Achmad Subeqan( ) Matematika FMIPA-ITS. Dosen Pembimbing: 1. Dra.Sri Suprapti H, MSi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Achmad Subeqan( ) Matematika FMIPA-ITS. Dosen Pembimbing: 1. Dra.Sri Suprapti H, MSi"

Transkripsi

1 ABSTRAK SOLUSI GELOMBANG BERJALAN UNTUK PERSAMAAN SCHRÖDINGER DENGAN PENUNDAAN TERDISTRIBUSI Achmad Subeqan( ) Matematika FMIPA-ITS Dosen Pembimbing: 1. Dra.Sri Suprapti H, MSi 2. Drs.IGN Rai Usadha, MSi Tugas akhir ini dikhususkan untuk mempelajari gelombang berjalan dari persamaan schrodinger nonlinier dengan penundaan terdistribusi berdasarkan penggunaan teori pertubasi singular geometri, teori diferensial manifold dan analisis pertubasi reguler untuk sistem hamiltonian. Berdasarkan asumsi bahwa kernel penundaan terdistribusi adalah besar dan rata-rata penundaanya kecil, pertama diinvestigasi eksistensi solusi gelombang soliter berdasarkan teori diferensial manifold.kemudian dengan menggunakan analisis pertubasi reguler untuk sistem hamiltonian, kita mengeksplorasi solusi gelombang berjalan secara periodik. Visualisasi solusi gelombang berjalan yang telah diperoleh diwujudkan dalam simulasi dengan menggunakan matlab. Berdasarkan simulasi terlihat bahwa solusi gelombang berjalan terjadi pada dua kasus yaitu saat c=0 maka didapatkan solusi gelombang homoklinik. Kemudian saat( c>0 dan c<0) solusi yang dihasilkan adalah gelombang berjalan secara periodik. Kata kunci: NLS dengan penundaan terdistribusi, gelombang berjalan, pertubasi reguler, pertubasi singular geometri, diferensial manifold, sistem hamiltonian. 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan Schrödinger diajukan pada tahun 1925 oleh fisikawan Erwin Schrödinger ( ). Persamaan ini pada awalnya merupakan jawaban dari dualitas partikelgelombang yang lahir dari gagasan de Broglie yang menggunakan persamaan kuantisasi cahaya Planck dan prinsip fotolistrik Einstein untuk melakukan kuantisasi pada orbit elektron. Selain Schrödinger dua orang fisikawan lainnya yang mengajukan teorinya masing-masing adalah Werner Heisenberg dengan Mekanika Matriks dan Paul Dirac dengan Aljabar Kuantum. Ketiga teori ini merupakan tiga teori kuantum lengkap yang berbeda dan dikerjakan terpisah namun ketiganya setara. Teori Schrödinger kemudian lebih sering digunakan karena rumusan matematisnya yang relatif lebih sederhana. Meskipun banyak mendapat kritikan persamaan Schrödinger telah diterima secara luas sebagai persamaan yang menjadi postulat dasar mekanika kuantum. Penerapan persamaan Schrödinger pada sistem fisis memungkinkan kita mempelajari sistem tersebut dengan ketelitian yang tinggi. Penerapan ini telah memungkinkan perkembangan teknologi saat ini yang telah mencapai tingkatan nano. Penerapan ini juga sering melahirkan ramalan-ramalan baru yang selanjutnya diuji dengan eksperimen. Penemuan positron yang merupakan anti materi dari elektron adalah salah satu ramalan yang kemudian terbukti. Perkembangan teknologi dengan kecenderungan alat yang semakin kecil ukurannya pada gilirannya akan menempatkan persamaan Schrödinger sebagai persamaan sentral seperti halnya yang terjadi pada persamaan Newton selama ini. Persamaan Schrödinger telah diterapkan di berbagai bidang fisika- matematika, seperti optik nonlinier, sistem kuantum partikel banyak, fisika plasma, superkonduktivitas dan mekanika kuantum. Persamaan Solusi gelombang berjalan ini dan berbagai generalisasi telah dipelajari secara luas untuk waktu yang lama. 1

2 Pada tugas akhir ini dikhususkan untuk mempelajari gelombang berjalan persamaan Schrödinger nonlinear dengan penundaan terdistribusi dengan menerapkan teori perturbasi ksingular geometri, teori diferensial manifold dan analisis pertubasi reguler untuk sistem Hamiltonian. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Persamaan schrodinger nonlinier dengan penundaan terdistribusi Persamaan Schrödinger nonlinear (NLS) + + = 0...(2.1) keterangan : = 1. U: fungsi bernilai kompleks dari ruang koordinat x t : waktu α : koefisien dispersi β: koefisien Landau,. =. : konjugasi kompleks U. Untuk mengatasi adanya solusi gelombang berjalan dengan tundaan secara teoritis menggunakan persamaan Schrödinger nonlinear + + = 0,...(2.2) < < +, < < + dimana: : respon jangka penundaan nonlinier dan pengaruh parameter τ > 0, f *U konvolusi didefinisikan sebagai, =,...(2.3) Karena U adalah fungsi bernilai kompleks, kernel f dapat didefinisikan sebagai fungsi bernilai kompleks, yaitu kernel f yang memenuhi asumsi normalisasi = 1, 0,,...(2.4) Penundaan terdistribusi dengan besar dan rata-rata untuk kernel keterlambatan f (t) didefinisikan =. Biasanya kita menggunakan kernel penundaan terdistribusi Gamma = 1! dimana k> 0 dan konstanta n adalah bilangan bulat, dengan tundaanya= n / k> 0. Kemudian, besar harus memiliki nilai mendekati nol. Untuk contoh yaitu dua kasus = 1 = 1 = 1 = 2 Diasumsikan bahwa kernel keterlambatan f (t) terdistribusi dari sistem memiliki bentuk =...(2.5) dimana parameter w> Gelombang berjalan Gelombang adalah suatu gangguan dari keadaan setimbang yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain (Young & Freedman, 1996:593). Sistem gelombang mempunyai fungsi gelombang yang menggambarkan perpindahan satu partikel dalam medium. Gelombang merambat dengan membawa energi. Sebagai contoh, cahaya membawa energi dari benda ke mata kita agar bisa diamati, atau gelombang radio pada telepon seluler membawa energi dari BTS ke terminal kita supaya suatu pesan bisa disampaikan. Gelombang yang berjalan juga memiliki kecepatan (yang terbatas). Untuk merambat dari satu titik ke titik 2

3 yang lain, cahaya merambat dengan kecepatan m/detik. Gelombang juga memiliki sifat linieritas, artinya gelombang dengan frekuensi berlainan bisa saling melewati tanpa terjadi interferensi. Kecepatan gerak P diperoleh dari turunan persamaan (2.6), dengan demikian bisa dituliskan = 0...(2.7) yang selanjutnya akan memberikan kecepatan fasa terhadap fungsi y = = /...(2.8) Gambar 2.1 Perubahan sinusoidal dalam ruang dan waktu dari suatu gelombang monokromatis Suatu gelombang sinusoidal yang bergerak ke arah +x (sumbu-x positif) dinyatakan secara matematis sebagai:, = +...(2.6) Dimana: A: amplitudo gelombang T: perioda temporal gelombang λ: panjang gelombang φ o : fasa awal/acuan. Secara spasial dan temporal, suatu gelombang monokromatis akan berubah menurut pola sinusoid, seperti dilukiskan apda Gb.2.1.Untuk pengamatan pertama, ambil titik tertentu pada gelombang, misalnya titik P pada Gb.2.2. Pada titik ini sudut fasanya bernilai 2π (dengan asumsi φ o = 0 ). Selanjutnya kita amati pergerakan titik pada sudut fasa 2π ini. Maka untuk sudut fasa tetap ini akan berlaku = 2 konstan Sedangkan frekuensi f diperoleh dari nilai resiprokal dari perioda temporal T =...(2.9) Disamping frekuensi, dikenal pula frekuensi radian ω dan konstanta frase. = a = /...(2.10b) Sehingga kecepatan fasa terhadap p dapat dinyatakan = = /sec...(2.11) Secara umum, gelombang yang merambat pada sumbu-x dapat dinyatakan sebagai, = (arah sumbu x positif), = + (arah sumbu x negatif) 2.3 Teori perturbasi singular geometri Lemma (Teorema Perturbasi Singular geometri). =,,. =,,...(2.12) Dimana :, dan adalah parameter nyata. f,g adalah. di set dimana I interval terbuka yang bernilai 0. Gambar 2.2 Pergeseran posisi fasa konstan Diasumsikan untuk = 0, sistem normal, manifold hiperbolik kompak dimana set,, 0 = 0. manifold dikatakan normal hiperbolik jika linierisasi dari lemma diatas pada setiap titik di memiliki nilai 3

4 eigen l tepatnya pada sumbu imajiner = 0. kemudian untuk setiap 0 < < + jika > 0 tapi cukup kecil, ada manifold. 2.4 Teori Diferensial Manifold Geometri diferensial merupakan studi terhadap persoalan-persoalan geometri yang dibahas dengan menggunakan konsep analisis. Secara lebih mendalam, Klein mendefinisikannya sebagai studi sifat-sifat invarian dari manifold diferensiabel terhadap transformasi difeomorfisme. Obyek utama dalam riset geometri diferensial adalah manifold diferensiabel dan berbagai medan tensor di dalamnya. Maka untuk memahami geometri diferensial dan aplikasinya dalam fisika, kita mutlak harus memahami dahulu apa itu manifold diferensiabel Persamaan Manifold diferensial Persamaan Diferensial Manifold(J. Carr, 1981:35), = 2 4 2, = = Bagian pertama adalah solusi terintegrasi sepanjang, pada dimensi manifold stabil salah satu sistem asal = dengan > 0 untuk < < 0 dan 0 = 0, yang terakhir ini sama. Ψ, dan Ψ didefinisikan Ψ, =,. Ψ = lim Ψ,...(2.15) 3.Diagram alur kerja =...(2.13) dengan persamaannya sebagai berikut : = = = = Analisis pertubasi reguler untuk sistem Hamiltonian Analisis pertubasi reguler untuk sistem Hamiltonian dapat digunakan untuk menetapkan adanya solusi homoclinic. Kita perlu mendefinisikan fungsi yang sama sebagai Ψ, =, +, dimana:..(2.14) 4.Hasil dan Pembahasan Pada pembahasan ini, akan dibuktikan proposisi yang akan dijadikan objek pembuktian utama dari eksistensi solusi gelombang berjalan dan merupakan bagian dari tujuan utama untuk pembahasan ini. 4.1 Teori perturbasi singular geometri Lemma 4.1 =,, =,, 4

5 Dimana :, dan adalah parameter nyata. f,g adalah. di set dimana I interval terbuka yang bernilai 0. Diasumsikan untuk = 0, sistem normal, manifold hiperbolik kompak dimana set,, 0 = 0. Manifold dikatakan normal hiperbolik jika linierisasi dari lemma 4.1, pada setiap titik di memiliki nilai eigen l tepatnya pada sumbu imajiner = 0.Untuk setiap 0 < < + jika > 0 tapi cukup kecil, ada manifold. (I) Invarian secara lokal berdasarkan(lemma 4.1) (II), dan pada ruang (III) =, : = h untuk sembarang fungsi h dan y kompak untuk sembarang K; (IV) Ada eksistensi invarian lokal pada manifold stabil dan non stabil dan bahwa salah jika tanpa darinya, dan berbeda morfologinya antara dan. Selanjutnya lemma 4.1 digunakan sebagai bahan acuan untuk mengetahui apakah hasilnya berkorespondensi pada kasus non penundaan. Karena pernyataan poin I sampai dengan Poin IV bertujuan untuk mencari persistensi dari gelombang berjalan ketika penundaannya kecil. Untuk persamaan NLS penundaan (2.2) bentuk gelombang berjalan dengan, = =, =, & > 0,dimana A adalah fungsi real dan representasi amplitudo dari gelombang berjalan dengan nomer gelombang > 0 dan frekuensi > 0. bagian real dan imajiner dari persamaan non delay (yaitu (2.2) dengan =, = 0,. Persamaan NLS (2.1) dengan = = 1 dibaca: + = 0,. + 2 = 0,....(4.2) dimana melambangkan turunan pertama tehadap. Sehingga = menjadi: & = + > 0, persamaan(2.2) =,.(4.3) Selebihnya, jika kita memasukkan skala =, = ke dalam persamaan (2.3), maka menjadi seperti =,.(4.4) Dimana melambangkan turunan oleh z. sehingga ekuivalen dengan bentuk sebagai = =.(4.5) Berdasarkan sistem (4.5), didapatkan eksistensi dari solusi gelombang soliter dan solusi gelombang berjalan secara periodik dari persamaan NLS(2.1). Lemma 4.6 Pada ruang fase,, system (4.5) mempunyai orbit homoklinik pada titik pusat (0,0) dan orbit 5

6 periodik didalamnya. Jadi solusi gelombang soliter dan gelombang periodik lebih besar daripada 0. Bagian real dan bagian imajiner dari persamaan(2.2) dengan (2.5) dapat dinyatakan + + = 0,. + 2 = 0.(4.7) dengan = Misalkan = +, (4.8) & = +, kita dapat menuliskan kembali sistem (4.7) dengan (4.8) seperti : = +, (4.9) dengan = Teorema 4.11 / +...(4.10) untuk sembarang > 0, masing-masing semua solusi pada system (4.9) dan (4.10).,,,, 0 < <, 0 < Analisis dengan integral abelian Perhatikan & = 1 2, =, kemudian perhatikan dua akar negatif dari = 2 =,, & <. Menurut lemma 4.2, 0 < & 0 <. Sesuai yang telah dijelaskan oleh P dan Q, orbit, pada level kurva = =, dimana =. didapatkan =, = Proposisi 4.12 Diberikan =, dan > 0, untuk 0 < <, maka: lim = 7 5, lim = 2, Untuk membuktikan proposisi 4.12, didefinisikan kembali & oleh integral =, = 0,1,2, Kemudian dibangun: = 2, Sehingga & diwujudkan = = 2 + 2, = =, 4 Selanjutnya dibentuk menjadi integral abelian dasar dari & oleh empat lemma sebagai 6

7 Lemma 4.13 Lemma 4.14 Lemma 4.15 lim = 2 3, lim = 8 15, lim = lim = 1, =, Lemma 4.16 Lemma = = = = 2 1, = & = Lemma < <, = > 0 Lemma 4.19 jika = 0 untuk semua 0 < <, kemudian < 0. Selebihnya bentuk lemma 4.13 dan 4.14, didapatkan : lim =, lim = 1, (4.21) Lemma 4.22 untuk 0 < <, > 0. Tanpa menggunakan relasi 4.1, kemonotanan dari X dibuktikan proposisi Pembuktian teorema 4.3 Karena : = / + Maka didapatkan definisi =. Jika kita mendiferensialkan terhadap maka kita mendapatkan: dimana : = 1, = 1 / +. dengan mendeferensialkan terhadap z, maka didapatkan: = 1, Lemma jika = 0 untuk < < 1. 0 < <,maka Jika dinotasikan kembali =, maka sistem (4.9) dengan (4.10) dapat diganti oleh sistem : 7

8 = = +...(4.23) = =. Perlu dicatat bahwa jika = 0 maka sistem (4.23) dapat direduksi menjadi: = Solusi gelombang berjalan dari (2.8) tanpa penundaan. = = +...(4.24) = =. Sistem lambat (4.23) untuk = 0, kemudian alur sistem itu menjadi,,, : =, =...(4.25) Oleh substitusi ke dalam sistem lambat (4.23), maka h, h harus dinyatakan h + h + = h h + h + = h...(4.26) Ketika adalah kecil, solusi dari bentuk persamaan diferensial parsial diperoleh dari pertubasi reguler series pada, karena h, h adalah nol ketika = 0, maka h, h menjadi h,, = h, + h, +,. h,, = h, + h, +,...(4.27) Berdasrkan substitusi (4.5) kedalam (4.4) dan gabungan kekuatan dari, seperti beberapa aljabar h, =, h, =. Jadi, pendekatan order pertama dai manifold invariant adalah =,,, : = + +,. = (4.28) akan dipelajari alur dari (4.1) yang membatasi dan menunjukkan bahwa mempunyai solusi gelombang berjalan. Sistem lambat(4.1) dibatasi (4.6) dinyatakan = = (4.29) Untuk konvensi, akan dibuktikan parameter penundaan dan kecepatan gelombang sebagai variabel, lalu sistem (4.29) ekuivalen dengan: =, = 2 +,...(4.30) = 0, = 0. Selanjutnya dapat didefinisikan:,τ = h c,τ h c,τ Dan menurut pengamatan bahwa nulitas dari orbit homoklinik berdasarkan lemma 4.2, ada orbit homoklinik yang tak bergantung pada ketika = 0, dengan, 0 = 0, dan dinyatakan,τ =τ,τ. diperoleh: Sehingga, 0 = Mc: = τ τ τ...(4.31) Berdasarkan lemma yang telah disebutkan oleh proposisi dari yang telah didefinisikan diatas. Lemma 4.32 untuk sebarang > 0 yang terlalu kecil, ada eksistensi kecepataan = bahwa didefinisikan pada (4.31) dinyatakan: 8

9 = 0, 0, Untuk ruang tangensial dari ± 0 manifold invariant dan,ada tiga vektor tangensial dan pada saat = 0 bahwa dengan mudah kita temukan (ketika = 0, 0 = 0) = h τ, 0,1,0, = 0, u u, 0,0 = 0,, 0,0, = 0,0,0,1, dimana pada sesuai > 1, dst, < 0, dapat dicek bahwa:,, = 1 g = ±...(4.33) dimana adalah sebuah permutasi dari1,2,3. kemudian dengan melihat bahwa persamaan untuk bentuk dapat dihitung = 3 2 = 2. Dengan cara yang sama, ketika mengaplikasikan ruang tangensial ± pada., = 1,2,3, dapat dihitung kembali. Sehingga menjadi:. =,,1,0, = v, u u, 0,0, =,,0,1, Ini dapat dilihat bahwa.,.,. =. Sebagai = 2 dengan diberikan ± =.,.,., maka: ± = 2...(4.34) Untuk lebih memudahkannya mengecek ± 0, ±. Sistem (4.34) dapat dicari solusinya dengan mudah pula yaitu: ± = ± 2....(4.35) Dimana berasal dari khayal, setelah diketahui orbit homoklinik dari lemma 4.2 dan γ 0 = 3 γ...(4.36) Berdasarkan lemma 4.2, solusi secara periodik dari sistem(4.5) dapat diketahui oleh level kurva dari =. Untuk sistem (4.30), data inisial fix, 0 dengan 0 < < 1. Diberikan, jadi solusi dari (4.16) dengan, 0 =, 0, maka ada eksistensi =, > 0 dan =, < 0 > 0, 0,, = 0;. < 0,, 0, = 0...(4.37) saat = 0, =, dimana =, 0, =, 0. didefinisikan sebuah fungsi Φ Φ,, =,, melambangkan turunan pertama terhadap, = adalah fungsi hamiltonian untuk sistem (4.5), dan integral untuk menunjukkan orbit dari(4.30), jadi = 2 + Sehingga Φ,, dinotasikan berbeda dari level diantara dua titik pada u-axis: Φ,, =,,. 9

10 Jadi Φ,, = 0 jika dan hanya jika solusi periodik untuk sistem (4.30) untuk menyelesaikan Φ = 0. Φ,, = Φ,, /, kemudian Φ,, mempunyai limit ketika mendekati nol: Φ, = lim Φ,, = 2. Berdasarkan (4.37), adalah solusi dari (4.5) dan integral ini ditunjukkan pada level kurva =, 0, dimana, 0 = 0,.sehingga Φ, = = 0. Jadi, batasan kecepatan > 0 adalah hasil determinan oleh: 2 = 0...(4.38) Menjadi = Jadi dari proposisi 4.1 kita dapatkannya. Lemma 4.39 untuk 0 < <, mencari, sesuai yang diharapkan berdasarkan batasan kondisi kecepatan (4.38) untuk solusi secara periodik dengan =, dimana didefinisikan pada pembahasan bab 4.2, selanjutnya > 0, dan Φ,, 0 = 2 > 0, Kita dapatkan solusi persamaan Φ = 0 berdasarkan implikasi teorema fungsi.untuk lebih jelasnya, ada eksistensi sebuah fungsi halus yang unik : =, untuk masingmasing seperti dibawah ini: Φ,,, = 0, 0 < < 1 4, 0 < <. Dimana, adalah sebuah solusi dari (4.5) dan integral ini ditunjukkan pada level kurva =, 0. hubungan antara Φ dan adalah catatan 4.41 Φ =γmc Jika (2.2) tidak mempunyai respon penundaan nonlinier pada bentuk, maka persamaan korespondensinya pada(4.9) akan menjadi: dengan = ekuivalen dengan = / + = =,...(4.42) = =. Sistem (4.42) terbatas pada (4.29) yang berdasarkan: = = (4.43). Karena lim = 2 5, lim = 1 2. fungsi menjadi: = 2 γ 0. 10

11 Dan diantara orbit dari (4.43) turunan dari hamiltonian pada kasus(c=0) terlihat bahwa solusi gelombang berjalan adalah homoklinik Yaitu: = Kesimpulan dan Saran Dari hasil pembahasan dan simulasi diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Φ, = 2 0. Dengan demikian,ketidak eksistensi dari solusi gelombang berjalan dengan 0 pada kasus ini. Simulai I c=0,5(tidak sama dengan nol) 1. Dengan metode analitik dengan berbagai kasus kita dapatkan solusi gelombang berjalan baik homoklinik maupun periodik. 2. Dengan visualisasi berupa simulasi I(c=0) bahwa terlihat terjadi solusi gelombang homoklinik seperti yang telah dijelaskan oleh analitik. 3. Dengan visualisasi berupa kasus II(c>0 dan c<0) bahwa terlihat Solusi gelombang soliter berjalan secara peiodik DAFTAR PUSTAKA Baker, R. E et al, 2008.Partial differential equations for self-organization in cellular and developmental biology, Oxford OX1 3QU, UK. Gambar 4.1 solusi gelombang untuk U saat c=0.5 Simulasi II(c=0) Carr,J, Application of Center Manifold Theory, Applied Mathematical Sciences, vol. 35, Springer, New York. Cushman,R.dan J. Sanders, A codimension two bifurcations with a third order Picard Fuchs equation, J. Different. Equat. 59 (1985) Gambar 4.2 Solusi gelombang untuk U saat c=0. Simulasi III(saat c= -0,5) Djohan,Warsoma,1997. Dinamika Gelombang Cnoidal di Atas Dasar Tak Rata Menggunakan Persamaan Gelombang Dua Arah Boussinesq, Institut Teknologi Bandung Fenichel,N, Geometric singluar perturbation theory for ordinary diffenertial equations, J. Different. Equat. 31 (1979) Gourley,S.A,2000. Travelling fronts in the diffusive nicholson s blowflies equation with distributed delays, Math Comput. Model. 32 (2000) Gambar 4.3 solusi gelombang berjalan untuk U saat c= -0,5 Dari simulasi diatas juga terlihat bahwa untuk kasus (c tidak sama dengan 0) terjadi gelombang berjalan secara periodik. Sedangkan Jones, C.K.R.T. Geometrical singluar perturbation theory, in: R. Johnson (Ed.), 11

SOLUSI GELOMBANG BERJALAN UNTUK PERSAMAAN SCHRÖDINGER DENGAN PENUNDAAN TERDISTRIBUSI

SOLUSI GELOMBANG BERJALAN UNTUK PERSAMAAN SCHRÖDINGER DENGAN PENUNDAAN TERDISTRIBUSI SOLUSI GELOMBANG BERJALAN UNTUK PERSAMAAN SCHRÖDINGER DENGAN PENUNDAAN TERDISTRIBUSI (Traveling wave solutions for Schrödinger equation with distributed delay) Oleh : ACHMAD SUBEQAN NRP: 1206 100 062 Dosen

Lebih terperinci

GENERALISASI FUNGSI AIRY SEBAGAI SOLUSI ANALITIK PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINIER

GENERALISASI FUNGSI AIRY SEBAGAI SOLUSI ANALITIK PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINIER GENERALISASI FUNGSI AIRY SEBAGAI SOLUSI ANALITIK PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINIER Lukman Hakim ) dan Ari Kusumastuti 2) ) Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Matematika Universitas Brawijaya Malang 2) Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA

BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA BIFURKASI HOPF PADA MODEL SILKUS BISNIS KALDOR-KALECKI TANPA WAKTU TUNDA NURRACHMAWATI 1) DAN A. KUSNANTO 2) 1) Mahasiswa Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga MATERI PERKULIAHAN 3. Potensial Tangga Tinjau suatu partikel bermassa m, bergerak dari kiri ke kanan pada suatu daerah dengan potensial berbentuk tangga, seperti pada Gambar 1. Pada daerah < potensialnya

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada akhir abad ke -19 dan awal abad ke -20, semakin jelas bahwa fisika (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini disebabkan semakin

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger

FUNGSI GELOMBANG. Persamaan Schrödinger Persamaan Schrödinger FUNGSI GELOMBANG Kuantitas yang diperlukan dalam mekanika kuantum adalah fungsi gelombang partikel Ψ. Jika Ψ diketahui maka informasi mengenai kedudukan, momentum, momentum sudut,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf Rubono Setiawan Prodi Pendidikan Matematika, F.KIP

Lebih terperinci

REFORMULASI DARI SOLUSI 3-SOLITON UNTUK PERSAMAAN KORTEWEG-de VRIES. Dian Mustikaningsih dan Sutimin Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro

REFORMULASI DARI SOLUSI 3-SOLITON UNTUK PERSAMAAN KORTEWEG-de VRIES. Dian Mustikaningsih dan Sutimin Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro REFORMULASI DARI SOLUSI 3-SOLITON UNTUK PERSAMAAN KORTEWEG-de VRIES Dian Mustikaningsih dan Sutimin Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro Abstract The solution of 3-soliton for Korteweg-de Vries

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER Jurnal Matematika UNAND Vol 3 No 3 Hal 68 75 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER

Lebih terperinci

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER T - 2 Andini Putri Ariyani 1, Kus Prihantoso Krisnawan 2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 e-mail:andiniputri_ariyani@yahoo.com, 2 e-mail:

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI Yolpin Durahim 1 Novianita Achmad Hasan S. Panigoro Diterima: xx xxxx 20xx, Disetujui: xx xxxx 20xx o Abstrak Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan 4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU Sistem persamaan linear orde/ tingkat satu memiliki bentuk standard : = = = = = = = = = + + + + + + + + + + Diasumsikan koefisien = dan fungsi adalah menerus

Lebih terperinci

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks

Transformasi Laplace Peninjauan kembali variabel kompleks dan fungsi kompleks Variabel kompleks Fungsi Kompleks Transformasi Laplace Metode transformasi Laplace adalah suatu metode operasional yang dapat digunakan secara mudah untuk menyelesaikan persamaan diferensial linear. Dengan menggunakan transformasi Laplace,

Lebih terperinci

( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x

( t) TINJAUAN PUSTAKA. x dengan nilai fungsi dari: x Berawal dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, pada skripsi kali ini akan dipelajari bagaimana perilaku trayektori solusi soliton sistem optik periodik melalui pendekatan analisis sistem dinamik yang

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN LINEAR TINGKAT TINGGI (HIGHER ORDER LINEAR EQUATIONS) Persamaan linear tingkat tinggi menarik untuk dibahas dengan 2 alasan :

BAB V PERSAMAAN LINEAR TINGKAT TINGGI (HIGHER ORDER LINEAR EQUATIONS) Persamaan linear tingkat tinggi menarik untuk dibahas dengan 2 alasan : BAB V PERSAMAAN LINEAR TINGKAT TINGGI (HIGHER ORDER LINEAR EQUATIONS) Bentuk Persamaan Linear Tingkat Tinggi : ( ) Diasumsikan adalah kontinu (menerus) pada interval I. Persamaan linear tingkat tinggi

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial Parsial (PDP) digunakan oleh Newton dan para ilmuwan pada abad ketujuhbelas untuk mendeskripsikan tentang hukum-hukum dasar pada fisika.

Lebih terperinci

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2)

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2) INTEGRAL, Vol. 1 No. 1, Maret 5 FUNGSI DELTA DIRAC Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi ) 1) Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Lebih terperinci

EKSISTENSI SOLITON PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES

EKSISTENSI SOLITON PADA PERSAMAAN KORTEWEG-DE VRIES Jurnal Matematika UNND Vol. 3 No. 1 Hal. 9 16 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIP UNND EKSISTENSI SOLITON PD PERSMN KORTEWEG-DE VRIES ULI OKTVI, MHDHIVN SYFWN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( )

PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( ) PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM FI363 / 3 sks Asep Sutiadi (1974)/(0008097002) TUJUAN PERKULIAHAN Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pada kondisi seperti apa suatu permasalahan

Lebih terperinci

BARISAN SIMBOL DAN UKURAN INVARIAN FUNGSI MONOTON SEPOTONG-SEPOTONG KONTINU

BARISAN SIMBOL DAN UKURAN INVARIAN FUNGSI MONOTON SEPOTONG-SEPOTONG KONTINU BARISAN SIMBOL DAN UKURAN INVARIAN FUNGSI MONOTON SEPOTONG-SEPOTONG KONTINU Rinurwati Jurusan Matematika FMIPA-ITS Jl. Arif Rahman Hakim Surabaya 60 Abstract. Let g [0 ] [0] is piecewise continuous monotone

Lebih terperinci

Teori Atom Mekanika Klasik

Teori Atom Mekanika Klasik Teori Atom Mekanika Klasik -Thomson -Rutherford -Bohr -Bohr-Rutherford -Bohr-Sommerfeld Kelemahan Teori Atom Bohr: -Bohr hanya dapat menjelaskan spektrum gas hidrogen, tidak dapat menjelaskan spektrum

Lebih terperinci

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3)

= (2) Persamaan (2) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar bilangan kompleks yang berlainan, solusinya adalah () =sin+cos (3) 2. Osilator Harmonik Pada mekanika klasik, salah satu bentuk osilator harmonik adalah sistem pegas massa, yaitu suatu beban bermassa m yang terikat pada salah satu ujung pegas dengan konstanta pegas k.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM POKOK-POKOK MATERI FISIKA KUANTUM PENDAHULUAN Dalam Kurikulum Program S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika, hampir sebagian besar digunakan untuk menelaah alam mikro (= alam lelembutan micro-world): Fisika

Lebih terperinci

PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON

PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON ALHIDAYATUDDINIYAH T.W. alhida.dini@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indraprasta PGRI Abstrak.

Lebih terperinci

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember email: schrodinger_risma@yahoo.com

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam dunia mikroskopik, fisika klasik mengalami kegagalan untuk menjelaskan setiap fenomena yang ada. Spektrum khas yang dimiliki oleh atom, teramatinya dua komponen

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford.

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford. 1 BAB FISIKA ATOM Perkembangan teori atom Model Atom Dalton 1. Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dibagi-bagi 2. Atom-atom suatu unsur semuanya serupa dan tidak dapat berubah

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti Nida Sri Utami Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS Lina Aryati Jurusan Matematika FMIPA UGM ABSTRAK

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN EKSISTENSI SOLUSI LOKAL DAN KETUNGGALAN SOLUSI MASALAH NILAI AWAL PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDAAN Muhammad Abdulloh Mahin Manuharawati Matematika, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Matematika, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik merupakan formalisasi Matematika untuk menggambarkan konsep-konsep ilmiah dari proses deterministik yang bergantung terhadap waktu (Kuznetsov,

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKRET

BIFURKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKRET Vol. 5, No., Juni 009: 54-60 BIFUKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKET ubono Setiawan Mahasiswa S Jurusan Matematika Universitas Gadah Mada Email : rubono_4869@yahoo.co.id Abstrak Di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

JURNAL INFORMATIKA HAMZANWADI Vol. 2 No. 1, Mei 2017, hal. 20-27 ISSN: 2527-6069 SOLUSI PERSAMAAN DIRAC UNTUK POTENSIAL POSCH-TELLER TERMODIFIKASI DENGAN POTENSIAL TENSOR TIPE COULOMB PADA SPIN SIMETRI

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 3 JP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 3 JP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 3 JP Standar Kompetensi 1. Memahami struktur atom untuk meramalkan sifat-sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDA LINIER ORDE 1 DENGAN METODE KARAKTERISTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDA LINIER ORDE 1 DENGAN METODE KARAKTERISTIK Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 45 49 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDA LINIER ORDE 1 DENGAN METODE KARAKTERISTIK FEBBY RAHMI ALFIONITA,

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran Kurikulum 6/1 matematika K e l a s XI LIMIT ALJABAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat mendeskripsikan konsep it fungsi aljabar dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd i DAFTAR ISI BAB I. BILANGAN KOMPLEKS... 1 I. Bilangan Kompleks dan Operasinya... 1 II. Operasi Hitung Pada Bilangan Kompleks... 1 III.

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK SEMIRATA MIPAnet 2017 24-26 Agustus 2017 UNSRAT, Manado MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK HASAN S. PANIGORO 1, EMLI RAHMI 2 1 Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK. A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan

BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK. A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan BAB III TRANSFORMASI MATRIKS DERET DIRICHLET HOLOMORFIK A. Transformasi Matriks Mengawetkan Kekonvergenan Pada bagian A ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian, yang pertama membahas mengenai transformasi

Lebih terperinci

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu: KB.2 Fisika Molekul 2.1 Prinsip Pauli. Konsep fungsi gelombang-fungsi gelombang simetri dan antisimetri berlaku untuk sistem yang mengandung partikel-partikel identik. Ada perbedaan yang fundamental antara

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 135-142 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Marisa Effendi,

Lebih terperinci

Analisis dan Kontrol Optimal Sistem Gerak Satelit Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin

Analisis dan Kontrol Optimal Sistem Gerak Satelit Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) A 45 Analisis dan Kontrol Optimal Sistem Gerak Satelit Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin Putri Saraswati, Mardlijah, Kamiran

Lebih terperinci

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG LAX PAIR DAN PENERAPANNYA PADA PERSAMAAN LIOUVILLE

KAJIAN TENTANG LAX PAIR DAN PENERAPANNYA PADA PERSAMAAN LIOUVILLE Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. Hal. 58 65 ISSN : 2303 290 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KAJIAN TENTANG LAX PAIR DAN PENERAPANNYA PADA PERSAMAAN LIOUVILLE ANDRENO JUANDA Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atom Bohr Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya mengenai spektrum

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia sains, ilmu fisika mempunyai peran penting untuk memahami fenomena alam dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hal itu dapat dilihat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan Getaran Teredam Dalam Rongga Tertutup pada Sembarang Bentuk Dari hasil beberapa uji peredaman getaran pada pipa tertutup membuktikan bahwa getaran teredam di dalam rongga tertutup dapat dianalisa tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE UNTUK SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINIER KOEFISIEN FUNGSI

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE UNTUK SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINIER KOEFISIEN FUNGSI METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN LAPLACE UNTUK SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINIER KOEFISIEN FUNGSI Yuni Yulida Program Studi Matematika FMIPA Unlam Universitas Lambung Mangkurat Jl. Jend. A. Yani km. 36

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S

III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S III. SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata kuliah : FISIKA KUANTUM Kode : FI 363 SKS : 3 Nama Dosen : Yuyu R.T, Parlindungan S. dan Asep S Standar : Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memiliki

Lebih terperinci

Deret Fourier untuk Sinyal Periodik

Deret Fourier untuk Sinyal Periodik x( t T ) x( Analisis Fourier Jean Baptiste Fourier (1768-1830, ahli fisika Perancis) membuktikan bahwa sembarang fungsi periodik dapat direpresentasikan sebagai penjumlahan sinyal-sinyal sinus dengan frekuensi

Lebih terperinci

ORBITAL DAN IKATAN KIMIA ORGANIK

ORBITAL DAN IKATAN KIMIA ORGANIK ORBITAL DAN IKATAN KIMIA ORGANIK Objektif: Pada Bab ini, mahasiswa diharapkan untuk dapat memahami, Teori dasar orbital atom dan ikatan kimia organik, Orbital molekul orbital atom dan Hibridisasi orbital

Lebih terperinci