BAB III PEMBAHASAN. survei yang dilakukan BPS pada 31 Oktober Langkah selanjutnya yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBAHASAN. survei yang dilakukan BPS pada 31 Oktober Langkah selanjutnya yang"

Transkripsi

1 BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam skripsi ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari buku saku Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2016/2017. Data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Data merupakan data sekunder hasil dari survei yang dilakukan BPS pada 31 Oktober Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah diperoleh data adalah melakukan analisis terhadap data tersebut. Terdapat beberapa software yang dapat digunakan untuk melakukan analisis kelompok, seperti MATLAB, Minitab, SPSS, Program R, RStudio, dan lain-lain. Software RStudio dipilih untuk melakukan analisis kelompok. Pemilihan Software RStudio dikarenakan RStudio adalah program yang baru dikembangkan dan terus mengalami pembaharuan. Skripsi ini menggunakan RStudio versi terbaru yang dirilis pada 31 Maret Selain itu, RStudio sangat mudah digunakan dalam pengolahan data. Setelah diperoleh hasil pengelompokan dengan bantuan software RStudio yang berupa kelompok-kelompok, dilakukan uji validasi untuk memperoleh kelompok optimal. Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan analisis data. A. Menentukan Variabel Dalam skripsi ini penelitian dilakukan dengan menggunakan data rasio, berupa nilai APK dan APM tahun 2016/2017. Setelah dilakukan pengumpulan data, data diolah dengan mengelompokkannya sesuai kemiripan sifat yang dimiliki. Penelitian ini membahas pengelompokan provinsi di Indonesia 43

2 berdasarkan indikator pendidikan guna memperoleh kelompok tingkat partisipasi pendidikan Warga Negara Indonesia. Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai pengelompokan daerah berdasarkan indikator pendidikan. Berikut adalah beberapa penelitian terkait: 1. Penelitian mengenai pelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Timur berdasarkan indikator pendidikan tahun 2013 Menggunakan Analisis Hierarcichal Cluster (Rafikasari, 2014). Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut: X1 : angka melek huruf (%) X 2 : angka partisipasi sekolah 7-12 tahun (%) X3 : angka partisipasi sekolah tahun (%) X 4 : angka partisipasi sekolah tahun (%) X5 : angka partisipasi kasar 7-12 tahun (%) X6 : angka partisipasi kasar tahun (%) X 7 : angka partisipasi kasar tahun (%) X8 : angka partisipasi murni 7-12 tahun (%) X 9 : angka partisipasi murni tahun (%) X 10: angka partisipasi murni tahun (%) Penelitian tersebut menggunakan metode analisis pengelompokan hierarki, yaitu single linkage, dan diperoleh hasil dua kelompok yang ditentukan dari pemotongan dendogram dengan selisih jarak penggabungan terbesar. 44

3 2. Penelitian untuk mengelompokkan Wilayah Madura berdasar indikator pemerataan pendidikan menggunakan partition around medoids dan validasi adjusted random index (Satoto, Khotimah, & Iswati, 2015). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah APK SD, APM SD, Rasio Murid Guru SD, Rasio Murid Kelas SD, Rasio Murid Sekolah SD, Angka Shift SD, APK SMP, APM SMP, Rasio Murid Guru SMP, Rasio Murid Kelas SMP, Rasio Murid Sekolah SMP, Angka Shift SMP, APK SM sederajat, APM SM sederajat, Rasio Murid Guru SM sederajat, Rasio Murid Kelas SM sederajat, Rasio Murid Sekolah SM sederajat, dan Angka Shift SM sederajat. Penelitian tersebut mengelompokkan data menggunakan Partition Around Medoids dan Validasi Adjusted Random Index yang diujicobakan dengan menggunakan tiga jenis jarak (manhattan, euclidean, canberra). Hasil penelitian menunjukkan kinerja terbaik diperoleh dengan menggunakan jarak euclid. 3. Penelitian untuk mengelompokkan desa/kelurahan di Kota Denpasar menurut indikator pendidikan (Aprilia A.P., Srinadi, & Sari, 2016). Indikator-indikator pendidikan dalam penelitian tersebut meliputi banyak sekolah TK, SD, SMP, SM sederajat/smk; banyak siswa TK, SD, SMP, SM sederajat/smk; dan banyak guru TK, SD, SMP, SM sederajat/smk. Penelitian tersebut menggunakan metode linkage dan indeks Cluster Tightness Measure (CTM) dengan jarak euclid dan pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan nilai terkecil 45

4 CTM, metode terbaik menggunakan average linkage dengan jarak pearson. Berdasarkan penelitian di atas terdapat berbagai macam indikator pendidikan yang dapat digunakan untuk penelitian. Diantaranya Angka Melek Huruf; Angka Partisipasi Sekolah (APS); APK (Angka Partisipasi Kasar); APM (Angka Partisipasi Murni); Rasio Murid Guru, Rasio Murid Kelas, Rasio Murid Sekolah, Angka Shift, banyak sekolah, banyak siswa, dan banyak guru. Skripsi ini terbatas pada persoalan peningkatan angka partisipasi pendidikan dasar dan menengah sehingga skripsi ini hanya menggunakan enam indikator pendidikan, yaitu APK SD ( ), APK SMP ( ), APK SM sederajat ( ), APM SD ( ), APM SMP ( ), dan APM SM sederajat ( ) sebagai variabel untuk pengolahan data lebih lanjut. Data yang digunakan adalah data nilai indikator pendidikan setiap provinsi di Indonesia tahun Data yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1. Nilai APK SD, APK SMP, dan APK SMA setiap provinsi di Indonesia dapat disajikan seperti pada Gambar 8. 46

5 Sumber : Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2016/2017 Gambar 8. Nilai APK SD, SMP, dan SM sederajat setiap provinsi di Indonesia tahun 2016/2017

6 Gambar 8 menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki nilai APK SD dan APK SMP mendekati 100% bahkan banyak pula wilayah yang nilainya melebihi 100%. Untuk nilai APK SD hanya terdapat dua provinsi yang memiliki nilai kurang dari 100%, yaitu Provinsi Kepulauan Riau (98,42%) dan Provinsi Papua (88,75%). Sedangkan untuk nilai APK SMP terdapat tiga belas provinsi mendekati 100% dan terdapat satu provinsi yang memiliki nilai APK SMP yang berbeda dari provinsi-provinsi lainnya, yaitu Provinsi Papua dengan nilai APK SMP sebesar 64,93%. Nilai-nilai tersebut menunjukkan tingginya tingkat partisipasi SD dan SMP di Indonesia tanpa memperhatikan ketepatan usia sekolah SD dan SMP, dan terdapat penduduk yang sudah bersekolah SD dan SMP belum mencukupi umur dan atau melebihi umur yang seharusnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia mampu menampung penduduk usia SD dan SMP lebih dari target sesungguhnya. Akan tetapi, nilai APK SM sederajat di seluruh provinsi tidak ada yang mencapai 100%. Hanya sepuluh provinsi dari 34 provinsi di Indonesia yang memiliki nilai APK SM sederajat mendekati 100%. Sepuluh provinsi tersebut mampu menampung penduduk usia SM sederajat lebih dari target sesungguhnya. Bahkan terdapat satu provinsi yang memiliki nilai APK SM sederajat kurang dari 50%, yaitu Provinsi Papua dengan nilai APK SM sederajat sebesar 49%. Nilai ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut tidak mampu menampung penduduk usia sekolah lebih dari target sesungguhnya. Wilayah tersebut juga menjadi provinsi yang memiliki nilai APK SD, SMP, dan SM sederajat yang jauh berbeda dari 33 provinsi lainnya. 48

7 Nilai APM SD, APM SMP, dan APM SMA dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 9. Gambar 9 menggambarkan nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat setiap provinsi di Indonesia. Dari gambar 9 menunjukkan bahwa hampir seluruh provinsi di Indonesia memiliki nilai APM SD mendekati 100%. Hal tersebut menandakan bahwa hampir seluruh penduduk usia SD sudah dapat memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Terdapat tiga provinsi yang memiliki nilai APM SD mendekati 90%, yaitu Provinsi Kepulauan Riau sebesar 87,73%, Popinsi Sulawesi Tenggara sebesar 89,63%, dan Provinsi Maluku Utara sebesar 86,95%. Dan terdapat satu provinsi dengan nilai APM SD sebesar 72,3% (Provinsi Papua). Sisanya memiliki nilai APM SD lebih dari 90%. Untuk nilai APM SMP rata-rata wilayah Indonesia hanya mencapai 74,49%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak semua penduduk usia SMP dapat memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Terdapat 13 wilayah yang memiliki nilai APM SMP kurang dari rata-rata (38,24% wilayah Indonesia). Dari 13 wilayah tersebut terdapat satu wilayah yang memiliki nilai APM kurang dari 50%, yaitu Provinsi Papua. Untuk nilai APM SM sederajat rata-rata untuk semua wilayah Indonesia hanya sebesar 61,22%. Sekitar separuh lebih penduduk usia SMP dapat memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Masih banyak penduduk usia SMP yang belum dapat memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Apalagi Provinsi Papua yang tidak sampai menyentuh 50%. Hanya 33,24% saja dari total penduduk usia SMP yang dapat memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. 49

8 Sumber : Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2016/2017 Gambar 9. Nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat setiap provinsi di Indonesia tahun 2016/2017

9 Provinsi Papua menjadi provinsi yang memiliki nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat yang berbeda jauh dari rata-rata capaian provinsi-provinsi lainnya. Sehingga sudah sewajarnya jika Provinsi Papua menarik perhatian lebih pemerintah dikarenakan. Untuk menampilkan data pada Rstudio dapat dilakukan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengaktifkan package readxl. > library("readxl", lib.loc="~/r/win-library/3.4") 2. Mengetikkan perintah read di console untuk menampilkan data. > read_excel("~/data pendidikan.xlsx") 3. Sehingga muncul data pada syntax-highlighting editor seperti pada Gambar 10. Gambar 10. Data pendidikan setiap Provinsi di Indonesia 4. Untuk menghilangkan kolom provinsi dapat mengetikkan perintah NULL di console > data_pendidikan$provinsi<-null 5. Diperoleh data yang tidak mengandung String (kolom Provinsi). Data tersebut disajikan pada Gambar

10 Gambar 11. Data pendidikan setiap Provinsi di Indonesia Tanpa Nama Provinsi B. Mendeteksi Outliers Dalam penelitian ini pendeteksian outliers menggunakan nilai z-score. Nilai z-score merupakan nilai baku yang diperoleh dengan mengkonversi data ke dalam bentuk standar dengan rata-rata nol dan standar deviasi satu. Nilai z-score diperoleh dengan menggunakan Persamaan (2.1). Penelitian ini menggunakan software RStudio untuk membantu perhitungan dengan mengetikkan perintah scale. > scale(data_pendidikan) Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari lampiran 2 diperoleh bahwa nilai z-score untuk semua data kurang dari 3, maka disimpulkan bahwa data tidak mengandung outliers. Sehingga semua data tetap diperhitungkan untuk pengolahan data selanjutnya. C. Memilih Ukuran Kesamaan Kriteria ukuran kesamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran jarak. Ukuran jarak euclid dipilih sebagai ukuran kesamaan dalam 52

11 pengelompokkan data. Berikut adalah rumus jarak euclid sebagaimana terdapat pada Persamaan (2.6): Dalam Lampiran 1, terdapat 34 provinsi yang akan diukur kemiripannya. Menghitung jarak antara Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Ketiga provinsi dibandingkan dengan menggunakan enam variabel, dengan tujuan untuk menemukan dua provinsi yang paling mirip diantara ketiganya. Pada Tabel 7, perhitungan kedekatan antara Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat menghasilkan jarak euclid sebesar 27,3843 atau menghasilkan jarak euclid kuadrat sebesar 749,9014. Tabel 7. Kedekatan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat Provinsi Total DKI Jakarta 103,99 96,15 108,19 84,79 97,25 71,87 Jawa Barat 106,17 96,03 99,96 77,87 76,62 57,59-2,18 0,12 8,23 6,92 20,63 14,28 4,7524 0, , , , , , ,

12 Pada Tabel 8, perhitungan kedekatan antara Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten menghasilkan jarak euclid sebesar 28,6050 atau menghasilkan jarak euclid kuadrat sebesar 818,2454. Tabel 8. Kedekatan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten Provinsi Total DKI Jakarta 103,99 96,15 108,19 84,79 97,25 71,87 Banten 108,28 95,4 99,4 75,12 76,82 57,34-4,29 0,75 8,79 9,67 20,43 14,53 18,4041 0, , , , , , ,6050 Pada Tabel 9, perhitungan kedekatan antara Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten menghasilkan jarak euclid sebesar 3,5816 atau menghasilkan jarak euclid kuadrat sebesar 12,8276. Tabel 9. Kedekatan Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten Provinsi Total Jawa Barat 106,17 96,03 99,96 77,87 76,62 57,59 Banten 108,28 95,4 99,4 75,12 76,82 57,34-2,11 0,63 0,56 2,75-0,2 0,25 4,4521 0,3969 0,3136 7,5625 0,04 0, ,8276 3,

13 Terlihat dari perhitungan bahwa pasangan paling dekat dari ketiga provinsi menurut jarak euclid adalah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten dengan skor jarak terendah, yakni sebesar 12,8208 atau menurut jarak euclid kuadrat sebesar 3,5807. Dengan kata lain Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten memiliki sifat yang lebih mirip dibandingkan pasangan provinsi yang lain. Perhitungan ukuran jarak di atas analog dengan data yang lain. Perhitungan dilanjutkan menggunakan RStudio dengan mengetikkan perintah dist, dan diperoleh matriks jarak seperti pada Lampiran 3. > dist(data_pendidikan) D. Standarisasi Data Standarisasi data dapat dilakukan dengan mengetikkan perintah scale di Console pada Rstudio. Perintah ini sama seperti pada pendeteksian terhadap outliers. Standarisasi data dilakukan dengan mengkonversi data ke dalam bentuk standar dengan rata-rata nol dan standar deviasi satu. Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah nilai APK dan APM pada jenjang SD, SMP, dan SM sederajat tahun 2016/2017. APK adalah proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu terhadap penduduk pada kelompok usia tertentu. Sedangkan APM merupakan persentase jumlah anak yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah yang bersangkutan. Kedua nilai tersebut disajikan dalam bentuk persen sehingga tidak terdapat perbedaan skala. Oleh karena itu, standarisasi data tidak dilakukan dalam penelitian ini. 55

14 E. Menguji Asumsi dalam Analisis Kelompok Dalam skripsi ini terdapat 204 data dengan 34 objek penelitian dan 6 variabel. Tiga puluh empat objek penelitiaan adalah representasi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Sedangkan nilai korelasi antarvariabel diperoleh dengan mengetikkan perintah cor di Console pada Rstudio. Nilai korelasi antarvariabel yang digunakan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 10. > cor(data_pendidikan) Tabel 10. Nilai Korelasi Antar Variabel Variabel 1 0,802 0,469 0,289 0,102 0,069 0, ,648 0,699 0,361 0,447 0,469 0, ,884 0,798 0,767 0,289 0,699 0, ,741 0,843 0,102 0,361 0,798 0, ,947 0,69 0,447 0,767 0,843 0,947 1 Dari Tabel 10 diketahui bahwa terdapat 4 pasangan variabel yang mempunyai korelasi yang cukup besar. Yaitu, variabel dengan sebesar 0,802; variabel dengan sebesar 0,884; variabel dengan sebesar 0,843; dan variabel dengan sebesar 0,947. Karena data mengandung korelasi maka dilakukan proses analisis komponen utama. Langkah awal untuk melakukan analisis komponen utama adaah dengan menentukan matriks kovarian atau matriks korelasi yang akan digunakan dalam analisis komponen utama. Karena data mengandung skala yang sama, maka 56

15 digunakan matriks kovarian. Matriks kovarian diperoleh dengan mengetikkan perintah cov pada console, sehingga diperoleh nilai kovarian seperti pada Tabel 11. > matrikskovarian<-cov(data_pendidikan) Tabel 11. Nilai Kovarian Antar Variabel Variabel 24, , ,4111 9,8172 4,8188 2, , , , , , , , , , , , ,5265 9, , , , , ,3548 4, , , , , ,0065 2, , , , , ,3911 Selanjutnya, dicari akar ciri (eigen value) matriks kovarian. Akar ciri diperoleh dengan mengetikkan perintah eigen(matrikskovarian)$value dan diperoleh akar ciri matriks kovarian seperti pada Tabel 12. Tabel 12. Akar Ciri Matriks Kovarian Variabel Akar Ciri 232, , ,4614 8,4579 0,9749 0,

16 Kemudian dihitung vektor ciri yang dihasilkan dari akar ciri. Vektor ciri diperoleh dengan mengetikkan perintah eigen(matrikskovarian)$vector pada console dan diperoleh vektor ciri seperti pada Tabel 13. Tabel 13. Vektor Ciri Matriks Kovarian Variabel Nilai Vektor Ciri -0,0908 0,6503 0,4971-0,2025 0,3537 0,3945-0,1667 0,4688-0,0779-0,4804-0,5294-0,4851-0,4549 0,3076 0,0377 0,7198 0,1266-0,4035-0,4172 0,1984-0,6921 0,0112-0,1008 0,5452-0,5932-0,3866 0,5017-0,0231-0,4322 0,2442-0,4806-0,2717-0,1210-0,4576 0,6178-0,2991 Fungsi komponen utamanya adalah sebagai berikut. Dengan memasukkan nilai data awal ke dalam persamaan komponen utama, maka diperoleh nilai komponen utama seperti pada Tabel 14. Nilai inilah yang akan diolah pada tahap analisis kelompok selanjutnya untuk dihasilkan kelompok-kelompok. 58

17 Tabel 14. Komponen Utama Data APK dan APM setiap Provinsi di Indonesia tahun 2016 Nama Provinsi DKI Jakarta -202, , , ,5640-6,5967-0,7946 Jawa Barat -176, , , ,9369-6,0132-1,0949 Banten -175, , , ,3854-4,9680-1,1068 Jawa Tengah -175, , , ,7815-4,2912-0,9749 Di Yogyakarta -199, , , ,8850-3,6875-1,4860 Jawa Timur -187, , , ,4124-3,6791-1,4045 Aceh -186, , , ,2811-4,3285-0,4850 Sumatera Utara -193, , , ,8649-4,3485-0,1892 Sumatera Barat -192, , , ,3991-2,8671-1,0949 Riau -174, , , ,8353-4,7143-0,6531 Kepulauan Riau -188, , , ,6553-4,5152-0,0634 Jambi -179, , , ,7176-4,5843-0,6166 Sumatera Selatan -176, , , ,6475-4,5325-0,5452 Bangka Belitung -165, , , ,4650-5,7863-1,0614 Bengkulu -184, , , ,0753-2,9596-1,2636 Lampung -176, , , ,1236-3,3861-1,3225 Kalimantan Barat -173, , , ,5816-3,2824-0,1312 Kalimantan Tengah -171, , , ,4354-5,0477-1,1201 Kalimantan Selatan -170, , , ,7733-4,3802-1,4495 Kalimantan Timur -183, , , ,8335-5,6113-0,9223 Kalimantan Utara -172, , , ,8792-4,9399-0,9958 Sulawesi Utara -187, , , ,8056-6,0672-1,2213 Gorontalo -180, , , ,1865-3,6144-0,0721 Sulawesi Tengah -186, , , ,6926-3,6762-0,3519 Sulawesi Selatan -183, , , ,0733-4,8943-0,8552 Sulawesi Barat -181, , , ,4725-3,7765-0,6802 Sulawesi Tenggara -193, , , ,8050-3,3804-0,7709 Maluku -190, , , ,5260-4,7133-1,0699 Maluku Utara -192, , , ,5487-4,3093-1,0882 Bali -199, , , ,7634-4,2507-0,8908 Nusa Tenggara Barat -194, , , ,2789-2,3913-1,1776 Nusa Tenggara Timur -174, , , ,8201-2,8379-1,1860 Papua -112, , , ,8402-3,7591-0,7948 Papua Barat -174, , , ,3014-4,0301-1,

18 F. Memilih Prosedur Pengelompokan Dalam skripsi ini untuk melakukan pengelompokan data menggunakan agglomerative hierarchical clustering (AHC) dengan memilih dua metode, yaitu single linkage dan complete linkage. Kedua metode dipilih karena memiliki ukuran yang berbeda dalam pembentukan kelompok. Single linkage mengelompokkan data berdasarkan tetangga terdekat (nearest neighbour) atau similaritas maksimum antara dua data. Kedekatan di antara dua kelompok ditentukan dari jarak terdekat (terkecil) di antara pasangan dua data dari dua kelompok yang berbeda. Sedangkan complete linkagemengelompokkan data berdasarkan tetangga terjauh (farthest neighbour) atau similaritas minimum antara dua data. Kedekatan di antara dua kelompok ditentukan dari jarak terjauh (terbesar) di antara pasangan dua data dari dua kelompok yang berbeda. Untuk mengelompokkan data menggunakan metode AHC pada Rstudio dengan perintah hclust Selanjutnya, akan dilihat perbedaan pembentukan kelompok pada kedua metode. > cluster_single <-hclust(matriks > cluster_complete <-hclust(matriks_jarak, G. Menentukan Jumlah Kelompok yang Akan Dibentuk Jumlah kelompok yang terbentuk tidak ditentukan dalam analisis kelompok. Analisis kelompok hanya menentukan anggota-anggota kelompok dengan jumlah kelompok tertentu. Pada skripsi ini menggunakan jumlah kelompok dari dua sampai lima. Masing-masing anggota kelompok diperoleh dengan bantuan RStudio. 60

19 1. Metode Single Linkage Proses pengelompokan metode single linkage seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Proses pengelompokan menggunakan Persamaan (2.15) dan dilakukan berulang-ulang hingga didapat matriks Kesamaan yang terdiri atas dua kelompok. Pada akhirnya semua item data dapat dibentuk dan bergabung menjadi sebuah kelompok. Tampak jelas bahwa metode hierarki secara bertahap (hirarkis) membentuk kelompok-kelompok sehingga akhirnya semua data tercakup menjadi satu bagian kelompok tertentu (Gudono, 2011:265). Secara visual hal ini sering digambarkan dalam sebuah diagram pohon (dendrogram) dengan perintah plot seperti yang terlihat pada Gambar 12. > plot(cluster_single) Gambar 12. Dendrogram Hierarchical Clustering menggunakan Single Linkage 61

20 Dendogram merupakan visualisasi kelompok. sumbu vertikal menunjukkan jarak (distance) dimana kelompok digabung dan sumbu horizontal menunjukkan nomer identitas data. Selain digunakan untuk menunjukkan anggota kelompok yang ada, dendogram juga dapat digunakan untuk menentukan jumlah kelompok yang terbentuk. Dari Gambar 12 jika ingin membuat 2 kelompok, maka kelompok I beranggotakan data 33, sementara kelompok II beranggotakan data 1 sampai data 32 dan data 34. Jika ingin membuat 3 kelompok, maka kelompok I beranggotakan data 33, kelompok II beranggotakan data 11, dan kelompok III beranggotakan data 1 sampai data 32, kecuali data 11, dan data 34. Jika ingin membuat 4 kelompok, maka kelompok I beranggotakan data 33, kelompok II beranggotakan data 11, kelompok III beranggotakan data 5, dan kelompok IV beranggotakan data selain data 5, data 11, dan data 33. Dan jika ingin membuat 5 kelompok, maka kelompok I beranggotakan data 33, kelompok II beranggotakan data 11, kelompok III beranggotakan data 5, kelompok IV beranggotakan data 1, data 8, data 9, data 22, data 27, data 28, data 29, data 30, data 31. Sementara kelompok V beranggotakan data selain yang telah disebutkan. 2. Metode Complete Linkage Seperti pada metode single linkage, langkah pertama pembentukan kelompok pada metode complete linkage adalah pembentukan matriks jarak (telah dilakukan pada tahapan sebelumnya). Selanjutnya data dikelompokkan menggunakan metode complete linkage. Metode tersebut mengelompokkan 62

21 data berdasarkan jarak terjauh dengan menggunakan rumus pada Persamaan (2.16). Penentuan item data yang akan dipilih sebagai pasangan kelompok dengan menentukan kembali jarak antar data dan mengembangkan matriks Kesamaan. Matriks Kesamaan dikembangkan hingga tersisa 2 kelompok menggunakan langkah yang sama. Pada akhirnya semua item data dapat dibentuk dan bergabung menjadi sebuah kelompok seperti pada metode single linkage. Pembentukan kelompok tervisualisasikan dengan dendogram seperti tampak pada Gambar 13. > plot(cluster_complete) Gambar 13. Dendrogram Hierarchical Clustering menggunakan Complete Linkage Gambar 13 adalah dendrogram pembentukan kelompok pada metode complete linkage. Dari hasil yang didapat jika ingin membuat 2 kelompok, maka kelompok I beranggotakan data 33, sementara kelompok II beranggotakan data 1 sampai data 32 dan data 34. Jika ingin membuat 3 63

22 kelompok, maka kelompok I beranggotakan data 33, kelompok II beranggotakan data 2, data 3, data 4, data 10, data 13, data 14, data 16, data 17, data 18, data 19, data 21, data 32, data 34, dan kelompok III beranggotakan data 1, data 5, data 6, data 7, data 8, data 9, data 11, data 12, data 15, data 20, data 22, data 23, data 24, data 25, data 26, data 27, data 28, data 29, data 30, dan data 31. Jika ingin membuat 4 kelompok, maka kelompok I beranggotakan data 33, kelompok II beranggotakan data 2, data 3, data 4, data 10, data 13, data 14, data 16, data 17, data 18, data 19, data 21, data 32, data 34, kelompok III beranggotakan data 1, data 5, data 11, data 30, dan kelompok IV beranggotakan data selain data 6, data 7, data 8, data 9, data 12, data 15, data 20, data 22, data 23, data 24, data 25, data 26, data 27, data 28, data 29, dan data 31. Dan jika ingin membuat 5 kelompok, maka kelompok I beranggotakan data 33, kelompok II beranggotakan data 2, data 3, data 4, data 10, data 13, data 14, data 16, data 17, data 18, data 19, data 21, data 32, dan data 34, kelompok III beranggotakan data 1, data 5, data 11, dan data 30, kelompok IV beranggotakan data 6, data 7, data 12, data 15, data 20, data 23, data 24, data 25, dan data 26. Sementara kelompok beranggotakan data 8, data 9, data 22, data 27, data 28, data 29, dan data 31. H. Interpretasi Hasil Pengelompokan Pada tahap sebelumnya telah ditentukan jumlah kelompok yang digunakan dalam skripsi ini adalah dari dua sampai lima. Untuk menampilkan hasil pengelompokan menggunakan metode single linkage dan complete linkage 64

23 dengan jumlah kelompok dari dua sampai lima, menggunakan perintah cutree di Console pada Rstudio. > cutree(cluster_single,k=2:5) > cutree(cluster_complete,k=2:5) 1. Metode Single Linkage Hasil pengelompokan dengan metode single linkage dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7, dan 8. Lampiran 5 merupakan pengelompokan data menjadi dua kelompok. Terlihat bahwa hanya Provinsi Papua yang masuk ke dalam kelompok yang berbeda (kelompok I). Sedangkan 33 provinsi yang lain atau 93,06% wilayah Indonesia berada dalam satu kelompok (kelompok II). Pengelompokan wilayah menjadi dua kelompok dapat dilihat pada Gambar 14. KELOMPOK I KELOMPOK II Gambar 14. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Dua Kelompok pada Metode Single Linkage Gambar 14 menggambarkan pengelompokan provinsi di Indonesia menjadi dua kelompok, daerah berwarna kuning dan daerah berwarna biru. Daerah berwarna kuning adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok I, yaitu Provinsi Papua. Kelompok I memiliki nilai APK SD, SMP, dan SM 65

24 sederajat sedang (60%-90%) dimana daerah tersebut tidak mampu menampung penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat sesuai target. Kelompok I mempunyai nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat sangat rendah (kurang dari 50%) dimana sangat sedikit penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat di daerah tersebut yang memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Sementara daerah berwarna biru adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok II, yaitu semua daerah-daerah di Indonesia selain Provinsi Papua. Kelompok II memiliki nilai APK SD dan SM sederajat sangat tinggi (lebih besar dari 100%) yang berarti daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat lebih dari target. Kelompok II mempunyai nilai APK SMP 93,37% artinya daerah-daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP. Kelompok II memiliki nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat sedang (60%-85%) menunjukkan daerah-daerah tersebut kebanyakan penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat telah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Lampiran 6 menyajikan data yang terbagi menjadi tiga kelompok. Terdapat dua provinsi yang berada pada kelompok yang berbeda, yaitu Provinsi Kepulauan Riau yang berada pada kelompok I dan Provinsi Papua yang berada pada kelompok III. Provinsi lainnya membentuk kelompok II. Pengelompokan provinsi di Indonesia menggunakan metode single linkage menjadi tiga kelompok disajikan pada Gambar

25 KELOMPOK I KELOMPOK II KELOMPOK III Gambar 15. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Tiga Kelompok pada Metode Single Linkage Berdasarkan Gambar 15 terdapat tiga kelompok wilayah Indonesia yang direpresentasikan dengan warna yang berbeda, yaitu daerah dengan merah, daerah dengan warna biru, dan daerah dengan warna kuning. Daerah berwarna merah adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok I. Kelompok I memiliki nilai APK SD, APK SM sederajat, dan APM SMP lebih dari 90% yang berarti mampu menampung penduduk usia SD dan SMP mendekati target dan hampir semua penduduk usia SMP memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah; nilai APK SM sederajat, APM SD, dan APM SM sederajat sedang (69%-88%) dimana daerah tersebut tidak mampu menampung penduduk usia SM sederajat sesuai target dan sebagian besar penduduk usia SD dan SM sederajat memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah berwarna kuning adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok III. Sementara daerah berwarna biru adalah daerah-daerah yang termasuk ke dalam kelompok II. Kelompok II memiliki nilai APK SD, SM sederajat sangat tinggi (lebih besar dari 100%) dimana daerah-daerah tersebut 67

26 mampu menampung penduduk usia SD, SMP, SM sederajat lebih dari target. Nilai APK SMP kelompok II rata-rata sebesar 93,54%; yang berarti daerahdaerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP. Kelompok II mempunyai nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat sedang (60%-85%) dimana banyak penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat daerah-daerah tersebut sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah yang termasuk ke dalam kelompok III memiliki karakteristik yang sama seperti kelompok dengan anggota yang sama pada pengelompokan sebelumnya. Dari Lampiran 7 diperoleh pelompokan provinsi menjadi empat kelompok. Terdapat tiga provinsi yang berada pada kelompok yang berbeda, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berada pada kelompok I, Provinsi Kepulauan Riau berada pada kelompok III, dan Provinsi Papua berada pada kelompok IV. Sedangkan 31 provinsi yang lainnya membentuk kelompok II. Pengelompokan wilayah Indonesia menjadi empat kelompok ini direpresentasikan oleh Gambar 16. KELOMPOK I KELOMPOK II KELOMPOK III KELOMPOK IV Gambar 16. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Empat Kelompok pada Metode Single Linkage 68

27 Gambar 16 menggambarkan pengelompokan provinsi di Indonesia menggunakan metode single linkage menjadi empat kelompok. Daerah berwarna hijau adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok I, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelompok I memiliki nilai APK SM sederajat sangat tinggi (102,73%) yang berarti daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SM sederajat lebih dari target. Kelompok I juga memiliki nilai APK SD, APK SMP, dan APM SMP tinggi (lebih besar dari 90%) dimana daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SD dan SMP dan hampir semua penduduk usia SMP sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Nilai APM SD dan SM sederajat kelompok I sedang (75%-81%) sehingga banyak penduduk usia SD dan SM sederajat di daerah tersebut yang memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah berwarna kuning adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok III, yaitu Provinsi Kepulauan Riau. Daerah berwarna biru adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok IV, yaitu Provinsi Papua. Tiga puluh satu provinsi yang lainnya termasuk ke dalam kelompok II dan digambarkan dengan daerah berwarna merah. Kelompok II memiliki nilai APK SD dan SM sederajat sangat tinggi (lebih besar dari 100%) dimana daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat lebih dari target. Nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat kelompok II sedang (60%-85%) dimana banyak penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat di daerah-daerah tersebut sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Kelompok II rata-rata memiliki nilai APK SMP 93,64% yang berarti daerah- 69

28 daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP. Untuk daerahdaerah yang termasuk ke dalam kelompok III dan IV memiliki karakteristik yang sama seperti kelompok dengan anggota yang sama pada pengelompokan sebelumnya. Lampiran 8 menyajikan pengelompokan provinsi menjadi lima kelompok. Tampak bahwa terdapat 9 provinsi yang termasuk kelompok I (Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat). Provinsi DIY berada pada kelompok III, pada kelompok IV terdapat Provinsi Kepulauan Riau, dan Kelompok V beranggotakan Provinsi Papua. Sedangkan selebihnya berada pada kelompok I. Pengelompokan wilayah ini direpresentasikan dalam Gambar 17. KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4 KELOMPOK 5 Gambar 17. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Lima Kelompok pada Metode Single Linkage Gambar 17 menggambarkan pengelompokan provinsi di Indonesia menggunakan metode single linkage menjadi lima kelompok. Daerah berwarna 70

29 ungu adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok I. Kelompok I memiliki nilai APK SMP dan APM SMP tinggi (lebih besar dari 90%) yang berarti hampir menampung semua penduduk usia SMP dan SMP di daerah-daerah tersebut sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Nilai APM SD dan SM sederajat kelompok I sedang (60%-80%) sehingga banyak penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat yang memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Sedang kelompok I mempunyai nilai APK SD dan SM sederajat sangat tinggi (lebih besar dari 100%) dimana daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat lebih dari target. Daerah berwarna kuning adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok III. Daerah berwarna biru adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok IV. Daerah berwarna merah adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok II, yaitu 23 provinsi yang lainnya. Kelompok II memiliki nilai APK SD dan SM sederajat sangat tinggi (lebih besar dari 100%) sehingga mampu menampung penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat lebih dari target. Ratarata nilai APK SMP 93,89% dimana daerah-daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP; dan mempunyai nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat sedang (60%-85%) dimana banyak penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat yang memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah berwarna kuning adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok V. Untuk daerah-daerah yang termasuk ke dalam kelompok III, IV, dan V memiliki karakteristik yang sama seperti kelompok dengan anggota yang sama pada pengelompokan sebelumnya. 71

30 2. Metode Complete Linkage Hasil pengelompokan dengan metode complete linkage dapat dilihat pada Lampiran 9, 10, 11, dan 12. Dari Lampiran 9 diperoleh hasil pengelompokan dalam dua kelompok yang sama seperti pada metode single linkage. Kelompok I terdiri atas Provinsi Papua, sedangkan 33 provinsi yang lain atau 93,06% wilayah Indonesia berada dalam kelompok II. Hasil pengelompokan ini direpresentasikan oleh Gambar 18. KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 Gambar 18. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Dua Kelompok pada Metode Complete Linkage Gambar 18 menggambarkan pengelompokan provinsi di Indonesia menggunakan metode complete linkage menjadi dua kelompok. Daerah berwarna biru adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok I, yaitu Provinsi Papua. Kelompok I memiliki nilai APK SD, SMP, dan SM sederajat sedang (60%-90%) dimana daerah tersebut tidak mampu menampung penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat sesuai target. Kelompok I mempunyai nilai APM SD, SMP, SM sederajat sangat rendah (kurang dari 72

31 50%) yang menunjukkan bahwa sangat sedikit penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat di daerah tersebut yang memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Sementara daerah berwarna merah adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok II. Kelompok II memiliki nilai APK SD dan SM sederajat sangat tinggi (lebih besar dari 100%) yang berarti daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat lebih dari target. Kelompok II mempunyai nilai APK SMP sebesar 93,37% artinya daerah-daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP. Dan nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat kelompok II sedang (60%-85%) menyatakan bahwa daerah-daerah tersebut kebanyakan penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat telah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Lampiran 10 menyajikan pengelompokan data menjadi empat kelompok. Terdapat 15 provinsi dalam kelompok I, yaitu Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Sematera Selatan, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Lampung, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Papua Barat. Satu provinsi (Provinsi Papua) di kelompok III dan 18 provinsi yang lain berada di kelompok II. Pengelompokan propinsi menjadi empat kelompok ini direpresentasikan oleh gambar

32 KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 Gambar 19. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Tiga Kelompok pada Metode Complete Linkage Gambar 19 menggambarkan pengelompokan provinsi di Indonesia menggunakan metode complete linkage menjadi tiga kelompok. Daerah berwarna kuning adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok I. Kelompok I memiliki nilai APK SD sangat tinggi (lebih besar dari 100%) dimana daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD lebih dari target. Kelompok I memiliki nilai APK SMP dan SM sederajat tinggi (lebih besar dari 90%) dimana daerah-daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP dan SM sederajat. Kelompok I juga nilai APM SD, SMP, dan SM sederajat sedang (60%-80%) dimana kebanyakan penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat daerah-daerah tersebut sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah berwarna merah adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok II. Kelompok II memiliki nilai APK SMP tinggi (lebih besar dari 90%) dimana daerah-daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP. Kelompok II mempunyai nilai APM SD,SMP, dan SM sederajat sedang (65%-90%) dimana kebanyakan penduduk 74

33 usia SD, SMP, dan SM sederajat daerah-daerah tersebut sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Kelompok II juga mempunyai nilai APK SD dan SM sederajat sangat tinggi (lebih besar dari 100%) dimana daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD dan SM sederajat lebih dari target. Daerah berwarna biru adalah daerah yang termasuk ke dalam kelompok III. Kelompok III memiliki karakteristik yang sama seperti kelompok dengan anggota yang sama pada pengelompokan sebelumnya. Pada Lampiran 11 menyajikan pengelompokan wilayah menjadi empat kelompok. Terlihat bahwa empat provinsi berada pada kelompok I (Provinsi DKI Jakarta, Provinsi DIY, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Bali). Kelompok III terdiri atas tiga belas provinsi (Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Lampung, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Nusatenggara Timur, Provinsi Papua Barat). Provinsi Papua berada pada kelompok IV dan enam belas provinsi lainnya berada pada kelompok II. Pengelompokan ini direpresentasikan oleh Gambar

34 KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4 Gambar 20. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Empat Kelompok pada Metode Complete Linkage Gambar 20 menggambarkan pengelompokan daerah menjadi empat kelompok. Daerah berwarna merah adalah daerah-daerah yang termasuk ke dalam kelompok I. Kelompok I memiliki Nilai APK SD dan SMP sangat tinggi (lebih besar dari 100%) yang berarti daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD dan SMP lebih dari target. Kelompok I juga memiliki nilai APK SMP dan APM SMP tinggi (lebih besar dari 90%) artinya daerah-daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP dan hampir semua penduduk usia SMP memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Kelompok I mempunyai nilai APM SD dan SMA sedang (70%-82%) dimana daerah-daerah tersebut kebanyakan penduduk usia SD dan SMA memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah berwarna biru adalah daerah-daerah yang termasuk ke dalam kelompok II. Kelompok II memiliki nilai APK SD dan SMA sangat tinggi (lebih besar dari 100%) yang menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD dan SMA lebih dari target. Kelompok II 76

35 memiliki nilai APK SMP tinggi (lebih besar dari 90%) dimana daerah-daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP. Kelompok II juga mempunyai nilai APM SD, SMP, dan SMA sedang (65%-90%) yang berarti kebanyakan penduduk usia SD, SMP, dan SMA daerah-daerah tersebut sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah berwarna hijau adalah daerah-daerah yang termasuk kelompok III. Dan daerah berwarna kuning adalah daerah yang termasuk kelompok IV. Untuk daerah-daerah yang termasuk ke dalam kelompok III dan IV memiliki karakteristik yang sama seperti kelompok dengan anggota yang sama pada pengelompokan sebelumnya. Lampiran 12 menampilkan hasil pengelompokan metode complete linkage menjadi 5 kelompok. Hasil tersebut memperlihatkan adanya kelompokkelompok dengan anggota yang hampir sama. Kelompok I terdiri dari 9 provinsi, yaitu Provinsi Jawa Timur, Provinsi Aceh, Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Sulawesi Barat. Kelompok II terdiri dari 7 provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kelompok III terdiri atas 4 provinsi, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi DIY, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Bali. Kelompok IV terdiri atas 12 provinsi yang lain selain Provinsi Papua. Provinsi Papua berada dalam Kelompok V. Pengelompokan menjadi lima kelompok ini direpresentasikan oleh Gambar

36 KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4 KELOMPOK 5 Gambar 21. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Lima Kelompok pada Metode Complete Linkage Gambar 21 menggambarkan pengelompokan wilayah menjadi lima kelompok. Daerah berwarna biru adalah daerah-daerah yang termasuk kelompok I. Kelompok I memiliki nilai APK SD dan SMA sangat tinggi (lebih besar dari 100%) yang berarti daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD dan SMA lebih dari target. Kelompok I memiliki nilai APK SMP tinggi (lebih besar dari 90%) yang menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut hampir menampung semua penduduk usia SMP. Kelompok I juga mempunyai nilai APM SD, SMP, dan SMA sedang (60%-85%), artinya kebanyakan penduduk usia SD, SMP, dan SMA daerah-daerah tersebut sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah berwarna ungu adalah daerah-daerah yang termasuk kelompok II. Kelompok II memiliki nilai APK SD dan SMA sangat tinggi (lebih besar dari 100%) yang berarti daerah-daerah tersebut mampu menampung penduduk usia SD dan SMA lebih dari target. Kelompok II memiliki nilai APK SMP dan APM SMP tinggi (lebih besar dari 90%) artinya daerah-daerah tersebut hampir menampung semua 78

37 penduduk usia SMP dan hampir semua penduduk usia SMA memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Kelompok II juga mempunyai nilai APM SD dan SMA sedang (65%-80%) yang menunjukkan bahwa kebanyakan penduduk usia SD dan SMA daerah-daerah tersebut sudah memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Daerah berwarna merah adalah daerah-daerah yang termasuk kelompok III. Daerah berwarna hijau adalah daerah-daerah yang termasuk kelompok IV. Dan daerah berwarna kuning adalah daerah-daerah yang termasuk kelompok V. Untuk daerah-daerah yang termasuk ke dalam kelompok III, IV dan V memiliki karakteristik yang sama seperti kelompok dengan anggota yang sama pada pengelompokan sebelumnya. I. Uji Validasi dan Membentuk Profil Uji validasi dilakukan untuk menentukan jumlah kelompok optimal. Setelah hasil pengelompokan yang diperoleh menggunakan metode single linkage dan complete linkage kemudian dihitung nilai Indeks Davies Bouldin dengan menggunakan Persamaan (2.17), (2.18), dan (2.19). Selanjutnya diperoleh nilai Indeks Davies Bouldin seperti tampak pada Tabel

38 Tabel 15. Nilai Indeks Davies Bouldin pada Metode Single Linkage dan Complete Linkage Jumlah Kelompok Metode Single Linkage Nilai Indeks Davies Bouldin Metode Complete Linkage 2 0,0759 0, ,2133 0, ,1474 0, ,1481 0,2381 Hasil pada Tabel 15 menunjukkan bahwa dari kedua metode pengelompokan hierarki yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh jumlah kelompok optimal adalah 2 kelompok dengan nilai indeks Davies Bouldin sebesar 0,0759. Nilai tersebut sama baik pada metode single linkage maupun metode complete linkage. Nilai indeks Davies Bouldin yang sama tersebut menunjukkan bahwa kedua metode memiliki tingkat kinerja yang sama dan tidak ada perbedaan hasil dalam penerapannya. Berikut adalah provinsi anggota kelompok berdasarkan metode single linkage dan complete linkage. Kelompok I : Provinsi Papua Kelompok II : Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera 80

39 Selatan, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Papua Barat. Setelah diperoleh jumlah kelompok optimal beserta anggota kelompok, langkah selanjutnya adalah menentukan profil kelompok untuk mengetahui tingkatan pendidikan di Indonesia. Profil setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Profil setiap Kelompok Jenis Kelompok Rata-rata Kelompok I 88,75 72,3 64,93 42,86 49,31 33,24 Kelompok II 107, , , ,445 84, ,0715 Dengan melihat hasil pada Tabel 16, dapat diketahui jumlah kelompok yang diperoleh pada metode single linkage dan complete linkage sebanyak dua. 81

40 kelompok dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat partisipasi pendidikan, yaitu kelompok dengan tingkat partisipasi pendidikan rendah dan kelompok dengan tingkat partisipasi pendidikan tinggi. Pengelompokkan ini diilustrasikan oleh Gambar 22. KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 Gambar 22. Pengelompokan Provinsi di Indonesia dengan Kelompok Optimal Daerah yang berwarna kuning adalah daerah yang termasuk dalam kelompok I. Sementara daerah berwarna biru adalah daerah-daerah-daerah yang termasuk ke dalam kelompok II. Kelompok I adalah kelompok dengan tingkat partisipasi pendidikan rendah. Nilai APK SD, APM SD, APK SMP, APM SMP, APK SM sederajat, dan APM SM sederajat kelompok I tidak memenuhi sasaran yang ditargetkan pemerintah pada tahun Nilai-nilai tersebut memiliki rentang yang sangat jauh dengan nilai yang ditargetkan. Kelompok I hanya beranggotakan Provinsi Papua atau mewakili 2,94% wilayah Indonesia. Wilayah tersebut sudah seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dalam upaya penyetaraan capaian pendidikan. Kelompok II adalah kelompok dengan tingkat partisipasi pendidikan tinggi. Nilai APK SD, APM SD, APM SMP, APK SM 82

41 sederajat, dan APM SM sederajat kelompok II hampir memenuhi sasaran yang ditargetkan pemerintah pada tahun Bahkan nilai APK SMP melampaui nilai yang ditargetkan. Meskipun demikian, dari nilai APK dan APM yang dicapai dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi pendidikan di Indonesia sudah baik karena 97,06% wilayah di Indonesia termasuk dalam kelompok II dimana wilayah tersebut mampu menampung penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat sesuai target yang diinginkan pemerintah daerah tersebut dan sudah banyak penduduk usia SD, SMP, dan SM sederajat yang memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Pemerintah telah menyediakan fasilitas pendidikan sebagai sarana meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan sudah termanfaatkan dengan baik di hampir seluruh willayah di Indonesia. 83

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( )

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( ) Indeks XB (Xie Beni) Penggerombolan Fuzzy C-means memerlukan indeks validitas untuk mengetahui banyak gerombol optimum yang terbentuk. Indeks validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dibahas mengenai landasan-landasan teori yang mendukung penelitian ini, yaitu analisis kelompok, metode pengelompokan hierarki (single linkage dan complete linkage),

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KUALITAS FISIK AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN K-MEANS CLUSTER

PENGELOMPOKAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KUALITAS FISIK AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN K-MEANS CLUSTER PENGELOMPOKAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT KUALITAS FISIK AIR MINUM DENGAN MENGGUNAKAN K-MEANS CLUSTER Artanti Indrasetianingsih Dosen Program Studi Statistika, FMIPA

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai jenjang terakhir dalam program Wajib Belajar 9 Tahun Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

INFOGRAFI PENDIDIKAN Tahun 2011/2012 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN TAHUN 2013

INFOGRAFI PENDIDIKAN Tahun 2011/2012 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN TAHUN 2013 INFOGRAFI PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Infografi Pendidikan ini merupakan salah satu bentuk pendayagunaan data pendidikan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 1 PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 SURVEI NASIONAL 2013 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Rana Amani Desenaldo 1 Universitas Padjadjaran 1 rana.desenaldo@gmail.com ABSTRAK Kesejahteraan sosial adalah

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 7). Analisis ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu analisis dependensi dan

BAB I PENDAHULUAN. 7). Analisis ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu analisis dependensi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analisis multivariat merupakan analisis multivariabel yang berhubungan dengan semua teknik statistik yang secara simultan menganalisis sejumlah pengukuran pada individu

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 No. 05/01/Th. XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 10,70 PERSEN Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 No., 05/01/81/Th. XV, 2 Januari 2014 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Biplot Kanonik dan Analisis Procrustes dengan Mathematica Biplot biasa dengan sistem perintah telah terintegrasi ke dalam beberapa program paket statistika seperti SAS,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN INDIKATOR DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN MENGGUNAKAN METODE MINIMAX LINKAGE

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN INDIKATOR DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN MENGGUNAKAN METODE MINIMAX LINKAGE Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 05, No. 02 (2016), hal 253-260 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN INDIKATOR DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017

DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017 Cutoff data tanggal 30-Nov-2017 PDSPK, Setjen Kemendikbud Jakarta, 11 Desember 2017 DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN AJARAN 2017/2018

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN DESA/KELURAHAN DI KOTA DENPASAR MENURUT INDIKATOR PENDIDIKAN

PENGELOMPOKAN DESA/KELURAHAN DI KOTA DENPASAR MENURUT INDIKATOR PENDIDIKAN E-Jurnal Matematika Vol. (), Mei, pp. - ISSN: - PENGELOMPOKAN DESA/KELURAHAN DI KOTA DENPASAR MENURUT INDIKATOR PENDIDIKAN Ni Wayan Aris Aprilia A.P, I Gusti Ayu Made Srinadi, Kartika Sari Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013 Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS Semester I Tahun 2013 DAFTAR ISI Pertumbuhan Simpanan pada BPR/BPRS Grafik 1 10 Dsitribusi Simpanan pada BPR/BPRS Tabel 9 11 Pertumbuhan Simpanan Berdasarkan Kategori Grafik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BIAYA PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI BUPATI DAN WAKIL BUPATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 28,55 JUTA ORANG Pada bulan September 2013, jumlah

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 103 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester II Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester I Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor), Sapi ACEH 25055 25902 18002 23456 22172 19693 9931 27698 26239 35601 36014 36287 30145 11316 10986 13231 SUMATERA UTARA 22557 22578 17050 21686 20380 19275 20816 24077 19676 28901 31926 32163 21761 24434

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN NONFORMAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 TENTANG ALOKASI KUOTA AKREDITASI BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2018

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 28,28 JUTA ORANG Pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data menjadi sesuatu yang sangat berharga saat ini. Tidak hanya badan pemerintah saja, perusahaan-perusahaan saat ini pun sangat membutuhkan informasi dari data yang

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 10,64 PERSEN No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 51/09/Th. XX, 4 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 SEBESAR 70,08 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan

Lebih terperinci

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016 No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 28,54 PERSEN Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II akan dibahas tentang materi-materi dasar yang digunakan untuk mendukung pembahasan pada bab selanjutnya, yaitu matriks, kombinasi linier, varian dan simpangan baku, standarisasi

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 No. 48/08/82/Th XVI, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 SEBESAR 75,38 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan Maluku Utara tahun 2017 berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. No.526, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 BPS PROVINSI MALUKU No. 05/010/81/Th. I, 3 Oktober 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 Untuk melngkapi penghitungan IPM, UNDP memasukan aspek gender ke dalam konsep pembangunan manusia.

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, www.bpkp.go.id PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER- 786/K/SU/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-58/K/SU/2011

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017 No. 77/08/71/Th. XI, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017 SEBESAR 73,69 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan Sulawesi Utara tahun 2017 berdasarkan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 17/08/62/Th. II, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2017 SEBESAR 70,85

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2017 dengan menggunakan data sekunder hasil Riskesdas 2013 dan SKMI 2014 yang diperoleh dari laman resmi

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL INSTRUKSI KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1/Ins/II/2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM STRATEGIS BADAN PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2013 KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK. 29/03/Th. XIX, 15 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 RUPIAH TERAPRESIASI 3,06 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terapresiasi 3,06 persen

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2017 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 62/08/21/Th. XII, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2017 SEBESAR 73,11 PADA SKALA 0-100

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Profil Kemiskinan Provinsi Bengkulu September 2017 No. 06/01/17/Th. XII, 2 Januari 2018 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI BENGKULU Profil Kemiskinan Provinsi Bengkulu September 2017 Persentase Penduduk Miskin

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi Tabel 39., dan Bawang Merah Menurut 6.325 7.884 854.064 7,4 7,4 2 Sumatera 25.43 9.70 3.39 2.628 7,50 7,50 3 Sumatera Barat 8.57 3.873.238.757 6,59 7,90 4 Riau - - - - - - 5 Jambi.466.80 79 89 8,9 6,24

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN UTARA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN UTARA TAHUN 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 70/08/64/Th.XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN UTARA TAHUN 2017 Penghitungan Kebahagiaan Kalimantan Utara tahun 2017 merupakan yang pertama berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG DATA SASARAN PROGRAM KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci