TINJAUAN PUSTAKA. kurang 700 jenis. Jenis Eucalyptus sp. dapat berupa semak dan perdu sampai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. kurang 700 jenis. Jenis Eucalyptus sp. dapat berupa semak dan perdu sampai"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Eukaliptus (Eucalyptus sp.) Tanaman Eucalyptus spp. merupakan famili Myrtaceae, terdiri atas lebih kurang 700 jenis. Jenis Eucalyptus sp. dapat berupa semak dan perdu sampai mencapai ketinggian 100 meter. Batang umumnya bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan banyak meloloskan cahaya matahari. Cabangnya lebih banyak membuat sudut ke atas, jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Beberapa marga Eucalyptus dengan jenis Eucalyptus spp. Jenis-jenis yang sudah dikenal umum antara lain E. deglupta, E. urophylla, E. camadulensis, E. grandis, E. pellita, E. tereticornis, dan E. torreliana (Latifah, 2004 dalam Sembiring, 2009). Eucalyptus spp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing (tanaman cepat tumbuh). Eucalyptus spp. juga dikenal sebagai tanaman yang dapat bertahan hidup pada musim kering. Tanaman ini mempunyai sistem perakaran yang dalam namun jika ditanam di daerah dengan curah hujan sedikit maka perakarannya cenderung membentuk jaringan rapat dekat permukaan tanah untuk memungkinkan menyerap setiap tetes air yang jatuh di cekaman tersebut. Eucalyptus spp. merupakan salah satu jenis tanaman yang dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman industri (Poerwowidodo, 1991). Manurut Sutisna dan Purmadjaja (1999), tanaman Eucalyptus spp. mempunyai sistematika sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

2 Divisio Class Ordo Famili Genus Species : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Dycotyledone (berkeping dua) : Myrtiflorae : Myrtaceae (suku jambu-jambuan) : Eucalyptus : Eucalyptus spp. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, Eucalyptus spp. memiliki banyak kelebihan dibanding penanaman tanaman lain baik dari segi manfaat kayu maupun dari segi pertumbuhannya. Dari segi manfaat kayunya Eucalyptus spp. dapat digunakan untuk bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, kayu lapis, bahan pembungkus, korek api, dan sebagai bahan pulp dan kertas. Daun dan cabang Eucalyptus spp. dapat menghasilkan minyak yang digunakan untuk kepentingan farmasi, misalnya untuk obat gosok, obat batuk, parfum, deterjen, desinfektan dan pestisida (Sutisna dan Purmadjaja, 1999). Syarat Tumbuh Eucalyptus spp. Jenis-jenis Eucalyptus spp. terutama menghendaki iklim bermusim (daerah arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis Eucalyptus spp. tidak menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Eucalyptus spp. dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanahtanah kurus, gersang, sampai tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus spp. dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai bagi pertumbuhannya antara 0-1 bulan dan suhu rata-rata pertahun o C. Jenis

3 tanah yang digunakan dalam pertanaman Eucalyptus spp. ini adalah jenis tanah litosol dan regosol podsolik (Darwo, 1997). Hampir semua jenis Eucalyptus beradaptasi dengan iklim muson. Beberapa jenis bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering, misalnya jenis-jenis yang telah dibudidayakan yaitu E. alba, E. camaldulensis, E. citriodora, E. deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan dataran rendah dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 1800 mdpl, dengan curah hutan tahunan mm, suhu minimum rata-rata 23 dan maksimum 31 di dataran rendah, dan suhu minimum rata-rata 13 dan maksimum 29 di pegunungan (Kapisa et al., 1999). Penyebaran dan Morfologi Eucalyptus sp. Daerah penyebaran alaminya berada di sebelah Timur garis Wallace, mulai dari 7 LU sampai LS meliputi Australia, New Britania, Papua dan Tazmania. Beberapa spesies juga ditemukan di Kepulauan Indonesia yaitu Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor- Timur. Genus Eukaliptus terdiri atas 500 spesies yang kebanyakan endemik Australia. Hanya ada dua spesies yang tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Fillipina) yaitu Eucalyptus urrophylla dan Eucalyptus deglupta. Beberapa spesies menyebar di Australia bagian Utara menuju bagian Timur. Spesies ini banyak tersebar di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian Barat Daya. Pada saat ini beberapa spesies ditanam di luar daerah penyebaran alami, misalnya di Benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian Selatan dan Amerika Tengah (Latifah, 2004 dalam Siahaan, 2010).

4 Tanaman Eucalyptus sp. pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar, tingginya rata-rata 40 meter dan rata-rata bebas cabang 25 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan kulit kayu licin, berserat berbentuk papan catur. Daun muda dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa umumnya berseling kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. Marga Eucalyptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dalam suku Myrtaceae dan dibagi menjadi 7-10 anak marga, setiap anak dibagi lagi menjadi beberapa seksi dan seri (Khaeruddin, 1999). Penyakit pada Tanaman Eucalyptus spp. Fungi merupakan salah satu faktor biotik terbanyak yang menyebabkan tanaman hutan menjadi sakit. Umumnya penyakit tidak hanya disebabkan oleh satu jenis patogen akan tetapi dapat disebabkan oleh beberapa patogen yang datang atau muncul secara bersama ataupun berurutan. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya produksi hutan tanaman yang diusahakan (Semangun, 2001). Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman Eucalyptus spp. antara lain: 1. Penyakit pada akar a. Busuk akar Phytophthora Penyakit ini disebabkan oleh Phytophthora cinnamomi dan Phytophthora nicotianea di Afrika Selatan. Gejala dari phon yang terinfeksi pada

5 umumnya daun yang layu. Hal ini diikuti dengan busuknya kambium akar dan pangkal akar. Kulit dari akar biasanya terkelupas. Jika pangkal akar terinfeksi, pohon akan mati (SAPPI, 2014). 2. Penyakit batang a. Busuk Botryosphaeria Penyakit ini disebabkan oleh Botryosphaeria eucalyptorum dan Botryosphaeria ribis. Banyak gejala yang diasosiasikan dengan infeksi Botryosphaeria pada Eukaliptus. Gejala yang umum adalah kematian pada pucuk pohon dan ini menyebabkan infeksi pada hati kayu dan perubahan warna kayu yang dilapisi oleh bagian luar kayu yang sehat (SAPPI, 2014). b. Busuk Cryphonectria Ada dua spesies yang menyebabkan penyakit ini di Afrika Selatan. Cryphonectria eucalypti yang merupakan patogen minor dan Cryphonectria cubensis yang merupakan patogen major. Cryphonectria yang disebabkan Cryphonectria cubensis pada umumnya membunuh pohon muda pada dua tahun pertama pertumbuhan dengan terkelupasnya pangkal batang. Pohon yang berpenyakit ini biasanya tiba-tiba mati pada musim panas (SAPPI, 2014). c. Busuk Coniothyrium Coniothyrium zuluensi adalah agen penyebab penyakit ini. Infeksi yang dapat dikenali adalah adanya spot-spot kecil pada jaringan muda dan hijau batang. Luka ini akan bersatu dan menimbulkan tonjolan yang besar berwarna hitam pada kulit kayu (SAPPI, 2014).

6 3. Penyakit daun a. Foliar spot dan foliar blight Penyakit ini disebabkan oleh Cylindrocladium sp., merupakan patogen yang menyerang tanaman Eucalyptus sp. Cylindrocladium sp. merupakan salah satu jenis dari marga Calonectria de Not. yang menyebabkan penyakit pada pembibitan dan pada tanaman termasuk akar dan leher akar, hawar tunas, hawar daun dan bercak daun (Old, et al., 2003). b. Hawar pucuk Penyakit ini disebabkan oleh Cryptosporiopsis eucalypti. Gejala penyakit ini berkembang di sekitar daun dan batang Eucalyptus spp., biasanya tersebar secara menyeluruh, lembut dan berwarna coklat, luka nekrotik yang menjalar, bentuknya bundar dengan diameter 1-2 cm. Luka yang berat ditunjukkan dengan warna coklat tua atau abu- abu di seluruh permukaan daun (Old, et al., 2003). c. Penyakit Mycosphaerella Penyakit yang ditimbulkan berupa bintik daun, bisul dan kerut daun yang disebabkan oleh Mycosphaerella. Tetapi marga ini belumlah pasti ditemukan pada tanaman Eucalyptus sp., karena banyak variasi gejala yang ditunjukkan oleh infeksi Mycosphaerella dengan hasil yang berbeda dalam hal ukuran luka, warna dan morfologi. Daun yang terinfeksi akan berkembang menjadi bintik dan bisul. d. Penyakit Phaeophleospora Penyakit ini disebabkan oleh Phaeophleospora yang biasanya terdapat pada pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang

7 ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. e. Penyakit Pestalotia Penyakit ini disebabkan oleh Pestalotia sp. Serangan Pestalotia pada daun menimbulkan gejala bercak yang dimulai dari tepi daun ujung, yang kemudian meluas ke tengah daun. Serangan fase awal hampir selalu terjadi di ujung daun. Diduga bahwa stoma di daerah ujung memberikan kondisi yang kondusif bagi perkembangan konidiaspora (Semangun, 2001). Penyakit daun Phaeophleospora Phaeophleospora destructans juga dikenal sebagai Kirramyces destructans terkait dengan penyakit hawar daun pada E. grandis berusia satu tahun hingga tiga tahun di Sumatera Utara, Indonesia. Spesies ini adalah patogen agresif yang dapat menyebabkan hawar daun yang luas pada daun muda dan gugurnya daun pada usia muda sebagai akibat dari nekrosis daun dan tangkai daun. Patogen ini ditemukan pada tahun 2000, menyerang perkebunan klonal E. camaldulensis di timur Thailand dan pada tahun 2002 ditemukan untuk pertama kalinya di beberapa lokasi, meliputi selatan, tengah dan utara Vietnam, pada spesies E. camaldulensis, E. urophylla dan klon hibrid. Penyebaran yang cepat menunjukkan adanya serangan patogen ke tanaman hingga bahkan menyerang benih, dan hal ini berpotensi sebagai ancaman serius bagi Eukaliptus di Asia Tenggara dan, mungkin, vegetasi asli dan perkebunan di utara Australia yang berdaerah tropis. Dalam rangka untuk membantu mengatasi penyakit ini, klon toleran dipilih dan ditempatkan di Sumatera (Barber, 2004).

8 Penyakit ini umumnya ditemukan pada tanaman Eukaliptus di Sumatera Utara. Plot percobaan dari E. globulus di Habinsaran terinfeksi dalam jumlah besar. Penyakit ini ditemukan pada areal pembibitan dan areal penanaman. Penyakit ini biasanya ditemukan pada daun dewasa, terutama pada bibit-bibit yang persediaannya berlebih. Penyakit ini dikenali dengan bercak warna ungu hingga ungu kecoklatan. Jika lefel infeksi sudah tinggi, penyakit ini dapat menyebabkan gugurnya daun pada usia muda (Alfenas, 1993). Menurut Simpson et al. (2005) ada lima spesies Phaeophleospora yang diketahui menyerang tanaman Eukaliptus, antara lain: a. P. delegatensis b. P. destructans c. P. epicoccoides d. P. eucalypti e. P. lilianiae Phaeophleospora epicoccoides merupakan salah satu patogen daun yang paling banyak dilaporkan dan diteliti di dunia, terjadi pada berbagai spesies di banyak negara termasuk dari daerah subtropis. Dianggap sebagai patogen yang menyerang pembibitan di Australia dan India, menyebabkan kematian tanaman di Malawi dan Afrika Selatan, defoliasi perkebunan di Australia (G. Hardy pers. Comm.), dan kerusakan yang signifikan di pembibitan dan perkebunan di Indonesia. Gejala yang ditimbulkan bervariasi, spora dapat tersebar, dan menginfeksi bibit dan kebun klonal di pembibitan dengan sanitasi yang buruk (Barber, 2004).

9 P. epicoccoides dan P. destructans memiliki perbedaan pada warna dan tekstur. P. epicoccoides padat, pertumbuhannya lambat, dan berwarna gelap, sedangkan P. destructans berwarna kemerahmudaan, pertumbuhannya lambat, dan agak lembut. Dibandingkan dengan spesies lain, spora P. epicoccoides pendek, lebar, multisepta, dan berwarna hijau, sedangkan spora P. destructans lebih panjang dan lebih tipis (Burgess et al, 2004). P. epicoccoides dominan ditemukan pada daun yang mulai menua dan menyebabkan daun gugur lebih cepat. Fungi ini tidak digolongkan sebagai patogen mayor. P. destructans adalah patogen mayor yang menyerang daun muda pada pembibitan, pada tanaman induk, dan pada areal penanaman. Bibit yang terinfeksi, tanaman induk, dan stek pada pembibitan dapat rusak total pada kondisi lembab. Material terinfeksi yang dapat bertahan di lapangan, pada akhirnya kondisi pertumbuhan terganggu dan tidak stabil (Burgess et all, 2004). Penyakit ini disebabkan oleh Phaeophleospora yang biasanya terdapat pada pembibitan dan menjangkit penanaman jenis tertentu. Gejala yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Apabila satu daun tanaman telah terinfeksi patogen ini maka akan terjadi penularan penyakit pada daun yang berdekatan hingga dapat mengakibatkan kematian bibit tanaman. Penularan sering kali terlihat dimulai dari bagian pangkal bibit tanaman hingga mencapai daun bagian ujung tanaman. Patogen ini biasanya berada di bawah tajuk pohon dan dapat menyebabkan penghancuran secara signifikan pada semai di pembibitan (Old, et al., 2003).

10 Tampilan dan tingkat keparahan luka pada daun Eukaliptus umumnya digunakan untuk mengenali spesies Phaeophleospora yang menyebabkan penyakit. Namun, gejala infeksi yang disebabkan oleh P. epicoccoides, P. eucalypti dan P. destructans hampir identik dan sering terjadi kesalahan analisis, tergantung pada inang dan iklim. Selain itu, identifikasi P. eucalypti dan P. destructans berdasarkan morfologi konidia agak sulit karena ukuran spora bervariasi tergantung pada spesies inang. Sebuah teknik diagnostik molekuler yang sederhana dan akurat akan sangat membantu dalam membedakan antara spesies ini dibandingkan dengan teknik konvensional melalui pangamatan morfologi (Andjic, et al, 2007). A B Gambar 1. Penampakan permukaan bawah daun yag terinfeksi P. destructans (A) [sumber: Nursery and Tree Health Evaluations in Plantations in North and South Sumatera (Wingfield,2010)]; Penampakan permukaan bawah daun yag terinfeksi P. epicoccoides (B) [sumber: Survey of Plantation Diseases in The Kirinci and Lake Toba Areas Belonging to The April Group (Wingfield,2006)] Daun berpenyakit Destructans dan hawar pucuk yang disebabkan P. destructans adalah penyakit utama yang menyerang Eukaliptus di area Danau Toba. Penyakit ini sudah diteliti di Aek Nauli, kira-kira sepuluh tahun yang lalu.

11 Salah satu pertanyaan penting yang telah dikemukakan dalam beberapa tahun terakhir adalah apakah kerentanan setiap klon berbeda di tempat yang berbeda. Ini dikarenakan genotipe yang terbentuk karena interaksi lingkungan menentukan apakah klon yang resisten terhadap penyakit Destructans dan hawar pucuk dapat efektif di satu area namun tidak di area lain (Wingfield, 2006). Diungkapkan oleh Wingfield (2008), hawar daun Destructans telah menjadi subjek penelitian utama di TPL sejak dekade yang lalu. Saat ini, telah banyak dipelajari tentang penyakit ini dan dampak buruknya telah menurun secara signifikan. Salah satu penemuan penting yang terkait dengan patogen ini antara lain: a. Setiap klon berbeda kerentanannya terhadap infeksi penyakit. Jadi klon toleran telah dipilih dan dikembangkan. b. Ada perbedaan besar antara material bibit dan klon terpilih dalam hal kerentanannya. Dampak dari pemuliaan yang baik dan program seleksi di TPL secara jelas dapat dilihat pada percobaan di mana pembibitan kontrol ditanam. c. Lokasi klon mempengaruhi kerentanannya terhadap infeksi K. Destructans, klon tersebut sangat terpengaruh jika mereka dalam kondisi stress. Jadi pohon yang terdapat di pinggir jalan dan pohon yang memiliki sistem perakaran buruk dapat terinfeksi secara serius. Klon-klon yang tumbuh secara baik, dapat tumbuh dan terbebas dari penyakit. Ketika banyak yang sudah dipelajari tentang penyakit Destructans dan hawar pucuk selama lima belas tahun terakhir, masih banyak pertanyaan yang memerlukan jawaban. Mungkin hal terpenting dari hal tersebut adalah untuk

12 mengetahui hubungan antara stress dan gejala penyakit yang tampak. Dalam hal ini, sekarang dapat dikenali tentang ada klon-klon yang memiliki kerentanan tinggi terhadap infeksi dan hal ini menyebabkan tanaman berpenyakit, terlepas dari kondisi pertumbuhannya. Juga diketahui bahwa klon-klon yang terbebas dari kondisi stress pada saat percobaan mengalami pertumbuhan yang buruk pada saat ditanam di area dengan kondisi stress (Wingfield, 2010) Perkembangan bagus telah dibuat oleh TPL untuk mereduksi dampak dari K. destructans dan penyakit ini sudah lebih dimengerti daripada waktu yang lalu. Menurut Wingfield (2010), beberapa fakta yang muncul melalui studi yang dilakukan TPL: a. Patogen ini merupakan spesifik inang dan ada banyak variabel dari tanaman dalam hal kerentanan b. Generasi baru dari klon TPL mempunyai level resisten yang tinggi terhadap penyakit c. Klon yang agak rentan tidak terinfeksi jika berada pada kondisi pertumbuhan yang optimal. Tapi jika mengalami stress, mereka dapat rusak secara serius. Hal ini agak berkebalikan dengan sifat dari patogen spesifik inang yang cenderung kurang terpengaruh oleh stress yang dialami tanaman. Satu kemungkinan lainnnya adalah akibat kondisi stress ini, jaringan pada daundaun muda lebih mudah untuk terinfeksi. Identifikasi Penyakit Tanaman Gejala dapat terlihat karena adanya perubahan, bau, rasa, atau rabaan. Gejala dalam, penting artinya untuk penelitian anatomi patologi, sedangkan gejala luar bersifat morfologis. Gejala ini adalah keadaan penyakit yang ditunjukkan

13 oleh bagian tubuh tanaman atau seluruh tubuh tanaman. Gejala adalah keadaan patologi dan fisiologi yang merupakan respon tanaman terhadap aktivitas patogen atau faktor yang lain (Satrahidayat, 1990). Tanda penyakit adalah struktur dari suatu patogen yang berasosiasi dengan tanaman yang terinfeksi. Beberapa tipe struktur patogen tidak harus selalu ada pada tanaman yang sakit karena pembentukannya berdasarkan kondisi lingkungan. Kebanyakan tanda penyakit dapat dilihat dan dibedakan dengan bantuan mikroskop. Misalnya penyebab penyakit berupa miselium, spora, tubuh buah fungi, sel atau lendir bakteri, tubuh karena penggumpalan hifa fungi (Sklerotial bodies), nematoda dengan berbagai fase telur, juvenil dan imago serta berbagai bagian tumbuhan parasit (Sinaga, 2003). Menurut Sinaga (2003) agar hasil diagnosa akurat, diperlukan pembuktian dengan menggunakan Postulat Koch. Kaidah-kaidah Postulat Koch adalah sebagai berikut : 1) patogen yang diduga harus selalu berasosiasi dengan tanaman yang sakit 2) patogen tersebut harus dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni 3) biakan murni tersebut jika diinokulasikan ke tanaman sehat harus menghasilkan gejala dan tanda penyakit yang sama 4) bila penyebab penyakit direisolasi dari tanaman yang diinokulasi tersebut, akan dihasilkan biakan murni yang sama dengan penyebab yang diisolasi dari tanaman sakit yang didiagnosis

14 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi pembibitan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Kec. Parmaksian, Toba Samosir dan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Desember Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah klon IND 47, IND 61, dan IND 66 turunan Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, alkohol 70% dan Kloroks 0,3%, air steril, spritus, tisu dan kapas, serta PDA (Potatoe Dextrose Agar). Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kaca pembesar, plastik sampel/amplop, sarung tangan, masker pernafasan, kertas milimeter, mikroskop, cawan petridish, labu erlenmeyer, pinset, spatula, jarum ose, timbangan analitik, oven dan otoklaf, kaca preparat dan gelas penutup, serta gelas ukur. Prosedur Penelitian Tahapan prosedur penelitian adalah: 1. Pengambilan sampel tanaman yang sakit dan yang sehat Tanaman Eucalyptus sp. yang sakit atau yang bergejala digunakan sebagai bahan isolasi untuk mencari patogen Phaeophleospora sp., sedangkan tanaman Eucalyptus sp. yang sehat atau yang tidak bergejala digunakan

15 sebagai bahan pengamatan setelah patogen Phaeophleospora sp. diperoleh dan disemprotkan ke tanaman. 2. Isolasi patogen Tanaman yang sakit atau yang bergejala dibersihkan dengan menggunakan kloroks, setelah dibersihkan diambil dengan menggunakan pinset dan dikeringkan lalu dipotong-potong dengan ukuran 1x1 cm, kemudian diisolasi ke dalam cawan petri dengan media PDA (Potatoe Dextrose Agar). Setelah 3 hari dilakukan kembali pengisolasian tetapi isolasi yang dilakukan adalah isolasi biakan murni dengan ketentuan tidak mengalami kontaminasi lagi. Setelah 14 hari dan tidak terjadi kontaminasi maka dapat dilakukan identifikasi fungi dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x. 3. Pengamatan patogen Jamur yang telah berumur 14 hari diambil dengan cara dipotong dan diambil dengan pinset yang steril. Dimasukkan ke dalam cawan petri kemudian diletakkan di atas preparat dan ditutupi dengan kaca objek lalu dimasukkan ke dalam kotak tray. Setelah 4 hari dapat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. 4. Penyiapan inokulum Biakan yang telah murni diambil lalu dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi aquades sebanyak 10 ml dan kemudian dikikis dengan menggunakan pengait, bagian atas biakan dikikis tanpa mengenai medianya. Setelah semua bagian permukaan terkikis lalu disaring dengan menggunakan kain kassa. Hal ini dilakukan sebanyak 30 kali sesuai dengan jumlah tanaman yang ada setelah selesai dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diberi label.

16 5. Pelaksanaan inokulasi Sebelum inokulasi dilakukan, bibit tanaman sehat dipindahkan ke dalam polybag yang telah diisi top soil lalu dipindahkan ke dalam rumah kaca. Tanaman dipelihara selama satu minggu untuk penyesuaian di rumah kaca. Inokulasi dilakukan dengan metode penyemprotan inokulum (campuran 10 ml aquades dengan spora Phaeophleospora sp.) ke tanaman. Inokulasi dilakukan menggunakan hand sprayer. Setiap tanaman disemprotkan 10 ml inokulum dan dilakukan secara bergantian terhadap tanaman. Penyemprotan dilakukan di dalam sungkup. Setelah penyemprotan inokulum, tiap tanaman lalu disungkup selama 1 x 24 jam. Keesokan harinya sungkup dibuka dan dimulai pengamatan gejala yang muncul pada daun tanaman. Pengamatan terhadap infeksi fungi Phaeophleospora pada tanaman Eucalyptus spp. dilakukan selama 30 hari dengan selang pengamatan enam kali. 6. Uji infeksi Dilakukan untuk mengetahui intensitas serangan dan luas serangan Phaeophleospora sp. terhadap tanaman Eucalyptus sp. Agrios (1996) mengungkapkan intensitas serangan/keparahan penyakit (KpP) didefinisikan sebagai persentase luasnya jaringan tanaman yang terserang patogen dari total luasan yang diamati. Luas serangan/keterjadian penyakit (KjP) merupakan persentase jumlah tanaman yang terserang patogen (n) dari total tanaman yang diamati (N). Parameter pengamatan Parameter yang diamati adalah:

17 a. Intensitas Serangan Parameter yang diamati adalah perubahan yang dialami oleh daun setelah inokulasi. Pengamatan dilakukan terhadap lima daun teratas. Daun yang diamati diberi tanda dan disesuaikan dengan skala bercak daun (0-5) dalam (Sinaga, 2003). Skala bercak terdiri dari: Skala 0: tidak ada bercak pada daun Skala 1: terdapat bercak daun 1/16 bagian Skala 2: terdapat bercak daun 1/8 bagian Skala 3: terdapat bercak daun 1/4 bagian Skala 4: terdapat bercak daun 1/2 bagian Skala 5: terdapat bercak daun pada seluruh bagian permukaan daun Nilai intensitas serangan ditentukan dengan rumus: IS = (n x v) N x Z x 100% Towsend dan Heiiberger (1943) dalam Sinaga (2003). Keterangan: IS : Intensitas serangan n : jumlah daun pada skala ke-i v : skala ke-i N : jumlah total daun setiap tanaman Z : skala tertinggi b. Luas Serangan Luas serangan ditentukan dengan cara menghitung jumlah daun yang terserang pada setiap bibit kemudian membaginya dengan jumlah seluruh daun dari bibit yang diamati. Adapun luas serangan penyakit ditentukan dengan rumus :

18 A = n N x 100 % Keterangan: A : luas serangan n : jumlah daun yang terserang penyakit Phaeophleospora sp. N : jumlah seluruh daun dari bibit yang diamati Tabel 1. Penilaian tingkat intensitas dan luas serangan penyakit dan reaksi tanaman No Nilai Intensitas dan Luas Serangan (%) Kategori Reaksi Tanaman 1 0% Imun 2 1 % - 25 % Resisten (R) 3 26 % - 50 % Agak Resisten (AR) 4 51 % - 75 % Agak Rentan (Ar) 5 76 % % Rentan (r) Sumber : Sembiring (1985) dalam Sinaga (2003) Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan meodel rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan model linier sebagai berikut: Yij = μ + τi + εij Keterangan: Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum τi = pengaruh perlakuan ke-i εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = perlakuan ke-i (1,2,3) j = ulangan ke-j (1,2,3...,10) Data yang diperoleh dari lapangan ditransformasikan menggunakan transformasi logaritma. Jika diperoleh rancangan berbeda nyata pada interaksi antara tanaman dengan kelas umur akan dilanjutkkan dengan menggunakan rancangan DMRT (Duncan s Multiple Range Test) (Sastrosupadi, 2000). Hipotesis yang akan diuji adalah terdapat perbedaan respon jenis klon Eucalyptus spp. turunan E. grandis x E. urophylla terhadap infeksi Phaeophleospora sp.

19 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Isolasi dan Identifikasi Phaeophleospora sp. Fungi Phaeophleospora sp. didapatkan dengan mengambil sampel daun berpenyakit pada areal pembibitan PT Toba Pulp Lestari, Tbk, Kecamatan Parmaksian. Pengambilan sampel daun berpenyakit dilakukan dengan menjadikan buku panduan A Manual of Diseases of Eucalypts in South-East Asia (Old et al., 2003) sebagai pedoman lalu membandingkannya dengan gejala penyakit yang timbul pada daun pada tanaman di areal pembibitan. Gejala yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Untuk genus fungi Phaeophleospora, jenis Phaeophleospora epicoccoides dan Phaeophleospora destructans merupakan fungi yang paling banyak menyerang tanaman Eukaliptus di areal pembibitan ini (Wingfield, 2006). Gejala yang ditimbulkan kedua jenis fungi ini juga tidak jauh berbeda, hal ini sesuai dengan pernyataan Andjic, et al. (2007) bahwa gejala infeksi yang disebabkan oleh P. epicoccoides, P. eucalypti dan P. destructans hampir identik dan sering terjadi kesalahan analisis, tergantung pada inang dan iklim. Gambar 2. Pembibitan Eukaliptus di TPL yang terinfeksi penyakit daun

20 Sampel daun berpenyakit dibawa ke laboratorium Bioteknologi Kehutanan, Fakultas Pertanian untuk kemudian dibiakkan. Hasil dari biakan murni tersebut didapatlah fungi Phaeophleospora sp., yang tampilan makroskopisnya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Tampilan makroskopis Phaeophleospora sp. pada media PDA Biakan murni fungi Phaeophleospora sp. memiliki penampilan berwarna merah muda (pink), pertumbuhannya lambat, teksturnya seperti berbulu dan tebal, serta penyebarannya merata ke segala arah. Ciri-ciri biakan murni ini sesuai dengan salah satu jenis fungi Phaeophleospora sp. yang dikemukakan oleh Burgess et al. (2004) bahwa P. destructans berwarna kemerahmudaan, pertumbuhannya lambat, dan agak lembut. Selain pengamatan makroskopis, dilakukan juga pengamatan mikroskopis terhadap biakan murni. Pengamatan mikroskopis dilakukan untuk memastikan apakah biakan murni yang kita dapat memang benar jenis Phaeophleospora sp. yang kita inginkan. Pengamatan dilakukan dengan memerhatikan bentuk konidia lalu membandingkannya dengan sumber literatur-literatur yang ada. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

21 Tabel 2. Hasil pengamatan mikroskopis Phaeophleospora sp. No. Katerangan 1 Spora Karakteristik Mikroskopis biakan murni Karakteristik Mikroskopis Phaeophleospora sp.* *Sumber: First Report of Phaeophleospora destructans in China (Burgess, et al., 2004) Hasil pengamatan mikroskopis pada biakan murni Phaeophleospora sp. menunjukkan bahwa sporanya berbatang panjang, bersepta dua, dan tampilannya tipis. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Burgess et al. (2004) tentang fungi Phaeophleospora destructans, bahwa spora Phaeophleospora destructans berbentuk panjang dan tipis. Spora memiliki dimensi rata-rata 40,1 x 2,4 µm dan bersepta 1-2. Jadi, melalui pengamatan makroskopis dan mikroskopis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa biakan murni yang ditemukan adalah jenis Phaeophleospora destructans. Berikut taksonomi dari Phaeophleospora destructans Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Fungi : Ascomycota : Dothideomycetes : Capnodiales : Mycosphaerellaceae : Phaeophleospora Species : Phaeophleospora destructans (M.J. Wingfield & Crous, 1996)

22 2. Gejala Penyakit Phaeophlespora sp. pada Tanaman Eucalyptus spp. Bibit Eukaliptus yang digunakan sebagai sampel untuk uji infeksi merupakan bibit hasil persilangan antara Eucalyptus grandis dengan Eucalyptus urophylla. Bibit klon hibrid ini digunakan sebanyak tiga klon, yakni IND 47, IND 61, dan IND 66, serta berumur dua bulan, diulang sebanyak sepuluh kali. Tabel 3. Perkembangan gejala penyakit pada daun IND 47, IND 61, dan IND 66 Klon Gejala Awal Gejala Lanjutan IND 47 IND 61 IND 66 Ket. Gejala awal berupa bercak kekuningan pada permukaan atas daun Gejala lanjutan ditandai dengan munculnya bercak kemerahan pada permukaan atas daun Gejala awal yang ditunjukkan oleh penyakit ini adalah adanya bercak kekuningan pada permukaan atas daun. Bercak ini menyebabkan hijau daun memudar. Besar dan letak bercaknya berbeda-beda pada setiap daun. Pada awal

23 kemunculannya, tidak terdapat spora hitam pada permukaan bawah daun. Tanaman sudah menunjukkan gejala pada pengamatan II setelah inokulasi. Gejala lanjutan menunjukkan pada permukaan atas daun yang terdapat bercak kekuningan kemudian muncul bercak kemerahan. Beberapa hari kemudian, pada lokasi bercak kemerahan tersebut muncul spora hitam pada permukaan bawah daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Old, et al. (2003) bahwa gejala Phaeophleospora yang ditunjukkan berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Karakteristik lain dari gejala yang ditimbulkan oleh fungi Phaeophleospora adalah munculnya awal gejala selalu dimulai dari daun yang paling bawah atau paling pangkal. Bila daun paling bawah sudah terjangkiti, biasanya setelah beberapa hari akan diikuti oleh munculnya awal gejala pada daun di atasnya. Hal yang sama sudah dipaparkan oleh Old, et al. (2003) apabila satu daun tanaman telah terinfeksi patogen ini maka akan terjadi penularan penyakit pada daun yang berdekatan hingga dapat mengakibatkan kematian bibit tanaman. Penularan sering kali terlihat dimulai dari bagian pangkal bibit tanaman hingga mencapai daun bagian ujung tanaman. Maka dari itu fungi ini tergolong sebagai patogen yang agresif yang dapat menyebabkan gugurnya daun pada usia muda, seperti yang diungkapkan Barber (2004) spesies ini adalah patogen agresif yang dapat menyebabkan hawar daun yang luas pada daun muda dan gugurnya daun pada usia muda sebagai akibat dari nekrosis daun dan tangkai daun.

24 3. Intensitas Serangan (IS) Pengamatan terhadap infeksi fungi Phaeophleospora pada tanaman Eucalyptus spp. dilakukan selama 30 hari dengan selang pengamatan enam kali. Pengukuran intensitas serangan dilakukan dengan metode scoring pada lima daun teratas tiap ulangan percobaan. Daun yang diamati diberi tanda dan disesuaikan dengan nilai skor (0-5) (Sinaga, 2003). Hasil scoring kemudian ditransformasikan ke dalam formula nilai intensitas serangan. Nilai intensitas serangan (IS) setiap selang pengamatan dapat dilihat dalam tabel 4 berikut. Tabel 4. Rata-rata Intensitas Serangan (IS) Pengamatan I-Pengamatan VI No Klon Intensitas Serangan (IS) (%) I II III IV V VI 1 IND ,137 15,436 17,917b 14,224 14,360 2 IND ,670 7,848a 8,889 7,811 3 IND ,182 8,864 13,581ab 12,097 12,044 Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata I II III IV V VI IND 47 IND 61 IND 66 Gambar 4. Grafik Rata-rata Intensitas Serangan (IS) Pengamatan I-Pengamatan VI Tanaman mulai menunjukkan gejala pada pengamatan II (± sepuluh hari setelah inokulasi). Namun tidak semua klon sudah menunjukkan gejala serangan

25 Phaeophleospora tersebut, hanya klon IND 47 dan IND 66 yang sudah mulai timbul gejala yaitu sebesar 7,137% dan 0,182%. Pada pengamatan III, ketiga klon sudah menunjukkan gejala akibat serangan Phaeophleospora. Tanaman-tanaman yang sebelumnya masih tampak sehat sudah mulai menunjukkan gejala serangan. Angka yang ditunjukkan terus meningkat hingga mencapai puncak pada pengamatan IV (± dua puluh hari setelah inokulasi). Setelah pengamatan IV, tidak ada lagi penambahan angka karena tidak ada lagi tanaman yang memunculkan gejala seperti pada pengamatan-pengamatan sebelumnya. Dapat dilihat pada tabel dan grafik bahwa peningkatan intensitas serangan secara signifikan dimulai pada pengamatan III (± lima belas hari setelah proses inokulasi). Hal ini dapat diasumsikan bahwa setelah minggu ketiga, fungi Phaeophleospora sudah mencapai tahap untuk menginfeksi tubuh jaringan, dalam hal ini adalah daun, dari tanaman Eucalyptus spp. Sementara di lain pihak, kondisi jaringan tanaman sudah semakin melemah karena adanya patogen yang menginfeksi. Seperti disebutkan oleh Agrios (1996) bahwa terjadinya suatu penyakit paling sedikit diperlukan tiga faktor yang mendukung, yaitu tanaman inang atau host, penyebab penyakit atau patogen, dan faktor lingkungan. Pengaruh komponen patogen dalam timbulnya penyakit sangat tergantung pada kehadiran patogen, jumlah populasi patogen, kemampuan patogen untuk menimbulkan penyakit yaitu berupa kemampuan menginfeksi (virulensi) dan kemampuan menyerang tanaman inang (agresivitas). Pengujian DMRT dilakukan sejak pengamatan IV hingga pengamatan VI. Hal ini dilakukan karena pada pengamatan IV mulai tampak perbedaan nyata dari hasil analisis data (tabel 4). Hasil uji lanjut DMRT pada pengamatan IV

26 memperlihatkan bahwa klon IND 47 menunjukkan respon yang berbeda nyata terhadap serangan Phaeophleospora, namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan klon IND 66. Pengamatan V hingga pengamatan VI tidak menunjukkan perbedaan nyata dari hasil analisis data. Karena tidak menunjukkan perbedaan nyata dari hasil analisis data maka uji lanjutan DMRT tidak perlu untuk dilakukan pada pengamatan V dan pengamatan VI. Pada akhir pengamatan (pengamatan VI) dilakukan penilaian akhir tentang resistensi tanaman berdasarkan hasil scoring lalu dihubungkan dengan tabel penilaian tingkat instensitas serangan dan reaksi tanaman (tabel 1). Angka-angka yang ditunjukkan pada pengamatan VI berturut-turut mulai dari IND 47, IND 61, dan IND 66 adalah 14,360%, 7,811%, dan 12,044%. Nilai intensitas serangan tertinggi terdapat pada klon IND 47 pengamatan IV senilai 17,917%. Berdasarkan angka-angka yang ditunjukkan pada pengamatan VI ketiga klon ini masuk dalam kategori resisten (R) karena dari angka statistik yang ditunjukkan pada setiap klon berada dalam kisaran 1-25%. 4. Luas Serangan (A) Luas serangan diperoleh dengan cara menghitung jumlah daun yang terserang pada setiap tanaman kemudian membaginya dengan jumlah seluruh daun dari setiap tanaman yang diamati. Pengamatan terhadap tanaman Eucalyptus spp. dilakukan selama 30 hari dengan selang pengamatan enam kali. Tabel 5. Rata-rata Luas Serangan (A) Pengamatan I-Pengamatan VI No Klon Luas Serangan (A) (%) I II III IV V VI 1 IND ,456b 34,644 35,460 32,440 32,386 2 IND ,463a 23,55 31,579 32,668 30,593 3 IND ,709ab 32,519 39,017 38,277 38,269

27 Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata IND 47 IND 61 IND I II III IV V VI Gambar 5. Grafik Rata-rata Luas Serangan (A) Pengamatan I-Pengamatan VI Gejala serangan mulai ditunjukkan pada pengamatan II (± sepuluh hari setelah inokulasi). Ketiga klon IND 47, IND 61, dan IND 66 sudah menunjukkan gejala serangan akibat Phaeophleospora. Grafik yang ditunjukkan terus meningkat dari pengamatan III hingga pengamatan IV. Namun tidak semua klon sudah mencapai puncak serangan pada pengamatan IV karena pada klon IND 61 baru mencapai puncak pada pengamatan V (± 25 hari setelah pengamatan), sedangkan klon IND 47 dan IND 66 sudah menunjukkan penurunan pada grafik. Pada pengamatan VI, ketiga klon sudah menunjukkan penurunan grafik. Grafik pada gambar 7 menunjukkan puncak grafik ditunjukkan pada pengamatan IV lalu setelah itu perlahan-lahan menurun pada pengamatan V hingga pengamatan VI. Faktor yang menyebabkan penurunan serangan fungi Phaeophleospora ini bisa disebabkan karena umur bibit Eukaliptus semakin bertambah. Seperti yang diungkapkan oleh Bos (1994) yang menyatakan bahwa

28 semakin tinggi umur tanaman maka akan memiliki ketahanan yang lebih besar dari umur yang lebih muda. Kesehatan tanaman juga memiliki pengaruh dalam menurunnya serangan fungi Phaeophleospora. Kesehatan tanaman dapat dikenali dari pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun yang normal. Seperti diungkapkan Wahyu (2008) bahwa faktor lain dari inang yang berpengaruh terhadap kemungkinan terserangnya sutu penyakit adalah kesehatan tanaman inang. Tanaman yang sehat merupakan tanaman yang mempunyai pertumbuhan baik (daun dan batang segar), batang lurus, dan tajuk lebat. Pengujian DMRT dilakukan sejak pengamatan II hingga pengamatan VI. Hal ini dilakukan karena pada pengamatan II mulai tampak perbedaan nyata dari hasil analisis data (tabel 4). Seperti halnya pada intensitas serangan, hasil uji lanjut DMRT pada pengamatan II memperlihatkan bahwa klon IND 47 menunjukkan respon yang berbeda nyata terhadap serangan Phaeophleospora, namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan klon IND 66. Pengamatan III hingga pengamatan VI tidak menunjukkan perbedaan nyata dari hasil analisis data. Karena tidak menunjukkan perbedaan nyata dari hasil analisis data maka uji lanjutan DMRT tidak perlu untuk dilakukan pada pengamatan III dan pengamatan VI. Pada akhir pengamatan, angka-angka yang didapatkan adalah 32,386%, 30,593%, dan 38,269% pada klon IND 47, IND 61, dan IND 66. Bila dihubungkan dengan tabel penilaian tingkat luas serangan dan reaksi tanaman (tabel 1) ketiga jenis klon ini termasuk dalam kategori agak resisten (AR). Berarti dalam hal ini, klon-klon hibrid tesebut masih dalam kategori bisa menoleransi

29 serangan penyakit. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan Eukaliptus hibrida yang disebutkan dalam Uganda Tree Resources (2012) bahwa penggunaan klon Eukaliptus hasil hibrida ditujukan karena hasil hibrida ini lebih resisten terhadap hama dan penyakit yang mungkin menyerang pohon. Tidak semua tanaman pada ketiga klon menunjukkan gejala akibat Phaeophleospora. Tanaman pada IND 47 U3 sama sekali tidak menunjukkan gejala serangan pada seluruh daun tanaman tersebut. Hal ini membuktikan bahwa adanya sifat tanaman dapat berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Habeshaw (1984) dalam Sondang (2009) yang menyatakan walaupun inokulum diberikan pada waktu yang sama ke semua tanaman tetapi ketahanan tanaman tersebut berbeda-beda. Hasil analisis data pengamatan terakhir kedua parameter di atas, yaitu intensitas dan luas serangan, klon-klon IND 47, IND 61, dan IND 66, menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan terhadap infeksi Phaeophleospora. Hal ini berarti bahwa klon-klon itu mempunyai tingkat resistensi yang sama. Tingkat resistensi yang sama ini juga secara tidak langsung ditunjukkan oleh gejala penyakit Phaeophleospora yang timbul pada klon-klon tersebut. Gejala yang tampak pada klon-klon tersebut adalah sama, yaitu berupa bercak daun berwarna kemerahan pada permukaan atas daun dan adanya spora berwarna hitam pada bagian permukaan bawah daun. Penelitian ini tidak menggunakan klon-klon resisten sebagai pembanding. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini belum ditemukan secara resmi klon-klon yang secara fisiologis resisten terhadap Phaeophleospora.

30 Pengembangan klon-klon tanaman secara massal dimaksudkan untuk menghasilkan individu-individu tanaman yang mempunyai sifat beragam-ragam. Klon-klon yang mempunyai resistensi yang sama dapat berbahaya jika digunakan terus-menerus pada suatu areal tanam karena sifat resisten tersebut hanya dapat menghambat perkembangan patogen. Dalam hal ini patogen mempunyai potensi merusak di kemudian hari karena patogen juga berkembang untuk memahami karakteristik calon inangnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp.

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Eucalyptus spp Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman Eucalyptus spp. antara lain: 1. Penyakit pada akar a. Busuk akar Phytophthora Penyakit ini disebabkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

UJI INFEKSI Cylindrocladium sp., TERHADAP KLON HIBRIDA TURUNAN. INFECTION TEST Cylindrocladium sp., IN THE HYBRID CLONES of

UJI INFEKSI Cylindrocladium sp., TERHADAP KLON HIBRIDA TURUNAN. INFECTION TEST Cylindrocladium sp., IN THE HYBRID CLONES of UJI INFEKSI Cylindrocladium sp., TERHADAP KLON HIBRIDA TURUNAN Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla INFECTION TEST Cylindrocladium sp., IN THE HYBRID CLONES of Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eucalyptus dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eucalyptus dengan TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Eukaliptus Tanaman eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eucalyptus dengan spesies Eucalyptus spp. Spesies-spesies yang sudah dikenal umum antara lain, Eucalyptus alba

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eukaliptus dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eukaliptus dengan TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Eucalyptus sp. Tanaman Eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eukaliptus dengan spesies Eucalyptus sp. Spesies-spesies yang sudah dikenal umum antara lain Eucalyptus alba

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus spp. mempunyai sistematika sebagai berikut: : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Dycotyledone (berkeping dua)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus spp. mempunyai sistematika sebagai berikut: : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Dycotyledone (berkeping dua) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Eukalyptus spp Tanaman Eucalyptus spp. mempunyai sistematika sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Sub Divisio :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Cylindrocladium sp. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam subdivisi Eumycotina, kelas Deuteromycetes (fungi imperfect/fungi tidak sempurna), Ordo Moniliales,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Eucalyptus di TPL Tanaman Eucalyptus sudah dikenal sejak abad 18 dan perkembangan pembangunan tanaman ini maju pesat pada tahun 1980 setelah kongres Kehutanan Sedunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012. I. METODE PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan sekitar laboratorium Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN LITERATUR Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumicophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. spesies Eucalyptus sp. Spesies-spesies yang sudah dikenal umum antara lain

TINJAUAN PUSTAKA. spesies Eucalyptus sp. Spesies-spesies yang sudah dikenal umum antara lain TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Eucalyptussp. Tanaman Eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eukaliptus dengan spesies Eucalyptus sp. Spesies-spesies yang sudah dikenal umum antara lain Eucalyptus alba

Lebih terperinci

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN DEFINISI PENYAKIT TANAMAN Whetzel (1929), penyakit adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan merugikan yang disebabkan oleh faktor primer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Eucalyptus spp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing

TINJAUAN PUSTAKA. Eucalyptus spp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing TINJAUAN PUSTAKA Eucalyptus spp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing (tanaman cepat tumbuh). Eucalyptus spp. juga dikenal sebagai tanaman yang dapat bertahan hidup pada musim kering.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, Universitas Medan Area. Penelitian Lapangan dilaksanakan di desa Durin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cengkeh adalah tumbuhan asli Maluku, Indonesia. Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

UJI INFEKSI Phaeophleospora sp. PADA KLON HIBRID Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

UJI INFEKSI Phaeophleospora sp. PADA KLON HIBRID Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla UJI INFEKSI Phaeophleospora sp. PADA KLON HIBRID Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla SKRIPSI Paulus Stefan S. N. 101201101 Budidaya Hutan FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

BABHI BAHAN DAN METODE

BABHI BAHAN DAN METODE BABHI BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah kasa dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA NUR HIDAYATI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN KONSEP PENYAKIT TANAMAN Penyakit tumbuhan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2009 - Maret 2010. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur dan Laboratorium Penyakit Hutan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lokasi pembibitan (nursery) PT. Toba Pulp

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lokasi pembibitan (nursery) PT. Toba Pulp METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi pembibitan (nursery) PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, dan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARAKTERISTIK PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN PADA DAUN BIBIT TANAMAN Eucalyptus spp. DI PT. TOBA PULP LESTARI Tbk. KABUPATEN TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh Klara A Sembiring 041202003/

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu adalah suatu material yang merupakan produk hasil metabolisme organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil sumber daya alam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan PT. Nusantara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut : BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae (tumbuh-tumbuhan) :

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm. TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Biologi Tanaman Kedelai berikut: Menurut Sharma (2002), kacang kedelai diklasifikasikan sebagai Kingdom Divisio Subdivisio Class Family Genus Species : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki TINJAUAN PUSTAKA Bibit Sungkai (Peronema canescens) 1. Morfologi Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki sabrang, kurus, sungkai, sekai termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Februari Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di Desa Tamantirto,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU ketiak daun. Bunga berbentuk lancip, panjangnya sampai 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur atau agak lonjong, panjangnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA HTI adalah hutan tanaman yang dibudidayakan untuk diambil kayunya dengan

TINJAUAN PUSTAKA HTI adalah hutan tanaman yang dibudidayakan untuk diambil kayunya dengan TINJAUAN PUSTAKA Hutan Tanaman Industri Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia dimulai pada tahun 1984. HTI adalah hutan tanaman yang dibudidayakan untuk diambil kayunya dengan mengindahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Rumah Kasa Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari rizosfer tanaman Cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP POSTULAT KOCH MODUL-13 Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic Jl. Prof. Herman Yohanes Penfui, PO Box

Lebih terperinci