EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)"

Transkripsi

1 EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 Dosen Penguji: 1. Dr. Ir. Luky Adrianto 2. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA.

4 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Pola Pengelolaan Tambak Inti Rakyat (TIR) Yang Berkelanjutan (Kasus TIR Transmigrasi Jawai Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, 17 Juli 2007 Budi Santoso C

5 ABSTRAK BUDI SANTOSO. Evaluasi Pola Pengelolaan Tambak Inti Rakyat (TIR) Yang Berkelanjutan (Kasus TIR Transmigrasi Jawai Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat). Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan KADARWAN SOEWARDI. Proyek TIR Transmigrasi Jawai adalah proyek pemerintah yang merupakan program transmigrasi umum dengan pola perikanan usaha tambak yang pertama dilakukan di Indonesia. Proyek ini dimulai pada tahun 1990 namun sejak tahun 1996 proyek ini mengalami stagnasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang tepat tentang kondisi proyek saat ini dan memberikan arahan dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali proyek TIR transmigrasi Jawai. Hasil penelitian ini dari analisis bioteknis didapatkan kesesuaian lahan lokasi proyek TIR tansmigrasi Jawai adalah layak untuk budidaya udang dan dari daya dukung kawasan diperoleh luas tambak lestari adalah ha atau setara dengan 207 petak tambak. Hasil analisis finansial untuk komoditas udang Vaname dengan kepadatan tebar 80 ekor/m 2 dengan menggunakan analisis biaya dan manfaat (cost benefit analysis) dengan kriteria net present value, net benefit cost ratio dan internal rate of return menunjukkan layak usaha. Hasil analisis kelembagaan menunjukan perlu dibentuk lembaga yang dinamakan forum komunikasi yang merupakan wadah sebagai tempat bermusyawarah untuk membuat peraturan, kesepakatan, sanksi dan lain-lain. Output dari forum komunikasi ini digunakan sebagai pedoman baku bagi semua pihak dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan proyek. Langkah-langkah yang dapat diambil dalam upaya untuk mengoperasikan kembali proyek TIR transmigrasi Jawai adalah dikelola oleh pemerintah daerah, kerjasama operasional (KSO), dan disewakan.

6 @ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 PRAKATA Salah satu pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah pesisir dan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah melalui kegiatan budidaya udang di tambak. Sampai saat ini usaha tambak udang masih merupakan salah satu komoditas unggulan dari sektor perikanan, hal terbukti dengan dipilihnya komoditas udang oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dalam mewujudkan program revitalisasi perikanan. Proyek Perintis Tambak Inti Rakyat Transmigrasi Jawai (TIR Trans. Jawai) adalah proyek transmigrasi umum berskala nasional yang pertama kali dilakukan dengan usaha utama (main project) yaitu tambak udang. Proyek ini didisain dengan pola Tambak Inti Rakyat yang melibatkan swasta sebagai perusahaan inti dan transmigran sebagai plasma. Penelitian ini berjudul Evaluasi Pola Pengelolaan Tambak Inti Rakyat (TIR) Yang Berkelanjutan (Kasus TIR Transmigrasi Jawai Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat). Ulasan didalam penelitian ini adalah 1) memberikan gambaran yang tepat tentang kondisi proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai dan 2) memberikan arahan dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali kegiatan usaha budidaya tambak di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, masukan dan arahan sehingga diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dalam rangka pengembangan pola TIR Transmigrasi dalam upaya pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Bogor, 17 Juli 2007 Penulis

8 viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perumusan masalah Bioteknis Finansial Kelembagaan Maksud dan tujuan penelitian Kegunaan penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis bioteknis Kesesuaian lahan Daya dukung kawasan Analisis finansial Analisis kelembagaan Konsep kelembagaan Spatial autocorrelation Konsep kemitraan Konsep tambak inti rakyat (TIR) Konsep bagi hasil (contract farming) III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan batasan penelitian Kerangka pemikiran Metode pengumpulan data Pengumpulan data sekunder Pengumpulan data primer Analisis bioteknis Kesesuaian lahan Daya dukung kawasan Analisis kelayakan usaha Net present value (NPV) Net benefit cost ratio ( Net B/C) Internal rate of return (IRR) Analisis kelembagaan Kelembagaan Karakteristik produktifitas plasma IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum lokasi Gambaran umum proyek x xi

9 Profil stakeholder Pelaksanaan proyek Pembinaan plasma Gambaran fisik proyek Sarana/prasarana pendukung Fisik tambak Model Pengelolaan Aspek bioteknis Analisis finansial Analisis kelembagaan V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 x DAFTAR TABEL Halaman 1. Parameter kualitas air untuk budidaya udang Parameter kualitas tanah untuk budidaya udang Metoda pengukuran dimensi konstruksi tambak Dimensi saat awal pembangunan konstruksi tambak Dimensi konstruksi tambak pada saat pengamatan Hasil inventarisasi barang di lokasi proyek Parameter kesesuaian lahan dari data lapangan Perencanaan pola tanam budidaya udang dalam satu tahun Realisasi hasil panen terhadap pencapaian target produksi Hasil panen plasma berdasarkan daerah asal transmigran Hasil perhitungan analisis spatial autocorrelation... 48

11 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema kerangka pemikiran Peta lokasi penelitian Sistematika pembinaan teknis budidaya Tata air tambak untuk satu blok Elevasi tata air tambak saluran pemasukan (supply canal) Elevasi tata air tambak saluran pembuangan (drainage canal) Skema alur pelaksanaan proses pencairan kredit Skema alur pencairan kredit yang direkomendasikan Mekanisme pelaksanaan pengelolaan proyek TIR transmigrasi Jawai Mekanisme pengelolaan proyek sebelum lunas kredit Mekanisme koordinasi sistim kerja antar seksi Prosedur pengesahan anggaran Mekanisme pengelolaan pasca lunas kredit Struktur organisasi badan pengelola Implementasi Jobdescription badan pengelola... 66

12 xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data hasil panen proyek perintis TIR transmigrasi Jawai Analisis daya dukung kawasan Sketsa lay out design tambak Sketsa rencana rehabilitasi lay out design tambak Analisis harga satuan pekerjaan mekanis Analisis harga satuan pembangunan saluran tersier pemasukan Total biaya investasi pembangunan proyek TIR transmigrasi Jawai Perhitungan laba/rugi udang Vaname intensif per petak Jadwal depresiasi dan amortisasi Dasar perhitungan produksi dan penjualan Dasar perhitungan biaya produksi tambak Dasar perhitungan overhead tambak Dasar perhitungan biaya utilitas (solar dan oli) per petak per musim tanam Total biaya overhead tambak Total biaya produksi tambak Proyeksi modal kerja Total biaya proyek Jadwal pengembalian pokok dan pembayaran bunga Proyeksi laba/rugi Proyeksi cash flow Proyeksi nilai NPV, B/C Ratio dan IRR Grafik rata-rata panen per petak tambak Surat kontrak kerjasama antara perusahaaan inti dengan plasma Surat perjanjian kerjasama antara perusahaan inti dengan KUD Surat perjanjian tentang kesepakatan pembelian sarana produksi dan hasil tambak udang Tata tertib persidangan forum musyawarah petani tambak udang Peta lokasi proyek Foto lokasi proyek perintis TIR transmigrasi Jawai

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purworejo, pada tanggal 14 Oktober 1963 dari ayah Sri Hartono Tirtoprodjo (Almarhum) dan ibu Wantiyah. Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya Malang dan lulus pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan lautan Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Sebelum menjadi pegawai negeri sipil, penulis bekerja pada tambak udang perorangan di Eretan Kabupaten Indramayu Jawa Barat pada tahun 1987 sampai Penulis ikut terlibat dalam pengelolaan proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai dari tahun 1990 sampai Penulis bekerja sebagai Kepala Sub Seksi Pengolahan dan Bina Mutu sejak tahun 1995 dan sebagai Kepala Seksi Pengawas Sumberdaya Ikan sejak tahun 2001 di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Proyek Perintis Tambak Inti Rakyat (TIR) Transmigrasi Jawai yang berlokasi di Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat dengan PT. Ciptawindu Khatulistiwa sebagai perusahaan inti adalah merupakan proyek transmigrasi umum dengan pola perikanan usaha tambak yang pertama dilakukan di Indonesia. Embrio pelaksanaan proyek ini diawali dari survey untuk pemilihan lokasi pada Tahun 1988 yang dilakukan oleh Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, sedangkan pelaksanaan pembangunan fisik proyek dimulai pada Tahun Anggaran 1990/1991. Pada awalnya proyek ini adalah proyek percontohan transmigrasi, namun menjelang dimulai pelaksanaan pembangunan fisik proyek, nama proyek diubah menjadi Proyek Perintis. Substansi dari kebijakan perubahan nama tersebut mengandung makna bahwa proyek ini adalah merupakan proyek rintisan yang harus diupayakan dan didukung secara optimal agar berhasil sehingga diharapkan dapat menjadi contoh model pola kemitraan transmigrasi tambak udang dalam rangka untuk dapat diterapkan di daerah lain di Indonesia. Keberadaan proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai ini sebenarnya akan memberikan dampak positif terhadap pihak-pihak yang terlibat (stakeholder). Beberapa keuntungan dari keberadaan proyek tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut; 1) swasta sebagai perusahaan inti tidak perlu mengeluarkan biaya investasi dan modal kerja; dan 2) petani / plasma tanpa agunan bisa mendapatkan fasilitas kredit dari bank dan dengan cara mencicil mempunyai prospek untuk memiliki tambak sendiri; serta 3) untuk pemerintah daerah yaitu merupakan peluang untuk mendapatkan pendapatan asli daerah, merupakan pengembangan wilayah dan membuka kesempatan lapangan kerja baru dengan adanya multiplier effects. Sebagai proyek perintis, TIR Transmigrasi Jawai belum mempunyai pola yang baku sehingga dalam perjalanannya proyek ini banyak mengalami perubahan secara bertahap dalam upaya untuk mencari model yang terbaik. Namun dalam perjalanannya proyek perintis ini juga banyak menghadapi kendala dan permasalahan, misalnya seperti adanya serangan wabah penyakit white spot yang

15 2 akhirnya mencapai puncaknya pada tahun 1996 yang mengakibatkan proyek ini mengalami stagnasi. Berdasarkan uraian diatas dan dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali kegiatan operasional budidaya udang khususnya di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai, maka kiranya perlu dilakukan suatu kajian untuk mencari solusi tentang model pengelolaan Tambak Inti Rakyat yang dapat diterapkan sehingga usaha budidaya tambak udang tersebut diharapkan dapat berkelanjutan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan suatu pengkajian mengenai : (1) tinjauan ulang (review) tentang pelaksanaan pengelolaan proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai dari tahun 1990 sampai 1995; (2) model pengelolaan tambak inti rakyat yang berkelanjutan Perumusan masalah Bioteknis Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan dalam budidaya udang adalah faktor bioteknis. Menurut Widigdo (2002), terdapat dua kemungkinan besar yang terkait dengan kesalahan ekologis, yaitu kesalahan kesesuaian lahan (penentuan lokasi) dan kesalahan pengaturan kawasan yang terkait erat dengan daya dukung kawasan. Selain tata letak tambak yang tidak teratur juga sering dijumpai jumlah tambak sudah melebihi daya dukung perairan pantai yang semua itu akan bermuara pada meningkatnya resiko wabah penyakit secara alami. Berangkat dari pemikiran tersebut diatas dan dengan adanya kasus serangan wabah penyakit udang bercak putih (white spot) di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai pada tahun 1995 yang mengakibatkan proyek menjadi stagnan (terbengkalai ), maka dalam penelitian ini dilakukan pengkajian kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan di lokasi Proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan Barat Finansial Sejak tidak beroperasinya proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai pada tahun 1996, praktis tidak ada perawatan (maintenance) infrastruktur seperti fisik tambak, saluran irigasi tambak, infrastruktur dan peralatan yang ada. Sampai sejauh mana kerusakan akibat adanya abrasi, seberapa besar penyusutan tanggul

16 3 tambak, seberapa besar pendangkalan saluran dan seberapa banyak peralatan yang hilang atau yang masih tersisa adalah merupakan ekses dari keadaan terbengkalainya proyek ini. Oleh karena itu untuk mengetahui kondisi terkini di lokasi proyek diperlukan adanya pengukuran, pengamatan dan inventarisasi barang di lapangan. Dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali keberadaan proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai, maka dalam penelitian ini akan dikaji mengenai kondisi terakhir fisik tambak, saluran, infrastruktur dan peralatan sebagai bahan dasar untuk menghitung biaya investasi yang dibutuhkan untuk menganalisis kelayakan usaha Kelembagaan Seperti diketahui dalam Proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai terdapat unsur inti dan plasma, tetapi dalam perjalanannya interaksi antar keduanya sering terlibat konflik. Analisis kelembagaan dilakukan untuk menentukan bentuk mekanisme pengelolaan yang paling sesuai berdasarkan pengalaman yang terjadi pada pelaksanaan proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikaji mengenai mekanisme pengelolaan dengan pola inti plasma dan pihak-pihak yang berperan pada masa sebelum dan pasca kredit lunas serta upaya mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai Maksud dan tujuan penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang tepat tentang kondisi proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai saat ini, serta untuk memberikan arahan dalam rangka upaya untuk menghidupkan kembali kegiatan usaha budidaya tambak udang di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Tujuan Penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kelayakan bioteknis 2. Untuk mengetahui kelayakan finansial dan menentukan teknologi budidaya udang yang tepat untuk diterapkan di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. 3. Untuk mendapatkan konsep tentang mekanisme pengelolaan proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai pada masa sebelum dan pasca pelunasan kredit.

17 Kegunaan penelitian Informasi yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi pembuat kebijakan dalam rangka penyusunan konsep perencanaan pembangunan dengan Pola Tambak Inti Rakyat yang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir sehingga dalam pengelolaannya diharapkan dapat berjalan secara berkelanjutan.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis bioteknis Kesesuaian lahan Kesesuaian lahan merupakan kecocokan suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya (Hardjowigeno 2001). Selanjutnya dijelaskan bahwa pengembangan lahan untuk budidaya tambak perlu diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut 1) Sumber air, debit dan kualitasnya, yaitu : oksigen terlarut, salinitas, suhu, kecerahan, ph air, ammonia, hidrogen sulfide dan lain-lain, 2) Amplitudo pasang surut, 3) Topografi dan ketinggian tempat, 4) Iklim, dan 5) Sifat tanah, yaitu : lapisan pirit, tekstur tanah, drainase tanah dan gambut. Poernomo (1992) menyatakan bahwa dalam memilih lokasi untuk pertambakan, faktor yang perlu diperhatikan antara lain : sumber air, amplitudo pasang surut dan ketinggian elevasi, topografi, kualitas tanah, vegetasi, jalur hijau dan kawasan penyangga, kondisi klimat, keragaan (eksposur), kelengkapan fasilitas, pasok bahan dan kemudahan pemasaran, sebaran pertambakan, tata guna lahan dan kebijakan pemerintah serta keamanan dan sarana sosial. Budidaya udang di tambak memerlukan air yang memenuhi persyaratan baik jumlah maupun mutu. Unsur-unsur kimiawi, fisik dan biologik yang menentukan mutu air tambak antara lain : kadar garam, ph, ammonia dan nitrit, nitrogen sulfide, oksigen terlarut, kekeruhan, kandungan plankton, dan sebagainya. Untuk keperluan pengairan tambak udang akan sangat ideal apabila lahan pertambakan dibuat di kawasan pantai dekat dengan sungai yang dapat memasok air tawar sepanjang tahun agar dapat mengendalikan salinitas yang diperlukan. Selain itu kesempurnaan pengeluaran air buangan dan air limbah ke perairan umum serta pengeringan dasar tambak secara sempurna akan lebih baik dibandingkan dengan yang jauh dari laut dengan syarat lokasi sepanjang pantai tersebut tidak berlumpur yang disebabkan oleh siltasi.

19 6 Persyaratan mutu air tambak yang diperlukan untuk budidaya tambak udang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter kualitas air untuk budidaya udang No Parameter Satuan Nilai 1 Fisika - Suhu ºC Salinitas Permil Kecerahan Cm Turbidity mg/l < Kimia - ph - 7,5-8,5 - BOD mg/l < 10 -COD mg/l < 50 - Alkalinitas mg/l Amonia (NH3) mg/l < 0,1 - H2S mg/l < 0,1 - Nitrat mg/l Nitrit mg/l 0,3 - Fe mg/l < 0,5 - PO4 mg/l 0,26 - Mercuri (Hg) mg/l < 0,002 - Tembaga (Cu) mg/l < 0,02 Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan (1996) Tektur tanah adalah sifat fisik tanah yang menyatakan kasar halusnya tanah atau yang menunjukkan perbandingan fraksi-fraksi liat, debu dan pasir (Jamulya dalam acuan Hamid 2003). Menurut Poernomo (1992), tanah yang ideal untuk kegiatan pertambakan adalah yang bertekstur liat berpasir. Poernomo dalam acuan Hamid (2003) membagi persyaratan tekstur tanah menurut tingkat teknologi budidaya yang akan diterapkan. Dalam budidaya ekstensif yang tergantung pada jasad benthos sebagai makanan alami bagi udang, maka harus dipilih dasar tambak lempung sampai liat berpasir. Sedangkan untuk budidaya semi intensif dan intensif karena menggunakan pakan buatan sebagai sumber pakannya maka harus dipilih tekstur tanah lempung liat berpasir hingga lempung berpasir. Parameter kimia dan fisika tanah yang biasa digunakan sebagai syarat minimal adalah tekstur tanah, ph, kandungan bahan organik, unsur hara, kandungan pirit dan tekstur tanah. Kondisi parameter ini menentukan pola penyiapan konstruksi dan sistem budidaya. Tekstur tanah akan berpengaruh pada

20 7 konstruksi. Semakin tinggi kadar liat dan semakin sedikit kadar pasir akan semakin stabil dan semakin kedap air. Nilai ph tanah akan berpengaruh pada kesuburan perairan karena kelarutan unsur hara dalam air ditentukan pula oleh derajat keasaman tanah dan air. Sementara kandungan pirit adalah termasuk unsur yang tidak dikehendaki karena mengakibatkan turunnya ph air. Secara ringkas persyaratan kualitas tanah untuk tambak udang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter kualitas tanah untuk budidaya udang No Parameter Nilai 1 Tekstur Liat s/d liat berpasir 2 ph 6,0-7,0 3 Bahan organik 1,6-7,0 % 4 Karbon 3-5 % 5 Nitrogen 0,40-0,75 % 6 Kalsium 5,0-20,0 me/100 g 7 Magnesium 1,5-8,0 me/100 g 8 Kalium 0,5-1,0 me/100 g 9 Natrium 0,7-1,0 me/100 g 10 Fosfor ppm 11 Pirit < 2% Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan (1996) Daya dukung kawasan Scones dalam acuan Prasetyawati (2001) membagi daya dukung lingkungan menjadi dua yaitu daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) dan daya dukung ekonomi (economic carrying capacity). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum hewan-hewan pada suatu lahan (tambak) yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan maupun terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen (irreversible). Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, ph, salinitas dan sebagainya. Sedangkan daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter kelayakan usaha seperti net present value (NPV), benefit cost ratio (Net B/C) dan internal rate of return (IRR). Poernomo (1992) memberikan pengertian daya dukung untuk lingkungan perairan

21 8 adalah suatu yang berhubungan erat dengan produktifitas lestari perairan tersebut, artinya daya dukung lingkungan itu sebagai nilai mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi semua unsur komponen (fisika, kimia dan biologi) dalam suatu kesatuan ekosistem. Daya dukung suatu perairan untuk budidaya udang di tambak merupakan suatu faktor yang harus diperhitungkan dalam merencanakan pembukaan lahan. Menurut Widigdo (2001), limbah cair tambak biasanya dibuang ke sungai, perairan pantai atau langsung ke laut. Limbah tersebut akan diencerkan oleh perairan penerimanya dan akan diasimilasi (didegradasi) menjadi unsur hara oleh mikroba yang ada di perairan penerima. Kapasitas dan daya tampung perairan penerima limbah berbanding lurus dengan kualitas dan kuantitas perairan. Dengan asumsi bahwa perairan yang digunakan untuk kegiatan budidaya telah memenuhi persyaratan kualitatif, maka kuantitas air penerima akan merupakan faktor penentu berapa banyak limbah yang akan diterima oleh suatu badan perairan agar kualitasnya masih layak untuk digunakan kegiatan budidaya yang berkelanjutan. Menurut Allison dalam acuan Widigdo (2001), menyatakan bahwa untuk menjaga agar kualitas perairan umum masih tetap layak untuk budidaya maka perairan penerima limbah cair dari kegiatan budidaya harus memiliki volume antara kali lipat dari volume limbah cair yang dibuang ke perairan umum. Daya dukung ini dihitung berdasarkan volume air laut yang masuk ke aliran pantai dengan rumus sebagai berikut : V 0 = 0,5 hy 2x h tgθ V 0 adalah volume air laut yang masuk ke perairan pantai, h adalah kisaran pasut (tidal range) setempat, x adalah jarak dari garis surut ke arah laut sampai ke suatu titik dengan kedalaman minimal 2 meter, y adalah lebar areal tambak yang sejajar garis pantai dan θ adalah kemiringan dasar laut Analisis finansial Usaha tambak merupakan suatu kegiatan usaha tani yang memerlukan modal besar dengan tingkat resiko yang besar pula. Oleh karena itu diperlukan

22 9 suatu analisis kelayakan usaha yang dimaksudkan untuk melakukan evaluasi apakah usaha tersebut layak atau tidak. Untuk melakukan evaluasi kelayakan usaha, maka perlu diketahui besar manfaat dan besar biaya dari setiapunit yang di analisis. Kadariah (1978) menyatakan bahwa keuntungan adalah total penerimaan atau total revenue dikurangi total biaya atau total cost, sedangkan yang dimaksud dengan penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga per satuan produk. Selanjutnya dijelaskan bahwa komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha terdiri dari biaya investasi, biaya cicilan modal dan biaya bunga modal. Yang dimaksud dengan analisis finansial adalah suatu analisis terhadap biaya dan manfaat didalam suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang yang menanam modal atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut. Dalam melakukan analisis finansial keuntungan usaha diperlukan dua keterangan pokok yaitu pengeluaran (cost) dan penerimaan (benefit) selama jangka waktu yang telah ditetapkan. Penerimaan dalam suatu usaha yang diperoleh dari penjualan dari penjumlahan nilai produksi dan kenaikan nilai barang investasi. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya adalah ongkos yang dikeluarkan untuk sarana produksi lain yang diperlukan pada proses produksi. Biaya tersebut dapat digolongkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost). Metode yang biasa digunakan untuk menganalisis proyek dalam jangka waktu lama atau proyek yang mempunyai arus biaya dan manfaat yang berbedabeda di masa yang akan datang adalah dengan peramalan melalui perhitungan berdiskonto antara lain : net present value (NPV), benefit cost ratio (Net B/C) dan internal rate of return (IRR) Analisis kelembagaan Konsep kelembagaan Menurut Pakpahan (1989) pada prinsipnya terdapat dua jenis pengertian kelembagaan, yaitu kelembagaan sebagai aturan main (rule of the games) dan kelembagaan sebagai organisasi. Kelembagaan sebagai suatu organisasi dapat dinyatakan sebagai sebuah kumpulan orang-orang yang dengan sadar berusaha untuk memberikan sumbangsih mereka ke arah pencapaian tujuan. Kelembagaan

23 10 sebagai organisasi biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintahan, koperasi, bank dan sebagainya. Kelembagaan sebagai aturan main menurut Schmid (1972) dalam acuan Pakpahan (1990), adalah suatu himpunan hubungan yang tertata diantara orang-orang dengan mendefinisikan hak-haknya, pengaruhnya terhadap hak orang lain, privilege, dan tanggung jawab. Berdasarkan hal tersebut, pengertian kelembagaan terdiri atas aturan main dan organisasi. Organisasi menyangkut hierarki kedudukan, status posisi dalam ruang lingkup serta wewenang yang sesuai dengan posisinya, sedangkan aturan main menyangkut pembatasan (constraint) kepada pelaksanaan tugas kegiatan atau aktifitas. Suatu kelembagaan menurut Shaffer dan Schmid dalam acuan Pakpahan (1990) dapat dilihat dari tiga hal utama, yaitu 1) Batas kewenangan (jurisdictional boundary). Konsep batas jurisdiksi atau batas kewenangan dapat diartikan sebagai batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut. Batas kewenangan tersebut ditentukan a) sense of community, b) ekternalitas, c) homogenitas dan d) skala ekonomi. 2) Hak dan kewajiban (property right). Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimplikasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan sendiri muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua lapisan peserta, yang didefinisikan atau diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu tidak seorangpun yang dapat mengatakan hak milik atau hak penguasaan jika tanpa pengesahan masyarakat sekitarnya dimana dia berada. Hak tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti melalui pembelian, pemberian atau bonus sebagai kelas jasa, pengaturan administrasi seperti subsidi pemerintah terhadap sekelompok masyarakat. 3) Aturan representasi (rule of representation). Aturan representation mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi tidak ditentukan oleh besarnya

24 11 uang rupiah yang dibagikan, melainkan ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat anggota yang terlibat Spatial autocorrelation Spatial autocorrelation adalah suatu metode analisis statistika spasial yang digunakan untuk mengetahui pengaruh hubungan hasil produksi berdasarkan pola sebaran spasial lahan dalam suatu kawasan. Menurut John Odland (1988), deskripsi dari hasil perhitungan analisis autocorrelation tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kemungkinan, yaitu apabila 1) I > I (random) disebut auto correlation positif, yaitu suatu hubungan yang mencerminkan pola sebaran searah, 2) I = Random, yaitu suatu hubungan yang tidak mencerminkan suatu pola sebaran tertentu (acak), 3) I < I (random) disebut auto correlation negatif, yaitu hubungan yang mencerminkan pola sebaran dengan pengaruh yang saling berkebalikan Konsep kemitraan Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan bisnisnya. Kemitraan adalah suatu set kelembagaan dan rencana-rencana organisasi yang menentukan bagaimana pihakpihak yang terlibat (stake holder) bekerjasama. Sebuah rencana kemitraan bukanlah struktur hukum tentang hak-hak dan peraturan-peraturan yang statis, tetapi ia merupakan proses yang dinamis untuk menciptakan struktur-struktur kelembagaan baru. Dengan demikian kelembagaan kemitraan dapat didisain sebagai kelembagaan yang sama sekali baru atau yang berdasarkan pada struktur kelembagaan yang telah ada. Di Indonesia, kemitraan diartikan sebagai hubungan bapak-anak angkat (foster father partnerships). Pola kemitraan semacam ini dapat dikategorikan menjadi empat macam, yaitu 1) Pola Perkebunan Inti rakyat (PIR), di mana bapak angkat sebagai inti sedangkan petani kecil sebagai plasma, 2) Pola dagang, di mana bapak angkat bertindak sebagai pemasar produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya, 3) Pola vendor, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat tidak

25 12 memiliki hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang dengan produk yang dihasilkan oleh bapak angkatnya, 4) Pola subkontrak, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat merupakan bagian dari proses produksi usaha yang dilakukan oleh bapak angkat, selain itu terdapat interaksi antara anak dan bapak angkat dalam bentuk keterkaitan teknis, keuangan dan atau informasi. Pola kemitraan dalam bentuk kontrak produksi umumnya dapat dibentuk dengan pola semacam Perikanan Inti Rakyat (PIR), yaitu bentuk kemitraan antara perusahaan inti dan plasma, dimana perusahaan inti berkewajiban menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi serta mengusahakan permodalan. Pola kemitraan kegiatan produksi perikanan yang dapat dilakukan adalah; 1) Pola kemitraan dengan kesepakatan jaminan sarana produksi dan pemasaran hasil, kontrak harga sarana produksi dan harga output, jaminan pendapatan pada plasma, sistem bonus kenaikan harga output dan sistem bonus/pinalti jika terdapat mortalitas, 2) Pola kemitraan dengan kesepakatan penyediaan sarana produksi dan pemasaran output, kontrak harga, jaminan pendapatan plasma dan sistem bonus kenaikan harga output, 3) Pola kemitraan dengan kesepakatan jaminan penyediaan sarana produksi dan pemasaran output dan kontrak harga, 4) Pola kemitraan yang hanya memiliki kesepakatan jaminan penyediaan produksi dan pemasaran output. Menurut Siregar et all (2004), kelembagaan dalam usaha budidaya udang berkembang secara alami karena bertemunya kepentingan yang saling melengkapi antara petani pemilik tambak dan pedagang/pengusaha lokal. Selanjutnya disebutkan bahwa, bentuk organisasi pertambakan udang secara garis besar dibagi menjadi 3 jenis yakni; usaha tani tambak, perusahaan tambak, pola hubungan perusahaan dan petani. Pada pola hubungan perusahaan dan petani terdapat pola bapak angkat langsung, pola bapak angkat tidak langsung dan pola tambak inti rakyat (TIR). Pola bapak angkat dapat berlangsung secara alamiah karena pertimbangan keuntungan teknis dan ekonomis yang saling mengisi antara petani dan pengusaha. Sementara pola tambak inti rakyat (TIR) muncul belakangan berdasarkan kebijakan pemerintah. Ketiga pola ini terjadi karena latar belakang yang sama, yakni minimnya kemampuan keuangan dan keahlian petani dalam hal budidaya maupun akses pasar.

26 13 Secara teoritis, suatu kemitraan akan terjadi dan berjalan langgeng bila memenuhi dua syarat, yaitu; 1) Syarat keharusan (necessary condition) yaitu ada peluang saling menguntungkan atau win-win situation melalui pelaksanaan kemitraan. Artinya, melalui kemitraan ada manfaat ekonomi yang dapat dinikmati bersama melalui aksi bersama (collective action), dimana manfaat tersebut tidak dapat dinikmati bila bertindak secara individu (individual action), 2) Syarat kecukupan (sufficient condition) yaitu kebersamaan (cohesiveness). Artinya, suatu kemitraan akan berjalan langgeng dan berhasil meraih posisi yang paling menguntungkan bila pihak-pihak yang bermitra bersedia dan disiplin untuk melakukan aksi bersama dalam upaya pencapaian kondisi yang saling menguntungkan. Suatu kemitraan akan berjalan langgeng bila memenuhi kedua syarat tersebut. Kemitraan yang tidak menghasilkan kondisi yang saling menguntungkan meskipun ada aksi bersama (kebersamaan) sulit bertahan dalam jangka panjang. Demikian juga kemitraan yang saling menguntungkan tanpa didasari oleh kebersamaan juga akan diragukan kelanggengannya, karena kemitraan akan dirongrong oleh free rider. Bila kedua syarat tersebut dipenuhi maka kemitraan akan secara otomatis terlaksana dan kelanggengannya juga dapat terjamin tanpa campur tangan dari pihak lain. Bila kedua syarat tersebut dipenuhi maka kemitraan akan secara otomatis terlaksana dan kelanggengannya juga dapat terjamin tanpa campur tangan dari pihak lain. Dengan demikian, pola kemitraan yang memenuhi kedua syarat tersebut merupakan kemitraan the first best. Suatu kemitraan dapat juga terjadi bila dikondisikan atau ada peraturan yang memaksa (law enforcement). Dengan asumsi pelaku bisnis adalah rasional, dimana keuntungan merupakan insentif bagi kegiatan bisnis, maka karena winloose situation, secara otomatis kebersamaan juga sulit dicapai. Kelanggengan kemitraan yang bersifat win-loose situation ini ditentukan oleh pengawasan yang ketat dan pelaksanaan sangsi pelanggaran. Karena itu, kemitraan yang demikian cenderung menciptakan distorsi ekonomi (high cost economics) dan cenderung mengarah pada konflik yang berkepanjangan. Meskipun demikian, kemitraan yang dipaksakan ini masih dapat bertahan sebagai kemitraan second best bila disertai dengan kebijaksanaan kompensasi, yaitu mengkompensasi pihak yang

27 14 worse off, sehingga paling sedikit tidak ada pihak yang dirugikan untuk membuat pihak lain better off Konsep tambak inti rakyat (TIR) - Tambak Inti Rakyat (TIR), adalah proyek / pembangunan transmigrasi yang pelaksanaannya dikaitkan dengan pembangunan perikanan usaha tambak. - Transmigran Plasma, adalah transmigran petani tambak peserta TIR. - Perusahaan Inti, adalah Perusahaan Perikanan baik berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perusahaan Swasta atau Koperasi yang telah mempunyai Badan Hukum dan memenuhi persyaratan bermitra dengan transmigran sebagai Plasma yang selanjutnya ditetapkan sebagai pelaksana TIR. - Kemitraan, adalah kerjasama usaha antara Plasma dengan Perusahaan Inti melalui pembinaan dan pengembangan dengan memperhatikan prinsip saling memperkuat dan saling menguntungkan serta berkesinambungan. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) tahun 2004, konsep Inti Plasma dalam pertambakan atau disebut juga Tambak Inti Rakyat di Indonesia mulai diperkenalkan pada awal tahun 90-an. SK Menteri Pertanian No. 509/ Tahun 1995 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Perikanan mensyaratkan pertambakan yang melebihi 100 hektar di luar Pulau Jawa dijalankan dalam bentuk hubungan Inti Plasma. Pada Konsep Inti Plasma, yaitu petani plasma menyepakati bekerjasama dengan perusahaan inti dalam hal pemasaran hasil panen. Perusahaan mendapat jaminan penjualan hasil panen dari plasma dan sebagai imbalannya perusahaan inti berperan memberikan bimbingan teknis operasional dan dukungan finansial. Petani mulai bergabung sebagai plasma setelah menandatangani perjanjian terlebih dahulu, yakni kesepakatan kredit dan hubungan kemitraan. Kesepakatan kredit menyebutkan Plasma mengajukan kredit kepada Bank Pelaksana melalui Perusahaan Inti dalam wadah Koperasi. Perusahaan Inti disini bertindak sebagai Penjamin kepada Bank untuk mendapatkan kredit. Kredit yang diajukan adalah berupa kredit Investasi dan kredit Modal Kerja. Kredit Investasi berupa petak tambak yang sebelumnya telah dibangun oleh Perusahaan Inti berikut komponen peralatan tambak. Sedangkan kredit Modal Kerja adalah komponen sarana

28 15 produksi tambak seperti benur, pakan, obat-obatan, biaya hidup dan lain-lain. Perjanjian kredit menyebutkan bahwa plasma membayar cicilan kredit setelah musim panen udang. Plasma dapat memiliki petak tambak tersebut apabila dalam beberapa musim tanam telah berhasil melunasi cicilan kreditnya. Kredit dapat dipergunakan antara lain untuk memungkinkan terjadinya investasi modal. Sedangkan menurut Anwar (1993) dalam acuan Yulianto (1997), kredit yang dipergunakan untuk membeli input pada waktu yang dibutuhkan disebut sebagi modal kerja. Menurut Sinungan (1989) dalam acuan Yulianto (1997) menyebutkan bahwa unsur-unsur kredit meliputi 1) kepercayaan yaitu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi (uang, jasa atau barang) yang diberikannya akan benar-benar diterimanya kembali di masa tertentu yang akan datang, 2) waktu yaitu bahwa antara pemberian dan pengembaliannya dibatasi oleh suatu masa atau waktu tertentu, 3) degree of risk yaitu pemberian kredit menimbulkan suatu tingkat resiko. Resiko timbul bagi pemberi kredit karena uang / barang / jasa yang berupa prestasi telah lepas kepada orang lain, 4) prestasi yaitu yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat berupa uang, barang atau jasa. Dalam perkembangan perkreditan masa modern yang dimaksudkan dengan prestasi dalam pemberian kredit adalah uang. Jenis-jenis kredit dapat dibedakan menurut ada atau tidaknya jaminan dan legalitasnya. Jenis kredit menurut ada atau tidaknya jaminan dibedakan atas kredit terbuka dan kredit tertutup. Kredit terbuka adalah jenis kredit yang tidak disertai jaminan barang tertentu, sedangkan kredit tertutup adalah kredit yang harus disertai jaminan barang tertentu. Selanjutnya kredit tertutup juga dapat dibagi dua yaitu pertama kredit yang mempergunakan barang jaminan yang tak bergerak sebagai jaminan disebut hipotik, dan kedua jenis kredit yang mempergunakan barang bergerak sebagai jaminan disebut gadai. Jenis kredit menurut legalitasnya dapat digolongkan ke dalam kredit yang bersifat formal dan informal. Saluran kredit yang bersifat informal adalah mereka yang melakukan aktifitas meminjamkan uangnya biasanya didasarkan hubungan personal bagi setiap proses transaksi yang dilakukan. Lembaga perkreditan formal menyalurkan kreditnya kepada para peminjam uang yang diatur oleh undang-undang dan diatur juga oleh

29 16 peraturan pemerintah. Lembaga formal tersebut antara lain bank swasta, bank pemerintah, koperasi yang terdaftar dan lembaga keuangan lainnya Konsep bagi hasil (contract farming) Menurut Glover dan Kusterer (1989) dalam acuan Yulianto (1997) di dalam suatu rangkaian aktifitas agribisnis melibatkan bentuk hubungan yang kompleks dan langsung antara perusahaan besar dan petani kecil dalam bentuk contract farming. Didalam sistem ini perusahaan yang mendapatkan produk dengan membeli dari petani lokal melalui kontrak, mengkhususkan pada bebrapa kondisi penjualan dan tanggung jawab perusahaan untuk menyediakan bantuan teknik dan jasa pelayanan. Selanjutnya dijelaskan bahwa ada tiga pertimbangan dilakukannya contract farming, yaitu: 1. Kontrak mendapatkan beberapa keuntungan baik bagi perusahaan maupun petani khususnya berkenaan dengan resiko dan ketidak pastian. Faktor harga, kuantitas, kuantitas dan standar kualitas sering tidak pasti, sehingga kontrak menyebabkan petani dapat memperoleh pasar yang pasti untuk penjualan outputnya, sedangkan bagi perusahaan menginginkan tersedianya kuantitas dan kualitas produk secara konsisten. 2. Kontrak menimbulkan pengaruh sosial yang luas dan sering berkembang ke arah kontrak yang dapat melibatkan tenaga kerja, anggota-anggota rumah tangga dan masyarakat wilayah secara umum manakala dalam proses pengoperasiannya sering memperkenalkan produk dan teknik baru yang umumnya menyangkut system pengolahan (processing) dan system pengepakan (packing). 3. Di dalam sistem pengoperasiannya melibatkan ukuran-ukuran substansi perusahaan yang kadang-kadang berhubungan dengan institusi pemerintah dan agen pemberi kredit. Koalisi dari berbagai kepentingan dalam agribisnis yang banyak mengandung risiko seringkali menjadi kompleks dan sarat bila dipandang dari sudut petani dan kenyataannya terdapat celah konflik kepentingan, eksploitasi dan perundingan dengan perubahan dinamika internal yang berlangsung setiap saat. Anwar (1993) dalam acuan Yulianto (1997) menyatakan bahwa hubungan antara pedagang atau pengusaha agro-processing dengan para petani dapat terjalin

30 17 dalam suatu kontraktual (aturan main yang disetujui bersama) sistem agribisnis. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam keadaan dunia nyata sistem ekonomi yang berlaku mempunyai beberapa variant yang dapat dikelompokan sebagai berikut; a) bentuk integrasi vertikal, b) bentuk hubungan di luar sistem pasar seperti KUD, PIR dan c) campur tangan pemerintah sepenuhnya (central planning). Menurut Yulianto (1997), adanya kegagalan dalam mencapai target hasil produksi menyebabkan dilakukannya perubahan (penyesuaian) kelembagaan agribisnis. Kelembagaan tersebut menekankan pada hubungan principal agent yang pada taraf operasional ditetapkan melalui system kontrak baiksecara formal dan informal. Dengan adanya kegagalan produksi tersebut secara implisit menyatakan bahwa keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya mengandung unsur resiko, baik karena resiko alam (natural risk) ataupun resiko yang bersumber dari aktifitas keputusan manusia (man-made risk). Kondisi ini menyebabkan principal mau mendistribusikan resiko danmanfaat kepada agent. Dari hal tersebut pelaku usaha membangun sistem kelembagaan (institutional building) dalam bentuk hubungan principal-agent yang mampu menampung dan memungkinkan terjadinya pertukaran secara simultan dengan maksud mereduksi risiko kegagalan. Melalui hubungan tersebut selanjutnya ditetapkan model-model kontrak yang mengatur hak dan kewajiban serta sanksi. Untuk menilai keberhasilan kelembagaan kontrak dari suatu kerjasama akan berjalan dengan baik atau tidak, menurut Anwar (1993) dalam acuan Yulianto (1997) perlu didasarkan atas empat kriteria, yaitu 1) efficiency (efisiensi) dalam arti bahwa dibentuknya kelembagaan adalah untuk menghindari pemborosan, 2) equity (pemerataan) yaitu kondisi yang memuaskan semua pihak yang terlibat sesuai dengan posisi dan harkatnya, 3) sustainability (keberlanjutan) yaitu pertumbuhan usaha dapat berlangsung secara terus menerus saling menguntungkan dan 4) interactive decision making yang melibatkan berbagai pihak. Model kontrak usaha tambak (contract farming) menurut Yulianto (1997) dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu; 1) kontrak menurut model TIR, yaitu kerjasama antara perusahaan sebagai inti dan petambak sebagai plasma, 2) kontrak menurut hubungan sistem bagi hasil formal yang selanjutnya disebut

31 18 sebagai kerjasama operasional (KSO) yaitu kerjasama antara petambak dengan perusahaan menurut perjanjian tertentu, dan 3) kontrak menurut hubungan tradisional yaitu kerjasama antara petambak dengan pedagang / tengkulak yang berlangsung secara informal. Selain kontrak yang telah disebutkan diatas, masih ada kontrak usaha tambak sewa lahan yaitu kerjasama yang dilakukan oleh petambak dengan jalan menyewakan lahan tambak miliknya kepada perusahaan atau perorangan.

32 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan batasan penelitian Penelitian ini berlokasi di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai di Dusun Kalangbahu Desa Jawai Laut Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Ruang lingkup periode pengkajian proyek adalah dalam kurun waktu sejak dimulainya pembangunan fisik proyek pada tahun 1990 sampai dengan kondisi stagnasi tahun Waktu pengamatan dan inventarisasi tentang kondisi terakhir fisik tambak dilakukan pada bulan Maret Kerangka pemikiran Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai sejak tahun 1996 dalam keadaan stagnan dan selain itu dari segi fisik tambak mengalami abrasi yang mengakibatkan tambak di sepanjang pantai mengalami kerusakan. Dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali TIR Transmigrasi Jawai secara berkelanjutan, maka dalam penelitian ini akan dikaji mengenai kelayakan bioteknis, finansial dan kelembagaan. Aspek bioteknis akan mengkaji kelayakan kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan dan dari aspek finansial akan dihitung biaya investasi yang dibutuhkan untuk merehabilitasi infrastruktur dan fisik tambak. Hasil analisis bioteknis dan finansial tersebut yang akan menentukan teknologi budidaya yang tepat untuk diterapkan pada lokasi proyek. Sedangkan dari aspek kelembagaan dan pengelolaan akan dibahas pelaksanaan pengelolaan proyek periode sebelum dan pasca pelunasan kredit tambak yang mencakup karakteristik produktifitas plasma dan organisasi tata laksana. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi contoh model pengelolaan TIR yang berkelanjutan dan menjadi rekomendasi dalam rangka untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

33 20 Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai Permasalahan (Stagnasi & Abrasi) Bioteknis Finansial Kelembagaan - Kesesuaian lahan - Daya Dukung kawasan - Biaya Investasi - Kelayakan Usaha Pelaksanaan sebelum dan pasca kredit lunas Menentukan teknologi budidaya udang yang tepat - Karakteristik Produktifitas Plasma - Organisasi Tata laksana Mendapatkan model pengelolaan TIR yang berkelanjutan Rekomendasi dalam rangka upaya mengoperasikan kembali TIR Transmigrasi Jawai Gambar 1. Skema kerangka pemikiran 3.3. Metode pengumpulan data Pengumpulan data sekunder Dalam penelitian ini lebih banyak menggunakan data sekunder, hal ini disebabkan karena obyek yang diteliti adalah kejadian masa lampau yaitu pelaksanaan Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai dari tahun 1990 sampai dengan tahun Untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan laporan, hasil penelitian, publikasi ilmiah, publikasi daerah, studi kelayakan (feasibility study), dan peta yang dipublikasikan. Data tersebut diperoleh dari instansi pemerintah dan swasta antara lain : PT. Ciptawindu Khatulistiwa, KUD. Cipta Bina Sejahtera, Konsultan PT. Lenggogeni, Bank Kalbar, Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Bakosurtanal, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi

34 21 Kalimantan Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas. Data Sekunder yang dikumpulkan adalah Kondisi bio-fisik, Kebijakan Pemerintah Pusat, Laporan Pelaksanaan Proyek, Data Hasil Panen Plasma, Studi Kelayakan Proyek, Surat Perjanjian Kerjasama Inti Plasma Pengumpulan data primer Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran di lapang. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui dampak abrasi terhadap kondisi petak tambak dan menginventarisir keadaan barang yang tersisa di lokasi proyek, sedangkan pengukuran dilakukan untuk mengetahui dimensi konstruksi saluran irigasi dan tanggul tambak Analisis bioteknis Kesesuaian lahan Parameter kesesuaian lahan dalam penelitian ini meliputi parameter air dan tanah pada lokasi proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai yang bersumber dari data sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari laporan akhir teknis drainase dan penyajian evaluasi lingkungan (1992). Analisis kesesuaian lahan dilakukan secara deskriptif dengan mengacu kepada batas toleransi persyaratan mutu yang baik untuk budidaya udang dan kesesuaian lahan untuk lokasi pertambakan berdasarkan kandungan unsur hara dan fisika tanah. Data sekunder tersebut masih dianggap relevan untuk kondisi saat ini karena 1) data tersebut diperoleh pada saat pelaksanaan operasional budidaya berlangsung, dan 2) proyek ini praktis tidak beroperasi (stagnasi) sejak tahun Daya dukung kawasan Daya dukung kawasan dalam penelitian adalah berdasarkan pasokan air laut yang masuk keperairan pantai dimana pasokan air laut tersebut menurut Widigdo (2003) dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : V 0 = 0,5 hy 2x h tgθ Dimana: Vo = volume air laut yang masuk ke perairan pantai

35 22 h = kisaran pasang surut (tidal range) setempat x = jarak dari garis pantai (pada waktu pasang) hingga lokasi intake air laut untuk keperluan tambak y = lebar areal tambak yang sejajar garis pantai tang θ = kemiringan (kelandaian) dasar laut. Perhitungan volume air yang masuk ke perairan pantai tersebut (Vo) adalah volume air dalam satu kali pasang yaitu untuk daerah dengan tipe pasut diurnal, jadi jika tipe pasut semi diurnal dimana terjadi dua kali pasang pasang surut dalam sehari, maka volume air yang masuk ke perairan pantai tersebut adalah 2 kali Vo. Jika tinggi air tambak rata-rata adalah 1,0 m, dan pergantian air harian rata-rata 10 % maka kebutuhan air tambak 1,0 ha per hari adalah = m 2 x 0,1 x 1,0 m = m 3. Allison (1981) dalam Widigdo (2001) menyatakan bahwa agar kualitas perairan umum masih tetap layak untuk budidaya, maka perairan penerima limbah cair dari kegiatan budidaya harus memiliki volume kali lipat dari volume limbah cair yang dibuang ke perairan umum. Jadi luas tambak (ha) yang dapat dibangun berdasarkan volume air laut yang masuk ke aliran pantai adalah = V o / Analisis kelayakan usaha Dengan adanya abrasi yang menyebabkan kerusakan tambak, maka diperlukan kegiatan pengamatan mengenai kondisi tambak di sepanjang pantai. Selain itu akibat proyek ini tidak beroperasi sejak tahun 1996 dilakukan kegiatan mengenai 1) pengukuran dimensi konstruksi tambak seperti pendangkalan yang terjadi pada saluran irigasi tambak dan penyusutan tanggul tambak, serta 2) inventarisir infrastruktur seperti barang-barang dan bangunan yang masih tersisa dilokasi proyek. Metoda pengukuran yang dilakukan meliputi panjang saluran, panjang tanggul, lebar atas, lebar bawah, kedalaman saluran, dan ketinggian tanggul, sedangkan pengamatan dilakukan untuk inventarisir barang dilokasi proyek. Kegiatan tersebut diatas dimaksudkan untuk menghitung rincian kebutuhan biaya investasi dalam rangka rencana pelaksanaan re-design akibat adanya abrasi dan pekerjaan rehabilitasi tambak akibat proyek ini sudah tidak

36 23 beroperasi dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada Tabel 3 dapat dilihat metoda pengukuran dimensi konstruksi tambak. Tabel 3. Metoda pengukuran dimensi konstruksi tambak Jarak Jumlah Jenis Konstruksi Satuan Volume Pengukuran Pengukuran (m) (kali) Saluran Pemasukan 1. Saluran Intake Laut m 1, Saluran Primer Ruas I m Saluran Primer Ruas II m 1, Saluran Primer Ruas III m 1, Saluran Sekunder I m Saluran Sekunder II m Saluran Sekunder III m STP Beton Semen m 5, STP Gravitasi (Tanah) m J u m l a h 12, Saluran Pembuangan 1. Saluran Sekunder I m 2, Saluran Sekunder II m 1, Saluran Sekunder III m 1, Sal. Tersier Pembuangan m 6, J u m l a h 10, Petak Tambak petak Tanggul STD petak Tanggul Antara Tambak petak Tanggul STP petak J u m l a h Untuk mengetahui prospek kelayakan usaha tambak dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan usaha yang dalam penelitian ini digunakan analisis biaya dan manfaat (Cost Benefit Analysis). Adapun kriteria yang digunakan dalam analisis ini antara lain : Net present value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut : NPV = n ( Bt - Ct) t ( 1 i) t= 1 +

37 24 Dimana : Bt Ct 1/(1+i) t = Benefit kotor tahunan (annual gross benefit) = Biaya kotor tahunan (annual gross cost), tidak dilihat apakah biaya tersebut merupakan modal atau rutin. = Discount Factor (DF) Dengan Kriteria Usaha : NPV > 0, berarti usaha tambak tersebut layak diusahakan NPV = 0, dengan modal berarti usaha tambak tersebut menghasilkan nilai sama besarnya yang ditanam NPV < 0, berarti usaha tambak tidak layak diusahakan Net benefit cost ratio ( Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan jumlah nilai kini (present value total) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif. Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut : Net B/C = n t= 1 n t= 1 ( Bt - Ct) t ( 1+ i) ( Bt - Ct > 0) ( Bt - Ct) ( Bt - Ct > 0) t ( 1+ i) Dimana : Bt = Benefit kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t Ct = Biaya kotor sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t, tidak dilihat apakah biaya dianggap sebagai modal atau rutin n = Umur ekonomis dari usaha tambak i = Tingkat suku bunga bank. Dengan kriteria usaha : Net B/C > 1, berarti usaha tambak tersebut menguntungkan sehingga layak diusahakan Net B/C < 1, berarti usaha tambak tidak menguntungkan sehingga tidak layak diusahakan

38 Internal rate of return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat diskonto dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari penerimaan total. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : NPV' IRR = i' + - ( ) ( i" i' ) NPV' - NPV" Dimana : i = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif ii = Tingkat suku bunga yang menghsilkan NPV negatif NPV = NPV pada tingkat suku bunga i NPV = NPV pada tingkat suku bunga i Dengan kriteria usaha : IRR > i, berarti usaha tambak ini bisa dilanjutkan IRR < i, berarti usaha tambak ini tidak layak, dimana i = suku bunga. Dengan kriteria tersebut diatas, maka usaha tambak dikatakan layak untuk diusahakan adalah apabila : NPV > 0, Net B/C > 1, IRR > i Analisis kelembagaan Kelembagaan Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu berdasarkan 1) Pembahasan dalam konteks pola TIR yaitu pada saat pelaksanaan pengelolaan Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai yaitu masa sebelum lunas dan gambaran pasca lunas kredit tambak, 2) Pembahasan mengenai alternatif yang dapat diambil dalam konteks upaya untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Pembahasan dalam konteks pola TIR dilakukan berdasarkan gambaran keadaan nyata yang terjadi di lapangan, sehingga dari gambaran tersebut akan didapatkan solusi terbaik tentang mekanisme managemet pengelolaan tambak yang tepat untuk dapat diterapkan di lokasi. Pembahasan tersebut dilakukan pada saat sebelum lunas kredit tambak yaitu dari mulai awal proyek yaitu pada proses pencairan kredit untuk tambak

39 26 sampai dengan proyek ini stagnasi pada tahun Pembahasan pada masa pasca lunas kredit tambak dilakukan berdasarkan hasil kajian dari solusi yang didapatkan pada masa pelaksanaan proyek. Kajian ini bertujuan untuk mempersiapkan KUD dan Plasma dalam mengelola proyek pasca lunas kredit tambak. Pembahasan mengenai alternatif dalam upaya untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai adalah berdasarkan model kontrak usaha tambak (contract farming) yang bertujuan untuk memberikan beberapa alternatif pilihan yang dapat diambil oleh Pemda/Bank Kalbar Karakteristik produktifitas plasma Target Produksi Data laporan hasil panen proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai diolah menjadi data hasil panen yang disusun berdasarkan : petak tambak, nama plasma, daerah asal plasma, hasil panen per petak tambak (kg) dan pola kepadatan penebaran benur yaitu untuk 4, 20 dan 15 ekor/m 2. Dari data hasil panen tersebut akan dianalisis menjadi tabel realisasi hasil panen terhadap target produksi yang memberikan gambaran mengenai besaran dan prosentase hasil panen dalam pencapaian target produksi dari masing-masing pola tebar 4, 20 dan 15 ekor/m 2 serta periode I, II, III, IV dan V pada padat penebaran 15 ekor/m 2. Deskriptif hasil panen dilakukan terhadap daerah asal plasma, pola tebar (4, 20 dan 15 ekor/m 2 ), periode musim tanam (I, II, III, IV dan V) pada pola kepadatan tebar 15 ekor/m 2. Spatial autocorrelation Spatial autocorrelation adalah suatu metode analisis statistika spasial yang dalam penelitiaan ini digunakan untuk mengetahui pengaruh hubungan hasil produksi antar petak tambak dalam suatu kawasan. berdasarkan pola sebaran spasial lahan tambak Menurut John Odland (1988), deskripsi dari hasil perhitungan analisis spatial autocorrelation tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kemungkinan, yaitu apabila : - I > I (random) disebut Auto Correlation Positif, yaitu suatu hubungan yang mencerminkan pola sebaran searah yaitu pengaruh yang saling meningkatkan antar petak tambak yang berdampingan.

40 27 - I = Random, yaitu suatu hubungan yang tidak mencerminkan suatu pola sebaran tertentu (acak) antar petak tambak yang berdampingan. - I < I (random) disebut Auto correlation Negatif, yaitu hubungan yang mencerminkan pola sebaran dengan pengaruh yang saling berkebalikan yaitu apabila salah satu petak tambak hasil produksinya meningkat maka tambak yang berdampingan akan cenderung turun produksinya. berikut: I Rumus yang digunakan untuk perhitungan auto correlation adalah sebagai ( random) = ΣΣ = - n Wij 1 n -1 ( ) ΣΣ Wij Σ ( Zi - Z)( Zj - Z) ( Zi - I 2 I adalah Indeks Moran, n adalah jumlah petak tambak, Z adalah hasil produksi (kg), dan Z adalah hasil produksi rata-rata (kg), i = j adalah petak tambak dan Wij adalah matriks spatial autocorrelation. Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam melakukan perhitungan dalam penelitian ini adalah menentukan pola sebaran spasial dengan membuat matrik spatial autocorrelation, dimana matrik tersebut diisi dengan notasi angka 0 (nol) dan 1 (satu) sesuai dengan pola sebaran yang ingin ditetapkan. Angka 0 berarti mengindikasikan tidak ada korelasi antara petak tambak yang berpasangan, sedangkan angka 1 mengindikasikan adanya korelasi antara petak tambak yang berpasangan. Pola sebaran spatial yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menetapkan notasi angka 1 (satu) untuk petak tambak yang saling berdampingan, sedangkan angka 0 (nol) untuk petak tambak yang tidak saling berdampingan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa operasional pelaksanaan budidaya udang dilapangan yaitu hubungan antara petak tambak yang saling berdampingan adalah lebih erat dibandingkan dengan petak tambak yang tidak berdampingan. Penetapan pola sebaran spasial tersebut dimaksudkan agar analisis ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran korelasi spasial produksi tambak yang berada dalam satu kawasan hamparan tambak. Dalam penelitian ini perhitungan auto correlation hanya dilakukan pada pola tebar kepadatan benur 15 ekor per m 2. Hal ini disebabkan karena pada

41 28 pelaksanaan pola tebar 15 ekor/m 2 ininberlangsung sebanyak 5 (lima) periode musim tanam sehingga semua petak tambak dapat terwakili, sedangkan pada pola tebar kepadatan benur 4 dan 20 ekor/m 2 hanya dilakukan dalam 1 (satu) periode musim tanam saja sehingga pada pelaksanaannya tidak semua petak pernah (terwakili) melaksanakan penebaran benur. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan periode musim tanam dan tahun dengan rincian 1) periode musim tanam yaitu : I; II; III; IV dan V dan 2) tahun yaitu : 1993; 1994; 1995 dan total (tahun 1993 sampai 1995).

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum lokasi Secara administratif lokasi Proyek Perintis Tambak Inti Rakyat (TIR) Transmigrasi Jawai termasuk dalam wilayah Dusun Kalangbahu, Desa Jawai Laut, Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat. Ditinjau dari posisi geografis terletak diantara Lintang Utara dan Bujur Timur. Batas batas wilayah lokasi proyek : - Sebelah Utara : Dusun Ramayadi. - Sebelah Timur : Sungai Batang. - Sebelah Barat : Laut Cina Selatan - Sebelah Selatan : Sungai Sambas Besar. Lokasi Tambak Inti Rakyat (TIR) Transmigrasi Jawai terletak di pantai Barat Kalimantan Barat bagian Utara disekitar muara sungai Sambas yang berbatasan langsung dengan laut Cina Selatan. Untuk mencapai lokasi dari kota Pontianak dapat ditempuh dengan menggunakan jalan darat sejauh ± 185 Km sampai ke kota Pemangkat. Dari kota Pemangkat perjalanan dilanjutkan menyeberangi muara sungai Sambas yang mempunyai lebar cukup besar yaitu ± 1,8 km dengan menggunakan perahu bermotor yang memakan waktu sekitar 0,5 jam untuk sampai ke lokasi. Mata pencaharian masyarakat setempat pada umumnya adalah sebagai petani dengan usaha kebun kelapa. Mata pencaharian lain dari sebagian masyarakat setempat adalah sebagai nelayan dan pedagang kecil. Untuk mengetahui gambaran mengenai lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

43 30 Lokasi Penelitian Gambar 2. Peta lokasi penelitian 4.2. Gambaran umum proyek Proyek transmigrasi umum perintis TIR transmigrasi Jawai adalah merupakan proyek dengan pola perikanan usaha tambak yang pertama dilakukan di Indonesia. Proyek ini dimulai pada tahun 1990, namun proyek ini stagnan sejak tahun Pendanaan proyek ini dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Kredit Koperasi yaitu Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dana APBN dipergunakan untuk biaya pembangunan saluran irigasi tambak, perumahan dan fasilitas umum transmigran, sedangkan dana Kredit Koperasi dipergunakan untuk biaya pembangunan pencetakan petak tambak dan operasional budidaya udang yang selanjutnya menjadi beban kredit plasma Profil stakeholder Perusahaan inti pada proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai adalah PT. Ciptawindu Khatulistiwa (PT. CWK) yaitu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Barat Nomor 212 Tahun

44 PT. Ciptawindu Khatulistiwa adalah perusahaan lokal yang sebelumnya sudah bergerak dibidang pertambakan udang dan berkantor pusat di Pontianak Kalimantan Barat. PT. Ciptawindu Khatulistiwa sebagai perusahaan inti dalam mendukung pengelolaan proyek perintis TIR transmigrasi Jawai telah membangun pembibitan udang (hatchery) di Desa Pasir Panjang Singkawang dan cold storage untuk menampung hasil panen plasma di Desa Wajok Mempawah. Namun setelah proyek ini mengalami stagnasi, keberadaan dari perusahaan inti sekarang tidak jelas. Petani plasma pada proyek TIR transmigrasi Jawai adalah transmigran yang berasal dari Pulau Jawa dan penduduk lokal, yaitu; 1) transmigran dari Jawa Barat, 2) transmigran dari Jawa Tengah, 3) transmigran dari Jawa Timur dan 4) penduduk lokal atau biasa disebut APPDT (Alokasi Pemukiman Penduduk Daerah Terpencil). Alokasi lahan yang disediakan bagi plasma pada TIR Transmigrasi Jawai untuk setiap kepala keluarga (KK) adalah sebagai berikut a) lahan tambak = 0,50 ha, b) lahan pekarangan = 0,25 ha. Keberadaan plasma proyek TIR transmigrasi Jawai berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Bulan Maret 2006 didapatkan bahwa jumlah plasma yang berasal dari Pulau Jawa yang masih bertempat tinggal di lokasi permukiman transmigrasi sebanyak 4 (empat) kepala keluarga (KK) dengan mata pencaharian sebagai petambak tradisional, sedangkan plasma lokal (APPDT) telah kembali ke rumahnya masingmasing dan tidak bertempat tinggal lagi di lokasi permukiman transmigrasi. Kelembagaan plasma pada proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai terhimpun dalam satu wadah Koperasi Unit Desa yang dinamakan KUD. Cipta Bina Sejahtera. KUD Cipta Bina Sejahtera adalah salah satu contoh lembaga dalam proyek ini yang dibentuk secara instant karena didasarkan pada suatu keadaan yang mendesak dalam rangka untuk memenuhi persyaratan dalam proses pencairan kredit. Bank BPD Kalbar yang sekarang ini bernama Bank Kalbar adalah merupakan bank pelaksana yang bertindak menyalurkan kredit untuk proyek perintis TIR transmigrasi Jawai. Pemerintah Daerah adalah merupakan pembina dalam proyek TIR transmigrasi jawai. Institusi pemerintah (pada saat itu) yang yang terlibat langsung pada pelaksanaan pengelolaan proyek perintis TIR

45 32 Transmigrasi Jawai adalah sebagai berikut 1) Departemen Transmigrasi & PPH, 2) Direktorat Jenderal Perikanan, 3) Departemen Koperasi, 4) Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Barat, 5) Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sambas Pelaksanaan proyek Pelaksanaan pembangunan fisik pencetakan tambak pada proyek TIR transmigrasi Jawai adalah sebanyak 376 petak tambak dengan rincian sebagai berikut 1) Tahun Anggaran 1990/1991 sebanyak 150 petak tambak, 2) Tahun Anggaran 1991/1992 sebanyak 150 petak tambak, 3) Tahun Anggaran 1992/1993 sebanyak 76 petak tambak. Pelaksanaan pembangunan permukiman transmigrasi yang diperuntukan bagi Plasma adalah sebanyak 400 unit rumah dengan rincian sebagai berikut 1) Tahun Anggaran 1990/1991 sebanyak 150 unit rumah, 2) Tahun Anggaran 1991/1992 sebanyak 150 unit rumah, 3) Tahun Anggaran 1992/1993 sebanyak 100 unit rumah. Pelaksanaan penempatan transmigran adalah sebanyak 367 KK (Kepala Keluarga) dengan perbandingan 58 % adalah transmigran yang didatangkan dari Pulau Jawa dan 42 % dari APPDT. Adapun perincian penempatan transmigran adalah sebagai berikut 1) Tahun Anggaran 1990/1991, penempatan transmigrasi sebanyak 150 KK yang terdiri 98 KK berasal dari pulau Jawa dan 52 KK dari APPDT, 2) Tahun Anggaran 1991/1992, penempatan transmigrasi sebanyak 150 KK yang terdiri 97 KK berasal dari pulau Jawa dan 53 KK dari APPDT, 3) Tahun Anggaran 1993/1994, penempatan Transmigrasi sebanyak 67 KK yang terdiri 17 KK berasal dari pulau Jawa dan 50 KK dari APPDT. Sampai dengan kondisi terakhir jumlah tambak yang dapat dikerjakan adalah sebanyak 376 petak tambak, sedangkan rumah yang tersedia yang dibangun melalui Daftar Isian Proyek (DIP) Departemen Transmigrasi untuk plasma adalah sebanyak 400 unit rumah yang berarti target penempatan transmigrasi sebanyak 400 KK petani plasma tidak dapat dipenuhi, hal ini disebabkan karena adanya kendala dalam pembebasan lahan. Komoditas udang yang dibudidayakan adalah udang windu (Pennaeus monodon). Tingkat teknologi budidaya yang diterapkan pada awalnya adalah diprogramkan untuk pola tebar dengan tingkat kepadatan benur sebanyak 4

46 33 ekor/m 2. Namun dalam perjalanannya terjadi perubahan pola padat tebar benur yaitu 1) Pola 4 6 ekor/m 2, penebaran benur dimulai bulan Mei 1991, dan 2) Pola 20 ekor/m 2, penebaran benur dimulai bulan September 1992, serta 3) Pola 15 ekor/m 2, penebaran benur dimulai bulan Pebruari Pengambilan air laut (intake) sebagai sumber air untuk budidaya udang pada awal pembangunan proyek dilakukan melalui Sungai Pasir yang merupakan anak sungai di dekat muara Sungai Sambas Besar. Karena adanya faktor kendala penebaran benur akibat rendahnya kadar garam (salinitas) perairan pada periode tertentu saat musim penghujan, maka dilakukan pekerjaan pembuatan saluran (sudetan) langsung ke Laut Cina Selatan yang bersifat sementara melalui tambak Dinas Perikanan Propinsi Kalimantan Barat dengan tujuan untuk meningkatkan kadar salinitas yang dibutuhkan pada saat penebaran benur. Sudetan saluran tersebut mengandung kelemahan dari segi teknis budidaya karena letaknya yang memperpendek jarak antara saluran pemasukan (intake) dengan saluran sekunder pembuang (secondary drainage canal). Berdasarkan pengalaman tersebut, maka dilakukan pekerjaan pembuatan saluran permanen yang berlokasi tepat di antara muara Sungai Sambas Besar dan Laut Cina Selatan sebagai sumber untuk pengambilan air laut Pembinaan plasma Pembinaan plasma dari aspek sosial dilakukan oleh Departemen Transmigrasi, yang pelaksanaannya di lokasi permukiman transmigrasi dibawah koordinasi kepala unit permukiman transmigrasi (KUPT), sedangkan pembinaan plasma dari aspek teknis budidaya udang dilakukan oleh perusahaan inti yang pada tingkat operasional di lapangan dilakukan oleh badan pengelola. Sistematika pelaksanaan pembinaan plasma oleh badan pengelola untuk teknis budidaya udang pada proyek TIR transmigrasi Jawai dapat dijabarkan pada Gambar 3.

47 34 Site Manager Kepala Divisi Kepala Unit Kepala Blok Plasma Ketua Kelompok Anggota Gambar 3. Sistematika pembinaan teknis budidaya 4.3. Gambaran fisik proyek Sarana/prasarana pendukung Lokasi proyek TIR transmigrasi Jawai yang dapat dikatakan terpencil yaitu di sebelah utara Propinsi Kalimantan Barat tentunya memberikan dampak positif dan negatif dalam pengelolaan proyek. Aspek positif dari keberadaan lokasi proyek yang terpencil diantaranya adalah lingkungan terutama perairan yang belum tercemar, sedangkan aspek negatif adalah akses menuju lokasi proyek terutama transportasi yang selain harus ditempuh melalui jalan darat juga melalui sungai. Gambaran mengenai sarana/prasarana dalam mendukung kegiatan operasional budidaya udang di lokasi proyek perintis TIR transmigrasi Jawai dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Pengadaan sarana produksi tambak (saprotam). Pengadaan pakan masih merupakan faktor pembatas karena harus didatangkan dari Pulau Jawa karena belum ada pabrik pakan di Kalimantan Barat, demikian juga untuk pengadaan kapur dan obat-batan. Pengadaan benur dapat berasal dari benur lokal karena di Kalimantan Barat sudah terdapat perusahaan pembibitan udang (hatchery), namun hatchery tersebut selama ini hanya memproduksi benur udang windu (Pennaeus monodon). Pengadaan bahan bakar minyak (BBM) khususnya solar dapat diakses melalui SPBU terdekat yaitu dari kota Pemangkat melalui jalan sungai dengan menggunakan perahu

48 35 motor milik SPBU yang sudah dilengkapi dengan tanki solar yang membutuhkan waktu perjalanan sampai ke lokasi proyek ± 20 menit. 2) Pemasaran Perusahaan cold storage untuk menampung hasil produksi udang sudah terdapat di kota Pontianak. Hal umum yang biasa dilakukan oleh cold storage untuk pelaksanaan sizing dan penimbangan hasil panen biasanya dilakukan di lokasi tambak, tetapi untuk hasil panen yang relatif sedikit biasanya dilakukan oleh para pengumpul udang lokal yang tersebar di beberapa tempat kota kecamatan. 3) Transportasi Akses menuju lokasi proyek dari Kota Pemangkat dilakukan melalui transportasi air yaitu menyeberangi muara Sungai Sambas Besar. Sarana transportasi air dalam menunjang operasional proyek dapat dilakukan dengan menggunakan perahu motor air milik masyarakat setempat, sedangkan untuk kegiatan bongkar muat barang dilakukan oleh buruh setempat Fisik tambak Kondisi fisik tambak pada saat awal pembangunan proyek Luas bersih setiap petak tambak adalah m 2, sedangkan luas kotor tambak yang dihitung berdasarkan dari as ke as adalah m 2. Satu deret petak tambak yang berdampingan disebut Jalur, sedangkan diantara dua jalur tambak yang ditengahnya terdapat saluran tersier pemasukan (STP) disebut Blok. Kumpulan beberapa Blok disebut Unit. Berikut ini adalah tata letak tambak yang terdapat pada Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai, yaitu a) Unit I terdiri dari Jalur A, B, C, D, E dan F atau Blok AB, CD dan EF, b) Unit II terdiri dari Jalur G, H, I, J, K, L dan LL atau Blok GH, IJ, KL dan LL, c) Unit III terdiri dari Jalur M, N, O, P, Q dan R atau Blok MN,OP dan QR, d) Unit IV terdiri dari Jalur S, T, U, V dan W atau Blok ST, UV dan W, e) Unit V terdiri dari Jalur X dan Y atau Blok XY. Sebagai gambaran mengenai tata letak (lay out design), sarana dan prasarana tambak dapat dilihat pada Lampiran 3. Sistim irigasi pertambakan pada proyek perintis TIR transmigrasi Jawai sudah sesuai dengan persyaratan teknis budidaya karena sudah terpisah antara

49 36 saluran pemasukan (supply) dengan saluran pembuangan (drainage). Gambaran mengenai sistem tata air dalam satu blok dapat dilihat pada Gambar 4. Sal. Saluran tersier pembuang (drainage) Sek. Suplai Laut Pump Saluran tersier pemasukan (supply) Sek. Sal. Drain Saluran tersier pembuang (drainage) Dari Saluran Primer Suplai Gambar 4. Tata air tambak untuk satu blok Menurut PT. Lenggogeni (1990), berdasarkan hasil pengukuran topografi diperoleh elevasi lahan rata-rata adalah + 1,50 m sedangkan untuk kisaran pasang rata-rata air laut (tidal range) adalah 1,42 m sehingga tidak terjadi genangan selama pasang tinggi. Hal ini berarti energi pasang surut tidak dapat digunakan untuk pengairan budidaya udang. Oleh karena itu untuk mengalirkan air ke petak tambak harus menggunakan alat bantu pompa. Untuk lebih jelasnya tentang mekanisme dan gambaran elevasi tata air saluran pemasukan (supply canal) dapat dilihat pada Gambar 5. Sal. Tersier Pemasukan Pompa Keterangan : Tanah Dasar Asli Dasar Tambak Berm Amplitudo Pasang Surut (HHWL) 0.00 (LLWL) Sal. Sekunder Pemasukan Sal. Primer Pemasukan Muara Sungai Sambas Gambar 5. Elevasi tata air tambak saluran pemasukan (supply canal)

50 37 Tata air pada saluran pemasukan (supply canal) dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) muara sungai Sambas Besar yang berbatasan langsung dengan laut Cina Selatan adalah merupakan sumber air pemasukan untuk budidaya udang. 2) dari muara tersebut pada saat pasang air mengalir melalui saluran intake dari laut kemudian menuju saluran primer sampai ke saluran sekunder pemasukan. 3) dari saluran sekunder pemasukan, karena adanya perbedaan elevasi air dialirkan ke saluran tersier pemasukan yang terbuat dari beton dengan menggunakan pompa. 4) dari saluran tersier pemasukan tersebut air di distribusikan melalui inlet ke masing-masing petak tambak. Tata air pada saluran pembuangan (drainage canal) dapat dijabarkan sebagai berikut: 1)dari petak tambak air dibuang melalui outlet, kemudian 2) dari outlet tambak air dialirkan melalui saluran tersier pembuang menuju saluran sekunder pembuang dan 3) dari saluran sekunder pembuang, kemudian air mengalir langsung menuju laut Cina Selatan. Sebagai gambaran tentang elevasi tata air pada saluran pembuangan (drainage canal) dapat dilihat pada Gambar 6. Permukaan air tambak Tanggul Tambak Tanah Dasar Asli Dasar Tambak Berm Sal. Tersier Pembuang Sal. Sekunder Pembuang Laut Cina Selatan Gambar 6. Elevasi tata air tambak saluran pembuangan (drainage canal) Pembangunan fisik proyek perintis TIR transmigrasi Jawai dimulai pada bulan September 1990 yang meliputi pekerjaan pembangunan saluran irigasi dan pencetakan tambak. Tabel 4 merupakan gambaran dimensi konstruksi pada saat awal pembangunan fisik tambak yang dalam penelitian ini menjadi pedoman dasar perhitungan total biaya investasi pekerjaan rehabilitasi konstruksi tambak dalam rangka untuk mengoperasikan kembali proyek TIR transmigrasi Jawai.

51 38 Tabel 4. Dimensi saat awal pembangunan konstruksi tambak DIMENSI AWAL PEMBANGUNAN JENIS KONSTRUKSI LA LB H Vol/m' P Vol Total (m) (m) (m) (m3) (m) (m3) Saluran Pemasukan (Supply) 1. Saluran Intake Laut , , Saluran Primer Ruas I , Saluran Primer Ruas II , , Saluran Primer Ruas III , , Saluran Sekunder I , Saluran Sekunder II , Saluran Sekunder III , STP Beton Semen , STP Gravitasi (Tanah) , J u m l a h 16, , Saluran Pembuangan (Drainage) 1. Saluran Sekunder I , , Saluran Sekunder II , , Saluran Sekunder III , , Saluran Tersier Pembuangan , , J u m l a h 14, , Fisik Tambak (Petak) Tanggul STD , Tanggul Antara Tambak , Tanggul STP , J u m l a h 75, , Sumber : PT. Ciptawindu Khatulistiwa (1996) Keterangan : LA = Lebar Atas P = Panjang LB = Lebar Bawah Vol/m' = Volume per meter H = Dalam atau Tinggi Vol Total = Volume Total Kondisi fisik tambak pada saat pengamatan Pada bulan Maret 2006 telah dilakukan pengamatan dan inventarisasi di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi terakhir fisik tambak di lokasi proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai. Hasil pengamatan di lapangan dari segi lay out design didapatkan bahwa hampir semua petak tambak sepanjang pantai rusak terkena abrasi dengan perincian sebagai berikut : - Tambak yang rusak parah dan tidak dapat difungsikan karena terkena abrasi sebanyak 81 petak. - Tambak yang tidak layak operasional karena terkena abrasi dengan kriteria mengalami kerusakan tanggul dan atau outlet yang akan membahayakan pada saat operasional budidaya sebanyak 33 petak. - Tambak yang masih utuh (tidak rusak) sebanyak 15 petak, namun tambak tersebut tidak dapat difungsikan mengingat bangunan saluran tersier pemasukan sebagai sumber suplai air sudah rusak terkena abrasi.

52 39 Kondisi fisik tambak telah mengalami kerusakan dan perubahan dimensi akibat karena adanya abrasi dan karena tidak adanya pekerjaan maintenance sejak proyek ini stagnan pada tahun Tabel 5 menggambarkan kondisi terakhir dimensi konstruksi tambak berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan pada bulan Maret Tabel 5. Dimensi konstruksi tambak pada saat pengamatan DIMENSI PADA SAAT PENGAMATAN JENIS KONSTRUKSI LA LB H Vol/m' P Vol Total SELISIH (m) (m) (m) (m3) (m) (m3) (%) (m3) (%) Saluran Pemasukan 1. Saluran Intake Laut , , , Saluran Primer Ruas I , , Saluran Primer Ruas II , , , Saluran Primer Ruas III , , , Saluran Sekunder I , , Saluran Sekunder II , , Saluran Sekunder III , STP Beton Semen , STP Gravitasi (Tanah) , , J u m l a h 12, , , Saluran Pembuangan 1. Saluran Sekunder I , , , Saluran Sekunder II , , , Saluran Sekunder III , , , Sal. Tersier Pembuangan , , , J u m l a h 10, , , Fisik Tambak (Petak) Tanggul STD , , Tanggul Antara Tambak , , Tanggul STP , , J u m l a h 49, , , Tabel 5 memperlihatkan perbandingan perubahan dimensi konstruksi tambak akibat dari adanya penyusutan tanggul tambak dan pendangkalan saluran dari saat awal pembangunan sampai dengan bulan Maret Untuk saluran irigasi tambak baik pemasukan maupun pembuangan telah mengalami pendangkalan yang bervariasi antara 16,67% sampai 75,87%, sedangkan

53 40 penyusutan tanggul tambak sebesar 33,33%. Selisih volume pada Tabel 5 adalah merupakan volume kegiatan yang harus dikerjakan dalam rangka normalisasi konstruksi tambak agar tambak dapat dioperasikan kembali. Akibat tambak tidak beroperasi (stagnan) sejak tahun 1996, beberapa fasilitas tambak dilapangan didapati banyak yang sudah hilang atau rusak. Hasil inventarisasi barang yang masih tersisa pada lokasi proyek perintis TIR transmigrasi Jawai dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil inventarisasi barang di lokasi proyek JENIS BARANG SPESIFIKASI LOKASI JUMLAH KETERANGAN Peralatan Tambak 1. Generator setting 250 KVA Unit I, II, III, IV Tidak jelas Tidak Jelas 125 KVA Unit I, II Tidak jelas Tidak Jelas 2. Pompa Centrifugal 12 inchi STP 2 per Blok Tidak ada Paddle Wheel 3. Kincir Air 1 PK Petak Tambak 4 per Petak Tidak ada Peralatan Listrik 1. Kabel Listrik NYA Petak Tambak - Tidak ada NYY Petak Tambak - Tidak ada 2. Tiang Listrik Kayu Petak Tambak - Tidak ada 3. Lampu Penerangan TL 20 Watt Petak Tambak 3 per Petak Tidak ada Sarana Tambak 1. Pintu Inlet Beton Semen Petak Tambak 1 per Petak Rusak Parah 2. Pintu Outlet Beton Semen Petak Tambak 1 per Petak Kondisi 80 % 3. Jembatan Ancho Kayu Petak Tambak 4 per Petak Tidak ada Bangunan 1. Kantor Kayu Unit I 1 Ada 2. Mess Karyawan Kayu Unit I/II, III/IV 2 Ada 3. Gudang Saprotam Kayu Unit I 1 Ada 4. Bengkel Kayu Unit I 1 Ada 5. Rumah Genset Kayu Unit I, II, III/IV 3 Ada 6. Rumah Jaga Tambak Kayu Setiap Blok 4 per Blok Tidak ada 7. Pos Satpam Kayu Unit I, III/IV 2 Tidak ada 8. Rumah Pompa Kayu STP 1 per Blok Tidak ada 9. Talang Air Pompa Kayu STP 1 per Blok Tidak ada Keterangan : STP = Saluran Tersier Pemasukan (supply)

54 41 Dalam rangka untuk rehabilitasi konstruksi dan mendisain ulang kawasan proyek perintis TIR transmigrai Jawai agar dapat beroperasi kembali, berdasarkan pertimbangan faktor teknis maka tambak sepanjang pantai sebanyak 129 petak yaitu 2 (dua) jalur dari unit I sampai IV dan 1 (satu) jalur di unit V akan dikorbankan untuk dijadikan green belt. Dengan demikian sisa tambak yang layak operasional adalah sebanyak 247 petak, tetapi yang akan dikembangkan untuk operasional budidaya adalah hanya 237 petak sedangkan 10 petak diperuntukan sebagai fasilitas petak penelitian / percobaan (research and development). Gambaran rencana mengenai perubahan tata letak (lay out design) tambak akibat adanya abrasi dapat dilihat pada Lampiran Model Pengelolaan Aspek bioteknis Kesesuaian lahan Data hasil evaluasi atas parameter kesesuaian lahan berdasarkan data sekunder dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 memperlihatkan salinitas dalam keadaan normal, hal ini disebabkan karena letak posisi proyek yang dekat dengan laut dan dikelilingi oleh perairan, maka dengan demikian kondisi fisik lingkungan di lokasi tersebut dipengaruhi oleh pasang surut Laut Cina Selatan. Secara umum ph, oksigen terlarut, amoniak dan nitrit memperlihatkan keadaan normal. Hal ini berarti parameter kualitas air adalah layak untuk budidaya udang. Secara garis besar tekstur tanah di lokasi proyek adalah clay antara 82,78 sampai 85,81%. ph tanah dalam kategori normal dengan kisaran 8. Kadar kalium, natrium dan kalsium termasuk kategori rendah yaitu kurang dari 1%. Sedangkan kadar besi, aluminium dan FeS 2 cukup tinggi. Oleh karena itu diperlukan ekstra hati-hati dalam pengolahan tambak sehingga diperlukan ekstra penggunaan kapur untuk mengantisipasi hal tersebut.

55 42 Tabel 7. Parameter kesesuaian lahan dari data lapangan No P a r a m e t e r D a t a A. Kualitas Air 1 Salinitas ( ) Suhu (ºC) 29 3 ph 7,1 4 Oksigen (mg/l) 5,90 5 Amoniak (mg/l) 0,01 6 Nitrit (mg/l) 0,03 B. Tanah 1 Tekstur - Sand (%) 12,39-14,31 - Clay (%) 82,78-85,81 - Dust (%) 1,80-2,31 2 ph H 2 O 7,80-8,60 3 Kalium (K) 0,92-0,96 4 Natrium (Na) 0,07-0,08 5 Calcium (Ca) 0,76-0,86 6 Besi (Fe) 4,43-4,57 7 Aluminium (Al) 8,11-8,96 8 FeS 2 1,35-1,94 Sumber: PT. Ciptawindu Khatulistiwa, penyajian evaluasi lingkungan Proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai (1992) Data parameter kesesuaian lahan yang dikutip dari sumber pustaka Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai di Kabupaten Daerah Tingkat II Sambas Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat Tahun 1992 sampai dengan saat penelitian dilakukan masih layak digunakan sebagai acuan dalam evaluasi kesesuaian lahan, hal ini didasarkan karena 1) personil yang terlibat dalam penyusunan pustaka Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) tersebut adalah orang yang kompeten dalam bidangnya, 2) kondisi lingkungan pada tahun 1992 dibandingkan dengan kondisi pada saat penelitian adalah relatif sama karena tidak ada kegiatan pembangunan yang menjadi sumber baru bagi potensi pencemaran perairan di sekitar lokasi proyek dan 3) proyek perintis TIR transmigrasi Jawai dari tahun 1996 sampai dengan saat ini dalam kondisi tidak beroperasi (stagnan).

56 43 Daya dukung kawasan Daya dukung kawasan dalam penelitian adalah berdasarkan pasokan air laut yang masuk keperairan pantai dimana pasokan air laut tersebut menurut Widigdo (2003) dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Vo = h V 0 = 0,5 hy 2x tgθ volume air laut yang masuk ke perairan pantai h = kisaran pasang surut (tidal range) setempat x = jarak dari garis pantai (pada waktu pasang) hingga lokasi intake air laut untuk keperluan tambak y = lebar areal tambak yang sejajar garis pantai θ = kemiringan (kelandaian) dasar laut. Berdasarkan perhitungan dengan formula rumus tersebut, diperoleh luas tambak lestari sebesar 93,23 ha. Dengan luas bersih per petak tambak adalah m 2, maka berarti luas tambak lestari yang dapat dibangun adalah setara dengan 207 petak tambak. Untuk lebih jelasnya mengenai detail perhitungan daya dukung kawasan dapat dilihat pada Lampiran 2. Karena jumlah petak tambak pada proyek TIR transmigrasi Jawai adalah 247 petak dan apabila semua petak tambak tersebut beroperasi dalam waktu yang bersamaan, maka berarti keadaan tersebut sudah melebihi dari batasan luas tambak lestari. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pengaturan pola tanam dalam pelaksanaannya agar pada saat budidaya berlangsung jumlah petak tambak operasional tidak melampaui dari kapasitas luas tambak lestari. Tabel 8 merupakan gambaran mengenai perencanaan pola tanam budidaya udang dalam satu tahun. Tabel 8. Perencanaan pola tanam budidaya udang dalam satu tahun B u l a n Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Petak tebar Petak panen Σ petak tebar Σ petak panen Σ petak operasi

57 44 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perencanaan pola tanam dengan pengaturan jumlah tebar dalam setiap bulannya akan dapat diprediksi kapan waktu pelaksanaan panen (diasumsikan pemeliharaan selama empat bulan). Berdasarkan pola tanam tersebut terlihat bahwa jumlah petak operasional pada setiap bulan menunjukkan pada kisaran antara 164 sampai 165 petak tambak. Hal ini berarti bahwa dengan perencanaan pola tanam yang benar akan didapatkan jumlah petak tambak maksimum yang beroperasi secara bersamaan masih dibawah dari batas toleransi luas tambak lestari. Faktor utama yang menyebabkan proyek TIR Transmigrasi Jawai mengalami stagnasi adalah adanya serangan wabah penyakit white spot pada tahun Berdasarkan pengalaman tersebut maka sebagai solusi untuk mengatasi hal tersebut tidak terulang kembali dipilih udang Vaname sebagai komoditas yang direncanakan akan dibudidayakan pada proyek TIR transmigrasi Jawai. Udang Vaname dipilih sebagai komoditas yang akan dibudidayakan karena mempunyai kelebihan sebagai berikut 1) jenis ini lebih tahan terhadap serangan penyakit virus white spot, 2) dapat bertahan hidup dengan normal pada kisaran salinitas diatas 38 dan dibawah 10 dan 3) bisa menghasilkan produktifitas 9 sampai 11 ton dengan padat tebar 80 ekor/m 2 mencapai 80% Analisis finansial dengan FCR 1,3-1,5 dan SR Biaya investasi rehabilitasi tambak Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian ini yaitu dari gambaran keadaan fisik tambak dan sarana yang masih tersisa, kemudian dilakukan inventarisir dan analisis kebutuhan biaya untuk perhitungan pekerjaan rehabilitasi tambak dalam rangka untuk mengoperasikan kembali kawasan proyek perintis TIR transmigrasi Jawai. Analisis harga satuan pekerjaan mekanis pada Lampiran 5 dan analisis harga satuan pembangunan saluran tersier pemasukan pada lampiran 6 digunakan sebagai dasar untuk melakukan perhitungan biaya pekerjaan rehabilitasi konstruksi sesuai dengan volume yang harus dikerjakan yang tertera pada Tabel 5. Sedangkan perhitungan biaya pekerjaan listrik, peralatan operasional tambak dan bangunan dilakukan dengan cara pendekatan yang disesuaikan dengan harga yang berlaku pada Juli Dari hasil analisis

58 45 perhitungan tersebut diperoleh total biaya yang diperlukan untuk biaya investasi adalah sebesar Rp Rincian analisis perhitungan total kebutuhan biaya investasi pembangunan proyek TIR transmigrasi Jawai dapat dilihat pada Lampiran 7. Analisis kelayakan usaha tambak Berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan biaya investasi dan analisis daya dukung kawasan, kemudian dilakukan analisis terhadap teknologi budidaya yang akan diterapkan di lokasi proyek. Pertimbangan aspek teknis budidaya yang akan diterapkan adalah dengan cara meminimumkan beban lingkungan yaitu dengan mengupayakan padat penebaran benur yang rendah tetapi secara ekonomis layak untuk diusahakan. Berdasarkan hal tersebut didapatkan penerapan teknologi budidaya adalah dengan teknologi intensif dengan padat tebar 80 ekor/m 2. Analisis finansial dilakukan terhadap 237 petak tambak dengan asumsi bahwa 1) permodalan didapatkan dari pinjaman (kredit) bank yaitu untuk kredit investasi dan kredit modal kerja dengan tingkat suku bunga 16%, 2) kredit investasi sebesar 70% adalah berupa pinjaman dari bank yaitu sebesar Rp dan 30% adalah modal sendiri yaitu sebesar Rp , sedangkan 3) faktor keberhasilan produksi diperkirakan sebesar 70%. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan total kebutuhan modal kerja sebesar Rp dan total biaya proyek sebesar Rp Hasil perhitungan analisis biaya dan manfaat (cost benefit analysis) adalah 1) net present value (NPV) = , net benefit cost ratio (Net B/C) = 1,10 dan 3) internal rate of return (IRR) = 30,68%, dan biaya titik impas (BEP) sebesar Rp /kg yang tercapai pada produksi 3,629 ton/petak tambak. Rincian perhitungan analisis finansial tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai 21. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha budidaya dengan komoditas udang vaname dengan kepadatan tebar benur 80 ekor/m 2 adalah layak untuk diusahakan.

59 Analisis kelembagaan Karakteristik produktifitas plasma Target produksi yang ditetapkan pada setiap pola tebar dalam pengelolaan teknis budidaya udang windu pada proyek perintis TIR Transmigrasi jawai adalah sebagai berikut 1) Padat penebaran 4 ekor/m 2, target produksi = 400 kg, 2) Padat penebaran 20 ekor/m 2, target produksi = kg, 3) Padat penebaran 15 ekor/m 2, target produksi = kg. Dari hasil pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini, Tabel 9 merupakan gambaran hasil panen plasma dalam pencapaian target produksi pada proyek perintis TIR transmigrasi Jawai. Tabel 9. Realisasi hasil panen terhadap pencapaian target produksi KEPADATAN ekor/m2 ekor/m2 ekor/m2 TOTAL Target Panen per petak (kg) Jumlah Petak Panen Panen rata-rata per petak (kg) , , Pencapaian Target (%) Jumlah Petak mencapai Target Pencapaian Target (%) PERIODE MUSIM TANAM (15 ekor/m 2 ) I II III IV V Target Panen per petak (kg) Jumlah Petak Panen Panen rata-rata per petak (kg) 1, , , , Pencapaian Target (%) Jumlah Petak mencapai Target Pencapaian Target (%) Dari Tabel 9 dapat dijabarkan sebagai berikut : - Dari keseluruhan petak tambak panen yang dianalisis (1.200 petak tambak) pada pola penebaran benur 4, 20 dan 15 ekor/m 2 didapatkan bahwa jumlah

60 47 petak tambak yang mencapai target produksi sebanyak 310 petak tambak (25,83%), yang berarti sebanyak 990 petak tambak (74,17%) gagal dalam mencapai target produksi. - Berdasarkan pola tebar maupun periode musim tanam didapatkan bahwa prosentase pencapaian target pada rata-rata hasil panen per petak tambak adalah selalu lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah petak tambak yang mencapai target produksi, bahkan pada pola tebar 15 ekor/m 2 didapatkan bahwa jumlah petak tambak yang mencapai target sebesar 23,46% tetapi hasil panen rata-rata per petak telah melampaui target yaitu 106,68%. - Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil panen plasma adalah bervariasi antar petak tambak. Plasma yang ada pada proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai terdiri dari 4 kelompok yaitu dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Penduduk Lokal atau APPDT. Oleh karena itu plasma pada proyek perintis TIR transmigrasi Jawai dapat dibagi dalam 4 (empat) kelompok berdasarkan daerah asal (dasal). Pada Tabel 10 dapat dilihat jumlah total hasil panen rata-rata per petak tambak berdasarkan daerah asal. Tabel 10. Hasil panen plasma berdasarkan daerah asal transmigran Daerah Asal (Dasal) Rata-rata Berat Per Petak (kg) APPDT 1, Jawa Barat 1, Jawa Tengah 1, Jawa Timur 1, Dari Tabel 10 tersebut diatas dapat dilihat bahwa plasma yang berasal dari Jawa Tengah (Jateng) mempunyai produktifitas yang paling tinggi dengan total rata-rata hasil panen per petak tambak sebanyak 1.273,55 kg, kemudian disusul berturutturut Jawa Timur (Jatim) sebanyak 1.218,85 kg, Jawa Barat (Jabar) sebanyak

61 ,64 kg dan yang paling rendah produktifitasnya adalah plasma lokal atau yang biasa disebut APPDT yaitu sebanyak 1.057,75 kg. Plasma APPDT menempati posisi paling rendah produktifitasnya hal ini disebabkan karena karateristik plasma transmigran lokal atau APPDT dapat dikatakan baru mengenal usaha pertambakan karena sebelum ada proyek perintis TIR transmigrasi Jawai ini mereka mempunyai latar belakang mata pencaharian yang tidak berhubungan dengan usaha budidaya udang di tambak. Sedangkan plasma transmigran yang didatangkan dari pulau Jawa pada umumnya berasal dari daerah-daerah yang lingkungannya merupakan daerah usaha pertambakan udang di pulau Jawa. Jadi dapat dikatakan bahwa karakteristik transmigran dari pulau Jawa sudah lebih familier dengan dunia tambak udang dibandingkan plasma lokal. Oleh karena itu tujuan mendatangkan transmigran dari pulau jawa tersebut adalah diharapkan mereka dapat menjadi mediator dalam transfer teknologi budidaya udang di daerah yang baru. Spatial autocorrelation Hasil analisis spatial autocorrelation dengan menggunakan perhitungan indeks Moran (I) pada pola tebar 15 ekor/m 2 berdasarkan periode musim tanam dan tahun dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil perhitungan analisis spatial autocorrelation PERIODE Indeks Moran ( I ) TAHUN Indeks Moran Musim Tanam ( I ) Random ( I ) Random ( I ) Periode I Periode II Periode III Periode IV Total Periode V ( ) Dari hasil perhitungan analisis spatial autocorrelation pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa pada umumnya pola tebar benur 15 ekor/m 2 baik berdasarkan periode musim tanam maupun tahun didapatkan hasil nilai Indeks Moran (I) secara umum berada diatas nilai I (Random). Hal ini mengindikasikan bahwa hasil

62 49 perhitungan indeks Moran (I) mengarah kepada autocorrelation positif, yang berarti adanya kecenderungan hubungan antar petak tambak yang berdampingan mencerminkan pola interaksi searah yaitu dengan pengaruh saling meningkatkan hasil produksi. Pada Tabel 11 berdasarkan tahun didapatkan pada tahun 1995 nilai indeks Moran menurun tajam yaitu 0,038725, hal ini disebabkan karena pada tahun 1995 hasil panen plasma banyak mengalami kegagalan karena adanya serangan penyakit white spot. Puncak serangan penyakit tersebut terjadi pada akhir tahun 1995 dimana pelaksanaan panen terpaksa dilakukan terhadap sejumlah besar petak tambak yang belum waktunya untuk menghindari kerugian dan kematian massal yang lebih banyak. Berdasarkan periode musim tanam didapatkan nilai indeks Moran tertinggi puncaknya pada periode II, hal ini juga dapat dilihat pada Tabel 9 dimana hasil panen rata-rata per petak tambak tertinggi jatuh pada periode II yaitu 1.463,30 kg. Berdasarkan tahun didapatkan nilai indeks Moran tertinggi pada tahun 1994, sedangkan pada Lampiran 21 dapat dilihat bahwa grafik tertinggi rata-rata hasil panen plasma juga terjadi pada tahun Fenomena ini memberikan gambaran bahwa semakin tinggi nilai indeks Moran maka semakin tinggi pula hasil panen plasma. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai indeks Moran berarti kerjasama kelompok plasma dalam satu hamparan akan semakin baik yang pada kenyataannya juga akan berdampak pada hasil panen plasma. Hasil analisis spatial autocorrelation berdasarkan perhitungan indeks Moran (I) tersebut pada aplikasi pelaksanaan dilapangan dipengaruhi oleh 1) sistem pembinaan yang dilakukan petugas penyuluh lapangan (PPL) dari perusahaan inti dan juga 2) interaksi antar plasma di lapangan pada saat pelaksanaan operasional budidaya berlangsung. Hasil perhitungan tersebut juga menggambarkan bahwa hubungan plasma antar petak tambak yang berdampingan akan lebih berpengaruh dibandingkan dengan antar plasma dengan petak tambak yang berjauhan. Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa karakteristik produktifitas plasma berbeda menurut kelompok daerah asal. Oleh karena itu hasil perhitungan analisis spatial autocorrelation tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam penempatan transmigran, yaitu dengan cara tidak menempatkan

63 50 plasma secara berdampingan menurut kelompok daerah asal yang sama dalam rangka untuk transfer teknologi yang lebih merata sehingga diharapkan hasil produksi menjadi meningkat. Kelembagaan proyek Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Di Indonesia kemudian kemitraan diartikan sebagai hubungan bapak-anak angkat (foster father partnerships), di mana bapak angkat sebagai inti sedangkan petani sebagai plasma. Pola kemitraan yang dilaksanakan pada proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai adalah pola Inti - Rakyat yaitu pola kemitraan usaha tambak dengan bentuk kontrak produksi antara perusahaan inti dan plasma, dimana perusahaan inti berkewajiban menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi serta mengusahakan permodalan. Secara teoritis suatu kemitraan akan terjadi dan berjalan langgeng bila memenuhi dua syarat yaitu syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition) yaitu kebersamaan (cohesiveness). Aturan main (rules of the game) Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai adalah merupakan sebuah proyek percontohan transmigrasi umum dengan pola Tambak Inti Rakyat (TIR). Pengembangan pola TIR diatur oleh Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 334/Kpts/IK.210/6/1986. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa: 1. Di Pulau Jawa, setiap perusahaan tambak yang memiliki areal tambak diatas 30 ha harus menggunakan pola tambak inti rakyat dengan perbandingan 40 inti dan 60 plasma; 2. Diluar Pulau Jawa: a. di lahan yang sudah berbentuk tambak, setiap perusahaan yang akan melakukan penambahan areal diatas 50 ha harus menggunakan pola tambak inti rakyat dengan perbandingan 40 inti dan 60 plasma;

64 51 b. di lahan yang belum berbentuk tambak, setiap perusahaan yang akan mengusahakan tambak diatas 100 ha harus menggunakan pola tambak inti rakyat dengan perbandingan 40 inti dan 60 plasma; Dalam SK Menteri Pertanian juga disebutkan bahwa perusahaan inti serta plasma mempunyai masing-masing kewajiban agar terbina kerjasama yang saling menguntungkan dan berkesinambungan. Kewajiban perusahaan inti adalah 1) menyediakan dan atau membangun tambak plasma; 2) menyediakan saluran pengairan yang diperlukan baik untuk tambak inti maupun plasma; 3) memberikan bimbingan teknis pertambakan kepada petambak plasma sesuai dengan perkembangan teknologi; 4) menyediakan sarana produksi untuk memenuhi kebutuhan petambak plasma; 5) menampung seluruh hasil produksi tambak plasma dengan syarat dan harga yang layak sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Pertanian; 6) membantu penyelesaian sertifikat lahan tambak plasma; 7) mempekerjakan calon petambak plasma ditambak yang diusahakan selama tambak plasma dalam periode konstruksi dan belum diserahkan kepada petambak plasma; dan 8) membantu petambak plasma dalam pengurusan pencairan dan pengembalian kredit. Sedang kewajiban petambak plasma adalah 1) mengusahakan tambak sesuai petunjuk perusahaan inti; 2) menjual hasil produksi tambaknya kepada perusahaan inti dengan syarat dan harga yang layak sesuai dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah dalam hal ini Menteri Pertanian; 3) mengembalikan kredit sesuai dengan jadwal waktu pada akad kredit; 4) tidak memindahkan haknya atas tambak kepada pihak ketiga dalam waktu yang ditetapkan kecuali dalam rangka pewarisan tanpa pemecahan lahan. Sebagai implementasi dari pola kemitraan dalam pelaksanaannya proyek perintis TIR transmigrasi Jawai telah melakukan beberapa kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian antara perusahaan inti dan plasma. Beberapa perjanjian tersebut diantaranya adalah 1) surat kontrak kerjasama antara PT Ciptawindu Khatulistiwa dengan petani tambak transmigrasi Jawai dapat dilihat pada Lampiran 23, 2) surat perjanjian tentang kerjasama pengelolaan proyek TIR transmigrasi Jawai antara PT. Ciptawindu Khatulistiwa dengan Koperasi Unit Desa Cipta Bina Sejahtera dapat dilihat pada Lampiran 24, 3) surat perjanjian

65 52 tentang kesepakatan pembelian sarana produksi tambak udang dan hasil tambak udang antara PT. Ciptawindu Khatulistiwa dengan petani plasma tambak udang proyek TIR Jawai dapat dilihat pada Lampiran 25dan 4) tata tertib persidangan forum musyawarah petani tambak udang proyek TIR Transmigrasi di Jawai Kalimantan Barat dapat dilihat pada Lampiran 26. Rangkuman dari isi perjanjian dan kesepakatan antara perusahaan inti dan plasma serta KUD pada pengelolaan proyek TIR transmigrasi Jawai tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a) peran perusahaan inti adalah 1) membangun tambak dengan segala sarana dan prasarananya yang nantinya akan dibayarkan melalui bank dari kredit investasi, 2) mengelola dana untuk modal kerja atas nama kredit plasma dari bank Kalbar, 3) membeli hasil panen plasma sesuai dengan harga yang telah disepakati, 4) sebagai penjamin (afalist) dari kredit investasi dan modal kerja, 5) memegang sertifikat tambak selama kredit belum lunas dan 6) membina plasma dalam hal teknis budidaya. b) peran plasma adalah 1) mengajukan kredit investasi dan modal kerja ke bank Kalbar, 2) mencicil kredit investasi dengan cara pembayaran dipotong saat panen, 3) menjual hasil panen ke perusahaan inti dan 4) patuh terhadap instruksi pembina budidaya. c) peran KUD adalah 1) merupakan wadah dari perwakilan plasma, 2) sebagai perantara antara perusahaaan inti dan plasma serta bersama-sama dengan perusahaan inti dalam mengusahakan kredit investasi dan modal kerja, 3) mendapatkan komisi (fee) dari keuntungan penjualan udang dan pengadaan sarana produksi tambak dan 4) bersama-sama dengan perusahaan inti mengambil tindakan terhadap plasma yang tidak layak. d) sebagai konsekuensi akibat kredit modal kerja dikelola perusahaan inti adalah 1) menyediakan tenaga pengelola, 2) menyediakan sarana penunjang seperti laboratorium, hatchery dan cold storage, 3) menanggulangi keterlambatan pengembalian kredit berikut bunga kepada bank dan 4) menanggulangi kekurangan modal kerja plasma yang mengalami kerugian panen.

66 53 Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sudah terjadi indikasi adanya keinginan bersama antara perusahaan inti dan plasma dalam upaya untuk mencapai bentuk hubungan pola kemitraan yang lebih langgeng. Dari aturan main (rules of the game) yang tertuang dalam perjanjian dan kesepakatan antara perusahaan inti, plasma dan KUD tersebut ada beberapa hal yang masih perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut dalam pelaksanaannya, yaitu; 1) besaran cadangan resiko 15% dari selisih antara harga penyesuaian dengan harga jaminan, hal ini perlu dikaji lebih lanjut mengingat usaha tambak udang adalah termasuk kategori usaha resiko tinggi (high risk) dan pada pelaksanaan proyek TIR transmigrasi Jawai ternyata cadangan resiko tersebut tidak mencukupi untuk menutupi kerugian hasil panen plasma, dan 2) belum masuknya komponen maintenance dalam pemotongan hasil panen plasma, hal ini diperlukan untuk biaya perawatan baik untuk peralatan operasional tambak maupun saluran irigasi yang tidak sedikit memakan biaya. Disarankan komponen maintenance tersebut dibebankan dalam hitungan tonase berat per kg udang hasil panen dan dikenakan kepada seluruh plasma baik yang hasil panennya untung maupun yang merugi. Hal ini dimaksudkan dalam rangka meningkatkan kesadaran plasma bahwa untuk menuju keberhasilan proyek diperlukan semangat kebersamaan termasuk dalam menanggung biaya perawatan infrastruktur yang telah dibangun. Pengalaman pada pelaksanaan proyek TIR transmigrasi Jawai menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa kelemahan aturan main (rules of the game) pada pola TIR yang dampaknya akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proyek. Berikut ini penjabaran kelemahan aturan main dan solusi pada pola TIR, yaitu; 1. Kriteria proses penentuan sebagai plasma. a) Plasma yang didatangkan dari pulau Jawa adalah merupakan kewenangan dari Departemen Transmigrasi, sedangkan keanggotaan menjadi plasma lokal (APPDT) adalah berdasarkan atas kompensasi kepada masyarakat setempat akibat tanahnya terkena pembangunan lokasi proyek. Oleh karena itu kelemahan pola TIR adalah seleksi plasma tidak didasarkan atas kelayakan kemampuan seseorang dalam hal teknis pengelolaan budidaya di lapangan.

67 54 b) Solusi dari permasalahan tersebut adalah calon plasma tersebut harus melalui tahap seleksi dilapangan yaitu dengan cara magang dan proses magang inilah yang akan menentukan layak dan tidaknya seseorang ikut menjadi anggota plasma TIR. Sedangkan untuk menghindari pemilik tanah otomatis menjadi plasma TIR adalah dengan jalan memberikan kompensasi ganti untung kepada masyarakat setempat yang tanahnya terkena pembangunan proyek. 2. Kesulitan menerapkan sanksi. a) Pada prakteknya sulit untuk menerapkan sanksi kepada pihak yang melakukan kesalahan atau kelalaian di lapangan. Salah satu contoh adalah keterlambatan perusahaan inti dalam pembayaran panen atau penebaran benur dan juga adanya plasma yang tidak mematuhi aturan teknis budidaya yang akan mengganggu jalannya proyek. b) Solusi dari permasalahan tersebut adalah menerapkan aturan main yang baku dan disepakati semua pihak yang didalamnya sudah mencakup siapa yang mempunyai wewenang sebagai eksekutor, sehingga apabila terjadi salah satu pihak melakukan kesalahan atau kelalaian (wan prestasi) maka sistem atau aturan main tersebut dapat langsung diimplementasikan. Dampak positif keberadaan proyek TIR Transmigrasi Jawai Jika mengkaji uraian diatas maka keberadaan proyek tersebut seharusnya akan memberikan dampak positif karena bukan hanya pihak-pihak yang berperan seperti perusahaan inti, plasma dan KUD saja yang akan mendapatkan keuntungan tetapi masyarakat setempat dan pemerintah daerah (Pemda) juga akan mendapat keuntungan. Menurut Walhi (2004), dampak positif tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : Keuntungan swasta sebagai perusahaan inti 1. Perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya investasi dan Modal Kerja, hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut : Biaya pembangunan pencetakan tambak berasal dari kredit koperasi yang nota bene adalah merupakan beban kredit Plasma.

68 55 Pembangunan saluran irigasi tambak irigasi untuk pertambakan pembiayaannya dibantu dari dana Pemerintah, yaitu untuk pembangunan saluran irigasi tambak pemasukan (primer dan sekunder) dan saluran irigasi tambak pembuangan (sekunder dan tersier) dibiayai dari Departemen Transmigrasi serta untuk saluran irigasi tambak tersier pemasukan dibiayai dari Direktorat Jenderal Perikanan. Biaya untuk operasional budidaya udang (modal kerja) berasal dari kredit koperasi yang merupakan beban kredit plasma. 2. Dari Proses Produksi Perusahaan mendapat keuntungan dari penjualan sarana produksi tambak (saprotam) seperti benur, pakan, obat-obatan dan lain sebagainya. 3. Perusahaan mendapat jaminan untuk mendapatkan udang hasil panen Plasma sesuai dengan Perjanjian Inti Plasma. 4. Perusahaan tidak mengeluarkan biaya upah kerja karena pinjaman biaya hidup untuk setiap musim tanam menjadi beban kredit plasma yang nantinya akan dipotong pada saat panen. Keuntungan plasma sebagai peserta TIR 1. Plasma secara perorangan tanpa agunan bisa mendapatkan fasilitas pinjaman dana dari bank yang dipergunakan untuk mengelola usaha budidaya udang di tambak. 2. Plasma dengan cara mencicil kredit mempunyai prospek untuk dapat memiliki tambak sendiri. Keuntungan Pemda dengan adanya proyek TIR 1. Peluang untuk mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD), misalnya retribusi udang. 2. Merupakan pengembangan wilayah, karena daerah yang sebelumnya merupakan daerah terisolir dapat menjadi sentra ekonomi baru. Hal ini ditunjang karena adanya pembangunan jalan, permukiman transmigrasi, fasilitas umum dan lain sebagainya. 3. Adanya multiplier effects sehingga membuka kesempatan lapangan kerja baru seperti misalnya :

69 56 - Terjadinya peningkatan aktifitas masyarakat setempat yang bekerja menjadi buruh bongkar muat barang dengan kapasitas yang cukup besar secara kontinyu dalam menunjang kegiatan operasional proyek. - Terjadinya peningkatan jumlah alat transportasi baik darat maupun air dalam menunjang aktifitas masyarakat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. - Tumbuhnya jenis usaha baru di lingkungan proyek seperti pedagang makanan dan minuman, usaha pengumpul udang liar hasil tambak, pertukangan, perbengkelan dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian mengenai dampak positif dengan keberadaan proyek tersebut, maka dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali proyek perintis TIR transmigrasi Jawai perlu dilakukan suatu pengkajian tinjauan ulang (review) tentang pelaksanaan pengelolaan proyek. Mekanisme proses pencairan kredit Salah satu tahap dalam pelaksanaan pola TIR dalam rangka memenuhi pendanaan untuk operasional budidaya udang adalah pengajuan kredit kepada perbankan. Pada proyek perintis TIR transmigrasi Jawai pelaksanaan akad kredit dilakukan oleh dan atas nama plasma, sedangkan perusahaan inti berkewajiban membantu proses pencairan kredit untuk plasma dan bertindak sebagai penjamin (afalist). Dari proses pencairan dan status akad kredit tersebut ternyata menjadi awal dari permasalahan konflik yang sering terjadi dilapangan. Hal ini disebabkan karena faktor perbedaan persepsi dari perusahaan inti maupun plasma. Pihak perusahaan inti berpendapat bahwa sebagai afalist apabila terjadi kegagalan maka pihak inti yang akan bertanggung jawab menanggung kerugian. Sedangkan di pihak plasma berpendapat bahwa apabila terjadi kerugian maka plasma yang akan menanggung hutang. Dengan adanya konflik karena perbedaan persepsi tersebut pada prakteknya di lapangan berdampak terhadap pembinaan teknis budidaya udang yang dilakukan oleh petugas penyuluh lapangan (PPL) yang nota bene berstatus sebagai karyawan perusahaan inti. Hal ini tentunya akan menjadi serius mengingat keberhasilan proyek ini sangat bergantung dari tingkat keberhasilan budidaya udang dalam mencapai target produksi. Skema alur pelaksanaan

70 57 pencairan kredit Proyek Perintis TIR Transmigrasi jawai dapat dilihat pada Gambar 7. Bank Indonesia Kredit KKPA BPD Kalbar Bank Pelaksana KUD Cipta Bina Sejahtera Plasma (Akad Kredit) Perusahaan Inti Penjamin (Afalist) Calon Pemilik Tambak Pembinaan ( PPL ) LUNAS (Pemilik Tambak) Gambar 7. Skema alur pelaksanaan proses pencairan kredit Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka perlu kajian ulang (review) mengenai proses pencairan dan status akad kredit agar tidak terjadi friksi di lapangan yang akan dapat menjadi faktor penyebab kegagalan proyek. Solusi yang dapat dilakukan adalah perusahaan inti yang melakukan akad kredit dan sekaligus sebagai penjamin (afalist). Hal ini berarti mengandung konsekuensi bahwa perusahaan inti bertanggung jawab penuh terhadap proses pengembalian kredit. Kompensasi yang diberikan kepada perusahaan inti akibat dari pengalihan status kredit tersebut adalah: perusahaan inti diberi wewenang menjadi komandan di lapangan selama kredit belum lunas. Pemberian wewenang disini harus diatur dan dibatasi agar tidak menjadi otoriter tetapi dalam konteks sebagai upaya pelunasan kredit sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan. Skema alur pencairan kredit yang direkomendasikan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

71 58 Bank Indonesia Kredit KKPA Bank Kalbar Bank Pelaksana KUD Cipta Bina Sejahtera Perusahaan Inti (Akad Kredit & Penjamin) Calon Pemilik Tambak Pembinaan (PPL) LUNAS (Pemilik Tambak) Gambar 8. Skema alur pencairan kredit yang direkomendasikan Mekanisme pengelolaan Kemitraan adalah suatu set kelembagaan dan rencana-rencana organisasi yang menentukan bagaimana pihak-pihak yang terlibat (stakeholder) bekerjasama. Sebuah rencana kemitraan bukanlah struktur hukum tentang hak dan peraturan yang statis, tetapi merupakan proses yang dinamis untuk menciptakan struktur kelembagaan baru. Sebagai sebuah proyek perintis, dalam pelaksanaannya proyek TIR Transmigrasi Jawai belum mempunyai konsep pola pengelolaan yang pasti sehingga dalam perkembangannya proyek ini sudah banyak mengalami perubahan dalam mekanisme pengelolaannya. Perubahan tersebut dimaksudkan agar proyek ini diharapkan dapat menemukan pola pengelolaan yang terbaik. Pada pelaksanaannya mekanisme pengelolaan proyek TIR transmigrasi Jawai lebih banyak tergantung pada hasil negosiasi kesepakatan antara perusahaan inti dan plasma (KUD), hal ini tentunya suatu saat dapat menjadi kendala apabila terjadi kemacetan (dead lock) dalam mencapai kesepakatan tersebut. Dalam kasus-kasus tertentu apabila terjadi permasalahan di lapangan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah selaku pembina proyek TIR transmigrasi berperan serta melakukan pertemuan sebagai mediator dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Mekanisme pengelolaan pada pelaksanaan proyek perintis TIR transmigrasi Jawai dapat dilihat pada Gambar 9.

72 59 Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah BPD Kalbar Suplier Perusahaan INTI KUD Badan Pengelola (Perusahaan Inti) Petani Tambak Plasma Operasional Budidaya Gambar 9. Mekanisme pelaksanaan pengelolaan proyek TIR transmigrasi Jawai Pada Gambar 9 terlihat bahwa badan pengelola merupakan kepanjangan tangan dari perusahaaan inti di lokasi proyek. Tugas pokok badan pengelola disini lebih dititik beratkan terhadap kegiatan operasional budidaya udang, sedangkan permasalahan yang menyangkut pengambilan kebijakan (policy) adalah menjadi kewenangan kantor pusat perusahaan inti. Namun di lapangan badan pengelola ternyata tidak hanya dihadapkan pada permasalahan teknis saja tetapi juga menangani permasalahan sosial yang akhirnya pada prakteknya permasalahan sosial ternyata lebih banyak menyita waktu dan perhatian dari badan pengelola. Kondisi seperti ini tentunya menjadi tidak kondusif dalam pengelolaan proyek mengingat keberhasilan operasional teknis budidaya udang merupakan tolok ukur dalam mencapai keberhasilan proyek. Berdasarkan pengalaman yang terjadi di lapangan pada pelaksanaan proyek, beberapa permasalahan mendasar yang masih harus ditindak lanjuti yaitu 1) siapa yang berhak menjadi wasit apabila salah satu pihak melakukan wan prestasi atau kelalaian, 2) seberapa jauh kewenangan dari keterlibatan institusi pemerintah yang terkait dan 3) seberapa jauh sanksi dapat diterapkan, hal ini menjadi pertanyaan mengingat pada prakteknya dilapangan terjadi kesulitan untuk menjatuhkan sanksi kepada salah satu pihak yang melakukan wan prestasi (kelalaian).

73 60 Secara prinsip permasalahan tersebut adalah diakibatkan karena 1) adanya kerancuan atau tidak jelasnya aturan (rules) yang berlaku pada proyek perintis TIR transmigrasi Jawai, 2) adanya faktor kepentingan yang berbeda dari masingmasing pihak. Sebagai solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan jalan perlu di bentuk suatu lembaga yang dinamakan forum komunikasi yang berfungsi sebagai wadah untuk mengakomodir pihak-pihak yang berperan (stakeholder) dalam menyampaikan aspirasinya. Lembaga forum komunikasi ini adalah merupakan tempat untuk melakukan proses pengambilan keputusan tertinggi dalam lingkup proyek yang berfungsi untuk membuat suatu aturan, kesepakatan dan juga penerapan sanksi. Oleh karena itu yang menjadi anggota dari forum komunikasi adalah pemerintah pusat/daerah, perusahaan inti, KUD, badan pengelola, perbankan, konsultan pendamping, perwakilan kelompok plasma. Dengan demikian output dari forum komunikasi ini digunakan sebagai pedoman baku (guidelines) bagi semua pihak (stakeholder) dalam melaksanakan dan memonitor kegiatan pengelolaan proyek. Karena pentingnya lembaga forum komunikasi ini dalam menunjang keberhasilan proyek, maka yang perlu digaris bawahi adalah perlu adanya konsultan yang profesional dibidangnya sebagai leader dan sekaligus sebagai pendamping dalam lembaga ini mengingat keterbatasan sumberdaya manusia yang ada di daerah. Pengalaman pada proyek TIR transmigrasi Jawai menunjukkan bahwa dengan adanya pendampingan yang dilakukan oleh konsultan pada pelaksanaannya telah berhasil melakukan beberapa kesepakatan yang menjadi acuan pelaksanaan proyek namun sayangnya keberadaan konsultan tersebut tidak berlangsung lama. Gambaran yang direkomendasikan mengenai konsep tentang mekanisme pengelolaan proyek TIR transmigrasi Jawai sebelum lunas kredit dapat dilihat pada Gambar 10.

74 61 Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Bank Konsultan Suplier Perusahaan Inti FORUM KOMUNIKASI KUD OUTPUT : - Aturan & Kesepakatan - Sanksi dan lain-lain Petani Tambak Plasma Badan Pengelola (Perusahaan Inti) Operasional Budidaya Gambar 10. Mekanisme pengelolaan proyek sebelum lunas kredit Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa badan pengelola masih merupakan kepanjangan tangan dari perusahaaan inti di lokasi proyek, namun peran badan pengelola disini selain harus berkoordinasi dengan perusahaan inti juga sudah harus melaksanakan keputusan yang telah diambil oleh lembaga forum komunikasi. Dalam mengantisipasi dan melaksanakan peran tersebut lembaga badan pengelola harus menciptakan sistem kerja yang lebih profesional baik dalam lingkup internal organisasi badan pengelola maupun ke perusahaan inti. Mekanisme koordinasi sistim kerja antar seksi didalam organisasi badan pengelola dapat dilihat pada Gambar 11.

75 62 PIMPINAN PERTEMUAN BULANAN LAPORAN KE MANAJEMEN - MASUKAN INFORMASI DAN GAGASAN - DISKUSI PERMASALAHAN DAN KENDALA PERTEMUAN WEEKLY MINGGUAN MEETING WEEKLY MEETING WEEKLY MEETING -KERJASAMA DARI SEMUA SEKSI - USULAN JADWAL PERENCANAAN LAPORAN KEPUTUSAN / KEBIJAKAN KEPUTUSAN DIAMBIL BERDASARKAN KAJIAN PERMASALAHAN PROYEK SECARA MENYELURUH OLEH SEMUA KEPALA SEKSI PELAKSANAAN APLIKASI PEKERJAAN SESUAI DENGAN KEPUTUSAN YANG TELAH DIAMBIL PERTEMUAN MINGGUAN BERIKUTNYA MENGKAJI PERMASALAHAN SEBELUMNYA DAN MENGAGENDAKAN KEMBALI PERMASALAHAN PROYEK Gambar 11. Mekanisme koordinasi sistim kerja antar seksi Lingkup kegiatan operasional budidaya di lokasi proyek yang merupakan tugas dari badan pengelola bukan hanya terfokus dalam hal teknis budidaya udang saja tetapi lebih luas lagi yaitu meliputi pengajuan program, pelaporan, perhitungan hasil panen plasma dan lain-lain. Oleh karena itu dalam menunjang kelancaran operasional dilapangan diperlukan sistem koordinasi kerja yang baik dalam hal usulan anggaran antara badan pengelola dengan kantor pusat perusahaan inti. Pada Gambar 12 dapat dilihat mekanisme prosedur pengesahan anggaran dari badan pengelola kepada perusahaan inti.

76 63 Rencana Anggaran Biaya Dari Masing- Masing Bagian Pengolahan Data Tidak Analisis Keuangan Pedoman Kerja Ya ACC Ya Tidak Tidak Disahkan ACC Site Manager Ya Direksi Usulan Anggaran Operasional Lapangan Ya Kantor Pusat Perusahaan Inti Distribusi ke Masingmasing Bagian Analisis Keuangan ACC Tidak Gambar 12. Prosedur pengesahan anggaran Selama pelaksanaan proyek perhatian lebih banyak terfokus kepada bagaimana kredit tersebut dapat lunas sesuai dengan target waktu yang ditetapkan, namun kajian mengenai konsep mekanisme pengelolaan proyek perintis TIR transmigrasi Jawai pasca lunas kredit belum dipersiapkan. Kajian mengenai konsep pengelolaan proyek pasca pelunasan kredit tersebut sudah harus dipersiapkan jauh hari sebelumnya karena 1) dimaksudkan agar KUD dan plasma pada saatnya sudah siap menggantikan posisi perusahaan inti sehingga kontinuitas operasional budidaya tetap dapat berlangsung, 2) pengelolaan budidaya udang dalam satu kawasan memerlukan kerjasama yang terpadu antar plasma dan 3) adanya infrastruktur seperti petak tambak, saluran irigasi dan lainlain yang sudah dibangun memerlukan biaya perawatan secara berkala. Gambaran

77 64 konsep mengenai mekanisme pengelolaan model TIR pasca lunas kredit dapat dilihat pada Gambar 13. Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Bank Konsultan Suplier KUD FORUM KOMUNIKASI Petani Tambak Plasma Mantan Perush. Inti atau Swasta lain OUTPUT : - Aturan & Kesepakatan - Sanksi dan lain-lain Badan Pengelola Operasional Budidaya Gambar 13. Mekanisme pengelolaan pasca lunas kredit Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa pada fase pasca pelunasan kredit, posisi perusahaan inti sudah digantikan oleh KUD. Pada fase ini kemitraan antara KUD dengan mantan perusahaan inti tidak selalu harus terputus. Beberapa bentuk pola kemitraan masih mungkin dapat dilakukan diantaranya 1) pola kemitraan dengan kesepakatan jaminan penyediaan sarana produksi dan pemasaran output dan kontrak harga, 2) pola kemitraan yang hanya memiliki kesepakatan jaminan penyediaan produksi dan pemasaran output atau 3) hanya sebagai penyedia sarana produksi. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa kedudukan lembaga badan pengelola lebih independent dibandingkan dengan pada saat fase sebelum lunas kredit karena tidak berada dibawah garis koordinasi KUD. Dengan kedudukan seperti itu maka badan pengelola sudah mempunyai otoritas sebagai komandan di lapangan, hal ini disebabkan karena badan pengelola merupakan lembaga yang mempunyai tugas melaksanakan hasil keputusan dari lembaga forum komunikasi yang

78 65 merupakan otoritas tertinggi dalam ruang lingkup proyek. Oleh karena itu badan pengelola mempunyai kewenangan sebagai eksekutor untuk menjatuhkan sanksi di lapangan sesuai dengan aturan yang berlaku dan harus dipertanggung jawabkan pada lembaga forum komunikasi. Struktur organisasi badan pengelola sebagai komandan lapangan tersebut dapat dilihat pada gambar 14. FORUM KOMUNIKASI KONSULTAN SITE MANAGER BADAN PENGELOLA AUDIT BUDIDAYA DAN KEUANGAN TEKNIK BAGIAN UMUM PRODUKSI KEAMANAN KEUANGAN ADMINISTRASI ASISTEN LOGISTIK KEPALA UNIT MEKANIK LABORATORIUM KEPALA BLOK PLASMA Gambar 14. Struktur organisasi badan pengelola Secara umum dapat dikatakan bahwa peran lembaga badan pengelola baik pada fase sebelum dan sesudah lunas kredit menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan proyek. Hal ini disebabkan karena peran yang strategis dari badan pengelola, yaitu; 1) badan pengelola adalah lembaga pengambil keputusan di lapangan yang menentukan waktu pelaksanaan penebaran benur, panen dan lain sebagainya yang akhirnya akan mempengaruhi performa cash flow keuangan proyek, 2) badan pengelola bertanggung jawab terhadap pembinaan teknis budidaya udang yang dampaknya akan langsung berpengaruh

79 66 terhadap tingkat keberhasilan proyek, 3) badan pengelola merupakan lembaga di lapangan yang membuat program kerja yang termuat dalam usulan anggaran yang akan menentukan performa kinerja operasional proyek, dan 4) profesionalisme kerja badan pengelola dalam hal stock input dan output barang akan berdampak positif untuk mengetahui performa analisis laba/rugi per petak tambak pada setiap saat dalam pengambilan keputusan waktu panen. Untuk mengantisipasi peran dari badan pengelola yang strategis tersebut diperlukan pola sistim kerja baku yang meliputi tugas dan tanggung jawab (job description) dari masing-masing bagian. Pada Gambar 15 memperlihatkan implementasi pelaksanaan tugas dan tanggung jawab (job description) dari masing-masing bagian pada badan pengelola. Site Manager Kepala Unit Kepala Blok (PPL) Penggarap (Plasma) Pengawas Budidaya Akunting Logistik Rencana Pengelolaan Produksi Rencana Pelaksana Rencana & Daftar Kebutuhan Bahan Terima & Pakai Barang Rencana Alokasi Input Harian Aktivitas Monitoring Pertumbuhan & Stock Aktivitas Pemberian Pakan Harian Rekap Kartu Stock Rekap Data Mingguan Internal Aktivitas Manajemen Kualitas Air Status Kemajuan Estimasi Pertumbuhan & Kebutuhan Input Efisiensi Pemakaian Input Rencana Operasional Rekap Data Komulatif Input/Siklus Estimasi Produksi Laporan Output Distribusi Kumulatif Input/Output Integrasi Input Fisik dan Input Finance Kalkulasi Biaya Produksi Gambar 15. Implementasi job description badan pengelola

80 67 Upaya mengoperasikan kembali TIR Transmigrasi Jawai Sebelum mengkaji kelembagaan dalam upaya untuk mengoperasikan kembali proyek TIR Transmigrasi Jawai, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terlebih dahulu yaitu 1) status kepemilikan lahan tambak harus diperjelas mengingat sertifikat lahan tambak pada saat akad kredit adalah atas nama plasma. Status kepemilikan lahan tambak adalah milik Bank Kalbar, hal ini dikarenakan proyek ini sampai dengan saat ini dalam kondisi stagnan sehingga dapat dikategorikan sebagai kredit macet, 2) status hutang plasma harus diperjelas mengingat sampai dengan saat ini belum ada plasma yang berhasil melunasi kredit. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pembahasan mengenai status hutang plasma, namun status hutang plasma tentunya akan menjadi pertimbangan Pemda / Bank Kalbar dalam mengambil keputusan dalam rangka untuk mengoperasikan kembali proyek TIR Transmigrasi Jawai. Menurut Yulianto 1997, kegagalan produksi menyebabkan pelaku agribisnis melakukan penyesuaian kelembagaan. Kelembagaan tersebut menekankan pada hubungan principal agent, yang pada taraf operasional ditetapkan melalui sistem kontrak baik formal maupun informal. Kondisi ini menyebabkan principal mau mendistribusikan resiko dan manfaat kepada agent. Selanjutnya dijelaskan bahwa model kontrak usaha tambak (contract farming) dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu 1) kontrak menurut model TIR, yaitu kerjasama antara perusahaan sebagai inti dan petambak sebagai plasma, 2) kontrak menurut hubungan sistem bagi hasil formal yang selanjutnya disebut sebagai kerjasama operasional (KSO) yaitu kerjasama antara petambak dengan perusahaan menurut perjanjian tertentu, dan 3) kontrak menurut hubungan tradisional yaitu kerjasama antara petambak dengan pedagang / tengkulak yang berlangsung secara informal. Selain kontrak yang telah disebutkan diatas, masih ada kontrak usaha tambak yang umum dilakukan yaitu sewa lahan, yaitu bentuk kerjasama yang dilakukan tambak miliknya oleh petambak dengan jalan menyewakan lahan kepada perusahaan atau perorangan. Berikut ini apabila diasumsikan bahwa plasma sebagai pemilik lahan tambak, maka berdasarkan kajian struktur kelembagaan terhadap model kontrak usaha tambak (contract farming) dapat dijabarkan hal-hal sebagai berikut:

81 68 Kelembagaan contract farming model TIR 1. Batas yuridiksi, menunjukkan bahwa inti memegang kewenangan penuh dalam menentukan penerapan teknologi dan pemasaran. 2. Hak kepemilikan, menunjukkan sebelum kredit lunas maka lahan masih dikuasai oleh perusahaan inti sebagai penjamin kredit. Harga udang ditentukan oleh inti, sehingga harga jual udang yang tinggi merupakan insentif bagi plasma untuk memiliki tambak. 3. Aturan representasi, menunjukkan bahwa plasma tidak dapat memutuskan sendiri berkaitan dengan usaha budidaya udang karena terikat dengan aturan main (rules) yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut diatas, menunjukkan bahwa perusahaan inti lebih banyak mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan, hal ini mengingat perusahaan inti sebagai penjamin kredit mempunyai resiko lebih besar dibanding plasma karena plasma pada dasarnya belum mempunyai agunan (baru calon pemilik tambak). Kelembagaan contract farming KSO 1. Batas yuridiksi, sama dengan model TIR yaitu bahwa inti memegang kewenangan penuh dalam menentukan penerapan teknologi dan pemasaran. 2. Hak kepemilikan, menunjukkan bahwa sumberdaya tidak dimiliki oleh perusahaan, tetapi harga udang ditentukan oleh perusahaan dan plasma tidak berhak menjual kepada pihak lain. 3. Aturan representasi, menunjukkan bahwa plasma tidak dapat memutuskan sendiri berkaitan dengan usaha budidaya udang karena terikat dengan aturan main (rules) yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan bahwa inti masih memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan dalam hal harga udang dan teknologi. Sistim bagi hasil yang diterapkan sudah menunjukkan upaya pendistribusian resiko, namun resiko lebih besar masih condong kepada perusahaan inti mengingat kerugian yang harus ditanggung bila terjadi gagal panen.

82 69 Kelembagaan contract farming hubungan tradisional 1. Batas yuridiksi, menunjukkan bahwa tengkulak mempunyai kewenangan penuh dalam keputusan meminjamkan kuantitas sarana produksi. Plasma mempunyai kewenangan penuh dalam menentukan aktifitas budidaya. 2. Hak kepemilikan, menunjukkan sumberdaya lahan dimiliki oleh plasma tetapi tengkulak mempunyai klaim agar plasma tidak menjual udang ke pihak lain. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka tengkulak akan memutuskan kerjasama pada musim tanam berikutnya. 3. Aturan representasi, menunjukkan bahwa plasma mempunyai kewenangan dalam hal aktifitas budidaya, namun jumlah input sarana produksi merupakan kewenangan tengkulak. Berdasarkan hal tersebut diatas, menunjukkan bahwa plasma dan tengkulak memiliki kewenangan sesuai dengan kepemilikannya dan sudah terbentuk kepercayaan antara satu sama lain. Kelembagaan contract farming sewa 1. Batas yuridiksi, menunjukkan bahwa penyewa mempunyai kewenangan penuh dalam melaksanakan aktifitas budidaya sedangkan plasma sudah tidak mempunyai kewenangan lagi. 2. Hak kepemilikan, menunjukkan bahwa sumberdaya masih dimiliki oleh plasma tetapi penyewa mempunyai kewenangan untuk memutuskan penjualan udang. 3. Aturan representasi, menunjukkan bahwa penyewa mempunyai kewenangan penuh atas aturan dalam aktifitas budidaya sebagai kompensasi atas pembayaran sewa lahan. Berdasarkan hal tersebut diatas, menunjukkan bahwa penyewa mempunyai kewenangan penuh atas aktifitas kegiatan budidaya sedangkan plasma memperoleh imbalan berdasarkan kesepakatan nilai harga sewa. Berdasarkan uraian diatas, maka dari segi pengendalian resiko dalam kerangka contract farming pada kontrak usaha model TIR, KSO, hubungan tradisional dan sewa menunjukkan bahwa pihak plasma memperoleh kemudahan dalam hal penjualan hasil produksi dan memperoleh input produksi. Pihak perusahaan dalam model TIR melakukan pengendalian resiko melalui aktififitas

83 70 budidaya yang dilakukan oleh plasma dengan melakukan pembinaan teknis budidaya yang dibagi dalam sistim kelompok, blok dan unit. Secara ringkas kerangka kelembagaan menurut model kontrak usaha tambak dapat dijelaskan sebagai berikut 1) Model TIR membagi resiko dengan jalan struktur kontrak yang berisi hak dan kewajiban, insentif dan sanksi, 2) Model KSO melakukan pendistribusian resiko dengan jalan memberikan insentif terhadap pekerja, 3) Model hubungan tradisional melakukan penjaminan resiko melalui peminjaman kapital yang mengakibatkan ikatan kepada plasma dan 4) Model sewa melakukan pengalihan resiko melalui kesepakatan harga nilai sewa. Diantara empat model kontrak tersebut, model kontrak usaha TIR secara implisit dalam aturan main (rules of the games) menyatakan bahwa salah satu orientasi usaha ini adalah dalam rangka untuk kepemilikan tambak oleh plasma. Model kontrak usaha KSO dan sewa dapat diatur sedemikian rupa (dimodifikasi) sehingga kesepakatan dalam aturan main sudah memasukan komponen cicilan tambak oleh plasma. Oleh karena itu pada kontrak KSO dan sewa biasanya waktu yang dibutuhkan plasma untuk memiliki tambak sendiri bersifat statis (tetap) karena sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan model kontrak usaha TIR, plasma dapat memiliki tambak sendiri lebih cepat dari target waktu yang telah ditetapkan, yaitu apabila plasma memperoleh keuntungan yang besar dari hasil panen maka plasma tersebut dapat menyisihkan sebagian keuntungannya untuk mencicil tambak lebih besar dari ketentuan yang ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka model kontrak usaha TIR adalah yang paling tepat diterapkan pada proyek perintis TIR transmigrasi Jawai karena tujuan utama program pola TIR adalah dalam rangka plasma dapat memiliki tambak sendiri. Dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali proyek TIR Transmigrasi Jawai, maka beberapa alternatif kemungkinan yang dapat diambil oleh Pemda / Bank Kalbar adalah sebagai berikut : a. Dikelola oleh Pemerintah Daerah / Bank Kalbar. - Secara keseluruhan (total) dikelola oleh Pemda / Bank Kalbar, alternatif ini dirasakan sulit dilaksanakan mengingat keterbatasan dana yang dimiliki. - Sebagian dikelola oleh Pemda / Bank Kalbar yang sumber pembiayaannya diharapkan dari hasil penerimaan KSO dan atau sewa.

84 71 - Dalam rangka keberlanjutan usaha, maka sebagian (10 petak tambak) dapat dijadikan sebagai petak percobaan untuk tujuan research and development (R&D). b. Menerapkan model TIR dengan mendatangkan investor sebagai inti. - Penerapan model TIR dapat dilakukan secara total atau sebagian. - Kemungkinan dapat terjadi ada beberapa perusahaan inti dalam satu kawasan proyek. b. Melakukan kerjasama operasional (KSO) dengan pihak ketiga. - KSO dengan pihak ketiga dapat dilakukan secara total atau sebagian. - Pemda / Bank Kalbar dalam hal ini menerima bagi hasil berdasarkan penyertaan modal (sharing) berupa aset tambak, oleh karena itu diperlukan lembaga/badan yang bertugas untuk memonitor pelaksanaan kerjasama tersebut. c. Disewakan dengan Pihak Ketiga. - Disewakan kepada pihak ketiga dapat dilakukan secara total atau sebagian. - Pemda dalam hal ini menerima hasil berdasarkan kesepakatan harga nilai sewa. Untuk menunjang langkah-langkah yang akan diambil oleh Pemda / Bank Kalbar, maka yang perlu diperhatikan adalah setiap keputusan model kontrak yang akan diambil adalah harus berdasarkan per blok, hal ini disebabkan karena sistem pengelolaan tata air tambak di lokasi proyek adalah dengan menggunakan pompa yang kemudian dialirkan ke masing-masing petak dalam satu blok (bukan satu pompa untuk satu petak). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka langkah strategis yang harus diambil oleh Pemda adalah membentuk badan pengelola yang bertugas sebagai lembaga yang bertanggung jawab selain untuk mempersiapkan upaya mengoperasikan kembali TIR transmigrasi Jawai juga nantinya akan bertugas untuk memonitor pelaksanaan operasional dilapangan.

85 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Akibat karena adanya tambak yang terkena abrasi, maka sisa petak tambak yang layak operasional sebanyak 247 petak, tetapi yang akan dikembangkan untuk operasional budidaya adalah 237 petak sedangkan 10 petak diperuntukan sebagai fasilitas petak penelitian (research and development). Secara bioteknis proyek TIR Transmigrasi Jawai adalah layak untuk dioperasikan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis daya dukung kawasan diperoleh luas tambak lestari adalah 93,23 ha atau setara dengan 207 petak tambak atau 55% dari luas tambak yang pernah dibangun pada proyek TIR transmigrasi Jawai yaitu 376 petak tambak. Pelaksanaan operasional budidaya udang yang direncanakan dilakukan pada 247 petak tambak tersebut harus dilakukan berdasarkan pengaturan pola tanam sehingga akan didapatkan beban puncak jumlah petak tambak yang operasional berkisar antara 164 sampai 165 petak yang berarti masih dibawah dari batas luas tambak lestari. Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan re design tata letak tambak sebesar Rp , sedangkan total biaya operasional proyek sebesar Rp Permodalan untuk biaya investasi tersebut diasumsikan diperoleh dari pinjaman bank. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa nilai net present value (NPV) pada tingkat suku bunga 16% adalah sebesar Rp Nilai net benefit cost ratio (Net B/C) sebesar 1,10. Nilai internal rate of return (IRR) sebesar 30.68%. Biaya titik impas (BEP) sebesar Rp /kg yaitu tercapai pada produksi 3,629 ton/petak. Karakteristik produktifitas plasma berdasarkan analisis hasil perhitungan indeks Moran (I) didapatkan mengarah kepada autocorrelation positif yang berarti pada pelaksanaan proyek terjadi interaksi searah antar petak tambak yang berdampingan. Nilai indeks Moran tertinggi berdasarkan periode musim tanam didapatkan pada periode II sedangkan berdasarkan tahun didapatkan pada tahun Dari segi mekanisme pengelolaan proyek, perlu dibentuk lembaga yang dinamakan forum komunikasi yang berfungsi sebagai wadah untuk membuat

86 73 suatu aturan, kesepakatan, sanksi dan sebagainya. Output dari forum komunikasi ini digunakan sebagai pedoman baku bagi semua pihak dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan proyek. Kelembagaan yang paling tepat untuk diterapkan adalah dalam bentuk pola TIR, hal ini disebabkan karena tujuan pokok TIR adalah plasma diharapkan nantinya akan dapat memiliki tambak sendiri setelah melunasi kredit Saran Disarankan pada proses pencairan kredit dilakukan atas nama perusahaan inti yang sekaligus sebagai penjamin (afalist), hal ini dimaksudkan agar perusahaan inti mempunyai konsekuensi sebagai penanggung jawab penuh dalam proses pengembalian kredit. Sedangkan dalam rangka mengawal proses pelaksanaan pengembalian kredit tambak diperlukan adanya konsultan yang profesional yang berfungsi sebagai pendamping, mediator dan isolator untuk menghindari konflik dalam kemitraan. Langkah strategis yang harus diambil oleh Pemda adalah dengan membentuk badan pengelola TIR transmigrasi Jawai yang bertugas sebagai lembaga yang bertanggung jawab selain untuk mempersiapkan aturan pengelolaan proyek juga akan berfungsi sebagai lembaga yang nantinya memonitor pelaksanaan operasional di lapangan. Langkah yang dapat dilakukan dalam rangka upaya untuk mengoperasikan kembali proyek TIR Transmigrasi Jawai adalah dikelola oleh pemerintah daerah, melakukan kerjasama operasional (KSO) dan disewakan kepada pihak ketiga.

87 74 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Pembudidayaan Laporan Akhir. Kajian Kelembagaan, Teknis, Sosial Ekonomi dan Manajemen Pengembangan Budidaya Tambak Udang di Eks PP TIR Karawang Jawa Barat. Bagian Proyek Pembangunan dan Pengembangan Budidaya Udang. Desember Departemen Transmigrasi dan PPH Proposal Program Pelatihan Dan Pengembangan Tambak Inti Rakyat PT. Ciptawindu Khatulistiwa Jawai I Kalimantan Barat, Periode Oktober 1995 September Direktorat Jenderal Perikanan Laporan Hasil Survai Pemilihan Lokasi Dalam Rangka Uji Lapang Dan Pilot Proyek Transmigrasi Petani Tambak. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan PT. Tunas Sepadan Investama. Pengkajian Aspek Bioteknis dan Sosial Ekonomi PT. Dipasena Citra Darmaja. Hamid, Alokasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir Kabupaten Garut Untuk Budidaya Tambak udang Melalui Analisis Sistem Informasi Geografis. Tesis. FPIK IPB. Hardjowigeno Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor John Odland Spatial Autocorrelation. Volume 9. Scientific Geography Series. Editor : Grant Ian Thrall. Sage Publications. Department of Geography Indiana University. Kadariah, Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat, Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi Dan Pemukiman Perambah Hutan Propinsi Kalimantan Barat Gambaran Umum Proyek Perintis Tambak Inti Rakyat (TIR) Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Disajikan Dalam Rangka Kunjungan Bapak Menteri Transmigrasi Dan PPH Di Kalimantan Barat Tanggal 15 Nopember 17 Nopember Pontianak. Menteri Transmigrasi Dan Pemukiman Perambah Hutan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Transmigrasi Dan Pemukiman Perambah Hutan Republik Indonesia Nomor : Kep 96/Men/1998 Tentang Pengembangan Permukiman Transmigrasi Pola Perikanan. Jakarta.

88 75 Pakpahan Kerangka Analitik untuk Penelitian Rekayasa Sosial : Perspektif Ekonomi Institusi dalam Prosiding Petanas : Evolusi Kelembagaan Pedesaan di tengah Perkembangan Teknologi Pertanian.Pusat penelitian Agro Ekonomi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Bogor Rekayasa Sosial dalam Perspektif Ekonomi Institusi dalam Masyarakat Indonesia. Majalah Ilmu-ilmu Sosial Indonesia, Jilid XVI No. 1. LIPI. Jakarta. Pan Asia Research & Communication Service Laporan Pembinaan Proyek perintis TIR Trans. Jawai, Kalbar. Poernomo Site Selection For Sustainable Coastal Shrimp Ponds. Central Research Institute For Fisheries. Agency for Agricultural Research & Development. Ministry of Agriculture. Jakarta, Indonesia Prasetyawati Kajian Pengembangan Perikanan di Pesisir Pangandaran (Teluk Perigi) Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana IPB Bogor. PT. Ciptawindu Khatulistiwa Penyajian Evaluasi Lingkungan Proyek Perintis Tambak Inti Rakyat Transmigrasi PT. Ciptawindu Khatulistiwa Di Kabupaten Daerah Tingkat II Sambas Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat Luas : Ha. Pontianak Evaluasi Proyek Nasional TIR Transmigrasi Jawai Proposal Upaya Penyempurnaan Proyek Perintis Nasional TIR Transmigrasi Jawai, Perbaikan Konstruksi, Keperluan Modal Kerja, Pontianak PT. Lenggogeni Departemen Transmigrasi Direktorat Jenderal Penyiapan Pemukiman Direktorat Bina Program, Laporan Akhir (Jilid A) Rencana Teknis Drainase/Pengendalian Air, Lokasi : Jawai, WPP/SKP/SP : IV/K/1, Kabupaten : Sambas, Propinsi : Kalbar, Tahun Anggaran : 1990/1991. Siregar, P. Raja, Hasanah Iva Keberlanjutan, Keadilan, dan Ketergantungan Wajah Tambak Udang Indonesia. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Pertambakan Udang Skala Besar Inti Plasma: Gambaran Konflik Sosial dan Pelanggaran HAM. as_info/. [28 Mei 2004].

89 76 Widigdo B Rumusan Kriteria Ekobiologis Dalam Menentukan Potensi Alami Kawasan Pesisir Untuk Budidaya Tambak. Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Widigdo B Udang Vaname, Rotris dan Windu. Seminar Nasional Bisnis Akuakultur di Indonesia. Masyarakat Akuakultur Indonesia, PT. Tirtamutiara Makmur dan Ditjen. Perikanan Budidaya. Surabaya. Yulianto G Kajian kontrak usaha tambak udang windu dan peranannya terhadap pengembangan bisnis udang di wilayah pantai utara jawa barat dan pantai timur lampung (tinjauan analisis risiko). Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

90 Lampiran 1. Lanjutan 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok CD C4 Nurhalim Jawa Barat , Oct Jul , Jan , Nov C5 Majidi APPDT Oct , Jun , Feb , Sep C6 Miskat Jawa Barat , Nov , Jun , Jul , C7 Nursalim Matnur APPDT Oct , Jun Feb , C8 H. Asri APPDT , May , Mar , Nov C9 Yayat Ruhiyat Jawa Barat , Sep , Aug , C10 Naka B. Karim Jawa Barat Oct Oct Jun C11 Munip Jawa Barat , Nov , Jun , May , C12 Tarum Jawa Barat , Sep , Jun , Jan , C13 M. Sudi APPDT , Sep , Aug Mar , Oct C14 Sayuti Jawa Barat , Nov , Aug Feb , Oct , C15 Masli Jafar APPDT Oct Aug Mar C16 Rusman Jawa Barat Oct D1 Kholik Mubarak APPDT Nov , Jul Mar , Nov , D2 Subli Mahdi APPDT Jul , Mar , Nov , D3 Sanwani Jawa Barat , Dec Jul Jan Nov , D4 Marjani Jawa Barat Oct Jul Jan D5 Karta Jawa Barat , Sep , Oct Feb , Sep , D6 Adriani APPDT Oct , Aug , Mar , D7 H. Kimada APPDT , Oct , Jul , Mar D8 Naseh Jawa Barat Oct Oct Mar D9 Subadi Jawa Barat Oct , Jun , D10 Taswi Jawa Barat , Oct , Aug Jan , Aug , D11 Sidin APPDT Oct , Sep , Mar , D12 Majidi Zukra APPDT , Dec Sep , Mar , D13 Arim Jawa Barat , Sep , Jun , Mar Nov D14 Karyadi Jawa Barat , Sep , Jun , Jul , D15 Kamaludin APPDT , Oct Oct , Feb D16 Hambali APPDT , Oct , Jun , Mar , Nov

91 Lampiran 1. Lanjutan 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok EF E1 Bawadi APPDT Nov , Aug , Feb , E2 Samson Jawa Barat Nov , Aug Mar , Nov E3 Suherman Jawa Barat Nov , Aug , Mar , Nov , E4 Junaedi AR. APPDT Dec , Sep , E5 Abd. Muin APPDT Nov , Sep , Mar , Nov , E6 Aan Adiono Jawa Barat Nov , Aug , Mar , E7 Wirya Jawa Barat Dec , Aug , Feb , E8 Sadeng APPDT Nov , Sep , Mar Nov , E9 Tajuin APPDT Nov , Sep , May , E10 Soma Jawa Barat Nov , Aug , Jun E11 Manjiri Jarni APPDT Nov , Sep , E12 Sutrisno Jawa Barat Dec , Jan Nov , E13 Syarifudin Jawa Barat Nov , Dec Jun , Nov E14 Kasmadi Jawa Tengah Nov , Aug , Mar , E15 Solihin APPDT Nov , Sep , Mar , E16 Suwito R. APPDT Dec , Sep , Mar , F1 Saadi Jawa Barat Nov , Aug , Mar Nov F2 Jumli Jawa Barat Nov , Aug , Jun , F3 Yusuf Majin APPDT Nov , Aug Feb , Oct F4 Muaji APPDT Nov , Aug , Feb , Oct , F5 Radiman APPDT Nov , Aug , Feb , Nov , F6 Nawawi Jahri APPDT Nov , Sep , Feb , Oct , F7 Warsidi Jawa Barat Nov , Sep , Mar , F8 Tamponi Jawa Barat Nov , Sep , Mar Nov F9 Samsul Jawa Barat Nov , Sep , F10 Serli Jafar APPDT Nov , Sep , F11 Kending APPDT , Nov , Aug , Feb , Sep , F12 Sarkawi APPDT , Nov , Sep , F13 Nadio Jawa Barat , Nov , Sep , Mar , Oct , F14 Muklas Jawa Tengah , Nov , Sep , Feb Oct , F15 Rapudin APPDT , Nov , Sep , Mar , Nov , F16 Suwito B. Jawa Tengah , Nov , Aug , Mar ,055.50

92 Lampiran 1. Lanjutan 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok GH G1 Subakir Jawa Tengah Jun , Feb , Jan , G2 Subud Jawa Tengah Jun , Feb , Jan , G3 Jasman S. APPDT Jun Feb , Oct , Mar G4 Dulhadi Jawa Tengah Jun , Feb , Oct , Jun G5 Sugiono Jawa Tengah Jun , Feb , Jan Jul G6 Junaedi Majri APPDT Jun , Feb , Oct , Nov G7 Tarsan Jawa Tengah Jun , Feb , Oct , Mar , Nov G8 Sabat Jawa Tengah Jun , Feb , Oct , G9 Sarmadi APPDT Jun , Feb , Dec , Jun G10 Sumarno Jawa Tengah Jun , Feb , Oct , Jun G11 Solekan Jawa Tengah 21-Jun , Feb , Oct , Jun , G12 Mahran APPDT 26-Feb , Dec , Jun , G13 Jepri Raksa APPDT 28-Feb , Dec , Jun , Nov G14 Saini M. APPDT 22-Jun , Mar , Dec , Nov G15 Solihin Jawa Barat 21-Jun , Mar , Dec , Nov , G16 N.N H1 Tasmanto Jawa Tengah Jun , Feb , Dec , Nov , H2 Fachrudin Jawa Tengah Feb , Dec , Jun H3 Haerudi APPDT Jun Jun Dec H4 Kaswi Jawa Tengah Jun Feb , Dec , Jun H5 Sahit Jawa Tengah Jun Feb , Dec , Jun , H6 Miraj M. APPDT Feb , Dec , Jun H7 Suryat Jawa Tengah Jun , Feb , Dec , Jul H8 Suhadi Jawa Tengah Jun , Feb , Dec , Jun , H9 Naim Godang APPDT Jun , Feb , Dec , Jun , H10 Matsoin Jawa Tengah Jun , Feb , Dec , Jun H11 Suyadi Jawa Tengah Jun Feb , Dec , Jun H12 Panri Musa APPDT 25-Jun Jun Dec , Jun H13 Husni H. APPDT 22-Jun , Feb , Oct , Jun H14 Zaenuri B. Jawa Tengah 22-Jun , Feb , Oct , Mar , Nov , H15 M. Wasdi Jawa Barat 17-Jun , Feb , Oct , Jun H16 Parhat APPDT 13-Jun , Jun , Dec ,689.50

93 Lampiran 1. Lanjutan 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok IJ I1 H. Yaman APPDT , Dec , Oct , Mar I2 Sunoto Jawa Tengah Dec , Sep , Feb , I3 Lamiri APPDT Mar , Oct , Mar Nov , I4 Sugiyanto Jawa Tengah Dec , Oct , Nov , I5 Isroin Jawa Tengah Dec , Oct , Mar , Nov , I6 Tohari APPDT Dec , Oct , I7 Kasmin Jawa Tengah , Dec Oct , Nov , I8 Zainuri Jawa Tengah , Dec , Sep , Mar , Oct I9 Kusnadi Harun APPDT Jan , Sep , Mar I10 Ngateman Jawa Tengah , Dec , Dec , Oct , I11 Novianto Jawa Tengah Jan , Oct Mar , Nov , I12 Walud Jawa Barat Jun , Oct , Jun I13 Miftahun Jawa Tengah 15-Jun , Jan , Oct Jun , I14 Salim I. Jawa Barat 15-Jun , Jan , Sep , Feb , Nov I15 Suali Jawa Tengah 16-Jun , Jan , Oct , Mar , Sep I16 Elman Husin APPDT 11-Jun Jan , Jan , J1 Tabii APPDT Dec , Mar Nov J2 Martoyo Jawa Tengah Dec , Sep Mar Nov , J3 Sudarmadi Jawa Tengah Dec , Oct , Mar , J4 Suaidi A. Bakar APPDT , Dec , Sep , Mar , Nov J5 Suwarno Jawa Tengah , Dec , Sep , Sep J6 Sutiyono Jawa Tengah , Mar Nov J7 Haeli Jafar APPDT , Dec Sep , Mar Nov J8 Misri APPDT , Jan , Sep , Feb J9 Sadi Jawa Tengah , Dec , Sep , Feb J10 Achmad Sueb Jawa Tengah , Jan , Jan , J11 Majidi APPDT Jun , Jan , Sep , Oct , J12 Sukirman Jawa Tengah 13-Jun , Jan , Sep , Jan Oct , J13 Muhtadi APPDT 16-Jun , Jan , Oct Mar , Nov J14 Sarkondi Jawa Tengah 11-Jun Jan , Oct , Feb , Nov J15 E. Kosasih Jawa Barat 10-Jun , Jan , Sep , Feb , Oct , J16 T. Mahrus APPDT 10-Jun Jan , Oct , Nov ,317.00

94 Lampiran 1. Lanjutan 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok KL K1 A. Hamzah Jawa Tengah Aug , Mar , Jan , Sep , K2 Solehan Jawa Tengah Dec , May , Oct , Jun , K3 Sukardi Jawa Tengah Aug , Mar , Jan , Oct , K4 Setok Raksa APPDT Aug , Mar , Dec , Oct K5 Sumo Kliwon Jawa Tengah Aug , Mar , Dec , Oct , K6 Mustain Jawa Tengah Aug , May , Dec , Sep , K7 Mohari Jawa Tengah Aug , May , Dec , Jun , K8 Sukandar Jawa Tengah Aug , Mar , Oct , May , Nov K9 Sunarjo Jawa Tengah Aug , Mar , Jan , Oct , K10 Muhamad S. APPDT Aug , Jun , K11 Suaidi H. APPDT 1-Dec , Jun , Dec , Jul K12 Mat Ali Jawa Tengah 3-Sep , May , Dec Jun Nov K13 Sahari Jawa Barat 3-Sep , Mar , Dec , Jun , K14 Andreas D. Jawa Barat 4-Sep May , Dec , K15 A. Toha Jawa Tengah 4-Sep , May , Dec , Nov K16 Karna S. APPDT 5-Sep Jun , Dec , Nov , L1 Sumari Jawa Tengah Aug , Mar , Oct , Jun , L2 Jumadi Jawa Tengah Dec May , Dec , Jun , L3 Safei S. APPDT Dec , May , Dec , Jun , L4 Solihin APPDT 21-Aug Mar , Oct , Mar , Nov , L5 Sudiono Jawa Tengah Aug , Mar , Oct , Mar , Nov , L6 Ilyas Jawa Tengah 25-Aug Jun , L7 Bahri Ganing APPDT 25-Aug May , Mar , L8 Mulyono Jawa Tengah Aug , Mar , Oct , Jun , Nov L9 A. Muis Jawa Tengah Aug Mar , Jan , Oct , L10 Karim APPDT Aug Mar , L11 Nawari Jawa Timur 24-Aug , Dec L12 Jayadi APPDT 8-Jun , Jan , Nov L13 Musni Yusuf APPDT 24-Aug , May , Dec , L14 Dadang Jawa Barat 15-Sep Jun , L15 Wajidi J. APPDT 5-Sep May , Dec Nov L16 Sahrial APPDT 9-Sep Jun , Dec Oct ,157.00

95 Lampiran 1. Lanjutan 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok MN M1 Ujang Endang Jawa Barat 31-May , Dec , Jun Oct M2 Edi Sucipto Jawa Timur 18-Sep Jun , Dec , Jun , Nov M3 Abdul Fatah Jawa Tengah 20-Sep Jun , Dec , M4 Muslihat Jawa Tengah 20-Sep , Jun , Dec , Sep , M5 Cecep S. Jawa Barat 21-Sep May , Nov , M6 Sumarno Jawa Tengah 16-Sep , Jun , Dec , M7 Mustaan Jawa Tengah 17-Sep , Apr , Oct , Mar Sep M8 Azadi B. Jawa Tengah 16-Sep , Aug , Jan , Jul , Nov M9 Mushadi Jawa Tengah 14-Sep , Aug , Jan , M10 Sunari Jawa Tengah 19-Sep , May , Jan , Jun M11 Andi1 Jawa Barat 13-Sep , Aug Feb , Sep M12 Damirudin Jawa Barat 15-Sep , Aug Jan , Oct M13 Suparman Jawa Tengah 15-Sep , May , Jan , Jul Nov M14 Abdulah Jawa Barat 13-Sep , May Oct , Jun , Nov M15 Mahjani Jawa Tengah 14-Sep , M16 N.N Sep Sep , N1 Basuni J. APPDT 19-Sep May , Dec Jun , N2 Warginah Jawa Barat 19-Sep May , Oct Mar , N3 Solek Jawa Barat 18-Sep , Apr , Oct , Mar , Sep , N4 Suradi Jawa Timur 21-Sep Apr , Oct , Mar , N5 Asep Dodi Jawa Barat 20-Sep , Jun , Dec , Jun Nov N6 Muhlas Jawa Tengah 21-Sep , May , Dec , N7 Choiri Jawa Timur 18-Sep , Jun , Oct , Mar , Nov , N8 Radum Jawa Barat 16-Sep , Jun , Dec , May , Nov N9 Eling D. Jawa Barat 12-Sep Jun , Dec , Jun Nov , N10 Agus Supardi Jawa Barat 13-Sep Jun , Dec , Jun Nov N11 Solikin Jawa Tengah 12-Sep , Jun , Dec , Oct , N12 Idris Jawa Barat 22-Aug , May , Oct Sep N13 Jamuni B. Jawa Barat 30-Oct , Aug , Feb Sep , N14 Ejen H. Jawa Barat 19-Sep Mar N15 Ibrohim Jawa Barat 14-Sep , May , Oct Mar Nov , N16 Carwita APPDT 21-Aug Jul Jan

96 Lampiran 1. Lanjutan 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok OP O1 Akil Sahat APPDT 23-Mar , Oct Jun O2 Supriyono Jawa Tengah 20-Aug Mar , Oct , O3 Hanafiah Jawa Barat 13-Aug , Mar , Oct , Jun O4 Nurhamid Jawa Tengah 12-Aug , Mar , Oct , O5 Sukirwan Jawa Barat 14-Aug , Mar , Oct , Mar Oct O6 Ismail Jawa Tengah 13-Aug , Mar , Oct , Mar , Oct , O7 Saekun Jawa Tengah 12-Aug , Mar , Oct , O8 Eman S. Jawa Barat 12-Aug , Mar , Oct , Mar , Nov , O9 Yusuf A. Jawa Tengah 27-Jun Jan , Dec Jun Nov O10 Djarkoni Jawa Barat 30-Jun Jan , Aug , Jan Jul , O11 Rusman Jawa Tengah 28-Jun Jan , Sep , Jan O12 Simon B. Jawa Barat 1-Jul Jan , Aug , Feb , Jul , O13 Kaswadi Jawa Tengah 29-Jun , Jan , Aug , Jun Nov , O14 Machfud Jawa Tengah 27-Jun Jan , Dec Jun , Nov O15 Suleh APPDT 1-Jul , Jan , Dec Jun , Nov O16 Sukiran Jawa Tengah 28-Jun Jan , Sep , Feb , Sep , P1 Haminta M. APPDT 22-Aug Mar , Oct Jun P2 Murto Jawa Timur 23-Aug Mar , Oct , Jun P3 Karnadi Jawa Tengah 14-Aug Mar , Oct Jun P4 Yahsun B. Jawa tengah 14-Aug , Mar , Oct , Jun P5 Mukson Jawa Tengah 15-Aug , Mar , Oct , Jun , P6 Nadi Jawa Barat 16-Aug Mar , Oct , Jun Nov , P7 Salim Jawa Barat 19-Aug Mar , Oct , Mar , Nov , P8 Mustari Jawa Barat 11-Aug , Mar , Oct , Mar Nov , P9 Sudarmin Jawa Timur 11-Aug , Feb , Oct , Mar , P10 Muslik Jawa Timur 30-Jun Jan , Sep , Feb Nov , P11 Matnuri Jawa Tengah 29-Jun , Jan , Sep , Jan , Sep , P12 Dasim Jawa Barat 30-Jun , Jan , Sep , Jan , Nov P13 Khamid Jawa Tengah 28-Jun Jan , Sep , Mar P14 Minen Jawa Barat 29-Jun , Jan , Dec Jun , Nov , P15 Zamroni Jawa Tengah 27-Jun , Jan , Aug , Feb , Nov P16 Supardi S. APPDT 13-Aug , Feb , Oct , Mar , Nov

97 Lampiran 1. Lanjutan 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok QR Q1 Mualim B. Jawa Tengah , May , Dec , Jun , Q2 A. Safii Jawa Tengah Feb , Sep Mar , Nov , Q3 Tumarsono Jawa Barat 18-Jan , Sep , Mar , Q4 Carya Jawa Barat 18-Jan , Aug , Mar , Oct , Q5 Mahkali B. Jawa tengah , Jan , Aug , Feb , Q6 Tarju Jawa Barat Dec , Jun , Dec , Q7 A. Wahid Jawa Tengah 2-Jan , Oct , May , Q8 Kusyadi Jawa Tengah 31-Mar , Sep , Nov , Q9 Rusdi H. APPDT 16-Dec Oct , Mar Nov , Q10 Zaini Jawa Timur , Jan , Jun , Dec Sep , Q11 Matroji Jawa Tengah , Mar , Sep Jul Q12 Darmawi APPDT 18-Dec , Jul , Feb , Q13 Paidi Jawa Tengah , Mar , Sep Mar Q14 Juhdi L. APPDT Mar , Aug Mar Nov , Q15 Jumani Jawa Timur Dec Dec Q16 Sempot APPDT 9-Dec Jun , Dec , Jul R1 Rasip APPDT Jan , R2 Turyono Jawa Timur 3-Jan , Sep R3 Munir M. Jawa Timur Jan , Sep , Mar , Nov , R4 Munjina APPDT , Jan Mar , Nov , R5 S. Sunaryo APPDT Jan Sep R6 E. Karyadi Jawa Barat 12-Jan , Sep , Mar , Oct R7 Sarmin Jawa Timur 8-Jan , Aug , Jun R8 Suwandi Jawa Timur 8-Jan , Sep , Mar , Nov , R9 Karnaji Jawa Timur 30-Dec , Aug , Feb , Oct R10 Nursam Jawa Timur Dec , Aug Feb , Oct , R11 Dalhar Jawa Timur 28-Mar , Feb , Sep , R12 Nahari Jawa Timur Dec Aug , Feb , Oct , R13 Ruswadi APPDT 17-Dec , Aug , Nov , R14 Abd. Malik Jawa Timur 16-Dec Jun , Mar R15 Mulyono Jawa Timur Dec , Jun , Dec , Nov , R16 Surie APPDT 10-Dec Aug Mar ,430.50

98 Lampiran 1. Data hasil panen proyek perintis TIR transmigrasi Jawai 4 ekor/m2 20 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 15 ekor/m2 NOMOR NAMA PLASMA DAERAH Periode I Periode II Periode III Periode IV Periode V TAMBAK (PETANI TAMBAK) ASAL Udang Panen Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen Tanggal Udang Panen (gram/ekor) (kg) (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Panen (gram/ekor) (kg) Blok AB A1 Masrana Jawa Barat Nov A2 Edi karyadi Jawa Barat A3 H. Fauzi APPDT A4 Unen Jawa Barat Nov , A5 Sarpan Jawa Barat Nov A6 Sarmili APPDT Nov , Jul A7 Suhaidi APPDT Nov , Jul , A8 Sarkim Jawa Barat Nov , Jan , Jul , A9 Ali Rido Jawa Barat Nov Jan A10 Ruswan APPDT Nov , Jul , Jan Nov , A11 Poien APPDT Nov Oct , May A12 Junaidi Jawa Barat Oct , Aug , Mar , Nov , B1 Mihdi Jawa Barat Oct , Aug , Jan Nov B2 Carim Jawa Barat Oct , Aug Feb B3 Hamadin APPDT Oct , Aug , Jan , Jun , B4 Sarmin Jawa Barat Nov Aug Mar B5 Fauzan APPDT Oct , Aug , Feb , Nov , B6 Zulfa APPDT Oct , Aug , Feb , Nov , B7 Rusni APPDT Nov , Aug , Jun , B8 Karta Jawa Barat Nov Jul , Jan , B9 Sarta Jawa Barat Nov Aug Feb , B10 Abdul Malik APPDT Jul Feb , Aug , B11 Sohib Jawa Barat Oct Aug Mar B12 Sanir Jawa Barat Oct , Jul , Jan , Oct ,391.00

99 Lampiran 2. Analisis daya dukung kawasan V 0 = 0,5 hy 2x h tg θ Dimana : Vo = volume air laut yang masuk ke perairan pantai h = kisaran pasang surut (tidal range) setempat x = jarak dari garis pantai (pada waktu pasang) hingga lokasi intake air laut untuk keperluan tambak y = lebar areal tambak yang sejajar garis pantai tg θ = kemiringan dasar laut Hasil Penelitian : h = 0.90 meter (Poernomo, 1992) x = 1, meter (Pengukuran di lapangan) y = 3, meter (Perhitungan konstruksi) tg θ = 0.01 (PT. Lenggogeni, 1990) Vo = 4,661, m3 Volume air (Vo) tersebut adalah volume air dalam satu kali pasang. Sedangkan tipe pasut di lokasi penelitian adalah semi diurnal yaitu dua kali pasang surut dalam sehari, oleh karena itu volume air laut yang masuk ke perairan pantai setiap hari adalah 2 kali Vo. Volume ketersediaan air / hari = 9,322, m3 Agar kualitas perairan pantai setempat masih tetap layak untuk budidaya, maka batas maksimum limbah tambak adalah 1/100 dari volume air yang masuk di perairan pantai (Allison, 1981). Limbah tambak maksimum = 93, m3 Dengan asumsi : - Pergantian air tambak harian adalah 10 %, maka : Vol. air tambak maksimum = 932, m3 - Jika ketinggian air rata-rata adalah 1 m, maka : Luas Tambak Lestari = Ha Berdasarkan hasil konsultasi dengan pakar dan praktisi (komisi pembimbing), bahwa daya dukung kawasan tambak maksimum untuk budidaya udang Vaname adalah 20 ton/ha/musim tanam. Jadi Daya Dukung Maksimum Perairan di lokasi penelitian adalah = 1,864, kg Berdasarkan perhitungan target produksi untuk komoditas udang vaname dengan padat penebaran benur 80 ekor/m2, didapatkan bahwa hasil panen per petak tambak adalah = 10, kg/ha Jadi Luas Tambak Maksimum adalah = Ha

100 Lampiran 4. Sketsa rencana rehabilitasi lay out design tambak Laut Cina Selatan UNIT 1 UNIT 2 UNIT 3 UNIT 4 UNIT 5 Keterangan : Saluran Pemasukan (Supply) Muara Sungai Sambas Saluran Pembuangan (Drainage) Petak tambak rusak parah terkena abrasi Pompa Petak tambak tidak layak operasional terkena abrasi Pintu Air Areal kawasan tambak yang direncanakan menjadi green belt (129 petak) Tambak milik Dinas Kelautan & Perikanan Propinsi Kalimantan Barat Petak tambak layak operasional (247 petak) Beton penanggulangan abrasi Petak Percobaan (Riset)

101 Lampiran 17. Total biaya proyek Rp. 000,- NO. URAIAN TOTAL EKSISTING BARU A. AKTIVA TETAP 1 Rehabilitasi Konstruksi Tambak 6,983, ,983,502 2 Listrik 6,393, ,393,920 3 Peralatan Operasional Tambak 6,424, ,424,000 4 Bangunan 975, ,000 Total Aktiva Tetap 20,776, ,776,422 SUMBER DANA LOAN EQUITY B. AKTIVA LAIN-LAIN Biaya Pra Operasional Total Aktiva Tetap 20,776, ,776,422 14,543,495 6,232,927 70% 30% C. MODAL KERJA Kebutuhan Modal Kerja 10,959, ,959,486 10,959, % 0% D. TOTAL BIAYA PROYEK 31,735, ,735,908 25,502,982 6,232,927 JUMLAH 80% 20%

102 Lampiran 22. Grafik rata-rata panen per petak tambak Jun-93 Jul-93 Aug-93 Sep-93 Oct-93 Nov-93 Dec-93 Jan-94 Feb-94 Mar-94 Apr-94 May-94 Jun-94 Jul-94 Aug-94 Sep-94 Oct-94 Rata-rata Berat (Kg) Nov-94 Dec-94 Jan-95 Feb-95 Mar-95 Apr-95 May-95 Jun-95 Jul-95 Aug-95 Sep-95 Oct-95 Nov-95 Bulan-Th

103 Lampiran 23. Surat kontrak kerjasama antara perusahaaan inti dengan plasma SURAT KONTRAK KERJASAMA ANTARA PT. CIPTAWINDU KHATULISTIWA DENGAN PETANI TAMBAK TIR TRANSMIGRASI JAWAI Pada hari ini Sabtu, tanggal 29 Februari 1992, yang bertanda tangan dibawah ini, kami : 1) Nama : ANWAR CHAN Jabatan Direktur PT. CIPTAWINDU KHATULISTIWA Alamat JL. Ir. H. Juanda 57-58, Pontianak Bertindak untuk atas nama PT. Ciptawindu Khatulistiwa, selanjutnya disebut Pihak I. 2) Nama : Jabatan Petani Tambak Udang. Alamat Lokasi TIR Trans Jawai Bertindak Untuk atas nama Diri Sendiri selanjutnya disebut Pihak II. Pihak I dan Pihak II telah membuat kontrak kerjasama usaha pertambakan udang dengan Pola Tambak Inti Rakyat (TIR), yang mendudukan Pihak I sebagai Inti dan Pihak II sebagai Plasma dengan ketentuan, sebagai berikut : 1. Pihak I wajib membuat tambak udang lengkap dengan sarananya yang dapat digunakan usaha budidaya udang teknologi semi intensif. 2. Pihak II berhak memiliki tambak lengkap dengan sarananya dengan cara membeli dari pihak I seharga RP ,00 (tujuh belas juta tujuh ratus enam puluh satu ribu sembilan ratus lima puluh delapan rupiah). Dengan garansi tahun ke I 100 %, tahun ke II 75 %, tahun ke III 50 %, tahun ke IV 25 % dan tahun ke V 0 %, untuk perbaikan yang secara teknis Plasma tidak dapat melaksanakan dan memerlukan biaya, yang pelaksanaannya akan diatur dalam peraturan tersendiri dan menjadi bagian dari perjanjian itu. 3. Pihak I wajib menyediakan sarana produksi yang diperlukan untuk budidaya udang dengan harga sesuai surat perjanjian yang akan dibahas pada setiap awal tahun periode budidaya. 4. Pihak II wajib menyediakan modal kerja usaha pertambakan udang senilai Rp ,00 (sepuluh juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah), yang

104 Lampiran 23. Lanjutan pengelolaannya diserahkan kepada Pihak I dengan ketentuan Pihak I dapat menyediakan sarana produksi yang lebih baik, lancar dan harga lebih rendah dibanding harga eceran. 5. Pihak I wajib membeli semua hasil produksi udang pihak II dengan Harga Jaminan (HJ) dan Harga Penyesuaian (HP) yang besarnya akan ditentukan dalam surat perjanjian tersendiri. 6. Pihak I wajib membina Pihak II, dan Pihak II wajib mematuhi segala aturan-aturan yang berlaku dalam Proyek TIR Transmigrasi Jawai yang akan diatur kemudian dalam perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. 7. Pihak I wajib mengusahakan kredit dari bank bekerjasama dengan KUD. Cipta Bina Sejahtera yang dibutuhkan untuk Modal Investasi dan Modal Kerja. 8. Modal Investasi yang diusulkan senilai Rp ,00 (tujuh belas juta tujuh ratus enam puluh satu ribu sembilan ratus lima puluh delapan rupiah) dengan cicilan 10 kali Panen dan Modal Kerja yang diusulkan sesuai kebutuhan dengan catatan maksimal Rp ,00 (sepuluh juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah). 9. Pihak I wajib menjadi Afalis dari Kredit Bank bagi Pihak II sesuai ketentuan yang berlaku pada Bank tempat mendapatkan kredit. 10. Pihak I berhak mengatur / mengkoordinir Pihak II dalam melakukan pembayaran cicilan kredit bank dan bunganya sehingga Pihak II tidak terkena denda akibat keterlambatan pembayaran. 11. Besarnya Bunga Modal kerja dihitung dari RP ,00 (enam juta lima ratus ribu rupiah) bagi yang memiliki dana APBN secara utuh dan Rp ,00 (delapan juta lima ratus ribu rupiah) bagi yang sama sekali tidak punya dana APBN. Penggunaan modal kerja lebih dari Rp ,00 (delapan juta lima ratus ribu rupiah) beban bunganya ditanggung Pihak I sebagai konsekuensi pengelolaan Modal Kerja oleh Pihak I. 12. Pihak II berhak memiliki sertifikat tambak setelah masa cicilan kredit di Bank telah lunas. Selama belum lunas sertifikat pemilikan masih berada di Pihak I. 13. Segala hal-hal yang belum diatur dalam surat kontrak kerjasama ini atau dianggap adanya kekeliruan akan diatur dan diperbaiki kemudian dalam perjanjian tersendiri dan menjadi bagian dari surat perjanjian ini.

105 Lampiran 23. Lanjutan 14. Surat perjanjian ini berlaku sejak tanggal ditandatangani sampai ada pembatalan dari kedua belah Pihak. Apabila kontrak dibatalkan maka Pihak I dan Pihak II tidak lagi ada hubungan kerjasama, setelah sebelumnya kedua belah Pihak menyelesaikan segala persoalan-persoalan yang dibuat sebelum terjadi pembatalan. 15. Apabila terjadi perselisihan antara kedua belah Pihak akan diselesaikan secara musyawarah apabila tidak bisa diselesaikan secara musyawarah akan diselesaikan lewat jalur hukum yang berlaku. Pontianak, 29 Pebruari Pihak II Pihak I (. ) ( Anwar Chan ) Saksi-saksi ( Drs. Fadhillah. Dj ) ( Ir. Tri Permadi )

106 Lampiran 24. Surat perjanjian kerjasama antara perusahaan inti dengan KUD SURAT PERJANJIAN Tentang KERJASAMA PENGELOLAAN PROYEK TIR TRANS JAWAI Antara PT. CIPTAWINDU KHATULISTIWA Dengan KOPERASI UNIT DESA CIPTA BINA SEJAHTERA Pada hari ini tanggal 1 Maret 1992 masing-masing yang bertanda tangan dibawah ini : 1. Nama : Liu Suwarno Alamat : Jln. Ir. H. Juanda No Pontianak Jabatan : Dir. Utama PT. CIPTAWINDU KHATULISTIWA. Bertindak atas nama PT. CIPTAWINDU KHATULISTIWA selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA. 2. Nama : Ibnu Malik Alamat : Proyek TIR Jawai Kalbar Jabatan : Ketua KUD CIPTA BINA SEJAHTERA Nama Alamat Jabatan Nama Alamat Jabatan : Suryat : Proyek TIR Jawai Kalbar : Sekretaris KUD CIPTA BINA SEJAHTERA : Muhari : Proyek TIR Jawai Kalbar : Bendahara KUD CIPTA BINA SEJAHTERA Bertindak atas nama Pengurus KUD CIPTA BINA SEJAHTERA selanjutnya disebut PIHAK KEDUA. PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA telah bersepakat membuat perjanjian kerjasama dalam mengelola proyek TIR Transmigrasi Jawai Kalbar, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Pasal 1 FUNGSI KEDUA BELAH PIHAK 1. PIHAK PERTAMA dalam perjanjian kerjasama ini berfungsi sebagai perusahaan inti dalam proyek TIR Transmigrasi Jawai sesuai SP Gubernur KDH Dati I. Kalimantan Barat No. 212 Tahun 1990 tanggal 7 Juni 1990 dan akan bertindak sesuai kewenangan-kewenangan sebagai Perusahaan Inti.

107 Lampiran 24. Lanjutan PIHAK KEDUA dalam perjanjian ini berfungsi sebagai partner PIHAK PERTAMA dalam menjalankan fungsinya sebagai inti, dari segi penyediaan kredit investasi dan modal kerja bagi plasma yang berada dalam pembinaan PIHAK PERTAMA, dan selanjutnya PIHAK KEDUA akan bertindak sebagai perantara Plasma dan Bank dalam usaha memperoleh kredit dengan bunga yang terendah. Pasal 2 HAK DAN KEWAJIBAN 1. PIHAK PERTAMA berkewajiban membangun tambak dan sarananya bagi anggota PIHAK KEDUA sesuai harga yang telah disepakati Bank Pembangunan Daerah Pontianak (BPD Pontianak). 2. PIHAK KEDUA berkewajiban mengajukan kredit modal investasi bagi tiap Plasma pada BPD Pontianak untuk membeli tambak dan sarana kepada PIHAK PERTAMA, dan selanjutnya pengembalian cicilan investasi pada bank dan kewajiban lainnya menjadi tanggung jawab tiap Plasma dan Pihak Pertama, yang akan diatur dalam perjanjian tersendiri antara Anggota dan PIHAK PERTAMA. 3. PIHAK PERTAMA berkewajiban menyediakan segala input produksi udang bagi Plasma yang menjadi anggota PIHAK KEDUA. 4. PIHAK KEDUA berkewajiban mengajukan kredit modal kerja bagi tiap Plasma sesuai kebutuhan, dan menyerahkan pengelolaan modal kerja kepada PIHAK PERTAMA untuk menjamin kelancaran, keringanan dan kualitas input produksi yang disediakan PIHAK PERTAMA. 5. Modal Kerja yang diajukan oleh PIHAK KEDUA setelah diserahkan kepada PIHAK PERTAMA, tanggung jawab pengembalian dan segala kewajiban dengan bank menjadi tanggung jawab tiap Anggota dan PIHAK PERTAMA, yang akan diatur dalam perjanjian tersendiri antara Anggota dan PIHAK PERTAMA. 6. PIHAK PERTAMA wajib menjadi afalis (penjamin) bagi pinjaman Anggota PIHAK KEDUA sesuai peraturan yang ditetapkan Bank Indonesia dan Bank Pembangunan Derah Pontianak. 7. Sebagai afalis PIHAK PERTAMA wajib menjamin ketepatan dan kelancaran pengembalian kredit dan bunga bank yang menjadi tanggung jawab anggota PIHAK KEDUA. 8. Sebagai konsekuensi dari kewajiban tersebut pada ayat 7, PIHAK PERTAMA wajib : a. Membeli udang dengan harga jaminan / harga dasar. b. Menyediakan tenaga pengelola TIR Transmigrasi Jawai yang dibiayai oleh PIHAK PERTAMA. c. Menyediakan sarana penunjang proyek TIR seperti laboratorium, cold storage, hatchery dengan investasi dan modal kerja PIHAK PERTAMA. d. Menanggulangi kemacetan / keterlambatan pengembalian kredit dan bunganya, sehingga tetap sesuai jadwal yang ditetapkan bank.

108 Lampiran 24. Lanjutan e. Menanggulangi modal kerja Plasma yang mengalami kerugian, apabila dana cadangan resiko tidak mencukupi. f. Menjamin perbaikan kerusakan pada genset, pompa dan kincir 1 tahun pertama 100 %, tahun kedua 50 %, tahun ketiga 25 % dan tahun keempat 0 %. 9. PIHAK PERTAMA berhak mendapatkan laba dari usaha yang dilakukan sebagai Inti. 10. PIHAK PERTAMA wajib memberikan bimbingan kepada PIHAK KEDUA dengan cara melibatkan PIHAK KEDUA dalam bentuk pikiranpikiran, saran-saran untuk PIHAK PERTAMA dalam setiap kegiatankegiatan yang menyangkut peranannya sebagai inti. Sebagai imbalannya PIHAK KEDUA berhak menerima pembagian laba dari keuntungan PIHAK PERTAMA sebesar 5 %. 11. PIHAK PERTAMA wajib meningkatkan kemampuan PIHAK KEDUA agar suatu saat dapat menggantikan posisi PIHAK PERTAMA sebagai Perusahaan Inti baik secara sendiri atau bekerjasama dengan PIHAK PERTAMA dalam membentuk perusahaan baru. 12. PIHAK KEDUA berhak menerima komisi dari bunga bank sesuai ketentuan yang berlaku. 13. PIHAK KEDUA berhak melakukan aktifitas usaha dilingkungan Proyek Tir Jawai dengan melakukan koordinasi dengan PIHAK PERTAMA. Pasal 3 PROSEDUR PEMBAGIAN LABA USAHA 1. Pembagian laba dari input produksi ditentukan sebagai berikut : PIHAK PERTAMA bersama konsultan PAN ASIA Research & Communication Service membuat perhitungan Rugi Laba dari penjualan pakan, benur dan saprodi lain pada setiap satu periode panen. Laba yang diperoleh PIHAK PERTAMA sebelum dikurangi biaya-biaya PIHAK PERTAMA diambil 5 % yang dibayarkan secara tunai kepada PIHAK KEDUA. 2. Pembagian laba dari input produksi ditentukan sebagai berikut : Pada setiap periode panen PIHAK PERTAMA bersama konsultan PAN ASIA Research & Communication Service menghitung selisih perbedaan antara harga jaminan dan harga penyesuaian. Apabila antara harga penyesuaian lebih tinggi dari harga jaminan, maka selisih antara harga jaminan dan harga penyesuaian dikalikan hasil produksi tiap plasma. Selanjutnya diambil 5 % untuk dibayarkan kepada PIHAK KEDUA secara tunai.

109 Lampiran 24. Lanjutan Pasal 4 PEMBINAAN ANGGOTA 1. Pembinaan kepada anggota PIHAK KEDUA / Plasma yang berkaitan langsung dengan usaha budidaya udang diserahkan sepenuhnya kepada PIHAK PERTAMA. 2. Pembinaan kepada anggota PIHAK KEDUA / Plasma yang berkaitan dengan usaha-usaha diluar budidaya udang, seperti usaha waserda, simpan pinjam, peternakan ayam, dan sebagainya menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA. 3. Apabila anggota PIHAK KEDUA / Plasma dianggap tidak layak mengelola usaha budidaya udang maka PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA wajib mengambil tindakan sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 5 KETENTUAN UMUM 1. Apabila terdapat perselisihan antara kedua belah pihak maka akan diselesaikan secara musyawarah, apabila tidak tercapai kesepakatan akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku. 2. Surat Perjanjian ini dibuat di Jawai pada hari, tanggal, bulan dan tahun tersebut dan dibuat dalam rangkap dua yang masing-masing bermeterai cukup yang keduanya mempunyai kekuatan hukum yang sama. 3. Surat Perjanjian ini berlaku sejak tanggal 1 Maret 1992 sampai dengan 1 maret 1996 dengan ketentuan sebagai berikut : a. Segala peraturan yang berlaku sebelumnya yang bertentangan dengan perjanjian ini dianggap tidak berlaku. b. Apabila dianggap ada kekliruan dan kekurangan yang perlu diperbaiki akan ditinjau kembali setiap saat dan perbaikan tersebut menjadi bagian dari surat perjanjian ini. PIHAK KEDUA Pengurus KUD. Cipta Bina Sejahtera Khatulistiwa PIHAK PERTAMA PT. Ciptawindu Ketua : Ibnu Malik ( ) Sekretaris : Suryat ( ) Liu Suwarno Bendahara : Muhari ( )

110 Lampiran 25. Surat perjanjian tentang kesepakatan pembelian sarana produksi dan hasil tambak udang SURAT PERJANJIAN Tentang KESEPAKATAN PEMBELIAN SARANA PRODUKSI TAMBAK UDANG DAN HASIL TAMBAK UDANG Antara PT CIPTAWINDU KHATULISTIWA Dengan PETANI PLASMA TAMBAK UDANG PROYEK TIR JAWAI Pada hari ini tanggal 1 Maret 1992 masing-masing yang bertanda tangan dibawah ini : 1. Nama : Anwar Chan Alamat : Jln. Ir. H. Juanda No Pontianak Jabatan : Direktur PT. CIPTAWINDU KHATULISTIWA. Sebagai Perusahaan Inti Proyek TIR Jawai. Bertindak untuk dan atas nama PT. CIPTAWINDU KHATULISTIWA, yang selanjutnya dalam surat ini disebut PIHAK PERTAMA. 2. Nama : Alamat : Ds. Kalangbau Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas. Jabatan : Petani Plasma Bertindak untuk dan atas nama disi sendiri sebagai Plasma proyek TIR Jawai, yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA. PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA telah bersepakat untuk membuat surat perjanjian tentang kesepakatan pembelian sarana produksi tambak udang dan hasil tambak udang yang dikelola oleh PIHAK KEDUA yang kedudukannya sebagai petani plasma Proyek Tambak Inti Rakyat dibawah bimbingan PIHAK PERTAMA sebagai Inti dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Pasal 1 HAK DAN KEWAJIBAN a. PIHAK PERTAMA wajib menyediakan segala sarana produksi udang bagi PIHAK KEDUA dan dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan KUD Cipta Bina Sejahtera. b. PIHAK KEDUA berhak menerima segala sarana yang disediakan dengan harga yang akan ditentukan dalam perjanjian ini, dan berkewajiban menjual semua hasil produksi udang kepada PIHAK PERTAMA serta tidak dibenarkan menjual kepada pihak lain.

111 Lampiran 25. Lanjutan Pasal 2 HARGA SARANA PRODUKSI a. Harga sarana produksi yang disediakan oleh PIHAK PERTAMA dan harus dibeli / diganti oleh PIHAK KEDUA selama periode perjanjian adalah sebagai berikut : 1. Pakan Udang : Rp ,- per kg untuk semua tipe pakan. 2. Benur : Rp. 20,- per ekor. 3. Saponin : Rp. 900,- per kg. 4. Kapur : Rp. 200,- per kg. 5. Obat-obatan & Vitamin : Sesuai dengan harga pasar, ditentukan pada setiap pengambilan. 6. B B M : Sesuai harga pasar. 7. Biaya Hidup : Rp ,- per bulan. b. Pada setiap harga sarana produksi kecuali biaya hidup, PIHAK PERTAMA berhak memperoleh laba secara wajar, laba yang diperoleh dari sarana produksi harus disisihkan 5 % untuk keuntungan KUD. Pasal 3 JAMINAN HARGA BELI a. Selama periode perjanjian PIHAK PERTAMA memberikan jaminan harga beli dari udang yang dihasilkan selanjutnya disebut Harga jaminan. b. Pembelian dilakukan secara rot di tambak. c. Harga Jaminan yang ditetapkan selama periode perjanjian ini adalah sebagai berikut : Size Rp / Kg Rata-rata ekor/kg Naik 1 size Turun 1 size 9.000,- Naik 150,- Turun 250,- d. Harga udang BS (keropos) ditetapkan sebesar 50 % dari harga mutu. e. Harga udang BS (moelting dan cacat fisik) ditetapkan sebesar 30 % dari harga mutu. Pasal 4 ATURAN SIZE Adapun dalam menentukan size udang seperti yang diatur dalam pasal-pasal perjanjian ini adalah sebagai berikut :

112 Lampiran 25. Lanjutan a. Sizing dilakukan oleh team PPL yang ditunjuk oleh Badan pengelola dan disaksikan oleh Plasma pemilik, Ketua Kelompok dan petugas dari Cold Storage. b. Prosedur sizing adalah sebagai berikut : setiap tambak yang akan dipanen diambil kg udang kemudian dilakukan sizing. Pasal 5 ATURAN PENYESUAIAN HARGA a. Dikarenakan harga udang di pasaran sangat berfluktuasi sehingga memungkinkan harga pasaran lebih rendah dari harga jaminan, maka PIHAK PERTAMA akan membeli sesuai dengan harga jaminan, tetapi bila harga pasaran lebih tinggi dari harga jaminan maka akan dilakukan penyesuaian harga, selanjutnya disebut Harga Penyesuaian. b. Untuk membuat harga penyesuaian maka dibuat aturan sebagai berikut : 1. Konsultan PAN ASIA memonitor harga realisasi penjualan udang yang dilakukan oleh PIHAK PERTAMA selama tiga bulan pada setiap periode panen. 2. Pada setiap bulan data hasil monitoring tersebut akan diolah oleh PAN ASIA menjadi ketetapan harga udang yang akan dijadikan pegangan PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sebagai harga penyesuaian bulanan. 3. Rumus perhitungan harga penyesuaian adalah : Harga realisasi penjualan Inti dikurangi biaya produksi dikurangi ongkos kirim dikurangi penyusutan. 4. Besarnya harga produksi, ongkos kirim dan penyusutan akan ditentukan dalam FMPTU. 5. Ketetapan harga udang bulanan yang dibuat PAN ASIA dibuat ratarata menjadi harga penyesuaian dan bilamana harga penyesuaian lebih besar dari harga jaminan maka akan diatur pembagian sebagai berikut : a) 40 % PIHAK PERTAMA b) 40 % PIHAK KEDUA c) 5 % Koperasi Cipta Bina Sejahtera d) 15 % Cadangan Resiko. Pasal 6 PROSEDUR PEMBAGIAN HASIL PENYESUAIAN HARGA a. 40 % dari nilai selisih dikalikan dengan jumlah produksi yang terjadi selama periode panen menjadi hak PIHAK PERTAMA. b. 40 % dari nilai selisih yang menjadi milik PIHAK KEDUA pembagiannya akan diatur sebagai berikut : masing-masing PIHAK KEDUA akan mendapat bagian 40 % dikalikan hasil produksi masing-masing selama periode panen. c. 5 % dari nilai selisih dikalikan dengan jumlah masing-masing produksi PIHAK KEDUA diberikan kepada KUD sebagai fee untuk KUD.

113 Lampiran 25. Lanjutan d. 15 % dari nilai selisih dikalikan dengan jumlah masing-masing produksi PIHAK KEDUA akan disimpan PIHAK PERTAMA sebagai subsidi modal kerja kepada PIHAK yang rugi. Apabila dana cadangan resiko ini tidak terpakai dan tidak diperlukan lagi sebagai cadangan resiko akan digunakan untuk perbaikan investasi bagi PIHAK KEDUA. Pasal 7 KEGAGALAN PRODUKSI Apabila hasil produksi PIHAK KEDUA mengalami kegagalan, dan setelah dihitung dengan Harga jaminan dan harga Penyesuaian tetap tidak dapat menutup biaya produksi, cicilan dan bunga bank, maka PIHAK KEDUA berhak memperoleh subsidi dari dana cadangan resiko. Sedangkan cicilan dan bunga bank yang akan disetor dibuat dalam peraturan tersendiri. Pasal 8 KETENTUAN UMUM a. Apabila terdapat perselisihan antara kedua belah PIHAK akan diselesaikan secara musyawarah, apabila tidak tercapai kesepakatan akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku. b. Surat Perjanjian ini dibuat di Jawai pada hari, tanggal, bulan dan tahun tersebut dan dibuat dalam rangkap 2 (dua) yang masing-masing bermeterai cukup yang kedua-duanya mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk kedua belah pihak. c. Surat Perjanjian berlaku sejak tanggal 1 Maret 1992 sampai dengan tanggal 30 Desember Pasal 9 ATURAN PERUBAHAN DAN TAMBAHAN Apabila dikemudian hari ada ketentuan-ketentuan yang keliru dan harus dirubah atau belum diatur tetapi perlu dicantumkan dalam perjanjian ini, maka akan dibuat Aturan Perubahan dan Aturan Tambahan dan selanjutnya dapat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari surat perjanjian ini. PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA ( ) ( Anwar Chan )

114 Lampiran 26. Tata tertib persidangan forum musyawarah petani tambak udang TATA TERTIB PERSIDANGAN FORUM MUSYAWARAH PETANI TAMBAK UDANG PROYEK TIR TRANSMIGRASI DI JAWAI KALIMANTAN BARAT PEMBUKAAN Proyek Tambak Inti Rakyat Transmigrasi di Jawai merupakan proyek kerjasama dalam bidang pertambakan udang antara sejumlah petambak udang di Jawai Kabupaten sambas Kalimantan Barat yang bertindak sebagai Plasma dengan PT. Ciptawindu Khatulistiwa sebagai Perusahaan Inti. Sebagai konsekuensi dari kerjasama dalam proyek TIR ini, maka antara Plasma dengan Perusahaan Inti terikat dalam hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Jika salah satu pihak tidak menepati hak dan kewajibannya, maka kerjasama proyek TIR ini tidak akan terjadi. Untuk memelihara kerjasama yang baik diantara kedua belah pihak, perlu diadakan suatu pertemuan rutin yang berfungsi sebagai Forum Musyawarah. Musyawarah tersebut harus berjalan secara efektif dan efisien, oleh karena itu sebagai Forum Musyawarah harus memiliki Tata Tertib Musyawarah sebagai berikut : Pasal I FUNGSI FORUM MUSYAWARAH Fungsi Forum Musyawarah Petani Tambak Udang (FMPTU) proyek TIR Transmigrasi di Jawai adalah : 1. Membahas materi perjanjian yang menyangkut Plasma dengan Perusahaan Inti. 2. Menetapkan standar Harga Penyesuaian. 3. Membahas permasalahan yang dianggap tidak sejalan antara Pihak Plasma dengan Pihak Inti. 4. Membahas program peningkatan dan pengembangan proyek TIR Transmigrasi. 5. Menyampaikan dan membahas aspirasi anggota Plasma/Inti. Pasal 2 WAKTU MUSYAWARAH 1. Musyawarah dilakukan setiap satu bulan sekali. 2. Jika sebelum masa musyawarah berikutnya terdapat permasalahan yang harus segera dibahas, maka dapat diselenggarakan persidangan khusus.

115 Lampiran 26. Lanjutan Pasal 3 PESERTA MUSYAWARAH 1. PAN ASIA Research & Communication Service, 1 (satu) orang bertindak sebagai Moderator / Ketua Forum. 2. Badan Pengelola Proyek, 2 (dua) orang, diwakili oleh Manager dan Wakil Manager, bertindak sebagai anggota. 3. Dewan Direksi PT. Ciptawindu khatulistiwa diwakili oleh 1 (satu) orang Direktur sebagai anggota. 4. Kelompok Plasma, 19 kelompok diwakili oleh Ketua dan Sekretaris sebagai anggota. 5. Koperasi Cipta Bina Sejahtera diwakili oleh Ketua dan Sekretaris sebagai anggota. 6. KUPT sebagai anggota. 7. Kandepkop. Singkawang sebagai undangan dan narasumber. 8. Dinas Perikanan Singkawang sebagai undangan dan narasumber. 9. Kandep Transmigrasi sebagai undangan dan narasumber. Pasal 4 PROSEDUR PENYELENGGARAAN MUSYAWARAH 1. PAN ASIA Research & Communication Service mempersiapkan segala bahan yang akan dibahas dalam persidangan. 2. PAN ASIA Research & Communication Service akan menyampaikan undangan kepada peserta Forum yang dilampiri dengan agenda persidangan beserta bahan yang akan dibahas dalam persidangan tersebut satu hari sebelum pelaksanaan. 3. Persidangan dapat diselenggarakan, hanya jika dihadiri seluruh anggota atau 2/3 dari jumlah anggota. 4. Seseorang anggota dapat mewakilkan kepada yang lain, jika terdapat alasan yang dapat diterima. Pasal 5 TATA CARA PELAKSANAAN MUSYAWARAH 1. Ketua Forum membuka musyawarah dan menguraikan Rancangan Agenda Musyawarah. 2. Membahas Rancangan Agenda Musyawarah untuk ditetapkan sebagai Agenda Musyawarah. 3. Membahas semua bahan sesuai dengan agenda yang telah ditetapkan. 4. Keputusan dan ketetapan musyawarah harus dicapai dengan mufakat dan bukan berdasarkan suara terbanyak. 5. Jika mengalami kemacetan, sidang diskors untuk kemudian masingmasing anggota mengadakan konsultasi.

116 Lampiran 26. Lanjutan 6. Semua keputusan dan ketetapan musyawarah harus ditulis dan ditandatangani oleh Ketua Musyawarah dan disyahkan oleh Dewan Direksi PT. Ciptawindu Khatulistiwa. Pasal 6 KETENTUAN UMUM 1. Tata Tertib Musyawarah ini ditetapkan oleh musyawarah dan hanya dapat diubah oleh musyawarah. 2. Tata Tertib ini berlaku sejak ditetapkan. Sambas Ditetapkan di : Jawai Kabupaten Pada Tanggal : 1 Maret Ketua Musyawarah (Drs. Fadhlillah Dj.) Disyahkan pada tanggal : 2 Maret Direksi PT. Ciptawindu Khatulistiwa A/n Manager Badan Pengelola, ( Ir. A. Komar )

117 Lampiran 27. Peta lokasi proyek Lokasi Proyek Perintis TIR Transmigrasi Jawai

118 Lampiran 28. Foto lokasi proyek perintis TIR transmigrasi Jawai

119 Lampiran 28. Lanjutan

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan batasan penelitian Penelitian ini berlokasi di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai di Dusun Kalangbahu Desa Jawai Laut Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Lokasi Penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Lokasi Penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Di Desa Dabong Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 3). Adapun waktu penelitian selama 4

Lebih terperinci

BAB V. EVALUASI HASIL PENELITIAN Evaluasi Parameter Utama Penelitian Penilaian Daya Dukung dengan Metode Pembobotan 124

BAB V. EVALUASI HASIL PENELITIAN Evaluasi Parameter Utama Penelitian Penilaian Daya Dukung dengan Metode Pembobotan 124 DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Persetujuan Kata Pengantar Pernyataan Keaslian Tulisan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Peta Daftar Lampiran Intisari Abstract i ii iii iv v ix xi xii xiii

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Gambar 4 Peta lokasi penelitian (Sumber: Hasil olahan 2012)

Gambar 4 Peta lokasi penelitian (Sumber: Hasil olahan 2012) 17 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian difokuskan pada kawasan minawana di Desa Jayamukti, Blanakan dan Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem Tabel Parameter Klasifikasi Basis Data SIG Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Kelautan No Parameter Satuan 1 Parameter Fisika Suhu ºC Kecerahan M Kedalaman M Kecepatan Arus m/det Tekstur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN 119 6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Skenario pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan, dibangun melalui simulasi model

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan dan Investasi Studi kelayakan diadakan untuk menentukan apakah suatu usaha akan dilaksanakan atau tidak. Dengan kata lain

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa Oleh : Presiden Republik Indonesia Nomor : 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal : 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber : LN 1991/35; TLN NO. 3441 Presiden Republik

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan digunakan pada saat musim kemarau (Purnomo, 1994). Menurut Peraturan Pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan digunakan pada saat musim kemarau (Purnomo, 1994). Menurut Peraturan Pemerintah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Evaluasi Proyek Bendungan Bendungan adalah bangunan penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim kemarau (Purnomo, 1994). Menurut Peraturan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA UMUM Tanah sebagai salah satu komponen lahan, bagian dari ruang

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Dabong merupakan salah satu desa di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang memiliki hamparan hutan mangrove yang cukup luas. Berdasarkan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi

JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi JENIS-JENIS DAN POLA KEMITRAAN USAHA OLEH : Anwar sanusi Penyuluh Pertanian Madya, Pada Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BAKORRLUH) Provinsi NTB Landasan kuat untuk membangun

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 3/2017 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Agribisnis Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian.sistem agribisnis sebenarnya

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk

I. PENDAHULUAN. luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan adalah sektor yang prospektif di Indonesia. Laut yang luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk pengembangan sektor

Lebih terperinci

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDI DAYA IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan dalam sistem agribisnis yang mencakup subsistem

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perumahan Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seluruhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi Indonesia, sehingga peranan sektor pertanian dalam pembangunan tidak perlu diragukan lagi. Pemerintah memberikan amanat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 76 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA PANAS BUMI UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan kebijaksanaan diversifikasi dan konservasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

TINJAUAN KELAYAKAN PROYEK DENGAN MENGGUNAKAN NET PRESENT VALUE METHOD DAN INTERNAL RATE OF RETURN METHOD

TINJAUAN KELAYAKAN PROYEK DENGAN MENGGUNAKAN NET PRESENT VALUE METHOD DAN INTERNAL RATE OF RETURN METHOD TINJAUAN KELAYAKAN PROYEK DENGAN MENGGUNAKAN NET PRESENT VALUE METHOD DAN INTERNAL RATE OF RETURN METHOD Andreas Y. H. Aponno NRP : 9221035 Pembimbing : V. Hartanto, Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 123 123 Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 124 124 125 125 Lampiran.2. Sarana Input Produksi Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut di Kawasan Teluk Levun Unit Budidaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci