METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Pengumpulan Data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Pengumpulan Data"

Transkripsi

1 59 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada SWP DAS Arau, yang terdiri atas 3 DAS, yaitu DAS Batang Arau, DAS Batang Kuranji dan DAS Batang Air Dingin, secara administratif terletak di Kota Padang dan sebagian kecil hulunya berada di Kabupaten Solok, Padang Pariaman dan Pesisir Selatan. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan merupakan SWP DAS Prioritas (DAS kritis yang perlu penanganan segera), memiliki nilai yang strategis karena merupakan wilayah ibukota propinsi dengan berbagai aktivitas dalam DAS dan data penunjang yang sangat diperlukan cukup tersedia. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tiga DAS dengan pertimbangan : (1) sasaran pengguna jasa dan penerima manfaat pada skema imbal jasa lingkungan adalah masyarakat Kota Padang, yang berada di tiga DAS tersebut; (2) untuk penggalian potensi institusi lokal dan komunitas adat dalam pengelolaan hutan, terutama dalam bentuk hutan ulayat, tidak dibatasi oleh satuan DAS, tapi oleh wilayah administrasi dan hukum adat, dalam hal ini adalah wilayah kesatuan Nagari dan Kota Padang. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus Februari Pengumpulan Data Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Sumber data dari hasil observasi dan dari Instansi terkait seperti Stasiun Metereologi dan Geofisika, Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Barat, Dinas Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan Kota Padang, Bapedalda Kota Padang, Bappeda Kota Padang, Dinas PSDA Propinsi Sumatera Barat, PDAM Kota Padang, BPN, BPS, Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM), Kerapatan Adat Nagari (KAN), usaha berbasis air, responden terpilih, informan kunci dan sumber lain yang sesuai dengan tujuan penelitian. Berdasarkan ruang lingkup penelitian, maka variabel/pola yang akan diukur, pengumpulan data dan sumber data untuk mencapai tujuan penelitian disajikan pada Tabel 4.

2 60 Tabel 4 Variabel/pola, pengumpulan data dan sumber data No Variabel / pola yang akan diukur 1 Profil SWP DAS Arau (Kondisi fisik, Sosekbud dan kelembagaan ) 2 Neraca Air SWP DAS Arau (Ketersediaan air, kebutuhan air dan keseimbangan air DAS) 3 Tutupan Lahan (pengaruh tutupan lahan terhadap ketersediaan air) 4 Potensi Pengembangan PES (jenis jasa, penyedia, pengguna dan nilai jasa) dan dana non PES 5 Atribut Komunitas dan Aturan yang digunakan dalam pengelolaan DAS/hutan (rules in use) 6 Peraturan terkait dan norma-norma dalam pengelolaan DAS Data yang dikumpulkan Informasi tentang kondisi fisik DAS (topografi; iklim; tanah; geologi; penutupan lahan; bentuk DAS); sosial ekonomi masyarakat (sarana sosek; kelembagaan masyarakat; historis penggunaan lahan; pendapatan; pola pengelolaan hutan dan usaha tani) Data curah hujan harian, debit harian, iklim (suhu, kelembaban, radiasi matahari) 20 tahunan; Jumlah penduduk; luas sawah; lahan perikanan, industri, pola distribusi dan penggunaan air Tutupan lahan tahun 1990, 2000 dan 2009 Kondisi sosek RT, petani irigasi dan usaha pengguna air; Persepsi masyarakat terhadap konservasi dan RHL; WTP; WTA; Institusi pengelola kawasan lindung; sumber pendanaan alternatif untuk konservasi dan RHL Karakter komunitas; Normanorma adat; Aturan adat dalam pengelolaan SDA; hak kepemilikan lahan; UU, PP, Perda, Kepmen/Permen, Juklak, Juknis dan aturan adat Sumber Data Peta : topografi, tanah, geologi; tutupan lahan; DAS Prioritas, kawasan hutan SWP DAS Arau; Data statistik Kota Padang tahun 2009; Status Lingkungan Hidup Kota Padang Tahun 2009; Observasi lapangan; wawancara, data sekunder dari pihak terkait. Data hujan dari stasiun hujan; data debit dari stasiun debit; Data statistik Kota Padang tahun 2009: Data Pelayanan PDAM; Draft RTRW Kota Padang ; SLH Kota Padang 2009; Observasi lapangan; wawancara dan data sekunder dari pihak terkait. Citra ETM7+Path 127 tahun 1990, 2000, 2009; Peta Tutupan lahan; Peta tanah SWP DAS Arau Survey rumah tangga, observasi dan wawancara mendalam (Indepth interview) dengan tokoh kunci serta data sekunder dari instansi terkait Wawancara mendalam dengan tokoh kunci, observasi dan data sekunder dari instansi terkait Literatur, data sekunder, observasi dan wawancara dengan tokoh kunci

3 61 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif studi kasus, dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif sesuai keperluan pada masingmasing kajian. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan survey, observasi dan wawancara menggunakan kuisioner serta wawancara mendalam dengan responden terpilih. Untuk model hidrologi digunakan pendekatan sistem DAS. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka penelitian dibagi empat bagian, yaitu : 1. Kajian Neraca Air dan Penggunaan Lahan pada SWP DAS Arau (Pendekatan Fisik/Hidrologi); 2. Kajian Identifikasi Arena Aksi, Atribut Komunitas dan Aturan Main yang Digunakan (Rules in Use) untuk Pengembangan Institusi (Pendekatan Kelembagaan); 3. Kajian Pengembangan Insentif untuk Konservasi dan RHL dari Dana PES dan Non PES pada SWP DAS Arau (Pendekatan Ekonomi); 4. Pengembangan Institusi dalam Membangun Model Pengelolaan SWP DAS Arau Terpadu dan Mandiri. Masing-masing bagian akan diuraikan sebagai berikut. Kajian Optimasi Penggunaan Lahan dan Neraca Air SWP DAS Arau Kajian ini dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian point (1), yaitu untuk mengidentifikasi aspek fisik, yang dibatasi pada kondisi hidrologi dan penggunaan lahan SWP DAS Arau, yang akan dijadikan acuan pelaksanaan kegiatan konservasi/rhl dan implementasi PES. Untuk mencapai tujuan ini dilakukan analisis neraca air dan penggunaan lahan pada SWP DAS Arau. Analisis kondisi hidrologi dan penggunaan lahan ini akan memberikan informasi tentang : (1) Ketersediaan air pada SWP DAS Arau; (2) Kebutuhan air pada SWP DAS Arau; (3) Neraca ketersediaan dan kebutuhan air pada SWP DAS Arau; (4) Penggunaan lahan eksisting SWP DAS Arau; (5) Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS; (6) Skenario penggunaan lahan optimal pada SWP DAS Arau sehingga kinerja DAS dalam kategori baik.

4 62 Analisis Neraca Air DAS. Analisis neraca air SWP DAS Arau dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung ketersediaan air dan kebutuhan air pada SWP DAS Arau, yang akan diuraikan sebagai berikut. 1. Penghitungan Ketersediaan Air dalam DAS Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi (bendung atau bangunan air lainnya) di sungai dengan jumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu (Triatmodjo 2009). Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan (hujan, debit). Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang berpeluang mampu memenuhi berbagai kebutuhan. Dalam penelitian ini, dipakai debit andalan 80% (Q 80 ), yaitu debit andalan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air minum (Triadmodjo 2009). a) Penghitungan Hujan DAS Penentuan rata-rata curah hujan untuk masing-masing DAS pada SWP DAS Arau dalam penelitian ini menggunakan metoda segitiga Poligon Thiessen. Poligon Thiessen dibuat dari peta SWP DAS Arau antara posisi titik-titik Stasiun Penakar Hujan (SPH), kemudian dihubungkan dengan garis lurus dan pada titik tengah garis lurus tersebut ditarik garis tegak lurus 90 o, perpotongan antara garis tegak dan berbentuk poligon disebut Poligon Thiessen yang ditumpangtindihkan dengan peta SWP DAS Arau, sehingga didapatkan luasan daerah pengaruh hujan masing-masing stasiun penakar hujan. Persentase antara luas poligon dan luas DAS kemudian dikalikan dengan hujan rata-rata bulanan sehingga didapat curah hujan bulanan pada setiap DAS. [R 1 x (a 1 /A)] + [R 2 x (a 2 /A)] [R n x (a n /A)]..(4) Dimana : R 1, R 2,, R n = curah hujan pada masing-masing stasiun penakar hujan; a 1, a 2,., a n = luas daerah pengaruh masing-masing stasiun hujan (luas daerah polygon) (ha); A = luas total DAS (ha). b) Penghitungan Ketersediaan Air DAS Ketersediaan air pada SWP DAS Arau dilakukan terhadap ketersediaan air permukaan, yang diprediksi dari analisis data rata-rata debit bulanan pada

5 63 sungai utama masing-masing DAS yang mempunyai fasilitas alat pengukur hidrometri dalam rentang waktu 20 tahun ( ), yaitu dari stasiun pengukur debit Gunung Sarik (DAS Batang Arau), Gunung Nago (DAS Batang Kuranji) dan stasiun pengukur debit Lubuk Minturun (DAS Batang Air Dingin). Debit andalan (Q 80 ) ditentukan menggunakan metode rangking dengan mengurutkan dalam bentuk tabel data debit, dari debit maksimum sampai debit minimum, persen keandalan diperoleh dari nilai m/n yang dinyatakan dalam %, dimana m adalah nomor urut dan n adalah jumlah data. Bila data debit yang tersedia tidak kontinyu atau dalam jangka pendek maka analisis ketersediaan air dalam DAS dihitung menggunakan model hujan aliran (Triatmodjo 1998a), karena dalam suatu DAS, pada umumnya data hujan tersedia dalam jangka waktu panjang. Untuk itu dibuat hubungan antara debit dan hujan dalam periode waktu yang sama, selanjutnya berdasarkan hubungan tersebut dibangkitkan data debit berdasar data hujan yang tersedia. Dengan demikian akan diperoleh data debit dalam periode yang sama dengan data hujan. Metode untuk membangkitkan data debit dari data hujan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan model regressi linear sederhana (Triatmodjo 1998b), seperti Gambar 2 di bawah ini. Data Hujan (p) Tahun Data Debit (Q) Tahun Hubungan Q - p Tahun yang sama ( ) Q = f (p) Bangkitan Debit Q Tahun Gambar 2 Penurunan data debit berdasarkan data hujan pada SWP DAS Arau

6 64 2. Penghitungan Kebutuhan Air dalam DAS Penghitungan kebutuhan air pada SWP DAS Arau dilakukan dengan membagi kebutuhan air atas 4 sektor, yaitu : (a) Rumah Tangga; (b) Pertanian; (c) Sarana Perkotaan dan; (d) Industri, dengan uraian sebagai berikut : (a) Kebutuhan air rumah tangga (Qrt) Kebutuhan air untuk rumah tangga diperkirakan dengan rumus berikut : Qrt = Pt x Un. (5) Dimana Qrt adalah jumlah kebutuhan air penduduk per wilayah studi (m 3 /tahun); Pt adalah jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan (jiwa); dan Un adalah nilai kebutuhan per kapita per tahun (m 3 /tahun/jiwa) sesuai standar yang digunakan Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2003) seperti disajikan pada Tabel 5. Data jumlah penduduk serta proyeksinya diambil dari data Statistik Kota Padang tahun 2009 dan Draft RTRW Kota Padang tahun Tabel 5 Standar kebutuhan air untuk rumah tangga No. Jumlah Penduduk Jenis Kota Kebutuhan Air (Liter/Hari) 1 < Metropolitan Metropolitan Besar Besar Sedang Kecil Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2003 (b) Kebutuhan air untuk perkotaan (Qkt) Kebutuhan air perkotaan adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti fasilitas komersial, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan dan fasilitas pendukung kota seperti taman, hidran kebakaran dan pengelontoran kota (Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2003). Besarnya kebutuhan air untuk sarana perkotaan merupakan persentase dari jumlah kebutuhan air rumah tangga. Penentuan persentase tergantung dari jumlah atau kepadatan penduduk, seperti terlihat pada Tabel 6.

7 65 No Tabel 6 Besarnya kebutuhan air untuk sarana perkotaan Kriteria (Jumlah Penduduk) Kebutuhan Air Perkotaan (Persentase dari Kebutuhan Air Rumah Tangga) 1 > < Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 2003 (c) Kebutuhan air pertanian (Qptn) Kebutuhan air pertanian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kebutuhan untuk irigasi, perikanan dan peternakan, diperkirakan dengan rumus berikut : Qptn = Qirg + Qikan + Qternak.....(6) Dimana : Qirigasi = Luas lahan sawah atau palawija (ha) x acuan kebutuhan air persatuan luas sawah atau palawija pertahun (m 3 /ha/tahun); Qperikanan = Luas lahan kolam/perikanan (ha) x acuan kebutuhan air persatuan luas kolam/tahun (m 3 /ha/tahun); dan Qpeternakan = Jumlah ternak (ekor) x acuan kebutuhan air/jenis ternak/ekor (m 3 /ekor/tahun). Data luas irigasi, perikanan dan peternakan diambil dari data statistik Kota Padang tahun disajikan pada Tabel 7. Besarnya acuan kebutuhan air untuk pertanian Tabel 7 Standar kebutuhan air pertanian No. Jenis Kegiatan Kebutuhan Air Sumber Irigasi 1. Sawah 1 liter/detik/ha Hatmoko et al Palawija 0,25 liter/detik/ha Hatmoko et al Perikanan 1. Perikanan sawah 1 liter/detik/ha Hatmoko et al Perikanan Kolam m 3 /ha Hatmoko et al Perairan Umum 0,2 liter/detik/ha Sugiarto 1995 Peternakan 1. Sapi/Kerbau/Kuda 40 liter/ekor/hari SNI Kambing/Domba 5 liter/ekor/hari SNI Unggas 0,6 liter/ekor/hari SNI 2002 (d) Kebutuhan air industri (QInd) Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses industri termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industri dan pendukung kegiatan industri (Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2003).

8 66 Kebutuhan air industri dapat dihitung menggunakan metode penggunaan lahan industri, yaitu sebesar 0,4 liter/detik/ha untuk wilayah yang luas lahan kawasan industrinya diketahui (Triatmodjo 2009). Sedangkan untuk wilayah yang tidak diketahui, standar yang digunakan Dirjen Cipta Karya Departemen PU adalah sebesar 10% dari konsumsi air domestik. Klasifikasi industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air industri. Dalam penelitian ini, standar kebutuhan air industri yang digunakan disajikan pada Tabel 8. Kebutuhan air industri (QInd) diperkirakan menggunakan rumus : Qind = (K 1 x X 1 ) + (K 2 x X 2 )..(7) Dimana K 1 adalah kebutuhan air untuk proses produksi; X 1 adalah acuan kebutuhan air untuk proses produksi; K 2 adalah jumlah karyawan; dan X 2 adalah acuan kebutuhan/sanitasi karyawan. Data industri pada SWP DAS Arau diambil dari data statistik Kota Padang tahun Tabel 8 Standar kebutuhan air industri Uraian Kebutuhan Air Sumber Bila luas lahan kawasan industri diketahui Industri Rumah Tangga 0,4 liter/detik/ha Triatmodjo 2009 Belum ada rekomendasi, disesuaikan dengan kebutuhan air Rumah Tangga Departemen Kimpraswil 2003 Industri Menengah 2-4 m 3 /hari IWACO 1989 Industri Besar 5-10 m 3 /hari IWACO 1989 Kebutuhan air karyawan/pekerja 60 liter/orang/hari Departemen Kimpraswil 2003 Penghitungan total kebutuhan air pada DAS adalah penjumlahan kebutuhan air keempat sektor, yaitu : Qtotal = Qrt + Qkt + Qprt + Qind.. (8) 3. Neraca Air DAS (Keseimbangan Air DAS) Untuk melihat kondisi ketersediaan air DAS dalam memenuhi kebutuhan air pada DAS tersebut, maka ketersediaan air pada DAS dikurangi dengan kebutuhan air pada DAS. Bila keseimbangan air positif maka tidak terjadi

9 67 kekurangan air pada DAS tersebut dan bila neraca air negatif maka mengindikasikan adanya krisis air pada DAS tersebut. Analisis Optimasi Penggunaan Lahan. Analisis optimasi penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui luas lahan hutan yang dibutuhkan dan distribusinya untuk mencapai kondisi hidrologis DAS yang baik atau untuk mencapai kinerja DAS dalam kategori baik pada SWP DAS Arau, menggunakan analisis spasial dan model hidrologi. 1. Penggunaan lahan eksisting SWP DAS Arau Penggunaan lahan eksisting dilihat melalui analisa peta tutupan lahan berdasarkan peta citra digital ETM7 + SWP DAS Arau tahun Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Analisis ini akan melihat pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS menggunakan data time series. Perubahan penggunaan lahan dianalisis melalui peta tutupan lahan SWP DAS Arau tahun 1990, 2000, 2009 berdasarkan peta citra digital ETM7 + SWP DAS Arau tahun 1990, 2000 dan 2009; sedangkan perubahan kondisi hidrologi DAS yang mencerminkan kinerja DAS dianalisis melalui penelusuran data debit tahun 1990 sampai dengan tahun Parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja DAS, meliputi debit maksimum (Qmaks), debit minimum (Qmin); dan fluktuasi debit (rasio Qmaks/Qmin atau koefisien regim sungai (KRS)). Berdasarkan SK Dirjen RLPS Nomor P.04/V-SET/2009, ada 2 (dua) kriteria penilaian KRS, yaitu : (1) Nilai KRS berdasarkan nilai perbandingan antara debit maksimum dan debit minimum tahunan (Qmaks/Qmin) dengan rentang : nilai KRS < 50 termasuk kategori baik, nilai KRS termasuk kategori sedang, dan nilai KRS > 120 termasuk kategori buruk; dan (2) nilai KRS dihitung berdasarkan perbandingan antara debit maksimum dan debit andalan (Qmaks/Qandal), dimana Qa adalah debit rata-rata tahunan dikalikan dengan faktor Nilai KRS > 20 termasuk dalam kriteria DAS jelek/buruk. Pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap kondisi hidrologis DAS dianalisis menggunakan model regressi linear menggunakan software Minitab dan model deterministik non linear menggunakan program Stella

10 68 3. Prediksi kondisi hidrologis DAS dan skenario penggunaan lahan optimal Prediksi kondisi hidrologis DAS akibat perubahan tutupan lahan hutan dianalisis menggunakan model deterministik non linear menggunakan program Stella Model yang dibangun terdiri dari 3 (tiga) variabel utama yaitu : (a) Stock, yaitu luas berbagai tutupan lahan; (b) Flow, yaitu perubahan luas tutupan lahan hutan; dan (c) Variabel auxilary, yaitu variabel yang ditetapkan sebagai konstanta dalam menentukan tindakan pengelolaan. Skenario yang digunakan adalah bagaimana nilai KRS DAS pada (1) kondisi penggunaan lahan seperti saat ini tanpa ada tindakan pengelolaan (bussines as usual, BAU); (2) skenario penggunaan lahan yang memberikan kondisi hidrologi yang baik (nilai KRS < 50) melalui tindakan penghentian konversi lahan hutan dan penanaman kembali lahan dengan tutupan non hutan. Untuk mendapatkan penggunaan lahan optimal dilakukan telaahan dengan mempertimbangkan aspek fisik (kesesuaian fungsi kawasan); aspek ekonomi atau pengembangan wilayah (RTRW Kota Padang tahun ), dan aspek sosial budaya setempat (historis penggunaan dan pemilikan lahan, adat serta preferensi masyarakat). Kajian Identifikasi Arena Aksi, Atribut Komunitas dan Rules in Use Untuk Pengembangan Institusi (Pendekatan Kelembagaan) Kajian ini dilakukan untuk mencapai tujuan (2), yaitu mengidentifikasi aspek kelembagaan arena aksi, atribut komunitas dan aturan / kebijakan / norma adat (rules in use) dalam pengelolaan hutan yang mempengaruhi perilaku aktor dalam pengelolaan SWP DAS Arau sesuai kerangka kerja analisis pengembangan institusi dari Ostrom (2008). Tujuannya untuk memprediksi perilaku aktor dalam pengelolaan SWP DAS Arau sehingga dihasilkan pola interaksi (performance) yang baik, dalam arti dihasilkan institusi pengelolaan yang efisien, yang memenuhi kriteria adanya biaya transaksi yang minimal dan imbalan yang diterima para pihak sesuai dengan korbanan pada kinerja DAS yang baik. Informasi ini akan digunakan untuk menyusun model kelembagaan pengelolaan hutan dan pengembangan PES pada SWP DAS Arau. Penggalian informasi akan difokuskan pada lokasi-lokasi yang secara teknis potensial untuk pengembangan kegiatan tersebut berdasar hasil Kajian 1.

11 69 Analisis arena aksi dibatasi pada pengelolaan kawasan lindung, khususnya pengelolaan hutan pada hulu DAS, meliputi aspek ruang (insentif pengelolaan lahan dan tingkat kesejahteraan masyarakat); aspek waktu (pembiayaan pengelolaan hutan dan lahan dan jaminan kontinyuitas produksi, misalnya pasar yang kondusif); aspek jaminan kepastian hak (tenurity secure) (kepastian hak dan minat untuk berinvestasi dalam pengelolaan hutan); dan aksi kolektif dalam pengelolaan hutan (keterlibatan masyarakat dan peran para pihak dalam pengelolaan hutan). Analisis atribut komunitas meliputi karakter masyarakat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Sedangkan analisis aturan yang digunakan dalam pengelolaan hutan/das (rules in use) mencakup aturan formal sesuai peraturan perundangan dan aturan non formal pengelolaan hutan berdasar norma-norma adat setempat. Untuk menentukan model institusi pengelolaan yang lebih memenuhi syarat bagi institusi pengelola hutan yang lestari pada SWP DAS Arau maka dilakukan analisis terhadap norma-norma institusi pengelolaan hutan yang ada agar didapatkan pola-pola untuk pengelolaan lestari serta membandingkan institusi pengelola hutan secara formal oleh pemerintah dan pengelolaan hutan berdasarkan norma adat menggunakan modifikasi prinsip desain Ostrom (1990) oleh Gautam dan Shivakoti (2005) sebagai kerangka teoretis dan evaluasi. Diharapkan hasil analisis dapat digunakan untuk memecahkan konflik pengelolaan hutan dan tumpang tindihnya hutan Negara dan hutan ulayat pada SWP DAS Arau. Kajian Pengembangan Insentif untuk Konservasi dan RHL dari Dana PES dan Non PES pada SWP DAS Arau (Pendekatan Ekonomi) Kajian ini dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian point (3) mengidentifikasi aspek ekonomi potensi pelaksanaan PES pada SWP DAS Arau serta insentif konservasi dan RHL dari dana Non PES. Analisis Potensi PES. Untuk mengembangkan skema PES sampai implementasinya di lapangan harus melalui beberapa tahapan yang panjang. Pada penelitian ini hanya akan dilakukan identifikasi terhadap : (1) Karakteristik dan ketersediaan jasa lingkungan DAS, meliputi kejelasan jenis, lokasi, kepemilikan lahan dan luas wilayah yang akan menyediakan jasa lingkungan tersebut pada setiap DAS dalam SWP DAS Arau, dan difokuskan

12 70 pada jasa lingkungan air permukaan, yaitu sumberdaya air sungai dan hutan sebagai daerah tangkapan airnya, dilakukan melalui analisis spasial daerah tangkapan air DAS, fungsi kawasan, analisis skema aliran sungai dan debit sungai, data sekunder dan pengecekan lapangan pada beberapa titik contoh (2) Potensi penyedia/pemasok jasa lingkungan; diarahkan pada perorangan, kelompok ataupun lembaga yang mengelola lahan kawasan lindung sebagai daerah tangkapan air di daerah hulu DAS. Untuk mengukur kesediaan menerima kompensasi (willingness to accept, WTA), respondennya diarahkan pada petani pemilik atau pengelola lahan kawasan lindung di hulu DAS atau DTA. Responden petani pemilik lahan dipilih secara sengaja, sebanyak 40 orang per DAS (total responden 120 orang). Sedangkan responden dari institusi pengelola hutan adalah pejabat atau petugas dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Barat; Dinas Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan Kota Padang; dan Badan Pelaksana Pengelola Tahura Bung Hatta. (3) Potensi pengguna jasa lingkungan; diarahkan kepada kelompok, lembaga ataupun perorangan yang melakukan aktivitas (ekonomi) dengan menggunakan sumberdaya air sebagai modal usahanya, seperti PDAM, PLTA, industri, dan pengguna air lainnya pada daerah tengah dan hilir DAS. (4) Nilai ekonomi pemanfaatan air permukaan pada DAS hulu dan nilai ekonomi jasa lingkungan DAS, dibagi atas 2 kategori, yaitu : (1) pengguna air non komersil (rumah tangga dan petani tradisonal); dan (2) pengguna air komersil (usaha / lembaga pengguna air untuk tujuan komersil). (a) Pengguna air non komersil (rumah tangga dan petani tradisonal) Unit contoh pada pengguna air rumah tangga adalah rumah tangga yang memanfaatkan air non PDAM untuk kebutuhan sehari-hari. Jumlah responden sebanyak 30 orang per DAS (total 90 orang responden pengguna air rumah tangga). Informasi yang dikumpulkan meliputi pekerjaan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, jumlah penggunaan air, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan air serta kesediaan untuk berkontribusi dalam kegiatan konservasi dan RHL.

13 71 Unit contoh pada penggunaan air pertanian adalah petani yang memanfaatkan air dari sumber air untuk mengairi lahannya. Jumlah responden sebanyak 30 orang per DAS (total responden petani tradisonal 90 orang). Informasi yang dikumpulkan antara lain tentang luas lahan, tingkat pendapatan, jumlah penggunaan air, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan air dan kesediaan responden untuk berkontribusi dalam kegiatan konservasi dan RHL pada daerah tangkapan air. Pelaksanaan survey dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan informasi yang relevan kepada responden. Setelah itu baru diberikan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kesediaan mereka membayar untuk jasa lingkungan air (WTP) jika air tidak boleh dimanfaatkan lagi. Nilai ekonomi pemanfaatan air untuk rumah tangga merupakan nilai pemanfaatan air yang dihasilkan dari perkalian jumlah rumah tangga, jumlah anggota keluarga, konsumsi air rata-rata rumah tangga per bulan dan harga air setara tarif PDAM. Penggunaan harga air setara tarif PDAM dalam penelitian ini karena belum adanya penetapan harga air secara khusus untuk kriteria rumah tangga hulu. Sedangkan untuk menduga besarnya nilai ekonomi pemanfaatan air untuk irigasi padi sawah digunakan pendekatan biaya pengadaan air/hektar/musim tanam. Nilai pemanfaatan air untuk pertanian padi sawah adalah nilai pemanfaatan air yang dihasilkan dari luas usaha padi sawah, musim tanam padi dan biaya pengadaan air. Komponen biaya pengadaan air meliputi upah harian kerja (jumlah tenaga kerja dan berapa hari kerja), pengadaan sarana pengaliran air ke lahan sawah setiap petani, seperti pipa, bambu, selang air atau pembuatan saluran air dan biaya pemeliharaan sarana pengaliran air tersebut. Untuk menduga besarnya nilai jasa lingkungan hutan didekati berdasarkan kesediaan membayar (WTP) pengguna air untuk mendapatkan air atau kesediaan mereka untuk berkontribusi dalam kegiatan konservasi dan RHL berdasar hasil survey atau dapat dilihat dari besarnya biaya pengadaan untuk dapat mengkonsumsi air.

14 72 (b) Pengguna air komersil (usaha atau lembaga yang banyak menggunakan air dalam proses produksi atau aktivitasnya). Responden adalah industri, perusahaan atau lembaga yang menggunakan air dalam proses produksinya dan kegiatannya. Dalam penelitian ini pemilihan contoh dilakukan secara sengaja, yaitu pada institusi yang menggunakan air dalam jumlah besar yang diambil langsung dari air permukaan pada daerah hulu SWP DAS Arau. Besar nilai pemanfaatan air permukaan dari pengguna komersil dihitung dengan analisis biaya pengadaan air, biaya penggunaan air ataupun dengan biaya kerugian yang ditanggung bila air tidak tersedia, dengan mempertimbangkan ketersediaan data yang diperlukan untuk analisis. Pendekatan biaya pengadaan air digunakan untuk menghitung nilai pengadaan air yang meliputi: biaya fisik pengadaan air yang terdiri dari biaya investasi, operasi dan pemeliharaan, biaya rehabilitasi saluran air, serta management fee yang dapat dihitung berdasarkan biaya finansial. Nilai ekonomi jasa lingkungan hutan bagi pengguna air komersil didekati berdasarkan kesediaan membayar (WTP) pengguna air atau dari besarnya biaya pengadaan air sebagai bahan baku (input) produksinya. Besarnya nilai ekonomi pemanfaatan air pada hulu SWP DAS Arau merupakan penggabungan dari nilai pemanfaatan air untuk kebutuhan non komersil dan penggunaan komersil. Analisis Pengembangan Insentif Konservasi dan RHL dari Dana Non PES. Potensi sumber pendanaan non PES mencakup analisis sumber dana dari pemerintah, masyarakat ataupun swasta yang memungkinkan digunakan untuk insentif konservasi dan RHL. Tahapan yang harus dipenuhi dalam mengembangkan insentif RHL (Kartodihardjo et al. 2004) adalah: (1) Menjelaskan konteks sosial ekonomi dan sumberdaya alam dan identifikasi interaksi antara kehidupan masyarakat dengan sumberdaya alam; (2) Identifikasi aktifitas yang secara langsung menyebabkan degradasi lahan/sumberdaya alam dan identifikasi faktor penekan aktivitas ekonomi dan degradasi lahan/sumber daya alam; (3) Identifikasi kebutuhan insentif untuk konservasi/rhl dan Identifikasi relung untuk insentif konservasi/rhl; (4) Pemilihan insentif yang

15 73 tepat untuk konservasi dan RHL; dan (5) Implementasi insentif konservasi dan RHL dan evaluasi dan desain ulang insentif sesuai kebutuhan (bila ada review kembali ke Tahap 3). Dalam penelitian ini hanya akan dilakukan sampai tahap 4. Responden adalah petani pemilik atau pengelola lahan pada kawasan lindung atau DTA, dipilih secara sengaja dengan jumlah 40 orang per DAS atau 120 orang pada SWP DAS Arau. Kajian Pengembangan Institusi Dalam Membangun Model Pengelolaan SWP DAS Arau Terpadu dan Mandiri. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan tujuan umum penelitian, yaitu menyusun rancangan model pengelolaan SWP DAS Arau terpadu dan mandiri. Dalam penelitian ini pengembangan institusi akan difokuskan pada model pengelolaan hutan pada kawasan lindung SWP DAS Arau dan institusi untuk pengembangan PES dalam rangka pengelolaan SWP DAS terpadu dan mandiri, melalui analisis terhadap permasalahan hak kepemilikan (property right), pengelolaan sumberdaya milik bersama (common pool resources) dan masalah eksternalitas yang mempengaruhi efisiensi kelembagaan pengelolaan SDA, yang lestari, yang tercermin dari biaya transaksi yang minimal dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan. Untuk mewujudkan pengelolaan DAS yang terpadu, mandiri dan berkelanjutan pada SWP DAS Arau maka disusun rancangan model pengelolaan DAS dengan memadukan aspek fisik, kelembagaan dan ekonomi berdasarkan kompilasi hasil Kajian 1, 2, 3 dan pengembangan model kelembagaan pengelolaan hutan serta kelembagaan untuk implementasi PES pada SWP DAS Arau. Diagram alir penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 3 di bawah ini. Tahap awal penelitian dimulai dengan mengeksplorasi aspek fisik untuk mencapai tujuan penelitian (1). Hasilnya berupa skema pengelolaan DAS dari aspek fisik yang akan dijadikan acuan untuk tindakan konservasi dan RHL. Berdasarkan hasil Kajian (1) dilakukan penelitian aspek kelembagaan yang difokuskan pada lokasi-lokasi yang harus mendapatkan tindakan pengelolaan dalam bentuk kegiatan konservasi dan RHL. Kajian (2) dilakukan untuk mengeksplorasi arena aksi, atribut komunitas dan aturan main yang terkait dengan pengelolaan kawasan yang akan mendapat tindakan konservasi dan RHL. Hasil kajian (2) berupa peta permasalahan kelembagaan yang menyebabkan kinerja DAS yang buruk

16 74 dan potensi yang ada yang dapat mendukung pengelolaan lestari. Hasil kajian 2 akan dijadikan acuan untuk merancang bentuk insentif dan institusi yang diperlukan untuk pengelolaan DAS yang terpadu dan mandiri. Setelah itu dilakukan penelitian pada bagian ketiga untuk mengesplorasi potensi insentif yang memungkinkan untuk kegiatan konservasi dan RHL, baik dari dana PES maupun non PES. Berdasarkan hasil kajian (1), (2), dan (3) dikembangkan institusi untuk pengelolaan DAS terpadu dan mandiri pada SWP DAS Arau. SWP DAS ARAU Performa pengelolaan DAS Buruk Konservasi/RHL belum memadai; kesejahteraan masy hulu rendah; tidak ada pengakuan hak dalam pengelolaan KL Fisik/Lingkungan Penggunaan lahan, CH, debit, kebutuhan air Kelembagaan Arena aksi, Atribut komunitas, Rules in use Ekonomi Karakter DAS, Pengguna Air, Pengelola KL Analisis Neraca Air dan Optimasi Penggunaan Lahan Analisis deskriptif pemetaan potensi dan masalah Analisis Potensi Insentif dari dana PES dan Non PES Neraca air, tutupan Lahan pada kondisi Neraca Air Optimal Skema fisik acuan konservasi/rhl Peta potensi dan masalah pengelolaan KL, informasi atribut komunitas dan rules in use dalam pengelolaan KL Informasi Karakter jasa, penyedia dan pengguna jasa, nilai jasa, kebutuhan ins. Skema Insentif PES dan Non PES Model Institusi Pengelolaan KL Model Institusi Pengelolaan PES Model Institusi Pengelolaan DAS Terpadu dan Mandiri Gambar 3 Diagram alir penelitian pengembangan institusi untuk membangun kemandirian dalam pengelolaan DAS terpadu

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan dan intervensi manusia dalam pemanfaatan sumber daya dalam daerah aliran sungai (DAS) 1 membuat makin banyak DAS yang rusak. Meskipun kegiatan konservasi

Lebih terperinci

NERACA AIR DAN PENGGUNAAN LAHAN SWP DAS ARAU

NERACA AIR DAN PENGGUNAAN LAHAN SWP DAS ARAU 83 NERACA AIR DAN PENGGUNAAN LAHAN SWP DAS ARAU Neraca Air SWP DAS Arau Ketersediaan Air pada SWP DAS Arau Analisis Data Hujan. Curah hujan merupakan masukan utama dalam suatu DAS untuk berlangsungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 67/Kpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991 tentang Rencana

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan asset multi guna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dan merupakan sumber air yang penting bagi masyarakat di sekitarnya yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani. Dalam rangka mengangkat derajat kehidupan petani serta mendukung penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat... 8 1.4 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

3 BAB III METODOLOGI

3 BAB III METODOLOGI 3-1 3 BAB III METODOLOGI 3.1 PENGUMPULAN DATA Untuk pengumpulan data yang dipergunakan dalam Tugas Akhir ini didapatkan dari data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh langsung dari catatancatatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA

BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA BIMBINGAN TEKNIS PENGUMPULAN DATA NERACA LAHAN BERBASIS PETA CITRA OLEH : DR. M LUTHFUL HAKIM PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN Kondisi Kritis Ketahanan Pangan Nasional Indonesia

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI SUB DAS LUBUK PARAKU SUMATERA BARAT. Water Resources Utilization in Lubuk Paraku Sub Watershed West Sumatera

PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI SUB DAS LUBUK PARAKU SUMATERA BARAT. Water Resources Utilization in Lubuk Paraku Sub Watershed West Sumatera Pemanfaatan Sumber Daya Air Di Sub Das Lubuk Paraku Sumatera Barat PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI SUB DAS LUBUK PARAKU SUMATERA BARAT Water Resources Utilization in Lubuk Paraku Sub Watershed West Sumatera

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar. Air diperlukan untuk menunjang berbagai kegiatan manusia sehari-hari mulai dari minum, memasak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini krisis air merupakan salah satu masalah utama di Kabupaten Rembang, yang aktifitas ekonomi didukung oleh kegiatan di sektor pertanian dan perikanan. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH

IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH Pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan sumber daya yang menyangkut dan melibatkan banyak pihak dari hulu sampai hilir dengan kepentingan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang sibuk dan berkembang cepat, dalam satu hari menghasilkan timbulan sampah sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap persiapan disusun hal hal yang harus dilakukan dengan tujuan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TAHAPAN PENELITIAN Tahapan penelitian disajikan dalam diagram langkah-langkah metodologi penelitian yang merupakan skema sistematis mengenai keseluruhan proses studi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air minum merupakan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Untuk itu, sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 62 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian awal dilakukan pada periode 10 September 2012 dengan menghimpun data PDAM Tirta Lawu Kabupaten Karanganyar tahun

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD)

SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD) SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD) Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Substansial Ruang lingkup substansial dalam penelitian ini adalah ; 1. Penelitian ini ditekankan pada pembahasan mengenai partisipasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar penelitian agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam analisis penelitian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

Gambar 4. Lokasi Penelitian

Gambar 4. Lokasi Penelitian 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama sembilan minggu, mulai akhir bulan Februari 2011 sampai dengan April 2011. Kegiatan penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Seminar Regional Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan dalam Perspektif Tata Ruang LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Niken Sakuntaladewi (n.sakuntaladewi@yahoo.com) Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kupang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

TPAM SLIDE 9 MASTER PLAN SISTEM PENYEDIAAN. Prepared by Yuniati, PhD AIR BERSIH KOTA

TPAM SLIDE 9 MASTER PLAN SISTEM PENYEDIAAN. Prepared by Yuniati, PhD AIR BERSIH KOTA TPAM SLIDE 9 MASTER PLAN SISTEM PENYEDIAAN Prepared by Yuniati, PhD AIR BERSIH KOTA PASAL 26 PP 16 THN 2005 (1) Perencanaan pengembangan SPAM meliputi penyusunan rencana induk, studi kelayakan, dan/atau

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

ANALISIS PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN IRIGASI DI DAERAH IRIGASI LIMAU MANIS KOTA PADANG SUMATERA BARAT OLEH

ANALISIS PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN IRIGASI DI DAERAH IRIGASI LIMAU MANIS KOTA PADANG SUMATERA BARAT OLEH ANALISIS PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN IRIGASI DI DAERAH IRIGASI LIMAU MANIS KOTA PADANG SUMATERA BARAT OLEH NOVI AFRIANTI 07115020 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS PARTISIPASI

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama satu tahun mulai pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Oktober 2011 di seluruh wilayah Kecamatan Propinsi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus ABSTRAK Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Petanu merupakan salah satu DAS yang berada di Provinsi Bali. DAS Tukad Petanu alirannya melintasi 2 kabupaten, yakni: Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gianyar. Hulu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi ABSTRAK Waduk Muara Nusa Dua yang terletak di muara Sungai/Tukad Badung, tepatnya di Jembatan by Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar, dibangun untuk menyediakan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih.

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum d

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum d BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.663, 2016 KEMENPU-PR. Pengelola Sumber Daya Air Wilayah Sungai. UPT. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, dan perbaikan sarana irigasi. seluruhnya mencapai ± 3017 Ha di Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan P. Sei.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, dan perbaikan sarana irigasi. seluruhnya mencapai ± 3017 Ha di Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan P. Sei. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Sistem penyediaan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Sidang Ujian OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANGKALAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... iii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB 1 PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB III METODE. Mulai. Pekerjaan Lapangan

BAB III METODE. Mulai. Pekerjaan Lapangan BAB III METODE 3.1 Bagan Alir Tugas Akhir Keandalan hasil perencanaan erat kaitannya dengan alur kerja yang jelas, metoda analisis yang tepat dan kelengkapan data pendukung di dalam merencanakan bangunan.

Lebih terperinci

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG Di tulis oleh: Subki, ST Disampaikan kepada: Tim redaktur/pengelola website DLHK Provinsi Banten Kawasan pusat pemerintahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci