BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan individu. Pada saat individu menginjak masa remaja, beberapa unsur dalam dirinya mengalami perubahan. Hurlock (2004: 207) menjelaskan tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Sebagian remaja menurut Hurlock bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menginginkan kebebasan, tetapi sering takut bertanggung jawab dan meragukan kemampuan untuk mengatasi tanggung jawab tersebut. Sikap ambivalen remaja terhadap perubahan mengakibatkan banyak remaja terutama pada masa awal tidak menguasai tugas-tugas perkembangan. Hurlock (2004: 213) mengemukakan salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah melakukan penyesuaian sosial. Remaja (siswa) harus memperluas pergaulan sosial dan bergaul secara harmonis baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa dalam berbagai situasi termasuk di lingkungan sekolah. Penyesuaian sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hurlock (1990: 231) mengemukakan penyesuaian sosial siswa di sekolah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dalam diri siswa maupun dari luar dirinya. Surya (Sugianto, 2006: 5) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian sosial siswa adalah: 1

2 1) kondisi jasmaniah, yang meliputi pembawaan, susunan jasmaniah, sistem syaraf, kelenjar otot, kesehatan dan lain-lain, 2) kondisi perkembangan dan kematangan meliputi kematangan sosial, moral, dan emosional, 3) kondisi lingkungan meliputi rumah, sekolah dan masyarakat; 4) penentu budaya (kultur) dan agama, 5) penentu psikologis yang meliputi pengalaman belajar pembiasaan, frustasi dan konflik. Faktor kondisi lingkungan tempat siswa berinteraksi memberikan pengaruh yang besar dibanding faktor yang lainnya. Kondisi lingkungan akan memfasilitasi penyesuaian sosial. Bagi siswa, kondisi lingkungan yang ikut memberikan pengaruh yang cukup besar dalam penyesuaian sosial adalah lingkungan sekolah, karena siswa menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Sekolah sebagai lingkungan sosial tempat siswa mengembangkan hubungan sosial dengan teman sebaya dan orang dewasa, harus mampu menciptakan dan memberikan suasana psikologis yang mendorong siswa untuk melakukan penyesuaian sosial. Rifai (1980: 70) mengemukakan dalam fungsi sosialnya, sekolah harus dapat membantu siswa agar memiliki kemampuan penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial siswa di sekolah ditunjukkan melalui hubungan interpersonal yang harmonis dengan teman, guru-guru, staf TU dan karyawan dan keaktifan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu menurut Sugiyanto (2006: 2) sikap penyesuaian sosial yang baik di sekolah juga ditunjukan oleh kepatuhan 2

3 siswa terhadap tata tertib dan peraturan sekolah sehingga dapat diterima di lingkungannya. Fenomena yang terjadi selama melaksanakan PPL (Program Pengalaman Lapangan) di SMP Pasundan 3 Bandung dan observasi awal pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2007 diketahui, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial. Sikap dan perilaku yang ditunjukan diantaranya sering menentang guru, tidak masuk sekolah tanpa alasan, terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan PR, mengisolir diri, sulit bekerja sama, mengganggu teman, saling bermusuhan, berkelahi, membolos, melanggar aturan sekolah, dan masih banyak lagi gejala lain yang menunjukan kekurangmampuan dalam melakukan penyesuaian sosial. Hasil tes pencapaian tugas-tugas perkembangan dengan menggunakan ITP (Inventori Tugas Perkembangan) menunjukan siswa SMP Pasundan 3 Bandung memiliki penyesuaian sosial rendah yang ditunjukkan melalui pencapaian kesadaran tanggung jawab dalam butir terendah tugas perkembangan dengan skor (3,20) untuk kelas VII (tujuh), skor (3,34) untuk kelas VIII (delapan) dan skor (3,23) untuk kelas IX (sembilan). Akibat kekurangmampuan dalam melakukan penyesuaian sosial, siswa akan mengalami hambatan dalam belajar. Rakhmat (Setiatin, 2004: 2) berpendapat fenomena-fenomena perilaku negatif di kalangan siswa, jika dibiarkan akan berpengaruh terhadap prestasi belajar, bahkan pada pertumbuhan dan perkembangan diri yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan lain. Siswa yang kurang memiliki kemampuan penyesuaian sosial malas datang ke sekolah, 3

4 karena sekolah menjadi beban yang berat. Aturan-aturan dan tugas yang diberikan di sekolah tidak dapat diterima dan dilakukan sebagaimana mestinya. Apabila berlangsung terus menerus, sekolah terpaksa men-drop out siswa yang bersangkutan. Drop out di sekolah menengah, terutama di Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus dapat dihindari mengingat SMP termasuk dalam Pendidikan Dasar yang wajib diikuti. Drop out karena kekurangmampuan dalam melakukan penyesuaian sosial dapat diatasi dengan adanya program bimbingan yang tepat. Suherman (1998: 13) mengemukakan aspek yang penting yang harus diperhatikan dalam program bimbingan adalah strategi yang digunakan dalam mewujudkan program. Strategi bimbingan kelompok, menurut Natawidjaja (1987: 32) sangat tepat digunakan untuk mengatasi masalah sosial. Bimbingan kelompok memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana, dan pemecahan masalah. Oleh karenanya pengemasan program bimbingan untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial di sekolah dipandang tepat dengan menggunakan strategi bimbingan kelompok. Alternatif penyajian bimbingan kelompok adalah melalui dinamika kelompok. Menurut Natawidjaja (1987: 38) dalam dinamika kelompok memungkinkan setiap anggota memperbaiki dan mengembangkan hubungan antar pribadi (interpersonal skill) yang sangat penting dalam penyesuaian sosial. Dinamika kelompok dalam penyajiannya menggunakan beragam teknik, seperti: orientasi, diskusi, pelatihan, terapi, sosiodrama dan permainan. Konselor dapat 4

5 memilih teknik dinamika kelompok sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan. Teknik yang dirasakan tepat untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial siswa di sekolah adalah teknik permainan. Permainan merupakan teknik yang sesuai untuk belajar keterampilan sosial, karena dengan permainan diciptakan suatu suasana santai dan menyenangkan. Suasana yang santai dan menyenangkan membuat seseorang dapat belajar lebih baik. Penelitian Kurniati (2006) membuktikan penggunaan permainan dalam bimbingan dapat mengembangkan keterampilan sosial. Menurut Cremer & Siregar (1993 :17) tingkah laku seseorang dalam permainan sama dengan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mengenai cara untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, merencanakan sesuatu, dan berkomunikasi. Aktivitas dalam permainan menciptakan suatu modeling yang sangat baik bagi proses perkembangan diri. Sutton-Smith (Ride, 2001: 2) mengemukakan permainan merupakan cara yang signifikan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pada permainan terdapat sharing antar sesama anggota kelompok yang dapat mengurangi tekanan, memperoleh dukungan dan membuat perasaan lebih nyaman. Menurut Santrock (1995: 272) permainan meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah, dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya. Terdapat banyak jenis permainan yang dapat digunakan dalam dinamika kelompok. Secara umum kita dapat mengklasifikasikannya ke dalam dua jenis 5

6 yaitu permainan modern dan permainan tradisional. Permainan modern memerlukan biaya tinggi dan rentan terhadap masalah, telah mengarahkan pada suatu pemikiran untuk lebih memperkenalkan siswa pada jenis permainan tradisional. Permainan tradisional memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan permainan modern. Pada permainan tradisional terdapat nilai-nilai yang dapat digali, baik ditelaah dari sudut penggunaan bahasa, senandung nyanyian/kakawihan, aktivitas fisik, maupun aktivitas psikis. Permainan tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya dapat membantu mengembangkan keterampilan sosial (Kurniati, 2006: 47) dan dalam dinamika kelompok dapat diarahkan pada pembentukan perilaku untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial. Berdasarkan informasi dan fenomena yang telah dipaparkan, penelitian menitikberatkan pada penyusunan program bimbingan untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial siswa SMP melalui permainan tradisional dengan judul Program Bimbingan Penyesuaian Sosial Melalui Permainan Tradisional. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah a. Batasan Konseptual Pada dasarnya penyesuaian sosial merupakan kebutuhan bagi manusia, karena manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi senantiasa membutuhkan orang lain. Ketika memasuki lingkungan sosial baru, siswa harus memiliki kemampuan penyesuaian sosial. Kemampuan penyesuaian sosial siswa akan berpengaruh pada 6

7 prestasi dan keberhasilan siswa di sekolah (Surya, 1978: 90). Berikut ini beberapa definisi tentang penyesuaian sosial dari beberapa ahli. 1) Moh. Surya (1990: 142) mengartikan penyesuaian sosial sebagai suatu proses penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial atau penyesuaian dalam hubungan antar manusia. 2) Schneiders (1964: 455) mendefinisikan penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk memberikan reaksi secara tepat terhadap realitas-realitas, situasi-situasi, dan hubungan-hubungan sosial, sehingga tuntutan-tuntutan untuk kehidupan sosial dapat dipenuhi dengan cara-cara memuaskan dan dapat diterima. 3) Sugiyanto (2006: 24) mengemukan penyesuaian sosial adalah kemampuan siswa mereaksi kenyataan, situasi, dan hubungan sosial di lingkungan sekolah, mencakup aspek-aspek penghargaan terhadap orang lain (teman sebaya), partisipasi dalam mengikuti pelajaran, kerjasama dengan teman, dan merasa aman berada di lingkungan sekolah. Penyesuaian sosial merupakan bentuk dari penyesuaian diri seseorang. Schneiders (1964: 429) mengemukakan penyesuaian sosial merupakan bagian dari penyesuaian diri. Penyesuaian diri didefinisikan oleh Willis (1994: 43) sebagai kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar. Gerungan (2004: 59-60) mengartikan menyesuaikan diri berarti mengubah diri sendiri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Schneiders (1964: 429) membagi penyesuaian sosial menjadi tiga bagian: penyesuaian sosial di keluarga, penyesuaian sosial di sekolah, dan penyesuaian 7

8 sosial di masyarakat. Penelitian dibatasi pada penyesuaian sosial di sekolah karena sekolah merupakan lingkungan yang dapat mengembangkan perilaku efektif yang mempengaruhi penyesuaian sosial di keluarga dan masyarakat. Penyesuaian sosial di sekolah penting artinya dalam menunjang keberhasilan akademis atau prestasi belajar siswa. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan penyesuaian sosial merupakan bagian dari penyesuaian diri. Penyesuaian sosial merupakan kemampuan siswa dalam memberikan reaksi secara tepat terhadap kenyataan, situasi, hubungan sosial, sehingga tuntutan-tuntutan sosial di sekolah, seperti penghargaan terhadap orang lain, menaati tata tertib sekolah, partisipasi dalam kegiatan belajar, bekerjasama, dapat dilakukan dengan cara-cara memuaskan dan penerimaan yang baik. Beberapa aktivitas yang menunjukan penyesuaian sosial yang baik menurut Schneiders, (1964: 453) yaitu: 1) penerimaan dan penghargaan terhadap orang yang patut dihormati di sekolah; 2) minat dan berpartisipasi aktif dalam seluruh kegiatan sekolah; 3) melakukan interaksi yang sehat dengan teman sekolah, guru-guru, guru pembimbing, staf tata usaha (TU), maupun karyawan sekolah; 4) mematuhi peraturan sekolah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab dan; 5) saling membantu dan bekerjasama demi pencapaian tujuan sekolah, baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler. 8

9 Penyesuaian sosial dapat dikembangkan melalui program bimbingan. Program bimbingan merupakan pedoman bagi konselor dalam melaksanakan bimbingan di sekolah. Program bimbingan yang bermutu, kegiatan dilaksanakan secara terencana, terorganisasi, dan terkoodinasi selama periode waktu tertentu (Nurihsan, 2005: 3). Program bimbingan dalam penelitian dikemas dalam bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok menurut Amti & Marjohan (1992: 105) merupakan bimbingan yang diberikan kepada sekelompok individu dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Bimbingan dengan dinamika kelompok disamping berusaha memecahkan masalah kelompok, juga berusaha membantu individu-individu dengan memanfaatkan suasana yang berkembang dalam kelompok. Beragam teknik dapat digunakan dalam dinamika kelompok, salah satunya adalah melalui permainan. Permainan telah terbukti dapat mengembangkan sejumlah kemampuan fisik maupun psikis. Menurut Schafer & Reid (2001: 7) permainan tidak hanya membuat seseorang senang, tetapi juga dapat mengembangkan pemahaman dan penerimaan sosial. Berikut definisi para ahli mengenai permainan. 1) John W. Santrock (1995: 272) mengartikan permainan (play) sebagai kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. 2) Dockett & Fleer (Kurniati, 2006:48) mendefinisikan permainan sebagai aktivitas bermain yang didalamnya telah memiliki aturan yang jelas dan disepakati bersama. 9

10 3) Hoorn (Kurniati, 2006: 48) menyatakan games with rules play merupakan permainan yang melibatkan kesetiaan dan komitmen pada aturan-aturan permainan yang ada dan telah disepakati bersama sebelum game (permainan) dilakukan. 4) Sutton-Smith (2001:2) menyatakan: games playing is a form of play and is, thereby, a form of amusement and source of enjoyment to the participant. 5) Steven E Reid (2001: 3) menyatakan: games is the actions of the participant are independent, meaning that the outcome of the game depend on the interactions of the players, not on one s player s action alone. Permainan yang dilakukan berbentuk permainan kelompok. Peranan kelompok bagi siswa SMP adalah suatu kebutuhan dalam mengembangkan hubungan sosial, minat dan penerimaaan diri (Hurlock, 2004: 215), sehingga teknik permainan dalam bimbingan sangat tepat dilakukan bagi siswa SMP. Permainan yang digunakan dalam penelitian adalah permainan tradisional. Cooney (Kurniati, 2006:49) menjelaskan Traditional play forms are those activities handed down from one generation to the next and continuosly followed by most people. Artinya permainan tradisional terbentuk dari aktivitas yang diturunkan terus menerus dari satu generasi kegenerasi berikutnya oleh banyak orang. Jenis permainan tradisional yang digunakan dalam penelitian adalah permainan tradisional Jawa Barat. Menurut Kurniati (2006: 48) permainan tradisional Jawa Barat merupakan suatu aktivitas bermain (kaulinan barudak) yang tumbuh berkembang di Jawa Barat, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan 10

11 tata nilai kehidupan masyarakat sunda dan diajarkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendekatan bimbingan melalui permainan memberikan pengembangan dalam bimbingan, khususnya sebagai salah satu upaya mengatasi masalah penyesuaian sosial siswa SMP. Melalui permainan, siswa SMP dapat mengembangkan sejumlah keterampilan sosial yang merupakan kemampuan dalam melakukan penyesuaian sosial. Dari batasan konseptual yang telah dipaparkan, penelitian dibatasi pada masalah penyesuaian sosial siswa SMP di sekolah. Penyesuaian sosial merupakan masalah tersulit bagi remaja khususnya remaja SMP. Apabila siswa dapat melakukan penyesuaian sosial di sekolah maka kesempatan meraih prestasi dan kesuksesan akan terbuka lebar. Penelitian yang dilakukan akan menghasilkan desain program bimbingan penyesuaian sosial melalui permainan tradisional untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial pada siswa SMP. b. Batasan Operasional Berdasarkan paparan konsep di atas, program bimbingan penyesuaian sosial melalui permainan tradisional dibatasi secara operasional sebagai rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi dalam periode tertentu untuk membantu agar siswa memiliki kemampuan memberikan reaksi yang tepat terhadap tuntutan-tuntutan sosial di sekolah, seperti dapat melakukan hubungan interpersonal dengan teman, guru, guru pembimbing, staf 11

12 TU, karyawan sekolah, penyesuaian terhadap tata tertib di sekolah, penyesuaian terhadap kelompok belajar dan penyesuaian terhadap kegiatan ekstrakurikuler, yang didesain dalam aktivitas menyenangkan dengan aturan yang telah disepakati bersama, yang tumbuh dan berkembang secara turun menurun di Jawa Barat, yang sarat dengan nilai budaya dan tata nilai kehidupan masayarakat sunda. 2. Rumusan Masalah Sesuai dengan batasan masalah mengenai penyesuaian sosial siswa SMP, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai arahan perumusan masalah dalam penelitian, yaitu: a. Bagaimanakah gambaran umum penyesuaian sosial siswa SMP? b. Bagaimanakah program bimbingan penyesuaian sosial melalui permainan dalam mengatasi masalah penyesuaian sosial siswa SMP? c. Bagaimanakah efektivitas program bimbingan penyesuaian sosial melalui permainan dalam mengatasi masalah penyesuaian sosial siswa SMP? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: 1. Mengetahui penyesuaian sosial siswa SMP. 2. Merumuskan program bimbingan penyesuaian sosial melalui permainan tradisional Jawa Barat untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial siswa SMP. 12

13 3. Mengetahui efektivitas program bimbingan penyesuaian sosial melalui permainan tradisional Jawa Barat untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial siswa SMP. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian memiliki manfaat bagi berbagai pihak, yaitu: 1. Bagi sekolah, menjadi masukan pada kebijakan untuk membantu siswa menyesuaikan diri dengan baik. 2. Bagi guru pembimbing, diperoleh wawasan dan pengalaman langsung intervensi bimbingan melalui permainan tradisional. 3. Bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan kerangka atau konstruk program mengenai bimbingan melalui permainan dan fokus-fokus telaahan penelitian lebih lanjut pada kajian yang lebih relevan. E. Asumsi Penelitian Penelitian dilakukan bertitik tolak dari asumsi sebagai berikut: 1. Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 2004:213). 2. Penyesuaian sosial merupakan kemampuan untuk memberikan reaksi secara tepat terhadap realitas-realitas, situasi-situasi, dan hubungan-hubungan sosial, sehingga tuntutan-tuntutan untuk kehidupan sosial dapat dipenuhi dengan cara-cara memuaskan dan dapat diterima (Schneiders, 1964: 455). 13

14 3. Memainkan permainan dapat menjadi pengalaman yang dapat membantu seseorang berdaptasi dengan lingkungan (Sutton-Smith dalam Reid, 2001: 2). 4. Permainan meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya, mengurangi tekanan, meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah, dan memberi tempat berteduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya (John W. santrock, 1995 : 272). 5. Hoorn (Kurniati, 2006: 48) menyatakan games with rules play merupakan permainan melibatkan kesetiaan dan komitmen pada aturan-aturan permainan yang ada dan telah disepakati bersama sebelum game (permainan) dilakukan; 6. Permainan tradisional dapat mengembangkan keterampilan sosial diantaranya keterampilan menyesuaikan diri yang merupakan kemampuan dalam penyesuaian sosial (Euis Kurniati, 2006: 75). 7. Pengembangan program layanan bimbingan dan konseling untuk penyesuaian sosial yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan siswa akan memberikan dampak terhadap aktivitas penyesuaian siswa di lingkungannya (Sugiyanto, 2006: 16-17). F. Metode Penelitian Penelitian yang dikembangkan adalah penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan penelitian tindakan berkolaborasi (Action Research Collaboration) dengan pertimbangan fungsi pendekatan untuk memperoleh cara dalam melakukan kegiatan secara sistematis guna menyelesaikan masalah penyesuaian sosial siswa SMP. Peneliti bertindak 14

15 sebagai pemberi tindakan sekaligus bagian dari proses evaluasi terhadap perubahan yang ditampilkan oleh subjek penelitian. Peneliti berkolaborasi bersama guru pembimbing dan wali kelas, yang akan membantu proses penelitian. Guru pembimbing akan membantu pada setiap tahap penelitian, yaitu bersama peneliti melakukan, merumuskan, mengevaluasi program penyesuaian sosial melalui permainan tradisional. Wali kelas membantu dalam observasi perubahan perilaku yang ditampilkan siswa. Kegiatan penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, pertama kaji ulang kondisi objektif lapangan, merupakan upaya memotret kondisi objektif lapangan. Rincian kegiatan yang dilakukan pada tahap pertama adalah: 1) permohonan izin kepada kepala sekolah serta pemberian penjelasan tentang permasalan penelitian dan pendekatan penelitian, 2) menjalin komunikasi dengan guru pembimbing (guru BP/BK) dan wali kelas yang akan berkolaborasi menjadi rekan peneliti dalam melakukan penelitian, 3) bersama guru pembimbing mengidentifikasi siswa yang memiliki penyesuaian sosial rendah dengan tujuan untuk menjaring kasus yang di sekolah, yang dibagi dalam empat tahap, yaitu: a. identifikasi masalah, kegiatan dilakukan dengan penyebaran angket penyesuaian sosial, b. penelusuran latar belakang, yaitu mengetahui latar belakang masalah yang dialami siswa, 15

16 c. menetapkan fokus masalah, yaitu menentukan perilaku penyesuaian sosial yang akan diberikan perhatian berdasarkan penyebaran angket penyesuaian sosial, d. menandai dan menetapkan siswa yang telah teridentifikasi, e. Membuat komitmen dengan siswa, berupa harapan perubahan perilaku penyesuaian sosial yang akan dicapai. Tahap kedua merupakan penyusunan program intervensi bagi siswa yang memiliki masalah penyesuaian sosial. Dirumuskan berdasarkan hasil pemotretan tahap satu yang telah disesuaikan dengan jenis masalah penyesuaian sosial pada siswa. Rincian kegiatan yang dilakukan adalah : 1) penyusunan program intervensi (permainan tradisional), 2) penyesuaian jenis permainan dengan masalah penyesuaian sosial siswa, 3) menetapkan jenis kegiatan (permainan tradisional) untuk mengatasi masalah penyesuaian sosial siswa Tahapan Implementasi tindakan penelitian dilakukan dalam tiga siklus. Rancangan prosedur penelitian yang dipilih adalah model Kurt Lewin (Arikunto, 2002: 84) yang menggambarkan skema penelitian dalam model lingkaran yang digambarkan pada gambar 1.1 berikut: 16

17 Berdasarkan gambar 1.1, setiap siklus terdiri dari empat rangkaian kegiatan yaitu: 1. Perencanaan kegiatan meliputi: a. peneliti membuat perencanaan kegiatan yang akan dilakukan pada setiap siklus. b. membuat dan melengkapi instrumen yang akan digunakan sebagai alat evaluasi. 2. Pelaksanaan tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap kedua adalah melaksanakan perencanaan yang dibuat pada tahap sebelumnya. 3. Observasi Tahap selanjutnya adalah observasi terhadap tindakan peneliti yang dibantu oleh guru pembimbing sebagai observer tindakan, sehingga dihasilkan sejumlah data yang diperlukan. Observasi dilakukan untuk mengenali, merekam, dan mendokumentasikan semua indikator (baik proses maupun hasil) perubahanperubahan yang terjadi baik sebagai akibat dari tindakan maupun efek samping. Teknik observasi dilakukan melalui studi dokumentasi dan daftar cek. Peneliti melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan secara sadar, kritis, sistematis, dan objektif dengan menggunakan alat pengumpul data yang telah dipersiapkan. 17

18 4. Refleksi Refleksi dalam penelitian tindakan merupakan upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi setelah melakukan observasi tindakan, apa yang telah dihasilkan, atau yang tidak/belum tuntas pada langkah sebelumnya. Hasil refleksi digunakan untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Tahap refleksi merupakan tahapan untuk menganalisis, memaknai, menjelaskan, dan menyimpulkan seluruh tindakan. Kegiatan refleksi dalam penelitian merupakan kegiatan: a. peneliti dengan guru pembimbing melakukan kegiatan menganalisis, memaknai, menerangkan, dan menyimpulkan informasi yang diperoleh selama kegiatan observasi, b. peneliti dan guru pembimbing mempelajari dan mengkaji semua informasi yang diperoleh pada saat kegiatan observasi, maka berdasarkan pengkajian diperoleh ungkapan dan rumusan kesempatan, peluang, perolehan hasil, konsekuensi serta implikasi dari temuan, c. peneliti dan guru pembimbing menjadikan temuan yang diperoleh sebagai dasar pijakan penentuan dan perencanaan tindakan secara berulang pada siklus selanjutnya sampai diperoleh perubahan perilaku yang diharapkan pada diri siswa. 18

19 G. Kerangka Penelitian Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan mitra peneliti Analisis Kondisi Objektif Menetapkan fokus permasalahan Rancangan program intervensi melalui permainan tradisional Implementasi: 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi Identifikasi siswa yang memiliki masalah penyesuaian sosial Gambar 1.2 Kerangka penelitian H. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian adalah SMP Pasundan 3 Bandung yang merupakan salah satu sekolah potensial di Kota Bandung, dimana siswa-siswinya mempunyai potensi yang besar untuk bersaing dalam hal akademik dengan SMP Negeri di kota Bandung. Populasi penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung dengan asumsi siswa kelas VIII sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Sampel penelitian lebih difokuskan pada siswa yang memiliki masalah penyesuaian sosial yang dijaring melalui angket penyesuaian sosial. Teknik 19

20 pengambilan sampel menggunakan purposive sample atau sampel bertujuan. Sampel bertujuan yaitu cara mengambil subjek didasarkan tujuan tertentu yang berpeluang mengalami masalah penyesuaian sosial (Arikunto, 2002: 117). 20

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam perkembangannya dihadapkan pada sejumlah tuntutan,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dalam perkembangannya dihadapkan pada sejumlah tuntutan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam perkembangannya dihadapkan pada sejumlah tuntutan, tatangan, dan masalah. Mereka dituntut untuk dapat menguasai informasi, pengetahuan, kemampuan berpikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan senantiasa hidup dan bergaul dengan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, proses kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada kelas VIII-A cenderung text book oriented dan teacher oriented. Hal ini terlihat dari hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan perkembangan, sekaligus menjadi tantangan. Tantangan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Pertama berada pada masa remaja. Pada masa remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis motivasi

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikhis. Melalui pendidikan jasmani, siswa diperkenalkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikhis. Melalui pendidikan jasmani, siswa diperkenalkan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh, baik fisik maupun psikhis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sutanto, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sutanto, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan secara normatif sebagai suatu proses membawa manusia dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya (Kartadinata, 2011). Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Sebagai makhluk sosial, manusia memiki keinginan untuk berkelompok. Keinginan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional dan metode penelitian. A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat menimbulkan masalah. Sebab dari kebiasaan membolos seorang siswa dapat memperoleh pengaruh yang kurang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan, terutama ketika memasuki usia remaja. Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan salah satu periode penting dalam rentang kehidupan manusia yang berada diantara tahap anak dan tahap dewasa. Menurut Santrock (2003, hlm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M. MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN Oleh M. Andi Setiawan, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan

Lebih terperinci

X f fx Jumlah Nilai rata-rata 61 Keterangan :

X f fx Jumlah Nilai rata-rata 61 Keterangan : 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pra Siklus Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di SD Negeri Wringingintung 01 yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif. 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup diri pribadi tidak dapat melakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Terdapat ikatan saling ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS

2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri melainkan mereka harus bisa hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lily Nuzuliah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lily Nuzuliah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui observasi dan wawancara langsung secara informal dengan para siswa, ditemukan fenomena bahwa siswa-siswi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam proses kehidupannya guna melangsungkan aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa

Lebih terperinci

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa sebagai upaya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode pengembangan (research and development) dalam upaya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Dimana biasanya anak mulai memasuki dunia

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA 95 PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA Nur Asri Fitriani 1 Dra. Dharma Setiawaty 2 Drs. Djunaedi, M. Pd 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional merupakan bagian dari sistem pembangunan Nasional Indonesia, karena itu pendidikan mempunyai peran dan tujuan untuk mencerdasan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial adalah sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Pada dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing lagi untuk diperbincangkan. Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Fitri Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Fitri Riani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu komponen dalam menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa, baik atau tidaknya masa depan bangsa ditentukan oleh pendidikan kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dimana ada pemberian perlakuan (treatment) terhadap variabel dependent.

BAB III METODE PENELITIAN. dimana ada pemberian perlakuan (treatment) terhadap variabel dependent. 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sistematika Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen (quasi experiment atau eksperimen semu). Penelitian ekperimen adalah penelitian dimana ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir

Lebih terperinci

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan Pada Program Ekstensi Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya di sekolah. Masalah ini cukup kompleks, bisa dilihat dari beragamnya faktor yang terlibat. Ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini prokrastinasi sudah menjadi fenomena di kalangan umum dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena penunda-nundaan pekerjaan

Lebih terperinci

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari

Lebih terperinci

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 1 Tahun 2014, ISSN: halaman 60-65

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 1 Tahun 2014, ISSN: halaman 60-65 JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 1 Tahun 2014, ISSN: 2407-1269 halaman 60-65 Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Metode TGT (Team Game Tournament) Materi Sistem Pencernaan Makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Negara

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN.

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN. Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 7, No. 2, April 2017 ISSN 0854-2172 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA. Nelly Chandrawati Manalu

UPAYA MENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA. Nelly Chandrawati Manalu Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATAN KEDISIPLINAN MASUK SEKOLAH MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA Nelly

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif. 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif yaitu penelitian yang memungkinkan dilakukannya observasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang menentukan dalam pembinaan manusia Indonesia yang potensial dalam pembangunan nasional adalah melalui sektor pendidikan. Pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aktivitas anak tidak lepas dari kegiatan bermain dan permainan, kegiatan tersebut dapat mengembangkan interaksi dengan orang lain dan menjalin hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu dengan masalah, dan tanpa disadari pula berulang kali individu menemukan jalan keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan proses belajar mengajar tertib dan lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan di Indonesia secara tidak langsung menuntut guru atau dosen untuk selalu mengembangkan keterampilan dan pola pikir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki daya saing. Hal utama yang ingin dicapai dari

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #6 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id School guidance curriculum Individual student planning Responsive servise System support proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli penyiapan pengalaman terstruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk pribadi yang memiliki karakteristik yang unik, spesifik, dan berbeda dengan satu sama lain, serta manusia memiliki pribadi yang khas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci