BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM
|
|
- Ridwan Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 40 BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM 4.1 Deskripsi Wilayah Studi Pendahuluan Museum Bank Indonesia merupakan salah satu bangunan bersejarah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Museum tersebut sudah berdiri sejak tahun 1828 dengan nama De Javasche Bank. Perkembangan kota Jakarta yang sangat pesat terutama pada daerah sekitar kawasan Museum Bank Indonesia menyebabkan terjadinya masalah banjir di kawasan tersebut. Pesatnya pembangunan menyebabkan perubahan tata hidrologi air mikro di kawasan tersebut. Daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan air kini telah berubah menjadi lahan bangunan Letak Geografis dan Tata Guna Lahan Museum Bank Indonesia terletak di daerah Jakarta Barat. Batas-batas wilayah Museum Bank Indonesia adalah sebagai berikut: Sebelah utara Sebelah Timur Sebelah Barat Sebelah Selatan : Jl. Bank : Jl. Pintu Besar Utara : Kali Krukut : Museum Bank Mandiri
2 41 Museum tersebut memiliki luas sekitar 1,9 Ha. Letak geografis Museum Bank Indonesia adalah sebagai berikut: Sumber: DPU Puslitbang SDA 2007 Gambar 4.1 Peta Geografis Museum BI Topografi dan Geologi Keadaan topografi Museum Bank Indonesia terletak pada dataran rendah. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa kawasan Museum Bank indonesia menjadi kawasan yang rawan banjir. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim dari Laboratorium ITB mendapatkan bahwa telah terjadi penurunan tanah pada Museum Bank Indonesia sebasar mm dalam kurun waktu 12 tahun ( ).
3 42 Sumber: DPU Puslitbang SDA 2007 Gambar 4.2 Peta Topografi Museum BI 4.2 Permasalahan Banjir dan Kondisi Sistem Drainase Banjir yang terjadi di Museum Bank Indonesia pada tahun 2002 mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi pihak Bank Indonesia. Air yang menggenangi Museum tersebut mencapai ketinggian 60 cm. Sumber genangan yang terjadi di Museum Bank Indonesia dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: a. Banjir kiriman b. Banjir lokal
4 Banjir Kiriman Yang dimaksud dengan banjir kiriman adalah banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungai atau banjir kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan. Dalam kasus banjir di Museum Bank Indonesia, banjir yang terjadi lebih diakibatkan adanya banjir kiriman dari daerah Bogor. Daerah Bogor yang sekarang memiliki daerah resapan yang sangat kecil sangat beresiko menimbulkan banjir pada daerah hilir. Museum Bank Indonesia merupakan suatu kawasan yang berada pada daerah hilir dan hal tersebut menjadikan Museum Bank Indonesia menjadi kawasan yang rawan banjir jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Disamping itu keberadaan kali Krukut yang terletak di belakang Museum Bank Indonesia merupakan salah satu kali yang meluap jika terjadi banjir kiriman yang berasal dari Bogor. Luapan kali tersebut menimbulkan genangan di Museum Bank Indonsia Banjir Lokal Yang dimaksud dengan banjir lokal adalah genangan air yang timbul akibat hujan di daerah itu sendiri. Hal ini dapat terjadi jika debit limpasan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada. Pada Museum Bank Indonesia, banjir lokal disebabkan oleh semakin sedikitnya daerah resapan air di kawasan tersebut. Semakin banyaknya impervious area (daerah kedap air) mengakibatkan sistem drainase tidak mampu menampung air hujan.
5 Kondisi Sistem Drainase Kondisi saluran drainase pada Museum Bank Indonesia sudah tidak mampu lagi menanggulangi banjir jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Hal ini terjadi pada tahun 2002 yaitu pada saat terjadi banjir yang terjadi di sebagian besar kawasan DKI Jakarta karena curah hujan yang sangat tinggi. Banjir tersebut menggenangi Museum Bank Indonesia dengan ketinggian air mencapai 60 cm. Gambar 4.3 Saluran Drainase Eksisting Museum BI 4.3 Penataan Drainase dan Pengendalian Banjir Review Kegiatan Terdahulu Usaha penanggulangan banjir terutama pada kawasan Museum Bank Indonesia sebenarnya telah dilakukan. Hal ini dapat dilihat dengan terdapatnya Banjir Kanal Barat
6 45 di sekitar Museum Bank Indonesia. Di samping itu Museum Bank Indonesia juga termasuk dalam sistem polder Pluit. Hal ini sangat membantu Museum Bank Indonesia terhindar dari banjir jika polder Pluit tersebut bekerja dengan baik. Tetapi dalam kenyataannya, sistem polder Pulit sudah tidak mampu lagi mengatasi masalah banjir pada kawasan Museum Bank Indonesia. Hal ini dikarenakan sudah semakin sedikitnya daerah tampungan air pada polder Pluit. Tampungan air tersebut telah berubah fungsinya dari yang semula sebagai tempat penampungan air, sekarang telah banyak menjadi tempat-tempat pusat perbelanjaan dan perdagangan. Sumber : Pusair DPU 2007 Gambar 4.3 Daerah Polder di Jakarta
7 46 Tabel 4.1 Keterangan daerah Polder No Nama Luas (Ha) 1 Rawa Buaya 50 2 Cengkareng Kapuk Poglar Pantai Indah Kapuk Utara Pantai Indah Kapuk Selatan Muara Angke 50 7 Muara Karang 75 8 Pluit Industri 50 9 Teluk Gong Jelambar Wijaya Kusuma Jelambar Baru Tomang Barat Grogol Rawa Kepah Pondok Bandung Pluit Siantar Melati Setiabudi Barat Setiabudi Timur Mangga Dua Pademangan Kemayoran Sumur Batu Sunter Selatan Sunter Barat Sunter Timur I Kodamar Sunter Timur I Utara Sunter Timur III Rawa Badak Sunter Timur II Kelapa Gading (Walikota) Marunda Penggilingan Istana Merdeka Hankam Slipi 4 35 Komplek TVRI Cengkareng 7 36 Pulomas Tanjungan/Tegal Alur 390 Sumber: Pusair DPU 2007
8 Pemodelan Hidrolik Sistem Polder Untuk pemodelan hidrolik sistem polder Museum Bank Indonesia, maka yang pertama dimodelkan adalah dimensi saluran drainase yaitu saluran yang terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tersier beserta parameter koefisien kekasaran manning saluran dan lahan, kemiringan saluran. Pemodelan tersebut dibantu dengan program XP SWMM. Pemodelan dimensi saluran dianggap memenuhi syarat apabila hasil output dari program tersebut tidak menunjukkan terjadinya genangan. Di samping itu, batasan faktor kecepatan maksimum, dan minimum harus memenuhi persyaratan seperti yang telah diterangkan pada bab II. Untuk menghasilkan suatu sistem polder yang baik, selain faktor di atas diperlukan perencanaan kapsitas pompa yang bertujuan untuk mengendalikan elevasi air, dan volume air di kolam penampungan. Selain saluran drainase dan pompa, perlu ditinjau pula perencanaan volume tampungan yang berfungsi untuk menampung kelebihan air yang berasal dari saluran drainase perkotaan. a. Dimensi Saluran Untuk melakukan pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia dengan bantuan program XP SWMM maka dihasilkan saluran dengan spesifikasi sebagai berikut: Saluran Primer Saluran primer merupakan saluran pengumpul dari semua saluran yang terdapat pada sistem polder. Saluran primer yang dipakai pada
9 48 polder Museum Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 40 cm X60 cm. Pada sistem polder Museum Bank Indonesia juga digunakan saluran trotoar yang letaknya tepat di sebelah timur Museum Bank Indonesia. Saluran tersebut berfungsi sebagai saluran pembuang air hujan ke Kali Krukut. Saluran trotoar tersebut berbentu persegi dan mempunyai ukuran 100 cm X 100cm Gambar 4.4 Saluran Terbuka Gambar 4.5 Box Culvert Pada saluran primer kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,75 m/s-1,2 m/s. Saluran Sekunder Saluran sekunder merupakan saluran yang berfungsi sebagai saluran pengumpul dari saluran tersier untuk kemudian dialirkan menuju ke saluran primer. Saluran sekunder yang dipakai pada polder Museum
10 49 Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 40 cm X 40 cm. Gambar 4.6 Box Culvert Pada saluran sekunder kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,6- m/s-1,1 m/s. Saluran Tersier Saluran tersier pada sistem polder Museum Bank Indonesia berfungsi sebagai saluran penerima air hujan yang berasal dari talang air. Saluran tersier yang dipakai pada polder Museum Bank Indonesia berupa saluran terbuka dan berbentuk U Ditch dengan dimensi 30 cm X 40 cm. Gambar 4.7 Box Culvert Pada saluran tersier kecepatan aliran yang didapat berkisar antara 0,4- m/d-0,5 m/d.
11 50 Pada saluran-saluran tersebut nantinya akan ditutupi dengan grill (penutup dari bahan besi) dengan tujuan menghindari adanya kecelakaan. b. Kolam Tampungan Kolam tampungan merupakan kolam yang berfungsi untuk menampung air yang berasal dari air hujan yang ditampung dan dialirkan oleh saluran drainase. Kolam tampungan harus mampu menampung air tersebut untuk waktu yang terbatas sampai air tersebut dibuang ke tempat pembuangan oleh pompa. Volume kolam tampungan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 240 m3, dengan ukuran 80 m2 X 3 m. Pada Museum Bank Indonesia, kedalaman kolam tampungan yang dipakai adalah 3 m karena pada Museum Bank Indonesia kegiatan yang diijinkan untuk melakukan aktifitas penggalian hanya diperbolehkan sampai kedalaman 3-5 m. Pembatasan aktifitas penggalian tersebut dikarenakan telah terjadinya penurunan tanah pada Museum Bank Indonesia sehingga dikawatirkan apabila penggalian yang terlalu dalam dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan sekitar. c. Pintu Klep Pada sistem polder Museum Bank indonesia juga digunakan pintu klep (pintu pengatur) untuk menghindari terjadinya aliran balik. Penggunaan pintu manual untuk sistem drainase atau pengendalian banjir sudah tidak populer lagi dikarenakan banyaknya kekurangan yaitu sebagai berikut: Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi tengah malam.
12 51 Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat memakan waktu dan hal ini dapat menimbulkan banjir. Pemasangan pintu klep pada Museum Bank Indonesia dipergunakan untuk menutup saluran gorong-gorong yang digunakan sebagai alat pembuang air secara gravitasi. Gambar 4.8 Pintu Klep Gambar 4.9 Contoh Pemakaian Pintu Klep
13 52 d. Kapasitas Pompa Banjir genangan merupakan kondisi banjir yang terjadi karena air hujan yang tidak dapat dikeluarkan dengan baik dari sistem. Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik yang meliputi drainase, kolam retensi, pompa air dan pintu air, sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir harus dibatasi dengan jelas, sehingga jumlah air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Konsep sistem polder sangat sesuai untuk diterapkan dalam menanggulangi banjir genangan. Upaya penanggulangan banjir genangan seperti ini pada dasarnya ada dua upaya, yaitu: a) Menambah tampungan (storage) dengan cara memperbesar dimensi kolam tampungan agar air hujan dapat tertampung sementara; dan b) Memasang pompa untuk mengeluarkan air dari sistem. Permasalahannya adalah berapa volume tampungan, berapa kapasitas pompa yang harus dipasang; dan bagaimana kombinasi antara kedua upaya tersebut. Penentuan kapasitas pompa pada suatu sistem polder dengan diketahui hujan rencana dan kapasitas tampungan yang ada. Sebagai pendekatan awal, kapasitas pompa dianalisis secara grafis terhadap Kurva Limpasan Permukaan fungsi waktu dikurangi besarnya Kapasitas tampung dari tampungan memanjang / saluran primer dan kolam.
14 53 Grafik hub antara limpasan dan tampungan Limpasan (m3) t V Waktu (jam) Limpasan (m3) Storage m^3 Gambar 4.10 Hubungan Limpasan dan Tampungan Berikut ini adalah hasil simulasi sistem polder Museum Bank Indonesia untuk mendapatkan perkiraan kapasitas pompa yang digunakan. Untuk mendapatkan grafik kapasitas pompa, maka simulasi harus dilakukan setiap 2 jam dengan program XP SWMM. Pada simulasi ini tidak dipergunakan alat pembuang pada sistem polder.
15 54 Tabel 4.2 Volume Tampungan Rencana dan Eksisting Jam Ke- Tampungan Rencana (m3) Tampungan Eksisting (m3) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,815 Kapasitas pompa = ΔQ Δt (4.1) Dimana Δ Q = perubahan kapasitas yang terjadi pada sistem (m 3 ) Δ t = lamanya puncak waktu limpasan (detik) Dengan menggunakan data tersebut, maka didapat grafik kapasitas pompa beserta besar kapasitas pompa yang digunakan.
16 55 Gambar 4.11 Grafik Kapasitas Pompa dengan Curah Hujan 25 tahun Kapasitas pompa tampungan rencana = ΔQ Δt = ( ,276) / (2*3600) = 0, m 3 /s = 0,25 m 3 /s Kapasitas pompa yang direncanakan pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia adalah sebesar 0,25 m 3 /s. Pompa yang dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia berjumlah 2 (dua) buah. Pemakaian pompa sebanyak 2 (dua) buah dimaksudkan agar jika terdapat salah satu pompa tidak berfungsi, maka terdapat pompa yang dapat dipakai sebagai alat pembuang sehingga sistem polder dapat bekerja dengan baik. Kapasitas pompa tersebut didapat berdasarkan hasil simulasi dengan curah hujan 25 tahunan dan volume kolam tampungan (storage) 240 m3.
17 56 Gambar 4.12 Skematisasi Sistem Polder Museum Bank Indonesia 4.4 Kalibrasi dan Verifikasi Model Kalibrasi adalah proses penyesuaian antara hasil (output) dari instrumen yang diukur terhadap nilai standar ukur yang dipakai. Yang dimaksud dengan verifikasi adalah proses pembuktian bahwa program komputer dapat dipakai sesuai dengan apa yang telah terdapat pada spesifikasi program. Beberapa cara kalibrasi antara lain: Trial and Error Proses kalibrasi dengan cara trial and error dimulai dengan sekelompok parameter yang ditetapkan berdasarkan pengalaman. Output dibandingkan dengan besarnya limpasan hasil observasi, kemudian
18 57 parameter diubah-ubah sedemikian hingga hasil simulasi mendekati hasil observasi. Automatic Calibration Pada proses kalibrasi dengan cara automatic calibration, di dalam model sudah mengandung program optimasi yang mengubah parameter dengan cara langkah demi langkah sampai kriteria kecocokan dipenuhi. Pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia, proses kalibrasi dilakukan dengan cara mengubah-ubah parameter-parameter. Adapun parameterparameter tersebut adalah sebagai beriku: 1. Koefisien kekasaran Manning saluran 2. Koefisien kekasaran Manning lahan 3. Parameter infiltrasi 4. Kemiringan dasar saluran pada beberapa saluran Setelah melakukan perubahan-perubahan pada parameter-parameter tersebut, maka didapatkan nilai parameter yang dapat digunakan untuk pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia. Nilai-nilai parameter tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
19 58 Tabel 4.3 Nilai-Nilai Parameter yang Digunakan Nama Parameter Rentang Nilai Nilai yang digunakan Kekasaran Manning n Di saluran 0,01-0,025 0,015 (saluran terbuat dari beton) Di lahan 0,010-0,3 0,014-0,15 Kedap air : beton/aspal = 0,014 Lolos Air : tanah berumputl = 0,15 Parameter Infiltrasi Green & Ampt: IMD 0,24-0,417 0,24 (mm) 217, K (mm/jam) 0, ,1 Parameter-parameter tersebut telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan sebenarnya. Untuk parameter infiltrasi Green Ampt, nilai-nilai yang didapat juga berdasarkan kondisi di lapangan. Gambar 4.13 Parameter Nilai Infiltrasi Green Ampt
20 59 Gambar 4.14 Nilai Kekasaran Manning lahan Gambar 4.15 Nilai Kekasaran Manning Saluran Model sistem polder Museum Bank Indonesia dikalibrasikan agar hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan yaitu perencanaan sistem polder yang dapat diaplikasikan di lapangan.
21 60 Pada pemodelan sistem polder Museum Bank Indonesia, proses verifikasi belum dapat dilakukan karena jaringan drainase yang dimodelkan belum dibangun di lapangan. 4.5 Simulasi Pada Pemodelan Sistem Polder Museum BI Simulasi Curah Hujan 2 tahun Tanpa Pompa Pada simulasi dengan curah hujan 2 tahun tidak dipakai pompa. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder yang direncanakan dapat berfungsi dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas ringan. Hanya digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Volume kolam tampungan 240 m3. Setelah dilakukan simulasi, maka hasil yang didapat adalah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sistem polder tersebut dapat membuang air hujan ke kali Krukut meskipun tidak memakai pompa pembuang, dimana pada gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa tidak ada genangan air yang terjadi.
22 61 Gambar 4.16 Hasil Simulasi Curah Hujan 2 Tahun Neraca keseimbangan air (water balance) merupakan analisa keseimbangan air terhadap air yang masuk (inflow) dengan air yang keluar (outflow) dan besar volume air yang hilang atau keluar sungai (surface flooding). Neraca keseimbangan air untuk simulasi dengan curah hujan 2 tahun dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.4 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 2 Tahunan m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) ,61 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds ,42 Total Water remaining in Surface Storage ,98 Infiltration over the Pervious Area ,91
23 62 *=====================================================* Initial system volume = m3 Total system inflow volume = m3 Inflow + Initial volume = m3 *========================================== Total system outflow = m3 Volume left in system = m3 Evaporation = m3 Outflow + Final Volume = m3 *=====================================================* Simulasi Curah Hujan 5 Tahun Tanpa Pompa Sama seperti simulasi dengan curah hujan 2 tahun, simulasi dengan curah hujan 5 tahun juga bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas rendah. Pada simulasi berikut juga digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Hasil yang didapat dari simulasi adalah tidak terjadi luapan air pada saluran polder, sehingga saluran polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan baik.
24 63 Gambar 4.17 Hasil Simulasi Curah Hujan 5 Tahun Neraca keseimbangan air untuk simulasi dengan curah hujan 2 tahun dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 5 Tahunan m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) ,61 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds ,42 Total Water remaining in Surface Storage ,98 Infiltration over the Pervious Area 96 81,91
25 64 *======================================== Initial system volume = m3 Total system inflow volume = m3 Inflow + Initial volume = m3 *======================================== Total system outflow = m3 Volume left in system = m3 Evaporation = m3 Outflow + Final Volume = m3 *========================================= Simulasi Curah Hujan 10 Tahun Tanpa Pompa Simulasi dengan curah hujan 10 tahun bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat bekerja dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas curah hujan 10 tahun. Pada simulasi berikut juga digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah sebagai output air. Hasil yang didapat dari simulasi adalah tidak terjadi luapan air pada saluran polder, sehingga saluran polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan baik.
26 65 Gambar 4.18 Hasil Simulasi Curah Hujan 10 Tahun Tabel 4.6 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 10 Tahunan m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) ,24 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds ,25 Total Water remaining in Surface Storage ,60 Infiltration over the Pervious Area 96 81,92 *====================================== Initial system volume = m3 Total system inflow volume = m3 Inflow + Initial volume = m3 *====================================== Total system outflow = m3 Volume left in system = m3 Evaporation = m3 Outflow + Final Volume = m3 *======================================
27 Simulasi Curah Hujan 25 Tahun Tanpa Pompa Hujan 25 tahunan merupakan curah hujan yang menjadi syarat dalam perencanaan sistem polder Museum Bank Indonesia. Hujan 25 tahunan dapat dikatakan sebagai curah hujan dengan intensitas sedang. Pada simulasi dengan curah hujan 25 tahunan tidak digunakan pompa pembuangan. Sebagai komponen pembuang air, maka hanya digunakan saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah. Setelah melakukan simulasi, didapat hasil bahwa sistem polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan curah hujan 25 tahun dengan baik serta tidak terdapat air yang meluap dari saluran (banjir). Gambar 4.19 Hasil Simulasi Curah Hujan 25 Tahun
28 67 Tabel 4.7 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 25Tahunan m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) ,21 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds ,05 Total Water remaining in Surface Storage ,95 Infiltration over the Pervious Area ,92 *====================================== Initial system volume = m3 Total system inflow volume = m3 Inflow + Initial volume = m3 *======================================= Total system outflow = m3 Volume left in system = m3 Evaporation = m3 Outflow + Final Volume = m3 *========================================= Simulasi Curah Hujan 25 Tahun Dengan Pompa Simulasi berikut ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kapasitas pompa yang akan dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia. Dan besar kapasitas pompa yang akan dipakai telah dibahas sebalumnya. Pada simulasi ini juga digunakan alat pembuang berupa saluran gorong-gorong berdiameter 30 cm sebanyak 3 buah. Setelah melakukan simulasi, didapat hasil bahwa sistem polder tersebut dapat menampung dan mengalirkan air hujan dengan curah hujan 25 tahun dengan baik serta tidak terdapat air yang meluap dari saluran (banjir).
29 68 Gambar 4.20 Hasil Simulasi Curah Hujan 25 Tahun Gambar 4.21 Grafik Perencanaan Kinerja Pompa Kapasitas 0,25 m 3 /s
30 69 Tabel 4.8 Spesifikasi Pompa Yang Digunakan No. Volume Tampungan Kapasitas Pompa Elevasi Operasi (m) (Lt/dt) Pompa 1 Pompa 2 Pompa 1 Pompa 2 On Off On Off Durasi (Jam) Pompa1 Pompa m ,06-2,00 0,11-1,70 4,7506 0,8031 Gambar 4.22 Grafik Kinerja Pompa 1
31 70 Gambar 4.23 Grafik Kinerja Pompa 2 Tabel 4.9 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 25Tahunan Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) ,21 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds ,05 Total Water remaining in Surface Storage ,95 Infiltration over the Pervious Area ,92 m 3 *======================================= Initial system volume = m3 Total system inflow volume = m3 Inflow + Initial volume = m3 *======================================= Total system outflow = m3 Volume left in system = m3 Evaporation = m3 Outflow + Final Volume = m3 *=========================================
32 Simulasi Curah Hujan 50 tahun Tanpa Pompa Simulasi dengan curah hujan 50 tahun ini tanpa menggunakan pompa dengan dan volume kolam tampungan 240 m3. Output air dipakai pipa dengan diameter 30 cm sebanyak 3 buah. Skenario ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem polder Museum Bank Indonesia dapat berfungsi dengan baik jika terjadi hujan dengan intensitas hujan yang tinggi. Hasil dari pemodelan Sistem Drainase Musium Bank Indonesia untuk hujan rencana 50 tahun menunjukkan bahwa adanya luapan air di lokasi studi. Volume limpasan air tersebut sebesar 21,6 m3 dan berlangsung selama 0,09 jam atau 324 detik. Luapan terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara inflow dengan outflow. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dipakai pompa untuk dapat mengeluarkan air limpasan tersebut keluar dari sistem. Tabel 4.10 Keterangan Banjir Yang Terjadi Durasi Volume Volume Durasi Pompa No. Banjir Luapan Air Tampungan (Jam) (Jam) (m 3 ) m 3 0 0,09 21,6
33 72 Gambar 4.24 Hasil Simulasi 50 Tahun Tanpa Pompa Tabel 4.11 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 50 Tahunan Tanpa Pompa m3 Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) ,75 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds ,54 Total Water remaining in Surface Storage ,00 Infiltration over the Pervious Area 96 81,93
34 73 *======================================= Initial system volume = m3 Total system inflow volume = m3 Inflow + Initial volume = m3 *======================================= Total system outflow = m3 Volume left in system = m3 Evaporation = m3 Outflow + Final Volume = m3 *===================================== Simulasi Curah Hujan 50 Tahun dengan Pompa Simulasi dengan curah hujan 50 tahunan dengan pompa ini bertujuan untuk mengatasi luapan air yang terjadi pada simulasi 50 tahun tanpa pompa dan untuk mengetahui apakah kapasitas pompa sebesar 0,25 m 3 /s tersebut dapat dipakai pada sistem polder Museum Bank Indonesia. Selain memakai pompa sebagai alat pembuang, simulasi ini juga menggunakan saluran gorong-gorong 3 buah dengan diameter 30 cm sebagai alat pembuangan air hujan. Spesifikasi pompa yang digunakan pada simulasi ini adalah sebagai berikut: Tabel 4.12 Spesifikasi Pompa Yang Digunakan No. Volume Tampungan Kapasitas Pompa Elevasi Operasi (m) (Lt/dt) Pompa 1 Pompa 2 Pompa 1 Pompa 2 On Off On Off Durasi (Jam) Pompa1 Pompa m ,06-2,00 0,11-1,70 4,7506 0,8031
35 74 Gambar 4.26 Grafik Perencanaan Kinerja Pompa Kapasitas 0,25 m3/s Tabel 4.13 Hasil Output Simulasi Curah Hujan 50 Tahunan Dengan Pompa Total Basin Total Precipitation (Rain plus Snow) ,75 Total Infiltration 96 5,21 Total Evaporation 92 5,00 Surface Runoff from Watersheds ,54 Total Water remaining in Surface Storage ,00 Infiltration over the Pervious Area 96 81,93 *======================================= Initial system volume = m3 Total system inflow volume = m3 Inflow + Initial volume = m3 *====================================== Total system outflow = m3 Volume left in system = m3 Evaporation = m3 Outflow + Final Volume = m3 *======================================== m 3
36 75 Hasil yang didapat dari simulasi dengan curah hujan 50 tahunan menggunakan pompa menunjukkan bahwa tidak terjadi luapan air yang terjadi. Luapan air tersebut dapat diatasi dengan menggunakan pompa pembuang. Gambar 4.27 Hasil Simulasi Curah Hujan 50 tahun Dengan Pompa
37 76 Gambar 4.28 Grafik Kinerja Pompa 1 Gambar 4.29 Grafik Kinerja Pompa 2
BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum Bank Indonesia di daerah Kota, Jakarta Barat merupakan salah satu tempat bersejarah yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi bagi bangsa Indonesia.
Lebih terperincidilakukan pemeriksaan (validasi) data profil sungai yang tersedia. Untuk mengetahui
55 4.2 Validasi Data Profil Sungai Sebelum dilakukan pengujian model sistem polder Pluit pada program, maka harus dilakukan pemeriksaan (validasi) data profil sungai yang tersedia. Untuk mengetahui validasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompartemen Museum Bank Indonesia merupakan kawasan yang masuk dalam wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002. Berdasarkan data dari
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan penelitian akan dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut: Identifikasi permasalahan
33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian akan dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut: Identifikasi permasalahan Pengumpulan dan pengolahan data Pemodelan Kalibrasi
Lebih terperinciUNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Semester Genap Tahun 2006/2007
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Semester Genap Tahun 2006/2007 STUDI PERENCANAAN SISTEM POLDER MUSEUM BANK INDONESIA, JAKARTA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM Agustian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Polder 2.1.1 Definisi Sistem Polder Sistem polder adalah suatu teknologi penanganan banjir dan air laut pasang dengan kelengkapan sarana fisik, seperti sistem drainase,
Lebih terperinciUNIVERSITAS BINA NUSANTARA ANALISA KINERJA SISTEM POLDER PLUIT TERHADAP KOMPARTEMEN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN PROGRAM MIKE URBAN SWMM
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Semester Genap Tahun 2007/2008 ANALISA KINERJA SISTEM POLDER PLUIT TERHADAP KOMPARTEMEN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN PROGRAM MIKE URBAN SWMM
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu
BAB III METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Awal dari studi ini adalah identifikasi masalah yang mengarahkan penelitian pada topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi pekerjaan terletak di Jl. Jendral Sudirman, Kelurahan Karet Semanggi, Kecamatan Setia Budi, Jakarta Pusat. Tepatnya di dalam area perkantoran gedung
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya Tjia An Bing, Mahendra Andiek M, Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP
TUGAS AKHIR Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya Tjia An Bing NRP. 3109 100 112 Dosen Pembimbing : Mahendra Andiek M, ST.MT. Ir. Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat
Lebih terperinciSTUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT
TUGAS AKHIR RC09-1380 STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT RATNA PUSPITA WIDYANINGRUM NRP 3107 100 060 Dosen Pembimbing : Ir. Sofyan Rasyid, MT JURUSAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat administrasi, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Secara topografi, 40
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang
7 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sistem Polder Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN - 1 -
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Kota Semarang sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah merupakan sebuah kota yang setiap tahun mengalami perkembangan dan pembangunan yang begitu pesat.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
4 BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah untuk menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai. 3.1.1 Permasalahan
Lebih terperinciGambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal
DRAINASE POLDER Drainase sistem polder berfungsi untuk mengatasi banjir yang diakibatkan genangan yang ditimbulkan oleh besarnya kapasitas air yang masuk ke suatu daerah melebihi kapasitas keluar dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,
Lebih terperinciTUJUAN PEKERJAAN DRAINASE
DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat
Lebih terperinciPENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG
PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG ALBERT WICAKSONO*, DODDI YUDIANTO 1 DAN JEFFRY GANDWINATAN 2 1 Staf pengajar Universitas Katolik Parahyangan 2 Alumni
Lebih terperinciBAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR
BAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR Metode pemetaan daerah banjir dilakukan dengan menggunakan DEM (Digital Elevation Model) wilayah DKI Jakarta yang merupakan hasil dari pengolahan data kontur DKI Jakarta
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan Rossana Margaret, Edijatno, Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
Lebih terperinciRC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE
RC 141356 TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE EVALUASI EVALUASI AKHIR SEMESTER : 20 % EVALUASI TGH SEMESTER : 15 % TUGAS BESAR : 15% PENDAHULUAN 1.1. Fasilitas Drainase sebagai Salah Satu Infrastruktur (Sarana
Lebih terperinciANALISIS KOLAM RETENSI SEBAGAI PENGENDALIAN BANJIR GENANGAN DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI
ANALISIS KOLAM RETENSI SEBAGAI PENGENDALIAN BANJIR GENANGAN DI KECAMATAN PAYUNG SEKAKI 1 Desyi Astuti, 2 Siswanto dan 3 Imam Suprayogi 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau
Lebih terperinciAnalisis Drainasi di Saluran Cakung Lama Akibat Hujan Maksimum Tahun 2013 dan 2014
JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 17, No. 2, 91-97, Nov 214 91 Analisis Drainasi di Saluran Cakung Lama Akibat Hujan Maksimum Tahun 213 dan 214 (Micro Drainage Analysis in Cakung Lama River Due to The
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bulan Maret tahun 2013, di Desa Tuksono Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprogo mulai dilakukan pembangunan kawasan pabrik CV Karya Hidup Sentosa. Pabrik
Lebih terperinciANALISIS CURAH HUJAN DI MOJOKERTO UNTUK PERENCANAAN SISTEM EKODRAINASE PADA SATU KOMPLEKS PERUMAHAN
ANALISIS CURAH HUJAN DI MOJOKERTO UNTUK PERENCANAAN SISTEM EKODRAINASE PADA SATU KOMPLEKS PERUMAHAN Kristanto Wibisono 1, Antonius C 2, Herry P. Chandra 3, Cilcia K. 4 ABSTRAK : Seiring dengan bertambahnya
Lebih terperinciSTUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN
STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN Sugeng Sutikno 1, Mutia Sophiani 2 1 Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Subang 2 Alumni
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para dosen, dan pegawainya. Menyadari akan pentingnya suatu kampus maka sudah sewajarnya kampus
Lebih terperinciPERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN THE GREENLAKE SURABAYA
Perencanaan Sistem Drainase Perumahan The Greenlake Surabaya PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN THE GREENLAKE SURABAYA Riska Wulansari, Edijatno, dan Yang Ratri Savitri. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Kebon Agung Kota Surabaya, Jawa Timur
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-1 Perencanaan Sistem Drainase Kebon Agung Kota Surabaya, Jawa Timur Made Gita Pitaloka dan Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau Jawa, dilintasi oleh 13 sungai, sekitar 40% wilayah DKI berada di dataran banjir dan sebagian
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Rumah Sakit Mitra Keluarga Kenjeran, Surabaya
Perencanaan istem Drainase Rumah akit Mitra Keluarga Kenjeran, urabaya Hisyam Amri, Edijatno, Fifi ofia Jurusan Teknik ipil FTP Institut Teknologi epuluh Nopember (IT) Jl. Arief Rahman Hakim, urabaya 60
Lebih terperinci11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir
Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada saat musim hujan. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat
Lebih terperinciSISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE TL 4001 Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB Pendahuluan o Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah
Lebih terperinciSISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE MI 3205 Pengetahuan Lingkungan 2013 D3 Metrologi ITB Pendahuluan o Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah o Air limbah
Lebih terperinciANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN
JURNAL REKAYASA SIPIL (JRS-UNAND) Vol. 13 No. 2, Oktober 2017 Diterbitkan oleh: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas (Unand) ISSN (Print) : 1858-2133 ISSN (Online) : 2477-3484 http://jrs.ft.unand.ac.id
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Peristiwa ini terjadi akibat volume air di suatu badan air seperti sungai atau
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir
III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air
BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi dari objek penelitian ini berada pada Kecamatan Rancaekek, tepatnya di Desa Sukamanah dan Kecamatan Rancaekek sendiri berada di Kabupaten Bandung.
Lebih terperinci1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman
Lebih terperinciNORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK
NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK Martin 1) Fransiskus Higang 2)., Stefanus Barlian Soeryamassoeka 2) Abstrak Banjir yang terjadi
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya
1 Perencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya Agil Hijriansyah, Umboro Lasminto, Yang Ratri Savitri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Lebih terperinciSISTEM SANITASI DAN DRAINASI
SISTEM SANITASI DAN DRAINASI Pendahuluan O Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah O Air limbah ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang dan
Lebih terperinciPERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini
PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (raifall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran, baik melalui
Lebih terperinciD3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kantor adalah tempat yang sangat berguna bagi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan saat ini. Dengan adanya kantor kita dapat melakukan suatu pekerjaan dengan nyaman
Lebih terperinciREKAYASA HIDROLOGI II
REKAYASA HIDROLOGI II PENDAHULUAN TIK Review Analisis Hidrologi Dasar 1 ILMU HIDROLOGI Ilmu Hidrologi di dunia sebenarnya telah ada sejak orang mulai mempertanyakan dari mana asal mula air yang berada
Lebih terperinciSKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD)
SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD) Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Diajukan
Lebih terperinciPENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE
PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE Amalia 1), Wesli 2) 1) Alumni Teknik Sipil, 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: 1) dekamok@yahoo.com,
Lebih terperinciKajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan
Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan Uyu Saismana 1, Riswan 2 1,2 Staf Pengajar Prodi Teknik Pertambangan,
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis
Lebih terperinciStudi Evaluasi Sistem Saluran Sekunder Drainase Tambaksari kota Surabaya
Jurnal APLIKASI Volume 14, Nomor 2, Agustus 2016 Studi Evaluasi Sistem Saluran Sekunder Drainase Tambaksari kota Surabaya Edy Sumirman, Ismail Sa ud, Akhmad Yusuf Zuhdi Program Studi Diploma Teknik Sipil
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis
22 KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta
Lebih terperinciTATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN
1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya
Lebih terperinciBAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;
BAB IV ANALISA Analisa dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh. Data tersebut berupa data hasil pengamatan dilapangan dan data lain baik termasuk gambar guna memberikan gambaran kondisi wilayah.
Lebih terperinciPENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI
Seminar Nasional IX - 13Teknik Sipil ITS Surabaya PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI Albert Wicaksono 1, Doddi Yudianto 2, Bambang Adi
Lebih terperinciKAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN
Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian
Lebih terperinci9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.
SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi
Lebih terperinciPola Penanganan Drainase Kawasan Jalan Pura Demak Untuk Mengurangi Permasalahan Banjir di Kota Denpasar
Pola Penanganan Drainase Kawasan Jalan Pura Demak Untuk Mengurangi Permasalahan Banjir di Kota Denpasar Putu Wirya Atmaja, Edijatno, Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia
Lebih terperinciBerfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.
4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa
Lebih terperinciGambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten
Lebih terperinciKONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG
KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI
Lebih terperinciBAB VI ANALISIS KAPASITAS DAN PERENCANAAN SALURAN
BAB VI ANALISIS KAPASITAS DAN PERENCANAAN SALURAN 6.1 KAPASITAS TAMPUNG SALURAN EKSISTING Pada bab sebelumnya, telah diperoleh debit banjir rencana saluran drainase. Untuk mengetahui kapasitas tampung
Lebih terperinciBAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA
BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA 5.1. TINJAUAN UMUM Analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung debit rencana. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II,
Lebih terperinciPERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN GRAND CITY BALIKPAPAN
PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN GRAND CITY BALIKPAPAN Rossana Margaret K. 3109.100.024 Dosen pembimbing : Dr. Ir. Edijatno Dr. techn. Umboro Lasminto, ST., MSc. LETAK KAWASAN GRAND CITY LATAR BELAKANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir dan genangan air dapat mengganggu aktifitas suatu kawasan, sehingga mengurangi tingkat kenyamaan penghuninya. Dalam kondisi yang lebih parah, banjir dan genangan
Lebih terperinciOleh : Elvanda Danu Hergaiswara ( ) Sidoarjo JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN - ITS
Perencanaan Ulang Sistem Drainase Subsurface Stadion Gelora Delta Oleh : Elvanda Danu Hergaiswara (3109 100 016) Sidoarjo JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN - ITS (BAB 1) LATAR
Lebih terperinciPERANCANGAN SISTEM DRAINASE
PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi
Lebih terperinciPENGENDALIAN BANJIR DI KOMPLEKS TERPADU UKRIDA DENGAN KONSEP ZERO RUN OFF FLOOD CONTROL AT UKRIDA INTEGRATED COMPLEX WITH ZERO RUN OFF CONCEPT
Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PENGENDALIAN BANJIR DI KOMPLEKS TERPADU UKRIDA DENGAN KONSEP ZERO RUN OFF FLOOD CONTROL AT UKRIDA INTEGRATED COMPLEX WITH ZERO RUN OFF CONCEPT Elly Kusumawati Program Studi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum pemodelan dilakukan, dasar-dasar permasalahan yang terdapat di lokasi studi harus dipelajari sebagai acuan dalam pembahasan ini. Selain itu data yang dibutuhkan juga
Lebih terperinciLEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG
LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Akademis Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Uraian Umum Air merupakan sumber daya alam yang paling berharga, karena tanpa air tidak mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan manusia, hewan, dan
Lebih terperinciKOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro. Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr.
KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr. Soetomo Surabaya ABSTRAK Permasalahan banjir dan drainase selalu mewarnai permasalahan
Lebih terperinciSurface Runoff Flow Kuliah -3
Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir
Lebih terperinciMODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA
MODUL 4 DRAINASE JALAN RAYA TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE PERMUKAAN UNTUK JALAN RAYA a) Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b) Mengalirkan air permukaan yang terhambat oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Tanggerang setiap tahunnya mengalami permasalahan bencana banjir, khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya penanganan telah dilakukan.
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN... i PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR RUMUS... x DAFTAR LAMPIRAN... xi ABSTRAK... xii BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak kota Palembang adalah antara 101º-105º Bujur Timur dan antara 1,5º-2º Lintang Selatan atau terletak pada bagian timur propinsi Sumatera Selatan, dipinggir kanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah drainase kota sudah menjadi permasalahan utama pada daerah perkotaan. Masalah tersebut sering terjadi terutama pada kota-kota yang sudah dan sedang berkembang
Lebih terperinciBab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui :
Bab 3 Metodologi 3.1 Metode Analisis dan Pengolahan Data Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah-langkah penulis dalam menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai.
Lebih terperinciHasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break
Bab IV Hasil dan Analisis IV. Simulasi Banjir Akibat Dam Break IV.. Skenario Model yang dikembangkan dikalibrasikan dengan model yang ada pada jurnal Computation of The Isolated Building Test Case and
Lebih terperinciKAJIAN SISTEM DRAINASE PATUKANGAN-PEGULON KABUPATEN KENDAL
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2 Tahun 2017, Halaman 276 285 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts KAJIAN SISTEM DRAINASE PATUKANGAN-PEGULON KABUPATEN KENDAL Bustan Fadhilsyah
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Analisa Curah Hujan 4.1.1 Jumlah Kejadian Bulan Basah (BB) Bulan basah yang dimaksud disini adalah bulan yang didalamnya terdapat curah hujan lebih dari 1 mm (menurut
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR. 2.1 Hidrologi
BAB II TEORI DASAR 2.1 Hidrologi Hidrologi adalah cabang Geografi Fisis yang berurusan dengan air di bumi, sorotan khusus pada propertis, fenomena, dan distribusi air di daratan. Khususnya mempelajari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pusat bisnis dan ekonomi Indonesia, banyak orang tergiur untuk tinggal dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja cerita banjir
Lebih terperinciStudi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (1) 1-1 Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik Gemma Galgani T. D., Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI Rumusan Masalah
BAB III METODOLOGI 3.1. Rumusan Masalah Rumusan Masalah merupakan peninjauan pada pokok permasalahan untuk menemukan sejauh mana pembahasan permasalahan tersebut dilakukan. Berdasarkan hasil analisa terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Maksud Dan Tujuan... 2 1.2.1 Maksud...
Lebih terperinciTinjauan Pustaka. Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. The Hydrologic Cycle
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Banjir di Perkotaan Banjir pada dasarnya adalah surface runoff yang merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. The Hydrologic Cycle Sun Rain Clouds Rain Formation PRECIPITATION
Lebih terperinciANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA
ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA Ai Silvia Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Majalengka Email: silviahuzaiman@gmail.com
Lebih terperinci