BAB II MODEL PEMBELAJARAN TANDUR DAN HASIL BELAJAR. berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II MODEL PEMBELAJARAN TANDUR DAN HASIL BELAJAR. berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru"

Transkripsi

1 BAB II MODEL PEMBELAJARAN TANDUR DAN HASIL BELAJAR A. Quantum Teaching Dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah bermunculan berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru meskipun akar-akar atau sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada sebelumnya. Beberapa di antaranya yaitu pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning), pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran quantum (Quantum Teaching). Pada pembahasan kali ini akan dibahas lebih dalam mengenai pembelajaran quantum (Quantum Teaching). Quantum Teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar. 9

2 10 Pembelajaran dimulai di SuperCamps, sebuah program percepatan yang ditawarkan Learning Forum, yaitu sebuah perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan akademis dan keterampilan pribadi, DePorter (2005:4). Penelitian yang dilakukan oleh Jeannette Vos-Groenendal 1991, disertasi doktoral (DePorter, 2005:19) menunjukkan bahwa SuperCamps: 68% meningkatkan motivasi, 73% meningkatkan nilai belajar, 81% memperbesar keyakinan diri, 84% meningkatkan kehormatan diri, 96% mempertahankan sikap positif terhadap SuperCamps, dan 98% melanjutkan memanfaatkan keterampilan. Pembelajaran berakar dari upaya Georgi Lozanov yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai suggestology. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar. Pembelajaran mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Dengan pengetahuan NLP para pendidik mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif. Pembelajaran ini dipraktekkan di ruang-ruang kelas dalam bentuk pengajaran. Quantum Teaching adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang dapat digunakan dalam kegiatan seperti sekolah, bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia. Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, (Deporter, 2005:3). Maka dapat

3 11 disimpulkan pengertian dari Quantum Teaching adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. (Deporter, 2005:5). Model pembelajaran quantum dibagi atas dua kategori yaitu konteks dan isi (DePorter & Nourie, 2001 dalam Wena 2009:163). Konteks meliputi lingkungan, suasana, landasan, dan rancangan. Sedangkan isi mencakup masalah penyajian dan fasilitasi (mempermudah proses pembelajaran). Dalam konteks guru dituntut harus mampu mengubah: 1. Suasana yang memberdayakan untuk kegiatan PBM. 2. Landasan yang kukuh untuk kegiatan PBM. 3. Lingkungan yang mendukung PBM. 4. Rancangan pembelajaran yang dinamis. Sedangkan dalam isi guru dituntut untuk mampu menerapkan keterampilan penyampaian isi pembelajaran dan strategi yang dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang dipelajarinya. Berikut ini merupakan tabel penerapan model pembelajaran quantum dalam PBM (Wena, 2009:163):

4 12 Tabel 2.1 Penerapan Model Pembelajaran Quantum dalam PBM No. Model Konteks Penerapan dalam PBM 1. Lingkungan Hal ini terkait dengan penataan ruang kelas seperti penataan meja-kursi belajar, pencahayaan, penataan media pembelajaran, gambar atau poster pada dinding kelas, tanaman di kelas, penataan alat bantu mengajar (media audiovisual). Semua yang ada di dalam kelas harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu menumbuhkan dan merangsang suasana belajar yang menyenangkan dan kondusif. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah rasio jumlah siswa dengan ruangan belajar harus seimbang. Jika dalam suatu ruangan, siswanya terlalu banyak maka sulit menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. 2. Suasana Hal ini terkait dengan penciptaan suasana batin siswa saat belajar. Lingkungan fisik kelas yang menyenangkan belum tentu bisa menumbuhkan dan merangsang suasana belajar yang menyenangkan dan kondusif. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dengan berbagai cara seperti bersikap simpatik, ramah, raut wajah yang penuh kasih sayang, humoris, suara yang lembut tetapi jelas, dan sebagainya. 3. Landasan Merupakan kerangka kerja yang harus dibangun dan disepakati bersama antara guru dan murid. Landasan ini mencakup (1) tujuan yang sama, (2) prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang sama, (3) keyakinan kuat mengenai belajar dan mengajar, dan (4) kesepakatan, kebijakan, dan prosedur yang jelas. 4. Rancangan Hal ini terkait dengan kemampuan guru untuk mampu menumbuhkan dan meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penggunaan media (visual, audio, kinetis) dalam pembelajaran.

5 13 Prinsip-prinsip pembelajaran dalam Quantum Teaching menurut Deporter (2005:7) adalah sebagai berikut: 1. Segalanya berbicara. Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar. 2. Segalanya bertujuan. Semua yang terjadi didalam pengubahan mempunyai tujuan. 3. Pengalaman sebelum pemberian nama. Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. 4. Akui setiap usaha. Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. 5. Jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

6 14 B. Model Pembelajaran TANDUR Model pembelajaran TANDUR adalah suatu rancangan model yang diharapkan dapat sepenuhnya membuat siswa tertarik dan berminat pada pelajaran, memberikan pengalaman yang langsung kepada siswa dan berusaha menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka (DePorter, 2005:4). TANDUR sendiri merupakan akronim yang menjadi bagian atau fase-fase pembelajaran, yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Adapun akronim tersebut memiliki tujuan yang menjadi pedoman bagi para pendidik dan mempermudah untuk dilaksanakan. Maksud dari akronimakronim tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tumbuhkan (Enroll) Tumbuhkan minat dengan memuaskan Apakah Manfaatnya Bagiku (AMBAK). Pada awal kegiatan pembelajaran guru harus berusaha menumbuhkan atau mengembangkan minat siswa untuk belajar. Dengan tumbuhnya minat, siswa akan sadar manfaatnya kegiatan pembelajaran bagi dirinya atau bagi kehidupannya. Beberapa teori pembelajaran seperti motivasional Keller (Keller 1987; Clegg, 2001; Dryden & Vos, 2001, dalam Wena 2009:165) juga menyebutkan bahwa menumbuhkan perhatian atau minat siswa merupakan langkah awal dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan Dick & Carey, 1985 (Wena 2009:165) mengungkapkan bahwa menumbuhkan minat siswa dan memelihara selama pembelajaran merupakan

7 15 langkah awal dari strategi pembelajaran. Kemudian pada tahap ini pula guru dapat menyampaikan tujuan dari pembelajaran yang dilakukan, manfaat dari pembelajaran ini, mengajukan beberapa pertanyaan awal kepada siswa. 2. Alami (Experience) Alami mengandung makna bahwa proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa mengalami secara langsung atau nyata materi yang akan diajarkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Wankat & Oreovocz, 1993 (Wena, 2009:165) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran teknik pemberian pengalaman langsung akan meningkatkan dan mempermudah pemahaman siswa terhadap isi pembelajaran. Pengalaman dapat menciptakan ikatan emosional, menciptakan peluang untuk pemberian makna, dan pengalaman membangun keingintahuan siswa. Ciptakan suatu kebutuhan untuk tahu. Suatu pengalaman yang menciptakan rasa ingin tahu dan perlakuan emosional. Hal tersebut memberi kesempatan kepada siswa untuk membuka pengetahuannya menjadi lebih dalam serta membuat hubungan-hubungan, menambah makna dan relevan dengan isi materi. Untuk itu tugas guru pada tahap ini adalah membina rangkaian pengalaman yang dapat menjadi sumbu pengetahuan dan keterampilan siswa. Pengalaman tersebut tidak dapat dilakukan secara riil sehingga kadang-kadang perlu diciptakan situasi buatan. Pengalaman yang riil pada

8 16 umumnya lebih baik daripada pengalaman buatan, tetapi hal itu tidak mutlak. Keduanya melengkapi satu sama lain dan efektifitasnya dapat ditingkatkan dengan berbagai metode. 3. Namai (Label) Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, sebuah masukan. Setelah minat dan perhatian telah tumbuh, maka berbagai pertanyaan muncul dalam pikiran mereka setelah mengalami, maka pada saat itulah guru memberikan informasi atau konsep yang diinginkan yang disini disebut dengan langkah penamaan. Menurut Deporter (2000 : 91) langkah penamaan ini memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas, mengurutkan, dan mendefinisikan. Penamaan ini merupakan informasi, fakta, rumus, pemikiran, tempat, dan sebagainya. Guru memberikan informasi atau konsep yang diinginkan. Pada tahap ini guru diharapkan melakukan berbagai teknik yang dapat merangsang memori siswa sehingga apa yang disajikan lengket dalam pikiran mereka di antaranya dengan menggunakan berbagai gambar, grafik, warna, peragaan, analogi, dan berbagai istilah-istilah menarik seperti mengingat nama atau berbagai perjanjian sehingga kelihatan menarik bagi siswa. Dengan langkah penamaan ini diharapkan akan menjawab tuntas keraguan dan berbagai pertanyaan ketika mereka masih berada pada tahap mengalami.

9 17 4. Demonstrasikan (Demonstrate) Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Tahap ini adalah fase dimana guru dan siswa diminta memperlihatkan ke seluruh anggota kelas bagaimana suatu proses seharusnya terjadi dengan benar. Proses dimaksud dapat berupa: membuat proses kerja, proses mengerjakan dan proses menggunakan secara tepat dan benar, sehingga konsep yang telah mereka ketahui pada langkah sebelumnya dapat dipahami dan dipraktekan secara nyata. 5. Ulangi (Review) Langkah selanjutnya pengulangan pengetahuan yang telah diperoleh dari tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini guru memberikan penguatan terhadap konsep yang telah siswa dapatkan pada tahap sebelumnya. Ulangi berarti bahwa proses pengulangan dalam kegiatan pembelajaran dapat memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa tahu atau yakin terhadap kemampuan siswa. 6. Rayakan (Celebrate) Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Langkah terakhir model ini adalah penguatan secara psikologis. Ketika sebuah program telah dilaksanakan dan tujuan tercapai dengan baik, maka amat layak jika hal itu dihargai dan dirayakan. Dengan kata lain perayaan berarti pemberian umpan balik yang

10 18 positif pada siswa atas keberhasilannya, baik berupa pujian, pemberian hadiah, atau bentuk lainnya. Gagne, 1977 (Wena, 2009:66) menyatakan bahwa umpan balik sangat penting artinya bagi proses penguatan terhadap prestasi yang telah dicapai oleh siswa. Hal ini berarti bahwa perayaan akan dapat memperkuat proses belajar selanjutnya. Bentuk penghargaan itu dapat bervariasi, namun pada intinya diharapkan agar para siswa merasa bahwa apa-apa yang telah mereka lakukan begitu berarti dan tidak sia-sia sehingga menimbulkan minat dan semangat baru ketika mereka harus mengikuti materi selanjutnya pada kesempatan yang lain. Tabel 2.2 Aktivitas Pembelajaran Dalam Model TANDUR No. Rancangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Tumbuhkan Menumbuhkan atau mengembangkan minat siswa untuk belajar. Memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru. Mendiskusikan dengan siswa Menjawab pertanyaan manfaat yang akan diperoleh pada pembelajaran ini. Menyampaikan tujuan dari pembelajaran yang akan dilaksanakan. yang diberikan oleh guru. Mengungkapkan pengetahuan awal yang dimiliki olehnya. Mengaitkan pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan pembelajaran sebelumnya. Menyampaikan langkahlangkah kegiatan pembelajaran dan tugastugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

11 19 Tabel 2.2 Aktivitas Pembelajaran Dalam Model TANDUR (Lanjutan 1) No Rancangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Memanfaatkan media dan sumber pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Mengajukan beberapa pertanyaan awal kepada siswa. 2. Alami Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok kecil. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok kecil siswa yang akan digunakan oleh siswa sebagai panduan untuk melakukan kegiatan percobaan. Memerintahkan setiap perwakilan kelompok siswa untuk mengambil alat-alat percobaan yang akan digunakan. Guru menjelaskan atau memberikan instruksi secara garis besarnya tentang apa yang akan dilakukan oleh siswa. Mengkondisikan siswa selama kegiatan percobaan, pengamatan, dan pemecahan masalah berlangsung. Siswa mengatur tempat duduk mereka berdasarkan kelompok yang telah dibentuk oleh guru. Melakukan persiapan sebelum melaksanakan percobaan. Seperti mengambil LKS yang dibagikan oleh guru, setiap perwakilan kelompok kecil mengambil alat-alat percobaan di depan kelas. Mendengarkan penjelasan atau instruksi yang diberikan oleh guru. Memahami secara seksama petunjuk percobaan yang terdapat didalam LKS yang telah dibagikan oleh guru. Melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk percobaan yang terdapat didalam LKS.

12 20 Tabel 2.2 Aktivitas Pembelajaran Dalam Model TANDUR (Lanjutan 2) No. Rancangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 3. Namai Guru memberikan informasi atau konsep yang diinginkan dengan menggunakan berbagai tehnik yang dapat merangsang memori siswa sehingga apa yang dijelaskan lengket dalam pikiran siswa. 4. Demonstrasikan Pada tahap ini guru memberikan waktu yang cukup luas kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang baru saja mereka terima. 5. Ulangi Pada tahap ini guru memberikan penguatan terhadap konsep yang telah siswa dapatkan pada tahap sebelumnya. Mencari literatur yang digunakan sebagai konsep dasar pada percobaan tersebut. Setiap kelompok berdiskusi untuk menentukan kesimpulan yang diperoleh pada percobaan tersebut, hingga menemukan konsep percobaan. Menjawab pertanyaan yang terdapat pada LKS. Memperhatikan penjelasan guru. Mengajukan pertanyaan tentang konsep atau materi yang tidak dimengertinya. Berlatih mengerjakan soal baik yang bersifat individu ataupun kelompok. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk menampilkan proses kerja dari sebuah praktikum hingga memperoleh konsep di depan kelas. Memberikan pendapat atau saran kepada kelompok yang sedang persentasi di depan kelas. Mengajukan pertanyaan. Memperhatikan penjelasan guru. Menyimpulkan penjelasan guru tersebut dengan kata-kata siswa sendiri. Mengajukan pertanyaan atas hal yang tidak dimengerti oleh siswa.

13 21 Tabel 2.2 Aktivitas Pembelajaran Dalam Model TANDUR (Lanjutan 3) No. Rancangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 6. Rayakan Memberikan penghormatan atau penghargaan kepada siswa atas usaha, ketekunan, dan kesuksesannya. Saling mendukung dan memberikan pujian atas penghargaan yang diberikan oleh guru kepada teman yang mendapatkan penghargaan C. Pengertian Belajar 1. Pengertian belajar menurut pandangan teori Behavioristik Berdasarkan teori Behavioristik, belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya (Budiningsih, 2005:20). 2. Pengertian belajar menurut Teori Kognitif Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar Behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak hanya sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon saja. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar

14 22 hanya sebagai hubungan stimulus dan respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak (Budiningsih, 2005:34). Gagne (Dahar, 1996:11), menyatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Selanjutnya Suparno, mengemukakan bahwa belajar merupakan proses mengasimiliasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Dari kedua definisi tersebut, dapat dimaknai bahwa belajar merupakan proses aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari. Ada tiga aspek dalam pembelajaran yang perlu dipahami guru, yaitu memahami subjek belajar, proses belajar, dan situasi belajar. Dalam hal ini,

15 23 yang dimaksud subjek belajar adalah siswa yang secara individual atau kelompok mengikuti suatu proses belajar dalam situasi belajar tertentu. Sedangkan situasi belajar yang dimaksud yaitu semua faktor atau kondisi yang mungkin mempengaruhi hasil dan proses terjadinya belajar. D. Hasil Belajar Siswa Proses pembelajaran adalah interaksi antara siswa dan guru dengan lingkungan belajar sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran yaitu kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran. Sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Munaf, 2001:67). Benjamin Bloom sebagaimana dikutip oleh Munaf (2001:67) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual. Aspek afektif berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi yang dipelajari, dan aspek psikomotor berkaitan dengan kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik. Pada penelitian ini hanya dibatasi pada aspek kognitif siswa saja.

16 24 1. Aspek kognitif Meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual (knowledge) dengan tingkatan tingkatan (Munaf, 2001:67). Bloom (Munaf, 2001:67) mengkategorikan hasil belajar aspek kognitif menjadi enam jenjang dengan aspek belajar yang berbeda-beda yaitu aspek hafalan/recall (C1), pemahaman/comprehension (C2), penerapan/application (C3), analisis/analysis (C4), sintesis/syntesis (C5), dan Evaluasi/evaluation (C6). a. Hafalan/recall (C1) Jenjang hafalan meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur atau istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau dapat menggunakannya (Munaf, 2001:68). Jenjang ini merupakan tingkatan hasil belajar yang paling rendah tapi menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Suatu soal dikatakan berbentuk hafalan apabila materi yang ditanyakan terdapat (ada) dalam buku pelajaran, atau siswa sudah pernah diberitahukan oleh guru (Munaf, 2001:68). Contoh kata kerja operasional yang dapat digunakan pada jenjang ini adalah menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat, mendefinisikan (Munaf, 2001:68).

17 25 b. Pemahaman/comprehension (C2) Pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses berfikir dimana siswa dituntut untuk memahami yang berarti mengetahui tentang sesuatu hal yang dapat melihatnya dari beberapa segi (Munaf, 2001:69). Dalam kemampuan ini termasuk kemampuan untuk mengubah satu bentuk menjadi bentuk lain, misalnya dari bentuk verbal menjadi bentuk rumus, dapat menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram atau grafik, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata kata sendiri. Materi yang dinyatakan merupakan perluasan dari materi yang ada dalam buku. Contoh kata kerja operasional yang biasanya digunakan adalah membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasi, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberikan contoh, memperkirakan, menentukan (Munaf, 2001:69). c. Penerapan/application (C3) Jenjang penerapan merupakan kemampuan berfikir yang lebih tinggi (Munaf, 2001:70). Menurut Munaf (2001:70) jenjang penerapan merupakan kemampuan menggunakan prinsip, teori, hukum, aturan maupun metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada situasi konkret. Contoh kata kerja operasional yang dapat digunakan pada jenjang

18 26 ini adalah menggunakan, menerapkan, mengeneralisasikan, menghubungkan, memilih, menghitung, menemukan, mengembangkan, mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menunjukkan, mengklasifikasikan, dan mengubah (Munaf, 2001:70). Kecakapan yang termasuk dalam aspek penerapan (C3) yaitu: 1) Dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk situasi baru yang dihadapi. 2) Dapat menyusun kembali problem sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai. 3) Dapat memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu prinsip atau generalisasi. 4) Dapat mengenal hal-hal khusus dari prinsip atau generalisasi. 5) Dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip atau generalisasi tertentu. 6) Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip atau generalisasi tertentu. 7) Dapat menetukan tindakan atau keputusan dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan. 8) Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi pada situasi baru yang dihadapi.

19 27 d. Analisis/analysis (C4) Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsurunsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya atau susunannya (Munaf, 2001:71). Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu. Analisis merupakan kemampuan untuk menganalisis atau merinci suatu situasi atau pengetahuan menurut komponen yang lebih kecil atau lebih terurai dan memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Contoh kata kerja operasional yang dapat digunakan pada jenjang ini adalah menganalisa, membedakan, menemukan, mengklasifikasikan, membandingkan (Munaf, 2001:72). Kecakapan yang termasuk dalam aspek analisis adalah sebagai berikut: 1) Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau pertanyaanpertanyaan dengan menggunakan kriteria analitik tertentu. 2) Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas. 3) Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit berdasarkan kriteria dan hubungan materinya. 4) Dapat mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan materi dengan menggunakan kriteria seperti relevansi dan sebab akibat.

20 28 5) Dapat mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi dan pola-pola materi yang dihadapi. 6) Dapat meramalkan sudut pandang, kerangka acuan, dan tujuan materi yang dihadapi. e. Sintesis/sintesys (C5) Jenjang sintesis merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu, atau menggabungkan bagian-bagian (unsur-unsur) sehingga menjadi pola yang berkaitan secara logis, atau mengambil kesimpulan dari peristiwaperistiwa yang ada hubungannya satu dengan yang lainnya (Munaf, 2001:73). Dengan kemampuan sintesis, orang mungkin menemukan hubungan kausal atau menemukan abstraksinya atau operasionalnya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan pada jenjang ini adalah mensintesis, menghubungkan, menghasilkan, merumuskan, mengubah, merencanakan, mengkhususkan, menggabungkan, mengorganisasikan, mengklasifikasikan, menyimpulkan (Munaf, 2001:73). f. Evaluasi/evaluation (C6) Evaluasi merupakan kemampuan tertinggi, yaitu bila seseorang dapat melakukan penilaian terhadap suatu situasi, nilai-nilai, atau ide-ide (Munaf, 2001:74). Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,

21 29 pemecahan, metode, materi, berdasarkan kriteria tertentu (Munaf, 2001:74). Contoh kata kerja operasional yang dapat digunakan pada jenjang ini adalah menilai, menafsirkan, menentukan, mempertimbangkan, membandingkan, menaksir, melakukan, memutuskan (Munaf, 2001:75). Untuk mengarahkan penelitian yang akan dilakukan maka ruang lingkup penelitian pada aspek kognitif dibatasi hanya hingga tahap analisis (C4) saja. Pembatasan ini sesuai dengan pembatasan keterlaksaan penelitian dan ketercakupan instrumen. E. Hubungan Model Pembelajaran TANDUR dengan Hasil Belajar DePorter (2005:89) mengungkapkan bahwa apapun pelajarannya, tingkat kelas atau tingkat pendengarnya, konsep TANDUR ini diyakini dapat membuat siswa menjadi tertarik atau berminat pada setiap pelajaran. Kerangka ini juga memastikan bahwa mereka mengalami pembelajaran, berlatih menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka yang pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran tersebut. Tahapan-tahapan yang ada di dalam model pembelajaran TANDUR: 1. Tumbuhkan. Di dalam tahapan ini siswa diberikan stimulus-stimulus sehingga tumbuh rasa keingintahuan dalam diri siswa, guru dapat

22 30 memberikan sugesti-sugesti positif berupa kata-kata yang dapat membuat suasana menjadi lebih menyenangkan. 2. Alami. Pada tahapan ini siswa sudah memiliki pengalaman awal, suatu kaitan dengan konsepnya. Lalu saat pengalaman terbentang, siswa mengumpulkan informasi yang membantu siswa untuk memaknai pengalaman tersebut. Informasi ini membuat yang abstrak menjadi konkret, melalui kegiatan eksperimen, demonstrasi. 3. Namai. Dalam tahap ini siswa akan merasa penasaran, penuh pertanyaan mengenai pengalaman yang mereka lakukan sebelumnya, setelah ini siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasilnya bersama-sama. 4. Demonstrasikan. Setelah siswa menerima konsep secara utuh maka mereka diberi kesempatan untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang mereka peroleh. Hal ini dapat membuat siswa lebih percaya diri dalam belajar. Guru juga dapat memotivasi siswa dengan membangun kompetisi antar siswa agar menghasilkan hasil belajar yang terbaik. 5. Ulangi. Konsep yang telah didapat oleh siswa kemudian diperkuat sehingga dapat bertahan dalam memori mereka. Selain itu, pada tahap ini miskonsepsi yang mungkin terjadi dapat diminimalisir. 6. Rayakan. Pada akhirnya siswa diajak untuk bergembira setelah selesai melaksanakan pembelajaran, misalnya dengan memberikan penghargaan sehingga tidak ada anggapan dalam benak siswa bahwa belajar fisika

23 31 merupakan sesuatu yang sulit dan mereka tetap termotivasi untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya. Dengan menerapkan model pembelajaran TANDUR ini dalam pembelajaran fisika diharapkan bahwa siswa akan lebih senang dalam belajar fisika dan anggapan bahwa fisika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan dapat lebih kurangi. Dengan demikian hasil belajar fisika siswa pun dapat lebih baik. Keterkaitan fase-fase model pembelajaran TANDUR dalam meningkatkan hasil belajar siswa ranah kognitif dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Keterkaitan Fase-Fase Model Pembelajaran TANDUR Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif Model Pembelajaran TANDUR Tahapan Pembelajaran Tumbuhkan Aktivitas Guru Melakukan apersepsi. Memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Menggali konsepsi awal siswa. Menjelaskan tujuan dan standar kompetensi yang hendak dicapai. Aspek Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif yang Dilatihkan Pada Tiap Fase Model Pembelajaran TANDUR Hafalan (C1), yaitu menjawab pertanyaanpertanyaan apersepsi dan konsepsi awal yang diberikan guru berdasarkan ingatannya. Pemahaman (C2), yaitu menjawab pertanyaanpertanyaan apersepsi dan konsepsi awal yang diberikan guru berdasarkan pemahamannya.

24 32 Model Pembelajaran TANDUR Tahapan Pembelajaran Alami Namai Aktivitas Guru Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar. Menjelaskan alat dan bahan yang diperlukan untuk proses penyelidikan. Membagikan LKS. Memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyelidikan. Membimbing siswa dalam melakukan penyelidikan. Membimbing siswa untuk berdiskusi mengerjakan LKS. Aspek Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif yang Dilatihkan Pada Tiap Fase Model Pembelajaran TANDUR Pemahaman (C2), yaitu memahami fenomenafenomena yang sedang diamati. Analisis (C4), yaitu menganalisis fenomenafenomena yang terjadi hingga memperoleh suatu kesimpulan atau konsep. Hafalan (C1), yaitu mengetahui suatu konsep. Pemahaman (C2), yaitu menyimpulkan hasil pengamatan menjadi suatu konsep, dan menafsirkan grafik. Analisis (C4), yaitu menganalisis fenomenafenomena yang terjadi hingga memperoleh suatu kesimpulan atau konsep. Demonstrasikan Mempresentasikan hasil penyelidikan. Membimbing siswa untuk diskusi dan tanya jawab tentang hasil penyelidikan. Pemahaman (C2), yaitu mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri.

25 33 Model Pembelajaran TANDUR Tahapan Pembelajaran Ulangi Aktivitas Guru Memberikan koreksi dan penguatan konsep. Melakukan refleksi materi yang telah disampaikan. Aspek Hasil Belajar Siswa Ranah Kognitif yang Dilatihkan Pada Tiap Fase Model Pembelajaran TANDUR Penerapan (C3), yaitu menjawab pertanyaan konsepsi awal yang merupakan aplikasi atau penerapan pada kehidupan sehari-hari berdasarkan dengan konsep yang telah diperoleh sebelumnya. Analisis (C4), yaitu menganalisis permasalahan lain yang diberikan oleh guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa (Student Work Sheet) adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR A. Model Pembelajaran Novick Model Pembelajaran Novick merupakan salah satu model pembelajaran yang merujuk pandangan konstruktivisme. Gagasan utama dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Model Quantum Teaching Quantum memiliki arti interaksi yang mengubah energi cahaya. Quantum Teaching adalah penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia Taksonomi Bloom 1. Ranah Kognitif Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. program percepatan yang dilakukan Learning Forum. Learning Forum. Porter, 2005: 4). Dalam Perkembanganya model Quantum Teaching

BAB II KAJIAN PUSTAKA. program percepatan yang dilakukan Learning Forum. Learning Forum. Porter, 2005: 4). Dalam Perkembanganya model Quantum Teaching 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Quantum Teaching 1. Sejarah Quantum Teaching Model pembelajaran Quantum Teaching muncul dalam sebuah program percepatan yang dilakukan Learning Forum. Learning Forum adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Hakikat IPA IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN SAINS DENGAN QUANTUM TEACHING M.Gade*

PENERAPAN PEMBELAJARAN SAINS DENGAN QUANTUM TEACHING M.Gade* PENERAPAN PEMBELAJARAN SAINS DENGAN QUANTUM TEACHING M.Gade* Abstrak Kegiatan pembelajaran quantum teaching dapat mewujudkan pembelajaran yang bervariasi terpusat pada peserta didik dan dapat dimaksimalkan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING Pedagogy Volume 2 Nomor 1 ISSN 252-382 PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING Irfawandi Samad 1 Progam Studi Pendidikan Matematika 1, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Model Quantum Teaching. Quantum Teaching adalah pengubahan suasana belajar yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Model Quantum Teaching. Quantum Teaching adalah pengubahan suasana belajar yang 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Model Quantum Teaching Quantum Teaching adalah pengubahan suasana belajar yang meriah dengan segala nuansanya, serta menyertakan segala kaitan, interaksi

Lebih terperinci

ARTIKEL disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana. oleh Nuraini Wulandari

ARTIKEL disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana. oleh Nuraini Wulandari UPAYA MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING PADA SISWA KELAS 3 SD NEGERI SIDOREJO LOR 02 KOTA SALATIGA ARTIKEL disusun untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Piaget Menurut Jean Piaget, seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, opersional

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan mendidik yang didalamnya terjadi interaksi antara guru dan siswa atau antar peserta didik yang memiliki suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. langsung oleh siswa ataupun guru. Belajar adalah suatu aktivitas yang

BAB II KAJIAN TEORI. langsung oleh siswa ataupun guru. Belajar adalah suatu aktivitas yang BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Hasil Belajar Matematika Suatu kegiatan yang sengaja melalui proses sehingga menghasilkan perubahan disebut belajar. Perubahan tersebut bisa langsung dirasakan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DASAR II PADA MAHASISWA SEMESTER II T.A GENAP 2008/2009 PRODI FISIKA UNIB

PENGARUH METODE QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DASAR II PADA MAHASISWA SEMESTER II T.A GENAP 2008/2009 PRODI FISIKA UNIB 1 PENGARUH METODE QUANTUM LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DASAR II PADA MAHASISWA SEMESTER II T.A GENAP 2008/2009 PRODI FISIKA UNIB Oleh: Desy Hanisa Putri Dosen P.Fisika PMIPA Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap dan nilai ilmiah, mempersiapkan

Lebih terperinci

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat. PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan perbaikan sistem pendidikan. Dengan adanya perombakan dan pembaharuan kurikulum yang berkesinambungan, mulai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Model Quantum Teaching Terhadap Motivasi Belajar Siswa

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Model Quantum Teaching Terhadap Motivasi Belajar Siswa 101 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat dikaji pembahasan sebagai berikut: A. Pengaruh Model Quantum Teaching Terhadap Motivasi Belajar Siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. memperkenalkan produk, karya atau gagasan kepada khalayak ramai. 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Gallery Walk (GW) Secara etimologi, Gallery Walk terdiri dari dua kata yaitu gallery dan walk. Gallery adalah pameran. Pameran merupakan kegiatan untuk memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Hakekat Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BERBASIS KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN ORAL ACTIVITIES SISWA A. Model Pembelajaran Interaktif Berbasis Konsep 1. Model Pembelajaran Tujuan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Make a Match 2.1.1 Arti Make a Match Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum habis waktu yang ditentukan. Menurut Lie (2002:30) bahwa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. baik secara fisik maupun secara mental aktif.

BAB II KAJIAN TEORI. emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. baik secara fisik maupun secara mental aktif. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian belajar menurut beberapa ahli Menurut Djamarah dan Syaiful (1999 : 22) Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Pembelajaran Langsung a. Pengertian Pembelajaran Langsung Menurut Arends (1997) model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia berperan sebagai alat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia berperan sebagai alat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia dalam kehidupan masyarakat Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting yakni sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia, bahasa resmi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak faktor. Salah satunya adalah kemampuan guru menggunakan desain

BAB I PENDAHULUAN. banyak faktor. Salah satunya adalah kemampuan guru menggunakan desain BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah kemampuan guru menggunakan desain pembelajaran yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (Hirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru dalam lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran serta membantu siswa dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Observasi Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah bagian dari manusia yang selalu tumbuh dan berkembang bahkan lebih pesat pada awal kehidupannya. Santrock (2002) mendefinisikan, Masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan kunci yang nantinya akan membuka pintu ke arah modernisasi dan kemajuan suatu bangsa. Tujuan pendidikan nasional Indonesia terdapat pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, kemauan, minat, sikap, kemampuan untuk berpikir logis, praktis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Proses belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok dalam seluruh proses pendidikan di sekolah. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Para ahli dalam bidang belajar pada umumnya sependapat bahwa perbuatan belajar itu adalah bersifat komplek, karena merupakan suatu

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bidang studi yang diajarkan pada sekolah dasar yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pengajaran IPA di sekolah dasar ditujukan untuk memajukan teknologi

Lebih terperinci

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI KELAS VIII-B DI SMP NEGERI 1 BOLAANG Tjitriyanti Potabuga 1, Meyko

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN IPA. Ida Kaniawati FPMIPA UPI

MODEL PEMBELAJARAN IPA. Ida Kaniawati FPMIPA UPI MODEL PEMBELAJARAN IPA Ida Kaniawati FPMIPA UPI BELAJAR Belajar adalah proses membuat pengertian melalui pengalaman, terjadinya interaksi fikiran, perasaan dan tindakan. Keterampilan mengajar bagi guru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN. A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen

BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN. A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen 1. Pengertian Pengajaran Remediasi Pengajaran remediasi dalam proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.2 Pengertian Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan

II. KERANGKA TEORETIS. Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan 5 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Peta Konsep Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi Matematis Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Menurut Toda (Liliweri, 1997) komunikasi sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Karakteristik IPA IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada strategi pembelajaran yang digunakan sehingga siswa dituntut bekerjasama dalam kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru dan peserta didik sebagai pemeran utama. Dalam pembelajaran terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA Finisica Dwijayati Patrikha Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

Efektivitas Penerapan Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar

Efektivitas Penerapan Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME NOMOR, JULI 0 Efektivitas Penerapan Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar H. Muchtar Ibrahim dan Andi Mifthahul Janna Murti (Lektor Kepala

Lebih terperinci

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) BAB 1I 2.1. Kajian Teori KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kondisi Awal Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap hasil belajar siswa kelas 5 SDN Karangduren 04 sebelum dilaksanakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KAITANYA DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA

BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KAITANYA DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA 7 BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KAITANYA DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA A. Teori Belajar Dan Prestasi Belajar 1. Teori Belajar Menurut Gagne (Dahar, 1996: 11) Belajar dapat didefinisikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks

Lebih terperinci

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun demikian pendidikan

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR. Proses perubahan perilaku BELAJAR. Diperoleh dari PENGALAMAN. Physics

TEORI BELAJAR. Proses perubahan perilaku BELAJAR. Diperoleh dari PENGALAMAN. Physics BELAJAR DAN PEMBELAJARAN FISIKA Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI TEORI BELAJAR BELAJAR Proses perubahan perilaku Diperoleh dari Physics PENGALAMAN Lanjutan STRATEGI MENGAJAR STRATEGI Umum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hasil Belajar Hasil Belajar Matematika merupakan suatu perubahan yang dicapai oleh proses usaha yang dilakukan seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia ( id-ego super ego)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia ( id-ego super ego) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang berlangsung seumur hidup, yang menyebabkan perubahan tingkah laku dalam dirinya yang menyangkut perubahan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ajar Diknas 2004 (Prastowo, 2012 : 203), lembar kegiatan siswa (student

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ajar Diknas 2004 (Prastowo, 2012 : 203), lembar kegiatan siswa (student 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lembar Kerja Siswa (LKS) a. Pengertian LKS Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu bentuk bahan ajar cetak (printed). Menurut Pedoman Umum Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Berpikir Kritis Menurut Ennis (Kuswana, 2012) berpikir kritis adalah berfikir yang wajar dan reflektif yang berfokus pada memutuskan apa yang harus diyakini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu menguasai saling keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Kata

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pendidikan IPS bertujuan membentuk manusia yang memiliki pengetahuan dalam bidang sosial, terampil dalam

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pendidikan IPS bertujuan membentuk manusia yang memiliki pengetahuan dalam bidang sosial, terampil dalam BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Pendidikan IPS bertujuan membentuk manusia yang memiliki pengetahuan dalam bidang sosial, terampil dalam memecahkan masalah sosial, serta berpegang teguh terhadap nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar yang dipelajari di Sekolah Dasar. Sesuai dengan tingkatan pendidikan yang ada, pembelajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu (1) informasi verbal; (2) keterampilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (PTK). Penelitian Tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom

BAB III METODE PENELITIAN. (PTK). Penelitian Tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pertama kali dikembangkan oleh Pizzini tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC 5E) Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style siswa yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanty Tiarareja, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanty Tiarareja, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Somatowa (2009:3) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Istilah belajar sudah dikenal luas di berbagai kalangan walaupun sering disalahartikan atau diartikan secara pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pemilihan model

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pemilihan model BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan bagian dari proses pendidikan yang bertujuan untuk membawa suatu keadaan kepada keadaan baru yang lebih baik. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Segala upaya yang dilakukan seorang guru dalam proses pembelajaran dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, keberhasilan pendidikan sangat terpengaruh oleh proses pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2010), hlm. 1. Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 20.

BAB I PENDAHULUAN. 2010), hlm. 1. Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 20. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah suatu proses kompleks yang terjadi pada diri setiap orang dan berlangsung sepanjang hidupnya. Proses belajar dapat terjadi kapan saja dan di mana saja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci