BADAN USAHA BERBADAN HUKUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BADAN USAHA BERBADAN HUKUM"

Transkripsi

1 sebelumnya telah menguraikan bentuk-bentuk badan usaha non badan hukum sesuai kitab undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdiri dari: Perseroan Perdata, Firma dan Komanditer. Badan usaha ini dianggap tidak berbadan hukum dalam artian belum memiliki kewenangan sebagai subyek hukum, setiap pembawa atau penyandang hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan hukum (Asshiddiqie, 2017). Suatu badan hukum akan mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan. Apabila mendapat keuntungan, keuntungan itu menjadi kekayaan milik badan hukum itu. Sebaliknya, apabila menderita kerugian, kerugian itu ditanggung sendiri oleh badan hukum dari kekayaan yang dimilikinya. BADAN USAHA BERBADAN HUKUM Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong (2007) membedakan badan hukum menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu: 1. Badan Hukum Publik (Public Rechts Persoon) Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian, badan hukum ini merupakan badan-badan negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundangundangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti negara Republik Indonesia, pemerintah daerah, Bank Indonesia, dan perusahaan negara. 2. Badan Hukum Privat (Privat Rect Persoon) Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian, badan hukum itu merupakan badan swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku secara sah, misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dan badan amal.

2 Badan hukum meskipun pemilik hak yang dapat melakukan perbuatan hukum sebagai manusia, seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, tetapi tidak berjiwa seperti manusia sebenarnya. Dia dapat bertindak melalui perantara pengurus atau pengelolanya yang merupakan manusia sebagai natural person. Dengan demikian, secara umum suatu badan hukum memiliki karakteristik, menurut Abdulkadir Muhammad (2010), sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan sendiri Badan hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban, sama seperti manusia pribadi. Sebagai pendukung hak dan kewajiban, dia dapat mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Untuk itu dia memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi dari kekayaan yang dimilikinya. Apabila kekayaannya tidak mencukupi untuk menutupi kewajibannya, itu pun tidak akan dipenuhi dari kekayaan pengurus atau pendirinya guna menghindarkan dari kebangkrutan atau likuidasi. Kendatipun mendapat pinjaman dana dari pengurus atau pendirinya atau jika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapat suntikan dana dari negara, pinjaman atau suntikan dana itu tetap dihitung sebagai utang badan hukum itu. 2. Anggaran Dasar disahkan oleh Pemerintah Akta pendirian yang memuat anggaran dasar setiap badan hukum harus dimuat di notaris. Akta notaris ini kemudian harus mendapat pengesahan secara resmi dari pemerintah, dalam hal ini melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Status badan hukum diperoleh sejak tanggal keputusan pengesahan oleh menteri. Pengesahan ini merupakan pembenaran bahwa anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan tidak dilarang undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Disamping itu, pengesahan juga menentukan bahwa sejak badan usaha memperoleh status sebagai badan hukum maka harta kekayaannya menjadi terpisah dari harta kekayaan pribadi, pengurus atau pendirinya. 3. Diwakili oleh Pengurus Badan hukum merupakan subyek hukum buatan manusia berdasarkan hukum yang berlaku. Agar dapat berbuat menurut hukum, maka badan hukum diurus oleh pengurus yang ditetapkan dalam anggaran dasarnya, sebagai yang berwenang mewakili badan hukum. Artinya, perbuatan pengurus merupakan perbuatan badan hukum. Perbuatan pengurus tersebut selalu mengatasnamakan badan hukum, bukan atas nama pribadi pengurus. Segala kewajiban yang timbul dari perbuatan pengurus adalah kewajiban badan hukum, yang dibebankan pada harta kekayaan badan hukum. Sebaliknya pula, segala hak yang diperoleh dari perbuatan pengurus adalah hak badan hukum yang menjadi kekayaan badan hukum. Pengaturan badan hukum di Indonesia tersebar dalam beberapa peraturan yang terpisah, baik dalam KUH Perdata, KUH Dagang, maupun dalam beberapa penetapan pemerintah dan atau keputusan menteri. Pada dasarnya eksistensi badan hukum di Indonesia dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pertama oleh karena dilahirkan melalui sebuah peraturan perundang-undangan, dan kedua adalah melalui sebuat penetapan pemerintah setelah memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu. Pendirian suatu badan

3 hukum diawali dengan pembuatan Anggaran Dasar dan, jika diperlukan, dilengkapi dengan Anggaran Rumah Tangga, yang dibuat dalam suatu akta otentik dihadapan notaris selaku pejabat umum yang berwenang. (Ibrahim, 2011) Badan hukum yang dilahirkan oleh peraturan perundang-undangan antara lain: 1. Koperasi UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian 2. Yayasan UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan 3. Wakaf UU No. 1 Tahun 200 tentang Wakaf. Perseroan Terbatas UU No. 0 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 5. Partai Politik UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah setelah memenuhi persyaratan tertentu, diantaranya: 1. Perkumpulan KUH Perdata Pasal 165 s.d Rederej atau Perusahaan Perkapalan KUH Dagang Pasal Perusahaan Asuransi KUH Dagang Pasal 26 s.d. 308 Dalam tulisan ini akan diungkap lebih mendalam badan hukum yayasan dan perseroan terbatas sebagai pengetahuan awal yang terkait dengan badan usaha yang dapat bergerak di bidang ekonomi sehingga tujuan penciptaan pengusaha muda dari kalangan mahasiswa dapat diwujudkan melalui pengetahuan dan pemahaman tentang badan hukum ini. YAYASAN Yayasan merupakan suatu badan kegiatan sosial yang terdiri dari pribadi-pribadi, masyarakat umum maupaun masyarakat adat yang merupakan kumulasi dari rasa saling peduli terhadap sesama. Ini diperkirakan muncul dari kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Dipilihnya yayasan sebagai wadah untuk beraktivitas sosial tentu bukan tanpa alasan. Dibanding dengan bentuk hukum lain yang hanya terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih memiliki ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, serta keagamaan yang pada umumnya belum ditangani oleh badan-badan hukum lain. Yayasan bukanlah sebuah perusahaan karena dalam perusahaan kegiatannya melakukan suatu usaha dengan tujuan mencari keuntungan. Akan tetapi pada kenyataannya yayasan sendiri tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi serta kebutuhan lain yang memerlukan biaya guna kelangsungan aktivitas yayasan tersebut. (Haris, 2012) Yayasan yang di masa lalu dikenal sebagai stichting, konkordansi dari Belanda, yang pada masa lalu mengacu pada hukum kebiasaan yang lahir di masyarakat seturut dengan kebutuhannya, dan yurisprudensi, seperti halnya yurisprudensi tahun 188 dan Putusan Mahkamah Agung No. 12 K/Sip/1973. (Prananingrum, 2010) Sebelum disahkan UU Yayasan, di Indonesia tidak ada peraturan perundang-undangan khusus mengatur tentang yayasan. Kata yayasan memang terdapat dalam beberapa pasal dalam KUH Perdata (Pasal 365, 899,

4 900, dan 1680) dan Reglement op de Rechtsvordering (RV) 1 (Pasal 6 ayat 3, dan 236). (hukumonline.com, 2017) Pengakuan terhadap kedudukan yayasan dalam suatu perundang-undangan baru tahun 2001, yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Dalam perkembangannya, UU ini ternyata belum dapat menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. Masih terdapat berbagai penafsiran tentang yayasan sehingga menimbulkan ketidakpastian dan ketidaktertiban hukum yang akhirnya memberi peluang bagi pendiri yayasan untuk tidak mematuhi ketentuan tersebut. Oleh karena itu dilakukan perubahan dengan UU No. 28 Tahun 200 tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. (Haris, 2012) Pengertian yayasan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2001, yang berbunyi: Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Terkait dengan badan usaha, yayasan diperkenankan untuk mendirikan atau ikut serta dalam suatu badan usaha, sebagaimana pada Pasal 3 Ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001 menyatakan: Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Ini kemudian ditegaskan di Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2001 terkait badan usaha, yang berbunyi: (1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. 1 merupakan hukum acara perdata yang berlaku bagi orang Eropa dan Timur Asing yang berada di Indonesia (2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan yayasan. (3) Anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2). Meskipun demikian, harus dipahami bahwa aturan undang-undang telah memberikan pemisahan antara peran yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini yayasan sebagai pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena adanya penyertaan modal maksimal 25% dari kekayaan yayasan, terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada larangan terhadap organ yayasan. Dengan kata lain, yayasan tidak dapat langsung melakukan kegiatan usaha, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana yayasan mengikutsertakan kekayaannya. Ini semata-mata agar badan usaha yang didirikan oleh yayasan dapat mendukung tujuan utamanya dalam bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, sehingga tidak tergantung selamanya pada bantuan atau sumbangan dari pihak lain. (Haris, 2012) Yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaannya, sebagai kekayaan awal yayasan. Pendirian ini harus dilakukan dengan akta notaris. Pasal 9 UU No. 16 Tahun 2001 menguraikan: (1) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian hasil kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. (2) Pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. (3) Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. () Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

5 (5) Dalam hal yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersamasama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Nilai kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh orang Indonesia paling sedikit Rp (sepuluh juta rupiah). Ini diuraikan dalam Pasal 6 Ayat (1) PP No. 63 Tahun 2008 yang berbunyi: Jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp (sepuluh juta rupiah) Yang harus diperhatikan terkait status sebagai badan hukum, yayasan harus memperoleh pengesahan dari Menteri, yang dalam hal ini diwakili oleh Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM setempat. Ini dijelaskan dalam Pasal 11 UU No. 28 Tahun 200 sebagai berikut: (1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), memperoleh pengesahan dari Menteri. (2) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui notaris yang membuat akta pendirian yayasan tersebut. (3) Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada menteri dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian yayasan ditandatangani. () Dalam memberikan pengesahan akta pendirian yayasan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. (5) Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (), wajib menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling lambat 1 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan diterima. (6) Permohonan pengesahan akta pendirian yayasan dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Terkait dengan penamaan yayasan, yayasan tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain. Ini ditegaskan dalam Pasal 15 UU No. 16 Tahun 2001 yang berbunyi: (1) Yayasan tidak boleh memakai nama yang: a. telah dipakai secara sah oleh yayasan lain; atau b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. (2) Nama yayasan harus didahului dengan kata Yayasan. (3) Dalam hal kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf, kata wakaf dapat ditambahkan setelah kata Yayasan. () Ketentuan mengenai pemakaian nama yayasan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Bila yayasan belum memiliki status badan hukum, maka pengurus yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas setiap perbuatan hukum yang dilakukannya. Ini dijelaskan dalam Pasal 13A UU No. 28 Tahun 200 sebagai berikut: Perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum yayasan memperoleh status hukum menjadi tanggung jawab pengurus secara tanggung renteng. Suatu yayasan dapat bubar karena jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya berakhir, tujuan yayasan telah tercapai atau tidak tercapai, dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 62 UU No. 16 Tahun 2001 yang berbunyi: Yayasan bubar karena: a. jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir; b. tujuan yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai; c. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan: (1) yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan; (2) tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau (3) harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.

6 PERSEROAN TERBATAS (P.T.) - BAGIAN PERTAMA - Perseroan Terbatas (PT) pada awalnya diatur dalam KUH Dagang Pasal 36 s.d 56. Namun, KUH Dagang yang sudah berumur ratusan tahun ini dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan zaman. Pada 7 Maret 1995 diterbitkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang mencabut segala ketentuan tentang perseroan terbatas di KUH Dagang, beserta segala perubahan terakhirnya. Zaman terus berkembang seiring kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi komunikasi yang mengubah banyak hal terkait dengan dunia ekonomi. UU tersebut kemudian kembali menjadi ketinggalan sehingga perlu diganti. Tepat 16 Agustus 2007 diterbitkanlah UU No. 0 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai landasan terbaru. UU ini mencabut segala ketentuan sebelumnya. (Muhammad, 2010) Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Modal dasar terdiri atas seluruh nilai nominal saham paling sedikit Rp (lima puluh juta rupiah), sebagaimana diuraikan dalam Pasal 32 UU No. 0 Tahun Namun, nilai modal ini dalam pelaksanaannya dianggap menyulitkan dunia usaha, khususnya bagi pengusaha pemula. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan PP No. 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas untuk memberikan kemudahan berusaha bagi para pengusaha dalam mendirikan badan usaha perseroan terbatas. Saat ini, modal dasar pendirian perseroan terbatas ditentukan berdasarkan kesepakatan para persero pendirinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 PP No. 29 Tahun 2016: (1) Perseroan Terbatas wajib memiliki modal dasar perseroan. (2) Modal dasar Perseroan Terbatas harus dituangkan dalam anggaran dasar yang dimuat dalam akta pendirian Perseroan Terbatas. (3) Besaran modal dasar Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri Perseroan Terbatas. Modal dasar tersebut kemudian harus ditempatkan dan disetor penuh dalam rekening atas nama persero paling sedikit 25% (dua puluh lima persen). Ini diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UU No. 0 Tahun 2007 yang menyatakan: Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh. Untuk mendirikan perseroan terbatas cukup oleh 2 (dua) orang atau lebih yang diwujudkan dalam bentuk akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Orang disini dapat orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing, atau badan hukum Indonesia atau asing. Hal ini diatur dalam Pasal 7 UU No. 0 Tahun 2007 yang berbunyi: (1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. (2) Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam rangka peleburan. () Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri, mengenai pengesahan badan hukum perseroan. (5) Setelah perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari

7 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. (6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan tersebut. (7) Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi: a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undangundang tentang Pasar Modal. Permohonan untuk memperoleh status badan hukum melalui keputusan menteri diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, yang dilengkapi dengan beberapa dokumen pendukung lainnya. Dokumen pendukung terkait pendirian perseroan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. Tahun 201 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasa dan Perubahan Data Perseroan Terbatas Pasal 13 ayat () yang berbunyi: Dokumen untuk pendirian perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan notaris, yang meliputi: a. minuta akta pendirian perseroan atau minuta akta perubahan pendirian perseroan; b. minuta akta peleburan dalam hal pendirian perseroan dilakukan dalam rangka peleburan; c. bukti setor modal perseroan, berupa: 1. fotokopi slip setoran dan fotokopi surat keterangan bank atas nama perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan, jika setoran modal dalam bentuk uang; 2. asli surat keterangan penilaian dari ahli yang tidak terafiliasi atau bukti pembelian barang jika setoran modal dalam bentuk lain selain uang yang disertai pengumuman dalam surat kabar, jika setoran dalam bentuk benda tidak bergerak; 3. fotokopi peraturan pemerintah dan/atau keputusan menteri keuangan bagi perseroan persero atau peraturan daerah dalam hal pendiri adalah perusahaan daerah atau pemerintah daerah/provinsi/kabupaten/kota; atau. fotokopi neraca dari perseroan yang meleburkan diri atau neraca dari perusahaan bukan badan hukum yang dimasukkan sebagai setoran modal. d. surat pernyataan kesanggupan dari pendiri untuk memperoleh keputusan, persetujuan, atau rekomendasi dari instansi teknis untuk perseroan bidang usaha tertentu atau fotokopi keputusan, persetujuan, dan rekomendasi dari instansi teknis terkait untuk perseroan bidang usaha tertentu; e. surat pernyataan kesanggupan dari pendiri untuk memperoleh kartu nomor pokok wajib pajak dan laporan penerimaan surat pemberitahuan pajak; dan f. fotokopi surat keterangan mengenai alamat lengkap perseroan dari pengelola gedung atau instansi yang berwenang atau asli surat pernyataan mengenai alamat lengkap perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan. Terkait dengan penamaan perseroan terbatas, ini harus diajukan kepada Menteri dengan suatu permohonan guna mendapat persetujuan. Permohonan persetujuan dapat diajukan bersamaan atau lebih dahulu secara terpisah dari permohonan pengesahan akta pendirian atau permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar. Yang perlu dipahami, nama perseroan tidak boleh sama atau mirip dengan nama perseroan yang lain, sama atau mirip dengan merek terkenal,

8 memberi kesan adanya kaitan dengan lembaga pemerintah, lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, atau lembaga internasional, dan alasan lain yang diuraikan dalam Pasal 5 PP No. 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas yang berbunyi: (1) Permohonan persetujuan pemakaian nama kepada Menteri ditolak apabila nama tersebut: a. telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain; b. bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan. (2) Disamping alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) permohonan persetujuan pemakaian nama perseroan yang diajukan kepada Menteri juga ditolak, apabila nama tersebut: a. sama atau mirip dengan nama perseroan yang permohonan persetujuan pemakaiannya telah diterima lebih dahulu; b. sama atau mirip dengan merek terkenal sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek berikut perubahannya, kecuali ada izin dari pemilik merek terkenal tersebut; c. dapat memberikan kesan adanya kaitan antara perseroan dengan suatu lembaga pemerintah, lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, atau lembaga internasional, kecuali ada izin dari yang bersangkutan; d. hanya terdiri dari angka atau rangkaian angka; e. hanya terdiri dari huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; f. menunjukkan maksud dan tujuan perseroan, kecuali ada tambahan lain; atau g. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; h. hanya merupakan nama suatu tempat; i. ditambah kata dan atau singkatan kata yang mempunyai arti sebagai perseroan terbatas, badan hukum atau persekutuan perdata. Apabila perseroan terbatas belum memperoleh status badan hukum maka semua persero, baik pendiri, direksi serta komisaris, secara bersama-sama bertanggung jawab secara tanggung renteng atas suatu perbuatan hukum. Pasal 1 UU No. 0 Tahun 2007 lebih jelas menguraikan sebagai berikut: (1) Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersamasama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. (2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan. (3) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum menjadi tanggung jawab Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum. () Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham Perseroan. (5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat () adalah RUPS pertama yang harus diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum. Yang membedakan dengan perseroan sebelumnya adanya pemegang saham. Pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ini diuraikan di awal aturan pada Pasal 3 UU No. 0 Tahun 2007 yang berbunyi: (1) Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila: a. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi; c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan

9 perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Saham adalah bukti telah dilakukannya penyetoran penuh modal yang diambil bagian oleh para pemegang saham perseroan terbatas. Saham diterbitkan segera setelah perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum. Setiap lembar saham memiliki nilai nominal, yang besarnya ditentukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Jumlah seluruh saham yang diambil bagian oleh pemegang saham dikalikan dengan nilai nominal saham harus sama dengan modal yang ditempatkan atau disetor penuh perseroan terbatas. Misalnya, ditetapkan dalam anggaran dasar nilai nominal satu lembar saham sebesar Rp ,-. Modal dasar pendirian yang disepakati sebesar Rp ,- (dua puluh juta rupiah). Dengan demikian saham yang diterbitkan terdiri atas lembar. Bila misalnya terdapat dua pendiri, maka masing-masing pendiri dapat memiliki lembar atau dapat juga dibagi dalam persentase. Cobalah hitung berapa porsi kepemilikan saham jika pembagiannya 55:5, 60:0 atau 65:35! anggaran dasar perseroan. Setiap klasifikasi ini dapat mempunyai nilai nominal yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ini diatur dalam Pasal 53 UU No. 0 Tahun 2007 yang menyatakan: (1) Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih. (2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. (3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu di antaranya sebagai saham biasa. () Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain: a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain; d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif; e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi. Saham boleh memiliki klasifikasi yang berbeda-beda yang ditetapkan dalam DAFTAR BACAAN Asshiddiqie, Jimly. Badan Hukum. < diakses 11 Maret 2017, 10:35 WITA Haris, Freddy (2012) Penelitian Hukum tentang Efektifitas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan UU No. 28 Tahun 200 tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dalam Mewujudkan Fungsi Sosial. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Ibrahim Johny. Eksistensi Badan Hukum di Indonesia sebagai Wadah dalam Menunjang Kehidupan Manusia. Jurnal Law Review Volume XI No. 1 Juli Fakultas Hukum Universitas Pelita Nusantara hal Muhammad, Abdulkadir (2010) Hukum Perusahaan Indonesia. Cetakan Keempat Revisi. Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti ISBN

10 Prananingrum, Dyah Hapsari. Ambiguitas Pengaturan Badan Hukum Yayasan. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 8, No. 2, Mei Direktorat Hukum Bank Indonesia hal Sari, Elsi Kartika dan Simangunsong, Advendi (2007). Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: Penerbit Grasindo ISBN Pendirian Yayasan. < pendirian-yayasan> diakses 23 Maret 2017, 22:15 WITA BELAJAR LEBIH DALAM MENGINTREPRETASI NASKAH HUKUM ATAU UNDANG-UNDANG Abdul Fickar Hadjar Menginterpretasikan suatu naskah hukum dalam hal ini undang-undang merupakan suatu yang niscaya, karena gagasan dan semangat yang terkandung dalam suatu undang-undang selalu terkait dengan ruang dan waktu dalam arti sangat erat kaitannya dengan situasi dimana dan ketika undang-undang dirumuskan dan ditetapkan. Dalam konteks waktu, situasi seringkali mengalami perubahan karena tuntutan perkembangan masyarakat,dan karena itu sering dikatakan bahwa hukum ic undang-undang kerap mengalami ketertinggalan dimakan oleh waktu. Dalam studi ilmu hukum, memahami teks hukum atau undang-undang melalui sejarah terjadinya teks undang-undang tersebut merupakan salah satu cara penafsiran saja, karena masih ada beberapa teori tentang penafsiran (interpretasi) hukum lengkapnya, sebagai berikut: 1. Teori penafsiran letterlijk (what does the word mean) Penafsiran ini menitik beratkan pada maksud dari teks-teks yang tertulis dari sebuah naskah hukum atau undang-undang; 2. Teori penafsiran gramatikal (what does it linguistically mean?) Ketentuan atau kaidah hukum yang tertulis dalam undang-undang diberi arti menurut kalimat atau bahasa sehari-hari. Metode interpretasi ini disebut interpretasi gramatikal karena untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan cara menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. Dalam interpretasi bahasa ini biasanya digunakan kamus bahasa atau dimintakan keterangan ahli bahasa sebagai narasumber. 3. Teori penafsiran historis (what is historical background of the formulation of the text) Untuk mengetahui makna suatu kaidah dalam perundang-undangan sering pula dilakukan dengan meneliti sejarah, atau riwayat peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Ada 2 (dua) jenis interpretasi historis yaitu a. Interpretasi menurut sejarah hukum (rechts historische-interpretatie) b. Interpretasi menurut sejarah penetapan suatu ketentuan perundang-undangan (wet historische-interpretatie)

11 . Teori penafsiran komparatif Interpretasi komparatif dilakukan dengan jalan memberi penjelasan dari suatu ketentuan perundang-undangan dengan berdasarkan perbandingan hukum. Dengan memperbandingkan hukum yang berlaku di beberapa negara atau beberapa konvensi internasional, menyangkut masalah tertentu yang sama, akan dicari kejelasan mengenai makna suatu ketentuan perundang-undangan. Menurut Sudikno Mertokusumo, metode penafsiran ini penting terutama bagi hukum yang timbul dari perjanjian internasional, karena dengan pelaksanaan yang seragam akan dapat direalisir kesatuan hukum yang melahirkan perjanjian internasional sebagai hukum obyektif atau kaedah hukum untuk beberapa negara. Di luar hukum perjanjian internasional, kegunaan metode ini terbatas. 5. Teori penafsiran Futuristis Intepretasi ini merupakan metode penemuan hukum yang bersifat antisipatif. Metode ini dilakukan dengan menafsirkan ketentuan perundang-undangan dengan berpedoman pada kaedah-kaedah perundang-undangan yang belum mempunyai kekuatan hukum, Contohnya pada saat undang- undang tentang pemberantasan tindak subversi yang pada saat itu sedang dibahas di DPR akan mencabut berlakunya undang-undang tersebut, maka jaksa berdasarkan interpretasi futuristik, menghentikan penuntutan terhadap orang yang disidik berdasarkan undang-undang pemberantasan tindak pidana subversi. 6. Teori penafsiran Restrictif & Ekstensif Penafsiran restriktif: Cara penafsiran yang mempersempit arti suatu istilah atau pengertian dalam (pasal) undang-undang; Penafsiran ekstensif: Menafsirkan dengan memperluas arti suatu istilah atau pengertian dalam (pasal) undang-undang. 7. Teori penafsiran Teleologis Penafsiran undang-undang dengan menyelidiki maksud pembuatan dan tujuan dibuatkannya undang-undang tersebut. Dengan interpretasi teleologis ini, undang-undang yang masih berlaku (tetapi sudah usang atau sudah tidak sesuai lagi) diterapkan

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 KEMENKUMHAM. Perseroan Terbatas. Permohonan. Perubahan. Anggaran Dasar. Penyampaian Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. No.392, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA

UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA Dasar Hukum Yayasan Setelah 6 Agustus 2001 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UUY) yang diundangkan 06 Agusts 2001 dan berlaku efektif

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Data PT. Penyampaian. Prosedur. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.17, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. PERSEROAN. Pengesahan. Badan Hukum. Perubahan. Anggaran Dasar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M.HH-02.AH.01.01 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN, PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M-01-HT.01-10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=pp63-2008.htm 1 of 11 11/6/2008 9:33 AM Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Mail Email: admin@legalitas.org. PERATURAN

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PEMBUATAN AKTA-AKTA TERKAIT DENGAN PERSEROAN TERBATAS YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH NOTARIS Oleh: Alwesius, SH, MKn Notaris-PPAT Surabaya, Shangrila Hotel, 22 April 2017 PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN

Lebih terperinci

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris; POKOK-POKOK PERBEDAAN ANTARA UU NO. 1 TAHUN 1995 DENGAN UU NO. 40 TAHUN 2007 1. Penyederhanaan anggaran dasar PT Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak menyalin apa yang sudah diatur

Lebih terperinci

Menelaah Permenkumham no 1/2016 tentang PT Hukum Penanaman Modal Asing serta Peranan Notaris saat ini di Era Pasar Bebas

Menelaah Permenkumham no 1/2016 tentang PT Hukum Penanaman Modal Asing serta Peranan Notaris saat ini di Era Pasar Bebas Menelaah Permenkumham no 1/2016 tentang PT Hukum Penanaman Modal Asing serta Peranan Notaris saat ini di Era Pasar Bebas Disampaikan pada Diskusi Bulanan ICCA Juli 2016 Jakarta, 22 Juli 2016 Sebagai negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.05/2016 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN

Lebih terperinci

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Ne

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.114, 2016 KEMENKUMHAM. Yayasan. Pengajuan. Perubahan. Anggaran Dasar. Penyampaian Perubahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. PP No. 45/1995 BAB 1 BURSA EFEK Pasal 1 Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Pasal 2 Modal disetor Bursa Efek sekurang-kurangnya berjumlah Rp7.500.000.000,00 (tujuh

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R No.374, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. RUPS. Perusahaan Terbuka. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5644) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 86, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3617) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Perdagangan. Berjangka. Komoditi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5548) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5387) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum CONTOH AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN UNTUK YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, DAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 37 A PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Tentang Yayasan Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, definisi Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN Nomor: - Pada hari ini, - tanggal - bulan - tahun - pukul WI (Waktu Indonesia ). -------------------------------------- Menghadap kepada saya 1,--------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK 1 SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENDAFTARAN, PERIZINAN, DAN KELEMBAGAAN PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Sehubungan dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

BAB III PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM

BAB III PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM BAB III PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM A Deskripsi Umum Departemen Hukum dam Hak Asasi Manusia dimulai pada hari-hari pertama kemerdekaan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan)

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan) UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan) BAB I KETENTUAN UMUM 5 Pasal 1 Ketentuan umum (16 butir) 5 Pasal 2 Tujuan perseroan 6 Pasal 3 Tanggungawab pemegang saham 7 Pasal 4

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung perkembangan usaha

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Perseroan Terbatas. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Perseroan Terbatas. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi KEWIRAUSAHAAN, ETIKA dan HUKUM BISNIS Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perseroan Terbatas Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi Magister Akuntansi Perseroan Terbatas PERSEROAN TERBATAS atau PT adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN. A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN. A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG IZIN MENDIRIKAN YAYASAN A. Peraturan yang Mengatur Izin Mendirikan Yayasan 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Kegiatan yang mengatasnamakan amal, bersedekah,

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16 CONTOH AKTA YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, DAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 15 A PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 24 2011 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. KETENTUAN UMUM II. 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

Lebih terperinci