PENDUGAAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) LILA JUNIYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) LILA JUNIYANTI"

Transkripsi

1 PENDUGAAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) LILA JUNIYANTI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 ii

3 iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Biomassa Atas Tegakan di Hutan Rakyat Menggunakan Citra Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Lila Juniyanti NIM E

4 iv ABSTRAK LILA JUNIYANTI. Pendugaan Biomassa Atas Permukaan di Hutan Rakyat Menggunakan Citra Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo). Dibimbing oleh MUHAMMAD BUCE SALEH. Landsat 8 merupakan satelit pemantau sumberdaya alam yang memiliki saluran pankromatik resolusi spasial 15 m x 15 m, saluran multispektral dengan resolusi spasial 30 m x 30 m, dan saluran termal dengan resolusi spasial 100 m x 100 m. Oleh karena itu diperlukan fusi untuk menghasilkan data citra dengan resolusi spektral sekaligus spasial yang tinggi dari saluran pankromatiknya. Teknik fusi citra yang diuji adalah teknik Principal Component, Multiplicative dan Brovey Transform. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model pendugaan biomassa dengan menggunakan teknk fusi citra dan menghasilkan peta sebaran biomassa berdasarkan model terpilih. Perhitungan biomassa dilakukan dengan menggunakan alometrik, koefisien BEF (Biomass Ekspansion Factor) dan destruktif. Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan parameter uji-f, nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) dan nilai RMSE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik fusi citra tidak memperbaiki hubungan antara nilai digital dengan biomassa di lapangan dibandingkan dengan citra asli. Oleh karena itu, band asli citra digunakan untuk menduga biomassa di lapangan. Model terpilih yang digunakan sebagai dasar pemetaan sebaran kelas ,00533 band 2 biomassa adalah model eksponensial pada citra tanpa fusi Y = Exp - 0,00161 band 7-0,140 band 9-0,00104 band 10 dengan nilai R 2 adj sebesar 16.2% dan RMSE sebesar 1.37 pada VIF kurang dari 5. Hasil dari evaluasi akurasi menunjukkan nilai Overall accuracy sebesar 47.92% dan nilai Kappa Accuracy sebesar 21.26% pada pemetaan dengan 3 kelas. Kata kunci : Fusi citra, Principal Component, Multiplicative, Brovey Transform, Biomassa, Landsat 8, Nilai digital ABSTRACT LILA JUNIYANTI. Above-Ground Biomass Estimation in Private Forest using Landsat 8 imagery (Case Study at Association of Private Forest Farmers Wonosobo). Supervised by MUHAMMAD BUCE SALEH. Landsat 8 is a satellite used to monitor natural resources. This satellite has a panchromatic band of 15 m x 15 m, with a spatial resolution multispectral band of 30 m x 30 m, and a thermal band with a spatial resolution of 100 m x 100 m. Therefore, it requires a fusion to produce image data with a spectral resolution as well as its high spatial panchromatic image. The image fusion technique tested was the technique of Principal Component, Multiplicative and Brovey Transform. This study aimed to obtain a biomass estimation model using an image fusion technique and to produce a biomass distribution map based on the model

5 v chosen. Biomass calculation was carried out using allometric, coefficient of BEF (Biomass Expansion Factor) and destructive method. The selection of the best model was conducted based on F-test parameter, coefficient value of determination corrected (R 2 adj) and RMSE value. The research result showed that the image fusion technique did not improve the relationship between the digital number and the biomass in the field compared to the original image. Therefore, the band original image was used to estimate the biomass in the field. The selected model used as the basis for mapping the distribution of biomass class was the exponential model on the image without fusion Y = Exp ,00533 band 2-0,00161 band 7-0,140 band 9-0,00104 band 10 with an R 2 adj value of 16.2% and RMSE 1.37 on the VIF less than 5. The accuracy evaluation result showed that the Overall accuracy value was 47.92% and the Kappa accuracy value was 21.26% on the mapping with 3 classes. Keywords : Image fusion, Principal Component, Multiplicative, Brovey Transform, Biomass, Landsat 8, Digital number

6 vi

7 vii PENDUGAAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) LILA JUNIYANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 viii

9 ix Judul Skripsi : Pendugaan Biomassa Atas Tegakan di Hutan Rakyat Menggunakan Citra Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) Nama : Lila Juniyanti NIM : E Disetujui oleh Dr Ir M. Buce Saleh, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Ahmad Budiaman, M Sc F Trop Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 x PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah pendugaan biomassa, dengan judul Pendugaan Biomassa Atas Tegakan di Hutan Rakyat Menggunakan Citra Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir M. Buce Saleh, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nisro selaku ketua APHR Wonosobo yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian pada hutan rakyat tersebut. Bapak Mulyadi selaku pengurus APHR Wonosobo yang telah membimbing dan membantu selama pengumpulan data. Ucapa terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Uus dan seluruh keluarga besar Remote Sensing dan GIS atas arahannya dalam menyelesaikan penelitian ini. Selain itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah (Turino) dan ibu (Siti Jami ah), serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada temanteman FORCI, DMNH angkatan 47 dan kakak-kakak DMNH angkatan 46 yang selalu memberikan dukungan dan bantuan sampai terselesaikannya karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2014 Lila Juniyanti

11 xi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Lokasi 2 Alat dan Data 2 Tahapan Pelaksanaan 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Hasil Pengolahan Data Lapangan 8 Hasil fusi citra Citra Landsat 8 10 Penyusunan Model Pendugaan Biomassa 14 Pemilihan Model Terbaik 16 Pembuatan Peta Sebaran Biomassa dan Analisis Akurasi 17 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 22 RIWAYAT HIDUP 27

12 xii DAFTAR TABEL 1. Rumus alometrik untuk menduga jenis tanaman dilahan agroforestri 4 2. Model yang digunakan untuk pendugaan biomassa 6 3. Kondisi lapangan dan biomassa rata-rata pada masing-masing tipe 9 4. Hubungan nilai digital dengan nilai biomassa Model Penduga Biomassa Model penduga biomassa dengan VIF kurang dari Model penduga biomassa dengan VIF kurang dari Kelas sebaran biomassa berdasarkan Sturges dan distribusi biomassa Hasil perhitungan Overall accuracy dan Kappa Accuracy 18 DAFTAR GAMBAR 1. Peta lokasi titik plot pengamatan lapang di APHR Wonosobo 3 2. Scatterplot biomassa setiap plot di lapangan Citra normal dengan resolusi spasial 30 m x 30 m Citra hasil fusi Brovey Transform dengan resolusi spasial 15mx15m Citra hasil fusi Principal Component dengan resolusi spasial 15mx15m Citra hasil fusi Multiplicative dengan resolusi spasial 15mx15m (a) Histogram citra awal, (b) Histogram citra hasil Brovey, (c) Histogram citra hasil PC (d) Histogram citra hasil Multiplicative Peta sebaran biomassa dengan 3 kelas Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN 1. Kelas umur pohon Sengon di daerah APHR Wonosobo Matrik korelasi antara nilai digital citra normal terhadap biomassa Matrik korelasi antara nilai digital citra fusi PC terhadap biomassa Matrik korelasi antara nilai digital citra fusi Multi terhadap biomassa Matrik korelasi antara nilai digital citra fusi Brovey terhadap biomassa Sebaran biomassa dengan 3 kelas Sebaran biomassa dengan 5 kelas Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 3 kelas Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas Peta sebaran biomassa dengan 5 kelas Peta sebaran biomassa dengan 7 kelas 26

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Biomassa hutan berperan penting dalam siklus karbon. Hampir 50% keseluruhan karbon hutan tersimpan dalam vegetasi hutan, sehingga biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim (Sutaryo 2009). Sehubungan dengan perubahan iklim, sistem agroforestri pada hutan rakyat memiliki kontribusi untuk mengurangi peningkatan CO 2 atmosfer dan gas rumah kaca lainnya. Walaupun peran agroforestri dalam mempertahankan cadangan karbon di daratan masih lebih rendah dibandingkan dengan hutan alam, tetapi sistem ini dapat memberikan harapan besar dalam meningkatkan cadangan karbon pada lahan lahan terdegradasi (Balai Penelitian Kehutanan Solo 2010). Informasi tentang potensi biomassa tumbuhan dapat diperoleh dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Kelebihan dari teknologi penginderaan jauh ini adalah dapat memberikan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan lengkap dengan biaya yang relatif murah. Salah satu satelit yang digunakan dalam penginderaan jauh adalah Landsat 8 yang memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal multispektral sebanyak 10 buah dan kanal pankromatik sebanyak 1 buah. Penelitan pendugaan biomassa atas tegakan dengan menggunakan citra landsat 8 yang dilakukan oleh Solihin (2014) di KPH Ciamis, menghasilkan model penduga biomassa terbaik dengan nilai R 2 adj sebesar 26.9% dan RMSE sebesar pada nilai VIF kurang dari 5. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan nilai peubah pada citra dalam menjelaskan keragaman nilai biomassa di lapangan rendah. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan perbaikan citra landsat dengan menggunakan metode fusi citra untuk meningkatkan kemampuan nilai peubah citra dalam menjelaskan nilai biomassa di lapangan.. Fusi citra adalah teknik untuk menggabungkan detail spasial dan detail spektral sehingga didapatkan citra multispektral baru dengan informasi spasial dan spektral yang lebih baik. Pada sistem sensor satelit penginderaan jauh, resolusi spasial dan resolusi spektral citra merupakan hal yang saling bertolak belakang. Keterbatasan penyediaan citra multispektral beresolusi tinggi menyebabkan diperlukannya solusi untuk menghasilkan citra yang kaya akan informasi spasial maupun warna. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model pendugaan biomassa dengan menggunakan teknik fusi citra dan menghasilkan peta sebaran biomassa berdasarkan model terpilih.

14 2 Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan informasi tentang potensi biomassa pada sistem agroforestri di Hutan Rakyat APHR Wonosobo dan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan estimasi jumlah karbon yang berguna dalam kegiatan perdagangan karbon. Selain itu, penelitian ini juga memberikan gambaran tentang pengaplikasian fusi citra dalam melakukan pendugaan biomassa dengan menggunakan penginderaan jauh. METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - September Pengambilan data lapang dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014 yang meliputi Hutan Rakyat milik Asosiasi Petani Hutan Rakyat di Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo. Pengolahan data, analisis data dan penyusunan laporan dilaksanakan pada bulan Juni September 2014 yang bertempat di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Data Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Global Positioning System (GPS), haga hypsometer, clinometer, timbangan digital, tali, alat tulis, tally sheet, kamera digital, pita ukur dengan panjang maksimal 30 m yang digunakan untuk pembuatan plot, pita jahit dengan panjang maksimal 120 cm yang diguakan untuk mengukur keliling pohon, plastik sampel, oven, kertas koran, satu unit laptop dengan perangkat lunak Erdas Imagine 9.1, Arc View 3.2, ArcGIS 9.3, Minitab 16, Microsoft Excel 2010, dan Microsoft Word Data yang digunakan pada penelitian ini adalah citra landsat 8 OLI path 120 row 65 perekaman tahun 2014, peta adiministrasi Kabupaten Wonosobo skala 1: dan peta rupa bumi Indonesia daerah Jawa Tengah skala 1: Tahapan Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan penelitian ini secara umum dilakukan dengan mengumpulkan data lapangan, pengolahan data lapangan, pra pengolahan citra, pengolahan data citra, penyusunan dan pemilihan model penduga sebaran biomassa dan pembuatan peta sebaran biomassa. Pengumpulan Data Lapangan Penentuan titik dan pengambilan data dilakukan secara purposive sampling yang direncanakan berdasarkan kondisi hutan rakyat di Asosiasi Petani Hutan Rakyat (APHR) Wonosobo. Pemilihan titik plot dilapangan sebanyak 48 plot

15 3 dilakukan berdasarkan sebaran tipe agroforestri yang terdapat di hutan rakyat, sebaran umur sengon dan komposisi antara tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan yang didominasi oleh sengon. Titik plot tersebut tersebar di empat tipe agroforestri antara lain 9 plot tipe kopi dan sengon, 16 plot tipe salak dan sengon, 5 plot tipe kakao dan sengon, 4 plot tipe nanas dan sengon dan 14 plot di kebun campuran. Plot contoh yang digunakan berbentuk persegi dengan luasan 20 m x 20 m dan dibagi menjadi empat kuadran dengan ukuran 10 m x 10 m. Kriteria pengambilan titik didasarkan pada sebaran umur sengon yang diklasifikasikan menjadi tiga kelas umur yaitu umur muda, sedang dan tua pada masing masing tipe agroforestri yang ada di lapangan. Gambar 1 menyajikan lokasi titik plot pengamatan di lapangan. Gambar 1 Peta lokasi titik plot pengamatan lapang di APHR Wonosobo Berdasarkan peta lokasi pada Gambar 1, warna citra yang tampak di wilayah tersebut adalah warna hijau, merah muda dan biru tua. Warna hijau menunjukkan wilayah tersebut ditutupi oleh vegetasi dan warna biru tua menunjukkan badan air. Untuk warna merah muda dengan tekstur yang halus merupakan pemukiman warga, sedangkan warna merah muda dengan tekstur yang kasar merupakan lahan terbuka seperti lapangan dan kebun pembibitan. Untuk mengukur koordinat titik pengamatan digunakan alat bantu berupa GPS. Setelah posisi terekam maka dilakukan pembuatan plot contoh dengan luasan yang sudah ditentukan, kemudian dilakukan pengukuran terhadap parameter tegakan berupa diameter pohon setinggi dada (dbh), tinggi total (Tt), tinggi bebas cabang (Tbc) dan jenis pohon. Pada tipe agroforestri dengan tanaman pertanian salak dan nanas, dilakukan pengambilan sampel berdasarkan sebaran umur tanaman tersebut untuk ditimbang bobot basah maupun bobot keringnya. Pengolahan Data Lapangan Pengolahan data lapangan dilakukan untuk menduga biomassa atas permukaan plot plot yang telah diukur. Pendugaan biomassa atas permukaan

16 4 dilakukan dengan menggunakan alometrik yang telah tersedia, menggunakan koefisien BEF tegakan dan menimbang bobot basah maupun bobot kering untuk tanaman salak dan nanas. Ketterings (2001) menjelaskan bahwa jenis tanaman yang tidak memiliki rumus alometrik dapat diklasifikasikan ke dalam pohon bercabang seperti duku, durian, jengkol, cengkeh, mangga, limus dan pohon tidak bercabang seperti sungkai dengan mengetahui berat jenis pohon tersebut. Tabel 1 menyajikan alometrik yang digunakan dalam pendugaan biomassa atas permukaan pada penelitian ini. Tabel 1 Rumus alometrik untuk menduga jenis tanaman dilahan agroforestri Jenis Tanaman Rumus Alometrik Sumber Sengon AGB = D Sugiharto (2002) Mahoni AGB = D 2.68 Adinugroho (2001) Jati AGB = (D 2 H) BPKH JATENG (2009) Pisang AGB = D Arifin (2001) Kopi AGB = H D 2.06 Arifin (2001) Kakao AGB = D 1.96 Yuliasmara et al (2009) Pohon bercabang AGB = 0.11 ρ D 2.62 Ketterings (2001) Sumber : (Hairiah et al. 2011) Pendugaan biomassa atas permukaan menggunakan Biomass Expansion Factor (BEF) dilakukan dengan menggunakan rumus : AGB = (Vpohon*WD) * BEF tegakan (Krisnawati 2012) Keterangan : AGB = Above Ground Biomass (ton/ha) Vpohon = Volume tegakanberdasarkan rumus geometrik (m 3 ) WD = Berat jenis kayu (kg/ m 3) BEF tegakan = Biomass Expansion Factor dengan koefisien 3.4 untuk daun lebar pada hutan tropis (IPCC 2003) V pohon = 0.25 π * ( ) 2 * H * F (Krisnawati 2012) Keterangan : V pohon = Volume pohon (m 3 ) Π = 3.14 dbh = Diameter setinggi dada (cm) H F = Tinggi pohon (m) = Angka bentuk dengan koefisien 0.6 untuk nilai angka bentuk batang umum (Krisnawati dan Harbagung 1996) Pendugaan biomassa untuk tanaman pertanian yang berupa salak dan nanas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus : AGB = * Bbt

17 5 Keterangan : AGB Bs Bbs Bbt = Above Ground Biomass (gr) = Berat kering sampel (gr) = Berat basah sampel (gr) = Berat basah total (gr) Pra Pengolahan Citra Pra pengolahan citra merupakan tahap awal dari pengolahan citra satelit yaitu mulai dari fusi citra, koreksi geometri citra dan pemotongan citra. 1. Fusi citra Fusi citra merupakan metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan gambar resolusi tinggi multispektral dari citra pankromatik resolusi tinggi dan citra multispektral resolusi rendah (Ehlers et al 2009). Metode Fusi citra ini menggunakan citra pankromatik yang merupakan saluran band 8 pada citra landsat 8 dengan resolusi 15 meter dan citra multispektral sebanyak 10 band yang terdapat pada citra landsat 8. Dengan menggunakan Interpreter pada perangkat Erdas Imagine 9.1, proses fusi citra ini dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu Brovey Transform, Multiplicative dan Principal Component. Brovey Transform merupakan metode yang digunakan untuk menggabungkan dua citra digital yang berbeda resolusi spasial dan spektralnya. Rumus yang digunakan untuk transformasi brovey adalah sebagai berikut : Keterangan : Band nilai digital = Band 4, 3 dan 2 Pan = Citra pankromatik Multiplicative merupakan metode fusi citra yang mengalikan citra pankromatik resolusi tinggi dengan citra multispektral resolusi rendah piksel-bypiksel untuk mendapatkan citra baru (Wenbo et al. 2008). Rumus yang digunakan dalam metode Multiplicative adalah sebagai berikut : Nilai Digital fused(i) = Nilai Digital resolusi rendah * Nilai Digital resolusi tinggi Keterangan : Nilai Digital fused(i) Nilai Digital = Citra fusi citra band i = Nilai digital

18 6 Principal Component digunakan untuk mentransformasi citra multispektral beresolusi rendah untuk mendapatkan komponen penting representatif baru yang saling tidak berkorelasi. 2. Koreksi Geometri Citra Koreksi geometri dibutuhkan untuk melakukan rektifikasi agar koordinat pada citra sesuai dengan koordinat geografi. Proses rektifikasi dengan data Digital Elevation Model (DEM) dari Global Land Surveys 2000 sudah dilakukan pada Citra Landsat 8, sehingga hanya perlu dilakukan reproject citra untuk mengubah proyeksi citra menjadi Universal Tranverse Mercator (UTM) zona 49 S dan datum yang digunakan adalah WGS Pemotongan Citra Pemotongan citra ini bertujuan untuk memperoleh citra yang sesuai dengan lokasi yang akan diamati yaitu Hutan Rakyat milik APHR Wonosobo meliputi Desa Kalimendong, Jonggolsari, Durensawit dan Manggis. Pengolahan Data Citra Citra yang digunakan dalam penilitian ini yaitu citra LANDSAT 8 yang telah dilakukan fusi citra dengan metode Brovey Transform, Multiplicative dan Principal Component. Masing masing metode tersebut dapat menghasilkan nilai digital yang berbeda beda. Dengan menggunakan ekstensi Classifier pada Erdas Imagine 9.1 dibuat buffer pada titik pengamatan dilapangan dengan ukuran buffer 3 piksel x 3 piksel pada citra normal dan 6 piksel x 6 piksel pada citra hasil fusi. Buffer tersebut setara dengan 90 m x 90 m yang ditentukan berdasarkan pertimbangan eror GPS dan pergeseran citra. Square buffer yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai AOI (Area of Interest) sehingga didapat nilai digital rata rata pada buffer titik pengamatan. Penyusunan dan Pemilihan Model Analisis hubungan antara biomassa di atas permukaan tanah dengan nilai digital masing masing band pada citra Landsat 8 yang telah dilakukan fusi citra dengan menggunakan metode Brovey Transform, Multiplicative dan Principal Component menggunakan beberapa model matematika disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Model yang digunakan untuk pendugaan biomassa Jenis Model Bentuk Model Model Regresi Linier Berganda Y = a + bx1 + cx2...+nxn Model Eksponensial (a + bx1 + cx2...+nxn) Y = Exp Model Kuadratik Y = a + bx cx nXn 2 Keterangan : Y = Biomassa; X 1,2...n = nilai digital band Landsat 8 Proses menganalisis hubungan antara nilai digital masing masing band dan biomassa dilakukan dengan menggunakan software Minitab 16. Pemilihan model dilakukan dengan memperhatikan koefisien determinasi terkoreksi R 2 adj, Root Mean Square Error (RMSE) yang paling rendah dan faktor inflasi variansinya (VIF). Semakin tinggi nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj), maka semakin besar peranan nilai peubah tersebut dalam menjelaskan nilai

19 7 biomassa atas permukaan. Selang nilai untuk koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) adalah 0 100%. Berikut perhitungan koefisien determinasi terkoreksi : R 2 adj Keterangan : JKS = Jumlah kuadrat sisa JKT = Jumlah kuadrat total (n-p) = derajat bebas sisa (n-1) = derajat bebas total Model dengan lebih dari satu variabel rentan terhadap terjadinya multikolinearitas. Oleh karena itu, pada saat penyusunan model perlu dilakukan pengujian multikolinearitas. Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk menguji adanya multikolinearitas pada regresi linear berganda adalah Variance Inflation Factors (VIF). Jika suatu model mengandung nilai VIF lebih dari 10, maka koefisien koefisien regresi yang ada pada suatu model adalah estimasi yang kurang baik karena pengaruh multikolinearitas (Putri 2011). Pembuatan Peta Sebaran Biomassa Atas Permukaan Pembuatan peta sebaran dilakukan dengan bantuan software Erdas Imagine 9.1 untuk melakukan pemodelan spasial dengan menggunakan modeler dan ArcGis 9.3 untuk melakukan reklasifikasi nilai biomassa di lapangan pada setiap pikselnya. Peta sebaran dibuat berdsarkan kelas yang telah ditentukan. Penentuan banyaknya kelas awalnya mengacu pada Sturges, namun selanjutnya penentuan jumlah kelas berdasarkan distibrusi sebaran biomassa di plot pengamatan secara merata yaitu sebanyak 3 kelas dan 5 kelas. K = 1 + (3.3) log n (Sturges 1926) Keterangan : K = Banyaknya kelas n = Banyaknya data Selang kelas ditentukan dengan : I = (Bmax-Bmin)/K Keterangan : I = Interval kelas Bmax = Biomassa maksimum Bmin = Biomassa minimum Penghitungan Overall Accuracy dan Kappa Accuracy Analisis akurasi hasil pembuatan peta sebaran kelas biomassa dilakukan dengan menghitung Overall Accuracy dan Kappa Accuracy. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Jaya 2010):

20 8 Keterangan : OA = Overall Accuracy (%) K = Kappa Accuracy (%) Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi dari baris ke- i dan kolom ke- i Xi+ = jumlah piksel dalam kolom ke- i X+i = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya titik contoh Klasifikasi dengan nilai akurasi terbesar menunjukkan bahwa hasil klasifikasi memiliki presentase ketepatan yang lebih besar. Lebih lanjut, simpangan dari Kappa dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : = [ ] dimana : 1 = 2 = 2 3 = 2 3 = 2 /N 3 Uji signifikasi dua nilai Kappa dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Z = >1.96 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengolahan Data Lapangan Penelitian ini dilakukan di empat tipe agroforestri yaitu tipe sengon dan salak, sengon dan kopi, sengon dan nanas, sengon dan kakao, serta kebun campuran. Plot contoh yang diambil tersebar di empat desa yang termasuk dalam wilayah Hutan Rakyat APHR Wonosobo yaitu Desa Durensawit, Desa Kalimendong, Desa Manggis dan Desa Jonggolsari. Pada setiap plot dilakukan perhitungan biomassa untuk setiap jenis pohon dengan menggunakan alometrik biomassa yang tersedia. Jika terdapat jenis yang belum memiliki alometrik biomassa, maka dilakukan perhitungan volume baik itu menggunakan alometrik volume yang tersedia maupun volume geometrik.

21 9 Selanjutnya, untuk perhitungan biomassa menggunakan BEF (Biomassa Expansion Factor). Pada jenis salak dan nanas perhitungan biomassanya dilakukan dengan menggunakan berat basah dan berat kering yang diperoleh dari pengambilan sampel berdasarkan sebaran umur yang ada di lapangan. Tabel 3 menyajikan informasi tentang kondisi lapangan dan biomassa rata-rata yang terdapat pada masing-masing tipe agroforestri. Tabel 3 Kondisi lapangan dan biomassa rata-rata pada masing-masing tipe Rincian Biomassa ratarata Tipe jumlah Kondisi Lapangan plot (ton/ha) 7 Sengon pada kelas umur muda Sengon dan Kopi Sengon pada kelas umur tua Sengon dan Nanas 4 Sengon pada kelas umur muda Sengon pada kelas umur sedang Sengon dan Kakao Sengon pada kelas umur tua 6 Sengon pada kelas umur muda Sengon dan Salak 5 Sengon pada kelas umur sedang Sengon pada kelas umur tua Jenis pohon sengon, duku, durian, kelapa, nangka, petai, Kebun Campuran 16 pisang, sengon, suren, cengkeh, jati, cokelat, nangka, kopi, mahoni Tabel 3 menunjukkan bahwa kebun campuran merupakan tipe hutan rakyat yang paling banyak ditemukan di lapangan, sehingga pengambilan plot di tipe ini paling tinggi yaitu sebanyak 16 plot. Pada tipe agroforestri dengan tanaman berkayu berupa sengon, tipe sengon dan salak memiliki komposisi umur sengon yang merata yaitu dari sedang hingga tua. Tanaman salak yang terdapat pada tipe ini memiliki rentang umur 1 tahun hingga lebih dari 10 tahun, dengan umur tanaman salak pada setiap plotnya sama. Untuk tipe sengon dan nanas hanya ditemukan sengon kelas umur muda dengan kerapatan sengon yang tinggi. Tanaman nanas yang ditemukan di lapangan memiliki rentang umur 3 bulan hingga 2 tahun, dengan umur yang bervariasi pada setiap plotnya. Tipe sengon dan kopi didominasi oleh sengon dengan umur muda. Tanaman kopi yang terdapat di tipe ini memiliki diameter tanaman sangat kecil bahkan kurang dari 1 cm, hal ini yang menyebabkan biomassa pada tipe ini sangat rendah dibandingkan dengan tipe yang lain. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa perhitungan biomassa yang paling besar terdapat pada tipe sengon dan salak yaitu sebesar ton/ha, sedangkan untuk biomassa terendah terdapat pada tipe sengon dan kopi sebesar 2.01 ton/ha. Seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Rusolono (2006), agroforestri dengan tanaman kopi memiliki biomassa sekitar ton/ha dan tipe kebun campuran memiliki biomassa sekitar ton/ha. Apabila dibandingkan dengan biomassa pada hutan tropis, agroforestri memiliki biomassa yang lebih rendah. Menurut Clark (1999), data dari studi ekologi di hutan hujan

22 10 tropis menunjukkan bahwa hutan hujan tropis memiliki biomassa sekitar ton/ha. Gambar 2 menyajikan informasi tentang biomassa setiap plot di lapangan. Gambar 2 Scatterplot biomassa setiap plot di lapangan Scatterplot tersebut menunjukkan bahwa nilai biomassa terkecil yang ditemukan di lapangan sebesar 0.93 ton/ha dan nilai biomassa terbesar 247 ton/ha. Dari keseluruhan plot yang terdapat di lapangan, terdapat 3 plot pencilan dengan nilai biomassa sangat tinggi yaitu 193 ton/ha hingga 247 ton/ha. Seluruh plot pencilan tersebut terdapat pada tipe sengon dan salak. Jumlah biomassa pada setiap tipe dipengaruhi oleh diameter, tinggi, jumlah pohon dan komposisi antara sengon dengan tanaman dibawah tegakan. Tipe salak dan Sengon memiliki biomassa yang tinggi karena banyak ditemukan pohon sengon dengan diameter yang besar hingga mencapai lebih dari 50 cm. Tipe agroforestri dengan tanaman kopi dan nanas memiliki biomassa yang rendah karena sebagian besar sengon yang ada pada tipe tersebut merupakan sengon muda dengan diameter yang kecil. Hasil fusi citra Citra Landsat 8 Fusi citra secara umum diartikan sebagai teknik untuk mengintegrasikan detail geometri atau spasial dari suatu citra pankromatik (hitam putih) beresolusi tinggi dengan citra multispektral beresolusi rendah. Menurut (Wenbo et al. 2008), tujuan yang hendak dicapai dalam tahapan ini adalah didapatkannya tepian objek yang semakin jelas serta didapatkannya informasi warna yang paling tajam dan representatif dengan mengacu pada citra multispektral awal. Terdapat tiga metode yang digunakan dalam proses fusi citra ini, yaitu Brovey Transform, Multiplicative dan Principal Component. Data sumber pertama adalah saluran band 8 yang merupakan citra pankromatik dengan panjang gelombang µm dan resolusi spasial 15 meter dari wilayah Jawa Tengah. Pasangannya adalah saluran coastal aerosol, NIR, SWIR, sinar tampak, cirrus dengan resolusi spasial 30 meter dan TIRS dengan resolusi spasial 100 meter yang terdapat pada saluran band citra landsat 8.

23 11 Fusi citra dilakukan pada citra pankromatik dan band lainnya yang terdapat pada landsat 8, dengan metode Brovey Transform, Multiplicative dan Principal Component. Ketiga metode tersebut menghasilkan citra multispektral baru dengan resolusi spasial 15 meter. Gambar 3 menyajikan perbandingan citra tanpa fusi citra dengan citra fusi citra. Gambar 3 Citra normal dengan resolusi spasial 30 m x 30 m Gambar 4 Citra hasil fusi Brovey Transform dengan resolusi spasial 15mx15m

24 12 Gambar 5 Citra hasil fusi Principal Component dengan resolusi spasial 15mx15m Gambar 6 Citra hasil fusi Multiplicative dengan resolusi spasial 15mx15m Hasil diatas merupakan citra yang sudah di-subset dan di-reproject sesuai dengan lokasi penelitian. Secara visual dapat diamati bahwa citra fusi hasil transformasi Brovey memiliki kekontrasan yang tinggi dibandingkan dengan metode lainnya maupun dengan citra awal. Citra hasil transformasi Brovey memperlihatkan kedekatan dengan warna citra multispektral awal, sedangkan citra hasil Principal Component (PC) dan Multiplicative memberikan informasi yang jauh berbeda dengan informasi warna citra multispektral awal. Meskipun ketiga metode dalam fusi citra ini mampu menghasilkan resolusi spasial yang lebih baik yaitu sebesar 15 meter atau sama dengan resolusi citra pankromatik awal, namun secara visual citra hasil transformasi Brovey mampu memberikan informasi spektral yang lebih baik dibandingkan dengan metode yang lainnya. Seperti yang disimpulkan dalam penelitian Svab dan Otsir (2006), Brovey merupakan salah satu metode fusi citra yang menghasilkan karakteristik spektral maupun spasial yang baik. Perubahan visual citra fusi citra ini disebabkan karena adanya perubahan nilai nilai piksel atau Nilai digital dari suatu citra maupun bagian tertentu di dalam citra. Informasi tentang perubahan nilai piksel ini dapat dilihat dari histogram citra. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas piksel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra.

25 13 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tood et al. (1997), sinar merah merupakan sinar tampak yang diserap oleh zat aktif fotosintesis sehingga sinar merah ini sangat sensitif terhadap biomassa suatu vegetasi. Oleh karena itu, histogram yang diamati dalam penelitian ini adalah histogram dari band sinar merah. Gambar 7 menyajikan histogram citra tanpa fusi citra dan citra fusi citra. (a) (b) (c) (d) Gambar 7 (a) Histogram citra awal, (b) Histogram citra hasil Brovey, (c) Histogram citra hasil PC (d) Histogram citra hasil Multiplicative Menurut Ibrahim (2004), bentuk histogram yang lebar menunjukkan bahwa citra ini memiliki kontras yang baik, karena menggunakan daerah tingkat keabuan secara penuh dengan distribusi piksel yang hampir merata pada setiap harga intensitas piksel. Sebaliknya, histogram yang sempit menunjukkan citra dengan kontras rendah karena hanya menggunakan aerah tingkat keabuan yang lebih sedikit. Oleh karena itu, bentuk histogram yang cenderung sama menunjukkan bahwa proses fusi citra tidak mengubah kekontrasan citra, kecuali pada proses Multiplicative. Gambar 7 juga menunjukkan bahwa hasil Principal component memiliki nilai piksel atau nilai digital yang paling tinggi yaitu dengan histogram yang terkonsentrasi di bagian kanan. Semakin ke kanan histogram, maka semakin besar nilai pikselnya dan semakin cerah citra tersebut. Berdasarkan analisis tersebut, maka secara berurutan citra yang paling terang ke citra kurang terang antara lain citra hasil Principal Component, citra awal, citra hasil Brovey Transform, dan citra hasil Multiplicative. Wandayani (2007) menjelaskan bahwa perubahan histogram pada citra fusi citra disebabkan karena jauhnya perbedaan rentang histogram pada citra pankromatik dan citra multispektral menyebabkan distorsi warna pada citra hasil

26 14 fusi. Distorsi warna yang terjadi pada citra hasil fusi tersebut membuat nilai digital dari masing-masing band berubah dari nilai digital pada citra awal. Penyusunan Model Pendugaan Biomassa Model penduga biomassa disusun berdasarkan perhitungan biomassa yang ada di lapangan dengan nilai digital band asli citra landsat 8, baik itu citra normal maupun citra hasil fusi. Korelasi antara nilai digital band asli citra landsat 8 dengan biomassa disajikan dalam Tabel 4. Korelasi Pearson Metode Tabel 4 Hubungan nilai digital dengan nilai biomassa Korelasi nilai digital band Normal BT PC Multi Nilai r terbesar adalah +1 yang menunjukkan hubungan positif sempurna dan r terkecil adalah -1 yang menunjukkan hubungan negatif sempurna (Usman dan Akbar 2000). Hasil diatas menunjukkan bahwa nilai digital dengan nilai biomassa memiliki koefisien korelasi (r) yang rendah. Metode Fusi citra ternyata tidak membuat korelasi antara nilai digital dengan biomassa yang ada di lapangan menjadi lebih baik. Svab dan Otsir (2006) menegaskan bahwa sulit memperoleh hasil fusi citra yang baik apabila band spektral yang digunakan dalam fusi tidak mencakup panjang gelombang yang sama dengan citra pankromatik. Selain itu, teknik fusi citra tidak bisa mempertahankan nilai digital dari citra multispektral awal. Penyusunan model penduga biomassa menggunakan asumsi bahwa dengan nilai r 0 maka nilai digital dengan biomassa masih memiliki hubungan linier. Oleh karena itu, penyusunan model biomassa menggunakan seluruh band pada citra, kecuali band pankromatik. Selain itu dalam menyusun model pendugaan biomassa juga mempertimbangkan hasil matrik korelasi antar band citra, dimana band citra yang memiliki hubungan korelasi tinggi antar bandnya digunakan beberapa saja sebagai variabel bebas untuk menyusun model. Tabel 5 menyajikan persamaan regresi dari kombinasi band yang digunakan untuk menyusun model. Tabel 5 Model Penduga Biomassa Model Metode Persamaan regresi Linier Berganda Normal Y = band band 2-85 band band ,0 band 5-47,0 band ,8 band band 9-33,6 band ,0 band 11 Y = ,192 band 2-0,039 band 3 + 0,620 band 4 + 0,0171 band 5-0,206 band 7-2,01 band 9-0,0677 band 10 Brovey *Y = band band band band band band band band band band 11 R 2 (%) R 2 adj (%) Fhit Ftabel

27 15 Model Metode Persamaan regresi Kuadratik Eksponensial Y = band band 2-282band band band band band 10 Multi Y = band band band band band band band band band band 11 Y = band band band band band band band 11 PC Y = band band 2-51band band ,3 band 5-62,1 band ,9 band 7-45 band 9-36,2 band band 11 Y = band band band 4 + 9,57 band 5-8,9band 6-46,8 band band 11 Normal Y = ,0109 band 1-0,0319 band 2-0,00608 band 3 + 0,0254 band 4 + 0, band 5-0,00187 band 6 + 0,00085 band 7 + 0,0081 band 9-0, band ,00098 band 11 Y= , band 2-0, band 3 + 0, band 4 + 0, band 5-0, band 7-0, band 9-0, band 10 Brovey Y = ,58 band 1-4,15 band 2-1,28 band 3 + 1,95 band 4-0,035 band 5-0,394 band 6-0,187 band 7 + 0,037 band 9 + 0,107 band 10-0,08 band 11 Y = ,20 band 1-3,13 band 2-0,049 band 3 + 0,0065 band 5-0,412 band 6 + 0,585 band 7 + 0,064 band 10 Multi Y = band band band band ,4 band band band band band band 11 Y = ,53 band 1 + 9,09 band 2 + 6,5 band 4-0,039 band 5-0,080 band 6-0,587 band 9 + 0,39 band 11 PC Y = ,00675 band 1-0,0105 band 2-0,00088 band 3 + 0,00453 band 4 + 0, band 5-0, band 6 + 0,00176 band 7-0,00086 band 9-0,00203 band 10-0,0318 band 11 Y = ,00075 band 1 + 0,00131 band 3 + 0, band 5-0, band 6-0,00005 band 9-0,00282 band 10-0,0017 band 11 Normal Y= Exp ,0017 band 1-0,0568 band 2-0,0025 band 3 + 0,0371 band 4-0,00142 band 5 + 0,00546 band 6-0,0090 band 7-0,242 band 9 + 0,00255 band 10-0,0099 band 11 *Y = Exp Brovey Y = Exp Multi 787-0,0146 band 2 + 0,00559 band 3 + 0,0131 band 4 R 2 (%) R 2 adj (%) Fhit Ftabel , band 5-0,00509 band 7-0,139 band 9-0,00211 band ,593 band 1-2,19 band 2-0,817 band 3-0,098 band 4-0,559 band 5-0,490 band 6-0,691 band 7 + 0,538 band 9 + 0,642 band ,549 band 11 Y = Exp ,19 band 1-1,39 band 2-0,055 band 3-0, band 5-0,0183 band 6-0,051 band 7 + 0,125 band Y = Exp 194-1,90 band 1 + 3,72 band ,5 band 3-12,8 band 4-0,65 band 5-6,41 band 6 + 5,92 band 7 + 1,32 band 9-0,61 band 10-5,01 band 11 Y = Exp ,77 band 1 + 2,50 band 2 + 0,18 band 4 + 0, band 5-3,51 band 6 + 2,25 band 9-4,96 band PC Y = Exp ,0818 band 1-0,0986 band 2 + 0,0040 band 3 + 0,0195 band 4 + 0,00821 band 5-0,00674 band 6 + 0,0183 band 7-0,0278 band 9-0,00674 band 10-0,215 band

28 16 Model Metode Persamaan regresi Y = Exp Ket : *model yang terpilih ,0080 band 1 + 0,0058 band 3 + 0,00496 band 5 + R 2 (%) R 2 adj (%) Fhit Ftabel 0,00415 band 6-0,0224 band 9-0,00854 band 10-0,169 band Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua model yang terpilih memiliki nilai F hitung lebih besar dari F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa band yang menjadi variabel bebas dalam model ini merupakan peubah yang siginifikan untuk menjelaskan biomassa di lapangan, sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut pada model ini. Pemilihan Model Terbaik Penyusunan model pendugaan biomassa yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi. Pada model tersebut biomassa berfungsi sebagai variabel tak bebas (y) dan nilai digital pada masing- masing saluran band yang terdapat pada landsat 8 sebagai variabel bebas (x). Dalam hal ini, variabel bebas yang digunakan lebih dari satu sehingga dapat menyebabkan munculnya multikolinearitas. Menurut Putri (2011), multikolinearitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi korelasi yang kuat diantara variabel prediktor yang diikutsertakan dalam pembentukan model regresi linear. Multikolinearitas yang terjadi antara dua variabel atau lebih dalam suatu persamaan regresi menyebabkan perkiraan koefisien dari variabel yang bersangkutan menjadi tak terhingga sehingga tidak mungkin lagi menduganya. Salah satu teknik yang digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas yaitu Variance Inflation Factors (VIF). Nilai VIF yang melebihi 10 menandakan bahwa koefisien koefisien regresi adalah estimasi yang kurang baik karena pengaruh multikolinearitas. Informasi tentang hasil analisis regresi pemilihan model terbaik untuk pendugaan biomassa dengan nilai VIF kurang dari 5 disajikan dalam Tabel 6. Metode Brovey Tabel 6 Model penduga biomassa dengan VIF kurang dari 10 Persamaan regresi Y = band band band band band band 11 Normal Y = Ekp 0, , , , , , R 2 (%) R 2 adj (%) Fhit Ftabel RMSE Berdasarkan hasil diatas diketahui bahwa nilai F hitung lebih besar dari F tabel pada semua model, maka semua variabel bebas yang terdapat pada persamaan merupakan penjelas yang signifikan. Pada penelitian ini juga dibuat model dengan VIF kurang dari 5, dengan menghilangkan variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 5. Putri (2011) mengatakan bahwa persamaan dengan nilai VIF kurang dari 5 akan memiliki koefisien variabel bebas yang lebih stabil. Informasi tentang model regresi penduga biomassa dengan nilai VIF kurang dari 5 disajikan dalam Tabel 7.

29 17 Tabel 7 Model penduga biomassa dengan VIF kurang dari 5 Metode Persamaan regresi R 2 Brovey Y = band band band 11 Normal Y = Exp band 9-0,00104 band 10 *ket: model terpilih ,00533 band 2-0,00161 band 7-0,140 (%) R 2 adj (%) Fhit Ftabel RMSE Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa nilai F hitung lebih besar dibandingkan F tabel pada semua model sehingga variabel bebas yang terdapat pada persamaan tersebut merupakan variabel bebas yang signifikan dalam menjelaskan keragaman biomassa. Model terpilih dengan nilai VIF kurang dari 5 adalah model eksponensial dari citra tanpa fusi karena memiliki nilai R 2 adj yang lebih besar 23.3% dan nilai RMSE yang lebih kecil yaitu Hasil ini tidak lebih baik dibandingkan dengan model penduga biomassa hasil penelitian Solihin (2014), dimana nilai R 2 adj sebesar 26.9% dan RMSE sebesar pada nilai VIF kurang dari 5. Hal ini bisa disebabkan karena data yang digunakan belum bisa mewakili kondisi lapangan yang sebenarnya. Model penduga biomassa yang dihasilkan dari analisis regresi cenderung memiliki nilai R 2 adj yang rendah, sehingga dapat diketahui bahwa keragaman nilai biomassa di lapangan yang mampu dijelaskan oleh nilai digital pada masingmasing band sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan karena data yang digunakan belum mewakili kondisi lapangan yang sebenarnya. Rendahnya kemampuan nilai digital dalam menjelaskan biomassa di lapangan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jenis sensor dan kualitas citra serta objek yang diteliti. Gautam et al. (2010) menjelaskan bahwa efek gangguan atmosfer (saturasi) menyebabkan citra berbasis optik umumnya menghasilkan nilai biomassa yang cenderung underestimate, sehingga kemampuan data citra satelit dalam menjelaskan nilai biomassa di lapangan rendah. Selain itu, agroforestri yang cenderung heterogen dan lokasi penelitian dengan topografi yang curam menyebabkan kualitas citra di lokasi tersebut kurang baik. Pembuatan Peta Sebaran Biomassa dan Analisis Akurasi Peta sebaran biomassa dibuat berdasarkan model terpilih hubungan biomassa dengan nilai digital yang telah dilakukan pada kegiatan pemodelan sebelumnya. Peta ini dinyatakan dalam kelas yang nilainya adalah rentang data biomassa. Banyaknya kelas ditentukan dengan pendekatan Sturges dan diperoleh sebanyak 7 kelas, selanjutnya untuk menyederhanakan pemetaan sebaran biomassa jumlah kelas disederhanakan menjadi 3 kelas dan 5 kelas berdasarkan distribusi biomassa yang ada di lapangan. Selang kelas biomassa yang sudah ditentukan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kelas sebaran biomassa berdasarkan Sturges dan distribusi biomassa Jumlah Kelas Kelas Rentang Biomassa (ton/ha)

30 18 Jumlah Kelas Kelas Rentang Biomassa (ton/ha) > > > 222 Areal yang memiliki biomassa dibawah 1 ton/ha dikategorikan ke dalam areal non biomassa, sehingga areal yang dipetakan hanya yang memiliki nilai biomassa minimal 1 ton/ha. Sebaran biomassa yang dibagi menjadi 7 kelas diperoleh dari pendekatan Sturges, sehingga memiliki rentang biomassa yang sama pada setiap kelasnya. Sebaran biomassa 3 kelas dan 5 kelas tidak memiliki rentang yang sama pada setiap kelasnya, karena perbedaan nilai biomassa yang signifikan dimasukkan pada kelas tersendiri. Untuk mengetahui akurasi pemetaan sebaran biomassa pada masing masing kelas dilakukan perhitungan nilai Overall accuracy dan Kappa Accuracy. Tabel 9 menyajikan hasil Overall accuracy dan Kappa Accuracy hasil pemetaan pada masing masing jumlah kelas. Tabel 9 Hasil perhitungan Overall accuracy dan Kappa Accuracy Jumlah Kelas Overall Accuracy (%) Kappa Accuracy (%) Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai Overall accuracy paling tinggi sebesar 47.92% terdapat pada pemetaan dengan 3 kelas, sedangkan untuk nilai Kappa Accuracy yang paling tinggi sebesar 23.11% terdapat pada pemetaan dengan 5 kelas. Menurut Jaya (2010), akurasi yang sangat disarankan adalah dengan menggunakan rumus Kappa Accuracy karena semua elemen dalam matrik kontingensi akan diperhitungkan. Perbandingan hasil klasifikasi tidak berbeda jauh antara nilai Kappa pada pemetaan 5 kelas dengan pemetaan 3 kelas, sehingga dilakukan uji signifikasi nilai kappa. Hasil uji Z yang telah dilakukan menghasilkan nilai Z-hitung yang lebih kecil dari 1.96 yaitu sebesar Hal tersebut menunjukkan bahwa pemetaan 5 kelas dengan pemetaan 3 kelas yang diuji tidak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa pemetaan dengan 3 kelas memiliki Overall accuracy dan Kappa Accuracy yang baik dibandingkan klasifikasi yang lainnya,

31 19 sehingga klasifikasi dengan 3 kelas digunakan untuk pembuatan peta sebaran biomassa. Secara umum semakin banyak jumlah kelas dalam klasifikasi pemetaan, maka akurasi yang akan dihasilkan semakin rendah. Gambar 8 Peta sebaran biomassa dengan 3 kelas SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Teknik fusi citra tidak memperbaiki hubungan antara nilai digital dengan biomassa di lapangan dibandingkan dengan citra asli, hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung yang lebih kecil dari F tabel. Model eksponensial pada citra tanpa fusi dengan nilai VIF kurang dari 5 merupakan model terbaik pada pendugaan biomassa yaitu Y = Exp ,00533 band 2-0,00161 band 7-0,140 band 9-0,00104 band 10 dengan R 2 adj sebesar 16.2 dan RMSE sebesar Hasil pemetaan yang memiliki nilai akurasi paling baik adalah pemetaan yang mengklasifikasikan nilai biomassa ke dalam 3 kelas dengan nilai Overall accuracy sebesar 47.92% dan nilai Kappa Accuracy yang sudah dilakukan uji signifikasi (uji-z) sebesar 21.26%.

32 20 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lokasi lain dengan jumlah plot contoh yang lebih banyak dan representatif dengan kondisi di lapangan, untuk meningkatkan akurasi dan mengetahui kemampuan citra Landsat 8 dalam menduga biomassa di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Kehutanan Solo Sistem Agroforestri Hutan Rakyat Dalam Mendukung Pengelolaan DAS Berkelanjutan. Kementerian Kehutanan. Clark DB and Clark DA Landscape-scale Variation Structure and Biomass in A Tropical Rain Forest. Forest Ecology and Management 137 (2000): Ehlers M, Sascha K, Astrand PJ, Rosso P Multi-sensor fusi citra for pansharpening in remote sensing. International Journal of Image and Data Fusion 1 (1): Gautam BR, Tokola T, Hamalainen J, Gunia M, Peuhkurinen J, Parviainen H, Leppanen V, Kauranne T, Havia J, Norjamaki I, Sah BP Integration of Airbone LiDAR, Satellite Imagery, and Field Measurements Using Two-Phase Sampling Method for Forest Biomass Estimation in Tropical Forests. International Symposium on Benefiting from Earth Observation. Hairiah K, Ekadinatta A, Rahayu S Cadangan Karbon :dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre. Ibrahim D Pengaturan Kecerahan dan Kontras Citra secara Automatis dengan Teknik Pemodelan Histogram [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Jaya INS Analisis Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Ketterings QM, Coe R, Noordwijk vm, Ambagau Y, Palm CA Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting aboveground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and Management 146: Krisnawati H, Adinugroho WC, Imanuddin R Monograf: Model Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Putri AP Penggunaan Metode Ridge Trace dan Variance Inflation Factors (VIF) pada Regresi Ridge [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta. Rusolono T Model Pendugaan Persediaan Karbon Tegakan Agroforestri untuk Pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Solihin MP Aplikasi Citra Landsat 8 dalam Memetakan Biomassa Atas Tegakan di KPH Ciamis [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

33 Sturges HA The Choice of a Class Interval. Journal of The American Statistical Association 21 (153): Sutaryo D Penghitungan Biomassa. Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor (ID): Wetlands International Indonesia Programme. Svab A dan Ostir K High-resolution Fusi citra: Methods to Preserve Spectral and Spatial Resolution. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing 72 (5): Tood SW, Hoffer RM, Milchunas DG Biomass Estimation on Grazed and Ungrazed Rangelands Using Spectral Indices. International Journal Remote Sensing 19 (3): Wandayani A Perbandingan Metode Brovey dan PCA dalam Fusi Citra Pankromatik dan Multispektral [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wenbo W, Jing Y, Tingjun K Study of Remote Sensing Fusi citra and Its Application in Image Classification. The International Archives of The Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Scienes 7 (6):

34 22 LAMPIRAN

35 23 Lampiran 1 Kelas umur pohon Sengon di daerah APHR Wonosobo Jenis Pohon Sebaran Umur Kelas Diameter Kelas Umur 2-3 tahun cm 3-4 tahun cm Muda Sengon 4-6 tahun cm 6-7 tahun cm Sedang 8 tahun up 25 cm up Tua Lampiran 2 Matrik korelasi antara nilai digital citra normal terhadap biomassa Band Lampiran 3 Matrik korelasi antara nilai digital citra fusi PC terhadap biomassa Band Lampiran 4 Matrik korelasi antara nilai digital citra fusi Multi terhadap biomassa Band

36 24 Lampiran 5 Matrik korelasi antara nilai digital citra fusi Brovey terhadap biomassa Band Lampiran 6 Sebaran biomassa dengan 3 kelas Biomaasa (ton/ha) No Plot Lampiran 7 Sebaran biomassa dengan 5 kelas Biomassa (ton/ha) No plot

37 25 Lampiran 8 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 3 kelas Kelas Dikelaskan ke kelas- Akurasi Total referensi Pembuat Total Akurasi pengguna Lampiran 9 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas Kelas Dikelaskan ke kelas- Akurasi Total referensi pembuat Total Akurasi Pengguna Lampiran 10 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas Kelas Dikelaskan ke kelas- Total referensi Akurasi pembuat Total Akurasi pengguna

38 26 Lampiran 11 Peta sebaran biomassa dengan 5 kelas Lampiran 12 Peta sebaran biomassa dengan 7 kelas

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menganalisis

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis Linn.F) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan data Biomassa Penelitian ini dilakukan di dua bagian hutan yaitu bagian Hutan Balo dan Tuder. Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan diperoleh dari

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

APLIKASI CITRA LANDSAT 8 DALAM MEMETAKAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI KPH CIAMIS MUHAMMAD PANJI SOLIHIN

APLIKASI CITRA LANDSAT 8 DALAM MEMETAKAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI KPH CIAMIS MUHAMMAD PANJI SOLIHIN APLIKASI CITRA LANDSAT 8 DALAM MEMETAKAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI KPH CIAMIS MUHAMMAD PANJI SOLIHIN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA HUTAN RAKYAT DAN PENUTUPAN LAHAN LAIN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)

IDENTIFIKASI POLA HUTAN RAKYAT DAN PENUTUPAN LAHAN LAIN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) IDENTIFIKASI POLA HUTAN RAKYAT DAN PENUTUPAN LAHAN LAIN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) DYAH AYU PUTRI PERTIWI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TM / 16 Mei 2006 U.S. Geological Survey* Landsat 5 4 Mei 2000 Global Land Cover Facility** 124/64 ETM+ / Landsat-7. 2 Maret 2005

TM / 16 Mei 2006 U.S. Geological Survey* Landsat 5 4 Mei 2000 Global Land Cover Facility** 124/64 ETM+ / Landsat-7. 2 Maret 2005 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Tambling Wildlife Nature Conservation Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TWNC TNBBS) Provinsi Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

Citra Satelit IKONOS

Citra Satelit IKONOS Citra Satelit IKONOS Satelit IKONOS adalah satelit inderaja komersiil pertama yang dioperasikan dengan tingkat ketelitian 1 meter untuk model pankromatik dan 4 meter untuk model multispektral yang merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011 di beberapa penutupan lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Gambar 1). Pengolahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU ESTIMATION OF THE CARBON POTENTIAL IN THE ABOVE GROUND AT ARBEROTUM AREA OF RIAU UNIVERSITY Ricky Pratama 1, Evi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI FUSI CITRA (IMAGE FUSION) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN METODE PANSHARPENING TUGAS AKHIR

RANCANG BANGUN APLIKASI FUSI CITRA (IMAGE FUSION) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN METODE PANSHARPENING TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN APLIKASI FUSI CITRA (IMAGE FUSION) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN METODE PANSHARPENING TUGAS AKHIR Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka menyelesaikan studi Program

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Artikel (Article) PENDUGAAN BIOMASSA POHON BERDASARKAN MODEL FRACTAL BRANCHING PADA HUTAN SEKUNDER DI RANTAU PANDAN, JAMBI Fractal Branching Model

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA

MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

APLIKASI DAN EVALUASI CITRA LANDSAT 8 OLI DALAM IDENTIFIKASI SERTA PEMETAAN TANAH KOSONG DAN TANAMAN JATI MUDA DI KPH CIAMIS DINIAL LAVI

APLIKASI DAN EVALUASI CITRA LANDSAT 8 OLI DALAM IDENTIFIKASI SERTA PEMETAAN TANAH KOSONG DAN TANAMAN JATI MUDA DI KPH CIAMIS DINIAL LAVI APLIKASI DAN EVALUASI CITRA LANDSAT 8 OLI DALAM IDENTIFIKASI SERTA PEMETAAN TANAH KOSONG DAN TANAMAN JATI MUDA DI KPH CIAMIS DINIAL LAVI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2)   erminasari.unilak.ac. 13 ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) Email: erminasari.unilak.ac.id *Alumni FKIP Universitas Lancang Kuning ** Dosen FKIP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE

MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo) URIP AZHARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP Oleh A. Suradji, GH Anto, Gunawan Jaya, Enda Latersia Br Pinem, dan Wulansih 1 INTISARI Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada areal Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang difokuskan pada Taman dan Jalur Hijau di Kotamadya Jakarta Timur. Pelaksanaan kegiatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Georeferencing dan Resizing Enggar Budhi Suryo Hutomo 10301628/TK/37078 JURUSAN S1 TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2011-Februari 2012. Lokasi penelitian terletak di KPH Madiun, yaitu: BKPH Dagangan dan BKPH Dungus (Gambar 2). Pra

Lebih terperinci

PEMETAAN MANGROVE DENGAN TEKNIK IMAGE FUSION CITRA SPOT DAN QUICKBIRD DI PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMETAAN MANGROVE DENGAN TEKNIK IMAGE FUSION CITRA SPOT DAN QUICKBIRD DI PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMETAAN MANGROVE DENGAN TEKNIK IMAGE FUSION CITRA SPOT DAN QUICKBIRD DI PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU Reygian Freila Chevalda 1), Yales Veva Jaya, S.Pi, M.Si 2), dan Dony Apdillah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN

PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN Eucalyptus grandis TAHUN TANAM 2004 DAN 2005 DI AREAL HPHTI PT TPL SEKTOR AEK NAULI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM SKRIPSI Oleh: NORA V. BUTARBUTAR 051201030 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

benar sebesar 30,8%, sehingga harus dilakukan kembali pengelompokkan untuk mendapatkan hasil proporsi objek tutupan lahan yang lebih baik lagi. Pada pengelompokkan keempat, didapat 7 tutupan lahan. Perkebunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

ESTIMASI STOK KARBON MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 DI HUTAN WANAGAMA KABUPATEN GUNUNGKIDUL. Agus Aryandi

ESTIMASI STOK KARBON MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 DI HUTAN WANAGAMA KABUPATEN GUNUNGKIDUL. Agus Aryandi ESTIMASI STOK KARBON MENGGUNAKAN CITRA ALOS AVNIR-2 DI HUTAN WANAGAMA KABUPATEN GUNUNGKIDUL Agus Aryandi agusaryandi0812@gmail.com Zuharnen dt_harnen21@yahoo.co.id Intisari Permasalahan efek rumah kaca

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16). 5 Lingkungan Pengembangan Perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini adalah compiler Matlab versi 7.0.1. dengan sistem operasi Microsoft Window XP. Langkah persiapan citra menggunakan perangkat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No. 3 Vol. XIV Institut Teknologi Nasional Juli September 2010 Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m BAMBANG RUDIANTO Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci