BAB III KAJIAN UMUM WILAYAH STUDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KAJIAN UMUM WILAYAH STUDI"

Transkripsi

1 BAB III KAJIAN UMUM WILAYAH STUDI Pembahasan materi pada bab ini adalah mengenai analisis kebutuhan parkir pemadu moda di Stasiun Cicalengka, dimana sub bab pembahasan dalam melakukan kajian terbagi menjadi dua sub bab pembahasan yaitu kajaian wilayah studi dan substansi, kajian wilayah studi berisi materi mengenai kebijakan rencana stuktur ruang, kebijakan rencana pola ruang, kebijakan sistem prasarana transportasi, dan gambaran umum wilayah. Sedangkan kajian substansi sendiri berisi tentang karakteristik stasiun kereta api dan parkir di Stasiun cicalengka. 3.1 Kebijakan Transportasi Metropolitan Bandung Pengembangan Infrastruktur Transportasi Jenis infrastruktur wilayah yang dikembangkan di Metropolitan Bandung dilakukan berdasarkan kriteria pengembangan infrastruktur wilayah yang mengacu pada fungsi dan peranan infrastruktur wilayah dalam pembangunan suatu wilayah yaitu: a. Pengarah Pembentukan Struktur Ruang Wilayah Penentuan jenis infrastruktur yang dikembangkan di Metropolitan Bandung, infrastruktur wilayah harus berfungsi sebagai pengarah pembentukan struktur ruang wilayah yaitu: Infrastruktur yang dikembangkan harus sesuai dengan fungsi dan peranan kota Infrastruktur yang dikembangkan adalah infrastruktur yang dapat mengarahkan pembangunan pada wilayah-wilayah yang didorong perkembangannya. Berdasarkan kriteria pengembangan infrastruktur wilayah tersebut maka dapat diidentifikasi bahwa infrastruktur wilayah yang dikembangkan di Metropolitan Bandung aantara lain adalah : Infrastruktur yang sesuai dengan fungsi Kota Bandung dan Kota Cimahi sebagai zona inti Metropolitan Bandung yang mempunyai skala pelayanan nasional. 71

2 72 Infrastruktur wilayah yang membentuk struktur ruang wilayah Jawa Barat yang terintegrasi (infrastruktur wilayah yang menghubungkan Metropolitan Bandung dengan kota-kota lain terutama di Jawa Barat). Infrastruktur wilayah yang membentuk struktur ruang wilayah internal Metropolitan Bandung yang terintegrasi (infrastruktur wilayah yang menghubungkan zona inti dengan zona-zona lainnya). b. Pemenuhan Kebutuhan Wilayah Penentuan jenis infrastruktur yang dikembangkan di Metropolitan Bandung adalah infrastruktur wilayah yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan wilayah : Infrastruktur yang dikembangkan adalah infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan sektor produksi (perekonomian) unggulan. Infrastruktur yang dikembangkan adalah untuk memenuhi kebutuhan penduduk (domestik). Berdasarkan kriteria pengembangan infrastruktur wilayah tersebut maka dapat diidentifikasi bahwa infrastruktur wilayah yang dikembangkan di Metropolitan Bandung antara lain adalah : Infrastruktur wilayah yang mendukung pengembangan sektor produksi (perekonomian) unggulan di Metropolitan Bandung yaitu sektor jasa, pariwisata, industri dan perdagangan, agribisnis, perikanan dan pendidikan. Infrastruktur wilayah yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk (domestik). c. Pemacu Pertumbuhan Wilayah Penentuan jenis infrastruktur yang dikembangkan di Metropolitan Bandung adalah infrastruktur wilayah yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan wilayah : Infrastruktur yang dikembangkan adalah infrastruktur yang mendukung terwujud pusat pertumbuhan sebagai pusat koleksi dan distribusi bagi wilayah hinterlandnya.

3 73 Infrastruktur yang dikembangkan adalah infrastruktur yang dapat mengarahkan pembangunan pada wilayah-wilayah hinterlandnya yang didorong pengembangannya. d. Alat Interaksi antar dan Intra wilayah Penentuan jenis infrastruktur yang dikembangkan di Metropolitan Bandung adalah infrastruktur wilayah yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan wilayah, yaitu : Infrastruktur yang dikembangkan harus menjadi alat untuk menjaga keutuhan wilayah Metropolitan Bandung dan Jawa barat Infrastruktur yang dikembangkan harus menjadi alat yang dapat mengatasi konflik antar zona dan dapat dikelola secara terpadu Konsep pengembangan sistem transportasi akan dilakukan melalui peningkatan jaringan jalan, moda transportasi dan manajemen lalu lintas. a. Peningkatan Jaringan Jalan Peningkatan jaringan jalan dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas ruas jalan maupun meningkatkan daya dukung struktur dari jalan (ESAL). Hal tersebut dilakukan baik pada jaringan jalan yang berpola radial maupun ring road. Pengembangan jaringan jalan diarahkan untuk menghubungkan zona inti dengan zona sub pusat wilayah 1 (radial) dan menghubungkan antar zona sub pusat wilayah 1 (ring). Untuk jalan radial dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu utaraselatan dan barat-timur yang berfungsi sebagai jalan arteri (tol dan non tol) sedangkan jaringan jalan lingkar (ring road) akan berfungsi sebagai jalan kolektor. Adapun ruas-ruas yang dimaksud seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.1 Peningkatan Jaringan Jalan No Ruas Jalan Fungsi Eksisting Menjadi Layanan Moda I Barat Timur 1 Toll Padalarang-Cileunyi arteri arteri 2 Padalarang-Cibeureum-Soekarno-Hatta- arteri arteri Cibiru 3 Padalarang-Cibeureum-Sudirman- arteri arteri Bis besar Cicaheum 4 Pasteur-Pasupati-Cicaheum-Cileunyi arteri arteri II Utara - Selatan 1 Lembang-Setiabudhi kolektor arteri Bis/mikro bis

4 74 No Ruas Jalan Fungsi Eksisting Menjadi Layanan Moda 2 Rencana Toll Bandung-Lembang - arteri - 3 Padalarang-Cikalong Wetan arteri arteri Bis/mikro bis 4 Cikalong Wetan-Cipeundeuy lokal kolektor Mikro bis/paratransit 5 Rencana toll Soreang-Kopo - arteri - 6 Ciwidey-Soreang-Kopo-Pasirkaliki kolektor kolektor Bis/mikro bis 7 Pangalengan-Banjaran-M. Toha kolektor kolektor Bis/mikro bis 8 Banjaran-Baleendah-Buahbatu Kolektor/kota kolektor Bis/mikro bis 9 Majalaya-Sapan-Gedebage lokal kolektor Mikro bis 10 Rancaekek-Cileunyi aretri arteri Mikro bis 11 Tanjungsari-Cileunyi arteri arteri Mikro bis 12 Rencana toll Cisumdawu - arteri - III Jalan Lingkar (Ring Road) 1 Padalarang-Sp Cisarua-Cisarua-Lembang lokal kolektor Mikro bis/ paratransit 2 Lembang-Maribaya-Patrol-Cilengkrang- Jatinangor lokal kolektor Mikro bis/ praratransit 3 Jatinangor-Sayang-Rancaekek lokal kolektor Paratransit 4 Rancaekek-Majalaya lokal kolektor Mikro bis/ paratransit 5 Majalaya-Arjasari-Banjaran lokal kolektor Paratransit 6 Banjaran-Soreang-Cipatik-Batujajar- Padalarang kolektor keloktor Mikro bis/ paratransit Sumber: Rencana Struktur Tata Ruang Metropolitan Bandung 2025 Gambar 3.1 Konsep Pengembangan Sistem Transportasi (Ring road) di Metropolitan Bandung Sumber: Rencana Struktur Tata Ruang Metropolitan Bandung 2025

5 75 b. Refungsionalisasi dan Peningkatan Jalur Kereta Api Untuk mendukung kelancaran jaringan transportasi darat diperlukan adanya suatu tempat yang tepat untuk melaksanakan pertukaran moda yaitu dengan adanya suatu terminal tipe A yang dapat diakses dengan mudah dari berbagai tempat. Dengan pertimbangan tersebut diusulkan untuk dikembangkan terminal terpadu di Gedebage yang akan menggantikan fungsi dari terminal Leuwipanjang dan Cicaheum. Selain prasarana transportasi darat yang harus ditingkatkan juga prasarana transportasi udara seperti Bandara Husein Sastranegara akan dioptimalkan fungsinya sebagai City Airport. Tabel 3.2 Refungsionalisasi dan Peningkatan Jalur Kereta Api No. Ruas Jalan Prasarana Eksisting Menjadi Layanan Moda I Barat Timur 1 Peningkatan jalur Padalarang- Single track Double track Cicalengka 2 Refungsionalisasi Jalur Bandung- Single track Single track KRL Tanjungsari II Utara - Selatan 1 Refungsionalisasi jalur Bandung- Soreang Single track Single track KRL Sumber: Rencana Struktur Tata Ruang Metropolitan Bandung 2025 Gambar 3.2 Konsep Pengembangan Sistem Transportasi (Radial Road) di Metropolitan Bandung Sumber: Rencana Struktur Tata Ruang Metropolitan Bandung 2025

6 Kebijakan Rencana Struktur Ruang Sistem Kota-Kota Struktur tata ruang Kabupaten Bandung dibentuk oleh: a. Sistem kota-kota, yang terdiri dari kota-kota/simpul-simpul dengan fungsinya masing-masing dalam lingkup pengembangan wilayah. b. Jaringan prasarana utama wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan spasial antar kota-kota yang akan dikembangkan. Beberapa prinsip dasar pertimbangan dalam pengembangan sistem kotakota/pusat permukiman di wilayah Kabupaten Bandung adalah: a. Membatasi limpahan perkembangan perkotaan dari Kota Bandung untuk tidak meluas secara ekspansif dan tidak beraturan ke arah Kabupaten Bandung b. Mengembangkan sistem transportasi yang mendukung struktur yang direncanakan dan meningkatkan aksesibilitas antar sub pusat wilayah untuk mengurangi ketergantungan kepada Kota Bandung c. Menjaga keberadaan kawasan lindung d. Mengintegrasikan fungsi dan sistem kota-kota / pusat permukiman e. Mengantisipasi perkembangan kegiatan di masa mendatang Secara konseptual struktur tata ruang Kabupaten Bandung merupakan pola polisentrik (polisentrik Urban Region), dengan dua pusat utama. Sistem kota yang akan dikembangkan di Kabupaten Bandung dilakukan berdasarkan pertimbangan: a. Hirarki sistem kota yang dianalisis berdasarkan Indeks Sentralitas dan tingkat aksesilbilitas dari setiap kecamatan di Kabupaten Bandung. b. Memiliki perkembangan kegiatan fungsional perkotaan dan kawasan terbangun yang pesat serta dapat menarik minat investasi. c. Berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberikan manfaat : meningkatkan ketersediaan untuk pengembangan wilayahnya, meningkatkan perkembangan lintas sektor, terutama sektor ekonomi, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. d. Daya dukung lahan terkait dengan sebaran kawasan lindung dan kawasan rawan bencana di sekitar pusat-pusat pemukiman yang ada.

7 77 e. Sebaran penduduk perkotaan dan desa-desa yang mempunyai sifat perkotaan (desa urban). f. Memiliiki akses yang berorientasi pada skala pelayanan regional dan lokal. g. Arahan kebijakan yang telah ada. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian ditentukan hirarki dari masingmasing kota di wilayah Kabupaten Bandung seperti dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan Gambar 3.3. Tabel 3.3 Sistem Kota di Kabupaten Bandung Hirarki I Hirarki IIa Hirarki IIb Hirarki III Hirarki IV Kota Bandung Soreang Kutawaringin - Ciwidey- Pasirjambu Rancabali. Katapang Banjaran Pangalengan, Cimaung, Cangkuang, Arjasari, Pameungpeuk. Kutawaringin Majalaya Ciparay Kertasari, Pacet, Ibun, Solokanjeruk. Paseh. Baleendah Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi- Jatinangor Rancaekek Cimanggung Cicalengka Nagreg, Cikancung Cimenyan, Cilengkrang, Margahayu, Margaasih. Sumber : RTRW Kab. Bandung Sistem kota-kota tersebut, didukung oleh jaringan jalan yang membentuk pola ring-radial. Pola ring akan menghubungkan pusat-pusat kota hirarki II a dan II b, yaitu : dari timur melalui Cileunyi, Rancaekek, Majalaya, Banjaran dan Soreang. Peningkatan akses wilayah selatan bagian barat; Soreang-Ciwidey dan Banjaran- Pangalengan dan untuk melayani pergerakan dan peningkatan akses wilayah selatan, selatan-timur, serta Cileunyi-Cicalengka di bagian timur memanfaatkan jaringan jalan yang telah berkembang saat ini.

8 Gambar 3.3 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kab. Bandung 78

9 79 Kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung diarahkan sebagai wilayah yang berfungsi hirarkhi III 0, yang berorientasi pada fungsi Kota Bandung sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah Kecamatan Margahayu, Margaasih, Cilengkrang dan Kecamatan Cimenyan. Wilayah-wilayah tersebut dalam perkembangannya sangat terpengaruh oleh perkembangan Kota Bandung, sehingga dapat dijadikan sebagai buffer zone/wilayah penyangga bagi wilayah pengembangan lainnya di Kabupaten Bandung Pembagian Wilayah Pengembangan Pengembangan wilayah Kabupaten Bandung tidak hanya diarahkan pada kawasan perkotaan melainkan mencakup pula kawasan bukan perkotaan. Sistem kota-kota merupakan arahan untuk menetapkan sistem perwilayahan dengan hirarki pusat-pusat pelayanan jasa dan produksi sesuai dengan fungsi, kecenderungan perkembangan dan orientasi perkembangannya. Sistem kota-kota dilakukan melalui pengembangan pusat-pusat permukiman sebagai pusat pelayanan jasa ekonomi, jasa pemerintahan dan jasa sosial lainnya, bagi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, maupun dalam hubungan interaksi antar pusat-pusat permukiman dengan wilayah-wilayah yang dilayaninya secara hirarkis. Dengan demikian, pusat-pusat permukiman sebagaimana dimaksud diatas meliputi pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan penentuan sistem kota di atas, homogenitas kawasan, serta interaksi antar wilayah, maka sistem kota disusun dalam satuan wilayah pengembangan. Wilayah Pengembangan (WP) di Kabupaten Bandung meliputi: 1. WP Soreang-Kutawaringin-Katapang dengan pusat Kota Soreang, meliputi Kecamatan Soreang, Katapang, Kutawaringin, Ciwidey, Pasirjambu, Rancabali. 2. WP Banjaran dengan pusat Kota Banjaran, meliputi Kecamatan Banjaran, Pameungpeuk, Cangkuang, Arjasari, Cimaung, Pangalengan. 3. WP Baleendah dengan pusat Kota Baleendah, meliputi Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang. 4. WP Majalaya dengan pusat Kota Majalaya, meliputi Kecamatan Majalaya, Ciparay, Solokanjeruk, Pacet, Kertasari, Paseh, dan Ibun.

10 80 5. WP Cileunyi-Rancaekek dengan pusat kota Cileunyi meliputi Kecamatan Cileunyi, dan Rancaekek 6. WP Cicalengka dengan pusat kota Cicalengka meliputi Kecamatan Cicalengka, Nagreg, dan Cikancung. 7. WP yang ketersediaan fasilitas pelayanan wilayahnya merupakan bagian dari PKN Kota Bandung meliputi Kecamatan Margahayu, Margaasih, Cilengkrang dan Cimenyan, Untuk mewujudkan struktur ruang dan arah pengembangan di tiap kota maupun tiap wilayah pengembangan maka perlu adanya fungsi pengembangan yang harus ditetapkan agar ada ketegasan dalam kebijaksanaan pengembangan di masa mendatang. Penetapan fungsi didasarkan pada pertimbangan: a. Hiraki kota/kawasan perkotaan b. Jangkauan pelayanan perkotaan tersebut terhadap wilayah belakangnya c. Basis ekonomi kota/kawasan perkotaan dalam wilayah yang lebih luas d. Kedudukan perkotaan tersebut dalam skala regional. Berdasarkan pertimbangan di atas, fungsi kota di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 3.4. Untuk wilayah industri sarana pelayanan kesehatan dilengkapi dengan pelayanan kesehatan kerja. Health Village Centre dikembangkan di kawasan pedesaan Untuk wilayah pariwisata sarana pelayanan kesehatan dilengkapi dengan UGD dan Kesehatan Matra dengan pelayanan 24 jam.

11 81 No Wilayah Pengembangan 1. WP Soreang Kutawaringin - Katapang Tabel 3.4 Arahan Fungsi Kawasan Pusat Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bandung Pusat Pertumbuhan Fungsi Utama Kawasan Soreang Pemerintahan Jasa Perdagangan Permukiman Pertanian Pariwisata Industri non polutif (Kec. Katapang) 2. WP Banjaran Banjaran Industri Jasa dan Perdagangan Permukiman Pertanian Pariwisata Konservasi 3. WP Baleendah Baleendah Jasa dan Perdagangan Pertanian Industri non polutif Permukiman Pendidikan 4. WP Majalaya Majalaya Industri Permukiman Pertanian Jasa dan Perdagangan 5. WP Cileunyi- Rancaekek Cileunyi Permukiman Jasa dan Perdagangan Industri Pertanian Konservasi 6. WP Cicalengka Cicalengka Industri Jasa Perdagangan Pertanian Permukiman Fasilitas Pelayanan Minimal Sarana Pemerintahan Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : RSD, pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type B Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : Peningkatan sarana dan fasilitas DTP Banjaran dan Pangalengan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type B Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : Puskesmas Perkotaan dan kesehatan matra pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type C Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : RSUD, Puskesmas Majalaya, dengan kesehatan Matra dan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type B Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel/penginapan lainnya Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : Peningkatan fasilitas, dan sarana pada DTP, dan pengembangan Puskesmas perkotaan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type C Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel/penginapan lainnya Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : RSD, dan Puskesmas UGD dan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

12 82 No Wilayah Pengembangan 7. WP yang merupakan bagian dari PKN Kota Bandung Pusat Pertumbuhan Margahayu Margaasih Fungsi Utama Kawasan Industri Permukiman Jasa Perdagangan Cilengkrang Konservasi Permukiman Cimenyan Lahan Pertanian Pariwisata Perdagangan dan Jasa Sumber : RTRW Kab. Bandung Fasilitas Pelayanan Minimal Terminal Type C Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel/penginapan lainnya Pendidikan : SD, SLTP, SMU, Kesehatan : Puskesmas DTP di Margaasih, RSIA di Bihbul dan pembangunan Puskesmas Bihbul pengganti dan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Peribadatan Pendidikan : SD, SLTP, SMU, Kesehatan : Puskesmas Peribadatan Akomodasi dan pendukungnya 3.3 Kebijakan Rencana Pola Ruang Pola pemanfaatan ruang yang akan dikembangkan di Kabupaten Bandung dirumuskan berdasarkan pertimbangan: Arahan pola pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa Barat dan Metropolitan Bandung. Analisis daya dukung pengembangan wilayah, terutama daya dukung lahan untuk berbagai kegiatan budidaya dan sumberdaya air. Penetapan status hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan. Penggunaan lahan eksisting (berdasarkan Citra SPOT 2004). Konsep struktur tata ruang yang akan diterapkan. Pengalokasian peruntukan lahan sesuai kebutuhan luas dan kesesuaiannya. Didasarkan pada pertimbangan di atas, rencana pola pemanfaatan ruang Kabupaten Bandung meliputi alokasi pemanfaatan ruang: 1. Kawasan Lindung, yang terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (hutan lindung, kawasan resapan air), kawasan perlindungan setempat (sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan mata air), kawasan suaka alam, dan kawasan rawan bencana. 2. Kawasan Budidaya, yang terdiri dari kawasan permukiman/perkotaan, kawasan pertanian (lahan basah, lahan kering dengan tanaman tahunan, dan lahan kering dengan tanaman semusim), serta kawasan hutan produksi (tanaman tahunan).

13 Gambar 3.4 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kab. Bandung 83

14 Kebijakan Sistem Prasarana Transportasi Kab. Bandung Rencana sistem prasarana transportasi dirumuskan dalam rangka pengembangan sistem prasarana transportasi untuk meningkatkan pelayanan jaringan transportasi wilayah. Rencana sistem prasarana transportasi meliputi : Penentuan fungsi jalan, rencana pembangunan jalan, rencana pengembangan terminal, dan rencana pengembangan sistem angkutan umum. Jaringan jalan di Kabupaten Bandung memiliki pola berbentuk radial, yang memusat kearah Kota Bandung. Jaringan-jaringan jalan utama merupakan garis lurus yang ditarik dari arah pusat Kota Bandung. Bentuk tersebut menunjukkan bahwa orientasi perkembangan wilayah adalah ke Kota Bandung. Fungsi jaringan jalan tersebut selain sebagai jalan internal wilayah Kabupaten Bandung, juga mempunyai fungsi regional sebagai penghubung wilayah kabupaten dengan Kota Bandung. Keadaan ini mengakibatkan jaringan jalan utama berstatus Jalan Propinsi dan Jalan Kabupaten. Selain jaringan jalan regional, terdapat juga jaringan jalan yang menghubungkan kota - kota kecamatan di Wilayah Kabupaten Bandung. Jaringan jalan tersebut sebagian berstatus jalan kabupaten. Jaringan jalan penghubung kotakota kecamatan tersebut berpola melingkar dan berorientasi pada jalur regional. Dengan demikian, dari pola jaringan jalan yang sudah ada tampak hubungan antara kota-kota kecamatan dengan ibukota Kabupaten Bandung sebagai pusat pertumbuhan wilayah kabupaten masih lemah. Hal ini juga diakibatkan oleh kondisi geografis wilayah yang dipisahkan oleh wilayah Kota Bandung, akibatnya interaksi antar wilayah timur barat dan utara selatan, harus melalui wilayah Kota Bandung. Hubungan pusat wilayah kecamatan sudah relatif baik, dengan dibangunnya jaringan jalan kabupaten yang memotong jaringan jalan radial diatas. Interaksi yang masih kurang adalah hubungan antar kota kecamatan yang berlokasi jauh di bagian selatan (misalnya Kecamatan Kertasari, Pangalengan dan Ciwidey) dan wilayah bagian timur laut (misalnya Kecamatan Cilengkrang). Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung dan SK Bupati Bandung, panjang jaringan jalan di Kabupaten Bandung menurut status jalannya adalah untuk jalan negara sepanjang 29,94 Km, jalan propinsi sepanjang 178,21 km, jalan kabupaten sepanjang 813,88 km dan jalan desa sepanjang 4.566,69 km, sehingga panjang jalan keseluruhan di Kabupaten Bandung adalah 5.588,72 Km.

15 85 Rencana sistem prasarana transportasi untuk Kabupaten Bandung akan diarahkan untuk menunjang struktur ruang yang akan dibentuk. Dalam konteks transportasi sebagai alat pemenuh kebutuhan wilayah, maka demand pergerakan eksisting yang mengarah ke Bandung dan Cimahi sebagai kota inti perlu ditanggulangi dengan segera. Konsep transportasi yang sesuai untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan menyediakan sarana transportasi massal antar wilayah. Moda yang paling sesuai untuk itu adalah kereta api, oleh karena itu arahan transportasi Kabupaten Bandung adalah transportasi kereta api atau ligth rail transportasi (monorel). Rencana pengembangan jaringan jalan meliputi peningkatan jalan dan pembangunan jalan baru berdasarkan starus dan fungsi jalan. 1. Peningkatan Jalan Arteri Primer (Jalan Negara) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Cileunyi-Tasik Cileunyi-Sumedang 2. Peningkatan Jalan Kolektor Primer 1 (Jalan Propinsi) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Moh. Toha-Dayeuhkolot Baleendah-Ciparay Dayeuhkolot-Baleendah Ciparay-Majalaya Baleendah-Pameungpeuk Majalaya-Cijapati Baleendah-Banjaran Nagreg-Lebakjero Banjaran-Cimaung Soreang-Cihampelas Cimaung-Pangalengan Kopo-Katapang Buahbatu-Bojongsoang Katapang-Soreang Bojongsoang-Baleendah Soreang-Pasirjambu Pasirjambu-Ciwidey Rancabali-Cidaun Ciwidey-Rancabali Bojongsoang-Dayeuhkolot 3. Peningkatan Jalan Kolektor Primer 2 (Jalan Kabupaten) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Soreang-Cangkuang Cangkuang-Palasari Cangkuang-Banjaran Majalaya-Ibun Pangalengan-Pintu-Talun-Santosa Gambung-Palayangan Andir-Rancamanyar Palayangan-Pintu Rancamanyar-Katapang Rancabali-Cisabuk (Bts. Cianjur) Rancamanyar-Sayuran Banjaran-Arjasari Sayuran-Cibaduyut Arjasari-Pinggirsari Asem-Sukasari Pinggirsari-Garduh Sukasari-Rancamanyar Cicalengka-Sawahbera

16 86 Sayati-Cangkuang Tugu-Kulalet-Munjul Ciparay-Sapan Sapan-Tegalluar Tanjunglaya-Bojongemas Bojongemas-Tegalluar Sp.Solokanjeruk-Rancaekek Lingkar Majalaya Ciparay-Pacet Ciwidey-Datarpuspa Tegalluar-Solokanjeruk Peundeuy-Bj.Salam Bj.Salam-Tj.Laya Majalaya-Bojong Bojong-Rancaekek Pacet-Kertasari Kertasari-Santosa Santosa-Cibatarua (Bts.Garut) 4. Peningkatan Jalan Lokal Primer 1 (Jalan Kabupaten ) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Mengger-Sukapura Sukapura-Cipagalo Cangkring-Arjasari Biru-Neglasari Andir-Mandalasari-Mekarjaya Ibun-Dukuh Cibodas-Rancabolang Cikalong-Pataruman Banjaran-Sindangpanon Kamasan-Tarajusari Kopo-Jatisari Kawah Putih-Rancabolang Panyadap-Bojong Ciluluk-Cicalengka Cijagra-Los Logawa-Cipeujeuh- Cipaku Sukamanah-Cipaku Cipaku-Loa-Patrol-Walahir Cicalengka-Sindangwangi Citere-Kertamanah-Sukamenak Kaler Tonjong-Rancakole-Ciketut Maruyung-Cibulakan-Babakan Neglasari-Garduh Maruyung-Padasuka Wangisagara-Ibun Panundaan-Cibodas Cangkuang-Cikalong Cimaung-Gunung Puntang Sindangpanon-Pasirhuni-Pasirmulya Tarajusari-Bojongsereh Jatisari-Cantilan Citaman-Payadap Cikurutug-Narawita Cigentur-Curugdedes-Drawati-Loa Bojong-Sukamanah Panggilingan-Sudi-Ibun-Laksana Pintu-Wates Ciririp-Bangsaya-Buninagara 5. Pembangunan Jalan Baru Arteri Primer (Jalan Negara) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Cicalengka Nagreg 6. Pembangunan Jalan Baru Kolektor Primer 1 (Jalan Propinsi) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Cirengit-Rancaketan Rancamanyar-Sayuran Cigondewah-TKI Ciwastra-Buahbatu-Rancamanuk Rancaketan-Rancamanyar Sayuran-Cibaduyut TKI-Soreang

17 87 7. Pembangunan Jalan Baru Kolektor Primer 2 (Jalan Kabupaten) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Gor-Soreang Gandasari-Citaliktik Lingkar Tengah Soreang Soreang-Sekarwangi Terusan Lingkar Majalaya Murugul - Parungserab Lingkar Majalaya-Biru Balahuni - Sekarwangi Biru-Ciparay Lembur Tegal-Sukarame Cipagalo Tegalluar Lingkar Selatan Soreang Ciherang-Bojong Lingkar Tengah Soreang - Panyirapan Bojong-Narawita CPI-Cincinkolot-Citaliktik Narawita-Cikasungka Gd.Tutuka-Gandasari Jaksanarata-Bojongmalaka Bojongemas-Cibulukadu Bojongmalaka-Katapang Lingkar Utara Soreang Katapang-Stadion Lingkar tengah Utara Soreang Akses Barat Stadion Lingkar Banjaran Bojong-Bojongwaru Lingkar Ciparay Cebek-Gor Soreang By Pass Cisisrung Batas Kota Cebek-Lkr.Tengah Bojong-Cembul Sangkali-Ds.Cingcin Citeureup-Ciodeng 8. Pembangunan Jalan Baru Lokal Primer 1 (Jalan Kabupaten) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Stasiun.Rc.Ekek-Bojongmalati Taraju-Langonsari Bojongmalati-Cibiruhilir Langonsari-Bojongsereh Rancaekek-Cileunyi Sekeawi-Bojongwaru Cileunyi-Cibiruhilir Cipeer- CPI Cibiru-Babakan Rencana Jalan TKI Ciburial-Galumpit Sadu-Lingkar Tengah Soreang 9. Pembangunan Jalan Baru Lokal Primer 2 (Jalan Kabupaten) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Sindangsari-Cibiruhilir Padamulya-Balekambang Sekebulu-Maribaya Cileunyi Terpadu 10. Pembangunan Jalan Tol dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Rencana Jalan Tol Soroja atau jalan akses tol pasirkoja Rencana Jalan Tol Ujungberung - Gdbage - Majalaya (Tol Tegalluar) Rencana Jalan Cileunyi -Sumedang - Dawuan

18 Gambar 3.5 Peta Rencana Peningkatan, Pembangunan Terminal dan Pengembangan Prasarana Angkutan Massal Tahun

19 Gambaran Umum Wilayah Letak Geografis Wilayah Kabupaten Bandung adalah sebuah kabupaten Provinsi Jawa Barat dengan ibukota nya yaitu Kecamatan Soreang, secara geografis Kabupaten Bandung terletak pada 6º41-7º19 Lintang Selatan selatan dan 107º22-108º5 Bujur Timur dengan luas daerah sekitar ,71 Ha dan ketinggian antara 110 m m diatas permukaan laut kemudian wilayah Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson dengan curah hujan rata rata berkisar antara 1500 sampai dengan 4000 mm/tahun dan suhu rata rata berkisar antara 19 C sampai dengan 24 C. Sebagian besar wilayah Bandung adalah pegunungan. Di antara puncak-puncaknya adalah: Sebelah utara terdapat Gunung Bukittunggul (2.200 m), Gunung Tangkubanperahu (2.076 m) di perbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Sedangkan di selatan terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), serta Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut. Tabel 3.5 Luas Wilayah Kabupaten Bandung Berdasarkan Jumlah Kecamatan Tahun 2007 No Kecamatan Jumlah Luas Wilayah Desa/ Kel (Ha) 1 Soreang ,49 2 Katapang ,74 3 Kutawaringin ,93 4 Ciwidey ,35 5 Pasirjambu ,87 6 Rancabali ,77 7 Banjaran ,09 8 Pameungpeuk 6 921,75 9 Cangkuang ,81 10 Arjasari ,60 11 Cimaung ,99 12 Pangalengan ,53 13 Baleendah ,21 14 Dayeuhkolot ,15 15 Bojongsoang ,24 16 Majalaya ,19 17 Solokanjeruk ,44 18 Ciparay ,49 19 Pacet ,66 20 Kertasari ,42 21 Paseh ,23 22 Ibun ,92 23 Cileunyi ,78 24 Rancaekek ,39

20 90 No Kecamatan Jumlah Luas Wilayah Desa/ Kel (Ha) 25 Cicalengka ,56 26 Nagreg ,09 27 Cikancung ,37 28 Margahayu 5 707,05 29 Margaasih ,04 30 Cilengkrang ,41 31 Cimenyan ,15 Jumlah ,71 Sumber : Kab. Bandung Dalam Angka, Penggunaan Lahan Secara umum pemanfaatan lahan digolongkan menjadi dua penggunaan, yaitu sebagai lahan Terbangun dan Non Terbangun. Tanah Non Terbangun Kabupatn Bandung dan Bandung Barat didominasi oleh pemanfaatan hutan sebesar 25,90% yang berarti bahwa jumlah areal hutan tersebut sudah memenuhi ketentuan sebagai fungsi daerah resapan air 23,24%. Sedangkan kegiatan yang lain menggunakan lahan relatif lebih kecil. Kondisi tersebut menunjukan bahwa kebanyakan penduduk melakukan kegiatannya di bidang pertanian. Namun demikian seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus bertambah maka kebutuhan ruang untuk mengakonmodasi aktivitas penduduk tersebut, juga akan bertambah. Semua kegiatan tersebut memerlukan tanah yang luas dan berkecenderungan menggunakan tanah sawah yang masih produktif, akibatnya akan terjadi pergeseran fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Untuk lebih jelasnya tentang penggunaan lahan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

21 No Kecamatan Hutan Belukar Hutan Lebat Hutan Buatan Industri Tabel 3.6 Pola Penggunaan Lahan di Kabupaten Bandung Tahun 2007 Kebun Campuran Kolam Lap,Terb Sulaiman Lap, Golf Padang Rumput Perkebunan besar Perkebunan rakyat Permukiman 1 Soreang , , ,48 41,03 212,58 31,74-623,29 2 Katapang ,39 343, , ,67 827, ,57-21,57 3 Kutawaringin , , , ,97-336, ,98 4 Ciwidey - 112,81-0,8 2625, ,75 601, ,95 310,44 5,87-266,79 5 Pasirjambu 324, , ,28 0,26 609, , ,32-329, , ,61 2, ,34 6 Rancabali 0, ,39 844,05 2,66 253, ,2 5129,89-351,15-531, ,9 68,73-377,78 7 Banjaran 72,57 749,36-4,13 784, , ,72 338,24 506,26 142, ,34 8 Pameungpeuk ,55 170, , ,11 623, Cangkuang ,67 3, , , , ,31 11,99 66,62 7,22 871,97 10 Arjasari 0,03 198,41-34, , , ,46 140,22 609, ,24 11 Cimaung 0,21 616,31 45, , ,75 498,83 826,54 140, ,06 12 Pangalengan , ,48 3,9 1364, , , ,95 497, ,68 204, ,63 13 Baleendah 185, ,62 662, , , ,82-29,92 30,68 30,73 697,89 14 Dayeuhkolot ,68 22, ,69 95, ,36 455,44-11,05 14,95-13,59 15 Bojongsoang ,96 35,6 20, , , ,31 35,66 3,78 16,87-154,67 16 Majalaya ,66 35, , ,45 28,02-6,19-8,34 17 Solokanjeruk ,83 11, , , , ,3-95,29 18 Ciparay - 65,13-14,91 452, , , ,91-377,71 12,37-934,92 19 Pacet 0, ,78 128,69-641, , , ,14 24, ,08 5, ,52 20 Kertasari ,68 48,87 2,11 295, , ,65 26,58 458,27 744,81 148, ,86 3,05 2, ,32 21 Paseh ,3 175,56 4,92 143, , , ,37 167,43 577, ,7 22 Ibun - 944,18 17,57 0,81 212, , , ,77 193,2 1095,46 16,35-563,37 23 Cileunyi ,67 299, , , ,1 293,14 0,9 1,59-364,41 24 Rancaekek ,17 26, , , ,99 29,97 13,82 5,68 3,5 30,93 25 Cicalengka 450,79-199,99 44,29 140, ,55-58,5 760,7 1440,69 471,81 440, ,45 26 Nagreg 335,59-177,94 0,07 67, ,42-83,52 322,2 117,67 390,01 713, ,55 27 Cikancung - - 0,01 54,81 50, , , ,25 117, ,2 28 Margahayu ,71 8,36-61,99 12,02 71, ,36 62,76-14,05 6,67-37,63 29 Margaasih ,05 86, , ,11 915, ,46 0,57 146,73 30 Cilengkrang 0,23-413,19 0, , , ,89 588,79 159, ,8 31 Cimenyan 6,74-175,47 2, , , ,94 25,38 320,71 232, ,87 Sumber: RTRW Kab. Bandung, 2007 Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak Sungai/ Danau/ Telaga Tanah Berbatu Tegalan 71

22 Gambar 3.6 Peta Penggunaan Lahan Kab. Bandung Tahun

23 Kependudukan Berdasarkan atas data yang telah didapat dari beberapa instansi terkait diperoleh data dalam jangka waktu 5 tahun yaitu tahun , dimana menunjukan adanya perkembangan yang cukup signifikan, dimana pada tahun 2003 penduduk Kabupaten Bandung (jumlah kecamatan yang disesuaikan dengan jumlah kecamatan setelah pemekaran) yaitu sekitar jiwa yang mengalami kenaikan pada tahun 2006 dengan jumlah sekitar jiwa. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan yang cukup tinggi dari tahun ketahunnya yaitu sekitar 3.3% pertahun (RTRW kabupaten Bandung Tahun 2007). Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 3.7. Dari luas keseluruhan Kabupaten Bandung setelah pemekaran yaitu seluas km 2 dan jumlah penduduk tahun 2006 yaitu sekitar jiwa maka diperoleh kepadatan penduduk untuk Kabupaten Bandung dengan hasil perhitungan yaitu atau dapat disimpulkan bahwa kondisi kepadatan penduduk Kabupaten Bandung Sudah sangat cukup padat, kemudian didukung dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 3.3% pertahun. Untuk lebih jelas mengenai kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.7 Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bandung Tahun 2007 No Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk (Ha) (per-ha) 1 Soreang , Katapang , Kutawaringin , Ciwidey , Pasirjambu , Rancabali , Banjaran , Pameungpeuk , Cangkuang , Arjasari , Cimaung , Pangalengan , Baleendah , Dayeuhkolot , Bojongsoang , Majalaya , Solokanjeruk , Ciparay , Pacet , Kertasari , Paseh , Ibun ,92 14

24 94 No Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk (Ha) (per-ha) 23 Cileunyi , Rancaekek , Cicalengka , Nagreg , Cikancung , Margahayu , Margaasih , Cilengkrang , Cimenyan ,15 21 Jumlah dan Rata-rata Kepadatan Penduduk Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka tahun Sistem Transportasi Moda transportasi yang berkembang dan hampir melayani seluruh arus pernumpang dan barang di wilayah Kabupaten Bandung adalah transportasi jalanraya dan kereta api yang keduanya termasuk katagori transportasi darat. Sistem Transportasi yang dibahas adalah tentang sistem transportasi darat, dimana transportasi darat merupakan transportasi utama yang digunakan di Kabupaten Bandung, terutama untuk jalur darat sepeti jalan raya dan kereta api. Dimana hal tersebut tercermin dari pola pergerakan barang penumpang yang bergerak dari dan keluar Kabupaten Bandung. Sedangkan untuk sistem transportasi kereta api di Kabupaten Bandung merupakan bagian dari sistem transportasi kereta api nasional yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia. Masyarakat Kabupaten Bandung sudah terlayani oleh kereta api dengan tiga staiun utama yaitu Stasiun Cicalengka, Stasiun Rancaekek, dan Stasiun Nagreg. Dimana stasiun-staiun tersebut sudah melayani masyarakat yang tinggal di bagian timur Kabupaten Bandung seperti Kecamatan Cicalengka dan Kecamatan Rancaekek serta masyarakat yang tinggal di Bandung-Soreang-Ciwidey, Bandung-Ciparay-Majalaya.

25 95 Tabel 3.8 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Bandung Tahun 2007 No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Total Rata-Rata LPJ 1 Soreang ,036 0,028 0,027-0,668-0,576-0,144 2 Katapang ,031 0,027 0,033-0,421-0,33-0,083 3 Kutawaringin Masih bersatu dengan kecamatan Soreang dan Katapang ,25 4 Ciwidey ,042 0,031 0,029-0,155-0,054-0,014 5 Pasirjambu ,021 0,03 0,027-0,063 0,015 0,004 6 Rancabali ,032 0,026 0,032-0,103-0,013-0,003 7 Banjaran ,036 0,029 0,034-0,077 0,022 0,006 8 Pameungpeuk ,027 0,028 0,032-0,04 0,047 0,012 9 Cangkuang ,033 0,03 0,034-0,003 0,094 0, Arjasari ,035 0,029 0,029-0,135-0,043-0, Cimaung ,021 0,027 0,031-0,036 0,044 0, Pangalengan ,028 0,028 0,027-0,089-0,006-0, Baleendah ,022 0,029 0,032-0,063 0,021 0, Dayeuhkolot ,038 0,029 0,032-0,15-0,051-0, Bojongsoang ,037 0,027 0,032-0,019 0,078 0,02 16 Majalaya ,027 0,03 0,031-0,108-0,02-0, Solokanjeruk ,018 0,028 0,03-0,09-0,013-0, Ciparay ,026 0,029 0,031-0,056 0,029 0, Pacet ,033 0,029 0,029-0,042 0,049 0, Kertasari ,027 0,028 0,034-0,092-0,003-0, Paseh ,023 0,029 0,031-0,014 0,069 0, Ibun ,027 0,028 0,026-0,035 0,046 0, Cileunyi ,035 0,029 0,029 0,02 0,112 0, Rancaekek ,034 0,028 0,031-0,089 0,005 0, Cicalengka ,03 0,028 0,03-0,054 0,034 0, Nagreg ,045 0,026 0,032-0,044 0,059 0, Cikancung ,027 0,026 0,029-0,001 0,082 0,02 28 Margahayu ,038 0,028 0,038-0,254-0,151-0, Margaasih ,037 0,029 0,034-0,087 0,013 0, Cilengkrang ,031 0,029 0,03-0,03 0,06 0, Cimenyan ,024 0,029 0,035-0,048 0,04 0,01 Jumlah ,031 0,028 0, ,020 0,005 Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun

26 96 A. Jaringan Jalan Jalan raya di Kabupaten Bandung terbagi menjadi 3 (tiga) kelas jalan yang panjang totalnya adalah 3.579,14 Km. Dengan rincian Jalan Negara sepanjang 85,40 Km, panjang jalan propinsi 202,06 Km dan jalan kabupaten sepanjang 3.291,68 Km. Seluruh jalan raya di Kabupaten Bandung permukaan jalan telah menggunakan jenis perkerasan beraspal. Pada tahun 2008, Jalan Negara dengan kondisi sedang sepanjang 85,40 Km, panjang Jalan Propinsi di wilayah Kabupaten Bandung adalah 109,67 Km, dengan kondisi sedang sepanjang 202,06 Km, sedangkan jalan Kabupaten yang kondisinya baik sepanjang 200 Km, dalam kondisi sedang sepanjang 1.057,29 Km, dalam kondisi rusak sepanjang 1.495,18 Km dan dalam kondisi rusak berat sepanjang 539,21 Km. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.9. Tabel 3.9 Panjang, Jenis dan Status Jalan di Kabupaten Bandung Tahun 2008 Panjang Jalan (Km) No Uraian Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kabupaten I Jenis Permukaan Jalan a. Diaspal 85,40 202, ,68 b. Kerikil 0,00 0,00 0,00 c. Tanah 0,00 0,00 0,00 d. Tidak Dirinci 0,00 0,00 0,00 Jumlah 85,40 202, ,68 II Kondisi Jalan a. Baik 0,00 0,00 200,00 b. Sedang 85,40 202, ,29 c. Rusak 0,00 0, ,18 d. Rusak Berat 0,00 0,00 539,21 Jumlah 85,40 202, ,68 III Kelas Jalan a. Kelas I 85,40 0,00 0,00 b. Kelas II 0,00 202,06 40,35 c. Kelas III 0,00 0,00 0,00 d. Kelas III A 0,00 0,00 62,70 e. Kelas III B 0,00 0,00 250,50 f. Kelas III C 0,00 0,00 914,46 g. Kelas Tidak Dirinci 0,00 0, ,99 Jumlah 85,40 202, ,68 Sumber : Kabupaten Dalam Angka Tahun 2008

27 97 B. Sistem Jaringan Kereta Api Sedangkan untuk sistem transportasi kereta api di Kabupaten Bandung merupakan bagian dari sistem transportasi kereta api nasional yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia. Masyarakat Kabupaten Bandung sudah terlayani oleh kereta api dengan tiga staiun utama yaitu Stasiun Cicalengka, Stasiun Rancaekek, dan Stasiun Nagreg. Dimana stasiun-staiun tersebut sudah melayani masyarakat yang tinggal di bagian timur Kabupaten Bandung seperti Kecamatan Cicalengka dan Kecamatan Rancaekek serta masyarakat yang tinggal di Bandung-Soreang-Ciwidey, Bandung-Ciparay-Majalaya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel Tabel 3.10 Jumlah Penumpang Kereta Api Lokal Tahun Uraian Tahun Jumlah penumpang (jiwa) Jarak tempuh (km) Sumber : Pemasaran Penumpang PT. KAI daop II Bandung Gambar 3.7 Jumlah Penumpang Kereta Api Lokal per Jarak Tempuh Tahun Sumber: Hasil Analisis, 2010

28 Karakteristik Stasiun Kereta Api dan Parkir Cicalengka Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) namanya diubah sejak tanggal 15 September 1971 menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada tanggal 2 Januari 1991, PJKA diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), dan sejak tanggal 1 Juni 1999 menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero). PT Kereta Api (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT Kereta Api (Persero) meliputi angkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi UU No. 13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah diberi kesempatan untuk mengelola jasa angkutan kereta api di Indonesia. Pada tanggal 14 Agustus 2008 PT Kereta Api (Persero) melakukan pemisahan Divisi Jabotabek menjadi PT Kereta Api Jabotabek untuk mengelola kereta api penglaju di daerah Jakarta dan sekitarnya. selama tahun 2007 jumlah penumpang melebihi 168 juta. Pemberlakuan UU Perkeretaapian No. 23/2007 secara hukum mengakhiri monopoli PT Kereta Api (Persero) dalam mengoperasikan kereta api di Indonesia Stasiun Kereta Api Cicalengka Stasiun Kereta Api Cicalengka merupakan salah satu stasiun yang berada pada wilayah Metropolitan Bandung dimana fungsi kereta api tersebut melayani pergerakan komuter baik menuju dan maupun keluar dari wilayah Cicalengka. Apabila ditinjau dari fungsi sarana transportasi, keberadaan Stasiun Cicalengka merupakan suatu simpul yang sangat berpengaruh pada arus penumpang dan barang di wilayah Cicalengka. lebih jelas mengenai karakteristik stasiun Cicalengka dapat dilihat pada deskripsi dibawah ini. A. Kebersihan dan Kesehatan. Kondisi kebersihan Stasiun Cicalengka sudah cukup baik, Terdapat WC Umum, kurang tersedianya tempat sampah, Selain itu, walaupun Stasiun Cicalengka telah tersedia ruang tunggu yang cukup nyaman di dalam bangunan Stasiun, namun calon penumpang lebih suka untuk menunggu kereta api di pelataran keberangkatan.

29 99 Pada umumnya fasilitas kebersihan yang tersedia di Stasiun Cicalengka kurang baik, terlihat dari penempatan tempat sampah yang kurang baik di sepanjang jalur pedestrian dan di ruang tunggu. Selain itu stasiun ini kurang sumber daya dalam hal tenaga kebersihan dimana petugas kebersihan yang ada sangat minim sehingga kondisi stasiun kurang mendapat perhatian dalam hal kebersihan. B. Kenyamanan Sebagai tempat memuat/menurunkan penumpang dari waktu tiba sampai waktu berangkat dan sebagai tempat perpindahan moda. Komponen Stasiun yang berfungsi sebagai tempat memuat/menurunkan penumpang dari waktu tiba sampai waktu berangkat dan sebagai tempat perpindahan moda antara lain adalah jalur kedatangan, jalur keberangkatan, pelataran kedatangan, jalur antrian dan pelataran keberangkatan. a. Jalur Kedatangan Jalur kedatangan di Stasiun Cicalengka berada berdampingan dengan jalur kedatangan angkutan dalam kota, dengan memiliki lebar yang Kurang cukup dan pendek, serta berbatasan langsung dengan Jalan Stasiun yang selalu mengalami banjir apabila waktu hujan. Sehingga kondisi ini menimbulkan persoalan, dimana para calon penumpang kereta api yang datang mengalami kesulitan untuk masuk stasiun dan sering terjadi penumpukan penumpang di pintu masuk stasiun. Kesulitan ini semakin bertambah karena jalur kedatangan sering dihalangi oleh angkutan kota dan ojek yang tidak tertib dan berhenti sembarangan.

30 100 Kendala lain yang cukup menyulitkan adalah kondisi ruas Jalan Stasiun yang menuju stasiun sangat sempit dan dilalui oleh banyak kendaraan baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. b. Jalur keberangkatan Jalur keberangkatan di Stasiun Cicalengka berdampingan dengan jalur angkutan dalam kota. Untuk jalur keberangkatan di Stasiun Cicalengka ini cukup pendek. dengan pintu keluar berada di Jalan Stasiun. Kondisi jalur keberangkatan di Stasiun Cicalengka ini berdampingan langsung dengan jalur keberangkatan dan terlihat kurang baik dan kurang terlihat rapi. c. Pelataran kedatangan Pelataran kedatangan angkutan antar kota di Stasiun Cicalengka menyatu dengan jalur kedatangan. Pelataran ini tidak cukup baik untuk menampung penumpang yang datang, namun berdasarkan survey langsung di lapangan sudah ada tempat khusus bagi penurunan penumpang. Penumpang turun langsung di pelataran kedatangan. Namun jika dilihat dari kondisinya penumpang sudah cukup nyaman ketika berada di pelataran ini karena adanya peneduh sebagai pelindung dari gangguan cuaca. d. Pelataran keberangkatan Pelataran keberangkatan di Stasiun Cicalengka ini disatukan dengan jalur kedatangan, sehingga kondisi ini menyebabkan sering terjadinya konflik antara penumpang kereta api di pelataran keberangkatan, yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat sebagai pengguna. Komponen Stasiun yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya penumpang yang akan melakukan perjalanan adalah ruang tunggu. Berdasarkan hasil survey langsung di lapangan terlihat bahwa ruang tunggu terdapat dua ruang tunggu di dalam stasiun, yaitu yang berada di dalam bangunan utama stasiun serta di dekat pelataran keberangkatan kereta api, dimana kondisinya sudah cukup teratur namun kurang luas, dengan tempat duduk yang kurang tertata rapi namun belum terdapat fasilitas hiburan berupa televisi atau lainnya. Namun yang disayangkan bahwa ruang

31 101 tunggu yang berada di bangunan utama stasiun kereta api jarang dimanfaatkan oleh penumpang, calon penumpang lebih memilih ruang tunggu yang dekat dengan pelataran keberangkatan karena lebih dekat untuk menuju kereta api. Selain itu ruang tunggu yang ada di Stasiun Cicalengka ini bercampur dengan kegiatan lainnya berupa warung-warung dan pedagang kaki lima. 1. Sebagai tempat pelayanan dokumentasi Komponen terminal yang berfungsi sebagai tempat pelayanan dokumentasi dan terkait langsung dengan pengguna adalah loket pembelian/pemesanan tiket. Dari hasil survey langsung di lapangan terlihat bahwa loket pembelian/pemesanan tiket di Stasiun Cicalengka berdekatan dengan pintu masuk utama dan ruang tunggu, sehingga cukup strategis dan mudah dikenali, namun loket ini selalu padat pembeli karena keterbatasan loket yang disediakan oleh pihak stasiun sehingga penumpang agak kesulitan untuk mendapatkan tiket. 2. Sebagai penunjang kelancaran sistem transportasi Komponen Stasiun yang berfungsi sebagai penunjang kelancaran sistem transportasi dan terkait langsung dengan pengguna stasiun adalah pedagang, kamar kecil/toilet, mesjid/mushalla, jalur pedestrian dan tempat parkir kendaraan pribadi. a. Tempat berdagang Lokasi pedagang di Stasiun Cicalengka mengelompok di dalam dan di luar area Stasiun. Lokasi pedagang ini tidak terncana dengan baik sehingga terlihat semrawut. Selain itu lokasi pedagang berada di jalur pedestrian ini terutama pedagang kaki lima, sehingga menimbulkan masalah bagi pengguna Stasiun lainnya terutama bagi calon penumpang. b. Mesjid/Mushalla dan kamar kecil/toilet Berdasarkan hasil survey di lapangan dapat dikatakan bahwa di Stasiun Cicalengka terdapat 1 Mushalla yang berada di sebelah Timur bangunan utama Stasiun, namun kondisi Mushalla yang ada di Stasiun ini terlihat kurang terawatt dan sempit dan menyatu dengan WC umum

32 102 Kemudian untuk kamar kecil/toilet di Stasiun Cicalengka hanya terdapat pada satu tempat, namun sulit untuk di temukan karena kurangnya rambu-rambu informasi dan penunjuk arah, kondisi toilet cukup bersih dan kondisi yang baik. c. Jalur pedestrian Hampir semua bagian di Stasiun Cicalengka dilengkapi dengan jalur pedestrian yang memilki peneduh berupa atap. Namun jalur ini cukup lebar dengan lebar 2 m namun sebagian dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima. d. Tempat parkir kendaraan pribadi dan Angkutan Kota Dari survey pengamatan di lapangan, terlihat bahwa tempat parkir kendaraan pribadi di Stasiun Cicalengka berada di samping sebelah Timur (70 petak untuk parkir sepeda motor) dan sebelah Barat (80 petak untuk sepeda motor) serta depan bangunan utama Stasiun dan kurang mencukupi. C. Keamanan Stasiun merupakan salah satu lokasi yang rawan akan tindak kejahatan. Berdasarkan survey langsung di lapangan dapat dikatakan bahwa keamanan di Stasiun Cicalengka masih dapat dikendalikan. Namun yang disayangkan adalah masih kurangnya perangkat keamanan yang tersebar di area Stasiun, sehingga jika terjadi tindak kejahatan maka korban tidak bisa langsung melaporkannya kepada yang berwajib. Selain itu tempat yang dapat mengundang terjadinya kejahatan di perkirakan berada di pelataran kedatangan dan keberangkatan, karena pada lokasi ini calon penumpang sangat padat sehingga memudahkan aksi pencopetan, dengan suasana seperti ini memungkinkan terjadinya pemalakan dan penodongan.

33 103 D. Keselamatan Berdasarkan survey langsung di lapangan dapat dikatakan bahwa lokasi yang berpotensi untuk terjadinya kecelakaan berada di kereta api sendri, hal ini dikarenakan sering terjadinya para penumpang yang berdesakan antara paenumpang yang turun dan yang naik. Kemudian selain itu tidak tersedianya jalur pedestrian sehingga konflik antara kereta api dengan calon penumpang/orang sangat besar Karakteristik Penumpang Kereta Api Karakteristik penumpang yang dimaksud adalah jumlah penumpang naik setiap keberangkatan kereta api, yaitu kereta patas dan KRD ekonomi yang bertujuan ke kota Bandung. Perhitungan penumpang dilakukan pada masing-masing pintu gerbong dan hanya menghitung jumlah penumpang yang naik saja. Hasil perhitungan jumlah penumpang naik dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 3.11 Jumlah Penumpang Naik Kereta Api Cicalengka Menuju Bandung Cicalengka-Bandung No Waktu Patas Berangkat (orang) No Waktu Berangkat 1 5: : : : : : : : : : : : : : : : :30 23 Sumber: Observasi Lapangan, 2010 KRD Ekonomi (orang) Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah penumpang kereta api baik Patas atau KRD ekonomi yang tinggi terdapat pada pukul hingga pukul 07.15, dimana pada jam ini merupakan puncak pick hour, yang dimana bila ditinjau dari karakteristik pergerakan atau kegiatan masyarakat pada umumnya, jam ini merupakan waktu dimulainya kegiatan masyarakat.

34 104 Gambar 3.8 Grafik Jumlah Penumpang Naik Dari Cicalengka Menuju Bandung Pada Hari Senin Sumber: Hasil analisis, 2010 Karakteristik penumpang naik didapatkan juga dari penjualan karcis di loketloket Stasiun Cicalengka. Data penjualan karcis hanya menunjukkan jumlah penumpang naik dari Stasiun Cicalengka menuju Bandung atau Padalarang. Data dari penjualan karcis dapat dilihat pada Tabel 4.8 sampai dengan Tabel No Waktu Berangkat Tabel 3.12 Jumlah Penjualan Karcis Pada Hari Senin Cicalengka-Bandung-Padalarang Loket Loket Patas Waktu No (Orang) Berangkat KRD Ekonomi (Orang) 1 5: : : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Pemasaran Penumpang, PT. KA DAOP II bandung, 2010

35 105 Gambar 3.9 Grafik Jumlah Penumpang Naik Dari Cicalengka Menuju Bandung Pada Hari Senin No Waktu Berangkat Sumber: Hasil analisis, 2010 Tabel 3.13 Jumlah Penjualan Karcis Pada Hari Selasa Cicalengka-Bandung-Padalarang Loket Loket Patas Waktu No (Orang) Berangkat KRD Ekonomi (Orang) 1 5: : : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Pemasaran Penumpang, PT. KA DAOP II bandung, 2010 Gambar 3.10 Grafik Jumlah Penumpang Naik Dari Cicalengka Menuju Bandung Pada Hari Selasa Sumber: Hasil analisis, 2010

36 106 No Waktu Berangkat Tabel 3.14 Jumlah Penjualan Karcis Pada Hari Rabu Cicalengka-Bandung-Padalarang Loket Loket Patas Waktu No (Orang) Berangkat KRD Ekonomi (Orang) 1 5: : : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Pemasaran Penumpang, PT. KA DAOP II bandung, 2010 Gambar 3.11 Grafik Jumlah Penumpang Naik Dari Cicalengka Menuju Bandung Pada Hari Rabu No Waktu Berangkat Sumber: Hasil analisis, 2010 Tabel 3.15 Jumlah Penjualan Karcis Pada Hari Kamis Cicalengka-Bandung-Padalarang Loket Loket Patas Waktu No (Orang) Berangkat KRD Ekonomi (Orang) 1 5: : : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Pemasaran Penumpang, PT. KA DAOP II bandung, 2010

37 107 Gambar 3.12 Grafik Jumlah Penumpang Naik Dari Cicalengka Menuju Bandung Pada Hari Kamis No Waktu Berangkat Sumber: Hasil analisis, 2010 Tabel 3.16 Jumlah Penjualan Karcis Pada Hari Jum at Cicalengka-Bandung-Padalarang Loket Loket Patas Waktu No (Orang) Berangkat KRD Ekonomi (Orang) 1 5: : : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Pemasaran Penumpang, PT. KA DAOP II bandung, 2010 Gambar 3.13 Grafik Jumlah Penumpang Naik Dari Cicalengka Menuju Bandung Pada Hari Jum at Sumber: Hasil analisis, 2010

38 108 No Waktu Berangkat Tabel 3.17 Jumlah Penjualan Karcis Pada Hari Sabtu Cicalengka-Bandung-Padalarang Loket Loket Patas Waktu No (Orang) Berangkat KRD Ekonomi (Orang) 1 5: : : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Pemasaran Penumpang, PT. KA DAOP II bandung, 2010 Gambar 3.14 Grafik Jumlah Penumpang Naik Dari Cicalengka Menuju Bandung Pada Hari Sabtu No Waktu Berangkat Sumber: Hasil analisis, 2010 Tabel 3.18 Jumlah Penjualan Karcis Pada Hari Minggu Cicalengka-Bandung-Padalarang Loket Loket Patas Waktu No (Orang) Berangkat KRD Ekonomi (Orang) 1 5: : : : : : : : : : : : : : : : : Sumber: Pemasaran Penumpang, PT. KA DAOP II bandung, 2010

39 109 Gambar 3.15 Grafik Jumlah Penumpang Naik Dari Cicalengka Menuju Bandung Pada Hari Minggu Sumber: Hasil analisis, Kondisi Parkir Eksisting A. Luas dan Kapasitas Parkir Fasilitas parkir di stasiun merupakan salah satu fasilitas yang harus dimiliki oleh stasiun tersebut. Lahan parkir yang tersedia hanya untuk sepeda motor, lahan parkir di Stasiun Cialengka terbagi 2 yaitu sebelah Timur dan sebelah barat Stasiun, untuk sebelah Timur stasiun mempunyai luas lahan ± 100 m 2, setiap harinya lahan parkir hanya mampu menampung kendaraan ± 80 sepeda motor, sedangkan lahan parkir yang berada di sebelah Barat Stasiun memiliki luas ± 170 m 2,`dan hanya mampu menampung kendaraan setiap harinya ± 110 sepeda motor. Sedangkan untuk mobil biasanya ± 10 kendaraan yang parkir dan lokasi parkir mobil berada pada badan jalan (on street) di depan stasiun. Kondisi lahan parkir di Stasiun Cicalengka bisa dikatakan kurang memadai, hal ini bisa terlihat dari petak-petak parkir yang tersedia dan untuk kendaraan kendaraan roda empat juga kurang memadai dikarenakan parkir pada bahu jalan. Penataan parkir dicampur antara sepeda dan sepeda motor namun sudah tertata dengan baik. Untuk keamanan dan kenyamanan parkir kendaraan sudah cukup baik. B. Durasi Parkir Durasi atau lamanya parkir ditentukan oleh lamanya pengguna parkir untuk menyelesaikan keperluannya. Dalam studi ini durasi parkir ditentukan oleh lamanya responden meninggalkan wilayah Cicalengka sampai kembali lagi di Wilayah

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT

TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT Pada bagian ini akan dibahas mengenai kebijakan yang terkait dengan pengembangan industri tembakau, yang terdiri dari : 1) Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini secara garis besar membahas tinjauan mengenai gambaran wilayah studi yaitu Kota Soreang. Gambaran umum Kota Soreang dibagi dua bagian utama yaitu tinjauan eksternal

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2036 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung mempunyai tugas pokok merumuskan kebijaksanaan teknis dan melaksanakan kegiatan teknis operasional

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN Besaran Satuan Kecamatan Desa

DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN Besaran Satuan Kecamatan Desa DAFTAR KEGIATAN SKPD YANG DILAKSANAKAN DI WILAYAH TAHUN ANGGARAN 2015 Kode Rekening Nama Kegiatan/ Sub Kegiatan 1 14 01 15 Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja 1 14 01 15 02 Pendidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan UU No.23 Tahun 2014 3 Indikator - Jumlah Penduduk - Luas Wilayah - Jumlah Desa/Kelurahan Klasifikasi : Tipe A (beban besar) Tipe B (beban kecil) 6 Dimensi 28 Aspek (Kreasi Tim: Pemetaan Pembanguna) Intervensi

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG; Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN 163 METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN A.1 METODE ANALSISIS STURGESS Dalam mencari rangking untuk faktor penduduk penulis terlebih dahulu menentukan kelas wilayah yang dan melakukan

Lebih terperinci

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 SAMPAI TAHUN 2036 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERWUJUDAN VISI...SINERGI PEMBANGUNAN PERDESAAN... DALAM SIKLUS PERENCANAAN TAHUNAN UU 25/2004; PP 8/2008 & PMDN 54/2010 Penetapan

Lebih terperinci

Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung

Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung Usulan Program dan Kegiatan dari Para Pemangku Kepentingan Tahun 2015 Kabupaten Bandung Dinas Tenaga Kerja NO PELATIHAN LOKASI KECAMATAN DESA volume (org) Pagu 1 2 3 4 5 6 1 LAS LISTRIK ARJASARI KECAMATAN

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG. NOMOR: 68/Kpts/KPU-Kab /2015

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG. NOMOR: 68/Kpts/KPU-Kab /2015 SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANDUNG NOMOR: 68/Kpts/KPU-Kab-011.329047/2015 TENTANG PEMBERIAN SANKSI KEPADA PASANGAN CALON, PETUGAS KAMPANYE

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki matapencaharian dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan sektor yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

DAFTAR STATUS JALAN KABUPATEN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG

DAFTAR STATUS JALAN KABUPATEN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN III : KEPUTUSAN BUPATI BANDUNG NOMOR : 620/Kep. 317 - DBM/2012 TANGGAL : 15 Juni 2012 TENTANG : PENETAPAN RUAS-RUAS JALAN MEN STATUSNYA SEBAGAI JALAN KABUPATEN DAN JALAN DESA DAFTAR STATUS JALAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2036 I. UMUM Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Kata Pengantar Buku ini merupakan bagian dari lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2007 Sampai Tahun 2027. Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian di berbagai bidang saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Definisi berkelanjutan

Lebih terperinci

REKAPITULASI KASUS DAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) BENCANA DAN PENYAKIT TAHUN 2016

REKAPITULASI KASUS DAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) BENCANA DAN PENYAKIT TAHUN 2016 REKAPITULASI KASUS DAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) BENCANA DAN PENYAKIT TAHUN 2016 NO JENIS KASUS / KLB WILAYAH KERJA KECAMATAN PERIODE KLB POPULASI JUMLAH KASUS MENURUT UMUR JUMLAH PUSKESMAS DESA/TEMPAT

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan RENCANA STRATEGIS PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Indikator dari Pembangunan yang Berkelanjutan (CSD 2001)

Lampiran 1 Indikator dari Pembangunan yang Berkelanjutan (CSD 2001) LAMPIRAN Lampiran 1 Indikator dari Pembangunan yang Berkelanjutan (CSD 2001) SOSIAL TEMA SUBTEMA INDIKATOR Persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan Kemiskinan Indeks gini dari ketidaksamaan

Lebih terperinci

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Analisis Luas Garapan Petani di DAS Citarum Hulu May 15, 2011 1. Pendahuluan ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Oleh: D.K. Kalsim 1 dan M. Farid Rahman

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA

BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA Pada bab ini akan dilakukan analisis yaitu mulai pengolahan data yang diperoleh di lapangan maupun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2001 SAMPAI TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2001 SAMPAI TAHUN 2010 SALINAN LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 3 TAHUN 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN

Lebih terperinci

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG 2011-2015 TUJUAN Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas pertanian dan wilayah sentra produksi Menciptakan sistem produksi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Simpulan

BAB V PENUTUP Simpulan BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Tingginya peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas perekonomian di Kota Bandung mengakibatkan lahan di wilayah tersebut kian terbatas. Keterbatasan lahan di Kota Bandung mengakibatkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan dapat

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 2.1. Pengertian Umum Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek penelitian Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan asumsi bahwa Pemerintah Kabupaten telah melaksanakan kebijakan pendelegasian wewenang Bupati

Lebih terperinci

3.1. BATASAN ADMINSTRASI KABUPATEN BANDUNG

3.1. BATASAN ADMINSTRASI KABUPATEN BANDUNG BAB 3 GAMBARAN UMUM 3.1. BATASAN ADMINSTRASI KABUPATEN BANDUNG Secara geografis, Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa barat. Tofografi sebagian besar di wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penelitian. Pendahuluan adalah awal suatu cara untuk mengetahui suatu masalah dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki faktor geografis yang baik untuk membudidayakan tanaman

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 54 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Karakteristik Umum Wilayah 3.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Secara geografis wilayah studi terletak diantara 107 o 14 53 BT sampai dengan 107 o

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 20 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iii vi vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan dan Sasaran... 5 1.3.1 Tujuan...

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM Bab ini menjelaskan mengenai kondisi umum wilayah studi yang terdiri dari kondisi geografis kota Cimahi, kondisi geografis kota Bandung, aspek kependudukan kota Cimahi, aspek kependudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota pada umumnya disertai dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini pada akhirnya akan menyebabkan

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 141.553 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 41 Perusahaan Jumlah perusahaan tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan studi yang merupakan ringkasan hasil studi yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam melakukan studi, serta saran-saran

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah disertai pertambahan penduduk dengan pergerakan yang tinggi mempengaruhi peningkatan mobilitas antar Propinsi, Kabupaten, Kecamatan,

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Lampiran. Lampiran Data Kota Bandung

Lampiran. Lampiran Data Kota Bandung Lampiran Data Kota Bandung No Trayek Lampiran 1. Trayek Angkutan Kota Bandung Panjang Trayek (km) SK Walikota Jumlah Kendaraan SK DISHUB Ber operasi Koperasi 1 Abdul Muis - Cicaheum via Binong 32 427 394

Lebih terperinci

Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung

Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung 1 Pengembangan Kawasan Perkebunan Teh di Kabupaten Bandung Dimas Darmawansyah dan Sardjito Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012

Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012 Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012 Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2012 ii Kabupaten

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA

PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA PETUNJUK TEKNIS FESTIVAL NASYID KAB. BANDUNG 2015 A. KETENTUAN PESERTA 1. Peserta wajib mengisi formulir pendaftaran dengan lengkap; 2. Formulir yang sudah dilengkapi dapat langsung dikirimkan ke koordinator

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

REKAPITULASI KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) C GEDUNG DAN BANGUNAN

REKAPITULASI KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) C GEDUNG DAN BANGUNAN Provinsi Kab./Kota Bidang Unit Organisasi Sub Unit Organisasi : JAWA BARAT : PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG : Bidang Kimpraswil/PU : DINAS PERUMAHAN, PENATAAN RUANG DAN KEBERSIHAN : DINAS PERUMAHAN, PENATAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu hal pokok untuk perkembangan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu hal pokok untuk perkembangan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu hal pokok untuk perkembangan suatu bangsa dan negara. Transportasi banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENYESUAIAN PANJAR BIAYA PERKARA PERDATA PADA KAMI, KETUA PENGADILAN PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG

PERUBAHAN PENYESUAIAN PANJAR BIAYA PERKARA PERDATA PADA KAMI, KETUA PENGADILAN PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG =================== SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG ------------------------------------------------------------------------------- Nomor : W11.U-6/1687/HT.04.10/IX/2014

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. LKIP Kabupaten Bandung 2016

KATA PENGANTAR. LKIP Kabupaten Bandung 2016 KATA PENGANTAR P uji dan Syukur kami panjatkan ke-khadirat Allah SWT, karena atas Ridho dan perkenan-nya kami dapat menyelesaikan Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut :

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut : Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan difokuskan untuk mencapai peningkatan

Lebih terperinci

Soreang, Mengetahui, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik. Kepala Seksi Tanggap Darurat. Cecep Hendrawan, S.Ip NIP

Soreang, Mengetahui, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik. Kepala Seksi Tanggap Darurat. Cecep Hendrawan, S.Ip NIP DATA DISTRIBUSI AIR BERSIH TAHUN 2015 PENANGANAN TANGGAP DARURAT BENCANA KEKERINGAN BERUPA KEKURANGAN AIR BERIH, AIR MINUM DAN KEBAKARAN LAHAN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT TH 2015 5.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG Cepu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Blora yang memiliki prospek perkembangan menjadi pusat pengelolaan minyak dan gas Blok Cepu. Untuk mendukung hal itu diperlukan

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung berada pada ketinggian sekitar 791 meter di atas permukaan laut (dpl). Morfologi tanahnya terbagi dalam dua hamparan, di sebelah utara relatif berbukit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH II - 1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah di Kotamadya Bandung diprioritaskan untuk menanggulangi kepadatan lalulintas yang kian hari semakin padat.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI 4.1. Letak Geografis Posisi geografis Wilayah Pengembangan Kawasan Agropolitan Ciwidey menurut Peta Rupa Bumi Bakorsurtanal adalah antara 107 0 31 30 BB 107 0 31 30 BT dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara, merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis sebagai pintu gerbang utama Indonesia di wilayah

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Tinjauan Umum Perusahaan A. SEJARAH Rumah Sakit Daerah Soreang adalah salah satu Rumah Sakit Pemerintah yang berada di wilayah Kabupaten Bandung yang berdiri pada tahun 1996

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN BANDUNG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR : 7 TANGGAL : 20 Juni 2011 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2005-2025 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi baik oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menempati tempat yang penting dalam pembangunan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menempati tempat yang penting dalam pembangunan bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan menempati tempat yang penting dalam pembangunan bangsa karena tujuannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dengan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan Lakip BKPPP A. Latar Belakang 1. Gambaran Umum

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan Lakip BKPPP A. Latar Belakang 1. Gambaran Umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Gambaran Umum 1.1. Geografi Kabupaten Bandung, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan ibukotanya adalah Soreang. Secara geografis letak Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TEH DI KABUPATEN BANDUNG

PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TEH DI KABUPATEN BANDUNG Preview-3 TUGAS AKHIR (RP09-1333) PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TEH DI KABUPATEN BANDUNG Dimas Darmawansyah NRP 3609 100 023 Dosen Pembimbing: Ir. Sardjito, MT. Program Studi Perencanaan Wilayah dan

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci