumus perhitungan IMT adalah dengan membandingkan berat badan dalam satuan kilo gram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Pada anak/remaja status gizi diperoleh dari perbandingan IMT dan umur. Hal ini terlihat pada kurva Growth Chart CDC-NCHS. Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Anak/Remaja (CDC-NCHS Tahun 2000) IMT Status Gizi < 5 th tile Gizi kurang 5 - < 85 th tile Gizi normal 85 - < 95 th tile Overweight 95 th tile Obesitas

9 Gizi Lebih Di Negara maju masalah yang umum dihadapi ialah obesitas atau kelebihan gizi yang diakibatkan oleh konsumsi zat gizi yang berlebihan, kurang aktivitas fisik. Ini biasanya terjadi pada orang-orang yang hidupnya sudah makmur dan kurang bisa menjaga makanannya (Sediaoetama, 1991) Menurut Samsudin (1993) yang dimaksud dengan gizi lebih adalah berat badan yang relatif berlebihan dengan usia atau tinggi anak yang sebaya, sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Dalam status gizi lebih, tubuh sudah kewalahan menampung kelebihan zat gizi, terutama sumber tenaga. Kelebihan tersebut akhirnya disimpan dalam bentuk lemak di bawah kulit yang akan mengakibatkan seseorang menjadi gemuk, dan lemak juga disimpan diantara jaringan tubuh. Lemak yang disimpan di antara jaringan tubuh akan menimbulkan berbagai permasalahan baru seperti menyempitnya pembuluh darah dan meningginya tekanan darah (Sediaoetama, 1991). Menurut WHO (1995) seorang remaja dikatakan gizi lebih bila indeks massa tubuh menurut umur dan jenis kelamin melebihi 85 persentil. Selain itu penyebab gangguan pada umunya yaitu pemasukan energi yang melebihi kebutuhan, tanpa diimbangi dengan penggunaan energi, hal tersebut berhubungan dengan pola makan yang salah, sebagian besar dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang. Makan lebih banyak dari kebutuhan atau makan tidak seimbang, dengan kata lain terlalu banyak faktor resiko yang disebabkan oleh makanan yang dapat menyebabkan gizi lebih (Satoto dkk dalam WKNPG, 1998).

10 21 Berdasarkan penjelasan diatas maka pada gilirannya kejadian gizi lebih akan meningkatkan resiko morbiditas penyakit tidak menular (degeneratif) yang disebabkan oleh berbagai perilaku kehidupan modern. Perilaku yang dimaksud menekankan pada kebiasaan pola makan tinggi kalori tinggi lemak dan kolesterol serta rendah serat (Soekirman, 2000) 2.5. Faktor Penyebab Gizi Lebih Penyebab gizi lebih secara umum adalah asupan energi yang melebihi kebutuhan yaitu melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan, proses tumbuh kembang dan berbagai aktivitas jasmani anak. Kelebihan asupan makanan merupakan penyebab terpenting dibanding penyebab lainnya (Suyono, 1994). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi gizi lebih adalah ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat, aktivitas fisik yang rendah, kurangnya pengetahuan gizi dan faktor keturunan (Samsudin, 1993) Menurut Wahlqvist (1997) gizi lebih (obesitas) disebabkan oleh faktor makanan, faktor aktifitas fisik, faktor hormonal, faktor genetik dan psikologis : 1. Asupan energi yang tinggi Makanan memang diperlukan untuk kehidupan, selain untuk energi makanan juga dibutuhkan untuk menganti sel-sel tubuh yang rusak dan pada anak-anak diperlukan untuk pertumbuhan. Tetapi akan menjadi persoalan jika makanan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan. Kelebihan energi tersebut akan disimpan didalam tubuh, keadaan demikian yang terus menerus akan mengakibatkan penimbunan lemak di dalam tubuh semakin banyak sehingga orang akan menjadi gemuk

11 22 2. Aktivitas fisik Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi tubuh, jika asupan kalori berlebihan dan tidak diikuti oleh aktivitas fisik yang tinggi akan menyebabkan kelebihan berat badan. Aktivitas fisik merupakan salah satu komponen yang berperan dalam penggunaan energi. Penggunaan energi tiap jenis aktivitas itu berbeda tergantung dari tipe, lamanya dan berat orang yang melakukan aktivitas tersebut. Semakin berat aktivitas, semakin lama waktunya dan semakin berat, badan orang yang melakukannya maka energi yang dikeluarkan pun lebih banyak, akibatnya kebutuhan energi pun lebih banyak. Aktivitas seperti olah raga jika dilakukan remaja secara teratur dan cukup takaran akan memberikan keuntungan, uaitu menjaga kesehatan sepanjang hidup dan mencegah dari penyakit salah makan (eating disorders) dan obesitas (Guthrie, 1995). Menurut Hanley et al (2000) tingginya aktivitas fisik memiliki potensi perlindungan melawan obesitas dengan memelihara keseimbangan energi dan mencegah penumpukan jaringan lemak yang berlebihan. Menurut Depkes (2002) menjelaskan bahwa olahraga yang baik dilakukan dengan melihat intesitas latihan (frekuensi dan lama latihan). Latihan fisik olahraga dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan durasi waktu minimal 30 menit membantu untuk mempertahankan kesehatan fisik. Olah raga yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan, dapat meningkatkan kualitas fisik seseorang. Apabila kualitas fisik meningkat maka kualitas manusia secara keseluruhan cenderung akan meningkat pula. Hal ini membuktikan bahwa ada keterkaitan antara kualitas fisik dqan non fisik seperti yang dinyatakan dalam sebuah istilah klasik Mensana In Corpore Sano yang artinya

12 23 adalah di dalam Tubuh yang Sehat terdapat jiwa yang Kuat. Sejalan dengan itu, partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga sangat diharapkan guna peningkatan kualitas kesehatan dan kualitas manusia secara keseluruhan (BPS, 2006) 3. Kelainan Hormon (endokrin) Penyakit yang menyebabkan kegemukan sebenarnya jarang terjadi, tetapi kegemukan dapat disebabkan oleh penyakit endokrin atau ganguan hormon. Penyakit endokrin yang menyebabkan kegemukan adalah hipofungsi kelenjar gondok (kelenjar Tryroid), mengakibatkan orang menjadi gemuk dan lamban. Penyakit gula (diabetes mellitus), kegemukan sering dijumpai. Kegemukan dapat merupakan penyebab atau dapat juga merupakan akibat dari penyakit ini (Suyono, 1994) 4. Faktor Genetik Faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya obesitas (kegemukan) walaupun pengaruhnya sendiri sebenarnya belum jelas. Menurut Dietz dalam Penuntun Diit Anak (2003), kemungkinan seorang anak beresiko menderita obesitas sebesar 80% jika kedua orang tuanya mengalami obesitas. Sedangkan seorang anak akan beresiko menderita obesitas sebesar 40% jika salah satu orang tuanya mengalami obesitas. Anak yang mempinyai bakat gemuk karena faktor genetik akan cepat menjadi gemuk, apalagi jika lingkungannya pun kondusif, misalnya anak memiliki lingkungan dengan perilaku makan tinggi energi dan lemak 5. Faktor Emosional/Psikologis Emosional/psikologis seseorang berhubungan erat dengan rasa lapar dan nafsu makan. Sejumlah hormon akan disekresi sebagai tanggapan dari keadaan psikologis, sehingga terjadi peningkatan metabolisme dimana energi akan dipecah dan digunakan untuk aktivitas fisik. Jika seseorang tidak mempergunakan bahan

13 24 bakar yang telah disediakan, maka tubuh tidak mempunyai alternatif lain sehingga menyimpannya sebagai lemak. Proses tersebut menyebabkan glukosa darah menurun sehingga menyebabkan rasa lapar pada orang yang mempunyai tekanan psikologis (Wirakusumah, 1997 dalam Welis, 2003) Faktor faktor lain yang Berhubungan Dengan Gizi Lebih Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Modern (Fast Food ) pada Remaja Bertram (1975) dalam Hayati (2000) mendefinisikan fast food sebagai makanan yang dapat disiapkan dan dikonsumsi dalam waktu singkat baik memasak maupun menyediakan makanan. Fast food merupakan istilah yang mengandung kedua arti tersebut : pertama, fast food dapat diartikan sebagai makanan yang dapat disajikan dan dikonsumsi dalam waktu sesingkat mungkin, sedangkan arti kedua fast food merupakan makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat. Remaja merupakan golongan yang paling mudah terkena pengaruh budaya dari luar karena mereka sedang mengalami masa pencaharian identitas diri akibat proses transisi yang dilalui. Pengaruh yang terjadi bukan hanya tampak pada penampilan fisik, tetapi juga pada perubahan pola konsumsi makan. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia juga bisa mempengaruhi pola kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah keatas, restoran fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan di restoran fast food ditawarkan dengan harga yang terjankau dengan kantong mereka, servisnya cepat, dan jenis makanannya memenuhi selera. Fast food adalah gaya hidup remaja kota. (Khomsan, 2004).

14 25 Salah satu masalah serius yang telah menjadi kecenderungan kebiasaan makan remaja masa kini adalah mengkonsumsi makanan terolah, seperti ditayangkan melalui media elektronik terlalu banyak hal yang dilebih-lebihkan. Makanan olahan (fast food) modern, walaupun dalam iklan di berbagai media diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sebagian besar mengandung tinggi gula dan lemak selain zat additive yang dapat mengganggu kesehatan. Kegemaran pada makanan cepat saji modern yang mengandung tinggi kalori bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, pada akhirnya akan mengarahkan remaja ke perubahan patologis yang terlalu dini (Arisman, 2004). keberadaan restoran-restoran fast food yang semakin menjamur di kota-kota besar di Indonesia, yang menyajikan berbagai makanan siap saji yang dapat berupa makanan tradisional Indonesia (seperti restoran Padang) dan makanan barat (seperti Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken) yang terkenal ayam gorengnya, disamping jenis makanan yang tidak kalah popular seperti Burger, Pizza, Sandwich dan sebagainya. Dengan manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya, pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis fast food, karena lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian golongan masyarakat. Bahkan di hari libur pun biasanya banyak keluarga yang memilih makanan diluar dengan jajanan fast food (Khomsan, 2005).

15 Pola Konsumsi Makanan Konsumsi makanan adalah jenis dan banyak makanan yang dimakan dan dapatt diukur dengan jumlah bahan makanan atau jumlah kalori dan zat gizi. Susunan beragam pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau kelompok orang disebut pola konsumsi pangan (Depkes, 1995). Seorang remaja biasanya telah mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan yang ia senangi. Banyak remaja cenderung memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur, tidak makan dirumah dan jajan bersama dengan teman sebayanya yang dalam banyak hal kurang menguntungkan (Anwar, 2006). Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih mengkonsumsi makanan yang cenderung mengandung sedikit zat-zat gizi (Arisman, 2004). Remaja yang banyak mengkonsumsi makanan jajanan akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang terkandung dalam makanan jajanan. Sementara zat gizi lain seperti protein, vitamin dan mineral masih sangat kurang (Khomsan, 2006). Kebiasaan makan yang salah pada remaja akan mempertinggi resiko terjadinya gizi lebih. Kebiasaan tersebut meliputi pola makan, kebiasaan makan pagi dan makan malam, kebiasaan makan jajanan dan makan cemilan serta kebiasaan makan fast food. Kebiasaan makan pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : teman sebaya, keadaan emosional dan pelaksanaan diet penurunan berat badan (Gunawan, 1997).

16 Konsumsi Energi Total Energi merupakan hasil dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Fungsi energi adalah sumber tenaga untuk metabolisme, pengaturan suhu tubuh, pertumbuhan dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan untuk cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan dalam jangka panjang. Sedangkan karbohidrat dan lemak memiliki peran sebagai protein sparer (Hardinsyah & Tambunan, 2004). Almatsier (2003) menyatakan bahwa keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi dapat diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan dalam hal jenis karbohidrat, lemak, tetapi juga karena kurang gerak Konsumsi Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi tubuh. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori (Almatsier, 2003). Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari. Menurut pedoman umum gizi seimbang (PUGS) kecukupan karbohidrat yang baik adalah ½ dari kebutuhan energi 50% - 60% jika lebih dari itu kemungkinan zat-zat lain akan sulit terpenuhi kebutuhannya (Depkes, 2002).

17 28 Karbohidrat berperan dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna, tekstur dan lainnya. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berfungsi membantu metabolisme lemak dan protein, mencegah ketosis, mencegah pemecahan proteintubuh yang berlebihan, dan memcegah kehilangan meneral. Karbohidrat selain dapat dari bahan makanan yang dikonsumsi harian khususnya yang berasal dari tumbuhan, karbohidrat juga dibentuk dalam tubuh dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak (Winarno, 1991). Kelebihan glukosa dalam tubuh akan diubah menjadi lemak. Perubahan ini terjadi dihati. Lemak ini kemudian dibawa ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan lemak dalam jumlah tidak terbatas (Almatsier, 2003). Namun untuk mengubah kelebihan karbohidrat menjadi lemak tubuh diperlukan 23% dari kalori yang dicerna, sedangkan untuk mengubah lemak menjadi lemah tubuh hanya 3% dari kalori yang dicerna. Dalam satu studi yang dilakukan oleh peneliti dari Swiss DR Kevin Acheson, 12 orang diawasi selama satu periode 14 jam, tiap orang tidak makan apapun kecuali 2000 kalori karbohidrat (gula), dan hasilnya didapatkan hanya 40 kalori karbohidrat berlebih yang diubah menjadi lemak tubuh (Clark, 1996) Komsumsi Lemak Lemak terdiri dari fosfolipid, sterol dan trigliserida. Sebagian besar lemak (99%) merupakan trigliserida yang terdiri dari asam lemak dan gliserol (Hardinsyah &Tambunan, 2004). Fungsi lemak dan minyak dalam makanan adalah membantu penyerapan vitamin A,D,E,K, menambah energi dan melezatkan makanan. Lemak dikelompokkan menjadi tiga menurut kemudahan pencernaannya yaitu asam lemak

18 29 jenuh yang sulit dicerna, asam lemak tak jenuh tunggal yang mudah dicerna dan asam lemak tak jenuh ganda yang paling mudah dicerna (PUGS, 2002). Lemak merupakan penyumbang energi terbesar dibanding zat gizi makro lainnya. Lemak mengandung 38kj/g energi sedangkan energi dari karbohidrat dan protein berkisar 17kj/g (Willet, 1998). Tiap gram lemak mengandung 9 kkal, dibanding karbohidrat dan protein yang menghasilkan 4 kkal per gram. Anjuran konsumsi lemak dan minyak tidak boleh lebih dari 30% dari kebutuhan energi sehari-hari (Soetjiningsih, 2004). Lemak yang berasal dari makanan digunakan tubuh untuk hal-hal berikut : 1. Pemberi kalori, tiap gram lemak dalam peristiwa oksidasi akan memberikan kalori sebanyak 9 kalori (Moehyi, 2002 dalam Putri, 2004) 2. Melarutkan vitamin vitamin ADEK sehingga vitamin tersebut dapat diserap oleh usus. 3. Memberikan asam lemak esensial Kelebihan lemak lebih menggemukkan daripada kelebihan karbohidrat karena tubuh kita lebih efisien mengubah lemak menjadi lemak tubuh daripada mengubah karbohidrat menjadi lemak tubuh (Clark, 1996) Konsumsi Protein Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O, dan N yang tidak dimiliki lemak dan karbohidrat (Winarno, 1991). Dengan demikian protein amatlah penting bagi semua taraf kehidupan, mulai dari masa anak-anak, remaja yang sedang tumbuh, juga pada masa

19 30 hamil dan menyusui pada wanita dewasa, orang yang sakit dan dalam taraf penhyembuhan, demikian juga orang dewasa dan lanjut usia (Suhardjo & Kusharto, (1992). Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein asam-asam amino esensial terdiri dari histidin, isoleucin, leucin, lysin, methionine, sistein, phinilalanin, tirosin, treonin, triptophan dan valin. Semakin lengkap komposisi dan jumlah asam amino esensial dan semakin tinggi daya cerna protein suatu jenis pangan atau menu, maka semakin tinggi mutu proteinnya. Pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati. (Hardinsyah & Tambunan, 2004). Anjuran konsumsi protein sebaiknya sesuai dengan Angka Kecukupam Gizi Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehinggga ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi (Apriadji, 1986). Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan antara jenis kelamin dengan status gizi dimana prevalensi kejadian overweight pada wanita lebih tinggi dari laki-laki. Hasil penelitian Hanley et al (2000), di Kanada didapatkan prevalensi overweight anak usia 2 19 tahun terdapat 27,7% pada anak laki-laki dan 33,7% pada anak perempuan. Pada penelitian gizi lebih dengan indeks BB/TB menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih dengan nilai batas > 110% terdapat 23% pada anak perempuan, yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan 10% pada anak laki-laki. Demikian juga prevalensi untuk obesitas yaitu 10,2% pada anak wanita, sedangkan pada anak laki-laki adalah 3,1% (Samsudin, 1993).

20 Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi berpengaruh positif terhadap pemilihan dan konsumsi makan seseorang pengetahuan gizi diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap ada tidaknya masalah gizi pada dirinya sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat (Soehardjo, 1989). Pengetahuan gizi sebaiknya diberikan sejak dini sehingga dapat memberi kesan yang mendalam dan dapat menuntun anak dalam memilih makanan yang tepat dan dapat memahami serta menerapkan untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dalam kehidupan sehari-hari (Irawati, 1998). Salah satu faktor yang mempengaruhi gizi lebih adalah pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang (Samsudin, 1993). Menurut Satoto (1993), pada gizi lebih, sumberdaya informasi adalah cukup bahkan sampai berlebihan. Namun yang bersangkutan salah pilih dalam memilih makanan yang sehat dan seimbang, termasuk dalam membentuk gaya hidup, karena : pertama salah menilai, dalam arti menilai makanan enak sebagai makanan yang baik atau menilai kegemukan sebagai indikator sukses. Kedua kelemahan, dalam arti tidak memiliki keberanian untuk mengatakan tidak pada pilihan makanan berlebihan dalam berbagai kesempatan : rapat, jamuan bisnis, pesta dan sebagainya, serta ketidakberanian untuk mengatakan tidak terhadap gaya hidup sendetaris tanpa olahraga dan gerak yang memadai. Penelitian Gordon-Larsen (2002) menemukan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dan kesehatan dengan gizi lebih pada remaja wanita di perkotaan Philadelpia.

21 Uang Saku Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu harian, mingguan maupun bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu, 1994) Menurut (Berg, 1986) uang yang dimiliki oleh seseorang akan dapat mempengaruhi apa yang dikonsumsinya. Biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja sering mengkonsumsi makanan-makanan modern dengan pertimbangan prestise dan juga dengan harapan akan diterima di kalangan peer group mereka. Makanan yang biasanya dipilih adalah fast food dengan pertimbangan harganya juga tidak terlalu mahal. Peluang anak menjadi konsumen makanan sesungguhnya akan sangat ditentukan oleh daya beli keluarga atau orang tua anak, karena keputusan konsumsi untuk anak snagat dipengaruhi oleh daya beli (Sumarwan, 2007). Pada remaja yang memiliki uang saku, Insel et al (2006) dalam Wulandari (2007) menyatakan bahwa remaja yang telah diberi kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri cenderung memiliki kebebasan untuk memilih sesuka hatinya. Kebebasan memilih makanan ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi remaja. Dengan memiliki kebebasan untuk memilih sendiri makanannya, remaja cenderung untuk membeli apapun yang disukainya atau yang menarik menurut mereka, tanpa memperhatikan apakah makanan tersebut bergizi seimbang atau tidak. Pemilihan makanan yang salah pada akhirnya dapat berpengaruh pada status gizi mereka.

22 Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam menyerap dan memahami sesuatu (Apriadji, 1986). Tingkat pendidikan turut mempengaruhi pola konsumsi makan melalui cara pemilihan bahan makanan dalam hal kualitas dan kuantitas dibandingkan orang tua berpendidikan rendah (Hidayat, 1980 dalam Mariani, 2003) Menurut Ritchie (1979) dalam Mariani (2003) tingkat pendidikan erat berkaitan dengan pengetahuan atau informasi yang dimiliki. Sedangkan menurut Sedioetama (1987) dalam Mariani (2003) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai kesehatan dan gizi merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pola konsumsi. Pendidikan ibu akan mempengaruhi status gizi anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu cenderung memiliki anak berstatus baik. Tingkat pendidikan berkaitan atau sejalan dengan pengetahuan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi, semakin baik pula tingkat pemilihan bahan makanan. Anak dari ibu berpendidikan tinggi akan memiliki pertumbuhan baik. Hal ini disebabkan karena keterbukaan dalam menerima perubaha atau hal-hal baru berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan anak (Suroto, 1985 dalam Mariani, 2003) Pendapatan Orang Tua Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan berarti semakin baik kualitas dan kuantitas makanan yang diperoleh seperti membeli buah, sayuran dan aneka ragam jenis makanan (Berg, 1986). Selanjutnya dikatakan pertambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi makanan, karena walaupun banyak

23 34 pengeluaran untuk makanan tetapi belum tentu kuantitas dan kualitas bahan makanan yang dibeli lebih baik. Demikian juga pertambahan pendapatan walaupun meningkatkan pengeluaran belum tentu digunakan untuk membeli makanan. Hasil studi Hermanto,dkk (1996) dalam WNPG VI (1998), yang mengungkapkan pendapatan dan pendidikan kepala keluarga berpengaruh nyata pada perilaku konsumsi pangan rmah tangga. Dalam kaitannya dengan perilaku konsumsi makanan jadi data Susenas menunjukkan adanya kecenderungan konsumsi makanan jadi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di kota-kota besar seperti Jakarta, pengeluaran untuk makanan jadi (fast food) ini lebih besar yaitu sekitar seperempat dari total pengeluaran pangan Pengukuran Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan ststus gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa, 2002). Tujuan survei konsumsi makanan terbagi atas : 1. Tujuan umum Untuk mengetahui kebiasaan makan, gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat-zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor yang berepengaruh terhadap konsumsi makanan. 2. Tujuan khusus a. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok masyarakat b. Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu

24 35 c. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan d. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi e. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang beresiko tinggi mengalami kekurangan gizi f. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan, kesehatan dan gizi masyarakat Berdasarkan jenis data didapat, metode survei konsumsi makanan dibagi dua yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif antara lain : Metode pengkuran makanan bersifat kualitatif : 1. Metode frekuensi makanan (food frequency) 2. Metode dietary history 3. Metode telepon 4. Metode pendaftaran makanan (food list) Sedangkan metode kuantitatif antara lain : 1. Metode recall 24 jam 2. Perkiraan makanan (estimated food records) 3. Penimbangan makanan (food weighing) 4. Metode food account 5. Metode inventaris (inventory method) 6. Pencatatan (household food records)

25 36 Metode pengukuran konsumsi makanan individu antara lain : 1. Metode Food Recall 24 Jam Prinsip dari metode food recall 24 jam adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam lalu. Hal penting yang perlu diketahui pada food recall 24 jam adalah data yang diperoleh cenderung lebih kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa digunakan sehari-hari (Supariasa, 2002). Menurut Supariasa (2002) langkah-langkah pelaksanaan food recall 24 jam ialah : 1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga selama kurun waktu 24 jam yang lalu. 2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DGKA) atau angka kecukupan gizi (AKG) untuk Indonesia. Agar wawancara berjalan secara sistematis, perlu dipersiapkan kuesioner sebelumnya sehingga wawancara terarah menurut urutan waktu dan pengelompokkan bahan makanan. Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa makan pagi, siang, malam, snack serta makanan jajanan (Supariasa, 2002).

26 37 Pengukuran konsumsi makanan dengan recall apabila hanya dilakukan 1x24 jam tidak representatif sehingga recall seharusnya dilakukan berulang-ulang dengan hari yang tidak berturut-turut minimal dilakukan recall 2x24 jam. Metode recall memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah : - Mudah dilakukan - Cepat dan dapat mencakup banyak responden - Biaya murah karena tidak memerlukan tempat yang luas dan peralatan khusus - Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf - Dapat menghitung asupan makanan yang benar-benar dikonsumsi harian oleh responden. Diantara kelebihan penggunaan metode recall terdapat beberapa kekurangan, antara lain : - Bila recall dilakukan hanya 1 (hari) tidak dapat menggambarkan asupan makanan harian responden - Ketepatan metode ini tergantung dari daya ingat responden - Adanya flat slope syndrome, dimana terdapat kecenderungan responden yang kurus akan melaporkan konsumsinya lebih banyak dan responden yang gemuk melaporkan konsumsinya lebih sedikit. - Membutuhkan tenaga terlatih dan terampil dalam memperkirakan URT dan ketepatan alat bantu - Responden harusdiberikan penjelasan dan motivasi dari tujuan penelitian - Recall sebaiknya tidak dilakukan saat acara-acara besar seperti akhir pekan, upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain agar dapat mengetahui gambaran konsumsi makanan sehari-hari.

27 38 2. Metode perkiraan makanan (estimated food records) Dalam memperkirakan makanan yang dikonsumsi, responden mencatat semua jumlah makanan dan snack yang dikonsumsi dalam ukuran rumah tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran gram setiap kali makan. Jumlah hari dalam memperkirakan asupan makanan tergantung tujuan penelitian. Apabila penelitian bertujuan untuk meneliti rata-rata asupan kelompok maka 1 (satu) hari untuk 1 (satu) responden sudah memenuhi syarat (Gibson, 2005). Kelebihan metode food record ini adalah relatif murah dan cepat, lebih akurat, dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar dan diketahui konsumsi zat gizi sehari. Kekurangannya antara lain bisa menyebabkan beban bagi responden sehingga terkadang responden merubah kebiasaan makannya, tidak dapat digunakan untuk responden buta huruf dan tergantung kepada kejujuran dan kemampuan responden dalam memperkirakan jumlah konsumsi makanan (Supariasa, 2002). 3. Metode food Weighting (Penimbangan Makanan) Dalam metode ini, responden diminta untuk menimbang semua makanan dan snack yang dikonsumsi dalam periode waktu tertentu. Cara penyiapan makanan, detail penjelasan makanan dan merk makanan (jika diketahui) juga harus dicatat. Metode ini lebihn akurat untuk memperkirakan kebiasaan konsumsi makanan dan asupan gizi seseorang (Gibson, 2005). Kelebihan metode penimbangan makanan antara lain data yang didapat lebih teliti. Kekurangan metode ini antara lain butuh waktu dan biaya mahal, bila dilakukan dalam waktu lama maka responden dapat berubah kebiasaan makannya, tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil serta perlu kerjasama yang baik dengan responden (Supariasa, 2002).

28 39 4. Metode Dietary History Metode ini digunakan untuk memperkirakan kebiasaan asupan makanan dan pola makan individu yang umumnya dilakukan dalam jangka waktu lama sekitar 1 bulan. Metode ini memiliki 3 (tiga) komponen antara lain mewawancarai responden tentang kebiasaan pola makan keseluruhan dalam 24 jam terakhir yaitu waktu makan utama dana makan selingan, kedua adalah melakukan pengecekan ulang kuesioner dari jenis makanan tertentu yang dikonsumsi dan ketiga adalah subjek mencatatat konsumsi makanan di rumah selama 3 hari (Gibson, 2005). Kelebihan metode ini adalah murah, dapat memberikan gambaran konsumsi makan dalam waktu relatif panjang dan dapat digunakan di klinik gizi. Sedangkan kekurangan metode ini adalah membebankan responden dan pengumpul data, perlu tenaga terlatih, data lebih bersifat kualitatif, tidak cocok untuk sampel besar dan umumnya bagi makanan khusus saja (Supariasa, 2002). 5. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency) Food Frequency Questinnaire (FFQ) bertujuan untuk menilai frekuensi makanan dan berbagai jenis makanan dalam periode waktu tertentu. Metode ini dapat menjelaskan informasi kualitatif mengenai pola konsumsi makan seseorang (Gibson, 2005). Kelebiahan metode ini adalah murah dan sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan keterampilan khusus, dan dapat menghubungkan penyakit dengan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangan metode ini adalah tidak dapat menghitung asupan zat gizi, sulit mengembangkan kuesioner, perlu membuat percobaan pendahuluan, cukup menjemukan pewawancara dan responden harus jujur (Supariasa, 2002).

29 40 Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency) Menurut Supariasa (2002) langkah-langkah metode frekuensi makanan adalah : 1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi pengggunaannya dan ukuran porsinya. 2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumser-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula Dampak Gizi lebih Pada Remaja Dampak gizi lebih pada anak terhadap kesehatan pada umumnya lebih ringan jika dibandingkan dengan pada orang dewasa. Dampak gizi lebih/obesitas pada anak antara lain pertumbuhan dan perkembangan fisik yang lebih cepat matang. Pada anak perempuan, mereka mendapat menarche pada usia yang lebih dini. Umunya anak yang mengalami gizi lebih memiliki keterbatasan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, lebih senang menyendiri dan memuaskan dirinya dengan santai dan makan. Untuk kasus gizi lebih dengan derajat yang berat, biasanya disertai keluhan ganguan pernafasan, hipertensi, dermatitis atau eksema pada lipatan kulit menyebabkan bau badan yang tidak enak sehingga tidak disukai (Samsudin, 1993). Gizi lebih berkaitan dengan berbagai macam faktor antara lain daya beli yang cukup atau berlebihan, ketersediaan makanan berenergi tinggi dan rendah serat seperti berbagai jenis makanan modern yang sekarang banyak di kota-kota besar. Di samping itu defisiensi aktifitas fisik, pengetahuan tentang nilai gizi yang kurang, keturunan dan faktor hormonal juga merupakan penyebab gizi lebih. Dalam usaha

30 41 mencegah dan mengobati gizi lebih, pengetahuan tentang faktor penyebab munculnya kelebihan lemak tubuh akan sangat membantu (Harjadi dan Soejono, 1986). Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (1992) kegemukan atau gizi lebih memberikan beban psikologi bahkan memberikan penderitaan mental. Betapa banyak anak yang sering mendapat tekanan mental oleh sebab ejekan yang datang, oleh karena memiliki tubuh yang kegemukan. Tekanan inipun terasa pada masa remaja ataupun dewasa. Gizi lebih pada masa anak dan remaja 1,5-2 kali meningkatkan resiko gizi lebih seelah dewasa (Nicklas et al, 2001 dalam Wellis, 2003). Menurut Wang et al (2002) dalam Wellis (2003) gizi lebih pada awal masa kehidupan berhubungan dengan beberapa faktor resiko seperti penyakit jantung koroner dan prediksi terhadap kejadian hipertensi dan diabetes mellitus di masa dewasa.

31 42 Kerangka Teori Psikologi : Harga diri Citra diri Konflik psikis Konsep sehat Persepsi Biologis : Umur Jenis kelamin Status pertumbuhan Status kesehatan Keturunan Individu : Pengetahuan dan sikap : Pengetahuan gizi Sikap makan Praktek makan STATUS GIZI REMAJA Sosial Ekonomi : Tren makanan modern Nilai makanan Makanan yang tersedia Tren mode Pendapatan / Uang saku Pendidikan Kebiasaan makan Penggunaan Zat Gizi Tidak Efisien Perilaku Makan : Frekuensi makan Diet Meninggalkan makanan Kelainan Metabolik Aktivitas Tubuh : Mobilitas Menonton TV Rekreasi - Tidur Olahraga Kegiatan sekolah Gambar 2.1. Kerangka Teori Faktor-faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Remaja (Modifikasi Adiningsih, 2003 dan Apriadji, 1986)

32 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ini bertujuan untuk hubungan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food), aktivitas fisik dan faktor lainnya dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur. Penelitian ini memasukkan kerangka konsep dengan variabel independen adalah kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food), aktivitas fisik (waktu tidur malam, waktu menonton televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olah raga), pola konsumsi (konsumsi energi, karbohidrat, lemak dan protein), karakteristik remaja (jenis kelamin, pengetahuan gizi, uang saku) dan karakteristik orang tua (pendidikan ibu dan pendapatan orang tua). Sedangkan variabel dependennya adalah gizi lebih. Variabel variabel yang akan diteliti melalui penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : 43

33 44 Gambar 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji Modern (fast food), Aktifitas Fisik dan Faktor Lain Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Remaja SMU Sudirman di Jakarta Timur Tahun Kebiasaan Konsumsi Fast Food Aktivitas Fisik : Waktu tidur Waktu menonton TV, main komputer/main video games Kebiasaan olahraga Pola Konsumsi : Konsumsi energi Konsumsi karbohidrat Konsumsi lemak Konsumsi protein GIZI LEBIH REMAJA Karakteristik Remaja : Jenis kelamin Pengetahuan gizi Uang saku Karakteristik Orang Tua : Pendidikan ibu Pendapatan orang tua Variabel Independen Variabel Dependen

34 DEFINISI OPERASIONAL No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala 1 Gizi lebih Status gizi remaja yang diukur berdasarkan indeks antropometri yang dinyatakan dengan IMT yang disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin dengan cut of point > 85 pencentil Penimbangan berat badan tanpa alas kaki dab mengukur tinggi badan Timbangan injak scale standar (SECA) dengan tingkat ketelitian 0,1 kg dan microtoice 1. Gizi lebih, jika IMT 85 percentil 2. Gizi tidak lebih, jika IMT < 85 percentil (CDC, 2000) Ordinal 2. Frekuensi konsumsi fast food modern Banyaknya konsumsi fast food modern yang dikonsumsi oleh responden dalam satu minggu Form kuesioner diisi sendiri Kuesioner 1. Sering ( 2x /minggu) 2. Tidak sering (< 2x / minggu) (Khomsan, 2006 ) Ordinal 3. Lama tidur Rata-rata jumlah waktu yang digunakan untuk tidur dalam sehari Form kuesioner diisi sendiri Kuesioner 1. Lama (> median) 2. Sebentar ( median) Ordinal 4 Lama menonton televisi/main komputer dan video games Rata-rata jumlah waktu yang digunakan uantuk menonton televisi/main komputer dan video games dalam sehari Form kuesioner diisi sendiri Kuesioner 1. > 2 jam per hari 2. < 2 jam per hari (Gortmaker, 1986 dalam Wellis, 2003) Ordinal

35 46 5. Kebiasaan olah raga 7. Total asupan energi 8. Konsumsi karbohidrat 9 Konsumsi lemak 10 Konsumsi Protein Frekuensi anak melakukan olah raga dalam seminggu Jumlah energi yang dikonsumsi sehari dibandingkan dengan AKG Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi sehari dibandingkan dengan PUGS Jumlah lemak yang dikonsumsi sehari dibandingkan dengan PUGS Jumlah makanan yang dikonsumsi dalam satu hari dinyatakan sebagai total protein terhadap persentase AKG (energi) dari protein 10 Jenis kelamin Status gender responden dilihat dari keadaan fisiknya Form kuesioner diisi sendiri Wawancara dengan Recall 1 x 24 jam Wawancara dengan Recall 1 x 24 jam Wawancara dengan Recall 1 x 24 jam Wawancara dengan recall 1x24 jam Form kuesioner diisi sendiri Kuesioner Format isian recall Makanan Format isian recall Makanan Format isian recall Makanan Format isian recall makanan Kuesioner 1. Ringan(< 3 kali/minggu) 2. Berat ( 3 30 menit/latihan (Depkes, 2002) 1. Konsumsi Energi >AKG 2. Konsumsi energi AKG (WKNPG, 1998) 1. Konsumsi karbohidrat (> 60% energi total) 2. Konsumsi karbohidrat ( 60% energi total) (Depkes,2002) 1. Konsumsi lemak (> 30% energi total) 2. Konsumsi karbohidrat ( 30% energi total) (Soetjiningsih, 2004) 1.Konsumsi Protein > AKG 2.Konsumsi Protein AKG (WKNPG, 1998) 1. laki laki 2. Perempuan Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Nominal 11 Pengetahuan gizi Tingkat penguasaan responden terhadap pertanyaan mengenai ilmu gizi dasar yang meliputi pengertian makanan bergizi, menu seimbang, kandungan zat Form kuesioner diisi sendiri Kuesioner 1. Kurang (skor < 80%) 2. Baik (skor nilai 80%) (Khomsan, 2000) Ordinal

36 47 gizi makanan modern (fast food) 12 Uang saku Jumlah uang yang diterima responden setiap hari dari orang tua/wali diluar biaya sekolah 13 Pendapatan orang tua Rata-rata jumlah pendapatan ayah dan ibu dalam satu bulan Form kuesioner diisi sendiri Form kuesioner diisi sendiri Kuesioner Kuesioner 1. Besar : (jika uang saku dari median) 2. Kecil : (jika uang saku <dari median) (Suhartini, 2004) 1. Tinggi ( median) 2. Rendah (< median) Ordinal Ordinal 14 Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan formal terakhir yang telah diselesaikan oleh ibu dari responden Form kuesioner diisi sendiri Kuesioner 1. Rendah, bila SMA 2. Tinggi, bila > SMA (Kodyat, 1996) Ordinal

37 Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas maka hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Adanya hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun Adanya hubungan antara aktifitas fisik (waktu tidur, waktu menonton televisi/main komputer/video games dan kebiasaan olahraga) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun Adanya hubungan antara pola konsumsi (total konsumsi energi, konsumsi karbohidrat, konsumsi lemak dsn konsumsi protein) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakata Timur tahun Adanya hubungan antara karakteristik remaja (jenis kelamin, pengetahuan gizi dan jumlah uang saku) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB Soedirman di Jakarta Timur tahun Adanya hubungan antara karakteristik orang tua (pendidikan ibu dan pendapatan orang tua) dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain cross sectional karena pengambilan data

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Asrama Asrama UI adalah suatu penunjang fasilitas akademik bagi para mahasiswa UI yang merupakan tempat tinggal sementara bagi para mahasiswa yang membutuhkan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung dari pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebutuhan Gizi pada Balita Gizi (nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan berkembang, demikian pula dengan aspek sosial dan psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja

Lebih terperinci

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan KESEIMBANGAN ENERGI Jumlah energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebesar 1 kg sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Usia Dini Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal dan masa akhir kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua tahun sampai enam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2003). Keadaan gizi seseorang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Sekolah Menengah Atas Islam PB. Soedirman SMA Islam PB. Soedirman berdiri pada tahun 1971 dengan program yang tersedia adalah Ilmu Alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas yaitu terdapat penimbunan lemak yang belebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya obesitas ditentukan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas sehingga membutuhkan nutrisi yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi lebih adalah suatu keadaan berat badan yang lebih atau diatas normal. Anak tergolong overweight (berat badan lebih) dan risk of overweight (risiko untuk berat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa dewasa. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Balita 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Keadaan tersebut dapat dibedakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Usia ini merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik yang tinggal di

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Sulistiyani, M.Kes

Disampaikan oleh: Sulistiyani, M.Kes Disampaikan oleh: Sulistiyani, M.Kes 1 Kompetensi Dasar Setelah perkuliahan selesai diharapkan mahasiswa mampu: Menjelaskan pengertian penentuan status gizi dietetic Menyebutkan dan menjelaskan macam penentuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosssectional study dimana seluruh paparan dan outcome diamati pada saat bersamaan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak yang berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan tubuh. (1) Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat dengan drastis sehingga menempatkan masalah ini menjadi salah satu masalah yang perlu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fast food adalah makanan cepat saji yang disajikan secara cepat, praktis, dan waktu persiapannya membutuhkan waktu yang singkat serta rendah serat dan tinggi lemak.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Nurul Fikri Depok merupakan salah satu sekolah swasta yang cukup terkenal di Kota Depok, terletak di Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sekolah merupakan sumber daya manusia di masa depan sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )²

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )² BAB 4 METODOLOGI PENELITIP AN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini mengenai kebiasaan makan cepat saji (fast food modern), aktivitas fisik dan faktor lainnyaa dengan status gizi mahasiswa penghuni Asrama

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL. 29 Hubungan antara..., Wita Rizki Amelia, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 5 HASIL. 29 Hubungan antara..., Wita Rizki Amelia, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 5 HASIL 5.1 Gambaran Umum RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM) merupakan rumah sakit rujukan nasional yang melayani pasien dari seluruh wilayah Indonesia bahkan ada beberapa diantaranya adalah warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta

Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta Nanik Kristianti, Dwi Sarbini dan Mutalazimah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kegemukan bukanlah hal baru dalam masyarakat kita, bahkan 20 tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang kemakmuran. Bentuk tubuh yang gemuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi Balita Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2004). Sedangkan menurut Idrus dan Kunanto dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Pesantren di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah dimana mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend yang sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Overweight Overweight (kelebihan berat badan atau kegemukan) didefinisikan sebagai berat badan di atas standar. Pengertian lainnya overweight adalah kelebihan berat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight merupakan masalah kesehatan dunia dengan jumlah prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan periode rawan gizi. Hal ini disebabkan karena pada usia remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi, perubahan gaya hidup dan kebiasan makan remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Makan Makanan merupakan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua. Oleh karena itu perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah merupakan keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologi dan sosial

Lebih terperinci

(jenis kelamin), faktor lingkungan (jumlah anggota keluarga), faktor sosial ekonomi

(jenis kelamin), faktor lingkungan (jumlah anggota keluarga), faktor sosial ekonomi 57 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara faktor biologis (jenis kelamin), faktor lingkungan (jumlah anggota keluarga), faktor sosial

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional. Pemilihan lokasi SMA dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang (Suhardjo, 1989). Menurut Roedjito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1 20 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast BAB I PENDAHULUAN A. LARAR BELAKANG Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast foods) yang mengandung tinggi kalori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci