BAB II PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL"

Transkripsi

1 BAB II PRINSIP PERLAKUAN YANG SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Perkembangan Regulasi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment) di Indonesia Di masa pemerintahan orde lama, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Pemerintahan orde baru berusaha untuk menata kembali perekonomian Indonesia yang porak poranda. Langkah awal yang ditempuh pemerintah dalam rangka memperbaiki perekonomian nasional antara lain adalah dengan menerbitkan Undang - Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan kemudian mengalami perubahan dan penambahan yang diatu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun Selanjutnya dalam rangka mendorong investasi dan untuk melindungi kepentingan nasional serta meningkatkan kesejahteraan rakyat ditetapkan kebijakan untuk membatasi kegiatan penanaman modal asing sebgaimana yang ditetapkan dalam keputusan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang perubahan kebijakan landasan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Dalam Pasal 9 ketetapan MPRS tersebut menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi terutama berarti mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan organisasi dan manajemen.

2 Pengaturan penanaman modal dalam negeri menyusul pada tahun 1968, yaitu melalui Undang - Undang No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Kedua undang - undang tersebut menjadi tonggak dari sejarah kegiatan penanaman modal di Indonesia setelah Indonesia merdeka. 35 Kebijakan pemerintah di masa orde baru yang membuka pintu terhadap masuknya pihak asing bagi pemulihan ekonomi Indonesia pasca kebijakan ekonomi tertutup yang dianut rezim orde lama, telah memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan sistem hukum di Indonesia. Pemerintah di masa orde baru memiliki pandangan yang lebih akomodatif terhadap penanaman modal asing Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti pinjaman dari luar negeri. 36 Hal ini dikarenakan selain menghasilkan devisa secara langsung bagi negara, kegiatan penanaman modal secara langsung menghasilkan manfaat yang sangat signifikan bagi negara tujuan penanaman modal (host country) karena sifatnya yang permanen/jangka panjang. 37 Keadaan ekonomi Indonesia menjadi sangat terpuruk pada saat Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997 yang berakibat luas. Atas dasar hal tersebut dan dalam rangka pemenuhan program pembangunan dibidang investasi, pada tahun 35 Kikay Ipien, Arah Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia, dalam diakses pada tanggal 11 Juli Yulianto Ahmad, Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5, Tahun 2003, hlm Asmin Nasution, Transparansi dalam Penanaman Modal, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm 1.

3 2007 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang didalamnya sedapat mungkin mengakomodasi kebijakan-kebijakan investasi yang bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang berdaya saing global. 38 Dalam meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara negara satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Memasuki arena pasar global tentunya harus disertai persiapan yang matang dan terintegrasi terlebih lagi jika ingin mengundang investor asing. 39 Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung (Foreign Direct Investment) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan. Dibandingkan dengan protofolio, investasi langsung (Foreign Direct Investment) lebih banyak mempunyai kelebihan. Selain sifatnya yang permanen/jangka panjang, penanaman modal asing memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, dan membuka lapangan kerja baru Kikay Ipien, Arah Kebijakan Penanaman Modal Asing di Indonesia, dalam diakses pada tanggal 11 Juli Freddy Roeroe, Batam Komitmen Setengah Hati, (Jakarta : Aksara Karunia, 2003), hlm Pandji Anoraga, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing, (Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlml 46.

4 Dalam rangka untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan kegiatan penanaman modal di Indonesia maka diperlukan ketentuan dafar bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan bidang di persyaratan modal, serta ketentuan tersebut juga sebagai pelaksanaan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 41 Menurut Peraturan presiden Nomor 39 Tahun 2014 menyebutkan bahwa bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. 42 B. Pokok-Pokok Aturan Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal 1. Tujuan dan Asas Penanaman Modal Pada Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal bahwa penanaman mpdal diselenggarakan dengan tujuan, antara lain untuk: Deby Selina Panjaitan, Pemerintah Menerbitkan Daftar Negatif Investasi Terbaru, diakses tanggal 11 Juli Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. 43 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

5 a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. menciptakan lapangan kerja; c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan tujuan, pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal, di dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan bahwa penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut: 44 a. Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam kegiatan penanaman modal. b. Keterbukaan, yaitu asas yang terbuka atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. c. Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan 44 Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

6 kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, yaitu asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari negara asing lainnya. e. Kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. f. Efisiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. g. Berkelanjutan, yaitu asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun untuk masa datang. h. Berwawasan lingkungan, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. i. Kemandirian, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

7 j. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah, dalam kesatuan ekonomi nasional. 2. Bidang Usaha Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan tiga golongan bidang usaha. Ketiga golongan bidang usaha itu, meliputi: 45 a. Bidang usaha terbuka; b. Bidang usaha tetutup;dan c. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik. 46 Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal. 47 Di dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi: 48 1) Produksi senjata; 45 Salim HS & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007), hlm Ibid. 47 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal 48 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op. cit. hlm 55

8 2) Mesiu; 3) Alat peledak; 4) Peralatan perang; 5) Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undangundang. Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 telah diatur rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu: 49 1) Budidaya Ganja 2) Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) 3) Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam. 49 Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

9 4) Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt) 5) Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri 6) Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: a. halon dan lainnya b. penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldrin, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC) 7) Industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia (sarin, soman, tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll.) 8) Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat 9) Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang 10) Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor 11) Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor 12) Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran 13) Vassel Traffic Information System (VTIS) 14) Jasa pemanduan lalu lintas udara 15) Manejemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit 16) Museum pemerintah 17) Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb) 18) Pemukiman/lingkungan adat

10 19) Monumen 20) Perjudian/Kasino. Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan terutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni 1. Objek ziarah, seperti: tempat peribadatan, petilasan, dan makam; 2. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi; 3. Industri siklamat dan sakarin. Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut. 50 Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu,dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus Salim H.S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hlm Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

11 Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal 3. Fasilitas Pada dasarnya investor, baik investor domestik maupun investor asing yang menanamkan investasi di Indonesia diberi berbagai kemudahan melalui pemberian berbagai fasilitas. Pemberian fasilitas atau kemudahan-kemudahan tersebut dapat dilihat pada Bab X mulai dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Fasilitas penanaman modal diberikan kepada penanaman modal yang: 52 a. melakukan perluasan usaha; atau b. melakukan penanaman modal baru. Dalam memberi fasilitas penanaman modal kepada investor, pemerintah tidak memberikan begitu saja. Sebab pemerintah telah menyusun kriteria-kriteria investor yang berhak mendapatkan fasilitas penanaman modal dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Kriteria investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal ditentukan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun Ada sepuluh kriteria dari investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal. Kriteria itu meliputi: menyerap banyak tenaga kerja; 2. termasuk skala prioritas tinggi; 52 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op. cit., hlm Ibid

12 3. termasuk pembangunan infrastruktur; 4. melakukan alih teknologi; 5. melakukan industri pionir; 6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu; 7. menjaga kelestarian lingkungan hidup; 8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi; 9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; atau 10. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri Apabila salah satu kriteria itu telah dipenuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun invesstor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan berikut ini: Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto. 2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bias diproduksi dalam negeri. 3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu. 4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Penghasilan (PPN) atas impor barang modal; 54 Ibid., hlm 274

13 5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. 6. Keringanan PBB. 7. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan. 8. Fasilitas hak atas tanah. 9. Fasilitas pelayanan keimigrasian. 10. Fasilitas perizinan impor. 4. Perizinan Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 55 Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undangundang. 56 Izin sebagaimana dimaksud diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu. 57 Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 56 Undang-Undang Penanaman Modal, Op. cit., Pasal 25 ayat (4). 57 Ibid., Pasal 25 ayat (5). 58 Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

14 PTSP di bidang penanaman modal bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan non-perizinan. 59 Ruang lingkup PTSP di bidang penanaman modal mencakup pelayanan untuk semua jenis perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal yang diperlukan untuk melakukan kegiatan penanaman modal. 60 PTSP di bidang penanaman modal diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. 61 Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah dilaksanakan oleh BKPM. 62 Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal: 63 a. Kepala BKPM mendapat Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang dari Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; dan 59 Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 60 Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal 61 Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 62 Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal 63 Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

15 b. Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota yang mengeluarkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal dapat menunjuk Penghubung dengan BKPM. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal terdiri atas: 64 a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi; b. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi: 1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi; 2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional; 3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; 4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional; 5. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan 6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang. 64 Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

16 Kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini diperkuat lagi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kewenangan BKPM telah ditentukan dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditentukan bahwa koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Koordinasi kebijakan penanaman modal, meliputi koordinasi: Antar instansi pemerintah; 2. Antar instansi pemerintah dengan bank indonesia; 3. Antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah; dan 4. Koordinasi antar pemerintah daerah Tugas dan fungsi BKPM ditentukan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tugas dan fungsi BKPM adalah: Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal; 2. Mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal; 3. Menetapkan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal; 4. Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dan memberdayakan badan usaha; 65 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op. cit., hlm Ibid., hlm

17 5. Menyusun peta penanaman modal indonesia; 6. Mempromosikan penanaman modal; 7. Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal; 8. Membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal; 9. Mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah indonesia; 10. Mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu; dan 11. Melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. 67 Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah provinsi dilaksanakan oleh PDPPM. 68 Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang 67 Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal 68 Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

18 Penanaman Modal, Gubernur memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah provinsi kepada kepala PDPPM. 69 Urusan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, meliputi: 70 a. Urusan pemerintah provinsi di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundangundangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi; dan b. Urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat (PDKPM) adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten/kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah kabupaten/kota.dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 69 Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal 70 Pasal 11 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

19 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Bupati/Walikota memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada kepala PDKPM. 71 Urusan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, meliputi: 72 a. Urusan pemerintah kabupaten/kota di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota; dan b. Urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota. Jenis perizinan penanaman modal, antara lain: 73 a. Pendaftaran Penanaman Modal; b. Izin Prinsip Penanaman Modal; c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; d. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal; 71 Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal 72 Pasal 12 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 73 Pasal 13 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.

20 e. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Penggabungan Perusahaan f. Penanaman Modal (merger) dan Izin Usaha Perubahan; g. Izin Lokasi; h. Persetujuan Pemanfaatan Ruang; i. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); j. Izin Gangguan (UUG/HO); k. Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah; l. Tanda Daftar Perusahaan (TDP); m. Hak atas tanah; n. Izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal. Pendaftaran penanaman modal, yang selanjutnya disebut pendaftaran adalah bentuk persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal. 74 Permohonan pendaftaran penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh penanam modal untuk mendapatkan persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal. 75 Permohonan pendaftaran disampaikan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, PTSD PDKPM sesuai kewenangannya Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal 75 Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal 76 Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

21 Permohonan pendaftaran dapat diajukan oleh: 77 a. Pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing b. Pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing bersama dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; c. Perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha Indonesia lainnya. Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, dengan menggunakan formulir pendaftaran, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan bukti diri pemohon: 78 a. Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah negara lain; b. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing; 77 Pasal 33 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal 78 Pasal 33 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

22 c. Rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk badan usaha asing; d. Rekaman KTP yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia; e. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia; f. Rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia; g. Permohonan pendaftaran ditandatangani di atas materai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum); h. Surat kuasa asli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan; i. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir h diatur dalam Pasal 63 peraturan ini. Pendaftaran diterbitkan dalam 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar. 79 Izin prinsip penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam 79 Pasal 33 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

23 pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal. 80 Permohonan izin prinsip penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin dari pemerintah dalam memulai kegiatan penanaman modal. 81 Permohonan izin prinsip bagi perusahaan penanaman modal asing yang bidang usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan ke PTSP BKPM dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM. 82 Permohonan izin prinsip sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi persyaratan sebagai berikut: 83 a. bukti diri pemohon 1. Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran; 2. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya; 80 Pasal 1 angka 14 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal 81 Pasal 1 angka 13 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal 82 Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 83 Pasal 34 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

24 3. Rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari Mentri Hukum dan HAM; 4. Rekamanan nomor pokok wajib pajak (NPWP). b. keterangan rencana kegiatan, berupa: 1. uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram ulir (flow chart); 2. uraian kegiatan usaha sektor jasa. c. rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan; d. permohonan izin prinsip disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM; e. permohonan yang secara tidak langsung disampaikan oleh direksi perusahaan PTSP BKPM harus dilampiri surat kuasa asli; f. ketentuan tentang surat kuasa sebagaiman dimaksud pada butir e diatur dalam Pasal 63 peraturan ini. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, diterbitkan izin prinsip dengan tembusan kepada: 84 a. Menteri Dalam Negeri; b. Menteri Keuangan; c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum; 84 Pasal 34 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

25 d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan; e. Menteri Negara Lingkungan Hidup [bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra); g. Gubernur Bank Indonesia; h. Kepala Badan Pertanahan Nasional (bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan); i. Duta Besar Republik Indonesia di negara asal penanam modal asing; j. Direktur Jenderal Pajak; k. Direktur Jenderal Bea dan Cukai; l. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; m. Gubernur yang bersangkutan; n. Bupati/walikota yang bersangkutan; o. Kepala PDPPM; p. Kepala PDKPM Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar. 85 Permohonan izin prinsip untuk penanaman modal dalam negeri diajukan oleh: Pasal 34 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 86 Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

26 a. perseorangan warga negara Indonesia; b. Perseroan Terbatas (PT) dan/atau perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; c. Commanditaire Vennootschap (CV), atau Firma (Fa), atau usaha perseorangan; d. Koperasi; e. Yayasan yang didirikan oleh warga negara Indonesia/perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; atau f. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah. Permohonan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan oleh pemohon ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, PTSP PDKPM sesuai kewenangannya dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM. 87 Permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi persyaratan sebagai berikut: 88 a. Bukti diri pemohon: 87 Pasal 35 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 88 Pasal 35ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

27 1. Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran; 2. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya untuk PT, CV, Fa, atau rekaman anggaran dasar bagi badan usaha koperasi; 3. Rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari menteri hukum dan ham atau pengesahan anggaran dasar badan usaha koperasi oleh instansi yang berwenang; 4. Rekaman KTP untuk perseorangan; 5. Rekaman NPWP. b. Keterangan rencana kegiatan, berupa: 1. Uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart); 2. Uraian kegiatan usaha sektor jasa. c. Rekomendasi dari instansi pemerintah terkait apabila dipersyaratkan; d. Permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh pemohon ke ptsp sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilampiri surat kuasa asli; e. Ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir d diatur dalam pasal 63 peraturan ini. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, diterbitkan izin prinsip dengan tembusan kepada: Pasal 35 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

28 a. Menteri Dalam Negeri; b. Menteri Keuangan; c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum; d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan; e. Menteri Negara Lingkungan Hidup [bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)]; f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra); g. Gubernur Bank Indonesia; h. Kepala Badan Pertanahan Nasional (bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan); i. Direktur Jenderal Pajak; j. Direktur Jenderal Bea dan Cukai; k. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; l. Gubernur yang bersangkutan; m. Bupati/walikota yang bersangkutan; n. Kepala BKPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP PDPPM dan PTSP PDKPM);

29 o. Kepala PDPPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP BKPM dan PTSP PDKPM); dan/atau p. Kepala PDKPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP BKPM dan PTSP PDPPM). Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar. 90 Izin prinsip perluasan penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip perluasan, adalah izin untuk memulai rencana perluasan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal. 91 Permohonan izin prinsip perluasan penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin dari pemerintah dalam memulai rencana perluasan penanaman modal. 92 Permohonan izin prinsip perluasan, diajukan dengan menggunakan formulir izin prinsip perluasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan: 93 a. Rekaman izin usaha, bila diperlukan; b. Rekaman akta pendirian dan perubahannya, dilengkapi dengan pengesahan dari departemen hukum dan ham; 90 Pasal 35 ayat (5) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 91 Pasal 1 angka 16 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 92 Pasal 1 angka 15 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 93 Pasal 36 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

30 c. Keterangan rencana kegiatan berupa: 1. Uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart); 2. Uraian kegiatan usaha sektor jasa. d. Rekaman izin prinsip dan/atau perubahannya; e. Dalam hal terjadi perubahan penyertaan modal dalam perseroan yang mengakibatkan terjadinya perubahan persentase saham antara asing dan indonesia dalam modal perseroan atau terjadi perubahan nama dan negara asal pemegang saham, perusahaan harus menyampaikan: 1. Kesepakatan perubahan komposisi saham antara asing dan indonesia dalam perseroan yang dituangkan dalam risalah rapat umum pemegang saham (RUPS)/ keputusan sirkular yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham dan telah dicatat (waarmerking) oleh Notaris atau rekaman pernyataan Keputusan Rapat /Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, yang memenuhi ketentuan Pasal 21 dan Bab IV Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dilengkapi dengan bukti pemegang saham baru 2. Kronologis penyertaan dalam modal perseroan sejak pendirian perusahaan sampai dengan permohonan terakhir. f. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LPKM); g. Permohonan izin prinsip perluasan: 1. Disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM sesuai kewenangannya;

31 2. Permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM harus dilampiri surat kuasa; 3. Ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatur dalam Pasal 63. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan izin prinsip perluasan dengan tembusan kepada pejabat instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) bagi penanaman modal asing dan Pasal 35 ayat (4) bagi penanaman modal dalam negeri. 94 Izin prinsip perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar. 95 Izin prinsip perubahan penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip perubahan adalah izin untuk melakukan perubahan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin prinsip/izin prinsi perluasan sebelumnya. 96 Penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dapat mengubah: 97 a. ketentuan bidang usaha termasuk jenis dan kapasitas produksi, dan/atau; b. penyertaan modal dalam perseroan; c. jangka waktu penyelesaian proyek. 94 Pasal 36 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 95 Pasal 36 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 96 Pasal 1 angka 18 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 97 Pasal 37 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

32 Permohonan izin prinsip perubahan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasl 37 ayat (1), dengan menggunakan formulir izin prinsip perubahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM dan dilengkapi persyaratan: 98 a. Rekaman izin prinsip penanaman modal yang dimohonkan perubahannya; b. Rekaman akta pendirian dan perubahannya; dilengkapi dengan pengesahan dari departemen hukum dan ham; c. Untuk perubahan bidang usaha (jenis/kapasitas produksi) dilengkapi dengan: 1. Keterangan rencana kegiatan, berupa uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart); 2. Rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan. 3. Untuk perubahan penyertaan dalam modal perseroan (persentase kepemilkan saham asing) dilengkapi dengan: 1. Kesepakatan para pemegang saham tentang perubahan persentase saham antara asing dan Indonesia dalam perseroan yang dituangkan dalam bentuk rekaman Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/ Keputusan Sirkular yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham dan telah dicatat (waarmerking) oleh Notaris atau rekaman pernyataan Keputusan Rapat /Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, yang 98 96Pasal 42 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

33 memenuhi ketentuan Pasal 21 dan Bab IV Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dilengkapi dengan bukti pemegang saham baru; 2. Kronologis penyertaan dalam modal perseroan sejak pendirian perusahaan sampai dengan permohonan terakhir; 3. Khusus untuk perusahaan terbuka (Tbk), permohonan dilengkapi dengan persyaratan sesuai ketentuan perundangan di pasar modal. d. Untuk perubahan jangka waktu penyelesaian proyek dilengkapi dengan alas an perubahan; e. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LPKM) periode terakhir; f. Permohonan izin prinsip penanaman modal: 1. Disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM sesuai kewenangannya; 2. Permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM harus dilampiri surat kuasa; 3. Ketentuan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatur dalam Pasal Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan izin prinsip perubahan penanaman modal dengan tembusan kepada pejabat Instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) bagi penanaman modal asing dan Pasal 35 ayat (4) bagi penanaman modal dalam negeri.97 Izin prinsip perubahan penanaman modal diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak

34 diterimanya permohonan yang lengkap dan benar. 99 Izin usaha adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial baik produksi barang maupun jasa sebagai pelaksanaan atas pendaftaran/izin prinsip/persetujuan penanaman modalnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral. 100 Perusahaan penanaman modal yang telah memiliki pendaftaram/izin prinsip/surat persetujuan penanaman modal harus memperoleh izin usaha untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan produksi/operasi komersial, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral. 101 Perusahaan penanaman modal yang telah memiliki izin prinsip perluasan/surat persetujuan perluasan penanaman modal, harus memperoleh izin usaha perluasan untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan operasi/produksi komersial atas proyek perluasannya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral. 102 Perusahaan penanaman modal dalam negeri yang tidak memerlukan fasilitas dan tidak memiliki pendaftaran penanaman modal diwajibkan mengajukan permohonan izin usaha pada saat melakukan produksi komersial. 103 Perusahaan penanaman modal yang masing-masing telah memiliki izin usaha dan 99 Pasal 42 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 100 Pasal 1 angka 22 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 101 Pasal 44 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 102 Pasal 44 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 103 Pasal 44 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

35 kemudian melakukan penggabungan perusahaan (merger) langsung mengajukan permohonan izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal (merger) Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,selama, dan sesudah masa kerja. 105 Sesuai dengan pasal 10 sebagimana tercantum bahwa: 106 (1) Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia. (2) Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perusahaan-perusahaan baik nasional maupun asing wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan yang diperlukan belum dapat diisi dengan tenaga kerja bangsa indonesia, dalam hal mana dapat 104 Pasal 44 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman 105 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 106 Pasal 10 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

36 digunakan tenaga ahli warga negara asing dan lain menurut penggunaan tenaga kerja warga negara asing penduduk Indonesia harus memenuhi ketentuanketentuan Pemerintah Kewajiban-Kewajiban Penanam Modal Perubahan pemilikan modal dari perusahaan nasional yang mengakibatkan kurang dari presentase modalnya sekurang-kurangnya 51% dari pada modal dalam negeri yang ditanam yang didalamnya milik negara dan/atau swasta nasional, wajib dilaporkan kepada instansi yang memberikan izin usaha dan jika hal ini tidak dilaporkan dalam waktu tiga bulan, maka izin usahanya dicabut Penyelesaian Sengketa Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasaannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tersebut menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisahn atau sengketa. Sengketa dapat diselesaikan dengan cara-cara formal yang berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negoisasi dan mediasi. 109 C. Perlakuan Sama dalam Kegiatan Penanaman Modal Perlakuan yang sama berdasarkan MFN. Prinsip MFN ini diatur dalam article 1 GATT 1994 berdasarkan prinsip ini, suatu kebijakan perdagangan antara Negara-negara anggota harus dilakukan atas dasar non diskriminasi artinya semua 107 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, Pasal Ibid, Pasal Debora, Peyelesaian Sengketa, dalam diakses tanggal 11 Juli 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 111 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Investasi atau Penanaman Modal

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Investasi atau Penanaman Modal BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Investasi atau Penanaman Modal Istilah hukum investasi berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu investment of law. Dalam peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK (SPP) PENANAMAN MODAL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

STANDAR PELAYANAN PUBLIK (SPP) PENANAMAN MODAL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA STANDAR PELAYANAN PUBLIK (SPP) PENANAMAN MODAL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WAKTU 1 Pendaftaran 1 Datang ke Gerai P2T 1. 11 Tahun 2009 tentang tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa Penanaman Modal

Lebih terperinci

Bentuk Permohonan Izin Prinsip Perubahan PERMOHONAN IZIN PRINSIP PERUBAHAN

Bentuk Permohonan Izin Prinsip Perubahan PERMOHONAN IZIN PRINSIP PERUBAHAN Bentuk Permohonan Izin Prinsip Perubahan PERMOHONAN IZIN PRINSIP PERUBAHAN LAMPIRAN IX PERATURAN KEPALA BKPM NOMOR : TAHUN 2009 TANGGAL : Permohonan IZIN PRINSIP PERUBAHAN ini diajukan kepada Kantor Pelayanan

Lebih terperinci

BAB II POKOK-POKOK PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA

BAB II POKOK-POKOK PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA BAB II POKOK-POKOK PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA A. Pengertian, Bentuk-bentuk dan Manfaat Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 1/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.507, 2009 BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN,

Lebih terperinci

PERMOHONAN IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL

PERMOHONAN IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL PERMOHONAN IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERUBAHAN PENANAMAN MODAL

PERMOHONAN PERUBAHAN PENANAMAN MODAL LAMPIRAN II-A PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL Bentuk Permohonan Perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang: a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I-A PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL Bentuk Permohonan Izin Prinsip/Izin

Lebih terperinci

Published by SWACIPTA CONSULTING

Published by SWACIPTA CONSULTING LAMPIRAN I-A PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL Bentuk Permohonan Izin Prinsip/Izin

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERUBAHAN PENANAMAN MODAL

PERMOHONAN PERUBAHAN PENANAMAN MODAL LAMPIRAN II-A PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL Bentuk Permohonan Perubahan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL JAKARTA

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Bentuk Permohonan Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal PERMOHONAN IZIN PRINSIP/IZIN PRINSIP PERLUASAN PENANAMAN MODAL

Bentuk Permohonan Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal PERMOHONAN IZIN PRINSIP/IZIN PRINSIP PERLUASAN PENANAMAN MODAL LAMPIRAN I-A PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL Bentuk Permohonan Izin Prinsip/Izin

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 17 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah, penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA CARA JENIS PERIZINAN DAN NON PERIZINAN. I. Ketentuan dan Persyaratan Perizinan dan Non Perizinan Bidang Penanaman Modal

PEDOMAN DAN TATA CARA JENIS PERIZINAN DAN NON PERIZINAN. I. Ketentuan dan Persyaratan Perizinan dan Non Perizinan Bidang Penanaman Modal LAMPIRAN PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR : TANGGAL : TENTANG : PEDOMAN DAN TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN PADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KOTA BOGOR. PEDOMAN

Lebih terperinci

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ENDE, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

CHECKLIST BERKAS APLIKASI PERMOHONAN IZIN PRINSIP PERLUASAN PENANAMAN MODAL/ PERLUASAN USAHA PENANAMAN MODAL. Nama Perusahaan

CHECKLIST BERKAS APLIKASI PERMOHONAN IZIN PRINSIP PERLUASAN PENANAMAN MODAL/ PERLUASAN USAHA PENANAMAN MODAL. Nama Perusahaan Nama Perusahaan CHECKLIST BERKAS APLIKASI PERMOHONAN IZIN PRINSIP PERLUASAN PENANAMAN MODAL/ PERLUASAN USAHA PENANAMAN MODAL : Permohonan : Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal/Perluasan Usaha Penanaman

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB II PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA. A. Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal

BAB II PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA. A. Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BAB II PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA A. Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERMOHONAN IZIN PRINSIP/IZIN PRINSIP PERLUASAN PENANAMAN MODAL

PERMOHONAN IZIN PRINSIP/IZIN PRINSIP PERLUASAN PENANAMAN MODAL PERMOHONAN IZIN PRINSIP/IZIN PRINSIP PERLUASAN PENANAMAN MODAL Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL PANSUS 15 DES 2011 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2. Bentuk Perubahan Pendaftaran Penanaman Modal

2. Bentuk Perubahan Pendaftaran Penanaman Modal 2. Bentuk Perubahan Pendaftaran Penanaman Modal PERMOHONAN PERUBAHAN PENDAFTARAN PENANAMAN MODAL Permohonan ini disampaikan kepada DPMPTSP Provinsi, DPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, atau PTSP KEK* untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA CARA JENIS PERIZINAN DAN NON PERIZINAN. I. Ketentuan dan Persyaratan Perizinan dan Non Perizinan Bidang Penanaman Modal

PEDOMAN DAN TATA CARA JENIS PERIZINAN DAN NON PERIZINAN. I. Ketentuan dan Persyaratan Perizinan dan Non Perizinan Bidang Penanaman Modal LAMPIRAN PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR : 45 TAHUN 2017 TANGGAL : 4 September 2017 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN WALI KOTA TENTANG PEDOMAN DAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL, DAN PENDELEGASIAN KEWENANGAN PERIZINAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. c. WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PENUNJUK PENANAMAN MODAL

PENUNJUK PENANAMAN MODAL PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi Aceh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BAUBAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG 0 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN BERINVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT. A. Ketentuan Umum Penanaman Modal di Indonesia

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT. A. Ketentuan Umum Penanaman Modal di Indonesia 28 BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT A. Ketentuan Umum Penanaman Modal di Indonesia 1. Prinsip-Prinsip dalam Penyelenggaraan Penanaman Modal Untuk mempercepat pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci