Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan, jkp Journal of Government, Social and Politics Volume 1, Nomor 1 Maret Oleh: Budi Mulianto

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan, jkp Journal of Government, Social and Politics Volume 1, Nomor 1 Maret Oleh: Budi Mulianto"

Transkripsi

1 Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Sumber Daya Air Dan Sumur Resapan di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru Oleh: Budi Mulianto Abstrak Kebijakan pemerintah daerah Kota Pekanbaru tentang sumber daya air dan sumur resapan dalam implementasinya tidak berjalan maksimal. Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru masih belum ada bangunan yang mengikutsertakan keberadaan sumur resapan sebagai salah satu kewajiban yang harus dipenuhi pamilik bangunan untuk mencegah banjir dan mengkonservasi sumber daya air. Padahal Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 telah mengintruksikan bahwa mewajibkan setiap bangunan memiliki sumur resapan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Sumber Daya Air dan Sumur Resapan di Kota Pekanbaru khususnya di Kecamatan Tampan. Peraturan Daerah ini dibuat untuk menyelesaikan masalah pengelolaan sumber daya air. Fokus penelitian ini adalah menjelaskan fenomena yang terjadi mengapa implementasi peraturan daerah ini tidak berjalan dengan maksimal, khususnya penerapan suur resapan di kawasan pertokoan yang berbatasan dengan jalan utama. Sesuai dengan karakteristik penelitian yang dilaksanakan maka metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Kajian kepustakaan yang digunakan antara lain teori Implementasi kebijakan Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier serta teori faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan George C Edward III yang mengkaji secara mendalam tentang impelementasi peraturan daerah ini. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa penerapan sumur resapan di Kecamatan Tampan tidak terimplementasi. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah ini, yaitu; difungsionalisasi koordinasi antar instansi terkait (komunikasi), keterbatasan sumber daya manusia dan disposisi aparat, struktur birokrasi serta kurangnya partisipasi masyarakat. Key Word : Implementasi, Sumur Resapan Pendahuluan Studi ini mengkaji tentang kebijakan pemerintah yang mengkhususkan pada kebijakan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah daerah disebut juga peraturan daerah (perda) yang dibuat oleh pemerintah daerah guna menyelesaikan permasalahan yang ada atau membuat tertib aturan menuju pencapaian visi suatu pemerintahan. Peraturan daerah disebut sebagai kebijakan publik yang dibuat dalam mencapai suatu tujuan pemerintah daerah. Kajian penelitian ini dipersempit lagi pada tataran implementasi peraturan daerah yang telah dibuat, dalam hal ini adalah Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2006 tentang Sumber Daya Air dan Sumur Resapan. Peraturan daerah ini ditetapkan di Pekanbaru pada tanggal 22 Agustus 2006 oleh Walikota Pekanbaru H. Herman Abdullah. Menurut Dye kebijakan publik adalah Whatever government choose to do or not to do 1. Bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya (objective) dan kebijakan publik itu harus meliputi semua tindakan pemerintah sehingga bukan semata-mata hanya merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Hal tersebut dikarenakan 1 Thomas R Dye, Undestanding Public Policy, (New jersey: Prentice hall,inc, Englewood Cliff, 1972), hal. 11 1

2 sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai dampak yang sama dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah. Ndraha 2 menyatakan; Peraturan daerah yang baik adalah peraturan daerah yang sifatnya visioner, fungsinya misioner, sepanjang proses dan siklusnya aspirasi stakeholders diakomodasikan, kajian akademiknya tidak melalui penelitian pesanan tetapi penelitian institusional-profesional yang menjunjung tinggi kebenaran ilmiah bukan pembenaran pesanan, tidak berlalai-lalai tapi juga tidak tergesa-gesa. Definisi lain tentang Perda dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa; Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah 3. Ini berarti peraturan daerah yang dibuat tidak bertentangan dengan hirarkis peraturan perundang-undangan. Peraturan daerah juga merupakan peraturan yang dibuat dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga pemerintah daerah sendiri, yang berorientasi pada penyelesaian masalah-masalah sosial di daerah. Perda Nomor 10 Tahun 2006 termaktub didalam suatu peraturan daerah yang dibuat guna menyelesaikan masalah sosial. Penelitian ini memfokuskan pada pasalpasal dalam perda yang menyangkut tentang sumur resapan. Menurut Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa; Sumur resapan adalah sumur atau lubang di dalam tanah yang dibuat untuk menampung dan meresapkan kembali air kedalam tanah. 2 Taliziduhu Ndraha, Kybernologi:Sebuah Scientific Enterprise, (Jakarta: Sirao Crendetia Center, 2006), hal Pasal 136 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Sumur resapan diperuntukkan dalam mengkonservasi sumber daya air. Menurut Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 12 disebutkan bahwa; pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Selanjutnya dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 16 disebutkan bahwa; konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Kebijakan sumur resapan yang termaktub dalam Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2006 disebutkan dalam Bab VIII sampai pada Bab X. Bab VIII tentang Sumber Air Sumur Resapan pasal 17 disebutkan bahwa; Air yang diperbolehkan masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan yang berasal dari limpahan atap bangunan atau permukaan tanah yang tertutup oleh bangunan atau air lainnya yang sudah melalui instalasi pengelolaan air limbah dan memenuhi standar baku mutu. Tahapan dari implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 ini juga termasuk pada interpretasi kelompok sasaran kebijakan. Masih banyak masyarakat pemilik bangunan yang belum mengerti dengan ketentuan dan kewajiban pembuatan sumur resapan pada setiap bangunan yang mereka miliki. Tentunya ini menjadi dampak bagi kepatuhan kelompok sasaran terhadap output Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 ini yakni berupa kesadaran akan kewajiban pembuatan sumur resapan sebagai konsekuensi dari peraturan daerah yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah Kota Pekanbaru. Sehingga dampak nyata dari kewajiban pembuatan sumur resapan tidak tercapai. Kenyataan ini dapat terlihat dari fenomena dimana tidak terdapatnya sumur resapan pada 2

3 bangunan-bangunan yang wajib membuat sumur resapan, sehingga fungsi penyerapan tanah tidak terkendali hingga munculnya genangan air disaat musim penghujan yang berujung terjadinya banjir pada kawasan yang tertutup oleh bangunan tersebut. Selanjutnya fenomena yang terjadi pada implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 ini adalah faktor pengawasan. Pengawasan menjadi sangat penting untuk menggapai suatu tujuan dari perencanaan yang sudah dilakukan. Kebijakan tentang kewajiban pembuatan sumur resapan di Kota Pekanbaru terlepas dari pengawasan yang tidak dilakukan oleh dinas terkait dalam implementasi peraturan daerah ini, sehingga kebijakan yang telah dibuat masih diluar kendali pemerintah daerah. Pengadaan akan sumur resapan ini sebenarnya lebih sangat wajib pada kawasan yang memiliki pertumbuhan bangunan yang sangat pesat. Bangunan yang menutupi lahanlahan resapan air. Hingga konservasi ini dirasakan dan dapat mengatasi banjir serta menjaga volume air dan kualitas air tanah. Dikarenakan luasnya cakupan bahasan yang harus diteliti dari Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2006 ini, peneliti membatasi pokok kajian agar dapat dilakukan telaah secara mendalam dan tepat sasaran. Implementasi peraturan daerah di fokuskan pada salah satu kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru, yakni Kecamatan Tampan, dikarenakan pertumbuhan daerah Kota Pekanbaru yang sangat pesat terdapat di kawasan Kecamatan Tampan. Alasan ini yang menjadi rujukan bagi peneliti untuk mengkhususkan penelitian pada daerah Kecamatan Tampan. Dijadikan perbandingan pada daerah lain, Kecamatan Tampan sebagai daerah baru yang tumbuh dengan cepat didasari dengan kebutuhan manusia akan lahan. Pertumbuhan wilayah Kecamatan Tampan dapat dilihat dengan kasat mata dengan berdirinya bangunan pertokoan yang beraturan berbatasan dengan jalan umum. Sehingga kemajuan pertumbuhan ini harus diimbangi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapannya dimana dalam hal ini untuk mengatasi dampak sumber daya air dan mengkonservasinya perlu dibuat sumur resapan disetiap kawasan yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Sumber Daya Air dan Sumur Resapan. Kondisi wilayah Kecamatan Tampan sebelum peraturan tentang Sumber Daya Air dan Sumur Resapan ini dibuat masih memiliki daerah resapan air sehingga konservasi air dan pencegahan banjir dapat segera teratasi oleh kondisi alam yang sudah terbentuk sedemikian rupa. Kondisi itu berubah setelah beberapa tahun terakhir yang menyebabkan daerah resapan itu sebagian berubah menjadi Pertokoan. Data yang peneliti peroleh dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru bahwa penerapan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 ini hanya berupa ajuan dan rekomendasi dari pemilik bangunan kepada dinas teknis yakni Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru. Penerapan dilapangan masih banyak bangunan pertokoan yang belum membuat sumur resapan. Sehingga pada musim hujan permukaan tanah mengalami kelambanan dalam meresapkan kembali air ke tanah dan terjadilah genangan air yang menyebabkan banjir. Pada musim kemarau ketersediaan air tanah menjadi sangat minim dikarenakan daya tangkap air hujan sangat sedikit. Ini menjadi suatu dilema dimana pentingnya sumber daya air untuk dikonservasi dengan sumur resapan karena hilangnya daerah resapan air yang dikonversi menjadi bangunan malah tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan daerah yang telah dibuat. Betapa pentingnya sumber daya air karena sebagian besar kehidupan manusia membutuhkan air. Melihat fenomena diatas dan ketertarikan peneliti terhadap studi ini, maka peneliti mengangkat permasalahan ini dengan judul: Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Sumber Daya Air Dan Sumur Resapan Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. 3

4 Kerangka Teori 1. Teori Kebijakan Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan ( action-oriented) 4. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. Kebijakan publik sebagai suatu rangkaian kegiatan atau langkah tindakan, didalamnya terdapat proses yang divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu. Dunn 5 membagi proses pembuatan kebijakan dalam 5 (lima) tahapan, yakni : 1. Penyusunan agenda kebijakan. 2. Formulasi kebijakan. 3. Adopsi kebijakan. 4. Implementasi kebijakan. 5. Penilaian kebijakan. Lebih jauh tentang proses pembuatan kebijakan negara ( publik), Chief J.O. Udoji 6 merumuskan bahwa pembuatan kebijakan negara sebagai; The whole process of articulating and defining problems, formulating possible solutions into political demands, channelling those demands into the political systems, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring and review (feedback). Tahap-tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir ( penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda) atau tahap ditengah dalam aktivitas yang tidak linear. 2. Implementasi Kebijakan Memahami implementasi kebijakan sebagai tahapan suatu kebijakan haruslah mengetahui proses yang dikatakan sebagai implementasi, karena terdapat mekanismemekanisme yang harus dilakukan untuk menyatakan proses implementasi suatu kebijakan sudah dijalani. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier sebagai grand teori untuk melandasi tentang tahaptahap dalam proses implementasi suatu kebijakan. Mazmanian dan Sabatier 7, menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa: Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat-akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian kejadian 4 Edi Soeharto, Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Bandung, Spektrum Pemikiran, 1997), hal William N Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta, Gadjah Mada University, Press, 2003), hal Chief J.O. Udoji dalam Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan : Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, (Jakarta, Bumi Aksara, 2001), hal D.A. Mazmanian and P.A. Sabatier, Implementation and Public Policy. (Illinois:Scott, Foreman and Company, 1983), dalam Ibid, hal. 55 4

5 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 di Kecamatan Tampan ini, peneliti menggunakan Teori George C Edwards III sebagai grand teori. Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi dan (4) struktur birokrasi 8. 1) Komunikasi Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. 2) Sumberdaya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud manusia, yakni kompetensi implementator, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. 3) Disposisi 8 George C Edwards III, Implementing Public Policy, (Washington:Congressional Quarterly Press, 1980), dalam A.G. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka akan dapat menjalankan kebijkan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. 4) Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan redtape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. 4. Landasan dan Mutu Implementasi Menurut Islamy 9, untuk bisa melihat apakah proses implementasi telah berjalan dengan baik, maka ada seperangkat kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Apakah strategi/pendekatan implementasi telah diidentifikasi, dipilih dan dirumuskan dengan jelas? 2. Apakah unit pelaksana teknis telah disiapkan? 3. Apakah aktor-aktor utama ( policy subsystems) telah ditetapkan dan siap 9 M Irfan Islamy, Seri Policy Analysis, (Malang, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang, 2001). 5

6 menerima tanggung jawab pelaksanaan kebijakan tersebut? 4. Apakah prosedur operasi baku telah ada, jelas, dan difahami oleh pelaksana kebijakan? 5. Apakah koordinasi pelaksanaan telah dilakukan dengan baik? 6. Bagaimana, kapan, dan kepada siapa alokasi sumber-sumber hendak dilaksanakan? 7. Apakah hak dan kewajiban, kekuasaan dan tanggung jawab telah diberikan dan difahami serta dilaksanakan dengan baik oleh pelaksana kebijakan? 8. Apakah pelaksanaan kebijakan telah dikaitkan dengan rencana tujuan dan sasaran kebijakan? 9. Apakah teknik pengukuran dan kriteria penilaian keberhasilan pelaksanaan kebijakan telah ada, jelas, dan diterapkan dengan baik? 10. Apakah penilaian kinerja kebijakan telah menerapkan prinsip-prinsip efisiensi ekonomi dan politis serta sosial? Sebagaimana telah dikatakan bahwa sekali usulan kebijakan telah diterima dan disahkan oleh pihak yang berwenang maka keputusan kebijakan itu telah siap untuk diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. 5. Pengertian Sumber Daya Air Dalam kajian kybernologi, melalui pendekatan metadisiplin: Percaya baru tahu (credo ut intelligam), di temukan Ontologi Kybernologi yakni; kybernologi adalah salah satu lajur jalan guna memulihkan kualitas (fitrah) manusia sebagai makhluk ciptaan Allah 10. Sebagai makhluk-nya, Allah telah memberikan penghidupan di muka bumi ini 10 Taliziduhu Ndraha, Kybernologi dan Pembangunan, (Tangerang Sirao, Credentia Center, 2008), hal. 3 kepada manusia dengan berbagai sumber penghidupan. Salah satunya air dijadikan sebagai hal utama yang menjadikan segala sesuatu hidup. Firman Allah yang menempatkan air sebagai sumber penghidupan yang utama terdapat dalam surat Al-Anbiya ayat 30:...dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air... Air begitu penting dan sangat penting keberadaannya bagi keberlangsungan hidup manusia. Kajian ini begitu sangat jelas dan penting untuk didalami sehingga dapat merekomendasikan kesadaran pada individu manusia untuk menjaga keberadaan air dan melakukan konservasi menghasilkan kualitas air yang baik bagi kehidupan. UUD 1945 pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. pengertian yang terkandung di dalam amanat tersebut adalah bahwa negara bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan pendistribusian potensi sumberdaya air bagi seluruh masyarakat indonesia, dan dengan demikian pemanfaatan potensi sumberdaya air harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi prinsip-prinsip kemanfaatan, keadilan, kemandirian, kelestarian dan keberlanjutan. Menurut direktur Direktur Penataan Ruang Wilayah Tengah Ditjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, bahwa; 1. Kebijaksanaan dasar yang diterapkan dalam pengelolaan sumber daya air adalah: a. Pengelolaan sumberdaya air secara nasional harus dilakukan secara holistik, terencana, dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan melestarikan lingkungan, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan menjaga kesatuan dan ketahanan nasional. b. Pengelolaan sumberdaya air harus dilakukan secara terdesentralisasi 6

7 dengan berdasar atas daerah pengaliran sungai (DPS) sebagai satu kesatuan wilayah pembinaan. c. Pengelolaan sumber daya air harus berdasar prinsip partisipasi dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam seluruh aspek kegiatan (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan pembiayaan) untuk mendorong tumbuhnya komitmen semua pihak yang berkepentingan. d. Pengelolaan sumber daya air diprioritaskan pada sungai-sungai strategis bagi perkembangan ekonomi, kesatuan, dan ketahanan nasional dengan memperhatikan tingkat perkembangan sosio-ekonomi daerah, tuntutan kebutuhan serta tingkat pemanfatan dan ketersediaan air. e. Masyarakat yang memperoleh manfaat/kenikmatan atas air dan sumber-sumber air secara bertahap wajib menanggung biaya pengelolaan sumber daya air ( users pay and cost recovery principles) 11. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Sumber Daya Air menyebutkan didalam dasar filosifisnya bahwa sumber daya air adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang; bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras; bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor, dan 11 Direktur Penataan Ruang Wilayah Tengah Ditjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001, Makalah: Pemanfaatan Sumber Daya Air Melalui Pendekatan Penataan Ruang, hal: 3 antargenerasi; bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air. Dilanjutkan dalam pasal 1 ayat 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2007 dimaktubkan bahwa Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Berarti dapat dijelaskan bahwa sumber air adalah sesuatu yang penting untuk keberlangsungan hidup makhluk hidup, oleh karena itu sebagai sumber utama kehidupan makhluk hidup, menjadi kewajiban bagi kehidupan berbangsa untuk melakukan konservasi sumber daya air. Dalam hal ini, kehidupan bernegara, dikeluarkannya peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan dan konservasi air memang sudah sepatutnya menjadi hal dilakukan, karena air adalah sumber penghidupan. 6. Pengertian Sumur Resapan Menurut Syafrudin; 12 Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan mahluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara alamiah air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan masuk ke perut bumi dan sebagian lagi akan menjadi aliran permukaan yang sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya terbuang percuma masuk ke laut. Dengan kondisi daerah tangkapan air yang semakin kritis, maka kesempatan air hujan masuk ke perut bumi menjadi semakin sedikit. Sementara itu pemakaian air tanah melalui pompanisasi semakin hari semakin meningkat. Akibatnya terjadi 12 Syarifuddin A. K, 2001, Mengisi Air Tanah Dengan Sumur Resapan Dan Memanfaatkannya Kembali, Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, Jakarta, hal: 4 7

8 defisit air tanah, yang ditandai dengan makin dalamnya muka air tanah. Hujan berkurang sedikit saja beberapa waktu maka air tanah cepat sekali turun. Kondisi semakin turunnya muka air tanah kalau dibiarkan terus, maka akan berakibat sulitnya memperoleh air tanah untuk keperluan makhluk hidup. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu konservasi air sebagai upaya untuk penambahan air tanah melalui pembangunan sumur-sumur resapan. Prinsip dasar konservasi air ini adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir percuma ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah ( groundwater recharge). Dengan muka air tanah yang tetap terjaga atau bahkan menjadi lebih dangkal, air tanah tersebut dapat dimanfaatkan pada saat terjadi kekurangan air di musim kemarau dengan jalan memompanya kembali ditempat yang lain ke permukaan. Dilanjutkan Syafrudin, bahwa; 13 Pengembangan Sumur Resapan adalah merupakan salah satu upaya pengisian air tanah secara artificial sebagai alternatif proses pengisian air tanah alami yang relatif lambat melalui proses infiltrasi. Proses ini menjadi sangat tidak signifikan manakala hampir sebagian besar recharge area telah menjadi kedap air atau upaya konservasi tanah dan air di daerah hulu sangat tidak memadai. Oleh karena itu, pembangunan sumur resapan adalah merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kuantitas dan sekaligus kualias air tanah yang saat ini semakin terancam akibat eksploitasi air tanah, pemompaan berlebih, intrusi air asin, peresapan limbah industri dll. Dengan adanya pembangunan sumur sumur resapan, diharapkan air hujan dapat diresapkan dan disimpan sementara di bawah tanah. Air tersimpan kemudian dapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan terutama dimusim kemarau dalam rangka mengantisipasi ancaman kekurangan air atau kekeringan. Metode penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, Propinsi Riau. Adapun Objek penelitian adalah implementasi peraturan daerah Nomor 10 Tahun 2006 tentang sumber daya air dan sumur resapan. Daerah penelitian ditentukan dengan metode purposive, yaitu dengan cara sengaja pada kawasan yang memiliki pertumbuhan pembangunan yang pesat, yaitu Kecamatan Tampan, dimana di kecamatan ini pembangunan pertokoan lebih pesat dari kecamatan lain. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kebijakan (public research) ataupun penelitian tindakan (action research). Apabila dilihat dari tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif. Sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik sampel bertujuan (purpossive sampling). Jumlah populasi dan sampel tertuang dalam tabel berikut: 13 Ibid, hal. 25 8

9 Tabel 3.2 Populasi dan Sampel NO Jenis Populasi Jumlah Populasi Jumlah Sampel Persentase 1 Dinas Tata Ruang dan % Bangunan Kota Pekanbaru 2 Dinas Pekerjaan Umum % Kota Pekanbaru Jumlah % Analisis data menurut Patton 14 adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan analisis data penelitian yaitu : a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber b. Mereduksi data dengan membuat abstraksi, yakni usaha membuat rangkuman yang inti. c. Menyusun dalam satuan-satuan d. Kategorisasi satuan-satuan, yang dilakukan bersamaan dengan koding e. Analisis data, mengadakan pemeriksaaan keabsahan data f. Penafsiran data Pembahasan Penelitian ini memaparkan sub bab pembahasan menyesuaikan dengan sasaran fokus penelitian yang dikaji. Implementasi peraturan daerah No. 10 Tahun 2006 di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru yang tidak berjalan dengan maksimal. Implementasi yang didalamnya termasuk tahap-tahap proses implementasi suatu kebijakan, pengorganisasian, interpretasi, perwujudan, dan pengawasan. Pembahasan ini juga menganalisis tentang faktor yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah No. 10 Tahun 2006 di Kecamatan Tampan. 14 Patton, dalam Ibid, hal: Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 di Kecamatan Tampan Secara substansial peraturan ini memberikan deskripsi secara tegas tentang pelaksanaan teknis secara konkret dilapangan berkaitan dengan pembuatan sumur resapan. Peraturan daerah ini juga telah memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sumur resapan hingga dapat dijadikan pedoman oleh masyarakat dan implementator. Secara teoritis konseptual perwujudan rumusan tentang maksud, tujuan dan sasaran dari terselenggaranya peraturan daerah ini dalam konteks filsafati telah dinilai selaras dengan paradigma pemerintahan dibidang kebijakan publik. Hanya saja implementasinya dilapangan secara kasat mata dapat dilihat bahwa apa yang diamanatkan dalam peraturan daerah ini tidak dijalankan. Ini dibuktikan lagi tentang hal apa saja yang membuat peraturan daerah ini yang didalamnya terdapat kewajiban membuat sumur resapan pada setiap bangunan tidak terlaksana. Pengakuan dari implementator dan kenyataan dilapangan dengan didasarkan pada teori-teori yang relevan. Dari rumusan peraturan daerah ini, dapat diidentifikasikan beberapa prinsip dasar tentang pembentukan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2006 tersebut, yaitu: Pertama, penerapan sumur resapan tersebut diarahkan sebagai upaya untuk mengelola sumber daya air dan konservasi air tanah sebagai karunia ALLAH SWT untuk kemaslahatan manusia. Pengertian ini juga dimaksudkan bahwa 9

10 keberadaan air juga sebagai kebutuhan dasar bagi manusia dalam kelangsungan hidup. Kedua, dalam mewujudkan pelaksanaan peraturan daerah oleh aparatur pemerintah telah diatur jelas, sebagai bagian dari penyelenggaraan kebijakan ini. Implementasi Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2006 tentang Sumber Daya Air dan Sumur Resapan di Kecamatan Tampan adalah implementasi dari kewajiban pembuatan sumur resapan sebagaimana yang termaktub didalam peraturan daerah tersebut. Kewajiban pembuatan sumur resapan pada daerah pertokoan adalah suatu yang didahulukan dikarenakan daerah pertokoan ini berbatasan langsung dengan jalan utama. Selain drainase yang memang tidak mencukupi untuk menampung curah hujan yang tinggi diperlukan sarana pendukung lain untuk mengatasi curah hujan yakni sumur resapan. Sumur resapan juga menjaga kualitas air di kawasan pertokoan tersebut. Implementasi tentang kewajiban pembuatan sumur resapan di Kecamatan Tampan khususnya pada daerah pertokoan yang berbatasan dengan jalan umum tidak terimplementasi dapat dianalisis lebih dalam dari setiap tahapan proses implementasi peraturan daerah ini. Hingga bisa diindentifikasi lebih konkret tentang apa-apa saja didalam setiap tahapan itu yang tidak dijalankan sehingga kewajiban pembuatan sumur resapan tidak terimplementasi Tahapan Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun Tahap Output Kebijakan Peraturan daerah ini merupakan hasil ajuan dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru. Peraturan daerah tentang sumber daya air dan sumur respan ini merupakan pembangunan di bidang Pekerjaan Umum yang bertujuan untuk meningkatkan infrastruktur perkotaan, dan membuat pola pembangunan perkotaan ke arah yang lebih baik. Sumur resapan sebagai peraturan yang diajukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru, seperti yang dikatakan oleh Kepala Bidang Sumber daya air Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru, Rayendra, bahwa; Bagian sumber daya air yang mengajukan kewajiban membuat sumur resapan, dan ini disambut oleh pemda untuk dibuatkan peraturan daerah agar kebijakan ini dapat mengikat. 15 Ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru bahwa dalam visinya adalah untuk mewujudkan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat dan nyaman serta prasarana jalan dan prasarana pengairan yang handal. Prasarana yang handal menggambarkan prasarana pengairan yang mengamankan kawasan dari banjir dan erosi serta mengatasi pencemaran air sungai baik dari limbah padat maupun cair. Untuk dapat mewujudkan visi yang telah disepakati, maka misi yang dilakukan pada visi mewujudkan prasarana pengairan yang handal menurut tugas pokok dan fungsi adalah meningkatkan pengelolaan sumber daya air untuk pengendalian banjir, artinya pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru. Pada saat ini masih terdapat genangan air serta bantaran sungai yang belum tertata sehingga mengundang masyarakat untuk membuang sampah/limbah ke sungai. Sumur resapan adalah sistem resapan buatan yang dapat menampung air hujan akibat dari adanya penutupan tanah oleh bangunan baik dari lantai bangunan maupun dari halaman yang di plester atau di aspal yang dialirkan melalui atap, pipa talang maupun saluran, yang berbentuk sumur, yang didalamnya diberi ijuk dan koral sebagai resapan. Sesuai dengan pembuatan sumur resapan sebagai salah satu cara mencegah banjir, dinas Pekerjaan Umum sepakat seperti yang diungkapkan oleh Bahrizal, bahwa; Sumur resapan memang diperuntukkan mengatasi banjir, salah satunya, juga 15 Hasil Wawancara Peneliti dengan Bapak Rayendra, Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru, tanggal 30 Oktober

11 untuk menjaga kualitas air, sehingga peraturan yang dibuat untuk menjadikan keadaan menjadi lebih baik, dan hal ini harus dipatuhi oleh semua pihak. 16 Hal ini dibenarkan oleh Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru Firdaus, bahwa; Diakui firdaus, keberadaan sumur resapan sebagai kompensasi bagi bangunan atau jalan yang berada diatasnya karena lahan resapan tidak ada lagi sehingga rawan banjir. Artinya, sumur resapan sebagai salah satu solusi mengatasi banjir. 17 Oleh sebab itu peraturan ini dikeluarkan untuk segera di terapkan kepada masyarakat Kota Pekanbaru, khususnya yang menyangkut tentang kewajiban membuat sumur resapan. Namun dari penelitian yang peneliti lakukan, dalam organisasi Dinas Pekerjaan Umum masih ada staf yang belum benar-benar mengerti akan peraturan daerah ini, seperti yang dikatakan oleh Alamsyah, bahwa; Kami tidak mengetahui apakah peraturan daerah ini sudah berjalan atau tidak karena petunjuk pelaksana dan teknis untuk sumur respaan ini belum ada pada kami. 18 Ini memperlihatkan bahwa diundangkannya peraturan daerah ini tidak terlalu berdampak pada tataran aplikatif dari setiap jajaran Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru sebagai dinas terkait untuk peraturan daerah ini. Koordinasi dari masing-masing struktur tentang tugas dan fungsi dari dinas akan suatu kebijakan yang berkaitan dengan visi tidak berjalan. 2. Tahap Kepatuhan Kelompok Sasaran 16 Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Bahrizal, Kepala Bidang Bagian Program Dinas PekerjaanUmum Kota Pekanbaru, tanggal 05 November Firdaus, Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, dalam Harian Riau Pos, Senin 05 Oktober 2009 hal Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Alamsyah, Kepala Seksi Perencanaan Dinas Pekerjaan umum Kota Pekanbaru, tanggal 04 Oktober 2009 Tahap interpretasi dalam implementasi kebijakan bukan hanya sekedar tahap kepatuhan kelompok sasaran terhadap output kebijakan, tapi juga penafsiran implementator dalam kebijakan yang dibuat. Interpretasi juga merupakan proses memadukan kegiatan memahami suatu fenomena dengan kegiatan mengungkapkan, menerangkan dan menerjemahkannya menjadi suatu pesan yang siap untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Tahap interpretasi pada impelementasi Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 dimaknai implementator dengan menyosialisasikannya sebagai bentuk dari perintah yang telah di sebutkan dalam poinpoin peraturan daerah ini. Bentuk sosialisasi telah dilakukan dengan membuat papan pengumuman yang didirikan pada kawasankawasan tertentu, dimana hal ini merupakan proses pemberitahuan kepada masyarakat akan substansi dari peraturan daerah No. 10 Tahun 2006 yakni kewajiban membuat sumur resapan pada setiap bangungan yang didirikan. Seperti yang dikatakan oleh Suryana, bahwa; Dinas PU telah melakukan sosialisasi berupa pendirian papan-papan pengumuman yang mewajibkann pembuatan sumur resapan pada setiap bangunan yang berdiri sesuai dengan amanat peraturan daerah no. 10 tahun 2006, namun kita tidak pernah tahu pasti apakah sosialisasi ini diinterpretasikan seperti apa oleh masyarakat. 19 Pemberitahuan menggunakan papan-papan pengumuman sebenarnya tidak terlalu mendapatkan respon dari masyarakat, dikarenakan masyarakat sudah jenuh dengan terlalu banyaknya peraturan yang mengatur kehidupan mereka. Isi dari pengumuman yang terlalu memaksakan menjadi pengumuman ini tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat. Sosialisasi oleh Dinas terkait tentang kewajiban pembuatan sumur resapan juga dilakukan oleh Dinas Tata Ruang dan 19 Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Suryana, Kepala Seksi Penyehatan Ling dan Air Bersih Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru, tanggal 25 Oktober

12 Bangunan Kota Pekanbaru seperti yang dikatakan oleh Darmawan, bahwa; Sosialisasi pernah dilakukan kepada pemegang SIBP (Surat Izin Bekerja Perencana), satu kali yang mengeluarkan tentang kewajiban SIBP untuk membuat desain sumur resapan bagi pihak yang ingin mengurus IMB. 20 Padahal untuk menggapai tujuan implementasi peraturan daerah ini sosialisasi dilakukan secara terprogram dan berkelanjutan sesuai dengan Bab sosialisasi dari peraturan daerah ini. Melihat proses sosialisasi seperti ini, wajar jika interpretasi sasaran kelompok untuk mematuhi kewajiban pembuatan sumur resapan sangat minim. Seperti apa yang akui oleh Marsil Harzoni, bahwa: Sosialisasi pernah dilakukan namun tidak ada kelanjutannya, tapi itu salah satu tugas sosialisasi yang sudah dilakukan dan sebenarnya membuat peraturan ini lama untuk dapat diterapkan, sehingga kelanjutannya kita tidak pernah tahu, nantilah sekalian jalan bisa kita lakukan lagi. 21 Sosialisasi tentang peraturan daerah ini seperti memiliki permasalahan dari implementator, padahal sudah jelas di sampaikan dalam petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis tentang sumur resapan dalam Bab VII Pembinaan Teknis Pembuatan Sumur Resapan pasal 11, bahwa; Dinas teknis yang berperan sebagai pembina teknis dalam pembuatan sumur resapan adalah sebagai berikut: a. Dinas Kimpraswil (Pekerjaan Umum) Kota Pekanbaru mempunyai tugas menerbitkan gambar kontruksi dan jumlah sumur resapan yang akan dibangun si pemohon, serta merekomendasikan ke 20 Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Darmawan, Kepala Seksi Dok. dan Penyebaran Info, tanggal 6 oktober Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Marsil Harzoni, Kepala Seksi Penetapan Perizinan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, tanggal 06 Oktober 2009 Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, sebagai syarat wajib Izin Mendirikan Bangunan (IMB) b. Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru mempunyai tugas; 1. Menerbitkan Izin Medirikan Bangunan (IMB) dengan mewajibkan membuat sumur resapan bagi si pemohon 2. Mengawasi pembuatan sumur resapan yang dibangun oleh si pemohon serta berkoordinasi dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru. Namun, sosialisasi yang masih sederhana dilakukan itu tetap harus menjadi tolak ukur untuk menerapkan Output kebijakan dari badan-badan pelaksana mesikipun sosialisasi ini belum dikatakan maksimal seperti yang dikatakan Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, Dr. Ir. Firdaus, bahwa; Sosialisasi tentang sumur resapan ini sudah cukup lama. Mulai 2010, stop sosialisasi dan langsung kita berikan sanksi teutama bagi developer karena mereka yang membangun dengan jumlah sangat besar. Ini bukan main-main, kita akan langsung denda Tahap Dampak Nyata Kebijakan (Perwujudan) Dampak nyata output kebijakan, yang tentunya penerapan sumur resapan dilapangan adalah dibuatnya sumur resapan oleh pihak yang mendirikan bangunan yang menutupi permukaan tanah. Dampak nyata ini adalah hasil dari rekomendasi Dinas Tata Ruang dan Bangunan kota Pekanbaru, namun tidak diaplikasikan dilapangan. Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru telah memasukkan kewajiban pembuatan sumur resapan ke dalam advis planning, yakni pengantar untuk mendapatkan surat Izin 22 Dr. Ir. Firdaus, Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, dikutip dalam Harian Riau Pos, tanggal 5 Oktober 2009, hal

13 Mendirikan Bangunan. Seperti yang dikatakan oleh Marsil Harzoni, bahwa; Tata ruang dan bangunan sudah memasukkan kewajiban membuat sumur resapan pada poin advis planning, yakni surat pengantar untuk mendapatkan IMB. 23 Untuk memenuhi poin-poin dari advis planning ini, pihak dari pemilik bangunan harus berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru untuk mendapatkan rekomendasi bebas banjir dengan mengajukan gambar sumur resapan kepada pihak pemilik bangunan. Pada tahapan ini yang terkadang membuat kesulitan untuk penerapan sumur resapan dilapangan, koordinasi ini hanya dilakukan oleh pihak pemilik bangunan untuk selanjutnya isi rekomendasi itu dilanjutkan kepada Dinas Tata Ruang dan Bangunan dan mendapatkan surat Izin Mendirikan Bangunan. Masyarakat sebagai pihak pemiliki bangunan tidak merasa bahwa sumur resapan merupakan hal penting untuk dilakukan, karena menganggap bahwa peruntukan sumur resapan belum terlalu dibutuhkan. Seperti yang diungkapkan Ahmad Ridha, bahwa; Masyarakat belum merasa dampak positif dari sumur resapan ini jadi tidak membangunnya. 24 Lanjutnya untuk penerapan di lapangan telah dibuat contoh sumur resapan yang dianggarkan satu tahun oleh Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru, yang diungkapkan Ahmad Ridha, bahwa; Untuk implementasinya sebagai percontohan ada satu tahun anggaran saja pada tahun 2007 dan di terapkan di kantorkator pemerintah kota pekanbaru Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Marsil Harzoni, Kepala Seksi Penetapan Perizinan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, tanggal 6 oktober Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Ahmad Ridha, Kepala Seksi Rawa, Danau dan Pengelolaan SDA Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru, tanggal 30 Oktober Ibid. Tapi dilapangan peneliti melihat hanya Kantor Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru dan Kantor Wali Kota yang diterapkan dari kewajiban pembuatan sumur resapan ini. Penerapan dilapangan harus diikuti oleh partisipasi kelompok sasaran dikarenakan jika kepatuhan kelompok sasaran tidak dimiliki, maka apapun bentuk dari kebijakan yang dibuat tidak akan tepat sasaran. Partisipasi masyarakat di Kecamatan Tampan tentang kewajiban pembuatan sumur resapan masih sangat kurang. Seperti yang diungkapkan oleh Fajri Hidayat bahwa: Partisipasi masyarakat masih kurang, jadi kami juga sulit untuk mengaplikasikannya. Masyarakat juga harus mendukung agar masalah ini tidak menjadi tanggung jawab pemerintah saja. 26 Untuk partisipasi, Korten mengemukakan bahwa tuntutan semacam ini tidak dapat terpenuhi tanpa adanya dukungan dari masyarakat yang menjadi objek dan subjek pembangunan itu sendiri. Masyarakat merupakan aktor pembangunan yang menentukan keberhasilan suatu usaha perubahan ke arah yang lebih baik 27. Kepatuhan masyarakat sebagai kelompok sasaran dikecamatan Tampan khususnya pada daerah pertokoan yang belum menerapkan pembuatan sumur resapan pada setiap bangunan adalah kenyataan tidak terimplementasinya peraturan daerah No. 10 Tahhun 2006 ini. Pengertian partisipasi aktif masyarakat adalah suatu bentuk keikutsertaan seseorang, yang diberikannya secara sukarela, ikhlas dan tanpa pamrih demi kepentingan bersama, dalam upaya mewujudkan tatanan kehidupan 26 Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Fajri Hidayat, Kepala Seksi Penelitian Teknis Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, tanggal 7 oktober Korten, dalam Azam Awang, Otonomi Desa dan Partisipsi Masyarakat Kajian Pergeseran Struktur dan Fungsi Desa di Kabupaten Lingga Kepulauan Riau, (Pekanbaru: Alfa Riau, 2006), hal

14 perumahan dan permukiman yang lebih baik serta berwawasan lingkungan Tahap Kesesuaian Dengan Persepsi (Pengawasan) Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dari suatu bagian dari berhasilnya implementasi suatu kebijakan. Dikatakan Taliziduhu Ndraha bahwa; Kontrol dan evaluasi kebijakan terjadi (bukan dilakukan) setiap interaksi dan transaksi antar berbagai pihak yang berkebutuhan, berkewajiban, berkewenangan, dan menanggung resiko. 29 Ini berarti pengawasan dilakukan dari tahap awal implementasi, dikarenakan interaksi dan transaksi antara pihak implementator dan kelompok sasaran kebijakan terjadi. Pengawasan dari Implementasi Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2006 ini yang mewajibkan sumur resapan dilihat sangat lemah, jika tidak bisa dikatakan tidak dilakukan pengawasan dalam penerapannya. Seperti yang diakui oleh Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, bahwa; Dinas PU selama ini sudah mengeluarkan rekomendasi bebas banjir ini. Kelemahannya adalah pada pengawasan. Inilah yang akan kita tingkatkan terus menerus termasuk pengawasan terhadap ada atau tidaknya sumur resapan pada suatu bangunan. Sanksi juga akan kita berlakukan kepada seluruh masyarakat di kota pekanbaru. 30 Jika merujuk pada apa yang dikatakan oleh Ndraha bahwa pengawasan telah dilakukan saat interaksi dan transaksi terjadi, maka ada tahapan yang terputus dalam implementasi kewajiban pembuatan sumur 28 Idham, Konsolidasi Tanah Perkotaan Dalam Perspektif Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 2004), hal Taliziduhu Ndraha, Kybernologi Sebuah Charta Pembaharuan, (Tangerang:Sirou Credentia Center, 2007), hal Dr. Ir. Firdaus, Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, dikutip dalam Harian Riau Pos, tanggal 5 Oktober 2009, hal. 38 resapan ini. Ini terlihat seperti terabaikan pada tahapan setelah pihak pemilik bangunan mendapatkan rekomendasi Izin Mendirikan Bangunan. Seperti yang dikatakan Marsil Harzoni, bahwa; Kewajiban membangun sumur resapan ini sebagai syarat yang disertakan bersama Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 31 Jika syarat sumur resapan diikutsertakan bersama dengan surat IMB, maka terlepas dari itu pengawasan seperti apa yang telah dilakukan, karena setelah mendapatkan IMB, pihak pendiri bangunan harus membuat berita acara untuk dikoordinasikan dengan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, seperti yang dikatakan oleh Yunizar, bahwa; Pengawasan dari Distaruba adalah melihat cocok tidak dengan izin sesuai dilapangan, kalau tidak cocok tidak dikeluarkan berita acara. 32 Ketika pihak pemilik bangunan mendapatkan berita acara namun fakta dilapangan sumur resapan tidak ada, maka pengawasan yang lemah atau memang ada yang menjadi poin tersendiri dari peraturan daerah ini dalam penerapannya adalah hal yang perlu dipertanyakan lebih dalam. Pengawasan yang dimaknakan oleh Dinas terkait dalam pemantauan kebijakan pembuatan sumur resapan ini adalah pengawasan dilapangan. Untuk pengawasan Dinas terkait dalam peraturan daerah ini terjadi tumpang tindih, seperti yang diungkapkan Helis Wardi dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru, bahwa; Belum ada tim pengawasan, menurut pandangan kami untuk pengawasan dari dinas tata ruang dan bangunan dimana 31 Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Marsil Harzoni, Kepala Seksi Penetapan Perizinan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, tanggal 6 oktober Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Yunizar, Kepala seksi Pengawasan dan Penertiban Bangunan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru, tanggal 7 Oktober

15 mereka ada tim pemantau yang sekalian jalan untuk bangunan. 33 Padahal telah disebutkan dalam petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis tentang sumur resapan ini, bahwa pihak-pihak terkait adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan berkoordinasi dalam implementasinya. Juga, dari tugas pokok dan fungsi masing-masing dinas ada sinkronisasi dalam pengawasan peraturan daerah ini. Pengawasan juga diartikan miring oleh pejabat dari Dinas Tata Ruang dan Bangunan, seperti yang diungkapkan oleh Andri Y Hamidy, bahwa; Sementara ini pengawasan belum dilakukan untuk kewajiban sumur resapan, karena masih dalam rangka sosialisasi. 34 Padahal didalam implementasi adalah proses dimana sosialisasi, penerapan dan pengawasan hal yang harus dilakukan, sehingga bukan bertujuan pada pemberian sanksi agar implementasi peraturan ini dapat diterapkan. Hal ini juga diungkapkan oleh Heris Hasan, bahwa; Ini menjadi sulit juga untuk kita terapkan karena inti dari tercapainya kebijakan ini ada pada pengawasan. 35 Kelemahan yang diperlihatkan paling penting oleh dinas terkait dalam implementasi peraturan daerah No. 10 Tahun 2006 khusunya pada penerapan sumur resapan pada pertokoan di daerah kecamatan Tampan adalah pada lemahnya pengawasan yang diartikan secara harfiah bahwa pengawasan adalah proses dimana pemantauan penerapan dilapangan. 33 Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Helis Wari, Kepala seksi Perumahan dan permukiman Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru, tanggal 1 Oktober Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Andri Y Hamidy, Kepala seksi Pengawasan Operasional Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekabaru, tanggal 25 Oktober Hasil wawancara peneliti dengan Bapak Heris Hasan, Kepala seksi Tata Bangunan Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru, tanggal 26 Oktober Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2006 di Kecamatan Tampan 2.1. Komunikasi Melihat dari kondisi yang terjadi dalam implementasi peraturan daerah No. 10 Tahun 2006 khususnya pengadaan sumur resapan di pertokoan berbatasan dengan jalan utama di kecamatan Tampan terjadi disfungsionalisasi koordinasi diantara instansi Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru. Dari penelitian yang telah dilakukan Dinas Pekerjaan Umum merasa bahwa terhadap implementasi kebijakan sumur resapan ini adalah tugas dari Dinas Tata Kota dimana Dinas PU hanya sebagai dinas yang memberikan rekomendasi tentang kewajiban pembuatan sumur resapan. Sementara dari dinas Tata Ruang dan Bangunan menyatakan bahwa hal ini adalah tugas PU dikarenakan PU mengerti tentang pengelolaan sumber daya air dan pembuatan sumur resapan adalah termasuk didalamnya. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Padahal sudah termaktub jelas bahwa, kedua dinas ini memiliki tugas yang saling berkoordinasi dalam keberhasilan penerapan sumur resapan ini. Oleh karena terjadi disfungsionalisasi koordinasi ini menjadikan penerapan sumur resapan di pertokoan Kecamatan Tampan tidak teralisasi. Pada kenyataan dilapangan tidak terdapatnya sumur resapan menjadikan pengelolaan sumber daya 15

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan teknologi saat ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan permukiman sedangkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG SUMBER DAYA AIR DAN SUMUR RESAPAN DI KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU ZAINI ALI

EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG SUMBER DAYA AIR DAN SUMUR RESAPAN DI KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU ZAINI ALI EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK TENTANG SUMBER DAYA AIR DAN SUMUR RESAPAN DI KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU ZAINI ALI Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Islam Riau ABSTRAK Pemerintah Kota Pekanbaru

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Perangkat Daerah Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Lamongan merupakan unsur pelaksana teknis urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER DAYA AIR DAN SUMUR RESAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER DAYA AIR DAN SUMUR RESAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER DAYA AIR DAN SUMUR RESAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang :

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, - 1 - PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: WALIKOTA SERANG, a. bahwa sumber daya air merupakan karunia yang memberikan

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi OTONOMI DAERAH Otda di Indonesia dimulai tahun 1999 yaitu dengan disyahkannya UU No.22 thn 1999 ttg Pemerintah Daerah yang kemudian disempurnakan dengan UU No.32 thn 2004. Terjadi proses desentralisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, 1 PERATURAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KABUPATEN MADIUN, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 522 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG IRIGASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG IRIGASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG IRIGASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa dilingkungan hidup adalah merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH... 3 Bagian Kesatu Umum... 3 Bagian Kedua Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

-1- BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI

-1- BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI -1- BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN KABUPATEN BANYUWANGI \ DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN Nomor 17/C, 2001 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kekayaan alam yang tersedia dalam bumi negara kita ini. Contohnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kekayaan alam yang tersedia dalam bumi negara kita ini. Contohnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia telah dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai kekayaan alam yang tersedia dalam bumi negara kita ini. Contohnya adalah air beserta

Lebih terperinci

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman Heru Hendrayana, 2011 heruha@ugm.ac.id I. LATAR BELAKANG Airtanah merupakan sumberdaya yang mempunyai peranan penting pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i No.640, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Irigasi. Komisi. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN KONSERVASI AIR TANAH MELALUI SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Menimbang DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem

Lebih terperinci

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR Ir. Saroni Soegiarto, ME Kasubdit Pemanfaatan SDA Makassar, 23 Maret 2016 Subdit Pemanfaatan SDA Direktorat

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Misi adalah rumusan umum mengenai

Lebih terperinci