ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN TAHUN OLEH AISYAH FITRI YUNIASIH H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN TAHUN OLEH AISYAH FITRI YUNIASIH H"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN TAHUN OLEH AISYAH FITRI YUNIASIH H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN AISYAH FITRI YUNIASIH. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI). Era globalisasi telah mendorong semua negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, tak terkecuali negara ASEAN. Negara ASEAN harus memahami bahwa situasi ekonomi dunia akan terus menantang sehingga harus mempersiapkan strategi khusus untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang bisa berlanjut untuk tahun-tahun mendatang. Defisit arus modal keluar neto yang terjadi dapat diartikan bahwa terjadi kelangkaan modal pembangunan. Salah satu strategi negara ASEAN untuk menghadapi situasi perekonomian dunia yang tidak pasti dan semakin menantang adalah dengan menerapkan liberalisasi ekonomi melalui Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) dalam rangka mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Melihat dampak positif dan dampak negatif dari FDI terhadap pertumbuhan ekonomi, dapat kita simpulkan bahwa pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda antar negara. Oleh karena itu, permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh FDI tehadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Hal ini tentunya tergantung pada kondisi perekonomian, teknologi, dan institusional dari negara ASEAN tersebut. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel dari sepuluh negara ASEAN selama kurun waktu yang meliputi data pertumbuhan ekonomi, FDI Inflow, PMTB, angkatan kerja, ekspor neto dan dummy krisis. Sumber data yang digunakan berasal dari United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan World Bank. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda data panel dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section SUR. Hasil analisis menyatakan bahwa FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Faktor-faktor lain yang juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN antara lain PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi. Pemerintah masing-masing negara ASEAN perlu meningkatkan FDI Inflow, PMTB, kualitas angkatan kerja, dan pertumbuhan ekspor agar lebih tinggi dari pertumbuhan impor dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Pemerintah masing-masing negara ASEAN juga perlu diperhatikan dampak ketergantungan yang dapat muncul dari meningkatnya aliran FDI ke suatu negara. Untuk menghindari dampak negatif dari FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN pemerintah masing-masing negara ASEAN dapat mencanangkan undang-undang yang mengatur mengenai besarnya persentase maksimum kepemilikan saham oleh investor asing, besarnya persentase maksimum bahan baku produksi yang boleh diimpor, besarnya persentase maksimum penggunaan tenaga kerja domestik.

3 ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN TAHUN Oleh AISYAH FITRI YUNIASIH H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul Skripsi : ANALISIS PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ASEAN TAHUN Nama : Aisyah Fitri Yuniasih NRP : H dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP Tanggal lulus:

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, November 2011 Aisyah Fitri Yuniasih H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Aisyah Fitri Yuniasih lahir di Jakarta pada tanggal 1 Juni Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Suharto Martono dan Sukarmini. Penulis menikah dengan Kemas Muhammad Irsan Riza dan dikaruniai seorang putri yang bernama Quinsha Masyitha Riza. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Harapan Jaya VI Bekasi pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bekasi dan lulus tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di SMUN 1 Bekasi dan lulus pada tahun Pendidikan tinggi penulis ditempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus Badan Pusat Statistik (BPS) dengan IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebelum menempuh pendidikan pascasarjana penulis menjalani program alih jenis di Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Penulis diangkat sebagai CPNS pada BPS terhitung mulai tanggal 1 Januari 2007 dan ditempatkan sebagai staf di seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik BPS Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung hingga saat ini.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan petunjuk-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun tepat pada waktunya. Meskipun demikian, penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dikarenakan berbagai keterbatasan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan moral, spiritual, dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan baik secara teknis maupun teoritis selama proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 2. Tanti Novianti, M.Si dan Ranti Wiliasih, M.Si selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran dan kritik yang berharga untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Seluruh dosen, staf pengajar, dan karyawan/wati di Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB. 4. Rekan-rekan BPS Kota Bandar Lampung dan BPS Provinsi Lampung yang telah memberi izin dan mendukung penulis untuk menimba ilmu di Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB. 5. Suami terhebat, belahan jiwaku Kemas Muhammad Irsan Riza, S. ST, serta putri tercinta penyejuk hati, Quinsha Masyitha Riza, atas kasih sayang, pengertian, doa, dan dukungannya selama ini. 6. Orangtua, mertua, adik dan kakak penulis atas doa dan dukungan yang tak pernah putus untuk penulis.

8 7. Rekan-rekan kelas BPS-IE FEM IPB Batch 4 khususnya Siswi, Nila, Sulthoni, Dedy, Hery, Dwi, Saidah, Yuni, dan Siswiny atas kebersamaan dan kerjasama selama mengikuti program alih jenis di Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya. Bogor, November 2011 Aisyah Fitri Yuniasih H

9 viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Teori-teori Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Penanaman Modal Asing (PMA) Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Variabel-variabel lain yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Angkatan Kerja Ekspor Neto Krisis Ekonomi Krisis Moneter Asia Krisis Minyak Dunia Krisis Keuangan Global Penelitian-Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran... 24

10 ix 2.4. Hipotesis Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan Data Metode Analisis Data Metode Evaluasi Model Spesifikasi model Definisi Operasional Variabel IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Gambaran Umum FDI Negara ASEAN Gambaran Umum Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Negara ASEAN Gambaran Umum Angkatan Kerja Negara ASEAN Gambaran Umum Ekspor Neto Negara ASEAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Tahapan Evaluasi Model Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonometrik Uji Multikolinearitas Uji Heteroskedatisitas Uji Autokolerasi Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Statistik Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonomi Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pengaruh PMTB terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pengaruh Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pengaruh Ekspor Neto terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN... 77

11 x Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 82

12 xi DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Jumlah FDI Net Inflow Total Negara ASEAN dan Dunia Tahun (US $) Daftar Penelitian-penelitian Terdahulu yang Membahas Mengenai Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Persen) Nilai Corruption Index dan Manufacture Index Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Persen) Perkembangan Rata-rata Tingkat Pertumbuhan FDI Inflow Masingmasing Negara ASEAN Tahun (Persen) Peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index Beberapa Negara ASEAN Tahun Nilai IPM Masing-masing Negara ASEAN Tahun Nilai Statistik Model Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Hasil Estimasi Model Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN... 74

13 xii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun (Persen) Selisih Persentase Investasi terhadap GDP dengan Persentase Tabungan Nasional terhadap GDP (Persen) Hubungan antara Modal dan Output Kerangka Pemikiran Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi ke Negara ASEAN Tahun (Persen) Perkembangan FDI Inflow ke Negara ASEAN Tahun (Juta US$) Perkembangan Rata-rata FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Juta US$) Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Negara Asal FDI Tahun 2009 (Persen) Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Sektor Tahun (Persen) Perkembangan Rata-rata Persentase PMTB terhadap GDP Masingmasing Negara ASEAN Tahun (Persen) Perkembangan Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Ribu Jiwa) Perkembangan Rata-rata Nilai Ekspor Neto Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Juta US$) Nilai Ekspor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Tujuan (Persen) Nilai Impor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Asal (Persen) Selang Pengambilan Keputusan Durbin Watson... 72

14 xiii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Hasil Output EViews 6.0 untuk Matriks Koefisien Korelasi antar Variabel Independen Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Pooled Least Square Model Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model Hasil Output EViews 6.0 Chow Test Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Random Effect Model Hasil Output EViews 6.0 Hausman Test Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section weight Hasil Output EViews 6.0 estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section SUR... 90

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi nasional, selain tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan secara umum difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan peningkatan pendapatan nasional baik secara keseluruhan maupun per kapita sehingga masalah-masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan diharapkan dapat terpecahkan melalui trickle down effect (Todaro dan Smith, 2006). Era globalisasi telah mendorong semua negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, tak terkecuali negara-negara di kawasan regional Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nations (ASEAN). Pertumbuhan ekonomi yang positif atau progresif akan menjadi pertimbangan penting tersendiri dan juga memberikan keuntungan bagi negara ASEAN dalam persaingan di kancah internasional. Pasca krisis ekonomi, baik krisis moneter Asia tahun , krisis minyak dunia tahun 2005, dan krisis keuangan global yang disebabkan oleh krisis mortgage di Amerika Serikat tahun , negara ASEAN tetap dituntut untuk dapat mempertahankan dan atau meningkatkan performa pertumbuhan

16 2 ekonominya agar terhindar dari multiplier effect dari krisis-krisis ekonomi tersebut. Negara ASEAN memahami bahwa situasi ekonomi dunia akan terus menantang dan menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang bisa berlanjut untuk tahun-tahun mendatang. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi seluruh negara ASEAN yang secara umum mengalami peningkatan signifikan pasca krisis ekonomi, baik krisis moneter Asia tahun , krisis minyak dunia tahun 2005, dan krisis keuangan global tahun , seperti terlihat pada Gambar Pertumbuhan Ekonomi (%) Tahun Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Gambar 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun (Persen) Lalu lintas perekonomian internasional memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN yang menganut sistem perekonomian terbuka. Oleh karena itu, negara ASEAN dituntut untuk merealisasikan

17 3 keterbukaan ekonomi yang salah satunya adalah keterbukaan di sektor keuangan. Keterbukaan ekonomi di sektor keuangan mengindikasikan semakin hilangnya hambatan dan semakin lancarnya mobilitas modal antar negara yang menjadi sumber pembiayaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara sehingga diperlukan sejumlah investasi yang dibiayai oleh tabungan nasional. 2 Selisih Rata-rata % Investasi terhadap GDP dengan Rata-rata % Tabungan Nasional terhadap GDP (%) Tahun Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Gambar 1.2 Selisih Persentase Investasi terhadap GDP dengan Persentase Tabungan Nasional terhadap GDP (Persen) Negara ASEAN tidak mempunyai dana yang cukup untuk membiayai pembangunan ekonomi karena terbatasnya akumulasi berupa kapital tabungan nasional serta rendahnya produktivitas dan tingginya konsumsi, sehingga diperlukan sumber dana lain yaitu Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI). Gambar 1.2 menunjukkan bahwa selama periode kondisi dimana rata-rata tabungan nasional negara ASEAN lebih besar dari rata-rata investasinya hanya terjadi pada tahun 1993, 1995, dan 1996 dimana selisihnya hanya sekitar satu persen.

18 4 Keterbukaan ekonomi di sektor keuangan yang salah satunya melalui FDI dapat mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. FDI memberikan eksternalitas positif melalui peningkatan transfer teknologi, kemampuan teknis, kemampuan manajerial, dan kemampuan intelektual tenaga ahli bagi negara penerima modal. FDI diarahkan untuk menggantikan peranan utang luar negeri karena dinilai lebih stabil dan kurang sensitif terhadap suku bunga internasional dan nilai tukar mata uang. Dampak tidak langsung dari FDI antara lain dapat meningkatkan produktivitas, kinerja, efisiensi, dan daya saing dari perusahaan domestik dalam sektor yang sama, bahkan sering kali juga dapat meningkatkan nilai ekspor. Lebih jauh lagi, FDI dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat di suatu negara, sehingga berpotensi mengurangi tingkat kemiskinan di negara tersebut (Soekro, 2008). Jumlah aliran dana FDI yang masuk ke negara ASEAN tahun 1999 jika dibandingkan dengan saat krisis moneter Asia tahun , secara nominal mengalami peningkatan sebesar 29,06 persen namun secara proporsional terhadap total aliran dana FDI di seluruh dunia mengalami penurunan sebesar 0,73 persen. Untuk kasus krisis minyak dunia tahun 2005, jumlah aliran dana FDI yang masuk ke negara ASEAN tahun 2006 secara nominal mengalami peningkatan sebesar 39,17 persen begitu pula secara proporsional terhadap total aliran dana FDI di seluruh dunia mengalami peningkatan sebesar 0,20 persen. Bahkan, jumlah aliran dana FDI yang masuk ke negara ASEAN tahun 2010 pasca krisis keuangan global meningkat cukup tajam sebesar 108,61 persen secara nominal dan 3,07

19 5 persen secara proporsional terhadap total aliran dana FDI di seluruh dunia (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Jumlah FDI Net Inflow Total Negara ASEAN dan Dunia Tahun (US $) Tahun ASEAN Jumlah FDI Net Inflow DUNIA (1) (2) (3) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,78 Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Almasaied (2004) menyatakan bahwa peningkatan jumlah aliran dana FDI di negara ASEAN diharapkan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang mengingat besarnya potensi ekonomi yang baik untuk investasi di negara kawasan Asia Tenggara ini. Investor asing tertarik untuk menanamkan modal di negara

20 6 ASEAN karena reputasi negara ASEAN yang fundamental secara makroekonomi. Perekonomian negara ASEAN dinamis karena memiliki sedikit defisit fiskal, nilai tukar mata uang yang stabil, tingkat tabungan domestik yang tinggi, dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tinggi. Kondisi pasar, kebijakan kebebasan perdagangan internasional, termasuk kebijakan liberalisasi FDI merupakan daya tarik lain bagi investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bentuk FDI di negara ASEAN. Peningkatan aliran dana FDI ke negara ASEAN diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. 1.2 Perumusan Masalah Hady (2001) menyatakan bahwa FDI memberikan dampak positif dan negatif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak positif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal serta sebagai sarana transfer teknologi dan pengetahuan di bidang manajemen dan pemasaran. FDI tidak akan memberatkan neraca pembayaran karena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada keberhasilan FDI yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut. FDI diupayakan untuk meningkatkan pembangunan regional dan sektoral dengan meningkatkan persaingan dalam negeri dan kewirausahaan yang sehat, serta meningkatkan lapangan kerja. Pengaruh negatif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain mendorong munculnya dominasi industrial, meningkatkan ketergantungan teknologi, memengaruhi perubahan budaya. Dominansi FDI dapat menimbulkan

21 7 gangguan pada perencanaan ekonomi karena terjadi intervensi oleh home government dari negara penanam modal. Secara sektoral mungkin aliran modal internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu karena terjadinya redistribusi pendapatan dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal. Uraian diatas menyatakan bahwa pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda antar negara. Contoh kasus dimana FDI memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi terjadi di Srilanka (Balamurali dan Bogahawatte, 2004), China (Xiaohong, 2009), Nigeria (Adegbite dan Ayadi, 2010), Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011), dan Bangladesh (Adhikary, 2011). FDI bisa juga memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor primer seperti di Negara OEDC (Alfaro, 2003). Bahkan, FDI bisa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi seperti di Pakistan (Falki, 2009). Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh FDI tehadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Hal ini tergantung pada kondisi perekonomian, teknologi, dan institusional dari negara tempat penanaman modal FDI tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN.

22 8 1.4 Manfaat Penelitian Secara umum manfaat dari penelitian mengenai analisis pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN antara lain: 1. Bagi pemerintah negara ASEAN selaku pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar pengambilan kebijakan ekonomi dalam menyusun rencana-rencana atau strategi pembangunan yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui FDI. 2. Bagi akademisi dan peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan sumber referensi untuk penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir pembaca serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi. 4. Bagi penulis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana penerapan dan peningkatan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan wawasan di bidang ekonomi yang selama ini dimiliki penulis.

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori-teori Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu negara didefinisikan sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas tersebut ditentukan oleh adanya kemajuan teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada (Jhingan, 2004). Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen utama yang mempunyai arti penting bagi masyarakat dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan kerja. 2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya akan menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi yang akan meningkatkan produktivitas Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik menyatakan bahwa liberalisasi atau kebebasan pasar-pasar nasional dan internasional akan merangsang investasi, baik investasi domestik maupun investasi asing. Hal ini dapat memacu tingkat

24 10 akumulasi modal negara tersebut. Di sisi lain, penambahan tingkat tabungan domestik akan meningkat rasio modal-tenaga kerja dan pendapatan per kapita masyarakat. Model pertumbuhan ekonomi Neoklasik Solow (Solow Neoclassical Growth Model) yang menunjukkan bahwa output selalu berada pada tingkat full employment, diformulasikan dalam fungsi produksi agregat standar Cobb Douglas sebagai berikut: Y = K (AL) 1- (β.1) dimana Y adalah Produk Domestik Bruto (PDB), K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, serta A adalah produktivitas tenaga kerja yang pertumbuhannya di tentukan secara eksogen. melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang bersumber dari satu persen penambahan modal fisik dan modal manusia. Output, Y Sumber: Mankiw, 2007 Modal, K Gambar 2.1 Hubungan antara Modal dan Output

25 11 Teori pertumbuhan Neoklasik Tradisional menyatakan bahwa pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro dan Smith, 2006) Penanaman Modal Asing (PMA) Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah atau warga negara asing di dalam negeri negara pengimpor modal. PMA dapat dimasukan dalam bentuk modal swasta atau modal negara (Jhingan, 2004). Anoraga (1994) menyatakan bahwa penanaman modal asing dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu: 1. Investasi Portofolio Investasi Portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Dalam investasi portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang menerbitkan surat berharga (emiten), belum tentu membuka lapangan kerja baru. Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk memperluas usahanya atau membuka usaha baru, hal ini berarti pula membuka lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk membayar hutang bank dimana dalam proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan manajemen.

26 12 2. Investasi Langsung Investasi langsung atau disebut juga dengan penanaman modal asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) Krugman & Obstfeld (1999) menyatakan bahwa Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) adalah suatu arus pemberian pinjaman atau pembelian kepemilikan perusahaan luar negeri yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh penduduk dari negara yang melakukan investasi (investing country). FDI merupakan salah satu faktor utama pendorong perekonomian negara. FDI, selain sifatnya yang permanen dalam jangka panjang, juga memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka lapangan kerja baru. FDI adalah investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. FDI ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan dimana dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan operasi dibidang manufaktur, industri pengolahan, ekstraksi pengolahan, ekstraksi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya (Hady, 2001).

27 13 Perusahaan dari negara penanam modal secara langsung melakukan pengawasan atas aset FDI yang ditanam di negara pengimpor modal. FDI dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh aset (aktiva tetap) di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal (Jhingan, 2004). Secara konseptual, pilihan investor asing untuk menanamkan investasinya dalam bentuk FDI, dibanding bentuk modal lainnya di suatu negara, dipengaruhi oleh kondisi dari negara penerima FDI (pull factors) maupun kondisi dan strategi dari penanam modal asing (push factors). Pull factors dari masuknya FDI antara lain terdiri dari kondisi pasar, ketersediaan sumber daya, daya saing, kebijakan yang terkait dengan perdagangan dan industri serta kebijakan liberalisasi FDI (di dalam bentuk insentif investasi), sedangkan yang termasuk push factors antara lain strategi investasi maupun strategi produksi dari penanam modal, serta persepsi resiko terhadap negara penerima (Kurniati, et al, 2007). Hady (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya aliran modal, keterampilan dan teknologi dari negara pembawa modal dengan negara penerima modal antara lain meliputi: 1. Adanya iklim penanaman modal di negara-negara penerima modal itu sendiri yang mendukung keamanan berusaha (risk country), yang

28 14 ditunjukkan oleh stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal. 2. Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal. 3. Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan. 4. Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam negara penerima modal. 5. Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi Motif utama dari FDI menurut Winantyo (2008) antara lain: 1. Resource Seeking FDI dengan motif Resource Seeking dilakukan untuk memperoleh faktor produksi yang lebih efisien baik dalam bentuk sumberdaya alam maupun tenaga kerja. 2. Market Seeking FDI dengan motif Market Seeking dilakukan dalam rangka membuka pasar baru atau menjaga pasar yang sudah ada. Investasi jenis ini dipandang sebagai defensive strategy karena lebih didorong oleh ketakutan kehilangan pasar daripada upaya mencari pasar baru. 3. Efficiency Seeking FDI dengan motif Efficiency Seeking dilakukan karena dorongan untuk meningkatkan keuntungan melalui peningkatan skala ekonomis.

29 15 4. Strategic Asset Seeking FDI dengan motif Strategic Asset Seeking merupakan investasi taktis untuk mencegah penguasaan atas sumber daya oleh perusahaan pesaing. Kurniati, et al, (2007) menyatakan bahwa beberapa jenis FDI adalah sebagai berikut: 1. FDI Vertikal FDI yang dilakukan secara vertikal menyangkut desentralisasi secara geografis dari aliran produksi perusahaan. Perusahaan akan melakukan kegiatan produksi di negara-negara yang memiliki biaya tenaga kerja yang rendah, kemudian hasil produksi di negara tersebut akan disalurkan kembali ke negara induk. Suatu produk yang proses produksinya capital-intensive akan memindahkan proses produksinya ke negara-negara yang kaya akan modal. 2. FDI Horizontal FDI yang dilakukan secara horizontal akan memproduksi barang yang sama di beberapa negara. FDI jenis ini memiliki motivasi untuk mencari pasar yang baru. Keuntungan dari FDI dengan jenis ini adalah efisiensi di dalam biaya transportasi, karena tempat produksi yang ada menjadi lebih dekat dengan konsumen Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara yang menganut sistem perekonomian terbuka pada umumnya memerlukan investasi asing. Di negara maju investasi asing tetap diperlukan

30 16 untuk memacu pertumbuhan ekonomi domestik, menghindari kelesuan pasar, dan penciptaan kesempatan kerja. Di negara berkembang yang sangat memerlukan modal untuk pembangunannya, terutama jika modal dalam negeri tidak mencukupi, FDI dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara dimana modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, beberapa negara penerima modal berusaha memberikan insentif untuk mendorong masuknya modal asing dalam bentuk FDI berupa insentif pajak, jaminan dan asuransi atas investasinya. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus-menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Hady (2001) menyatakan bahwa FDI memberikan dampak positif dan negatif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak positif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal serta sebagai sarana transfer teknologi dan pengetahuan di bidang manajemen dan pemasaran. FDI tidak akan memberatkan neraca pembayaran karena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada keberhasilan FDI yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut. FDI diupayakan untuk meningkatkan pembangunan regional dan sektoral, meningkatkan persaingan dalam negeri dan kewirausahaan yang sehat, serta meningkatkan lapangan kerja.

31 17 Pengaruh negatif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain mendorong munculnya dominasi industrial, meningkatkan ketergantungan teknologi, memengaruhi perubahan budaya. Dominansi FDI dapat menimbulkan gangguan pada perencanaan ekonomi karena terjadi intervensi oleh home government dari negara penanam modal. Secara sektoral mungkin aliran modal internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu karena terjadinya redistribusi pendapatan dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal Variabel-variabel lain yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pakai satu tahun atau lebih. PMTB dapat dibedakan atas pembentukan modal dalam bentuk bangunan/konstruksi, pembentukan modal dalam bentuk mesin-mesin dan alatalat perlengkapan, pembentukan modal dalam bentuk alat angkutan, dan pembentukan modal untuk barang modal lainnya. Teori Harrod-Domar memperhatikan kedua fungsi dari pembentukan modal dalam kegiatan ekonomi. Dalam teori Harrod-Domar pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk

32 18 menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Apabila pada suatu masa tertentu dilakukan sejumlah pembentukan modal, maka pada masa berikutnya perekonomian tersebut mempunyai kesanggupan yang lebih besar untuk menghasilkan barang-barang (Arsyad, 1999) Angkatan Kerja Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia tahun yang sudah bekerja, yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Angkatan kerja dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Mereka yang bekerja penuh adalah angkatan kerja yang aktif menyumbangkan tenaganya dalam kegiatan produksi. 2. Pengangguran terbuka atau open unemployment adalah mereka yang sama sekali tidak bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan (sewaktu-waktu siap bekerja). 3. Setengah menganggur atau under unemployment adalah mereka yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan/keahliannya atau tidak menggunakan sepenuh tenaganya karena kekurangan lapangan perkerjaan. Contoh: Seorang sarjana bekerja tidak sesuai dengan pendidikannya. 4. Pengangguran tersembunyi/tersamar atau disebut disguise employment, artinya suatu pekerjaan dikerjakan oleh pekerja yang berlebihan sehingga mereka tidak bekerja maksimal.

33 19 Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi pada kemampuan sistem perekonomian negara tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi Ekspor Neto Nilai ekspor dihitung berdasarkan nilai FOB (Freight on Board) meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkutan barang ke wilayah pabean, biaya muat barang ke kapal, pajak ekspor, asuransi, royalti, lisensi, dan biaya lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang ekspor. Impor dihitung berdasarkan nilai CIF (Cost Insurance and Freight) meliputi nilai barang dan jasa, biaya angkut, asuransi, royalti, lisensi, dan biaya lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. Nilai ekspor neto merupakan pengurangan nilai ekspor dan nilai impor suatu negara. Salvatore (1996) menyatakan bahwa perdagangan internasional dapat digunakan sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). Aktifitas perdagangan internasional akan mendorong percepatan pembangunan ekonomi di negara tersebut namun teori dependensi

34 20 menyatakan bahwa ketergantungan terhadap luar negeri memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (Arsyad, 1999) Krisis Ekonomi Krisis Moneter Asia Krisis moneter Asia diawali dari krisis nilai mata uang dan keuangan Thailand pada Juli 1997 kemudian merembet ke negara ASEAN lainnya. Dampak krisis moneter Asia, selain terjadi runtuhnya nilai tukar mata uang dan meningkatnya tingkat suku bunga, kebangkrutan perusahaan dan bank juga menyebabkan krisis keuangan. Pesimisme konsumen dan investor juga menyebabkan kontraksi investasi yang diikuti dengan krisis ekonomi dan pengangguran. Pihak-pihak yang paling terkena dampak krisis moneter Asia tersebut antara lain perusahaan besar yang bermain valas, saham, obligasi, dan offshore loans di pasar global, perbankan, pasar modal, properti, sektor publik yang banyak memiliki utang luar negeri, serta importir atau pelaku bisnis yang kandungan impor bahan baku usahanya tinggi (Kuncoro, 2010) Krisis Minyak Dunia 2005 Krisis minyak dunia 2005 disebabkan oleh pasokan minyak dunia terganggu karena badai Katrina yang juga menyebabkan beberapa kilang produksi di Amerika rusak dan disusul dengan kerusuhan di negara produsen minyak Nigeria. Gelombang krisis energi yang disebabkan oleh minyak, menyatakan bahwa minyak merupakan komoditas yang sangat rentan terhadap terjadinya krisis

35 21 ekonomi global. Diversifikasi energi untuk mengurangi ketergantungan energi terhadap supply minyak bumi menjadi tren baru di banyak negara di samping efisiensi energi (penghematan energi) yang dilakukan secara terstruktur. Hal ini menyebabkan melonjaknya harga minyak dunia secara besar-besaran. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan melemahnya nilai tukar mata uang terhadap US Dollar. Hal ini menimbulkan inflasi yang cukup tinggi dan mengancam stabilitas makroekonomi yang telah dicapai negara ASEAN Krisis Keuangan Global Krisis keuangan global diawali kredit macet perumahan beresiko tinggi (subprime mortage) pada semester akhir 2007 di Amerika Serikat. Dampak krisis keuangan global menjalar ke Eropa dan Asia Pasifik termasuk negara ASEAN dalam bentuk bangkrutnya bank/institusi keuangan/korporasi multinasional Amerika Serikat, meningkatnya inflasi, meningkatnya pengangguran, runtuhnya indeks bursa saham karena nilai tukar mata uang anjlok, sampai akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010). 2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu Pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda antar negara atau kawasan, bisa positif, negatif, bahkan bisa juga tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau kawasan. Hal ini tergantung pada kondisi perekonomian, teknologikal, dan institusional dari negara tuan rumah FDI. 1 Yuliarto, B. β008. Gagalnya Kebijakan Energi. Harian Pikiran Rakyat 14 Mei 2008.

36 22 Tabel 2.1 Daftar Penelitian-penelitian Terdahulu yang Membahas Mengenai Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi No Peneliti Judul Data/Metode Hasil Penelitian (1) (2) (3) (4) (5) 1 Balamurali FDI and Data time series FDI merupakan dan Economic periode determinan utama Bogahawatte, Growth in di Sri Lanka, dengan pertumbuhan 2004 Srilanka metode Johansen s ekonomi Srilanka Full Information selama tahun1977 Maximum Likelihood 2003 Methoddan VAR LnY t = LnFDI t + 2 LDIN t + 3 LNOPEN t + t 2 Xiaohong, Adegbite dan Ayadi, Tiwari dan Mustascu, 2011 An Empirical Analysis on the impact of FDI on China s Economic Growth The Role of FDI in Economic Development: A Study of Nigeria Economic Growth and FDI in Asia: A Panel Data Approach Data time series periode di China, dengan metode Ordinary Least Square GDP = 0 FDI + 1 CO + 2 S + 3 FI Data time series periode di Nigeria, dengan metode Ordinary Least Square GDPGR = LPGROW + 3 GRCS + 4 TRADO + 5 FDIGR + 6 TFPG + Data panel periode dari 23 negara sedang berkembang di Asia, dengan metode Random Effect model Y it = ß 0 + ß 1 (K it ) + ß 2 (L i t) + ß3(FDI it ) + ß4(X it ) + it FDI memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan produktivitas tenga kerja dan tingkat pertumbuhan FDI secara signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi FDI, Ekspor, dan tenaga kerja memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

37 23 No Peneliti Judul Data/Metode Hasil Penelitian (1) (2) (3) (4) (5) 5 Ramadhan, Effect Foreign Data time series FDI memberikan 2010 Debt, Foreign periode Triwulan I pengaruh positif Investment, 1995-triwulan IV yang signifikan and Inflation 2009 di Indonesia, terhadap on Economic dengan metode pertumbuhan Growth of Ordinary Least ekonomi Indonesia Square LnPE = ß 0 +ß 1 LnULN +ß 2 LnPMA + ß 3 LnInflasi 6 Adhikary, FDI, Trade Data time series FDI memberikan 2011 Openness, periode pengaruh positif Capital di Bangladesh, yang signifikan Formation, dengan metode terhadap and Economic Vector Error pertumbuhan Growth in Correction Model ekonomi Bangladesh: A Linkage Analysis (VECM) ln Y t = + lnfdig t + lngfcf t + lntgdp t + t 7 Alfaro, 2003 FDI and Data panel periode FDI berpengaruh Growth: Does dari 47 negatif terhadap the Sector Negara OECD, pertumbuhan Matter? dengan metode ekonomi sektor Ordinary Least primer, Square berpengaruh GROWTH i = ß 0 +ß 1 positif terhadap INITIAL GDP i sektor sekunder, 8 Falki, 2009 Impact of FDI on Economic Growth in Pakistan +ß 2 CONTROLS i + ß 3 FDI i + V i Data time series periode di Pakistan, dengan metode Ordinary Least Square LnY t = b 0 + b 1 LnK + b 2 LnL + b 3 LnFDI + b 4 δntrd + t dan berpengaruh ambigu terhadap sektor tersier FDI berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tidak Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi dengan berbagai hasil disajikan dalam Tabel 2.1.

38 24 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara ASEAN selama kurun waktu Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini persentase FDI Inflow terhadap GDP, persentase PMTB terhadap GDP, jumlah angkatan kerja, persentase nilai ekspor terhadap GDP ditambah persentase nilai impor terhadap GDP, dan variabel dummy krisis ekonomi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda data panel. 2.3 Kerangka Pemikiran FDI dilatarbelakangi oleh fenomena pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang fluktuatif dipengaruhi oleh gejolak perekonomian dunia dan terjadinya defisit arus modal keluar neto. FDI masuk ke suatu negara bersama aliran modal yang dapat mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan di negara tersebut. FDI,melalui perusahaan multinasional, meningkatkan transfer teknologi, kemampuan teknis, kemampuan manajerial, dan kemampuan intelektual tenaga ahli ke negara dimana perusahaan itu beroperasi. Hal ini memacu peningkatan kinerja dan efisiensi proses produksi sehingga meningkatkan produktivitas perusahaan. Pembukaan pabrik-pabrik baru meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Perusahaan multinasional cenderung mengimpor bahan baku produksi perusahaan dari negara asalnya. Padahal, akan jauh lebih menguntungkan bagi negara tuan rumah apabila supply bahan baku produksi dipenuhi dari domestik.

39 25 Perusahaan multinasional biasanya bersifat monopolistik atau oligopolistik. Hal ini memacu peningkatan daya saing dari perusahaan domestik dalam sektor yang sama. Akan tetapi, karena kinerja dan produktivitas perusahaan multinasional sangat tinggi, perusahaan domestik akan mengalami kesulitan untuk bertahan di tengah persaingan. Dengan memperhatikan dampak positif dan negatif dari FDI, ditambah pengaruh beberapa variabel lain seperti Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB), angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi ingin diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN pada periode penelitian. Apabila di negara ASEAN FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi maka disarankan beberapa rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan FDI Inflow ke negara ASEAN agar dapat lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN tersebut. - Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN yang fluktuatif dipengaruhi gejolak perekonomian dunia - Defisit Arus Modal Keluar Neto di Negara ASEAN Variabel Lain: PMTB; Angkatan Kerja; Ekspor Neto; Dummy Krisis FDI Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Aliran Modal Transfer Teknologi Transfer Kemampuan Teknis, Manajerial, dan Intelektual Tenaga Ahli Dampak Positif Dampak Negatif Rekomendasi Kebijakan Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi

40 Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu di Srilanka (Balamurali dan Bogahawatte, 2004), China (Xiaohong, 2009), Nigeria (Adegbite dan Ayadi, 2010), Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011), dan Bangladesh (Adhikary, 2011) yang menyatakan bahwa FDI memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN pada periode penelitian.

41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu Data panel digunakan untuk mengatasi masalah keterbatasan data cross section dan time series dengan menghasilkan estimasi yang lebih efisien melalui peningkatan jumlah observasi yang berimplikasi meningkatkan derajat kebebasan (degree of freedom). Jenis data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah balanced panel dimana setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama. Sumber data yang digunakan berasal dari United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan World Bank. Tabel 3.1 Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data Variabel Data Yang Digunakan Sumber Data (1) (2) (3) GROWTH Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen) UNCTAD, World Bank FDI Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan UNCTAD (data dalam persen) GFCF Persentase Nilai Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto UNCTAD (PMTDB) terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) NX Persentase Nilai Ekspor Neto terhadap GDP UNCTAD Tahunan (data dalam persen) LF Jumlah Labour Force atau Angkatan Kerja UNCTAD Tahunan (data dalam Ribu Jiwa) DKRISIS Variabel Dummy Krisis

42 Metode Pengolahan Data Pengolahan atas data sekunder untuk variabel GROWTH, FDI, GFCF, LF, NX, dan DKRISIS untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN menggunakan beberapa paket program statistik seperti Microsoft Office Excel 2010, dan EViews 6.0. Kegiatan pengolahan data dengan Microsoft Office Excel 2010 meliputi pembuatan tabel dan grafik untuk analisis deskriptif. Pengujian signifikansi analisis regresi linier berganda data panel menggunakan EViews 6.0 sebagai program pengolahan datanya. 3.3 Metode Analisis Data Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Metode analisis data yang digunakan antara lain metode analisis deskriptif dan metode analisis inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi perekonomian di negara ASEAN meliputi perkembangan pertumbuhan ekonomi, FDI, dan beberapa variabel lain seperti PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi di negara ASEAN. Metode analisis inferensia yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis regresi linier berganda data panel. Baltagi (2005) menyatakan bahwa keunggulan penggunaan metode analisis data panel antara lain sebagai berikut: 1. Analisis data panel memiliki kontrol terhadap heterogenitas data individual dalam suatu periode waktu.

43 29 2. Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, memiliki kolinearitas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar, dan lebih efisien. 3. Analisis data panel lebih tepat dalam mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics of change). 4. Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh-pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section atau time series saja. 5. Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section murni atau time series murni. 6. Analisis data panel pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro. 7. Analisis data panel pada level makro memiliki time series yang lebih panjang tidak seperti masalah jenis distribusi yang tidak standar dari unit root tests dalam analisis data time series. Estimasi pada data panel bergantung kepada asumsi yang diberikan pada intercept, koefisien slope, dan error term. Kemungkinan dari asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Diasumsikan bahwa intercept dan koefisien slope konstan antar waktu dan cross section serta error term melingkupi perbedaan baik dalam waktu maupun cross section. Pendekatan yang paling sederhana adalah asumsi ini karena dengan diberikan asumsi bahwa intercept dan koefisien slope

44 30 konstan antar waktu dan cross section serta error term maka dimensi ruang dan waktu diabaikan dan bentuk estimasinya seperti metode Ordinary Least Square (OLS). 2. Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap cross section. 3. Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap cross section antar waktu. 4. Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope berbeda untuk setiap cross section. 5. Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope berbeda untuk setiap cross section antar waktu. Metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain: 1. Metode Pooled Least Square Model Pooled Least Square Model merupakan metode estimasi model regresi data panel yang paling sederhana dengan asumsi intercept dan koefisien slope yang konstan antar waktu dan cross section (Common Effect). Pada dasarnya, Pooled Least Square Model merupakan metode yang meminimumkan jumlah error kuadrat sama seperti OLS, tetapi data yang digunakan bukan data time series saja atau cross section saja melainkan data panel yang diterapkan dalam bentuk pooled. Persamaan pada estimasi menggunakan Pooled Least Square Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Y it = + x j it j + it untuk i = 1, 2,..., N dan t = 1, 2,..., T.(3.1)

45 31 dimana: Y it = nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana i = 1,,N dan t = 1,,T X j it = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana K variabel penjelas diberi indeks dengan j = 1,,K. j = intercept yang konstan antar waktu dan cross section = koefisien slope atau parameter untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section it = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya, dan K adalah jumlah variabel penjelas. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section Y i1 = + x j it j + i1 untuk i = 1, β, N sebanyak T persamaan yang sama dan sebaliknya akan diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter dan yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Kelemahan Pooled Least Square Model ini adalah dugaan parameter akan bias karena tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama serta tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda. Setiap observasi

46 32 diperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri dengan mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada menunjukkan kondisi yang sesungguhnya dan hasil analisis regresi berlaku untuk semua unit cross section dan pada semua waktu. 2. Metode Fixed Effect Model Fixed Effect Model merupakan metode estimasi model regresi data panel dengan asumsi koefisien slope kontan dan intercept berbeda antar unit cross section tetapi intercept konstan antar waktu (Fixed Effect). Fixed Effect Model mengatasi permasalahan asumsi Pooled Least Square Model yang sulit dipenuhi. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukan variabel dummy untuk menghasilkan nilai koefisien slope atau parameter yang berbedabeda antar unit cross section (Baltagi, 2005). Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan sebutan Fixed Effect Model atau Least Square Dummy Variable (LSDV) atau disebut juga Covariance Model. Persamaan pada estimasi menggunakan Fixed Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Y it = i + j x j it + D i + e it (3.2) dimana: Y it = nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana i = 1,,N dan t = 1,,T X j it = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana K variabel penjelas diberi indeks dengan j = 1,,K. i = intercept yang berubah-ubah antar unit cross section

47 33 j = koefisien slope atau parameter untuk variabel ke-j yang berbeda antar unit cross section e it = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya, dan K adalah jumlah variabel penjelas. Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi pengurangan degree of freedom sebesar NT-N-K. Keputusan memasukan variabel dummy ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan memengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Kelebihan pendekatan LSDV ini adalah dapat menghasilkan dugaan parameter yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka akan terlihat rumit. 3. Metode Random Effect Model Random Effect Model merupakan metode estimasi model regresi data panel dengan asumsi koefisien slope kontan dan intercept berbeda antar individu dan antar waktu (Random Effect). Keputusan untuk memasukan variabel dummy dalam Fixed Effect Model memiliki konsekuensi berkurangnya degree of freedom yang akhirnya dapat mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam model data panel dikenal pendekatan yang ketiga yaitu Random Effect Model (Baltagi, 2005). Random Effect Model disebut juga model komponen error (error component model) karena di dalam model ini parameter yang berbeda antar unit cross section maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error.

48 34 Persamaan pada estimasi menggunakan Random Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Y it = 1 + j x j it + it dengan it = u i + v t + w it..(3.3) dimana u i ~ N ( 0, u 2 ) = komponen cross section error v t ~ N ( 0, v 2 ) = komponen time series error w it ~ N ( 0, w 2 ) = komponen error kombinasi asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan Random Effect Model, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh Fixed Effect Model. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien dan model yang dihasilkan semakin baik. Dasar pemilihan antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model menurut Gujarati (2004) adalah sebagai berikut: 1. Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah data dari cross section) kecil, maka akan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai parameter yang diestimasi oleh Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan kemudahan penghitungan sehingga Fixed Effect Model lebih baik. 2. Ketika N besar dan T kecil, estimasi yang diperoleh dari kedua metode akan memiliki perbedaan yang signifikan. Jadi, apabila kita meyakini bahwa unit

49 35 cross section yang kita pilih dalam penelitian diambil secara acak maka Random Effect Model harus digunakan. Sebaliknya, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian tidak diambil secara acak maka kita harus menggunakan Fixed Effect Model. 3. Jika komponen error individual berkorelasi dengan variabel independen X maka parameter yang diperoleh dengan Random Effect Model akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan Fixed Effect Model tidak bias. 4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka Random Effect Model akan lebih efisien dari Fixed Effect Model. Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain: 1. Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 : Pooled Least Square Model H 1 : Fixed Effect Model Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan F Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow: Chow = ~ F (N 1, NT N K)...(3.4) Dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed)

50 36 N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel independen Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu F (N 1, NT N K). Jika nilai CHOW Statistics (F Statistic) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H 0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya. 2. Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 : Random Effects Model H 1 : Fixed Effects Model Sebagai dasar penolakan H 0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan: H = ( REM fem ) (M FEM M REM ) -1 ( REM fem ) ~ 2 (k) (3.5) dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter dan k adalah derajat bebas yang merupakan jumlah variabel independen. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari 2 (k), maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H 0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya.

51 37 3. Untuk memilih antara Random Effect Model dan Pooled Least Square Model digunakan The Breusch-Pagan LM Test dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut: H 0 : Pooled Least Square Model H 1 : Random Effect Model Nilai Breusch-Pagan LM statistik dapat dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: 2 ( wˆ ) it NT i t LM 1 2 2( 1) ~ T ˆ wit i t 2 2 (3.6) Dimana N adalah jumlah individu, T adalah jumlah periode waktu, dan Wit adalah residual Pooled Least Square Model. The Breusch-Pagan LM Test ini didasarkan pada distribusi Chi square dengan derajat bebas sebesar satu. Jika hasil Breusch-Pagan LM statistik lebih besar dari nilai 2 (1), maka Ho ditolak yang berarti Random Effect Model lebih baik daripada Pooled Least Square Model. 3.4 Metode Evaluasi Model Setelah hasil pengolahan data dengan metode analisis data panel selesai dilakukan, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Model estimasi yang dihasilkan melalui metode analisis data panel tersebut harus dievaluasi berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:

52 38 1. Kriteria Ekonometrika Widarjono (2009) menyatakan bahwa model estimasi regresi linear yang ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yang antara lain sebagai berikut: a. Estimator linear artinya adalah estimator merupakan sebuah fungsi linear atas sebuah variabel dependen yang stokastik. b. Estimator tidak bias artinya adalah nilai ekspektasi sesuai dengan nilai sebenarnya. c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien. Asumsi yang harus dipenuhi untuk memperoleh estimator yang memenuhi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut: a. Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen harus bersifat linear dalam parameter. b. Variabel independen merupakan variabel yang bersifat nonstokastik,yaitu memiliki nilai tetap dan dapat dikendalikan untuk berbagai observasi atau sampel yang berulang-ulang. Apabila variabel independennya lebih dari satu maka diasumsikan tidak ada hubungan linear antara satu variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain. c. Nilai harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel error i adalah nol atau dapat dinyatakan dengan E( i /X i ) = 0. d. Varian dari variabel error ei adalah sama (homoskedastisitas) atau dapat dinyatakan dengan Var ( i /X i ) = 2.

53 39 e. Variabel error independen secara statistik dan tidak terdapat serial korelasi antar error dengan variabel independen atau dapat dinyatakan dengan Cov( i, j ) = 0 dan Cov( i, X t ) = 0. f. Error berdistribusi normal atau dapat dinyatakan dengan ~N (0, 2 ). Nachrowi dan Usman (2005) menyatakan bahwa beberapa permasalahan yang bisa menyebabkan sebuah estimator tidak dapat memenuhi asumsi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut: a. Normalitas Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesi dalam pengujian normalitas adalah: H 0 : Residual berdistribusi Normal H 1 : Residual tidak berdistribusi Normal Dasar penolakan H 0 diilakukan dengan membandingkan nilai Jarque Bera dengan taraf nyata sebesar 0,05 dimana jika lebih besar maka artinya H 0 tidak ditolak dan residual berdistribusi Normal. b. Multikolinearitas Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antara variabel independennya. Winarno (2007) menyatakan bahwa indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui:

54 40 1. Nilai R-squared yang tinggi tetapi variabel independennya banyak yang tidak signifikan. 2. Nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel independennya. Apabila nilai koefisien korelasinya lebih rendah dari 0,80, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. 3. Melakukan regresi auxiliary dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. Untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain biasanya dilakukan dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan mentransformasi variabel. c. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan 2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Winarno (2007) menyatakan bahwa heteroskedastisitas dapat menyebabkan: 1. Estimator tidak lagi mempunyai varians yang minimum (tidak lagi Best), sehingga hanya memenuhi karakteristik LUE (Linear Unbiased Estimator) 2. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien.

55 41 3. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-Statistic dan t-statistic tidak dapat dipercaya. Uji heteroskedastisitas dapat menggunakan metode GLS Weights Crosssection weight yang tersedia dalam program EViews 6.0 di mana jika terdapat masalah heteroskedastisitas, nilai Sum squared resid Weighted Statistic akan lebih kecil dibandingkan nilai Sum squared resid Unweighted Statistic. Jika model mengalami masalah ini, dengan menggunakan metode GLS Weights Cross-section weight tersebut masalah sudah teratasi. d. Autokorelasi Winarno (2007) menyatakan bahwa autokorelasi adalah hubungan antara residual atau observasi dengan residual observasi lainnya, sedangkan Gujarati (2004) mendefinisikan autokorelasi sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R 2 akan besar tetapi uji t- Statistic dan uji F-Statistic menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat juga dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Bila OLS digunakan, maka akan terlihat koefisien signifikan dan R 2 yang besar atau juga disebut sebagai regresi lancung atau palsu.

56 42 Untuk masalah autokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat Durbin-Watson stat yang nilainya telah disediakan dalam program EViews 6.0 dibandingkan dengan DW-tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-Watson stat-nya terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel D L dan D U, jumlah observasi (N) dan jumlah variabel independen (K). Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H 0 : Tidak terdapat autokorelasi H 1 : Terdapat autokorelasi maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut: 0 < d <D L : tolak H 0, ada autokorelasi positif D L d D U D U < d < 4 D u : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan : terima H 0, tidak ada autokorelasi 4 D U d 4 D L : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan 4 D L < d < 4 : tolak H 0, ada autokorelasi negatif 2. Kriteria Statistik Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan melakukan beberapa pengujian yang antara lain sebagai berikut: a. Koefisien Determinasi (R 2 ) Widarjono (2009) menyatakan bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) mengukur tingkat seberapa besar variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data yang

57 43 sesungguhnya. Nilai R 2 terletak antara nol hingga satu dimana semakin mendekati satu maka model semakin baik. b. Uji F-Statistic Uji F-Statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan didalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai F-Statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan nilai F-Statistic yang rendah. Nilai Prob(F-Statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-Statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H 0 : 1 = 2 = = k = 0 H 1 : minimal ada salah satu j yang tidak sama dengan nol Tolak H 0 jika F-Statistic > F (k 1, NT N K) atau Prob(F-Statistic ) <. Jika Ho ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan1- kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. c. Uji t-statistic Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H 0 : j = 0 H 1 : j 0

58 44 Tolak H 0 jika t-statistic > t /β ( NT K 1) atau t-statistic <. Jika Ho ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1 kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial signifikan memengaruhi variabel dependen. 3. Kriteria Ekonomi Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan dengan membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori dan logika. 3.5 Spesifikasi model Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear dengan lima variabel independen, dengan variabel dependennya GROWTH dan variabel independennya adalah FDI, GFCF, LF, NX, dan DKRISIS. Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut ternyata berbeda satuan. Variabel GROWTH, FDI, GFCF, dan NX disajikan dalam satuan persentase, sedangkan variabel LF disajikan dalam satuan ribu jiwa. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhirnya, variabel independen LF yang berbeda satuan akan ditransformasi sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam bentuk log natural, sedangkan untuk variabel DKRISIS yang tidak memiliki satuan, tidak ditransformasi karena tidak akan diinterpretasi hasilnya. Dengan model tersebut, diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterprestasikan. Sesuai dengan keterangan di atas, maka spesifikasi model tersebut secara ekonometrika akan menjadi model sebagai berikut: GROWTH t = + 1 FDI t + 2 GFCF t + 3 ln(lf t ) + 4 NX t + 5 DKRISIS + t..(3.7)

59 45 dimana : GROWTH t = Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen) FDI t = Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) GFCF t = Persentase Nilai Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) NX t = Persentase Nilai ekspor neto terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) LF t = Jumlah Labour Force atau Angkatan Kerja Tahunan (data dalam Ribu Jiwa) DKRISIS = Variabel Dummy yang mengindikasikan terjadinya krisis ekonomi dimana nilainya sama dengan satu pada saat krisis ekonomi dan nilainya sama dengan nol pada saat bukan krisis ekonomi 3.6 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini antara lain: 1) GROWTH Variabel GROWTH merupakan variabel yang merepresentasikan pertumbuhan ekonomi. Nilai variabel GROWTH ini merupakan nilai tingkat rata-rata pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Riil atau

60 46 Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahunan di dalam persentase. 2) FDI Variabel FDI merupakan variabel yang merepresentasikan Penanaman Modal Asing Langsung. Nilai variabel FDI ini merupakan Nilai FDI Inflow suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP. 3) GFCF Variabel GFCF merupakan variabel yang merepresentasikan Nilai PMTB yang merupakan pendekatan terhadap nilai investasi domestik di suatu negara. Nilai variabel GFCF ini merupakan nilai PMTB suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP. 4) LF Variabel LF merupakan variabel yang merepresentasikan jumlah modal manusia disuatu negara. Nilai variabel LF ini merupakan jumlah angkatan kerja yaitu jumlah penduduk usia produktif tahun yang sudah bekerja, yang sudah memiliki perkerjaan tetapi sementara tidak bekerja maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan selama satu tahun di suatu negara. 5) NX Variabel NX merupakan variabel yang merepresentasikan keterbukaan perdagangan internasional antar negara. Nilai variabel NX ini merupakan nilai ekspor neto antar negara yaitu pengurangan nilai ekspor suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP dengan nilai impor suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP.

61 47 6) DKRISIS Variabel DKRISIS merupakan variabel dummy digunakan dalam persamaan regresi karena variabel tersebut sifatnya kualitatif. Suatu cara untuk membuat data kuantitatif dari data kualitatif ialah dengan cara memberikan nilai satu atau nol. Dalam penelitian ini digunakan variabel DKRISIS untuk melihat pengaruh dari krisis ekonomi. Atribut satu digunakan untuk menerangkan pertumbuhan ekonomi pada saat krisis, baik krisis moneter Asia tahun , krisis minyak dunia tahun 2005, maupun krisis keuangan tahun , sedangkan nilai nol diberikan pada pertumbuhan ekonomi pada saat tidak terjadi krisis.

62 BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode cenderung fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh ketidakpastian perekonomian dunia terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dimana setiap gejolak yang terjadi dalam perkonomian dunia akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang sebagian besar hanya merupakan negara dengan perkonomian terbuka kecil (small open economy). 25 Pertumbuhan Ekonomi (%) Tahun Brunei Darussalam Kamboja Indonesia Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Gambar 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi ke Negara ASEAN Tahun (Persen) Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi pada periode dicapai oleh Kamboja pada tahun 1987 yaitu sebesar

63 49 16,19 persen dimana hal ini merupakan wujud nyata keberhasilan dari prioritas pada sektor Pertanian (Ear, 1995). Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi terendah dicapai oleh Brunei Darussalam pada tahun 1981 yaitu sebesar -19,83 persen salah satunya dipicu oleh menurunnya penerimaan dari sektor migas (Departement of Economic Planning, and Development Government of Brunei Darussalam, 2010). Tabel 4.1 Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Persen) Negara Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi (%) (1) (2) Brunei Darussalam 0,12 Kamboja 6,36 Indonesia 5,44 Laos 6,90 Malaysia 5,93 Myanmar 6,61 Filipina 3,12 Singapura 6,65 Thailand 5,53 Vietnam 6,47 Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Pada periode , jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang sebesar 5,31 persen, Laos menjadi negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang tertinggi yaitu sebesar 6,90 persen diatas Singapura yang rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang hanya sebesar 6,65 persen (Tabel 4.1). Pertumbuhan ekonomi Laos yang tinggi didorong oleh kebijakan

64 50 pemerintahannya yang mengembangkan sistem perekonomian berorientasi pasar (market-oriented economy) serta melakukan perbaikan infrastruktur, meningkatkan ekspor, dan mendorong indutri substitusi impor. Sektor-sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi negara Laos antara lain sektor pertambangan dan tenaga air, industri manufaktur (pakaian, makanan dan minuman, semen, dan baja), konstruksi, pertanian, stimulus penyediaan kredit dan pertumbuhan pengeluaran publik, serta peningkatan permintaan regional (World Bank, 2010). Brunei Darussalam merupakan negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang terendah selama yaitu sebesar 0,12 persen (Tabel 4.1). Permasalahan utama yang dihadapi Brunei Darussalam dalam pertumbuhan ekonominya antara lain kurangnya keragaman dalam perekonomian, ketergantungan yang kuat pada sektor minyak dan gas yang fluktuatif, besarnya subsidi pemerintah, masalah tenaga kerja dimana sektor layanan sipil yang mempekerjakan lebih dari setengah angkatan kerja Brunei Darussalam, kontrol perekonomian oleh pemerintah yang berlebihan, sistem negara yang berbasis pajak rendah dimana tidak ada pajak pendapatan perorangan, serta kelambanan dalam hal privatisasi (Mehta, 2006). 4.2 Gambaran Umum FDI Negara ASEAN Kerjasama negara ASEAN di sektor investasi diawali dengan adanya skema ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA) pada tahun Selanjutnya, pada 7 Oktober 1998 perjanjian tersebut diganti dengan Framework

65 51 Agreement on ASEAN Investment Area (FA-AIA) yang ditandatangani di Makati City, Filipina, pada tahun Perkembangan yang paling akhir disepakati adalah ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) di Thailand dalam KTT ASEAN ke-14 yaitu pada 26 Februari ACIA mencakup empat pilar utama yang meliputi: liberalisation, protection, facilitation, dan promotion. ACIA mengikat negara-negara anggota untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan dan kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka investasi di industrinya terutama sektor manufaktur, sehingga dapat meningkatkan arus investasi ke kawasan ASEAN (Halwani, 2005). ACIA lebih bersifat komprehensif karena telah mengadopsi international best practices dalam bidang investasi dengan mengacu kepada kesepakatankesepakatan investasi internasional. ACIA diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang baik di kawasan ASEAN melalui peningkatan daya saing serta daya tarik investasi dengan menciptakan suatu kawasan investasi ASEAN yang liberal dan transparan. ASEAN diharapkan dapat menjadi wilayah yang sangat kompetitif sebagai tujuan FDI serta mendukung realisasi ASEAN Economic Community. Wujud realisasi liberalisasi investasi di kawasan ASEAN terlihat dari perkembangan FDI Inflow negara ASEAN yang secara umum mengalami peningkatan dari waktu ke waktu terutama pada dekade terakhir. Penurunan FDI Inflow negara ASEAN yang disebabkan kemerosotan daya saing terjadi dipengaruhi krisis ekonomi yang dialami negara ASEAN tersebut (Halwani, 2005).

66 52 Jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode mencapai puncaknya pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ ,00 (Gambar 4.2). Angka ini meningkat 33,58 persen dibandingkan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN tahun Hampir semua negara ASEAN mengalami peningkatan jumlah FDI Inflow yang signifikan pada tahun 2007 kecuali Brunei Darussalam yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 39,98 persen dan Filipina yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 0,17 persen. Peningkatan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang cukup tajam di tahun 2007 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi regional yang baik, perkembangan iklim investasi negara ASEAN, peningkatan investasi antar negara ASEAN, dan pemberlakuan integrasi regional. 80,000 70,000 Jumlah FDI Inflow (Juta US$) 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, Tahun Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Gambar 4.2 Perkembangan FDI Inflow ke Negara ASEAN Tahun (Juta US$)

67 53 Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN terjadi pada periode (Gambar 4.3). Pada periode ini, di antara negara-negara ASEAN, Indonesia bahkan mengalami FDI Inflow yang negatif yaitu jumlah investasi yang keluar lebih besar daripada yang masuk (capital flight). Indonesia bukan saja belum mampu menarik FDI yang sebanding dengan skala perekonomiannya, menyebabkan keluarnya investor yang sudah masuk. Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode ini dipengaruhi juga oleh gejolak ekonomi akibat Tragedi 11 September Rata-rata Jumlah FDI Inflow (juta US$) 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, , , , , , , Negara Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Gambar 4.3 Perkembangan Rata-rata FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Juta US$) Selama tahun , Laos merupakan negara dengan rata-rata jumlah FDI Inflow yang masuk ke negaranya yang paling sedikit. Secara rata-rata, jumlah FDI Inflow yang masuk ke negara Laos sebesar US$ ,53 per tahun atau

68 54 hanya 0,27 persen dari rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang mencapai US$ ,23 per tahun (Gambar 4.4). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur negara yang sebagian besar terdiri dari pegunungan dan tidak memiliki akses ke laut yang masih memprihatinkan ditambah status sebagai Least Developed Country (LDC) sehingga kurang menarik investor FDI (World Bank, 2010). Tabel 4.2 Nilai Corruption Index dan Manufacture Index Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Persen) Negara Corruption Index Manufacture Index (1) (2) (3) Brunei Darussalam 2,3 5.3 Kamboja 21,5 2,7 Indonesia 16,0 3,6 Malaysia 8,0 5,0 Filipina 22,7 2,9 Singapura 0,1 6,2 Thailand 11,4 4,8 Vietnam 4,8 3,6 Sumber: Global Competitiveness Report (2009), Data Diolah. Singapura menjadi negara ASEAN dengan FDI Inflow terbesar yaitu rata-rata mencapai US$ ,92 per tahun atau 43,73 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN (Gambar 4.4). Singapura merupakan negara ASEAN yang menjadi 3 besar peringkat tertinggi dalam urutan pemeringkatan negara yang paling menarik bagi investor asing dari seluruh dunia untuk menanamkan FDI selama tahun (World Investment Report 2011). Hal ini dikarenakan Singapura memiliki sarana infrastruktur yang baik dan birokrasi yang efisien sehingga menjadi lokasi investasi yang menarik meskipun tingkat

69 55 biaya di Singapura lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dan cenderung meningkat (Tabel 4.2). Pertumbuhan FDI Inflow yang sangat dasyat terjadi di negara Vietnam pada tahun 1987, yaitu sebesar ,26 persen dari US$ pada tahun 1986 menjadi US$ ,70 pada tahun Hal ini dilatarbelakangi oleh diberlakukannya Peraturan Hukum mengenai FDI di Vietnam untuk pertama kalinya pada tahun 1987 sehingga Vietnam dapat menarik sejumlah besar FDI Inflow (Nguyen, Ngoc Anh dan Nguyen, Thang, 2007). Hal ini menjadikan Vietnam negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang tertinggi di negara ASEAN selama yaitu sebesar 959,41 persen (Tabel 4.2). Negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang terendah adalah Kamboja, Laos, dan Myanmar yaitu sama-sama sebesar 14,50 persen (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Perkembangan Rata-rata Tingkat Pertumbuhan FDI Inflow Masingmasing Negara ASEAN Tahun (Persen) Negara Rata-Rata Pertumbuhan FDI Inflow (%) (1) (2) Brunei Darussalam 178,05 Kamboja 14,50 Indonesia 21,50 Laos 14,50 Malaysia 26,68 Myanmar 14,50 Filipina 95,52 Singapura 24,33 Thailand 30,58 Vietnam 959,41 Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah.

70 56 Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia selama berada diurutan keempat yaitu mencapai US$ ,28 per tahun atau 8,38 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow ke Indonesia sebesar 21,50 persen. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Malaysia di urutan ketiga, rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya mencapai 53,87 persennya. Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya lebih tinggi 0,83 persen jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Vietnam diurutan kelima. Kondisi FDI di Indonesia yang tidak begitu baik ini disebabkan oleh kondisi infrastruktur di Indonesia yang kurang memadai, birokrasi perizinan usaha investasi yang rumit serta kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. UNCTAD mendefinisikan FDI Performance Index sebagai rasio dari perbandingan FDI Inflow yang masuk ke suatu negara terhadap total FDI Inflow ke seluruh dunia dibagi perbandingan GDP negara tersebut terhadap GDP dunia. FDI Potential Index, menurut UNCTAD, diukur berdasarkan 12 variabel antara lain GDP per kapita, pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap GDP, rata-rata jumlah pengguna saluran telepon kabel dan telepon seluler per 1000 penduduk, penggunaan energi komersial per kapita, persentase pengeluaran untuk R&D (Resource and Development) terhadap GDP, persentase mahasiswa terhadap total populasi, country risk, pangsa pasar dunia terhadap ekspor sumber daya alam, pangsa pasar dunia terhadap impor suku cadang dan komponen untuk

71 57 mobil dan produk elektronik, pangsa pasar dunia terhadap ekspor jasa, dan pangsa pasar dunia terhadap stok FDI. Tabel 4.4 Peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009 Negara Peringkat FDI Performance Index Peringkat FDI Potential Index (1) (2) (3) Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Myanmar Filipina Singapura 20 3 Thailand Vietnam Sumber: World Investment Report 2011 (2009), Data Diolah. Berdasarkan World Investment Report 2011, UNCTAD menempatkan Indonesia pada peringkat 117 untuk FDI Performance Index dan peringkat 84 untuk FDI Potential Index. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa untuk negara di kawasan ASEAN, peringkat tertinggi FDI Performance Index dan FDI Potential Index diraih Singapura. Singapura dan Thailand termasuk negara ASEAN dalam kategori front runner (high performance, high potential), Vietnam termasuk dalam kategori above potential (high performance, low potential), Brunei Darussalam dan Malaysia termasuk dalam kategori below potential (low performance, high potential), Indonesia, Filipina dan Myammar termasuk dalam kategori under performers (low performance, low potential). Data FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos tidak

72 58 tersedia tetapi sudah dipastikan nilai peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos yang terbawah di antara negara ASEAN. Peringkat FDI Potential Index Indonesia berada di urutan ketujuh di antara sesama negara ASEAN dan hanya diatas Kamboja, Laos, dan Myanmar. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah hambatan untuk memulai usaha yang tinggi di Indonesia yang meliputi jumlah prosedur, waktu, dan biaya yang diperlukan untuk memulai usaha. Data tahun 2007 dari World Bank menyatakan bahwa lamanya waktu perizinan melakukan usaha di Indonesia mencapai 105 hari yang lebih lama dari di Singapura (5 hari), Malaysia (24 hari), Thailand (33 hari), Vietnam (50 hari), dan Filipina (58 hari). Uni Eropa Jepang ASEAN USA China Korea India Australia Canada New Zealand Lainnya Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah. Gambar 4.4 Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Negara Asal FDI Tahun 2009 (Persen)

73 59 Gambar 4.4 menunjukkan bahwa di tahun 2009, negara yang paling banyak menanamkan FDI ke negara ASEAN adalah negara-negara Uni Eropa (18,4 persen), disusul Jepang (13,4 persen), baru kemudian dari intra ASEAN itu sendiri (11,2 persen). Perkembangan FDI Inflow negara ASEAN dari tahun menunjukkan bahwa FDI Inflow negara ASEAN dimulai dari tahun 2003 semakin lama semakin didominasi oleh sektor jasa yang terdiri dari subsektor Perantara Keuangan dan Jasa Keuangan (termasuk asuransi), perumahan, perdagangan, konstruksi dan jasa lainnya (Gambar 4.5). 120 % Tahun Sektor Jasa Sektor Industri Manufaktur Sektor Primer & Lainnya Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah Gambar 4.5 Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Sektor Tahun (Persen) Winantyo (2008) menyatakan bahwa ASEAN merupakan kawasan yang pertumbuhan ekonominya yang termasuk cepat di dunia. Data UNCTAD menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi negara ASEAN di tahun 2009 mencapai 1,5 persen lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi

74 60 dunia yang hanya mencapai -1,98 persen. Oleh karena itu, negara ASEAN mampu menyerap FDI dengan porsi yang cukup besar. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa iklim investasi di negara ASEAN makin matang dan menguntungkan bagi para investor. Pembentukan kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Area (FTA) pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992 bertujuan untuk meningkatkan investasi dan mencegah diversi investasi ke negara lain. ASEAN FTA (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA diwujudkan melalui penurunan tarif hingga menjadi 0 sampai dengan 5 persen, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya serta adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor. Terbentuknya AFTA membuka peluang lebih lancarnya mobilitas barang dan modal disertai penyelarasan langkah atau harmonisasi dalam pemberian insentif investasi, tukar menukar informasi, penerbitan berbagai informasi, peluang investasi, dan promosi bersama ASEAN. Negara investor akan memilih sendiri negara yang paling menarik sebagai tempat investasi untuk masuk seluruh ASEAN. AFTA sudah diberlakukan secara penuh di sepuluh negara ASEAN sejak tahun 2010 (Winantyo, 2008). Struktur FDI negara maju berbeda dengan struktur FDI negara berkembang. Di negara maju seperti Brunei Darussalam dan Singapura FDI dilakukan dengan

75 61 tujuan untuk melakukan kegiatan penjualan, sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand FDI lebih dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan produksi (Kurniati, et al, 2007). 4.3 Gambaran Umum Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Negara ASEAN Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan hasil dari berbagai kebijakan di berbagai bidang. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain di bidang pengerahan dana, peningkatan fungsi lembaga-lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, pemberian beberapa perangsang bagi penanaman modal, penyederhanaan dan peningkatan lembaga pengelola penanaman modal, dan penyederhanaan prosedur penanaman modal. Rata-rata % GFCF terhadap GDP (%) Negara Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Gambar 4.6 Perkembangan Rata-rata Persentase PMTB terhadap GDP Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Persen)

76 62 Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada periode rata-rata persentase PMTB terhadap GDP negara ASEAN per tahun adalah sebesar 22,08 persen dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan sebesar 0,0004 persen. Negara ASEAN yang memiliki rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun tertinggi selama adalah Singapura dengan rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun sebesar 33,63 persen, sedangkan negara ASEAN yang memiliki rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun terendah selama adalah Myanmar dengan rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun sebesar 13,82 persen. Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan tertinggi yaitu sebesar 0,08 persen, sedangkan Filipina merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan terendah yaitu sebesar -0,02 persen (Gambar 4.6). 4.4 Gambaran Umum Angkatan Kerja Negara ASEAN Jumlah angkatan kerja di negara ASEAN dari tahun memperlihatkan trend yang selalu meningkat dari tahun ke tahun baik secara total negara ASEAN maupun jika dilihat dari masing-masing negara ASEAN. Ratarata jumlah angkatan kerja negara ASEAN pada periode adalah sebesar jiwa per tahun dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja negara ASEAN sebesar 2,38 persen.

77 63 Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan negara ASEAN dengan rata-rata jumlah angkatan kerja tertinggi selama yaitu sebesar jiwa per tahun, sedangkan Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata jumlah angkatan kerja terendah yaitu sebesar jiwa per tahun. Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja tahunan yang tertinggi dengan 3,57 persen, sedangkan Thailand merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja tahunan yang terendah sebesar 1,75 persen. Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja (Ribu Jiwa) 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, , , , , , , , , , Negara Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Gambar 4.7 Perkembangan Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Ribu Jiwa) Jumlah angkatan kerja yang besar saja tidak cukup untuk memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Kualitas angkatan kerja yang baik diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kualitas

78 64 angkatan kerja di suatu negara dapat tercermin dari nilai (Indeks Pembangunan Manusia (IPM) negara tersebut. Negara dengan nilai IPM adalah Singapura dengan 0,841 sedangkan yang terendah adalah Myanmar dengan 0,444 (Tabel 4.5). Tabel 4.5 Nilai IPM Masing-masing Negara ASEAN Tahun 2009 Negara Nilai IPM (1) (2) Brunei Darussalam 0,804 Kamboja 0,489 Indonesia 0,593 Laos 0,490 Malaysia 0,739 Myanmar 0,444 Filipina 0,635 Singapura 0,841 Thailand 0,648 Vietnam 0,566 Sumber: Global Competitiveness Report (2009), Data Diolah. 4.5 Gambaran Umum Ekspor Neto Negara ASEAN Perkembangan perdagangan internasional mengarah pada liberalisasi perdagangan yang disertai dengan berbagai bentuk kerjasama baik kerjasama bilateral, regional maupun multilateral. Salah satu tujuan utama perjanjian kerjasama perdagangan internasional adalah untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan perdagangan yang diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

79 65 Singapura merupakan negara ASEAN dengan rata-rata nilai ekspor neto tahunan tertinggi yaitu sebesar US$ (Gambar 4.8). Nilai ini mencapai 32,53 persen dari rata-rata nilai ekspor neto tahunan yang masuk ke negara ASEAN yang sebesar US$ Laos merupakan negara ASEAN dengan rata-rata nilai ekspor neto tahunan terendah yaitu sebesar US$ yang hanya mencapai 0,04 persen dari rata-rata nilai ekspor neto tahunan yang masuk ke negara ASEAN (Gambar 4.8). Rata-rata Nilai Ekspor Neto (Juta US $) 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10, , , , , , , ,09 820,82 75, ,57 Negara Sumber: UNCTAD ( ), Data Diolah. Gambar 4.8 Perkembangan Rata-rata Nilai Ekspor Neto Masing-masing Negara ASEAN Tahun (Juta US$) Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa ekspor negara ASEAN didominasi ekspor intra ASEAN sebesar 24,6 persen, disusul ke Uni Eropa sebesar 11,5 persen kemudian selanjutnya ke USA dan China sebesar 10,1 persen. 10 komoditas ekspor andalan negara ASEAN antara lain produk elektronik (21,7 %),

80 66 bahan bakar mineral minyak dan gas (13,9 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (13,5 %), lemak dan minyak hewani/nabati (3,2 %), plastik dan produk turunannya (2,7 %), karet dan barang dari karet (2,6 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (2,5 %), kendaraan selain kereta api, perhiasan atau permata (2,5 %), kelompok bahan kimia organik (2,4 %), serta alat optik, fotografi, dan medis (1,9 %). ASEAN Uni Eropa USA China Jepang Hong Kong Korea Australia India Uni Emirat Arab Lainnya Sumber: ASEAN Statistic (2009), Data Diolah. Gambar 4.9 Nilai Ekspor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Tujuan (Persen) Impor negara ASEAN juga didominasi impor intra ASEAN sebesar 24,3 persen, disusul impor dari China sebesar 13,3 persen kemudian selanjutnya impor dari Jepang sebesar 11,4 persen (Gambar 4.10). 10 komoditas impor terbesar negara ASEAN antara lain produk elektronik (21,2 %), bahan bakar mineral minyak dan gas (17,6 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (14,6 %), kendaraan selain kereta api (3,0 %), plastik dan produk turunannya (2,7 %),

81 67 alat optik, fotografi, dan medis (2,3 %), perhiasan atau permata (2,1 %), kelompok bahan kimia organik (2,1 %), karet dan barang dari karet (0,9 %), serta lemak dan minyak hewani/nabati (0,4 %). ASEAN 1.7 China Jepang Uni Eropa USA Korea Saudi Arabia Australia Uni Emirat Arab India Lainnya Sumber: ASEAN Statistic (2009), Data Diolah. Gambar 4.10 Nilai Impor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Asal (Persen)

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu negara didefinisikan sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model pertumbuhan ekonomi negara ASEAN untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan kekuatan ekonomi potensial yang diarahkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat dinamis. Sasaran pembangunan yang dilakukan oleh negara sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Investasi adalah mereka yang memiliki pendapatan, yang dipergunakan bukan untuk tujuan konsumsi melainkan investasi. Investasi, dalam pengertian sehari-hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H14104090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengujian Stasioneritas Data Pengujian kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam menganalisis data panel untuk melihat ada tidaknya panel unit root yang terkandung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini disebabkan oleh potensi sumber daya yang dimiliki daerah berbeda-beda. Todaro dan Smith (2012: 71)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang adalah sebuah Negara dengan rata-rata pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang adalah sebuah Negara dengan rata-rata pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara berkembang adalah sebuah Negara dengan rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan indeks perkembangan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyaris tidak ada satu orang pun yang mengira kalau negara kita akan diterpa krisis ekonomi hingga separah ini. Perekonomian Indonesia yang boleh dikatakan stabil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia,

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah sembilan negara anggota Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, Myanmar, Singapura,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data 43 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data adalah data panel dengan periode 2000-2009 dan cross section delapan negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. (pembelian barang-barang modal) meliputi penambahan stok modal atau barang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. (pembelian barang-barang modal) meliputi penambahan stok modal atau barang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian dan Teori Investasi Asing Menurut Samuelson dan Nordhaus (1996:89), menyatakan bahwa investasi (pembelian barang-barang modal)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengentasan kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang mempunyai dimensi tantangan lokal, nasional maupun global. Kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan).

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan). 91 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Analisis 4.1.1. Pilihan Alat Analisis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fenomena ekonomi makro seperti liberalisasi keuangan dan kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

Lebih terperinci

1 Universitas indonesia

1 Universitas indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa pertanyaan menggelitik dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai pelarian modal yang terjadi di suatu Negara cukup menarik perhatian untuk dicermati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi, perekonomian dunia memberikan peluang yang besar bagi berbagai negara untuk saling melakukan hubunga antarnegara, salah satunya dibidang ekomomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta menjaga stabilititasnya dengan tujuan akhir meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi likuiditas global telah diakui memiliki kontribusi yang besar terhadap lonjakan arus masuk modal di negara-negara pasar berkembang atau emerging markets. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi pada hakekatnya adalah langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek pembangunannya. Tentunya ketersediaan modal sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ekonomi. Bagi sebuah negara,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material maupun secara spiritual. Dengan demikian, pembangunan. lain meliputi aspek sosial dan politik (Todaro, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. material maupun secara spiritual. Dengan demikian, pembangunan. lain meliputi aspek sosial dan politik (Todaro, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, pembangunan mencerminkan adanya perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik dalam segala hal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam suatu. angkatan kerja. Terakhir yaitu kemajuan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam suatu. angkatan kerja. Terakhir yaitu kemajuan teknologi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang menunjukkan besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam suatu perekonomian. Tingkat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 1980-2009 cenderung fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi merupakan suatu tujuan utama. Hal ini juga merupakan tujuan utama negara kita, Indonesia. Namun,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH PERWITA SARI H

PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH PERWITA SARI H PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA OLEH PERWITA SARI H14094007 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H14102059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu negara dalam membangun perekonomian negaranya adalah laju pertumbuhan ekonomi. Setiap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR LAMPIRAN...xiii

DAFTAR ISI. DAFTAR LAMPIRAN...xiii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL...xi DAFTAR LAMPIRAN...xiii ABSTRAKSI...xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1 1.2. Perumusan Masalah...4 1.3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment). Krugman dalam Sondakh (2009), menjelaskan bahwa yang dimaksud FDI adalah arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan termasuk sebagai salah satu negara berkembang di dunia membutuhkan dana untuk mendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect, dan random

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect, dan random 67 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Estimasi Model Data Panel Estimasi model yang digunakan adalah regresi data panel yang dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect,

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, adalah menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui apakah suatu negera tersebut memiliki perekonomian yang baik (perekonomiannya meningkat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci