PEMANFAATAN BIOMASSA ECENG GONDOK SISA PENGOLAHAN LIMBAH TEKSTIL PENCELUPAN BENANG SEBAGAI PENGHASIL BIOGAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN BIOMASSA ECENG GONDOK SISA PENGOLAHAN LIMBAH TEKSTIL PENCELUPAN BENANG SEBAGAI PENGHASIL BIOGAS"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN BIOMASSA ECENG GONDOK SISA PENGOLAHAN LIMBAH TEKSTIL PENCELUPAN BENANG SEBAGAI PENGHASIL BIOGAS THE USE OF WATER HYACINTH BIOMASS FROM THREAD DYING TEXTILE INDUSTRY WASTEWATER TREATMENT FACILITY FOR BIOGAS PRODUCTION Rina Yani L 1) dan Yulinah Trihadiningrum 1) 1) Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS jc_loverlg@enviro.its.ac.id ABSTRAK eceng gondok yang memiliki COD mg/l dan BOD mg/l, serta COD mg/l dan BOD mg/l tidak menghasilkan gas metana. Pada bioreaktor yang ditambah dengan seeding 1,25 g kotoran sapi maupun usus bekicot tidak dapat menghasilkan gas metana. dari substrat eceng gondok yang dihidrolisis asam terlebih dahulu mampu menghasilkan gas metana sebesar 7 ml CH 4 /50 g biomass dengan nilai COD awal sebesar mg/l dan BOD mg/l. Sedangkan pada bioreaktor yang telah dihirolisis asam dan ditambah 1,25 g seeding kotoran sapi dapat menghasilkan gas metana sebesar 17 ml dengan nilai COD sebesar mg/l dan BOD mg/l. Gas metana yang dihasilkan paling maksimum yaitu sebesar 1003 ml CH 4 /50 g didapatkan pada bioreaktor eceng gondok yang memiliki COD awal sebesar mg/l serta dengan penambahan seeding kotoran sapi sebanyak 50 g/50 g biomassa. Kata kunci : biomass, eceng gondok, gas metana, anaerobic digestion. ABSTRACT Water hyacinth bioreactor with COD = 31,311 mg/l and BOD 23,358 mg/l, and that of COD = 23,800 mg/l and BOD 19,725 mg/l didn t produce methane at all. Bioreactor which applied cow manure and snail intestines of 1.25 g didn t produce methane either. Water hyacinth bioreactor with COD = 21,520 mg/l and BOD = 14,234 mg/l, which was pretreated with acid hydrolysis could produce methane only 7 ml CH 4 /50 g biomass. Water hyacinth bioreactor with COD = 23,752 mg/l and BOD 22,389 mg/l, which applied acid hydrolysis and cow manure of 1.25 g could produce 17 ml CH 4 /50 g biomass. 1

2 Maximum methane production of 1,003 ml CH 4 /50 g biomass was observed in water hyacinth bioreactor with COD of 85,634 mg/l and cow manure of 50 g/50 g biomass. Key word : biomass, water hyacinth, methane gas, anaerobic digestion 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan adanya kelan`gkaan sumber energi dari bahan baku fosil, maka sudah selayaknya sumber energi alternatif dituntut untuk direalisasikan, terutama untuk sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). Salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan adalah biogas, terutama gas metana yang dihasilkan dari proses anaerobik.. Dalam pembuatan biogas, syarat yang paling utama adalah adanya materi yang berasal bahan organik. Bahan organik tersebutlah yang nantinya akan didegradasi oleh bakteri anaerob untuk menghasilkan gas bio. Bahan organik yang biasanya lazim digunakan diantaranya adalah kotoran hewan, kotoran manusia, sampah, serta biomass. Pada penelitian ini, materi yang akan digunakan adalah biomass dari tanaman air yaitu eceng gondok, dimana eceng gondok yang digunakan untuk biogas, terlebih dahulu digunakan untuk pengolahan limbah industri pencelupan benang. Eceng gondok memiliki kemampuan dalam mengabsorpsi nutrien, logam dan zat toksik lain yang terkandung dalam air limbah. Tanaman ini dapat bertahan hidup dengan lama serta tumbuh dengan baik untuk berbagai wetland dengan jenis limbah tertentu (Epstein, 1993 dalam Malik, 2007). Tanaman ini juga memiliki banyak kandungan materi yang dapat berfermentasi dan mampu menghasilkan biogas (Chanakya et al. dalam Gunnarsson dan Petersen, 2007). Kandungan yang paling berperan tersebut adalah hemiselulosa dan selulosa. Menurut Patel et al. (1993) pada eceng gondok memiliki 43% untuk hemiselulosa dan selulosa sebesar 17%. Hemiselulosa tersebut merupakan jenis polisakarida kompleks yang menjadi penyusun struktur organik dan merupakan bahan utama yang dapat dikonversi menjadi biogas (Ghosh dan Henry, 1985). Menurut Qaisar et al. (2005) limbah tekstil dapat memberikan pengaruh terhadap anatomi dari eceng gondok terutama ukuran sel dari daun, akar dan juga batang. Pengaruh tersebut diantaranya perubahan terhadap ukuran dari sel yang membentuk daun. Selain itu, kandungan zat toksik yang terdapat pada tanaman sisa pengolahan limbah yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai penghasil gas metana, dapat mempengaruhi besarnya potensial biogas yang terbentuk (Patel et al., 1993). 2

3 1.2. Limbah Industri Tekstil Pencelupan Benang Eceng gondok yang akan dimanfaatkan sebagai biogas dalam penelitian ini adalah eceng gondok yang telah digunakan terlebih dahulu untuk pengolahan limbah industri tekstil. Menurut Feitkenhauer dalam Chen et al. (2007), senyawa-senyawa yang terkandung dalam limbah tekstil diantaranya surfaktan, kloroform, serta beberapa tambahan zat pencelup (polyacryates, phosponates). Zat-zat tersebut kemungkinan dapat menjadi suatu inhibitor bagi proses anaerobik 1.3. Anaerobic Digestion Anaerobic digestion merupakan proses penguraian bahan organik oleh mikroba anaerobik tanpa adanya kehadiran oksigen. Proses yang berlangsung pada teknologi ini cenderung sederhana dan cocok dikembangkan pada negara berkembang. Salah satu produk dari proses anaerobik adalah biogas, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi Prinsip Dasar Anaerobic Digestion Prinsip dasar dari proses anaerobik adalah : 1. Hidrolisis : Merupakan tahap awal dari proses anaerobik. Pada tahap inin terjadi proses penguraian organik kompleks yang tidak mudah terurai menjadi bahan organik yang mudah terurai. 2. Asidogenik : Merupakan tahapan penguraian zat organik hasil produk dari tahap hidrolisis menjadi asam lemak volatil serta CO Asetogenik : Proses penguraian asam lemek volatil menjadi asam asetat dan H 2 4. Metanogenik : Proses penguraian asam asetat, CO 2, dan H 2 menjadi gas metana Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Anaerobic Digestion Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik, antara lain : 1. Suhu Suhu berpengaruh pada kecepatan pembentukan gas. Yadvika et al. (2003) membagi temperatur untuk dekomposisi anaerobik dalam 3 jenis : 1. psikofilik (< 30 o C) 2. mesofilik ( 30 o - 40 o C) 3. termofilik ( 50 o - 60 o C) 2. ph dan Alkalinitas ph optimum yang tepat untuk proses anaerobik dalam reaktor berkisar antara 5,5-8,5, sedangkan ph optimum untuk proses pembentukkan metan adalah 7,2-8,2. menjaga nilai ph. Alkalinitas didasarkan pada kapasitas untuk menetralkan asam yang berhubungan dengam garam 3

4 dan asam lemak. Menurut Lunden (2003), nilai alkalinitas dalam reaktor minimal adalah 1000 mg/l CaCO 3. Alkalinitas berasal dari penguraian senyawa 3. Rasio C/N Rasio C/N yang optimum adalah Rasio C/N untuk eceng gondok adalah Organic Loading dan Hydraulic Retention Time Organic Loading dinyatakan dalam kg COD atau VS/m 3 -hari. Tingginya Organic Loading merupakan hasil produksi asam lemak volatil yang berlebih dalam reaktor yang mengakibatkan turunnya ph dan mengganggu bakteri metana. 5. Bahan Toksik Bahan-bahan toksik yang dapat mengakibatkan kegagalan dalam proses anaerobik adalah kalsium, magnesium, potassium, tembaga, cadmium, nikel, dan lain-lain. 6. Pengadukan Proses percampuran bertujuan untuk memberikan kontak yang lebih baik antar bakteri dengan bahan organik, sehingga dapat meningkatkankemampuan populasi bakteri dalam menyerap nutrisi 7. Kadar Air Kadar air juga turut mempengaruhi optimumnya proses anaerobik. Hal ini dikarenakan mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi melakukan aktivitas metabolime di selaput air pada permukaan bahan Gas Metana CH 4 merupakan gas yang dihasilkan dalam proses anaerobik, gas ini merupakan gas yang sangat diperlukan karena memiliki kandungan kalor yang cukup tinggi. Dengan kandungan kalor yang tinggi, maka gas ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pengembangan energi alternatif Hidrolisis dengan Pengasaman Berdasarkan Lunden (2003) proses anaerobik memiliki 4 tahap, dimana pada tahap pertama yaitu tahap hidrolisis yang merupakan tahap dimana senyawa organik kompleks diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tahap hidrolisis dalam proses anaerobik, dapat dipercepat dengan bantuan pengasaman serta pemanasan Pengasaman ini dapat dilakukan dengan menggunakan asam seperti H 2 SO 4. Menurut Lavarack, Griffin dan Rodman (2002), penggunaan asam kuat dapat memecah senyawa kompleks pada biomass seperti bagasse menjadi xylose, arabinose, glukosa dimana merupakan senyawa yang 4

5 lebih sederhana. Pemberian asam sampai mencapai ph 1,22 dan pemanasan selama 90 menit mampu memproduksi xylose sebesar 90% (Lloyd dan Wyman, 2005). 2. Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan reaktor erlenmeyer yang berkapasitas 250 ml, serta gelas ukur yang berfunsi untuk pemantauan penurunan gas yang terjadi, dan selang plastik yang berfungsi sebagai penyalur gas antara bioreaktor dan gelas ukur. Limbah industri yang digunakan berasal dari home industry tekstil pencelupan benang yang terletak di Jalan Jenggolo, Sidoarjo. Setelah 2 minggu, eceng gondok yang telah ditanam selanjutnya dipanen dan seluruh bagian eceng gondok (akar, batang, dan daun) digunakan dalam penelitian ini. Eceng gondok dicacah hingga berukuran kecil-kecil lalu diblending dengan blender. Hasil blending dapat dilihat pada Variabel 1 pada penelitian ini adalah pembagian bioreakor berdasarkan konsentrasi COD yang dimiliki bioreaktor. COD yang akan digunakan pada penelitian ini berkisar antara mg/l mg/l. Selain itu bioreaktor juga akan diberi seeding kotoran sapi sebesar 1,25 g atau 2,5% dari 50 g berat eceng gondok. Variabel ke-2 dari penelitian ini adalah penggunaan seeding usus bekicot seagai biostarter. Seeding usus bekicot yang digunakan disamakan dengan penggunaan seeding kotoran sapi yaitu sebesar 1,25 g. Variabel ke-3 adalah perlakuan hidrolisis asam terlebih dahulu terhadap substrat eceng gondok. Variabel selanjutnya yang dilakukan adalah penambahan kotoran sapi sebagai seeding menjadi 50 g atau memiliki perbandingan 1:1 terhadap substrat eceng gondok. Pada variabel ini kotoran sapi sebanyak 50 g di perlakukan sebagai control. Pengoperasian reaktor direncanakan selama 1bulan 29 tiap bioreaktor. Dilakukan pemantauan secara rutin setiap hari terhadap gas metana yang terbentuk berdasarkan penurunan volume yang terjadi dari larutan Ca(OH) 2 pada gelas ukur. Parameter lain yang dianalisis antara lain : a) Analisis ph ph menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan. Analisis dilakukan dengan mengambil sampel menggunakan pipet volumetrik sesuai dengan kebutuhan, lalu dianalisis dengan menggunakan alat ph meter (Alaerts dan Santika, 1987). b). COD (Chemical Oxygen Demand) Pada penelitian ini pengukuran COD ditentukan dengan metode titrasi dengan larutan fero amonium sulfat (Alaerts dan Santika, 1987). c). BOD (Biologycal Oxygen Demand) 5

6 Waktu yang dibutuhkan untuk pengukuran BOD yaitu 5 hari (BOD 5 ) pada suhu 20 o C (Alaerts dan Santika, 1987). Pengukuran parameter BOD, COD, VS hanya dilakukan pada awal dan akhir proses agar proses anaaerob berlangsung optimal. 3. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Penelitian Pendahuluan Hasil analisis karakteristik awal dari ceng gondok sisa pengolahan limbah tekstil dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik Awal Eceng Gondok Parameter Satuan Hasil Analisis Total Solid % 6,36 VS % 76,62 Norganik % 0,65 C % 42,57 Rasio C/N - 65, Penggunaan Variabel Berdasarkan Konsentrasi COD yang Dimiliki Pada penelitian ini bioreaktor dibagi menjadi 2 jenis yaitu bioreaktor yang memiliki COD sebesar mg/l dan mg/l dengan pengaturan komposisi sebagai berikut : Komposisi 1 (kontrol) A Komposisi 3 (kontrol) C 50 g eceng ml air 50 g eceng ml air Komposisi 2 (seeding) B Komposisi 4 (seeding) D 50 g eceng ml air + 1,25 g kotoran sapi 50 g eceng ml air + 1,25 g kotoran sapi Hasil analisis tiap parameter dari tiap bioreaktor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil analisis Parameter Hari ke 0 Hasil Analisis Parameter Hari ke 0 COD BOD 5 ph (mg/l) (mg/l) VS % A 6, ,96 B 6, ,03 C 6, D 6, ,69 6

7 Dari hasil pengamatan, pada bioreaktor A, B, C, dan D tidak menghasilkan gas metana dengan masa operasi 21 hari Penggunaan Usus Bekicot sebagai Seeding pada Pada penelitian dengan variabel sebelumya, didapatkan pada bioreaktor substrat eceng gondok dengan penambahan kotoran sapi, gas metana tidak dihasilkan. Mikroba yang berasal dari kotoran sapi kemungkinan tidak mampu menguraikan selulosa dan hemiselulosa yang dimiliki oleh eceng gondok sisa pengolahan limbah tekstil. Pada variabel ini, seeding yang digunakan berasal dari usus bekicot. Penggunaan usus bekicot sebagai seeding karena usus bekicot memiliki bakteri selulolitik yang diketahui dapat menguraikan bahan selulosa dan hemiselulosa. Komposisi yang digunakan pada bioreaktor ini adalah komposisi 4, namun seeding kotoran sapi diganti dengan usus bekicot. Penggunaan komposisi 4 ini bertujuan untuk mencapai COD mg/l. dengan penambahan seeding usus bekicot ini diberi nama bioreaktor E dan hasil analisis COD yang didapatkan adalah mg/l. Dari hasil pengamatan pada bioreaktor E, gas metana juga tidak dapat dihasilkan. Hal ini menandakan bahwa seeding usus bekicot tidak cocok digunakan sebagai biostarter untuk penguraian biomassa eceng gondok. Karena pada penelitian Saputri (2009) bioreaktor dengan seeding kotoran sapi dapat menghasilkan gas metana, maka pada bioreaktor selanjutnya untuk penelitian ini, seeding tersebut akan digunakan sebagai sumber mikroba Penggunaan Hidrolisis Asam pada Substrat Eceng Gondok Dilakukannya hidrolisis pengasaman bertujuan untuk membantu kerja mikroba dalam proses anaerobik, dimana tahap hidrolisis dipercepat dengan bantuan berupa larutan asam kuat. Disini asam yang ditambahkan berfungsi memecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti hemiselulosa menjadi glukosa. Pengoperasian Anaerobik berupa bioreaktor F yang diperlakukan sebagai bioreaktor kontrol dan bioreaktor G sebagai bioreaktor yang ditambahkan dengan seeding kotoran sapi sebanyak 1,25 g. Tiap bioreaktor selanjutnya dianalisis nilai dari COD, BOD 5, VS dan ph. Hasil dari analisis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis Parameter Hari ke 0 Hasil Analisis Parameter Hari ke 0 ph COD (mg/l) BOD 5 (mg/l) VS ( %) F 6, ,08 G 7, ,5 7

8 Hasil monitoring pembentukan gas metana terhadap bioreaktor dengan perlakuan hidrolisis asam dapat dilihat pada Gambar Grafik Pembentukan Gas Metana Volume Pembentukkan Gas (ml) Pengamatan hari ke- Kontrol (F) dengan 1,25 gram Seeding Kotoran Sapi (G) Gambar 1 Produksi Gas Metana pada dengan Perlakuan Hirolisis Asam Pada Gambar 1, gas metana yang dihasilkan pada bioreaktor F sebesar 7 ml dan hanya berlangsung dalam masa operasi 4 hari. Sedangkan gas metana yang dihasilkan pada bioreaktor G sebesar 17 ml dan berlangsung selama 6 hari Penambahan Seeding Kotoran Sapi dari 1,25 g Menjadi 50 g pada Substrat Eceng Gondok Pada variabel ini, penambahan jumlah seeding kotoran sapi yang semula hanya 2,5 % dari berat eceng gondok diubah menjadi penambahan dengan rasio 1 : 1 terhadap 50 g substrat eceng gondok atau sebanyak 50 g. Komposisi dari bioreaktor ini adalah 50 g eceng gondok ml air + 50 g kotoran sapi. ini diberi nama biorektor A1. yang berperan sebagai kontrol merupakan bioreaktor yang berasal dari 50 g kotoran sapi. A1 dan bioreaktor kontrol kotoran sapi dianalisis parameter COD, BOD 5, VS dan ph. Hasil dari analisis dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Parameter Hari ke 0 Hasil Analisis Parameter Hari ke 0 ph COD (mg/l) BOD 5 (mg/l) VS (%) Kotoran sapi 6, ,7 A1 6, ,61 8

9 Hasil dari pengamatan pembentukan gas metana dapat dilihat pada Gambar Kurva Pembentukan Gas Metana Volume Pembentukan Gas Metana (ml) Hari ke A1 Kotoran Sapi Gambar 2 Hasil Pengamatan dari Kotoran Sapi dan A1 Pada Gambar 2, gas metana yang dihasilkan dari bioreaktor A1 selama masa pengoperasian 60 hari adalah 1003 ml CH 4 /50 g biomass eceng gondok, sedangkan pada bioreaktor kontrol kotoran sapi 50 g hanya mampu menghasilkan gas metana sebesar 49 ml selama 6 hari Degradasi Bahan Organik yang Terukur dalam Nilai BOD, COD dan VS pada yang telah dioperasikan kemudian dianalisis besarnya efisiensi degradasi bahan organik yang terkonversi menjadi gas metana. Bahan organic yang terkonversi tersebut dapat dianalisis dengan parameter COD, BOD dan VS. Efisiensi degradasi dari bahan organic dari tiap parameter dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4 Efisiensi (%) COD BOD Vs Parameter yang Dianalisis F= kontrol pengasaman G= pengasaman dengan penambahan seeding Gambar 3 Efisiensi Degradasi Bahan Organik yang Terukur dari Tiap Parameter pada F dan G 9

10 Efisiensi (%) COD Vs BOD Parameter yang Dianalisis A1= dengan perbandingan 1 : 1 Kotoran Sapi Gambar 4 Efisiensi Degradasi Bahan Organik yang Terukur dari Tiap Parameter pada A1 dan Kotoran Sapi Pada Gambar 4.3 dan 4.4 terlihat bahwa dari ke-4 bioreaktor yang ada, bioreaktor A1 merupakan bioreaktor dengan nilai efisiensi degradasi bahan organik yang terbesar. Disusul kemudian bioreaktor kotoran sapi, G dan F Konversi Bahan Organik menjadi Gas Metana yang terukur dalam Nilai VS pada Bahan organik yang terukur dalam nilai volatile solid merupakan materi yang dapat dikonversi menjadi gas metana. Besarnya konversi VS menjadi gas metana dapat dilihat pada Gambar 5. m l CH4/g VS F G Kot.Sapi A1 F = Kontrol Pengasaman G = Pengasaman dengan Penambahan Seeding Kot.sapi = Kotoran Sapi A1 = dengan perbandingan 1:1 Gambar 5 Produksi metana per g VS dari tiap bioreaktor 10

11 Berdasarkan Gambar 5, bioreaktor A1 merupakan bioreaktor dengan produksi metana terbesar yaitu 13,52 ml/g VS dan terpaut jauh apabila dibandingkan dengan ke-3 bioreaktor lainnya Konversi Bahan Organik menjadi Gas Metana yang Terukur dalam Nilai COD pada Bahan organik yang terukur dalam nilai COD dan terkonversi menjadi gas metana juga dianalisis besarnya konversi yang terjadi pada bioreaktor. Perhitungan dari konversi bahan organik pada bioreaktor dapat dilihat pada Gambar 6 ml CH4/gCOD F G Kot.Sapi A1 F = Kontrol Pengasaman G = Pengasaman dengan Penambahan Seeding Kot.sapi = Kotoran Sapi A1 = dengan Perbandingan 1 : 1 Gambar 6 Produksi metana per g COD pada tiap bioreaktor Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 6, hasil produksi CH 4 /g COD memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan produksi gas metana per g VS. Produksi CH 4 /g COD pada bioreaktor A1 masih merupakan bioreaktor dengan penghasil terbanyak yaitu sebanyak 11,6 ml/g COD. Dari keseluruhan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka secara umum didapatkan bahwa proses anaerobic digestion yang menghasilkan gas metana terbesar terjadi pada bioreaktor A1 yang menghasilkan gas metana sebesar 1003 ml/50 g biomass atau 20,06 L/kg biomass eceng gondok selama masa pengoperasian 60 hari. Kemudian disusul dengan bioreaktor G sebesar 17 ml CH 4 /50 g biomass. F hanya mampu menghasilkan 7 ml CH 4 /50 g. Sedangkan bioreaktor yang berisi substrat eceng gondok dengan penambahan seeding dari kotoran sapi dan usus bekicot sebanyak 1,25 g tidak mampu menghasilkan gas metana. Minimnya gas metan yang dihasilkan kemnungkin deisebabkan adanya kehadiran zat toksik sisa limbah tektil pencelupan benang. 11

12 A1 juga merupakan bioreaktor yang menghasilkan produksi gas metana per g VS dan per g COD paling besar yaitu sebanyak 13,52 ml CH 4 /g VS dan 11,6 ml/g COD. 4. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan : 1. dari substrat eceng gondok sisa pengolahan limbah tekstil pencelupan benang yang memiliki COD = mg/l dan BOD = mg/l, serta COD = mg/l dan BOD = mg/l tidak menghasilkan gas metana selama masa operasi 21 hari. 2. dari substrat eceng gondok sisa pengolahan limbah tekstil pencelupan benang yang diberi tambahan seeding berupa 1,25 gram dari kotoran sapi maupun usus bekicot juga tidak menghasilkan gas metana selama masa operasi 21 hari. 3. dari substrat eceng gondok yang telah dihidrolisis asam menghasilkan gas metana sebesar 7 ml CH 4 /50 gram biomasa, dengan COD = mg/l dan BOD = mg/l selama masa operasi 21 hari. Sedangkan pada bioreaktor yang telah dihirolisis asam dan ditambah 1,25 gram seeding kotoran sapi menghasilkan gas metana sebesar 17 ml selama masa operasi 21 hari dan nilai COD sebesar mg/l dan BOD sebesar mg/l. 4. Peningkatan jumlah seeding kotoran sapi sebagai biostarter dari 1,25 gram menjadi 50 gram pada bioreaktor dapat menghasilkan gas metana sebesar 1003 ml/50 gram biomass eceng gondok, dengan masa operasi 60 hari dan COD awal sebesar mg/l. DAFTAR PUSTAKA Chen, Y., Cheng, J.J., Creamer (2007). Inhibition of anaerobic Digestión Process: A Review. Bioresource Technology No.99, hal Elsevier Ltd. Gunnarsson, C.C. dan Petersen, C.M. (2007). Water Hyacinths as A Resource in Agriculture and Energy Production: A Literature Review. Waste Management No.27, hal Elsevier Ltd. Ghosh, S. dan Henry, M.P. (1985). Hemicellulose Conversion by Anaerobic Digestion. Biomass No.6, hal Elservier Ltd. Lavarack, B.P., Griffin, G.J. dan Rodman, D. (2002). The Acid Hydrolysis of sugarcane Bagasse Hemicellulose to Produce Xylose, Arabinose, Glucose and Other Products. Biomass and Bioenergy No.23, hal Elsevier Ltd. Lloyd, T.A. dan Wyman, C.E. (2005). Combined Sugar Yields for Dilute Sulfuric acid Pretreatment of Corn Stover Followed by Enzymatic Hydrolysis of The remaining Solids. Bioresource technology No.96, hal Elsevier Ltd. 12

13 Lunden, A. (2003). Biogas Production Anaerobic Digestion of Grains Diluted in Process Water from a Wastewater Treatment Plant. Master of Science Thesis. Environmental Science Programme. Linkopings Universitet. Swedia. Malik, A. (2007). Environmental Challenge Vis a Vis Opportunity: The Case of Water Hyacinth. Environment International No.33, hal Elsevier Ltd. Patel, V.B., Patel, A.R., Patel, M.C. dan Madamwar, D.B. (1993). Effect of Metals on Anaerobic Digestion of Water Hyacinth-Cattle Dung. Biochemistry and Biotechnology No.43, hal Elsevier Ltd Qaisar, M., Ping, Z., Rehan, M.S., Ul, I.E., Rashid, A.M., dan Yousaf, H. (2005). Anatomical Studies on Water Hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms) under The Influence of Textile Wastewater. Waktu akses : 6 januari 2008, pukul Yadvika, Santosh,Sreekrishnan T.R., Kohli, S., dan Rana, V. (2004). Enhancement of Biogas Production from Solid Substrates using Different Techniques-A Review. Bioresource Technology No. 95, Hal Elsevier Ltd. 13

Disusun Oleh: Diyanti Rizki Rahayu Puspita Ardani Ir. Nuniek Hendriani, M.T. Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng

Disusun Oleh: Diyanti Rizki Rahayu Puspita Ardani Ir. Nuniek Hendriani, M.T. Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng PEMBUATAN BIOGAS DARI ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes ) MELALUI PROSES PRETREATMENT DENGAN JAMUR Phanerochaete chrysosporium DAN Trichoderma harzianum Disusun Oleh: Diyanti Rizki Rahayu Puspita Ardani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Biomassa Enceng Gondok Dari Danau Limboto Sebagai Penghasil Biogas

Pemanfaatan Biomassa Enceng Gondok Dari Danau Limboto Sebagai Penghasil Biogas Pemanfaatan Biomassa Enceng Gondok Dari Danau Limboto Sebagai Penghasil Biogas Julhim S. Tangio, S.Pd, M.Pd Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian terbesar dari kebutuhan energi di dunia selama ini telah ditutupi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi sumber energi fosil seperti minyak dan batu bara dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jerami padi dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini bukan hanya pertumbuhan penduduk saja yang berkembang secara cepat tetapi pertumbuhan di bidang industri pemakai energi pun mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch

Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch Dimas Prasetyo Oetomo, DR.Ir.Totok Soehartanto.DEA Teknik Fisika,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIOMASSA ECENG GONDOK DARI KOLAM PENGOLAHAN GREYWATER SEBAGAI PENGHASIL BIOGAS THE USE OF WATER HYACINTH BIOMASS FROM

PEMANFAATAN BIOMASSA ECENG GONDOK DARI KOLAM PENGOLAHAN GREYWATER SEBAGAI PENGHASIL BIOGAS THE USE OF WATER HYACINTH BIOMASS FROM PEMANFAATAN BIOMASSA ECENG GONDOK DARI KOLAM PENGOLAHAN GREYWATER SEBAGAI PENGHASIL BIOGAS THE USE OF WATER HYACINTH BIOMASS FROM GREYWATER TREATMENT POND FOR BIOGAS PRODUCTION Azay Ragsul Saputri (1)

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) F-396

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) F-396 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-396 Perancangan Sistem Pengukuran ph dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi-Batch Dimas Prasetyo Oetomo dan Totok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

B JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print)

B JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) Pengembangan Metode Pretreatment Melalui Proses Fisik dan Kimia untuk Optimasi Produksi Biogas dari Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) sebagai Alternatif Energi Listrik Biogas Yudhiantono Atidhira, Adam

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK (EICCHORNIA CRASSIPES) : KAJIAN KONSISTENSI DAN ph TERHADAP BIOGAS DIHASILKAN

PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK (EICCHORNIA CRASSIPES) : KAJIAN KONSISTENSI DAN ph TERHADAP BIOGAS DIHASILKAN - xx Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jtki PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK (EICCHORNIA CRASSIPES) : KAJIAN KONSISTENSI DAN ph TERHADAP BIOGAS DIHASILKAN Arnold Yonathan, Avianda Rusba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN

PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN Roy Renatha Saputro dan Rr. Dewi Artanti Putri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas sampah organik dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya

Lebih terperinci

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak 1. Limbah Cair Tahu. Tabel Kandungan Limbah Cair Tahu Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Proses Tahu 80 kg manusia Ampas tahu 70 kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah Diagram

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PENGARUH SIRKULASI TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI KOTORAN SAPI DENGAN BIOREAKTOR LITER

PENGARUH SIRKULASI TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI KOTORAN SAPI DENGAN BIOREAKTOR LITER PENGARUH SIRKULASI TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI KOTORAN SAPI DENGAN BIOREAKTOR 4.500 LITER Dipo Islam Ibnu Hasky, Yulius Hanok Wambukomo, Prof. Dr. Ir. Nonot Soewarno, M.Eng Jurusan Teknik Kimia Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI Inechia Ghevanda (1110100044) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat Triwikantoro, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat

Lebih terperinci

Keywords : Anaerobic process, biogas, tofu wastewater, cow dung, inoculum

Keywords : Anaerobic process, biogas, tofu wastewater, cow dung, inoculum Pengaruh Rasio Pencampuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi Terhadap Proses Anaerob Hadi Purnama Putra 1), David Andrio 2), Shinta Elystia 2) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2) Dosen Teknik

Lebih terperinci

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX Kajian Pemakaian Sampah Organik Rumah Tangga Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biogas Study of Using Household Organic Waster for low income people as a substrate of making

Lebih terperinci

KOMPOSISI CAMPURAN KOTORAN SAPI DAN LIMBAH PUCUK TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L) SEBAGAI BAHAN BAKU ISIAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PEMBENTUKAN BIOGAS

KOMPOSISI CAMPURAN KOTORAN SAPI DAN LIMBAH PUCUK TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L) SEBAGAI BAHAN BAKU ISIAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PEMBENTUKAN BIOGAS KOMPOSISI CAMPURAN KOTORAN SAPI DAN LIMBAH PUCUK TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L) SEBAGAI BAHAN BAKU ISIAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PEMBENTUKAN BIOGAS Danial Ahmad Fauzi. 1, Yuli Hananto. 2, Yuana Susmiati

Lebih terperinci

APLIKASI THERMAL PRE-TREATMENT LIMBAH TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI CO-SUBSTRAT PADA PROSES ANAEROBIK DIGESTI UNTUK PRODUKSI BIOGAS

APLIKASI THERMAL PRE-TREATMENT LIMBAH TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI CO-SUBSTRAT PADA PROSES ANAEROBIK DIGESTI UNTUK PRODUKSI BIOGAS APLIKASI THERMAL PRE-TREATMENT LIMBAH TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SEBAGAI CO-SUBSTRAT PADA PROSES ANAEROBIK DIGESTI UNTUK PRODUKSI BIOGAS Zea mays Darwin, Yusmanizar, Muhammad Ilham, Afrizal Fazil, Satria

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch

Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch Reka Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.1 Vol.2 Jurnal Institut Teknologi Nasional [Pebruari 2014] Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch ANGRAINI 1, MUMU SUTISNA 2,YULIANTI

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN STATER TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DENGAN BAHAN BAKU ECENG GONDOK

PENGARUH PERBEDAAN STATER TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DENGAN BAHAN BAKU ECENG GONDOK PENGARUH PERBEDAAN STATER TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DENGAN BAHAN BAKU ECENG GONDOK Dwi Irawan 1), Teguh Santoso. 2) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Metro. Jl. Ki Hajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan berpati

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang diperlukan adalah limbah padat pertanian berupa jerami padi dari wilayah Bogor. Jerami dikecilkan ukuranya (dicacah) hingga + 2 cm. Bahan lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang cepat dan perkembangan industri yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi cukup besar. Eksploitasi sumber energi yang paling banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

maupun buah yang busuk yang berasal dari pasar atau pertanian. Sehingga energi

maupun buah yang busuk yang berasal dari pasar atau pertanian. Sehingga energi CAMPURAN LIMBAH AIR KARET (LATEKS) ECENG GONDOK DAN KULIT NANAS SEBAGAI BAHAN BAKU BIOGAS Yudi Setiawan,Eka Sari wijianti Jurusan Teknik Mesin Universitas Bangka Belitung yudiubb@yahoo.co.id Abstrak Energi

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI

LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI Oleh: LAILAN NI MAH, ST., M.Eng. Dibiayai Sendiri Dengan Keputusan Dekan Nomor: 276d/H8.1.31/PL/2013 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 6() Januari 7: 7 ISSN 4-784 Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Maya Sarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan kebutuhan energi semakin meningkat menyebabkan adanya pertumbuhan minat terhadap sumber energi alternatif.

Lebih terperinci

Degradasi Substrat Volatile Solid pada Produksi Biogas dari Limbah Pembuatan Tahu dan Kotoran Sapi

Degradasi Substrat Volatile Solid pada Produksi Biogas dari Limbah Pembuatan Tahu dan Kotoran Sapi 14 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 6, No. 1, 212 Degradasi Substrat Volatile Solid pada Produksi Biogas dari Limbah Pembuatan Tahu dan Kotoran Sapi Budi Nining Widarti, Siti Syamsiah*, Panut Mulyono Jurusan

Lebih terperinci

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Limbah cair dari sebuah perusahaan security printing 1 yang menjadi obyek penelitian ini selanjutnya disebut sebagai Perusahaan Security Printing X - memiliki karakteristik

Lebih terperinci

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013 Pemanfaatan Sampah Organik Pasar dan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Alternatif Energi Biomassa (Studi Kasus : Pasar Pagi Arengka, Kec.Tampan, Kota Pekanbaru, Riau) 1 Shinta Elystia, 1 Elvi Yenie,

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (BUAH - BUAHAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Cici Yuliani 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL Oleh : Indriyati Abstrak Limbah cair yang dihasilkan PT. Van Melle Indonesia (PTVMI), mengundang bahan organik tinggi dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS 16-159 ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS Amaliyah Rohsari Indah Utami, Triwikantoro, Melania Suweni Muntini IT TELKOM Bandung, ITS Surabaya, ITS Surabaya E-mail : amaliyahriu@gmail.com

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI DAN KOTORAN SAPI DALAM PEMBUATAN BIOGAS MENGGUNAKAN ALAT ANAEROBIC BIODIEGESTER

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI DAN KOTORAN SAPI DALAM PEMBUATAN BIOGAS MENGGUNAKAN ALAT ANAEROBIC BIODIEGESTER LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI DAN KOTORAN SAPI DALAM PEMBUATAN BIOGAS MENGGUNAKAN ALAT ANAEROBIC BIODIEGESTER Utilization Of Waste Rice Husk and Cow Manure in Biogas Production Using

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO Amy Insari Kusuma 3308100103 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Ellina S.P. MT. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI BIOETANOL MELALUI PROSES ANAEROB (FERMENTASI)

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI BIOETANOL MELALUI PROSES ANAEROB (FERMENTASI) PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI BIOETANOL MELALUI PROSES ANAEROB (FERMENTASI) Dwi Setiana Wati, Rukmanasari Dwi Prasetyani Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN AMPAS KELAPA DAN KULIT PISANG TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

PENGARUH PENAMBAHAN AMPAS KELAPA DAN KULIT PISANG TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 4, No. 2: 91-98 PENGARUH PENAMBAHAN AMPAS KELAPA DAN KULIT PISANG TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI KOTORAN SAPI EFFECT OF ADDITION COCONUT PULP AND BANANA PEEL ON PRODUCTION

Lebih terperinci

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Yommi Dewilda, Yenni, Dila Kartika Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 )

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 ) PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 ) Ika Bagus Priyambada 1, M. Arief Budiharjo 1, dan Juwita Aprianti 2 1 Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H. Sudarto,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi menjadi topik utama dalam perbincangan dunia, sehingga pengembangan energi alternatif semakin pesat. Salah satunya adalah produksi bioetanol berbasis

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

Uji Potensi Biogas dari Limbah Jeroan Ikan Patin (Pangasius sp.) dan Campuran Kiambang (Salvinia molesta) secara Anaerob Batch

Uji Potensi Biogas dari Limbah Jeroan Ikan Patin (Pangasius sp.) dan Campuran Kiambang (Salvinia molesta) secara Anaerob Batch FishtecH Jurnal Teknologi Hasil Perikanan ISSN: 2302-6936 (Print), (Online, http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/fishtech) Vol. 5, No.1: 43-51, Mei 2016 Uji Potensi Biogas dari Limbah Jeroan Ikan Patin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Sebelum dibuang ke lingkungan, keberadaan suatu limbah membutuhkan pengolahan dan pengendalian agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang tidak terkendali. Sehingga, setiap

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN 3. METODE PENELITIAN 3. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Ide dasar penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu teknik pengolahan limbah pertanian, yaitu suatu sistem pengolahan limbah pertanian yang sederhana,

Lebih terperinci

Seeding dan Aklimatisasi pada Proses Anaerob Two Stage System menggunakan Reaktor Fixed Bed

Seeding dan Aklimatisasi pada Proses Anaerob Two Stage System menggunakan Reaktor Fixed Bed [Seeding dan Aklimatisasi pada Proses Anaerob] [Teknik Lingkungan] Itenas No.1 Vol. 6 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional [Maret 2017] Seeding dan Aklimatisasi pada Proses Anaerob Two Stage System

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Masyarakat di Indonesia Konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia sangat problematik, hal ini di karenakan konsumsi bahan bakar minyak ( BBM ) melebihi produksi dalam

Lebih terperinci

POTENSI BIOGAS SAMPAH SISA MAKANAN DARI RUMAH MAKAN

POTENSI BIOGAS SAMPAH SISA MAKANAN DARI RUMAH MAKAN POTENSI BIOGAS SAMPAH SISA MAKANAN DARI RUMAH MAKAN Oleh : Ikhsan Gunawan 339 21 1 Pembimbing : Prof. Dr. Yulinah Trihadiningrum, MAppSc Co-Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Soeprijanto, MSc Latar Belakang Bertambahnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (SAYUR SAYURAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Maya Natalia 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

Natalina 1 dan Hardoyo 2. Surel : ABSTRACT

Natalina 1 dan Hardoyo 2. Surel : ABSTRACT 9- November PENGGUNAAN ENCENG GONDOK (Eichornia crassipes (Mart) Solms) DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica Forsk ) DALAM PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI TAHU Natalina dan Hardoyo ) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja III.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan limbah pulp kakao yang berasal dari perkebunan coklat PT IGE di updelling Cipatat sebagai media atau substrat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Irawati, M. D. F., Sudarno )*, Hadiwidodo, M )* * Dosen Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro

Irawati, M. D. F., Sudarno )*, Hadiwidodo, M )* * Dosen Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro PENGARUH PENGADUKAN DAN VARIASI FEEDING PADA SAMPAH DAPUR RUMAH MAKAN TERHADAP LAJU PRODUKSI BIOGAS DENGAN PENAMBAHAN RUMEN SAPI (BOS TAURUS) SEBAGAI AKTIVATOR Irawati, M. D. F., Sudarno )*, Hadiwidodo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah perlunya usaha untuk mengendalikan akibat dari peningkatan timbulan

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah perlunya usaha untuk mengendalikan akibat dari peningkatan timbulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk memberikan efek negatif, salah satunya adalah terjadinya peningkatan timbulan sampah. Konsekuensi dari permasalahan ini adalah perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BB PNDHULUN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara).

Lebih terperinci

PENGARUH PENGADUKAN DAN VARIASI FEEDING

PENGARUH PENGADUKAN DAN VARIASI FEEDING PENGARUH PENGADUKAN DAN VARIASI FEEDING TERHADAP PEMBENTUKAN BIOGAS DARI SAMPAH DAPUR RUMAH MAKAN PADA REAKTOR BATCH DENGAN AKTIVATOR FESES SAPI (BOS TAURUS) Utomo, D. T, Hadiwidodo, M. )*, Sudarno )*

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir. Hubungan antara Hydraulic Retention Time (HRT) dan Solid Retention Time (SRT) pada Reaktor Anaerob dari Limbah sayuran.

Presentasi Tugas Akhir. Hubungan antara Hydraulic Retention Time (HRT) dan Solid Retention Time (SRT) pada Reaktor Anaerob dari Limbah sayuran. Presentasi Tugas Akhir Hubungan antara Hydraulic Retention Time (HRT) dan Solid Retention Time (SRT) pada Reaktor Anaerob dari Limbah sayuran. Oleh: Faisal Cahyo K (2305100078) Adityah Putri DM (2306100093)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK BIOGAS PRODUCTION FROM WATER HYACINTH

PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK BIOGAS PRODUCTION FROM WATER HYACINTH PRODUKSI BIOGAS DARI ECENG GONDOK BIOGAS PRODUCTION FROM WATER HYACINTH Panggih Winarni 1, Yulinah Trihadiningrum 2, Soeprijanto 3 Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP ITS 1, 2 Jurusan Teknik Kimia, FTI ITS

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH MAKANAN MELALUI PENINGKATAN SUHU BIODIGESTER ANEAROB. Agus Purnomo 1), Edwi Mahajoeno 2)

PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH MAKANAN MELALUI PENINGKATAN SUHU BIODIGESTER ANEAROB. Agus Purnomo 1), Edwi Mahajoeno 2) PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH MAKANAN MELALUI PENINGKATAN SUHU BIODIGESTER ANEAROB Agus Purnomo 1), Edwi Mahajoeno 2) 1) Alumnus Jurusan Biologi FMIPA UNS 2009 2) Dosen Pengajar Jurusan Biologi FMIPA UNS

Lebih terperinci