6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI"

Transkripsi

1 6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI 6.1 Kerusakan Ekosistem Mangrove Akibat Tsunami Tsunami yang menerjang pesisir Kecamatan Sukakarya dengan tinggi gelombang datang (run up) antara 2-5 m mengakibatkan kerusakan di ekosistem mangrove, kawasan tambak, infrastruktur, rumah, kedai dan pondok penginapan/bungalow. Lokasi kerusakan umumnya yang berhadapan langsung dengan perairan Teluk Lhok Pria Laot, yaitu Teluk Boih, Pantai Lhok Weng, Pantai Lhut, dan Pantai Lam Nibong. Wilayah ekosistem mangrove yang dampak kerusakan relatif rendah adalah pantai TWA Alur Paneh dan Teluk Boih karena memiliki gumuk pasir (sand dune), jarak antara garis pantai dengan ekosistem mangrove antara m, kelerengan pantai yang relatif terjal sekitar 5 o (hasil pengukuran lapangan tertera di lampiran 2) dengan jenis pantai berbatu. Ekosistem mangrove yang terdapat di lokasi penelitian tersebar di Pantai TWA Alur Paneh, Teluk Boih, Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1, Pantai Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut (Gambar Peta 49). Pesisir Pantai Lho Weng 2/Teupin Layeu 1, Pantai Lho Weng 3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong memiliki garis pantai yang relatif dekat dengan perairan Teluk Lho Pria Laot. Pantai Lhut 1 kerusakan ekosistem mangrove rusak parah sejauh 300 m karena tidak memiliki garis pantai, topografi datar dengan kemiringan 1 o -2 o. Ekosisitem mangrove Pantai Lhut 2, Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong, Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu1, Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b dan Pantai Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 semakin menuju ke arah pedalaman (hinterland) secara berangsur kerusakan ekosistem mangrove tidak terlalu rusak. Hal ini disebabkan karena jarak dari garis pantai ke ekosistem mangrove kurang lebih m, kerapatan mangrove cukup padat, sebagian besar kategori pohon dengan tinggi pohon rata-rata sekitar m. Ekosistem mangrove di lokasi tersebut memiliki kerapatan yang cukup dan didominasi oleh kategori pohon sehingga dapat mereduksi tsunami.

2

3 Jenis Kerapatan dan Ketebalan Ekosistem Mangrove di Lokasi Penelitian dan Strategi Mitigasi Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove untuk kategori semai, anakan dan pohon di TWA Alur Paneh dan Teluk Boih adalah Rhizophora stylosa. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove untuk kategori semai di Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1 dan Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b Rhizophora mucronata, kategori anakan dan pohon adalah Rhizophora apiculata. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove di Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 untuk kategori semai, anakan dan pohon adalah Rhizophora apiculata. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove di Pantai Lhut 1 untuk kategori semai adalah Rhizophora apiculata. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove untuk kategori semai, anakan dan pohon di Pantai Lhut 2 adalah Rhizophora stylosa. Pengamatan komposisi jenis berdasarkan kerapatan mangrove untuk kategori semai, anakan dan pohon di Pantai Lho Weng 1/Lam Nibong adalah Rhizophora apiculata. Dominasi jenis spesies di lokasi penelitian pada umumnya Rhizophora apiculata yang tumbuh di zonasi pinggir pantai. Kerapatan pohon mangrove di setiap pengamatan memiliki jumlah yang berbeda-beda TWA Alur Paneh (8 pohon per 100 m 2 ), Teluk Boih (8 pohon per 100 m 2 ), Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1 (14 pohon per 100 m 2 ), Lhok Weng 2 b/teupin Layeu 1b (14 pohon per 100 m 2 ), Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 (17 pohon per 100 m 2 ), Pantai Lhut 2 (9 pohon per 100 m 2 ) dan Lhok Weng 1/Lam Nibong (13 pohon per 100 m 2 ). Kerapatan pohon mangrove yang memiliki individu pohon terbanyak adalah di Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2. Ketebalan ekosistem mangrove di setiap pengamatan memiliki ketebalan yang berbeda pula TWA Alur Paneh (171,7781 m), Teluk Boih (171,7781 m), Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1 (104,2048 m), Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b (104,2048 m), Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 (238,7321 m), Pantai Lhut 2 (99,5399 m) dan Lhok Weng 1/Lam Nibong (50,9065 m). Ketebalan mangrove yang memiliki tebal maksimal adalah Lhok Weng 3/Teupin Layeu2. Dengan memperhatikan hasil pengamatan lapangan maka Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 memiliki kerapatan dan ketebalan yang maksimal.

4 110 Upaya mitigasi yang dilakukan di penelitian ini dengan mengaplikasikan ketebalan maksimal yaitu 238 m dan kerapatan maksimal yaitu 17 pohon per 100 m 2 kedalam SIG dengan menggunakan persamaan 15 b. Persamaan 15 b dibuat dalam bentuk spasial kedalam masing-masing ekosistem mangrove menghasilkan Peta Reduksi Tsunami I (Gambar 50). Peta Reduksi Tsunami I menginformasikan nilai yang terendah 0,0161 dan tertinggi 0,1193, kemudian diolah untuk mendapatkan 4 kelas, rentang nilai tertinggi-nilai terendah dibagi 4 (0,1193-0,0161)/4, maka diperoleh interval kelas 0, Pembagian 4 kelas yaitu 1.Rendah (0,0161-0,0419), 2. Sedang (0,0419-0,0677), 3.Tinggi (0,0677-0,0935) dan 4.Sangat Tinggi (0,0935-0,1193). Peta Reduksi Tsunami I terbagi dalam 4 kelas tertera dalam Tabel 27. Tabel 27. Kelas tingkat reduksi mangrove Kisaran Nilai Total Overlay Tingkat Reduksi Kelas Tingkat Reduksi TRM<0, Rendah 0,0419< TRM <0, Sedang 0,0677<TRM< 0, Tinggi TRM>0, Sangat Tinggi Ket: TRM = Tingkat Reduksi Mangrove Peta Reduksi Tsunami I (Gambar 50) menginformasikan kemampuan ekosistem mangrove dengan kerapatan yang sesuai dengan lokasi pengamatan dalam mereduksi tsunami. Proses selanjutnya dilakukan usaha untuk mereduksi genangan akibat tsunami dengan cara Peta Reduksi Tsunami I (Gambar 50) dilakukan proses tumpang susun (overlay) dengan Peta Tingkat Kerentanan (Gambar 48) menggunakan persamaan 16 menghasilkan Reduksi Genangan I. Hasil dari proses Reduksi Genangan I menghasilkan nilai tertinggi 380 dan terendah 180 maka dibagi menjadi 4 (empat) kelas sebagai berikut 1. Aman (0-230), 2. Cukup Rentan ( ), 3. Rentan ( ) dan 4. Sangat Rentan ( ). Hasil proses Reduksi Genangan I dibuat dalam bentuk spasial menjadi Peta Reduksi Genangan I (Gambar 51) terbagi menjadi 4 kelas terdapat dalam Tabel 28.

5 111 Tabel 28. Kelas Reduksi Genangan I Kisaran Nilai Total_Skor Tingkat Kerentanan Kelas Tingkat Kerentanan RG I< Aman 230<RG I<280 2 Cukup Rentan 280<RG I< Rentan RG I> Sangat Rentan Ket RG I = Reduksi Genangan I Dari Peta Reduksi Genangan I (Gambar 51) sebaran Kelas Sangat Rentan tersebar di wilayah pesisir timur lokasi penelitian dengan luas sebaran 290,7681 ha, Kelas Rentan luas 104,6581 ha, Kelas Cukup Rentan luas 31,7147 ha dan Kelas Aman luas 2,7388 ha. Pola sebaran genangan semakin ke arah dalam semakin aman dengan luas yang relatif kecil. Luas sebaran sangat rentan tampak terdapat di sepanjang pesisir timur Teluk Lhok Pria Laot. Hasil Peta Reduksi Genangan I masih terdapat wilayah yang tergenang menunjukkan bahwa ekosistem mangrove tidak dapat menahan tinggi gelombang (run up) 30 m, perlu dilakukan usaha mitigasi kembali agar wilayah pesisir dapat tereduksi dari tsunami. Usaha yang dilakukan dengan cara peningkatan kerapatan ekosistem mangrove. Kerapatan ekosistem mangrove di setiap lokasi ditingkatkan dari yang sesuai dengan habitatnya menjadi 15 pohon per 100 m 2. Dalam proses ini menggunakan persamaan 17 b. Persamaan 17 b dibuat dalam bentuk spasial ke dalam masing-masing ekosistem mangrove menghasilkan Peta Reduksi Tsunami II (Gambar 52). Peta Reduksi Tsunami II menginformasikan nilai yang terendah 0,0163 dan tertinggi 0,1193, kemudian diolah untuk mendapatkan 4 kelas, rentang nilai tertinggi-nilai terendah dibagi 4 (0,1193-0,0163)/4, maka diperoleh interval kelas 0,0258. Pembagian 4 kelas yaitu; 1.Rendah (0,0163-0,0421), 2. Sedang (0,0421-0,0678), 3. Tinggi (0,0678-0,0936) dan 4. Sangat Tinggi (0,0936-0,1193). Hasil proses Reduksi Tsunami II dibuat dalam bentuk spasial menjadi Peta Reduksi Tsunami II (Gambar 52) terbagi menjadi 4 kelas terdapat dalam Tabel 29.

6 112 Tabel 29. Kelas tingkat reduksi peningkatan kerapatan mangrove Kisaran Nilai Total Overlay Tingkat Reduksi Kelas Tingkat Reduksi TRPR< 0, Rendah 0,0420< TRPR<0, Sedang 0,0678<TRPR< 0, Tinggi TRPR>0, Sangat Tinggi Ket: TRPR = Tingkat Reduksi Peningkatan Kerapatan Mangrove Peta Reduksi Tsunami II (Gambar 52) merupakan hasil peningkatan kerapatan ekosistem mangrove di setiap lokasi pengamatan Tahap berikutnya Peta Reduksi Tsunami II (Gambar 52) ditumpang susunkan (overlay) dengan Peta Tingkat Kerentanan (Gambar 48) menggunakan persamaan (18) sehingga menghasilkan Peta Reduksi Genangan II (Gambar 53). Hasil dari proses Reduksi Genangan II menghasilkan nilai tertinggi 380 dan terendah 180 maka dibagi menjadi 4 kelas dengan pembagian sesuai dengan Tabel 20 adapun pembagian kelas yaitu 1. Aman ( ), 2. Cukup Rentan ( ), 3. Rentan ( ) dan 4. Sangat Rentan ( ). Hasil proses Reduksi Genangan II dibuat dalam bentuk spasial menjadi Peta Reduksi Genangan II (Gambar 53) terbagi menjadi 4 kelas terdapat dalam Tabel 30. Tabel 30. Kelas Reduksi Genangan II Kisaran Nilai Total_Skor Tingkat Kerentanan Kelas Tingkat Kerentanan RG I< Aman 230<RG I<280 2 Cukup Rentan 280<RG I< Rentan RG I> Sangat Rentan Ket RG I = Reduksi Genangan II

7

8 114

9 115 Dari Peta Reduksi Genangan II (Gambar 53) sebaran Kelas Sangat Rentan tersebar di sepanjang wilayah pesisir timur lokasi penelitian dengan luas sebaran 290, 7681 ha, Kelas Rentan luas 104, 6581 ha, Kelas Cukup Rentan luas 31,7147 ha dan Kelas Aman 2,7388 ha. Luas sebaran baik dari Peta Reduksi Genangan II dan Peta Reduksi Genangan I memiliki luas yang sama, jadi dapat diartikan penambahan kerapatan ekosistem mangrove tidak signifikan dalam mereduksi tsunami. Alternatif strategi mitigasi lain dengan cara penambahan ketebalan ekosistem mangrove di lokasi yang sesuai untuk ekosistem mangrove yaitu Pantai TWA Alur Paneh, Teluk Boih, Pantai Lhok weng 2/Teupin Layeu 1, Pantai Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b, Pantai Lhok Weng 3/ Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong sejauh 102 m ke arah laut dengan kerapatan 15 pohon per 100 m 2. Hasil penambahan ketebalan mangrove ditampilkan dalam Peta Strategi Mitigasi. (Gambar 54). Tujuan penambahan ekosistem mangrove ke arah laut sejauh 102 m (hasil analisis) dan kerapatan setiap lokasi pengamatan 15 pohon per 100m 2 diharapkan dapat menahan tsunami. Dengan demikian dilakukan penanaman kembali (replanting) vegetasi mangrove di setiap lokasi pengamatan. Jumlah vegetasi yang diperlukan sesuai dengan karakteristik sifat habitat ekosistem mangrove di masing-masing lokasi. Kondisi Pulau Rubiah yang memiliki luas 34 ha dan merupakan lokasi taman laut. Pulau Rubiah tidak memiliki ekosistem mangrove namun memiliki vegetasi pantai. Pada saat terjadi tsunami pulau ini cukup parah kerusakannya karena berhadapan langsung dengan Teluk Lho Pria Loat dan tidak ada sabuk pelindung (green belt). Strategi mitigasi yang dilakukan dengan membuat setback atau sempadan pantai sejauh 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat (Pasal 21 UU No. 27/2007 dan Pasal 56 ayat 1 PP No. 26/2008). Kemudian di utara Pulau Rubiah terdapat Pulau Seulako dengan luas 5 ha merupakan pulau vulkanik sehingga tidak mengalami kerusakan akibat tsunami.

10

11

12

13 Penanaman Mangrove (Replanting) Penanaman mangrove dilakukan di wilayah pesisir yang sangat rentan. Lokasi sangat rentan terjadi disemua lokasi pengamatan, oleh karena itu penanaman mangrove dilakukan dari utara lokasi penelitian hingga selatan. Lokasi penanaman vegetasi mangrove Pantai TWA Alur Paneh, Pantai Teluk Boih, Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1, Pantai Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b, Pantai Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut 2 dan Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong. Penambahan ketebalan ekosistem mangrove di setiap lokasi pengamatan dengan jarak 102 m ke arah laut disesuaikan dengan tingkat kelangsungan hidup (survival rate) dari masing-masing ekosistem dan panjang garis pantai. Pantai Lhut 2 spesies yang sesuai adalah Rhizophora stylosa untuk kategori pohon memerlukan pohon sedangkan untuk kategori anakan buah anakan (Lampiran 8). Pantai TWA Alur Paneh spesies yang digunakan Rhizophora apiculata untuk kategori pohon dan anakan, jumlah vegetasi yang diperlukan pohon (Lampiran 9). Pantai Teluk Boih rehabilitasi dengan spesies Rhizophora apiculata, jumlah pohon untuk kategori pohon dan anakan (Lampiran 10). Pantai Lhok Weng 1/Lam Nibong spesies yang digunakan Rhizophora apiculata dengan jumlah kategori pohon pohon dan untuk kategori anakan buah anakan (Lampiran 11). Pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1 memerlukan spesies Rhizophora apiculata untuk kategori pohon dan anakan sejumlah pohon (Lampiran 12). Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b baik kategori pohon dan anakan memerlukan pohon dengan jenis spesies Rhizophora apiculata (Lampiran 13). Pantai Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 memerlukan spesies Rhizophora apiculata untuk kategori pohon sejumlah pohon untuk kategori anakan buah anakan (Lampiran 14). Penanaman mangrove ke arah laut sejauh 102 m diharapkan dapat mereduksi tsunami. Implikasi penelitian ini terhadap aspek ekologi adalah menjaga dan merawat konservasi ekosistem mangrove terutama pada wilayah yang rawan bencana. Penanaman vegetasi mangrove di lokasi tersebut sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sabang Tahun 2014 (Gambar 55 Peta RTRW Kota Sabang). Seperti halnya lokasi Pantai TWA Alur Paneh dan Teluk

14 120 Boih diperuntukan untuk pariwisata namun hasil dari analisis merupakan wilayah yang sangat rentan sehingga dilakukan penanaman vegetasi mangrove ke arah laut sehingga jenis pariwisata bisa diusulkan yang berbasis ekosistem mangrove. Selanjutnya lokasi pantai Lhok Weng 2/Teupin Layeu 1, Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b, Lhok Weng 3/Teupun Layeu 2, Pantai Lhut 1, Pantai Lhut 2 dan Pantai Lhut 3 merupakan kawasan penghijauan, sehingga jika dilakukan penanaman kembali vegetasi mangrove sesuai dengan arahan RTRW. Penanaman mangrove dapat dilakukan dilokasi yang sesuai dengan substrat mangrove yang terdiri atas pasir lempungan hingga lempung berpasir. Di beberapa lokasi di pesisir timur Pulau Weh tidak selalu terdapat mangrove upaya mitigasi yang dilakukan dengan vegetasi pantai seperti nypa, cemara laut dan kelapa Penanaman ekosistem mangrove tidak dapat dilakukan di Pulau Rubiah dan Pulau Seulako. Pulau Rubiah dengan melakukan sempadan pantai sejauh 100 m ke arah daratan dengan mengoptimalkan vegetasi pantai. Pulau Seulako tidak perlu perlakukan khusus karena merupakan pulau vulkanik. 6.4 Sosialisasi Bencana Tsunami kepada Masyarakat dan Kelembagaan Indonesia yang terletak diantara tiga lempeng (Eurasia, Pasifik dan Indo- Australia) merupakan daerah yang rentan akan bencana gempabumi yang dapat diikuti tsunami. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendeteksian gempabumi dan tsunami dan sosialisasi kepada masyarakat akibat dari bencana dan pencegahannya. Pemasangan alat Ocean Bottom Unit dan Buoy Tsunami Indonesia Early Warning System (Gambar 56) telah dipasang tahun 2008 di sekitar perairan Pulau Rondo pada posisi o LU dan o BT. Ocean Bottom Unit (OBU) diletakkan pada kedalaman m, dilengkapi sensor dapat mendeteksi anomali elevasi muka laut atau tsunami. OBU secara aktif mengirim data melalui underwater acoustic modem ke tsunami buoy yang terpasang di permukaan laut. Tsunami Buoy berperan sebagai penerima data dari OBU dan mentranmisikan data tersebut melalui Satelit ke Gedung I BPPT (Diposaptono dan Budiman 2008). Selain pemasangan alat maka perlu dilakukan sosialisasi masyarakat

15

16 122 Gambar 56. Alat Ocean Bottom Unit dan Tsunami Buoy (Diposaptono dan Budiman 2008) bagaimana menyelematkan diri dari bahaya gempabumi dan tsunami. Bencana gempabumi dan tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 melanda negara-negara yang berada di Samudera Indonesia (Indian Ocean) maka melalui The Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO (IOC- UNESCO) membangun sistem peringatan dini tsunami regional. Koordinasi antar berbagai negara telah dilakukan dalam rangka pembangunan sistem tersebut termasuk membentuk task team yang selanjutnya tergabung dalam Intergovernmental Coordination Group for The Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (ICG/IOTWS). Sistem peringatan dini regional diujicobakan melalui kegiatan Indian Ocean Wave Exercise 2009, dengan skenario persis seperti bencana tsunami Aceh 26 Desember Sistem peringatan dini dapat berjalan cepat kepada masyarakat dengan adanya kerjasama antara Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (PUSDALOPS PB) dan Aparat Penanggulangan Bencana dalam merespon informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk meneruskan kepada masyarakat dan mengambil keputusan untuk melakukan tindakan respon tanggap darurat. Dalam pengoperasian sistem peringatan dini agar dapat berjalan maksimal perlu adanya peningkatan kapasitas dari PUSDALOPS dan Aparat juga simulasi penanggulangan bencana dilakukan setahun dua kali.

17 123 RAN-PRB berupaya melakukan upaya pencegahan dini terhadap dampak bencana. Pelaksanaan rencana aksi ini akan dilakukan secara sinergis dengan rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk itu, diperlukan komitmen yang serius, terpadu dan konsisten dari para pemangku kepentingan terkait. Rencana aksi akan dilakukan oleh: a). Departemen/lembaga pemerintah non-departemen (LPND) terkait sesuai dengan mekanisme perencanaan pembangunan dan b). Pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota), dengan terlebih dahulu menetapkan tipologi/karakteristik bencana di masing-masing daerah. 6.5 Rangkuman Strategi Mitigasi Tsunami 1. Tsunami yang terjadi di sisi timur Pulau Weh mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove di Pantai Lho Weng 2/Teupin Layeu 1, Pantai Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b, Pantai Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2, Pantai Lhut dan Pantai Lho Lhok Weng 1/Lam Nibong. Pantai Taman Wisata Alur Paneh dan Teluk Boih kerusakan tidak parah karena memiliki garis pantai sejauh m terhadap ekosistem mangrove. 2. Pengukuran ketebalan dan kerapatan ekosistem Mangrove di setiap lokasi pengamatan memiliki kerapatan dan ketebalan yang berbeda-beda. Ketebalan dan kerapatan maksimal berada di Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 dengan nilai ketebalan 238 m dan kerapatan 15 pohon per 100 m Hasil analisis dari Peta Reduksi Genangan I tampak di wilayah pesisir sangat rentan tsunami dengan sebaran genangan seluas 290,7681 ha, Kelas Rentan luas 104,6581 ha, Kelas Cukup Rentan luas 31,7147 ha dan Kelas Aman luas 2,7388 ha. Pola sebaran genangan semakin ke arah dalam semakin aman dengan luas yang relatif kecil. 4. Dilakukan Reduksi Genangan II untuk mereduksi genangan dengan peningkatan kerapatan ekosistem mangrove menjadi 15 pohon per 100 m 2. Hasil analisis dari Peta Reduksi Genangan II tampak sebaran Kelas Sangat Rentan tersebar di sepanjang wilayah pesisir dengan luas sebaran 290, 7681 ha, Kelas Rentan luas 104, 6581 ha, Kelas Cukup Rentan luas 31,7147 ha dan Kelas Aman 2,7388 ha.

18 Peta Reduksi Genangan I dan II tidak menunjukkan perubahan yang signifikant, maka dilakukan penanaman mangrove (replanting) sejauh 102 m ke arah laut. Lokasi Pantai TWA Alur Paneh dan Teluk Boih direhabilitasi dengan menanam Rhizophora apiculta. Jumlah anakan dan pohon di TWA Alur Paneh sejumlah buah. Lokasi Teluk Boih untuk pohon dan anakan sejumlah buah. Lhok Weng 2/ Teupin Layeu 1 menanam Rhizophora apiculata sejumlah untuk pohon dan anakan. Lokasi Lhok Weng 2b/Teupin Layeu 1b menanam Rhizophora apiculata sejumlah untuk pohon dan anakan. Lokasi Lhok Weng 3/Teupin Layeu 2 menanam Rhizophora apiculata untuk pohon dan anakan sejumlah Kemudian lokasi Pantai Lhut 2 direhabilitasi dengan Rhizophora stylosa untuk pohon pohon dan anakan pohon. Berikutnya Lhok Weng 1/Lam Nibong direhabilitasi dengan Rhizophora apiculata untuk pohon dan anakan Perlindungan Pulau Rubiah terhadap tsunami dengan mengoptimalkan vegetasi pantai dan menerapkan sempadan pantai sejauh 100 m ke arah darat. Pulau Seulako tidak ada perlakuan khusus karena pulau vulkanik. 7. Pendeteksian tsunami dengan pemasangan alat Ocean Bottom Unit dan Tsunami Buoy di perairan sekitar Pulau Rondo sejak tahun Sosialisasi kepada masyarakat dengan mengadakan simulasi gempabumi dan tsunami yang diadakan tahun 2009 melalui kegiatan Indian Ocean Wave Exercise. 9. RAN-PRB melakukan pencegahan dini terhadap bencana dengan bekerja sama dengan Departemen/lembaga pemerintah non-departemen (LPND) yang terkait. Pemerintah daerah mengetahui karakteristik bencana yang terjadi di wilayahnya agar dapat disusun strategi mitigasi yang sesuai dengan kondisi di lapangan.

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove Pulau Weh secara genetik merupakan pulau komposit yang terbentuk karena proses pengangkatan dan vulkanik. Proses pengangkatan ditandai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Weh yang berada di barat laut Aceh merupakan pulau kecil yang rentan akan bencana seperti gempabumi yang dapat diikuti dengan tsunami, karena pulau ini berada pada

Lebih terperinci

5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI

5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI 5 GENANGAN AKIBAT TSUNAMI 5.1 Tsunami Pulau Weh Kejadian gempabumi yang disertai tsunami dengan kekuatan 9,1-9,3 MW atau 9,3 SR (Lay et al. 2005; USGS 2004) mengakibatkan terjadi kerusakan ekosistem mangrove,

Lebih terperinci

No Tanggal Posisi Keterangan Pantai Iboih, daerah wisata, tipologi pantai berpasir, slope 2 derajat. Batu pasir

No Tanggal Posisi Keterangan Pantai Iboih, daerah wisata, tipologi pantai berpasir, slope 2 derajat. Batu pasir LAMPIRAN 140 141 Lampiran 2. Pengamatan karakteristik pantai No Tanggal Posisi Keterangan Pantai Iboih, daerah wisata, tipologi pantai berpasir, slope 2 derajat. Batu pasir 1 15/11/2009 N 0749782 berwarna

Lebih terperinci

KEMAMPUAN EKOSISTEM MANGROVE DALAM MEREDUKSI TSUNAMI DI TELUK LOH PRIA LAOT PULAU WEH

KEMAMPUAN EKOSISTEM MANGROVE DALAM MEREDUKSI TSUNAMI DI TELUK LOH PRIA LAOT PULAU WEH Kemampuan Ekosistem Mangrove dalam Mereduksi Tsunami...Pulau Weh (Purbani, D., et al.) KEMAMPUAN EKOSISTEM MANGROVE DALAM MEREDUKSI TSUNAMI DI TELUK LOH PRIA LAOT PULAU WEH Dini Purbani 1), Menno Fatria

Lebih terperinci

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR Oleh: GRASIA DWI HANDAYANI L2D 306 009 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH ANALISIS TINGKAT BAHAYA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH Siti Nidia Isnin Dosen Program Studi Geografi FKIP Universitas Almuslim ABSTRAK Tsunami yang terjadi di Aceh pada 26

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (http://ramadhan90.wordpress.com/2011/03/17/lempeng-tektonik/)

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (http://ramadhan90.wordpress.com/2011/03/17/lempeng-tektonik/) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada batas pertemuan tiga lempeng tektonik bumi (triple junction plate convergence) yang sangat aktif sehingga Indonesia merupakan daerah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki potensi bencana alam yang tinggi. Jika dilihat secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang berada pada pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat memiliki garis pantai sepanjang lebih kurang 375 km, berupa dataran rendah sebagai bagian dari gugus kepulauan busur muka. Perairan barat Sumatera memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Salah satu bencana paling fenomenal adalah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang melanda

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM MANGROVE PASCA TSUNAMI DI PESISIR TELUK LOH PRIA LAOT

KONDISI EKOSISTEM MANGROVE PASCA TSUNAMI DI PESISIR TELUK LOH PRIA LAOT KONDISI EKOSISTEM MNGROVE PS TSUNMI DI PESISIR TELUK LOH PRI LOT D. Purbani 1)2), M. oer 3), Marimin 4), I W.Nurjaya 5) & F. Yulianda 6) 1) Mahasiswa Program Studi SPL, Sekolah Pascasarjana - Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di sepanjang pesisir barat pulau Sumatera bagian tengah. Provinsi ini memiliki dataran seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

Mitigasi Bencana di Permukiman Pantai dengan Rancangan Lanskap: Pembelajaran dari Jawa Barat Bagian Selatan

Mitigasi Bencana di Permukiman Pantai dengan Rancangan Lanskap: Pembelajaran dari Jawa Barat Bagian Selatan Mitigasi Bencana di Permukiman Pantai dengan Rancangan Lanskap: Pembelajaran dari Jawa Barat Bagian Selatan Medria Shekar Rani - Ruth T.W. Paramita - Hapsak Samii - Paramita Yanindraputri Mahasiswa Magister

Lebih terperinci

Alhuda Rohmatulloh

Alhuda Rohmatulloh Dosen Pembimbing: Dr. ing. Ir. Haryo Sulistyarso Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Alhuda Rohmatulloh 3608100061

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara dimana terdapat pertemuan 3 lempeng tektonik utama bumi. Lempeng tersebut meliputi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor

Lebih terperinci

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan Gempa bumi, tsunami, erosi, banjir, gelombang ekstrem dan kenaikan paras muka air laut adalah ancaman wilayah pesisir. Tapi tidak berarti hidup di negara kepulauan pasti menjadi korban bencana.. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring of Fire), merupakan daerah berbentuk seperti tapal kuda yang mengelilingi Samudera Pasifik sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala Richter sehingga dapat menyebabkan terjadinya tsunami. Halini

Lebih terperinci

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5 C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Amien Widodo 1, Dwa Desa Warnana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pesisir Pantai Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan. Daerah daratan merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang wilayahnya membentang diantara benua Asia dan Australia serta diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah penduduk lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta ISSN 0853-7291 Uji Kerawanan Terhadap Tsunami Dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) Di Pesisir Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta Petrus Subardjo dan Raden Ario* Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

BAB IV. Kajian Analisis

BAB IV. Kajian Analisis 97 BAB IV KAJIAN BAB IV ANALISIS Kajian Analisis 4.1 Analisis Karakteristik Kawasan Pesisir 4.1.1 Karakteristik Kebijakan Kawasan Pesisir 4.1.1.1 Keterkaitan Kebijakan Pemanfaatan Ruang/Peraturan Zonasi,

Lebih terperinci

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi UHO jamili66@yahoo.com 2012. BNPB, 2012 1 bencana tsunami 15 gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

PEMINTAKATAN TINGKAT RISIKO BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

PEMINTAKATAN TINGKAT RISIKO BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 PEMINTAKATAN TINGKAT RISIKO BENCANA TSUNAMI DI PESISIR KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN Alhuda Rohmatulloh dan Haryo Sulistyarso Program

Lebih terperinci

FORESTA Indonesian Journal of Forestry I (1) 2012: 1-6 ISSN: Anita Zaitunah a*, Cecep Kusmana b, I Nengah Surati Jaya b, Oteng Haridjaja c

FORESTA Indonesian Journal of Forestry I (1) 2012: 1-6 ISSN: Anita Zaitunah a*, Cecep Kusmana b, I Nengah Surati Jaya b, Oteng Haridjaja c FORESTA Indonesian Journal of Forestry I (1) 2012: 1-6 ISSN: 2089-9890 Kajian Potensi Daerah Genangan Akibat Tsunami di Pantai Ciamis Jawa Barat (Study on the Potential of Inundation area by tsunami in

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang ada di dalamnya. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin kuat gempa yang terjadi. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika

I. PENDAHULUAN. semakin kuat gempa yang terjadi. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi adalah peristiwa pelepasan energi regangan elastis batuan dalam bentuk patahan atau pergeseran lempeng bumi. Semakin besar energi yang dilepas semakin kuat

Lebih terperinci

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai) Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten ) Risma, Paharuddin, Sakka Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Unhas risma.fahrizal@gmail.com Sari Penelitian

Lebih terperinci

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah yang sangat aktif kegempaannya. Hal ini disebabkan oleh letak Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan Indonesia tersebar sepanjang nusantara mulai ujung barat Pulau

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

Identifikasi Daerah Rawan Bencana di Pulau Wisata Saronde Kabupaten Gorontalo Utara

Identifikasi Daerah Rawan Bencana di Pulau Wisata Saronde Kabupaten Gorontalo Utara TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Identifikasi Daerah Rawan Bencana di Pulau Wisata Saronde Kabupaten Gorontalo Utara Nur Wandani Risanty Elisa Marta I. Djafar (1), Isfa Sastrawati (2) (1) Program Studi Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan kumpulan gugusan-gugusan pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW 232 VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW 6.1.1 Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW Dengan menggabungkan hasil simulasi model, Multi Dimensional Scaling dan Analytical

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pangan yang cukup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia agar berada dalam kondisi sehat, produktif dan sejahtera. Oleh karena itu hak untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia merupakan salah satu negara dengan kondisi geologis yang secara tektonik sangat labil karena dikelilingi oleh Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

Kata kunci : Tsunami, Tsunami Travel Time (TTT), waktu tiba, Tide Gauge

Kata kunci : Tsunami, Tsunami Travel Time (TTT), waktu tiba, Tide Gauge Analisis Penjalaran dan Ketinggian Gelombang Tsunami Akibat Gempa Bumi di Perairan Barat Sumatera dengan Menggunakan Software Tsunami Travel Time (TTT) Retno Juanita M0208050 Jurusan Fisika FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI Oleh : Rahmat Triyono, ST, MSc Kepala Stasiun Geofisika Klas I Padang Panjang Email : rahmat.triyono@bmkg.go.id (Hasil Penelitian

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada wilayah ini terdapat begitu banyak sumberdaya alam yang sudah seharusnya dilindungi

Lebih terperinci

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG

PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG PETA MIKROZONASI PENGARUH TSUNAMI KOTA PADANG Nama : I Made Mahajana D. NRP : 00 21 128 Pembimbing : Ir. Theodore F. Najoan, M. Eng. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Pesisir pantai

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

Permodelan Tsunami dan Implikasinya Terhadap Mitigasi Bencana di Kota Palu

Permodelan Tsunami dan Implikasinya Terhadap Mitigasi Bencana di Kota Palu 2013 Biro Penerbit Planologi Undip Volume 9 (2): 174-182 Juni 2013 Permodelan Tsunami dan Implikasinya Terhadap Mitigasi Bencana di Kota Palu Rahmat Aris Pratomo1, Iwan Rudiarto2 Diterima : 1 April 2013

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada tiga pertemuan lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Pasifik di bagian timur, dan Lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi terhadap kejadian bencana tsunami. Kondisi geologis Indonesia yang terletak pada tumbukan 3 lempeng

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan & Sasaran... 3 1.3.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, antara benua Asia dan benua Australia, dan pada pertemuan dua rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

HAZARD POTENTIAL DISTRIBUTION OF AFFECTED BY THE TSUNAMI IN THE ALONG SOUTH COAST REGION OF MALANG, EAST JAVA

HAZARD POTENTIAL DISTRIBUTION OF AFFECTED BY THE TSUNAMI IN THE ALONG SOUTH COAST REGION OF MALANG, EAST JAVA HAZARD POTENTIAL DISTRIBUTION OF AFFECTED BY THE TSUNAMI IN THE ALONG SOUTH COAST REGION OF MALANG, EAST JAVA ABSTRACT Ajeng Mei Sheila, Sujito, Daeng Achmad Suaidi Jurusan FMIPA Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 203 BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAN REKOMENDASI Dalam bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan yang didapat dari hasil pembahasan sebelumnya, yang selanjutnya diberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan mangrove

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Pergerakan lempeng tersebut menimbulkan patahan/tumbukan sehingga terjadinya gempa

Lebih terperinci

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Gampong Lampulo (Per Dusun) Nama Dusun di Jumlah Luas Kepadatan Luas (Ha) Gampong Penduduk Wilayah Penduduk Lampulo (Jiwa) (Ha) (Jiwa/Ha) Dusun Teuku 1002 13,5

Lebih terperinci