V. DAN PEMBAHASAN. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu
|
|
- Yanti Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 V. DAN PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Masyarakat Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang Dari hasil pengolahan dan analisis data diperoleh gambaran responden dan/ atau faktor-faktor yang diteliti seperti tampak pada Gambar 8 dan 9. Gambar 8. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang Jenis kelamin dan umur responden Jumlah responden adalah 335 orang; terdiri dari 295 orang (88,1%) lakilaki dan 40 orang (11,9%) perempuan. Umur responden termuda 22 tahun dan tertua 80 tahun, mode 46,30 tahun, dan standar deviasi 11,04 tahun. Responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit demam berdarah dengue dalam tahun 2007/2008/2009 Jumlah responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit DBD dalam tahun 2007/2008/2009 adalah 67 orang (20% responden). Umur
2 80 penderita termuda 6 bulan dan tertua 41 tahun, median 12 tahun, mode 8 tahun, dengan standar deviasi 9,76 tahun. Lama pengobatan/perawatan penderita di Rumah Sakit minimum 2 hari dan maksimum 16 hari, dengan mean 5,67 hari, median 5 hari, mode 5 hari, dan standar deviasi 2,69 hari. Jumlah tanggungan biaya pengobatan/perawatan per pasien, di luar subsidi/bantuan Pemerintah, berkisar antara Rp ,-- dan Rp ,--; dengan mean Rp ,-; mode Rp ,-- dan standar deviasi Rp ,-- Gambar 9. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang (lanjutan) Rumah tangga responden Dari 335 rumah tangga yang diteliti, ada 208 rumah (62,1%) yang masuk kategori kurang sehat. Penilaian kesehatan rumah didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup penilaian kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku penghuni. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga yang belum memenuhi syarat kesehatan adalah 44,4%.
3 81 Gambaran lebih khusus kondisi 335 rumah responden tersebut yaitu: 95 rumah (28,4%) berdinding tidak memenuhi syarat kesehatan, 133 rumah (39,7%) tidak memiliki langit-langit, 78 rumah (23,2%) berlantai tanah atau plesteran yang sudah retak, 39 rumah (11,6%) tidak memiliki jendela kamar tidur, 71 rumah (21,2%) kurang pencahayaan, 36 rumah (10,7%) tidak memiliki kakus/wc sehat, dan 23 rumah (6,9%) dengan TPA berjentik nyamuk Aedes aegypti. Proporsi rumah tangga yang kurang sehat per kecamatan pada umumnya hampir sama, yaitu dalam kisaran 58,4%-64,2% (perincian pada Lampiran 1). Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kesehatan rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD (p-value=0,41). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang dan Jatibarang tidak turut dipengaruhi tingkat kesehatan rumah tangga. Air bersih/minum Proporsi rumah tangga yang memperoleh air bersih/minum lebih dari 100 liter per orang per hari ada 89 keluarga (26,6%); selebihnya, 246 keluarga (73,4%) memperoleh air dalam kisaran 20 sampai dengan 99,9 liter per orang per hari. Hasil ini hampir sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007), bahwa proporsi penduduk Kabupaten Indramayu yang menggunakan air bersih lebih dari 100 liter per orang per hari sebesar 48,2%; dan antara 20 hingga 99,9 liter sebesar 47,4%. Proporsi sumber air rumah tangga yaitu 1,5% dari tetangga/beli eceran; 2,4% sumur sendiri; 5,4% PDAM; dan 90,7% dari PDAM dan sumur. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian penyakit DBD dengan sumber air rumah tangga (p-value = 0,53). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang tidak turut dipengaruhi oleh sumber air rumah tangga. Sampah rumah tangga Proporsi keluarga responden yang membuang sampah dengan cara sehat (memiliki tempat pembuangan sampah) sebesar 70,4%. Proporsi ini lebih besar dibandingkan dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi keluarga yang memiliki tempat pembuangan sampah memenuhi syarat kesehatan sebesar 40,9%. Dari uji statistik diperoleh
4 82 hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian DBD (p-value = 0,00 dan OR=3,103). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak sehat; dan dapat diinterpretasikan bahwa penghuni rumah yang mengelola sampah secara tidak sehat berpeluang 3,103 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan penghuni rumah yang mengelola sampah secara sehat. Air limbah rumah tangga Proporsi keluarga responden yang membuang air limbahnya ke selokan terbuka dan tergenang kotor di sekitar rumah (tidak memiliki SPAL) adalah sebesar 99,4%. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinkeskab. Indramayu terhadap rumah yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL memenuhi syarat kesehatan sebesar 37,5%. Hasil penelitian ini juga tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007) yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL di Kabupaten Indramayu adalah 9,5%. Dari uji statistik, dalam Alpha 0,05 diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengelolaan air limbah rumah tangga dengan kejadian DBD tidak signifikan (p-value = 0,19); walaupun demikian secara empiris hubungan antara keduanya sesungguhnya jelas, karena lingkungan kotor pada dasarnya cenderung mengakibatkan berkembangnya populasi kuman penyakit menular yang dapat menyerang dan melemahkan daya tahan tubuh seseorang. Tanaman anti nyamuk Aedes aegypti Dari 335 rumah responden yang diteliti, sebagian besar (95%) tidak ditanami tanaman anti nyamuk seperti: Zodia (Evodia suaveolens), Geranium (Pelargonium citrosa), Lavender (Lavendula angustifolia), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus). Faktor penyebab utama ialah kurangnya pengetahuan sebagian besar anggota keluarga mengenai manfaat tanaman itu. Pengetahuan responden tentang demam berdarah dengue Proporsi responden dengan kategori berpengetahuan DBD kurang (jumlah jawaban yang benar median seluruh pertanyaan) adalah sebesar 65,1%. Sebagian besar jawaban yang benar masih terbatas pada jawaban atas pertanyaan
5 83 mengenai tanda-tanda/gejala penyakit DBD. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengetahuan kepala keluarga tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00 dan OR=3,788). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau pemahaman kepala keluarga tentang penyakit DBD termasuk pengendaliannya. Sikap responden tentang demam berdarah dengue Proporsi responden yang bersikap positif terhadap upaya pengendalian penyakit DBD sebesar 100%. Semua responden menjawab sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan, yaitu (1) bahwa Kabupaten Indramayu harus bebas penyakit DBD; (2) bahwa masyarakat harus jadi pelopor peningkatan PHBS; (3) bahwa masyarakat perlu meningkatkan kesehatan lingkungan; (4) bahwa masyarakat perlu meningkatkan pengembangan ikan pemakan jentik dan tanaman anti nyamuk Aedes aegypti; dan (5) bahwa masyarakat perlu memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti di rumah tangga masing-masing. Dengan proporsi tersebut secara statistik tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan sikap responden terhadap pengendalian DBD. Perilaku sehat responden Proporsi responden yang masuk dalam kategori berperilaku kurang dalam penyehatan rumah tangga sebesar 51%. Penilaian ini didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup perilaku/kebiasaan membuka jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, kebiasaan membersihkan rumah dan halaman, kebiasaan membuang tinja bayi dan balita, kebiasaan pengeloaan sampah rumah tangga, kebiasaan membersihkan TPA, dan kebiasaan memanfaatkan PUSKESMAS dan RS untuk berobat dan/atau konsultasi kesehatan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara perilaku sehat responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00 dan OR=6,773); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh perilaku tidak sehat anggota keluarga. Anggota keluarga yang tidak berperilaku sehat berpeluang 6,773 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan anggota keluarga berperilaku sehat.
6 84 Pekerjaan/mata pencaharian responden Proporsi responden menurut pekerjaan adalah sebesar 69,3% sebagai buruh/petani/nelayan; 15,8% sebagai pedagang/ pengusaha/ wiraswastawan; dan 14,9% sebagai PNS/TNI/POLRI/Pensiunan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga. Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden Sebagian besar responden dan keluarganya (80,9%) termasuk dalam kategori berpengeluaran uang di bawah rata-rata minimum tingkat Kabupaten Indramayu yaitu Rp ,-- per kapita keluarga per bulan. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden dengan kejadian DBD (p-value = 0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh kurangnya tingkat pendapatan/ pengeluaran per kapita keluarga per bulan. Rendahnya tingkat pendapatan/ pengeluaran rata-rata per kapita keluarga per bulan cenderung menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penyehatan pribadi dan lingkungannya. Keadaan ini akan berdampak negatif terhadap daya tahan tubuh individu dalam masyarakat dari serangan penyakit DBD dan penyakit menular lainnya. Pendidikan formal responden Pendidikan formal terakhir sebagian besar responden (51,6%) adalah tamat SD dan tidak tamat SD. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal responden dengan kejadian DBD (p-value = 0,00). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan formal kepala keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan formal masyarakat sedikit banyak akan mempengaruhi rendahnya wawasan, daya analisis dan kemampuan mereka dalam menerima perubahan-perubahan dalam rangka penyelesaian masalah yang berkaitan dan penyakit DBD.
7 85 Layanan penderita demam berdarah dengue Berdasarkan wawancara dengan pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten dan PUSKESMAS diperoleh hasil bahwa proporsi cakupan layanan penderita DBD oleh RS dan PUSKESMAS di atas 99%, mencakup layanan rawat jalan dan rawat inap. Dengan proporsi ini, secara statistik, tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan layanan penderita DBD. Layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan Proporsi responden dengan kategori belum pernah mengikuti penyuluhan kelompok dan bimbingan teknis tentang penyakit DBD oleh PUSKESMAS adalah sebesar 100%. Selama ini keluarga responden pada umumnya memperoleh informasi tentang DBD dari media elektronik, terutama televisi, dari petugas kesehatan, dan dari tetangga dalam komunikasi perorangan. Pengelolaan tempat penampungan air (TPA) Proporsi responden dengan kategori belum teratur satu minggu sekali membersihkan TPA dan TPN di dalam dan di luar sekitar rumah adalah sebesar 63,3%. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara keteraturan pembersihan TPA dengan kejadian DBD (p-value = 0,00 dan OR=5,543). Dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh tidak terpeliharanya kebersihan TPA. Anggota keluarga yang tidak teratur memelihara kebersihan TPA berpeluang terkena penyakit DBD 5,543 kali dibanding dengan anggota keluarga yang membersihkan TPA secara teratur (setiap satu minggu sekali). Adapun kebutuhan responden dalam rangka pengendalian penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang antara lain : cakupan air bersih/air minum meningkat; layanan kesehatan semakin meningkat; status kesehatan rumah tangga meningkat; perekonomian masyarakat meningkat; pengetahuan, sikap, perilaku sehat masyarakat meningkat; serta limbah padat dan cair terkelola dengan baik/sehat. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Masyarakat Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Dari hasil pengolahan dan analisis data diperoleh gambaran responden dan/ atau faktor-faktor yang diteliti seperti tampak pada Gambar 10 dan 11.
8 86 Gambar 10. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Jenis kelamin dan umur responden Jumlah responden adalah 336 orang; terdiri dari 274 orang (81,5%) lakilaki dan 62 orang (18,5%) perempuan. Umur responden termuda 18 tahun dan tertua 83 tahun, dengan median 44,69 tahun, mode 40 tahun, dan standar deviasi 11,93 tahun. Responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit demam berdarah dengue tahun 2007/2008/2009 Jumlah responden dan/atau anggota keluarganya yang menderita penyakit DBD pada tahun 2007/2008/2009 adalah 24 orang (7,1% responden). Umur penderita termuda 3 tahun dan tertua 45 tahun, median 10,5 tahun, mode 5 tahun, dengan standar deviasi 12,33 tahun. Lama pengobatan/perawatan penderita di Rumah Sakit minimum 2 hari dan maksimum 15 hari, dengan mean 5,33 hari, median 5 hari, mode 4 hari, dengan standar deviasi 2,408 hari. Jumlah tanggungan biaya pengobatan/perawatan per pasien, di luar subsidi/bantuan Pemerintah, berkisar antara Rp ,-- dan Rp ,--; dengan mean Rp ,--; mode Rp ,--; dan standar deviasi Rp ,24.
9 87 Gambar 11. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana (lanjutan) Rumah tangga responden Dari 336 rumah tangga yang diteliti, ada 238 rumah (70,8%) yang masuk kategori kurang sehat. Penilaian kesehatan rumah didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup penilaian kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi, dan kelompok perilaku penghuni. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga yang belum memenuhi syarat kesehatan adalah 44,4%. Gambaran lebih khusus kondisi 336 rumah responden yaitu: 110 rumah (32,8%) berdinding tidak memenuhi syarat kesehatan, 176 rumah (52,4%) tidak memiliki langit-langit, 72 rumah (21,4%) berlantai tanah atau plesteran yang sudah retak, 39 rumah (11,5%) tidak memiliki jendela kamar tidur, 52 rumah (15,5%) kurang pencahayaan, 90 rumah (26,8%) tidak memiliki kakus/wc sehat, dan 15 rumah (4,5%) dengan TPA berjentik nyamuk Aedes aegypti. Proporsi rumah tangga yang kurang sehat per kecamatan pada umumnya hampir sama, yaitu dalam kisaran 63,7%-77,7% (perincian tertera pada Lampiran 1).
10 88 Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara kesehatan rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD (p-value=0,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana turut dipengaruhi oleh tingkat kesehatan rumah hunian/tangga. Selanjutnya variabel yang berhubungan signifikan dengan kesehatan rumah hunian/tangga yaitu: (1) pengetahuan responden tentang DBD (p-value= 0,000 dan OR=5,950); (2) perilaku hidup sehat anggota keluarga responden (p-value = 0,00 dan OR= 31,2); (3) pengeluaran per kapita keluarga responden rata-rata per bulan (p-value = 0,00 dan OR=3,309); (4) pendidikan formal responden (p-value = 0,00); dan (5) pekerjaan responden (p-value= 0,00) (perincian pada Lampiran 3). Air bersih/minum Proporsi rumah tangga yang memperoleh air bersih/minum lebih dari 100 liter per orang per hari ada 295 keluarga (87,8%); selebihnya 41 keluarga (12,2%) memperoleh air dalam kisaran 20 sampai dengan 99,9 liter per orang per hari. Hasil ini tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007), bahwa proporsi penduduk Kabupaten Indramayu yang menggunakan air bersih lebih dari 100 liter per orang per hari sebesar 48,2%; dan antara 20 hingga 99,9 liter sebesar 47,4%. Proporsi sumber air rumah tangga yaitu 5,6% dari tetangga/beli eceran; 2,7% sumur sendiri; 0,6% PDAM; dan 91,1% dari PDAM dan sumur.. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak terdapat hubungan signifikan antara kejadian penyakit DBD dengan sumber air rumah tangga (p-value=0,47). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana tidak turut dipengaruhi oleh sumber air rumah tangga. Sampah rumah tangga Proporsi keluarga responden yang membuang sampah dengan cara sehat (memiliki tempat pembuangan sampah) sebesar 64,3%. Proporsi ini lebih besar dibandingkan dengan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yang menunjukkan bahwa proporsi keluarga yang memiliki tempat pembuangan sampah memenuhi syarat kesehatan sebesar 40,9%. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara
11 89 pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian DBD (p-value sebesar 0,00 dengan OR=6,176). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit DBD turut dipengaruhi oleh pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak sehat; dan dapat diinterpretasikan bahwa penghuni rumah yang mengelola sampah secara tidak sehat berpeluang 6,176 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan penghuni rumah yang mengelola sampah secara sehat. Air limbah rumah tangga Proporsi keluarga responden yang membuang air limbahnya ke selokan terbuka dan tergenang kotor di sekitar rumah (tidak memiliki SPAL) adalah sebesar 97,3%. Proporsi ini berbeda dengan hasil pemeriksaan Dinkeskab. Indramayu terhadap rumah yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL memenuhi syarat kesehatan sebesar 37,5%. Hasil penelitian ini juga tidak sama dengan hasil RISKESDAS JABAR (2007) yang menunjukkan bahwa proporsi rumah yang tidak memiliki SPAL di Kabupaten Indramayu adalah 9,5%. Dari uji statistik, dalam Alpha 0,05, diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengelolaan air limbah rumah tangga dengan kejadian DBD tidak signifikan (p-value = 0,65); walaupun demikian secara empiris hubungan antara keduanya sesungguhnya jelas, karena lingkungan kotor pada hakekatnya cenderung mengakibatkan berkembangnya populasi kuman penyakit menular yang dapat menyerang dan melemahkan daya tahan tubuh seseorang. Tanaman anti nyamuk Aedes aegypti Dari 336 rumah responden yang diteliti, sebagian besar (95%) tidak ditanami tanaman anti nyamuk seperti: Zodia (Evodia suaveolens), Geranium (Pelargonium citrosa), Lavender (Lavendula angustifolia), dan Serai wangi (Cymbopogon nardus). Faktor penyebab utama ialah kurangnya pengetahuan sebagian besar anggota keluarga mengenai manfaat tanaman itu. Pengetahuan responden tentang demam berdarah dengue Proporsi responden dengan kategori berpengetahuan DBD kurang (jumlah jawaban yang benar median seluruh pertanyaan) sebesar 73,2%. Sebagian besar jawaban benar responden masih terbatas pada jawaban atas pertanyaan mengenai tanda-tanda/gejala penyakit DBD. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pengetahuan kepala keluarga
12 90 tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana turut dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau pemahaman kepala keluarga tentang penyakit DBD. Dapat diinterpretasikan pula bahwa kejadian DBD berhubungan dengan frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan. Sikap responden tentang demam berdarah dengue Proporsi responden yang bersikap positif terhadap upaya pengendalian penyakit DBD sebesar 100%. Semua responden menjawab sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan, yaitu (1) bahwa Kabupaten Indramayu harus bebas penyakit DBD; (2) bahwa masyarakat harus jadi pelopor peningkatan PHBS; (3) bahwa masyarakat perlu meningkatkan kesehatan lingkungan; (4) bahwa masyarakat perlu meningkatkan pengembangan ikan pemakan jentik dan tanaman anti nyamuk Aedes aegypti; dan (5) bahwa masyarakat perlu memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti di rumah tangga masing-masing. Berdasarkan proporsi ini dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak tampak hubungan yang signifikan antara kejadian DBD dengan sikap responden terhadap pengendalian DBD. Perilaku sehat responden Proporsi responden yang masuk dalam kategori berperilaku kurang dalam penyehatan rumah tangga sebesar 52,1%. Penilaian ini didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes. R.I. 2002), yang mencakup perilaku/kebiasaan membuka jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, kebiasaan membersihkan rumah dan halaman, kebiasaan membuang tinja bayi dan balita, kebiasaan pengeloaan sampah rumah tangga, kebiasaan membersihkan TPA, dan kebiasaan memanfaatkan PUSKESMAS dan RS untuk berobat dan/atau konsultasi kesehatan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara perilaku sehat responden dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00 dan OR=11,431); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh perilaku tidak sehat anggota keluarga. Anggota keluarga yang tidak berperilaku sehat berpeluang 11,431 kali terkena penyakit DBD dibandingkan dengan anggota keluarga berperilaku sehat.
13 91 Pekerjaan/mata pencaharian responden Proporsi responden menurut pekerjaan adalah sebesar 81,3% sebagai buruh/petani/nelayan; 9,8% sebagai pedagang/pengusaha/ wiraswastawan; dan 8,9% sebagai PNS/TNI/POLRI/Pensiunan. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian DBD adalah tidak signifikan (p-value = 0,89). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD tidak dipengaruhi oleh pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga. Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden Sebagian besar responden dan keluarganya (82,7%) termasuk dalam kategori berpengeluaran uang di bawah rata-rata minimum tingkat Kabupaten Indramayu yaitu Rp ,-- per kapita keluarga per bulan. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden dengan kejadian DBD (p-value = 0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang turut dipengaruhi oleh rendahnya pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga per bulan. Rendahnya tingkat pendapatan rata-rata per kapita keluarga per bulan cenderung menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penyehatan pribadi dan lingkungannya. Keadaan ini akan berdampak negatif terhadap daya tahan tubuh individu dalam masyarakat dari serangan penyakit DBD dan penyakit menular lainnya. Pendidikan formal responden Pendidikan formal terakhir sebagian besar responden (65,2%) adalah tamat SD dan tidak tamat SD. Dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal responden dengan kejadian DBD (p-value = 0,92). Disimpulkan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana tidak turut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal kepala keluarga. Walaupun demikian dalam kenyataan sesungguhnya tampak bahwa rendahnya tingkat pendidikan formal masyarakat sedikit banyak mempengaruhi rendahnya kemampuan dan daya analisis mereka dalam menerima inovasi/ ide-ide konstruktif baru dalam rangka penyelesaian masalah penyakit DBD di daerahnya.
14 92 Layanan penderita demam berdarah dengue Berdasarkan wawancara dengan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten dan PUSKESMAS diperoleh hasil bahwa proporsi cakupan layanan penderita DBD oleh RS dan PUSKESMAS di atas 99%, mencakup layanan rawat jalan dan rawat inap menurut tata laksana yang ditetapkan. Secara statistik, tidak tampak hubungan signifikan antara kejadian DBD dengan layanan penderita DBD. Layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan Proporsi responden dengan kategori belum pernah mengikuti penyuluhan kelompok dan bimbingan teknis tentang penyakit DBD oleh PUSKESMAS adalah sebesar 100%. Selama ini keluarga responden pada umumnya memperoleh informasi tentang DBD dari media elektronik, terutama televisi, dari petugas kesehatan, dan dari tetangga dalam komunikasi perorangan. Pengelolaan tempat penampungan air (TPA) Proporsi responden dengan kategori belum teratur satu minggu sekali membersihkan TPA dan TPN di dalam dan di luar sekitar rumah adalah sebesar 69,3%. Selanjutnya dari uji statistik diperoleh hasil bahwa dalam Alpha 0,05 terdapat hubungan yang signifikan antara keteraturan pembersihan TPA dengan kejadian DBD (p-value = 0,00). Dapat disimpulkan bahwa kejadian DBD turut dipengaruhi oleh tidak terpeliharanya kebersihan TPA. Dari uraian di atas diperoleh gambaran bahwa karakterisrik responden dan faktor-faktor yang diteliti di gabungan tiga kecamatan pertama, termasuk kategori IR DBD tinggi selama tahun (Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang), tidak seluruhnya sama dibandingkan dengan karakterisrik responden dan faktor-faktor yang diteliti di gabungan tiga kecamatan kedua, termasuk kategori IR DBD rendah selama tahun (Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana). Proporsi/persentase beberapa karakteristik responden dan faktor-faktor yang diteliti di gabungan kecamatan pertama ada yang hampir sama namun ada pula yang berbeda dengan proporsi/ persentase karakteristik responden dan faktor-faktor yang diteliti di gabungan kecamatan kedua. Perbedaan yang menonjol ialah proporsi/presentase rumah tangga dengan pemakaian air dan tingkat pengetahuan kepala keluarga tentang DBD perincian selengkapnya tertera dalam Tabel 11 atau Lampiran 1.
15 Tabel 11. Deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu,Sindang, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Variabel Proporsi/persentase di : Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Rumah tangga dengan kategori belum sehat 68,1% 70,8% Rumah tangga dengan pemakaian air minum 99,9 liter per orang per hari 73,4% 12,1% Rumah dengan pembuangan air limbah belum sehat 99,5% 97,3% Rumah tangga tanpa tanaman anti nyamuk 95,0% 94,0% Responden dengan pengetahuan DBD kurang 65,1% 73,2% Responden dengan sikap pengendalian DBD baik 100% 100% Perilaku sehat penghuni rumah tangga kurang 51,0% 52,1% Pekerjaan kepala keluarga selain Pedagang/ pengusaha/ wiraswasta/pns/tni/polri/pensiunan Keluarga dengan pengeluaran Rp ,00 per kapita per bulan Pendidikan formal kepala keluarga tamat SD dan tidak tamat SD Layanan pengobatan penderita DBD oleh sarana kesehatan terdekat 69,3% 81,3% 80,9% 82,7% 51,6% 65,2% 99,0% 99,0% 93 Kepala keluarga yang belum pernah menerima penyuluhan/ bimbingan teknis kelompok untuk pengendalian DBD dari PUSKESMAS/RS 100% 100% Keluarga dengan pembersihan TPA >1minggu sekali 36,7% 30,7% Sumber air rumah tangga (sumur sendiri dan PDAM) 96,1% 91,7% Selain hasil analisis deskriptif, juga hasil uji bivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di gabungan kecamatan pertama tidak seluruhnya sama dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di gabungan kecamatan kedua (perincian mengenai hal ini tertera dalam Tabel 12 atau Lampiran 3). Di gabungan tiga kecamatan pertama, hubungan kesehatan rumah hunian dengan kejadian DBD dalam Alpha 0,05 adalah tidak signifikan (p-value = 0,41) tetapi di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya signifikan (p-value = 0,00). Di gabungan tiga kecamatan pertama, hubungan pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga dengan kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00) tetapi di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan (p-value = 0,89). Di gabungan tiga kecamatan pertama, hubungan pendidikan formal kepala keluarga dengan
16 94 kejadian DBD adalah signifikan (p-value = 0,00) tetapi di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan (p-value = 0,92). Adapun faktor-faktor yang berhubungan signifikan (p-value Alpha 0,05) dengan kejadian DBD, baik di gabungan tiga kecamatan pertama maupun di gabungan tiga kecamatan kedua, ialah pengelolaan sampah rumah tangga, pengetahuan kepala keluarga tentang DBD, perilaku sehat penghuni rumah tangga, keteraturan pembersihan tempat penampungan air, dan angka curah hujan. Sedangkan faktorfaktor yang berhubungan tidak signifikan (p-value > Alpha 0,05) dengan kejadian DBD, baik di gabungan tiga kecamatan pertama maupun di gabungan tiga kecamatan kedua, ialah sumber air minum rumah tangga dan pembuangan air limbah rumah tangga. Tabel 12. Faktor-faktor yang berhubungan secara statistik dengan penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana Hubungan antara Kejadian DBD dengan : Kecamatan Indramayu, Sindang, Jatibarang (n=335) p-value Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, Tukdana (n=336) Kesehatan rumah hunian 0,41 0,00* Sumber air minum rumah tangga 0,53 0,47 Pembuangan/pengelolaan air limbah rumah tangga 0,19 0,65 Pengelolaan sampah rumah tangga 0,00* 0,00* Pengetahuan kepala keluarga tentang DBD 0,00* 0,00* Sikap kepala keluarga terhadap pengendalian DBD - - Perilaku sehat penghuni rumah tangga 0,00* 0,00* Pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga 0,00* 0,89 Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga 0,00* 0,01* Pendidikan formal kepala keluarga 0,00* 0,92 Layanan pengobatan penderita DBD - - Frekuensi penyuluhan/bimbingan teknis kelompok untuk pengendalian DBD dari PUSKESMAS/RS - - Keteraturan pembersihan tempat penampungan air 0,00* 0,00* Keterangan : * = berhubungan sginifikan pada Alpha= 0,05 - = tidak diuji dengan Chi square n = Jumlah responden
17 95 Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan bivariat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran umum karakteristik responden dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di gabungan tiga kecamatan pertama (Indramayu, Sindang, dan Jatibarang) dan di gabungan tiga kecamatan kedua (Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana) berbeda atau tidak seluruhnya sama. Perbedaan faktor-faktor tersebut diduga turut mempengaruhi terjadinya perbedaan tingkat IR DBD antara kedua gabungan tiga kecamatan selama ini. Dengan demikian intervensi program dalam rangka pengendalian DBD di masing-masing gabungan tiga kecamatan juga berbeda atau tidak seluruhnya sama. Hasil penelitian ini pada dasarnya mengandung persamaan dan perbedaan dengan hasil penelitian para peneliti di lokasi lain. Hasil penelitian Fikri (2005) di kota Bandar Lampung menyimpulkan bahwa faktor sanitasi lingkungan yang berhubungan dengan kejadian penyakit DBD ialah peubah jenis sarana air bersih (p= 0,003), tempat penampungan air (p = 0,000) dan sampah tergenang air (p=0,011); faktor partisipasi masyarakat yang berhubungan dengan kejadian penyakit DBD; yaitu peubah kebiasaan 3M (p = 0,005) dan kebiasaan membersihkan rumah serta lingkungan (p = 0,016). Hasil penelitian Widyana (1999) menyimpulkan bahwa masyarakat yang berpendidikan rendah mempunyai peluang resiko terkena DBD 1,90 kali dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi. Hasil penelitian Bohra (2001) menunjukkan bahwa peran perilaku sangat penting dalam mengendalikan resiko terjadinya kejadian DBD. Fathi et al. (2005) menyimpulkan bahwa hanya variabel keberadaan kontainer air di dalam maupun di luar rumah yang berperan terhadap KLB DBD (Chi-square, p < 0,05) dengan relative risk (RR) sama dengan 2,96. Hubungan Curah Hujan, Suhu Udara, dan Kelembaban Udara dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Hubungan antara curah hujan dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) Hasil uji korelasi dan regresi menunjukkan bahwa pada Alpha 5% terdapat hubungan signifikan antara angka curah hujan dengan kejadian DBD (p-value= 0,011) dengan derajat/kekuatan hubungan yang sedang (r=0,699) dan pola hubungan positif; artinya ada kecenderungan semakin besar angka curah hujan
18 96 maka semakin besar IR DBD. Dari analisis tersebut dirumuskan persamaan regresi (Y = a + bx) dengan nilai a sebesar 5,545, nilai b sebesar 0,607. Huruf Y sebagai kejadian penyakit DBD, dan huruf X sebagai angka curah hujan. Dengan persamaan regresi tersebut yakni kejadian DBD = 5, ,607 (angka curah hujan) maka peningkatan angka kejadian penyakit DBD dapat diperkirakan jika diketahui angka curah hujan. Angka kejadian penyakit DBD akan bertambah sebesar 0,607 orang setiap pertambahan satu mm angka curah hujan. Grafik persamaan regresi linier antara angka curah hujan dengan kejadian DBD di Kabupaten Indramayu tampak pada Gambar 12. Gambar 12. Grafik persamaan regresi linier angka kejadian DBD dengan angka curah hujan di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Sintorini (2006) dan Sumantri (2008) yang menyimpulkan bahwa curah hujan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pengendalian penyakit DBD. Pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Banyaknya hari hujan akan mempengaruhi kelembaban udara di daerah pantai dan mempengaruhi suhu di pegunungan (Depkes R.I. 2005). Di Kabupaten Indramayu angka curah hujan dan kejadian penyakit DBD yang relatif tinggi setiap tahun ialah pada bulan Oktober, Desember, Januari, Februari, dan Maret. Gambaran angka curah hujan dan hubungannya dengan kejadian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu tampak pada Gambar 13.
19 97 Gambar 13. Grafik hubungan antara kejadian DBD dengan angka curah hujan di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Hubungan antara suhu udara dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) Hasil uji korelasi dan regresi menunjukkan bahwa hubungan antara suhu udara dengan kejadian penyakit DBD adalah lemah (r = 0,405) dengan p-value = 0,192. Dari analisis tersebut dirumuskan persamaan regresi (Y = a + bx) dengan nilai a sebesar 505,237, nilai b sebesar -12,402. Huruf Y sebagai kejadian penyakit DBD, dan huruf X sebagai suhu udara. Dengan persamaan regresi tersebut, yakni y = 505,237 + (-12,402*suhu udara), maka peningkatan angka kejadian penyakit DBD dapat diperkirakan jika diketahui suhu udara. Hal ini mendukung hasil penelitian Sumantri (2008), bahwa di Jakarta setiap kenaikan suhu sebesar 1,54% akan memberikan perubahan peluang peningkatan 113 kejadian DBD. Grafik persamaan regresi linier antara suhu udara dengan kejadian DBD di Kabupaten Indramayu tampak pada Gambar 14. Gambar 14. Grafik persamaan regresi linier antara kejadian DBD dengan suhu udara di Kabupaten Indramayu tahun 2007
20 98 Suhu udara merupakan salah satu faktor determinan atas perkembangan populasi nyamuk Aedes aegypti namun dalam kenyataan gambaran hubungan pengaruh suhu udara terhadap naik turunnya angka kejadian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu per bulan tidak tampak secara jelas. Tingkat suhu udara yang relatif datar setiap bulan tidak selaras dengan tingkat perkembangan kejadian penyakit DBD seperti tampak pada Gambar 15. Gambar 15. Grafik hubungan kejadian DBD dengan suhu udara di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Hubungan antara kelembaban udara dan kejadian demam berdarah dengue (DBD) Gambaran hubungan kelembaban udara dan kejadian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu adalah seperti tampak dalam Gambar 16. Gambar 16. Grafik hubungan kejadian DBD dengan kelembaban udara di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Dari uji statistik disimpulkan bahwa hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian penyakit DBD adalah lemah (r = 0,491 dan p-value = 0,105) dengan persamaan regresi linier seperti tampak pada Gambar 17.
21 99 Gambar 17. Grafik persamaan regresi linier antara kelembaban udara dengan kejadian DBD di Kabupaten Indramayu tahun 2007 Dari analisis tersebut dirumuskan persamaan regresi (Y = a + bx) dengan nilai a sebesar -281,560 nilai b sebesar 4,680. Huruf Y sebagai kejadian penyakit DBD, dan huruf X sebagai suhu udara. Persamaan regresi tersebut yakni y = 505,237 + (-12,402*suhu udara). Lemahnya hubungan secara statistik antara kelembaban udara dengan kejadian penyakit DBD ditunjukkan pula oleh Sumantri (2008) dalam penelitiannya di wilayah Jakarta tahun Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Dinas/ Instansi Umur dan pendidikan dikan Responden Jumlah responden Dinas/Instansi adalah 35 orang, terdiri dari 30 (85,7%) laki-laki dan 5 orang (14,3%) perempuan. Jabatan responden: 5 orang (pejabat Dinas/Instasi Kabupaten), 18 orang (pejabat Kecamatan, Dinas/Instansi Kecamatan, Kepala Puksemas), 12 orang (Kepala Desa/Kelurahan). Proporsi responden menurut pendidikan formal: 11 orang (31,4%) tamat SLTA dan 24 orang (68,6%) tamat Akademi /DIII ke atas. Pendapat dan Kebutuhan Responden dalam Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan faktor yang berhubungan dengan masih timbulnya penyakit DBD di Kabupaten Indramayu: 24 orang (68,6%) berpendapat berhubungan dengan perilaku masyarakat, 5 orang (14,3%) dengan pengetahuan masyarakat, 4 orang (11,4%) dengan sikap
22 100 masyarakat, dan 2 orang (5,8%) dengan pendapatan masyarakat serta kerjasama lintas program/sektoral. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan metode yang paling efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat dalam pencegahan DBD: 26 orang (74,3%) berpendapat dengan penyuluhan kesehatan, 5 orang (14,3%) dengan nasihat tokoh masyarakat, dan 4 orang (11,4%) dengan bimbingan teknis petugas kesehatan. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara paling efektif meningkatkan PHBS masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD: 31 orang (88,6%) berpendapat dengan penyuluhan kesehatan, empat orang (11,4%) dengan penegakan hukum dan sistem ganjaran. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan faktor yang paling berkaitan dengan tingkat mutu layanan pengobatan penderita: 19 orang (54,3%) berpendapat faktor sumberdaya manusia, 9 orang (25,7%) faktor dana, dan 5 orang (14,3%) faktor sarana. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara meningkatkan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan kesehatan lingkungan: 20 orang (57,1%) berpendapat dengan kerjasama lintas program/sektoral, 12 orang (34,3) dengan membentuk organisasi kesehatan tingkat desa secara swadaya dari hasil komitmen masyarakat, dan 3 orang (8,6%) dengan sistem penilaian. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara pengembangan dana operasional penanggulangan penyakit DBD: 15 orang (42,9%) berpendapat dengan mengajukan usul kepada Pemerintah Kabupaten Indramayu, 9 orang (25,7%) dengan pengajuan usulan anggaran ke Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Barat, dan 11 orang (31,4%) dengan peningkatan sistem dana sehat di masyarakat dan cara lainnya. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara paling efektif untuk pengembangan kerjasama lintas program dan sektoral dalam rangka penanggulangan penyakit DBD: 21 orang (60%) berpendapat dengan pembagian tugas yang jelas disertai pendanaannya, 7 orang (20%) dengan pengembangan sistem kerjasama termasuk SOP, dan 7 orang (20%) dengan pertemuan berkala.
23 101 Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara paling efektif menegakkan hukum kesehatan dan lingkungan hidup: 26 orang (74,3%) berpendapat dengan peningkatan penyebarluasan informasi tentang peraturan perundangan kesehatan dan lingkungan hidup, 4 orang (11,4%) berpendapat dengan membentuk tim khusus penegakan hukum kesehatan dan lingkungan hidup, dan 5 orang (14,3%) dengan suri tauladan dari petugas penyelenggara. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara paling efektif agar masyarakat dapat memanfaatkan PUSKESMAS atau sarana kesehatan secara optimal untuk penanggulangan penyakit DBD: 30 orang (85,7%) berpendapat dengan peningkatan mutu layanan kesehatan, 4 orang (11,4%) dengan membangun PUSKESMAS di lokasi yang mudah dijangkau masyarakat. Proporsi responden menurut jawaban atas pertanyaan cara meningkatkan dukungan tokoh masyarakat dalam rangka pencegahan penyakit DBD: 32 orang (91,4%) berpendapat dengan mengaktifkan dalam organisasi kesehatan desa, dan 3 orang (8,6%) dengan pendekatan perorangan. Adapun jawaban responden atas pertanyaan tentang strategi dan taktis operasional apa saja yang telah dikembangkan oleh Dinas/Instansinya dalam rangka implementasi kebijakan pencegahan penyakit DBD di wilayah kerjanya pada dasarnya cukup konsisten sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Barat, yaitu: (1) perencanaan, monitoring dan evaluasi program, (2) penyuluhan PHBS atau sosialisasi gerakan waspada DBD, (3) meningkatkan pemantauan jentik berkala (PJB), (4) fogging fokus, (5) PSN, (6) penanganan penderita secara cepat, (7) pengembangan desa siaga, (8) menggiatkan anak didik dalam pemantauan jentik (9) peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektoral atau UKS, (10) abatesasi, (11) pengembangan atau pemberdayaan kader juru pemantau jentik (Jumantik), (12) gerakan rutin kebersihan lingkungan. Dari seluruh jawaban responden disimpulkan bahwa faktor-faktor penting dalam pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu: (1) perilaku hidup sehat masyarakat, (2) penyuluhan kesehatan, (3) mutu kerjasama lintas program/sektoral, (4) frekuensi dan mutu penyebarluasan informasi tentang peraturan perundang-undangan kesehatan dan lingkungan hidup, (5) mutu layanan sarana kesehatan, dan (6) partisipasi aktif tokoh masyarakat.
24 102 Kebutuhan responden untuk pengendalian DBD: (1) IR dan CFR DBD menurun, (2) perekonomian masyarakat meningkat, (3) pengetahuan, sikap dan PHBS meningkat, (4) anggaran program pencegahan DBD meningkat, (5) fasilitas umum dan sosial bersih dan sehat, (6) limbah padat dan cair dikelola dengan sehat, (7) TPA bersih, dan (8) populasi nyamuk Aedes aegypti terkendali. Analisis Elemen Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu dengan Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) Analisis elemen pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dengan pendekatan AHP didasarkan pada pendapat para pakar dan struktur hierarki antar elemen (Gambar 7). Analisis dilakukan untuk mengetahui urutan prioritas elemen aktor berdasarkan fokus, faktor berdasarkan aktor, tujuan berdasarkan aktor, kriteria berdasarkan aktor, strategi berdasarkan aktor, tujuan berdasarkan faktor, kriteria berdasarkan faktor, strategi berdasarkan faktor, kriteria berdasarkan tujuan, strategi berdasarkan tujuan, dan strategi berdasarkan kriteria. Tujuan akhir ialah untuk mengetahui urutan prioritas dari elemen strategi. Urutan Prioritas Aktor Berdasarkan Fokus Dari pengolahan terhadap pendapat pakar dalam kuesioner diperoleh hasil bahwa urutan peringkat relatif elemen dari aktor berdasarkan fokus pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: Pemerintah Kabupaten Indramayu, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa/ Kelurahan, Lembaga Kemasyarakatan (perincian tertera dalam Tabe1 13). Tabel 13. Matriks perbandingan antar elemen Aktor berdasarkan Fokus pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Aktor Fokus pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Urutan prioritas Bobot 1,000 A 0,672 I B 0,189 II C 0,081 III D 0,058 IV Consistency ratio 0,082
25 103 Keterangan Tabel 13: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana D : Lembaga kemasyarakatan Terpilihnya Pemerintah Kabupaten Indramayu sebagai elemen terpenting pada level Aktor pada hakekatnya sejalan dengan kebijakan Pemerintah bahwa desentralisasi bidang kesehatan yang luas dan utuh diletakkan di kabupaten. Daerah diberi kewenangan seluas-luasnya untuk menyelenggarakan upaya dan pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan minimal. Pemerintah Kabupaten bertanggungjawab mengelola sumberdaya kesehatan yang tersedia di wilayahnya secara optimal guna mewujudkan kinerja sistem kesehatan wilayah termasuk kebijakan pengendalian penyakit DBD. Urutan Prioritas Faktor Berdasarkan Aktor Urutan peringkat relatif elemen dari faktor berdasarkan aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: lingkungan, kependudukan, vektor penyakit, dan layanan kesehatan (perincian tertera dalam Tabe1 14). Tabel 14. Matriks perbandingan antar elemen Faktor berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Faktor Aktor Elemen A B C D Global priority Urutan Bobot 0,672 0,189 0,081 0,058 E 0,441 0,477 0,445 0,432 0,448 I F 0,395 0,332 0,376 0,380 0,380 II G 0,070 0,109 0,103 0,106 0,082 IV H 0,094 0,082 0,076 0,082 0,090 III Consistency ratio 0,026 0,059 0,034 0,044 Keterangan Tabel 14: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan : Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana
26 104 D : Lembaga kemasyarakatan E : Lingkungan F : Kependudukan G : Layanan kesehatan H : Vektor penyakit Terpilihnya lingkungan sebagai elemen terpenting pada level Faktor pada hakekatnya sejalan dengan pendapat para ahli bahwa faktor lingkungan berpengaruh paling besar terhadap kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Penyakit DBD adalah penyakit menular berbasis lingkungan; artinya timbul dan mewabahnya penyakit ini pada hakekatnya dapat dicegah dengan metode perbaikan kesehatan lingkungan oleh Pemerintah bersama masyarakat. Secara empiris kondisi kesehatan lingkungan Kabupaten Indramayu mencakup sanitasi ruang dan bangunan, pengelolaan sampah rumah tangga, pengelolaan air limbah rumah tangga, pengelolaan air bersih/minum belum sepenuhnya mencapai taraf yang diinginkan. Urutan Prioritas Tujuan Berdasarkan Aktor Urutan peringkat relatif elemen dari Tujuan berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: Kabupaten Indramayu bebas penyakit DBD, meningkatnya produktivitas kerja masyarakat, dan meningkatnya kenyamanan/ ketenteraman masyarakat (perincian tertera dalam Tabe1 15). Tabel 15. Matriks perbandingan antar elemen Tujuan berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Aktor Elemen A B C D Bobot 0,672 0,189 0,081 0,058 Global priority Urutan Tujuan I 0,571 0,558 0,517 0,625 0,568 I J 0,143 0,122 0,124 0,137 0,137 III K 0,286 0,320 0,359 0,238 0,295 II Consistency ratio 0,000 0,016 0,093 0,016 Keterangan Tabel 15: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana
27 105 D : Lembaga Kemasyarakatan I : Kabupaten Indramayu bebas penyakit DBD J : Meningkatnya kenyamanan / ketenteraman masyarakat. K : Meningkatnya produktivitas kerja masyarakat Terpilihnya Kabupaten Indramayu bebas penyakit DBD sebagai elemen terpenting pada level Tujuan pada hakekatnya sesuai dengan visi dan misi Pemerintah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu yakni Religius, Maju, Mandiri dan Sejahtera (REMAJA) serta Terwujudnya masyarakat Indramayu yang mandiri untuk hidup sehat tahun 2010 ; dan mengacu pada target IR DBD nasional pada tahun 2010 adalah 2 (dua). Dengan terwujudnya tujuan utama ini akan menunjang perwujudan tujuan lainnya yaitu meningkatnya kenyamanan/ ketenteraman dan produktivitas masyarakat. Urutan Prioritas Kriteria Berdasarkan Aktor Urutan peringkat relatif elemen Kriteria berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: jumlah dan mutu sumber daya manusia, edukatif, dana dan sarana, dan teknologi (perincian tertera dalam Tabe1 16). Tabel 16. Matriks perbandingan antar elemen Kriteria berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Kriteria Aktor Global Elemen A B C D priority Urutan Bobot 0,672 0,189 0,081 0,058 L 0,150 0,157 0,157 0,150 0,152 IV M 0,197 0,198 0,281 0,197 0,204 III N 0,416 0,360 0,319 0,416 0,397 I O 0,237 0,285 0,243 0,237 0,247 II Consistency ratio 0,063 0,077 0,044 0,063 Keterangan Tabel 16: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan : Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana D : Lembaga kemasyarakatan L : Teknologi M: Dana dan sarana N : Jumlah dan mutu sumberdaya manusia O : Edukatif
28 106 Terpilihnya jumlah dan mutu sumberdaya manusia sebagai elemen terpenting pada level Kriteria pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu pada hakekatnya didasarkan pada visi dan misi Pemerintah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu. Bahwa sumber daya manusia adalah makhluq Allah yang paling sempurna menjadi subyek dan obyek pembangunan di segala bidang kehidupan. Keberhasilan pengendalian penyakit DBD sangat tergantung pada tersedianya sumberdaya manusia di setiap administrasi pemerintahan sesuai dengan jumlah dan mutu yang dibutuhkan. Urutan Prioritas Strategi Berdasarkan Aktor Urutan peringkat relatif elemen dari Strategi berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu mulai dari yang terpenting ialah: peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat, peningkatan kesehatan lingkungan permukiman, peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat, dan pengendalian vektor penyakit DBD (perincian tertera dalam Tabe1 17). Tabel 17. Matriks perbandingan antar elemen Strategi berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Strategi Aktor Elemen A B C D Global priority Urutan Bobot 0,672 0,189 0,081 0,058 P 0,351 0,308 0,251 0,308 0,332 II Q 0,424 0,433 0,488 0,415 0,431 I R 0,126 0,165 0,158 0,163 0,138 III S 0,099 0,094 0,103 0,114 0,099 IV Consistency ratio 0,092 0,080 0,053 0,077 Keterangan Tabel 17: A : Pemerintah Kabupaten Indramayu B : Pemerintah Kecamatan : Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana C : Pemerintah Desa/Kelurahan di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, Tukdana D : Lembaga Kemasyarakatan P : Peningkatan kesehatan lingkungan permukiman Q : Peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat R : Peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat S : Pengendalian vektor penyakit DBD
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan data dalam Profil Kesehatan Kabupaten Indramayu, Incidence rate (IR) DBD
Lebih terperinciKecamatan. Terisi (n = 113)
Lampiran 1. ekapitulasi deskripsi hasil penelitian dalam rangka penyusunan model kebijakan pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten esponden penelitian Variabel (n = 109) (n = 111)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu
Lebih terperinciBAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui
1 BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) atau lazimnya disebut dengan DBD / DHF merupakan suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Lebih terperinciPromotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN PALU TIMUR KOTA PALU 1) DaraSuci 2) NurAfni Bagian Epidemiologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropis di seluruh
Lebih terperinciSKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J
SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PERAN SERTA KADER KESEHATAN DAN PEMERINTAH DESA DENGAN UPAYA PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA KETITANG KECAMATAN NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009 Skripsi
Lebih terperinciINFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE
INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE I. Kondisi Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad, penyakit Demam Berdarah Dengue dianggap sebagai penyakit penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebaranya semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue atau disingkat DBD merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus DBD di dunia pada tahun 2010
Lebih terperinci5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu)
5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu) 5.1. PENDAHULUAN Sebagian besar perkotaan di Indonesia merupakan wilayah endemik
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
157 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dengan metode COMBI di laksanakan untuk pertama kalinya di Kota Pekanbaru dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di seluruh Indonesia, serta sering menimbulkan
Lebih terperinciSARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan mencapai derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akut bersifat endemik yang di sebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) sebagai organisasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah dalam bidang kesehatan. Tugas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang tinggi dan dalam waktu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar paling cepat yang disebabkan oleh virus nyamuk. Dalam 50 tahun terakhir, insiden telah meningkat 30 kali
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005
ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005 Oleh: TH.Tedy B.S.,S.K.M.,M.Kes. PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang No.23
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Denge (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai pembawa virus. Penyakit ini dapat
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia yang jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
Lebih terperinciBAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Lebih terperinciHUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I
0 HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun
Lebih terperinciSeminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif ISBN:
SURVEILANS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN PERMASAHANNYA DI KOTA SEMARANG TAHUN 2008 M.Arie Wuryanto, SKM, MKes.(Epid) Abstrak Latar Belakang: Surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam
Lebih terperinciABSTRACT. Key words: DHF, control, policy, model, health, environment.
ABSTRACT HENRI PERANGINANGIN. Model of Dengue Haemorrhagic Fever Controlling Policy in Indramayu Regency. Under the Direction of HASIM, BAMBANG PRAMUDYA N., and SRI BUDIARTI. Dengue haemorrhagic fever
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lancarnya transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena jumlah penderita penyakit DBD cenderung meningkat dari tahun ke
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Gambaran Umum Padukuhan VI Sonosewu Penelitian ini mengambil lokasi di Padukuhan VI Sonosewu pada bulan Mei Agustus 2017. Padukuhan VI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi kesehatan yang tinggi dan mungkin dicapai pada suatu saat yang sesuai dengan kondisi dan situasi serta
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) memperkirakan penduduk yang terkena DBD telah meningkat selama 50 tahun terakhir. Insiden DBD terjadi baik di daerah tropik
Lebih terperinciSUMMARY HASNI YUNUS
SUMMARY HUBUNGAN KEGIATAN SURVEY JENTIK SEBELUM DAN SETELAH ABATESASI TERHADAP ANGKA BEBAS JENTIK DI KELURAHAN BOLIHUANGGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 HASNI YUNUS 811409153 Program Studi Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciJurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume VIII Nomor 1, Januari 2017 ISSN (p) -- ISSN (e)
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK PADA KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE Muammar Faiz Naufal Wibawa (Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Tuhu Pinardi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana disebutkan dalam Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk penyakit utama pada negara tropis dan subtropis. DBD terjadi akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung
Lebih terperinciMODEL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN INDRAMAYU HENRI PERANGINANGIN
MODEL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN INDRAMAYU HENRI PERANGINANGIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 45 tahun terakhir, sejak tahun 1968 sampai saat ini dan telah menyebar di 33 provinsi dan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan Ibu kotanya Indramayu. Kabupaten Indramayu berada pada 6º15 sampai
Lebih terperinciSkripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN KEPALA KELUARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA GONDANG TANI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GONDANG KABUPATEN SRAGEN Skripsi ini Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal Program Pemberantasan Penyakit menitik beratkan kegiatan pada upaya mencegah berjangkitnya penyakit, menurunkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan perilaku yang dilakukan seseorang untuk selalu memperhatikan kebersihan, kesehatan, dan berperilaku sehat. Program PHBS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk salah satu penyakit yang tersebar di kawasan Asia Tenggara dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan melaksanakan pembangunan yang berwawasan kesehatan, memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Visi Indonesia Sehat 2010 merupakan gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) dan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini banyak menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya menjaga kesehatan bagi masyarakat adalah hal mutlak. Karena dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat terus produktif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.
BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari tiga dasawarsa, derajat kesehatan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan angka kematian bayi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Penelitian 1. Deskripsi lingkungn Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pati 1, dimana Puskesmas Pati 1 merupakan suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia, terutama negara-negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyakit
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya sampai saat ini masih tetap menjadi salah satu penyakit menular yang berisiko menyebabkan tingginya angka kesakitan serta masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciKata Kunci : Pengetahuan, Perawatan, Demam Berdarah Dengue
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) DI KELURAHAN PULUBALA KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Fadlun Lapaleo. 841409036. Skripsi, Program Studi Keperawatan, Fakultas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Saat ini kami dari Bagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di
Lebih terperinciGAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL ABSTRAK
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL 6 Sri Wahyuni ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit berbahaya
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Kayubulan Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang pada saat
Lebih terperinci1. Pendahuluan SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN
Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH KECAMATAN MEDAN MAIMUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat menjadi media penularan penyakit. Terjadinya penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena adanya interaksi antara manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program kesehatan di Indonesia adalah pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 2,5 milyar manusia yang merupakan 2/5 dari penduduk dunia mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya sekitar 50 sampai 100 juta penderita
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Puskesmas Laladon dan data kependudukan dari Kantor Desa Laladon Kabupaten Bogor. 5 Pengolahan dan Analisis Data Analisis data diperoleh dari data primer melaui kuisioner yang berisikan daftar pertanyaan-pertanyaan
Lebih terperinciPERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE
PENELITIAN PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE Andreas A.N*, Titi Astuti**, Siti Fatonah** Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal, ditandai dengan
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA INSTRUKSI GUBERNUR PROVINSI DAEAAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KESIAPSIAGAAN PENINGKATAN.KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) GUBERNUR
Lebih terperinci4. HASIL PENELITIAN. Pengetahuan ibu..., Niluh A., FK UI., Universitas Indonesia
32 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Data Umum 4.1.1 Geografi Rukun warga (RW) 03 kelurahan Paseban merupakan salah satu rukun warga di wilayah Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Kotamadya Jakarta Pusat dengan
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD
KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD UPT KESMAS TAMPAKSIRING 1. Pendahuluan Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus
Lebih terperinciAl Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman
Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman 44-48 44 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP,TINDAKAN MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH PUSKESMAS MARTAPURA KABUPATEN BANJAR TAHUN 2011
Lebih terperinciBUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA
1 BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring bertambahnya waktu maka semakin meningkat juga jumlah penduduk di Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 200 juta lebih. Hal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama jumlah penderita DBD
Lebih terperinci