BAB II. sumber belajar, lingkungan belajar dan pendekatan pembeajaran yang digunakan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. sumber belajar, lingkungan belajar dan pendekatan pembeajaran yang digunakan."

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Matematika Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran merupakan kegiatan pokok untuk membantu peserta didik belajar dengan baik. Pembelajaran tidak semata guru dan peserta didik tetapi juga interaksi antara peserta didik dengan pihak lain seperti sumber belajar, lingkungan belajar dan pendekatan pembeajaran yang digunakan. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Selain itu, proses pembelajaran adalah proses interaksi seorang peserta didik dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman-teman sesama peserta didik (Suherman dkk, 2003). Pembelajaran adalah usaha sengaja yang terarah yang bertujuan untuk membantu seseorang memperoleh pengalaman yang bermakna (BNSP, 2006). Guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai materi yang diberikan sehingga mencapai tujuan yang ditentukan (aspek kognitif), mempengaruhi sikap peserta didik (aspek afektif) dan juga keterampilan peserta didik (aspek psikomotor). Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal (Sugihartono, 2007). 11

2 Mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menalar, mememecahkan masalah, menurunkan rumus dan menggunakannya merupakan fungsi dari matematika. Dalam mengembangkan kemampuan tersebut, guru memilih metode pembelajaran yang tepat yang dapat mendukung proses pembelajaran. Selain itu, guru diharapkan mampu mengatur dan menyusun komponen-komponen pembelajaran agar komponen yang satu dengan yang lain berkaitan dengan baik. Matematika sangat penting diajarkan di sekolah untuk mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Secara umum, tujuan pendidikan matematika digolongkan menjadi: a. Tujuan yang bersifat formal, yaitu menekankan pada penalaran dan membentuk kepribadian peserta didik. b. Tujuan yang bersifat material yaitu menekankan pada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika. (Soedjadi, 1994) Secara rinci tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut: a. Melatih kemampuan berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. b. Mengembangkan aktivitas dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. c. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. 12

3 d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. (Depdiknas: 2003) Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara peserta didik, pendidik, sumber belajar, lingkungan dan komponen pendukung lainnya sebagai usaha terarah yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan meningkatkan pengetahuan matematika. Dengan mempelajari matematika, peserta didik diharapkan dapat menguasai kompetensi yang telah ditetapkan dan dapat mengembangkan kemampuan matematis pada dirinya seperti kemampuan berpikir, bernalar, memecahkan masalah, dan menerapkan matematika dalam kehidupan nyata. 2. Efektivitas Pembelajaran Matematika Efektivitas berasal dari kata dasar efektif. Kata efektif berasal dari Bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau tepat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata efektif dapat diartikan ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); manjur atau mujarab (tentang obat); dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan); mulai berlaku (tentang undanngundang, peraturan) (Depdiknas, 2008). Efektivitas adalah suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh tujuan dapat tercapai (Sedarmayanti, 2006). Dalam konteks pembelajaran, kata efektivitas merujuk pada ketepatan metode pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas suatu pembelajaran ditinjau dari hubungan tertentu yang mengajar kelompok siswa tertentu, di dalam situasi tertentu, dalam upaya mencapai tujuan tertentu (Popham, 13

4 2003). Terdapat dua karakteristik efektivitas pembelajaran yaiu memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai seperti guru, pengawas, tutor, atau murid sendiri (Dunne, 1996). Ketepatan efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran tersebut. Terdapat empat aspek penting yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran yaitu (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan tingkat kesalahan, (2) kecepatan untuk kerja, (3) tingkat alih belajar, (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari (Reigeluth, 1983). Berdasarkan uraian di atas, efektivitas pembelajaran matematika adalah suatu keadaan yang menunjukkan keberhasilan tujuan pembelajaran matematika yang telah ditentukan. Pembelajaran dikatakan efektif apabila semua komponen berfungsi dan tujuan tercapai. Dalam penelitian ini pembelajaran matematika realistik dikatakan efektif apabila memenuhi kriteria ketuntasan yang ditetapkan yaitu 70 untuk kemampuan pemecahan masalah dan 56 untuk minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika. 3. Pembelajaran Matematika Realistik Pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pembelajaran matematika yang diadaptasi dari Realistic Mathematics Education yang dikembangkan di Belanda. Pembelajaran matematika realistik merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran matematika. Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pada pendapat Freudenthal yang menyatakan bahwa 14

5 matematika sebagai aktivitas manusia. Dari pernyataan tersebut, Freudenthal menekankan bahwa matematika sebaiknya disajikan dengan materi-materi yang memicu siswa melakukan aktivitas sehingga peserta didik tidak hanya menerima matematika sebagai produk jadi. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasikan pokok persoalan. Freudenthal menyatakan bahwa Mathematics is Human Activity yang berarti pembelajaran matematika berasal dari aktivitas manusia yang bertujuan untuk proses matematisasi (Suherman dkk, 2003). Istilah matematisasi dalam pembelajaran matematika adalah proses peningkatan dan pengembangan ide matematika secara bertahap (Gravemeijer, 1994). Secara umum, matematisasi dalam pembelajaran matematika realistik melibatkan dua proses utama yaitu generalisasi dan formalisasi (De Lange, 1996). Generalisasi berkaitan dengan pencairan pola dan hubungan, sedangkan formalisasi melibatkan pemodelan, simbol, skema, dan pendefinisian. Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya memanfaatkan realita dan lingkungan yang dialami oleh peserta didik untuk melancarkan proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik. Treffers membagi proses matematisasi menjadi dua (Hadi, 2005), yaitu : a. Matematisasi Horizontal Matematisasi horizontal adalah proses pembelajaran dengan masalah-masalah kontekstual dimana peserta didik mencoba menguraikan masalah tersebut menggunakan simbol dan bahasa sendiri (Hadi, 2005). Kemudian peserta didik 15

6 menyelesaikan masalah tersebut menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan peserta didik lain. b. Matematisasi Vertikal Dalam matematisasi vertikal, peserta didik memulai dengan mencoba menguraikan masalah-masalah nyata menggunakan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri dalam waktu yang lama. Matematisasi vertikal merupakan kegiatan yang menggunakan notasi matematika formal. Proses pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika realistik adalah menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari serta menerapkan suatu konsep berdasarkan kenyataan yang masuk akal, yang dapat dibayangkan, sehingga peserta didik dengan mudah memahami materi yang diberikan. Pembelajaran matematika realistik berlangsung secara interaktif, dimana peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori. Peserta didik aktif mengajukan pertanyaan kepada guru, memberikan alasan terhadap pertanyaan atau jawaban peserta didik lain, menyatakan setuju atau ketidaksetujuan terhadap jawaban peserta didik lain, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap hasil belajarnya. Pembelajaran ini membantu peserta didik memahami masalah sehingga siswa dengan mudah menyelesaikan masalahmasalah matematika tersebut. Pembelajaran matematika realistik berbeda dengan pembelajaran biasa yang berorientasi pada memberi informasi mengenai materi yang harus dipelajari dan melakukannya atau menggunakan matematika siap pakai untuk memecahkan masalah-masalah yang diberikan. Pembelajaran matematika realistik mengubah 16

7 pandangan siswa mengenai matematika yang abstrak menjadi matematika yang menyenangkan dan tidak membosankan. Dengan melibatkan masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, siswa akan lebih berpikir panjang mengenai manfaat matematika dalam kehidupan nyata. Dengan pembelajaran ini sekurang-kurangnya mengubah minat belajar siswa menjadi lebih positif dan proses pembelajaran lebih menarik. Treffers merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (Wijaya, 2012), yaitu : a. Penggunaan konteks Masalah kontekstual atau permasalahaan realistik digunakan sebagai titik fokus pembelajaran matematika. Konteks tidak harus masalah dunia nyata namun bisa berupa situasi, permainan, alat peraga selama hal tersebut masih bisa dibayangkan oleh siswa. b. Penggunaan model Penggunaan model dalam hal ini digunakan untuk melakukan matematisasi secara progresif. Model yang digunakan berfungsi sebagai alat penghubung pengetahuan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. c. Pemanfaatan hasil kontribusi siswa Mengacu pada pendapat dari Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai produk jadi yang siap dipakai tetapi dengan memberikan materi yang digunakan sebagai pemicu aktivitas siswa dalam menemukan konsep- 17

8 konsep dalam matematika maka dalam Pendidikan Matematika Realistik siswa sebagai sumber belajar. d. Interaktifitas Proses belajar merupakan proses sosial dimana terdapat interaksi terhadap siswa dan siswa, guru dan siswa atau siswa dengan lingkungan. Proses belajar akan menjadi lebih bermakna ketika siswa saling berkomunikasi, bertukar pendapat mengenai hasil kerja, dan mengkomunikasikan gagasan mereka. e. Keterkaitan Banyak konsep dalam matematika yang memiliki keterkaitan dengan topik lainnya. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan secara terpisah kepada siswa. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan dapat mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika yang lain secara bersamaan. Berdasarkan lima karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu kegiatan pembelajaran matematika yang mematematikakan realita dan merealitakan matematika. Pendekatan ini menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari (informal) dengan konsep formal matematika yang dilakukan dengan metode yang sesuai dengan lingkungan pembelajaran agar siswa lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajarinya. 4. Pembelajaran Ekspositori Dalam penelitian ini, pembelajaran ekspositori adalah metode pembelajaran yang sering digunakan guru. Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari 18

9 pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dalam pembelajaran ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui pembelajaran ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Pembelajaran ekspositori dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek kerja kelompok. Dalam penelitian ini guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1 Sewon menggunakan pembelajaran ekspositori dengan metode ceramah. Metode ceramah adalah salah satu cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa (Sanjaya, 2006). Penjelasan guru secara langsung dapat membantu siswa memahami materi yang diajarkan. Kegiatan pada pembelajaran dengan metode ceramah lebih didominasi oleh guru dan siswa lebih cenderung pasif. Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sekelompok siswa yang pada umumnya pasif (Syah, 2000). Dapat disimpulkan bahwa ceramah adalah salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sekumpulan orang di dalam ruangan. Dalam hal ini, guru sebagai penceramah dan siswa sebagai pendengar. Metode ceramah dalam proses pembelajaran seharusnya tidak bisa dikatakan sebagai metode pembelajaran yang salah. Setiap metode pembelajaran yang digunakan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode pembelajaran ceramah dapat dikreasikan sehingga proses pembelajaran yang dilakukan lebih 19

10 menyenangkan. Jika diaplikasikan dengan baik dan guru memiliki keterampilan dalam mengajar sehingga pembelajaran tidak membosankan, metode ini dapat memudahkan siswa mengikuti pelajaran, mendapatkan informasi mengenai suatu pokok atau persoalan tertentu, dan meningkatkan minat belajar siswa serta dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan memuaskan. Kelebihan metode ceramah (Sanjaya, 2006), yaitu : a. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah b. Ceramah dapat menyajikan materi secara luas c. Dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditekankan sesuai kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai d. Guru dapat mengontrol kelas e. Lebih sederhana Sementara itu kelemahan dalam metode ceramah (Sanjaya, 2006), yaitu : a. Materi yang dikuasai siswa terbatas b. Jika dilakukan terlalu sering akan membuat siswa merasa bosan mengikuti pelajaran tersebut c. Sulit mengetahui secara pasti seberapa jauh siswa memahami materi yang disampaikan Pada penelitian ini, pembelajaran ekspositori terdiri atas tiga tahap utama, yaitu: a. Pendahuluan Pada tahap pendahuluan, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyiapkan siswa. Selain itu, guru juga bertugas untuk memotivasi siswa untuk 20

11 belajar. Agar siswa fokus terhadap pembelajaran, maka juga diperlukan apersepsi dengan menggunakan materi yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Sementara itu, pada tahap ini siswa lebih banyak pasif dan hanya bertugas untuk mendengarkan penjelasan dari guru b. Kegiatan Inti Pada tahap ini, guru memresentasikan materi pembelajaran seperti yang telah direncanakan. Guru juga memberi contoh soal dan penyelesaiannya. Pada tahap ini tugas siswa adalah menyimak informasi yang diberikan kepada guru dan bertanya apabila belum jelas. Selain itu, siswa juga mengerjakan soal latihan agar memiliki pengalaman menyelesaikan soal menggunakan materi yang dijelaskan oleh guru. Secara garis besar, kegiatan inti dibagi menjadi tiga tahap yang sistematis, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. c. Penutup Pada tahap ini, guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. Peran siswa pada tahap ini adalah menyimpulkan apa saja yang dipelajari selama satu kali pelajaran yang telah dialui. Dari uraian di atas, terlihat bahwa pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan pada proses deduksi. Pada proses pembelajaran, guru adalah hal yang sangat penting karena pembelajaran lebih cenderung berpusat kepada guru yang memberikan pelayanan yang sama kepada setiap siswa. 5. Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang penting. Dari proses pembelajaran dan penyelesaiannya, siswa diharapkan 21

12 memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Suatu masalah biasanya memuat situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya (Suherman dkk, 2003). Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikan tanpa menggunakan cara, dan prosedur yang rutin. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dan direspon tetapi tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan menjadi masalah jika dalam pertanyaan itu terdapat tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin yang sudah diketahui. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan menentukan model untuk menyelesaikan masalah (BNSP: 2006). Pemecahan masalah merupakan aplikasi dari konsep dan keterampilan (Abdurrahman, 2003). Pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa konsep dan keterampilan dalam situasi baru atau situasi yang berbeda. Kemampuan pemecahan masalah berkaitan dengan kemampuan siswa dalam membaca dan memahami bahasa cerita soal, menyajikan soal cerita dalam model matematika, merencanakan perhitungan dari model matematika, serta menyelesaikan perhitungan dari soal-soal yang tidak biasa. Pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematika membutuhkan komunikasi matematika yang baik, dengan adanya interaksi yang seimbang antara siswa dengan siswa, atau siswa dengan guru. 22

13 Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan siswa dalam memilih strategi pembelajaran dan menyelesaikan persoalan yang ada dalam matematika. Kemampuan pemecahan masalah sangat bermanfaat dalam proses pembelajaran matematika. Oleh karena itu, pemecahan masalah merupakan bagian integral dari pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh (Permendikbud Nomor 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi). Terdapat empat langkah yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah (Polya, 1973), yaitu : a. Memahami masalah Kegiatan yang dapat dilakukan dalam memahami masalah adalah apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui, apakah informasi yang didapatkan cukup, kondisi apa yang harus dipenuhi, dan menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional. b. Merencanakan pemecahannya Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiiki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian. c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana 23

14 Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat untuk mendapatkan penyelesaian. d. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya. Pada penelitian ini, langkah-langkah yang digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali jawaban yang telah ditentukan oleh siswa. Dengan langkah-langkah tersebut, siswa akan lebih memahami pelajaran matematika dengan baik dan dapat mengevaluasi diri seberapa jauh mereka paham mengenai materi yang telah diajarkan. 6. Minat Belajar Minat sangat berpengaruh pada perkembangan belajar siswa. Dengan adanya minat seseorang akan melakukan sesuatu hal yang kiranya akan menghasilkan sesuatu bagi dirinya. Kata minat secara etimologi berasal dari bahasa inggris interest yang berarti kesukaan, perhatian (kecenderungan hati pada sesuatu), keinginan. Minat berkaitan dengan perasaan dan ketertarikan seseorang. Perasaan senang seseorang terhadap sesuatu akan menimbulkan minat yang didukung oleh sikap positif. Begitu pula sebaliknya, perasaan tidak senang akan menghambat seseorang dalam belajar karena tidak menimbulkan sikap positif dan tidak menunjang minat belajar seseorang. Jadi dalam proses belajar siswa harus mempunyai minat atau kesukaan untuk mengikuti kegiatan belajar yang 24

15 berlangsung, karena dengan adanya minat akan mendorong siswa untuk menunjukan perhatian, aktivitasnya dan partisipasinya dalam mengikuti belajar yang berlangsung. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 2010). Siswa yang menaruh minat pada bidang tertentu, maka ia akan berusaha lebih keras dalam menekuni bidang tersebut. Kegiatan yang diminati siswa akan diperhatikan terus-menerus dan akan dilakukan dengan rasa senang tanpa ada paksaan. Minat belajar adalah suatu penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Seseorang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tertentu (Djamarah, 2002). Minat belajar adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu yang ingin dicapai (Syah, 2006). Minat mengarahkan siswa mencapai prestasi dalam bidang yang ia tekuni. Dengan keinginan yang tinggi, siswa akan lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran dan terus berusaha dalam mencapai tujuannya. Jika seorang guru ingin berhasil dalam melakukan kegiatan belajar mengajar maka ia harus dapat memberikan rangsangan kepada siswa agar berminat dalam mengikuti proses belajar mengajar tersebut. Apabila siswa sudah berminat mengikuti pelajaran, maka ia akan dapat mengerti dengan mudah dan tidak merasa tersiksa mengikuti pelajaran tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah kecenderungan yang mengarahkan manusia terhadap keinginan yang tinggi tanpa ada paksaan dari siapapun untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kualitas 25

16 pengetahuan. Minat siswa dalam suatu pelajaran akan menimbulkan gairah untuk mengikuti pelajaran tersebut dan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Siswa yang berminat dalam belajar adalah sebagai berikut (Slameto, 2010): a. Perasaan suka dan senang b. Ketertarikan siswa c. Perhatian siswa d. Keterlibatan siswa Ada beberapa cara untuk meningkatkan minat belajar mahasiswa, cara tersebut antara lain (Sardiman, 2007) : a. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan b. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau c. Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik d. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar. Peran guru sangat berpengaruh pada daya minat siswa dalam suatu pembelajaran. Hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam membangkitkan minat belajar siswa antara lain (Sardiman, 2007) : a. Menarik perhatian siswa Perhatian siswa muncul karena adanya rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu itu perlu mendapat rangsangan, sehingga siswa akan memberikan perhatian selama proses pembelajaran. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang melalui hal-hal yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontadiktif atau kompleks. Hal-hal tersebut jika 26

17 dimasukkan dalam rencana pembelajaran yang telah dibuat guru dapat menstimulus rasa ingin tahu siswa. b. Membuat tujuan yang jelas Setelah siswa tertarik untuk belajar jelaskan kepada siswa kompetensi dasar (KD) yang akan dicapai. Dengan adanya KD yang jelas siswa akan berusaha untuk mencapai KD tersebut. Adapun tujuan yang jelas tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1) memberikan alasan yang kuat mengapa siswa harus melakukan sesuatu sehubungan dengan KD tersebut, 2) menghubungkan materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan terpelihara apabila siswa menganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang, 3) jelaskan harapanharapan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan dan saat memulai mengajar, jelaskan pula apa yang diharapkan dari siswa, dan 4) gunakan tanda-tanda, bahasa tubuh yang meyakinkan, dan semangat yang luar biasa terhadap apa yang diajarkan. c. Akhiri pelajaran dengan berkesan Hal ini perlu dilakukan agar materi yang disampaikan akan teringat terus serta siswa akan terus mempelajarinya. Hal yang dapat dilakukan untuk mengakhiri pelajaran dengan berkesan, yaitu: (1) perhatikan waktu untuk menutup pelajaran, (2) tekankan pada siswa untuk hening selama beberapa detik untuk mengendapkan informasi yang baru saja diterima, (3) mintalah kepada siswa untuk menuliskan kembali semua yang sudah mereka pelajari, dan (4) tugaskan siswa untuk membuat ringkasan secara lisan (5) kaitkan kegiatan penutup dengan kegiatan pembukanya 27

18 7. Segiempat dan Segitiga Dalam kurikulum 2013, materi segiempat dan segitiga diberikan kepada siswa kelas VII pada semester genap. Materi ini membahas mengenai jenis-jenis segiempat, sifat-sifat segitiga, keliling segiempat dan segitiga, luas segiempat dan segitiga, penyelesaian masalah yang berkaitan dengan segiempat dan segitiga, cara melukis segitiga dan bangun tidak beraturan. Kompetensi Dasar pada materi Segiempat dan Segitiga adalah 1.1) Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, 2.1) Menunjukkan sikap logis, kritis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah, 3.6) Mengidentifikasi sifat-sifat segi empat dan segitiga dan menggunakannya untuk menentukan keliling dan luas, dan 4.7) Menyelesaikan permasalahan nyata yang terkait penerapan sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar genjang, belah ketupat, dan layang-layang. a. Segiempat Segiempat adalah bangun datar yang memiliki empat sisi dan empat titik sudut. Beberapa jenis bangun datar yang tergolong sebagai bangun datar segiempat, antara lain trapesium, jajar genjang, layang-layang, persegi panjang, persegi, dan belah ketupat. 1) Trapesium Trapesium adalah segiempat yang memiliki tepat satu pasang sisi yang berhadapan sejajar. Sifat-sifat trapesium, yaitu: (1) memiliki empat sisi; (2) memiliki empat sudut; (3) memiliki sepasang sisi sejajar; dan (4) jumlah keempat 28

19 sudutnya adalah 360 o. Jenis-jenis trapesium antara lain trapesium sembarang, trapesium sama kaki, dan trapesium siku-siku. 2) Jajar Genjang Jajar genjang adalah segiempat dengan sisi-sisinya yang berhadapan sejajar dan sama panjang. Sifat-sifat dari jajargenjang adalah sebagai berikut: (1) sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang, (2) sudut yang berhadapan sama besar, (3) keempat sudutnya tidak siku-siku; (4) jumlah sudut-sudut yang berdekatan adalah ) Layang-layang Layang-layang merupakan segiempat yang memiliki dua pasang sisi yang berdekatan sama panjang. Sifat-sifat bangun layang-layang adalah sebagai berikut: (1) memiliki dua pasang sisi yang sama panjang, (2) memiliki memiliki dua sudut berhadapan sama besar, (3) memiliki dua diagonal yang saling berpotongan tegak lurus. 4) Persegi Panjang Persegi panjang merupakan jajar genjang yang salah satu besar sudutnya 90. Sifat-sifat dari persegi panjang adalah sebagai berikut: (1) mempunyai empat sisi, terdiri atas dua pasang sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar, (2) keempat sudutnya sama besar yaitu 90 ; (3) mempunyai dua diagonal sama panjang. 5) Persegi Persegi adalah jajar genjang yang panjang sisinya sama panjang dan besar sudutnya 90. Sifat-sifat dari persegi yaitu: (1) mempunyai empat sisi sisi yang 29

20 sama panjang; (2) keempat sudutnya sama besar yaitu 90 ; (3) mempunyai dua diagonal sama panjang. 6) Belah Ketupat Belah ketupat merupakan jajar genjang yang panjang sisinya sama panjang. Sifat-sifat dari bangun belah ketupat adalah sebagai berikut (1) memiliki 4 sisi sama panjang; (2) memiliki 4 sudut, dua sudut yang berhadapan sama besar, (3) diagonaldiagonalnya saling membagi dua sama panjang dan tegak lurus. b. Segitiga Segitiga adalah bidang datar yang dibatasi oleh tiga garis lurus dan membentuk tiga sudut. Jenis-jenis segitiga : 1) Jenis segitiga ditinjau dari panjang sisi-sisinya: a) Segitiga sama kaki, terbentuk dari dua segitiga siku-siku kongruen yang diletakkan bersisian dan berimpit pada sisi siku-siku yang sama panjang. b) Segitiga sama sisi, segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. c) Segitiga sembarang, segitiga yang ketiga sisinya tidak sama panjang. 2) Jenis segitiga ditinjau dari sudut-sudutnya. Jika ditinjau dari besar sudutnya, ada tiga jenis segitiga sebagai berikut : a) Segitiga yang ketiga sudutnya lancip disebut segitiga lancip. Segitiga lancip adalah segitiga yang ketiga sudutnya merupakan sudut lancip, sehingga sudut-sudutnya yang terdapat pada segitiga tersebut besarnya kurang dari 90. b) Segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku disebut segitiga siku-siku. 30

21 Segitiga siku-siku adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku (besarnya 90 ). c) Segitiga yang salah satu sudutnya tumpul disebut segitiga tumpul. Segitiga tumpul adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut tumpul yang besarnya lebih dari 90 dan kurang dari ) Jenis segitiga ditinjau dari panjang sisi-sisi dan besar sudutnya : Ada dua jenis segitiga jika ditinjau dari panjang sisi dan besar sudutnya sebagai berikut : a) Segitiga siku-siku sama kaki Segitiga siku-siku sama kaki adalah segitiga yang kedua sisinya sama panjang dan salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku. b) Segitiga tumpul sama kaki Segitiga tumpul sama kaki adalah segitiga yang kedua sisinya sama panjang dan salah satu sudutnya merupakan sudut tumpul. 31

22 Kerangka Berpikir Pembelajaran Matematika Realistik Pembelajaran Ekspositori Kemampuan Pemecahan Masalah Minat Belajar Matematika Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Matematika merupakan ilmu universal dan salah satu mata pelajaran wajib yang perlu diajarkan. Matematika memiliki peranan penting dalam kemajuan daya pikir manusia guna menghadapi perkembangan teknologi di Indonesia. Oleh karena itu, penguasaan matematika perlu dibina sejak dini untuk menguasai teknologi di masa depan. Pembelajaran Matematika Realistik efektif Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Minat Belajar Siswa Salah satu pendekatan dalam proses pembelajaran yang banyak dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari serta menerapkan suatu konsep berdasarkan kenyataan yang masuk akal dan dapat dibayangkan oleh siswa adalah Pembelajaran Matematika Realistik. Untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan minat belajar siswa, dibutuhkan strategi pembelajaran yang baru, menarik, menyenangkan dan dapat mendukung siswa mengembangkan kemampuannya 32

23 dalam memecahan masalah. Dengan penelitian ini, diharapkan pembelajaran matematika realistik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan minat belajar siswa. Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nestiyani Uswatun Khasanah pada tahun 2016 dengan judul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Strategi Realistic Mathematics Education Berbasis Group Investigation. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan strategi Realistic Mathematics Education berbasis Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas VIII B SMP Muhammadiyah 7 Surakarta. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Reni Wahyuni pada tahun 2016 yang berjudul Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII C MTs Diniyah Puteri Pekanbaru. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Romli pada tahun 2014 yang berjudul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Motivasi Belajar dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan RME dapat 33

24 dijadikan satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan motivasi belajar siswa. Perumusan Hipotesis 1. Pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 2. Pembelajaran matematika realistik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 3. Pembelajaran matematika realistik lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 4. Pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari minat belajar matematika siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 5. Pembelajaran matematika realistik efektif ditinjau dari minat belajar matematika siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 6. Pembelajaran matematika realistik lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari minat belajar matematika siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 34

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi belajar diartikan

BAB II KAJIAN TEORI. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi belajar diartikan BAB II KAJIAN TEORI A. Prestasi Belajar Matematika 1. Pengertian Prestasi Belajar Para ahli memberikan pengertian prestasi belajar yang berbeda-beda. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787), prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika 2.1.1.1 Kemampuan Kemampuan secara umum diasumsikan sebagai kesanggupan untuk melakukan atau menggerakkan segala potensi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERCAYA DIRI 1. Pengertian percaya diri Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pertama kali dikembangkan oleh Pizzini tahun

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (PTK Di SD Negeri 3 Mojopuro, Wuryantoro Kelas III Tahun Ajaran 2009/2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele 1 Wahyudi, 2 Sutra Asoka Dewi 1 yudhisalatiga@gmail.com 2 sutrasoka@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami sesuatu apabila siswa tersebut mengerti tentang sesuatu itu tetapi tahap mengertinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa ada daya tarik terhadap hasil

BAB I PENDAHULUAN. ada rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa ada daya tarik terhadap hasil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keaktifan siswa sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar karena dapat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Siswa diharapkan aktif dalam belajar

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE JURNAL Disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu mempunyai sifat khusus yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai peranan menjadikannya sebagai ilmu yang sangat penting dalam pembentukan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif. 12 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Suatu pendidikan yang berlangsung di sekolah yang paling penting adalah kegiatan belajar. Ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori Pada kajian teori menjelaskan tentang teori-teori yang akan dijadikan dasar dalam penelitian ini. Pembahasan teori ini meliputi konsep matematika, fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), design (perancangan), development (pengembangan), implementation (implementasi),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH SISWA KELAS V SD N TULUSREJO DAN SD N KALIREJO, GRABAG, PURWOREJO SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Efektivitas dapat dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu menghadapi berbagai tantangan dan mampu bersaing. Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Matematika juga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara pembaca. Oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hakekat Matematika Istilah matematika berasal dari Bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata matematika juga diduga erat hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di sekolah dasar (SD) merupakan salahsatu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan sebagian besar kehidupan adalah berhadapan dengan masalah. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means,

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means, BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran MEA a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means, ends dan analysis. Means berarti banyaknya cara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi tantangan era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan kerjasama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Realistic Mathematics Education (RME) yang di Indonesia dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah bahasa universal untuk menyajikan gagasan atau pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan terjadinya multitafsir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan. Peranannya dalam berbagai disiplin ilmu dan pengembangan daya nalar manusia sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar diartikan, Sebagai perubahan pada individu-individu yang terjadi melalui pengalaman, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan kelak. Ini berakibat poses pembelajaran matematika harus

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan kelak. Ini berakibat poses pembelajaran matematika harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, matematika memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Matematika merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika. Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap.

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika. Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap. 10 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap. 1. Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut Baird (dalam Cahyati : 2009),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dengan berpikir kritis, ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dengan berpikir kritis, ilmu pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu wujud dari kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dengan berpikir kritis, ilmu pengetahuan akan semakin berkembang

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Lampiran B3 DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI UNTUK SISWA SMP KELAS VII SEMESTER GENAP UNTUK AHLI MATERI 1. Kelayakan Isi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka Pada bab II kajian pustaka ini terkait dengan variabel penelitian, variabel hasil belajar matematika sebagai variabel terikat, pembelajaran matematika realistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usaha menguasai dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK) diperlukan amber daya manusia yang berkemampuan tinggi. Wadah kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya, proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami hambatan pendengaran. Adanya hambatan pendengaran tersebut menimbulkan dampak terhadap perkembangan pada berbagai

Lebih terperinci

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2 KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Matematika. : SMP/MTs. : VII s/d IX /1-2 Nama Guru

Lebih terperinci

50 LAMPIRAN NILAI SISWA SOAL INSTRUMEN Nama : Kelas : No : BERILAH TANDA SILANG (X) PADA JAWABAN YANG DIANGGAP BENAR! 1. Persegi adalah.... a. Bangun segiempat yang mempunyai empat sisi dan panjang

Lebih terperinci

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia nomor 65 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang diciptakan harus mampu mengembangkan dan mencapai kompetensi setiap matapelajaran sesuai kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Penalaran adalah suatu proses atau aktifitas berpikir untuk menarik kesimpulan membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Matematika Para ahli _naeaclefinisikan tentang matematika antara lain; Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi (Sujono, 1988);

Lebih terperinci

47

47 46 47 48 49 50 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah Mata Pelajaran : SD Laboratorium Kristen Satya Wacana : Matematika Kelas / Semester : V/ 2 Materi Pokok : Sifat sifat bangun datar Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Resgiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Resgiana, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya semua siswa akan mengalami kesulitan walaupun mereka telah mengeluarkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk belajar. Pengetahuan dan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ranah pendidikan merupakan bidang yang tak terpisahkan bagi masa depan suatu bangsa. Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran di sekolah dasar merupakan pembelajaran yang diciptakan agar siswa menjadi aktif dan senang dalam belajar. Pembelajaran adalah proses interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut dengan proses humanisasi. Proses humanisasi ini tidak diperoleh dengan begitu saja,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengembangan Bahan Ajar a. Bahan ajar Menurut Depdiknas (2006: 4) bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan suatu bangsa dan negara. Dengan adanya pendidikan maka akan tercipta suatu

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A -USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Menurut Munandar (1999:47), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S 1 Pendidikan Matematika. Oleh : DARI SUPRAPTI A

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S 1 Pendidikan Matematika. Oleh : DARI SUPRAPTI A PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF QUESTIONS STUDENTS HAVE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA TENTANG KELILING DAN LUAS PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI (PTK pada Siswa

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. A. 1. Jadwal Penelitian

LAMPIRAN A. A. 1. Jadwal Penelitian LAMPIRAN A A. 1. Jadwal Penelitian 131 JADWAL PENELITIAN Kelas Eksperimen 1 Kegiatan Pembelajaran Kelas Eksperimen 2 Selasa, 11 April 2017 Pretest Kamis, 13 April 2017 Kamis, 13 April 2017 Pertemuan 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku yang relatif. Dalam proses ini perubahan tidak terjadi secara sekaligus tetapi terjadi secara bertahap tergantung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori 1. Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Wayan Memes (2000), mendefinisikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Pendidikan Matematika Realistik... PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Siti Maslihah Abstrak Matematika sering dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit bagi siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi yang dapat diajarkan kepada peserta didik melalui pembelajaran matematika disebut komunikasi matematis. Komunikasi dalam matematika memang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini, tantangan yang dihadapi generasi muda semakin berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Model Pembelajaran Anchored Instruction, Pembelajaran Ekspositori, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Sikap 1. Model Pembelajaran Anchored Instruction Model pembelajaran

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pembelajaran Matematika a. Belajar Ilmu yang dimiliki oleh setiap orang merupakan hasil dari belajar, belajar untuk mengkonstruksi konsep dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengerti tentang konsep dasar matematika. Matematika menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. dan mengerti tentang konsep dasar matematika. Matematika menjadi salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang mata pelajaran yang luas cakupannya dan mencakup beberapa kompetensi yang menjadikan siswa dapat memahami dan mengerti tentang

Lebih terperinci

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK SISWA KELAS VIII SEMESTER I Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Realistic Mathematics Education (RME) 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pengertian belajar dalam kamus besar B. Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut fontana (Erman Suhaerman,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Minat Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam belajar. Apabila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) Model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum SDN Mangunsari 06 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SDN Mangunsari 06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Alamat

Lebih terperinci

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika PRISMA 1 (2018) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika Wulida Arina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Nasution (2010), memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Hasil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menciptakan proses pembelajaran yang baik maka perlu adanya suatu tujuan yang jelas. Tujuan dalam kegiatan pembelajaran yaitu menciptakan suasana belajar yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Diskrip Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan komponen utama dalam matematika khususnya dalam pemecahan masalah (Bergqvist dkk, 2006). Senada dengan Bergqvist,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu negara ditentukan oleh masyarakatnya karena produk dari pendidikan itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan bagian terpenting dalam pendidikan. Karena ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses pendidikan terdapat

Lebih terperinci