RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016"

Transkripsi

1 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016 LATAR BELAKANG DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (DIKPLHD) 1. Berdasarkan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka Pemerintah Daerah mengembangkan Sistem Informasi Lingkungan Hidup (SIL) secara terpadu dan terkoordinasi, dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dimana SIL paling sedikit memuat informasi mengenai Status Lingkungan Hidup Daerah, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain; 2. Pada tanggal 9 Februari 2017, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui surat Nomor. S.156/Setjen/DATIN/Set.0/2/2019 menyampaikan Pedoman Nirwasita Tantra kepada para Kepala Daerah se-indonesia (Gubernur/Bupati/Walikota); 3. Nirwasita Tantra merupakan bentuk penghargaan dari KLHK sejak tahun 2016 yang diberikan secara khusus kepada Kepala Daerah yang memiliki kinerja terbaik dalam pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya, yang didasarkan kepada kualitas Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) yang sebelumnya berjudul Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD); dan 4. Penilaian penghargaan Nirwasita Tantra dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan: yaitu: (1) Penilaian atas dokumen (desk analysis); (2) Presentasi Kepala Daerah; dan (3) tahapan diskusi panel. Untuk penilaian dokumen dilakukan melalui 2 (dua) tahapan: (1) tahapan penapisan, yaitu penilaian atas buku ringkasan eksekutif, dan validitas, akurasi, serta kejelasan data; dan (2) tahapan penilaian atas analisis hubungan kausalitas antara Pressure - State - Response (PSR) atau Tekanan, Situasi dan Upaya yang dilakukan. Ringkasan Eksekutif 1

2 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 DIKPLHD PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016 DIKPLHD Provinsi Kalimantan Timur disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Gubernur Kalimantan Timur dengan Surat Keputusan nomor: 660.2/K.167/2017 tentang Pembentukan Tim Penyusun Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim. DIKPLHD terdiri atas 2 (dua) buku, yaitu: (a) Buku Ringkasan Eksekutif; dan (b) Buku Laporan Utama Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah yang diserahkan kepada KLHK kemudian akan dinilai oleh Tim yang dibentuk oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. VISI DAN MISI PEMERINTAH PROV. KALTIM TAHUN Kalimantan Timur telah menetapkan visi pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD) Tahun adalah "TERWUJUDNYA MASYARAKAT YANG ADIL DAN SEJAHTERA DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN". Visi tersebut diwujudkan melalui 5 misi, misi yang ke-5 adalah Mewujudkan pembangunan yang terpadu dan serasi dengan pendekatan pengembangan wilayah berbasis ekonomi dan ekologi. VISI DAN MISI PEMERINTAH PROV. KALTIM TAHUN Saat sekarang ini Pemerintah Prov. Kaltim telah memasuki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang ke-3, yaitu tahun Visi Pembangunan Kalimantan Timur tahun adalah MEWUJUDKAN KALTIM SEJAHTERA YANG MERATA DAN BERKEADILAN BERBASIS AGROINDUSTRI DAN ENERGI RAMAH LINGKUNGAN, yang diwujudkan melalui 5 misi, dimana misi ke-5 adalah Mewujudkan kualitas lingkungan yang baik dan sehat serta berperspektif perubahan iklim. Sedangkan tujuan pembangunan Kalimantan Timur dalam jangka menengah ( ) ada 6 tujuan, dimana tujuan ke-3 adalah: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi hijau; dan tujuan ke-6 adalah: Meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Ringkasan Eksekutif 2

3 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan arah pembangunan Kalimantan Timur dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup terdisi atas 2 (dua) sasaran, yaitu: 1. Meningkatnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH); dan 2. Menurunnya Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Program kegiatan dalam upaya pencapaian prioritas Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim yang dilaksanakan melalui 10 program dan 41 kegiatan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp18,52 Milyar, dengan capaian sasaran prioritas IKLH 83,19%, sedangkan untuk sasaran penurunan intensitas tingkat emisi GRK adalah sebesar ton CO2/PDRB US $ juta. INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Prov. Kaltim meliputi: (1) Indeks Kualitas Air; (2) Indeks Kualitas Udara; dan (3) Indeks Kualitas Tutupan Hutan. Pada tahun 2013, kondisi awal IKLH Kaltim adalah 74,07. Pada tahun 2015 realisasinya adalah 81,97, target tahun 2016 adalah 81,98, sedangkan realisa yang dapat dicapai adalah 83,14, termasuk dalam kategori sangat baik (82 < sangat baik (x) < 90), dikarenakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menunjukan peningkatan kinerja dalam pengelolaan lingkungan hidup terutama dalam aspek pengendalian pencemaran air, udara ambient dan tutupan hutan. PENURUNAN INTENSITAS EMISI KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Strategi Pembangunan Kaltim yang berkelanjutan dan Ramah Lingkungan telah disusun dan mewarnai kebijakan dan arah pembangunan daerah, demikian pula strategi dan rencana aksi penurunan emisi GRK telah dihasilkan dan dilaksanakan, dimana strategi pembangunan tersebut memastikan pembangunan ekonomi dan pengurangan emisi dikuatkan dan dilaksanakan secara bersama. Bagi Provinsi Kaltim yang sedang membangun, strategi yang dipilih adalah menciptakan dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang memiliki nilai ekonomi dan nilai tambah tinggi, namun disisi lain menghasilkan emisi yang rendah. Namun disisi lain laju deforesterasi ( ha/tahun) yang lebih tinggi dari kemampuan Pemprov. Kaltim untuk melakukan rehabilitasi lahan menyebabkan Kaltim Ringkasan Eksekutif 3

4 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 merupakan provinsi penyumbang emisi GRK ke-3 terbesar dari 34 Provinsi, yang sebagian besar berasal dari kegiatan konversi hutan dan penggunaan lahan lainnya. Konversi hutan disebabkan karena kegiatan perkebunan kelapa sawit, kehutanan, pertambangan, pertanian dengan emisi yang berasal dari deforesterasi, degradasi hutan, kebakaran hutan dan lahan. Kontribusi sebesar: (1) 96,16 % berasal dari kegiatan berbasis lahan (alih fungsi kawasan hutan dan lahan). Sedangkan emisi yang berasal dari (2) sektor energi, transportasi dan industri berkontribusi 3,17 % dan diikuti dengan (3) emisi dari sektor limbah sebesar 0,64 %. Untuk Penurunan intensitas emisi GRK, maka kondisi awal pada tahun 2013 adalah 1.500, realisasi pada tahun 2015 adalah 1.738, target pada tahun 2016 adalah 2000, dengan realisai yang dapat dicapai adalah Berarti telah melebihi dan mencapai target yang ditetapkan. ISU PRIORITAS LINGKUNGANHIDUP Isu prioritas lingkungan hidup adalah permasalah lingkungan hidup strategis yang memenuhi kriteria antara lain, yaitu: (1) merupakan kerusakan sumber daya alam dan kerusakan keanekaragaman hayati; (2) merupakan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan kualitas lingkungan hidup; dan (3) mendapatkan perhatian publik yang luas, serta perlu ditangani segera. Untuk mendapatkan isu prioritas lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, dilakukan dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yaitu: (1) Tahapan identifikasi isu lingkungan hidup; (2) Tahapan evaluasi dan verifikasi isu lingkungan hidup; dan (3) Tahapan penetapan 3 isu prioritas lingkungan hidup beserta analisis PSR (Pressure, State, dan Response). Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) tanggal 13 Maret 2017, maupun hasil diskusi-diskusi terkait lainnya sepanjang Maret s/d Mei 2017 yang diikuti/dihadiri Tim Penyususn DIKPLHD Prov. Kaltim Tahun 2016 ditetapkan 3 Isu Prioritas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim Tahun 2016, yaitu : (1) Isu Dampak yang Diakibatkan Perubahan Iklim; (2) Isu Ancaman terhadap Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang- Mangkalihat (3) Isu Dampak yang Diakibatkan Kegiatan Pertambangan Batubara. Ringkasan Eksekutif 4

5 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 UPAYA (RESPONSE) ATAS ISU DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Isu Strategis dari Dampak Perubahan Iklim meliputi upaya: (1) Mitigasi Gas Rumah Kaca terhadap (a) Emisi dari Sektor Berbasis Lahan; (2) Emisi dari Sektor Energi, Transportasi dan Proses Industri; dan (3) Emisi dari Sektor Limbah, dan Adaptasi terhadap (a) Sektor Sumber daya Air; (b) Sektor Bencana; dan (c) Sektor Kesehatan. ARAHAN KEGIATAN PENDUKUNG MITIGASI PERUBAHAN IKLIM BERBASIS LAHAN: 1. Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) disertai dengan penguatan kelembagaan, dukungan kebijakan, peningkatan kapasitas pengelola, percepatan penyusunan Rencana Pengelolaan KPH, serta dukungan pendanaan bagi operasional KPH yang optimal. 2. Penguatan kelembagaan kelompok muda dalam mendukung upaya pemulihan kawasan, melalui pembentukan dan penguatan Kelompok Pelajar, Mahasiswa dan Pemuda yang mendukung upaya perlindungan dan pemulihan kawasan hutan, pengembangan kurikulum dan program sekolah hijau, serta dukungan program dan kegiatan kelompok muda. 3. Penguatan kelembagaan desa (Pemerintah Desa, Badan Perwakilan Desa, Badan Usaha Milik Desa) di dalam mendukung perlindungan dan pemulihan kawasan hutan dan gambut, melalui perencanaan pembangunan desa hijau dan penataan ruang desa yang berperspektif perubahan iklim, peningkatan kapasitas, serta pengembangan peraturan dan kebijakan yang mendukung hal tersebut. 4. Identifikasi, Verifikasi dan Validasi, serta Penetapan Masyarakat Hukum Adat, beserta Kawasan Kelola Adatnya, berdasarkan Perda Kaltim Nomor 1 tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Kalimantan Timur, dimana Pemerintah memiliki kewenangan penetapan tanah ulayah, berdasarkan wilayah kewenangannya, serta melakukan peningkatan kapasitas masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan pengetahuan tradisional. 5. Percepatan Penetapan (pengukuhan) Kawasan Hutan. Hingga tahun 2014, telah dilakukan penetapan kawasan hutan di Kalimantan Timur sebanyak 45 unit kawasan hutan. Ringkasan Eksekutif 5

6 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 ARAHAN MITIGASI SEKTOR LIMBAH 1. Kebijakan dan pengembangan insentif yang mendorong penurunan sampah rumah tangga, melalui kampanye reduksi sampah, penggunaan tas belanja tidak sekali pakai, pengembangan kegiatan daur ulang dan guna ulang barang. 2. Pengembangan usaha-usaha daur ulang sampah di Balikpapan, Samarinda, Botang, Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, melalui dukungan kebijakan dan insentif usaha. 3. Peningkatan kualitas pengelolaan Tempat Pengolahan Akhir Sampah yang ada di kawasan perkotaan, termasuk peningkatan cakupan wilayah layanan dan flaring gas methane. 4. Pengurangan limbah padat industri sebesar 20%, dengan memanfaat-kannya sebagai bahan bakar pembangkit listrik atau untuk proses produksi, serta menerapkan perlakukan aerobic treatment dan kolam anaerobik dangkal (anaerobic shallow lagoon) 5. Implementasi pemanfaatan limbah cair, diantaranya pemanfaatan limbah cair kelapa sawit (POME) sebagai sumber energi listrik ARAHAN MITIGASI SEKTOR INDUSTRI, ENERGI, TRANSPORTASI 1. Pengembangan pembangkit listrik dengan energi terbaharukan, menggunakan tenaga matahari, air, biogas dan kayu. Pembangunan PLTA Tabang sebesar 205 MW Pembangunan PLTA Kelay sebesar 150 MW Pembangunan PLTS terpusat off grid 2 x 7 MWp Pembangunan PLTS terpusat on grid 2 x 10 MWp Pembangunan digester biogas skala besar 108 unit Pembangunan Pembangkit Listrik berbahan bakar kayu (wood pellet) 2. Pengembangan pembangkit listrik skala kecil Pembangunan 20 unit PLTMH masing-masing 1 MW Pembangunan digester Biogas skala kecil sebanyak unit Pengembangan pembangkit listrik berbahan wood-pelet di pedesaan 3. Penghematan energi industri Penghematan industri PT Badak NGL Penghematan industri PT Pupuk Kaltim Ringkasan Eksekutif 6

7 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Penghematan industri PT Pertamina 4. Perbaikan pola angkutan massal Smart driving Peremajaan angkutan umum Pembangunan integrated transportation system (ITS) Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) UPAYA (RESPONSE) ATAS ISU ANCAMAN KAWASAN EKOSISTEM KARST SANGKULIRANG - MANGKALIHAT 1. Pemprov. Kaltim menetapkan Pergub Kaltim Nomor 67 tahun 2012, meskipun kewenangan menetapkan Kawasan Lindung Karst merupakan kewenangn pemerintah pusat berdasarkan permen ESDM Nomor 17 tahun 2012, Pemprov. Kaltim telah berinisiatif menerbitkan Pergub No 67 tahun 2012 tentang Kawasan Lindung Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat di Kab. Kutim dan Kab. Berau dalam rangka perlindungan dan pelestarian Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat, karena sampai dengan saat ini pemerintah pusat belum juga menetapkan Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat sebagai Kawasan Karst yang wajib dilindungi. Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat berada di wilayah administrasi Kab. Berau dan Kab. Kutim seluas ha. Kawasan Ekosistem karst Sangkulirang-mangkalihat tersebar di Hutan Lindung dan kawasan budidaya. 2. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sesuai dengan amanah pasal 10 Pergub No 67 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Ekositem Karst Sangkulirang-Mangkalihat di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau juga telah membentuk forum Karst Kaltim dengan melibatkan berbagai pihak pemerintah dan non pemerintah (LSM TNC, dll) didalam merumuskan kebijakan tentang arst di Provinsi Kalimantan Timur. 3. Pemerintah Prov. Kaltim telah bersurat secara resmi kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata terkait usulan agar Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat menjadi salah satu cagar budaya nasional dan Ringkasan Eksekutif 7

8 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 warisan dunia (World heritage), apalagi mengingat di dalam Kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat terdapat Gua Bloyot yang menyimpan peninggalan sejarah purbakala berupa gambar telapak tangan yang usianya diperkirakan sekitar 2000 tahun. Di dalam dinding gua juga terdapat lukisan atau gambar beberapa hewan. 4. Gubernur Kaltim melalui Surat Keputusan Gubernur No. 660/K.883/2011, tanggal 22 Desember 2011, tentang Forum Pengelolaan Karst Berau Kutai Timur telah membentuk Forum Pengelolaan Karst. 5. Berdasarkan pasal 7 huruf e dari Pergub Kaltim Nomor 67 tahun 2012, diambil kebijakan bahwa untuk setiap pemanfaatan kawasan Batu Gamping guna kegiatan yang bersifat ekonomis, hasrus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) berada di luar kawasan bentang alam karst; (2) tidak memenuhi kriteria bentang alam karst sebagaimana diatur dalam pasal 4 Permen ESDM Nomor 17 tahun 2012; (3) Calon pemanfaat kawasan batu gamping mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah untuk dilakukan penyelidikan kawasan yang dimohonkan; (4) Penyelidikan kawasan dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah daerah yang terdiri dari para ahli dan tim teknis karst; dan (5) hasil penyelidikan akan diusulkan oleh Kepala Daerah kepada Menteri ESDM cq. Kepala Badan Geologi untuk penetapan kawasan batu gamping yang dapat dimanfaatkan. 6. Untuk sementara Pemerintah Prov. Kaltim telah memasukkan seluas ha kedalam Perda RTRWP Kaltim Nomor 1 Tahun 2016, sebagai Kawasan Lindung Geologi Karst Sangkulirang-Mangkalihat yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dari sudut kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup, sehingga pengelolaan kawasan karst harus masuk didalam, rencana pembangunan jangka menengah propinsi. Kawasan lindung geologi Karst Sangkulirang-Mangkalihat meliputi kawasan bentang alam karst di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau seluas Ha tersebar di Hutan Lindung dan kawasan budidaya. 7. Dengan ditetapkannya Kawasan Lindung Geologi Karst Sangkulirang-Mangkalihat pada Perda RTRWP Kaltim Nomor 1 tahun 2016, maka setiap perizinan baru yang berencana melakukan Ringkasan Eksekutif 8

9 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 aktivitas/kegiatan di dalam bentang alam karst wajib melakukan pengajuan penyelidikan kawasan terlebih dahulu kepada pemerintah daerah, kemudian Pemerintah Prov. Kaltim melalui Kepala Dinas LH Prov. Kaltim akan membentuk Tim Penyelidikan Kawasan Batu Gamping yang terdiri dari instansi teknis terkait dibantu dengan tenaga ahli dari ITB, UGM dan TNC. Sampai dengan saat ini, sudah terdapat 3 (tiga) perusahaan yang teelah dilakukan penyelidikan kawasan terhadap rencana pemanfaatan areal di sekitar bentang alam karst Sangkulirang-Mangkalihat, yaitu: dua usaha/kegiatan perkebunan sawit, dan satu rencana usaha/kegiatan pembangunan pabrik semen. 7. Selain itu Pemprov. Kaltim juga bekerjasama/bermitra dengan TFCA Kalimantan (terdiri dari pakar ITB dan UGM serta TNC) sedang melakukan kajian secara komprehensif terhadap Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat, yang pada tanggal 29 Maret 2017 bertempat di Ruang Rapat Tepian, Kantor Gubernur Kaltim telah dilakukan ekspos bersama-sama dengan para pemangku kepentingan dan stakeholder, direncanakan pada pertengahan tahun 2017 ini dapat diperoleh hasil lengkapnya, yang kemudian dapat dijadikan dasar/acuan untuk pengusulan kembali kepada Kementerian ESDM, agar segera menetapkan Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat sebagai Kawasan Lindung, sekaligus dapat dijadikan referensi untuk melengkapi/menambah/ memperbaiki luasan Kawasan Lindung Geologi Karst yang sudah dilindungi seluas ha, sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam perda RTRWP Kaltim Pemerintah Prov. Kaltim pada tahun 2017 sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah Master Plan Perubahan Iklim Kalimantan Timur , dimana didalamnya juga memberi arahan mitigasi pada Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat, yaitu: (a) Pengelolaan ekosistem karst yang terpadu antar sektor dan antar wilayah administratif; termasuk di dalamnya (b) inventarisasi bentang alam karst (termasuk inventarisasi dan pemetaan bentuk eksokarst dan endokarst); (c) penyusunan rencana strategis perlindungan dan Ringkasan Eksekutif 9

10 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 pengelolaan ekosistem karst; (d) pelibatan aktif para pihak terkait (baik pemerintah dan non pemerintah); (e) rehabilitasi dan konservasi hutan dan lahan di kawasan karst; serta ( f ) perlindungan terhadap kawasan secara keseluruhan dengan tidak memberikan perijinan ekstraktif dan eksploitatif pada kawasan lindung geologi. UPAYA (RESPONSE) ATAS ISU DAMPAK AKIBAT PERTAMBANGAN BATUBARA 1. Pemprov. Kaltim telah menerbitkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Prov. Kaltim tahun , yang telah menetapkan luas kawasan pertambangan kurang lebih hektar, dengan mengatur dan membatasi kegiatan pertambangan ssesuai arahan zonasi, termasuk jarak minimal kegiatan pertambangan batubara dengan permukiman. 2. Berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Prov. Kaltim dengan menggunakan analisis status lahan kegiatan pertambangan harus memenuhi aspek CnC (Clear and Clean) berupa sertifikat CnC yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dengan rekomendasi CnC dari pemerintah provinsi, maka Jumlah IUP yang berpotensi dicabut sebanyak 826 IUP (atau 58,83% dari IUP) dengan total luas lahan kurang lebih ,12 ha yang akan dicabut. 3. Pemerintah Prov. Kaltim dalam rangka mengatur peningkatan produksi batubara dalam kaitannya dengan kewajiban reklamasi dan revegetasi serta penutupan lubang tambang, maka diterbitkanlah Perda Kaltim Nomor 01 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana pada pasal 30 dan pasal 31 diatur bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan penambangan batubara yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dalam hal melakukan peningkatan produksi, diwajibkan telah melaksanakan reklamasi dan revegetasi minimal 40 % (empat puluh persen) dari luasan lahan yang telah dibuka, dan telah melaksanakan penutupan lubang tambang minimal 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah lubang yang telah dibuka (baik lubang aktif dan tidak aktif). 4. Pemerintah Prov. Kaltim dalam rangka mengatur penyelenggaran reklamasi dan pasca tambang telah menerbitkan Perda Kaltim Nomor 08 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang, yang pada pasal 9 telah Ringkasan Eksekutif 10

11 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 mengatur secara lebih ketat daripada aturan Pemerintah Pusat, dimana indikator keberhasilan reklamasi wajib memenuhi syarat minimal dalam tahapan kegiatan penataan lahan, revegetasi dan pemantauan, yaitu rencana sisa lubang tambang akhir (void) harus memiliki luasan maksimal 10% dari luasan areal terganggu, sedangkan pusat mengatur maksimal 20% dari luas IUP apabila lubangnya terkonsentrasi atau tidak lebih dari 30% dari luas IUP apabila lubangnya terfragmentasi. 5. Pemerintah Prov. Kaltim telah menetapkan Perda Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dimana pada Lampiran I.27 mengatur Baku Mutu Air Limbah untuk Kegiatan Pertambangan Batubara, meliputi parameter TSS, Besi Total (Fe), mangan Total (Mn) dan ph. Parameter TSS perusahaan batubara wajib melakukan pemantauan/pengambilan sampling minimum 2 kali per minggu, parameter ph wajib diukur setiap hari, sedangkan parameter Fe dan mewajib diukur minimal setiap bulan. Juga ditetapkan baku mutu air limbah untuk kegiatan pertambangan batubara yang melakukan proses pencucian batubara. 6. Pemerintah Prov. Kaltim telah menerbitkan Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit dan diperkuat dengan Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 43 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Jalan umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit. Dalam peraturan ini diatur bahwa setiap kegiatan pengangkutan batubara dilarang melalui jalan umum, kecuali batubara yang sudah dalam kemasan dan ditujukan untuk keperluan rumah tangga dapat diangkut melalui jalan umum dengan pembatasan tonase sesuai dengan kelas jalan yang berlaku. 7. Gubernur Kaltim melalui Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2015 tentang Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang Daerah. menetapkan Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang Daerah yang merupakan lembaga independen yang membantu penyelenggaraan reklamasi dan pasca tambang di Kalimantan Timur. Ringkasan Eksekutif 11

12 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun Gubernur Kaltim menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2014 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Kegiatan Pertambangan Batubara dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peserta proper pertambangan batubara diberlakukan bagi perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di wilayah Kalimantan Timur. Apabila perusahaan batubara tidak bersedia mengikuti program proper tanpa alasan yang jelas, maka perusahaan tersebut dianggap tidak melakrukan pengelolaan lingkungan hidup dan termasuk dalam kategori peringkat hitam. 9. Gubernur Kaltim dalam rangka menata pemberian izin dan non perizinan usaha/kegiatan pertambangan batubara di wilayah Kaltim, menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2015 tentang Penataan Pemberian Izin dan Non Perizinan serta Penyempurnaan Tata Kelola Perizinan di Sektor Pertambangan, Kehutanan dan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Timur. 10. Membuat arahan mitigasi perubahan iklim pada kawasan pertambangan sebagai sebuah kebijakan di dalam Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim , yang sedang dalam proses diperdakan pada tahun 2017 ini, dengan arahan mitigasi: (a) Peningkatan rasio lahan rehabilitasi dan reklamasi di areal perizinan pertambangan, termasuk di dalamnya: pembatasan produksi batubara, pengetatan perizinan baru, pengawasan dan penegakan hukum, pembinaan dan pengendalian terhadap penerapan sistem pertambangan yang baik dan benar (good mining practices), percepatan revegetasi pasca tambang baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, serta pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban sesuai dengan kontrak karya pemegang perizinan pertambangan. Dan (b) Pengelolaan kawasan ijin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan, melalui reklamasi yang disertai dengan restorasi dan rehabilitasi kawasan selambatnya 30 hari setelah tidak ada kegiatan, untuk mengembalikan fungsi hutan yang telah ditambang. INOVASI MENGATASI ISU ADAPTASI DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM, ANCAMAN KAWASAN KARST DAN DAMPAK PERTAMBANGAN 1. Pembentukan Dewan Daerah Perubahan Iklim, melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang Dewan Daerah Perubahan Iklim Ringkasan Eksekutif 12

13 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 (DDPI), Gubernur Kaltim pada tanggal 12 Januari 2011 menetapkan DDPI Kaltim yang beranggotakan 18 (delapan belas). 2. Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Kaltim Hijau Melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaltim Hijau, Gubernur Kaltim menindaklanjuti dari Deklarasi Kalimantan Timur Hijau (Kaltim Green) yang dilakukan pada Kaltim Summit Pasal-pasal didalam Pergub ini menjabarkan dan menjelaskan program yang harus dijalankan oleh organisasi perangkat daerah di Kaltim dalam mewujudkan Kaltim Hijau. Kaltim Hijau adalah dimulainya suatu proses pelaksanaan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan (green development) dengan basis tata kelola pemerintahan yang berwawasan lingkungan (green governance). 3. Menetapkan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Gubernur Kaltim melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 39 tahun 2014 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Kalimantan Timur menetapkan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Kaltim melalui perencanaan Prov. Kaltim tahun untuk penurunan emisi dari sektor berbasis lahan, energi, transportasi dan industri, serta limbah. RAD GRK berisikan sumber dan potensi penurunan emisi, baseline Business as Usual (BAU), usulan rencana aksi mitigasi penurunan emisi GRK, usulan prioritas, serta lembaga pelaksana dan pendanaan. 4. Menyusun Master Plan Perubahan Iklim Kaltim Tahun Maksud dari penyusunan Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim Tahun adalah: (a) Memberikan arahan jangka panjang dan periodik bagi daerah/region, kabupaten/kota, sektor, dan pihak-pihak lain dalam rangka menyusun perencanaan dalam rangka mendukung transformasi ekonomi dan pembangunan rendah emisi di Kaltim; dan (b) Memberikan arahan jangka panjang dalam mendukung upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim Kaltim, yang dihubungkan dengan target dan capaian transformasi ekonomi. Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim Tahun merupakan uraian strategi, program dan usulan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan para pihak lainnya dalam rangka mendukung upaya Kaltim dalam mencapai target Ringkasan Eksekutif 13

14 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 penurunan emisi berbasis kewilayahan (yurisdiksi) sub-nasional tahun Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim Tahun memberikan panduan dan arahan strategi jangka panjang dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Kaltim, serta merupakan rujukan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), baik provinsi maupun kabupaten/kota, penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah (OPD), baik di lingkungan prov. maupun kab./kota, serta menjadi rujukan bagi mitra pembangunan lokal, nasional dan internasional. Pada tahun 2017 ini sedang dilaksanakan kajian naskah akademis dalam rangka meningkatkan status Dokumen Master Plan Perubahan Iklim Kaltim menjadi Perda Kaltim, sehingga memiliki ikatan dan kekuatan hukum dalam implementasinya kedepan. Secara khusus, Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim harus diadopsi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) provinsi dan kabupaten/kota. 5. Kegiatan Penanaman Pohon: One Man Five Trees. Pemprov. Kaltim juga telah melakukan kegiatan inovasi berupa Kegiatan Penanaman pohon: One Man Five Trees sejak 2011 sampai tahun 2015 sejumlah batang pohon. 6. Menerbitkan Peraturan di bidang lingkungan hidup dan moratorium perizinan, serta peraturan dan kebijakan yang mengatur kegiatan berbasis lahan (pertambangan), melindungi kawasan-kawasan lindung (seperti Karst) beserta kelembagaan yang mendukung; 7. Pemerintah Prov. Kaltim mendukung pemanfaatan lubang pasca tambang yang tidak dapat direklamasi dan direvegetasi untuk peruntukan lain (tetap harus sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku tentunya), seperti: pemanfaatan lubang pasca tambang untuk TPA sebagai kebijakan yang inovatif dan dapat menjawab dua permasalahan, yaitu: permasalahan keberadaan lahan-lahan pasca tambang dan permasalahan pengelolaan sampah yang disinergiskan menjadi satu kebijakan inovatif, dan berpotensi memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Ringkasan Eksekutif 14

15 Ringkasan Eksekutif Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 TINDAK LANJUT KEDEPAN 1. Dampak peningkatan emisi dari sektor yang berbasis lahan di Kalimantan Timur, tidak bisa terlepas dari tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengelola sistem perijinan. Oleh karena itu kedepan diperlukan sinergisitas antara pemerintah pusat dan daerah dalam memperbaiki tata kelola perizinan dan non perizinan, yang dilakukan secara transparan dan akuntabel, sehingga tidak terjadi tumpang tindih pemanfaatan ruang dan lahan, yang akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan sosial. 2. Perlu terus diupayakan peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia Aparat Sipil Negara yang memiliki tugas fungsi pengawasan di sektor berbasis lahan, khususnya terhadap sektor pertambangan dan kehutanan(inspektur tambang, polisi hutan) dan bidang lingkungan hidup, (PPLHD, PPNS), sehingga fungsi pengawasan dan penegakan hukum dapat berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang telah diterbitkan baik olejh pemerintah pusat maupun daerah. 3. Perlu dioptimalkan fungsi dan peranan kelembagaan yang telah dibentuk di Kaltim, seperti: Komisi Pasca Tambang, Forum Pengelolaan Karst, Dewan Daerah Perubahan Iklim, dan kemitraan dengan stakeholder lain (LSM, Organisasi Lingkungan Hidup, dll) dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup, yang merupakan permasalahan kita bersama. 4. Menggunakan secara efesien dan efktif pembiayaan negara (baik APBN dan APBD) untuk sektor perbaikan lingkungan hidup dan mencari peluang untuk memperoleh pembiayaan lain dengan bermitra dan berkerjasama dengan stakeholder baik dari dalam dan luar negeri, yang kredibel dan bertanggung jawab. 5. Menyusun dokumen-dokumen lingkungan yang diwajibkan didalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 3024 tentang Pemerintahan Daerah, seperti: Dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) dan di-perdakan, sehingga menjadi acuan bagi dokumen-dokumen perncanaan pembangunan seperti: dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengan Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk RTJMD, RPJP dan Kebijakan Rencana Program (KRP) pemerintah daerah yang berdampak terhadap lingkungan. 6. Mereview Master Plan Perubahan Iklim Kalimantan Timur Tahun dan melakukan kajian naskah akademis untuk persiapan penyusunan Perda Master Plan Perubahan Iklim, sehingga dokumen lebih mengikat kepada seluruh pemangku kepentingan dan stakeholder terkait. Ringkasan Eksekutif 15

16

17

18 DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Profil dan keadaan umu daerah termasuk kekhususan kondisi Ekologisnya Kondisi Geografis Gambaran Umum Demografis Pemanfaatan Lahan di Kalimantan Timur Kawasan Pantai Berhutan Bakau Kawasan Budidaya Kondisi Ekonomi Pertambangan dan Penggalian Pariwisata C. Maksud dan Tujuan Penulisan Maksud Tujuan Ruang Lingkup Penulisan BAB II ISU PRIORITAS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH A. Tahapan Identifikasi Isu Lingkungan Hidup B. Tahapan Evaluasi dan Verifikasi Isu Lingkungan Hidup Dampak yang diakibatkan Perubahan Iklim Dampak yang diakibatkan kegiatan pertambangan batubara Ancaman kawasan ekosistem Karst Sangkulirang Tanjung Mangkalihat Pencemaran terhadap kualitas air sungai mahakam Ancaman terhadap kawasan Tiga Danau (Jempang, Semayang dan Melintang) Ancaman terhadap kawasan Teluk Balikpapan Ancaman terhadap kawasan Delta Mahakam C. Tahapan Penetapan Isu Prioritas Lingkungan Daerah Hidup berserta Analisis PSR Analisis Isu Dampak yang diakibatkan Perubahan Iklim a. Isu Strategis Perubahan Iklim

19 a.1 Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Berbasis Lahan a.2 Emisi dari Energi, Transportasi dan Proses Industri a.3 Emisi dari Sektor Limbah b. Perkembangan Pelaksanan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim c. Visi dan Misi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Kalimantan Timur d. Arahan Mitigasi Perubahan Iklim Kalimantan Timur Arahan Mitigasi Sektor Berbasis Lahan Arahan Mitigasi Sektor Limbah Arahan Mitigasi Sektor Energi dan Transportasi e. Arahan Adaptasi Perubahan Iklim Analisis Isu Ancaman Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang Mangkalihat a. Situasi (State) b. Tekanan (Pressure) c. Upaya (Reponse) Isu Dampak Akibat Kegiatan Pertambangan Batubara a. Situasi (State) b. Tekanan (Pressure) c. Upaya (Response) BAB III. ANALISIS PRESSURE,STATE DAN REPONSE ISU LINGKUNGAN HIDUP DAERAH A. Tata Guna Lahan B. Kualitas Air C. Kualitas Udara D. Resiko Bencana E. Perkotaan BAB IV INOVASI DAERAH DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP A. Inovasi untuk mengatasi Isu Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim A.1 Pembentukan Dewan Daerah Perubahan Iklim A.2 Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Kaltim Hijau A.3 Menetapkan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca A.4 Menyusun Master Plan Perubahan Iklim Tahun A.5 Kelembagaan Pengelolaan Perubahan Iklim di Kaltim B. Inovasi untuk perbaikan kualitas lingkungan Kualitas Sumber Daya Alam dan Tata Lingkungan

20 B.1 Perbaikan Kelembagaan B.2 Perbaikan Pembiayaan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Tindaklanjut

21 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Profil Kalimantan Timur... 4 Tabel 1.2 Daftar Titik Sampling Sungai Mahakam... 9 Tabel 1.3 Perbandingan nilai konsentrasi parameter kualitas sir tahun 2014,2015 dan 2016 di sungai mahakam segmen MHU Anggana Tabel 1.4 Rekapitulasi perhitungan indeks pencemaran Tahun 2016 pada sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana Tabel 1.5 Rekapitulasi kecendurangan perhitungan indeks pencemaran tahun pada sungai mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana Tabel 1.6 Rekapitulasi perhitungan indeks pencemaran tahun 2016 pada sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana dengan metode Storet Tabel 1.7 Rekpitulasi perhitungan Indeks Pencemaran dengan metode Storet tahun 2015 pada sungai Mahakam Segmen Bloro (MHU) Anggana 17 Tabel 1.8 Data lahan kritis dalam dan luar kawasan hutan wilayah kerja BPDAS Mahakam Berua Tabel 1.9 Perkembangan Jenis Komiditi Di Kalimantan Timur Tabel 1.10 Produksi Perkebunan di Kalimantan Timur Tabel 1.11 Populasi Ternak di Kalimantan Timur Tahun (ekor) Tabel 1.12 Luas Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan Perda No. 1 Tahun Tabel 1.13 Kunjungan wisatawan mancanegara ke Kalimantan Timur dirinci Per Kabupaten/Kota Tahun Tabel 1.14 Rangkuman kegiatan penetapan dan pemahasan isu prioritas Permasalahan lingkungan di Provinsi Kalimantan Timur Tabel 2.1 Matriks Identifikasi, Evaluasi dan Verifikasi isu prioritas lingkungan Hidup Prov.Kaltim Tahun Tabel 2.2 Matriks Resume Kegiatan Pendukung Penyusunan DIKPLHD

22 Prov Kaltim Tabel 2.3 Data Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur Tabel 2.4 Luas Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain Tabel 2.5 Kebijakan dan strategi pengurusan kawasan hutan di Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur (RKTP Kaltim, 2010) Tabel 2.6 Indikator Makro Pembangunan Prov.Kaltim tahun Tabel 2.7 Indikator Makro Pembangunan Prov.Kaltim tahun Tabel 2.8 Luas Kawasan Budidaya Kehutanan Di Kalimantan Timur Tabel 2.9 Ijin pinjam pakai kawasan hutan dari penggunaan pertambangan di Kalimantan Timur Tabel 2.10 Rincian kesatuan pengelolaan hutan di Kalimantan Timur Tabel 2.11 Unit Hutan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Departemen Kehutanan) Tabel 2.12 Daftar Perusahaan terkait dengan lingkup kawasan karst Sangkulirang Mangkalihat Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur Tabel 2.13 Data Produksi Batubara di Kaltim S/D tahun Tabel 2.14 Data korban meninggal di Lubang Bekas Tambang di Wilayah Kalimantan Timur (Tahun ) Tabel 3.1 Pemanfaatan kawasan lindung di Kalimantan Timur Tabel 3.2 Pemanfaatab kawasan budidaya di Provinsi Kalimantan Timur Tabel 3.3 Evaluasi kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi air di kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur Tabel 34 Dokumen Ijin Lingkungan Tabel 36.1 Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL,UKL/UPL Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tabel 3.4 Cagar alam yang ada di Kalimantan Timur Tabel 4.1 Luas lahan kritis di dalam dan luar kawasan hutan Tabel 3.5 Daftar titik sampling sungai mahakam

23 Tabel 3.6 Perbandingan nilain konsentrasi parameter kualitas air tahun 2014,2015 Dan 2016 di Sungai Mahakam segmen MHU Anggana Tabel 3.7 Rekapitulasi perhitungan indeks pencemaran tahun 2016 pada sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana Tabel 3.8 Rekapitulasi kecendurangan perhitungan indeks pencemaran tahun pada sungai Mahakam segmen Bloro (MHU)-Anggana Tabel 3.9 Rekapitulasi perhitungan indeks pencemaran tahun 2016 pada Sungai Mahakam segmen Bloro (MHU)-Anggana dengan metode Storet Tabel 3.10 Rekapitulasi perhitungan indeks pencemaran dengan metode STORET Tahun 2015 pada Sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana Tabel 3.11 Data lahan kritis dalam dan luar kawasan hutan wilayah kerja BPDAS Mahakam Berau Tabel 37.1 Kawasan Resiko Potensi Bencana Tabel 3.12 Bencana banjir, korban dan kerugian di Kabupaten Kutai Kartanegara Tabel 3.13 Konversi perhitungan kerugian materiil akibat bencana Tabel 3.14 Kegiatan fisik lainnya oleh instansi PUPR Provinsi Kalimantan Timur Tabel 3.15 Data timbulan sampah di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Tabel 3.16 Daftar bank sampah Kab/Kota di Kalimantan Timur Tabel 3.17 Timbulan Sampah per hari kota Samarinda Tabel 3.18 Timbulan Sampah per hari Kota Balikpapan Tabel 3.19 Timbulan Sampah per hari Kota Bontang Tabel 4.1 Ringkasan RPJD Kaltim dengan sasaran akhir Pembangunan berwawasan lingkungan Tabel 4.2 Analisis SWOT berupa matriks internal dan Eksternal (IE) serta Matrik Space

24 Tabel 4.3 Pendekatan skenario strategi progresif kelembagaan Tabel 4.4 Roadmap kelembagaan perubahan iklim Kalimantan Timur Tabel 4.5 Peran para pihak dalam kegiatan perubahan iklim

25 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Indeks kualitas lingkungan hidup Kalimantan Timur... 3 Gambar 1.2 Peta Provinsi Kalimantan Timur... 5 Gambar 1.3 Peta kelerangan di Kalimantan Timur... 5 Gambar 1.4 Aktivitas di Sungai Mahakam Kalimantan Timur... 7 Gambar 1.5 Lokasi Titik Pengambilan sampel Sungai Mahakam... 8 Gamabr 1.6 Parameter kualitas air yang melebihi baku mutu Gambar 1.7 Indeks pencemaran tahun 2016 pada Sungai Mahakam Gambar 1.8 Kecenderungan perubahan kualitas air di Sungai Mahakam Gambar 1.9 Status mutu Sungai Mahakam Tahun Gambar 1.10 Peta lokasi Danau-Danau Mahakam (Danau Semayang, Danau Melintang dan Danau Jempang) Gambar 1.11 Citra satelit Danau Semayang, Melintang dan Jempang Gambar 1.12 Citra satelit tentang daerah genangan banjir tahun 2007 yang Menunjukkan perairan Danau Semayang menyatu dengan Danau Melintang Gambar 1.13 Kondisi lingkungan di kawasan Danau-Danau Mahakam Gambar 1.14 Jumlah, laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kalimantan Timur Gambar 1.15 Jumlah penderita penyakit Gambar 1.16 Hasil pemantauan kualitas udara untuk PM10,PM2,5, TSP di Kab/Kota se Kalimantan Timur Gambar 1.17 Jumlah Angkutan Umum di Provinsi Kalimantan Timur Gambar 1.18 Pola Ruang Provinsi Kalimantan Timur Gambar 1.19 Peta kawasan rawan bencana Gambar 1.20 Kawasan Karst dan Fauna yang ada Gambar 1.21 Peta kawasan lindung geologi Gambar 1.22 Peta kawasan pertambangan... 44

26 Gambar 1.23 Luas tutupan lahan (Ha) di Provinsi Kalimantan Timur Gambar 1.24 Luas lahan non pertanian (Ha) di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 1.25 Luas lahan sawah di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 1.26 Luas hutan (Ha) berdasarkan fungsi dan statusnya Gambar 1.27 Luas hutan Mangrove (Ha) di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur. 50 Gambar 1.28 Luas dan kerusakan padang lamun di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 1.29 Luas tutupan dan kondisi terumbu karang (Ha) di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 1.30 Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB atas Dasar harga berlaku Kalimantan Timur tahun Gambar 1.31 Distribusi dan pertumbuhan sektor industri pengolahan Kalimantan Timur tahun Gambar 1.32 Kunjungan wisatawan nusantara ke Kalimantan Timur tahun Gambar 1.33 Pertumbuhan dan kontribusi wilayah Kalimantan (ADHB) tahun Gambar 2.1 FGD untuk penetapan isu prioritas lingkungan hidup di Kaltim Gambar 2.2 Peta kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat Gambar 2.3 Kawasan 3 Danau (Jempang, Melintang dan Semayang) Gambar 2.4 Bekantan, Pesut Mahakam, dan Burung Enggang Gambar 2.5 Desa Semayang dan Kota Bangun Gambar 2.6 Desa Melintang di sekitar Danau Melintang Gambar 2.7 Kawasan Teluk Balikpapan Gambar 2.8 Peta kawasan Delta Mahakam Gambar 2.9 Ekosistem Mangrove Delta Mahakam dan Pola Sungai Mahakam 82 Gambar 2.10 Jumlah penduduk Kalimantan Timur Tahun

27 Gambar 2.11 Proyeksi penduduk Kalimantan Timur Tahun Gambar 2.12 Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Timur Gambar 2.13 Produksi domestik regional bruto Provinsi Kalimantan Timur Gambar 2.14 Produk domestik regional bruto Per kapita Provinsi Kalimantan Timur Gambar 2.15 Laju pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur.. 95 Gambar 2.16 Kontribusi Sektor Pertambangan Provinsi Kalimantan Timur Gambar 2.17 Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu di Kalimantan Timur Gambar 2.18 Kapasitas industri Produk kayu di Kalimantan Timur Gambar 2.19 Peta sistem lahan Kalimantan Timur Gambar 2.20 Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan di Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 718/Menhut-II/2014 tanggal 29 Agustus Gambar 2.21 Deforestasi dan Degradasi Hutan di Kalimantan Timur Gambar 2.22 Peta kawasan bencana Provinsi Kalimantan Timur Gambar 2.23 Kondisi neraca air tanah di Indonesia Gambar 2.24 Jumlah kejadian bencana di Kalimantan Timur Gambar 2.25 Jumlah kejadian bencana tahun di Kalimantan Timur Gambar 2.26 Target kinerja ekonomi Kaltim 2030 dengan transformasi Ekonomi Gambar 2.27 Peta lahan kritis Kalimantan Timur Gambar 2.28 Grafik Business as Usual Historical dan skenario penurunan emisi Sektor berbasisi lahan hingga tahun Gambar 2.29 Grafik Business as Usual Foward Looking dan skenario penurunan Emisi sektor berbasisi lahan hingga tahun Gambar 2.30 Baseline dan penurunan emisi GRP penggunaan pupuk di lahan Pertanian Gambar 2.31 Baseline dan penurunan emisi GRK pada kegiatan perternakan 122

28 Gamabr 2.32 Baseline dan penurunan emisi gas rumah kaca pada berbasis lahan Gambar 2.33 Potensi penurunan emisi GRK sebesar 9,7 % dari sektor energi, Transportasi dan industri di tahun 2020, dari 37,01 tahun CO2eq Menjadi 33,32 ton CO2eq Gambar 2.34 Baseline dan proyeksi mitigasi penurunan emisi GRK dari Sektor Limbah pertahun dan kumulatif Gambar 2.35 Grafik total baseline dan penurunan emisi GRK di Kalimantan Timur (dalam juta ton CO2eq) Gambar 2.36 Rencana pola ruang Rencana Tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Gambar 2.37 Pola pemanfaatan ruang dalam Perda Kaltim No. 1 Tahun 2016 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur tahun Gambar 2.38 Peta hutan lindung Kalimantan Timur Gambar 2.39 Kawasan hutan lindung Kalimantan Timur (Perda Kaltim No.1/ Gambar 2.40 Luas lahan kritis di kawasan hutan lindung (BPDAS Mahakam Berau, 2015) Gambar 2.41 Peta kawasan Gambut di Kalimantan Timur Gambar 2.42 Luas kawasan Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu Karang di Kalimantan Timur Gambar 2.43 Peta kawasan konservasi di Kalimantan Timur Gambar 2.44 Luas kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Kalimantan Timur Gambar 2.45 Luas lahan kritis dan sangat kritis pada KSA/KPA (BPDAS Mahakam Berau, 2015) Gambar 2.46 Peta kawasan bencana Kalimantan Timur Gambar 2.47 Luas kawasan Karst di Kalimantan Timur

29 Gambar 2.48 Kawasan lindung geologi Kaltim Gambar 2.49 Sebaran kawasan karst di Kalimantan Timur Gambar 2.50 Peta kawasan Budidaya Kehutanan di Kalimantan Timue Gambar 2.51 Arahan Perhutanan sosial di Kaltim Gambar 2.52 Peta Arahan Perhutanan sosial di Kaltim Gambar 2.53 Peta kawasan pertanian di Kalimantan Timur Gambar 2.54 Luas pola ruang dan perijinan perkebunan di Kaltim Gambar 2.55 Peta kawasan perkebunan di Kalimantan Timur Gambar 2.56 Peta kawasan pertambangan di Kalimantan Timur Gambar 2.57 Peta ijin pinjam pakai kawasan hutan di Kalimantan Timur Gambar 2.58 Peta kesatuan pengelolaan hutan di Kalimantan Timur Gambar 2.59 Peta penetapan kawasan hutan di Kalimantan Gambar 2.60 Peta arahan adaptasi perubahan iklim sektor pertanian di Kalimantan Timur Gambar 2.61 Lampiran Peta Pergun No 67/2012 tentang kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat Gambar 2.62 Spesies Endemik di kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat Gambar 2.63 Luas kawasan Karst di Kalimantan Timur Gambar 2.64 Bukit-bukit di Kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat Gambar 2.65 Lembah dan Sumber air pada kawasan karst Sangkulirang Mangkalihat Gambar 2.66 Spesies endemik di dalam Gua Karst Sangkulirang Mangkalihat Gambar 2.67 Sebaran perusahaan berizin yang berada di sekitar kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat Gambar Peta kawasan Pertambangan Gambar 3.1 Pola ruang Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.2 Peta kawasan Rawan bencana

30 Gambar 3.3 Peta kawasan lindung geologi Gambar 3.4 Luas pemanfaatan kawasan budidaya di Kalimantan Timur Gambar 3.5 Peta kawasan pertambangan Gambar 3.6 Luas lahan non pertanian (Ha) di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.7 Luas lahan sawah di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.8 Luas lahan perkebunan (Ha) di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.9 Luas lahan hutan (Ha) di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.10 Luas Lahan Badan Air di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur 221 Gambar 3.11 Luas lahan hutan (Ha) berdasarkan fungsi dan statusnya Gambar 3.12 Luas lahan hutan (Ha) mangrove di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.13 Luas dan kerusakan padang lamun di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.14 Luas tutupan dan kondisi terumbu karang (Ha) di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.15 Aktivitas di Sungai Mahakam Kalimantan Timur Gambar 3.16 Lokasi Titik Pengambilan sampel Sungai Mahakam Gamabr 3.17 Parameter kualitas air yang melebihi baku mutu Gambar 3.18 Indeks pencemaran tahun 2016 pada Sungai Mahakam Gambar 3.19 Kecenderungan perubahan kualitas air di Sungai Mahakam Gambar 3.20 Status mutu Sungai Mahakam Tahun Gambar 3.21 Peta lokasi Danau-Danau Mahakam (Danau Semayang, Danau Melintang dan Danau Jempang) Gambar 3.22 Citra satelit Danau Semayang, Melintang dan Jempang Gambar 3.23 Citra satelit tentang daerah genangan banjir tahun 2007 yang Menunjukkan perairan Danau Semayang menyatu dengan Danau

31 Melintang Gambar 3.24 Kondisi lingkungan di kawasan Danau-Danau Mahakam Gambar 3.25 Jumlah, laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kalimantan Timur Gambar 3.26 Jumlah penderita penyakit Gambar 3.27 Hasil pemantauan kualitas udara untuk PM10,PM2,5, TSP di Kab/Kota se Kalimantan Timur Gambar 3.28 Jumlah Angkutan Umum di Provinsi Kalimantan Timur Gambar 3.29 Jumlah kejadian bencana di Kalimantan Timur Gambar 3.30 Diagram jumlah timbulan sampah di rata-rata per hari kota Samarinda Gambar 3.31 Diagram jumlah timbulan sampah rata-rata per hari kota Balikpapan Gambar 3.32 Diagram jumlah timbulan sampah rata-rata per hari kota Bontang Gambar 4.1 Pendeklerasian kaltim hijau tahun 2010 dan dokumen strategi kaltim Yang berkelanjutan dan ramah lingkungan tahun Gambar 4.2 Dokumen SRAP REDD+ Kaltim tahun 2011 danb Dokumen RAD GRK Kaltim edisi revisi tahun Gambar 4.3 Dokumen master plan perubahan iklim tahun Gambar 4.4 Kerangka implementasi RAD GRK Kaltim dan MRV Gambar 4.5 Model siklus hidup organisasi Gambar 4.6 Grafik hasil skor analisis SWOT Organisasi Gambar 4.7 Grafik hasil analisis matrik space organisasi Gambar 4.8 Pemetaan hubungan antar variabel Gambar 4.9 Grand Skenario Matrix Gambar 4.10 Perubahan incramental vs Perubahan Radikal

32 DAFTAR TABEL LAMPIRAN

33 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Bab I: Pendahuluan 1

34 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyusunan dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup (DIK PLH) merupakan salah satu amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam ketentuan pasal 62 pada ayat (1-3) undang-undang tersebut diamanahkan bahwa: 1) Pemerintah dan Pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat 3) Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup dan informasi lingkungan hidup lain Penyusunan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah berisikan tentang pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan serta berkelanjutan yang dilakukan oleh kepala daerah. Penyusunan dokumen ini dulunya lebih dikenal dengan penyusunan Dokumen Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD). Untuk penulisan dan pelaporan SLHD dilakukan penilaian dan pemberian penghargaan, dimana sejak 2016 penghargaan yang diberikan kepada Kepala Daerah dalam penyusunan SLHD dinamakan penghargaan NIRWASITA TANTRA. Penghargaan ini diberikan kepada kepala daerah terpilih atas kepemimpinannya dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan, dan /atau program kerjanya guna memperbaiki kualitas lingkungan hidup di daerahnya. Provinsi Kalimantan Timur telah melakukan penyusunan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup dan menyampaikan laporannya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk dilakukan penilaian meskipun sampai saat ini belum memperoleh penghargaan,akan tetapi mengingat pentingnya dokumen ini dan banyak pihak yang telah Bab I: Pendahuluan 1

35 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 memanfaatkan dokumen ini maka kegiatan penyusunannya tetap dilaksanakan setiap tahunnya. Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur telah menetapkan visi ke depan, yaitu Mewujudkan Kaltim Sejahtera yang merata dan Berkeadilan berbasis Agroindustri dan Energi Ramah Lingkungan. Untuk mewujudkan visi tersebut, kemudian ditetapkan 5 misi yang akan dicapai, yaitu : Mewujudkan Kualitas Sumber Daya Manusia Kaltim Mewujudkan daya saing Ekonomi yang berkerakyatan berbasis SDA dan Energi terbarukan Mewujudkan Infrastruktur dasar yang berkualitas bagi masyarakat secara merata. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Profesional dan Berorientasi pada pelayanan publik Mewujudkan Kualitas lingkungan yang baik dan sehat serta berperspektif perubahan iklim Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur sesuai tugas dan fungsi membantu Bapak Gubernur untuk melakukan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan program dan kegiatan beserta alokasi pendanaan sebagaimana ditampilkan dalam tabel 49. Adapun program atau kegiatan yang telah dilakukan sebagai berikut: Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Program Emisi Inventarisasi Emisi Gas rumah kaca Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Program pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan dikawasan-kawasan konservasi laut dan hutan Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur melalui Badan Lingkungan Hidup Provinsi sesuai dengan RPJMD mempunyai Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu Bab I: Pendahuluan 2

36 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 menetapkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) sebesar 82 dan penurunan intensitas emisi Gas Rumah Kaca sebesar CO2 /PDRB US $. Adapun capaian indeks kualitas lingkungan hidup di Kalimantan Timur di tahun 2015 sebesar 79,65, selengkapnya dapat ditampilkan sebagaimana gambar dibawah ini. Gambar 1.1. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kalimantan Timur Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2016 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup terdiri dari 3 parameter yaitu : Indeks Kualitas Air Indeks Kualitas Udara Indeks Tutupan Lahan Provinsi Kalimantan Timur secara nyata memberikan kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca melalui Peraturan Gubernur Nomor 54 Tahun 2012 Tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yaitu penurunan emisi Gas Rumah Kaca skala nasional sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan akan meningkat hingga 41 persen dengan bantuan luar negeri hingga tahun 2020 dalam bentuk kebijakan, strategi, dan program serta kegiatan dengan penetapan tahapantahapan pencapaian dalam kurun waktu per lima tahun. Bab I: Pendahuluan 3

37 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 B. Profil dan keadaan umum daerah termasuk kekhususan kondisi ekologisnya 1. Kondisi Geografis Daerah Kalimantan Timur yang terdiri dari luas wilayah daratan ,52 km 2 dan luas pengelolaan laut km2, terletak antara 113 o 44' dan 119 o 00' Bujur Timur, dan antara 2 o 33 'Lintang Utara dan 2 o 25' Lintang Selatan. Tabel Profil Kalimantan Timur NO URAIAN KETERANGAN 1 Hari Jadi Provinsi 9 Januari 2 Dasar Hukum Pembentukan Wilayah UU No. 25 Tahun Gubernur yang Menjabat Dr. H. Awang Faroek Ishak 4 Wakil Gubernur Menjabat H.M. Mukmin Faisyal, HP 5 Luas Wilayah Daratan ,52 km 2 6 Luas Pengelolaan laut km 2 7 Jumlah Kabupaten / Kota 7 Kabupaten / 3 Kota 8 Jumlah Penduduk Mencapai 3,5 Juta Jiwa 9 Pertumbuhan Ekonomi 3.60 % Sumber : Provinsi Kalimantan Timur Dalam Angka 2016 Bab I: Pendahuluan 4

38 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar 1.2. Peta Provinsi Kalimantan Timur Sumber: Badan Perencanaan Daerah Prov. Kaltim, 2016 Gambar 1.3. Peta Kelerengan di Kalimantan Timur Sumber: BWS Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Timur Wilayah Provinsi Kalimantan Timur didominasi topografi bergelombang, dari kemiringan landai sampai curam, dengan ketinggian berkisar antara M Bab I: Pendahuluan 5

39 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 dengan kemiringan antara 0-60% dimana 55,08% dengan kelas kemiringan lebih dari 40%. Daerah dataran rendah pada umumnya dijumpai di kawasan sepanjang sungai dengan panjang berkisar antara Km. Sedangkan daerah perbukitan dan pegunungan memiliki ketinggian rata-rata lebih dari M diatas permukaan laut yaitu antara M dengan kemiringan 30%, terdapat dibagian barat lautyang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Wilayah pegunungan sebagian besar tersebar di bagian barat Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kutai Barat dan Mahakam Ulu hingga perbatasan Malaysia. Wilayah pantai, rawa pasang surut,daratan aluvial, jalur endapan dan sungai berada di kawasan pesisir timur, sedangkan wilayah dataran dan lembah alluvial umumnya mengikuti arah aliran sungai. Kalimantan Timur merupakan salah satu pintu gerbang utama di wilayah Indonesia bagian Timur. Daerah ini juga dikenal sebagai gudang kayu dan hasil pertambangan,berdasarkan Tabel 15. Kondisi Sungai, dimana Kalimantan Timur mempunyai ratusan sungai yang tersebar pada hampir semua kabupaten/kota dan merupakan sarana angkutan utama di samping angkutan darat, dengan sungai yang terpanjang Sungai Mahakam. Sampai saat ini kondisi Sungai Mahakam sudah mengalami degradasi untuk kualitas air seperti yang ditampilkan pada tabel 17. Kualitas Air Sungai. Dari hasil kegiatan pemantauan kualitas air yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur dapat disampaikan bahwa dari tahun ke tahun kualitas air yang ada di Sungai Mahakam saat ini sudah dalam kondisi tercemar ringan sampai dengan sedang. Pelaksanaan pemantauan yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur pada Sungai Mahakam sepanjang 171 km pada segmen Bloro (MHU) sampai dengan segmen Anggana dilakukan dengan pembiayaan dari APBD Provinsi Kalimantan Timur meliputi 6 titik sampling sebanyak 4 (empat) kali pemantauan, termasuk didalamnya pengujian parameter biota air (Plankton dan Bentos) dari panjang secara keseluruhan Sungai Mahakam 920 km. Tujuan dilakukan pemantauan kualitas air ini antara lain adalah untuk mengetahui kecenderungan perubahan kualitas air serta mengetahui indeks pencemaran air Bab I: Pendahuluan 6

40 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 sungai sebagai evaluasi indikator keberhasilan pengendalian pencemaran air, serta menetapkan kebijakan dan strategi lebih lanjut. Gambar 1.4. Aktivitas di Sungai Mahakam Kalimantan Timur Sumber: Lokasi pengambilan contoh ditetapkan untuk mewakili lokasi : Kualitas air sebelum adanya pengaruh kegiatan manusia yaitu pada lokasi hulu sungai yang dimaksud untuk mengetahui kualitas air secara alamiah sebagai base line station. Pengaruh kegiatan manusia terhadap kualitas air dan pengaruhnya untuk pemanfaatan tertentu. Lokasi ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kegiatan manusia yang disebut impact station Sumber sumber pencemaran yang dapat memasukan zat zat yang berbahaya ke dalam sumber air. Lokasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sumber penyebaran bahan bahan yang berbahaya sehingga dapat ditanggulangi. Penentuan lokasi pengambilan sampel untuk Sungai Mahakam dipertimbangkan atas dasar sebagai berikut : Bab I: Pendahuluan 7

41 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Banyak usaha disepanjang sungai tersebut yang membuang air limbah ke badan sungai. Pembuangan limbah dari pemukiman penduduk di sepanjang aliran sungai. Peningkatan beban pencemaran pada sungai akibat sumber pencemar alami seperti erosi lahan terbuka, residu pestisida dan pupuk pertanian, transportasi serta depot BBM yang ada disepanjang sungai. Gambar 1.5 Lokasi Titik Pengambilan Sampel Sungai Mahakam Sumber: Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Tabel 1.2. Daftar titik sampling Sungai Mahakam No Nama Lokasi Kode Lokasi Kabupaten/Kota Koordinat MHU MA 1413 Kutai Kartanegara Tenggarong MA 0947 Kutai Kartanegara Kalamur MA 0565 Samarinda Kantor Gubernur MA 0540 Samarinda Palaran MA 0458 Samarinda Anggana MA 0357 Kutai Kartanegara Sumber: DLH Prov. Kaltim, 2016 LS : 00 o / BT : 116 o LS : 00 o / BT : 116 o LS : 00 o / BT : 117 o LS : 00 o / BT : 117 o LS : 00 o / BT : 117 o LS : 00 o / BT : 117 o Bab I: Pendahuluan 8

42 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Analisis Berdasarkan Baku mutu Sesuai Tabel 17. Kualitas Air Sungai, dengan perhitungan status mutu air dengan menggunakan metode indeks Pencemaran pada tahun 2016, menunjukan bahwa Sungai Mahakam pada segmen MHU hingga Anggana rata-rata Indeks Pencemaran adalah sebesar 3,34 sedangkan nilai Maksimum 5,69 dan minimum 2,61. Dari nilai rata-rata IP tersebut kondisi Sungai Mahakam dalam keadaan tercemar ringan. Secara umum parameter yang tidak memenuhi baku mutu air kelas I untuk Sungai Mahakam adalah DO, BOD, COD (parameter kimia organik), Bakteri Coliform (parameter mikrobiologi) dan Fe (parameter logam). Secara garis besar parameter kimia organik yang melebihi baku mutu lebih banyak disebabkan dari kegiatan domestik/rumahtangga. Bab I: Pendahuluan 9

43 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Tabel 1.3. Perbandingan nilai konsentrasi parameter kualitas air tahun 2014, 2015 dan 2016 di Sungai Mahakam segmen MHU Anggana. Bakumutu Air Periode 2014 Periode 2015 Periode 2016 Parameter PP 82/2001 Satuan Kelas I Rata-Rata Maksimum Minimum Rata-Rata Maksimum Minimum Rata-Rata Maksimum Minimum Debit M 3 /det ph Temp o C ± DO Mg/l DHL Mg/l na COD Mg/l BOD Mg/l TSS Mg/l TDS Mg/l N-NO 2 Mg/l N-NO 3 Mg/l SO 4 Mg/l PO 4 Mg/l Mn Mg/l Fe Mg/l Minyak & Mg/l Lemak Fenol Mg/l 1 < #DIV/0! NH3N/ Mg/l Ammonia Bebas MBAS Mg/l B.Coli form MPN/ ml E-Coli MPN/ ml Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kalimantan Timur, 2016 Catatan : 1. Sumber Diolah dari data primer. 2. Nilai Merah adalah parameter yang tidak memenuhi bakumutu. 3.#DIV/0! : dibawah limit detection Bab I: Pendahuluan 10

44 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar 1.6. Parameter Kualitas Air yang melebihi baku mutu Sumber: BLH Provinsi Kalimantan Timur, Analisis Parameter yang melebihi Baku mutu Nilai parameter DO rata rata yang rendah bisa disebabkan oleh tingkat kekeruhan air yang tinggi dan dapat pula disebabkan kondisi perairan yang banyak terpengaruh adanya air dari rawa serta kurangnya proses pengadukan oleh arus air sehingga oksigen terlarut menjadi rendah yang mengakibatkan meningkatnya kadar BOD pada proses perombakan mikrobiologik dan meningkatnya nilai COD pada perombakan secara kimiawi. Tingginya masukan beban pencemaran berupa limbah organik yang berasal dari buangan domestik serta pembusukan bahan organik di daerah rawa rawa baik yang ada di sekitar danau dan yang berada di tepi sungai turut menyumbangkan tingginya nilai konsentrasi BOD dan COD. Parameter lain yang acap kali tidak memenuhi bakumutu adalah parameter Bakteri Coliform dan E. Coli hal ini disebabkan karena di sepanjang sungai yang di pantau memang banyak terdapat Jamban (WC alami) dan kegiatan domestik lainnya yang membuang air limbah langsung ke badan air yang merupakan salah satu faktor tingginya kadar Fenol. Untuk konsentrasi nilai Bakteri Coli dan E.Coli pada periode pemantauan tahun 2016 kurang lebih kondisinya sama dengan kualitas hasil pemantauan pada tahun 2015, hal Bab I: Pendahuluan 11

45 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 ini dipengaruhi faktor musim penghujan sehingga konsentrasi Bakteri Coli dan E. Coli yang tinggi pada saat musim kemarau dapat menurun karena pengaruh debit yang besar pada saat musim penghujan (self purification). Parameter Fe yang tidak memenuhi bakumutu air kelas I disebabkan tingginya faktor alami kondisi batuan atau lithologi di wilayah pemantauan yang sudah memiliki kandungan Fe yang cukup besar akibat dari pelapukan batuan dasar serta banyaknya bukaan lahan sehingga terjadi pencucian lithologi yang menyebabkan akumulasi logam Fe di sungai akibat dari proses erosi dan sedimentasi. Status Mutu Air Sungai Mahakam Status mutu air berdasarkan perhitungan metode Indeks Pencemaran (IP) menunjukan bahwa kondisi Sungai Mahakam pada tahun 2016 dalam keadaan tercemar Ringan dengan rata rata indeks pencemaran sebesar 3.34 (maksimum = 3,58 ; Minimum 2.87). Tabel 1.4. Rekapitulasi perhitungan Indeks Pencemaran Tahun 2016 pada Sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana. Titik Sampling Tahun 2016 Mei Juni Agustus September Rata-rata Sungai MHU (MA1413) Tenggarong (MA0947) Kalamur (MA0656) Kantor Gubernur (MA0540) Palaran (MA0458) Anggana (MA0357) Rata-Rata Sumber : Diolah dari data primer Keterangan : 0 Pij 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0< Pij 5,0 = tercemar ringan 5,0< Pij 10 = tercemar sedang Pij > 10 = tercemar berat Bab I: Pendahuluan 12

46 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar 1.7. Indeks Pencemaran Tahun 2016 pada S. Mahakam Sumber: Pengolahan Data primer BLH Prov. Kaltim Tabel 1.5. Rekapitulasi Kecenderungan perhitungan Indeks Pencemaran Tahun pada Sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana. Indeks Pencemaran Lokasi Sampling MHU (MA1413) Tenggarong (MA0947) Kalamur (MA0656) Kantor Gubernur (MA0540) Palaran (MA0458) Anggana (MA0357) Gambar 1.8. Kecenderungan Perubahan Kualitas Air di Sungai Mahakam Bab I: Pendahuluan 13

47 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Dengan memperhatikan gambar kecenderungan perubahan kualitas air dengan perhitungan indeks pencemaran dari tahun terlihat kecenderungan pencemaran menurun dari tahun 2015 ke 2016 tetapi tidak pada semua lokasi, titik pemantauan pada Sungai Mahakam Palaran dan Anggana cenderung memburuk. Status mutu air sungai berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode STORET menunjukan kondisi tercemar berat dengan angka rata-rata -46, dimana nilai ini lebih baik dibandingkan dengan pemantauan tahun 2013 sebesar -69,17, 2014 sebesar -54,17 dan 2015 sebesar -50. Dengan demikian menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah Pusat dalam hal ini Dirjend Pengendalian Pencemaran dibawah KLHK untuk melakukan pembinaan serta upaya mitigasi agar kualitas air sungai dapat kembali normal seduai dengan kelas dan peruntukannya. Tabel 1.6. Rekapitulasi perhitungan Indeks Pencemaran Tahun 2016 pada Sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana dengan metode Storet. Score Score Kode Status Mutu Status Mutu Nama Lokasi STORET STORET Sampling Air 2015 Air MA 1413 Bloro (MHU) -34 Tercemar berat -52 Tercemar Berat MA 0947 Tenggarong -38 Tercemar berat -44 Tercemar Berat MA 0656 Kalamur -28 Tercemar sedang -42 Tercemar Berat MA 0540 Kantor Gubernur -50 Tercemar berat -52 Tercemar Berat MA 0458 Palaran -44 Tercemar berat -44 Tercemar Berat MA 0350 Anggana -28 Tercemar sedang -44 Tercemar Berat Rata Rata -37 Tercemar berat -46 Tercemar berat Min -28 Tercemar sedang -52 Tercemar berat Max -50 Tercemar berat -42 Tercemar berat Catatan : 1. Sumber diolah dari data primer. 2. Sampel diambil 4 kali dalam setahun. (1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 = memenuhi baku mutu (2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 = cemar ringan (3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 = cemar sedang (4) Kelas D : buruk, skor -31 = cemar berat Bab I: Pendahuluan 14

48 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar 1.9. Status mutu Sungai Mahakam Tahun 2016 Tabel 1.7. Rekapitulasi perhitungan Indeks Pencemaran dengan metode STORET tahun 2015 pada Sungai Mahakam segmen Beloro (MHU) Anggana. Lokasi Storet MHU Tenggarong Kalamur Kantor Gubernur Palaran Anggana Sumber; DLH Prov. Kaltim, 2016 UPAYA (RESPONSE) Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban pencemaran dari kegiatan domestik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Kota dan Provinsi terhadap antara lain : Meningkatkan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan, serta mempercepat penghijauan pada lahan yang terbuka untuk mengurangi erosi sebagaimana realisasi kegiatan yang ada pada Tabel 14. Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi sebagaimana tersaji dibawah ini. Pemerintah Kalimantan Timur bersama Dewan Bab I: Pendahuluan 15

49 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Legislatif telah menetapkan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2016 tentang Rehabilitasi Hutan dan Pemanfaatan Lahan Kritis. Tujuan dari kegiatan ini antara lain : memulihkan dan memperbaiki kondisi ekosistem hutan, lahan dan lingkungan, meningkatkan fungsi ekologis, hidrologis dan keberlanjutan layanan alam dari hutan dan lahan, memanfaatkan lahan kritis sebagai daerah pengembangan bioenergi lestari dan meningkatkan kesejahteraan dan peran serta masyarakat. Bab I: Pendahuluan 16

50 KALIMANTAN TIMUR Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 No PROV. KAB./KOTA Tabel 1.8. Data Lahan Kritis dalam dan luar kawasan hutan wilayah kerja BPDAS Mahakam Tidak kritis KEKRITISAN LAHAN (Ha) Potensial kritis Agak kritis kritis Sangat kritis Dlm kws Luar kws Dlm kws Luar kws Dlm kws Luar kws Dlm kws Luar kws Dlm kws Luar kws BERAU , , , , , , , ,18 598, ,23 BALIKPAPAN 946,07 1, , , , , , ,56 158,63 310,12 BONTANG ,95 28, , , , , ,30 926, ,81 SAMARINDA 1.324,61 0,04 274, ,49 11, ,56 10, ,36 655,85 KUBAR , , , , , , , , , ,38 KUKAR , , , , , , , , , ,87 KUTIM , , , , , , , ,75 748, ,72 MAHAKAM , , , , , , , ,70 649, ,74 ULU PASER , , , , , , , , , ,41 PPU , , , , , , , , ,39 658,82 Jumlah total , , , , , , , , , ,13 Keterangan :Kawasan hutan mengacu pada SK.554/Menhut-II/2013 Lahan kritis adalah lahan dengan kriteria agak kritis, kritis, dan sangat kritis Sumber data : Hasil review data spatial lahan kritis Tahun 2013 BPDAS Mahkam Berau, 2014 Bab I: Pendahuluan 17

51 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum yang efektif terhadap kegiatan usaha yang membuka lahan yang menyebabkan erosi.sebagaimana Tabel 44. Status Pengaduan Masyarakat. Melakukan pengawasan secara ketat terutama pada perusahaan pertambangan batubara dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan dan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air. Banyaknya perusahaan pertambangan yang dilakukan pengawasan sebagaimana Tabel 13. Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian. Peningkatan kesadaran masyarakat, sebagaimana Tabel 47. Kegiatan/Program yang diinisiasi Masyarakat. Dilakukannya berbagai kegiatan untuk menambah wawasan dari masyarakat untuk sadar dalam mengelola sampah domestik dengan memberi nilai ekonomi pada sampah untuk diolah menjadi kompos maupun hasil kerajinan yang bernilai uang melalui pendirian bank sampah yang sedikit banyak akan mengubah kebiasaan masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai. Disamping itu juga diberikan pengetahuan terkait kebiasaan hidup bersih dan sehat dengan tidak membuang BAB melalui jamban yang tak diolah terlebih dahulu. Penerapan teknologi tepat guna dalam pengolahan air limbah domestik dan usaha skala kecil. Pengaturan pembuangan air limbah melalui perijinan. Sebagaimana Tabel 34. Dokumen Ijin Lingkungan dan Tabel 48. Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bantuan sarana dan prasarana untuk pengolahan limbah domestik, misal untuk pembuatan IPAL komunal. Sebagaimana Tabel 43. Kegiatan Fisik Lainnya oleh Instansi. Pembangunan penurapan sempadan sungai, pembangunan Jamban Umum agar tidak BAB di sepanjang jalur sungai. o Penerapan yang konsisten dalam pengaturan limbah domestik. Secara bertahap memindahkan kegiatan MCK yang berada langsung di badan air ke darat sehingga limbah dapat di oleh dalam septic tank. Bab I Pendahuluan 18

52 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 o Memberikan penyuluhan dan melakukan pengawasan kepada kegiatan stasiun pengisian bahan bakar terapung untuk mencegah terjadinya tumpahan atau bocoran BBM ke sungai. o Memberikan penyuluhan kepada operator angkutan sungai agar tidak membuang pelumas bekas ke sungai. o melaksanaan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar dan diperbaharui datanya secara teratur dibarengi dengan kajian untuk menghitung daya tampung beban pencemaran sungai melalui pemodelan tersebut. Melalui pemodelan untuk memperoleh data berapa beban pencemar yang masih dapat diterima oleh sungai, dan bila ingin mencapai mutu air sasaran yang dikehendaki akan diketahui berapa besar pengurangan beban pencemaran yang harus dikurangi dan dari sumber mana saja pengurangan itu dilakukan. Hal ini dapat menjadi dasar kebijakan untuk pengaturan tata ruang dan pengaturan dalam pemberian ijin pembuangan air limbah dan kegiatan lain yang ditujukan untuk pengendalian pencemaran air. Hambatan yang terjadi pada saat dalam melaksanakan pemodelan a d a l a h daya tampung beban pencemaran sumber air adalah tidak dipahaminya sistem pemodelan dan tidak tersedianya data dan informasi yang diperlukan untuk menjalankan model tersebut. Beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut adalah : Memahami dengan baik pengunaan perangkat lunak model daya tampung beban pencemaran (QUAL2E, QUAL2K atau QUAL2Kw) melalui pelatihan yang intensif. Mendesain program pemantauan untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap sesuai yang diperlukan oleh perangkat lunak tersebut untuk melakukan pemodelan. Menyediakan sumberdaya manusia dan sarana untuk pelaksanaan pemodelan tersebut. Inhouse Training atau training yang diperlukan seperti database monitoring. Di Sungai Mahakam sesuai Tabel 16, terdapat tiga danau yaitu Danau Semayang, Jempang dan Melintang Ketiga danau ini termasuk tipe danau paparan banjir (flood plain) yang umumnya terdapat di dataran rendah. Danau-Danau Mahakam Bab I Pendahuluan 19

53 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 ini terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis Danau Semayang terletak kurang lebih pada kordinat 0 o 13 24,48 Lintang Selatan dan 116 o Bujur Timur, Danau Melintang pada kordinat 0 o LintangSelatan dan 116 o Bujur Timur, sedangkan Danau Jempang pada kordinat 0 o 26 33,87 Lintang Selatan dan 116 o Bujur Timur. Gambar Peta Lokasi Danau-Danau Mahakam (Danau Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang) Danau Semayang mempunyai luas ha dengan kedalaman 3,5 m, Danau Melintang dengan luas ha dan kedalaman 2 m, sedangkan Danau Jempang dengan luas ha dan kedalaman 3,50 m. Kedalaman ini merupakan kedalaman rata-rata, karena tinggi muka air Danau-Danau Mahakan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan, air danau melimpah dan membanjir hingga Danau Semayang menyatu dengan Danau Melintang. Namun pada musim kemarau air danau menyurut, hingga sebagian danau menjadi lahan kering dan meninggalkan alur-alur dan lubuk kecil saja yang masih tersisa. Danau yang berubah menjadi lahan kering di musim kemarau ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan pertanian, misalnya ditanami padi. Perubahan musiman ini menyebabkan nelayan di danau-danau ini beralih dari semula nelayan pada saat air tinggi menjadi petani di musim kemarau yang kering. Ketiga danau ini Bab I Pendahuluan 20

54 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 merupakan kawasan yang ditetapkan dalam RTRW Kalimantan Timur sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di dalam wilayah provinsi Kalimantan Timur dan di tingkat Nasional ketiga danau ini masuk sebagai danau prioritas nasional. Gambar Citra satelit Danau Semayang, Melintang dan Jempang Sumber : LIMNOLOGI LIPI Gambar Citra satelit tentang daerah genangan banjir tahun 2007 yang menunjukkan perairan Danau Semayang menyatu dengan Danau Melintang Sumber : LIMNOLOGI LIPI Bab I Pendahuluan 21

55 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Kondisi lingkungan di kawasan Danau Danau Mahakam Sumber LIMNOLOGI LIPI 2. Gambaran Umum Demografis Berdasarkan Tabel 41, pada tahun 2016 penduduk Kalimantan Timur mencapai jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan penduduk ( ) sebesar 2,25%. Laju pertumbuhan penduduk terbesar terjadi di Kabupaten Kutai Timur dengan besaran 4,36 persen dan pertumbuhan terendah di Kabupaten Kutai Barat sebesar 0,59 persen. Sementara, tingkat kepadatan penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2016 tercatat 27,49 jiwa/km 2. Kabupaten yang memiliki penduduk terbanyak adalah Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak jiwa Bab I Pendahuluan 22

56 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 sedangkan kota yang terbanyak penduduknya adalah Kota Samarinda sebanyak jiwa. Selengkapnya tersaji dalam gambar dibawah ini. Gambar Jumlah, laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kalimantan Timur Sumber: Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur tahun 2016 Untuk kondisi kesehatan penduduk di Kalimantan Timur sesuai tabel 22 maka dapat disampaikan bahwa sebagian besar rumah tangga di Kalimantan Timur sudah mendapatkan sumber air minum dari sumber ledeng yang terbanyak di Kota Samarinda, untuk air dari sungai terbanyak di Kabupaten Paser sedangkan untuk kabupaten terbaru yaitu Mahakam Ulu penduduknya sudah mendapatkan pelayanan air bersih dari ledeng,sumur dan air hujan. Dari penyiapan fasilitas untuk mendukung sanitasi lingkungan terkait fasilitas Tempat Buang Air Besar sesuai tabel 23,maka Kota Balikpapan memiliki jumlah Rumah Tangga yang Bab I Pendahuluan 23

57 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 menggunakan fasilitas Tempat Buang Air Besar milik sendiri paling banyak diantara kab/kota lainnya di Kalimantan Timur. Adapun untuk jenis penyakit sesuai Tabel 25., maka penyakit yang selama ini selalu diwaspadai karena perubahan musim yaitu ISPA, Diare dan Demam Berdarah ternyata masih menjadi penyakit dengan jumlah penderita terbanyak diantara jenis penyakit yang lainnya,sebagaimana disajikan dalam gambar dibawah ini Gambar Jumlah Penderita Penyakit Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur dan Kab/kota Se- Kaltim Dari gambar diatas ternyata penyakit ISPA masih menjadi penyakit yang tertinggi diderita oleh penduduk Kaltim. Penyakit ISPA adalah kondisi penyakit yang menyerang bagian saluran pernafasan yang diakibatkan karena infeksi yang terjadi dibagian tenggorokan, sinus, saluran udaran maupun paru-paru. Selain disebabkan oleh serangan mikroorganisme berbahaya yang bisa memicu timbulnya ISPA. Penyakit ini pun bisa terjadi karena paparan debu dan asap. Debu dan asap yang halus dan memiliki partikel halus yang tidak terlihat oleh kasat mata, dapat masuk ke lapisan mukosa hingga terdorong sampai ke jaringan faring karena tidak dapat disaring oleh bulu hidung. Untuk pengelolaan kualitas Bab I Pendahuluan 24

58 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 udara telah dilakukan pemantauan kualitas udara ambien untuk tahun 2016 dilakukan pada 18 (Delapan Belas) titik pantau yang tersebar di 9 (sembilan) Kab/Kota yaitu Balikpapan, Samarinda, Bontang, Kutim, Kukar, PPU, Tana Paser, Berau, Kubar dan Mahakam Ulu, hasil pemantauan kualitas udara ambien yang bisa berpotensi menambah penderita ISPA adalah parameter PM 10 dan TSP, hasil selengkapnya disampaikan dalam gambar dibawah ini. Gambar Hasil Pemantauan Kualitas Udara untuk PM10, PM2,5, TSP Di Kab/Kota Se Kalimantan Timur Sumber: Pengolahan Data Primer dari DLH Prov. Kaltim, 2016 Kualitas udara juga dipengaruhi oleh penggunaan bahan bakar (Tabel 31) dan banyaknya jumlah kendaraan sesuai Tabel 32. Dari kedua tabel tersebut dapat disampaikan bahwa bahan bakar yang dgunakan untuk kendaraan berjenis bensin dan solar dengan jumlah masing-masing bensin sebanyak liter dan solar sebanyak liter. Dua jenis bahan bakar minyak ini saat ini sudah mulai diganti dengan jenis yang ramah lingkungan seperti pertalite, pertamax dan biosolar agar tidak begitu banyak mencemari kualitas udara yang ada di Kalimantan Timur mengingat sesuai Tabel 33, Perubahan Penambahan ruas jalan untuk tahun 2016 tidak ada penambahan tetapi jumlah kendaraan bertambah sehingga kemacetan tidak terelakkan dan polusi terjadi dititik titik kemacetan di kab/kota di Kalimantan Timur. Bab I Pendahuluan 25

59 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Jumlah Angkutan Umum di Provinsi Kalimantan Timur. Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur Respon yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk menjaga kualitas udara agar tetap dapat memenuhi hajat hidup orang banyak antara lain adalah sebagai berikut Mencanangkan dan menjalankan kegiatan Kaltim Hijau dengan slogan One Man Five Trees dan menambah Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan peraturan yang ada yaitu 30% dari luas wilayah perkotaan wajib dijadikan RTH. Memberikan pajak progresif untuk kemilikan kendaraan lebih dari satu agar mengurangi kepadatan kendaraan Tidak melakukan pembukaan lahan pertanian dan perkebunan dengan cara pembakaran Tidak diperkenankan untuk melakukan pembakaran sampah secara terbuka Melakukan pengujian emisi kendaraan secara rutin Pemanfaatan Lahan di Kalimantan Timur. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur yang telah disahkan sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Bab I Pendahuluan 26

60 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Tata Ruang Wilayah di Provinsi Kalimantan Timur , maka Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur mencakup perencanaan seluruh wilayah administrasi Provinsi KalimantanTimur yang meliputi daratan seluas kurang lebih ,75 Ha terdiridari 10 Kabupaten/Kota. Gambar Pola Ruang Provinsi Kalimantan Timur Sumber : Perda Kaltim No.1 Tahun 2016 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi adalah Mewujudkan Ruang Wilayah Provinsi yang mendukung Pertumbuhan Ekonomi Hijau yang Berkeadilan dan Berkelanjutan berbasis Agroindustri dan Energi Ramah Lingkungan. Sesuai dengan Tabel 1. Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya di Provinsi Kalimantan Timur, maka pemanfaatan lahan di Kalimantan Timur terdiri dari Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Kawasan Lindung (1) Kawasan lindung ini seluas kurang lebih 1.844,969 Ha terdiri dari: a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi : Kawasan Hutan Lindung, kawasan bergambut, tersebar di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau dan kawasan resapan air, tersebar di seluruh wilayah prov; Bab I Pendahuluan 27

61 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 b. kawasan perlindungan setempat,meliputi : kawasan sempadan pantai,tersebar di Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kota Balikpapan, dan Kota Bontang, sempadan sungai, dikembangkan pada seluruh aliran sungai yang ada di provinsi, baik yang mengalir di kawasan perkotaan maupun di luar kawasan perkotaan,. Kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sempadan mata air yang tersebar seluruh wilayah provinsi; dan kawasan terbuka hijau kota, yang menyebar di kawasan perkotaan dan bukan perkotaan. c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan, seluas kurang lebih Ha, meliputi: - Kawasan Suaka Alam seluas 591,690 ha - Kawasan Suaka Laut Dan Perairan - Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut seluas 220 Ha suaka margasatwa Pulau Semama, terletak di Kabupaten Berau; - Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Cagar Alam yang terdapat di Kalimantan Timur terdiri dari 1. Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, terletak di Kabupaten KutaiKartanegara dan Kabupaten Kutai Timur; 2. Cagar Alam Teluk Adang, terletak di Kabupaten Paser; 3. Cagar Alam Teluk Apar, terletak di Kabupaten Paser; dan 4. Cagar Alam Padang Luwai/Kersik Luway, terletak di Kabupaten KutaiBarat. Kawasan Pantai Berhutan Bakau Kawasan Pantai berhutan Bakau tersebar di 7 (tujuh) dari 10 (sepuluh) kab//kota yang ada di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Paser, Penajam Paser Utara, Balikpapan, Kutai Kartanegara, Bontang, Kutai Timur dan Berau. Dimana belum semua kab/kota menetapkan zonasi pengelolaan dalam peraturan daerahnya. Taman Nasional dan Taman Nasional Laut Taman nasional, meliputi Taman Nasional Kutai, terdapat di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang. Taman Hutan Raya, meliputi: Bab I Pendahuluan 28

62 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara; 2. Taman Hutan Raya Lati Petangis, terdapat di Kabupaten Paser. Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Laut Taman wisata alam dan taman wisata alam laut, meliputi: 1. Taman Wisata Alam Laut Berau, di Kabupaten Berau; dan 2. Taman Wisata Alam Laut Pulau Sangalaki, di Kabupaten Berau. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan,seluas 48,463 Ha kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, meliputi: 1. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Penelitian Samboja, di Kabupaten Kutai Kartanegara; 2. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan dan Latihan BLK/SKMA Samarinda di Kabupaten Kutai Kartanegara; 3. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pusat Penelitian Hutan Tropis Lembab (PPHT) Univ. Mulawarman, di Kota Samarinda; 4. Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Univ. Mulawarman, di Kota Samarinda; 5. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Sebulu, dikabupaten Kutai Kartanegara; 6. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, di Kab.Berau; 7. Hutan Pendidikan dan Penelitian Muara Kaeli, di Kab. Kukar 8. Kebun Raya Balikpapan, di Kota Balikpapan. d. kawasan rawan bencana alam; meliputi Kawasan Rawan Tanah Longsor Kawasan Rawan Gelombang Pasang Kawasan Rawan Banjir Bab I Pendahuluan 29

63 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Peta Kawasan Rawan Bencana e. kawasan lindung geologi Kawasan Lindung Geologi meliputi kawasan bentang alam karst di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau seluas Ha tersebar di Hutan Lindung dan kawasan budidaya. Kawasan Sangkulirang Mangkalihat merupakan kawasan karst dengan topografi bergunung-gunung yang terbentang dari pegunungan Beriun di perbatasan dengan kabupaten Berau ke arah Timur sampai di semenanjung Mangkalihat. Kawasan gunung-gunung karst ini sedikit tampak agak melingkar dengan elevasi tertinggi sekitar 1100 m dpl dan dataran yang rendah di bagian tengahnya pada elevasi m dpl. Sebagai bagian dari pusat keanekaragaman Dipterocarpaceae dengan 267 jenis dimana 60% endemik Borneo atau Kalimantan (Asthon, 1982), kawasan hutan Sangkulirang Mangkalihat memiliki 3 kawasan penting dari 5 kawasan floristik khas Borneo yang diidentifikasi oleh Whitemore (1984). Ketiga kawasan tersebut adalah kawasan hutan dipterocarpaceae dataran rendah (di bawah 300 m dpl), kawasan dipterocarpaceae pegunungan ( m dpl) dan kawasan hutan dipterocarpaceae pegunungan tinggi ( m dpl). Bab I Pendahuluan 30

64 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Kawasan Sangkulirang - Mangkalihat pada beberapa dasawarsa terakhir ini sering mengalami kebakaran sejak awal 1980-an, yaitu dimulai pada akhir tahun 1982 dengan terjadinya kebakaran besar akibat dari pengaruh musim kemarau berkepanjangan efek samping dari fenomena alam El Nino Southern Oscillation. Fenomena global juga mempengaruhi iklim di Indonesia termasuk di Kalimantan Timur. Dari catatan kebakaran besar telah terjadi paling sedikitnya 10 kali di Kalimantan Timur pada rentang waktu antara (Fatawi dan Mori, 2000). Dari rentang waktu tersebut tercatat ada peristiwa kebakaran yang terbesar yaitu tahun 1982/1983 dan 1997/1998, yang berakibat kerugian ekonomi dan kerusakan sistem ekologi yang ada di kawasan tersebut. Meskipun tidak tercatat secara rinci dari rentang waktu beberapa titik api juga masih sering terjadi, meskipun tidak besar. Penelitian tentang pasca kebakaran di Kalimantan Timur oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa umumnya pada lahan bekas terbakar didominasi dengan jenis-jenis pioner.hanya beberapa jenisjenis pohon indikator hutan masih dapat bertahan seperti dilaporkan oleh Mori.T.(2000) dan Simbolon (2003). Gambar Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat Sumber: Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur Bab I Pendahuluan 31

65 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Menurunnya kualitas kawasan karst Sangkulirang Mangkalihat tidak terlepas dari kondisi alamiahnya maupun bencana alam kebakaran hutan yang sering terjadi seperti di atas. Sejauh apa kawasan karst ini dapat mendukung biota hidupan liar yang tersisa akibat kebakaran hutan? Apalagi kawasan karst adalah kawasan yang sangat rentan terhadap menurunnya kualitas lapisan tanah subur. Lapisan tanah subur yang sangat tipis dengan keasaman tanah tinggi, kandungan kalsium yang tinggi (RePPProt, 1998), serta kering kondisinya akan merupakan kendala bagi jenis-jenis flora dan fauna untuk dapat bertahan hidup di kawasan ini. Tercatat beberapa fauna yang terdata pada kawasan hutan karst Sangkulirang- Mangkalihat adalah beberapa jenis primata (orang hutan Pongo pymeaus, gibbon Hylobathes, pig-tail macaques, long-tail macaques (Macaca spp), tarsius, kukang, proboscis), mamalia (rusa sambar Cervus unicolor, kijang Muntiacus muntjak, trenggiling Tragulus sp.), jenis-jenis burung (enggang, rinjau batu, beo, walet dll.), ikan (sidat dan jenis-jenis ikan lokal lain), serta serangga (tawon madu Aphis spp. dan serangga penyerbuk, dan penyedia pakan walet. Gambar Bentang Alam dan Fauna pada Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat Sumber: Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur Selain ancaman kualitas ekosistem pada flora-fauna di atas, maka menurunnya kualitas ekosistem juga akan mengakibatkan pudarnya gambar-cadas prasejarah yang banyak terdapat pada sejumlah goa dan ceruk kawasan Sangkulirang- Mangkalihat. Seperti yang telah diketahui, goa dan ceruk pada kawasan Sangkulirang-Mangkalihat mengandung bukti tentang kehidupan masa lampau, Bab I Pendahuluan 32

66 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 yakni gambar-gambar tertua di Asia Tenggara yang digambarkan pada dinding goa dan ceruk, berupa tera-tangan yang diberi motif, fauna (banteng, tapir, anjing, babi, rusa, trenggiling, serangga, geko), sarang madu, dedaunan, sosok belian prasejarah, sosok manusia biasa, panah dan busurnya. Gambar-gambar yang dilukis dengan bahan hematit itu menunjukkan masyarakat pendukung yang memuja rusa bertanduk (Rusa Sambar) dan geko. Pada goa yang digambar dengan arang, menunjukkan budaya perahu dan logam. Pada satu goa, dindingnya digambarkan dari perahu dayung Austronesian, kapal layar sampai kapal uap. Pada kawasan ini ditemukan pula gerabah-gerabah lapita, guci-guci cina, dan sejumlah lungun ( sarkofagus dari kayu) yang beraneka bentuknya (Setiawan, 2010). Pada setting tradisi pemukiman, kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat lebih mudah dipahami pada latar Daerah Aliran Sungai (DAS). Rusaknya kualitas ekosistem akan menurunkan jumlah air yang mengalir dari kawasan karst. Kawasan karst Sangkulirang Mangkalihat merupakan sumber untuk 5 sungai utama pada Kabupatrn Kutai Timur dan Kabupaten Berau, yaitu DAS Bengalon, DAS Sangkuliang (sungai Bulan dan Karangan), DAS Susuk, DAS Menubar, dan DAS Lesan-Kelai. Sejarah pemukiman Dayak sangat kental dengan nuansa huluhilirnya DAS di atas. Pada folklor-folklor Dayak Basap (dayak yang dikenal dengan sebutan Dayak-Batu) juga menceritakan kisah yang terkait dengan kehadiran aliran sungai yang mengalir melalui gunung batu (karst) pada kawasan yang menakjubkan ini (Setiawan 2008). Hal-hal di atas menunjukkan bahwa penurunan kualitas ekosistem pada kawasan karst ini tidak hanya terkait pada flora-fauna, jumlah air, namun akan juga terkait pada pemaknaan nilai sosial, budaya dan sejarah peradaban manusia masa lampau. Untuk menjamin kualitas kehadiran flora, fauna, air serta nilai sosial/budaya di kawasan ini, maka ekosistem kawasan karst Sangkulirang Mangkalihat ini perlu ditata agar dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik dan lestari. Bab I Pendahuluan 33

67 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar 1.22.Peta Kawasan Lindung Geologi Pressure Berhubungan dengan isu prioritas perlindungan Kawasan Karst, dapat disampaikan bahwa kegiatan manusia dapat mempengaruhi kondisi ekosistem Karst di Sangkulirang - Mangkalihat dimana di ekosistem tersebut terdapat hal hal sebagai berikut: 1. Keberadaan orangutan di kawasan ini dapat dikonfirmasi berdasarkan deteksi kehadirannya baik secara visual maupun tidak langsung melalui sarang dan kupasan kulit pohon. Sebanyak 312 bekas sarang ditemukan, dimana hanya sebagian kecil merupakan sarang baru (tiga buah untuk kelas sarang A dan 5 buah untuk kelas sarang B). Pohon terbanyak yang dijadikan sarang masuk dalam family Dipteroparceae, Euphorbiaceae, Lauraceae dan Myrtaceae. Ukuran pohon yang digunakan sebagai sarang memiliki diameter setinggi dada (DBH) rata-rata 35,22 cm. Berdasarkan perhitungan diperkirakan kepadatan sarang Orangutan di lokasi survei adalah 803,4 sarang/km2 dengan perkiraan kepadatan populasi orangutan 1,37/km2. Bab I Pendahuluan 34

68 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun Sebanyak 20 jenis mamalia besar berhasil teramati di lokasi studi yang terdiri dari 4 ordo dan 10 famili. atau 15,04 % dari kekayaan mamalia besar di Kalimantan. Rendahnya kekayaan jenis mamalia besar di areal Beriun diduga disebabkan oleh rendahnya usaha pencarian karena keterbatasan waktu, tenaga dan peralatan. Namun demikian 12 jenis diantaranya merupakan jenis yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 1999, yaitu Landak Raya, Owa Kalawat, Orangutan, Beruang Madu, Linsang Linsang, Binturung, Kucing Kuwuk, Pelanduk Napu, Pelanduk Kancil, Kijang Muncak, Kijang Kuning dan Rusa Sambar. 3. Kekayaan jenis burung pada lokasi survei sebanyak 87 jenis burung dari 31famili, dengan jenis endemik sebanyak 2 jenis yaitu Sempi dan Kalimantan Lophura bulweri dan Pentis Kalimantan Prionochilus xanthopygius. Bila ditotal dengan survei tahun 2008 dan 2009 maka jumlah jenis burung yang ditemukan di kawasan Beriun berjumlah 163 jenis, hal ini menunjukkan secara keseluruhan wilayah Beriun memiliki keanekaragaman burung yang relatif tinggi. 4. Kekayaan jenis herpetofauna adalah 44 jenis dengan rincian 24 jenis amfibi dan 20 jenis reptil. Penemuan ini menunjukkan kekayaan jenis herpetofauna yang rendah bila dibandingkan dengan lokasi lain di Kalimantan Timur. Namun demikian sebanyak sembilan jenis herpetofauna memiliki nilai konservasi tinggi karena tergolong endemic yaitu Leptobrachium abotti, Leptolalax dringi, Ansonia spinulifer, Ingerophrynus divergens, Limnonectes finchi, L. leporinus, Staurois guttatus, Cyrtodactylus malayanus, Gonocephalus borneensis. 5. Delapan puluh lima jenis kupu-kupu dari 6 famili ditemukan selama survei. Jenis kupukupu yang ditemukan didominasi oleh Famili Nymphalidae (n= 261 dari total 428). Hasil survei selama 5 hari menemukan 22 morphospesies capung pada tingkat genus dari 10 famili. Sementara itu untuk kumbang sungut panjang ditemukan 2 family, 2 sub family, 13 tribe dan 29 jenis. Jenis yang ditemukan didominasi oleh Bab I Pendahuluan 35

69 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Family Cerambycidae yang terdiri dari 28 jenis kumbang.terdapat kecenderungan kurva akumulasi jenis yang meningkat untuk ketiga kelompok serangga yang mengindikasikan bahwa keanekaragaman serangga di kawasan Beriun tinggi. 6. Rendahnya keberadaan satwa liar selain orang utan tidak berarti peran kawasan ini bagi konservasi jenis rendah. Ditemukannya jenis-jenis mamalia besar dan burung yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, selain satwa-satwa lain yang masuk dalam daftar merah IUCN serta CITES Appendiks II menunjukkan bahwa lokasi survei merupakan areal penting bagi konservasi jenis satwa liar. Respon,Karst Sangkulirang-Mangkalihat merupakan bentang alam kompak dan tak terpisahkan yang meliputi 2 kabupaten (Kutai Timur dan Berau), 13 kecamatan dan 111 desa. Kawasan tersebut merupakan hulu dari lima sungai utama di Berau dan Kutai Timur yaitu Sungai Talabar, Sungai Lesan, Sungai Pesab, Sungai Bengalon dan Sungai Karangan, dan merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat khususnya bagi pesisir Mangkalihat. Beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur antara lain adalah sebagai berikut: a. Saat ini sedang dilakukan audit lingkungan secara menyeluruh oleh Pemerintah dan LSM (TNC) untuk mengkaji apakah kawasan tersebut bisa dilakukan kegiatan Pabrik Semen atau tidak. b. Membuat Peraturan Gubernur Kalimantan Timur untuk melindungi ekositem Karst Sangkulirang Mangkalihat yaitu PERGUB No. 67 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Karst Sangkulirang Mangkalihat, berisi berbagai program yang sudah dilakukan oleh semua stakeholder baik pemerintah, LSM, Swasta maupun Perguruan Tinggi dalam perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Karst Sangkulirang Mangkalihat. (Sebagaimana terlampir dalam lampiran PERGUB No. 67 Tahun 2012).Disampaikan secara rinci dalam pembahasan di BAB II. Bab I Pendahuluan 36

70 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 c. Melalui penerbitan peraturan gubernur nomor 17 tahun 2015 tentang penataan pemberian izin & non perizinan serta penyempurnaan tata kelola perizinan di sektor pertambangan, kehutanan & perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kaltim; d. Dalam rangka penataan Penguatan pelaksanaan moratorium penerbitan izin tambang dan lahan gambut, melalui penerbitan Surat Edaran Gubernur tentang Penundaan ijin pertambangan; Kawasan Budidaya Kawasan Budidaya sesuai Rencana pola ruang untuk kawasan budidaya seluas Ha dengan peruntukan meliputi : a. Kawasan peruntukan hutan produksi dengan luas kawasan kurang lebih Ha; terdistribusi di Kabupaten Paser,Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur,Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda. b. Kawasan peruntukan pertanian dengan luas kawasan kurang lebih Ha yang digunakan untuk pertanian tanaman pangan dan hortikultura; terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. c. Perkebunan; terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat,Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. Peternakan, terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. Bab I Pendahuluan 37

71 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 d. kawasan peruntukan perikanan dengan luas kawasan kurang lebih Ha; meliputi: - Kawasan budidaya perikanan; terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat,Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. - Kawasan perikanan tangkap; terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. - Kawasan pengolahan ikan. terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat,Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau,Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. - Kawasan peruntukan industri dengan luas kawasan kurang lebih Ha; Rencana peruntukan kawasan industri antara lain industri kehutanan, industri pertanian, industri gas dan kondensat, industri pupuk, industri perikanan dan hasil laut, industri perkebunan, industri logam, industri - Migas dan batubara, industri galangan kapal, industri manufaktur, industri kimia, serta industri biodiesel, diarahkan di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten KutaiTimur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang, sesuai potensi masing-masing kabupaten/kota e. kawasan peruntukan pariwisata dengan luas kawasan kurang lebih Ha; Bab I Pendahuluan 38

72 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun ) Rencana kawasan pariwisata, terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. 2) Kawasan pariwisata diatas terbagi dalam Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) meliputi Kecamatan Long Apari dan sekitarnya, Kecamatan Kota Bangun Tanjung Issuy dan sekitarnya, Tenggarong dan sekitarnya, KotaSamarinda dan sekitarnya, Kota Bontang Sangatta dan sekitarnya, Kota Balikpapan Samboja dan sekitarnya, Tanjung Redeb dan sekitarnya, serta Derawan Sangalaki dan sekitarnya; Kawasan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) meliputi Kecamatan Long Bangun Melak dan sekitarnya, Tenggarong Balikpapan dan sekitarnya, Kepulauan Derawan Kayan Mentarang dan sekitarnya; Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Provinsi meliputi KPP 1 Kawasan Perkotaan, KPP 2 Kawasan Hulu Sungai Mahakam, KPP 3 Kawasan Pesisir Kepulauan, KPP 4 Kawasan Sedang Berkembang, KPP 5 Kawasan Pesisir, KPP 6 Kawasan Perbatasan Provinsi, dan KPP 7 Kawasan Perbatasan Negara. f. kawasan peruntukan permukiman dengan luas kawasan kurang lebih Ha; 1) Rencana kawasan peruntukan permukiman, meliputi: 1.a. permukiman perkotaan; meliputi: a. kawasan permukiman perkotaan didominasi oleh kegiatan non agraris dengan tatanan kawasan permukiman yang terdiri atas sumberdaya buatan seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, prasarana dan sarana perkotaan; 1.b. kawasan permukiman di PKN, PKW, PKWP dan PKL yang padat penduduknya; dan Bab I Pendahuluan 39

73 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun c. pola permukiman perkotaan yang rawan terhadap bencana alam harus menyediakan tempat evakuasi pengungsi bencana alam baik berupa lapangan terbuka di tempat ketinggian 30 meter di atas permukaan laut. kawasan peruntukan pertambangan dengan luas kawasan ± Ha; meliputi kawasan pertambangan mineral dan batubara, tersebar di kawasan lindung dan kawasan budidaya. Gambar Peta Kawasan Pertambangan Sumber : PERDA No. 1 Tahun 2016 g. Kawasan peruntukan lainnya. Rencana kawasan peruntukan lainnya, meliputi kawasan peruntukan ekosistem karst yang dapat dimanfaatkan, hutan rakyat, instalasi pembangkit energi listrik, unitpenyimpanan dan pengolahan minyak dan gas bumi, instalasi militer, dan instalasi lainnya serta kawasan budidaya perairan di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil. Kondisi existing tutupan lahan di Provinsi Kalimantan Timur seperti tersaji pada gambar dibawah ini Bab I Pendahuluan 40

74 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Luas tutupan lahan (Ha) di Provinsi Kalimantan Timur Kondisi tutupan lahan di Kalimantan Timur didominasi oleh Hutan Lahan Kering Sekunder atau bekas tebangan sebesar kurang lebih Ha, diikuti oleh Semak Belukar, hal ini menunjukkan masih tingginya lahan dengan kategori sekunder atau bekas tebangan dan semak belukar yang belum dikelola dengan baik. Lahan yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan serta pertambangan masih menjadi bagian kecil dari luas wilayah di Kalimantan Timur.Berdasarkan Peta Daya Dukung Jasa Ekosistem yang telah disusun oleh Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan,maka Kalimantan Timur masuk untuk kategori sangat tinggi untuk jasa ekosistem penyedia ruang untuk tempat tinggal karena masih luas wilayahnya dan sedikit jumlah penduduknya. Berdasarkan Tabel 2. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama di Provinsi Kalimantan Timur, maka dapat disampaikan bahwa Kabupaten yang memiliki luas lahan non pertanian paling besar adalah Kabupaten Paser dan Kutai Kertanegara yaitu Ha dan 253,415 Ha dan yang paling kecil adalah Kabupaten Penajam Paser Utara sebesar 46,708 Ha seperti yang tersaji dalam gambar dibawah ini. Bab I Pendahuluan 41

75 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Luas Lahan Non Pertanian (Ha) di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Sedangkan untuk luas lahan persawahan maka Kabupaten Paser dan Kutai Kartanegara memiliki lahan sawah yang paling luas sebesar Ha dan Ha dan yang paling kecil adalah Kabupaten Mahakam Ulu seluas 30 Ha,selengkapnya seperti yang tersaji di gambar berikut ini: Gambar Luas lahan Sawah di kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2016, berdasarkan data luas baku penggunaan lahan yang direkap oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bab I Pendahuluan 42

76 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Kaltim pada aplikasi SIDATA, memiliki lahan potensial untuk lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura sekitar Ha terdiri dari lahan sawah seluas Ha dan lahan bukan sawah Ha.Dari luas potensi lahan sawah tersebut terdiri dari Sawah Irigasi Ha, Sawah Tadah Hujan Ha, Sawah Pasang Surut Ha dan Sawah Lainnya Ha. Untuk lahan bukan sawah dari lahan potensial seluas Ha, terdiri dari Tegal/Kebun Ha, Lahan/Huma Ha, Lahan yang sementara tidak diusahakan Ha, Lahan Potensial Ha, Lahan difungsikan Ha, dan Lahan Lainnya (rumah,bangunan dan halaman, hutan Negara, rawa-rawa yg tidak ditanami dll) Ha. Berdasarkan Tabel 3. Luas Hutan berdasarkan fungsi dan statusnya dapat disampaikan bahwa untuk fungsi hutan terbagi menjadi 8 (delapan) fungsi dengan fungsi hutan produksi memiliki luasan paling besar yaitu Ha dan yang memiliki luasan palng kecil adalah untuk hutan yang berfungsi suaka margasatwa seluas 220 Ha, untuk fungsi sebagai Taman Buru di Kalimantan Timur tidak ada. Luas Hutan berdasarkan statusnya dibagi menjadi 5 (lima) status dengan Hutan Negara (Kawasan Hutan ) yang memiliki luasan paling besar yaitu Ha, untuk yang luasan terkecil dengan status Hutan Kota sebesar 1.677,63 Ha, sedangkan untuk Hutan Rakyat saat ini Provinsi Kalimantan Timur sedang berjuang untuk memperoleh hak atas hutan rakyat di Pemerintah Pusat.Selengkapnya tersaji pada gambar dibawah ini Gambar Luas Hutan (Ha) Berdasarkan Fungsi Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, 2016 Bab I Pendahuluan 43

77 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Luas Hutan (Ha) Berdasarkan Statusnya Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, 2016 Hutan merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional, perlu dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Paradigma pembangunan kehutanan harus mulai dirubah dari hanya pemanfaatan kayu kepada pemanfaatan sumber daya hutan secara menyeluruh seperti fungsi hutan sebagai hutan produksi, hutan lindung, hutan wisata dan hutan konservasi yang diarahkan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan hasil hutan bagi pengoperasian industri perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, penciptaan pendapatan daerah, plasma nutfah dan kesuburan tanah. Pressure, Penetapan pemanfaatan kawasan berdasarkan Perda No 1 Tahun 2016, yang dilakukan saat ini belum sesuai dengan peruntukannya. Adanya kegiatan yang bermasalah akibat kegiatan usaha pertambangan, perkebunan dan pertanian serta pemukiman mengharuskan pemerintah harus tegas dalam melakukan pengawasan agar pemanfaatan ruang wilayah provinsi sesuai dengan pemanfaatannya. Pemanfaatan untuk lahan pertanian, perkebunan, kehutanan dan pertambangan Dari luas pengusahaan, baik untuk semua sektor tersebut terlihat bahwa masih banyak peluang untuk mengusahakan kegiatan tersebut asalkan sesuai dengan peruntukannya. Adapun yang masih sering terjadi adalah alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya yaitu lahan pertanian dan area resapan menjadi Bab I Pendahuluan 44

78 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 lahan kegiatan pertambangan.hal ini bisa dilihat pada tabel 12.Jenis Pemanfaatan Lahan dibawah ini. Bila dilihat dari Tabel 13.Luas areal dan produksi Pertambangan menurut Jenis Bahan Galian, maka terlihat bahwa yang terbanyak adalah kegiatan pertambangan batu bara, semakin banyak suatu perusahaan memproduksi batubara bisa diindikasikan maka lubang tambang yang ada semakin banyak. Dari tabel tersebut maka kab/kota yang memiliki perusahaan tambang batubara adalah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda, sedangkan yang tidak punya kegiatan perusahaan tambang batubara adalah Kota Balikpapan dan Kota Bontang. Respon. Berkaitan dengan alih fungsi lahan yang besar oleh sector pertambangan maka berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur adalah seperti yang telah disampaikan dalam pembahasan isu prioritas BAB II, karena sector pertambangan menjadi isu prioritas sesuai dengan 3 kriteria yang ada dalam buku pedoman penyusunan laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu: 1) kerusakan sumber daya alam; kerusakan keanekaragaman hayati; 2) pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan kualitas lingkungan hidup; dan 3) mendapat perhatian publik yang luas dan perlu ditangani segera (urgen) Berdasarkan Tabel 4. Luas Lahan Kritis di Dalam dan Luar Kawasan Hutan, dapat disampaikan bahwa data tidak tersaji dengan baik karena hanya 4 (empat) dari 10 (sepuluh) kab/kota yang ada di Provinsi Kalimanta Timur yang menyampaikan laporannya yaitu Kota Bontang dan Balikpapan dan Kabupaten Paser dan Berau. Adapun yang memiliki luasan lahan kritis terbesar diantara kab/kota tersebut adalah Kabupaten Paser dengan lahan kritis tersebar di Hutan Produksi seluas 6.976,9 Ha, Hutan Lindung seluas 2.897,9 Ha, Hutan Konservasi seluas 1.563,02 Ha dan yang berkondisi lahan sangat kritis terdapat pada Hutan Produksi seluas 194,082 Ha, Hutan Konservasi seluas 451,056 Ha. Bab I Pendahuluan 45

79 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Untuk Tabel 5 s/d 7, data yang diminta sebagaimana tabel tersebut belum terisi dengan baik karena belum ada kegiatan dari pemerintah melalui perangkat daerah terkait yang melakukan penghitungan untuk kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi air, lahan kering, lahan basah sesuai PP No. 150 Tahun Untuk kegiatan sesuai tabel 5 belum ada kab/kota yang melaksanakan, untuk tabel 6 yaituevaluasi kerusakan tanah di lahan kering telah dilakukan di Kota Bontang, Balikpapan dan Paser dengan keterbatasan anggaran maka tidak semua parameter dapat dilakukan pengujian.adapun hasilnya adalah untuk tanah di Kota Bontang yang diambil contohnya menunjukkan bahwa tingkat kesuburan tanahnya sangat rendah sampai ke tingkat rendah dengan ph yang asam sehingga memerlukan upaya lebih untuk mengolah agar tingkat kesuburannya sesuai dengan yang diinginkan.untuk Tabel 7. Evaluasi Kerusakan tanah di lahan basah, sesuai dengan pemanfaatan lahan maka kabupaten yang memiliki lahan gambutsaat ini belum melakukan kegiatan tersebut. Untuk Tabel 8. Luas dan Tutupan Mangrove,didapatkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Kertanegara memiliki luasan hutan mangrove paling besar yaitu ,33 Ha dan yang memiliki luasan paling kecil adalah Kota Balikpapan sebesar 1.273,26 Ha. Untuk data kerapatan tutupan mangrove tidak tersedia data dengan baik. Gambar Luas Hutan Mangrove (Ha) di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur. Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur Bab I Pendahuluan 46

80 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Berdasarkan Tabel 9. Luas dan Kerusakan Padang Lamun untuk wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terdata dengan baik hanya ada pada 5 kab/kota saja yaitu Kabupaten Berau, Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Kota Balikpapan dan Kota Bontang, sedangkan untuk Kabupaten Paser dan Kutai Kartanegara tidak memiliki padang lamun. Dari 5 kab/kota yang memiliki padang lamun yang paling luas adalah Kabupaten Berau dengan luasan sebesar ,97 Ha dengan persentase kerusakan sebesar 10 %, sedangkan yang memiliki luasan padang lamun terkecil adalah Kota Balikpapan sebesar 0,04 Ha. Sedangkan yang menjadi perhatian lebih adalah kondisi padang lamun di Kota Bontang yang memiliki luasan Padang lamun sebesar 452,14 Ha dengan persentase kerusakan sebesar 80,31 %. Perlu upaya lebih untuk mengendalikan laju kerusakan pada ekosistem padang lamun ini. Selengkapnya datatersaji pada gambar dibawah ini Gambar Luas dan Kerusakan Padang lamun di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur Bab I Pendahuluan 47

81 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Berdasarkan Tabel 10. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang, untuk kab/kota yang memiliki Terumbu Karang maka kondisi yang tersedia adalah dalam kondisi kategori rusak sampai dengan baik, sehingga kondisi sangat baik tidak ada di Provinsi Kalimantan Timur. Kab/kota yang memiliki Terumbu Karang tersebar di 7 kab/kota dengan Kabupaten Paser yang masih memiliki kondisi baik untuk Terumbu Karangnya seluas 2 Ha karena baru saja dilakukan penanaman Terumbu Karang, sedangkan yang memiliki luasan Terumbu Karang terbesar adalah Kabupaten Berau dengan kondisi baik sebesar 32,5 %. Untuk luasan Terumbu Karang terkecil dimiliki oleh Kota Balikpapan sebesar 28,49 Ha dengan kondis baik sebesar 14,49 %. Data selengkapnya tersaji pada gambar dibawah ini Gambar Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang (Ha) di Kab/Kota Prov. Kaltim Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur Bab I Pendahuluan 48

82 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 PRESSURE Kegiatan pembangunan yang saat ini sedang dilakukan Kalimantan Timur dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya tidak terlepas dari pemanfaatan wilayah pesisir sehingga akan mengancam keberlangsungan ekosistem pesisir yaitu hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Berbagai kegiatan seperti Kawasan Kariangau di Balikpapan, Kawasan Pesisir di Penajam Paser Utara, Pengembangan Jembatan Pulau Balang, Pembangunan Rel Kereta Api, Pengembangan Coastal Road, Pengembangan Kawasan Strategis KIPI Maloy di Kutai Timur akan mengancam ekosistem pesisir tersebut. RESPONSE Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pemanfaatan lahan dan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain: - Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur telah memberikan arahan untuk pemanfaatan lahan akan sesuai dengan peruntukan. - Perda Nomor 1 Tahun 2014, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup - Perda Nomor 2 Tahun 2011, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran - Perda Nomor 6 Tahun 2016, tentang Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis - Perda Nomor 1 Tahun 2013, tentang Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan - Perda Nomor 1 Tahun 2015, tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kalimantan Timur - Peraturan Gubernur terkait pelaksanaan pembinaan dan penilaian sector industri, pertambangan batu bara dan indusri serta jasa Bab I Pendahuluan 49

83 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun Kondisi Ekonomi Potensi Unggulan Daerah a.pertanian Prov. Kaltim pada tahun 2016, berdasarkan data luas baku penggunaan lahan yang direkap oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov. Kaltim pada aplikasi SIDATA, memiliki lahan potensial untuk lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura sekitar Ha terdiri dari lahan sawah seluas Ha dan lahan bukan sawah Ha. Padi Tabel 1.9. Perkembangan Jenis Komoditi Di Kalimantan Timur Tahun Jenis Komoditi *) a. Luas panen (Ha) b.jumlah produksi gabah (Ton) C. Produktivitas (Kw/Ha) ,99 Jagung a.luas Panen (Ha) b. Produksi (Ton) c. Produktivitas (Kw/Ha) ,70 Kedelai a.luas Panen (Ha) b.produksi (Ton) c. Produktivitas (Kw/Ha) ,94 Singkong dan umbi- umbian a.luas Panen(ha) ,3 b.produksi(ton) , ,65 c.produktivitas(kw/ha) ,68 *) Angka Ramalan II (Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov.Kaltim) b.perkebunan Sektor perkebunan mempunyai perananyangsangat penting baik dalam pengembangan wilayah, ekonomi, sosial maupun ekologi. Peranan tersebut semakin penting karena perkebunan merupakan sektor yang berbasis sumberdaya alam yang tidak bergantung pada komponen impor, sehingga lebih mampu menghadapi gejolak ekonomi global. Jenis-jenis komoditas unggulan perkebunan Bab I Pendahuluan 50

84 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 yang dikembangkan di Kalimantan Timur diantaranya adalah kelapa sawit, karet, kakao, lada, kopi, aren dan kelapa dalam. Tabel Produksi Perkebunan di Kalimantan Timur Jenis Tanaman Produksi (Ton) *) Karet Kelapa Dalam Kelapa Sawit Kakao Kopi Lada Aren Lain-Lain Jumlah *) Angka Sementara Sumber : SIDATA Kaltim c.peternakan Peternakan di Kalimantan Timur mengalami perkembangan yang cukup baik. Populasi ayam pedaging di tahun 2016 mencapai ekor atau meningkat sebesar 16,01 % dibandingkan tahun 2015 sebanyak ekor. Jumlah populasi ayam buras tahun 2016 mencapai ekor atau meningkat sebesar 11,78 % pada tahun 2015 sebanyak ekor.hingga tahun 2016 ternak sapi potong sebanyak ekor mengalami kenaikan sebesar 7,87 % dibandingkan populasi tahun 2015 sebanyak ekor. Pertambahan populasi sapi meningkat maka ketersediaan daging lokal juga semakin meningkat. Sedangkan populasi ternak sapi perah tahun 2016 sebanyak 88 ekor mengalami kenaikan sebesar 11,39 % dibandingkan populasi pada tahun 2015 sebanyak 79 ekor. Sedangkan populasi ternak lainnya dapat dilihat pada tabel berikut : Bab I Pendahuluan 51

85 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Tabel Populasi Ternak di Kalimantan Timur, Tahun (ekor) No Jenis Ternak *) 1 Sapi Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Kuda Ayam Buras 5.078, Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Kelinci Puyuh Merpati *) Angka Sementara Sumber : Dinas Peternakan d.kehutanan Luas kawasan hutan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016 berdasarkan Tata Ruang Provinsi Kalimantan Timur (Perda No. 01 Tahun 2016) adalah Ha.Luas hutan dan lahan kritis pada tahun 2014 sebesar ,80 ha, pada tahun 2015 sebesar ha sedangkan pada tahun 2016 sebesar ,79 Ha. Tabel 1.12Luas Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan Perda Kaltim No 1 Tahun 2016 FUNGSI KAWASAN HUTAN Areal Penggunaan Lain Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Konversi Hutan Produksi Tetap Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam TOTAL Luas Daratan Luas Kawasan Hutan Luas Laut 12 mill Tubuh Air TOTAL Luas Perairan T O T A L Keseluruhan Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, 2016 LUAS (Ha) Bab I Pendahuluan 52

86 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 e.kelautan dan Perikanan Sektor perikanan di Kalimantan Timur diharapkan dapat menjadi sektor unggulan bagi pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur khususnya dan Indonesia pada umumnya. Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan relatif ramah terhadap lingkungan hidup apabila dikelola secara bijaksana.potensi yang dimanfaatkan dengan baik dapat menyumbangkan terhadap pertumbuhan GDP nasional dan regional serta memberikan kontribusi yang cukup besar tikan, terutama udang dan beberapa jenis ikan bernilai ekspor tinggi. Kalimantan Timur memiliki potensi sumberdaya ikan yang cukup besar, karena wilayah perairannya cukup luas diantaranya; Wilayah ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) sepanjang Laut Sulawesi seluas Ha; Wilayah penangkapan dipantai seluas 12,00 juta Ha; Hutan mangrove yang dapat dikonversi untuk budidaya air payau seluas Ha; Perairan umum seluas 2,77 juta Ha. Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan Penggalian merupakan sektor terbesar dalam memberikan kontribusi pada PDRB Kalimantan Timur. Pada tahun 2016 sektor ini memberikan kontribusi sebesar 43,34 % dari nilai PDRB, sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan kontribusi pertambangan dan penggalian tahun 2015 yaitu sebesar 45,16 %. Pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian masih mengalami penurunan disebabkan kurangnya permintaan akan bahan tambang tersebut, dan masih rendahnya harga jual batubara dan migas pada tahun Pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian melambat dari 1,85% pada tahun 2013 menjadi - 0,40 % pada tahun 2014, dan terkoreksi lebih dalam pada tahun 2015 menjadi - 4,89%, sedangkan pada tahun 2016 sedikit membaik dibanding tahun 2015 yaitu pada tingkat pertumbuhan -3,52 % Bab I Pendahuluan 53

87 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kalimantan Timur Tahun Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah (tahun 2016 data PDRB semester 1 sd IV) Industri Pengolahan Provinsi Kalimantan Timur memiliki industri strategis seperti kilang minyak, industri LNG, dan industri pupuk, memiliki daya saing begitu tinggi dibandingkan provinsi lain di Kalimantan. Sektor industri pengolahan pada tahun 2016 memberikan kontribusi 20,51% terhadap total PDRB, yang meliputi 12,71% peran dari industri batubara dan pengilangan migas dan 7,78 % peran dari industri non migas. Secara keseluruhan, industri pengolahan tumbuh sebesar 5,46% pada tahun 2016, lebih cepat dari pertumbuhan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,45% pada tahun 2014 dan sebesar 2,26% pada tahun Industri batubara dan pengilangan migas Kaltim pada tahun 2016 tumbuh signifikan sebesar 6,60% setelah dua tahun sebelumnya pertumbuhannya terkontraksi sebesar -0,28% pada tahun 2014 dan sebesar 0,92% pada tahun Bab I Pendahuluan 54

88 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Distribusi dan Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Kalimantan Timur Tahun Sumber : BPS Provinsi Kalimantan tahun 2016 Pariwisata Bidang Kepariwisataan di Kalimantan Timur merupakan salah satu sektor strategis dalam Rencana Pembangunan Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur Tahun KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) diharapkan dapat memajukan industri pariwisata sebagai alternatif menggerakkan roda ekonomi masa depan, setelah berkurangnya sumber daya alam mineral dan bahan galian. Prioritas pembangunan pariwisata Kalimantan Timur antara lain KSPN Derawan dan sekitarnya, Kota Bangun-Tanjung Isuy dan sekitarnya, serta KSPN Long Bagun- Melak dan sekitarnya. Masing-masing KSPN memiliki keunggulan tersendiri, misalnya untuk kawasan Derawan memiliki gugusan pulau memikat, di antaranya Pulau Sangalaki, Maratua, Derawan, dan Pulau Kakaban, dari total 31 pulau di kawasan tersebut. Tingkat kunjungan wisatawan nusantara ke Kalimantan Timur mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, kunjungan wisatawan nusantara sebesar orang mengalami peningkatan sebesar 28,11 % dibanding tahun 2015, yaitu sebesar orang. Jumlah kunjungan Wisatawan mancanegara mengalami peningkatan sebesar 54,73 % yaitu Bab I Pendahuluan 55

89 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 pada tahun 2015 menjadi pada tahun Daerah yang memiliki tingkat capaian tertinggi kunjungan wisatawan nusantara adalah Kota Balikpapan sebanyak orang atau 42,27 % tingkat kunjungan. Selanjutnya adalah Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak orang atau 27,84 % dan Kabupaten Berau sebanyak orang atau 18,19 %. Gambar 1.32 Kunjungan Wisatawan Nusantara ke Kalimantan Timur Tahun Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur Tabel Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Kalimantan Timur Dirinci Per Kabupaten/Kota Tahun No Kabupaten/Kota Samarinda Balikpapan Bontang Kutai Kartanegara Berau Kutai Timur Paser Penajam P.Utara Kutai Barat Mahakam Ulu Jumlah Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur 56

90 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Pertumbuhan Ekonomi/PDRB Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Kalimantan Timur pada tahun 2016 pertumbuhannya terkoreksi hingga -0,38% relatif membaik dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar -1,21% pada tahun Rendahnya pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur tahun ini terutama dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan beberapa subsektor seperti pertambangan batubara dan lignit pertumbuhannya terkoreksi sebesar -4,8%, tanaman pangan sebesar -23,48%, perkebunan semusim sebesar -5,91%, konstruksi sebesar -3,41%, dan jasa perusahaan pertumbuhannya terkoreksi sebesar -4,25%. Peran sektor pertambangan dan penggalian yang terus menurun selama tiga tahun terakhir berbanding terbalik dengan industri pengolahan non migas yang mengalami peningkatan pertumbuhan dari 2,14% di tahun 2014 menjadi 6,56% di tahun 2015, dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu pada angka 3,01 %. Dalam konteks spasial, Provinsi Kalimantan Timur memiliki kontribusi paling besar yakni sekitar 51,01% terhadap pembentukan PDRB Wilayah Kalimantan yang tercatat sebesar Rp. 994,11 Triliun pada tahun Gambar Pertumbuhan dan Kontribusi Wilayah Kalimantan (ADHB) Tahun 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur (2016 angka sementara) 57

91 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambaran singkat proses penyusunan dan perumusan isu prioritas Penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan secara partisipatif karena melibatkan berbagai stakeholder yaitu Perarngkat Daerah yang terkait, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Untuk mendapatkan isu prioritas lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, dilakukan dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yaitu: (1) Tahapan identifikasi isu lingkungan hidup; (2) Tahapan evaluasi dan verifikasi isu lingkungan hidup; dan (3) Tahapan penetapan 3 isu prioritas lingkungan hidup beserta analisis PSR (Pressure, State, dan Response). Dalam kurun 3 (tiga) tahun terakhir dari ditetapkan 7 (tujuh) isu lingkungan hidup yang dominan dan berkembang, serta tersebar di wilayah Kalimantan Timur, Penentuan isu lingkungan hidup ini dinilai berdasarkan 5 (lima) kriteria yaitu isu memenuhi prasyarat: (1) lintas wilayah; (2) lintas sektoral; (3) lintas pemangku kepentingan; (4) berdampak jangka panjang, dan (5) berdampak kumulatif. Ke-7 (ketujuh) isu lingkungan hidup di wilayah Kaltim tersebut antara lain sebagai berikut: (1) Dampak yang diakibatkan Perubahan Iklim, meliputi seluruh 10 (sepuluh) Kab./Kota se-kaltim; (2) Dampak yang diakibatkan Kegiatan Pertambangan Batubara, yang tersebar di 7 (tujuh) Kab./Kota di Kaltim (Kota Samarinda, Kab. Kukar, Kab. Kutim, Kab. Kubar, Kab. Paser, Kab. PPU, dan Kab. Berau); (3) Ancaman terhadap Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang- Mangkalihat di Kab. Kutim dan Kab. Berau; (4) Pencemaran terhadap Air Sungai Mahakam, di sepanjang Kab. Kubar, Kab. Kukar dan Kota Samarinda; (5) Ancaman terhadap Kawasan 3 Danau (Jempang, Semayang dan Melintang) di Kab. Kukar dan Kab. Kubar; (6) Ancaman terhadap Kawasan Teluk Balikpapan, meliputi: Kota Balikpapan dan Kab. Penajam Paser Utara; serta (7) Kawasan Delta Mahakam di Kab. Kukar. Ke-7 isu lingkungan hidup Prov. Kaltim yang diidentifikasi kemudian dievaluasi untuk memenuhi kriteria isu prioritas lingkungan hidup Prov. Kaltim pada tahun 2016, yaitu harus: (1) merupakan kerusakan sumber daya alam dan kerusakan keanekaragaman hayati; (2) merupakan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya Bab I: Pendahuluan 58

92 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 dan kualitas lingkungan hidup; dan (3) mendapatkan perhatian publik yang luas, serta perlu ditangani segera. Matriks resume kegiatan Penyusunan DIKPLHD dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.14 Matriks Resume Kegiatan Penyusunan DIKPLHD Prov. Kaltim 2016 NO WAKTU/ TEMPAT KEGIATAN HASIL Maret 2017, Ruang FGD Isu-isu LH dan Diperoleh 7 Isu LH di Kaltim dan 3 Rapat Adipura, Isu Prioritas LH di Isu Prioritas LH di Kaltim Kantor Dinas LH Kaltim Tahun 2016 Prov. Kaltim 2 14 Maret 2017, Ruang Pengelolaan Kegiatan Penertiban perijinan pertambangan Ruhui Rahayu, Kantor Sektor Pertambangan Batubara di Katim untuk Gubernur Kaltim di Kaltim mewujudkan pertambangan berwawasan lingkungan Maret 2017, Ruang Perlindungan Karst Perlindungan ekosistem Karst dan Rapat Tepian, Kantor dari para pakar Isu kearifan lokal setempat yang Gubernur Kaltim lingkungan dan dapat mengalami ancaman kegiatan budaya manusia dan pembangunan April 2017, Rapat Koordinasi Kegiatan adaptasi dan mitigasi Kantor Bupati Kab. Perlindungan dan Perubahan Iklim, Kegiatan terkait Penajam Paser Utara Pengelolaan Kawasan Ekosistem Karst, Lingkungan Hidup Dampak kegiatan pertambangan Se-Kaltim batubara termasuk butir-butir yang dibahas dalam Rakorda PPLH se- Kaltim April 2017, Ruang Isu SD air, ketahanan Arah kebijakan untuk rencana rapat Adipura Kantor pangan dan KSP perlindungan dan pengelolaan LH Dinas L:H Prov. (Teluk Balikpapan, 3 di Prov. Kaltim dalam kurun waktu Kaltim Danau, Karst, Delta Mahakam) 30 tahun April 2017, Ruang Rapat Adipura, Kantor Dinas LH Prov. Kaltim April 2017, Ruang Rapat Utama Kantor DPRD Prov. Kaltim 8. 5 Mei 2017, Ruang Rapat Adipura, Kantor Dinas LH Prov. Kaltim Sumber: Data DLH Prov. Kaltim, 2017 Pembahasan Isu Perubahan iklim terkait PEP Kegiatan perubahan iklim di Kaltim Pelaksanaan kegiatan Perubahan Iklim di Kalimantan Timur Ekspose akhir hasil laporan Informasi Kinerja LH Daerah Prov. Kaltim Penghitungan capai penurunan emisi Gas Rumah Kaca di Provinsi Kalimantan Timur dari sektor Energi, transportasi dan industri, limbah dan lahan DPRD mengharapkan untuk kegiatan Perubahan Iklim di Kaltim dilegalitasi oleh produk hukum berupa Peraturan Daerah, dan pengusulan Dewan Daerah Perubahan Iklim menjadi lembaga atau perangkat daerah tersendiri Kesepakatan dari OPD terkait terhadap 3 isu prioritas LH dalam DIKPLHD Prov. Kaltim Tahun 2016, beserta klarifikasi data-data sektor Bab I: Pendahuluan 59

93 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Maksud dan Tujuan Penulisan Maksud Penyusunan Laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup dimaksudkan untuk mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan pada Provinsi Kalimantan Timur. Pelaporan yang rutin akan menjamin akses informasi lingkungan yang terkini dan akurat secara ilmiah bagi publik, masyarakat umum termasuk juga beberapa kelompok masyarakat dengan kepentingan tertentu, sekolah dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut, kelompok industri, pengambil keputusan, perencana dan pengelola sumber daya alam, media cetak dan elektronik, serta lembaga internasional. Tujuan Penyusunan Laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur memiliki tujuan pokok sebagai berikut : Menyediakan referensi dan data dasar, tentang kondisi dan kecenderungan perubahan lingkungan hidup; Meningkatkan mutu informasi lingkungan hidup sebagai bagian dari sistem pelaporan publik dan bentuk dari akuntabilitas; Menyediakan media peningkatan kesadaran dan kepahaman akan kecenderungan kondisi lingkungan bagi setiap pihak, baik dari kalangan masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah, untuk senantiasa memelihara dan menjaga kualitas lingkungan hidup Kalimantan Timur serta mendukung upaya pembangunan berkelanjutan; Melaporkan keefektifan kebijakan dan program yang dirancang untuk menjawab perubahan lingkungan, termasuk kemajuan dalam mencapai standar dan target lingkungan; Memberikan sumbangan dalam menelaah kemajuan bangsa dalam menjamin kelangsungan ekologis; Merancang mekanisme integrasi informasi lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan tujuan untuk menyediakan gambaran yang jelas tentang keadaan bangsa; Bab I: Pendahuluan 60

94 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Mengidentifikasi tentang kondisi dan kecenderungan lingkungan, serta merekomendasikan strategi penelitian dan pemantauan untuk mengisi jeda tersebut; Membantu pengambil keputusan untuk membuat penilaian yang terinformasi mengenai konsekuensi luas dari kebijakan dan rencana sosial, ekonomi dan terkait lingkungan, serta untuk memenuhi kewajiban bangsa untuk pelaporan lingkungan. Ruang Lingkup Penulisan Ruang lingkup dan tahapan kegiatan yang dilakukan pada kegiatan penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup diantaranya : Proses pengumpulan data untuk mengisi 53 tabel seperti dalam pedoman penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Membuat akses informasi data melalui alamat anggota sekretariat penyusunan DIK PLH Prov. Kaltim Koordinasi melalui rapat untuk mevalidasi data dan informasi Merumuskan dan menetapkan isu prioritas permasalahan lingkungan hidup di Provinsi Kalimantan Timur Rapat- rapat untuk memperoleh data dan informasi terkait pembahasan isu prioritas Proses pengolahan dan analisis data dan informasi menggunakan metode Pressure, State dan Response Penyusunan Laporan Final Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Ekspose Laporan Final Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Adapun ruang lingkup penulisan meliputi hal- hal sebagai berikut: Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah terdiri atas 2 (dua) buku, yaitu : (1) Buku I, adalah buku yang menyajikan Ringkasan Eksekutif dari Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. Ringkasan Eksekutif maksimal terdiri atas 15 halaman. Bab I: Pendahuluan 61

95 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 (2) Buku II, adalah buku yang berisikan laporan utama informasi kinerja pengelolaan lingkungan hidup daerah. Laporan utama ini disajikan dengan melakukan hubungan kausalitas antara unsur-unsur penyebab terjadinya persoalan lingkungan hidup, status, dan upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan (Pressure State and Response Analysis). Sistematika penyajian dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah terdiri atas 3 (tiga) bagian, yaitu bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir. 1. Bagian Awal Bagian awal terdiri atas : 1) Sampul memuat Judul dan Nama Instansi penyusun. 2) Pernyataan memuat pernyataan bahwa isu prioritas Daerah dirumuskan dengan melibatkan para pemangku kepentingan di daerah. Pernyataan ditandatangani oleh Kepala Daerah. 3) Kata Pengantar, uraian singkat penyusunan dokumen termasuk proses penyusunannya. Kata Pengantar ditandatangani oleh Kepala Daerah. 4) Daftar Isi 5) Daftar Tabel 6) Daftar Gambar 7) Daftar Lampiran 2. Bagian Utama Bagian utama, terdiri atas : Bab I Pendahuluan. Bab II Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah. Bab III. Analisis Pressure, State, dan Response Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah. Bab IV. Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bab V. Penutup. Daftar Pustaka. Lampiran 3. Bagian Akhir Lampiran yang relevan Bab I: Pendahuluan 62

96 Laporan Utama Indikator Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Keluaran yang Dihasilkan Keluaran yang diharapkan dari kegiatan penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: Buku I, menyajikan Ringkasan Eksekutif dari Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, yang terdiri dari 15 halaman. Buku II, menyajikan laporan utama informasi kinerja pengelolaan lingkungan hidup dengan metode analisis Pressure, State dan Response Bab I: Pendahuluan 63

97 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 63

98 BAB II ISU PRIORITAS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Isu prioritas lingkungan hidup adalah permasalah lingkungan hidup strategis yang memenuhi kriteria antara lain, yaitu: (1) merupakan kerusakan sumber daya alam dan kerusakan keanekaragaman hayati; (2) merupakan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan kualitas lingkungan hidup; dan (3) mendapatkan perhatian publik yang luas, serta perlu ditangani segera. Untuk mendapatkan isu prioritas lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, dilakukan dalam 3 (tiga) tahap kegiatan yaitu: (1) Tahapan identifikasi isu lingkungan hidup; (2) Tahapan evaluasi dan verifikasi isu lingkungan hidup; dan (3) Tahapan penetapan 3 isu prioritas lingkungan hidup beserta analisis PSR (Pressure, State, dan Response). Pada bagian akhir bab II ini akan disajikan keterjaitan hasil dari ke-3 response isu prioritas lingkungan hidup diatas terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup di Kaltim, dengan mengacu pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Prov. Kaltim Tahun A. Tahapan Identifikasi Isu Lingkungan Hidup Pada tanggal 13 Maret 2017 bertempat di Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Prov. Kaltim dilaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD), terkait Penetapan Isu Prioritas Permasalahan Lingkungan Hidup di Kaltim, dengan melibatkan para pemangku kepentingan, khususnya Organisasi Perangkat Daerah terkait di Prov. Kaltim, dipimpin langsung oleh Kepala DLH Prov. Kaltim. Gambar 2.1 FGD untuk Penetapan Isu Prioritas Lingkungan Hidup di Kaltim Sumber: Dokumentasi DLH Prov. Kaltim, 2017 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 64

99 Dalam kurun 3 (tiga) tahun terakhir dari ditetapkan 7 (tujuh) isu lingkungan hidup yang dominan dan berkembang, serta tersebar di wilayah Kalimantan Timur, Penentuan isu lingkungan hidup ini dinilai berdasarkan 5 (lima) kriteria yaitu isu memenuhi prasyarat: (1) lintas wilayah; (2) lintas sektoral; (3) lintas pemangku kepentingan; (4) berdampak jangka panjang, dan (5) berdampak kumulatif. Ke-7 (ketujuh) isu lingkungan hidup di wilayah Kaltim tersebut antara lain sebagai berikut: (1) Dampak yang diakibatkan Perubahan Iklim, meliputi seluruh 10 (sepuluh) Kab./Kota se-kaltim; (2) Dampak yang diakibatkan Kegiatan Pertambangan Batubara, yang tersebar di 7 (tujuh) Kab./Kota di Kaltim (Kota Samarinda, Kab. Kukar, Kab. Kutim, Kab. Kubar, Kab. Paser, Kab. PPU, dan Kab. Berau); (3) Ancaman terhadap Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang- Mangkalihat di Kab. Kutim dan Kab. Berau; (4) Pencemaran terhadap Air Sungai Mahakam, di sepanjang Kab. Kubar, Kab. Kukar dan Kota Samarinda; (5) Ancaman terhadap Kawasan 3 Danau (Jempang, Semayang dan Melintang) di Kab. Kukar dan Kab. Kubar; (6) Ancaman terhadap Kawasan Teluk Balikpapan, meliputi: Kota Balikpapan dan Kab. Penajam Paser Utara; serta (7) Kawasan Delta Mahakam di Kab. Kukar. B. Tahapan Evaluasi dan Verifikasi Isu Lingkungan Hidup Adapun latar belakang yang menjadi dasar diidentifikasinya isu lingkungan di Prov. Kaltim tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Dampak yang diakibatkan Perubahan Iklim Dampak Perubahan iklim adalah isu internasional yang tidak dapat dibatasi oleh batas administratif suatu wilayah, pada skala provinsi/lokal tentunya berdampak terhadap seluruh kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Timur, yaitu meliputi seluruh 10 (sepuluh) Kab./Kota di Kaltim. Upaya adaptasi dan mitigasi terhadap isu perubahan Iklim di Kaltim mengatur penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat kegiatan manusia sehingga dapat menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer dan tidak membahayakan sistem iklim bumi. Pemerintah Prov. Kaltim berupaya mengembangkan industri dengan teknologi bersih dan Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 65

100 berbasis lahan khususnya yang rendah emisi. Sebagai propinsi yang kaya akan sumber daya hutan, Prov. Kaltim memiliki peranan penting dalam mempengaruhi iklim pada tataran lokal, regional, dan nasional, bahkan iklim bumi pada tataran global. 2. Dampak yang diakibatkan Kegiatan Pertambangan Batubara Kegiatan pertambangan batubara tersebar di 7 (tujuh) Kab./Kota di Kaltim, meliputi: Kota Samarinda, Kab. Kukar, Kab. Kutim, Kab. Kubar, Kab. Paser, Kab. PPU, dan Kab. Berau. Total Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batubara di Kalimantan Timur sampai dengan tahun 2016 tercatat sebanyak ijin dengan rincian : IUP eksplorasi : 665 ijin, IUP Operasi Produksi : 560 Ijin, Kuasa Pertambangan : 168 Ijin, dan IUP dengan Modal Asing : 11 Ijin. Usaha/kegiatan pertambangan batubara secara masif di Kaltim berdampak lingkungan dan sosial secara signifikan di Prov. Kaltim, seperti: peningkatan partikel debu, penurunan kualitas udara, air dan tanah, terganggunya flora fauna dan biota perairan, dan terganggunya kesehatan masyarakat. 3. Ancaman Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkulihat terbentang di Kecamatan Kelay, Biatan, Talisayan, Batu Putih dan Biduk-biduk Kabupaten Berau, serta meliputi Gunung Kulat yang berada di perbatasan antara Berau dan Kutai Timur. Di Kutai Timur, kawasan tersebut terbentang di beberapa Kecamatan, antara lain Kecamatan Kombeng, Kecamatan Bengalon, Kecamatan Karangan, Kecamatan Kaubun, Kecamatan Sandaran, Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Kaliorang Kawasan Karst Sangkul;irang-Mangkalihat ini menopang lebih dari jiwa yang tinggal dihampir 100 kampung 13 kecamatan. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 66

101 Laporan Utama Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar 2.2 Peta Kawasana Karst Sangkulirang-Mangkalihat Ekspedisi biologi lainnya yang dilakukan di kawasan Karst Sangkulirang pada tahun 2004 menunjukkan tingginya keragaman burung, kelelawar, tumbuhan, serangga dan siput gua. Dalam satu bulan penelitian telah ditemukan lebih dari 120 spesies burung, mewakili sekitar ¼ dari semua spesies burung non-migrant dan non perairan seluruh Kalimantan. Kalimantan merupakan rumah bagi 92 spesies kelelawar, selama survey, 34 spesies dipastikan ada, bahkan mungkin terdapat sekitar 38 spesies. Dua dari seluruh spesies yang ditemukan merupakan jenis yang jarang muncul dan satu spesies mungkin merupakan spesies baru bagi Indonesia. Serangga gua sangat banyak dan beragam. Dalam satu metode trapping saja ditemukan lebih dari 200 jenis. Insekta non-gua juga sangat beragam. Anggota ekspedisi mengumpulkan lebih dari spesimen, yang mewakili beberapa ratus spesies. Sebanyak 51 spesies ikan ditemukan selama ekspedisi, jumlah ini dinilai relatif rendah. Keendemikan untuk siput, invertebrate gua, tumbuhan dan ikan juga sangat tinggi di Sangkulirang. Karena banyak tumbuhan, serangga, siput, dan binatang lain memerlukan karst batu kapur untuk hidup, maka mereka tidak akan ditemukan di tempat lain. Karst terdekat adalah pegungungan Mulu di Sarawak yang berjarak 400 km kearah barat. Karena keterpencilan lokasi ini dipastikan beberapa tumbuhan dan binatang yang ditemukan selama ekspedisi ini hanya ditemukan di Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 67

102 Sangkulirang. Beberapa jenis moluska antara lain terdiri dari Diplommatina meyaardi, Arinia valkenburgii, dan sekurang-kurangnya tiga jenis dari Macrochlamys. 4. Pencemaran terhadap Kualitas Air Sungai Mahakam Secara kuantitas air, potensi sumberdaya air yang berasal dari sungai di Prov. Kaltim diperkirakan sebesar juta m³ per tahun, dengan arah aliran sungai adalah dari Barat ke arah Timur yang seluruhnya bermuara di pantai Timur. Jumlah sungai yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 247 sungai besar dan kecil. Sungai Mahakam memiliki panjang 920 km, dengan luas Daerah Pengaliran Sungai km², meliputi 4 (empat) Kabupaten dan 1 (satu) kota yaitu: Kutai Barat, Kutai Kertanegara, Kutai Timur dan Kota Samarinda. Kota-kota yang dilalui oleh alur utama Sungai Mahakam adalah Kota Samarinda (Ibukota Provinsi), Tenggarong (Ibukota Kab. Kukar) dan Sendawar (Ibukota Kab. Kubar), dan. melintasi sekitar 25 kecamatan. Sungai Mahakam mempunyai 237 anak sungai yang memberi kontribusi ketersediaan debit dan sedimen di alur utama Sungai Mahakam, dengan sungai-sungai terbesar di daerah hulu adalah S. Boh, S. Ratah. Di daerah tengah adalah S. Kedang Pahu, S.Belayan, dan S. Kedang Kepala dan di daerah hilir adalah S. Jembayan. Sungai Mahakam sebagai sungai Strategis Nasional berperan sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat kota Samarinda, Kutai Kertanegara, Kutai Barat pada khususnya dan masyarakat Kalimantan Timur pada umumnya. Dari 920 km panjang Sungai Mahakam secara keseluruhan, segmen sepanjang 400 km, dari Melak hingga Anggana berada pada bagian tengah dan hilir DAS Mahakam, merupakan daerah yang menjadi pusat pemukiman dan aktivitas perekonomian dan transportasi sungai yang padat, juga terdapat tiga danau besar (D. Jempang, D. Semayang dan D. Melintang) yang dapat mempengaruhi Kualitas S. Mahakam secara keseluruhan. Terdapat 19 Daerah Aliran Sungai (DAS) dan 108 sub DAS di Provinsi Kalimantan Timur. DAS Mahakam merupakan DAS yang mengalami degradasi cukup tinggi, disebabkan oleh sedimentasi secara besar-besaran baik dari Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 68

103 Laporan Utama Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 limbah perkotaan maupun dari DAS itu sendiri, dan meningkatnya lahan kritis yang terdapat di daerah catchment area sehingga berakibat pada: (1) meningkatnya tinggi muka air pada DAS Mahakam pada saat air pasang besar yang menyebabkan genangan (banjir) di Kota Samarinda, Kab. Kubar, dan Kab. Kukar; dan (2) Kualitas air Sungai Mahakam masuk dalam kategori tercemar ringan sampai sedang. 5. Ancaman terhadap Kawasan Tiga Danau (Jempang, Semayang dan Melintang) Jumlah danau yang ada di prov. Kaltim sebanyak 17 (Tujuh belas) buah, dimana 3 (tiga) danau terbesar yaitu Danau Jempang seluas ha, Danau Semayang seluas ha, Danau Melintang seluas ha, yang berada di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Kutai Barat. Ketiga danau tersebut merupakan suatu sistem air tawar yang tergenang dan termasuk perairan paparan banjir (floodplain) yang bertipe eutrofik dengan lantai berlumpur dan berpasir Kedalaman Danau Semayam 13 meter dengan volume dana m³. Sedangkan secara kuantitas, maka potensi sumberdaya air yang berasal dari danau dan waduk di Prov. Kaltim adalah sebesar juta m³ per tahun. Gambar 2.3 Kawasan 3 Danau (Jempang, Melintang dan Semayang) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 69

104 Kawasan Tiga Danau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan dengan luas sekitar hektar (83,31%) yang merupakan sumber penghasil kayu dengan nilai ekonomis tinggi seperti kayu ulin, kapur, bengkirai, meranti, tengkaeng, rotan, bambu, serta beraneka ragam buah-buahan. Pada daerah rawa-rawa dan danau sebagian besar ditutupi oleh jenis rumput-rumputan yang hidup di air. Jenis satwa yang ada di daerah ini terdiri dari berbagai macam jenis ular, burung, rusa, kijang, kancil, beruang, kucing hutan, landak, orang utan, dan lain sebagainya. Dimana beberapa diantaranya merupakan satwa yang dilindungi di daerah ini, seprti: Orang utan atau Mawas (Pongo Pygmaeus), Owa-Owa atau Kaliawat (Hylobatidae), Bekantan atau Kahau (Nasalis Larvatus), Trenggiling atau Peusing (Manis Javanica), Burung Enggang atau Kangkareng (Rucerotidae), dan Pesut Mahakam. Gambar 2.4 Bekantan, Pesut Mahakam, dan Burung Enggang Di sekeliling kawasan 3 danau minimal dijumpai 26 genus dari 15 familia tumbuhan. Pada musim banjir kelompok herba sangat mendominasi vegetasi seluruh permukaan danau, diantaranya jenis-jenis eceng gondok, Polygonum barbatum (gembor), dan jenis rumput-rumputan. Sedangkan belukar didominasi oleh kayu duri. Pada bagian tepian barat Danau Melintang, terdapat hutan Dipterocarpaceae (kahoy). Sisi selatan Danau Semayang-Melintang didominasi hutan rengas dan kedamba dengan dibatasi oleh bentangan kayu duri. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 70

105 Gambar 2.5 Desa Semayang dan Kota Bangun Gambar 2.6 Desa Melintang di Sekitar Danau Melintang Potensi wilayah yang dimiliki kawasan Tiga Danau adalah: (1) Merupakan salah satu sentra perikanan air tawar terbesar di Prov. Kaltim; (2) Kaya akan sumber daya mineral dan tambang; (3) Memiliki kekayaan alam yang indah yang dapat mendukung sektor pariwisata; dan (4) Kondisi geografis dan wilayah yang minim terhadap bahaya bencana. Permasalahan wilayah yang dimiliki kawasan Tiga Danau adalah: (1) Minimnya akses sarana prasarana transportasi; (2) Minimnya jumlah sarana penunjang, kesehatan, dan pendidikan; (3) Kerusakan lingkungan berupa sedimentasi sungai akibat pembukaan lahan oleh proses pertambangan batubara dan perkebunan di sekitar kawasan; dan (4) Beberapa wilayah menjadi daerah kawasan bencana (banjir, longsor). 6. Ancaman terhadap Kawasan Teluk Balikpapan Kawasan Teluk Balikpapan berada diantara Kota Balikpapan dan Kab. PPU, merupakan pintu gerbang mobilitas orang dan barang dari dan ke Kaltim, dan Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 71

106 Laporan Utama Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 penghubung antara kota-kota di dalam dan luar Kaltim. Kawasan Teluk Balikpapan kaya akan flora dan fauna beberapa satwa langka seperti bekantan (Nasalis larvatus) yang mendiami hutan mangrove, pesut (Orcaella brevirostris) dan duyung (Dugongdugon) yang terdapat di perairan teluk. Tekanan terhadap Teluk kian meningkat seiring dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan di Kaltim dan keluar Kaltim melalui teluk Balikpapan. Pembukaan lahan untuk kawasan industri, pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan batubara juga peningkatan sektor transportasi dikhawatirkan dapat memicu perubahan ekosistem Kawasan Teluk Balikpapan. Meningkatnya aktivitas di Teluk Balikpapan ditandai dengan pembangunan dan pengembangan kegiatan industri di Kawasan Teluk Balikpapan, seperi: Kawasan Industri Kariangau di Balikpapan dan Kawasan Industri Buluminung di Kab. PPU., termasuk beberapa kegiatan epemerintah daerah seperti: pembangunan Jembatan Pulau Balang dan Jembatan Tol Teluk Balikpapan, yang akan menghubungan Kab. PPU dengan Kota Balikpapan, serta trase kereta api penumpang dari Paser-PPU-Balikpapan. Gambar 2.7 Kawasan Teluk Balikpapan Teluk Balikpapan telah mengalami degradasi lingkungan yang berakibat pada menurunnya fungsi lingkungan dan meningkatnya biaya yang harus ditanggung Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 72

107 oleh masyarakat, pemerintah dan dunia usaha dalam upaya pemulihannya. Beberapa persoalan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan fungsi Teluk Balikpapan adalah erosi dan sedimentasi, pencemaran air laut, kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, ekosistem hutan tropis. Kawasan Teluk Balikpapan dengan Kota Balikpapan sebagai kota utamanya kaya jenis-jenis satwa seperti: Terdapat 10 jenis primata. Sekitar 80 orang utan diintrodusikan antara 1992 dan 1996 dan sudah mulai ber-reproduksi; Populasi bekantan sebesar 1400 ekor Salah satu populasi di antara 6 yang terbesar di dunia merupakan sekitar 5 % populasi dunia; Terdapat sekitar 100 jenis mamalia; Terdapat semua 5 jenis kucing, 6 jenis unggulata; Terdapat 7 jenis yang Endangered; Terdapat 18 jenis yang Vulnerable; Terdapat lebih dari 10 % jenis terdapat hanya di luar Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW); Terdapat 4 jenis mamalia laut, yaitu lumba irrawady (pesut laut), Lumba hidung botol indo pasifik, Popoise lumba tanpa sirip belakang, dugong (duyung). Populasi pesut sekitar ekor[ dan Sekitar 300 jenis burung 10 % di luar HLSW. Isu dan permasalahan kawasan Teluk Balikpapan diantaranya: (1) Pelestarian satwa langka: Pesut, Duyung, Bekantan; (2) Perlindungan keanekargaman hayati sekitar Teluk utamanya pada kawasan Hutan Lindung Sungai Wain; (3) Penurunan kualitas Ekosistem perairan yang ditandai dengan kerusakanterumbu karang, Padang lamun dan konversi hutan mangrove; (4) Pencemaran air laut; (5) Erosi dan sedimentasi; (6) Penurunan sumberdaya perikanan; (7) Peningkatan kegiatan pembangunan dan perdagangan sekitar perairan teluk seperti: Pembangunan kawasan industri, pabrik CPO, pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, pemukiman, pelabuhan; (8) Rencana Perubahan fungsi Kawasan lindung menjadi kawasan budidaya pada daerah hulu seperti kawasan Tahura bukit Soeharto di Kecamatan Sepaku; (9) Peningkatan konversi hutan untuk kegiatan budidaya pada daerah hulu seperti aktivitas pertambangan batubara dan kegiatan budidaya lainnya yang kurang mendukung aspek hidrologi pada kawasan Teluk; (10) Reklamasi pantai; (11) Keberlangsungan industri strategis Pertamina, Pelabuhan Semayang, Pelabuhan Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 73

108 Laporan Utama Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Peti Kemas, Kawasan Industri Kariangau, Rencana Kawasan Industri Buluminung, Jembatan Pulang balang, Jembatan Tol Teluk Balikpapan, Trase kereta api Paser-Penajam-Balikpapan, dan Coastal Road Balikpapan. 7. Ancaman terhadap Kawasan Delta Mahakam Kawasan Delta Mahakam terdiri dari kumpulan pulau-pulau besar dan kecil yang secara administratif, kawasan Delta Mahakam termasuk dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan batas sebagai berikut: Utara dengan Kecamatan Marangkayu Timur dengan Selat Makasar Barat dengan Kecamatan Tenggarong Seberang, Kec. Loa Janan, dan Kota Samarinda, Selatan dengan Kecamatan Samboja Luas wilayah pengamatan yang berpengaruh terhadap kawasan perencanaan Delta Mahakam secara administratif wilayah kecamatan adalah ,93 Ha yang meliputi 4 kecamatan dan sekitar 20 desa di Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu: (1) Kecamatan Muara Badak: 5.631,47 Ha; (2) Kecamatan Anggana: ,10 Ha; (3) Kecamatan Sanga-Sanga: 1.364,75 Ha; dan (4) Kecamatan Muara Jawa: 4.784,62 Ha. Gambar 2.8 Peta Kawasan Delta Mahakam Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 74

109 Potensi Kawasan Delta Mahakam, antara lain: (1). Sektor Pertanian Tanaman Pangan: secara geografis letaknya cukup strategis karena berdampingan dengan Samarinda dan Balikpapan yang menjadi sasaran utama pemasaran hasil produksi. Disamping itu merupakan jalan utama transportasi darat dari daerah bagian Barat dan Timur Kalimantan Timur yang merupakan poros tengah trans Kalimantan Selatan dan Muara Teweh (Kalimantan Tengah). Produksi pertanian tanaman padi adalah ton, jagung 922 ton, ubi kayu ton, ubi jalar ton, kacang tanah 96 ton, kedelai 60 ton, dan kacang hijau 4 ton; (2). Sektor Perkebunan: dalam usaha pengembangan perkebunan, sektor ini merupakan salah satu sumber penerimaan devisa yang cukup potensial. Sampai saat ini tercatat areal perkebunan yang tersebar di 5 Kecamatan untuk komoditi kelapa sawit dengan produksi ton, kelapa ton, karet 612 ton, lada 186 ton, kakao 49 ton, kopi ton, kapuk 1 ton, dan cengkeh 3 ton; (3) Sektor Perikanan: komoditas perikanan unggulan di Kawasan Delta Mahakam antara lain komoditi udang windu, ikan bandeng, kepiting bakau dan udang galah; (4). Sektor Perindustrian: kebanyakan adalah industri pengolahan kayu, baik industri skala kecil, menengah dan besar yang menghasilkan pulp, serat kayu (fibre wood), ukiran kayu khas Kalimantan dan produk kayu olahan lainnya. Sedangkan industri kecil lainnya adalah industri pembuatan kerupuk ikan, terasi, ikan asap (jukut salai) dan ikan asin.; dan (5) Sektor Pertambangan: terdapat blok Mahakam yang dapat menghasilkan gas sebanyak MMSCFD dan minyak barel per hari. Blok ini diperkirakan masih memiliki cadangan gas sekitar 12,7 triliun kaki kubik. Gambar 2.9. Ekosistem Mangrove Delta Mahakam dan Pola Sungai Mahakam Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 75

110 Beberapa permasalahan pada Kawasan Delta Mahakam, antara lain: A. Permasalahan sumber daya air a. Tidak semua sumberdaya air yang ada dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih karena telah tercemar akibat kerusakan lingkungan selama ini; b. Pada bagian peralihan antara daratan dan perairan (lautan) terjadi percampuran air tawar dan air asin sehingga sumberdaya air yang ada berasa payau dan tidak layak sebagai sumber air munim bagi masyarakat; dan c. Pada musim kemarau, air sungai terutama yang dekat dengan muara sungai berasa asin akibat intrusi air laut yang masuk ke wilayah sungai. B. Permasalahan lingkungan: a. Kerusakan hutan mangrove. Menurut data Pemerintah Prov. Kaltim Tahun 2011, Kawasan Mangrove di Kawasan Delta Mahakam mencapai 75% dari ha, terdiri dari 48% rusak berat dan 27% rusak ringan. Sementara tingkat kerusakan Delta Mahakam mencapai 75% terdiri 48% rusak berat dan 27% rusak ringan. Sementara itu, kawasan yang masih baik hanya tersisa 25%. Kerusakan disebabkan oleh alih fungsi lahan dan penebangan hutan mangrove yang tidak terkontrol untuk dijadikan permukiman, tambak, serta kegiatan usaha lainnya; b. Degradasi wilayah pesisir. Pada penelitian Dewayany Sutrisno, dkk 2005, Kenaikan muka diperkirakan terjadi pemunduran garis pantai sebesar 1,83-41,57 m, hilangnya 1,90-45,63 ha tambak udang dengan penurunan nilai ekonomi sebesar dengan Rp ,- - Rp ,- per ha per tahun. Selain itu terjadi kenaikan muka laut sebesar 0,475cm/tahun, dan laju akumulasi sedimen sebesar 0,196 cm/tahun; Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 76

111 c. Abrasi, akresi, dan intrusi air laut. Menurut penelitian Suaib (2004), pada tahun 1992 sampai 2002 terjadi abrasi seluas 840,51 hektar dan akresi 150,12 hektar; d. Penurunan potensi perikanan; e. Pencemaran perusahaan dan masyarakat; f. Konversi lahan; dan g. Kepunahan satwa endemik. Ke-7 isu lingkungan hidup Prov. Kaltim yang diidentifikasi karena memenuhi kriteria: lintas wilayah, lintas sektoral, lintas pemangku kepentingan, berdampak jangka panjang, dan berdampak kumulatif, kemudian dievaluasi untuk memenuhi kriteria isu prioritas lingkungan hidup Prov. Kaltim pada tahun 2016, yaitu harus: (1) merupakan kerusakan sumber daya alam dan kerusakan keanekaragaman hayati; (2) merupakan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan kualitas lingkungan hidup; dan (3) mendapatkan perhatian publik yang luas, serta perlu ditangani segera. Hasil identifikasi dan evaluasi dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 77

112 Tabel 2.1 Matriks Identifikasi, Evaluasi dan Verifikasi Isu Prioritas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim Tahun 2016 No ISU LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016 Lintas Wilayah MEMENUHI KRITERIA ISU LINGKUNGAN HIDUP Lintas Sektoral Lintas Pemangku kepentingan Berdampak Jangka Panjang Berdampak Kumulatif Kerusakan SDA & Kerusakan Kehati MEMENUHI KRITERIA ISU PRIORITAS LINGKUNGAN HIDUP Pencemaran/ Kerusakan LH Signifikan thd Sosek bud & Kualitas LH Perhatian Publik yg Luas & Perlu Ditangani Segera PENETAPAN 3 ISU PRIORITAS KALTIM TAHUN Dampak yang Diakibatkan Perubahan Iklim V V V V V V V Isu Internasional / Global - Segera Isu Prioritas 1 2 Dampak ysng Diakibatkan Kegiatan Pertambangan Batubara V V V V V V V Isu Nasional - Segera Isu Prioritas 2 3 Ancaman terhadap Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat V V V V V V V Isu Nasional - Segera Isu Prioritas 3 4 Pencemaran terhadap Air Sungai Mahakam V V V V V V V Isu Nasional - 5 Ancaman terhadap Kawasan 3 Danau (Jempang, Semayang, Melintang) V V V V V V V Isu Nasional - 6 Ancaman terhadap Kawasan Teluk Balikpapan V V V V V V V Isu Nasional - 7 Ancaman terhadap Kawasan Delta Mahakam V V V V V V V Isu Nasional - Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun DIKPLHD Prov. Kaltim, 2017 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 78

113 C. Tahapan Penetapan Isu Prioritas Lingkungan Hidup beserta Analisis PSR Dari hasil evaluasi dan verifikasi terhadap ke-7 (ketujuh) isu lingkungan hidup di wilayah Prov. Kaltim tahun 2016, baik pada saat FGD tanggal 13 Maret 2017, maupun hasil diskusi-diskusi terkait lainnya sepanjang Maret s/d Mei 2017 yang diikuti/dihadiri Tim Penyususn DIKPLHD Prov. Kaltim Tahun 2016 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.2, maka ditetapkan 3 Isu Prioritas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim Tahun 2016, yaitu : (1) Isu Dampak yang Diakibatkan Perubahan Iklim pada Seluruh Kab./Kota di Kaltim; (2) Isu Dampak yang Diakibatkan Kegiatan Pertambangan Batubara pada 7 Kab./Kota di Kaltim; dan (3) Isu Ancaman terhadap Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat di Kab. Kutai Timur dan Kab. Berau. Secara lebih rinci dilakukan analisis dengan menggunakan metoda Pressure State Response (PSR) terhadap ke-3 isu prioritas lingkungan hidup terpilih. Tabel 2.2 Matriks Resume Kegiatan Pendukung Penyusunan DIKPLHD Prov. Kaltim 2016 NO WAKTU/ TEMPAT KEGIATAN HASIL Maret 2017, Ruang FGD Isu-isu LH dan Diperoleh 7 Isu LH di Kaltim dan 3 Rapat Adipura, Isu Prioritas LH di Isu Prioritas LH di Kaltim Kantor Dinas LH Kaltim Tahun 2016 Prov. Kaltim 2 14 Maret 2017, Ruang Pengelolaan Kegiatan Penertiban perijinan pertambangan Ruhui Rahayu, Kantor Sektor Pertambangan Batubara di Katim untuk Gubernur Kaltim di Kaltim mewujudkan pertambangan berwawasan lingkungan Maret 2017, Ruang Perlindungan Karst Perlindungan ekosistem Karst dan Rapat Tepian, Kantor dari para pakar Isu kearifan lokal setempat yang Gubernur Kaltim lingkungan dan dapat mengalami ancaman kegiatan budaya manusia dan pembangunan April 2017, Rapat Koordinasi Kegiatan adaptasi dan mitigasi Kantor Bupati Kab. Perlindungan dan Perubahan Iklim, Kegiatan terkait Penajam Paser Utara Pengelolaan Kawasan Ekosistem Karst, Lingkungan Hidup Dampak kegiatan pertambangan Se-Kaltim batubara termasuk butir-butir yang dibahas dalam Rakorda PPLH se- Kaltim April 2017, Ruang Isu SD air, ketahanan Arah kebijakan untuk rencana rapat Adipura Kantor pangan dan KSP perlindungan dan pengelolaan LH Dinas L:H Prov. (Teluk Balikpapan, 3 di Prov. Kaltim dalam kurun waktu Kaltim Danau, Karst, Delta 30 tahun Mahakam) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 79

114 6. 10 April 2017, Ruang Rapat Adipura, Kantor Dinas LH Prov. Kaltim April 2017, Ruang Rapat Utama Kantor DPRD Prov. Kaltim 8. 5 Mei 2017, Ruang Rapat Adipura, Kantor Dinas LH Prov. Kaltim Sumber: Data DLH Prov. Kaltim, 2017 Pembahasan Isu Perubahan iklim terkait PEP Kegiatan perubahan iklim di Kaltim Pelaksanaan kegiatan Perubahan Iklim di Kalimantan Timur Ekspose akhir hasil laporan Informasi Kinerja LH Daerah Prov. Kaltim Penghitungan capai penurunan emisi Gas Rumah Kaca di Provinsi Kalimantan Timur dari sektor Energi, transportasi dan industri, limbah dan lahan DPRD mengharapkan untuk kegiatan Perubahan Iklim di Kaltim dilegalitasi oleh produk hukum berupa Peraturan Daerah, dan pengusulan Dewan Daerah Perubahan Iklim menjadi lembaga atau perangkat daerah tersendiri Kesepakatan dari OPD terkait terhadap 3 isu prioritas LH dalam DIKPLHD Prov. Kaltim Tahun 2016, beserta klarifikasi data-data sektor 1. ANALISIS ISU DAMPAK YANG DIAKIBATKAN PERUBAHAN IKLIM 1.1. SITUASI (STATE) A. Administrasi Pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur terletak antara Lintang Utara (LU) dan Lintang Selatan (LS), Bujur Timur (BT) dan Bujur Timur (BT). Provinsi Kalimantan Timur juda berada pada Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dari Laut Sulawesi ke Samudra Hindia melalui Selat Makasar dan Selat Lombok, yang merpakan alur perekonomian yang sangat strategis. Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah sekitar ha, terdiri dari daratan seluas ha dan perairan darat seluas ha. Provinsi ini merupakan 6,66% dari luas wilayah Indonesia. Dari segi administrasi pemerintahan, Provinsi Kalimantan Timur terbagi menjadi 7 (tujuh) kabupaten (Berau, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kutai Barat, Paser, Penajam Paser Utara, dan Mahakam Ulu) dan 3 (tiga) kota (Balikpapan, Bontang dan Samarinda). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 80

115 Tabel 2.3. Data Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur Kabupaten/Kota Luas Daratan (Ha) Jumlah Kecamatan Jumlah Desa 1. Paser Kutai Barat Mahakam Ulu * Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau Penajam Paser Utara Balikpapan Samarinda Bontang Kalimantan Timur Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, 2015 Secara administratif, batas wilayah Prov. Kaltim adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara :Berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Utara; 2. Sebelah Barat :Berbatasan dengan Negara Bagian Serawak Malaysia, Provinsi Kalimantan Barat, dan Provinsi Kalimantan Tengah; 3. Sebelah Berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Selatan; dan 4. Selatan Sebelah Timur : :Berbatasan dengan Selat Makasar dan Laut Sulawesi. wilayah Provinsi Kalimantan Timur berada di timur pulau Kalimantan yang sangat luas dengan berbagai keanekaragaman karakteristik wilayah seperti kawasan perkotaan, perbatasan, hulu sungai, pegunungan, pesisir, dan kepulauan. B. Demografi Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000 dimana jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Timur sejumlah jiwa dan jumlah tersebut meningkat pesat 10 tahun kemudian menjadi jiwa pada tahun Terakhir, jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Timur tahun 2013 sebanyak Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 81

116 jiwa, dan di tahun 2014 berjumlah jiwa. Pada periode tahun 2000 hingga 2010, rata-rata pertumbuhan penduduk (rata-rata pertahun) di Provinsi K a l i m a n t a n T i m u r pertumbuhan penduduk hanya sebesar 3,60% sedangkan pada tahun sebesar 2,43%, serta pada tahun meningkat 2,31%, dengan pertumbuhan tertinggi di Kabupaten Kutai Timur sebesar 4,34%. Gambar 2.10 Jumlah Penduduk Kalimantan Timur tahun (Badan Pusat Statistik, 2015) Pada tahun 2014, porsi terbesar penduduk Kaltim berada di Kota Samarinda (23,78%), Kutai Kartanegara (20,90%), Kota Balikpapan (18,05%), dan sisanya di kabupaten-kota lain antara 0,77-9,16%. Secara umum, kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Timur sebesar 26,14 jiwa/km 2. Perbedaan kepadatan penduduk terjadi antar kabupaten-kota, dimana wilayah kabupaten dengan luas 98,91% wilayah Kaltim dihuni oleh 52,86% total penduduk, dan sebesar 47,14% menghuni 1,09% wilayah Kaltim. Kepadatan penduduk di kabupaten berkisar antara 1-49 jiwa/km 2, dan di Balikpapan sebesar 1.199,83 jiwa/km 2, Samarinda 1.146,84 jiwa/km 2, dan Bontang 978,57 jiwa/km 2. Tingkat partisipasi angkatan kerja Kaltim pada tahun 2014 sebesar 63,48%, dengan jumlah angkatan kerja orang, yang didominasi oleh laki-laki (83,36%). Sektor lapangan usaha utama adalah pertanian, perdagangan, dan jasa kemasyarakatan (Badan Pusat Statistik, 2015). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 82

117 Gambar Proyeksi Penduduk Kalimantan TImur tahun 2035 (Sumber: Bappenas, 2013) Keterangan: Asumsi berdasarkan Bappenas (2013) menggunakan angka pertumbuhan yang ada dalam dokumen Proyeksi Penduduk Indonesia yang diterbitkan oleh Bappenas tahun 2013, dimana di dalam dokumen masih menggabungkan antara Kaltim dankaltara, namun di dalam perhitungan ini hanya menggunakan persentase pertumbuhan yang dihitung ulang berdasarkan angka Kaltim dalam Angka 2015 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (2015). C. Sosial dan Budaya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM Kalimantan Timur mengalami tren peningkatan setiap tahun pada periode 2012 hingga IPM tahun 2012 sudah mencapai 72,62 dan sudah diatas rata-rata nasional bahkan peringkat 3 se-indonesia. Tahun 2012 angka IPM Provinsi Kalimantan Timur mencapai 72,62, serta di tahun 2014 IPM Kaltim berada pada angka 73,82 (Badan Pusat Statistik, 2015). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 83

118 Gambar Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Timur Kaltim memiliki keragaman agama dan keyakinan. Tahun 2014 penduduk Kaltim 84,25% beragama Islam, 8,45% Kristen Protestan, 3,88% Kristen Katolik, 0,98% Budha, 2,33% Hindu, 0,06% Konghuchu, serta 0,05% lainnya, dengan jumlah rumah ibadah sebanyak Sarana ibadah tersebut terdiri atas Masjid, Langgar dan Musholla sebanyak buah, Gereja Protestan buah, Gereja Katholik 295 buah, Pura 50 buah, Vihara 27 buah dan kelenteng 4 buah. Penduduk Kaltim juga terdiri dari beragam etnis, baik lokal maupun pendatang. Etnis lokal di Kaltim menurut klasifikasi Hudson, atas dasar perbedaan bahasa, ada 5 kelompok besar yaitu: 1 kelompok Exo-Bornean yakni: Kutai dari kelompok Malayic, dan 4 kelompok Endo- Bornean yakni: (1) Benua, Bentian, Luangan dan Paser dari kelompok Barito Timur; (2) Tunjung dan Ampanang dari kelompok Barito-Mahakam; (3) Kayan, Bahau, Modang, Aoheng dan Kenyah dari kelompok Kayan-Kenyah; (4 Lengilu dan Saben dari kelompok Apo Duat (Hudson, 1978). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 84

119 Dari hasil inventarisasi yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan Kalimantan Resource Center, WWF Indonesia, Proyek Kayan Mentarang, , diperoleh gambaran kasar sebaran dominan etnis lokal per Kabupaten di Kaltim, dengan identifikasi nama etnis lokal berdasarkan klasifikasi populer di masing-masing Kabupaten yang bersangkutan (Devung, 1997), dengan sebaran sebagai berikut: Kabupaten Pasir, 3 etnis lokal: Paser, Bukit, Dusun. Kabupaten Penajam Paser Utara, 1 etnis lokal: Paser. Kabupaten Kubar(-Mahulu), 10 etnis lokal: Aoheng, Kayan, Bahau, Kenyah, Punan, Tunjung, Benua, Bentian, Luangan, Kutai. Kabupaten Kukar, 8 etnis lokal: Kutai, Modang, Punan, Kenyah, Kayan, Basap, Benua, Tunjung. Kabupaten Kutim, 6 etnis lokal: Kutai, Modang, Kayan, Kenyah, Basap, Tunjung. Kabupaten Berau, 7 etnis lokal: Berayu-Berau, Ga ay, Punan, Lebu, Basap, Kayan, Kenyah. Selain etnis lokal, etnis pendatang juga cukup banyak, baik etnis pendatang lama maupun pendatang baru. Etnis pendatang lama di Kaltim adalah Bugis, Makassar, Mandar, Bajau, dari Sulawesi; Banjar, Bakumpai, Siang, Otdanum, Ngaju dari Kalsel dan Kalteng. Mereka sudah berada di Kaltim sejak masa Kesultanan. Disusul Arab, Cina, India, Jawa, Buton, Manado, Ambon dan Sunda sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Kemudian baru etnis- etnis lainnya seperti Toraja, Minang, Batak, Madura, Flores, Timor, Aceh, Bali dan lain-lain yang masuk ke Kaltim setelah Indonesia merdeka (Devung, 2001a). Etnis pendatang kebanyakan berada di kawasan pantai, pusat-pusat Kabupaten dan Kota seperti: Samarinda, Balikpapan, Bontang, dan Sangata. Dari perspektif karakteristik umum berdasarkan sistem pemanfaatan sumberdaya hutan, maka masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dapat dikategorikan kedalam empat kategori tipologis yakni (Devung, 2001b): (1) masyarakat yang kehidupannya sepenuhnya tergantung dari sumberdaya hutan di sekitarnya; (2) masyarakat yang kehidupannya sebagian tergantung dari sumberdaya hutan di sekitarnya; (3) masyarakat yang kehidupannya tidak seberapa tergantung dari sumberdaya hutan di sekitarnya; dan (4) masyarakat yang kehidupannya samasekali tidak tergantung dari sumberdaya hutan di sekitarnya. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 85

120 Sedangkan dari perspektif karakteristik umum berdasarkan hubungan historis dengan kawasan hutan setempat, masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dapat dikategorikan juga kedalam empat kategori tipologis utama yakni (Devung, 2001b): (1) masyarakat etnis lokal, dengan wilayah adat dan wilayah desa tradisional yang relatif masih sama dengan dulu; (2) masyarakat etnis lokal, dengan wilayah adat dan wilayah desa tradisional yang sudah terbagi atau terpisah oleh sistem administrasi pemerintahan, perpindahan penduduk, resettlement, relokasi desa, kehadiran proyek pembangunan, perusahaan HPH/HTI, pertambangan, industri dan sebagainya; (3) masyarakat etnis pendatang, yang sudah bermukim sebelum penetapan atau perubahan status kawasan hutan; dan (4) masyarakat etnis pendatang yang baru bermukim setelah penetapan atau perubahan status kawasan hutan. Dinas Sosial Kaltim mencatat terdapat populasi Komunitas Adat Terpencil di tahun Angka ini menurun dibandingkan tahun 2013 sebanyak jiwa. Komunitas Adat Terpencil tersebar di Berau, Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Barat dan Kutai Timur (Badan Pusat Statistik, 2015). Ketersediaan sarana kesehatan di Kaltim dapat dilihat dari jumlah puskesmas yang mencapai 180 unit puskesmas dengan 607 orang dokter, dan 661 unit puskesmas pembantu. Sedangkan jumlah rumah sakit sebanyak 42 unit dengan jumlah tempat tidur tempat tidur (Badan Pusat Statistik, 2015). Dari sisi tindak pidana, khususnya tindak pidana terkait kehutanan dan lingkungan hidup, berdasarkan data Kejaksaan Tinggi Kaltim dalam Badan Pusat Statistik (2015), disebutkan terdapat 141 tindak pidana umum kehutanan di tahun 2012, 122 ditahun 2013 dan 90 ditahun Sedangkan berdasarkan Kepolisian Daerah Kaltim dalam Badan Pusat Statistik (2015) terdapat 168 kejahatan kehutanan di tahun 2011, 106 di tahun 2013 dan 64 ditahun 2014, dan kejahatan pertambangan di tahun 2011 sebanyak 31, tahun 2013 sebanyak 27 kasus dan di tahun 2014 sebanyak 12 kasus. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 86

121 D. Ekonomi Secara umum, PDRB Provinsi Kalimantan Timur dari tahun ke tahun naik secara signifikan hingga mencapai juta rupiah atau lebih dari 419 triliun rupiah pada tahun 2012 dan mencapai 425,43 trilliun pada tahun Angka ini cukup fantastis jika dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 314,81 trilliun rupiah yang bahkan sempat mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi sebesar 285,59 triliun rupiah. Persentase Nilai PDRB Atas Harga Berlaku Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2012 masih didominasi dari sektor pertambangan dan penggalian sebesar 47,12 persen diikuti sektor industri pengolahan dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 23,52 persen. Sedangkan sektor pertanian memberikan kontribusi sangat minim yaitu sebesar 6,33 persen. Gambar Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Timur Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 87

122 Gambar Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Provinsi Kalimantan Timur Pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur mencapai 4,90 persen kemudian satu tahun setelahnya pertumbuhan ekonomi turun drastis menjadi 2,28 persen, serta pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur mencapai titik terendah dalam kurun waktu enam tahun terakhir yakni hanya 1,59 persen. Jika dirata- ratakan, pertumbuhan ekonomi Kaltim selama periode mencapai 3,66 persen pertahun. Akan tetapi jika tanpa migas, pertumbuhan ekonomi Kaltim lebih dari dua kali lipatnya, yaitu 8,92 persen per tahun. Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi Kaltim tanpa migas dan tanpa batubara dengan nilai 7,52 persen per tahun. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 88

123 Gambar Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur Pada tahun 2009, pendapatan per kapita sekitar 31,97 juta rupiah dan 4 tahun berselang hampir mencapai 44,84 juta rupiah pada tahun Sementara, Indeks gini dalam kurun waktu mengalami peningkatan yang mengindikasikan bahwa pemerataan pendapatan masyarakat secara horisontal di Provinsi Kalimantan Timur mengalami penambahan ketimpangan dalam artian pemerataan pendapatan antar penduduk di Provinsi Kalimantan Timur lebih tidak merata jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur masih relatif tinggi dengan angka indeks sebesar 0,53. Pada tahun 2009 terdapat penduduk miskin sebanyak jiwa atau 7,73 persen dari total penduduk dan pada tahun-tahun berikutnya mengalami kenaikan jumlah absolut penduduk miskin dari sebesar jiwa pada tahun 2010 kemudian jiwa pada tahun 2011 dan mencapai jiwa pada tahun Pada Tahun 2013 menurun menjadi jiwa, serta di tahun 2014 jumlah penduduk miskin sebanyak jiwa (6,31%). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 89

124 Komoditi pertanian, khususnya padi (sawah dan ladang), di Kaltim mengalami penurunan luas panen, dari ha di tahun 2013 menjadi ha di tahun 2014, dengan hasil per hektarnya 42,55 kuintal per hektar. Kawasan pertanian padi sawah utamanya di Kab. Kukar (52,18% dari luas Kaltim). Demikian halnya untuk palawija, kecuali untuk tanaman jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Komoditi perkebunan Kaltim, utamanya adalah Kelapa Sawit ( ton dan hektar), Karet ( ton dan hektar) dan Kelapa ( ton dan hektar). Gambar Kontribusi Sektor Pembangunan Provinsi Kalimantan Timur Kawasan hutan Kaltim seluas ha, terdapat ha hutan produksi tetap dan ha hutan produksi terbatas, terdapat 58 Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPPHK-HA) dengan luas ha, dimana terdapat ha kawasan telah dikelola secara lestari (PHPL), dan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPPHK-HT) berjumlah 18 perusahaan dengan luas ha. Produksi hutan meliputi kayu bundar ditahun 2013 mencapai ,07 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 90

125 m 3 dari ,83 ha luas panen dan kayu lapis ( ,13 m 3 ), serta kayu olahan lainnya yaitu Kayu Gergajian, Blackboard, Veneer dan lainnya. Gambar Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di Kalimantan Timur Gambar Kapasitas Industri Produk Kayu di Kalimantan Timur E. Potensi Biogeofisik Pulau Kalimantan memiliki karakteristik hutan tropis humida, yang dibelah garis khatulistiwa. Kondisi ini menjadikan Kalimantan Timur memiliki karakteristik khusus, dimana terhampar hutan pantai, hutan dipterocarpa dataran rendah hingga hutan pegunungan. Kaltim didominasi tanah podsolik murni maupun berasosiasi dengan jenis tanah regosol, lithosol, andosol, latosol, alluvial, organosol, leisol, renzina dan mediteran. Jenis tanah tersebut Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 91

126 mencapai 78,5% dari luas wilayah Kaltim, sisanya terdiri dari lithosol (8,75%); alluvial (4,6%), organosol (3,3%), gleisel hidrik (1,4%) dan beberapa kombinasi berbagai jenis tanah dalam jumlah kecil. Di daerah ini pada umumnya tidak subur untuk lahan pertanian produktif jangka panjang. Karena posisi geografisnya, Kalimantan Timur mempunyai dua musim yaitu musim kemarau yang biasanya terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober dan musim penghujan terjadi pada bulan November sampai dengan bulan April. Keadaan ini terus berlangsung setiap tahun yang diselingi dengan musim peralihan (pancaroba) pada bulan-bulan tertentu. Selain itu, Kalimantan Timur juga dipengaruhi oleh angin Muson, yaitu angin Muson Barat (November-April) dan angin Muson Timur (Mei-Oktober). Secara umum, Kalimantan Timur beriklim tropik dengan suhu udara pada tahun 2013 berkisar dari 20,8ºC (Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb) sampai dengan 35,6ºC (Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb). Suhu udara rata-rata terendah adalah 22,1ºC dan rata-rata tertinggi adalah 35,1 ºC. Kalimantan Timur juga mempunyai kelembaban udara relatif tinggi, dengan rata-rata pada pencatatan selama tahun 2012 berkisar antara persen. Berdasarkan data BMKG Samarinda, curah hujan Kalimantan Timur antara mm mm. Gambar Peta Sistem Lahan Kalimantan Timur (Saxon, E. dan S. Sheppard, 2010) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 92

127 Lahan datar (0-2%) di Prov. Kaltim pada umumnya hanya terdapat di daerah pantai dan daerah aliran sungai-sungai besar yang luasnya sekitar 10,70 % dari total wilayah. Sedangkan lahan dengan tingkat kelerengan landai (2-15%) luasnya mencapai 16,16 %. Sisanya, lahan berbukit dengan tingkat kelerengan > 15% dengan luasnya mencapai sekitar 73,14 persen dari luas wilayah Prov. Kaltim. Berdasarkan ketinggian tempat diatas permukaan laut, 51,51 % lahan di Prov. Kaltim mempunyai ketinggian di bawah 100 mdpl. Sedangkan luas lahan yang terletak pada ketinggian antara 100 dan 500 mdpl mencapai 26,94 %. Selebihnya terletak pada ketinggian di atas 500 mdpl sekitar 21,55 %. Jumlah sungai yang terdapat di Prov. Kaltim sebanyak 157 sungai besar dan kecil di antaranya adalah Sungai Mahakam yang memiliki panjang 920 km dengan luas Daerah Pengaliran Sungai (DPS) km². Terdapat juga Sungai Kelay dengan panjang 254 km. Sedang jumlah danau yang ada sebanyak 18 (delapan belas) buah, dengan 3 (tiga) danau terbesar adalah Danau Melintang seluas ha, Danau Semayang seluas ha dan Danau Jempang seluas ha. Keberadaan dan luasan kawasan hutan di wilayah Prov. Kaltim menurut SK Menhut No. 718/Menhut-II/2014 tanggal 29 Agustus 2014 secara rinci disajikan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Luas Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain FUNGSI HUTAN (Ha) NO KAB./KOTA KSA HL HPT HP HPK APL TOTAL 1 Berau Kutai Timur Mahakam Ulu Kutai Barat KutaiKartanegara Paser PPU Bontang Samarinda Balikpapan JUMLAH Sumber: Master Plan Perubahan Iklim Kaltim, 2016 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 93

128 Gambar Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.718/Menhut-II/2014 tanggal 29 Agustus 2014 Kondisi deforestasi dan degradasi hutan di Kalimantan Timur dapat diindikasikan oleh sebaran dan luasan lahan kritis yang relatif luas di Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 94

129 wilayah Provinsi Kaltim. Hutan Kaltim mengalami deforestasi 177 ribu hektar setiap tahun dan degradasi hutan seluas 202 ribu hektar setiap tahun pada tahun 2006 hingga Di tahun 2015, terdapat ,61 hektar kawasan sangat kritis, dimana ,31 hektar berada di kawasan budidaya non kehutanan (KBNK)/areal penggunaan lain (APL), dan 5.074,17 hektar di kawasan budidaya kehutanan (KBK), serta ,36 hektar kawasan kritis, dimana ,82 hektar di APL dan ,99 hektar di KBK. Deforestasi dan degradasi hutan tidak hanya disebabkan oleh pembalakan kayu yang berlebihan, tetapi juga akibat tumpang tindih pemanfaatan/penggunaan lahan, serta konversi kawasan atau areal berhutan ke sektor- sektor berbasis lahan, tidak terkecuali pertambangan, perkebunan, pertanian dan sektor lainnya termasuk pembangunan infrastruktur fisik. Gambar Deforestasi dan Degradasi Hutan di Kalimantan Timur (Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015) Ekosistem di Kaltim berdasarkan dari data fisik terbagi ke dalam 5 ekosistem, Ekosistem tersebut adalah ekosistem rawa air tawar atau riparian, ekosistem karst, ekosistem hutan kerangas, ekosistem mangrove, dan ekosistem rawa gambut. Tipe hutan di Kalimantan mencakup hutan bakau, hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar, hutan kerangas, hutan Dipterocarpaceae dataran rendah, hutan kayu besi (ulin), hutan pada batu kapur dan tanah ultra basa, Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 95

130 hutan bukit Dipterocarpaceae dan beberapa formasi hutan pegunungan. Kalimantan memiliki lebih dari pohon, termasuk 267 jenis Dipterocapaceae, lebih dari jenis anggrek dan lebih dari jenis pakis, lebih dari 146 jenis rotan, dan pusat distribusi karnivora kantung semar (Nepenthes sp) (Mackinnon, dkk, 2000). Keragaman jenis satwa yang ada di Kalimantan tergolong tinggi. Terdapat 222 spesies mamalia, (44 spesies ende mik), 13 spesies primata yang semuanya endemik, 10 spesies celurut, 420 spesies burung (37 spesies endemik), 166 spesies ular, lebih dari 100 spesies amfibi, 394 spesies ikan (149 spesies di antaranya ende mik) (Mackinnon, dkk, 2000; Bappenas, 2000). F. Bencana Kerusakan lingkungan hidup dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu faktor alam dan faktor aktivitas manusia. Faktor alam dapat berupa letusan gunung berapi, tsunami, tanah longsor, badai dan bencana alam lain yang beberapa diantaranya justru karena faktor aktivitas manusia. Faktor yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti misalnya deforestasi dan degradasi hutan, pertambangan, pencemaran udara, air dan tanah, dan lain sebgainya. Banjir dan kebakaran hutan-lahan masih merupakan bencana yang mendominasi terjadi di Kalimantan Timur. Periode la-nina dan el-nino cukup mempengaruhi peningkatan risiko bencana, selain juga semakin berkurangnya tutupan hutan secara signifikan, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan deskripsi karakteristik wilayah, dapat diidentifikasi wilayah yang berpotensi rawan bencana seperti banjir, vulkanik dan sebagainya. tanah longsor, kebakaran hutan, gempa tektonik, gempa vulkanik, dan sebagainya. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 96

131 Gambar Peta Rawan Bencana Provinsi Kalimantan Timur Kejadian bencana yang paling berpotensi di Provinsi Kalimantan Timur adalah kebakaran dan disusul dengan banjir. Secara lebih terperinci, daerah yang berpotensi rawan bencana meliputi: 1. Gempa Bumi Daerah rawan gempa bumi terdapat di Kabupaten Paser. 2. Banjir Daerah rawan banjir terdapat hampir di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur, terutama di daerah perkotaan dan pemukiman. Sementara daerah banjir dengan tingkat kerawanan yang cukup tinggi adalah Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda. 3. Kekeringan Berdasarkan peta neraca air Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, pada Januari 2016, ketersediaan air tanah di sebagian besar wilayah Kalimantan Timur, utamanya Samarinda, Balikpapan, Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Berau, berada pada kondisi kurang atau defisit. Wilayah Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 97

132 yang berpotensi mengalami kekurangan ketersediaan air bersih, utamanya air minum adalah wilayah Kota Balikpapan. Gambar Kondisi Neraca Air Tanah Indonesia (sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Januari 2016) 4. Tanah Longsor Daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor terdapat di daerah perkotaan seperti Kota Samarinda dan Kota Balikpapan 5. Kebakaran Hutan dan Lahan Daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan terdapat di Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Pasir Utara, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau. Secara Umum, Pada tahun 2010, jumlah bencana kebakaran mencapai angka 226 kasus, sementara di tahun 2013 jumlahnya menurun menjadi 213 kasus. Walaupun terjadi penurunan yang cukup signifikan, kasus kebakaran sebanyak 213 kali mulai Januari sampai Desember 2013 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 98

133 masih tergolong tinggi karena terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya (tahun 2012 sebanyak 165 kasus) dan kedepannya harus diupayakan meminimalisir bencana tersebut. 6. Tsunami Meski tidak pernah mengalami tsunami, namun Provinsi Kalimantan Timur terdapat daerah yang rawan bencana tsunami. Daerah rawan tsunami adalah sepanjang pantai Provinsi Kalimantan Timur. Sementara daerah dengan tingkat kerawanan tsunami tinggi terdapat di Kota Balikpapan, Kabupaten Paser dan Kabupaten Kutai Timur. Gambar Jumlah Kejadian Bencana di Kalimantan TImur (Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2015) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 99

134 Gambar Jumlah Kejadian Bencana tahun di Kalimantan Timur G. Potensi Pengembangan Wilayah RPJMD Kaltim memberikan arahan kawasan andalan merupakan bagian dari kawasan budidaya yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan disekitarnya. Kawasan Andalan Nasional yang terkait dengan wilayah Provinsi Kalimantan Timur antara lain: 1. Kawasan Andalan Tanjung Redeb dan sekitarnya. 2. Kawasan Andalan Sangkulirang Sangatta-Muara Wahau (SASAMAWA). 3. Kawasan Andalan Bontang Samarinda Tenggarong Balikpapan Penajam dan sekitarnya (BONSAMTEBAJAM) dan sekitarnya. 4. Kawasan Andalan Laut Bontang Tarakan dan sekitarnya. Dalam mendukung kebijakan nasional, tidak hanya melihat pertumbuhan ekonomi namun juga pengembangan wilayah dengan mendukung fungsi lingkungan. Secara berkelanjutan, pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi telah ditetapkan kawasan strategis provinsi dengan melihat nilai strategis penting dalam lingkup wilayah provinsi serta potensi dan pengaruh terhadap daerah sekitarnya, yaitu: Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 100

135 1) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi meliputi: 1. Kawasan industri dan Pelabuhan Maloy di kabupaten Kutai Timur; 2. Kawasan agropolitan regional di kabupaten Kutai Timur; dan 3. Kawasan pusat pertambangan regional (klaster pertambangan) di kabupaten Kutai Timur. 2) Kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal provinsi terdapat di Kabupaten Kutai Barat. 3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya di dalam wilayah provinsi meliputi: 1. Koridor Sungai Mahakam hingga ke hulu; 2. Museum Mulawarman, Museum Kayu Tenggarong, dan Bukit Bangkirai di Kabupaten Kutai Kartanegara; dan 3. Desa budaya Pampang di Kota Samarinda. 4) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di dalam wilayah provinsi meliputi: 1. Kawasan Delta Mahakam; 2. Kawasan Danau Semayang, Danau Jempang, Danau Melintang, Danau Siran, dan sekitarnya; 3. Kawasan Teluk Balikpapan (Sepaku-Penajam-Balikpapan); dan 4. Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Derawan. Berdasarkan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi tahun , Kebijakan dan Strategi Pengurusan Kawasan Hutan di Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur adalah sebagai berikut: Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 101

136 Tabel 2.5. Kebijakan dan Strategi Pengurusan Kawasan Hutan di Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur (RKTP Kaltim, 2010) Kab./Kota Kebijakan Umum (1) (2) 1. BALIKPAPAN Menyelesaikan/meminimalisir masalah kawasan Hutan Lindung Manggar dan Hutan Lindung Sungai Wain Peningkatan usaha reboisasi dan ekstensifikasi penghijauan dengan partisipasi aktif masyarakat guna menjamin daya dukung hutan Penyusunan dan implementasi Master Plan Hutan Kota dan pengelolaan Kebun Raya Kota Balikpapan Pengembangan sistem insentif bagi setiap upaya penyelamatan lingkungan perkotaan Balikpapan dan perumusan pembayaran jasa lingkungan Penyelamatan dan perluasan mangrove dan hutan pantai 2. BERAU terutama Melakukan diteluk pengawasan Balikpapan intensif terhadap berbasis pelaksanaan partisipasi reklamasi areal eks pertambangan dan penetapan arealareal bernilai konservasi tinggi di unit manajemen kehutanan perkebunan Revitalisasi peran/fungsi kawasan koservasi/lindung dan HL dan pengembangan sistem pengelolaan kolaboratif Menyelesaikan masalah kawasan hutan, pembangunan kelem- bagaan pengelolaan hutan (KPH), peningkatan peran konservasi serta efisiensi Revitalisasi kawasan hutan untuk kegiatan pengusahaan hutan skala besar, serta efisiensi dan pengembangan SFM serta SVLK bagi usaha kehutanan khususnya kawasankawasan yang tidak lagi produktif Peningkatan luasan hutan tanaman khususnya pada kawasan hutan non-produkitf Pengembangan hutan berbasis masyarakat dan identifikasi praktek-praktek lokal/tradisional pengelolaan hutan dan hasil hutan Pengembangan industri kehutanan, baik hasil hutan kayu, bukan-kayu dan industri berbasis jasa lingkungan/wisata alam serta pemanfaatan kawasan hutan 8. BONTANG Menyelesaikan/meminimalisir masalah kawasan Hutan Lindung Bontang (termasuk persoalan lahan) Peningkatan usaha reboisasi dan ekstensifikasi penghijauan dengan partisipasi aktif masyarakat guna menjamin daya dukung hutan Pengembangan sistem insentif bagi setiap upaya penyelamatan lingkungan perkotaan Bontang dan perumusan pembayaran jasa lingkungan Pengembangan industri kehutanan khususnya bukan kayu dan industri berbasis jasa lingkungan/wisata alam Penyelamatan dan perluasan mangrove dan hutan pantai berbasis partisipasi masyarakat lokal Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 102

137 Kabupaten/Kota Kebijakan Umum (1) (2) 4. KUTAI BARAT Melakukan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan reklamasi areal eks pertambangan dan penetapan arealareal bernilai konservasi tinggi di unit manajemen perkebunan Menyelesaikan masalah kawasan hutan, pembangunan kelemba- gaan pengelolaan hutan (KPH), peningkatan peran konservasi (terutama di wilayah perbatasan yang masuk dalam Heart of Borneo/HoB) Revitalisasi kawasan hutan untuk kegiatan pengusahaan hutan skala besar, serta efisiensi dan pengembangan SFM serta SVLK bagi usaha kehutanan khususnya kawasankawasan yang tidak lagi produktif Peningkatan luasan hutan tanaman khususnya pada kawasan hutan non-produkitf Pengembangan hutan berbasis masyarakat dan identifikasi praktek-praktek lokal/tradisional pengelolaan hutan dan hasil hutan Pengembangan industri kehutanan, baik hasil hutan kayu, bukan- 5. KUTAI KARTANEGARA Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan melalui reboisasi dan penghijauan dengan partisipasi aktif masyarakat Revitalisasi peran/fungsi Taman Nasional Kutai, kawasan konservasi/lindung dan HL lainnya dan pengembangan sistem pengelolaan kolaboratif Melakukan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan reklamasi areal eks pertambangan Menyelesaikan masalah kawasan hutan, pembangunan kelemba- gaan pengelolaan hutan (KPH), peningkatan peran konservasi serta efisiensi dan pengembangan SFM bagi usaha Revitalisasi kawasan hutan untuk kegiatan pengusahaan hutan skala besar, serta efisiensi dan pengembangan SFM serta SVLK bagi usaha kehutanan khususnya kawasan-kawasan yang tidak lagi produktif Peningkatan luasan hutan tanaman khususnya pada kawasan hutan non-produkitf Pengembangan hutan berbasis masyarakat dan identifikasi praktek-praktek lokal/tradisional pengelolaan hutan dan hasil hutan Pengembangan industri kehutanan, baik hasil hutan kayu, bukan- kayu dan industri berbasis jasa lingkungan/ wisata alam serta pemanfaatan Kawasan Hutan. Penyelamatan dan perluasan mangrove (terutama yang berada di Delta Mahakam) dan hutan pantai berbasis partisipasi masyarakat lokal Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 103

138 Kab./Kota Kebijakan Umum (1) (2) 6. KUTAI TIMUR Melakukan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan reklamasi areal eks pertambangan dan penetapan arealareal bernilai konservasi tinggi di unit manajemen kehutanan perkebunan Revitalisasi peran/fungsi Taman Nasional Kutai, kawasan konservasi/lindung dan hutan lindung dan pengembangan sistem pengelolaan kolaboratif Menyelesaikan masalah kawasan hutan, pembangunan kelembagaan pengelolaan hutan (KPH), peningkatan peran konservasi Revitalisasi kawasan hutan untuk kegiatan pengusahaan hutan skala besar, serta efisiensi dan pengembangan SFM serta SVLK bagi usaha kehutanan khususnya kawasankawasan yang tidak lagi produktif Peningkatan luasan hutan tanaman khususnya pada kawasan hutan non-produkitf Pengembangan hutan berbasis masyarakat dan identifikasi praktek-praktek lokal/tradisional pengelolaan hutan dan hasil hutan Pengembangan industri kehutanan, baik hasil hutan kayu, bukan- kayu dan industri berbasis jasa lingkungan/wisata alam serta pemanfaatan kawasan hutan Penyelamatan dan perluasan mangrove dan hutan pantai berbasis partisipasi masyarakat lokal 7.PENAJAM PASER UTARA Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan melalui reboisasi dan penghijauan dengan partisipasi aktif masyarakat Melakukan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan reklamasi areal eks pertambangan Revitalisasi kawasan hutan untuk kegiatan pengusahaan hutan skala besar, serta efisiensi dan pengembangan SFM serta SVLK bagi usaha kehutanan khususnya kawasankawasan yang tidak lagi produktif Peningkatan luasan hutan tanaman khususnya pada kawasan hutan non-produkitf Pengembangan hutan berbasis masyarakat dan identifikasi praktek-praktek lokal pengelolaan hutan dan hasil hutan Penyelamatan dan perluasan mangrove dan hutan pantai berbasis partisipasi masyarakat lokal Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 104

139 Kab./Kota Kebijakan Umum (1) (2) 8. PASER Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasanhutan melalui reboisasi dan penghijauan dengan partisipasi aktif masyarakat Melakukan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan reklamasi areal eks pertambangan dan penetapan arealareal bernilai konservasi tinggi di unit manajemen kehutanan perkebunan Menyelesaikan masalah kawasan hutan, pembangunan kelembagaan pengelolaan hutan (KPH), peningkatan peran konservasi Revitalisasi kawasan hutan untuk kegiatan pengusahaan hutan skala besar, serta efisiensi dan pengembangan SFM serta SVLK bagi usaha kehutanan khususnya kawasan-kawasan yang tidak lagi produktif Peningkatan luasan hutan tanaman khususnya pada kawasan hutan non-produkitf Pengembangan hutan berbasis masyarakat dan identifikasi praktek-praktek lokal/tradisional pengelolaan hutan dan hasil hutan 9. SAMARINDA Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan melalui reboisasi dan penghijauan dengan partisipasi aktif masyarakat Memperluas ruang terbuka hijau termasuk mendorong penanaman pohon-pohonan di perkampungan, halaman perkantoran dan kebun pekarangangan. Pengembangan sistem insentif bagi setiap upaya penyelamatan lingkungan perkotaan Samarinda dan perumusan pembayaran jasa lingkungan Melakukan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan reklamasi areal eks pertambangan Sumber: Master Plan Perubahan Iklim Kaltim, 2016 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 105

140 1.B. TEKANAN (PRESSURE) A. Perencanaan Pembangunan Kalimantan Timur telah menetapkan visi pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang adalah "TERWUJUDNYA MASYARAKAT YAN ADIL DAN SEJAHTERA DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN". Visi tersebut diwujudkan melalui misi: 1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia Kalimantan Timur yang mandiri, berdaya saing tinggi dan berakhlak mulia; 2. Mewujudkan struktur ekonomi yang handal dengan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya; 3. Mewujudkan pelayanan dasar bagi masyarakat secara merata dan proporsional; 4. Mewujudkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan yang partisipatif berbasis penegakan hukum; dan 5. Mewujudkan pembangunan yang terpadudan serasi dengan pendekatan pengembangan wilayah berbasis ekonomi dan ekologi. Tujuan Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun adalah mewujudkan masyarakat Kalimantan Timur yang adil dan sejahtera dalam pembangunan berkelanjutan sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Tahapan RPJP Kalimantan Timur : 1. RPJMD KE-1, ( ) Peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga dalam jangka panjang memiliki daya saing yang tinggi; pengembangan ekonomi diarahkan pada pembentukan struktur ekonomi yang mapan dan lebih berpihak pada rakyat banyak; infrastruktur dasar lebih mendukung arah pengembangan kawasan prioritas; pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota berjalan dengan lebih Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 106

141 efisien dan efektif dan hukum lebih diutamakan, serta penataan ruang menjadi dasar kebijakan pembangunan dengan mengedepankan kelestarian alam dan lingkungan. 2. RPJMD KE-2, ( ) Pemantapan perubahan struktur secara sosial ekonomi, sehingga pembangunan akan lebih diarahkan pada penguatan kualitas sumber daya manusia; pengembangan pertanian berbasis agribisnis dan agroindustri mulai berjalan; pengembangan perekonomian telah mengarah pada perbaikan antara produk hulu-hilir. 3. RPJMD KE-3, ( ) Pembangunan pada seluruh bidang yang dilakukan dengan konsisten selama dua periode telah menunjukkan pemantapan menuju masyarakat sejahtera, pemerataan hasil pembangunan telah dirasakan masyarakat. Kualitas SDM semakin meningkat, ketergantungan ekonomi pada sumber daya alam terbarukan semakin berkembang, dan struktur ekonomi semakin mantap. Prasarana dan sarana dasar pembangunan telah mencapai wilayah pedalaman, pemerintahan berjalan makin efisien, efektif dan transparan. Selanjutnya penataan ruang menjadi acuan pokok pembangunan wilayah, serta kualitas lingkungan secara global semakin terkendali dan terus meningkat. 4. RPJMD KE-4, ( ) Mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera di segenap wilayah dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemantapan struktur ekonomi dengan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya, peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat, peningkatan efisiensi dan efektifitas, pemerintahan yang berbasis penegakan hukum, dan bersesuaian dengan rencana tata ruang wilayah berbasis ekonomi dan ekologi. Kaltim juga telah menetapkan tujuh (7) kawasan industri unggulan, yang bertujuan untuk meningkatkan upaya pembangunan industri berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 107

142 saing industri, mewujudkan daya saing investasi, dan mempermudah pembangunan dan pengendalian industri, yaitu: a. Kawasan industri Kariangau dan Buluminung di Balikpapan-PPU b. Kawasan industri jasa dan perdagangan di Samarinda c. Kawasan industri petrokimia di Bontang d. Kawasan Industri Olechemical Maloy di Kutai Timur e. Kawasan industri pariwisata Kepulauan Derawan dan sekitarnya di Berau f. Kawasan industri tanaman pangan di Penajam Paser Utara dan Paser g. Kawasan industri strategis perbatasan di Mahakam Ulu Proses transformasi ekonomi Kaltim, yang termuat di dalam Visi Kaltim 2030, memuat 7 (tujuh) strategi yang dilakukan secara simultan dalam kerangka jangka pendek, menengah dan panjang. Tujuh strategi tersebut adalah: 1. Pembatasan produksi sektor primer (migas dan batubara) 2. Pengembangan industri bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan 3. Pengembangan produktivitas sektor pertanian dalam arti luas 4. Pengembangan industri turunan migas dan batubara 5. Pengembangan industri berbasis pertanian dalam arti luas 6. Pengembangan energi baru dan terbarukan serta pengembangan sektor jasa, perdagangan dan keuangan 7. Pengembangan infrastruktur pendukung industri. Tahapan dan periodisasi strategi transformasi ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Periode : Periode inisiasi Peletakan pondasi transformasi sosial ekonomi dengan penerapan konsep green economy yang dilakukan melalui penyiapan infrastruktur dan iklim usaha. 2. Periode : Periode Pengembangan Kapasitas Lokal Pada periode ini dilakukan strategi penguatan kapasitas lokal, penyusunan rencana pengembangan dan penyiapan infrastruktur untuk mendukung pengembangan iklim bisnis bagi sektor industri, industri turunan migas diupayakan sudah dikembangkan pada periode ini melalui proses promosi Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 108

143 dan investasi kawasan-kawasan industri dengan mengedepankan konsep green economy. 3. Periode : Peningkatan Nilai Tambah dan Penguatan Rantai Nilai. Strategi yang dikembangkan diantaranya: pembatasan produksi batubara, peningkatan industri migas, pengembangan industri turunan sawit, pengembangan tanaman pangan beserta industrinya, peningkatan sektor jasa dan perdagangan. Selain itu juga dilakukan peningkatan produktivitas sektor pertanian dalam arti luas, pembatasan alih fungsi lahan dan pembatasan ekspor sektor primer (batubara dan migas), persiapan pengembangan energi baru terbarukan, peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi industri migas, batubara dan pertanian, serta sector jasa dan perdagangan. 4. Periode : Pengembangan Klaster Industri Ramah Lingkungan. Strategi yang dikembangkan meliputi pengembangan sektor-sektor industri yang rendah emisi dan terintegrasi dalam satu kawasan yang didukung oleh pengembangan IPTEK yang ramah lingkungan, pengembangan infrastruktur pendukung serta pemenuhan energi yang bersumber dari energi baru dan terbarukan. 5. Periode : Inovasi Strategi yang dikembangkan adalah memantapkan struktur ekonomi berkelanjutan yang telah dicapai sekaligus mempersiapkan penguatan ekonomi berbasis pengetahuan, dimana penguatan sumber daya manusia yang inovatif menjadi landasan utamanya. Pada tahap ini didorong penguatan interaksi dan kolaborasi antara kegiatan riset dan industri, yang didukung oleh infra dan supra struktur sistem inovasi serta menciptakan iklim inovasi yang kondusif sehingga mampu menumbuhkan entrepreneur baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 109

144 Gambar Target Kinerja Ekonomi Kaltim 2030 dengan Transformasi Ekonomi (Visi Kaltim Maju 2030) Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Prov. Kaltim tahun , Kaltim telah menempatkan rencana pembangunan tidak hanya dititikberatkan pada pengelolaan unrenewable resources tetapi lebih pada (transformasi) renewable resources yang berpihak pada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Untuk mewujudkan keseimbangan tersebut, pembangunan Prov. Kaltim diarahkan pada model pembangunan ekonomi hijau sebagai rezim pembangunan untuk menjaga keseimbangan antara pilar ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta mewujudkan kondisi masyarakat yang lebih baik dan berkeadilan sosial dengan mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Dimensi-dimensi yang bernilai penting dalam ekonomi hijau adalah pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, ekosistem produktif yang terjaga sebagai penyedia jasa lingkungan, pertumbuhan yang adil dan merata, ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta penurunan emisi gas rumah kaca. Keseimbangan lima dimensi ini akan menjadikan pembangunan Prov. Kaltim sebagai jawaban bagi berbagai tantangan pembangunan di masa mendatang. Visi Pembangunan Kalimantan Timur tahun adalah MEWUJUDKAN KALTIM SEJAHTERA YANG MERATA DAN BERKEADILAN BERBASIS Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 110

145 AGROINDUSTRI DAN ENERGI RAMAH LINGKUNGAN, yang diwujudkan melalui misi: a. Mewujudkan kualitas S D M Kaltim yang mandiri dan berdaya saing tinggi; b. Mewujudkan daya saing ekonomi yang berkerakyatan berbasis sumber daya alam dan energi terbarukan; c. Mewujudkan infrastruktur dasar yang berkualitas bagi masyarakat secara merata; d. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan dan berorientasi pada pelayanan publik; dan e. Mewujudkan kualitas lingkungan yang baik dan sehat serta berperspektif perubahan iklim Sedangkan tujuan pembangunan Kalimantan Timur dalam jangka menengah adalah: 1. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kaltim 2. Meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan masyarakat 3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi hijau 4. Menyediakan infrastruktur dasar yang berkualitas 5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik 6. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup Indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan arah pembangunan Kalimantan Timur adalah: Tabel Indikator Makro Pembangunan Prov. Kaltim tahun No Indikator Kondisi awal (2012) Target IPM 7 78, 2. Indeks Gini 0 0, 3. Tingkat Inflasi (%) 9 5,50 ± 1 4. Tingkat Pengangguran (%) 8 5, 5. Tingkat Kemiskinan (%) 6 5, 6. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 1 4,70-5,30 7. Indeks Kualitas Lingkungan 7 82, Sumber: Perda Nomor 7 tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Kalimantan Timur B. Isu Strategis Perubahan Iklim Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 111

146 B.1. Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Berbasis Lahan Sektor pembangunan berbasis lahan (land based sector) merupakan kontributor terbesar dalam masalah emisi gas rumah kaca di Provinsi Kalimantan Timur. Pembangunan dan pengembangan program agribisnis dan agroindustri yang merupakan salah satu tumpuan pembangunan ekonomi ke depan di sebagian besar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur berimplikasi pada adanya kecenderungan perubahan atau alih fungsi lahan. Provinsi Kalimantan Timur mempunyai luas wilayah sekitar hektar yang terdiri dari daratan seluas hektar dan perairan darat seluas hektar, dengan 7 kabupaten, 3 kota, 103 kecamatan dan desa, serta jumlah penduduk jiwa. Terdapat lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura seluas 2,49 juta hektar, ,20 hektar bagi 278 ijin lokasi perkebunan besar dengan realisasi ,25 hektar, ijin usaha pertambangan eksplorasi seluas 2,571, hektar dari 905 perusahaan, dan ijin usaha pertambangan operasi produksi seluas 480, hektar dari 274 perusahaan, serta luas lahan kritis hektar. Berdasarkan Pergub Kaltim Nomor 39 tahun 2014, emisi yang terjadi akibat perubahan lahan tahun 2006 ke 2011 adalah sebesar ton CO2eq. Proyeksi dengan pendekatan historis dari angka ini adalah, pada tahun 2020, emisi yang akan terjadi adalah sebesar ton CO2eq. Berdasarkan 8 skenario penurunan emisi dengan asumsi yang dibangun untuk 21 unit perencanaan diperkirakan emisi pada tahun 2020 dapat diturunkan sebesar 62,94% menjadi ton CO2eq. Dari hasil perhitungan dengan pendekatan forward looking, pada tahun 2020 emisi yang mungkin terjadi adalah sebesar ton CO2eq, sementara diperkirakan akan menurunkan emisi di tahun 2020 menjadi sebesar CO2eq, atau 22,4%. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 112

147 Gambar Peta Lahan Kritis Kalimantan Timur Kondisi deforestasi dan degradasi hutan di Kalimantan Timur dapat diindikasikan oleh sebaran dan luasan lahan kritis yang relatif luas di wilayah Provinsi Kaltim. Berdasarkan data BPDAS Mahakam-Berau (2014), total luas lahan kritis sekitar ,28 Ha (62,34% dari total luas wilayah Provinsi Kaltim sekitar ,08 Ha), sedangkan luas lahan kritis di dalam kawasan hutan sekitar ,49 Ha (66,34% dari total kawasan hutan di wilayah Provinsi Kaltim sekitar ,10 Ha). Sementara itu, kapasitas untuk melaksanakan rehabilitasi (reforestation) dan penghijauan (regreening) jelas sangat berat (meskipun dengan asumsi keberhasilan 100%), karena: (1) Rencana rehabilitasi lahan kritis selama 5 (lima) tahun ( ) hanya mampu mencapai sekitar 2,6% dari total lahan kritis yang ada. Emisi yang terjadi akibat perubahan lahan tahun 2006 ke 2011 adalah sebesar ton CO2e. Proyeksi dengan pendekatan historical dari angka ini adalah, pada tahun 2020, emisi yang akan terjadi adalah sebesar ton CO2e. Berdasarkan 8 skenario penurunan emisi Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 113

148 dengan asumsi yang dibangun untuk 21 unit perencanaan diperkirakan emisi pada tahun 2020 dapat diturunkan sebesar 62,94 % menjadi ton CO2eq. Gambar Grafik Business as Usual HIstorical dan Skenario Penurunan Emisi Sektor Berbasis Lahan hingga tahun 2020 (Sumber: Pergub Kaltim No. 39/2014) Hasil kalkulasi pendugaan emisi untuk BAU forward looking dengan skenario penurunan emisinya menunjukkan bahwa pada tahun 2020, emisi yang mungkin terjadi dengan pendekatan forward looking adalah sebesar CO2e. Sementara penurunan emisi berdasarkan skenario diperkirakan akan menurunkan emisi ditahun 2020 menjadi sebesar CO2e, atau sebesar 15,63 %. Dari hasil perhitungan ini pada tahun 2020 emisi yang mungkin terjadi dengan pendekatan forward looking adalah sebesar ton CO2eq. Sementara penurunan emisi berdasarkan skenario diperkirakan akan menurunkan emisi ditahun 2020 menjadi sebesar CO2eq, atau 22,4%. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 114

149 Gambar Business as Usual Foward Looking dan Skenario Penurunan Emisi dari Sektor Berbasis Lahan hingga tahun 2020 (Sumber: Pergub Kaltim No. 39/2014) Sedangkan dari kegiatan Pertanian, di tahun 2020 diperkirakan terdapat emisi sebesar ton CO2eq, dengan target penurunan emisi hingga ton CO2eq. Sementara emisi yang berasal dari pupuk diperkirakan ton CO2eq di tahun 2020, dengan potensi penurunan hingga ton CO2eq. Gambar Baseline dan Penurunan Emisi GRP penggunaan pupuk di lahan pertanian (sumber: Pergub Kaltim No. 39/2014) Emisi pada kegiatan peternakan dihasilkan dari sendawa hewan ternak dan pengelolaan kotoran yang dihasilkan, yang diperkirakan pada tahun 2020 terdapat emisi sebesar ton CO2eq dengan target penurunan hingga ton CO2eq. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 115

150 Gambar Baseline dan Penurunan Emisi GRK pada Kegiatan Peternakan (sumber: Pergub Kaltim No. 39/2014) Sehingga pada sektor berbasis lahan, diperkirakan akan terdapat emisi gas rumah kaca sebesar ,49 ton CO2eq di tahun 2020, yang berpotensi diturunkan menjadi sebesar ,85 ton CO2eq. Gambar Baseline dan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca pada sektor Berbasis Lahan (sumber: Pergub Kaltim No. 39/2014) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 116

151 B.2. Emisi dari Energi, Transportasi dan Proses Industri Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik di tengah-tengah masyarakat akhir-akhir ini menjadi masalah sosial yang perlu mendapatkan perhatyian khusus dari pemerintah. Listrik merupakan hal yang sangat penting dengan menunjang kebutuhan hidup, selain sebagai alat penerangan juga mendukung untuk mendapatkan informasiserta pengembangan teknologi. Belum tercukupinya kuota listrik dan BBM pada sebagian wilayah Prov. Kaltim menyebabkan pembangunan terhambat. Energi listrik merupakan energi yang terbaharukan dimana proses produksi listrik perusahaan masih menggunakan sumber energi listrik fosil. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini banyak ditemukan sumber-sumber energi yang dapat diolah menjadi sumber energi listrik. Namun kurangnya produksi listrik menyebabkan pemadaman-pemadaman dilakukan di beberapa wilayah sebagai antisipasi meningkatnya konsumsi listrik rumah tangga. Sedangkan kelangkaan BBM dapat dilihat dari panjangnya antrian di setiap SPBU yang berdampak pada kemacetan. Hal ini menyebabkan penyelewengan-penyelewengan dalam pendistribusian BBM ke masyarakat. Masih maraknya para pengetap BBM dan belum mendapatkan tindakkan tegas oleh petugas merupakan salah satu bentuk permasalahan pasca langkanya BBM. Persoalan antrian BBM tersebut di Prov. Kaltim sangat berpotensi memicu terjadinya konflik di masyarakat, kedepan diperlukan upaya yang sangat serius dari pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Kondisi kelangkaan BBM dan listrik ini sangat kontras dengan kontribusi yang diberikan Prov. Kaltim dalam hal SD. Masyarakat di Kaltim merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat baik dari segi pemerataan listrik maupun infrastruktur dan kuota BBM. Dalam hal ini, peran aktif Pemerintah Prov. Kaltim dalam berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk mengatasi masalah tersebut sangat dibutuhkan. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 117

152 Gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihitung untuk Bidang Energi adalah CO2, CH4 dan N2O. G R K ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar untuk membangkitkan listrik. Pada sektor komersil seperti pada hotel, gedung pemerintah, rumah sakit, mall dan lainnya, pada umumnya hanya sebagai pengguna energi listrik sehingga diperhitungkan tidak berkontribusi bena/signifikan terhadap peningkatan emisi. Selain itu, industri pupuk, kilang LNG dan kilang minyak juga berkontribusi pada emisi GRK. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor, baik kendaraan roda dua maupun roda empat di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan yang signi kan yaitu sebesar 17% pertahun. Hal ini disebabkan dengan adanya laju pertumbuhan penduduk serta peningkatan pendapatan masyarakat. Situasi ini berkontribusi terhadap emisi, dikarenakan jumlah kendaraan bermotor yang turun ke jalan lebih banyak berimplikasi menghasilkan gas buang lebih besar. Gambar Potensi Penurunan E misi GRK sebesar 9,97% dari Sektor Energi, Transportasi Dan Industri di tahun 2020, dari 37,01 ton CO2eq menjadi 33,32 ton CO2eq. B.3. Emisi dari Sektor Limbah Limbah yang berkontribusi terhadap emisi GRK diantaranya: pengomposan, pembakaran terbuka dan dan air limbah industri. Sumber emisi gas rumah kaca dari pengelolaan limbah padat berasal dari kegiatan domestik dan industri di Kaltim. Limbah padat domestik, limbah padat industri dan Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 118

153 pembakaran terbuka di Kaltim diperkirakan menghasilkan emisi sebesar ,33 ton CO2eq di tahun 2020 yang diperkirakan dapat diturunkan menjadi ,27 ton CO2eq. Pada tahun 2012 produksi CPO yang dihasilkan Kaltim mencapai ton dari Produksi TBS sebesar ton dengan buangan air limbah sebesar 0,5 m3 per ton produk CPO, maka akan dihasilkan sebesar kg COD per tahun. Selanjutnya dengan sistem anaerobic deep lagoon yang umum di Kaltim saat ini, COD sebanyak itu berpotensi menghasilkan emisi CH4 dengan nilai setara CO2 77,73 Gg per tahun. Gambar Baseline dan Proyeksi Mitigasi Penurunan Emisi GRK dari Sektor Limbah per tahun dan Kumulatif (sumber: Pergub Kaltim No. 39/2014) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 119

154 1.C. UPAYA (RESPONSE) A. Strategi Perubahan Iklim Kalimantan Timur Kalimantan Timur memiliki tiga dokumen strategis Perubahan Iklim, yaitu Strategi Pembangunan Kalimantan Timur yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan, Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Pergub Kaltim No. 39/2014), serta Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Implementasi REDD+ Kalimantan Timur. Selain itu, Gubernur Kalimantan Timur di dalam Kaltim Summit I tahun 2010, telah mendeklarasikan Kalimantan Timur Hijau, yang memiliki pedoman yang kemudian ditetapkan di dalam Pergub Kaltim No. 22 tahun Kalimantan Timur Hijau, berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 22 tahun 2011, memiliki tujuan untuk: 1. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kalimantan Timur secara menyeluruh dan seimbang, baik secara ekonomi, sosial, budaya dan kualitas lingkungan hidupnya; 2. Mengurangi ancaman bencana ekologi dan dampak perubahan iklim, seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Kalimantan Timur; 3. Mengurangi terjadinya pencemaran dan pengrusakan kualitas ekosistem darat, air dan udara di Kalimantan Timu; 4. Meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkembangkan kesadaran di seluruh kalangan lembaga dan masyarakat Kalimantan TImur akan kepentingan pelestarian sumberdaya alam terbaharui serta pemanfaatan secara bijak sumberdaya alam tidak terbaharui; dan 5. Berkontribusi dalam rencana pembangunan nasional terkait penurunan emisi nasional sebesar 26% sampai dengan tahun Strategi Pembangunan Kalimantan Timur yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (Low Carbon Green Growth Strategies/LCGS) dilakukan melalui 5 (lima) inisiatif pengurangan emisi yang berkontribusi sebesar 75 persen dari semua peluang penurunan emisi gas rumah kaca, yaitu: Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 120

155 1. Menerapkan kebijakan nil pembakaran, yang dapat menurunan emisi sebesar 47 MtCO2e hingga tahun 2030 dengan biaya USD 0,40 per ton; 2. Pembalakan dengan dampak yang telah dikurangi, secara keseluruhan dengan potensi untuk mencegah 34 MtCO2e emisi dengan biaya pelaksanaan sebesar USD 1.10; 3. Reboisasi dan rehabilitasi sebagian hutan yang telah rusak akan memulihkan fungsi ekosistem dan juga menyerap karbon, sehingga mengurangi emisi sebesar 12 MtCO2e dengan biaya USD 2.60 per ton; 4. Rehabilitasi dan pengelolaan air lahan-lahan gambut yang telah dibuka sebelumnya, yang memungkinkan terjadi pengurangan 18 MtCO2e dengan biaya rata-rata USD 0.50 per ton; dan 5. Penggunaan lahan kritis untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman, dan pertanian, serta pengembangan industri-industri penting tersebut, yang dapat menghasilkan penurunan emisi sebesar 24 MtCO2e dengan biaya USD 5.50 per ton. Selain itu, dokumen LCGS ini juga melakukan upaya-upaya pembangunan berkelanjutan, yang meliputi: 1. Pengembangan metana coal-bed methane (CBM); 2. Pengembangan pabrik-pabrik bubur kertas dan kertas terpadu; 3. Perbaikan pengelolaan hutan tanaman yang dapat menghasilkan tambahan Produk Domestik Bruto sebesar Rp 4.9 triliun; 4. Percepatan eksplorasi minyak dan gas yang dapat berkontribusi dalam memperlambat kemunduran dalam sektor minyak dan gas, yang masih merupakan kontribusi terbesar dalam perekonomian; dan 5. Peningkatan produktivitas sektor pertanian. Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) Kaltim, yang telah ditetapkan melalui Pergub Kaltim No. 39/2013, menyebutkan bahwa upaya penurunan emisi yang dapat dilakukan oleh Prov. Kaltim adalah sebesar 19,07% pada tahun 2020 dengan estimasi jumlah emisi pada tahun 2020 adalah sebesar 1.141,32 juta ton 4 CO2eq. Sektor Berbasis Lahan menyumbang emisi terbesar, yaitu 70,09% dari 1.468,81 juta ton Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 121

156 CO2eq, dan memiliki target penurunan terbesar yaitu 66,98% dari 1.192,95 juta ton CO2eq. Gambar Grafik Total Baseline dan Penurunan Emisi GRK di Kalimantan Timur (dalam juta ton CO2eq) RAD GRK Kaltim mendorong adanya upaya pengelolaan limbah pasar domestik, pemanfaatan gas methane dari TPA, pemanfaatan limbah padat industri kelapa sawit untuk sumber industri, pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan air limbah pada industri CPO, pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit sebagai sumber energi terbarukan melalui teknologi penangkapan gas methane, pengelolaan hutan lindung dan kawasan kosnervasi, penghijauan, reboisasi dan rehablitasi lahan kritis, penerapan Sustainable Forest Management (SFM) dan High Conservation Value Forest (HCVF), Penerapan good agriculture practices dan HCV serta Penerapan Metode Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, moratorium perizinan di kawasan moratorium, pengelolaan lahan pertanian, sistem irigasi sawah dan minimalisasi penggunaan pupuk kimia, pembangunan pembangkit listrik (PLTA, PLTS, PLTMH dan Biogas), penghematan energi, smart driving, dan peremajaan angkutan umum. Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Implementasi REDD+ (SRAP REDD+) Kalimantan Timur merupakan dokumen yang digunakan untuk memastikan tidak adanya penghalang (debottlenecking) dalam implementasi penurunan emisi gas rumah kaca. Visi SRAP REDD+ Kaltim adalah: Tata Kelola Sumber Daya Hutan dan Lahan di Kalimantan Timur yang Mampu Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 122

157 Menyinambungkan Keselarasan Fungsi Lingkungan dan Manfaat Ekonomi Bagi Kesejahteraan Masyarakat, dengan misi: 1. Memantapkan struktur dan fungsi lembaga pengelolaan hutan dan lahan (baik skala besar maupun kecil) guna mengefektifkan pengurangan emisi; 2. Mengembangkan perencanaan pembangunan khususnya kegiatan berbasis hutan dan lahan yang berorientasi pada pengurangan emisi; 3. Menyempurnakan peraturan/perundangan dan meningkatkan penegakan hukum dibidang pengelolaan hutan dan penggunaan lahan guna pengurangan emisi; 4. Meningkatkan kapasitas (pengetahuan, keterampilan dan sikap) para pengelola sumber daya hutan serta pengguna lahan agar upaya pengurangan emisi dapat berjalan secara lebih efektif; dan 5. Mendorong percepatan pemantapan Kawasan Hutan dan penetapan status lahan dalam upaya pengurangan emisi Adapun tujuan SRAP REDD+ Kaltim adalah: 1. Tujuan Jangka Pendek I ( ): Perbaikan kondisi tata kelola, kelembagaan, tata ruang serta iklim investasi secara strategis di Provinsi Kaltim dan kabupaten/kota agar dapat mendukung pencapaian komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi; 2. Tujuan Jangka Pendek II ( ): Penyempurnaan Tata Kelola, penguatan kelembagaan, iklim investasi secara strategis di Prov. Kaltim dan Kab./Kota untuk mendukung pencapaian komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi; 3. Tujuan Jangka Menengah ( ): Terlaksananya tata kelola sumber daya hutan dan lahan Kaltim sesuai kebijakan dan tata cara yang dibangun, serta pada ruang dan mekanisme keuangan yang telah ditetapkan dan dikembangkan agar dapat memberikan kontribusi yang benar terhadap target-target Nasional penurunan emisi 26-41% tahun 2020; 4. Tujuan Jangka Panjang ( ): Hutan dan lahan Indonesia, serta khususnya yang berada di Kaltim menjadi net carbon sink pada tahun Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 123

158 2030 sebagai hasil pelaksanaan kebijakan yang benar dan berkeadilan untuk keberlanjutan fungsi dan jasa ekosistem hutan bagi pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur telah menerbitkan beberapa peraturan daerah yang mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan mengelola mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Peraturan daerah tersebut, diantaranya adalah: 1. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 05 tahun 2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Perda ini bertujuan untuk memberikan kejelasan dan peran masing-masing pihak terkait terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan, berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah, serta agar kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, berdaya guna dan berhasil guna. Perda ini mengatur kelembagaan, peningkatan kapasitas, sistem informasi dan penaatan hukum dalam pengelolaan kebakaran hutan dan lahan di Kaltim; 2. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Perda ini bertujuan untuk: a. Mempertahankan luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan b. Mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian pangan berkelanjutan untuk mencapai ketahanan pangan di Kalimantan Timur c. Melindungi dan memberdayakan petani dan masyarakat sekitar lahan pertanian pangan berkelanjutan; d. Mewujudkan kemandiran, ketahanan, dan kedaulatan pangan e. Melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani f. Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat g. Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani h. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak i. Mewujudkan reviltalisasi pertanian j. Mempertahankan keseimbangan ekosistem Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 124

159 3. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana Daerah Perda ini bertujuan untuk: a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana b. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada c. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh d. Menghargai budaya lokal, kearifan lokal dan menjaga kelestarian lingkungan hidup e. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta f. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan g. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan ermasyarakat, berbangsa dan bernegara 4. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 8 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang Perda ini memuat pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang yang baik dan konsisten, meliputi penyelenggaraan reklamasi dan pasca tambang berdasar prinsip satu kesatuan perlindungan ekologis, kewajiban pemegang ijin, upaya penguatan kualitas penyelenggaraan reklamasi dan pasca tambang melalui pembentukan Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca tambang, serta tidak memuat kualifikasi hukum atas pelanggaran hukum administrasi dan pidana. 5. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Perda ini bertujuan untuk: a. Mewujudkan lingkungan hidup yang bersih, sehat, rapi, hijau, dan indah yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang baik b. Melestarikan dan mengembangkan kemampuan dan fungsi lingkungan hidup sebagai sumber penyangga kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 125

160 c. Melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan sumber daya di dalamnya d. Melindungi dan meningkatkan kualitas ekosistem di daerah e. Meningkatkan kesadaran dan komitmen yang tinggi di kalangan pemerintah, dunia usaha, industri, dan/atau masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 6. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Kalimantan Timur Perda ini bertujuan untuk: a. Mewujudkan masyarakat hukum adat di Provinsi Kalimantan Timur yang sejahtera, aman, tumbuh dan berkembang sebagai kelompok masyarakat sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya, serta terlindungi dari tindakan diskriminasi b. Mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat di Provinsi Kalimantan Timur sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangan program pembangunan c. Memfasilitasi masyarakat hukum adad di Provinsi Kalimantan Timur agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan sesuai kewenanga d. Memberikan arah dan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum ada di daerah masing- masing. Provinsi Kalimantan Timur juga telah mengesahkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur , pada Februari tahun B. Perkembangan Pelaksanaan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Sejak tahun 2007, Pemprov Kaltim telah aktif dalam upaya-upaya penurunan emisi GRK. Dimulai dengan pembentukan Kelompok Kerja REDD+ (Pokja REDD+) Kaltim, yang mempersiapkan dokumen-dokumen perencanaan penurunan emisi GRK. Pokja REDD+ Kaltim juga melakukan aktivitasaktivitas peningkatan kapasitas, promosi dan edukasi, serta pengembangan perangkat pendukung pengukuran dan pelaporan (MRV) REDD+. Dengan Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 126

161 dibentuknya Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim, program-program perubahan iklim dikoordinasikan oleh DDPI Kaltim. Program di dalam SRAP REDD+ maupun RAD GRK Kaltim diimplementasikan secara langsung oleh SKPD maupun mitra pembangunan. Proses integrasi strategi mitigasi perubahan iklim telah dimasukkan ke dalam RPJMD Kaltim dan Renstra SKPD berbasis lahan, diantaranya Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikulutura, Dinas Pertambangan dan Badan Lingkungan Hidup. Dinas Kehutanan Kaltim juga telah membangun Sistem Informasi Kehutanan, membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), serta melakukan kajian dan pengembangan Kerangka Pengaman Sosial dan Lingkungan (Safeguards REDD+) dan Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification/MRV). Dalam konteks internasional, Kaltim telah berinisiatif menjadi anggota dan terlibat aktif dalam Governors Climate and Forest (GCF) Taskforce sejak tahun GCF merupakan forum Gubernur yang memiliki komitmen mengambil peran lebih progresif dalam upaya pencegahan pemanasan global. GCF dimaksudkan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi lapangan kerja hijau, meningkatkan penggunaan energi bersih, mengurangi polusi dan pemanasan global, serta menumbuhkan ekonomi hijau (green economy). Sejak tahun 2007, Kaltim juga terlibat aktif dalam program Jantung Kalimantan (Heart of Broneo/HoB), yang melibatkan kerja sama tiga negara yang berada di Pulau Kalimantan, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia. Program Jantung Kalimantan mengedepankan prinsip kerja sama dalam konservasi hutan dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan serta kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayah HoB. Selain itu, Pemprov Kaltim juga melakukan kerja sama dan membangun kemitraan dengan mitra pembangunan, diantaranya adalah Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), Global Green Growth Institute (GGGI), World Wildlife Fund for Nature (WWF), The Nature Conservancy (TNC), serta didukung oleh berbagai organisasi non pemerintah dan PT di Kaltim. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 127

162 C. Visi dan Misi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Kalimantan Timur Berdasarkan pada dokumen rencana pembangunan dan dokumen rencana strategis perubahan iklim Kalimantan Timur yang telah ada, maka dirumuskan Visi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Kalimantan Timur, yaitu: TERJAMINNYA KEBIJAKAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI KALIMANTAN TIMUR. Visi tersebut mengandung dua elemen utama yaitu terjaminnya kebijakan perubahan iklim dan transformasi ekonomi Kalimantan Timur. Penjelasan dari masing-masing elemen adalah sebagai berikut: 1. Terjaminnya Kebijakan Perubahan Iklim Dalam upaya untuk mengurangi emisi karbon dan melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan (green development), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bersama semua elemen masyarakat telah memulai saat mendeklarasikan program Kaltim Hijau pada Kaltim Summit 2010 tanggal 7 Januari Kaltim Hijau adalah kondisi Kalimantan Timur yang memiliki perangkat kebijakan, tata kelola pemerintahan serta program-program pembangunan yang memberikan perlindungan sosial dan ekologis terhadap masyarakat Kalimantan Timur, serta memberikan jaminan jangka panjang terhadap keselamatan dan kesejahteraan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan hidup. Kaltim Hijau merupakan dimulainya sebuah proses pelaksanaan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan (Green Development) dengan basis tata kelola pemerintahan yang berwawasan lingkungan (Green Governance). Pertumbuhan rendah karbon di Kalimantan Timur pada dasarnya adalah menyatukan pertumbuhan ekonomi dengan mitigasi perubahan iklim yang bertumpu pada: a) Menurunkan jejak karbon dari sektor-sektor ekonomi terkait: Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Batubara, Minyak & Gas; Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 128

163 b) Melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi bernilai tambah lebi tinggi tapi menghasilkan emisi yang lebih rendah; c) Membangun ekonomi dan infrastruktur yang memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim. Terjaminnya kebijakan perubahan iklim merupakan komitmen Kalimantan Timur untuk beralih ke jalur pembangunan berbasis perubahan iklim telah tertuang dalam RPJMD sekaligus berkomitmen membantu dan memfasilitasi pemerintah Kabupaten/Kota untuk melalui proses pengarusutamaan perubahan iklim dalam dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Untuk mempercepat dan memastikan target-target penurunan emisi maka perlu dukungan dan sinergi antar mitra pembangunan termasuk Organisasi Non Pemerintah yang telah bekerja di Kalimantan Timur dalam pelaksanaan penurunan emisi. 2. Transformasi Ekonomi Kaltim telah melalui beberapa fase perkembangan ekonomi yang kurang sehat dan berkualitas. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi akibat pergeseran basis ekonomi dari migas ke batubara menghasilkan persentase pengangguran tertinggi dalam sejarah ekonomi Kaltim. Fakta ini menunjukkan bahwa fenomena berubahnya tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah sebagai dampak dari berkurangnya stok sumber daya tak terbaharukan telah terjadi di wilayah Kaltim. Kondisi terburuk terjadi pada tahun 2015 yang lalu dimana pertumbuhan ekonomi Kaltim mencapai minus 0,85 % yang diakibatkan oleh penurunan kontribusi sektor migas dan batubara akibat penurunan produksi dan penurunan harga batubara serta minyak dunia. Dalam hal penghasil emisi gas rumah kaca Kaltim menduduki peringkat keempat terbesar dari 34 Provinsi di Indonesia. Emisi gas rumah kaca tersebut terutama berasal dari sektor berbasis lahan dan didalamnya terdapat emisi dari adanya deforestrasi. Tentunya hal ini menjadi tantangan Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 129

164 besar bagi Kaltim untuk menyelaraskan pembangunan dan penurunan emisi gas rumah kaca. Menyadari permasalahan yang dihadapi tersebut Pemerintah Provinsi Kaltim melakukan kebijakan transformasi ekonomi/pergeseran ekonomi berbasiskan SDA terbarukan. Penerapan skenario pertumbuhan ekonomi hijau atau Green Economy ataupun skenario pembangunan rendah karbon merupakan pilihan yang tepat untuk Kalimantan Timur. Tranformasi ekonomi berbasis unrenewable resources ke renewable resources hanya dapat diwujudkan apabila ada keseimbangan antara pilar ekonomi, lingkungan dan sosial dalam perencanaan pembangunan dan ekonomi yang membentuk ekonomi hijau. Diharapkan perubahan dari ekonomi saat ini menuju ekonomi hijau atau ekonomi yang rendah karbon akan mewujudkan kondisi masyarakat yang lebih baik dan keadilan sosial mengurangi resiko lingkungan dan kerusakan ekologi. Tujuan dan sasaran transformasi ekonomi diatas harus dilakukan secara bertahap dan konsisten serta memerlukan dukungan multi stakeholder serta dukungan dari seluruh lapisan stakeholder. Terdapat lima tahap dalam tranformasi ekonomi yang telah dan akan dilakukan yaitu, Periode Inisiasi ( ); Periode Pengembangan Kapasitas ( ); Periode Peningkatan Nilai Tambah ( ), Periode Pengembangan Industri ( ) serta Periode Pengembangan Ekonomi - Inovasi ( ). Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan penurunan emisi yang diharapkan diperlukan sinergi dan dukungan dari berbagai stakeholder terutama dari pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu pola dan mekanisme pengintegrasian isu perubahan iklim yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kaliamantan Timur dapat diikuti oleh seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menjamin komitmen dan keberlanjutan implementasi program kegiatan berserta dukungan pendanaannya. Pola pengarusutamaan dalam rencana pembangunan daerah ini bertujuan untuk memastikan program/kegiatan penurunan emisi juga terintegrasi dalam program kegiatan di OPD karena wajib diakomodasi dalam Rentra OPD. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 130

165 Selanjutnya dari Visi tersebut diatas dibuat rumusan Misi yang merupakan upaya umum bagaimana mewujudkan sebuah Visi dengan cara-cara yang efektif dan efisien. Misi juga menjadi alasan utama mengapa suatu organisasi harus berdiri dengan membawa komitmen dan konsistensi kinerja yang terus dijaga oleh segenap stakeholders pembangunan. Berdasarkan visi di atas, maka ditetapkan misi sebagai berikut: 1. Mengarusutamakan perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan di provinsi dan kabupaten/kota; 2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim; 3. Mendorong implementasi program dan kegiatan pembangunan yang rendah emisi; dan 4. Memastikan pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca. Tujuan dan Sasaran Penetapan tujuan dan sasaran adalah tahap perumusan strategis yang menunjukkan tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan pembangunan yang selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan arsitektur kinerja. Tujuan adalah penjabaran atau implementasi dari pernyataan visi dan misi yang menunjukkan hasil akhir jangka waktu tertentu. Tujuan ditetapkan dengan mengacu kepada pernyataan visi dan misi serta dengan memerhatikan permasalahan dan isu-isu strategis daerah. Pernyataan tujuan harus menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai dimasa datang dan juga diselaraskan dengan amanat pembangunan. Sasaran adalah penjabaran dari tujuan yaitu hasil yang akan dicapai secara nyata dari masing-masing tujuan dalam rumusan yang lebih spesifik dan terukur dalam suatu indikator beserta targetnya. Setiap sasaran mencerminkan indikator kinerja yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 131

166 Tabel Indikator Makro Pembangunan Prov. Kaltim tahun MISI TUJUAN SASARAN Misi 1 Mengarusutamakan perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan di provinsi dan kabupaten/kota a. Memastikan perencanaan pembangunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota mengadopsi perubahan iklim dan green economy b. Memberikan arahan strategi perubahan iklim Pembangunan rendah emisi masuk ke dalam RPJMD dan Renstra SKPD lingkup Provinsi dan Kabupaten/Kota. Perencanaan pembangunan merujuk pada RTRW serta semua aspek yang dapat berpengaruh dalam perubahan iklim Misi 2 Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam beradaptasi dan memitigasi perubahan iklim Misi 3 Mendorong implementasi program dan kegiatan pembangunan yang rendah emisi Misi 4 Memastikan pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca Memperkuat lembaga struktural dan non struktural termasuk SDM baik dalam hal adaptasi maupun mitigasi a. Pertumbuhan ekonomi non migas dan non batubara b. Kontribusi sektor pertanian dalam arti luas c. Pemanfaatan energi terbarukan Memonitor dan mengevaluasi dampak perubahan iklim Tertatanya struktur dan fungsi kelembagaan (struktural dan non struktural) beserta perangkat-perangkat pendukungnya Struktu r ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan Kontribusi sektor pertanian dalam arti luas meningkat Bauran energi baru terbarukan meningkat Menurunnya tingkat emisi gas rumah kaca Kaltim sesuai target (ton CO2/PDRB US $ juta) dan tata waktu Sumber: Master Plan Perubahan Iklim, 2016 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 132

167 D. Arahan Mitigasi Perubahan Iklim Kalimantan Timur Program mitigasi perubahan iklim telah disusun melalui beberapa dokumen, baik di tingkat nasional maupun provinsi. Pada tingkat nasional, terdapat dokumen Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim, serta Strategi Nasional Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Lahan (STRANAS REDD+). Pada tingkat Provinsi, Kalimantan Timur telah memiliki dokumen Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK), yang ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 39 tahun 2014, Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Implementasi REDD+ (SRAP REDD+) Kalimantan Timur, Strategi Pembangunan Kalimantan Timur yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan (Low Carbon Green Growth Strategy) dan Kalimantan Timur Hijau berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 22 tahun Isu perubahan iklim juga sebagian telah termuat di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Timur dan diadopsi sebagian ke dalam Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (OPD) berbasis lahan. 1. Arahan Mitigasi Sektor Berbasis Lahan Mitigasi pada sektor berbasis lahan diutamakan dalam mencegah terjadinya pengurangan kualitas hutan dan peningkatan tutupan hutan dan lahan. Arahan mitigasi sektor berbasis lahan disusun berdasarkan pola ruang yang ada di dalam RTRWP Kaltim tahun (Perda Kaltim No. 1/2016). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 133

168 Gambar Rencana Pola Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Gambar Pola Pemanfaatan Ruang dalam Perda Kaltim No. 1 tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur tahun Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 134

169 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Sebagaimana tertuang dalam pasal 3 Perda Kaltim No. 1/2016, disebutkan bahwa kebijakan penataan ruang wilayah provinsi, meliputi: a. pengembangan sektor ekonomi produktif migas dan batubara yang bernilai tambah tinggi dan berwawasan lingkungan menjadi sektor unggulan untuk memacu pertumbuhan ekonomi serta pemanfaatannya bagi segenap masyarakat; b. pengembangan sektor unggulan untuk mengantisipasi berkurangnya sumber daya migas dan batubara yang tidak dapat diperbaharui melalui pengembangan sektor pertanian, pariwisata dan energi yang dapat diperbaharui, sebagai bagian upaya meningkatkan ketahanan pangan dan energi wilayah dan nasional; c. perwujudan ruang yang bersinergi dengan pertumbuhan ekonomi hijau; d. perwujudan pemerataan hasil pembangunan dan pelayanan bagi seluruh masyarakat dengan memberikan kesempatan pada seluruh bagian wilayah untuk berkembang sesuai dengan potensi; dan e. perwujudan pembangunan yang berkelanjutan dengan menjaga harmonisasi kegiatan ekonomi, investasi, sosial dengan mempertimbangkan daya dukung dan kelestarian lingkungan serta menunjang aspek politik, pertahanan dan keamanan. Lebih lanjut ditegaskan, strategi perwujudan ruang yang bersinergi dengan pertumbuhan ekonomi hijau, meliputi: a. penurunan emisi dan jejak karbon dari sektor-sektor ekonomi produktif dalam perwujudan pemanfaatan ruang; b. penguatan prinsip kerjasama dalam konservasi hutan dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan serta kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayah kawasan lindung dan wilayah Heart of Borneo (HoB); dan c. penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia melalui kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan dalam implementasi ekonomi hijau. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 135

170 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Rencana pola ruang wilayah provinsi Kaltim meliputi: a. Rencana kawasan lindung b. Rencana kawasan budidaya Adapun strategi yang dikembangkan dalam mitigasi pada masing-masing pola ruang adalah: a. Kawasan Lindung Kawasan lindung terdiri dari hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, dan kawasan lindung geologi, memiliki luas hektar. 1) Hutan lindung Kaltim memiliki hutan lindung seluas kurang lebih Ha. Gambar Peta Hutan Lindung Kalimantan Timur (Sumber: Perda Kaltim No. 1/2016) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 136

171 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Kawasan Hutan Lindung Kalimantan Timur (Perda Kaltim No. 1/2016) Arahan mitigasi perubahan iklim pada kawasan hutan lindung adalah a) Reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis di kawasan hutan lindung, disertai dengan: percepatan pengukuhan kawasan hutan lindung, pengamanan dan penegakan hukum, pengetatan perizinan pinjam pakai hutan lindung, penguatan kelembagaan pengelola (KPH). Gambar Luas lahan kritis di kawasan hutan lindung (BPDAS Mahakam Berau, 2015) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 137

172 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Terdapat ,14 hektar lahan kritis di kawasan hutan lindung di Kaltim, dengan wilayah terluas berada di Kabupaten Berau (15.258,63 hektar) di Kabupaten Berau, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Paser, dan Kota Balikpapan. Upaya rehabilitasi dilakukan secara bertahap dalam jangka pendek ( ), dengan target tahunan seluas hektar. Diharapkan pada periode pertama ini, seluruh kawasan hutan lindung di Kaltim telah mampu kembali pada kondisi yang baik. b) Peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan lindung melalui upaya pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Terdapat skema hutan desa dan hutan kemasyarakatan yang dapat dikembangkan untuk penglolaan hutan lindung. Untuk kebutuhan ini, perlu dilakukan identifikasi kawasan hutan desa dan hutan kemasyarakatan di hutan lindung di Kaltim. c) Pemantauan dan Pembatasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada Hutan Lindung. Kaltim perlu melakukan pembatasan pemberian IPPKH baru untuk mencegah terjadinya pengurangan kawasan hutan lindung. Terhadap IPPKH yang telah ada, perlu dilakukan pemantauan dan pemastian dilakukannya rehabilitasi kawasan yang telah dibuka. d) Pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan (budidaya jamur, penangkaran satwa, budidaya tanaman obat dan tanaman hias, budidaya perlebahan dan budidaya sarang burung walet), pemanfaatan jasa lingkungan (wisata alam, pemanfaatan air, keindahan dan kenyamanan, usaha olahraga tantangan), dan pemungutan hasil hutan non kayu (rotan, madu, buah-buahan dan perburuan satwa liar yang tidak dilindungi dan dilaksanakan secara tradisional) serta pendidikan dan penelitian. e) Pembatasan dalam kawasan hutan lindung hanya untuk pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian dan wisata alam secara terbatas. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 138

173 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 f) Pemanfaatan dalam kawasan hutan lindung untuk rehabilitasi lahan, pembinaan habitat dan pembinaan kawasan serta pengurangan dan penambahan jumlah populasi suatu jenis, baik asli atau bukan asli ke dalam kawasan. g) Pelarangan dalam kawasan hutan lindung untuk kegiatan yang bersifat mengubah bentang alam termasuk kegiatan pertambangan terbuka. h) Penyelesaian hak ulayat dan penguasaan tanah yang berada di dalam kawasan hutan ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. 2) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya meliputi: a) kawasan bergambut, tersebar di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau. b) kawasan resapan air, tersebar di seluruh wilayah provinsi. Gambar Peta Kawasan Gambut di Kalimantan Timu Arahan mitigasi perubahan iklim pada kawasan ini adalah: Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 139

174 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 a) Pelarangan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti (ketebalan gambut lebih dari 3 meter), meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan zona inti. b) Pengelolaan Gambut pada kawasan hutan dilakukan melalui reboisasi dan rehabilitasi, pengamanan dan penegakan hukum, pemberdayaan masyarakat, dan penataan kawasan. c) Pengelolaan gambut pada non kawasan hutan dilakukan melalui penghijauan, disertai dengan pengamanan dan penegakan hukum, pemberdayaan masyarakat setempat, serta penyusunan rencana sesuai dengan RTRW. d) Pengelolaan gambut pada kawasan moratorium dilakukan melalui tidak adanya penerbitan usaha pada kawasan moratorium, pengawasan dan penegakan hukum, serta pemberdayaan masyarakat. 3) Kawasan perlindungan setempat, meliputi: a) Kawasan sempadan pantai, tersebar di Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kota Balikpapan, dan Kota Bontang. Pada kawasan sempadan pantai, juga merupakan ekosistem mangrove, dimana ini menopang ekosistem padang lamun dan terumbu karang, serta ekosistem di atasnya. Gambar Luas Kawasan Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu Karang di Kalimantan Timur (Sumber: Badan Lingkungan HIdup Kalimantan Timur, 2016) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 140

175 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 b) Sempadan sungai, dikembangkan pada seluruh aliran sungai provinsi, baik yang mengalir di kawasan perkotaan maupu yang di luar perkotaan; c) Kawasan sekitar danau/waduk; d) Kawasan sempadan mata air yang tersebar seluruh wilayah provinsi; dan e) Kawasan terbuka hijau kota, yang menyebar di kawasan perkotaan dan bukan perkotaan. Arahan mitigasi perubahan iklim pada kawasan ini adalah: a) Pengelolaan kawasan sempadan di luar areal perizinan dilakukan melalui reboisasi dan rehabilitasi, pengamanan dan penegakan hukum, pemberdayaan masyarakat, dan penataan kawasan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan melalui kerja sama antara Pemerintah Desa, OPD Pemberdayaan Masyarakat, OPD Kehutanan, OPD Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta OPD Lingkungan Hidup. b)pengelolaan kawasan sempadan di dalam areal perizinan dilakukan melalui reboisasi dan rehabilitasi, serta integrasi di dalam pengelolaan kawasan bernilai konservasi tinggi (KBKT)/high conservation value forest (HCVF) di dalam areal perizinan. Aktivitas yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah melalui identifikasi dan pendataan KBKT di areal perijinan kehutanan dan perkebunan, yang dapat dilakukan oleh OPD Kehutanan, OPD Perkebunan dan OPD Lingkungan Hidup. c) Pelarangan semua kegiatan yang mengganggu fungsi resapan air. d)pengembangan hutan rakyat, termasuk untuk penguatan kelompok masyarakat pengelola hutan rakyat, dukungan pembiayaan dan pemasaran. 4) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya Terdapat ,32 hektar kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Kaltim. Kawasan ini terdiri dari: a) Suaka margasatwa Pulau Semama, terletak di Kabupaten Berau; b) Cagar alam, meliputi: Cagar Alam Muara Kaman Sedulang seluas hektar, terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur; Cagar Alam Teluk Adang seluas hektar, terletak di Kabupaten Paser; Cagar Alam Teluk Apar seluas hektar, Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 141

176 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 terletak di Kabupaten Paser; dan Cagar Alam Padang Luwai/Kersik Luway seluas hektar, terletak di Kabupaten Kutai Barat. c) Kawasan pantai berhutan bakau. d) Taman nasional, meliputi Taman Nasional Kutai seluas hektar, terdapat di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang. e) Taman hutan raya, meliputi: Taman Hutan Raya Bukit Soeharto seluas hektar, terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara; Taman Hutan Raya Lati Petangis, terdapat di Kabupaten Paser. f) Taman wisata alam dan taman wisata alam laut, meliputi: Taman Wisata Alam Laut Berau, di Kabupaten Berau; dan Taman Wisata Alam Laut Pulau Sangalaki seluas 280 hektar, di Kabupaten Berau. g) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, meliputi: Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Penelitian Samboja, di Kabupaten Kutai Kartanegara; Hutan Lindung Sungai Wain, di Kota Balikpapan; Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan dan Latihan BLK/SKMA Samarinda di Kabupaten Kutai Kartanegara; Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pusat Penelitian Hutan Tropis Lembab (PPHT) Universitas Mulawarman, di Kota Samarinda; Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, di Kota Samarinda; Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Sebulu, di Kabupaten Kutai Kartanegara; Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, di Kabupaten Berau; Hutan Pendidikan dan Penelitian Muara Kaeli, di Kabupaten Kutai Kartanegara; Hutan Lindung Sungai Manggar, di Kutai Kartanegara dan Balikpapan; dan; Kebun Raya Balikpapan, di Kota Balikpapan. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 142

177 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Peta Kawasan Konservasi di Kalimantan Timur (Sumber: Perda Kaltim No. 1/2016 tentang RTRWP Kaltim tahun ) Gambar Luas Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Kalimantan Timur (Perda Kaltim No. 1/2016) Pada KSA/KPA di Kaltim, terdapat 5.381,00 hektar lahan kritis yang terdiri dari 4.903,94 hektar lahan kritis dan hektar lahan sangat kritis. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 143

178 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Gambar Luas lahan kritis dan sangat kritis pada KSA/KPA (BPDAS Mahakam Berau, 2015) Arahan mitigasi perubahan iklim pada pola ruang ini adalah: a) Pelarangan seluruh kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi pemanfaatan suaka margasatwa dan cagar alam. b) Reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis di Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, disertai dengan percepatan pengukuhan kawasan hutan konservasi, pengamanan dan penegakan hukum, pelarangan perizinan eksploitatif di KSA/KPA, dan memperkuat kelembagaan pengelola (BKSDA, Balai Taman Nasional ataupun KPH). Prioritas pada tahun pertama adalah 477,06 hektar lahan sangat kritis yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Paser dan diikuti reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis seluas 4.903,94 hektar hingga tahun 2020, di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Paser dan Penajam Paser Utara. c) Pemberdayaan masyarakat pada zona pemanfaatan dengan basis kewilayahan desa, dengan melalui proses identifikasi desa-desa yang berada di kawasan penyangga (buffer Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 144

179 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 zone) KSA/KPA, serta kawasan lainnya. Program pemberdayaan masyarakat ini diintegrasikan di dalam program desa, terutama mengintegrasikan ke dalam RPJM Desa. 5) Kawasan rawan bencana alam Kawasan rawan bencana ini meliputi kawasan rawan tanah longsor, kekeringan dan rawan banjir serta rawan kekeringan. Sebaran wilayah ini berada di berbagai kabupaten/kota di Kaltim, termasuk yang prioritas meliputi wilayah Kota Balikpapan dan Kota Samarinda. Sedangkan kawasan Kutai Barat, Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, merupakan wilayah rawan banjir, serta kawasan rawan kekeringan di wilayah Kota Balikpapan, Samarinda, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur. Gambar Peta Rawan Bencana Kalimantan Timur (Sumber: Perda Kaltim No. 1/2016 tentang RTRWP Kaltim ) Arahan mitigasi pada kawasan ini adalah: a) Rehabilitasi dan reboisasi pada kawasan ini, dengan didahului dengan identifikasi kawasan dan penyusunan rancangan teknis rehabilitasi dan reboisasi kawasan, serta pembatasan perizinan (termasuk izin mendirikan bangunan) pada kawasan-kawasan yang rentan bencana. OPD Penanggulangan Bencana, OPD Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 145

180 Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 Kehutanan dan OPD Lingkungan Hidup memiliki peran strategis pada kawasan ini. 6) Kawasan lindung geologi Kawasan lindung geologi meliputi kawasan bentang alam karst di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau seluas Ha tersebar di Hutan Lindung dan kawasan budidaya. Secara khusus, kawasan ini sudah diatur di dalam Pergub Kaltim No. 67 tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat di Kabupaten Berau dan Kab. Kutim. Gambar Luas Kawasan Karst di Kalimantan Timur Gambar Kawasan Lindung Geologi Kaltim (Sumber: Perda Kaltim No. 1/2016) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 146

181 Gambar Sebaran Kawasan Karst di Kalimantan Timur Arahan mitigasi pada kawasan ini adalah: a) Pengelolaan ekosistem karst yang terpadu antar sektor dan antar wilayah administratif, termasuk di dalamnya inventarisasi bentang alam karst (termasuk inventarisasi dan pemetaan bentuk eksokarst dan endokarst), penyusunan rencana strategis perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst, pelibatan aktif para pihak, rehabilitasi dan konservasi hutan dan lahan di kawasan karst, serta perlindungan terhadap kawasan secara keseluruhan dengan tidak memberikan perijinan ekstraktif dan eksploitatif pada kawasan lindung geologi. b. Kawasan Budidaya 1) Kawasan Budidaya Kehutanan Kalimantan Timur menetapkan kawasan budidaya dengan peruntukan hutan produksi dengan luas kawasan kurang lebih hektar. Rencana kawasan peruntukan hutan produksi terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda. Hingga saat ini telah terdapat 58 Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPPHK-HA) dengan luas hektar, dimana terdapat hektar kawasan telah dikelola secara lestari (PHPL), Ijin Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 147

182 Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPPHK-HT) berjumlah 43 perusahaan dengan luas ha dan 3 Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dengan luas hektar. Gambar Peta Kawasan Budidaya Kehutanan di Kalimantan Timur Tabel 2.8. Luas Kawasan Budidaya Kehutanan di Kalimantan Timur Kabupaten/Kota Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Konversi Jumlah Balikpapan 1.629, ,62 Berau , , , ,36 Bontang ,40 87,40 Kutai Barat , , , ,07 KutaiKartanegara , , , ,10 Kutai Timur , , , ,08 Mahakam Ulu , , , ,75 Paser , , , ,14 Penajam Paser Utara , ,86 84, ,42 Samarinda 544, ,45 KalimantanTimur , , , ,39 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 148

183 Arahan Mitigasi pada kawasan budidaya kehutanan adalah: a) Pada areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK- HA) diterapkan pengelolaan hutan produksi lestari (Sustainable Forest Management), termasuk pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value Forest), termasuk implementasi sistem silvikultur berkelanjutan. Di dalam PHPL, termasuk di dalamnya: Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB), penatabatasan kawasan hutan, kepastian pelaksanaan pengayaan hutan, pengelolaan petak ukur permanen (PUP), pengelolaan plasma nutfah, penerapan penebangan rendah dampak (Reduced Impact Loging), pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dengan beragam pola kemitraan, percepatan sertifikasi PHPL, optimalisasi teknik silvikultur, serta pembuatan database potensi hutan. b) Pada areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) diterapkan pengelolaan hutan produksi lestari (Sustainable Forest Management), termasuk pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value Forest), termasuk implementasi sistem silvikultur berkelanjutan. Di dalam PHPL, termasuk di dalamnya: penatabatasan kawasan hutan, kepastian pelaksanaan pengayaan hutan, pengelolaan petak ukur permanen, pengelolaan plasma nutfah, realisasi penanaman sebesar 50% dari luas areal tanaman paling lambat 5 tahun sejak pemberian izin, pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dengan pola kemitraan, percepatan sertifikasi PHPL, optimalisasi teknik silvikultur, serta pembuatan database potensi hutan. c) Pada areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) diterapkan pengelolaan hutan produksi lestari (Sustainable Forest Management), termasuk restorasi kawasan terdegradasi, perlindungan dan pengamanan kawasan, serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dengan beragam pola kemitraan. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 149

184 d) Percepatan implementasi perhutanan sosial (hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat) dan hutan adat, termasuk di dalamnya: pengembangan kebijakan yang memudahkan perizinan perhutanan sosial, pencadangan kawasan hutan untuk perhutanan sosial, percepatan pengakuan hutan adat, dukungan kemudahan keuangan, peningkatan kapasitas teknis dan kelembagaan, serta kepastian wilayah pengelolaan perhutanan sosial dan hutan adat. Sampai dengan tahun 2015, terdapat 2 unit Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan luas hektar, 6 ijin Hutan Desa dengan luas hektar, dan 10 unit Hutan Kemasyarakatan dengan luas ha. Gambar Arahan Perhutanan Sosial di Kaltim Gambar Peta Arahan Perhutanan Sosial di Kaltim Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 150

185 e) Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi atau Hutan Produksi Terbatas yang belum dibebani Perizinan, dilakukan Reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis, disertai dengan pengamanan dan penegakan hukum, identifikasi peluang pengelolaan kawasan oleh kelompok masyarakat dengan skema perhutanan sosial (hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat), penguatan kelembagaan pengelola (KPH) f) Pada kawasan moratorium, maka tidak ada penerbitan izin usaha pada kawasan moratorium, disertai pengawasan dan penegakan hukum, serta pemberdayaan masyarakat. 2) Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan pertanian memiliki luas kawasan kurang lebih hektar, yang meliputi: (a) pertanian tanaman pangan dan hortikultura; (b) perkebunan; dan (c) peternakan. a) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan dan hortikultura meliputi kawasan lahan basah, lahan kering dan hortikultura yang terdistribusi di Kab. Paser, Kab. Kubar, Kab. Kukar, Kab. Kutim, Kabupaten Berau, Kab. PPU, Kab. Mahulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. Gambar Peta Kawasan Pertanian di Kalimantan Timur Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 151

186 b) Rencana kawasan peruntukan perkebunan terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. Gambar Luas Pola Ruang dan Perijinan Perkebunan di Kaltim Gambar Peta Kawasan Perkebunan di Kalimantan Timur Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 152

187 c) Rencana kawasan peruntukan peternakan terdistribusi di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. Arahan mitigasi perubahan iklim pada kawasan ini adalah: a) Pengembangan pengelolaan lahan pertanian ramah lingkungan, didukung pengelolaan sistem irigasi bagi sawah dan mengurangi penggunaan pupuk dan pembasmi hama kimia, serta pemanfaatan limbah peternakan sebagai pupuk organik. b) Penerapan Good Agriculture Pratices (GAP), pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value Forest) dan penerapan pembukaan lahan bertahan dan tanpa bakar, pada perizinan perkebunan. Termasuk di dalamnya: percepatan pembangunan perkebunan di areal rendah karbon, pemberdayaan masyarakat termasuk 20% areal perkebunan plasma bagi masyarakat sekitar, pembentukan kelompok masyarakat sadar api, kelembagaan dan sarana pengelolaan kebakaran lahan, pembukaan lahan kebun secara bertahap sesuai kemampuan tanam tahunan, dan penghentian pemberian perizinan perkebunan di areal hutan alam dan lahan gambut. c) Penerapan perkebunan rakyat di areal yang rendah karbon dan lahan tidur, termasuk pengembangan komoditas lokal, perkebunan ramah lingkungan, peningkatan kapasitas teknis dan organisasi,serta pembentukan kelembagaan pekebun rakyat. 3) Kawasan Pertambangan Kawasan peruntukan pertambangan, meliputi kawasan pertambangan mineral dan batubara, tersebar di kawasan lindung dan kawasan budidaya, dengan luas kawasan kurang lebih hektar. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 153

188 Gambar Peta Kawasan Pertambangan di Kalimantan Timur Hingga tahun 2015, terdapat 51 ijin pinjam pakai kawasan hutan, dari penggunaan pertambangan dengan luas ,09 hektar. Gambar Peta Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan di Kalimantan Timur Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 154

189 Tabel Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Penggunaan Pertambangan di Kalimantan Timur Nama Perusahaan Nomor IPPKH Tanggal Luas Jembayan Muarabara, PT SK.229/Menhut-II/ IPPKH April ,30 (ha) Berau Coal (Blok Sambarata), PT SK.162/Menhut-II/ Maret ,85 Kelian Equatorial Mining, PT S. 002/KWL/PTGH-3/ Agustus ,00 Kideco Jaya Agung, PT S. 3139/KWL/PTGH-3/ Agustus ,14 Tambang Batubara Bukit Asam, PT S. 003/KWL/PTGH-3/ September ,00 Arzara Baraindo Energitama, PT SK. 354/Menhut-II/ September ,80 Berau Bara Energi, PT SK.253/Menhut-II/ Juli ,14 Beringin Jaya Abadi, PT SK.276/Menhut-II/ Juni ,58 Mahakam Sumber Jaya, PT SK.164/Menhut-II/ Mei ,80 Tanito Harum, PT SK.638/Menhut-II/ Oktober ,59 David Bumi Perkasa, PT SK.74/Menhut-II/ Maret ,80 Mamahak Coal Mining, PT SK.707/Menhut-II/ Oktober ,00 Kutai Kumala Energy, CV SK.330/Menhut-II/ Juli ,26 Manoor Bulatn Lestari, PT SK.270/Menhut-II/ Juni ,95 Singlurus Pratama, PT SK.380/Menhut-II/ Oktober ,40 Semoi Prima Lestari, PT SK.242/Menhut-II/ Mei ,78 Bumi Dharma Kencana, PT SK.604/Menhut-II/ Oktober ,90 Rencana Mulia Baratama, PT SK.130/Menhut-II/ Februari ,34 Agro City Kaltim, PT SK. 690/Menhut-II/ Oktober ,19 Alam Jaya Barapratama, PT SK.483/Menhut-II/ Agustus ,08 Bara Kumala Sakti, PT SK.618/Menhut-II/ November ,60 Asia Pasifik Mineral Coal, PT SK.269/Menhut-II/ Juni ,50 Bara Sejati, PT SK.706/Menhut-II/ Desember ,10 Belayan Abadi Prima Coal, PT SK.615/Menhut-II/ November ,80 Berau Coal, PT SK.487/Menhut-II/ Agustus ,48 (Binungan) (Perpanjangan II) Berau Coal, PT (Areal Binungan) SK.785/Menhut-II/ Desember ,50 Bharinto Ekatama, PT SK.621/Menhut-II/ November ,10 Dermaga Pratama Perkasa, PT SK.555/Menhut-II/ September ,18 Nama Perusahaan Nomor IPPKH Tanggal IPPKH Luas (ha) Ganda Alam Makmur, PT SK.149/Menhut-II/ Maret ,00 Gunung Bara Utama, PT SK.386/Menhut-II/ Juli ,40 Gunungbayan Pratamacoal, PT SK.100/ Menhut-II/ Maret ,00 Indominco Mandiri, PT SK.297/Menhut-II/ September ,40 Kartika Selabumi Mining, PT SK.75/Menhut-II/ Februari ,28 Karya Usaha Pertiwi, PT SK.561/Menhut-II/ Oktober ,20 Kedap Sayaaq, PT (Tahap I) SK.528/Menhut-II/ September ,37 Interex Sacra Raya, PT SK.413/Menhut-II/ Juli ,61 Kimco Armindo, PT (Revisi) SK.16/Menhut-II/ Januari ,33 Kitadin, PT (Perpanjangan) SK.644/Menhut-II/ Oktober ,57 Lati Tanjung Harapan, PT SK.748/Menhut-II/ Desember ,20 Madani Citra Mandiri, PT SK.679/Menhut-II/ Oktober ,60 Mahakam Sumber Jaya, PT (Revisi) SK.454/Menhut-II/ Agustus ,40 Multi Harapan Utama, PT SK.645/Menhut-II/ Oktober ,11 II) Nusantara Berau Coal, PT SK.128/Menhut-II/ Maret ,80 Pancaran Surya Abadi, PT SK.405/Menhut-II/ Juli ,37 (Perubahan) Rinjani Kartanegara, PT SK.705/Menhut-II/ Desember ,54 Santan Batubara, PT SK.165/Menhut-II/ Mei ,30 Tambang Batubara Harum, PT SK.617/Menhut-II/ Oktober ,20 Tambang Damai, PT SK.642/Menhut-II/ Oktober ,30 Trubaindo Coal Mining, PT SK.534/Menhut-II/ September ,50 Tunas Muda Jaya, PT SK.739/Menhut-II/ Desember ,19 United Coal Indonesia, PT SK.332/Menhut-II/ Juni ,26 Jumlah IPKKH ,09 Sumber: Master Plan Perubahan Iklim Kaltim, 2016 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 155

190 Arahan mitigasi perubahan iklim pada kawasan pertambangan: a) Peningkatan rasio lahan rehabilitasi dan reklamasi di areal perizinan pertambangan, termasuk di dalamnya: pembatasan produksi batubara, pengetatan perizinan baru, pengawasan dan penegakan hukum, pembinaan dan pengendalian terhadap penerapan sistem pertambangan yang baik dan benar (good mining practices), percepatan revegetasi pasca tambang baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, serta pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban sesuai dengan kontrak karya pemegang perizinan pertambangan. b) Pengelolaan kawasan ijin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan, melalui reklamasi yang disertai dengan restorasi dan rehabilitasi kawasan selambatnya 30 hari setelah tidak ada kegiatan, untuk mengembalikan fungsi hutan yang telah ditambang. c. Kawasan Pembangunan Lainnya 1) Penghijauan dan reboisasi pada jaringan jalan, serta perencanaan jaringan jalan dan transportasi lainnya yang meminimalkan penghilangan tutupan hutan dan konversi gambut. 2) Optimalisasi penghijauan pada areal kawasan industri, termasuk kawasan industri Kariangau, Maloy dan lainnya, termasuk pengawasan dan pengelolaan kawasan hijau di areal kawasan industri. 3) Penghijauan dan reboisasi pada kawasan permukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum, termasuk di dalamnya perencanaan kawasan yang lebih baik, pengawasan kawasan, serta peningkatan partisipasi masyarakat. d. Dalam upaya mitigasi perubahan iklim berbasis lahan, diperlukan beberapa langkah pendukung, yang akan memberikan keberlanjutan dari upaya mitigasi perubahan iklim yang dilakukan. Arahan Kegiatan Pendukung Mitigasi Perubahan Iklim berbasis lahan adalah: Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 156

191 1) Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) disertai penguatan kelembagaan, dukungan kebijakan, peningkatan kapasitas pengelola, percepatan penyusunan Rencana Pengelolaan KPH, serta dukungan pendanaan bagi operasional KPH yang optimal. Gambar Peta Kesatuan Pengelolaan Hutan di Kalimantan Timur Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 157

192 1 2 No UNIT KPH XXII XXX NAMA KPH KPHL Batu Rok KPHL Balikpapan Tabel Rincian Kesatuan Pengelolaan Hutan di Kalimantan Timur PENETAPAN MENHUT PENYESUAIAN SK.718/2014 KAB.KOTA FUNGSI KAWASAN HUTAN JUMLAH FUNGSI KAWASAN HUTAN (Ha) JUMLAH (Ha) HL HP HPT HL HP HPT HPK JUMLAH I XII XIV XV XVI XVII XVIII XIX XXIII XXIV XXV XXVI XXVIII XXIX XXXIII XXXIV KPHP Berau Barat KPHP Berau Utara KPHP Berau Tengah KPHP Berau Pantai KPHP Manubar KPHP Bengalon KPHP Kelinjau KPHP Batu Ayau KPHP Ratah KPHP Lilang Mebang KPHP Sub DAS Belayan KPHP Samarinda KPHP Delta Mahakam KPHP Telake KPHP Kendilo Kutai Barat Balikpapan JUMLAH II XXVII XXXI XXXII KPHP Santan KPHP Meratus KPHP Bongan JUMLAH III TOTAL Catatan : Ada yang sudah aktif beroperasi dan masih ada yang belum aktif beroperasi Sumber: Master Plan Perubahan Iklim Kaltim, 2016 Berau Berau Berau Berau Kutai Timur Kutai Timur Kutai Timur Kutai Barat Kutai Barat Kutai Barat Kutai Kartanegara Samarinda Kutai Kartanegara Paser Paser Kukar, Kutim, Bontang PPU, Kubar, Kukar PPU, Paser, Kubar Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 158

193 2) Penguatan kelembagaan kelompok muda dalam mendukung upaya pemulihan kawasan, melalui pembentukan dan penguatan Kelompok Pelajar, Mahasiswa dan Pemuda yang mendukung upaya perlindungan dan pemulihan kawasan hutan, pengembangan kurikulum dan program sekolah hijau, serta dukungan program dan kegiatan kelompok muda. 3) Penguatan kelembagaan desa (Pemerintah Desa, Badan Perwakilan Desa, Badan Usaha Milik Desa) di dalam mendukung perlindungan dan pemulihan kawasan hutan dan gambut, melalui perencanaan pembangunan desa hijau dan penataan ruang desa yang berperspektif perubahan iklim, peningkatan kapasitas, serta pengembangan peraturan dan kebijakan yang mendukung hal tersebut. 4) Identifikasi, Verifikasi dan Validasi, serta Penetapan Masyarakat Hukum Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah Adat, beserta Kawasan Kelola Adatnya, berdasarkan Perda Kaltim Nomor 1 tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Kalimantan Timur, dimana Pemerintah memiliki kewenangan penetapan tanah ulayah, berdasarkan wilayah kewenangannya, serta melakukan peningkatan kapasitas masyarakat hukum adat, kearifan lokal dan pengetahuan tradisional. 5) Percepatan Penetapan (pengukuhan) Kawasan Hutan. Hingga tahun 2014, telah dilakukan penetapan kawasan hutan di Kalimantan Timur sebanyak 45 unit kawasan hutan. Tabel Unit Hutan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Departemen Kehutanan) No Nomor Keputusan Tanggal Nama Unit Hutan Keputusan /Kpts-II/ /03/1999 S. Belayan- Hulu Danau Siran /Menhut-II/ /02/2013 HP. P. Lungsuran Naga dan P. Guntung /Menhut-II/ /02/2013 HP. P. Saudang Besar 4. 19/Menhut-II/ /01/2010 HP. Pulau Bukuan 5. 20/Menhut-II/ /01/2010 HP. Pulau Lantang Besar 6. 21/Menhut-II/ /01/2010 Pulau Datu 7. 22/Menhut-II/ /01/2010 Batu Putih - S. Sulaeman (batas dengan HP HTI Sumalindo LG 1) /Kpts-II/ /04/1995 G.Rambutan-S.Kuaro 159

194 9. 23/Menhut-II/ /01/2010 Pulau Lerung /Menhut-II/ /01/2010 Pulau Jawa /Kpts-II/ /06/1996 S. Manggar /Kpts-II/ /05/1991 Bukit Suharto /Kpts-II/ /03/1992 G. Beratus /Kpts-II/ /06/1999 Lempake/Unmul /Kpts-II/ /06/1999 Hilir S. Marah, Barat S.Telen /Menhut-II/ /02/2012 HP S. Kendilo /Menhut-II/ /02/2012 HP P. Tanjung Pemarung S /Menhut-II/ /09/2009 Kelambu Taman Hutan Raya Bukit /Menhut-II/ /02/2012 Soeharto HP G. Tindih Hantu /Kpts-II/ /11/1995 Muara Kaman Sedulang /Menhut-II/ /02/2012 HP Tanjung Ruwana S. Tambora, S. Bayur /Menhut-II/ /02/2012 HP P.S. Tambora, T. Bangai /Menhut-II/ /02/2012 HP P. Penti /Menhut-II/ /02/2012 HP Barat S. Kaliorang - Hulu S. Sekurau /Kpts-II/ /10/1991 G. Lintang = 1079,9 ha dan Bukit Panti=628 ha /Menhut-II/ /02/2012 HP Sungai Samu /Menhut-II/ /02/2012 HP Hilir S. Santan - S /Kpts-II/ /10/1993 Marangkayu Teluk Apar /Kpts-II/ /09/2002 Bukit Suharto - BLK SKMA 30. SK.1834/Menhut- 25/03/2014 samarinda Padang Luwai 31. VII/KUH/2014 SK.2756/Menhut- 14/04/2014 HPT S. Memperigang 32. VII/KUH/2014 SK.3676/Menhut- 08/05/2014 Kelompok Hutan Gunung Lumut 33. VII/KUH/2014 SK.3692/Menhut- 08/05/2014 CA Teluk Adang 34. VII/KUH/2014 SK.3921/Menhut- 14/05/2014 HP Batu Ampar 35. VII/KUH/2014 SK.3922/Menhut- 14/05/2014 HL Sungai Wain VII/KUH/2014 SK.3923/Menhut- VII/KUH/2014 SK.3924/Menhut- 14/05/ /05/2014 HP Tanjung Mangkaliat - Pegunungan Medadem Kelompok Hutan Muara Lasan 38. VII/KUH/2014 SK.3960/Menhut- 19/05/2014 Kelompok Hutan Gunung Hantu VII/KUH/2014 SK.4194/Menhut- 10/06/2014 TN Kutai 40. VII/KUH/2014 SK.4195/Menhut- 10/06/2014 HL Sungai Samu VII/KUH/2014 SK.4784/Menhut- VII/KUH/2014 SK.4785/Menhut- 26/06/ /06/2014 Kelompok Hutan S. Ratah S. Nyuatan S. Lawa Kelompok Hutan Sungai Lasan - VII/KUH/2014 Sungai Jele - Sungai Mengapoh 43. SK.4786/Menhut- VII/KUH/ /06/2014 Kelompok Hutan S. Santan - S.Separi S.Benasar Besar - S.Banumuda 44. SK.4788/Menhut- VII/KUH/ /06/2014 Sebagian Kelompok Hutan DAS Mahakam 45. SK.4789/Menhut- VII/KUH/ /06/2014 Sebagian Kelompok Hutan DAS Berau Sumber: Master Plan Perubahan Iklim Kaltim, 2016 Masih terdapat beberapa unit kawasan hutan yang belum memperoleh pengukuhan dan penetapan, diantaranya di wilayah Berau, Kutai Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 160

195 Timur, Kukar, Kubar, Mahakam Ulu, Penajam Paser Utara dan Paser. Dalam jangka waktu pendek (2020), Kawasan hutan di Kaltim sudah memperoleh penetapan secara keseluruhan kawasan. Gambar Peta Penetapan Kawasan Hutan di Kalimantan 2. Arahan Mitigasi Sektor Limbah Mitigasi perubahan iklim di sektor limbah rumah tangga maupun industri, dilakukan melalui: a. Keebijakan dan pengembangan insentif yang mendorong penurunan sampah rumah tangga, melalui kampanya reduksi sampah, penggunaan tas belanja tidak sekali pakai, pengembangan kegiatan daur ulang dan guna ulang barang. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 161

196 b. Pengembangan usaha-usaha daur ulang sampah di Balikpapan, Samarinda, Bontang, Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, melalui dukungan kebijakan dan insentif usaha. c. Peningkatan kualitas pengelolaan Tempat Pengolahan Akhir Sampah yang ada di kawasan perkotaan, termasuk peningkatan cakupan wilayah layanan dan flaring gas methane. d. Pengurangan limbah padat industri sebesar 20%, dengan memanfaatkannya sebagai bahan bakar pembangkit listrik atau untuk proses produksi, serta menerapkan perlakukan aerobic treatment dan kolam anaerobik dangkal (anaerobic shallow lagoon). e. Implementasi pemanfaatan limbah cair, diantaranya pemanfaatan limbah cair kelapa sawit (POME) sebagai sumber energi listrik 3. Arahan Mitigasi Sektor Energi dan Transportasi Pada sektor energi dan transportasi, strategi mitigasi yang dikembangkan di Kaltim adalah: a. Pengembangan pembangkit listrik dengan energi terbaharukan, menggunakan tenaga matahari, air, biogas dan kayu: Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tabang sebesar 205 MW; Pembangunan PLTA Kelay sebesar 150 MW; Pembangunan PLTS terpusat off grid 2 x 7 MWp; Pembangunan PLTS terpusat on grid 2 x 10 MWp; Pembangunan digester biogas skala besar 108 unit; Pembangunan Pembangkit Listrik berbahan bakar kayu (wood pellet) b. Pengembangan pembangkit listrik skala kecil: 1) Pembangunan 20 unit PLTMH masing-masing 1 MW 2) Pembangunan digester Biogas skala kecil sebanyak unit 3) Pengembangan pembangkit listrik berbahan wood-pelet di pedesaan f. Penghematan energi industri: 1) Penghematan industri PT Badak NGL 2) Penghematan industri PT Pupuk Kaltim 3) Penghematan industri PT Pertamina g. Perbaikan pola angkutan masal: Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 162

197 1) Smart driving 2) Peremajaan angkutan umum 3) Pembangunan integrated transportation system (ITS) 4) Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) E. Arahan Adaptasi Perubahan Iklim Kalimantan Timur juga terletak di daerah khatulistiwa adalah wilayah yang sangat rentan terhadap terjadinya perubahan iklim. Beberapa bencana terkait perubahan iklim seperti banjir, longsor, erosi, badai tropis, dan kekeringan akan mengancam ketersediaan pangan, energi, air dan keamanan sosial masyarakat. Pemprov Kaltim hingga saat ini belum menyusun satu Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim yang komprehensif. Secara terpisah, Pemprov Kaltim telah memiliki Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana dan Peraturan Daerah Pengelolaan Bencana. Dampak perubahan iklim yang terjadi diantaranya adalah meningkatnya temperatur permukaan, perubahan kuantitas curah hujan, berubahnya suhu permukaan laut, berubahnya tinggi muka air laut, serta terjadinya kejadian iklim dan cuaca ekstrim. Meningkatnya temperatur permukaan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan evapotranspirasi yang dapat menyebabkan kekeringan, menurunnya produksi pertanian, meluasnya sebaran populasi serangga vektor penyakit, meningkatnya penyebaran penyakit melalui medium udara, perubahan pola perkembangan populasi dan migrasi hama dan penyakit tumbuhan. Berubahnya curah hujan dapat menyebabkan kekeringan akibat jumlah presipitasi yang defisit, menurunnya ketersediaan air, banjir akibat peningkatan jumlah, durasi dan intensitas hujan, tanah longsor, menurunnya produksi pertanian, meningkatnya populasi nyamuk, dan meningkatnya penyebaran penyakit melalui medium udara dan genangan air. Berubahnya suhu permukaan laut dapat menjadikan perubahan pola migrasi ikan dan rusaknya terumbu karang (coral bleaching), sedangkan perubahan tinggi muka air laut dapat menyebabkan meluasnya genangan air laut di daerah pesisir dan meluasnya daerah intrusi air laut, yang dapat berdampak terhadap pangan, Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 163

198 kesehatan, dan ekosistem. Perubahan lain yang ekstrim yang dapat terjadi antara lain adalah kejadian iklim dan cuaca ekstrim, yang dapat menyebabkan terjadinya tahun kering secara berturut-turut, perubahan pola hujan musiman, peningkatan peluang terjadinya hujan lebat, angin kencang, badai dan gelombang badai, meningkatnya frekuensi dan intensitas erosi dan abrasi, serta meningkatnya peluang kejadian banjir rob akibat badai dan gelombang badai. Berkaitan dengan kondisi tersebut dan potensi dampak yang akan terjadi, maka penting untuk menyiapkan langkah-langkah adaptasi perubahan iklim, yang memiliki sasaran: a. Ketahanan Ekonomi: untuk menghindari potensi penurunan dan untuk memelihara pertumbuhan ekonomi, terutama pada Ketahanan Pangan dan Kemandirian Energi b. Ketahanan Sistem Kehidupan: untuk memelihara keseimbangan hubungan antara manusia dan sistem untuk memperoleh sumbersumber kehidupan (Pendekatan Kehidupan Berkelanjutan), terutama pada Kesehatan, Permukiman, dan Infrastruktur c. Ketahanan Ekosistem: untuk memperkuat dukungan dari ekosistem alam dalam memperoleh sumber dan proses keanekaragaman hayati (aspek manusia, dan sebagainya). d. Ketahanan di Wilayah Khusus: untuk meningkatkan kapasitas di wilayahwilayah khusus yang terpapar risiko iklim, seperti Perkotaan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil. e. Sistem Pendukung Ketahanan: beberapa isu yang mendukung tercitanya ke-empat ketahanan di atas, seperti peningkatan kapasitas, informasi iklim, riset, perencanaan dan penganggaran; monitoring dan evaluasi. Agenda adaptasi perubahan iklim difokuskan pada area yang rentan terhadap perubahan iklim, yakni: sumber daya air, pertanian, perikanan, pesisir dan laut, infrastruktur dan pemukiman, kesehatan, dan kehutanan. 1. Sektor Sumberdaya Air Dengan berubahnya iklim, kejadian kekeringan akan bertambah parah, air tanah akan semakin berkurang serta kenaikan air laut akan memicu intrusi air laut ke Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 164

199 daratan sehingga mencemari kualitas sumber-sumber air untuk keperluan air bersih dan irigasi. Aksi strategis yang disebutkan di atas telah secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan adaptasi perubahan iklim. Untuk memperkuat program dan inisiatif yang telah ada sehingga menjadi tahan terhadap perubahan iklim, strategi yang perlu diimplementasikan antara lain: a. Keberlanjutan ketersediaan air baku dan air minum, dengan m emprakirakan dampak kenaikan muka air laut dan kekeringan, disertai dengan upaya penanganannya 1) Pengaturan zonasi memperhatikan perlindungan mata air dan kawasan rawan bencana alam; 2) Arahan pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar jaringan sumber daya air yang berada pada kawasan budidaya diperkenankan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan. 3) Mengadakan inventarisasi tempat pengambilan air baku untuk air minum di sungai (intake) dan daerah irigasi yang akan terkena dampak kenaikan muka air laut dan mengidentifikasi upaya-upaya penanganannya; 4) Memperbaiki jaringan hidrologi di tiap wilayah sungai sebagai pendeteksi perubahan ketersediaan air maupun sebagai perangkat pengelolaan air dan sumber air; 5) Mengadakan inventarisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalami pencemaran; 6) Melaksanakan program pembangunan situ, embung dan waduk di wilayah rawan kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan. Tempattempat penampungan air tersebut dapat dipergunakan sebagai sarana penyimpan air di musim hujan sehingga bisa dimanfaatkan airnya di musim kemarau; 7) Melanjutkan gerakan hemat air untuk segala keperluan, seperti untuk air minum dan domestik, pertanian, industri, pembangkit listrik, dan sebagainya; 8) Meningkatkan daya dukung DAS dengan mencegah kerusakan dan memperbaiki daerah tangkapan air sebagai daerah resapan air melalui Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 165

200 upaya konservasi lahan, baik dengan metode mekanis (misal: sumur resapan pada wilayah perkotaan) maupun vegetatif; 9) Mengingat pada musim hujan terjadi banjir dan pada musim kemarau terjadi kekeringan, serta kualitas air yang sudah tercemar, maka perlu dilakukan upaya pemulihan secara bertahap daerah aliran sungai dengan memperhatikan kualitas air sungai secara terpadu antar kabupaten dan instansi terkait; b. Pengelolaan tempat penyimpan/penyerapan air tanah 1) Melembagakan pemanfaatan informasi prakiraan cuaca dan iklim secara efektif dalam melaksanakan operasi dan pengelolaan air waduk/dam sehingga dapat menekan risiko kekeringan dan kebanjiran lebih efektif; 2) Mengadakan perubahan pola operasi dan pemeliharaan waduk dan bangunan pelengkap/penunjangnya untuk menyesuaikan dengan adanya peningkatan intensitas hujan dan berkurangnya curah hujan sebagai dampak adanya perubahan iklim; 3) Melakukan penelitian geohidrologi untuk mengetahui cekungancekungan air tanah, sehingga dapat dibangun dan dipertahankan situ-situ, danau-danau, dan pembangunan resapan air serta penampungan air, baik di gedung-gedung maupun di dalam tanah. 4) Perlu dilakukan pengawasan terhadap kewajiban pemilik gedung untuk membuat resapan air dan penampungan air. c. Pengelolaan kawasan rawa dan gambut 1) Perlu perencanaan dan pelaksanaan strategi pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan; 2) Melakukan inventarisasi daerah lahan gambut sesuai dengan karakteristiknya dan perlu dibuat penataan ruang lahan gambut sesuai karakteristik tersebut; Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 166

201 2. Sektor Pertanian Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan dan hortikultura meliputi kawasan lahan basah, lahan kering dan hortikultura yang terdistribusi di Kab. Paser, Kab. Kubar, Kab. Kukar, Kab. Kutim, Kab. Berau, Kab. PPU, Kab. Mahululu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan K o t a Bontang. Gambar Peta Arahan Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian di Kalimantan Timur Dampak dari kejadian iklim ekstrem yang dipengaruhi oleh perubahan iklim mengakibatkan gagal panen, terutama pada saat kekeringan dan banjir. Dengan meningkatnya ancaman dari perubahan iklim, beberapa strategi yang perlu diimplementasikan untuk memperkuat ketahanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim antara lain: a. Pengembangan sistem data dan informasi 1) Pembaharuan dan peningkatan kapasitas dalam mengelola kalender iklim untuk informasi musim tanam, serta menyusun atlas kalender tanam. 2) Mengembangkan sistem deteksi dini kekeringan (early detection system for draught) secara spasial dan temporal, dengan memanfaatkan stasiun iklim otomatis dan sarana telekomunikasi. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 167

202 3) Melembagakan pemanfaatan informasi iklim termasuk prakiraan cuaca dan iklim dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan sistem usaha tani, kelembagaan usaha tani dan kemitraan untuk mendukung usaha agribisnis. b. Penguatan manajemen usaha tani dan kelembagaan tani 1). Peningkatan teknologi pertanian yang lebih siap menghadapi perubahan iklim 2) Menerapkan good agricultural practices (GAP), termasuk pemanfaatan pupuk dan pestisida organik, guna revitalisasi sistem usaha tani yang berorientasi pada konservasi fungsi lingkungan hidup. 3) Penguatan kelembagaan petani dan pembentukan simpul-simpul kelompok tani yang terhubung cepat dengan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, dengan memanfaatkan teknologi informasi. 4) Pengembangan teknologi nir limbah (zero waste) dan pemanfaatan limbah (organik) pertanian, pupuk organik, pakan ternak, teknologi biogas dan bioenergi. c. Perbaikan manajemen sarana dan prasarana pendukung pertanian 1). Melaksanakan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi dengan tujuan untuk meningkatkan cropping intensity dan efisiensi penggunaan air), serta disesuaikan dengan pengembangan wilayah atau tata ruang secara regional, termasuk dengan prediksi kenaikan permukaan air laut. 2) Pengembangan teknologi pemanenan hujan (water harvesting), seperti embung, waduk dan lainnya. 3) Pengembangan dan pemanfaatan komoditi lokal dan komoditi yang adaptif terhadap kondisi cuaca (kekeringan atau genangan) dan rendah emisi gas rumah kaca. 4) Dukungan pengembangan teknologi pendukung sistem pertanian gilir-balik. 3. Sektor Kelautan, Pesisir dan Perikanan Kenaikan permukaan air laut satu meter saja dapat menenggelamkan wilayah pesisir dan menenggelamkan pulau yang terletak dekat permukaan laut beserta kawasan terumbu karang. Perubahan iklim juga akan meningkatkan temperatur air laut, mengubah pola arus laut, angin, serta pola turun hujan. Air laut yang lebih hangat dapat mencegah perkembangbiakan plankton dan mengurangi Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 168

203 ketersediaan makanan ikan. Beberapa spesies ikan kemungkinan akan bermigrasi ke wilayah lain yang memiliki kondisi suhu dan makanan yang lebih baik. Strategi adaptasi terhadap perubahan iklim diharapkan mampu untuk memastikan daerah pesisir menjadi daerah yang aman untuk tempat tinggal serta bekerja, diantaranya adalah: a. Mengimplementasikan integrated coastal management (ICM), terkait dengan pemulihan kualitas lingkungan DAS yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat; b. Membangun kesiapan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam menghadapi perubahan tinggi muka air laut; c. Pengembangan sarana penangkapan (yakni kapal) yang tahan terhadap perubahan cuaca dan besarnya ombak, serta alat tangkap yang ramah lingkungan; d. Pengembangan pemukiman nelayan yang desainnya telah mengantisipasi kenaikan muka air laut (termasuk sistem sanitasi dan air bersih); e. Penyusunan pengelolaan bencana pesisir dan pulau kecil, meliputi: 1). Pembangunan sistem peringatan dini dan tempat evakuasi bilamana terjadi kenaikan air laut dan gelombang pasang yang tinggi. 2) Penyusunan rencana strategi mitigasi bencana (terkait dengan extreme events seperti badai tropis dan gelombang tinggi/wave climate). 3) Pemetaan dan penguatan data dan informasi kerentanan dan risiko wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap perubahan iklim. 4) Penguatan rencana pengurangan risiko bencana dan kapasitas kelompok warga pesisir dan pulau-pulau kecil dalam menghadapi bencana. 3. Sektor Infrastruktur Perubahan iklim mengharuskan infrastruktur lebih tahan terhadap kejadian iklim ekstrim. Faktor adaptasi perubahan iklim harus dimasukkan dalam proses perencanaan pembangunan infrastruktur. Informasi perubahan iklim seperti kenaikan temperatur, perubahan proses penguapan, kelembaban, dan kadar air Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 169

204 harus terintegrasi dalam desain, kode, dan standar infrastruktur fisik. Strategi yang dikembangkan diantaranya: a. Pembangunan sarana transportasi (jalan, jembatan, dan lainnya) yang menyesuaikan dengan tata ruang, ketersediaan drainase, dan prediksi kenaikan permukaan air. b. Pengembangan kebijakan keselamatan gedung dan desain gedung yang memperhatikan ketahanan terhadap badai tropis, intensitas hujan yang tinggi, kekeringan, dan temperatur yang meningkat. c. Perbaikan kriteria standar perencanaan, pelaksanaan dan operasi, serta pemeliharaan infrastruktur dengan adanya peningkatan intensitas hujan dan berkurangnya curah hujan di musim kemarau, seperti perubahan modul drainase, standar pemberian air irigasi, dan pola operasi waduk. 5. Sektor Kesehatan Dengan meningkatnya risiko kesehatan akibat perubahan iklim terhadap kesehatan manusia, seperti penyebaran penyakit malaria, demam berdarah, diare, kolera, dan penyakit akibat vektor lainnya, maka pertimbangan perubahan iklim ke dalam pembangunan kesehatan di Indonesia penting untuk diintegrasikan. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I Nomor 1018/Menkes/Per/V/2011/Menks/Sk/V/2009 Tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan Terhadap Dampak Perubahan Iklim. Berdasarkan Permenkes tersebut dan kondisi Kalimantan Timur, maka strategi pada Sektor Kesehatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah: a. Pemetaan populasi dan daerah rentan perubahan iklim. b. Penguatan surveilans penyakit dan perlindungan kesehatan. c. Penguatan kesiapsiagaan sistem kesehatan. d. Peningkatan identifikasi dini dan pengendalian vektor penular penyakit. e. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. f. Pengembangan sistem peringatan dini dan melaksanakan respon yang efektif akibat bencana dan kejadian luar biasa. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 170

205 g. Peningkatan keterjangkauan pelayanan kesehatan, khususnya di daerah yang rentan perubahan iklim. h. Penguatan kemitraan dalam menanggulangi dampak perubahan iklim di sektor kesehatan. 6. Strategi Pendukung Adaptasi Perubahan Iklim Sektor kehutanan dan keanekaragamanan hayati menjadi pendukung di dalam adaptasi perubahan iklim, utamanya untuk menjaga kualitas ekologi daerah aliran sungai dan menyediakan tempat bagi keberlanjutan reproduksi spesies. Karenanya upaya mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan, seperti rehabilitasi, reboisasi, penghijauan dan upaya pengelolaan ekosistem, menjadi bagian yang tak terpisahkan di dalam upaya adaptasi perubahan iklim. Di dalam upaya adaptasi perubahan iklim, juga dibutuhkan kelembagaan dan sistem lain yang mendukung pencapaian strategi adaptasi pada sektor-sektor di atas. Hal yang sangat penting adalah ketersediaan data dan informasi yang akurat terkait cuaca dan iklim, yang terintegrasi dan dikomunikasikan kepada para pihak. Karenanya menjadi penting agar ada peningkatan kapasitas institusi penyedia data dan informasi cuaca dan iklim (seperti BMKG) serta teknologi sehingga dapat memprediksi cuaca/iklim secara akurat, serta penyediaan peta informasi rawan bencana dan penyiapan sistem peringatan dini berikut Prosedur Operasi Standar yang mengatur respon masyarakat dan aparat apabila terjadi bencana akibat perubahan iklim. Strategi lainnya yang penting adalah pengembangan kesiapan untuk upaya pemulihan (recovery) dan rehabilitasi pasca terjadinya bencana iklim, terutama terhadap layanan-layanan dasar masyarakat, termasuk juga sistem administrasi pemerintahan dan layanan publik, seperti perbankan, dan sektor vital lainnya. Penyiapan kerangka IT Disaster Recovery Plan menjadi penting untuk dikembangkan dalam menghadapi bencana iklim. Strategi adaptasi perubahan iklim penting diintegrasikan didalam pengembangan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana, sebagaimana termuat di dalam Perda Prov. Kaltim No 2 tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana Daerah, sehingga dapat menjadi bagian yang komprehensif dan dapat diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan, 171 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah

206 serta menjadikan isu bencana iklim sebagai salah satu bagian penting yang dikelola di dalam kebencanaan. Hal ini juga termasuk pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) untuk kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, banjir dan bencana-bencana lainnya. 2. ANALISIS ISU ANCAMAN KAWASAN EKOSISTEM KARST SANGKULIRANG-MANGKALIHAT A. SITUASI (STATE) Ekosistem Karst Sangkulirang-Tanjung Mangkulihat terbentang di Kecamatan Kelay, Biatan, Talisayan, Batu Putih dan Biduk-biduk Kabupaten Berau, serta meliputi Gunung Kulat yang berada di perbatasan antara Berau dan Kutai Timur. Di Kutai Timur, kawasan tersebut terbentang di beberapa Kecamatan, antara lain Kecamatan Kombeng, Kecamatan Bengalon, Kecamatan Karangan, Kecamatan Kaubun, Kecamatan Sandaran, Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Kaliorang Kawasan Karst Mangkaliat Sangkulirang ini menopang lebih dari jiwa yang tinggal dihampir 100 kampung dan kecamatan. Gambar Bukit-bukit di Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat Ekspedisi biologi lainnya yang dilakukan di kawasan Karst Sangkulirang pada tahun 2004 menunjukkan tingginya keragaman burung, kelelawar, tumbuhan, Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 172

207 serangga dan siput gua. Dalam satu bulan penelitian telah ditemukan lebih dari 120 spesies burung, mewakili sekitar ¼ dari semua spesies burung non-migrant dan non perairan seluruh Kalimantan. Kalimantan merupakan rumah bagi 92 spesies kelelawar, selama survey, 34 spesies dipastikan ada, bahkan mungkin terdapat sekitar 38 spesies. Dua dari seluruh spesies yang ditemukan merupakan jenis yang jarang muncul dan satu spesies mungkin merupakan spesies baru bagi Indonesia. Serangga gua sangat banyak dan beragam. Dalam satu metode trapping saja ditemukan lebih dari 200 jenis. Insekta non-gua juga sangat beragam. Anggota ekspedisi mengumpulkan lebih dari spesimen, yang mewakili beberapa ratus spesies. Sebanyak 51 spesies ikan ditemukan selama ekspedisi, jumlah ini dinilai relatif rendah. Keendemikan untuk siput, invertebrate gua, tumbuhan dan ikan juga sangat tinggi di Sangkulirang. Karena banyak tumbuhan, serangga, siput, dan binatang lain memerlukan karst batu kapur untuk hidup, maka mereka tidak akan ditemukan di tempat lain. Karst terdekat adalah pegungungan Mulu di Sarawak yang berjarak 400 km kearah barat. Karena keterpencilan lokasi ini dipastikan beberapa tumbuhan dan binatang yang ditemukan selama ekspedisi ini hanya ditemukan di Sangkulirang. Beberapa jenis moluska antara lain terdiri dari Diplommatina meyaardi, Arinia valkenburgii, dan sekurang-kurangnya tiga jenis dari Macrochlamys. Gambar 2.62 Spesies Endemik di kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 173

208 Keberadaan Karst Sangkulirang-Mangkalihat memiliki potensi: 1. Memiliki variasi bentang lahan yang unik dan berpotensi menyimpan keanekaragamanhayati, geomorfologi, dan sosial budaya; 2. Menjadi sumber mata air bagi beberapa sungai utama; 3. Sebagian besar masih alami dengan kualitas air yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sungai-sungai permukaan di Kalimantan pada umumnya; 4. Debit relatif besar untuk penyediaan air bersih di masa mendatang; 5. Menyimpan warisan budaya bernilai tinggi; 6. Memiliki variasi litologi dan morfologi; 7. Sebagai cagar budaya, rekaman sejarah hunian Pra-Sejarah; 8. Sebagai habitat satwa penyeimbang ekosistem di sekitarnya; dan 9. Sumber penghidupan masyarakat di sekitar kawasan karst (sarang burung walet) Gambar Spesies Endemik di dalam Gua Karst Sangkulirang-Mangkalihat Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 174

209 Gambar Lembah dan Sumber Air pada Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat B. TEKANAN (PRESSURE) Dari data yang masuk ke Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim, sudah lebih dari 37 proses perizinan, baik itu perkebunan, pertambangan, dan industri semen yang berada di dalam dan sekitar Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat, seperti yang terlihat sebarannya pada gambar 2.65, sedangkan data nama perusahaan, lokasi dan luasannya beserta analisis wilayah konsesi terhadapwilayah bentang alam karst dan wilayah batu gamping secara rinci dapat dilihat pada tabel Gambar Sebaran Rencana Perizinan pada Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 175

210 Tabel 2.12 DAFTAR USAHA/KEGIATAN DALAM PROSES PERIZINAN YANG BERADA DALAM KAWASAN KARST SANGKULIRANG-MANGKALIHAT DI KAB. BERAU DAN KAB. KUTAI TIMUR No Nama Perusahaan Lokasi PT. Alam Bhana Lestari (Izin Usaha Pertambangan) PT. Gawi Manuntung (Izin Usaha Pertambangan) PT. Biduk-Biduk Alam Lestari (Izin Usaha Pertambangan) PT. Berlian Biduk Jaya (Izin Usaha Pertambangan) PT. Biduk-Biduk Putratama (Izin Usaha Pertambangan) PT. Bengalon Limestone (Izin Usaha Pertambangan) PT. Bengalon Persada Mineral (Izin Usaha Pertambangan) PT. Semen Borneo Indonesia (Izin Usaha Pertambangan) PT. Buana Mudantara (Izin Usaha Perkebunan) PT. Sinar Mentari Global (Izin Usaha Pertambangan) PT. Hanusentra Agro Lestari (Izin Usaha Perkebunan) PT. Hanusentra Agro Lestari (Izin Usaha Perkebunan) PT. Sinar Bumi Wijaya (Izin Usaha Perkebunan) PT. Sinar Bumi Wijaya (Izin Usaha Perkebunan) PT. Sinar Bumi Wijaya (Izin Usaha Perkebunan) PT. Hijau Alam Raya (Izin Usaha Perkebunan) PT. Bumi Sawit Wijaya (Izin Usaha Perkebunan) CV. Star (Izin Usaha Pertambangan) PT. Semen Kaltim (Izin Lokasi Pabrik) PT. Tunas Alam Nusantara (Izin Usaha Perkebunan) Berau & Kutim Berau & Kutim Konsesi Bentang Alam Karst Luas Wilayah (ha) Batu Gamping Di Luar Bentang Alam Karst dan Batu Gamping ,22 1, , Berau ,28 355,77 705,95 Berau , ,27 893,68 Berau , ,31 513,51 Kutai Timur Kutai Timur Kutai Timur , , Berau , ,72 0,269 Berau ,39 6,61 Kutai Timur Kutai Timur , , , , , ,63 Berau , ,57 Kutai Timur Kutai Timur Kutai Timur , , , , , , Berau Berau Berau ,44 2,72 Berau Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 176

211 No Nama Perusahaan Lokasi PT. Tunas Alam Nusantara (Lokasi Rencana Plasma) PT. Wahana Tritunggal Cemerlang (Lokasi Ruang Plasma) PT. Wahana Tritunggal Cemerlang (Izin Usaha Perkebunan) PT. Multi Pacific International (Izin Lokasi Perkebunan) PT. Semen Bosowa Berau (Izin Lokasi Pertambangan) PT. Semen Bosowa Berau (Izin Lokasi Pertambangan) Revisi Lokasi Pertambangan PT. Dhibi Alam Lestari (Izin Lokasi Perkebunan) PT. Andalas Nusantara Permai (Izin Lokasi Perkebunan) PT. Berau Sawit Sejahtera Izin Lokasi Perkebunan PT. Multi Pacific International (Izin Lokasi Perkebunan) PT. Kebun Sawit Nusantara (Izin Lokasi Perkebunan) Konsesi Bentang Alam Karst Luas Wilayah (ha) Batu Gamping Di Luar Bentang Alam Karst dan Batu Gamping Berau Kutai Timur Kutai Timur Kutai Timur 900,10 33, , , , , ,32 Berau 5.603, , ,36 0,25 Berau 5.545, ,46 80,27 Berau 4.031, , ,94 701,58 Berau , ,09 759,66 Berau 1.770, ,03 Kutai Timur Berau & Kutai Timur 3.282, , , , , PT. Noffro Agro Sejahtera (Izin Lokasi Perkebunan) Berau , ,14 539,801 PT. Maharryng Agro 33. Sukses Berau , ,56 798,16 (Izin Lokasi Perkebunan) 34. Koperasi Harapan Bersama Kutai (Izin Lokasi Plasma) Timur Koperasi Teoian Terap Kutai Lestari Timur (Izin Lokasi Plasma) ,98 292,14 40, Koperasi Danum Bulu Kutai Lestari Timur (Izin Lokasi Plasma) ,23 21,26 0, PT. Anugerah Energitama Kutai (Izin Lokasi Perkebunan) Timur 4.011,1 528, ,83 JUMLAH , , ,93 Sumber: DLH Prov. Kaltim, 2017 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 177

212 Selain kegiatan yang masih dalam tarap surat menyurat dan perizinan, berdasarkan data dari Pemerintah Kab. Berau kepada DLH Prov. Kaltim, telah terdapat 48 usaha/kegiatan yang telah mempunyai izin lingkungan, bahkan izin usaha/kegiatan, baik sebelum ataupun sesudah ditetapkannya Pergub No 67/2012 dan Perda RTRWP Kaltim Nomor 01 Tahun 2016, seperti disajikan pada Tabel 2.13, baik itu kegiatan perkebunan, pertambangan, dan kehutanan yang kesemuanya berada di dalam dan di sekitar Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat. Perizinan yang telah mereka miliki, ada yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, Gubernur, dan Bupati berdasarkan kewenangan masing-masing. Banyaknya perizinan yang sudah diterbitkan, maupun yang sedang dalam proses perizinan telah menimbulkan konflik pemanfaatan lahan antara sektor: perkebunan, pertambangan, dan industri semen, yang jika tidak segera dilakukan penataan perizinan dapat menimbulkan dampak lingkungan dan soaial yang luar biasa terhadap keberadaan Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkulihat dan masyarakat sekitar. Bahkan sekarang telah terjadi aksi protes dan demo masyarakat serta LSM kepada pemerintah daerah, baik melalui media massa maupun secara langsung, terkait dengan maraknya berita rencana kegiatan pengembangan perkebunan, pertambangan dan pembangunan industri semen di Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat. Bercermin dari kasus pro kontra Industri Semen di Kawasan Karst Pegunungan Kendeng di Rembang Provinsi Jawa Tengah, maka Pemprov. Kaltim harus berhati-hati juga dalam menyikapi/merespon berkembangnya rencana investasi pembangunan industri semen beserta pertambangan batu gamping, pasir, dan lempung di Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 178

213 Tabel 2.13 DAFTAR USAHA/KEGIATAN BERIZIN YANG DIINDIKASIKAN BERADA DALAM KAWASAN KARST SANGKULIRANG-MANGKALIHAT DI KABPATEN BERAU Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 179

214 Sumber: DLH Prov. Kaltim, 2017 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 180

215 C. UPAYA (RESPONSE) 1. Menetapkan Pergub Kaltim Nomor 67 tahun 2012 Meskipun kewenangan menetapkan Kawasan Lindung Karst merupakan kewenangn pemerintah pusat berdasarkan permen ESDM Nomor 17 tahun 2012, Pemprov. Kaltim telah berinisiatif menerbitkan Pergub No 67 tahun 2012 tentang Kawasan Lindung Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat di Kab. Kutim dan Kab. Berau dalam rangka perlindungan dan pelestarian Kawasan Karst Sangkul;irang-Mangkalihat, karena sampai dengan saat ini pemerintah pusat belum juga menetapkan Kawasan Karst Sangkulirang- Mangkalihat sebagai Kawasan Karst yang wajib dilindungi. Gambar 2.66 Lampiran Peta Pergub No 67/2012 tentang Kawasan Karst Sangkulirang- Mangkalihat Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 181

216 Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat adalah tatanan karst di bawah permukaan laut dan di permukaan tanah dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalammembentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup yang berada di wilayah administrasi Kab. Berau dan Kab. Kutim seluas ha. Kawasan Ekosistem karst Sangkulirang-mangkalihat tersebar di Hutan Lindung dan kawasan budidaya. 2. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sesuai dengan amanah pasal 10 Pergub No 67 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Ekositem Karst Sangkulirang-Mangkalihat di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau juga telah membentuk forum Karst Kaltim dengan melibatkan berbagai pihak pemerintah dan non pemerintah (LSM TNC, dll) didalam merumuskan kebijakan tentang K arst di Provinsi Kalimantan Timur. 3. Pemerintah Prov. Kaltim telah bersurat secara resmi kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata terkait usulan agar Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat menjadi salah satu cagar budaya nasional dan warisan dunia (World heritage), apalagi mengingat di dalam Kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat terdapat Gua Bloyot yang menyimpan peninggalan sejarah purbakala berupa gambar telapak tangan yang usianya diperkirakan sekitar 2000 tahun. Di dalam dinding gua juga terdapat lukisan atau gambar beberapa hewan. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 182

217 Gambar Lukisan Gambar Tangan Berusia Sekitar 2000 Tahun di Gua Bloyot pada Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat 4. Gubernur Kaltim melalui Surat Keputusan Gubernur No. 660/K.883/2011, tanggal 22 Desember 2011, tentang Forum Pengelolaan Karst Berau Kutai Timur telah membentuk Forum Pengelolaan Karst dengan tugas sebagai mana klausul berikut: Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 183

218 5. Berdasarkan pasal 7 huruf e dari Pergub Kaltim Nomor 67 tahun 2012, diambil kebijakan bahwa untuk setiap pemanfaatan kawasan Batu Gamping guna kegiatan yang bersifat ekonomis, hasrus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) berada di luar kawasan bentang alam karst; (2) tidak memenuhi kriteria bentang alam karst sebagaimana diatur dalam pasal 4 Permen ESDM Nomor 17 tahun 2012; (3) Calon pemanfaat kawasan batu gamping mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah untuk dilakukan penyelidikan kawasan yang dimohonkan; (4) Penyelidikan kawasan dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah daerah yang terdiri dari para ahli dan tim teknis karst; dan (5) hasil penyelidikan akan diusulkan oleh Kepala Daerah kepada Menteri ESDM cq. Kepala Badan Geologi untuk penetapan kawasan batu gamping yang dapat dimanfaatkan. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 184

219 5. Untuk sementara Pemerintah Prov. Kaltim telah memasukkan seluas ha kedalam Perda RTRWP Kaltim Nomor 1 Tahun 2016, sebagai Kawasan Lindung Geologi Karst Sangkulirang-Mangkalihat yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dari sudut kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan Hidup, sehingga pengelolaan kawasan karst harus masuk didalam, rencana pembangunan jangka menengah propinsi. Kawasan lindung geologi Karst Sangkulirang- Mangkalihat meliputi kawasan bentang alam karst di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau seluas Ha tersebar di Hutan Lindung dan kawasan budidaya. Gambar Luas Kawasan Karst di Kalimantan Timur 6. Dengan ditetapkannya Kawasan Lindung Geologi Karst Sangkulirang- Mangkalihat pada Perda RTRWP Kaltim Nomor 1 tahun 2016, maka setiap perizinan baru yang berencana melakukan aktivitas/kegiatan di dalam bentang alam karst wajib melakukan pengajuan penyelidikan kawasan terlebih dahulu kepada pemerintah daerah, kemudian Pemerintah Prov. Kaltim melalui Kepala Dinas LH Prov. Kaltim akan membentuk Tim Penyelidikan Kawasan Batu Gamping yang terdiri dari instansi teknis terkait dibantu dengan tenaga ahli dari ITB, UGM dan TNC, contoh Surat Keputusannya adalah sebagai berikut: Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 185

220 Sampai dengan saat ini, sudah terdapat 3 (tiga) perusahaan yang teelah dilakukan penyelidikan kawasan terhadap rencana pemanfaatan areal di sekitar bentang alam karst Sangkulirang-Mangkalihat, yaitu: dua usaha/kegiatan perkebunan sawit, dan satu rencana usaha/kegiatan pembangunan pabrik semen. 7. Selain itu Pemprov. Kaltim juga bekerjasama/bermitra dengan TFCA Kalimantan (terdiri dari pakar ITB dan UGM serta TNC) sedang melakukan kajian secara komprehensif terhadap Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat, yang pada tanggal 29 Maret 2017 bertempat di Ruang Rapat Tepian, Kantor Gubernur Kaltim telah dilakukan ekspos bersama-sama dengan para pemangku kepentingan dan stakeholder, Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 186

221 direncanakan pada pertengahan tahun 2017 ini dapat diperoleh hasil lengkapnya, yang kemudian dapat dijadikan dasar/acuan untuk pengusulan kembali kepada Kementerian ESDM, agar segera menetapkan Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat sebagai Kawasan Lindung, sekaligus dapat dijadikan referensi untuk melengkapi/menambah/memperbaiki luasan Kawasan Lindung Geologi Karst yang sudah dilindungi seluas ha, sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam perda RTRWP Kaltim Pemerintah Prov. Kaltim pada tahun 2017 sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah Master Plan Perubahan Iklim Kalimantan Timur , dimana didalamnya juga memberi arahan mitigasi pada Kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat, yaitu: (a) Pengelolaan ekosistem karst yang terpadu antar sektor dan antar wilayah administratif; termasuk di dalamnya (b) inventarisasi bentang alam karst (termasuk inventarisasi dan pemetaan bentuk eksokarst dan endokarst); (c) penyusunan rencana strategis perlindungan dan pengelolaan ekosistem karst; (d) pelibatan aktif para pihak terkait (baik pemerintah dan non pemerintah), (e) rehabilitasi dan konservasi hutan dan lahan di kawasan karst, serta ( e ) perlindungan terhadap kawasan secara keseluruhan dengan tidak memberikan perijinan ekstraktif dan eksploitatif pada kawasan lindung geologi. 3. ISU DAMPAK AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA A. SITUASI (STATE) Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang, baik di wilayah daratan maupun perairan, serta dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budidaya maupun kawasan lindung. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 187

222 Ditinjau dari sudut geologi Prov. Kaltim terletak pada tiga cekungan sedimen tersier utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap proses pembentukan sumber daya mineral di wilayah kaltim, yaitu: (1) Cekungan Kutai yang meliputi daerah mahakam Hilir dan Hulu; (2) Cekungan Pasir yang meliputi daerah Kabupaten Paser; dan (3) Cekungan Tarakan yang meliputi Kabupaten Berau. Provinsi Kalimantan Timur kaya akan bahan mineral dan galian. Bahan mineral dan galian sebagian besarnya tersebar di kawan pesisir timur Kalimantan Timur. Sektor pertambangan dan sumberdaya mineral merupakan sumberdaya alam yang sangat potensial di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, terutama dalam menopang perekonomian/devisa nasional, daerah dan masyarakat. Gambar 2.69 Potensi batubara di Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur di sektor pertambangan/bahan mineral strategis memiliki cadangan batubara sebanyak 6,45 milyar ton, emas 60,50 juta ton, minyak bumi 1,17 juta MMSTB (Million Metric Stock Tank Barrel). Jumlah perusahaan batubara di Kalimantan Timur terus meningkat sebagai akibat semakin banyaknya permintaan terhadap batubara. Kegiatan pertambangan batubara tersebar di 7 (tujuh) Kab./Kota di Kaltim, meliputi: Kota Samarinda, Kab. Kukar, Kab. Kutim, Kab. Kubar, Kab. Paser, Kab. PPU, dan Kab. Berau. Total Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batubara di Kalimantan Timur sampai dengan tahun 2016 tercatat sebanyak ijin dengan rincian : IUP eksplorasi : 665 ijin, IUP Operasi Produksi : 560 Ijin, Kuasa Pertambangan : 168 Ijin, dan IUP dengan Modal Asing : 11 Ijin. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 188

223 Gambar 2.70 Perubahan Bentang Alam akibat Kegiatan Pertambangan Dari data pada tabel 2.14, sampai dengan tahun 2016, luas konsesi pertambangan batubara di Kaltim mencapai ha, lahan terganggu seluas ,80 ha dan yang telah dilakukan reklamasi hanya ,58 ha, sedangkan yang telah dilakukan revegetasi ,02 ha. Luasan lahan terbuka dan terganggu semakin meningkat setiap tahun berbarengan dengan meningkatnya produksi dan bertambahnya areal penambangan. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka kerusakan lahan akan terus meningkat. Maraknya pemberian ijin penambangan dengan luasan skala kecil disuatu sisi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi apabila dalam pengelolaannya tidak mengikuti peraturan yang berlaku, maka akan menambah luasnya kerusakan lahan. Adapun data lahan terganggu, Reklamasi, Revegetasi dan luas konsesi kegiatan pertambangan batubara di Kaltim sampai dengan tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.14, dengan luas lahan terganggu di Kab. Kukar adalah yang paling luas yaitu hektar. Tabel 2.14 Data Produksi Luas lahan terganggu, Reklamasi, revegetasi dan Konsesi kegiatan pertambangan batubara di Kaltim s/d Tahun 2016 No Kab/Kota Luas Lahan Terganggu (Ha) Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah Luas Lahan Reklamasi (Ha) Luas Lahan Revegetasi (Ha) Luas Konsesi (Ha) 1 Paser 1.644,07 615,70 461, ,89 2 PPU 118,70 48,00 30, ,65 3 Samarinda 558,19 196,07 194, ,10 4 Kutim 459,71 147,07 147, ,07 5 Kukar , , , ,86 6 Kubar 1.292,80 220,52 165, ,00 7 Berau 1.281,72 640,00 410, ,83 JUMLAH IUP , , , ,40 8 PKP2B , , , ,63 9 Galian C ,97 TOTAL , , , ,00 Sumber : Dinas ESDM Prov. Kaltim,

224 Sedangkan data produksi batubara dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.15, dimana terlihat selama 4 tahun terakhir secara total di wilayah Kaltim terjadi penurunan produksi batubara, yaitu dari ton pada tahun 2013 menjadi ton pada tahun 2016, begitupun di kab. Kukar pada tahun 2013 produksi batubaranya adalah Ton sedangkan pada tahun 2016 menjadi Ton. Terjadinya penurunan produksi batubara ini, selain dikarenakan harga batubara yang turun di pasaran, juga dikarenakan adanya kebijakan moratorium Pertambangan oleh Gubernur Kaltim melalui diterbitkannya Pergub Nomor 17 tahun 2015, dalam rangka melakukan penataan perizinan kegiatan pertambangan, perkebunan dan kehutanan di wilayah Kaltim, serta Perda Kaltim Nomor 01 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang secara spesifik membatasi peningkatan produksi dengan pesyaratan yang diatur pada pasal Tabel 2.15 Data Produksi Batubara di Kaltim s/d Tahun 2016 Prov/Kab/Kota 2013 (Ton) 2014 (Ton) 2015 (Ton) 2016 (Ton) PKP2B , , , ,98 Prov. Kaltim , ,70 Paser , , ,00 PPU , , , ,14 Samarinda , , , ,35 Kutim , , ,33 Kukar , , , ,54 Kubar ,71 1, , , ,23 Berau , , , ,68 JUMLAH , , , ,95 Sumber : Dinas ESDM Prov. Kaltim, 2017 B. Tekanan (Pressure) 1. Penyebaran kegiatan pertambangan batubara baik di kawasan lindung dan kawasan budidaya, kawasan hutan dengan mekanisme izin pinjam pakai dari Kementerian yang menangani urusan bidang kehutanan atau dalam Areal Penggunaan Lain (APL) yang sebelum diterbitkannya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan kewenangan kepala daerah dalam hal ini bupati dan walikota yang memiliki wilayah, menyebabkan tidak terkendalinya kegiatan 190 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah

225 pertambangan batubara pada 7 (tjuh) kab./kota di Kaltim, yang tentunya apabila tidak dilakukkan pengelolaan lingkungan yang baik, maka kegiatan pertambangan batubara dengan cara Penambangan Terbuka (Open Pit) berpotensi dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup seperti: perubahan/kerusakan bentang alam, peningkatan partikel debu, peningkatan laju erosi, sedimentasi dan limpasan air permukaan, serta pendangkalan dan pencemaran sungai, penurunan kualitas udara, air dan tanah/lahan, terganggunya habitat flora fauna, serta biota perairan, dan terganggunya kesehatan masyarakat, bahkan ditengarai juga dapat menopang terjadinya bencana banjir. 2. Sebagian besar pertambangan batubara di Kaltim baik yang berjenis kontrak KP maupun PKP2B dilakukan penambangan dengan sistem terbuka (open pit). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa lapisan batubara cukup dangkal sehingga ekonomis dilakukan penambangan terbuka. Disisi lain dengan cara penambangan ini luasan lahan yang terganggu menjadi lebih besar, yang disediakan untuk menindahan lapisan tanah atas (top soil) dan lapisan yang lebih dalam (over borden) sebelum sampai ke lapisan batubara yang akan ditambang. Tahap awal pada saat pengupasan lahan bagian atas terjadi pengrusakan vegetasi. Tahap berikutnya pengupasan mengakibatkan berubahnya pola susunan lapisan tanah. Diupayakan dalam pengupasan lahan pertambangan terbuka harus dilakukan secara bertahap dalam arti bagian top soil terlebih dahulu, kemudian lapisan sub soil dan bebatuan lainnya agar dalam pengembalian dapat ditata/disusun sedemikian rupa sehingga dapat disusun kembali mendekati susunan awal, tetapi tahapan ini tidak dilakukan secara menyeluruh, sehingga banyak pengembalian/penutupan tanpa lapisan tanah awal. 3. Pada lahan tambang pada dasarnya telah dilakukan penutupan lubang dari penggalian berikutnya, tetapi lubang-lubang tambang banyak yang belum dilakukan reklamasi secara sempurna, dan hal ini terjadi hampir disemua daerah kodya dan kabupaten. Reklamasi lahan tambang merupakan kewajiban perusahaan dan sebagai jaminan agar perusahaan Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 191

226 tersebut melakukannya telah diupayakan melalui dana Jaminan Reklamasi (Jamrek). Apabila reklamasi lahan tambang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan diharapkan reklamasi lahan bekas tambang dapat berjalan lancar sesuai yang telah diatur. Tetapi pada kenyataannya masih banyak terdapat lahan yang tidak direklamasi sehingga meninggalkan lubang-lubang yang menganga atau gundukangundukan tanah yang tidak sebagaimana mestinya. Pada dasarnya penanganan reklamasi lahan bekas tambang tidaklah bermasalah karena pengusaha pertambangan telah diwajibkan untuk menyisihkan dana reklamasi, meskipun demikian dana jaminan yang telah disimpan tidak membebaskan pengusaha pertambangan untuk melaksanakan reklamasi. 4. Ditemukan fakta di lapangan adanya perusahaan batubara yang melakukan angkutan batubara melalui jalan umum bukan jalan khusus (jalan hauling batubara), sehingga menyebabkan terjadinya rawan kecelakaan, dan merusak infrastruktur jalan umum milik negara/pemerintah. 5. Banyaknya konflik antara kegiatan permukiman penduduk dengan kegiatan pertambangan batubara. Didalam Permen Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara disebutkan dibagian lampiran bahwa pada tahapan penambangan, untuk kegiatan penggalian dan pengambilan bahan tambang, maka salah satu indikator ramah lingkungan apabila jarak tepi lubang galian paling sedikit 500 meter dari batas IUP (rona awal berdekatan dengan permukiman). 6. Terjadinya pencemaran sungai juga dapat diakibatkan kegiatan pertambangan batubara dengan melakukan bypass air asam tambang langsung ke sumber air permukaan (ke sungai), dan tidak melakukan pengelolaan air asam tambang dengan membuat IPAL. 7. Masih lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah daerah, karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia, khususnya inspektur tambang yang memiliki kewajiban melakukan pengawasan, begitupun Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 192

227 Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup, sementara perizinan pertambangan yang harus diawasi jumlahnya ribuan. 8. Terdapat beberapa wilayah pasca tambang yang tidak ditutup kembali. Penutupan lubang tambang seyogyanya dilakukan secepatnya setelah pengambilan batubara selesai disuatu lokasi dan dilakukan secara berkesinambungan, sehingga tidak terjadi adanya lubang yang menganga setelah kuasa pertambangan berakhir, sehingga banyak meninggalkan void/lubang pasca tambang dengan luasan yang sangat besar, dan jumlah yang cukup banyak. Didalam Permen Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara disebutkan dibagian lampiran bahwa pada tahapan pasca tambang, untuk kegiatan penataan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya, maka salah satu indikator ramah lingkungan apabila luas permukaan lubang galian yang terbentuk tidak lebih dari 20% dari luas IUP apabila lubangnya terkonsentrasi atau tidak lebih dari 30% dari luas IUP apabila lubangnya terfragmentasi, dan setiap lubang tidak lebih dari 20% dari luas IUP. 9. Adanya korban anak-anak meninggal karena tenggelam di dalam kolam tambang yang merupakan void/lubang pasca tambang yang tidak dikelola (tidak diberi pagar, rambu peringatan, penjagaan rutin) dengan baik. Total Korban Anak Tenggelam di Lubang Tambang di Prov. Kaltim dari Tahun 2016 s/d 2017 ada 19 orang, yaitu antara lain di Kota Samarinda ada 9 kejadian (12 korban), di Kab. Kukar ada 5 kejadian (6 orang), dan di Kab. Penakam paser Utara ada 1 kejadian (1 orang). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 193

228 Tabel 2.16 Data Korban Meninggal di Lubang Bekas Tambang di Kaltim Tahun No Perusahaan Lokasi Status Perusahaan 1 CV. Hymco Coal (Smd) Samarinda Tutup 2 3 CV. Kalimantan Sumber Energi (PT. Panca Prima Mining)(Smd) Galian bekas tambang rakyat (karungan) (Smd) milik Said Darmadi Samarinda No Perusahaan Lokasi PT. Energi Cahaya Industriatma (Smd) PT. Graha Benua Etam (Smd) PT. Cahaya Energi Mandiri (Smd) CV. Barasigi Mining (Kukar) PT. Lana Harita (kolam penampungan air) PT. Transisi Energi Satunama (smd) CV. Atap Tri Utama (Samarinda) PT. Multi Harapan Utama (Kukar) Koperasi Wijaya Kusuma (Kukar) PT. Bukit Baiduri Energi (Kukar) PT. Insani Bara Perkasa (Kukar) Tutup Samarinda - Samarinda Samarinda Samarinda Kukar Samarinda Samarinda Samarinda Kukar Kukar Kukar Kukar Status Perusahaan Aktif Tutup Aktif Tutup Aktif Aktif Tutup Aktif Tutup Aktif Aktif 15 PT. BEK (PPU) PPU Tutup Sumber: DLH Prov. Kaltim, 2017 Korban 3 orang: Miftahul Jannah Junaidi dan Ramadhani 2 orang: Dede Rahmad/Eza (6 thn) dan Emaliya Raya (6 thn) 1 orang: Maulana M (11 thn) Korban 1 orang: Nadia Zaskia (11 thn) 1 orang: M. Raihan (10 thn) 1 orang: Ardi (10 thn) 1 orang: Sanofa M. Rian (12 thn) 1 orang: M. Yusuf S. (11 thn) 1 orang: Aprilia Wulandari (13 thn) 1 orang: Koko Handoko(16 thn) 1 orang: Mulyadi(15 thn) 1 orang: Dewi Ratna P (9 thn) 2 orang: Diky Aditya (15 thn) dan Nauval Fajar (15 thn) 1 orang: Wilson Manggala (18 thn) 1 orang Agus Irawan (20 thn) Waktu Kejadian 13 Juli Des Des 2012 Waktu Kejadian 8 April Des Mei Agust Agust November Desember Desember Desember Maret Mei Februari Kaltim merupakan provinsi penyumbang emisi GRK ke-3 terbesar dari 34 Provinsi, yang sebagian besar berasal dari kegiatan konversi hutan dan penggunaan lahan lainnya. Atau alih fungsi kawasan hutan dan lahan Konversi hutan selain disebabkan karena kegiatan pertanian, perkebunan kelapa sawit dan kehutanan, juga disebabkan kegiatan pertambangan. Emisi yang dihasilkan rai sektor berbasis lahan berasal Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 194

229 Laporan Utama Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun 2016 dari: deforesterasi, degradasi hutan, kebakaran hutan dan lahan, dengan nilai kontribusi sebesar: 96,16 % berasal dari kegiatan berbasis lahan (alih fungsi kawasan hutan dan lahan). C. Upaya (Response) 1. Pemprov. Kaltim telah menerbitkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Prov. Kaltim tahun , yang telah menetapkan kawasan pertambangan, meliputi kawasan pertambangan mineral dan batubara, tersebar di kawasan lindung dan kawasan budidaya, dengan luas kawasan kurang lebih hektar, Gambar Peta Kawasan Pertambangan Dalam perda RTRWP kaltim nomor 01/2016 telah mengatur dan membatasi kegiatan pertambangan sebagai berikut: A. Pelarangan dalam kawasan hutan lindung untuk kegiatan yang bersifat merubah bentang alam termasuk kegiatan pertambangan terbuka; B. Mengatur indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pertambangan, meliputi: a. arahan pemanfaatan pertambangan ditujukan untuk meningkatkan 195 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah

230 perekonomian daerah dan masyarakat setempat; b. arahan pemanfaatan pertambangan tidak menerbitkan perizinan baru untuk batubara; c. arahan pemanfaatan pertambangan yang berada di hutan produksi harus mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan sesuai dengan peraturan yang berlaku; d. arahan pemanfaatan pertambangan pada lokasi permukiman tidak diijinkan kecuali harus mendapatkan persetujuan dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat setempat melalui konsultasi publik dengan ketentuan jarak minimal 1 km dari permukiman terdekat; Aturan jarak 1 km ini lebih ketat daripada yang diatur oleh Pemerintah Pusat dalam permen LH Nomor 4 Tahun 2014 yang mengatur jarak 500 meter. e. arahan pemanfaatan pertambangan pada lokasi perkebunan harus mendapatkan Persetujuan Penggunaan Lahan Bersama dengan pemilik izin perkebunan; f. pelarangan pemanfaatan pertambangan pada lokasi pertanian yang sudah ditetapkan; dan g. pelarangan pemanfaatan pertambangan pada kawasan wisata yang sudah ditetapkan. C. Izin pemanfaatan pertambangan yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah RTRWP Kaltim tetap berlaku sampai habis masa berlakunya. D. Izin pemanfaatan pertambangan yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan: a. izin pemanfaatan pertambangan yang belum dilaksanakan operasi produksinya, harus mentaati indikasi arahan peraturan zonasi sebagaimana disebutkan di atas; dan b. izin pemanfaatan pertambangan yang sudah dilaksanakan operasi produksinya, tidak dapat diperpanjang setelah habis Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 196

231 masa berlakunya dan dikembalikan sesuai dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini. 2. Berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Prov. Kaltim bersama-sama dengan pemerintah pusat dengan menggunakan analisis status lahan, maka kegiatan pertambangan batubara kedepan harus memenuhi aspek CnC (Clear and Clean) terhadap status lahan konsesi, dengan bukti berupa sertifikat CnC yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dengan rekomendasi CnC dari pemerintah provinsi. Terkait dengan kebijakan ini maka Jumlah IUP yang berpotensi dicabut oleh Pemerintah Prov. Kaltim adalah sebanyak 826 IUP (atau 58,83% dari IUP) dengan total luas lahan kurang lebih ,12 ha yang akan dicabut. 3. Dalam rangka mengatur peningkatan produksi batubara dalam kaitannya dengan kewajiban reklamasi dan revegetasi serta penutupan lubang tambang, maka Pemerintah prov. Kaltim menerbirkan Perda Kaltim Nomor 01 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana pada pasal 30 dan pasal 31 diatur bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan penambangan batubara yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dalam hal melakukan peningkatan produksi, diwajibkan telah melaksanakan reklamasi dan revegetasi minimal 40 % (empat puluh persen) dari luasan lahan yang telah dibuka, dan telah melaksanakan penutupan lubang tambang minimal 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah lubang yang telah dibuka (baik lubang aktif dan tidak aktif). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 197

232 Bagian Keenam Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan dari Kegiatan Tambang Batubara Pasal 30 (1) Setiap orang dan/atau penanggung jawab usaha atau kegiatan penambangan wajib melaksanakan reklamasi dan revegetasi lahan sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan. (2) Setiap orang dan/atau penanggung jawab usaha atau kegiatan penambangan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, dalam hal melakukan peningkatan produksi, diwajibkan telah melaksanakan reklamasi dan revegetasi minimal 40 % (empat puluh persen) dari luasan lahan yang telah dibuka. (3) Penetapan luasan wilayah yang telah dilaksanakan upaya reklamasi dan revegetasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada hasil penilaian dan/atau audit dari instansi yang berwenang. Pasal 31 (1) Setiap orang dan/atau penanggung jawab usaha atau kegiatan penambangan wajib melaksanakan penutupan lubang tambang sesuai dengan mekanisme yang berlaku. (2) Setiap orang dan/atau penanggung jawab usaha atau kegiatan penambangan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, dalam hal melakukan peningkatan produksi, diwajibkan telah melaksanakan penutupan lubang tambang minimal 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah lubang yang telah dibuka. (3) Penetapan luasan wilayah yang telah dilaksanakan upaya penutupan lubang tambang sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada hasil penilaian dan/atau audit dari instansi yang berwenang. Terkait dengan kebijakan ini, maka semenjak diterbitkannya Perda Nomor 01 Tahun 2014 tersebut sampai dengan saat ini, baru ada 1 perusahaan yang memperoleh izin lingkungan dari pemprov. Kaltim terkait dengan rencana peningkatan produksi batubara yaitu: PT. Bara Tabang di Kab. Kukar dan Kab. Kutim, dan 2 (dua) peusahaan yang mendapatkan rekomendasi, yaitu: PT. Indominco Mandiri (Izin Lingkungan di Pusat) di Kab. Kukar, Kab. Kutim dan Kota Bontang, serta PT. Berau Usaha Mandiri Kab. Berau. (Izin Lingkungan di Kab. Berau). Dengan kata lain kebijakan pasal Perda Nomor 01/2014, dapat menahan laju peningkatan kapasitas produksi batubara di Kaltim sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.14 di atas, dimana sebelum 2014 produksi batubara ,06 ton, dan tahun 2014 menurun ,70 ton, tahun 2015 menjadi ,47 ton dan 2016 kembali menurun diangka ,95 ton. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 198

233 Terkait dengan implementasi pasal 30 dan Pasal 31 Perda Kaltim Nomor 01 tahun 2014, maka sebagai contoh kasus adalah pemenuhan kriteria teknis PT. Indominco Mandiri terhadap kewajiban reklamasi dan revegetasi, serta penutupan lubang tambang dalam rangka memenuhi persyaratan peningkatan produksi batubara PT. Indominco Mandiri: Total Rasio perbandingan Reklamasi dan Revegetasi terhadap luasan lahan yang telah dibuka adalah 68,2% diatas 40%: No Tabel 2.17 Rasio Reklamasi Revegetasi PT. Indominco Mandiri terhadap Luasan Lahan terbuka Uraian Blok Barat (ha) Blok Timur (ha) Total (ha) 1 Reklamasi dan Revegetasi 6.442,52 450, ,63 2 Bukaan Lahan 7.635, , ,59 Total Rasio Reklamasi dan Revegetasi terhadap luasan lahan yang telah dibuka (6.892,63/ ,59 ) x 100% Sumber: DLH prov. Kaltim, ,2 % Total Rasio perbandingan jumlah lubang tambang yang telah ditutup dengan jumlah lubang yang telah dibuka (baik lubang tambang aktif dan tidak aktif) adalah 70,15% diatas 70% : No Tabel 2.18 Rasio Penutupan Jumlah Lubang Tambang terhadap Jumlah Lubang yang telah Dibuka Uraian Blok Barat (buah) Blok Timur (buah) Total (buah) 1 Jumlah Pit berupa void Jumlah Pit aktif Jumlah Pit yang telah ditutup Total Jumlah Lubang Total Rasio Penutupan Jumlah Lubang terhadap Jumlah Lubang yang telah dibuka (94/134) x 100 % 70,15 % Sumber: DLH prov. Kaltim, 2016 Sehingga dapat direkomendasikan bahwa PT. Indominco Mandiri telah memenuhi persyaratan kewajiban Perda Kaltim Nomor 1 Tahun 2014 terkait dengan rencana peningkatan produksi batubara Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 199

234 4. Pemerintah Prov. Kaltim dalam rangka mengatur penyelenggaran reklamasi dan pasca tambang telah menerbitkan Perda Kaltim Nomor 08 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang, yang pada pasal 9 telah mengatur secara lebih ketat daripada aturan Pemerintah Pusat, dimana indikator keberhasilan reklamasi wajib memenuhi syarat minimal dalam tahapan kegiatan penataan lahan, revegetasi dan pemantauan, yaitu rencana sisa lubang tambang akhir (void) harus memiliki luasan maksimal 10% dari luasan areal terganggu, sedangkan di pusat mengatur maksimal 20% dari luas IUP apabila lubangnya terkonsentrasi atau tidak lebih dari 30% dari luas IUP apabila lubangnya terfragmentasi. 5. Pemerintah Prov. Kaltim telah menetapkan Perda Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dimana pada Lampiran I.27 mengatur Baku Mutu Air Limbah untuk Kegiatan Pertambangan Batubara, meliputi parameter TSS, Besi Total (Fe), mangan Total (Mn) dan ph. Parameter TSS perusahaan batubara wajib melakukan pemantauan/pengambilan sampling minimum 2 kali per minggu, 200 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah

235 parameter ph wajib diukur setiap hari, sedangkan parameter Fe dan mewajib diukur minimal setiap bulan. Juga ditetapkan baku mutu air limbah untuk kegiatan pertambangan batubara yang melakukan proses pencucian batubara. 6. Pemerintah Prov. Kaltim telah menerbitkan Perda Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit dan diperkuat dengan Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 43 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Jalan umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit. Dalam peraturan ini diatur bahwa setiap kegiatan pengangkutan batubara dilarang melalui jalan umum, kecuali Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 201

236 batubara yang sudah dalam kemasan dan ditujukan untuk keperluan rumah tangga dapat diangkut melalui jalan umum dengan pembatasan tonase sesuai dengan kelas jalan yang berlaku. 7. Gubernur Kaltim melalui Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2015 tentang Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang Daerah. menetapkan Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang Daerah yang merupakan lembaga independen yang membantu penyelenggaraan reklamasi dan pasca tambang di Kalimantan Timur. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 202

237 8. Gubernur Kaltim menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2014 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Kegiatan Pertambangan Batubara dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peserta proper pertambangan batubara diberlakukan bagi perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di wilayah Kalimantan Timur. Apabila perusahaan batubara tidak bersedia mengikuti program proper tanpa alasan yang jelas, maka perusahaan tersebut dianggap tidak melakrukan pengelolaan lingkungan hidup dan termasuk dalam kategori peringkat hitam. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 203

238 9. Gubernur Kaltim dalam rangka menata pemberian izin dan non perizinan usaha/kegiatan pertambangan batubara di wilayah Kaltim, menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2015 tentang Penataan Pemberian Izin dan Non Perizinan serta Penyempurnaan Tata Kelola Perizinan di Sektor Pertambangan, Kehutanan dan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Timur. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 204

239 Laporan Utama Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Prov. Kaltim Tahun Pemerintah Prov. Kaltim telah membuat arahan mitigasi perubahan iklim pada kawasan pertambangan sebagai sebuah kebijakan di dalam Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim , yang 205 Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah

240 sedang dalam proses diperdakan pada tahun 2017 ini, dengan arahan mitigasi : A. Peningkatan rasio lahan rehabilitasi dan reklamasi di areal perizinan pertambangan, termasuk di dalamnya: pembatasan produksi batubara, pengetatan perizinan baru, pengawasan dan penegakan hukum, pembinaan dan pengendalian terhadap penerapan sistem pertambangan yang baik dan benar (good mining practices), percepatan revegetasi pasca tambang baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, serta pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban sesuai dengan kontrak karya pemegang perizinan pertambangan. B. Pengelolaan kawasan ijin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan, melalui reklamasi yang disertai dengan restorasi dan rehabilitasi kawasan selambatnya 30 hari setelah tidak ada kegiatan, untuk mengembalikan fungsi hutan yang telah ditambang. Dengan mulai diterapkannya arahan mitigasi berbasis sektor lahan termasuk kegiatan pertambangan semenjak tahun 2015, maka diperoleh penurunan emisi Kalimantan Timur tahun 2016 mencapai Ton CO2eq/Juta $ PDRB dan telah mencapai target untuk penurunan intensitas emisi sebesar Ton CO2eq/Juta $ PDRB yang ditetapkan pada tahun D. HASIL DARI KE-3 RESPONSE ISU PRIORITAS LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KALIMANTAN TIMUR Dengan membandingkan antara target awal pada tahun 2013, realisasi pada tahun 2015, dan target pada tahun 2016, maka berdasarkan sasaran untuk mencapai tujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup tahun 2016, yang merupakan misi ke-5 didalam RPJMD Prov. Kaltim telah tercapai, baik untuk Sasaran: (1) Meningkatkan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH); dan (2) Menurunkan Intensitas Emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 206

241 Pada tahun 2013, kondisi awal IKLH Kaltim adalah 74,07. Pada tahun 2015 realisasinya adalah 81,97, target tahun 2016 adalah 81,98, sedangkan realisa yang dapat dicapai adalah 83,14, dimana indeks IKLH ini dihitung berdasarkan: (a) tutupan hutan; (b) kualitas air; dan (c) kualitas udara. Untuk Penurunan intensitas emisi GRK, maka kondisi awal pada tahun 2013 adalah 1.500, realisasi pada tahun 2015 adalah 1.738, target pada tahun 2016 adalah 2000, dengan realisai yang dapat dicapai adalah Nilai penurunan emisi GRK diperoleh dari pembagian intensitas emisi (Ton CO2) dengan PDRB US$ Juta. Realisasi Secara keseluruhan response/upaya yang dilakukan Pemerintah Prov. Kaltim terhadap ke-3 isu prioritas lingkungan hidup, yaitu: 1) Isu Dampak Perubahan Iklim; 2). Isu Ancaman Kawasan Lindung Karst Sangkulirang- Mangkalihat; dan 3) Isu Dampak Pertambangan Batubara dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup Kaltim dari tahun 2013 sampai dengan 2018, sebagaimana disajikan pada tabel 2.15 dibawah ini. Tabel 2.19 Pencapaian Misi ke-5 Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Kaltim sesuai RPJMD Kaltim Perbandingan Capaian IKLH dan Penurunan Intensitas Emisi Provinsi Kalimantan Timur Tujuan Sasaran Indikator Sasaran (Satuan) Kondisi awal (2013) Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Akhir (2018) Target Realisasi Meningkankan Kualitas Lingkungan Hidup Meningkatnya Indeks Kualitas Lingkungan Menurunnya Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Intensitas Emisi (Ton CO2/ PDRB US $ juta) 74, , , , , , , , , Sumber: RPJMD Prov. Kaltim & Draf Rancangan Akhir Perubahan RPJMD Provinsi Kalimantan Timur Tahun Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 207

242 Kebijakan terkait dengan reklamasi dan Arahan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, termasuk didalamnya arahan mitigasi terhadap kegiatan berbasis sektor lahan seperti pertambangan, dan arahan mitigasi terhadap kawasan lindung karst sangat positit dalam menurunkan tingkat emisi GRK. Kebijakan-kebijakan yang mengatur: moratorium perizinan tambang, pengaturan tata ruang peruntukan kawasan pertambangan beserta arahan zonasi pertambangan, kebijakan reklamasi revegetasi pasca tambang, persyaratan reklamasi, revegetasi dan penutupan lubang tambang untuk rencana peningkatan produksi, pembentukan Komisi Pasca Tambang yang mengawasi kegiatan reklamasi pasca tambang, dan Kebijakan status lahan wajib CnC (Clear and Clean), sangat mendukung penurunan tingkat emisi GRK, dan juga mendukung keberhasilan mempertahankan dan meningkatkan tutupan hutan, sehingga turut meningkatkan IKLH Kaltim. Kebijakan yang mewajibkan perusahaan batubara wajib mengikuti Proper Daerah mendukung penurunan tingkat emisi GRK, dan mendukung terjaganya kualitas udara dan kualitas air turut meningkatkan IKLH Kaltim. Kebijakan terkait dengan kewajiban membangun jalan khusus kegiatan pertambangan batubara dan tidak melalui jalan umum, mendukung terjaganya kualitas udara, sehingga mendukung peningkatan IKLH Kaltim. Kebijakan terkait dengan penetapan baku mutu limbah cair kegiatan pertambangan batubara dan baku mutu limbah penyucian batubara pada air permukaan, sangat membantu terjaganya kualitas air, sehingga meningkatkan IKLH Kaltim. Bab II: Isu Prioritas Lingkungan Hidup Daerah 208

243 BAB III ANALISIS PRESSURE, STATE DAN RESPONSE ISU LINGKUNGAN HIDUP DAERAH A. Tata Guna Lahan State Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur yang telah disahkan sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah di Provinsi Kalimantan Timur, maka luas penggunaan lahan di wilayah Kalimantan Timur terbagi menjadi sebagai berikut: 1) Wilayah RTRW Provinsi Kalimantan Timur mencakup perencanaan seluruh wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Timur yang meliputi daratan seluas kurang lebih ,75 Ha terdiri dari 10 Kabupaten/Kota, dengan batas-batas sebagai berikut: a. sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Utara; b. sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar dan Laut Sulawesi; c. sebelah Selatan berbatasan dengan Kalimantan Selatan; dan d. sebelah Barat berbatasan dengan Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sarawak (Malaysia). 2) Posisi geografis Provinsi Kalimantan Timur terletak diantara Bujur Timur dan Lintang Utara Lintang Selatan. 3) Luas wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Timur adalah 4) ,18 Ha atau km2. 5) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur memuat: a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; b. rencana struktur ruang wilayah provinsi; c. rencana pola ruang wilayah provinsi; d. penetapan kawasan strategis provinsi; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 209

244 Gambar 3.1. Pola Ruang Provinsi Kalimantan Timur Sumber : PERDA No.1 Tahun 2016 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi adalah Mewujudkan Ruang Wilayah Provinsi yang mendukung Pertumbuhan Ekonomi Hijau yang Berkeadilan dan Berkelanjutan berbasis Agroindustri dan Energi Ramah Lingkungan. Berdasarkan Tabel 1. Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya di Provinsi Kalimantan Timur, maka pemanfaatan lahan di Kalimantan Timur adalah sebagai berikut Rencana pola ruang wilayah provinsi meliputi: a. rencana kawasan lindung; dan b. rencana kawasan budidaya. Secara lengkap termuat di tabel dibawah ini: Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 210

245 Tabel 3.1. Pemanfaatan Kawasan Lindung Di Kalimantan Timur No Peruntukan Luasan Keterangan A. Kawasan Lindung 1.844,969 Ha Terbagi menjadi Lokasi 1. a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya Kutai Kartanegara, Kabupaten,Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kawasan Gambut 2. b. kawasan perlindungan setempat Berau tersebar di seluruh wilayah prov Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kota Balikpapan, dan Kota Bontang seluruh aliran sungai yang ada diprovinsi kawasan sempadan mata air yang tersebar seluruh wilayah provinsi kawasan perkotaan dan bukan perkotaan 3. c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan Kawasan Suaka Alam Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Kawasan resapan air kawasan sempadan pantai sempadan sungai Kawasan sekitar danau/waduk kawasan terbuka hijau kota Ha Ha 220 ha Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 211

246 Kawasan Berhutan Bakau Pantai Taman Nasional dan Taman Nasional Laut Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Laut Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan 4. d.kawasan rawan bencana alam 5. e.kawasan lindung geologi. Sumber : PERDA NO.1 TH 2016 kawasan bentang alam karst di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau 48,463 Ha Ha Kawasan Pantai berhutan Bakau tersebar di 7 (tujuh) dari 10 (sepuluh) kab//kota yang ada di Provinsi Kalimantan Timur yaitu Paser, Penajam Paser Utra, Balikpapan, Kutai Kertanegara, Bontang, Kutai Timur dan Berau. Dimana belum semua kab/kota menetapkan zonasi pengelolaan dalam peraturan daerahnya. Taman nasional, meliputi Taman Nasional Kutai, terdapat di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang. Taman hutan raya, meliputi: 1. Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara; 2. Taman Hutan Raya Lati Petangis, terdapat di Kabupaten Paser. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut, meliputi: 1. Taman Wisata Alam Laut Berau, di Kabupaten Berau; dan 2. Taman Wisata Alam Laut Pulau Sangalaki, di Kabupaten Berau. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, meliputi: Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 212

247 1. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Penelitian Samboja, di Kabupaten Kutai Kartanegara; 2. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Pendidikan dan Latihan BLK/SKMA Samarinda di Kabupaten Kutai Kartanegara; 3. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pusat Penelitian Hutan Tropis Lembab (PPHT) Universitas Mulawarman, di Kota Samarinda; 4. Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, di Kota Samarinda; 5. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Sebulu, di Kabupaten Kutai Kartanegara; 6. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, di Kabupaten Berau; 7. Hutan Pendidikan dan Penelitian Muara Kaeli, di Kabupaten Kutai Kartanegara 8. Kebun Raya Balikpapan, di Kota Balikpapan. Kawasan Rawan Bencana terdiri dari Kawasan Rawan Tanah Longsor Kawasan Rawan Gelombang Pasang dan Kawasan Rawan Banjir Gambar 3.2 Peta Kawasan Rawan Bencana Sumber: PERDA NO 1 Tahun 2016 Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 213

248 Gambar Peta Kawasan Lindung Geologi Sumber: Perda No. 1 tahun 2016 Tabel 3.2. Pemanfaatan Kawasan Budidaya di Provinsi Kalimantan Timur. No Peruntukan Luas Keterangan B. Kawasan Budidaya Ha 1. Hutan produksi Ha Kabupaten Paser,Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda 2. Kawasan peruntukan pertanian seluas Ha Pangan dan hortikultura, Perkebunan,Peternakan Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 214

249 Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. 3. Kawasan peruntukan perikanan seluas Ha; Budidaya perikanan, Kabupaten Paser, Kabupaten Perikanan tangkap, Kutai Barat, Kabupaten Kutai pengolahan ikan Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang. 4. kawasan peruntukan industri Ha; industri kehutanan, industry pertanian, industri gas dan kondensat, industri pupuk, industri perikanan dan hasil laut, industri perkebunan, industri logam, industri migas dan batubara, industri galangan kapal, industri manufaktur, industri kimia, serta industri biodiesel Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan Kota Bontang, sesuai potensi masingmasing kabupaten/kota. 5. kawasan peruntukan pariwisata seluas Ha; Kawasan Lokasi Kawasan Pengembangan Kecamatan Long Apari dan Pariwisata Nasional sekitarnya, (KPPN) Kecamatan Kota Bangun Tanjung Issuy dan sekitarnya, Tenggarong dan sekitarnya, Kota Samarinda dan sekitarnya, Kota Bontang Sangatta dan sekitarnya, Kota Balikpapan Samboja dan sekitarnya, Tanjung Redeb dan sekitarnya, serta Derawan Sangalaki dan sekitarnya; Kawasan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) Kecamatan Long Bangun Melak dan sekitarnya, Tenggarong Balikpapan dan sekitarnya, Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 215

250 Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Provinsi Kepulauan Derawan Kayan Mentarang dan sekitarnya KPP 1Kawasan Perkotaan, KPP 2 Kawasan Hulu Sungai Mahakam, KPP 3 Kawasan Pesisir Kepulauan, KPP 4 Kawasan Sedang Berkembang, KPP 5 Kawasan Pesisir, KPP 6 Kawasan Perbatasan Provinsi, dan KPP 7 Kawasan Perbatasan Negara. 6. kawasan peruntukan permukiman seluas Ha; a. permukiman perkotaan; b. kawasan permukiman di PKN, PKW, PKWp dan PKL yang padat penduduknya; dan c. pola permukiman perkotaan yang rawan terhadap bencana alam d.permukiman perdesaan. 7. kawasan peruntukan pertambangan seluas Ha; kawasan pertambangan tersebar di kawasan lindung dan mineral dan batubara kawasan budidaya. 8. Kawasan peruntukan lainnya. kawasan peruntukan ekosistem karst yang dapat dimanfaatkan, hutan rakyat, instalasi pembangkit energi listrik, unit penyimpanan dan pengolahan minyak dan gas bumi, instalasi militer, dan instalasi lainnya serta kawasan budidaya perairan di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Sumber: PERDA NO. 1 TH 2016 Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 216

251 Gambar 3.4. Luas Pemanfaatan Kawasan Budidaya di Kalimantan Timur Sumber : Perda No.1 Tahun 2016 Gambar Peta Kawasan Pertambangan Sumber : PERDA No. 1 Tahun 2016 Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 217

252 PRESSURE Dari peruntukan ruang wilayah Provinsi Kalimantan Timur untuk Kawasan pertambangan sebesar kurang lebih Ha, ternyata ada yang terdapat pada kawasan budidaya dan hutan lindung. Sesuai Tabel 11. Luas Perubahan Penggunaan Lahan dan Tabel 12 Jenis Pemanfaatan Lahan serta Tabel 13. Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian beserta tabel tambahannya, sudah menunjukkan bahwa kegiatan sektor tambang menjdi tekanan bagi kualitas lahan di provinsi Kalimantan Timur. Secara lebih rinci dibahas dalam isu prioritas pada BAB II, dan merupakan kawasan terluas setelah hutan produksi Dari Tabel 44. Status Pengaduan Masyarakat, dapat disampaikan bahwa paling banyak adalah merupakan kasus dari kegiatan pertambangan yang mencemari lingkungan atau tumpang tindih lahan sampai adanya korban meninggal di lubang tambang. Dari Tabel 5. Evaluasi Kerusakan tanah di Lahan Kering akibat erosi air, secara umum kegiatan ini belum dilakukan oleh Pemerintah, salah satu kabupaten yang telah melakukan evaluasi kegiatan ini adalah Kabupaten Kutai Timur dengan hasil masih memenuhi bakumutu untuk sebagaian besar contoh yang diambil sebagaimana tabel 5.1.dibawah ini. Tabel 3.3. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air No di Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur Tebal Tanah Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) (mm/10 tahun) Besaran erosi (mm/10 tahun) Status Melebihi/Tidak ,0 - < 9,0 8,71 Tidak Melebihi ,0 - < 9,0 12,84 Melebihi ,0 - < 9,0 6,69 Tidak Melebihi ,0 - < 9,0 6,29 Tidak Melebihi ,0 - < 9,0 4,96 Tidak Melebihi Sumber: BLH Kab. Kutai Timur, 2016 Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 218

253 Tetapi apabila dilihat dari perijinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sebagaimana Tabel 34. Dokumen Izin Lingkungan dan Tabel dibawah ini. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 219

254 KUTAI TIMUR PT. Kaltim Prima Coal Pertambangan Batubara 02-Agust Agust Okt-12 tidak terdata 14-Des-16 4 November 2016 tidak ada presentasi kajian 13-Jan / K.154 / / 064 / LINGK / DPMPTSP / I / 2017 Biro Hukum Prov. Kaltim DPMPTSP Prov. Kaltim 18-Feb Jan-17 5 Tahun Perpanjangan Izin No.440 Tahun 2007 Penambahan Sumber Air Limbah PT. Perkasa Inakakerta PT. Indexim Coalindo LINTAS KABUPATEN PT. Indominco Mandiri Pertambangan Batubara Pertambangan Batubara Pertambangan Batubara 20-Mar Jul Sep Apr Feb Jan April 2016 (Pengawasan PPLH) 23-Apr Feb-17 tidak ada presentasi kajian 28-Mar- 16 Sumber: Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Mar Mei / 931 / LINGK / BPPMD-PTSP / / 1122 / LINGK / BPPMD-PTSP / / 1120 / LINGK / BPPMD-PTSP / VI / 2016 BPMPTSP Prov. Kaltim BPMPTSP Prov. Kaltim BPMPTSP Prov. Kaltim Surat keterangan IPLC Nomor 660.2/149/B.III.2/DLH/2017 tanggal 13 Februari Jun Jun Jun-16 5 Tahun 5 Tahun Permohonan Izin Baru Revisi Titik Penaatan Permohonan Izin Baru Perpanjangan Izin Nomor 20 Tahun 2012 (berlaku s.d 3 Februari 2017) DLH Prov Kaltim Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 220

255 maka Perusahaan Pertambangan Batu bara harus mempunyai ijin untuk pembuangan air limbahnya di setiap outlet yang ada kepada Kab/kota sesuai keberadaan outletnya dan salah satu parameter yang mewakili adanya erosi tanah adalah TSS. Dari Hasil pengawasan izin lingkungan (sesuai Tabel 36. ) maka dapat disampaikan bahwa perusahaan yang beroperasi telah melaporkan swapantau untuk pengelolaan lingkungannya dan kondisi taat terhadap kewajiban yang harus dilaksanakan, meskipun dalam kondisi tertentu kalau terjadi kondisi darurat maka pengaduan kasus lingkungan akan terjadi apabila mereka melanggar kewajiban. Kabupaten Paser melaporkan hasil pengwasan Dokumen ijin lingkungannya sebagaimana Tabel 36.1 dibawah ini. Tabel Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL, UKL/UPL, Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup No Nama Perusahaan/Pemrakarsa Waktu (tgl/bln/thn) Hasil Pengawasan Februari 2015, 30 April 2015, 19 september 2015 PT. Kitadin taat 3 15 Maret 2015, 26 Maret Mei-12 PT. Perkasa Inakakerta PT. Ganda Alam Makmur taat taat 5 25 April 2015, 26 September 2015 PT Indexim Coalindo taat Febuari 2015, 30 maret 2015, 1 Mei 2015, 13 Juni 2015 dan 1 agustus Februari 2015, 2 Agustus 2015, PT. Indominco Mandiri PT. Santan Batubara taat taat 9 02-Mei-15 Damanka Prima taat Mar-15 PT. Kaltim Prima Coal taat Sumber: BLH Kab. Kutai Timur Berdasarkan Tabel 2, Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama di Provinsi Kalimantan Timur, maka dapat disampaikan bahwa Kabupaten yang memiliki luas lahan non pertanian paling besar adalah Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu 253,415 Ha dan yang paling kecil adalah Kabupaten Penajam Paser Utara sebesar 46,708 Ha seperti yang tersaji dalam gambar dibawah ini Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 221

256 Gambar Luas Lahan Non Pertanian (Ha) di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur Sedangkan untuk luas lahan persawahan maka Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki lahan sawah yang paling luas sebesar Ha dan yang paling kecil adalah Kabupaten Mahakam Ulu seluas 30 Ha,selengkapnya seperti yang tersaji di gambar berikut ini: Gambar Luas lahan Sawah di kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Timur Untuk data luas lahan perkebunan di Provinsi Kalimanta Timur maka Kabupaten Kutai Timur memiliki lahan perkebunan seluas Ha dan yang paling kecil Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 222

257 adalah Kota Bontang seluas 155 Ha, selengkapnya tersaji sebagaimana gambar dibawah ini. Gambar Luas Lahan Perkebunan (Ha) di kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Timur Untuk penggunaan lahan hutan maka di Kabupaten Kutai Timur memiliki luas lahan hutan paling besar yaitu Ha dan Kota Bontang memiliki lahan hutan yang paling kecil seluas 87 Ha,adapun data selengkapnya tersaji di gambar sebagai berikut: Gambar Luas Lahan Hutan (Ha) di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 223

258 Untuk penggunaan luas lahan Badan Air, Kabupaten Kutai Kertanegara memiliki luas terbesar yaitu ,16 Ha dan Kota Samarinda memili luasan lahan yang paling kecil yaitu 15,45 Ha. Selengkapnya tersaji pada gambar dibawah ini Gambar Luas Lahan Badan Air di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Tabel 3. Luas Hutan berdasarkan fungsi dan statusnya dapat disampaikan bahwa untuk fungsi hutan terbagi menjadi 8 (delapan) fungsi dengan fungsi hutan produksi memiliki luasan paling besar yaitu Ha dan yang memiliki luasan paling kecil adalah untuk hutan yang berfungsi suaka margasatwa seluas 220 Ha, untuk fungsi sebagai Taman Buru di Kalimantan Timur tidak ada. Tabel 3.4 Cagar Alam Yang Ada di Kalimantan Timur NO Lokasi Cagar Alam 1. Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur; 2. Cagar Alam Teluk Adang, terletak di Kabupaten Paser; 3. Cagar Alam Teluk Apar, terletak di Kabupaten Paser; dan 4. Cagar Alam Padang Luwai/Kersik Luway, terletak di Kabupaten Kutai Barat. Sumber : PERDA NO.1 TAHUN 2016 Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 224

259 Luas Hutan berdasarkan statusnya dibagi menjadi 5 (lima) status dengan Hutan Negara (Kawasan Hutan ) yang memiliki luasan paling besar yaitu Ha, untuk yang luasan terkecil dengan status Hutan Kota sebesar 1.677,63 Ha, sedangkan untuk Hutan Rakyat saat ini Provinsi Kalimantan Timur sedang berjuang untuk memperoleh hak atas hutan rakyat di Pemerintah Pusat.Selengkapnya tersaji pada gambar dibawah ini Gambar Luas Hutan (Ha) Berdasarkan Fungsi dan Statusnya Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, 2016 Berdasarkan Tabel 4. Luas Lahan Kritis di Dalam dan Luar Kawasan Hutan, dapat disampaikan bahwa dari sektor pertambangan juga memberikan andil untuk terjadinya lahan kritis seperti yang terjadi di Kabupaten Paser sebagaimana pada tabel 4.1. dibawah ini. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 225

260 Tabel-4. 1 Luas Lahan Kritis di Dalam dan Luar Kawasan Hutan Kabupaten : Paser Tahun Data : 2016 No. Kritis (Ha) Sangat Kritis (Ha) Kabupaten/ Kota Luar Luar Penyebab Hutan Hutan Hutan Hutan Hutan Hutan Lahan Kritis / Kecamatan Kawasan Kawasan Produksi Lindung Konservasi Produksi Lindung Konservasi Hutan Hutan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Batu Engau 183, , , Eks penebangan hutan pada era kayu 2 Batu Sopang Pembukaan lahan untuk persiapan 2806, ,445 83,895 kebun kelapa sawit 3 Kuaro Pembukaan lahan untuk 2,671 pertambangan 4 Long Ikis Kawasan dengan kondisi alamiah 3,500 5 Long Kali 2308, Muara - Komam 0, , Muara Samu 1672,274 0, , Pasir Belengkong Tanah Grogot Tanjung Harapan Sumber : Bappeda Kabupaten Paser 10 tanah berupa pegunungan kapur atau dengan solum rendah Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 226

261 Adapun yang memiliki luasan lahan kritis terbesar diantara kab/kota tersebut adalah Kabupaten Paser dengan lahan kritis tersebar di Hutan Produksi seluas 6.976,9 Ha, Hutan Lindung seluas 2.897,9 Ha, Hutan Konservasi seluas 1.563,02 Ha dan yang berkondisi lahan sangat kritis terdapat pada Hutan Produksi seluas 194,082 Ha, Hutan Konservasi seluas 451,056 Ha. Perencanaan tata ruang dan pemanfaatan pesisir dan laut di Kalimantan Timur. Kalimantan Timur terdiri dari 10 kab/kota dimana 7 kab/kota berada dalam wilayah pesisir yaitu Kota Balikpapan, Bontang, Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Berau. Di dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Timur disampaikan bahwa Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di dalam wilayah provinsi meliputi: 1. Kawasan 3 (tiga) danau (Danau Semayang, Danau Jempang, Danau Melintang dan sekitarnya); 2. Kawasan Teluk Balikpapan (Sepaku Penajam Balikpapan); 3. Kawasan Delta Mahakam; 4. Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Derawan dan sekitarnya. 5. Kawasan Ekosistem Karst Sangkulirang Mangkalihat; dan 6. Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Balabalagan. Arahan pengembangan ruang kawasan perkotaan yang terletak di wilayah pesisir dan/atau sungai dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan serta memperhatikan pelestarian lingkungan. Indikasi arahan peraturan zonasi untuk jaringan transportasi laut, meliputi indikasi arahan peraturan zonasi pelabuhan, yaitu: a. arahan pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar pelabuhan memperhatikan kebutuhan ruang untuk operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan laut; b. arahan pembatasan pemanfaatan ruang di dalam DLKR dan DLKP;dan Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 224

262 c. arahan pelarangan kegiatan pemanfaatan ruang di atas badan air yang berdampak pada alur transportasi laut. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan pantai meliputi: a. pelarangan kegiatan yang mengurangi kualitas pantai pada jarak 100 meter dari garis pasang tertinggi; b. pelarangan kegiatan yang mengancam kawasan pantai yang memiliki ekosistem bakau, padang lamun, terumbu karang dan estuaria; c. pelarangan kegiatan yang menurunkan luas, nilai ekologis dan estetika kawasan sempadan pantai; d. pelarangan kegiatan yang mengganggu bentang alam, pelestarian fungsi pantai, dan akses terhadap kawasan sempadan pantai; e. pengijinan kegiatan reboisasi dan konservasi; f. pengijinan pemanfaatan ruang bersyarat untuk pembangunan prasarana dermaga, prasarana menara penjaga keselamatan, serta struktur alami dan buatan untuk mencegah abrasi; g. pengijinan kegiatan wisata pantai dengan syarat tidak mengganggu kualitas kawasan sempadan pantai; dan h. kegiatan yang dilakukan di sempadan pantai harus memperhatikan teknis keamanan dan keselamatan pengguna wisata. Untuk Tabel 8. Luas dan Tutupan Mangrove,didapatkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Kertanegara memiliki luasan hutan mangrove paling besar yaitu ,33 Ha dan yang memiliki luasan paling kecil adalah Kota Balikpapan sebesar 1.273,26 Ha. Untuk data kerapatan tutupan mangrove tidak tersedia data dengan baik. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 225

263 Gambar Luas Hutan (Ha) Mangrove di kab/kota Provinsi Kalimantan Timur. Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Tabel 9. Luas dan Kerusakan Padang Lamun untuk wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terdata dengan baik hanya ada pada 5 kab/kota saja yaitu Kabupaten Berau, Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Kota Balikpapan dan Kota Bontang, sedangkan untuk Kabupaten Paser dan Kutai Kertanegara tidak memiliki padang lamun. Dari 5 kab/kota yang memiliki padang lamun yang paling luas adalah Kabupaten Berau dengan luasan sebesar ,97 Ha dengan prosentase kerusakan sebesar 10 %, sedangkan yang memiliki luasan padang lamun terkecil adalah Kota Balikpapan sebesar 0,04 Ha. Sedangkan yang menjadi perhatian lebih adalah kondisi padang lamun di Kota Bontang yang memiliki luasan Padang lamun sebesar 452,14 Ha dengan persentase kerusakan sebesar 80,31 %. Perlu upaya lebih untuk mengendalikan laju kerusakan pada ekosistem padang lamun ini. Selengkapnya data tersaji pada gambar dibawah ini Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 226

264 Gambar Luas dan Kerusakan Padang lamun di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur Berdasarkan Tabel 10. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang, untuk kab/kota yang memiliki Terumbu Karang maka kondisi yang tersedia adalah dalam kondisi kategori rusak sampai dengan baik, sehingga kondisi sangat baik tidak ada di Provinsi Kalimantan Timur. Kab/kota yang memiliki Terumbu Karang tersebar di 7 kab/kota dengan Kabupaten Paser yang masih memiliki kondisi baik untuk Terumbu Karangnya seluas 2 Ha karena baru saja dilakukan penanaman Terumbu Karang, sedangkan yang memiliki luasan Terumbu Karang terbesar adalah Kabupaten Berau dengan kondisi baik sebesar 32,5 %. Untuk luasan Terumbu Karang terkecil dimiliki oleh Kota Balikpapan sebesar 28,49 Ha dengan kondis baik sebesar 14,49 %. Data selengkapnya tersaji pada gambar dibawah ini Gambar Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang (Ha) di Kab/Kota Provinsi Kalimantan Timur. Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 227

265 RESPONSE Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pemanfaatan lahan dan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain yaitu 1. Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur telah memberikan arahan untuk pemanfaatan lahan akan sesuai dengan peruntukan dengan pelarangan dalam kawasan hutan lindung untuk kegiatan yang bersifat merubah bentang alam termasuk kegiatan pertambangan terbuka; 2. Perda Nomor 1 Tahun 2014, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur kegiatan sektor pertambangan. 3. Perda Nomor 2 Tahun 2011, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, memuat bakumutu yang harus dijadikan standart untuk kualitas air limbah dari sektor pertambangan 4. Perda Nomor 6 Tahun 2016, tentang Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis, perusahaan tambang mempunyai kewajiban untuk mengembalikan hutan dan lahan kritis seperti semula melalui rehabilitasi dan reklamasi 5. Perda Nomor 1 Tahun 2013, tentang Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, pelarangan pemanfaatan lahan pertanian untuk kegiatan pertambangan. 6. Perda Nomor 1 Tahun 2015, tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kalimantan Timur 7. Peraturan Gubernur terkait pelaksanaan pembinaan dan penilaian sector industry, pertambangan batu bara dan indusri serta jasa. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 228

266 B. Kualitas Air STATE Berdasarkan Tabel 15. Kondisi Sungai, dimana Kalimantan Timur mempunyai ratusan sungai yang tersebar pada hampir semua kabupaten/kota dan merupakan sarana angkutan utama di samping angkutan darat, dengan sungai yang terpanjang Sungai Mahakam.Sampai saat ini kondisi Sungai Mahakam sudah mengalami degradasi untuk kualitas air seperti yang ditampilkan pada tabel 17. Kualitas Air Sungai. Dari hasil kegiatan pemantauan kualitas air yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur dapat disampaikan bahwa dari tahun ke tahun kualitas air yang ada di Sungai Mahakam saat ini sudah dalam kondisi tercemar ringan sampai dengan sedang. Pelaksanaan pemantauan yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur pada Sungai Mahakam sepanjang 171 km pada segmen Bloro (MHU) sampai dengan segmen Anggana dilakukan dengan pembiayaan dari APBD Provinsi Kalimantan Timur meliputi 6 titik sampling sebanyak 4 (empat) kali pemantauan, termasuk didalamnya pengujian parameter biota air (Plankton dan Bentos) dari panjang secara keseluruhan Sungai Mahakam 920 km. Tujuan dilakukan pemantauan kualitas air ini antara lain adalah untuk mengetahui kecenderungan perubahan kualitas air serta mengetahui indeks pencemaran air sungai sebagai evaluasi indikator keberhasilan pengendalian pencemaran air, serta menetapkan kebijakan dan strategi lebih lanjut. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 229

267 Gambar Aktivitas di Sungai Mahakam Kalimantan Timur Sumber: Lokasi pengambilan contoh ditetapkan untuk mewakili lokasi : a. Kualitas air sebelum adanya pengaruh kegiatan manusia yaitu pada lokasi hulu sungai yang dimaksud untuk mengetahui kualitas air secara alamiah sebagai base line station. b. Pengaruh kegiatan manusia terhadap kualitas air dan pengaruhnya untuk pemanfaatan tertentu. Lokasi ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kegiatan manusia yang disebut impact station c. Sumber sumber pencemaran yang dapat memasukan zat zat yang berbahaya ke dalam sumber air. Lokasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sumber penyebaran bahan bahan yang berbahaya sehingga dapat ditanggulangi. Penentuan lokasi pengambilan sampel untuk Sungai Mahakam dipertimbangkan atas dasar sebagai berikut : a. Banyak usaha disepanjang sungai tersebut yang membuang air limbah ke badan sungai. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 230

268 b. Pembuangan limbah dari pemukiman penduduk di sepanjang aliran sungai. c. Peningkatan beban pencemaran pada sungai akibat sumber pencemar alami seperti erosi lahan terbuka, residu pertisida dan pupuk pertanian, transportasi serta depot BBM yang ada di sepanjang sungai. Gambar Lokasi Titik Pengambilan Sampel Sungai Mahakam Sumber: Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 231

269 Tabel 3.5. Daftar titik sampling Sungai Mahakam No Nama Lokasi MHU Tenggarong Kalamur Kantor Gubernur Palaran Anggana Kode Lokasi Kabupaten/Kota Koordinat MA 1413 Kutai Kartanegara LS : 00 o / BT : 116 o MA 0947 Kutai Kartanegara LS : 00 o / BT : 116 o MA 0565 Samarinda LS : 00 o / BT : 117 o MA 0540 Samarinda LS : 00 o / BT : 117 o MA 0458 Samarinda LS : 00 o / BT : 117 o MA 0357 Kutai Kartanegara LS : 00 o / BT : 117 o Analisis berdasarkan Bakumutu Sesuai Tabel 17. Kualitas Air Sungai, dengan perhitungan status mutu air dengan menggunakan metode indeks Pencemaran pada tahun 2016, menunjukan bahwa Sungai Mahakam pada segmen MHU hingga Anggana rata-rata Indeks Pencemaran adalah sebesar 3,34 sedangkan nilai Maksimum 5.69 dan minimum 2,61. Dari nilai rata-rata IP tersebut kondisi Sungai Mahakam dalam keadaan tercemar ringan.secara umum parameter yang tidak memenuhi baku mutu air kelas I untuk Sungai Mahakam adalah DO, BOD, COD (parameter kimia organik), Bakteri Coliform (parameter mikrobiologi) dan Fe (parameter logam). Secara garis besar parameter kimia organik yang melebihi baku mutu lebih banyak disebabkan dari kegiatan domestik/rumahtangga. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 232

270 Tabel 3.6. Perbandingan nilai konsentrasi parameter kualitas air tahun 2014, 2015 dan 2016 di Sungai Mahakam segmen MHU Anggana. Bakumutu Air Periode 2014 Periode 2015 Periode 2016 Parameter Rata- Satuan PP 82/2001 Kelas Rata Maksimum Minimum Rata-Rata Maksimum Minimum Rata- Rata I Maksimum Minimum Debit M 3 /det ph Temp o C ± DO Mg/l DHL Mg/l na COD Mg/l BOD Mg/l TSS Mg/l TDS Mg/l N-NO2 Mg/l N-NO3 Mg/l SO4 Mg/l PO4 Mg/l Mn Mg/l Fe Mg/l Minyak & g/l Lemak Fenol g/l 1 < #DIV/0! Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 233

271 NH3N (Ammonia Bebas) Mg/l MBAS g/l B.Coli form MPN/ml E-Coli MPN/ml Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kalimantan Timur Catatan : 1. Sumber Diolah dari data primer. 2. Nilai Merah adalah parameter yang tidak memenuhi bakumutu. 3.#DIV/0! : dibawah limit detection Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 234

272 Gambar Parameter Kualitas Air yang melebihi bakumutu Sumber: BLH Provinsi Kalimantan Timur, Analisis Parameter yang melebihi Baku mutu Nilai parameter DO rata rata yang rendah bisa disebabkan oleh tingkat kekeruhan air yang tinggi dan dapat pula disebabkan kondisi perairan yang banyak terpengaruh adanya air dari rawa serta kurangnya proses pengadukan oleh arus air sehingga oksigen terlarut menjadi rendah yang mengakibatkan meningkatnya kadar BOD pada proses perombakan mikrobiologik dan meningkatnya nilai COD pada perombakan secara kimiawi. Tingginya masukan beban pencemaran berupa limbah organik yang berasal dari buangan domestik serta pembusukan bahan organik di daerah rawa rawa baik yang ada di sekitar danau dan yang berada di tepi sungai turut menyumbangkan tingginya nilai konsentrasi BOD dan COD. Parameter lain yang acap kali tidak memenuhi bakumutu adalah parameter Bakteri Coliform dan E. Coli hal ini disebabkan karena di sepanjang sungai yang di pantau memang banyak terdapat Jamban (WC alami) dan kegiatan domestik lainnya yang membuang air limbah langsung ke badan air yang merupakan salah satu faktor tingginya kadar Fenol. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 235

273 Untuk konsentrasi nilai Bakteri Coli dan E.Coli pada periode pemantauan tahun 2016 kurang lebih kondisinya sama dengan kualitas hasil pemantauan pada tahun 2015, hal ini dipengaruhi faktor musim penghujan sehingga konsentrasi Bakteri Coli dan E. Coli yang tinggi pada saat musim kemarau dapat menurun karena pengaruh debit yang besar pada saat musim penghujan (self purification). Parameter Fe yang tidak memenuhi bakumutu air kelas I disebabkan tingginya faktor alami kondisi batuan atau lithologi di wilayah pemantauan yang sudah memiliki kandungan Fe yang cukup besar akibat dari pelapukan batuan dasar serta banyaknya bukaan lahan sehingga terjadi pencucian lithologi yang menyebabkan akumulasi logam Fe di sungai akibat dari proses erosi dan sedimentasi. Status Mutu Air Sungai Mahakam Status mutu air berdasarkan perhitungan metode Indeks Pencemaran (IP) menunjukan bahwa kondisi Sungai Mahakam pada tahun 2016 dalam keadaan tercemar Ringan dengan rata rata indeks pencemaran sebesar 3.34 (maksimum = 3,58 ; Minimum 2.87). Tabel 3.7. Rekapitulasi perhitungan Indeks Pencemaran Tahun 2016 pada Sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana. Tahun 2016 Rata-rata Titik Sampling Mei Juni Agustus September Sungai MHU (MA1413) Tenggarong (MA0947) Kalamur (MA0656) Kantor Gubernur (MA0540) Palaran (MA0458) Anggana (MA0357) Rata-Rata Sumber : Diolah dari data primer Keterangan : 0 Pij 1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik) Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 236

274 1,0 < Pij 5,0 = tercemar ringan 5,0 < Pij 10 = tercemar sedang Pij > 10 = tercemar berat Gambar Indeks Pencemaran Tahun 2016 pada S. Mahakam Sumber: Pengolahan Data primer BLH Prov. Kaltim Tabel 3.8. Rekapitulasi Kecenderungan perhitungan Indeks Pencemaran Tahun pada Sungai Mahakam segmen Bloro (MHU) Anggana. Indeks Pencemaran Lokasi Sampling MHU (MA1413) Tenggarong (MA0947) Kalamur (MA0656) Kantor Gubernur (MA0540) Palaran (MA0458) Anggana (MA0357) Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 237

275 Gambar Kecenderungan Perubahan Kualitas Air di Sungai Mahakam Dengan memperhatikan gambar kecenderungan perubahan kualitas air dengan perhitungan indeks pencemaran dari tahun terlihat kecenderungan pencemaran menurun dari tahun 2015 ke 2016 tetapi tidak pada semua lokasi, titik pemantauan pada Sungai Mahakam Palaran dan Anggana cenderung memburuk. Status mutu air sungai berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode STORET menunjukan kondisi tercemar berat dengan angka rata-rata -46, dimana nilai ini lebih baik dibandingkan dengan pemantauan tahun 2013 sebesar -69,17, 2014 sebesar -54,17 dan 2015 sebesar -50. Dengan demikian menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah Pusat dalam hal ini Dirjend Pengendalian Pencemarandibawah KLHK untuk melakukan pembinaan serta upaya mitigasi agar kualitas air sungai dapat kembali normal seduai dengan kelas dan peruntukannya. Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 238

276 Kode Sampling Tabel 3.9. Rekapitulasi perhitungan Indeks Pencemaran Tahun 2016 pada Sungai Mahakam Nama Lokasi segmen Bloro (MHU) Anggana dengan metode Storet. Score STORET 2015 Status Mutu Air 2015 Score STORET 2016 MA 1413 Bloro (MHU) -34 Tercemar berat -52 MA 0947 Tenggarong -38 Tercemar berat -44 MA 0656 Kalamur -28 MA 0540 Kantor Tercemar sedang -42 Gubernur -50 Tercemar berat -52 MA 0458 Palaran -44 Tercemar berat -44 MA 0350 Anggana -28 Tercemar sedang -44 Status Mutu Air 2016 Tercemar Berat Tercemar Berat Tercemar Berat Tercemar Berat Tercemar Berat Tercemar Berat Rata Rata -37 Tercemar berat -46 Tercemar berat Min -28 Tercemar sedang -52 Tercemar berat Max -50 Tercemar berat -42 Tercemar berat Catatan : 1. Sumber diolah dari data primer. 2. Sampel diambil 4 kali dalam setahun. (1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 = memenuhi baku mutu (2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 = cemar ringan (3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 = cemar sedang (4) Kelas D : buruk, skor -31 = cemar berat Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 239

277 Gambar 3.20.Status mutu Sungai Mahakam Tahun 2016 Tabel Rekapitulasi perhitungan Indeks Pencemaran dengan metode STORET tahun 2015 pada Sungai Mahakam segmen Beloro (MHU) Anggana. Storet Lokasi MHU Tenggarong Kalamur Kantor Gubernur Palaran Anggana RESPON Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban pencemaran dari kegiatan domestik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Kota dan Provinsi terhadap antara lain : a. Meningkatkan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan, serta mempercepat penghijauan pada lahan yang terbuka untuk mengurangi erosi sebagaimana realisasi kegiatan yang ada pada Tabel 14. Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi sebagaimana tersaji dibawah ini. Pemerintah Kalimantan Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 240

278 Timur bersama Dewan Legislatif telah menetapkan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2016 tentang Rehabilitasi Hutan dan Pemanfaatan Lahan Kritis. Tujuan dari kegiatan ini antara lain a. memulihkan dan memperbaiki kondisi ekosistem hutan, lahan dan lingkungan, b. meningkatkan fungsi ekologis, hidrologis dan keberlanjutan layanan alam dari hutan dan lahan, c. memanfaatkan lahan kritis sebagai daerah pengembangan bioenergi lestari dan meningkatkan kesejahteraan dan peran serta masyarakat Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 241

279 Tabel DATA LAHAN KRITIS DALAM DAN LUAR KAWASAN HUTAN WILAYAH KERJA BPDAS MAHAKAM BERAU No PROVINSI KABUAPATEN KEKRITISAN LAHAN (Ha) Tidak kritis Potensial kritis Agak kritis kritis Sangat kritis Dlm kws Luar Dlm kws Luar kws Dlm kws Luar kws Dlm kws Luar Dlm kws Luar kws kws kws KALIMAN BERAU , , , , , , , , 598, ,23 TAN TIMUR KOTA BALIKPAPAN 946,07 1, , , , , , , ,63 310,12 KOTA BONTANG KOTA SAMARINDA ,95 28, , , , , , , , ,61 0,04 274, ,49 11, ,5 10, , ,85 KUTAI BARAT , , , 38 KUTAI , , , KARTANEGA 8 64 RA KUTAI TIMUR , , , 2 47 MAHAKAM , , , ULU 69 PASER , , , 54 PENAJAM , , ,6 PASER 5 UTARA Jumlah total , , ,67 Keterangan :Kawasan hutan mengacu pada SK.554/Menhut-II/ , , , , , , , , , , , , , ,47 1. Lahan kritis adalah lahan dengan kriteria agak kritis, kritis, dan sangat kritis 2. Sumber data : hasil review data spatial lahan kritis Tahun 2013 BPDAS Mahkam Berau , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,87 748, ,72 649, , , , ,39 658, , ,13 Bab III Analisis Pressure, State dab Response Isu Lingkungan Hidup Daerah 242

280 b. Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum yang efektif terhadap kegiatan usaha yang membuka lahan yang menyebabkan erosi.sebagaimana tabel 44. Status Pengaduan Masyarakat. c. Melakukan pengawasan secara ketat terutama pada perusahaan pertambangan batubara terutama dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan dan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air. Banyaknya perusahaan pertambangan yang dilakukan pengawasan sebagaimana Tabel 13. Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian. d. Peningkatan kesadaran masyarakat,sebagaimana Tabel 47. Kegiatan/Program yang diinisiasi Masyarakat. Dilakukannya berbagai kegiatan untuk menambah wawasan dari masyarakat untuk sadar dalam mengelalo sampah domestik dengan memberi nilai ekonomi pada sampah untuk diolah menjadi kompos maupun hasil kerajinan yang bernilai uang melalui pedirian bank sampah yang sedikit banyak akan mengubah kebiasaan masrakat untuk tidak membuang sampah di sungai. Disamping itu juga diberikan pengetahuan terkait kebiasaan hidup bersih dan sehat dengan tidak membuang BAB melalui jamban yang tak diolah terlebih dahulu. e. Penerapan teknologi tepat guna dalam pengolahan air limbah domestik dan usaha skala kecil. f. Pengaturan pembuangan air limbah melalui perijinan. Sebagaimana Tabel 34. Dokumen Ijin Lingkungan dan Tabel 48. Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. g. Bantuan sarana dan prasarana untuk pengolahan limbah domestik, misal untuk pembuatan IPAL komunal.sebagaimana Tabel 43. Kegiatan Fisik Lainnya oleh Instansi. Pembangunan penurapan sempadan sungai, pembangunan Jamban Umum agar tidak BAB di sepanjang jalur sungai. h. Penerapan yang konsisten dalam pengaturan limbah domestik. i. Secara bertahap memindahkan kegiatan MCK yang berada langsung di badan air ke darat sehingga limbah dapat di oleh dalam septic tank. 243

281 j. Memberikan penyuluhan dan melakukan pengawasan kepada kegiatan stasiun pengisian bahan bakar terapung untuk mencegah terjadinya tumpahan atau bocoran BBM ke sungai. k. Memberikan penyuluhan kepada operator angkutan sungai agar tidak membuang pelumas bekas ke sungai. i. melaksanaan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar dan diperbaharui datanya secara teratur dibarengi dengan kajian untuk menghitung daya tampung beban pencemaran sungai melalui pemodelan tersebut. j. Melalui pemodelan untuk memperoleh data berapa beban pencemar yang masih dapat diterima oleh sungai, dan bila ingin mencapai mutu air sasaran yang dikehendaki akan diketahui berapa besar pengurangan beban pencemaran yang harus dikurangi dan dari sumber mana saja pengurangan itu dilakukan. Hal ini dapat menjadi dasar kebijakan untuk pengaturan tata ruang dan pengaturan dalam pemberian ijin pembuangan air limbah dan kegiatan lain yang ditujukan untuk pengendalian pencemaran air. Hambatan yang terjadi pada saat dalam melaksanakan pemodelan adalah daya tampung beban pencemaran sumber air adalah tidak dipahaminya system pemodelan dan tidak tersedianya data dan informasi yang diperlukan untuk menjalankan model tersebut. Beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut adalah: a. Memahami dengan baik pengunaan perangkat lunak model daya tampung beban pencemaran(qual2e, QUAL2Katau QUAL2Kw) melalui pelatihan yang intensif. b. Mendesain program pemantauan untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap sesuai yang diperlukan oleh perangkat lunak tersebut untuk melakukan pemodelan. c. Menyediakan sumberdaya manusia dan sarana untuk pelaksanaan pemodelan tersebut. d. Inhouse Training atau training yang diperlukan seperti database monitoring. 244

282 Di Sungai Mahakam sesuai Tabel 16, terdapat tiga danau yaitu Danau Semayang, Jempang dan Melintang Ketiga danau ini termasuk tipe danau paparan banjir (flood plain) yang umumnya terdapat di dataran rendah. Danau- Danau Mahakam ini terletak di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis Danau Semayang terletak kurang lebih pada kordinat 0 o 13 24,48 Lintang Selatan dan 116 o Bujur Timur, Danau Melintang pada kordinat 0 o Lintang Selatan dan 116 o Bujur Timur, sedangkan Danau Jempang pada kordinat 0 o 26 33,87 Lintang Selatan dan 116 o Bujur Timur. Gambar Peta Lokasi Danau-Danau Mahakam (Danau Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang) Danau Semayang mempunyai luas ha dengan kedalaman 3,5 m, Danau Melintang dengan luas ha dan kedalaman 2 m, sedangkan Danau Jempang dengan luas ha dan kedalaman 3,50 m. Kedalaman ini merupakan kedalaman rata-rata, karena tinggi muka air Danau-Danau Mahakan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan, air danau melimpah dan membanjir hingga Danau Semayang menyatu dengan Danau Melintang. Namun pada musim kemarau air danau menyurut, hingga sebagian danau menjadi lahan kering dan meninggalkan alur-alur dan lubuk kecil saja yang masih tersisa. Danau yang berubah menjadi lahan kering di musim 245

283 kemarau ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan pertanian, misalnya ditanami padi. Perubahan musiman ini menyebabkan nelayan di danau-danau ini beralih dari semula nelayan pada saat air tinggi menjadi petani di musim kemarau yang kering. Ketiga danau ini merupakan kawasan yang ditetapkan dalam RTRW Kalimantan Timur sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di dalam wilayah provinsi Kalimantan Timur dan di tingkat Nasional ketiga danau ini masuk sebagai danau prioritas nasional Gambar Citra satelit Danau Semayang, Melintang dan Jempang Sumber : LIMNOLOGI LIPI Gambar Citra satelit tentang daerah genangan banjir tahun 2007 yang menunjukkan perairan Danau Semayang menyatu dengan Danau Melintang Sumber : LIMNOLOGI LIPI 246

284 Gambar Kondisi lingkungan di kawasan Danau Danau Mahakam Sumber LIMNOLOGI LIPI C. Kualitas Udara STATE Berdasarkan Tabel 41, pada tahun 2016 penduduk Kalimantan Timur mencapai jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan penduduk ( ) sebesar 2,25%. Laju pertumbuhan penduduk terbesar terjadi di Kabupaten Kutai Timur dengan besaran 4,36 persen dan pertumbuhan terendah di Kabupaten Kutai Barat sebesar 0,59 persen. Sementara, tingkat kepadatan penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2016 tercatat 27,49 jiwa/km 2. Kabupaten yang memiliki penduduk terbanyak adalah Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak jiwa 247

285 sedangkan kota yang terbanyak penduduknya adalah Kota Samarinda sebanyak jiwa. Selengkapnya tersaji dalam gambar dibawah ini. Gambar Jumlah, laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kalimantan Timur Sumber: Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur tahun 2016 Untuk kondisi kesehatan penduduk di Kalimantan Timur sesuai tabel 22 maka dapat disampaikan bahwa sebagian besar rumah tangga di Kalimantan Timur sudah mendapatkan sumber air minum dari sumber ledeng yang terbanyak di Kota Samarinda, untuk air dari sungai terbanyak di Kabupaten Paser sedangkan untuk kabupaten terbaru yaitu Mahakam Ulu penduduknya sudah mendapatkan pelayanan air bersih dari ledeng,sumur dan air hujan. Dari penyiapan fasilitas untuk mendukung sanitasi lingkungan terkait fasilitas Tempat Buang Air Besar sesuai tabel 23, maka Kota Balikpapan memiliki jumlah Rumah Tangga yang menggunakan fasilitas Tempat Buang Air Besar milik sendiri paling banyak diantara kab/kota lainnya di Kalimantan Timur. Adapun untuk jenis penyakit sesuai Tabel 25., maka penyakit yang selama ini selalu diwaspadai karena perubahan musim yaitu ISPA, Diare dan Demam Berdarah ternyata masih menjadi penyakit dengan jumlah penderita terbanyak diantara jenis penyakit yang lainnya,sebagaimana disajikan dalam gambar dibawah ini 248

286 Gambar Jumlah Penderita Penyakit Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur dan Kab/kota Se- Kaltim Dari gambar diatas ternyata penyakit ISPA masih menjadi penyakit yang tertinggi diderita oleh penduduk Kalimantan Timur. Penyakit ISPA adalah kondisi penyakit yang menyerang bagian saluran pernafasan yang diakibatkan karena infeksi yang terjadi dibagian tenggorokan, sinus, saluran udaran maupun paruparu. Selain disebabkan oleh serangan mikroorganisme berbahaya yang bisa memicu timbulnya ISPA. Penyakit ini pun bisa terjadi karena paparan debu dan asap. Debu dan asap yang halus dan memiliki partikel halus yang tidak terlihat oleh kasat mata, dapat masuk ke lapisan mukosa hingga terdorong sampai ke jarungan faring karena tidak dapat disaring oleh bulu hidung. Untuk pengelolaan kualitas udara telah dilakukan pemantauan kualitas udara ambien untuk tahun 2016 dilakukan pada 18 (Delapan Belas) titik pantau yang tersebar di 9 ( sembilan) Kab/Kota yaitu Balikpapan, Samarinda, Bontang, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Tana Paser, Berau, Kutai Barat dan Mahakam Ulu, hasil pemantauan kualitas udara ambien yang bisa berpotensi menambah penderita ISPA adalah parameter PM 10 dan TSP, hasil selengkapnya disampaikan dalam gambar dibawah ini. 249

287 Gambar Hasil Pemantauan Kualitas Udara untuk PM10, PM2,5, TSP Di Kab/Kota Se Kalimantan Timur Sumber: Pengolahan Data Primer dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur 251

288 Kualitas udara juga dipengaruhi oleh penggunaan bahan bakar (Tabel 31) dan banyaknya jumlah kendaraan sesuai Tabel 32. Dari kedua tabel tersebut dapat disampaikan bahwa bahan bakar yang dgunakan untuk kendaraan berjenis bensin dan solar dengan jumlah masing-masing bensin sebanyak liter dan solar sebanyak liter. Dua jenis bahan bakar minyak ini saat ini sudah mulai diganti dengan jenis yang ramah lingkungan seperti pertalite, pertamax dan biosolar agar tidak begitu banyak mencemari kualitas udara yang ada di Kalimantan Timur mengingat sesuai Tabel 33, Perubahan Penambahan ruas jalan untuk tahun 2016 tidak ada penambahan tetapi jumlah kendaraan bertambah sehingga kemacetan tidak terelakkan dan polusi terjadi dititik titik kemacetan di kab/kota di Kalimantan Timur. Gambar Jumlah Angkutan Umum di Provinsi Kalimantan Timur. Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur Respon yang telah dilkukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk menjaga kualitas udara agar tetap dapat memenuhi hajat hidup orang banyak antara lain adalah sebagai berikut a. Mencanangkan dan menjalankan kegiatan Kaltim Hijau dengan slogan One Man Five Trees dan menambah Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan peraturan yang ada yaitu 30% dari luas wilayah perkotaan wajib dijadikan RTH. 252

289 b. Memberikan pajak progresif untuk kemilikan kendaraan lebih dari satu agar mengurangi kepadatan kendaraan c. Tidak melakukan pembukaan lahan pertanian dan perkebunan dengan cara pembakaran d. Tidak diperkenankan untuk melakukan pembakaran sampah secara terbuka e. Melakukan pengujian emisi kendaraan secara rutin D. Resiko Bencana STATE Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kalimantan Timur maka daerah daerah rawan bencana terbagi menjadi sebagai berikut: a. Kawasan Rawan Longsor b. Kawasan Rawan Gelombang Pasang c. Kawasan Rawan Banjir. Sesuai Tabel 37,39 dan 40, maka di Kalimantan Timur yang sering terjadi adalah Kawasan Rawan Banjir sebagaimana tabel dibawah ini. Tabel Kawasan Resiko Potensi Bencana Luas Wilayah No Kabupaten Kota Luas Wilayah (KM2) Yang rawan bencana Prosentase Kerawanan resiko Bencana (1) (2) (3) (4) (5) 1. Paser 7730,88 891, , Kutai Barat 20381,59 713, , Kutai Kertaneagra 23601, ,4124 5, Kutai Timur 35747,5 2311, , Berau ,0207 5, Penajam Paser Utara 3333,06 172,966 5, Mahakam Ulu , , Balikpapan , , Samarinda , , Bontang 406,7 5,3332 1, Sumber PERDA No 1 Tahun

290 Gambar 3.29 Jumlah Kejadian Bencana di Kalimantan Timur PRESSURE Terjadinya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya seperti untuk kegiatan pertambangan, pembukaan lahan untuk kawasan pemukiman diduga menjadi penyebab terjadinya kejadian bencan banjir di beberapa kab/kota di Provinsi Kalimantan Timur. Tingginya sedimentasi akibat erosi tanah juga menjadi penyebab meningkatnya laju sedimentasi di perairan sungai sehingga beberapa kab/kota yang berada di pinggir sungai akan terendam jika datang musim pasang, hal ini terjadi di kota kabupaten seperti tersaji dalam tabel berikut ini. Tabel Bencana Banjir, korban dan kerugian di Kabupaten Kutai Barat. No Kecamatan Luas areal Mengungsi Meninggal Kerugian Rp Keterangan 1 Kec.Damai rumah terendam 2 Kec.Long Iram Ha sawah terendam, 13 3 Kec.Mook Manaar Bulan 4 Kec. Muara Lawa rumah terendam rumah terendam, 36 Ha kerusakan sawah rumah terendam 5 Kec.Muara rumah 254

291 Pahu terendam 6 Kec.Nyuatan rumah terendam, 110 Ha kerusakan sawah, 16 Ha kerusakan hutan/lahan 7 Kec.Tering rumah terendam, 113 Ha kerusakan sawah, 103 Ha kerusakan hutan/lahan Sumber: BPBD Provinsi Kalimantan Timur. Untuk menghitung kerugian akibat bencana baik banjir maupun longsor sudah banyak dilakukan di daerah lain, Ada salah satu metoda yang sering digunakan yaitu metode Damage And Loss Area dengan menggunakan konversi sebagai berikut Tabel Konversi penghitungan kerugian materiil akibat bencana Tabel Konversi penghitungan kerugian materiil akibat bencana dengan metode DaLA Sumber : calculating-damages-and-losses.html 255

292 RESPONSE 1. Kegiatan Fisik sesuai Tabel 43. dan kegiatan yang diinisiasi oleh Masyarakat seperti Tabel 47 harus selalu dilakukan dengan pendampingan dari pemerintah dalam upaya pencegahan kejadian banjir maupun longsor seperti tabel dibawah ini Tabel Kegiatan Fisik lainnya oleh Instansi PUPR Provinsi Kalimantan Elemen Data Drainase 1. Jaringan sistem Drainase Timur SISTEM INFORMASI DATA KALIMANTAN TIMUR Tahun Satuan Ket ,08 26,29 28,94 47,00 55,00 Unit 2015 Data Sementara. Kubar, Kukar, Kutim, Paser, PPU, Balikpapan, Samarinda, mahulu Masih belum memiliki data. Sumber : Bappeda Provinsi Kalimantan Timur 2. Pengawasan terhadap peraturan yang berlaku bagi alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan diiringi dengan penegakan hukum yang tegas bagi setiap pelanggar akan dapat mengurangi resiko bencana yang ada melalui penertiban ijin mendirikan bangunan. 3. Mewajibkan setiap kegiatan sesuai dengan besaran kegiatan untuk memiliki dokumen pengelolaan lingkungan 4. Mewajibkan untuk setiap kab/kota menyediakan Ruang Terbuka Hijau sebesar 30 % dari luas wilayahnya. 256

293 E. Perkotaan STATE Propinsi Kalimantan Timur termasuk mengalami pertambahan jumlah penduduk yang sangat tinggi di setiap tahunnya, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat sangat berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah di Provinsi Kalimantan Timur. Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan. Tabel Data Timbulan Sampah di kab/kota Provinsi Kalimantan Timur NO. KAB/KOTA JUMLAH TIMBULAN SAMPAH HARIAN KOMPOSISI SAMPAH HARIAN (%) ORGANIK 1. Samarinda 3.565,179 m ,179 m 3 ANORGANIK 2. Balikpapan 371 ton 180,31 ton 190,24 ton 3. Bontang 322 ton 143,36 ton 179,01 ton 4. Kutai Kertanegara 39,9 ton 38,295 ton 1,595 ton 5. Kutai Barat 16 ton 4,8 Ton 11,2 Ton 6. Kutai Timur 650 m 3 48 m m3 7. Paser 426,98 m 3 426,98 m 3 8. Penajam Paser Utara 24,8 ton 14, 8 ton 10 ton 9. Berau 112 m m 3 Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur Data Dari Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kab/Kota se Kaltim sampai dengan Bulan Mei Tahun 2016; Kabupaten Mahakam Ulu baru terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Mahakam Ulu di 257

294 Provinsi Kalimantan Timur tanggal 11 Januari 2013, jadi belum mempunyai Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan, sehingga belum mempunyai data mengenai persampahan. Upaya atau response untuk menanggulangi permasalah sampah salah satunya adalah pendirian BANK SAMPAH, yang saat ini sudah seluruh kab/kota mendirikannya. Kegiatan Bank Sampah memerlukan pendampingan dari pihak pemerintah mengingat di Kalimantan Timur harga sampah sangat tergantung dari biaya transportasi dikarenakan jarak yang jauh sehingga tidak semua sampah yang sudah dikumpulkan di Bank Sampah akan terangkut ke pengumpul. Saat ini penjualan sampah yang bernilai ekonomi masih harus dikirimkan ke Pulau Jawa mengingat di kalimantan Timur belum ada investor yang tertarik untuk mendirikan pabrik pengolah sampah yang bernilai ekonomi, Sesuai dengan tugas dan kewenangannya maka Badan Lingkungan Hidup Provinsi kalimantan Timur harus menyelesaikan permaslahan permasalahan yang lintas kab/kota. Di Kalimantan Timur belum ada fasilitas Tempat Pemrosesan Akhir Regional, sebenarnya peluang untuk pembuatan TPA Regional akan sangat membantu dalam pemanfaatan sampah sebagai bahan baku pembangkit tenaga listrik atau bahkan dicetak untuk pembuatan batako maupun beton untuk jalan. Keterbatasan fasilitas pengolahan sampah baik dari TPST maupun sarana prasarana lainnya masih menjadi kendala bagi Dinas Kebersihan kab/kota di kalimantan Timur. Untuk itu masih diperlukan peningkatan wawasan bagi penduduk atau masyarakat dalam hal memilah sampah agar bernilai ekonomis.salah satunya adalah membuat daur ulang sampah sebagaimana contoh berikut:. 258

295 Tabel Kota Samarinda DAFTAR BANK SAMPAH KAB/KOTA DI KALIMANTAN TIMUR NO. NAMA BANK SAMPAH ALAMAT BANK SAMPAH JUMLAH SAMPAH YANG DIKELOLA JUMLAH PENABUNG WAKTU PENDIRIAN OMZET (Rp./Bulan) 1. Graha Indah Perum Graha Indah Blok A RT. 43 Air Putih Samarinda Ulu Kg/bulan 91 Orang ,- 2. Cendana Sejahtera Mandiri Jl. Cendana Gg. 11 RT. 09 Kel. Kr Anyar Kec. Sungai Kunjang Kg ,- 3. Lok Bahu Jl. M. Said Gg. 6 RT. 26/RT. 32 Kelurahan Lok Bahu Kg/bulan 154 Orang 27 Oktober ,- 4. Lempake Jl. Magelang RT. 19 kelurahan Masjid Samarinda Seberang 405 Kg 115 Orang 1 Januari ,- 5. Pertenunan Mandiri 6. RT. 22 Kelurahan Pelita RT. 01 Kampung Tenun Kelurahan Masjid Samarinda Seberang Jl. Lambung Mangkurat Gg. 5 Kelurahan Pelita Kg ,- 250 Kg ,- 259

296 7. RT. 38 Jl. Aziz Samad (Eks. P Antasari) RT. 38 Kelurahan Pelita 8. RT. 14 Jl. Pemuda 1 RT. 14 Kelurahan Temindung Permai 9. RT. 1 Jl. Perum Batu Panggal RT. 1 Kelurahan Loa Bakung 10. RT. 5 Jl. Samanhudi Gg. An Nur RT. 5 Kelurahan Pelita 11. RT. 8 Jl. Sultan Sulaiman RT. 8 Kelurahan Sambutan 12. RT. 1 Jl. Bung Tomo Gg. 1 Kelurahan Baqa Kec. Samarinda Seberang 13. Kampung Jawa Jl. Merbabu Gg. BDN Kelurahan Jawa 14. Tanah Merah RT. 17 Jalur 2 Kelurahan Lempake Kg ,- 800 Kg ,- 230 Kg Mei ,- 432 Kg ,- 155 Kg ,- 324 Kg ,- 397 Kg ,- 235 Kg ,- 15. Mugirejo RT. 07 Mugirejo ,- 16. Berkah RT. 03 Kelurahan Gunung Lingai 758 Kg ,- 260

297 17. Banggeris Indah Mandiri Jl. Banggeris Gg. 7 RT. 3 Kelurahan Karang Anyar 1 Ton ,- 18. Bandara Jl. Tantina RT Kg ,- 19. SMKN 3 Jl. A Wahid Hasyim 956 Kg ,- 20. SMPN 2 Jl. KH. Ahmad Dahlan 750 Kg 40 Orang 5 Januari ,- 21. SDN 021 Jl. Meranti Kelurahan Karang Anyar Kec. Sungai Kunjang 102 Kg ,- 22. SMKN 1 Jl. Pahlawan N Kg 200 Orang 1 Juli ,- 23. Fak. Perikanan UNMUL Kampus UNMUL ,- 24. Mahulu Sengkotek Jl. Cipto Mangunkusumo Gg. Sepakat RT Pendowo Jowo Jl. KS. Tubun Gg. VIII Kel. Jawa Kg , Kg ,- 26. Palapa RT. 10 Kel. Dadi Mulya 886 Kg ,- 27. Teluk Lerong Jl. ST. Aisyah No. 65 Teluk Lerong 28. SDN 016 Jl. P. Antasari Kec. Sungai Kunjang 459 Kg ,- 246 Kg ,- 261

298 29. Rawa Makmur Jl. M. Noor RT. 16 Rawa Makmur 675 Kg 122 Orang 2 September ,- 30. Puri Indah Jl. Puri Indah Perum RT. 02 Kel. Sei Kapih 31 Sejahtera Jl. Suwandi RT. 22 Kel. Gn. Kelua 32. Perum Atras Jl. Damanhuri Pedrum Atras RT. 22 Kel. Mugirejo ,- 92 Kg ,- 120 Kg ,- 33. RT. 18 Lempake RT. 18 Kel. Lempake 550 Kg ,- 34. Berlin Pelita RT. 05 RT. 05 Kel Pelita 355 Kg ,- 35. MTS Model Samarinda 36. Wiraswasta CSR Rumah Zakat Jl. Harmonica No. 100 Samarinda Jl. Wiraswasta RT. 15 Gg. H. Mustam Temindung Permai Jl. Gelatik I Blok A 50 Kg/bulan 10 Orang ,- 262

299 Kota Balikpapan NO. NAMA BANK SAMPAH ALAMAT SAMPAH BANK JUMLAH SAMPAH YANG DIKELOLA JUMLAH PENABUNG WAKTU PENDIRIAN OMZET (Rp./Bulan) 1. Bank Sampah Induk Kota Balikpapan Jl. Ruhui Rahaya 500 ton/bulan 100 orang Abese RT. 28 Kel Graha Indah Balikpapan Utara 3. Adipura RT. 27 Kel Karang Rejo Balikpapan Tengah 4. Aji Raden Sejahtera Jl. Mulawarman RT. 17 Kel Lamaru Balikpapan Timur 5. Andromeda Jl. Zeni AD RT. 11 Kel Telagasari Balikpapan Kota 6. Anggrek Bulan RT. 59 Kel Muara Rapak Balikpapan Utara 7. Anugerah RT. 35 Kel Baru Tengah Balikpapan Barat 4.17 ton/bulan 50 Orang , ton/bulan 86 Orang , ton/bulan 10 Orang Juni , ton/bulan 177 Orang 10 Juni , ton/bulan 20 Orang Juli , ton/bulan 26 orang Mei ,- 8. Asa Mandiri RT. 43 Kel Sepinggan 4.59 ton/bulan 92 Orang ,- 263

300 Balikpapan Selatan 9. Asri Biru Jl. Baitul Makmur RT. 60 Kel Manggar Balikpapan Timur 10. Az - Zahra RT. 18 Kel Batu Ampar Balikpapan Utara 11. Batakan Asri Jl. Mulawarman RT. 67 Manggar 4.30 ton/bulan 112 Orang Jan , ton/bulan 10 Orang , ton/bulan 10 orang Berdikari RT. 38 Sepinggan 3.59 ton/bulan 30 orang ,- 13. Berkah RT. 48 Batu Ampar 3.26 ton/bulan 16 orang ,- 14. Berkah Jaya Bersama Jl. Belatuk 3 RT. 26 Kel. Gunung Sepinggan 15. Beriman RT. 21 Kel Gunung Bahagia Balikpapan Selatan 16. Beriman 39 RT. 39 Kel Baru Tengah Balikpapan Barat 17. Berkah Beriman Jl. Mulawarman Perum Panji RT. 34 Kel Manggar 18. Berkarya RT. 02 Kel Baru Tengah Balikpapan Barat 4.55 ton/bulan 35 orang , ton/bulan 162 Orang Apr , ton/bulan 10 Orang , ton/bulan 25 Orang , ton/bulan 55 Orang Mei ,- 19. Bersinar RT. 12 Kel Teritip 4.34 ton/bulan 43 Orang Mei ,- 264

301 Balikpapan Timur 20. Bhineka 22 Jl. Mulawarman 3.79 ton/bulan 22 orang ,- 21. Bina Mandiri RT. 13 Kel Klandasan Ulu Balikpapan Kota 22. Bina Swadaya RT. 33 Kel Sumber Rejo Balikpapan Tengah 23. Borneo 38 RT. 38 Kel Baru Tengah Balikpapan Barat 24. Borneo Clean RT. 50 Kel Batu Ampar Balikpapan Utara 25. Bougenville Jl. Taman Sepinggan IX RT. 32 Kel Sepinggan Balikpapan Selatan 4.56 ton/bulan 25 Orang , ton/bulan 20 Orang Juli , ton/bulan 68 Orang 2 Juni , ton/bulan 84 Orang Juni , ton/bulan 15 Orang ,- 26. Budi Santoso 4 ton/bulan 21 orang Bunga Tanjung Jl. MT. Haryono Gg. Tanjung RT. 01 Kel Damai Balikpapan Kota 28. Cempaka RT. 12 Kel Gunung Sari Ulu Balikpapan Tengah 29. Citra Rasa Kenari Jl. Wiluyo Puspoyudha RT. 24 Kel Klandasan Ulu Balikpapan Kota 3.59 ton/bulan 31 Orang , ton/bulan 34 Orang , ton/bulan 57 Orang 27 Mei ,-,- 265

302 30. Dandelion RT. 05 Kel Telagasari Balikpapan Kota 31. Dharma Bhakti RT. 55 Kel Muara Rapak Balikpapan Utara 32. Etam Manshurin RT. 35 Kel Sumber Rejo Balikpapan Tengah 33. Flamboyan RT. 76 Kel Muara Rapak Balikpapan Utara 34. Gatra Kencana Jl. Tanjung Pura RT. 23 Kel Telagasari Balikpapan Kota 35. Graha Indah Kel Graha Indah Balikpapan Utara 4.23 ton/bulan 25 Orang , ton/bulan 86 Orang Juli , ton/bulan 50 Orang Sep , ton/bulan 23 Orang ,- 4.5 ton/bulan 135 Orang Juli , ton/bulan 35 orang ,- 36. Griya Kariangau Baru RT. 12 Kel Kariangau Balikpapan Barat 4.35 ton/bulan 63 Orang Juli ,- 37. Gurinda RT. 29 Kel Gunung Samarinda Balikpapan Utara 38. Harapan Baru Jl. Mulawarman RT. 15 Kel Manggar Baru Balikpapan Timur 39. Harapan Bersama Jl. Cikalang RT. 23 Kel Manggar Baru 5.56 ton/bulan 139 Orang Jan , ton/bulan 25 Orang Juli , ton/bulan 50 Orang Juli ,- 266

303 Balikpapan Timur 40. Harapan Bersama ton/bulan ,- 41. Jaya Mandiri Jl. Mulawarman Gg. Kresna RT. 12 Kel Manggar Baru Balikpapan Timur 42. Kampung Nelayan RT. 23 Kel Manggar Baru Balikpapan Timur 3.98 ton/bulan 30 Orang , ton/bulan 40 Orang ,- 43. Kanjeng Mami RT. 23 Gunung Bahagia 4.51 ton/bulan 15 orang Kariangau Lestari RT. 10 Kel Kariangau Baru Balikpapan Barat 45. Karya Bersama Jl. MT. Haryono Gg. Mufakat RT. 05 Kel Damai Bahagia Balikpapan Selatan 46. Karya Sejahtera RT. 35 Kel Batu Ampar Balikpapan Utara 47. Kemuning RT. 01 Kel Telagasari Balikpapan Kota 48. Kota Hijau Jl. Daksa Barat Blok B1 RT. 01 Kel Sepinggan Balikpapan Selatan 3.89 ton/bulan 76 Orang Mei , ton/bulan 53 Orang Jan , ton/bulan 67 Orang Juli , ton/bulan 113 Orang Jan , ton/bulan 94 Orang ,- 267

304 49. Kruing Raya Asri RT. 14 Kel Batu Ampar Balikpapan Utara 50. LBS RT. 45 Kel Manggar Balikpapan Timur 51. Madani RT. 40 Kel Klandasan Ilir Balikpapan Kota 4.5 ton/bulan 15 Orang , ton/bulan 15 Orang , ton/bulan 30 Orang 13 Nov ,- 52. Maju Bersama Sentosa RT. 17 Kel Klandasan Ulu Balikpapan Kota 4.20 ton/bulan 66 Orang 17 Apr ,- 53. Maju Sejahtera RT. 13 Kel Sepinggan Baru Balikpapan Selatan 54. Makmur Mandiri RT. 26 Kel Gunung Sari Ilir Balikpapan Tengah 55. Mandastana RT. 38 Kel Batu Ampar Balikpapan Utara Orang ton/bulan 90 Orang Juli , ton/bulan 13 Orang Juli ,- 56. Mandiri RT. 39 Baru Ulu 3.54 ton/bulan 42 orang Agustus ,- 57. Mandiri Dua PT. Her Sepinggan Balikpapan Barat 58. Mandiri Kasdul Jl. Syarifuddin Yoes RT. 12 Kel Sepinggan Raya Balikpapan Selatan 3.72 ton/bulan 30 Orang , ton/bulan 25 Orang ,- 59. Manuntung RT. 6 Kel Margasari 4.18 ton/bulan 16 Orang Juli ,- 268

305 Balikpapan Barat 60. Margo Mulyo 11 RT. 11 Kel Margomulyo Balikpapan Barat 61. Mathilda RT. 32 Kel Damai Balikpapan Kota 62. Mawar Jingga Jl. Paus RT. 25 Kel Manggar Balikpapan Timur 63. Mekar Jaya RT. 32 Kel Baru Ulu Balikpapan Barat 64. Mekarsari RT. 9 Kel Mekarsari Balikpapan Tengah 65. Melati Mekar Jl. Melati RT. 33 Kel Klandasan Ulu Balikpapan Kota 66. Mutiara Jl. Mulawarman RT. 10 Kel Lamaru Balikpapan Timur 67. Mutiara Hati RT. 46 Kel Baru Ulu Balikpapan Barat 68. Nusa Indah RT. 01 Kel Karang Jati Balikpapan Tengah 3.96 ton/bulan 31 Orang Juli , ton/bulan 56 Orang , ton/bulan 10 Orang , ton/bulan 87 Orang Mei , ton/bulan 79 Orang Sep , ton/bulan 55 Orang Nov , ton/bulan 25 Orang Feb , ton/bulan 22 Orang , ton/bulan 29 Orang ,- 269

306 69. Nusa Jaya RT. 7 Kel Batu Ampar Balikpapan Utara 70. Pager Ijo RT. 27 Kel Prapatan Balikpapan Kota 71. Pasar Pandansari RT. 28 Kel Margasari Balikpapan Barat 72. Pelangi RT. 39 Kel Margomulyo Balikpapan Barat 73 Penggalang Jl. Penggalang Gang 3 RT. 34 Kel Damai Balikpapan Kota 74. Penggalang Damai RT. 30 Kel Damai Balikpapan Kota 75. Perdana 30 RT. 30 Kel Gunung Sari Ulu Balikpapan Tengah 4.46 ton/bulan 25 Orang , ton/bulan 65 Orang Juli , ton/bulan 51 Orang Mar , ton/bulan 20 Orang Jan , ton/bulan 38 orang , ton/bulan 30 Orang Juli , ton/bulan 34 Orang Juli ,- 76. PJHI Mandiri Sejahtera JL. PJHI RT. 50 Kel Manggar Balikpapan Timur 5.33 ton/bulan 118 Orang Juli ,- 77. Pondasi jaya Perum Pondok Asri RT. 29 Kel Manggar Balikpapan Timur 4.76 ton/bulan 62 Orang ,- 78. Prapatan 35 RT. 35 Kel Prapatan 4.41 ton/bulan 13 Orang ,- 270

307 Balikpapan Kota 79. Reformasi RT. 48 Kel Baru Ilir Balikpapan Barat 4.51 m 3 /bulan 32 Orang ,- 80. Rengganis RT. 36 Gunung Bahagia 4.55 ton/bulan 35 orang ,- 81. Rosela RT. 02 Kel Gunung Sari Ulu Balikpapan Tengah 82. Sejahtera 62 RT. 62 Kel Manggar Balikpapan Timur 83. Selili Sejahtera Jl. Selili RT. 41 Kel Manggar Balikpapan Timur 4.30 ton/bulan 61 Orang , orang ton/bulan 76 Orang Jan ,- 84. Semarak Lima Etam RT. 56 Kel Muara Rapak Balikpapan Utara 4.40 ton/bulan 79 Orang Agt ,- 85. Sepakat Maju Jl. Mulawarman RT Sepoka Perum Pondok Karya RT. 13 Kel Damai Balikpapan Kota 87. Sidomulyo 123 RT. 01 Kel Margomulyo Balikpapan Barat 3.92 ton/bulan 61 orang , ton/bulan 25 Orang Sep , ton/bulan 89 Orang 2 Nov ,- 88. SD 003 Balikpapan Kota Jl. Wiloyu Puspoyudha 3.90 ton/bulan 89 orang

308 89. SMP Negeri 2 Jl. Telaga Sari No. 67/ SMP Negeri 8 Jl. AMD Gunung Empat RT. 14 Kel. Margo Mulyo 91. SMP Negeri 10 Jl. Marsma Iswahyudi RT. 8 No SMP Negeri 12 Kel Telagasari Balikpapan Kota 93. SMP Negeri 14 Kel Gunung Bahagia Balikpapan Selatan 94. SMA 3 Jl. W. Monginsidi RT. 32 No Sumber Abadi Jl. Mulawarman Gg Morodadi RT. 01 Kel Lamaru Balikpapan Timur 96. Sumber Asih RT. 43 Kel Sumber Rejo Balikpapan Tengah 97. Sumber Rezeki RT. 78 Kel Karang Rejo Balikpapan Tengah 4.55 ton/bulan 151 orang ton/bulan 103 orang , ton/bulan 111 orang , ton/bulan 120 Orang Jan , ton/bulan 132 orang ton/bulan 120 orang , ton/bulan 44 Orang Juni , ton/bulan 80 Orang Sep , ton/bulan 84 Orang ,- 98. Swadaya Mandiri RT. 85 Kel Graha Indah 4.04 ton/bulan 47 Orang Sep ,- 272

309 Balikpapan Utara 99. Terpadu RT. 09 Kel Muara Rapak Balikpapan Utara 100 Torsina Jl. Pemuda RT. 10 Kel Manggar Balikpapan Timur 3.80 ton/bulan 50 Orang Jan , ton/bulan 15 Orang ,- 101 Trans Manggar Baru RT. 03 Kel Manggar Baru Balikpapan Timur 4.57 ton/bulan 35 Orang Juni ,- 102 Tunas Jaya Jl. Mufakat RT. 09 Kel Teritip Balikpapan Timur 103. Tunggal Jaya Jl. Proklamasi RT. 63 Kel Manggar Balikpapan Timur 3.98 ton/bulan 10 Orang ,- 4 ton/bulan 25 Orang Juli , Widyatama Mandiri Jl. Mulawarman Gg. Widyatama RT. 23 Kel Lamaru Balikpapan Timur 3.59 ton/bulan 30 Orang , Wijaya Kusuma RT. 34 Kel Gunung Sari Ilir Balikpapan Tengah 106. Wonorame Jl. Wonorame RT. 23 Kel Manggar Balikpapan Timur 3.22 ton/bulan 135 Orang Des , ton/bulan 25 Orang

310 Kota Bontang NO. NAMA BANK SAMPAH ALAMAT BANK SAMPAH JUMLAH SAMPAH YANG DIKELOLA JUMLAH PENABUNG WAKTU PENDIRIAN OMZET (Rp./Bulan) 1. Kelola Mandiri Jl. Cumi-cumi III RT. 01 No. 50 Kel. Tanjung Laut Indah kg/bulan 934 Orang Desember ,- 2. Berkah Indah Berseri Jl. Pelabuhan RT. 10 Kel. Tanjung laut Indah kg/bulan 477 Orang Februari ,- 3. Tepian Jl. Kenangan RT. 29 Kel. Tanjung Laut 9.022,5 kg/bulan 481 Orang Maret ,- 4. Sumber Rejeki Jl. Kapal Feri RT. 10 Kel. Loktuan kg/bulan 365 Orang Februari ,- 5. Delima Indah Jl. Tari Gantar RT. 09 Kel. Guntung 6. Karya Nyata Jl. Zamrut 46 Kel. Berbas Tengah 7. Karya Bersama Jl. Manunggal RT. 11 Kel. Berbas ,5 kg/bulan 4.567,5 kg/bulan 5.107,5 kg/bulan 594 Orang Maret ,- 244 Orang Februari ,- 148 Orang Juni ,- 274

311 Pantai 8. Karya Maju Jl. MT. Haryono RT. 14 Kel. Bontang 9. Gunung Elai Jl. Tomat RT. 13 Kel. Gunung Elai 2.767,5 kg/bulan 7.807,5 kg/bulan 148 Orang Juni ,- 210 Orang Maret ,- 10. Zodya Jl. MT. Haryono RT. 09 Kel. Gunung Elai 315 kg/bulan 7 Orang Desember ,- 11. Belimbing Berseri Jl. Abdul Rauf No.1 Kel. Belimbing 12. Budaya bersih Jl. Kanaan Kel. Kanaan 13. Melati Jl. Batu Asahan RT. 01 Kel. Bontang Kuala 14. Satimpo Berhias Kelurahan Satimpo 15. Pengolah Plastik Karang Taruna Bontang Lestari Peduli Jl. Pramuka Kel. Bontang 16. SDN 001 BU Jl. Piere Tendean 1.192,5 kg/bulan 3.352,5 kg/bulan 1.507,5 kg/bulan kg/bulan 348 kg/bulan 60 Orang Nopember ,- 59 Orang September ,- 47 Orang Nopember ,- 58 Orang Omset perorang Rp ,- 15 Kelas ,- 275

312 17. SDN 003 BU Jl. Parikesit Gg. Biola No Peduli SDN 008 BU Jl. Parikesit 19. SDN 001 BS Jl. Sutan Syahrir RT. 06 No Amanah-SDN 013 BS 21. Resopampase SDN 006 BS Jl. Sutan Syahrir RT. 06 No. 68 Jl. Berlian RT. 17 No SDN 011 BS Jl. Berlian RT. 17 No SDN 004 Bontang Barat 24. Sakura Hijau - SD 1 YPK 25. Lestari Khatulistiwa- SD 2 YPK Kelurahan Telihan Jl. Sakura, PC VI PKT Jl. Cipto Mangunkusumo 14 kg/bulan 6 kg/bulan 23 kg/bulan 15 kg/bulan 17 kg/bulan 17 kg/bulan 12 kg/bulan (sampah plastic) 8 kg sampah plastic 4 ltr minyak jelantah 50 kg/bulan 15 kelas Belum ada SK Bank Sampah 19 Kelas Orang SK No. 421/043/Disdik.SDN.008- BU 460 orang SK No. 800/231/DP- SDN.001.BS 473 orang SK No /065/Disdik.SDN 013- BS 457 Orang SK Kepala SDN 006 Bontang Selatan No /182/SDN.006-BS 537 Orang Belum ada SK Bank Sampah Dipakai sendiri ,- Dipakai sendiri ,- Dipakai sendiri Dipakai sendiri 18 kelas Dipakai sendiri 317 Orang SK No. 31/SKKS/SD-1 YPK/VII ,- 20 Kelas Dipakai sendiri 276

313 26. Peduli Lingkungan SD YPVDP 27. Etam Mandiri SMPN Green Land SMPN 3 Jl. Arif Rahman Hakim, Kompleks PT. Badak Jl. Piere Tendean Jl. Pelabuhan 3 No. 118 Tanjung Laut Indah 29. SMPN 5 Jl. Cipto Mangunkusumo 30. Smanda SMAN 2 Jl. HM. Ardan 31. SMAN 3 Jl. Kayu Mas 50 kg/bulan 80 kg/bulan 85 kg/bulan 270 kg/bulan 500 kg/bulan 35 kg/bulan 600 orang 149/SDYPVDP/SK/IX/ ,- 15 Kelas 421.3/398.B/DP/SMPN ,- 583 orang 420/36/SMPN ,- 578 orang 421.3/215/DP-SMPN-5 BTG 18 Komunal 50 Individu , /430/DP-SMAN ,- 490 orang SK Kepala SMAN 3 Bontang Nomor 800/102/TU Dipakai sendiri 32. Madrasah Aliyah Negeri Jl. Piere Tendean 18 kelas 277

314 Kabupaten Kutai Kertanegara NO. NAMA BANK SAMPAH LAMAT BANK SAMPAH JUMLAH SAMPAH YANG DIKELOLA JUMLAH PENABUNG WAKTU PENDIRIAN OMZET (Rp./Bulan) 1. SD 018 Jl. Stadion Nasabah ,- 2. SD 028 Jl. Gunung Kombeng Nasabah ,- 3. Mawar Sharon Jahab 998 kg/bulan ---- Nasabah ,- 4. TPA Bekotok TPA Bekotok Tenggarong 108 m 3 /bulan ---- Nasabah ,- 5. Bank Sampah Posyandu Pinang Manis 6. Bank Sampah Mandiri RT.14 Jl. Etam RT. 9 Kelurahan Jahab,Tenggarong RT.14 Kelurahan Bukit Biru Tenggarong 47 m 3 /bulan 68 orang 3/1/ m 3 /bulan 30 orang

315 Kabupaten Kutai Timur NO. NAMA BANK SAMPAH ALAMAT BANK SAMPAH JUMLAH SAMPAH YANG DIKELOLA JUMLAH PENABUNG WAKTU PENDIRIAN OMZET (Rp./Bulan) 1. Remaja Kreatif Peduli Lingkungan Jl. Poros Kabo m 3 /bulan 250 orang Antasari Gg. Antasari 556 m 3 /bulan 25 orang ,- 3. Bank Sampah Damai Gang Damai, Sangatta ± 320 m 3 /bulan 18 Nasabah ,- 4. Volvo Bersatu Gang Volvo, Sangatta ± 335 m 3 /bulan 20 Nasabah ,- 5. SDIT Kompleks Masjid Darussalam 620 m 3 /bulan ,- 6. SDYPPSB 2 Swargabara 573 m 3 /bulan ,- 279

316 Kabupaten Berau NO. NAMA BANK SAMPAH ALAMAT BANK SAMPAH JUMLAH SAMPAH YANG DIKELOLA JUMLAH PENABUNG WAKTU PENDIRIAN OMZET (Rp./Bulan) 1. BLH Kab. Berau Jl. APT. Pranoto No Bedungun Jl. Gatot Subroto 3. PKK Kabupaten Berau 4. RT. VI Jln. Mawar II 5. DKP Kabupaten Berau 6. Kelurahan Sei Bedungun 7. Kelurahan Sei Bedungun RT I 8. Kelurahan Sei Bedungun RT II 9. Kelurahan Sei Bedungun RT III 10. Kelurahan Sei 280

317 Bedungun RT IV 11. Kelurahan Sei Bedungun RT V 12. Kelurahan Sei Bedungun RT VI 13. Kelurahan Sei Bedungun RT VII Kelurahan Sei Bedungun RT VIII 15. Kelurahan Sei Bedungun RT IX 16. Kelurahan Sei Bedungun RT X 17. Kelurahan Sei Bedungun RT XI 18. Kelurahan Sei Bedungun RT XII 19. Kelurahan Sei Bedungun RT XIII 20. Kelurahan Sei Rinding RT I 21. Kelurahan Sei Rinding RT II 22. Kelurahan Sei Rinding RT III 281

318 Kelurahan Rinding RT IV Kelurahan Rinding RT V Kelurahan Rinding RT VI Sei Sei Sei 26. Kelurahan Sei Rinding RT VII 27. Kelurahan Sei Rinding RT VIII 28. Kelurahan Sei Rinding RT IX 29. Kelurahan Sei Rinding RT X 30. Kelurahan Sei Rinding RT XI 31. Kelurahan Sei Rinding RT XII 32. Madrasyah Ibtidaiyah Negeri Tanjung Redeb Berau 33. SMKN 1 Berau Jl. Pemuda No. 669 Berau SMAN 1 Berau Jl. Mangga 1 Tanjung Redeb 35. SDN 021 Tanjung Redeb Jl. Durian Tanjung 282

319 Redeb 36. SDN 002 Tanjung Redeb Jl. Akb Sanipah 2 Tanjung Redeb 37. SMAN 4 Berau Jl. Bukit Berbunga KM. 01 Sambaliun Berau 38. SMPN 2 Berau Jl. P. Panjangh Tanjung Redeb 39. SMPN 8 Berau Jl. Kandang Muntik Teluk Bayur Berau 40. SMPN 19 Berau Jl. Pelabuhan Batu Putih Berau SDN 007 Tanjung Redeb 42. SDN 011 Tanjung Redeb Jl. P. Semama Tanjung Redeb Jl. Pulau Panjang Tanjung Redeb 43. MAN Berau Jl. P. Diponegoro II Berau 283

320 Kabupaten Paser NO. NAMA BANK SAMPAH ALAMAT BANK SAMPAH JUMLAH SAMPAH YANG DIKELOLA JUMLAH PENABUNG WAKTU PENDIRIAN OMZET (Rp./Bulan) 1. Bank Sampah Pembina Tanah Paser Perum Korpri Tapis Blok B6 No. 14 RT. 08 Kec. Tanah Grogot 25 m 3 /bulan - orang 07 Nopember ,- 2. Berkah Jl. Jend. Sudirman No. 02 Tanah Grogot Kabupaten Paser 75 Kg/bulan 38 orang 3 Mei ,- 3. Bank Sampah SDN 020 Jl. Gajah Mada SDN m 3 /bulan 200 orang Tahun ,- 4. Melati Jl. Merpati Blok C/D Padang Pangrapat 90 Kg/bulan 40 orang Tahun ,- 5. Nekatama Jl. Modang 4 m 3 /bulan 65 orang 22 April ,- 6. Esemka Jl. Ki Hajar Dewantara 808 Kg/bulan 22 Kelas/Lokal 2 April /2 bulan 7. Mawar Perum Korpri Tapis Blok B RT. 08 Kec. Tanah Grogot 226,8 Kg/bulan 44 orang 15 Januari ,- 284

321 8. Gama Jl. Gajah Mada Gang Cendana orang 15 Desember ,- 9. Mekar Sari Jl. Paya Rupiah 77 Kg/bulan 17 orang Desember ,- 10. Rosella Jl. S. I Khaliluddin Oktober Liang Bersih Desa samuntai Kec. Long Ikis September Cemerlang Jl. Bhayangkara No. 41 Kg/bulan Nopember DEKAPE Jl. ST. Khaliluddin No Januari ,- 14. Tunas Harapan Jl. Cokro Amonito RT. 003 RW Niat Bersama Jl. Kendilo Bahari RT. 001 RW SMP 5 Tanah Grogot Jl. Raden Mas Noto Sunardi 2. Tanah Grogot (0543) Kertas 36 Kg, Plastik 19,5 Kg 350 Orang Belum Aktif Belum Aktif ,- 17. SDN 017 Tanah Grogot 18. SDN 031 Tanah Grogot Jl. HOS Cokroaminoto Tanah Grogot Jl. Jendral Sudirman Kertas 5 Kg, Plastik 5 Kg Kertas 5 Kg, Plastik 5 Kg 19. RT. 08 Tapis Kertas 19,5 Kg, Plastik 49 Kg 20 Orang ,- 568 Orang ,- 51 Orang ,- 285

322 20. RT. 07 RW 03 Gajah Mada 21. Bank Sampah Dahlia 22. Bank Sampah Melati Kertas 101 Kg, Plastik 54 Kg, Logam 39 Kg Kertas 249,6 Kg, Plastik 102,27 Kg, Logam 115,8 Kg Kertas 15 Kg, Plastik 19 Kg 64 Orang ,- 35 Orang ,- 160 Orang ,- Kabupaten Paser Penajam Utara NO. NAMA BANK SAMPAH ALAMAT BANK SAMPAH JUMLAH SAMPAH YANG DIKELOLA JUMLAH PENABUNG WAKTU PENDIRIAN OMZET (Rp./Bulan) 1. Karya Mandiri Dermaga TPA Buluminung Kec. Penajam 2. DKPP Jl. Propinsi K. 09 Kawasan Islamic Center Nipah-nipah 3. Perum BTN K. 04 Jl. Propinsi Km. 05 Kel. Nenang Kg 51 Nasabah Tahun , Kg 51 Nasabah Tahun , Nasabah Tahun ,- 4. Perum Indah Lestari Jl. Propinsi Km Kg 20 Nasabah Tahun ,- 286

323 5. STS Mandiri Jl. Meriam No. 06 Kelurahan Gunung Seteleng Kec. Penajam Kab. PPU 5580 m 3 /bulan 35 Nasabah 11 Maret ,- 6. Bank Sampah Gusung Jaya 7. Bank Sampah Gegana 8. Bank Sampah UPT. Pasar Induk Penajam 9. Bank Sampah Kelurahan Saloloang Kec. Penajam 10. Bank Sampah Wanita Ikatan Keluarga Toraja (WIKAT) Jl. Provinsi KM. 05 RT. 003 Kel. Nenang Kec. Penajam Jl. Manunggal RT. 04 Jl. Provinsi KM.04 Kel. Nenang Kec. Penajam Jl. Pantai Tanjung Jumlai RT. 001 Kel. Saloloang Kec. Penajam Jl. KKN RT. 03 No. 1 Kel. Gn. Steleng 11. Bank Sampah Kelurahan Penajam Jl. Unocal RT. 005 Kel. Penajam Sumber : Buku Sistem Manajemen Lingkungan (Buku Non Fisik Adipura) 287

324 PRESSURE Timbulan sampah terjadi akibat jumlah penduduk yang semakin lama semakin bertambah sesuai data Sampah perhari seperti tersaji pada table dibawah ini. No Kabupaten/Kota/ Kecamatan Tabel 42. Perkiraan Jumlah Timbulan JumlahPenduduk Timbulan Sampah (kg/hari) 1 Kalimantan Timur ,00 2 Paser ,50 3 Kutai Barat ,00 4 Kutai Kertanegara ,50 5 Kutai Timur ,50 6 Berau ,50 7 Penajam Paser Utara ,50 8 Mahakam Ulu ,00 9 Balikpapan ,00 10 Samarinda ,50 11 Bontang ,00 Terlihat Kabupaten Kutai Kertanegara yang paling banyak timbulan sampahnya. Pengangkutan sampah dari sumber sampah (kawasan perumahan, perkantoran, komersial, industri, dan lain-lain) ke TPA merupakan cara konvensional yang sampai saat ini masih mendominasi pola penanganan sampah di Indonesia. Namun sesuai dengan Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Persampahan, paradigma pola pengelolaan sampah tidak lagi mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, namun beralih ke pola pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak dari sumbernya, sehingga volume sampah yang dibuang ke TPA sudah sangat berkurang. Prasarana pengangkutan sampah dapat berupa gerobak/sepeda/motor sampah atau truk terbuka. Adanya perubahan paradigma penanganan sampah tersebut, maka diperlukan perubahan pola pengangkutan sampah baik untuk 288

325 sampah tercampur maupun sampah terpilah. Kondisi operasional TPA yang sebagian besar dilakukan secara open dumping pada umumnya karena keterbatasan sumber daya manusia dan dana. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa mulai tahun 2013 tidak diperkenankan lagi operasi TPA secara open dumping. Untuk itu proses perencanaan memegang peranan penting dalam pelaksanaan pengelolaan persampahan. Keterlibatan dalam pengelolaan persampahan tidak hanya oleh pemangku kepentingan tetapi termasuk masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi sampah baik timbulan (berat atau volume) serta komposisinya. RESPONSE Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi serta pembangunan di suatu daerah selain mempunyai dampak positif juga menimbulkan dampak negatif. Indonesia yang merupakan negara nomor empat terpadat di dunia dengan prakiraan jumlah penduduk tahun 2007 mencapai 234 juta jiwa, menghadapi banyak permasalah terkait sanitasi lingkungan terutama masalah pengelolaan sampah. Berdasarkan target MDGs (Millineum Development Goals) pada tahun 2015 tingkat pelayanan persampahan ditargetkan mencapai 80%. Tetapi di Indonesia berdasarkan data BPS tahun 2004, hanya 41,28% sampah yang dibuang ke lokasi tempat pembuangan sampah (TPA), dibakar sebesar 35, 59%, dibuang ke sungai 14,01%, dikubur sebesar 7,97% dan hanya 1,15% yang diolah sebagai kompos. Berdasarkan kondisi ini jika tidak dilakukan upaya pengelolaan sampah dengan baik maka tingkat pelayanan berdasarkan target nasional akan sulit tercapai. Pemerintah menyadari bahwa permasalahan sampah telah menjadi permasalahan nasional. Perlu adanya sistem pengelolaan yang dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir. Selain itu bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta 289

326 peran masyarakat dan dunia usaha sehingga perlu adanya Undang-Undang yang mengatur tentang pengelolaan sampah. Pada tahun 2008 disahkan UU no 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang bertujuan antara lain a. Agar pengelolaan ini dapat memberikan manfaat secara ekonomi (sampah sebagai sumber daya), sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat; b. Agar mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah terhadap kesehatan dan lingkungan; c. Agar pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien. Adanya program 3R diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah yang ditangani di TPS 3R maupun di TPST atau TPA, sehingga menurunkan beban pengolahan sampah pada skala kota maupun skala regional. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/ pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Lemahnya penegakan hukum atas pelanggaran pembuangan sampah merupakan tantangan aparat hukum bagaimana penerapan perda dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Inovasi teknik untuk peningkatan kualitas TPA terutama berkaitan dengan pengolahan leachate dan pemanfaatan gas landfill menjadi energi listrik serta insinerator ramah lingkungan dan teknologi pengolahan sampah lainnya merupakan tantangan karena selain diperlukan SDM handal juga biaya yang cukup tinggi dan studi kelayakan yang memadai. Agar pengelolaan persampahan di tiap daerah dapat berjalan dengan baik maka perlu dirumuskan suatu kebijakan dan strategi pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan yang dirumuskan sebagai berikut: 290

327 Kebijakan (1) : Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya Kebijakan (2) : Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan Kebijakan (3) : Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan Kebijakan (4) : Pengembangan kelembagaan, peraturan dan Kebijakan (5) : perundangan Pengembangan alternative sumber pembiayaan. Rencana tindak yang diperlukan adalah : Penyusunan pedoman teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan Penyusunan pedoman pemanfaatan gas TPA Penyusunan pedoman waste-to-energy Ujicoba waste-to-energy untuk kota besar /metro Hasil kegiatan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur dalam melakukan kegiatan perhitungan jumlah timbulan sampah dan komposisi sampah yang ada di Kota Samarinda, Kota Balikpapan dan Kota Bontang. Berikut adalah hasil kegiatan perhitungan timbulan sampah dan komposisi sampah Kota Samarinda : Tabel 3.17 TIMBULAN SAMPAH PER HARI KOTA SAMARINDA SUMBER JUMLAH TIMBULAN / HARI (dalam KG) RATA-RATA SATUAN SAMPAH HARI -1 HARI -2 HARI -3 HARI -4 HARI -5 HARI -6 HARI -7 HARI -8 PERUMAHAN kg/org/hr PEMUKIMAN kg/org/hr KANTOR kg/org/hr SEKOLAH kg/org/hr HOTEL kg/org/hr JALAN kg/m/hr PASAR kg/m²/hr Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur,

328 Dari hasil pengukuran sampel sampah tersebut, didapatkan hasil jumlah timbulan sampah di kawasan perumahan Kota Samarinda adalah 784,65 gr/orang/hari atau 0,785 kg/org/hari. Untuk di kawasan permukiman menghasilkan sampah sebanyak 551,81 gr/orang/hari atau 0,552 kg/org/hari. Di Kawasan perkantoran didapatkan hasil 114,98 gr/orang/hari atau 0,115 kg/org/hari dan di sekolah sebanyak 28,05 gr/orang/ hari atau 0,028 kg/org/hari. Sedangkan pada kawasan hotel, jalan dan pasar masing-masing didapatkan jumlah timbulan sampahnya 1.210,99 gr/orang/hari atau 1,211 kg/org/hari untuk hotel, 34,56 gr/m/hari atau 0,035 kg/m/hari untuk jalan dan 532,63 gr/m²/hari atau 0,553 kg/m²/hari untuk pasar. Jumlah Timbulan Per Kapita / Hari (dalam Kg) Perumahan Pemukiman Kantor Sekolah Hotel Jalan Pasar Perumahan Pemukiman Kantor Sekolah Hotel Jalan Pasar Gambar 3.30 Diagram Jumlah Timbulan Sampah Rata-Rata per Hari Kota Samarinda Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, 2014 Untuk Kota Balikpapan hasil kegiatan perhitungan timbulan sampah dan komposisi sampahnya adalah sebagai berikut : 292

329 Tabel 3.18 TIMBULAN SAMPAH PER HARI KOTA BALIKPAPAN RATA- JUMLAH TIMBULAN / HARI (dalam KG) SATUAN RATA SUMBER SAMPAH HARI- HARI- HARI- HARI- HARI- HARI- HARI- HARI PERUMAHAN kg/org/hr PEMUKIMAN kg/org/hr KANTOR kg/org/hr SEKOLAH kg/org/hr HOTEL kg/org/hr JALAN kg/m/hr PASAR kg/m²/hr Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, 2014 Dari hasil pengukuran sampel sampah tersebut, didapatkan hasil jumlah timbulan sampah tertinggi di Kota Balikpapan adalah pada kawasan hotel yaitu 1.009,35 gr/orang/hari atau 1,009 kg/org/hari. Untuk posisi kedua penghasil timbulan sampah tertinggi yaitu pada kawasan perumahan yaitu sebanyak 789,51 gr/orang/hari atau 0,790 kg/org/hari. Kawasan pasar dan pemukiman menghasilkan sampah masing-masing yaitu 360,69 gr/m²/hari atau 0,356 kg/m²/hari dan 395,71 gr/orang/ hari atau 0,396 kg/orang/hari. Sedangkan pada kawasan perkantoran menghasilkan timbulan sampah sebesar 83,07 gr/org/hari atau 0,083 kg/orang/hari. Sehingga penghasil timbulan sampah terendah di Kota Balikpapan adalah jalan dan sekolah, dimana jalan menghasilkan timbulan sampah sebanyak 45,28 gr/m/hari 0,045 kg/m/hari dan sekolah menghasilkan timbulan sampah sebanyak 30,27 gr/ /hari 0,030 kg/orang/hari. 293

330 Jumlah Timbulan Per Kapita / Hari (dalam Kg) Perumahan Sekolah Kantor Hotel Jalan Pasar Pemukiman Perumahan Sekolah Kantor Hotel Jalan Pasar Pemukiman Gambar 3.31 Diagram Jumlah Timbulan Sampah Rata-Rata per Hari Kota Balikpapan Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, 2014 Sedangkan untuk Kota Bontang hasil kegiatan perhitungan timbulan sampah dan komposisi sampah yang dilaksanakan pada tahun 2015 adalah : 294

331 No SUMBER SAMPAH Tabel 3.19 TIMBULAN SAMPAH PER HARI KOTA BONTANG JUMLAH TIMBULAN I RATA- RATA SEKOLAH (gr/orang/hari) RATA-RATA SEKOLAH 53,28 33,72 53,19 44,50 45,16 65,08 0,00 53,25 43,52 PERMUKIMAN (gr/orang/hari) RATA-RATA PERMUKIMAN 309,88 314,52 341,41 322,60 337,60 348,85 318,15 334,07 PERUMAHAN (gr/orang/hari) RATA-RATA PERUMAHAN 350,57 365,38 403,40 389,52 344,33 379,21 361,04 397,26 KANTOR (gr/orang/hari) RATA-RATA KANTOR 177,65 126,20 174,31 113,88 124,04 0,00 0,00 158,01 109,26 5 HOTEL (gr/orang/hari) Rata - Rata Hotel 1850, , , , , , , , ,78 6 JALAN (gr/m/hari) RATA-RATA JALAN 0,68 1,73 2,25 1,22 2,25 2,39 2,23 2,43 1,90 7 PASAR (gr/m 2 /hari) RATA - RATA PASAR 5,63 6,85 7,52 7,84 1,07 11,20 15,90 79,33 16,92 Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, ,39 373,84 295

332 Dari hasil pengukuran sampel sampah tersebut, didapatkan hasil jumlah timbulan sampah di kawasan perumahan Kota Bontang adalah 373,84 gr/orang/hari. Untuk di kawasan permukiman menghasilkan sampah sebanyak 328,39 gr/orang/hari. Di kawasan perkantoran didapatkan hasil 109,26 gr/orang/hari dan di sekolah sebanyak 43,52 gr/orang/hari. Sedangkan pada kawasan hotel, jalan dan pasar masing-masing didapatkan jumlah timbulan sampahnya 1578,78 gr/orang/hari untuk hotel, 1,90 gr/m/hari untuk jalan dan 16,92 gr/m²/hari untuk pasar. Gambar 3.32 Diagram Jumlah Timbulan Sampah Rata-Rata per Hari Kota Bontang Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur,

333 BAB IV INOVASI DAERAH DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Inovasi daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan inisiatifinisiatif yang dilakukan oleh kepala daerah dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Inisiatif yang dilakukan dalam bentuk peningkatan kapasitas lembaga daerah (seperti melalui APBD, peningkatan kapasitas personil, pengembangan jejaring kerja, peningkatan transparansi dan akuntabilitas kepada publik). Inisiatif meliputi kegiatan atau program yang terkait dengan isu-isu perubahan iklim, perbaikan kualitas lingkungan, perbaikan kualitas sumber daya dan perbaikan tata kelola lingkungan. A. Inovasi untuk Mengatasi Isu Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim A.1. Pembentukan Dewan Daerah Perubahan Iklim Melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI), Gubernur Kaltim pada tanggal 12 Januari 2011 menetapkan DDPI Kaltim yang beranggotakan 18 (delapan belas) orang sebagai lembaga yang bertugas untuk: 1) Merumuskan kebijakan daerah, strategi, program dan kegiatan pengendalian perubahan iklim; 2) Mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan; 3) Merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon; 4) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim; dan 5) Memperkuat posisi Katim untuk mendorong daerah-daerah lain untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 297

334 A.2. Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Kaltim Hijau Melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 22 tahun 2011 Gambar 4.1 Pendeklerasisn kaltim Hijau Tahun 2010 dan Dokumen Strategi Kaltim yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan Tahun 2010 Tujuan Kaltim Hijau adalah: tentang Pedoman Pelaksanaan Kaltim Hijau, Gubernur Kaltim menindaklanjuti dari Deklarasi Kalimantan Timur Hijau (Kaltim Green) yang dilakukan pada Kaltim Summit Pasal-pasal didalam Pergub ini menjabarkan dan menjelaskan program yang harus dijalankan oleh organisasi perangkat daerah di Kaltim dalam mewujudkan Kaltim Hijau. Kaltim Hijau adalah dimulainya suatu proses pelaksanaan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan (green development) dengan basis tata kelola pemerintahan yang berwawasan lingkungan (green governance). 1) Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kaltim secara menyeluruh dan seimbang, baik secara ekonomi, sosial, budaya dan kualitas lingkungan hidupnya; 2) Mengurangi ancaman bencana ekologi, seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Kaltim; 3) Mengurangi terjadinya pencemaran dan perusakan kualitas ekosistem darat, air dan udara di Kaltim; dan 4) Meningkatkan pengetahuan dan melembagakan kesadaran di seluruh kalangan lembaga dan masyarakat Kaltim akan kepentingan pelestarian sumber daya alam terbaharui serta pemanfaatan secara bijak sumber daya alam tidak terbaharui. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 298

335 A.3. Menetapkan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Gubernur Kaltim melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor Gambar 4.2 Dokumen SRAP REDD+Kaltim Tahun 2011 dan Dokumen RAD GRK Kaltim Edisi Revisi Tahun tahun 2014 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Kalimantan Timur menetapkan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Kaltim melalui perencanaan Prov. Kaltim tahun untuk penurunan emisi dari sektor berbasis lahan, energi, transportasi dan industri, serta limbah. RAD GRK berisikan sumber dan potensi penurunan emisi, baseline Business as Usual (BAU), usulan rencana aksi mitigasi penurunan emisi GRK, usulan prioritas, serta lembaga pelaksana dan pendanaan. Tujuan penyusunan RAD GRK Provinsi Kaltim periode adalah: 1) Menyediakan acuan resmi bagi Organisasi Perangkat daerah (OPD), swasta, dan masyarakat untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung bisa menurunkan emisi gas rumah kaca di Kaltim agar dapat menentukan prioritas program pembangunan, terutama kegiatan inti dan kegiatan pendukung sesuai dengan tugas dan fungsi bidangnya dalam pengurangan emisi GRK; 2) Mendorong terwujudnya keselarasan dan integrasi program pembangunan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Pusat serta, pelaku usaha dan masyarakat dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca; dan 3) Mendorong kerjasama dan kemitraan antar pemerintah daerah (pemda) provinsi, kabupaten/kota serta antara Pemda dengan para pihak lainnya seperti swasta dan masyarakat dalam rangka Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 299

336 mendukung upaya penurunan emisi GRK (minimal sesuai dengan kisaran komitmen 26%-41% pada akhir implementasi RAD GRK tahun 2020). Terdapat 7 (tujuh) keluaran (outputs) utama dari penyusunan RAD GRK Provinsi Kaltim tahun , yaitu: 1) Teridentifikasinya bidang/sektor dan kegiatan di Kaltim yang berpotensi sebagai sumber penghasil dan serapan emisi GRK; 2) Diketahuinya perkiraan tingkat emisi dan proyeksi emisi (BAU Baseline dan Proyeksi Emisi) di Kaltim hingga tahun ) Adanya rencana aksi mitigasi yang berpotensi dapat menurunkan emisi GRK di Kaltim dari bidang/sektor terpilih; 4) Diketahuinya perkiraan biaya mitigasi dan biaya penurunan per ton emisi GRK pada setiap rencana aksi yang diusulkan oleh Kaltim; 5) Adanya kerangka waktu pelaksanaan setiap aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca di Kaltim; 6) Ditetapkannya fasilitator dan lembaga pelaksana RAD GRK di Kaltim pada setiap aksi mitigasi yang terpilih; dan 7) Ditetapkannya mekanisme pengukuran, pelaporan dan verifikasi (measurement, reporting and verification/mrv) pada setiap aksi mitigasi penurunan GRK. A.4. Menyusun Master Plan Perubahan Iklim Kaltim Tahun Maksud dari penyusunan Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim Tahun adalah: 1) Memberikan arahan jangka panjang dan periodik bagi daerah/region, kabupaten/kota, sektor, dan pihak-pihak lain dalam rangka menyusun perencanaan dalam rangka mendukung transformasi ekonomi dan pembangunan rendah emisi di Kaltim; dan 2) Memberikan arahan jangka panjang dalam mendukung upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim Kaltim, yang dihubungkan dengan target dan capaian transformasi ekonomi. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 300

337 Tujuan dari Penyusunan Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim Tahun adalah: 1) Sebagai arahan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di Kaltim dalam jangka panjang dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan dan sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang lebih terstruktur, serta mempersiapkan fungsi-fungsi institusi terkait; 2) Sebagai dokumen yang berfungsi sebagai rujukan dalam mengembangkan programprogram perubahan iklim di Kaltim; 3) Untuk melihat capaian kinerja Prov. Kaltim dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim selama 20 tahun mendatang;; dan 4) Memberi arahan bagi provinsi dan kab./kota untuk mengintegrasikan perubahan iklim di dalam perencanaan pembangunan, dalam mengantisipasi perubahan akibat pergantian pimpinan daerah. Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim Tahun merupakan uraian strategi, program dan usulan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan para pihak lainnya dalam rangka mendukung upaya Prov. Kaltim dalam mencapai target penurunan emisi berbasis kewilayahan (yurisdiksi) sub-nasional pada tahun Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim Tahun disusun berdasarkan Deklarasi Kaltim Hijau (Kaltim Green), Pedoman Pelaksanaan Katlim Hijau, Strategi Pembangunan Ramah Lingkungan dan Rendah Karbon (Low Carbon Growth Strategy), Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi GRK (RAD GRK), Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Implementasi REDD+ Katlim (SRAP REDD+ Kaltim), serta dengan merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Kaltim No. 1 tahun 2016 tentang Rencana Wilayah Tata Ruang Provinsi Kalimantan Timur tahun , Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kaltim, dan memperhatikan Master Plan Pembangunan Ekonomi Hijau Kaltim, dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RPJMD Prov. Kaltim Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 301

338 2018, dan KLS RTRWP Kaltim Gambar 4.3 Dokumen Master Plan Perubahan Iklim Kaltim Tahun Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim Tahun memberikan panduan dan arahan strategi jangka panjang dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Kaltim, serta merupakan rujukan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), baik provinsi maupun kabupaten/kota, penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah (OPD), baik di lingkungan prov. maupun kab./kota, serta menjadi rujukan bagi mitra pembangunan lokal, nasional dan internasional. Pada tahun 2017 ini sedang dilaksanakan kajian naskah akademis dalam rangka meningkatkan status Dokumen Master Plan Perubahan Iklim Kaltim menjadi Perda Kaltim, sehingga memiliki ikatan dan kekuatan hukum dalam implementasinya kedepan. Secara khusus, Master Plan Perubahan Iklim Prov. Kaltim harus diadopsi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) provinsi dan kabupaten/kota. A.5 Kelembagaan Pengelolaan Perubahan Iklim di Kaltim Di Prov. Kaltim pengelolaan pengendalian perubahan iklim tersebar pada beberapa lembaga struktural (Bappeda, DLH dan OPD lainnya) dan lembaga non struktural (DDPI). Didalam dokumen RAD GRK dijelaskan mengenai keterkaitan tupoksi dalam implementasi RAD GRK Kaltim. Jalur koordinasi dan garis komando antar kelembagaan dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terkait RAD GRK adalah Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 302

339 sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut: Gambar 4.4 Kerangka Implementasi RAD GRK Kaltim dan MRV (catatan: belum memasukkan elemen posisi dan peran pihak lainnya seperti swasta, lembaga masyarakat dan organisasi non pemerintah (1) RAD GRK disusun oleh tim multipihak (birokrat, akademisi, ornop dan bahkan dengan dukungan swasta) yang ditetapkan oleh Gubernur Kaltim dengan koordinasi DDPI Kaltim. Setelah dokumen RAD GRK tersusun, DDPI Kaltim mengawal agar substansi RAD GRK dapat diakomodir dalam perencaanan pembangunan dan/atau program kegiatan para pihak; (2) BAPPEDA Kaltim sebagai insitusi yang mempersiapkan rencana pembangunan (RPJP, RPJMD dan RKPD Kaltim) bertugas memastikan bahwa perencanaan pembangunan yang tersusun mengakomodir substansi RAD GRK, termasuk dalam memantau pengalokasian anggaran pembangunan; (3) OPD dan institusi terkait lainnya memastikan bahwa upaya mitigasi dalam RAD GRK terkait dengan pengelolaan limbah, pemanfaatan Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 303

340 lahan, energi, transportasi dan industri dapat terakomodir dalam penyempurnaan/ penyusunan Renstra dan Renja OPD. Universitas dan lembaga penelitian mendukung implementasi mitigasi; (4) DLH Kaltim melakukan pelaksanaan pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV)atas pelaksanaan mitigasi dalam RAD GRK melalui implementasi perencanaan pembangunan daerah (RKPD), rencana kerja OPD, bahkan beberapa rencana aksi yang diadopsi oleh beberapa lembaga lainnya (swasta, masyarakat ataupun organisasi non pemerintah). Meskipun demikian jika lembaga pelaksana MRV telah ada maka DLH dapat juga sebagai salah satu pelaksana bidang pengelolaan limbah; dan (5) DDPI Kaltim, Bappeda, DLH dan OPD terkait lainnya, dalam kasus kebutuhan kebutuhan khusus melakukan koordinasi dengan institusi di daerah. B. Inovasi untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan, Kualitas Sumber Daya Alam dan Tata Kelola Lingkungan B.1. Perbaikan Kelembagaan Sejauh mana concern Pemerintah Prov. Kaltim dalam perubahan iklim yang akan berdampak pada kesiapan kelembagaannya, dapat kita lihat pada sasaran pokok pembangunan dalam RPJPD Prov. Kaltim Tahun : Tabel 4.1 Ringkasan RPJPD Kaltim dengan Sasaran Akhir Pembangunan Berwawasan Lingkungan NO TAHAPAN SASARAN AKHIR 1. RPJMD ke-i ( ) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sehingga dalam jangka panjang memiliki daya saing yang tinggi; Pengembangan ekonomi diarahkan pada pembentukan struktur ekonomi yang mapan dan lebih berpihak pada rakyat banyak; Infrastruktur dasar lebih mendukung arah pengembangan kawasan prioritas, pemerintahan provinsi dan kab/kota berjalan dengan lebih efisien & efektif, dan hukum lebih diutamakan, serta penataan ruang menjadi dasar kebijakan pembangunan dengan Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 304

341 RPJMD ke II ( ) RPJMD ke III ( ) RPJMD ke IV ( ) mengedepankan kelestarian alam & lingkungan. Pemantapan perubahan struktur secara sosial ekonomi, sehingga pembangunan lebih diarahkan pada penguatan kualitas SDM, pengembangan pertanian berbasis agrobisnis & agroindustri, pengembangan perekonomian mengarah pada perbaikan struktur produk hulu-hilir. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Kaltim, peningkatan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan masyarakat, peningkatan pertumbuhan ekonomi hijau, menyediakan infrastruktur dasar yang berkualitas, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,peningkatan kualitas lingkungan hidup. Mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera di segenap wilayah dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan melalui peningkatan kualitas SDM, pemantapan struktur ekonomi dengan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya, peningkatan pelayanan dasar bagi masyarakat, peningkatan efisiensi dan efektifitas, pemerintahan yang berbasis penegakan hukum, dan bersesuaian dengan rencana tata ruang wilayah berbasis ekonomi & ekologi. Dari ringkasan RPJMD di atas terlihat bahwa pada setiap tahapan periode RPJPD (RPJMD I sampai RPJMD IV) pembangunan yang berwawasan lingkungan selalu menjadi sasaran akhir. Hal ini menunjukkan political will yang baik dar Pemprov. Kaltim. Jika hasilnya belum seperti yang diharapkan tentu banyak aspek yang harus dibenahi. Kapasitas kelembagaan adalah salah satu aspek yang perlu dikelola secara lebih intens. Kalimantan Timur sendiri menghadapi beberapa masalah dalam penataan kelembagaan, diantaranya : (1) Potensi tumpang tindih dan duplikasi tupoksi diantara beberapa OPD; (2) Adanya multitafsir dalam penataan kelembagaan, sehingga belum mencerminkan kebutuhan riil dari kelembagaan yang seharusnya dibentuk. Hal ini diperparah dengan adanya intervensi peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah pusat dalam pembentukan kelembagaan pemerintah daerah, yang seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan daerah dan membebani keuangan daerah; (3) Distribusi beban kerja yang tidak seimbang antar OPD; Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 305

342 (4) Disorientasi untuk jabatan fungsional. Jika dilihat dari siklus hidup organisasi, beberapa OPD yang berbasis lahan sebagian besar sudah berada pada tahapan maturity mengarah ke decline. Hal ini bisa dimaklumi karena sejak berlakunya PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah nyaris tidak ada perubahan organisasi lagi sementara kondisi eksternal sudah banyak berubah. Keluarnya UU 23/2014 yang mengubah pembagian urusan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota akan membawa konsekuensi perubahan organisasi pada beberapa OPD. Untuk perubahan iklim walaupun kegiatannya sudah ada sejak tahun 1994, namun lembaga strukturalnya baru ada sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2015 tentang tugas dan fungsi Direktorat Pengendalian Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jadi untuk perubahan iklim secara siklus organisasi masih berada pada tahapan birth. Gambar 4.5 Model Siklus Hidup Organisasi Untuk menguji posisi siklus organisasi tersebut dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui kondisi lingkungan baik internal maupun eksternal. Hasilnya dituangkan dalam bentuk Matrik Internal dan Eksternal (IE) serta Matrik Space (MS) yang tersaji pada tabel 4.2. sebagai berikut : Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 306

343 Tabel 4.2 Analisis SWOT berupa Matrik Internal dan Eksternal (IE) serta Matrik Space Faktor Strategis Internal Bobot Rating Total Kekuatan 1) Pembangunan ramah lingkungan masuk ke dalam RPJPD 2025 dan Visi Kaltim 2030; 2) Adanya Perda dan Pergub yang mendukung pembangunan ekonomi hijau; 3) Adanya Pergub tentang lembaga non struktural yang menangani perubahan iklim; 0,15 0,15 0, ,60 0,45 0,40 4) Adanya dokumen pendukung lain terkait ,15 pembangunan ekonomi hijau (mis:klhs, SRAP); 5) Dukungan keuangan ke semua OPD untuk menjalankan program ekonomi hijau; dan 6) Dukungan dari multi stakeholders 0,10 0, ,20 0,10 Kelemahan 1) Belum adanya Perda atau Pergub tentang lembaga 0,15 3 0,45 struktural yang mengelola perubahan iklim termasuk pembagian perannya; 2) Kesiapan kelembagaan pada semua OPD dalam mendukung perubahan iklim belum merata; 0,15 2 0,30 3) Terbatasnya kompetensi teknis dalam hal 0,05 2 0,10 perencanaan implementasi dan evaluasi ekonomi hijau; dan 4) Pelatihan belum holistik, integratif dan 0,05 2 0,10 berkesinambungan 1 IE 2,85 Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Total Peluang 1) Perubahan Iklim masuk ke dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs) ) Regulasi Pemerintah Pusat dalam pembangunan ekonomi hijau 3) Kesesuaian struktur kelembagaan dengan potensi daerah; dan 4) Pengembangan energi terbarukan Ancaman 1) Perubahan regulasi Pemerintah Pusat dalam hal Kelembagaan; 2) Moratorium penerimaan Aparatur Siplil Negara (ASN); 3) Bencana alam seperti asap yang lintas provinsi/kabupaten/kota; dan 4) Menurunnya APBD sebagai akibat berkurangnya pendapatan dari SDA yang tidak bisa diperbaharui 0,15 0,15 0,10 0,10 0,15 0,10 0,10 0, ,30 0,45 0,30 0,20 0,45 0,20 0,10 0,30 Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 307

344 1 IE 2,30 Berdasarkan analisis matrik SWOT, diperoleh nilai Internal Eksternal (IE) sebesar 2,85 dan 2, 30. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kelembagaan berada pada posisi stabilitas. Secara internal faktor-faktor yang memberikan sinyal positif atau merupakan kekuatan pengembangan kelembagaan secara akumulasi relatif besar. Demikian pula halnya dengan faktor-faktor eksternal yang mendukung pengembangan kelembagaan juga relatif besar atau kedua faktor internal dan eksternal di atas nilai rata-rata. Hasil analisis SWOT ini sejalan dengan siklus hidup organisasi yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa organisasi berada pada tahapan maturity (dewasa) mengarah ke decline (penurunan). Secara grafis ditunjukkan pada gambar di bawah ini: Total Skor Eksternal Total Skor Internal Gambar 4.6 Grafik Hasil Skor Analisis SWOT Organisasi Situasi ini jika dikelola dengan suatu perubahan sebenarnya cukup menguntungkan karena dengan kelembagaan yang memiliki peluang dan kekuatan yang lebih besar dapat memanfaatkan peluang dan kekuatan yang ada. Namun demikian dalam menghadapi peluang dan kekuatan yang sangat besar juga menghadapi kendala/kelemahan internal. Untuk itu perlu meminimalkan Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 308

345 masalah-masalah internal sehingga dapat mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang lebih baik. Selanjutnya untuk mengetahui strategi yang paling sesuai untuk memperbaiki kondisi di atas dilakukan analisis Matriks Space (MS) yang diperoleh hasil bahwa agar organisasi memiliki daya ungkit dari posisi maturity saat ini sebaiknya menggunakan strategi progresif. Gambar 4.7 Grafik Hasil Analisis Matrik Space Organisasi Posisi ini mengindikasikan bahwa organisasi berpeluang berkembang dan meraih kemajuan secara maksimal. Faktor-faktor yang menguatkan menunjukkan nilai yang positif yang masih lebih besar dibandingkan faktor-faktor yang melemahkan. Demikian pula faktor-faktor yang memberikan peluang untuk berkembang menunjukkan nilai positif jika dibandingkan dengan faktor yang mengancam keberlangsungan perkembangannya. Untuk mengembangkan strategi progresif kelembagaan dalam konteks faktorfaktor yang tidak dapat dikendalikan dan kondisi ketidakpastian digunakan pendekatan skenario, berikut: Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 309

346 Tabel 4.3 Pendekatan Skenario Strategi Progresif Kelembagaan 1. Focal Concern : Kaltim Rendah Emisi Driving Forces : a. Politik - Stabilitas pemerintahan - Regulasi (Pusat dan Daerah) - Implementasi desentralisasi b. Ekonomi - Potensi sumber daya alam - Tingkat upah - Ketersediaan energi c. Sosio-kultural - Jumlah penduduk dan geografis - Distribusi pendapatan - Perubahan gaya hidup - Mentalitas kerja - Mentalitas konsumerisme - Tingkat pendidikan - Kondisi kesehatan d. Teknologi - Kecepatan transfer teknologi e. Lingkungan - Kualitas lingkungan dan sumber daya alam - Green energy - Konservasi energi - Penanganan limbah 3. Berdasarkan hasil identifikasi loops dengan tools VERSIM (Ventana Simulation Environment) diketahui ada empat variabel yang mempengaruhi driving forces yaitu: a) Regulasi Pemerintah; b) Potensi SDA; c) Jumlah Penduduk dan Geografi; dan d) Green Energy. Dari keempat variabel kunci tersebut ada dua variabel yang paling berpengaruh terhadap kelembagaan yaitu : a) Regulasi Pemerintah (Pusat dan Daerah) sebagai leverage; dan b) Potensi Sumber Daya Alam sebagai main driving force. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 310 Gambar 4.8 Pemetaan Hubungan antar Variabel

347 Dari gambar di atas terlihat hubungan kausal atau sebab-akibat antara variabel satu dengan variabel lainnya. Variabel Regulasi Pemerintah dan Potensi Sumber Daya Alam terlihat sangat dominan dan membangun struktur sub sistem sehingga berpengaruh terhadap bangunan sistem. Kedua variabel tersebut bersifat kritis dimana jika keduanya tidak ada atau dihilangkan akan berpengaruh terhadap variabel lainnya. Selanjutnya dari variabel yang paling berpengaruh pada driving force dan mempertimbangkan hasil dari analisis SWOT, analisis matriks space serta penjelasan-penjelasan sebelumnya, disusunlah grand scenario matrix kelembagaan yang memenuhi kriteria plausible yaitu mungkin terjadi, kredibel dan relevan. yaitu sebagai berikut : Gambar 4.9 Grand Scenario Matrix Dari keempat skenario di atas terlihat bahwa pada masing-masing kuadran memiliki tema besar yang akan menjadi fokus strategi yang implementasinya bisa dilaksanakan secara bertahap sesuai prioritas (tingkat kepentingan dan tingkat kemendesakan) untuk diperbaiki. Setiap skenario mengungkapkan pilihan dan konsekuensi. Pengembangan kelembagaan sebagai bagian dari pengembangan kapasitas merupakan strategic enabler yang bisa jauh memberi dampak terhadap Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 311

348 perubahan dibandingkan cara yanglain. Implementasi dari skenario tersebut dipengaruhi oleh pilihan atas tipe perubahan yang diinginkan yaitu: (1) Perubahan Incremental: perubahan kontinyu suatu organisasi untuk memelihara keseimbangan umum organisasi. Biasanya dilakukan terbatas dalam satu bagian organisasi dan dampaknya dirasakan sendiri oleh bagian itu. (2) Perubahan Radical: perubahan yang cenderung mengubah referensi, arah, dan kebijakan organisasi. Biasanya perubahan ini mentrasnformasikan seluruh bagian institusi. Perubahan radikal melibatkan lahirnya suatu terobosan berupa struktur yang benar-benar baru dengan proses bisnis yang berbeda. Gambar 4.10 Perubahan Incramental vs Perubahan Radical Pilihan atas tipe perubahan akan mempengaruhi keseimbangan organisasi. Pada kelembagaan perubahan iklim di Kaltim tidak serta merta memisahkan secara kaku antara incremental dan radical tapi dengan mengkombinasikan diantara keduanya. Roadmap kelembagaan perubahan iklim Kalimantan Timur memberikan gambaran bagaimana perubahan tersebut dilakukan secara bertahap. (1) Periode I ( ) Periode ini merupakan periode inisiasi dimana penataan kelembagaan dilakukan bagi semua OPD yang terkait dengan perubahan iklim, baik OPD Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 312

349 berbasis lahan maupun OPD non lahan. Bentuk penataan yang dilakukan tergantung dari hasil kajian di lapangan nantinya. Tidak serta merta dengan mengubah struktur oganisasi yang sudah ada, tapi bisa juga hanya dalam bentuk penguatan tupoksi. Untuk menghindari tumpang tindih tupoksi baik dengan lembaga stuktural maupun non struktural maka untuk penataan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundangundangan bahwa DLH bertanggung jawab terhadap inventarisasi GRK. Kedepannya DLH akan diarahkan menjadi lembaga struktural yang mengkoordinir semua kegiatan pengendalian perubahan iklim di daerah. Menyusun peraturan daerah dan atau peraturan gubernur sebagai tindak lanjut dari penataan organisasi seperti tersebut di atas agar hasil penataan bisa langsung dijalankan. Dalam penyusunan Perda dan Pergub ini melibatkan Biro Ortal dan Biro Hukum. Untuk merealisasikan semua kegiatan pada Periode-I ini peran DDPI sangat diharapkan. DDPI sebagai lembaga non struktural perubahan iklim di daerah yang disahkan dengan Pergub memiliki tugas untuk mengkoordinasikan semua kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim dengan semua pihak yang terkait. Keberhasilan penataan kelembagaan pada periode pertama ini akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan kelembagaan pada periode-periode berikutnya. (2) Periode II ( ) Periode ini merupakan periode perluasan peran dimana posisi Pemerintah melaui OPD yang terkait dengan perubahan iklim akan semakin diperkuat bahkan sampai pada tingkat tapak. OPD perlu memperkuat aliansi strategis vertikal (Pusat, Provinsi, Kab/Kota) maupun horisontal dengan stakeholder lain seperti LSM, Perguruan Tinggi dan Swasta. Pengembangan jejaring ini tidak hanya di tingkat lokal tapi juga nasional bahkan global. Sejalan dengan program Sustainable Development Goals (SDGs) dari PBB Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 313

350 dimana Indonesia menjadi bagian di dalamnya, maka perubahan iklim mulai diintegrasikan kedalam kurikulum pendidikan pada semua tingkatan (formal, informal dan non-formal). Hal lain yang merupakan tindak lanjut dari sasaran SDGs adalah memberikan penyadaran ke masyarakat di semua tataran mengenai resiko peningkatan emisi dan dampak perubahan iklim. Sampai pada periode ke-ii ini peran DDPI masih sangat diperlukan untuk mengkoordinasikan, menggerakkan dan memfasilitasi implementasinya. (3) Periode III ( ) Periode ini merupakan periode pemantapan dengan melanjutkan pengembangan kelembagaan (jika dipandang perlu) sejalan dengan perubahan dan tuntutan dinamika lokal, nasional dan global. Kapasitas aparatur terus ditingkatkan terutama dalam hal penguasaan dan pemanfaatan iptek untuk adaptasi dan mitigasi. Menciptakan sebanyak mungkin proyek percontohan yang melibatkan stakeholder sehingga mampu meyakinkan semua pihak bahwa aspek lingkungan dan ekonomi bisa sejalan. Membangun kemandirian dengan meningkatkan kapasitas masyarakat agar lebih tangguh, lebih terarah, lebih terpadu dan terkoordinasi dalam situasi terjadi bencana dan mampu beradaptasi dengan bencana terkait iklim. Pada periode ini peran lembaga-lembaga ad-hoc mulai dikurangi tidak terkecuali DDPI yang mulai diarahkan sebagai Board of Trustee untuk fungsi kendali dan konsultatif perumusan kebijakan. (4) Periode IV ( ) Pada periode ini sudah terbentuk paradigma baru di sebagian besar masyarakat bahwa ekonomi hijau adalah way of life dan way of thinking yang dapat mendorong pertumbuhan pendapatan sekaligus mengurangi resiko kerusakan lingkungan, dan diharapkan mampu mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Memantapkan kebijakan dan program prioritas ekonomi hijau dalam pembangunan daerah sehingga secara signifikan dapat mengurangi kerusakan lingkungan dengan pendekatan adaptasi terhadap perubahan iklim. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 314

351 lni merupakan mekanisme ekonomi alternatif yang mempertimbangkan nilainilai sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat. Mempertahankan kualitas kelembagaan yang sudah ada dengan terusmenerus melakukan pembaharuan kapasitas secara keseluruhan. Pada periode ini sudah tidak ada lagi masalah dalam hal koordinasi karena sudah terjadi kolaborasi dengan memperkuat keterpaduan antar lembaga. Roadmap kelembagaan perubahan iklim di Kalimantan Timur dari direncanakan dalam empat tahap seperti yang disajikan pada tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Roadmap Kelembagaan Perubahan Iklim Kalimantan Timur PENATAAN Mempersiapkan lembaga struktural tingkat Provinsi yang mengkoordinir kegiatan pengelolaan perubahan iklim di daerah. 2. Penataan organisasi dan tata kelola serta penguatan kapasitas lembaga struktural khususnya pada OPD berbasis lahan seperti kehutanan, perkebunan, pertanian, pertambangan. 3. Penataan organisasi dan tata kelola serta penguatan kapasitas lembaga struktural pada OPD non lahan seperti perhubungan, perindustrian, dsb yang berkontribusi terhadap emisi. 4. Memaksimalkan peran DDPI dalam mendukung persiapan dan penguatan kelembagaan struktural. PERLUASAN Menghadirkan peran Pemerintah sampai tingkat tapak melalui OPD yang terkait perubahan iklim. 2. Pengembangan jejaring kemitraan dan memperkuat aliansi strategis vertikal maupun horisontal dengan stakeholder lain. 3. Mengintegrasikan perubahan iklim ke dalam pendidikan pada semua tingkatan (formal, informal dan non formal). 4. Memberikan penyadaran ke masyarakat di semua tataran mengenai resiko peningkatan emisi dan dampak perubahan iklim. PENINGKATAN Melanjutkan pengembangan kelembagaan sejalan dengan tuntutan dinamika lokal, nasional dan global. 2. Meningkatkan kapasitas aparatur terutama dalam hal pemanfaatan teknologi baru untuk adaptasi dan mitigasi. 3. Menciptakan sebanyak mungkin proyek percontohan yang melibatkan stakeholder. 4. Meningkatkan kapasitas masyarakat agar lebih tangguh dan mampu beradaptasi dengan bencana terkait iklim. PEMANTAPAN Ekonomi Hijau sudah menjadi way of life dan way of thinking 2. Memantapkan kebijakan dan program prioritas ekonomi hijau. 3. Mempertahankan kualitas kelembagaan yang sudah ada. 4. Menumbuh kembangkan kolaborasi dengan memperkuat keterpaduan antar lembaga. 5. Penataan Perda atau Pergub untuk mempercepat perbaikan kalembagaan. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 315

352 Fungsi pengendalian perubahan iklim memerlukan efektifitas peran koordinasi lintas sektor termasuk lintas para pihak (pemerintah, swasta, komunitas, masyarakat sipil) baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Peran semacam ini sulit untuk dijalankan semata oleh OPD yang ada saat ini ada. Bukan hanya karena tingginya tambahan beban kerja tetapi juga fungsi pengendalian perubahan iklim memerlukan model kerja yang lebih fleksibel dengan tetap berorientasikan hasil terutama untuk pengorganisasian multistakeholders yang tidak cocok dengan model kerja OPD saat ini. Disisi lain struktur yang sepenuhnya berada di luar pemerintah daerah juga tidak tepat karena model ini akan menyulitkan koordinasi dengan program Pemerintah Provinsi. Model yang dapat diterapkan adalah model kombinasi yaitu struktur di luar Pemerintah Provinsi yang menjamin fleksibilitas yang didukung oleh struktur di dalam Pemerintah Provinsi yang menjamin adanya koordinasi dan konsistensi dalam menjalankan program-program yang ada. DDPI dapat menjalankan peran pengorganisasian stakeholders yang didukung oleh Bappeda dan DLH yang melakukan tugas-tugas perumusaan kebijakan daerah. Kerjasama yang saling memperkuat antara tiga institusi (DDPI, Bappeda dan DLH) diharapkan akan mampu mendorong dan mempercepat pengendalian perubahan iklim di Kalimantan Timur. Untuk itu keberadaan DDPI sebaiknya tetap dipertahankan dan dilanjutkan dengan format berbeda dan diperkuat oleh Peraturan Daerah untuk menjamin keberlanjutan pembiayaannya. Pembagian Peran Para Pihak Pembagian peran para pihak dalam kegiatan Perubahan Iklim dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut: Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 316

353 Tabel 4.5 Peran Para Pihak dalam Kegiatan Perubahan Iklim Para Pihak 1. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota 1.1. Bappeda a. Memastikan roadmap kelembagaan masuk ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJPD, RPJMD, Renstra OPD). b. Mendukung RKA yang diusulkan oleh OPD sebagai tindak lanjut dari rencana aksi kelembagaan Dinas Lingkungan Hidup 1.3. Biro Organisasi dan Tata Laksana Menyiapkan perangkat-perangkat yang diperlukan sebagai pengelola yang nantinya akan mengkoordinir manajemen perubahan iklim di Kalimantan Timur. a. Memastikan roadmap kelembagaan yang menjadi bagian Biro Ortal masuk ke dalam dokumen perencanaannya. b. Mendukung berjalannya penataan kelembagaan pada OPD yang terkait perubahan iklim. c. Bersama-sama Biro Hukum menyiapkan Perda dan/atau Pergub tentang kelembagaan Biro Hukum Memastikan perubahan kelembagaan disahkan dalam bentuk Perda dan/atau Peraturan Gubernur OPD berbasis lahan a. Memastikan roadmap kelembagaan masuk ke dalam dokumen perencanaannya. b. Memastikan roadmap kelembagaan berjalan di OPD nya masing-masing Dinas Pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja Merancang kurikulum pendidikan yang memuat aspek perubahan iklim 1.7. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) 2. Lembaga Adhoc Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) 3. Swasta/Asosiasi Swasta/Asosiasi a. Memberikan penyadaran ke masyarakat resiko perubahan iklim. b. Meningkatkan kapasitas masyarakat agar lebih tangguh dan mampu beradaptasi dengan bencana terkait iklim. a. Memastikan roadmap kelembagaan masuk ke dalam dokumen perencanaan semua pihak yang terkait. b. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi pelaksanaan roadmap kelembagaan sesuai tata waktu. Mengadopsi dan mengimplementasikan kegiatan ekonomi hijau di lingkungannya 4. Organisasi Non-Pemerintah, Lembaga Internasional 4.1. LSM Internasional a. Memfasilitasi dan asistensi teknis terkait implementasi program. b. Memfasilitasi pengembangan Program Ekonomi Hijau (PEH) dan peningkatan kapasitas LSM Nasional Memfasilitasi pengembangan PEH dan peningkatan kapasitas. 5. Masyarakat Masyarakat Mengadopsi dan mengimplementasikan kegiatan rendah emisi di lingkungannya. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 317

354 B.2. Perbaikan Pembiayaan Sampai saat ini sebagian besar pendanaan untuk perubahan iklim dialokasikan untuk kegiatan pendukung utama, seperti pengembangan kebijakan, kegiatan penelitian dan pengembangan, pembentukan sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi serta penyiapan lingkungan pendukung lainnya. Kegiatan-kegiatan ini berperan menyiapkan landasan untuk berbagai kegiatan inti di bidang adaptasi dan mitigasi, sehingga diharapkan akan membantu mendorong peningkatan baik dari segi jumlah maupun efektifitas alokasi pendanaan dimasa yang akan datang. Fokus pendanaan pada kegiatan pendukung merupakan hal yang wajar mengingat perannya dalam mengembangkan dan melaksanakan berbagai kerangka kebijakan untuk menstimulasi investasi langsung. Pembiayaan untuk program dan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim mengacu pada pembiayaan lokal, nasional atau trans-nasional, yang dapat diperoleh dari berbagai sumber, termasuk pembiayaan publik, swasta dan sumber alternatif lainnya. Upaya untuk mengatasi perubahan iklim memerlukan investasi skala besar agar dapat mengurangi emisi secara signifikan. Tujuan utama dari pembiayaan perubahan iklim adalah untuk memobilisasi sumber pendanaan publik dan swasta, internasional dan domestik, dan disesuaikan dengan kebutuhan pencapaian tujuan dari upaya adaptasi dan mitigasi. Berdasarkan dokumen SRAP beberapa instrumen pendanaan dapat dikembangkan berdasarkan potensi dana yang berasal dari berbagai sumber, potensi pengguna dan penggunaan yang beragam, dan tata kelola yang multipihak. Sumber pendanaan dan skema-skema yang dapat dikembangkan untuk pendanaan meliputi: (1) APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota Merancang mekanisme khusus yang menghubungkan strategi nasional dengan kebutuhan belanja daerah akan dapat memperlancar aliran pendanaan dari Pusat ke Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pembiayaan Negara memiliki potensi untuk mendorong dan mempengaruhi efektivitas sistem secara menyeluruh di masa depan. Pemerintah Pusat dan Daerah dapat saling melengkapi, kebijakan dirumuskan pada tingkat pusat, sedangkan tindakan-tindakan dilaksanakan dan Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 318

355 dipantau di tingkat daerah. Dalam hal ini kesiapan di tingkat daerah merupakan isu penting. Sebagian besar kegiatan untuk perubahan iklim nantinya akan dijalankan di tingkat daerah. Namun terdapat tantangan dalam penyaluran dana ke daerah untuk mendukung kegiatan untuk perubahan iklim yaitu bagaimana menyiapkan instrumen atau mekanisme khusus untuk menyalurkan dana tersebut. DAK, Dana Dekosentrasi dan Tugas Perbantuan merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pengelolaan perubahan iklim di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan dana-dana ini untuk mendukung upaya penanggulangan permasalahan perubahan iklim, sesuai dengan kapasitas, permasalahan, dan prioritas masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kaltim sebagai daerah penghasil emisi terbesar melalui Biro Keuangan dan Dispenda perlu berjuang ke pemerintah pusat untuk mendapatkan DAK yang memadai untuk pengendalian perubahan iklim. (2) Swasta Dalam Negeri Pendanaan dari sektor swasta misalnya dari sektor perbankan atau non-bank, CSR, dapat dilakukan melalui insentif kebijakan untuk mendukung upayaupaya adaptasi dan mitigasi. Khusus sumber pembiayaan dalam bentuk Tanggung Jawab Sosial Lingkungan/Corporate Social Responsibility (CSR) diatur dalam PP Nomor 40 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perseroan Terbatas, dan Perda Kaltim Nomor 03 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas serta Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, yang mewajibkan perusahaan yang bergerak dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk mengalokasikan dana bagi program tersebut. Jumlah dana CSR harus memenuhi asas kepatutan dan kewajaran. Maksud dari kepatutan dan kewajaran adalah dana CSR harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan dan resiko perusahaan dalam melakukan kegiatan usaha. Selain itu, juga harus memperhatikan akibat yang ditanggung masyarakat sekitar kawasan produksi perusahaan. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 319

356 (3) Dana Luar Negeri Dana dari luar negeri diberikan dalam bentuk loan (pinjaman lunak dan pinjaman dana pembangunan), grant (hibah) serta bantuan teknis bisa kita klasifikasikan menjadi: Pertama berasal dari negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, Perancis, Australia, Norwegia yang memang termasuk ke kelompok konvensi UNFCCC 1992; Kedua dari lembaga multilateral-regional seperti Uni Eropa; Ketiga dari lembaga di bawah PBB, yaitu UN-REDD; Keempat dari lembaga keuangan dunia yaitu World Bank, meliputi: a. Pendanaan melalui kerjasama antara Pemerintah Asing dengan Pemerintah Indonesia, seperti LoI Indonesia dan Pemerintah Norwegia, GIZ FORCLIME, GIZ SFF, GE LAMA I, GGGI, MCA-I di Provinsi Kaltim; b. Pendanaan melalui Bank Dunia melalui hibah dan hutang berbunga ringan melalui Forest Invesment Program (FIP); ER-PIN (FCPF); c. Pendanaan melalui kerjasama Pemerintah dengan lembaga donor asing, seperti Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF); d. Pendanaan melalui Dept Nature Swap seperti Tropical Forest Conservation Act (TFCA) di Kabupaten Berau, Kutai Barat dan akan dikembangkan di Kabupaten lain di Provinsi Kalimantan Timur;dan e. Skema fund lainnya yang dikembangkan di forum-forum internasional (dana adaptasi, alih teknologi, Fast-Start Finance, Long-Term Finance, Green Climate Fund, Least Developed Countries Fund, Special Climate Change Fund). Untuk mendapatkan dana luar negeri khususnya hibah dan bantuan teknis perlu dioptimalkan peran dari DDPI, Biro Kerjasama dan Biro Keuangan yang secara proaktif bersama-sama dengan SKPD teknis terkait menggali setiap peluang pembiayaan yang berasal dari luar. Skema aliran pembiayaan dari luar negeri sebaiknya bersifat satu pintu. Hal ini agar terdapat kejelasan pada pertangungjawaban dana (accountable) yang diberikan pihak pendonor. Konsekuensi logis dari skema aliran pembiayaan dari luar negeri yang bersifat satu pintu adalah adanya harus ada institusi tunggal yang menjadi pengumpul, pengelola, dan penyalur dana terkait pembiayaan perubahan iklim. Pemerintah perlu memastikan kesiapannya baik secara kelembagaan maupun sumber daya. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 320

357 (4) Public-Private Partnership Sukses akan membutuhkan upaya bersama dan kontribusi pemerintah, masyarakat sipil, bisnis dan komunitas lokal di semua tingkatan. Kemitraan publik-swasta untuk merupakan cara inovatif untuk pengendalian perubahan iklim. Menggandeng sektor swasta/bisnis sebagai salah satu mitra tidak hanya akan terlibat dalam pendanaan namun juga memberikan masukan dalam pengambilan keputusan tentang strategi dan pelaksanaan program. Bila sektor bisnis dapat diarahkan untuk lebih banyak lagi membuat investasi hijau melalui dana dan perubahan perilaku bisnisnya, tentu akan sangat membantu percepatan dan suksesnya program pengendalian perubahan iklim di Indonesia. a. Pendanaan dari lembaga atau donor yang tertarik untuk mendorong dan/atau mendapatkan manfaat dari program/proyek/kegiatan pengendalian perubahan iklim di Kaltim; dan b. Pendanaan dari individu dan kelompok sosial yang secara sukarela tertarik untuk mendorong dan/atau mendapatkan manfaat dari program/proyek/kegiatan pengendalian perubahan di Kaltim. Satu hal yang sangat penting dalam implementasi public private partnership adalah perlunya disiapkan tata kelola, aturan hukum dan dukungan kebijakan publik. Terakhir dalam pembiayaan adalah pengawasan penggunaan anggaran yang harus ditingkatkan agar praktek penyalahgunaan anggaran dapat diminimalisir. Dalam hal ini, pengawasan baik secara internal lewat lembaga negara terkait maupun eksternal, baik di level pusat maupun daerah, oleh parlemen baik di DPR, DPD, maupun DPRD, serta elemen masyarakat sipil dan pemangku kepentingan terkait lainnya perlu dilakukan. Sebagai bagian dari keuangan negara, maka pemerintah harus memastikan agar dana pinjaman atau hibah terkait perubahan iklim berjalan sesuai peruntukan, transparan, akuntabel, dan terbuka dapat diakses oleh publik. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 321

358 B.2.1. Perbaikan Kelembagaan terhadap Ancaman Kawasan Karst Pengelolaan kawasan karst adalah tanggung jawab semua pihak baik pemerintah yang memiliki kewenangan secara administrasi terhadap pengelolaan kawasan karst, maupun masyarakat yang yang memiliki ikatan langsung terhadap kawasan karst, serta dukungan dari berbagai pihak dalam melindungi dan melestarikan kawasan karst yang ada. Persoalan yang ada adalah pengelolaan kawasan karst dilakukan secara sektoral oleh masingmasing instasi sesuai dengan kepentingan dan kewenangannya, seperti Badan Arkeologi memiliki kewenangan untuk menjaga cagar budaya yang ada di sekitar kawasan karst untuk dilindungi, Badan lingkungan hidup memiliki kewenangan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup di sisi lain juga memiliki kewenangan untuk memberikan izin lingkungan melalui perangkat amdal untuk kegiatan industri termasuk industri pertambangan, Dinas kehutanan menjaga keseimbangan hutan berbasis (Daerah Aliran Sungai), Dinas Pertambangan dan Energi memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi atas pemanfaatan batugamping untuk pertambangan termasuk Industri Semen baik di wilayah batugamping maupun di wilayah kawasan karst yang belum dilakukan inventarisasi, sehingga upaya inventarisasi Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) yang menjadi kewenangan Badan Geologi menjadi rentan untuk tidak dilakukan secara konprehensif dan terbatas pada aspek geologi sehingga banyak kawasan yang bisa dikeluarkan dari KBAK untuk kepentingan industri pertambangan/semen. Untuk menyikapi hal di atas perlu ada kolaborasi dan kerjasama semua pihak baik instansi pemerintah, LSM, speleologi/penelusur gua, organisasi pecinta alam, pihak swasta dan masyarakat melalui media forum komunikasi kawasan karst dalam pengelolaan kawasan karst yang berkelanjutan. Provinsi Kalimantan Timur sesuai dengan amanah pasdal 10 Pergub No 67 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Ekositem Karst Sangkulirang-Mangkalihat di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berautelah membentuk forum karst Kaltim dengan melibatkan berbagai pihak pemerintah dan non pemerintah didalam merumuskan kebijakan tentang karst di Provinsi Kalimantan Timur Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 322

359 Gubernur melalui Surat Keputusan Gubernur No. 660/K.883/2011, tanggal 22 Desember 2011, tentang forum pengelolaan karst Berau Kutai Timur telah membentuk Forum pengelolaan karst dengan tugas sebagai berikut: Peran speleologi dalam penentuan kawasan karst menjadi sangat penting untuk dilibatkan, karena speleologi adalah ilmu yang mempelajari gua dan Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 323

360 lingkungan sekitaranya, sesuai amanat Peraturan Mentri ESDM No 17 tahun 2012 tentang Kawasan Bentang Alam Karst bahwa proses penentuan KBAK melalui tahapan inventarisasi/pendataan dan pemetaan eksokarst dan endokarst, sejauh ini proses penetapan KBAK masih sebatas pada inventarisasi data permukaan, belum dilakukan pemetaan bawah permukaan untuk mengetahui system jaringan sungai bawah tanah dan speleothem yang menjadi penanda aktifnya proses kartifikasi. Data-data speleologi dapat berupa peta sebaran gua, peta jaringan system perguaan dan peta jaringan system bawah tanah, informasi speleothem atau perkembangan ornament gua. Untuk mendukung pengelolaan kawasan karst yang berkelanjutan perlu ada kelembagaan speleologi yang mampu menghimpon potensi masyarakat penggiat atau penelusur gua di setiap wialayah Kalimantan agar berperan aktif dalam memberikan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan kepada masyarakat di sekitar kawasan karst. Kelembagaan di masyarakat perlu dilakukan penguatan terhadap kelompokkelompok yang ada di masyarakat yang hidup di kawasan karst, melalui peningkatan kapasitas pengetahuan dan pendampingan dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi kawasan karst yang berkelanjutan. B.2.2. Perencanaan dan Penganggaran terhadap Ancaman Kawasan Karst Pengelolaan kawasan karst untuk pelestarian dan perlindungan perlu mendapat perhatian dalam setiap tahapan perencanaan pembangunan, melihat potensi kawasan karst dari sisi potensi ekologi memberikan pemahaman terhadap potensi sumberdaya alam yang berkelanjutan, Rencana Tata Ruang Wilayah Prov. Kaltim Nomor 01 tahun 2016 telah mengakomodir umtuk saat ini, seluas ha sebagai Kawasan Lindung Geologi Karst yang merupakan Kawasan Strategis provinsi dari sudut kepenting Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan. RTRW kabupaten (Kutim, Berau, dll) juga harus mengakomodasi perlindungan terhadap kawasan karst potensial sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No 26/2008 tentang RTRW Nasional, sehingga pengelolaan kawasan karst harus masuk didalam rencana pembangunan jangka menegah desa/kelurahan, rencana pembangunan Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 324

361 jangka menengah kabupaten dan rencana pembangunan jangka menengah propinsi. Terkait pembiayaan untuk kegiatan perlindungan dan pengelolaan ekosistem Karst Sangkulirang-Mangkalihat diatur juga di dalam Pergub Nomor 67 Tahun B.3.1. Perbaikan Kelembagaan terhadap Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Gubernur Kaltim melalui Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2015 tentang Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang Daerah. menetapkan Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca Tambang Daerah yang merupakan lembaga independen yang membantu penyelenggaraan reklamasi dan pasca tambang di Kalimantan Timur, Komisi pengawas reklamasi dan pasca tambang daerah adalah lembaga independen yang membantu penyelenggaraan reklamasi dan pasca tambang di Provinsi Kalimantan Timur. Tugas dan fungsi komisi dapat dilihat pada kutipan pasal 4 dan Pasal 5 Pergub Nomor 53 tahun 2015 tersebut. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 325

362 Gubernur Kaltim menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2014 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Kegiatan Pertambangan Batubara dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peserta proper pertambangan batubara diwajibkan bagi perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di wilayah Kalimantan Timur. Apabila perusahaan batubara tidak bersedia mengikuti program proper tanpa alasan yang jelas, maka perusahaan tersebut dianggap tidak melakrukan pengelolaan lingkungan hidup dan termasuk dalam kategori peringkat hitam. Dalam rangka menata pemberian izin dan non perizinan usaha/kegiatan pertambangan batubara di wilayah Kaltim, Gubernur menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2015 tentang Penataan Pemberian Izin dan Non Perizinan serta Penyempurnaan Tata Kelola Perizinan di Sektor Pertambangan, Kehutanan dan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Timur. Beberapa aturan yang terkait dengan moratorium perizinan pertambangan batubara dapat dilihat pada kutipan pasal-pasal berikut: Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 326

363 Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 327

364 Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 328

365 B.3.2. Perbaikan Pengelolaan Lubang Tambang Batubara 1) Penetapan Luas Lubang Pasca Tambang Maksimal 10% dari Luas Areal Terganggu. Dalam rangka mengatur penyelenggaran reklamasi dan pasca tambang, pemprov. Kaltim telah menerbitkan Perda Kaltim Nomor 08 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang, yang pada pasal 9 telah mengatur secara lebih ketat daripada aturan Pemerintah Pusat, dimana indikator keberhasilan reklamasi wajib memenuhi syarat minimal dalam tahapan kegiatan penataan lahan, revegetasi dan pemantauan, yaitu rencana sisa lubang tambang akhir (void) harus memiliki luasan maksimal 10% dari luasan areal terganggu, sedangkan di pusat mengatur maksimal 20% dari luas IUP apabila lubangnya terkonsentrasi atau tidak lebih dari 30% dari luas IUP apabila lubangnya terfragmentasi. 2). Penetapan Kewajiban Melaksanakan Reklamasi dan Revegetasi Minimal 40% dari Luasan Lahan yang Telah Dibuka pada saat Usaha/Kegiatan Berencana Meningkatan Kapasitas Produksi Batubara Dalam rangka mengatur peningkatan produksi batubara dalam kaitannya dengan kewajiban reklamasi dan revegetasi, maka Pemerintah Prov. Kaltim menerbirkan Perda Kaltim Nomor 01 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana pada pasal 30 diatur bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan penambangan batubara yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dalam hal melakukan peningkatan produksi, diwajibkan telah melaksanakan reklamasi dan revegetasi minimal 40 % (empat puluh persen) dari luasan lahan yang telah dibuka. 3). Penetapan Kewajiban Melaksanakan Penutupan Lubang Tambang Minimal 70% dari Jumlah Lubang yang Telah Dibuka pada saat Usaha/Kegiatan Berencana Meningkatan Kapasitas Produksi Batubara Dalam rangka mengatur peningkatan produksi batubara dalam kaitannya dengan kewajiban penutupan lubang tambang, maka Pemerintah Prov. Kaltim Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 329

366 menerbirkan Perda Kaltim Nomor 01 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana pada pasal 31 diatur bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan penambangan batubara yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dalam hal melakukan peningkatan produksi, diwajibkan telah melaksanakan penutupan lubang tambang minimal 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah lubang yang telah dibuka (baik lubang aktif dan tidak aktif). 4). Pemanfaatan Lubang Pasca Tambang untuk Tempat Pembuangan Akhir Pemerintah Prov. Kaltim sangat mendukung pemanfaatan lubang pasca tambang yang tidak dapat direklamasi dan direvegetasi untuk peruntukan lain, seperti untuk kasus di Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara, yang memiliki permasalahan lingkungan karena tidak memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, dimana sampah umumnya dikelola masing-masing keluarga, namun juga sebagain masyarakat di Kecamatan Samboja membuangnya di sungai, hutan bahkan di pinggir-pinggir jalan utama. Gambar Masyarakat Kecamatan Samboja Membuang Sampah Dipinggir Jalan Dikarenakan Ketiadaan TPS dan TPA Berdasarkan hasil kajian PT. Tri Jaya Mandiri pada tahun 2011 Jumlah penduduk Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2010 berjumlah jiwa dengan pertambahan penduduk per tahun 3,2%, kebutuhan minimal Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Samboja dengan analisis: Satuan timbulan sampah adalah 0,4 kg/orang/hari, Timbulan sampah sebesar 174,83 m3, Ketebalan sampah dan Pengurugan: setiap 1 m sampah ditutupi tanah 20 cm, densitas masuk adalah 40 kg/m3, densitas setelah pemadatan adalah 70 kg/m3, Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 330

367 ketinggian dasar lahan 15 m, kebutuhan areal penimbunan 4,37 ha, dan kebutuhan seluruh luas areal adalah 4,9 ha. Tetapi dari tahun 2011 sampai dengan saat ini area untuk TPA dimaksud belum tersedia oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara Dengan diinisiasi oleh Tim Penagnggulangan Sampah Kelurahan Sumgai Merdeka (TPS-KSM), beserta perusahaan tambang Batubara PKP2B yaitu PT Singlurus Pratama, besrsedia menghibahkan lahan pasca tambang batubara yang berada di luar kawasan hutan/areal penggunaan Lain (APL) seluas ± 15 ha. Lokasi yang diusulkan berjarak 2.5 Km dari pemukiman terdekat dan secara umum telah memenuhi syarat berdasarkan UU No 18 tahun 2008 tentang Persampahan, UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta SNI , prasyarat untuk lokasi TPA antara lain: (a) Tidak berlokasi di sungai, danau, dan laut; (b) Tidak berada pada Kawasan Lindung, Cagar Alam, dan banjir periode 25 tahunan; (c) Tidak berada pada zona bahaya geologi (sesar); (d) Lahan yang cukup, bukan lahan produktif dengan biodiversity tinggi; (e) Lokasi berlawanan dengan arah pengembangan kota, minimal m dari Bandara; (f) Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan, sekitar 10 km dari pusat pelayanan; dan (g) Berjarak minimal 1 km dari pemukiman. Dengan dukungan dari Pemerintah Prov. Kaltim, dalam hal ini DLH Prov. Kaltim, Dinas ESDM Prov. Kaltim, bahkan pemanfaatan lubang pasca tambang PT. Singlurus Pratama untuk TPA ini menjadi program prioritas 100 hari kerja Gubernur Kaltim dari sektor lingkungan hidup, terkait dengan pembentukan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada awal tahun Kebijakan yang inovatif ini dapat menjawab dua permasalahan, yaitu: permasalahan keberadaan lahan-lahan pasca tambang dan permasalahan pengelolaan sampah yang disinergiskan menjadi satu kebijakan yang bersigat inovatif, dan berpotensi memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, karena menjadi salah satu solusi untuk menanggulangi sampah di Kecamatan Samboja yang sudah begitu mendesak, bahkan membuka peluang berkembangnya pembangunan di kecamatan Samboja karena telah tersedianya TPA Sampah. Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 331

368 Kedepan diharapkan lubang tambang yang difungsikan menjadi TPA, dapat dijadikan sebagai pilot project pemanfaatan lahan pasca tambang sebagai salah satu solusi perbaikan lingkungan, penciptaan lapangan kerja, dan penghasil energi baru terbarukan. Gambar Rencana Lokasi Lubang Pasca Tambang Batubara Dimanfaatkan sebagai TPA Bab IV: Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup 332

Peran Badan Lingkungan Hidup Prov. Kaltim sebagai Mitra DDPI. Oleh: Badan Lingkungan Hidup Prov. Kaltim

Peran Badan Lingkungan Hidup Prov. Kaltim sebagai Mitra DDPI. Oleh: Badan Lingkungan Hidup Prov. Kaltim Peran Badan Lingkungan Hidup Prov. Kaltim sebagai Mitra DDPI Oleh: Badan Lingkungan Hidup Prov. Kaltim Tugas dan Fungsi Dasar Perda Prov. Kaltim No. 9 Tahun 2008 Tugas pokok: menyusun dan melaksanakan

Lebih terperinci

Provinsi Kalimantan Timur. Muhammad Fadli,S.Hut,M.Si Kepala Seksi Pemeliharaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim

Provinsi Kalimantan Timur. Muhammad Fadli,S.Hut,M.Si Kepala Seksi Pemeliharaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim Provinsi Kalimantan Timur Muhammad Fadli,S.Hut,M.Si Kepala Seksi Pemeliharaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Prov. Kaltim Profil Provinsi Kalimantan Timur HARI JADI: 9 Januari IBUKOTA: Samarinda DASAR

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi:

Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman dari Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Bappeda Provinsi Maluku Background KOMITMEN PEMERINTAH PUSAT PENURUNAN

Lebih terperinci

RENCANA AKSI ANTISIPASI PEMANASAN GLOBAL DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM MELALUI KALTIM HIJAU Tahun

RENCANA AKSI ANTISIPASI PEMANASAN GLOBAL DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM MELALUI KALTIM HIJAU Tahun RENCANA AKSI ANTISIPASI PEMANASAN GLOBAL DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM MELALUI KALTIM HIJAU Tahun 2010-2014 Gubernur Provinsi Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak MEMPERHATIKAN HASIL Governors Climate Forest

Lebih terperinci

DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur Kalimantan Timur

DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur Kalimantan Timur RENCANA AKSI KEGIATAN KOORDINASI DAN SUPERVISI (KORSUP) ATAS GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR DR. H. AWANG FAROEK ISHAK Gubernur

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017 TATACARA PENYUSUNAN a. Tim Penyusun dan Bentuk Dokumen disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah, yang keanggotaannya melibatkan unsur-unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Perguruan

Lebih terperinci

TERWUJUDNYA PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUN INDIKATOR: INDEKS KUALITAS AIR

TERWUJUDNYA PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUN INDIKATOR: INDEKS KUALITAS AIR TERWUJUDNYA PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUN INDIKATOR: INDEKS KUALITAS AIR hasil pemantauan kualitas air sungai yang memenuhi baku mutu. hasil pemantauan air sungai yang memenuhi baku mutu

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH PROFIL WILAYAH SULAWESI SELATAN Luas Area : 46.083,94 Km2 Panjang Pesisir

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016... TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN CILACAP DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Dalam kerangka pembangunan Good Governance yang berorientasi pada hasil, dan dalam rangka mendukung pencapaian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM Oleh DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DALAM ACARA PELATIHAN GCF YANG BERJUDUL PENGUATAN KERANGKA KERJA KELEMBAGAAN PROVINSI MENGENAI PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN PERENCANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No 32 tahun 2009 TUJUAN melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjamin keselamatan,

Lebih terperinci

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA Antung Deddy Asdep Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN STRUKTUR ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (DLHK) PROVINSI BANTEN TAHUN 2017

RANCANGAN STRUKTUR ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (DLHK) PROVINSI BANTEN TAHUN 2017 RANCANGAN STRUKTUR ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (DLHK) PROVINSI BANTEN TAHUN 2017 1.1. Kepala Dinas 1) Merumuskan kebijakan teknis dalam lingkup pengelolaan lingkungan hidup Provinsi Banten 2) Mengkoordinasikan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD Lingkungan yang baik sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012 Sambutan Endah Murniningtyas Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Penyusunan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) 1 1. PROSES PENYUSUNAN DILAKUKAN SECARA SWAKELOLA; 2. TIM PENYUSUN DIBENTUK DALAM KELOMPOK KERJA (POKJA) SK GUBERNUR PAPUA NOMOR

Lebih terperinci

Rencana Strategi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Bab 1

Rencana Strategi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Bab 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG Kekayaan Sumber Daya Hutan yang telah dikaruniakan di merupakan anugerah yang harus disyukuri, dimanfaatkan serta dijaga kelestariannya demi keseimbangan lingkungan

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP

TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP (Berdasarkan Peraturan Bupati Sigi Nomor 28 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat Daerah) A. Kepala Dinas

Lebih terperinci

Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur

Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Oleh : Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Disampaikan dalam Festival Iklim KemenLHK Jakarta, 17 Januari 2018 Periode Peletakan Dasar Transformasi Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja adalah kewajiban untuk menjawab dari perorangan, badan hukum atau pimpinan kolektif secara transparan mengenai keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN No. URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN 1 Kepala Dinas 2 Sekretaris Mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi penyelenggaraan program/kegiatan di bidang sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH)

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH) PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH) STRUKTUR ORGANISASI Unsur organisasi Ba terdiri dari 3 (tiga) bagian utama, yaitu unsur Pimpinan (Kepala Ba), Pembantu Pimpinan (Sekretaris Sub Bagian)

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBERSIHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Ekosistem gambut. Perlindungan. Pengelolaan.(Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

MATRIKS LAYANAN UTAMA DAN PENDUKUNG URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN YANG MENJADI KEWENANGAN DAERAH PROVINSI

MATRIKS LAYANAN UTAMA DAN PENDUKUNG URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN YANG MENJADI KEWENANGAN DAERAH PROVINSI LAMPIRAN I RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN MATRIKS DAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN YANG MENJADI 11. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP NO SUB URUSAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU TUGAS : Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengelolaan dan perlindungan daerah FUNGSI

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BLITAR

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 54 TAHUN 2016

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 54 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

VISI KALTIM BANGKIT 2013

VISI KALTIM BANGKIT 2013 VISI KALTIM BANGKIT 2013 Mewujudkan Kaltim Sebagai Pusat Agroindustri Dan EnergiTerkemuka Menuju Masyarakat Adil Dan Sejahtera MENCIPTAKAN KALTIM YANG AMAN, DEMOKRATIS, DAN DAMAI DIDUKUNG PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 810 TAHUN : 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 810 TAHUN : 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 810 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengusahaan mineral

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KUTAI TIMUR KAWASAN BUKIT PELANGI TELP

BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KUTAI TIMUR KAWASAN BUKIT PELANGI TELP BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KUTAI TIMUR KAWASAN BUKIT PELANGI TELP. (0549)22467 FAX (0549) 22577 LAPORAN ANGKUTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( L A K I P ) S A N G A T T A T A H U N 2015 KATA

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG -1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat alikota Tasikmalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 66 TAHUN 2016

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat alikota Tasikmalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 66 TAHUN 2016 Menimbang Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat alikota Tasikmalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 66 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS POKOK DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA TASIKMALAYA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.168, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Pemanfaatan. Dana Alokasi Khusus. TA 2013. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN

Lebih terperinci

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU Fitra Riau 1 Skema Pendanaan Perhutanan Sosial SKEMA PENDANAAN PERHUTANAN SOSIAL LANDASAN KEBIJAKAN (HUKUM) Banyak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA ACARA KNOWLEDGE MANAGEMEN FORUM 2015 (ASOSIASI PEMERINTAH KOTA SELURUH INDONESIA)

Lebih terperinci

RENCANA AKSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017

RENCANA AKSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017 RENCANA AKSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017 NO SASARAN PROGRAM KEGIATAN URAIAN INDIKATOR KINERJA Target URAIAN INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET KET 1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 1 Penurunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.209, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Ekosistem gambut. Perlindungan. Pengelolaan.(Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1938, 2017 KEMEN-LHK. Penugasan bidang LHK kepada 33 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.66/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP I. PROGRAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 1 Pengelolaan Kualitas Air dan Kawasan

Lebih terperinci

MENUJU LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN EKOREGION KALIMANTAN YANG BERKUALITAS

MENUJU LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN EKOREGION KALIMANTAN YANG BERKUALITAS MENUJU LINGKUNGAN HIDUP & KEHUTANAN EKOREGION KALIMANTAN YANG BERKUALITAS PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION KALIMANTAN Balikpapan, 20 Juli 2017 SELAMAT DATANG DI BALIKPAPAN CALON IBUKOTA NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci