AKTIVITAS ANTIMIKROB BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum TERHADAP BERBAGAI BAKTERI PATOGEN SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS ANTIMIKROB BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum TERHADAP BERBAGAI BAKTERI PATOGEN SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN"

Transkripsi

1 AKTIVITAS ANTIMIKROB BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum TERHADAP BERBAGAI BAKTERI PATOGEN SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI KHAIRUL BARIYAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN Khairul Bariyah D Aktivitas Antimikrob Bakteriosin asal Lactobacillus plantarum terhadap Berbagai Bakteri Patogen selama Penyimpanan Suhu Dingin. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Irma Isnafia Arief S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari S.TP., M.Si. Masalah keamanan pangan masih merupakan kendala utama dalam produk makanan. Mutu dan keamanan pangan perlu diperhatikan karena dapat membahayakan kesehatan bagi konsumen. Alternatif dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan pengolahan dan pengawetan. Metode pengawetan yang telah banyak diaplikasikan adalah penambahan bahan pengawet pada makanan, baik bahan pengawet alami maupun yang sintetis. Pemilihan bahan pengawet yang sangat dianjurkan adalah bahan pengawet alami. Beberapa isolat asal daging seperti Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 telah mampu menunjukkan aktivitas antimikrob melalui uji antagonistik terhadap bakteri patogen. Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitas antimikrob plantarisin asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 melalui sensitivitas plantarisin selama penyimpanan suhu dingin (10 C) terhadap bakteri patogen yaitu Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, Eschericia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Pseudomonas aeruginosa ATCC dan Bacillus cereus. Penyimpanan di suhu dingin yang dilakukan selama 15 hari, melalui uji antagonistik dengan metode difusi sumur terhadap kelima bakteri indikator. Proses karakterisasi diawali dengan pemeriksaan kemurnian isolat bakteri asam laktat dan bakteri patogen indikator melalui metode pewarnaan Gram. Proses selanjutnya yaitu memproduksi plantarisin 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 melalui tahapan purifikasi meliputi purifikasi parsial dengan menggunakan amonium sulfat, dialisis, dan purifikasi dengan menggunakan kromatografi pertukaran kation. Keempat galur L. plantarum ditumbuhkan pada media de Man Rogosa and Sharpe broth (MRSB) yang disuplementasi dengan yeast extract (YE) 3%, lalu diinkubasi selama 20 jam, kemudian disentrifugasi pada kecepatan rpm untuk mendapatkan supernatan antimikrob. Supernatan antimikrob disaring menggunakan membran saring Sartorius untuk mendapatkan supernatan bebas sel, yang kemudian ph supernatant dinetralkan menjadi 5,8 6,2. Proses purifikasi parsial siap dilakukan dengan menjenuhkan larutan dengan menggunakan amonium sulfat 80%. Presipitat plantarisin didapat dan didialisis dengan menggunakan membran dialisis. Proses dialisis akan menghasilkan plantarisin kasar, kemudian plantarisin kasar dimurnikan dengan teknik kromatografi pertukaran kation untuk memperoleh plantarisin murni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plantarisin asal galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 setelah mengalami penyimpanan suhu dingin selama 15 hari masih mempunyai aktivitas antimikrob terhadap bakteri patogen indikator. Hal ini menunjukkan bahwa keempat plantarisin asal galur L. plantarum masih aktif setelah mengalami penyimpanan suhu dingin (10 C). Kata-kata kunci: L. plantarum, plantarisin, uji antagonistik, penyimpanan dingin

3 ABSTRACT Antimicrobial Activity of Bacteriocins Produced by Lactobacillus plantarum against Patogenic Bacterias during Store at Cold Temperature Bariyah, K., I.I. Arief and Z. Wulandari Bacteriocins are antimicrobial substances produced by lactic acid bacteria (LAB) which can be used as a natural preservative. The preservative method which commonly used in storage under temperature of 4-10 C. This method does not guarantee that it can inhibit the bacterial growth, such as psikrofil bacteria which still active on the refri temperature. The aim of this research was to study the stability of antimicrobia bacteriocins produced by L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, and 2C12 through its sensitivity during store at cold temperature (10 C) againts the pathogenic bacteria that consists of Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC 27853, and B. cereus. Plantaricin that was used is the result of cation exchange chromatography purification. Storage duration for 15 days and testing was done in intervals of 5 days. The antagonistic assay showed the antimicrobial activity against the pathogenic bacteria. The results showed that plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, and 2C12 during cold storage temperature is still effective to be used for antagonistic assay to the pathogen indicator bacteria. Plantaricin of the four strains is able to inhibit bacterial growth indicators. Plantaricins has been stored for 15 days still have antimicrobial activity. This showed that the four plantaricins remained active after storage for 15 days at cool temperatures (10 C). Keywords : L. plantarum, plantaricin, antagonistic assay, cold storage

4 AKTIVITAS ANTIMIKROB BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum TERHADAP BERBAGAI BAKTERI PATOGEN SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN KHAIRUL BARIYAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Nama NIM : Aktivitas Antimikrob Bakteriosin Asal Lactobacillus plantarum terhadap Berbagai Bakteri Patogen Selama Penyimpanan Suhu Dingin : Khairul Bariyah : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si.) NIP: (Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si) NIP: Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP : Tanggal Ujian : 6 Maret 2012 Tanggal Lulus :.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 September 1988 dari pasangan Bapak Husen dan Ibu Hasunah. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Penulis mengenal pendidikan formal di Taman Kanak-Kanak Rawdhatul Athfal pada tahun kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar pada tahun di Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairiyah Jakarta. Penulis melanjutan sekolah tingkat menengah pertama pada tahun di Madrasah Tsanawiyah Al-Khairiyah Jakarta dan pendidikan lanjutan menengah atas pada tahun di Madrasah Aliyah Al-Khairiyah Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Penulis aktif menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), panitia Dekan Cup dan Panitia Masa Perkenalan Fakultas serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengolahan Daging pada tahun selama mengikuti pendidikan di IPB. Penulis adalah penerima Beasiswa BCA pada tahun Penulis melakukan penelitian selama enam bulan, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan Penulis berjudul Aktivitas Antimikrob Bakteriosin asal Lactobacillus plantarum terhadap Berbagai Bakteri Patogen selama Penyimpanan Suhu Dingin, di bawah bimbingan Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si. dan Zakiah Wulandari S.TP, M.Si.

7 KATA PENGANTAR Assalamua alaikum wr.wb. Alhamdulillah hirobil alamin Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan rahmat-nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa Penulis ucapkan kepada jujungan Nabi kita Muhammad SAW. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan, baik secara moril maupun materil hingga skripsi yang berjudul Aktivitas Antimikrob Bakteriosin asal L. plantarum terhadap Berbagai Bakteri Patogen selama Penyimpanan Suhu Dingin ini dapat diselesaikan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini terkait dengan pengkajian lebih dalam mengenai substrat antimikrob yang dihasilkan bakteri asam laktat L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berupa plantarisin murni. Aktivitas plantarisin murni 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 mampu menghambat pertumbuhan lima bakteri patogen indikator setelah melalui proses purifikasi parsial ammonium sulfat, dialisis dan kromatografi pertukaran kation pada perlakuan penyimpanan selama 15 hari pada suhu dingin. Komponen aktif yang bekerja sebagai antimikrob pada plantarisin murni 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 merupakan komponen protein. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, khususnya dalam peningkatan keamanan pangan di Indonesia melalui biopreservatif alami. Saran dan kritik yang membangun sangat bermanfaat bagi Penulis. Bogor, April 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN.. ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Halaman PENDAHULUAN 1 Latar Belakang. 1 Tujuan.. 2 TINJAUAN PUSTAKA.. 3 Bakteri Asam Laktat 3 L. plantarum. 4 Bakteriosin... 4 Bakteri Patogen 5 E. coli Salmonella enteritidis ser. Typhimurium S. aureus P. aeruginosa B. cereus... 8 MATERI DAN METODE 10 Lokasi dan Waktu. 10 Materi Prosedur. 10 Pemeriksaan Kemurnian Bakteri Asam Laktat 10 Produksi Supernatan Bebas Sel Netral Asal Isolat L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C Purifikasi Parsial dengan Menggunakan Presipitat Amonium Sulfat.. 13 Dialisis Purifikasi dengan Menggunakan Kromatografi Pertukaran Kation. 13 Karakteristik Plantarisin 14 Ketahanan Terhadap Suhu i ii iii iv v vi vii xi x xi vii

9 Aktivitas Antimikroba Terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk Makanan (Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC dan B. cereus).. 14 Rancangan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator. 18 Morfologi Sel Produksi Plantarisin Pengujian Konsentrasi Protein Plantarisin Pengaruh Lama Penyimpanan Plantarisin Murni Galur 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 melalui Aktivitas Penghambatan Antimikrob pada Suhu Dingin.. 26 Pengujian Plantarisin terhadap Bakteri S. aureus ATCC Pengujian Plantarisin terhadap Bakteri Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC Pengujian Plantarisin terhadap Bakteri P. aeruginosa ATCC Pengujian Plantarisin terhadap Bakteri E. coli ATCC Pengujian Plantarisin terhadap Bakteri B. cereus KESIMPULAN DAN SARAN 33 Kesimpulan Saran. 33 UCAPAN TERIMA KASIH 34 DAFTAR PUSTAKA.. 35 LAMPIRAN viii

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Penggunaan Padatan Amonium Sulfat Karakteristik L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta Bakteri Patogen Indikator Berdasarkan Uji Morfologi dan Pewarnaan Gram Kondisi ph Supernatan Bebas Sel dan Supernatan Netral Hasil Uji Antagonistik Supernatan Netral terhadap Bakteri Patogen Indikator Konsentrasi Protein Plantarisin Asal L. plantarum pada Presipitat Plantarisin, Plantarisin Kasar dan Plantarisin Murni Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan terhadap Bakteri S. aureus ATCC pada Suhu Dingin (10 ºC) Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan terhadap Bakteri Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC pada Suhu Dingin (10 ºC) Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan terhadap Bakteri P. aeruginosa ATCC pada Suhu Dingin (10 ºC) Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan terhadap Bakteri E. coli ATCC pada Suhu Dingin (10 ºC) Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan terhadap Bakteri B. cereus pada Suhu Dingin (10 ºC). 31 ix

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C Morfologi dan Pewarnaan Gram Bakteri Indikator (S. aureus ATCC 25923, Salmonella enteritidi ser. Typhimurium ATCC 14028, P. aeruginosa ATCC 27853, E. coli ATCC dan B. cereus). 21 x

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Uji Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Netral L. plantarum terhadap Bakteri Indikator Uji Pembandingan Berganda Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Netral L. plantarum terhadap Bakteri Indikator Uji Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Netral Asal Empat Galur L. plantarum Uji Pembandingan Berganda Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Netral Asal Empat Galur L. plantarum Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum selama Penyimpanan berbeda (H0-H15) terhadap S. aureus ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Hasil Uji Tukey Konfrontasi Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum selama Penyimpanan berbeda (H0-H15) terhadap S. aureus ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Uji Kruskal Wallis Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Uji Kruskal Wallis Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap Salmonella entritidis ser. Thypimurium ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap P. aeruginosa ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Hasil Uji Tukey Konfrontasi Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap P. aeruginosa ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap E. coli ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Hasil Uji Tukey Konfrontasi Plantarisin L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap E. coli ATCC pada Suhu Dingin (10 C) xi

13 13. Hasil Uji Tukey Konfrontasi Plantarisin Asal 4 Galur L. Plantarum terhadap E. coli ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap B. cereus pada Suhu Dingin (10 C) Hasil Uji Tukey Konfrontasi Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap B. cereus pada Suhu Dingin (10 C) Tahapan Pembuatan Buffer Kalium Fosfat Gambar Konfrontasi Plantarisin Terhadap Bakteri Indikator xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan kendala utama dalam produk makanan. Mutu dan keamanan pangan perlu diperhatikan karena dapat membahayakan kesehatan bagi konsumen. Mikroorganisme patogen yang sering terdapat di dalam bahan pangan diantaranya Salmonella enteritidis ser. Typhimurium, E. coli, S. aureus, P. aeruginosa, dan B. cereus. Bakteri patogen tersebut beresiko menimbulkan penyakit bahkan kematian. Alternatif dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan pengolahan dan pengawetan pangan. Metode pengawetan yang telah banyak diaplikasikan adalah penambahan bahan pengawet pada makanan, baik bahan pengawet sintetis maupun alami. Penggunaan pengawet sintetis dapat menyebabkan kemungkinan toksin akibat residu yang masih aktif, bahaya mikroorganisme yang resisten dan dapat menimbulkan infeksi pada konsumen. Penggunaan pengawet kimia yang dapat diserap bahan organik mengakibatkan efektivitas bahan pengawet alami berupa antimikrob yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat berkurang. Penggunaan bahan pengawet alami lebih berpotensi untuk diaplikasikan sebagai pengganti pengawet sintetis. Bakteriosin merupakan salah satu substansi antimikrob yang dihasilkan bakteri asam laktat dan memiliki aktivitas antagonistik, baik bakteriostatik maupun bakterisidal. Bakteriosin berpotensi digunakan sebagai bahan pengawet pangan alami yang aman untuk dikonsumsi, karena zat aktif yang terdapat dalam bakteriosin adalah protein yang dapat didegradasi oleh enzim proteolitik. Galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 diketahui menghasilkan suatu senyawa antimikrob sebagai bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen di dalam bahan pangan. Pendinginan merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan. Suhu pendinginan yang umum digunakan yaitu suhu refrigerator 4 10 C. Metode pengawetan ini belum menjamin pertumbuhan bakteri pada bahan pangan, seperti golongan bakteri psikrofil terhambat. Penambahan bakteriosin dalam bahan pangan yang disimpan pada suhu dingin diharapkan mampu menjadi alternatif solusi dari kasus tersebut. Penelitian ini menggunakan suhu penyimpanan 10 C karena refrigerator rumah tangga bersuhu ±10 ºC sehingga dapat diaplikasikan untuk 1

15 penyimpanan makanan di refrigerator. Plantarisin galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 diharapkan masih memiliki aktivitas antimikrob selama penyimpanan suhu dingin (10 C). Tujuan Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitas antimikrob bakteriosin asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 melalui sensitivitas plantarisin selama penyimpanan di suhu dingin (10 C) terhadap bakteri patogen yaitu Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, B. cereus dan P. aeruginosa ATCC

16 TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat terbagi menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula, sedangkan kelompok heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yaitu CO 2, etanol, asetaldehid, diasetil. Bakteri yang termasuk ke dalam bakteri asam laktat adalah famili Lactobacillaceae, yaitu Lactobacillus, dan famili Streptococcoceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus. Streptococcus, Pediococcus dan beberapa spesies Lactobacillus bersifat homofermentatif, sedangkan Leuconostoc dan spesies Lactobacillus yang lain bersifat heterofermentatif (Fardiaz, 1992). Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam pangan karena bersifat tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin. Bakteri ini secara luas didistribusikan pada susu, daging segar, sayuran dan produk-produk hasil olahan. Bakteri asam laktat juga disebut sebagai biopreservatif karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mampu membawa dampak positif bagi kesehatan manusia (Smid dan Gorris, 2007). Bakteriosin banyak diteliti karena berpotensi sebagai pengawet makanan alami dan dapat diaplikasikan di bidang farmasi. Beberapa jenis bakteriosin mempunyai spektrum yang luas dan mempunyai aktivitas menghambat terhadap pertumbuhan beberapa patogen makanan seperti Listeria monocytogenes dan S. aureus. Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai bakteri pembentuk asam laktat dalam metabolisme karbohidrat dan terdiri atas berbagai macam kelompok bakteri Gram positif (Frazier dan Westhoff, 1998). Satu atribut penting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan memproduksi komponen antimikrob, berupa bakteriosin yang potensial menjadi biopreservatif menggantikan pengawet kimiawi pada bahan makanan untuk memperpanjang umur simpan produk. Kemampuan bakteriosin sebagai biopreservatif dicapai dengan efek penghambatan terhadap mikroorganisme patogen yang berbahaya (Savadogo et al., 2006). 3

17 L. plantarum L. plantarum merupakan salah satu jenis BAL (Bakteri Asam Laktat) homofermentatif dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37 o C (Frazier dan Westhoff, 1998). L. plantarum berbentuk batang dan tidak bergerak (non motil). Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam dan mampu memproduksi asam laktat. L. plantarum dalam media agar, membentuk koloni berukuran 2 3 mm, berwarna putih opaque, conveks dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988). L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhir yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (2007) asam laktat dapat menghasilkan ph yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. Pertumbuhan L. plantarum dapat menghambat kontaminasi mikrooganisme patogen dan penghasil racun karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan ph substrat. Selain itu bakteri asam laktat dapat menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. L. plantarum juga mempunyai kemampuan menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan Rini, 1995). L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 merupakan isolat indigenus yang diisolasi dari daging sapi lokal Indonesia (Arief et al., 2008). Senyawa antimikrob tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen E. coli, Salmonella enteritidis ser. Typhimurium, S. aureus. P. aeruginos dan B. cereus. Senyawa antimikrob yang diproduksi Lactobacillus sp. 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 mengandung bakteriosin. Bakteriosin Bakteriosin adalah antibakteri protein kelompok heterogen yang berbeda dalam spektrum aktivitas, pola kerja, berat molekul, asal genetik, dan sifat biokimia (Omar et al., 2006). Bakteriosin umumnya dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL), yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama metabolisme. Asam laktat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan, sehingga meningkatkan keamanan dan daya simpan pangan (Usmiyati et al., 2009). 4

18 Bakteriosin merupakan substansi protein, umumnya mempunyai berat molekul kecil serta memiliki aktivitas sebagai bakterisidal dan bakteriostatik. Pengujian bakteriosin dapat menggunakan metode difusi sumur, dengan indikator terdapat zona hambat di sekitar sumur. Diameter zona hambat yang terbentuk dapat berupa diameter zona bening di sekeliling sumur yang menunjukkan sifat bakterisidal (membunuh bakteri) maupun diameter zona semu yang merupakan sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan mikroba). Bakteriosin merupakan protein atau peptida pada bakteri yang menunjukkan aksi bakterisidal ataupun bakteriostatik terhadap spesies yang umumnya berkerabat dekat namun terdapat pula beberapa jenis bakteriosin dapat menunjukkan spektrum yang lebih luas (Jimenez-diaz, 1993). Sifat antagonistik bakteriosin telah banyak dimanfaatkan dalam bidang biopreservatif pangan, karena memiliki kemampuan menghambat bakteri Gram positif atau Gram negatif. Banyak bakteriosin dapat secara bakterisidal melawan spesies-spesies dan strain yang berkerabat dekat dengan bakteriosin tersebut, namun beberapa bakteriosin dapat secara efektif melawan banyak bakteri dari spesies dan genus yang berbeda (Ray dan Bhunia, 2008). Saat ini bakteriosin sudah mulai diterapkan sebagai salah satu biopreservatif karena bersifat alami dan tidak menyebabkan efek negatif pada konsumen. Molekul protein bakteriosin mengalami degradasi oleh enzim proteolitik dalam pencernaan manusia sehingga tidak membahayakan. Bakteriosin telah digunakan di negara maju sebagai biopreservatif pada bahan pangan karena memiliki kemampuan menghambat bakteri perusak dan patogen, serta tidak meninggalkan residu yang menimbulkan efek negatif pada manusia (Usmiyati et al., 2009). Bakteri Patogen Bakteri patogen merupakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri tertentu dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Beberapa jenis penyakit tersebut dapat dipindahkan melalui pangan, diantara penyakit yang disebabkan kerusakan pangan yaitu keracunan makanan, kolera dan tifus (Gaman dan Sherrington, 1992). Bakteri yang tumbuh di dalam bahan pangan terbagi menjadi dua yaitu bakteri pembusuk yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Jumlah bakteri pembusuk umumnya lebih dominan dibandingkan dengan bakteri patogen. Beberapa mikroba 5

19 yang diamati sebagai bakteri pembusuk dan patogen pada produk fermentasi adalah dari famili Enterobactericeae (Fardiaz, 1992). Terdapat dua cara bakteri dapat menularkan penyakit pada manusia yaitu 1) intoksikasi, yaitu makanan mengandung toksin yang dihasilkan bakteri yang tumbuh di dalam makanan tersebut, dan 2) infeksi, yaitu penyakit yang disebabkan bakteri masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan ada reaksi dari tubuh terhadap keberadaan atau metabolit-metabolit yang dihasilkan bakteri selama tumbuh di dalam tubuh (Frazier dan Westhoff, 1998). Bakteri secara umum dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan Gram yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memberi respon berwarna biru keunguan jika dilakukan uji pewarnaan Gram, sedangkan Gram negatif memberikan respon warna merah jika dilakukan uji pewarnaan Gram (Tortora et al., 2006). E. coli Bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif. E. coli secara normal terdapat di dalam alat-alat pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini memiliki ciri-ciri umum yaitu bergerak, berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Suatu serotipe tertentu bersifat enterophatogenic dan dikenal sebagai penyebab diare pada bayi. Organisme ini berada di dapur dan tempat-tempat persiapan bahan pangan melalui bahan baku kemudian masuk ke makanan yang telah dimasak melalui tangan. Masa inkubasi bakteri ini yaitu selama 1 3 hari dan gejalagejala yang muncul menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar Salmonella atau disentri (Buckle et al, 2007). E. coli merupakan salah satu spesies jenis Escherichia dan disebut koliform fekal karena ditemukan di saluran usus hewan dan manusia, sehingga sering terdapat di dalam feses. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992). E. coli dapat tumbuh optimum pada ph 7 7,5 dengan ph minimum 4 dan ph maksimum 8,5. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan pada makanan yang mengalami pemanasan. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri Escherichia coli adalah 37 C pada kisaran suhu C (Frazier dan Westhoff, 1998). 6

20 Salmonella enteritidis ser. Typhimurium Salmonella merupakan bakteri Gram negatif. Salmonella memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk batang, bergerak dan mempunyai tipe metabolisme yang bersifat fakultatif anaerob. Salmonella termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. Salmonella telah dibedakan secara serologis dan diberi nama khusus. Salmonella typhimurium, Salmonella agona, dan Salmonella panama hanya sebagian kecil dari berbagai jenis mikroorganisme penyebab keracunan bahan pangan tipe gastroenteritis yang sudah lama dikenal. Salmonella penyebab gastroenteritis ditandai oleh gejala-gejala yang umumnya nampak jam setelah makan bahan pangan yang tercemar. Gejala-gejala tersebut adalah berak-berak (diarrhea), sakit kepala, muntah-muntah, dan demam dan dapat berakhir selama 1-7 hari. Tingkat kematian kurang dari 1%, tetapi jumlah ini dapat meningkat pada anak-anak, orang tua, atau orang yang lemah. Tempat terdapatnya jenis mikroorganisme ini adalah pada alat-alat pencernaan hewan dan burung, baik yang telah diternakkan ataupun yang masih liar. Keracunan pangan karena Salmonella terutama berhubungan dengan daging sapi dan ayam yang baru dimasak, namun dapat beracun karena sesuatu hal yaitu pemasakan serta pengolahan yang kurang sempurna sebelum dikonsumsi (Buckle et al., 2007). Salmonella sp. tumbuh pada tingkat keasaman antara 4,5 5,4 dengan ph optimumnya sekitar 7. Nilai ph minimum bervariasi tergantung pada suhu inkubasi, komposisi media, aw dan jumlah sel. Pada ph kurang dari 4,0 dan lebih dari 9,0 Salmonella akan mati secara perlahan (Adam dan Moss, 2007). S. aureus S. aureus merupakan bakteri Gram positif. S. aureus memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk bola berkelompok seperti buah anggur, bakteri ini tidak bergerak, fakultatif anaerob dan banyak tumbuh pada produk-produk yang mengandung NaCl sampai 16%. Produk-produk bahan pangan yang telah dimasak atau diasinkan, dengan organisme-organisme yang telah rusak karena pemanasan atau pertumbuhannya terhambat karena konsentrasi garam, sel-sel S. aureus dapat terus berkembang mencapai tingkat yang membahayakan. Gejala-gejala dari keracunan bahan pangan yang tercemar S. aureus adalah yang bersifat intoksikasi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan racun enterotoksin yang apabila 7

21 termakan dapat menyebabkan serangan mendadak yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah yang hebat (Buckle et al,. 2007). Kebanyakan galur S. aureus bersifat patogen dan memproduksi enterotoksin yang tahan panas, ketahanan panas bakteri ini melebihi sel vegetatifnya. Beberapa galur, terutama yang bersifat patogenik, memproduksi koagulase (menggumpalkan plasma), bersifat proteolitik, lipolitik dan betahomolitik. Spesies lain yaitu Staphylococcus epidermidis, biasanya tidak bersifat patogen dan merupakan flora normal yang terdapat pada kulit tangan dan hidung (Fardiaz, 1992). Suhu minimum pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 6 7 C, suhu maksimum 45,5 C, sedangkan suhu optimum pertumbuhan adalah C. Nilai ph optimum adalah 7 7,5 dengan kisaran ph 4 9,8. Bakteri ini memproduksi pigmen kuning sampai orange (Fardiaz, 1992). P. aeruginosa Pseudomonas merupakan salah satu jenis dalam kelompok Pseudomonadaceae yang sering menimbulkan kebusukan makanan. Bakteri ini bersifat motil dengan flagella polar. Sifat-sifat penting Pseudomonas yang mempengaruhi pertumbuhan pada makanan adalah (1) umumnya mendapatkan sumber karbon dari senyawa yang bukan karbohidrat, (2) dapat menggunakan senyawa-senyawa nitrogen sederhana, (3) kebanyakan spesies tumbuh baik pada suhu rendah (bersifat psikrofilik, mesofilik dengan suhu optimum relatif rendah), kecuali P. aeruginosa dan P. fluorescens yang dapat tumbuh pada suhu 37 C, (4) memproduksi senyawa-senyawa yang bau busuk, (5) dapat mensintesa faktor-faktor pertumbuhan dan vitamin, (6) beberapa spesies bersifat proteolitik (memecah protein) dan lipolitik (memecah lemak) dan pektinolitik (memecah pektin), (7) pertumbuhan pada posisi aerobik berjalan dengan cepat, dan biasanya membentuk lender, (8) tidak tahan terhadap panas dan keadaan kering, oleh karena itu mudah dibunuh dengan proses pemanasan dan pengeringan (Fardiaz, 1992). B. cereus Spesies Bacillus ada yang mempunyai sifat proteolitik kuat, sedang atau tidak bersifat proteolitik. Salah satu spesies yang bersifat proteolitik yaitu B. cereus, yang memproduksi enzim proteolitik bersifat menyerupai rennin sehingga dapat 8

22 menggumpalkan susu. Beberapa spesies Bacillus juga bersifat lipolitik (memecah lipid), sedangkan yang lain tidak bersifat lipolitik (Fardiaz, 1992). Bakteri Bacillus merupakan Gram positif. B. cereus memiliki ciri-ciri berbentuk batang, bergerak, dapat membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob dan tersebar secara luas dalam tanah dan air. Organisme ini sampai saat ini belum dapat dikatakan sebagai bakteri patogenik. Sejumlah keracunan akibat tercemarnya bahan pangan dengan bakteri ini banyak ditemukan pada daging saus berempah dan nasi goreng. Kemampuan Bacillus membentuk spora memungkinkan mikroorganisme ini tetap hidup pada operasi pengolahan dengan pemanasan. Gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar karena bakteri ini termasuk diare, sakit perut dan kadang muntah-muntah, tetapi belum jelas apakah ini merupakan suatu bentuk keracunan bahan pangan yang bersifat intoksikasi atau infeksi (Buckle et al., 2007). 9

23 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Kegiatan Penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari April sampai September Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat indigenus bakteri asam dari daging sapi lokal Indonesia yaitu L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri indikator Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC dan B. cereus, media De Man Rogosa and Sharpe Broth (MRSB), De Man Rogosa Sharp Agar (MRSA), Yeast Extract (YE) 3%, NaCl 1%, NaOH 1 N, ammonium sulfat, buffer kalium fosfat, resin SP Sepharose Fast flow, media Mueller Hinton Agar (MHA), Bacto Agar (BA), dan aquadest. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, jarum Ose, cawan petri, tabung Erlenmeyer, membran saring Sartorius, gelas ukur, pipet volumetrik, mikro pipet, sentrifuse, incubator, refrigerator, membran dialisis, vortex, alumunium foil, kapas, bunsen, alkohol 70%, kertas saring, plastik PE, plastik wrap, oven, otoklaf, ph meter, neraca digital dan jangka sorong. Prosedur Pemeriksaan Kemurnian Bakteri Asam Laktat (Pelczar dan Chan, 2005) Kultur starter yang telah diisolasi dari daging sapi pada penelitian sebelumnya dikonfirmasi kembali untuk memastikan kemurnian kultur dengan cara ditumbuhkankan pada media De Man Rogosa Sharp Agar (MRSA) dengan metode striking dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam, kemudian diambil satu koloni yang dianggap sebagai koloni bakteri asam laktat dan dimasukkan ke De Man Rogosa Sharp Broth (MRSB). Kultur ini disebut kultur stok. Setiap kultur stok dilakukan penyegaran pada media MRSB sebelum dilakukan pengujian. Sebanyak satu ml kultur diinokulasikan ke dalam media MRSB. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam yang hasil ini disebut kultur kerja. Kultur kerja ini 10

24 yang digunakan untuk mengkonfirmasi bakteri uji. Uji yang dilakukan adalah uji pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram (Hadioetomo, 1990). Sampel bakteri dari koloni yang homogeny dioleskan pada kaca objek kemudian difiksasi panas. Satu ose bakteri kemudian diteteskan dengan kristal violet selama satu menit, diratakan, dibilas dengan akuades dan dikering udarakan. Setelah kering, olesan bakteri diteteskan iodium dan diratakan kembali, kering udara selama dua menit, kemudian dibilas akuades dan ditiriskan. Preparat dicuci dengan pemucat warna yaitu alkohol 95% setetes demi setetes selama 30 detik, kemudian dicuci segera dengan akuades dan ditiriskan. Setelah kering, preparat diteteskan minyak imersi dan diamati di bawah mikroskop untuk melihat bentuk dan warna dinding sel setelah dilakukan pewarnaan. Bakteri yang termasuk dalam kelompok Gram positif akan menunjukkan warna ungu, sedangkan kelompok bakteri Gram negatif akan menunjukkan warna merah safranin. Produksi Supernatan Netral Asal Isolat L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 (Todorov dan Dicks, 2005) Sebanyak 500 ml media MRS-broth ditambah yeast extrack 3% dan NaCl 1% diinokulasikan dengan 10% (v/v) kultur L. plantarum. Terdapat empat galur L. plantarum yang digunakan untuk diperoleh bakteriosin yaitu L. plantarum 2C12, 1A5, 1B1, dan 2B2 yang telah disegarkan, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 C selama 20 jam. Setelah selesai diinkubasi, L. plantarum disimpan pada refrigerator suhu 4 C selama dua jam dan dilakukan sentrifugasi pada kecepatan rpm selama 20 menit suhu 4 C. Setelah selesai, dilakukan penyaringan dengan menggunakan membran saring Sartorius berdiameter 0,22 µm yang selanjutnya supernatan bebas sel dari setiap galur L. plantarum dinetralkan menjadi ph 5,8 6,2 dengan menggunakan 1 N NaOH. Pengecekan ph menggunakan kertas lakmus dan ph meter dengan kalibrasi dua kali yaitu ph 7 dan ph 4. Supernatan bebas sel yang telah dinetralkan kemudian dilakukan uji antagonistik terhadap bakteri patogen Salmonella ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, B. cereus dan P. aeruginosa ATCC Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas penghambatan supernatan bebas sel galur 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 pada bakteri patogen indikator. 11

25 Tabel 1. Penggunaan Padatan Ammonium Sulfat (% Penjenuhan) Awal % Konsentrasi Akhir dari Padatan Ammonium Sulfat (g) / 1000 ml Sumber : Simpson (2006) 12

26 Purifikasi Parsial dengan Menggunakan Presipitasi Ammonium Sulfat (Todorov dan Dicks, 2005) Supernatan antimikrob yang telah disaring steril ditambahkan serbuk ammonium sulfat sebanyak 80% secara bertahap (20%, 40%, 60%, dan 80%) untuk menghasilkan endapan protein, kemudian dihomogenkan secara perlahan pada suhu 4 o C selama dua jam (Abo Amer, 2007). Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan endapan protein yang selanjutnya disebut presipitat bakteriosin. Presipitat dikoleksi pada tabung steril. Pengecekan protein dari presipitat bakteriosin diamati dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada absorbansi 280 nm. Dialisis. Dialisis dilakukan dengan tujuan untuk desalting atau menghilangkan garam ammonium sulfat yang masih bercampur dengan presipitat bakteriosin. Buffer yang digunakan adalah buffer kalium fosfat ph 6,8 (campuran KH 2 PO 4 dan K 2 HP0 4 ) dengan perbandingan 1 : (1 bagian presipitat dan bagian buffer). Dialisis dilakukan dengan menggunakan membran dialisis berdiameter 20 pada buffer kalium fosfat selama 12 jam, dan dilakukan penggantian buffer sebanyak dua kali (2 dan 4 jam) pada suhu 4 C. Setelah selesai, didapatkan ekstrak kasar bakteriosin. Pengecekan protein plantarisin hasil dialisis diamati menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 280 nm. Purifikasi dengan Menggunakan Kromatographi Pertukaran Kation (Hata et al., 2010) Kolom diisi dengan resin SP Sepharose fast flow. Buffer yang digunakan adalah buffer kalium fosfat ph 6,8. Kolom terlebih dahulu dipasangkan pada penjepit Bunsen kemudian buffer dituangkan ke dalam kolom. Setelah itu buffer dibuang secara perlahan. SP Sepharose secara perlahan dengan menggunakan pipet Pasteur dimasukkan ke dalam kolom, dan diusahakan supaya tidak ada udara (gas) yang masuk ke dalam kolom. Selanjutnya resin akan menjadi gel. Kemudian di atas resin diberikan buffer dan kolom disimpan pada refrigerator (4 C). Plantarisin hasil dialisis dimasukkan ke dalam kolom secara perlahan-lahan, dan di bawah kolom diberikan tabung penampung eluent yang keluar dari kolom. Eluent pertama adalah buffer, sedangkan yang berikutnya adalah sampel plantarisin murni. Kecepatan alir yang diberikan adalah 0,8 ml/menit. Setelah selesai, dilakukan pencucian 13

27 dengan buffer kembali dan ditampung untuk mengambil eluent yang terikat pada gel (resin). Semua dilakukan pada suhu dingin (4 C). Setelah selesai dalam beberapa tabung koleksi didapatkan eluent yang berisi plantarisin murni. Plantarisin murni disimpan pada suhu dingin (4 C) dan protein plantarisin murni diukur dengan menggunakan spektrofotometer yang selanjutnya plantarisin murni siap untuk dianalisis sifat dan karakteristiknya. Karakteristik Plantarisin (Hata et al., 2010) Ketahanan terhadap Suhu. Uji ketahanan terhadap suhu sangat penting untuk mengetahui karakteristik aktivitas plantarisin sebagai antimikrob yang dapat diaplikasikan pada berbagai kondisi penanganan dan pengolahan pangan. Plantarisin murni hasil kromatografi kolom diuji ketahanannya setelah mengalami penyimpanan selama 15 hari yaitu 0, 5, 10, dan 15 hari pada suhu refrigerator (10 C). Ketahanan terhadap suhu dilihat dengan menguji aktivitas antimikrob plantarisin murni hasil perlakuan lama penyimpanan dengan metode sumur. Zona hambat (baik zona bening maupun zona semu) yang terdapat disekitar sumur pada cawan yang berisikan bakteri patogen dan pembusuk, menunjukkan bahwa plantarisin tersebut masih memiliki aktivitas antagonistik selama penyimpanan terhadap bakteri patogen. Aktivitas Antimikrob Plantarisin terhadap Bakteri Patogen dan Pembusuk Makanan (Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC 27853, dan B. cereus). Plantarisin murni hasil kromatografi kolom disiapkan dengan melarutkan 1:1 (v/v) plantarisin dengan buffer kalium fosfat. Metode yang digunakan adalah metode difusi sumur (Savadogo et al., 2006). Bakteri indikator (Patogen dan pembusuk makanan) sebanyak 10 6 cfu/ml yang berumur 24 jam diinokulasikan ke dalam cawan yang selanjutnya dituangkan media konfrontasi yaitu Mueller Hinton agar (MHA) sebanyak ml. Setelah agar mengeras dan dingin, dibuat sumur pada cawan pada diameter lima mm. Sumur yang telah dibuat, kemudian ke dalam sumur dituangkan 50 µl plantarisin murni kemudian cawan disimpan dalam refrigerator selama 2 jam untuk memberikan kesempatan plantarisin berdifusi kedalam agar. Setelah itu cawan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk disekitar sumur menandakan bahwa 14

28 plantarisin mampu menghambat bakteri indikator. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter zona bening (mm). Rancangan dan Analisis Data Rancangan dan analisis data meliputi perlakuan dan model statistik rancangan penelitian. Rancangan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi produksi plantarisin, uji antagonistik plantarisin murni 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap bakteri indikator selama penyimpanan suhu dingin. Produksi Plantarisin Nilai ph supernatan bebas sel netral dan konsentrasi protein plantarisin, analisis data dilakukan secara deskriptif. Rancangan percobaan yang digunakan untuk peubah hasil uji antagonistik supernatan bebas sel netral L. plantarum. adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan perlakuan 4 x 5 dan ulangan sebanyak tiga kali. Faktor perlakuan adalah galur L. plantarum, dengan empat taraf perlakuan yaitu galur 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 dan lima bakteri patogen indikator. Analisis data dilakukan secara statistik. Model statistik rancangan acak lengkap (RAL) faktorial adalah sebagai berikut. Y ijk = µ + P i + Y j + PY ij + ijk Keterangan : Y ijk = Variabel respon akibat bakteri patogen indikator ke-i dan supernatan bebas sel ke- j pada ulangan ke-k. µ = Nilai tengah umum. P i = Pengaruh perlakuan bakteri patogen indikator ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5 Y j = Pengaruh perlakuan jenis supernatan bebas sel ke-j, j = 1, 2, 3, 4 PY ij = Pengaruh interaksi antara bakteri patogen indikator ke-i dengan jenis supernatan bebas sel ke- j ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ke-j, terhadap ulangan ke-k, k = 1, 2, 3 Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat hasil uji antagonistik dari supernatan bebas sel asal berbagai strain L. plantarum dengan bakteri patogen indikator Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC dan B. cereus. Data yang diperoleh jika 15

29 memenuhi uji asumsi dianalisis dengan menggunakan analisa ragam yaitu uji parametrik dan bila hasil yang diperoleh nyata maka dilanjutkan uji banding dengan menggunakan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). Jika data tidak memenuhi asumsi, maka data dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis (uji non parametrik), bila hasil yang diperoleh menunjukkan pengaruh yang nyata pada non parametrik maka dilanjutkan dengan uji pembanding berganda (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Minitab14 dan Statistix8. Stabilitas Aktivitas Plantarisin selama Penyimpanan Suhu Dingin (10 C) Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan rancangan dasar rancangan acak lengkap (RAL) 4 x 4. Faktor perlakuan yang pertama adalah lama penyimpanan yang berbeda (0, 5, 10 dan 15 hari) pada suhu dingin (10 C) dan faktor perlakuan kedua adalah plantarisin asal L. plantarum galur yang berbeda (1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12). Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Model statistik rancangan faktorial dengan rancangan dasar RAL adalah sebagai berikut. Y ijk = µ + P i + Y j + PY ij + ijk Keterangan : Y ijk = Variabel respon akibat pengaruh lama penyimpanan ke-i dan plantarisin ke- j pada ulangan ke-k. µ = Nilai tengah umum. P i = Pengaruh perlakuan lama penyimpanan ke-i, i = 1, 2, 3, 4 Y j = Pengaruh perlakuan jenis plantarisin ke-j, j = 1, 2, 3, 4 PY ij = Pengaruh interaksi antara lama penyimpanan ke-i dengan jenis plantarisin ke-j. ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ke-j, terhadap ulangan ke-k, k = 1, 2, 3 Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat hasil uji antagonistik dari plantarisin murni asal berbagai galur L. plantarum hasil purifikasi parsial dengan perlakuan lama penyimpanan yang berbeda yang dilakukan terhadap bakteri indikator Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, P. aeruginosa ATCC 27853, dan B. cereus, sebagai kontrol adalah plantarisin yang tidak mengalami penyimpanan (0 hari). Data yang didapat jika 16

30 memenuhi uji asumsi dianalisis dengan menggunakan analisa ragam yaitu uji parametrik dan bila hasil yang diperoleh nyata maka dilanjutkan uji banding dengan menggunakan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). Jika data tidak memenuhi asumsi, maka data dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis (uji non parametrik), bila hasil yang diperoleh menunjukkan pengaruh yang nyata pada non parametrik maka dilanjutkan dengan uji pembanding berganda (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Model statistik uji Tukey adalah sebagai berikut: w = qα (p,fe) x (KTG/r) 1/2 Keterangan : qα = Taraf uji yang digunakan (95% atau 99%) p = Jumlah taraf perlakuan fe = Derajat bebas (db) galat KTG = Kuadrat tengah galat r = Jumlah ulangan 17

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous daging sapi yaitu bakteriosin asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator yang terdiri atas bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, B. cereus, dan P. aeruginosa ATCC Karakteristik morfologis yang diamati meliputi bentuk dan susunan sel-sel bakteri secara mikroskopik, dilakukan dengan bantuan pewarnaan Gram. Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan kemurnian Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan cara untuk memastikan bahwa bakteri yang akan diuji merupakan kultur murni BAL hasil isolasi dengan mengetahui karakteristik masing-masing kultur berdasarkan sifat yang tampak pada setiap bakteri. Karakteristik tersebut berdasarkan profil fenotip seperti berdasarkan dinding sel bakteri melalui pewarnaan Gram serta bentuk dari masing-masing isolat BAL yang sudah diisolasi sebelumnya dari daging sapi yang beredar di Bogor (Hidayati, 2006). Morfologi Sel Konfirmasi bakteri uji yang selanjutnya diuji adalah morfologi sel. Sebanyak empat BAL dan lima bakteri patogen indikator dikarakterisasi berdasarkan morfologi selnya untuk mengetahui bentuk bakteri dari masing-masing isolat menggunakan mikroskop. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa berdasarkan bentuk morfologinya bakteri dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan batang (basil), bulat (kokus), dan golongan spiral. Hasil pengamatan morfologi sel empat isolat BAL yaitu 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 adalah bakteri dengan bentuk batang (basil) dengan susunan tunggal atau pendek. Isolat ini merupakan kelompok bakteri asam laktat genus Lactobacillus (Fardiaz, 1992). Menurut Buckle et al (2007), bakteri E. coli, Salmonella dan P. aeruginosa tergolong bakteri Gram negatif karena memiliki ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk batang, bergerak, dan bersifat fakultatif anaerob. Bakteri S. aureus merupakan bakteri Gram 18

32 positf dengan ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk kokus dan berkelompok menyerupai buah anggur, tidak bergerak, dan tidak berspora (Holt et al., 1994). B. cereus juga merupakan bakteri Gram positif dengan ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk batang dan merupakan bakteri gram positif yang memiliki spora (Ray, 2000). Karakteristik keempat isolat BAL dan bakteri patogen indikator dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta Bakteri Patogen Indikator Berdasarkan Uji Morfologi dan Pewarnaan Gram Bakteri Pewarnaan Gram Morfologi Bentuk dan Susunan L. plantarum 1A5 Positif L. plantarum 1B1 Positif L. plantarum 2B2 Positif L. plantarum 2C12 Positif Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC Negatif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek Batang tunggal dan berkoloni E. coli ATCC Negatif Berbentuk batang, bergerak S. aureus ATCC Positif P. aeruginosa ATCC Negatif B. cereus Positif Bulat tunggal dan berkoloni seperti buah anggur Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek Batang, susunan tunggal dan berkoloni serta terdapat kantung spora Pewarnaan Gram merupakan metode uji untuk mengetahui makromolekul dinding sel setiap isolat bakteri uji dan bakteri indikator. Bakteri berdasarkan reaksi pewarnaan Gram dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan Gram negatif. Sebanyak empat isolat bakteri asam laktat dan lima bakteri patogen indikator dilakukan pengujian pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik morfologis dan kemurnian kultur bakteri yang digunakan. Karakteristik morfologis Lactobacillus sp. tergolong bakteri Gram positif yang mempunyai bentuk batang 19

33 bervariasi dari panjang dan ramping sampai kokobacilus pendek (Pelczar dan Chan, 2005). Hasil pengamatan morfologi dan pewarnaan Gram secara mikroskopis dari bakteri L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. (A) (B) (C) (D) Gambar 1. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram L. plantarum : (A) L. plantarum 1A5; (B) L. plantarum 1B1; (C) L. plantarum 2B2; (D) L. plantarum 2C12 20

34 (A) (B) (C) (D) (E) Gambar 2. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Bakteri Patogen Indikator: (A) Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028; (B) E. coli ATCC 25922; (C) S. aureus ATCC 25923; (D) P. auruginosa ATCC 27853; (E) B. cereus 21

35 Hasil yang diperoleh berdasarkan pewarnaan Gram, ternyata bakteri L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator S. aureus ATCC dan B. cereus yang digunakan merupakan bakteri Gram positif. Hal ini disebabkan keenam bakteri ini tetap mempertahankan warna ungu Kristal violet meskipun telah diberi alkohol 95% dan zat warna lain yaitu safranin. Bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC dan P. aeruginosa ATCC merupakan Gram negatif. Hal ini disebabkan ketiga bakteri tersebut tidak dapat mempertahankan warna ungu Kristal violet setelah diberi alkohol 95% dan bakteri ini menyerap warna merah yang berasal dari zat warna safranin. Produksi Plantarisin Produksi plantarisin dilakukan dengan menggunakan inducer berupa kombinasi NaCl 1% dan yeast extract 3% dengan media pertumbuhan kultur menggunakan MRS broth. Tabel 3 menunjukkan kondisi ph awal dari supernatan bebas sel dan kondisi ph supernatan bebas sel yang telah dinetralkan menggunakan NaOH 1N. Berdasarkan nilai ph pada Tabel 3 supernatan antimikrob yang telah dihasilkan dari media produksi dengan inducer berada pada kondisi asam. Kondisi asam tersebut disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang terbentuk sebagai metabolit primer dari bakteri asam laktat. Asam organik tersebut mempunyai spektrum penghambatan yang luas terhadap mikroorganisme yaitu dengan cara menyerang dinding sel, membran sel, metabolisme enzim, sistem sintesis protein maupun secara genetik (Smid dan Gorris, 2007). Asam-asam organik yang terdapat di dalam supernatan antimikrob L. plantarum dapat menutupi aktivitas plantarisin yang terbentuk saat akan menghambat bakteri indikator pada uji antagonistik. Asam-asam organik dihilangkan dengan cara dilakukan penambahan buffer (NaOH 1N) agar supernatan antimikrob tersebut mencapai ph 5,8 6,2. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh asam organik yang terdapat pada supernatan antimikrob sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan kerja plantarisin yang terbentuk. Kondisi ph dari supernatan antimikrob L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 pada media MRS broth dapat dilihat pada Tabel 3. 22

36 Tabel 3. Kondisi ph Supernatan Bebas Sel (ph awal) dan Supernatan Netral Plantarisin asal galur Lactobacillus plantarum ph awal ph setelah dinetralkan 1A5 4,01 ± 0,04 6,11 ± 0,34 1B1 3,94 ± 0,11 5,87 ± 0,12 2B2 4,00 ± 0,02 6,17 ± 0,31 2C12 3,98 ± 0,01 6,04 ± 0,16 Hasil uji antagonistik supernatan bebas sel asal empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 dari media produksi plantarisin terhadap masing-masing bakteri indikator disajikan secara lengkap pada Tabel 4. Uji antagonistik keempat galur L. plantarum terhadap bakteri patogen indikator ditunjukkan dengan adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur. Tabel 4. Hasil Uji Antagonistik Supernatan Netral terhadap Bakteri Patogen Indikator Bakteri Patogen Supernatan Bebas Sel asal Galur Lactobacillus plantarum 1A5 1B1 2B2 2C12 Rata-rata (mm) S. aureus ATCC ,64 ± 0,12 12,78 ± 0,28 12,57 ± 0,38 11,08 ± 0,10 12,27 ± 0,80 ab P. aeruginosa ATCC ,42 ± 1,03 13,10 ± 0,20 13,16 ± 0,15 11,23 ± 0,15 12,73 ± 1,01 ab Salmonella ATCC ,15 ± 0,85 13,19 ± 0,09 13,15 ± 0,45 12,14 ± 1,00 12,91 ± 0,51 ab E. Colli ATCC ,27 ± 0,32 13,31 ± 0,32 13,56 ± 0,04 12,33 ± 0,30 13,12 ± 0,54 a Bacillus cereus 12,17 ± 0,15 12,23 ± 0,20 12,60 ± 0,22 11,79 ± 0,27 12,20 ± 0,33 b Rata-rata 12,93 ± 0,52 A 12,92 ± 0,43 A 13,01 ± 0,42 A 11,71 ± 0,55 B 12,65 ± 0,40 Keterangan : Besarnya diameter zona hambat tidak termasuk diameter lubang sumur (5mm); Huruf superskrip horizontal yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap supernatan yang berbeda; Huruf superskrip vertikal yang berbeda menun- jukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap bakteri patogen yang berbeda Berdasarkan Tabel 4, supernatan bebas sel netral asal empat galur L. plantarum terhadap bakteri patogen indikator setelah diuji statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara jenis patogen dan jenis superanatan bebas sel. Terdapat perbedaan yang sangat nyata antara supernatan bebas sel galur 1A5, 1B1 dan 2B2 23

37 dengan supernatan bebas sel galur 2C12. Supernatan bebas sel galur 2C12 menghasilkan rataan zona hambat yang paling rendah dibandingkan dengan supernatan asal galur lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa 2C12 kurang efektif digunakan untuk uji antagonistik terhadap kelima bakteri patogen indikator. Diameter zona hambat supernatan bebas sel juga dipengaruhi oleh jenis bakteri patogen indikator, terdapat perbedaan yang sangat nyata diameter zona hambat yang dihasilkan keempat supernatan antara bakteri E. coli ATCC dengan bakteri B. cereus. Pengamatan secara deskriptif menunjukkan bahwa supernatan asal empat galur L. plantarum dapat menghambat pertumbuhan bakteri indikator Gram negatif (E. coli ATCC 25922, Salmonella enteriditis ser. Typhimurium ATCC 14028, P. aeruginosa ATCC 27853). Hasil ini dikuatkan oleh pernyataan Smaoui et al. (2010) bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum sp. TN635 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif (Salmonella enterica ATCC43972, Pseudomonas aeruginosa ATCC 49189, Hafnia sp. and Serratia sp.) dan Candida tropicalis R2 CIP203 yang termasuk jamur (fungi) patogen. Pengujian Konsentrasi Protein Plantarisin Plantarisin murni diperoleh dari beberapa tahapan, diantara tahapan yang digunakan yaitu tahap purifikasi. Tahap purifikasi terdiri atas purifikasi parsial yang menggunakan ammonium sulfat dan dialisis, serta purifikasi menggunakan kromatografi pertukaran kation. Hasil dari tahapan purifikasi menggunakan ammonium sulfat disebut presipitat plantarisin dan hasil dari tahap dialisis disebut plantarisin kasar, sedangkan hasil dari purifikasi menggunakan kromatografi pertukaran kation disebut plantarisin murni. Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi protein dari presipitat plantarisin, plantarisin kasar dan plantarisin murni, sehingga dapat dilihat perbedaan konsentrasi protein dari ketiga bentuk plantarisin tersebut. Pengujian protein ini menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang (λ) 280. Konsentrasi protein dari ketiga tahapan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. 24

38 Tabel 5. Konsentrasi Protein Plantarisin Asal L. plantarum pada Presipitat Plantarisin, Plantarisin Kasar dan Plantarisin Murni. Plantarisin asal galur L. plantarum Presipitat plantarisin Konsentrasi Protein Plantarisin kasar Plantarisin murni (mg/ml) A5 24,08 ± 0,50 56,65 ± 0,79 32,43 ± 1,80 1B1 24,61 ± 1,95 71,20 ± 0,90 37,22 ± 0,70 2B2 15,62 ± 2,79 44,60 ± 4,86 15,27 ± 1,64 2C12 3,41 ± 1,38 0,97 ± 0,13 10,65 ± 0,02 Berdasarkan Tabel 5, hasil kuantitatif presipitat plantarisin, plantarisin kasar dan plantarisin murni, secara deskriptif dapat dikatakan bahwa nilai rataan konsentrasi protein plantarisin kasar lebih tinggi dibandingkan presipitat plantarisin terhadap ketiga plantarisin asal galur L. plantarum 1A5, 1B1, dan 2B2. Presipitat plantarisin merupakan hasil dari purifikasi parsial dengan konsentrasi yang tinggi namun masih mengandung garam mineral yang digunakan untuk mengendapkan protein. Proses dialisis atau proses pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor pada permukaan partikelpartikel protein sehingga dapat menghasilkan plantarisin kasar dengan konsentrasi protein yang lebih tinggi dari presipitat plantarisin (Day dan Underwood, 2002). Nilai konsentrasi protein plantarisin kasar galur L. plantarum 2C12 cenderung lebih rendah dari ketiga galur lainnya. Konsentrasi protein plantarisin kasar 2C12 mengalami penurunan setelah tahap dialisis. Hal ini dapat disebabkan masih terdapat pengaruh media MRSB di dalam presipitat plantarisin dan pada saat didialisis banyak yang keluar. Proses purifikasi plantarisin dengan menggunakan kromatografi pertukaran kation akan menghasilkan sejumlah fraksi plantarisin murni yang konsentrasi proteinnya berbeda-beda. Fraksi dengan konsentrasi protein yang tidak terlalu tinggi dipilih sebagai sampel untuk melakukan pengujian karakterisasi plantarisin terhadap lamanya penyimpanan suhu dingin. Konsentrasi protein plantarisin murni jika dibandingkan dengan plantarisin kasar memiliki konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini disebabkan konsentrasi protein yang dihasilkan oleh plantarisin kasar tidak hanya berasal dari plantarisin namun ada sumber 25

39 penghasil protein lain yaitu masih terdapat media MRSB yang memiliki kandungan pepton dan yeast extract. Konsentrasi protein keempat plantarisin murni yang diperoleh cukup tinggi, sehingga keempat plantarisin tersebut dapat digunakan untuk uji selanjutnya yaitu pengujian 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap ketahanan suhu dingin (10 C). Pengaruh Lama Penyimpanan Plantarisin Murni Galur 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 melalui Aktivitas Penghambatan Antimikrob pada Suhu Dingin (10 C) Aktivitas penghambatan keempat plantarisin asal galur L. plantarum selama 15 hari pada suhu 10 C diamati untuk mengetahui stabilitas plantarisin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 selama penyimpanan suhu dingin. Stabilitas aktivitas penghambatan ditentukan melalui diameter zona hambat (berupa zona bening atau zona semu) yang dihasilkan terhadap kelima bakteri patogen indikator (S. aureus ATCC 25923, Salmonella enteritidis ser. Thyphimurium ATCC 14028, P. aeruginosa ATCC 27853, E. coli ATCC dan B. cereus). S. aureus ATCC Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 terhadap bakteri indikator S. aureus yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 C) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum selama Penyimpanan terhadap S. aureus ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H (mm) A5 8,63 ± 0,45 9,40 ± 0,73 9,67 ± 1,45 10,10 ± 0,47 1B1 9,18 ± 1,11 8,81 ± 0,44 10,16 ± 1,79 9,98 ± 1,79 2B2 8,11 ± 0,53 8,84 ± 0,86 9,26 ± 0,79 9,70 ± 2,33 2C12 10,48 ± 0,92 6,93 ± 0,22 10,43 ± 0,92 8,52 ± 0,44 Rata-rata 9,10 ± 1,02 ab 8,50 ± 1,08 b 9,88 ± 0,52 a 9,57 ± 0,72 ab Keterangan : Besarnya diameter zona hambat sudah termasuk diameter lubang sumur (5 mm); Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0,05) Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur yaitu 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang disimpan pada suhu dingin selama 15 hari, setelah diujikan pada bakteri S. aureus ATCC dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh 26

40 berdasarkan uji antagonistik yaitu terdapat diameter zona hambat di sekitar sumur. Diameter zona hambat yang terbentuk berupa diameter zona semu. Menurut Jimenez- Diaz (1993), Diameter zona hambat dapat berupa diameter zona bening di sekeliling sumur yang menunjukkan sifat bakterisidal (membunuh bakteri) maupun diameter zona semu yang merupakan sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan mikroba). Berdasarkan analisis ragam, diameter zona hambat yang diperoleh tidak terdapat interaksi antara jenis plantarisin dengan umur simpan (P>0,05). Penghambatan bakteri S. aureus ATCC tidak dipengaruhi oleh jenis plantarisin yang berbeda. Hal ini disebabkan bakteri S. aureus ATCC merupakan bakteri Gram negatif, menurut Jimenez-Diaz (1993), bakteriosin merupakan protein atau peptida pada bakteri yang menunjukkan aksi bakterisidal ataupun bakteriostatik terhadap spesies yang umumnya berkerabat dekat. Plantarisin 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan umur simpan, sehingga dilakukan pengujian lanjut. Hasil pengujian lanjut menunjukkan bahwa penyimpanan pada hari ke-5 berbeda nyata terhadap S. aureus ATCC jika dibandingkan dengan hari ke-10. Perbedaan lamanya umur simpan keempat plantarisin asal galur L. plantarum mengalami penurunan aktivitas penghambatan pada penyimpanan selama lima hari, namun perpanjangan penyimpanan hingga 10 hari mampu mengembalikan aktivitas penghambatan plantarisin murni dengan menghasilkan diameter zona hambat yang tidak berbeda dengan H-0. Menurut Amanah (2011), penyimpanan 1 minggu pada suhu refrigerator menyebabkan FBS (filtrat bebas sel) L. acidophilus Y-01 mengalami penurunan aktivitas penghambatan yang sangat nyata, namun perpanjangan penyimpanan hingga 2 minggu mampu mengembalikan aktivitas penghambatan FBS L. acidophilus Y-01 dengan menghasilkan diameter zona hambat yang tidak berbeda dengan kontrol. Aktivitas plantarisin selama penyimpanan suhu dingin bersifat fluktuatif. Penyimpanan plantarisin selama 10 hari efektif digunakan untuk uji antagonistik terhadap bakteri S. aureus ATCC karena menghasilkan diameter zona hambat yang optimum. Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 terhadap 27

41 bakteri indikator Salmonella yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 C) dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum selama Penyimpanan terhadap Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H-15 Rata-Rata (mm) A5 8,70 ± 0,43 9,81 ± 1,11 9,97 ± 1,56 10,78 ± 3,90 9,82 ± 0,86 1B1 8,67 ± 0,47 8,53 ± 0,49 10,45 ± 3,42 10,57 ± 3,03 9,56 ± 1,11 2B2 8,94 ± 0,21 8,59 ± 1,20 9,33 ± 1,29 10,36 ± 3,63 9,31 ± 0,77 2C12 12,58 ± 4,75 7,04 ± 0,79 14,17 ± 1,23 9,03 ± 1,39 10,71 ± 3,25 Keterangan : Besarnya diameter zona hambat sudah termasuk diameter lubang sumur (5mm) Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 selama 15 hari pada suhu dingin, setelah diujikan pada bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh berdasarkan uji antagonistik yaitu terdapat diameter zona hambat di sekitar sumur. Analisis yang digunakan yaitu non parametrik karena data tersebut tidak memenuhi uji asumsi, sehingga menggunakan Kruskal-Wallis. Hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil uji antagonistik, diameter zona hambat yang dihasilkan oleh plantarisin 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 dari penyimpanan H-0 sampai H-15 terhadap bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC masih mempunyai aktivitas antimikrob sehingga dapat dikatakan bahwa keempat plantarisin tersebut tetap stabil. Menurut Davis dan Stout (1971), rataan diameter zona hambat yang dihasilkan oleh plantarisin 1A5, 1B1 dan 2B2 termasuk kategori sedang dan plantarisin 2C12 termasuk kategori kuat. Kategori sedang yaitu plantarisin memiliki aktivitas penghambatan yang sedang terhadap bakteri patogen indikator dilihat dari zona hambat yang dihasilkan. Kategori kuat yaitu plantarisin memiliki aktivitas penghambatan yang kuat terhadap bakteri patogen indikator dilihat dari zona hambat yang dihasilkan. Plantarisin yang paling efektif digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC yaitu 28

42 plantarisin 2C12 karena 2C12 menghasilkan rataan diameter zona hambat terbesar dan termasuk kategori kuat. P. aeruginosa ATCC Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1 2B2 dan 2C12 terhadap bakteri indikator P. aeruginosa yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 C) dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum selama Penyimpanan terhadap P. aeruginosa ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H (mm) A5 8,49 ± 0,42 Aa 9,72 ±2,19 Aa 9,64 ± 1,12 Aa 9,20 ± 0,72 Aa 1B1 9,39 ± 1,45 Aa 8,49 ± 0,60 Aa 10,64 ± 1,58 Aa 8,91 ± 1,72 Aa 2B2 8,94 ± 0,30 Aa 8,73 ± 1,44 Aa 10,21 ± 1,10 Aa 8,69± 1,26 Aa 2C12 10,94 ± 1,88 Aac 6,34 ± 0,23 Ab 12,83 ± 4,02 Aa 8,67± 1,05 Abc Keterangan : Besarnya diameter zona hambat tidak termasuk diameter lubang sumur (5mm); Huruf superskrip kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara jenis plantarisin; Huruf superskrip (kecil) yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara umur simpan Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur yaitu 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang disimpan pada suhu dingin selama 15 hari, setelah diujikan pada bakteri P. aeruginosa ATCC dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh yaitu terdapat diameter zona hambat disekitar sumur. Berdasarkan analisis ragam, hasil yang diperoleh berbeda nyata (P<0,05) sehingga dilakukan pengujian lanjut. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan yaitu jenis plantarisin yang berbeda dengan lamanya umur simpan terhadap bakteri indikator P. aeruginosa ATCC Pengujian berdasarkan pengaruh sederhana dari perlakuan jenis plantarisin dengan menggunakan uji Tukey, plantarisin 1A5, 1B1 dan 2B2 setelah mengalami penyimpanan (H-0, H-5, H-10 dan H-15) memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Implikasi dari pengujian pengaruh sederhana ini adalah penyimpanan ketiga plantarisin tersebut dapat menggunakan salah satu umur simpan (H-0, H-5, H-10 atau H-15) untuk menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa ATCC Hal ini disebabkan plantarisin 1A5, 29

43 1B1, dan 2B2 tetap stabil selama penyimpnan 15 hari pada suhu dingin (10 ºC). Terdapat pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap plantarisin 2C12 selama penyimpanan 15 hari. Plantarisin 2C12 efektif digunakan sebagai antimikrob bakteri P. aeruginosa ATCC setelah mengalami penyimpanan selama 10 hari karena aktivitas 2C12 meningkat dan menghasilkan diameter zona hambat yang paling besar. Pengujian berdasarkan pengaruh sederhana dari perlakuan umur simpan yang berbeda menggunakan uji Tukey, penyimpanan (H-0, H-5, H-10 dan H-15) memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) pada keempat plantarisin terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Implikasi dari pengujian pengaruh sederhana ini adalah keempat umur simpan tersebut dapat digunakan untuk salah satu jenis plantarisin (1A5, 1B1, 2B2, atau 2C12) sebagai penghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa ATCC E. coli ATCC Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 terhadap bakteri E. coli yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 C) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum selama Penyimpanan terhadap E. coli ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H-15 Rata-Rata (mm) A5 9,40 ± 0,52 8,78 ± 0,61 9,89 ± 1,31 9,99 ± 2,59 9,52 ± 0,55 ab 1B1 8,99 ± 0,91 8,30 ± 0,81 9,64 ± 0,65 9,70 ± 1,59 9,16 ± 0,66 ab 2B2 8,45 ± 0,70 8,42 ± 1,23 9,63 ± 1,14 8,89 ± 2,22 8,85 ± 0,56 b 2C12 11,71 ± 2,16 8,49 ± 0,57 12,70 ± 1,13 9,78 ± 1,08 10,67 ± 1,89 a Rata-rata 9,64 ± 1,44 AB 8,50 ± 0,20 B 10,47 ± 1,49 A 9,59 ± 0,48 AB Keterangan : Besarnya diameter zona hambat tidak termasuk diameter lubang sumur (5mm); Huruf superskrip horizontal yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap umur simpan; Huruf superskrip vertikal yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap plantarisin yang berbeda Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur L. plantarum yaitu 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin, setelah diujikan pada bakteri E. coli dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh berdasarkan uji antagonistik yaitu terdapat diameter zona hambat disekitar sumur. 30

44 Berdasarkan analisis ragam, hasil yang diperoleh berbeda nyata (P<0,05) sehingga dilakukan pengujian lanjut. Interaksi diantara kedua faktor perlakuan (umur simpan dan jenis plantarisin) tidak berpengaruh nyata, namun berpengaruh nyata terhadap umur simpan dan jenis plantarisin yang berbeda. Hasil yang diperoleh berdasarkan pengujian lanjut, keempat plantarisin asal galur L. plantarum yaitu terdapat perbedaan yang nyata antara plantarisin 2B2 dengan 2C12. Plantarisin 2C12 memiliki rataan diameter zona hambat paling besar, sehingga plantarisin 2C12 lebih efektif jika digunakan sebagai antimikrob terhadap bakteri E. coli ATCC dibandingkan ketiga plantarisin lainnya. Berdasarkan faktor perlakuan umur simpan, terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara H-5 dan H-10. Aktivitas keempat plantarisin setelah mengalami penyimpanan suhu dingin selama 10 hari menghasilkan diameter zona hambat yang paling besar, sehingga plantarisin yang telah disimpan selama 10 hari efektif digunakan sebagai antimikrob terhadap bakteri E. coli ATCC B. cereus. Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 terhadap bakteri indikator B. cereus yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 C) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum selama Penyimpanan terhadap B. cereus pada Suhu Dingin (10 C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H (mm) A5 9,26 ± 0,94 Aa 8,80 ± 0,68 Aa 10,43 ± 1,00 Aa 9,53 ± 1,94 Aa 1B1 9,91 ± 1,85 Aa 8,73 ± 1,12 Aa 9,65 ± 1,44 Aa 9,13 ± 1,45 Aa 2B2 8,28 ± 0,49 Aa 8,18 ± 0,61 Aa 9,24 ± 1,32 Aa 9,72 ± 2,98 Aa 2C12 11,13 ± 1,84 Aa 5,81± 0,18 Ab 11,50 ± 0,24 Aa 8,77 ± 1,13 Aab Keterangan : Besarnya diameter zona hambat sudah termasuk diameter lubang sumur (5mm); Huruf superskrip kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara jenis plantarisin; Huruf superskrip (kecil) yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara umur simpan Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur yaitu 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang disimpan pada suhu dingin selama 15 hari, setelah diujikan pada bakteri B. cereus 31

45 dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh berdasarkan uji antagonistik yaitu terdapat diameter zona hambat disekitar sumur. Berdasarkan analisis ragam, hasil yang diperoleh berbeda nyata (P<0,05) sehingga dilakukan pengujian lanjut. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan yaitu jenis plantarisin yang berbeda dengan lamanya umur simpan terhadap bakteri indikator B. cereus. Pengujian berdasarkan pengaruh sederhana dari perlakuan jenis plantarisin dengan menggunakan uji Tukey, plantarisin 1A5, 1B1 dan 2B2 setelah mengalami penyimpanan (H-0, H-5, H-10 dan H-15) memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Implikasi dari pengujian pengaruh sederhana ini adalah penyimpanan ketiga plantarisin tersebut dapat menggunakan salah satu umur simpan (H-0, H-5, H-10 atau H-15) untuk menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus. Hal ini disebabkan plantarisin 1A5, 1B1, dan 2B2 tetap stabil selama penyimpnan 15 hari pada suhu dingin (10 ºC). Terdapat pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap plantarisin 2C12 selama penyimpanan 15 hari yaitu pada H-15. Plantarisin 2C12 efektif digunakan sebagai antimikrob bakteri B. cereus setelah mengalami penyimpanan selama 10 hari karena aktivitas 2C12 meningkat dan menghasilkan diameter zona hambat yang paling besar. Pengujian berdasarkan pengaruh sederhana dari perlakuan umur simpan yang berbeda menggunakan uji Tukey, penyimpanan (H-0, H-5, H-10 dan H-15) memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) pada keempat plantarisin terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Implikasi dari pengujian pengaruh sederhana ini adalah keempat umur simpan tersebut dapat digunakan untuk salah satu jenis plantarisin (1A5, 1B1, 2B2, atau 2C12) sebagai penghambat pertumbuhan bakteri B. cereus. 32

46 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Plantarisin dari empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 setelah mengalami penyimpanan selama 15 hari pada suhu dingin (10 ºC) masih mempunyai aktivitas antimikrob terhadap bakteri patogen indikator yaitu Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, B. cereus dan P. aeruginosa ATCC Plantarisin 2C12 memiliki tingkat sensitivitas paling tinggi dibandingkan 1A5, 1B1 dan 2C12 selama penyimpanan 15 hari pada suhu dingin. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sampai berapa hari penyimpanan dingin (umur simpan) plantarisin murni 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 masih tetap memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri patogen. 33

47 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam tidak lupa juga penulis ucapkan kepada junjungan besar nabi besar kita Muhammad SAW, dan para keluarga beserta sahabatnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing skripsi Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si dan Zakiah Wulandari S.TP., M.Si yang telah mem- bimbing, mengarahkan serta meluangkan waktu kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, terima kasih juga kepada pembimbing akademik Ir. Niken Ulupi, M.S yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada Ir. Rini H. Mulyono, M.Si dan Dr. Despal, S.Pt., M.Sc.Agr selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada Penulis dalam penulisan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Husen dan Ibunda tercinta Hasunah atas dukungan moral, material dan spiritual. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak-kakak tersayang Ahmad Bisri, Ika Rifkah, Ahdi Sururi, Rahmatullah, Fitriah, Christin, Muslihin, Naadhira dan Nadhif atas kasih sayang, dan motivasi yang sangat berarti bagi Penulis. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada tim satu penelitian plantarisin Gilang Ayuningtyas, Anis Usfah, Indri S, Tri Santi, Ade Fuziawan, Handa S, Fariz K, dan Dede S yang telah berjuang, saling membantu dan bekerja sama selama penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Mohammad Fachrul Handoyo yang telah membantu memberikan perhatian, motivasi, serta nasihat selama penelitian sampai terselesainya tulisan ini, dan kepada rekan-rekan IPTP 44, Dwi Febrianti, dan Devi M., S.Pt serta sahabat-sahabatku Harmalinda, Venti S, Nishe F, Lucy A, Linda S, Dini W, Annisa OR, dan Devianti yang telah memberikan motivasi selama penyusunan penulisan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin. Bogor, April 2012 Penulis 34

48 DAFTAR PUSTAKA Abo-Amer, A. E Characterization of a bacteriocin-like inhibitory substance produced by Lactobacillus plantarum isolated from Egyptian home-made yogurt. Research Article. Science Asia. 33: Adam, M. R. & M. O. Moss Food microbiology. book?id [20 November 2011]. Amanah, N Identifikasi dan karakterisasi substrat antimikroba dari bakteri asam laktat kandidat probiotik yang diisolasi dari dadih dan yogurt. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arief I. I., R. R. A. Maheswari & T. Suryati Isolasi asam laktat dari daging sapi lokal di pasar tradisional daerah Bogor. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XIII/3. LPPM-IPB, Bogor. Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H. Fleet & M. Wooton Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Davis, W. W. & T. R. Stout Disc plate methods of microbiological antibiotic assay : I. factors influencing variability and error. J. Apply Microbiol. 22 : Day, R. A. Jr. & A. L. Underwood Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Fardiaz, S Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Frazier, W. C., & O. C. Westhoff Food Microbiology. 4 th ed. Mc Graw Hill, Book Co., Singapore. Gaman, P. M., & K. B. Sherrington Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hadioetomo, R. S Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Tekhnik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia, Jakarta. Hata, T., R. Tanaka, & S. Ohmomo Isolation and characterization of plantaricin ASM1: a new bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum A-1. International Journal of Food Microbiology. 137 : Hidayati, N Isolasi, identifikasi dan karakterisasi Lactobacillus plantarum asal daging sapi dan aplikasinya pada kondisi pembuatan sosis fermentasi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Holt J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley & S. T. Williams Bergey s Manual of Determinative Bacteriology. 9 th Edition. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia. 35

49 Jenie, S. L., & S. E. Rini Aktivitas antimikroba dari beberapa spesies Lactobacillus terhadap mikroba patogen dan perusak makanan. Bul. Teknol. Industri Pangan. 7(2) : Jimenez-Diaz, R Plantaricins and two new bacteriocins produced by Lactobacillus plantarum LPC010 isolated from a green olive fermentation. Appl. Environ. Microbiol. 59: Kuswanto, K. R., & S. Sudarmadji Proses-proses Mikrobiologi Pangan. PAU Pangann dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mattjik, A. A. & M. Sumertajaya Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi Kedua. IPB Press, Bogor. Omar, B. N., H. Abriouel, R. Lucas, M. M. Cañamero, J. P. Guyot, & A. Gálvez Isolation of bacteriocinogenic Lactobacillus plantarum strains from ben saalga, a traditional fermented gruel from Burkina Faso. J. Inter. of Food Microbiol. 112: Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan Dasar-Dasar Mikrobiologi. Terjemahan: R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. D. Tjitrosomo & S. L. Angka. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Ray, B Lactic Acid Bacteria: Classification and Physiology. In: Roller, S. (Ed.). Natural Antimicrobials for The Minimal Processing of Food. University of Wyoming, CRC Press, USA. Ray, B. & A. Bhunia Fundamental Food Microbiology. 4 th Edition. CRC Press, Boca Raton. Savadogo, A., A. T. Q. Check, H. N. B. Imael & S. A. Traore Bacteriocins and lactic bacteria a minireview. Afric. J. Biotechnol. 5 (9): Simpson, R. J Fractional precipitation of oproteins by ammonium sulfate. e [16 Juni 2011]. Smid, E. J. & L. G. M. Gorris Natural antimikrobial for food preservation. In: Rahman, M. S. (Editor). Handbook of Food Preser.vation. 2 nd Edition. CRC Press, New York. Smaoui, S., L. Elleuch, W. Bejar, I. Karray-Rebai, I. Ayadi, B. Jaouadi, H. Chouayekh, S. Bejar & L. Mellouli Inhibition of fungi and Gram-negative bacteria by bacteriocin BacTN635 produced by Lactobacillus plantarum sp. TN635. Appl. Biochem. Biotechnol. 162: Steel, R. G. D. & J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 36

50 Todorov, S. D. & L. M. T. Dicks Effect of growth médium on bacteriocin production by Lactobacillus plantarum ST194BZ, a strain isolated from Boza. Food Technol. Biotechnol. 43 (2): Tortora, G. J., B. R. Funke, & C. L. Case Microbiology an Introduction. 9 th Edition. Pearson Education, Inc. Publishing as Benjamin Cummings, San Fransisco Usmiyati, S., Miskiyah & Rarah R. A. M Effect of bacteriocin from Lactobacillus sp. Var. SCG 1223 on microbiological quality of fresh meat. JITV 14(2):

51 LAMPIRAN 38

52 Lampiran 1. Uji Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan L. plantarum terhadap Bakteri Indikator Bakteri Indikator N Nilai Tengah Ranking Z S. aureus 12 12,61 22,2-1,85 S. Thyphimurium 12 13,14 37,3 1,50 Pseudomonas 12 13,10 33,3 0,63 E. coli 12 13,45 42,1 2,57 B. cereus 12 12,26 17,7-2,85 Total 60 30,5 Db = 4 P = 0,002** Keterangan : Db= Drajat bebas; P= P-Value 95%; * * = Berbeda Nyata pada Taraf Uji 1% Lampiran 2. Uji Pembandingan Berganda Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan L. plantarum terhadap Bakteri Indikator Bakteri patogen Rataan Grup Homogen E. coli 42,08 A S. Thyphimurium 37,25 AB Pseudomonas 33,33 AB S. aureus 22,17 AB B. cereus 17,67 B Lampiran 3. Uji Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Asal Empat Galur L. plantarum Galur L. plantarum N Nilai Tengah Ranking Z L. plantarum 2C ,56 11,8-4,79 L. plantarum 1B ,94 36,5 1,54 L. plantarum 2B ,89 38,7 2,09 L. plantarum 1A ,71 35,1 1,17 Total 60 30,5 Db = 3 P = 0,000** Keterangan : Db= Drajat bebas; P= P-Value 95%; * * = Berbeda Nyata pada Taraf Uji 1% 39

53 Lampiran 4. Uji Pembandingan Berganda Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat Supernatan Asal Empat Galur L. plantarum Galur L. plantarum Rataan Grup Homogen L. plantarum 1B1 36,47 A L. plantarum 1A5 35,07 A L. plantarum 2B2 38,67 A L. plantarum 2C12 11,80 B Lampiran 5. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Bakteriosin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0 H15) terhadap bakteri S. aureus ATCC pada Suhu Dingin (10 C). Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Galur 3 2,427 0,809 0,65 0,589 Umur simpan 3 12,693 4,231 3,0 0,030* Galur * Umur simpan 9 23,939 2,660 2,14 0,055 Error 32 39,842 1,45 Total 47 78,901 Keterangan : F= F hitung; P= P-Value 95% ; *= Berbeda Nyata pada Taraf Uji 5% F P Lampiran 6. Hasil Uji Tukey Konfrontasi Bakteriosin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0 H15) terhadap bakteri S. aureus ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Umur Simpan Nilai Tengah Kehomogenan Grup 10 hari 9,8800 A 15 hari 9,5250 AB 0 hari 9,1033 AB 5 hari 8,4992 B 40

54 Lampiran 7. Uji Kruskal Wallis Diameter Zona Hambat Bakteriosin Asal Empat Galur L. plantarum terhadap Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Galur L. plantarum N Nilai Tengah Ranking Z Plantarisin 1A5 12 9,020 26,1 0,45 Plantarisin 1B1 12 8,936 22,6-0,55 Plantarisin 2B2 12 8,961 22,3-0,64 Plantarisin 2C ,818 27,1 0,74 Total 48 24,5 Db= 3 P= 0,778 Keterangan : Db= Derajat bebas; P= P- Value 95% Lampiran 8. Uji Kruskal Wallis Diameter Zona Hambat Bakteriosin L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0 H15) terhadap Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Umur Simpan N Nilai Tengah Ranking Z 0 hari 12 8,983 24,2-0,10 5 hari 12 8,426 16,9-2,17 10 hari 12 10,474 31,5 2,00 15 hari 12 9,269 25,4 0,26 Total 48 24,5 Db= 3 P= 0,087 Keterangan : Db= Derajat bebas; P= P- Value 95% 41

55 Lampiran 9. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Bakteriosin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0 H15) terhadap Bakteri P. aeruginosa ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Galur 3 0, , ,08 0,968 Umur simpan 3 0, , ,06 0,001* Galur*Umur simpan 9 0, , ,98 0,011* Error 32 0, , Total 47 0, Keterangan : F= F hitung; P= P-Value 95% ; *= Berbeda Nyata pada Taraf Uji 5% F P Lampiran 10. Hasil Uji Tukey Konfrontasi Bakteriosin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap P. aeruginosa ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Galur Umur Simpan Nilai Tengah Kehomogenan Grup Plantarisin 2C12 10 hari 1,1089 Aa Plantarisin 2C12 0 hari 1,0497 Aac Plantarisin 1B1 10 hari 1,0392 Aa Plantarisin 2B2 10 hari 1,0224 Aa Plantarisin 1A5 5 hari 1,0131 Aa Plantarisin 1A5 10 hari 1,0126 Aa Plantarisin 1A5 15 hari 1,0079 Aa Plantarisin 1B1 0 hari 1,0015 Aa Plantarisin 2B2 0 hari 0,9971 Aa Plantarisin 2B2 15 hari 0,9839 Aa Plantarisin 2C12 15 hari 0,9836 Acb Plantarisin 1B1 15 hari 0,9791 Aa Plantarisin 1A5 0 hari 0,9768 Aa Plantarisin 1B1 5 hari 0,9767 Aa Plantarisin 2B2 5 hari 0,9715 Aa Plantarisin 2C12 5 hari 0,8658 Ab 42

56 Lampiran 11. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Bakteriosin Asal Empat Galur L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap E.coli ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Galur 3 0, , ,80 0,020* Umur simpan 3 0, , ,80 0,015* Galur*Umur simpan 9 0, , ,00 0,460 Error 32 0, , Total 47 0, Keterangan : F= F hitung, P= P-Value 95% dan *= Berbeda Nyata pada Taraf Uji 95% F P Lampiran 12. Hasil Uji Tukey Konfrontasi Bakteriosin L. plantarum Selama Penyimpanan Berbeda terhadap E. coli ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Umur simpan Nilai Tengah Kehomogenan Grup 10 hari 1,0377 A 0 hari 1,0135 AB 15 hari 1,0006 AB 5 hari 0,9766 B Lampiran 13. Hasil Uji Tukey Konfrontasi Bakteriosin Asal Empat Galur L. plantarum Selama Penyimpanan terhadap E. coli ATCC pada Suhu Dingin (10 C) Galur Nilai Tengah Kehomogenan Grup Plantarisin 2C12 1,0406 A Plantarisin 1A5 1,0095 AB Plantarisin 1B1 0,9948 AB Plantarisin 2B2 0,9835 B 43

57 Lampiran 14. Analisis Ragam Diameter Zona Hambat Bakteriosin Asal Empat Galur L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap B. cereus pada Suhu Dingin (10 C) Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Galur 3 2,820 0,940 0,49 0,695 Umur simpan 3 35,262 11,754 6,07 0,002* Galur*Umur simpan 9 38,291 4,255 2,20 0,049* Error 32 61,964 1,936 Total ,337 Keterangan : F= F hitung, P= P-Value 95% dan *= Berbeda Nyata pada Taraf Uji 95% Lampiran 15. Hasil Uji Tukey Konfrontasi Bakteriosin Asal Empat Galur L. Plantarum Selama Penyimpanan Berbeda (H0-H15) terhadap B. cereus pada Suhu Dingin (10 C) Galur Umur Simpan Nilai Tengah Kehomogenan Grup Plantarisin 2C12 10 hari 11,497 Aa Plantarisin 2C12 0 hari 11,130 Aa Plantarisin 1A5 10 hari 10,433 Aa Plantarisin 1B1 0 hari 9,917 Aa Plantarisin 2B2 15 hari 9,717 Aa Plantarisin 1B1 10 hari 9,653 Aa Plantarisin 1A5 15 hari 9,527 Aa Plantarisin 1A5 0 hari 9,260 Aa Plantarisin 2B2 10 hari 9,247 Aa Plantarisin 1B1 15 hari 9,130 Aa Plantarisin 1A5 5 hari 8,807 Aa Plantarisin 2C12 15 hari 8,770 Aab Plantarisin 1B1 5 hari 8,733 Aa Plantarisin 2B2 0 hari 8,280 Aa Plantarisin 2B2 5 hari 8,183 Aa Plantarisin 2C12 5 hari 5,187 Ab F P 44

58 Lampiran 16. Tahapan Pembuatan Buffer Kalium Fosfat 1) Pembuatan stok K 2 HPO 4 (1M) Bobot Molekul (BM) = 174,18 X gram = 174,18 g, untuk 1 l larutan K 2 HPO 4 87,09 g K 2 HPO 4 dilarutkan dalam 500 ml akuades, kemudian dihomogenkan 2) Pembuatan stok KH 2 PO 4 (1M) Bobot molekul (BM) = 136,09 X gram = 136,09 g, untuk 1 l larutan KH 2 PO 4 68,045 g KH 2 PO 4 dilarutkan dalam 500 ml akuades, kemudian dihomogenkan. 3) Pembuatan Buffer Kalium Fosfat 1M (100 ml) ph = 6 6,8 1 M K 2 HPO 4 46,7 ml 1 M KH 2 PO 4 50,5 ml Buffer Kalium Fosfat 1 M Ukur ph hingga 6 6,8 45

59 V1M1 = V2M2 4) Pengecekan Buffer Kalium Fosfat 1 M menjadi 0,1 M 100 ml x 1M = V2 x 0,1 M V2 = 100 / 0,1 = 1000 ml Sehingga 100 ml buffer kalium fosfat 1M dilarutkan dalam 900 ml akuades ph netral, dan dihasilkan buffer kalium fosfat 0,1 M ph 6 6,8 Lampiran 17. Gambar Konfrontasi Plantarisin asal galur L. plantarum terhadap Bakteri Indikator Plantarisin 1A5 Plantarisin 2C12 Plantarisin 1B1 Plantarisin 2B2 Keterangan : Warna yang berbeda di sekitar sumur menunjukkan terdapat zona hambat pada bakteri patogen indikator 46

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Kegiatan Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan selama 4 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI THEO MAHISETA SYAHNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter.

METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Pendahuluan Preparasi Kultur Starter. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN BAKTERIOSIN DARI Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, DAN 2C12 PADA ph ASAM DALAM MENGHAMBAT AKTIVITAS BAKTERI PATOGEN

ANALISIS KETAHANAN BAKTERIOSIN DARI Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, DAN 2C12 PADA ph ASAM DALAM MENGHAMBAT AKTIVITAS BAKTERI PATOGEN ANALISIS KETAHANAN BAKTERIOSIN DARI Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, DAN 2C12 PADA ph ASAM DALAM MENGHAMBAT AKTIVITAS BAKTERI PATOGEN SKRIPSI FARIZ AM KURNIAWAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator Karakterisasi isolat L. plantarum dan bakteri indikator dilakukan untuk mengetahui karakteristik baik sifat maupun morfologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS BAKSO SAPI YANG DIAWETKAN DENGAN ANTIMIKROBA DARI Lactobacillusplantarum 1A5 SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN SKRIPSI PUSPITA CAHYA WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen secara deskriptif yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi probiotik dari Lactobacillus

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus,

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Yijk = + αi + βj + (αβ) ij + ijk

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Yijk = + αi + βj + (αβ) ij + ijk METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan dan Laboratorium Mikrobiologi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu kambing segar ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Produksi Bakteriosin Kasar

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Produksi Bakteriosin Kasar MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai Mei 2012 di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari hingga Agustus 2011. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 23 Mei 2011 mengenai pengujian mikroorganisme termodurik pada produk pemanasan. Praktikum ini dilakukan agar praktikan dapat membuat perhitungan SPC dan

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI

PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI PRODUKSI BAKTERIOSIN KASAR Lactobacillus plantarum 2C12, 1A5, 1B1 DAN 2B2 ASAL DAGING SAPI SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI ANIS USFAH PRASTU JATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 mengenai pengaruh suhu penyimpanan beku terhadap mikroba pada bahan pangan. Praktikum ini dilaksanakan agar praktikan dapat mengerjakan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Januari sampai dengan April 2014.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis)

Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Sampel air kolam, usus ikan nila dan endapan air kolam ikan. Seleksi BAL potensial (uji antagonis) Str Isolasi dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat Isolat Bakteri Asam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 21 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 2014 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia, Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan.

I. PENDAHULUAN. Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempoyak durian yang menjadi makanan khas daerah Lampung, merupakan aset daerah yang ternyata memiliki keunikan. Pembuatan tempoyak durian hanya dengan menambahkan garam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. WaktudanTempat Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di LaboratoriumBiokimiaFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas Lampung. B. AlatdanBahan

Lebih terperinci

AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA

AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA AKTIVITAS SUBSTRAT ANTIMIKROBA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI DAGING SAPI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN KONSENTRASI MINIMUM PENGHAMBATANNYA SKRIPSI TRIANI WIDIASIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

III.METODOLOGI PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN III.METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Kultur Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Enterococcus faecium IS-27526 (Genebank accession no. EF068251) dan Lactobacillus plantarum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif

Lebih terperinci

Teknik Identifikasi Bakteri

Teknik Identifikasi Bakteri MODUL 5 Teknik Identifikasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) 2. Uji Katalase 3. Pembuatan stok agar miring TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm

SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan. IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO dm SUTOYO. Penapisan Bakteri Asam Laktat (BAL) Asal Berbagai Sumber Bahan Hewani dan Nabati dalam Menghasilkan Bakteriosin ( Di bawah bimbiigan LISDAR IDWAN SUDIRMAN sebagai ketua, SRI BUDIARTI POERWANTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan salah satu mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam bahan pangan karena sifatnya tidak tosik dan tidak menghasilkan toksik. Bahkan, Lactobacillus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan waktu Penelitian dilakukan selama 8 bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Bagian IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 2008 sampai

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : SURYA HADI SAPUTRA H

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : SURYA HADI SAPUTRA H IDENTIFIKASI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI ASINAN REBUNG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) PADA SUHU 15 o C DENGAN KONSENTRASI GARAM 5% IDENTIFICATION

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan antibakteri perlu dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Daya hambat suatu senyawa antibakteri

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PLANTARICIN ASAL EMPAT GALUR SENSITIVITASNYA TERHADAP ENZIM TRIPSIN SKRIPSI GILANG AYUNINGTYAS

KARAKTERISASI PLANTARICIN ASAL EMPAT GALUR SENSITIVITASNYA TERHADAP ENZIM TRIPSIN SKRIPSI GILANG AYUNINGTYAS KARAKTERISASI PLANTARICIN ASAL EMPAT GALUR Lactobacillus plantarum BERDASARKAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ENZIM TRIPSIN SKRIPSI GILANG AYUNINGTYAS DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI Tujuan: 1. Mempelajari cara menyiapkan olesan bakteri dengan baik sebagai prasyarat untuk memeplajari teknik pewarnaan 2. Mempelajari cara melakukan pewarnaan

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al., 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di 18 III. METODE PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci