2014 PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN FISIKA SEKOLAH BERORIENTASI KEMAMPUAN BERARGUMENTASI CALON GURU FISIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2014 PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN FISIKA SEKOLAH BERORIENTASI KEMAMPUAN BERARGUMENTASI CALON GURU FISIKA"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang demikian cepat di era globalisasi ini. Untuk mengantisipasi tantangan globalisasi tersebut dibutuhkan sumber daya manusia berkualitas yang dapat bertindak secara cepat dan cermat dalam mengambil keputusan secara logis. Dalam kondisi yang demikian tuntutan terhadap kualitas manusia terdidik juga meningkat sesuai dengan perkembangan masyarakat yang terus berubah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan dapat memberikan kontribusi dalam melahirkan generasi unggul yang siap untuk menjadikan bangsa ini bangsa yang mempunyai wibawa dan disegani, disamping siap berkompetisi lebih terbuka di tataran internasional. Guru memiliki peranan yang sangat strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan (Suyatno, 2010) karena diharapkan dapat ikut membentuk karakter dan kecerdasan generasi muda. Program peningkatan kualitas pendidikan dapat dimulai dari peningkatan kualitas pembelajaran. Beberapa penelitian yang telah dilakukan (OECD/UNESCO-UIS, 2003) mengungkapkan bahwa usaha-usaha untuk peningkatan kualitas pendidikan tidak akan berarti banyak apabila tidak diiringi dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa program-program peningkatan kualitas pendidikan harus lebih diarahkan pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sebab aktivitas proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan (OECD/UNESCO- UIS, 2003) termasuk pendidikan sains. Pendidikan sains seyogianya dapat memberikan kontribusi dalam menghasilkan sumber daya manusia terdidik. Oleh karena itu guru sains memiliki peran sentral dalam mengembangkan pendidikan sains. Untuk meningkatkan

2 2 kualitas pendidikan sains diperlukan guru sains yang kompeten dalam menjamin mutu layanan proses pembelajaran sains. Guru sains yang kompeten dapat diwujudkan melalui pembekalan kompetensi guru pada tingkat pre-service (calon guru) di LPTK. Oleh karena itu, dalam mempersiapkan calon guru sains yang kompeten maka kegiatan perkuliahan yang membekali kemampuan para calon guru sains seyogianya lebih ditekankan pada pemberian pengalaman belajar agar calon guru sains dapat menguasai cara-cara memperoleh, mengolah, dan memaknai informasi dengan mengembangkan kemampuan dan potensi pribadi (Rustaman, 2012). Proses pembelajaran sains yang dialami oleh calon guru selama dipersiapkan di LPTK cenderung akan berbekas dan akan diterapkan dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru kelak. Osborne (2007) menyatakan bahwa arah pendidikan sains untuk abad ke-21 diantaranya adalah penekanan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis. Kemampuan berargumentasi menjadi salah satu kompetensi yang dibutuhkan dewasa ini karena dengan berargumentasi keterampilan berpikir kritis dapat berkembang (Marttunen, et al., 2005). Osborne et al (2001) mengungkapkan bahwa kemampuan berargumentasi dibutuhkan untuk menyikapi permasalahan terkait isu-isu ilmiah yang terjadi pada setiap aspek kehidupan masyarakat masa kini, yang menuntut setiap individu dan masyarakat untuk memiliki kemampuan berpikir, mengambil keputusan, mempertimbangkan etika dan menilai sebuah klaim yang muncul baik melalui media masa maupun media lainnya berdasarkan bukti-bukti yang valid dan reliabel. Argumentasi berperan penting dalam perkembangan sains. Sains bukan sekedar menemukan dan menyajikan fakta, melainkan membangun argumen, mempertimbangkannya dan memperdebatkan berbagai penjelasan tentang fenomena sains (Osbone, Eduran & Simon, 2004; McNeill, 2009). Argumentasi juga berperan penting dalam pendidikan sains. Oleh karena itu dalam pembelajaran sains perlu dibangun kemampuan berargumentasi (Erduran & Jimenez-Aleixandre, 2007). Beberapa alasan pentingnya argumentasi diterapkan dalam pembelajaran sains (Erduran, Simon & Osborne, 2004), yaitu: (1) ilmuwan

3 3 menggunakan argumentasi dalam mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan ilmiahnya; (2) masyarakat menggunakan argumentasi dalam perdebatan ilmiah; dan (3) para siswa atau mahasiswa dalam pembelajaran membutuhkan argumentasi untuk memperkuat pemahamannya. Upaya mengembangkan kemampuan mahasiswa calon guru fisika untuk memahami dan mempraktekkan cara-cara berargumentasi dalam konteks ilmiah melalui pembelajaran sains menjadi penting. Hal ini sejalan dengan cara kerja ilmuwan yang menggunakan argumen untuk membangun teori, model dan penjelasan tentang fenomena alam (Zohar & Nemet, 2002; Erduran, Ardac, & Guzel, 2006). Kemampuan berargumentasi bukan merupakan suatu kemampuan yang dapat berkembang dengan sendirinya seiring dengan perkembangan fisik manusia, tetapi harus dibekalkan melalui pemberian stimulus yang menuntut seseorang untuk mampu berargumentasi. Calon guru sains seyogianya dapat mengembangkan argumentasi dalam pembelajaran sains di kelas (Luft & Patterson, 2002; Sadler, 2006). Oleh karena itu calon guru sains perlu diberi pembekalan dalam mengembangkan argumentasi sebagai fokus pembelajaran sains. Kemampuan berargumentasi merupakan kompetensi yang dibutuhkan calon guru fisika di LPTK. Kemampuan berargumentasi sebenarnya bisa dibangun di mata kuliah apapun. Namun demikian kemampuan berargumentasi ada kaitannya dengan pemahaman konsep. Kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep saling berhubungan. Dengan mempelajari konsep-konsep ilmiah yang relevan, mahasiswa dapat terlibat secara lebih efektif dalam argumentasi (Lewis & Leach, 2006). Latar belakang pengetahuan sangat mempengaruhi kemampuan berargumentasi seseorang (Chang & Chiu, 2008; Maloney & Simon, 2006; Sadler & Zeidler, 2005). Oleh karena itu untuk membekali kemampuan berargumentasi perlu dipilih mata kuliah yang kompetensi pemahaman konsepnya sudah kuat. Dalam kurikulum pendidikan fisika di LPTK, calon guru fisika dibekali dengan salah satu mata kuliah keahlian program studi yaitu Fisika Sekolah.

4 4 Mahasiswa calon guru fisika yang mengikuti mata kuliah Fisika Sekolah sebelumnya sudah mendapatkan mata kuliah Fisika Dasar yang dapat menopang pemahaman konsep. Untuk itu pembekalan kemampuan berargumentasi pada penelitian ini diterapkan pada mata kuliah Fisika Sekolah. Hasil studi pendahuluan mengindikasikan bahwa pada kenyataannya mata kuliah Fisika Dasar belum bisa diandalkan dalam menopang kompetensi pemahaman konsep pada mata kuliah Fisika Sekolah sehingga pemahaman konsep calon guru fisika ketika mengikuti perkuliahan fisika sekolah perlu diperkuat lagi. Salah satu cara memperkuat pemahaman konsep dengan menyediakan bahan bacaan pada lembar kerja mahasiswa (LKM). Kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep merupakan dua kompetensi yang harus dimiliki calon guru fisika. Kedua kompetensi tersebut diharapkan dapat memperkuat kompetensi calon guru fisika dalam mengembangkan materi pembelajaran fisika sekolah sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Perkuliahan fisika sekolah yang dilaksanakan pada Program Studi Pendidikan Fisika pada salah satu LPTK di Bandung belum menunjukkan dukungan yang optimal terhadap pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran fisika sekolah menunjukkan beberapa kelemahan dalam pembelajaran fisika sekolah selama ini, yaitu: (a) pembelajaran cenderung monoton dan kurang menantang, (b) metode pembelajaran yang digunakan adalah informatif, presentasi dan tanya jawab, (c) strategi pembelajaran yang diterapkan belum memberdayakan kemampuan berpikir mahasiswa khususnya kemampuan berargumentasi dan tidak dilatih untuk aktif membangun pengetahuan sendiri, (d) kemampuan mahasiswa dalam memberikan penjelasan dan mengungkapkan gagasan pada saat presentasi dan tanya jawab di kelas masih lemah, (e) gagasan yang dikemukakan mahasiswa sebagian besar belum mencerminkan penjelasan yang benar secara ilmiah, dan tidak didukung oleh bukti-bukti serta alasan yang dapat memperkuat penjelasan, dan (f) pada proses pembelajaran tidak tampak adanya upaya dosen untuk mengembangkan pembelajaran kolaboratif, membangun komunitas belajar

5 5 melalui diskusi kelompok, dan mengembangkan lembar kerja mahasiswa (LKM) yang berorientasi pada kemampuan berargumentasi (Muslim, 2011). Hasil wawancara dengan dosen pengampu mata kuliah Fisika Sekolah diperoleh informasi bahwa dosen belum pernah mengembangkan pembelajaran fisika sekolah yang dapat membekali kemampuan berargumentasi. Dosen mengatakan belum secara khusus merancang dan menerapkan pembelajaran fisika sekolah berorientasi kemampuan berargumentasi. Peningkatan kemampuan berargumentasi sebatas mengandalkan pada metode tanya jawab dan presentasi, padahal untuk membekali kemampuan berargumentasi diperlukan strategi perkuliahan yang khusus. Dosen pengampu mata kuliah fisika sekolah pun belum pernah mengembangkan tes untuk mengukur kemampuan berargumentasi secara khusus, tetapi hanya membuat tes untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar. Pada akhir wawancara, dosen pengampu mata kuliah fisika sekolah mengungkapkan bahwa kemampuan berargumentasi merupakan salah satu kompetensi (Muslim, 2011). yang perlu dibekalkan kepada mahasiswa calon guru fisika Hasil tes kemampuan berargumentasi yang diberikan kepada mahasiswa calon guru fisika pada salah satu LPTK di Bandung yang telah lulus perkuliahan fisika sekolah (Muslim, 2011) menunjukkan bahwa kemampuan berargumentasi mahasiswa masih rendah dengan perolehan skor rata-rata sebesar 44,1 dari skor maksimum 100. Demikian pula kemampuan berargumentasi mahasiswa pada semua unsur argumentasi masih rendah. Perolehan skor rata-rata tiap unsur kemampuan berargumentasi yaitu: 1) kemampuan membuat klaim yang akurat sebesar 48,2; 2) kemampuan menyertakan dan menganalisis data sebesar 55,6; 3) kemampuan membuat pembenaran (warrant) sebesar 34,3; dan 4) kemampuan membuat dukungan (backing) sebesar 38,4. Rendahnya kemampuan berargumentasi calon guru fisika tersebut senada dengan hasil penelitian Xie & Mui So (2012) tentang pemahaman dan praktek argumentasi di kelas oleh calon guru sains sekolah menengah di Cina yang meliputi tiga aspek: 1) kemampuan memahami argumentasi, 2) kemampuan

6 6 untuk menyusun argumentasi, dan 3) kemampuan mengembangkan argumentasi dalam pembelajaran sains di kelas, yang menunjukkan bahwa calon guru sains memiliki pemahaman terbatas tentang argumentasi, dan kemampuan untuk menyusun argumentasi ilmiah juga lemah. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Chen et al (2011) tentang kemampuan siswa Taiwan dalam mengelaborasi penjelasan yang menghubungkan data dan klaim menggunakan pola argumentasi menyimpulkan bahwa pembenaran (warrant) yang merupakan elemen kunci dari pola argumentasi maknanya tidak mudah dipahami oleh siswa, artinya kemampuan berargumentasi siswa masih rendah. Roshayanti (2012) telah mengembangkan model asesmen argumentatif untuk mengukur keterampilan argumentasi mahasiswa pada konsep fisiologi manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana argumentasi lisan mahasiswa lebih baik dibandingkan wacana argumentasi tertulis. Dengan demikian kemampuan argumentasi tertulis mahasiswa masih rendah. Osborne (2007) menyatakan bahwa belum berkembangnya kemampuan berargumentasi siswa atau mahasiswa oleh karena: 1) pembelajaran sains diselenggarakan secara konvensional yang berpusat pada guru atau dosen; 2) Siswa atau mahasiswa tidak dilibatkan secara aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan dan argumentasi ilmiah; 3) Lingkungan belajar tidak diciptakan untuk terjadinya pertukaran gagasan dari setiap siswa atau mahasiswa dalam aktivitas diskusi kelompok dan diskusi kelas dengan memunculkan masalah. Hasil tes pemahaman konsep yang dilakukan terhadap mahasiswa calon guru fisika pada salah satu LPTK di Bandung yang telah lulus perkuliahan fisika sekolah (Muslim, 2011) menunjukkan bahwa pemahaman konsep mahasiswa masih rendah dengan perolehan skor rata-rata sebesar 57,7 dari skor maksimum 100. Demikian pula pemahaman konsep mahasiswa pada semua aspek pemahaman konsep masih rendah. Perolehan skor rata-rata tiap pemahaman konsep yaitu: 1) kemampuan menafsirkan (interpretasi) sebesar 57,8; 2) kemampuan membandingkan (komparasi) sebesar 58,7; dan 3) kemampuan menjelaskan (eksplanasi) sebesar 56,6.

7 7 Hasil wawancara terhadap mahasiswa yang telah mengikuti tes, terungkap bahwa rendahnya kemampuan berargumentasi disebabkan karena mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengembangkan pola argumentasi seperti membuat klaim, menganalisis data, menjelaskan data untuk mendukung klaim atau pembenaran (warrant), dan memberikan dukungan (backing) untuk memperkuat klaim. Demikian pula rendahnya pemahaman konsep disebabkan karena mahasiswa mengalami kesulitan dalam hal menginterpretasi grafik, membandingkan gejala fisis, dan menjelaskan fenomena. Rendahnya kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep mahasiswa diduga erat kaitannya dengan tidak adanya pembekalan kemampuan berargumentasi dalam pembelajaran fisika sekolah. Hal ini mengindikasikan perlunya pembekalan kemampuan berargumentasi bagi calon guru fisika khususnya pada mata kuliah Fisika Sekolah. Perkuliahan fisika sekolah berorientasi kemampuan berargumentasi perlu dikembangkan dengan menekankan pada penyempurnaan pola pikir melalui pola pembelajaran (Griffin et al, 2012) sebagai berikut: 1) berpusat pada mahasiswa; 2) interaktif; 3) membangun jejaring belajar melalui kolaborasi; 4) pembelajaran aktif dan kritis; dan 5) mengembangkan potensi diri menjadi kemampuan berpikir dengan memberikan makna terhadap apa yang dipelajari. Di sisi lain konsep-konsep pada materi ajar fisika sekolah kaya akan permasalahan yang bersifat problematik yang cocok untuk diargumentasikan oleh mahasiswa dalam membangun pemahaman konsep dan argumentasi ilmiah. Pola baru penekanan pembelajaran sains (National Science Teacher Association, 2003) diantaranya diarahkan untuk memahami konsep sains, sains sebagai argumen dan penjelasan, mengkomunikasikan penjelasan sains, menganalisis dan mensintesis data setelah mempertahankan kesimpulan, menerapkan hasil eksperimen pada argumen dan penjelasan ilmiah, dan mengkomunikasikan ide dan karyanya kepada teman sekelas. Berdasarkan tuntutan pembelajaran sains tersebut, maka kemampuan berargumentasi sangat mendasar untuk dikembangkan dalam pembelajaran sains khususnya di LPTK

8 8 penghasil calon guru bukan hanya pada pencapaian penguasaan konsep semata. Mahasiswa harus didorong agar dapat menginternalisasikan konsep-konsep yang dipelajari menjadi landasan berpikir dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa yang memiliki kemampuan berargumentasi yang baik akan menjadi mahasiswa yang kritis sehingga akan bermanfaat bagi dirinya dalam menyaring suatu informasi dan akan mengarahkan dirinya pada pola bertindak dalam masyarakat kelak. Menurut Bassham et al (2008) kemampuan berargumentasi penting diperkenalkan kepada peserta didik agar dapat: (1) memahami argumen dan keyakinan orang lain; (2) secara kritis mengevaluasi argumen dan keyakinan tersebut; dan (3) mengembangkan serta mempertahankan argumen dan keyakinan dengan baik. Bertolak dari permasalahan di atas, maka penyiapan calon guru fisika melalui pembekalan kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep pada perkuliahan fisika sekolah menjadi sangat penting. Penekanan perkuliahan fisika sekolah perlu diarahkan pada pembelajaran yang melibatkan mahasiswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya, terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan mahasiswa dalam mendiskusikan materi pembelajaran, mendorong mahasiswa aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yang variatif serta iklim yang dikembangkan lebih bersifat kolaboratif dan kooperatif. Terkait dengan pentingnya kemampuan berargumentasi dibekalkan pada calon guru, Trent (2009) mengungkapkan bahwa calon guru seyogianya mampu mengidentifikasi, mengkonstruksi, dan mengevaluasi argumen dari materi yang dipelajarinya. Calon guru juga seyogianya dapat mengembangkan kemampuan dan kebiasaan berpikir untuk membangun dan mendukung klaim ilmiah melalui argumen (Sampson & Gerbino, 2010). Cara yang produktif untuk membantu calon guru mencapai hasil pendidikan adalah memberikan mereka lebih banyak kesempatan untuk belajar tentang argumentasi ilmiah (Duschl dalam Sampson & Gerbino, 2010). Berargumentasi melibatkan baik kemampuan kognitif maupun afektif yang dapat digunakan untuk membantu calon guru memahami tidak hanya

9 9 aspek sosio-kultural dari sains tetapi juga konsep-konsep dan proses-proses dasar sains. Gagasan pembekalan kemampuan berargumentasi bagi calon guru fisika sejalan dengan paradigma pembelajaran abad ke-21 (Hannon, 2009) yang diarahkan untuk mendorong mahasiswa menggali informasi, melatih berpikir, menekankan kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah, dan mengungkapkan gagasan. Hasil penelitian (Duschl, 2008) menunjukkan bahwa satu cara produktif untuk membantu mahasiswa mencapai hasil pendidikan sains adalah dengan memberinya kesempatan untuk belajar tentang argumentasi ilmiah dalam pembelajaran sains di dalam kelas. Perubahan paradigma dalam pembelajaran, penting dilakukan dengan menciptakan lingkungan belajar dan menyiapkan rangsangan-rangsangan kepada mahasiswa calon guru fisika (Wenning, 2006). Argumentasi mahasiswa ketika mendiskusikan masalahmasalah ilmiah dalam konteks sains dapat meningkatkan keterampilan dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah (Kuhn, 1993). Newton (1999) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan berargumentasi, mahasiswa perlu diberi kesempatan mendiskusikan ide-ide dan data-data untuk mengembangkan argumentasi berdasarkan masalah. Mahasiswa perlu didorong untuk mengungkapkan pola argumentasi ilmiah dengan baik. Dalam beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang memfokuskan pada argumentasi dalam konteks pembelajaran sains. Manurung (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa program pembelajaran berdasarkan pedogogi pemecahan masalah bermuatan argumentasi Toulmin melalui tampilan Hiperteks dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan pemahaman konsep mahasiswa. Acar (2012) menemukan bahwa model pembelajaran fisika berbasis inkuri dapat meningkatkan kemampuan berargumentasi, kemampuan penalaran ilmiah dan pemahaman konsep mahasiswa. Penelitian Chen & She (2012) tentang efektivitas pembelajaran fisika berbasis argumentasi ilmiah menggunakan program komputer online berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan berargumentasi dan perubahan konseptual siswa. Elena et al (2012)

10 10 dalam penelitiannya mengembangkan pembelajaran tentang lingkungan topik perubahan iklim berbasis web menemukan kemampuan berargumentasi siswa meningkat secara signifikan dan siswa dapat membangun argumen yang lebih baik. Penelitian Sagir & Kihc (2012) tentang penerapan pembelajaran sains berbasis argumentasi pada topik asam basa berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan dan retensi mahasiswa. Kelompok mahasiswa yang mengikuti pembelajaran sains berbasis argumentasi lebih meningkat keberhasilan belajarnya dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hasil studi ini relevan dengan hasil penelitian Chen et al (2011) yang menyatakan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran fisika berorientasi argumentasi memiliki pemahaman konsep lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Banyak ragam model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk membekali dan meningkatkan kemampuan berargumentasi melalui pembelajaran sains. Sampson & Gerbino (2010) mengembangkan dua model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru atau dosen sains untuk membangkitkan argumentasi ilmiah di kelas. Model ini dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan dan menguji suatu pernyataan (klaim) berdasarkan alasan-alasan atau untuk mengajukan, mendukung, mengevaluasi, menajamkan bukti pernyataan (klaim) sebagai bagian dari aktivitas kelompok. Model yang pertama adalah model pembelajaran pembangkit argumen (The Generate-an-Argument Instructional Model), yang dikembangkan berdasarkan kerja Osborne et al (2004) dan Garratt et al (1999) dirancang untuk melibatkan peserta didik dalam argumentasi ilmiah tanpa memerlukannya untuk mengumpulkan data di dalam laboratorium atau lapangan terlebih dahulu. Model yang kedua adalah model pembelajaran alternatif evaluasi (The Evaluate Alternatives Instructional Model), yang dikembangkan berdasarkan hasil kerja Osborne et al (2004) dan Solomon et al (1992) dirancang untuk melibatkan peserta didik dalam argumentasi ilmiah tetapi lebih menekankan pada evaluasi terhadap pernyataan (klaim alternatif) dan pentingnya mendesain investigasi

11 11 informatif yang dapat digunakan untuk menguji kegunaan atau manfaat suatu pernyataan (klaim). Peserta didik juga memerlukan akses ke bahan-bahan atau peralatan laboratorium sehingga mereka dapat mengumpulkan data-data empiris yang mereka perlukan untuk mendukung penjelasan-penjelasan alternatif. Mencermati pentingnya kemampuan berargumentasi dan karakteristik perkuliahan fisika sekolah yang tidak ada praktikum sehingga mahasiswa tidak perlu mengumpulkan data di dalam laboratorium atau lapangan terlebih dahulu dalam aktivitas berargumentasi, maka model pembelajaran yang dapat diadopsi adalah model pembelajaran pembangkit argumen (The Generate-an-Argument Instructional Model). Dalam penelitian ini dikembangkan Program Perkuliahan Fisika Sekolah Berorientasi Kemampuan Berargumentasi (PPFS-BKB) yang didesain berdasarkan model pembelajaran pembangkit argumen (The Generatean-Argument Instructional Model) yang dipadukan dengan pola argumentasi Toulmin (Toulmin s Argument Pattern) dan strategi cooperative learning menggunakan struktur presentasi round-robin untuk meningkatkan kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep calon guru fisika. PPFS-BKB mendorong mahasiswa untuk membangun dan mengungkapkan argumentasi yang diawali dengan penyajian permasalahan fisis yang bersifat problematis. Melalui cara ini mahasiswa diharapkan mampu memahami masalah yang relevan dengan materi ajar fisik sekolah, selanjutnya menyelesaikan masalah dengan mengembangkan klaim untuk menjawab permasalahan, menganalisis data untuk mendukung klaim, membuat pembenaran (warrant) dan dukungan (backing) untuk mendukung klaim. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengembangan Program Perkuliahan Fisika Sekolah Berorientasi Kemampuan Berargumentasi (PPFS-BKB) untuk membekali kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep calon guru fisika?.

12 12 Permasalahan tersebut dapat diturunkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik PPFS-BKB untuk membekali kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep calon guru fisika? 2. Bagaimana efektivitas PPFS-BKB dalam meningkatkan kemampuan berargumentasi calon guru fisika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional? 3. Bagaimana efektivitas PPFS-BKB dalam meningkatkan pemahaman konsep calon guru fisika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional? 4. Bagaimana korelasi antara peningkatan pemahaman konsep dan peningkatan kemampuan berargumentasi sebagai impak penerapan PPFS-BKB? 5. Bagaimana tanggapan dosen terhadap penerapan PPFS-BKB yang dikembangkan? 6. Bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap penerapan PPFS-BKB yang dikembangkan? 7. Apakah kekuatan dan kelemahan PPFS-BKB yang dikembangkan berdasarkan implementasi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan PPFS-BKB yang dapat membekali kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep calon guru fisika. 2. Mengetahui efektivitas PPFS-BKB dalam meningkatkan kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep calon guru fisika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. 3. Menemukan korelasi antara peningkatan pemahaman konsep dan peningkatan kemampuan berargumentasi sebagai impak penerapan PPFS-BKB. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain:

13 13 1. Manfaat Teoretis a. Memperkaya khasanah pembelajaran fisika yang kreatif dan inovatif. b. Memberikan kerangka pikir bagi pengembangan pembelajaran fisika. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan pengalaman langsung kepada calon guru fisika dalam mengembangkan pembelajaran fisika berorientasi kemampuan berargumentasi yang dapat mendorong untuk berkreasi dalam menciptakan lingkungan belajar ketika kelak membelajarkan materi fisika kepada peserta didiknya di lapangan. b. Memberikan masukan kepada dosen pengampu mata kuliah fisika sekolah mengenai program perkuliahan fisika sekolah yang dapat meningkatkan kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep fisika. c. Memberikan masukan kepada program studi yang menyelenggarakan perkuliahan fisika sekolah tentang program perkuliahan fisika sekolah yang dapat meningkatkan kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep fisika. d. Sebagai bahan pertimbangan bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk merancang kurikulum, pendekatan, metode, dan strategi pengelolaan dengan mengadopsi atau mengadaptasi PPFS-BKB. e. Sebagai bahan pembanding maupun rujukan bagi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti selanjutnya. E. Definisi Operasional Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, 1. Pengembangan Program Perkuliahan Fisika Sekolah Berorientasi Kemampuan Berargumentasi (PPFS-BKB) dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai kegiatan perancangan, pembuatan dan penyempurnaan PPFS-BKB atas dasar kebutuhan pembekalan kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep calon guru fisika. Desain PPFS-BKB didasarkan pada pengembangan model pembelajaran pembangkit argumen (The Generate-an-Argument Instructional Model) yang dipadukan dengan pola argumentasi Toulmin dan strategi

14 14 cooperative learning menggunakan struktur presentasi round-robin. Tahaptahap pembelajaran PPFS-BKB yang didesain untuk membekali kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep meliputi empat tahap, yaitu: (1) Identifikasi masalah, (2) Pembangkitan argumen tentatif, (3) Sesi argumentasi, dan (4) Penulisan argumen. Keterlaksanaan PPFS-BKB dijaring melalui lembar observasi terhadap aktivitas dosen dan aktivitas mahasiswa. 2. Kemampuan berargumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan dalam memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu klaim. Dalam penelitian ini diukur empat indikator kemampuan berargumentasi, yaitu: 1) membuat klaim yang akurat sesuai permasalahan; 2) menyertakan dan menganalisis data untuk mendukung klaim; 3) menjelaskan hubungan antara data dan klaim (pembenaran/warrant); dan 4) melandasi pembenaran untuk mendukung klaim (dukungan/backing). Untuk mengukur kemampuan berargumentasi digunakan tes kemampuan berargumentasi dalam bentuk uraian. Tes ini dikembangkan berdasarkan indikator kemampuan berargumentasi dengan merujuk pada pola argumentasi Toulmin. 3. Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan mahasiswa dalam memaknai konsep atau arti fisis dari konsep. Dalam penelitian ini diukur tiga indikator aspek pemahaman konsep, yaitu kemampuan: 1) menafsirkan (interpretasi); 2) membandingkan (komparasi); dan 3) menjelaskan (eksplanasi). Ketiga aspek pemahaman konsep ini paling relevan dengan PPFS-BKB yang dikembangkan dan sesuai dengan karakteristik materi ajar fisika sekolah yang diteliti. Untuk mengukur pemahaman konsep digunakan tes pemahaman konsep berbentuk pilihan ganda dengan lima option. Tes ini dikembangkan berdasarkan indikator pemahaman konsep dengan merujuk pada taksonomi Bloom revisi. F. Sistematika Penulisan Penulisan disertasi ini dibagi menjadi lima bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah beserta pertanyaan penelitiannya, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi

15 15 operasional, dan sistematika penulisan. Bab kedua menjelaskan kajian pustaka yang memaparkan tentang kemampuan berargumentasi, pentingnya kemampuan berargumentasi bagi guru, pentingnya kemampuan berargumentasi bagi calon guru, teori belajar yang melandasi pengembangan pembelajaran berorientasi kemampuan berargumentasi, pemahaman konsep, Program Perkuliahan Fisika Sekolah Berorientasi Kemampuan Berargumentasi (PPFS-BKB), hasil penelitian yang relevan, analisis konsep dan peta konsep fisika sekolah, kerangka pikir, dan hipotesis. Bab ketiga membahas metode penelitian yang memaparkan desain penelitian, prosedur penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab keempat mendeskripsikan hasil penelitian dan pembahasan. Bab kelima memaparkan kesimpulan, saran, dan rekomendasi.

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 175 BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Telah berhasil dikembangkan Program Perkuliahan Fisika Sekolah Berorientasi Kemampuan Berargumentasi (PPFS-BKB) melalui serangkaian kegiatan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari penelitian yang dilakukan dalam bidang ilmu

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Fisika merupakan bagian dari rumpun ilmu dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mempelajari fisika sama halnya dengan mempelajari IPA dimana dalam mempelajarinya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan salah satu mata pelajaran dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang bukan hanya kegiatan penyampaian konsep atau informasi dari guru kepada siswa,

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENERAPAN STRATEGI COMPETING THEORIES TERHADAP KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SMA PADA MATERI ELASTISITAS

2015 PENGARUH PENERAPAN STRATEGI COMPETING THEORIES TERHADAP KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SMA PADA MATERI ELASTISITAS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran fisika tentunya tidak hanya dihadapkan dengan segudang fakta, setumpuk teori maupun sederetan prinsip dan hukum, namun lebih diarahkan kepada pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatkan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatkan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Meningkatkan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, termasuk dosen yang merupakan agen sentral pendidikan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia memiliki sejumlah tujuan hidup yang mengindikasikan apa saja yang ingin mereka capai. Dalam dunia pendidikan, tujuan-tujuan yang dirumuskan, mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kalau kita cermati saat ini pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan yang diinginkan, apalagi harapan yang dituangkan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN ARGUMENTASI ILMIAH SISWA SMA PADA MATERI PENGUKURAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN ARGUMENTASI ILMIAH SISWA SMA PADA MATERI PENGUKURAN SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-21 Surakarta, 22 Oktober 2016 PENGARUH MODEL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah mutu menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran pada umumnya meliputi tiga jenis kompetensi, yaitu kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kurikulum pendidikan yang digunakan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Pada saat penelitian ini dilakukan, kurikulum yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Fildzah Amalia, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Fildzah Amalia, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan peradaban pada masa kini seringkali dihadapkan dengan segudang masalah, dilema dan teka-teki mengenai apa yang kita butuhkan untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu-ilmu dasar (basic science) yang perlu diberikan pada siswa. Hal ini tak lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Guided Inquiry a. Pengertian Guided Inquiry Inquiry termasuk dalam bahasa Inggris yang secara harfiah memiliki arti penyelidikan. Inquiry berasal dari kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sedang menghadapi tantangan besar untuk dapat menghasilkan individu yang berkualitas dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, pendidik seyogianya memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Penguasaan Konsep Fluida statis Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan khususnya sains (IPA) dan teknologi, di satu sisi memang memberikan banyak manfaat bagi penyediaan beragam kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dapat ditempuh melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Salah satu satuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kebutuhan ilmu peserta didik tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI CALON GURU FISIKA ISSN: 1693-1246 Juli 2012 Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 8 (2012) 174-183 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI CALON GURU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

2015 PENALARAN ILMIAH (SCIENTIFIC REASONING) SISWA SEKOLAH BERORIENTASI LINGKUNGAN DAN SEKOLAH MULTINASIONAL

2015 PENALARAN ILMIAH (SCIENTIFIC REASONING) SISWA SEKOLAH BERORIENTASI LINGKUNGAN DAN SEKOLAH MULTINASIONAL 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran sains pada hakikatnya bukanlah suatu kegiatan pasif dalam rangka mentransfer pengetahuan, dimana siswa hanya menerima informasi berupa konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran sains, tujuan pendidikan pada satuan pendidikan SMA adalah untuk mengembangkan logika, kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh seluruh komponen pendidikan yang saling terkait dan terpadu, serta bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diajarkan untuk pembentukan kualitas siswa dalam segi kognitif, psikomotorik dan afektif. Lebih lanjut, IPA umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh mahasiswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh mahasiswa untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh mahasiswa untuk menghadapi berbagai tantangan, mampu memecahkan masalah yang dihadapi, mengambil keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains, matematika dan pendidikan. Pandangan behavorisme yang mengutamakan stimulus dan respon tidak cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riskan Qadar, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riskan Qadar, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan metode agar tujuan pembelajaran tercapai dan saat ini berbagai metode pembelajaran telah digunakan. Metode pembelajaran ada yang berpusat pada guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu permasalahan mengenai lingkungan merupakan topik yang tidak pernah lepas dari pemberitaan sampai saat ini, mulai dari tingkat lokal, regional, nasional, maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi pendidikan untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kualifikasi akademik dan kompeten. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam memajukan suatu bangsa. Melalui pendidikan, masyarakat mampu bersaing secara produktif di era globalisasi dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan IPA di sekolah dirumuskan dalam bentuk pengembangan individu-individu yang literate terhadap sains.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari mengenai alam dan fenomena alam yang terjadi, yang berhubungan dengan benda hidup maupun benda tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu proses dan tujuan yang penting dalam pembelajaran di sekolah adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016: 1), kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut individu untuk memiliki kecakapan berpikir yang baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. menuntut individu untuk memiliki kecakapan berpikir yang baik untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki kecakapan berpikir yang baik untuk merespon adanya perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika perkembangan era globalisasi abad 21 ditandai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam kehidupan, terlebih di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang dengan pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dari masa depan manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran. Pendidikan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan penting terutama dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang dengan sengaja diciptakan (Dimyati dan Mudjiono 2006). Seorang pengajar harus mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kreativitas menjadi sesuatu hal yang begitu sangat penting yang harus dimiliki manusia, karena dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari hampir semua manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mewujudkan hal itu, maka sekolah sebagai komponen utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep yang harus dipahami siswa. Pemahaman dan penguasaan terhadap konsep tersebut akan mempermudah siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan (Tjalla, 2007).

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 216 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Pemaparan mengenai kesimpulan pada bagian ini dirumuskan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang terdapat pada bab satu yang diuraian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan cerminan, ide, gagasan, sikap, nilai dan ideologi penggunanya. Bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia. Bahasa berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Berpikir kritis mencakup sejumlah keterampilan kognitif dan disposisi

BAB III METODE PENELITIAN. Berpikir kritis mencakup sejumlah keterampilan kognitif dan disposisi BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Berpikir kritis mencakup sejumlah keterampilan kognitif dan disposisi intelektual yang diperlukan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi Informasi berkembang sangat pesat seiring penemuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi Informasi berkembang sangat pesat seiring penemuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi Informasi berkembang sangat pesat seiring penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang informasi dan komunikasi sehingga mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir. Semakin terampil seseorang berpikir, semakin jelas dan cerah jalan pikirannya. Kemampuan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk mulai secara sungguhsungguh dan berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini yaitu bertempat di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bandung. 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan masyarakat saat ini semakin berkembang, perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan pada bidang teknologi, pengetahuan, dan seni, sehingga menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada berbagai tantangan yang berkaitan dengan peningkatan mutu dan produk yang dihasilkannya. Di bidang sains,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembelajaran yang sekarang ini diharapkan banyak diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi dan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan yang begitu ketat dari berbagai macam bidang pada era globalisasi abad 21 ini, salah satunya adalah pada bidang pendidikan. Persaingan yang terjadi pada era

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Variabel Terikat a. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis menurut Ennis (1993) adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada

Lebih terperinci