BAB I PENDAHULUAN. perjuangan itu penuh dengan ceceran darah dan pengorbanan jiwa. 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. perjuangan itu penuh dengan ceceran darah dan pengorbanan jiwa. 1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah peradaban manusia telah mencatat banyak peristiwa di mana seseorang atau sekelompok manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau sekelompok manusia yang lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap menjadi haknya. Bahkan sejarah pernah mengisahkan bahwa seringkali perjuangan itu penuh dengan ceceran darah dan pengorbanan jiwa. 1 Kemerdekaan dan kebebasan selalu menjadi hal yang diperbincangkan dan diperjuangkan oleh manusia, karena pada hakekatnya dalam diri manusia selalu terdapat keinginan untuk dapat melakukan kehendaknya tanpa adanya suatu tekanan dan paksaan dari pihak lain yang dianggap akan menghalangi kebebasan kehendak tersebut. 2 Tuntutan kemerdekaan dari berbagai bangsa, suku ataupun etnis banyak terjadi, hal ini membuat kita berpikir untuk mengetahui apa yang sebenarnya menjadi penyebabnya, padahal pihak yang meneriakkan kemerdekaan itu merupakan bagian dari suatu negara yang merdeka dan berdaulat. 3 Umumnya pihak-pihak yang menginginkan kemerdekaan tersebut adalah pihak-pihak yang merupakan golongan minoritas atau suatu etnik atau sebagian 1 Eddy O.S. Hiariej, dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta, h Ibid. 3 Rafika Nur, Pengaturan Self Determination Dalam Hukum Internasional (Studi Kemerdekaan Kosovo), Jurnal Hukum Internasional, Vol.I No.1 (Juli 2013), h.69. 1

2 penduduk di suatu negara yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah yang berkuasa. 4 Wilayah yang menginginkan kemerdekaan pada umumnya memiliki gerakan pembebasan yang merupakan cerminan dari sebagian ataupun keseluruhan dari rakyat di wilayah tersebut. Tuntutan yang dilakukan oleh rakyat Krimea saat ini adalah hak untuk menentukan nasib sendiri. 5 Hak atas penentuan nasib sendiri merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan tidak dapat dipisahkan dari diri seorang manusia. Hak ini dicantumkan sebagai Pasal Pertama oleh masyarakat Internasional dalam dua instrument utama yaitu Covenant on Economic, Social and Cultural Rights tahun 1966 dan Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966 mengingat pentingnya hak ini bagi tatanan internasional dan perlindungan hak-hak individu. Mahkamah Pengadilan Internasional mengakui hak atas penentuan nasib sendiri sebagai hak asasi manusia yang paling penting dan menyangkut semua negara. 6 Hak untuk menentukan nasib sendiri (self determination) telah menjadi prinsip dasar Hukum Internasional umum yang diterima dan diakui sebagai suatu norma yang mengikat dalam masyarakat internasional yang sering disebut dengan Jus Cogens. Prinsip ini membatasi kehendak bebas negara yang dalam menangani masalah gerakan separatis yang terjadi di wilayahnya dengan tetap mengacu pada kaidah Hukum Internasional yang mengancam invaliditas setiap persetujuan- 4 Ibid. 5 Rafika Nur, Op.Cit,. h Advisory Opinion on the Legal Consequences of the Construction of a Wall in the Occupied Palestinian Territory, (2004) International Court of Justice, paragraph

3 persetujuan ataupun aturan dan cara-cara yang ditempuh negara yang bertentangan dengan Hukum Internasional, karena penentuan nasib sendiri diakui oleh masyarakat internasional sebagai hak asasi yang harus dihormati. 7 Hak Asasi Manusia (HAM) adalah Hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. 8 Hak Asasi Manusia dapat dirumuskan sebagai hak yang ada dan melekat pada diri manusia yang apabila hak tersebut tidak ada, maka mustahil seseorang itu hidup sebagai manusia. Karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang ingin bebas. Satu-satunya hak ini dimiliki manusia semata-mata karena dia adalah manusia yang memiliki akal budi, bukan karena pemberian masyarakat atau negara. Manusia yang boleh memiliki HAM adalah manusia yang hidup, apabila manusia itu mati maka tidak dapatlah dia menjalankan hak-haknya sebagai manusia. 9 Meskipun HAM sudah diakui secara universal, akan tetapi hal ideal tidak selalu terwujud dalam kehidupan nyata masyarakat. 10 Pelanggaran-pelanggaran atas HAM dalam segala bentuk dan macam tingkatannya mulai dari yang ringan sampai yang terberat, masih saja dilakukan di dunia ini. Meskipun secara kuantitatif peristiwa pelanggaran-pelanggaran itu hanya sebagian kecil saja dibandingkan peristiwa penghormatan dan perlindungan HAM, artinya masih 7 Whisnu Situni, 1998, Identifikasi dan Reformasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Bandar Maju, Bandung, h Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2010, Civic Education: Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h Ibid. 10 I Wayan Parthiana, 2003, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Yrama Widya, Bandung, h.89. 3

4 banyak yang menghormati daripada melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM. 11 Perkembangan selanjutnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menciptakan sejumlah instrumen-instrumen pelindung hak asasi manusia dan lembaga-lembaga yang bertujuan memantau pelaksanaan hak asasi manusia dari negara-negara anggotanya. Berikut ini adalah instrumen-instrumen utama PBB yang diupayakan untuk menjamin standar hak asasi manusia : a. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pasal 1 Piagam PBB menyatakan bahwa salah satu tujuan PBB adalah untuk mencapai kerjasama internasional dalam memajukan dan mendorong penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasar bagi semua orang tanpa membedakan suku, bangsa, jenis kelamin, bahasa maupun agama. 12 b. Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM) ((Universal Declaration of Human Rights (UDHR)) 10 Desember 1948 UDHR merupakan suatu produk dari Komisi Hak Asasi Manusia (Commision of Human Rights) yang memuat daftar hak-hak manusia yang seharusnya dihormati, Hak-hak tersebut antara lain : 1) Hak Sipil dan Politik, termasuk hak untuk hidup, kebebasan, keamanan pribadi, kebebasan dari penganiayaan dan perbudakan, Jakarta, h Ibid. 12 Leah Levin, 1987, Hak-hak Asasi Manusia-Tanya Jawab, PT Pradnya Paramitha, 4

5 partisipasi politik, hak-hak atas harta benda, perkawinan dan kebebasan untuk berkumpul dan bersidang. 2) Hak Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan yang berkaitan dengan pekerjaan, tingkat kehidupan yang pantas, pendidikan dan kebebasan hidup berbudaya. 13 Salah satu bentuk konflik bersenjata dimana Hukum HAM Internasional dapat diterapkan adalah konflik bersenjata antara Ukraina dan Rusia di Krimea pada tahun 2014, dalam konflik bersenjata antara Ukraina dan Rusia pada tahun 2014 juga berlaku dalam Hukum Humaniter Internasional. Wilayah Krimea di Ukraina mendadak terkenal sejak menjadi wilayah konflik antara Ukraina dan Rusia. Hal ini terjadi sebagai buntut dari digulingkan kepemimpinan Presiden Viktor Yanukovych oleh warga pro Barat Ukraina. 14 Akibatnya, Rusia langsung bertindak dengan mengirim pasukan dalam jumlah besar ke wilayah selatan Krimea. Ukraina pun langsung merespon dengan meminta pihak militer mereka siap berperang dan meminta masyarakat Ukraina untuk mempertimbangkan pilihannya untuk ikut kepada negara barat atau Rusia. 15 Selama ini, Krimea merupakan sebuah kota di Ukraina yang menjadi pusat sentimen pro-rusia di negara itu. Wilayah ini berada di semenanjung Laut Hitam 13 Achie Sudiarti Luhulima, 2007, Bahan Ajar tentang Hak Perempuan: UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk DIskriminasi terhadap Wanita, Yayasan Obor Indonesia, Anggota IKAPI DKI Jaya, Jakarta, h

6 dan memiliki sekitar 2,3 juta penduduk yang sebagian besar diantaranya berasal dari etnis Rusia dan berbahasa Rusia. 16 Wilayah ini juga menjadi basis kuat pendukung presiden Viktor Yanukovych dalam pemilihan presiden tahun Banyak penduduk di Krimea percaya bahwa mereka adalah korban kudeta sehingga melakukan aksi separatis di Parlemen Krimea untuk mendorong referendum untuk berpisah dari Ukraina. 17 Memang belum ada buktinya bahwa penduduk Krimea benar-benar berasal dari Rusia. Namun, Rusia telah menjadi kekuatan dominan di Krimea sejak 200 tahun terakhir karena sempat menguasai kota itu pada tahun 1783 meski akhirnya menjadi milik Ukraina sejak pecahnya Uni Svoiet. Selain itu, warga minoritas beragama muslim Tatar di wilayah ini sangat banyak, hal ini menunjukkan bahwa mereka adalah warga mayoritas di Ukraina, namun dideportasi oleh pemimpin Soviet, Joseph Stalin pada tahun 1944 karena diduga ikut bekerja sama dengan penjajah Nazi di Perang Dunia II. Menurut sensus yang dilakukan pada tahun 2001, etnis Ukraina terdiri dari 24 persen populasi di Krimea, dibandingkan dengan 58 persen Rusia dan 12 persen Tatar. Etnis Tatar sendiri dikabarkan telah kembali sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 yang menyebabkan ketegangan terus-menerus di wilayah itu. Secara hukum, Krimea adalah bagian dari Ukraina, ditambah lagi Rusia sudah berjanji untuk menjunjung tinggi integritas wilayah Ukraina dalam sebuah

7 memorandum yang ditandatangani juga oleh AS, Inggris dan Perancis pada tahun Dalam memorandum itu disebutkan, Krimea adalah sebuah republik otonom di Ukraina, dan memiliki hak melakukan parlemen sendiri. Meskipun begitu, jabatan Presiden Krimea sudah dihapuskan pada tahun Sejak saat itu, pemerintah Ukraina telah menunjuk seorang perdana menteri khusus dari Krimea. Rusia sendiri sudah memiliki pangkalan laut utama di Krimea bernama Sevastopol. Pangkalan itu merupakan tempat dimana Rusia menyiagakan armada perangnya di Laut Hitam. Menurut ketentuan, setiap kali Rusia ingin melakukan pergerakan militer di wilayah itu, maka pemerintah Ukraina juga harus mengetahuinya. 19 Namun, sejak konflik di Krimea dimulai, Rusia dikabarkan sudah mengirimkan pasukan tambahan tanpa sepengetahuan pemerintah Ukraina untuk menguasai wilayah itu. Rusia mengklaim, aksi ini dilakukan karena mereka bertanggung jawab atas keselamatan etnis Rusia di Krimea. Parahnya lagi, Presiden Rusia, Vladimir Putin telah memperoleh persetujuan dari parlemen untuk menginvansi Ukraina secara keseluruhan. Penyebab utamanya adalah karena Rusia menganggap pemerintah baru Krimea bersikap fasis. Sebenarnya sulit untuk menyingkirkan pertumpahan darah di Krimea, karena langkah Rusia ini pasti akan membuat marah kaum nasionalis di Ukraina Barat. Selain itu, aksi Rusia ini juga bias memberikan dampak secara

8 internasional, dimana negara-negara barat telah mengecam keras pengambilan Krimea oleh Rusia. 20 North Atlantic Treaty Organization (NATO) sendiri menyatakan tidak mungkin untuk bereaksi secara militer, tetapi negara Eropa Tengah dapat meningkatkan penyebaran pasukan di perbatasan Polandia Ukraina. Disamping itu, negara barat juga bisa menjatuhkan sanksi, meski Presiden Putin percaya mereka tidak akan melakukan seperti yang terjadi selama Perang Georgia. Sebelumnya, pada tahun 2008, Rusia pernah mengirim pasukan dalam jumlah besar ke wilayah Ossetia Selatan pada tahun 2008 untuk melindungi warga Rusia di wilayah itu. Efeknya adalah Georgia langsung mengerahkan pasukan NATO memutuskan untuk tidak ikut campur. Namun, kenyataannya adalah Krimea lebih besar dari Ossetia Selatan, Ukraina lebih besar dari Georgia, dan penduduk Krimea lebih pro-rusia dibandingkan Ossetia Selatan. Dua buah sisi yang jauh berbeda. Sejauh ini, presiden AS Barrack Obama dan presiden Perancis Francoise Hollande gencar melobi Putin agar tidak berperang dengan Ukraina. Putin sendiri menyebutkan hanya akan mengambil keputusan perang sebagai opsi terakhir. 21 Elemen-elemen nasionalis radikal terus dengan sangat kuat mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil di Kiev dengan cara memanfaatkan teror dan penakutan. Terlihat jelas bahwa kepentingan-kepentingan daerah di Ukraina, kepentingan penduduk yang berbahasa Rusia serta etnis-etnis minoritas sedang

9 diabaikan. Situasi demikian membawakan pimpinan sah Krimea untuk mengambil keputusan mengenai terpisahnya Kiev dengan cara pelaksanaan referendum mengenai hari depan semenanjung ini. 22 Hak untuk menentukan nasib sendiri telah tercantum dalam Artikel 1 Piagam PBB. Hak ini sudah berulang kali dibenarkan dalam keputusan-keputusan Majelis Umum PBB (contohnya, di Deklarasi tahun 1970 tentang prinsip-prinsip hukum internasional, Deklarasi 1960 tentang pemberian kemerdekaan kepada negara-negara dan bangsa-bangasa jajahan). Dalam keadaan di mana rakyat tidak sempat memperoleh statusnya dan melindungi haknya dalam kerangka kesatuan negara tempat dia berdomisili, maka pada rakyat sedemikian muncul hak untuk menentukan nasibnya sendiri dengan cara berpisah dari negara tersebut dan/atau bergabung dengan negara lain. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI BAGI RAKYAT KRIMEA DITINJAU DARI SEGI HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengangkat beberapa permasalahan akan dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apakah hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dibenarkan oleh Hukum Internasional?

10 2. Bagaimana cara penyelesaian hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dilihat dari Hukum Internasional? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Mengingat luasnya masalah yang berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea, maka merupakan suatu hal yang tidak mungkin bagi penulis untuk membahas keseluruhan aspek dalam suatu tulisan, terutama berkaitan dengan bentuk penulisan berupa skripsi. Sehingga dalam penulisan ini ruang lingkup masalah dibatasi mengenai masalah hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dibenarkan dalam Hukum Internasional, hak menentukan nasib sendiri dilihat dari Hukum HAM Internasional dan cara penyelesaian hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dilihat dari Hukum Internasional Tujuan Penelitian Dalam menentukan tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti, maka berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan ruang lingkup masalah, serta untuk mendapatkan data-data dan informasi-informasi atau keterangan-keterangan, maka peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Tujuan Umum 1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis; 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa; 3. Untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan Hukum; 10

11 4. Untuk membulatkan studi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Hukum pada program Strata Satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Udayana; 5. Untuk mengetahui Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Krimea ditinjau dari segi Hukum HAM Internasional. b. Tujuan Khusus 1. Untuk menganalisa pembenaran hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea oleh Hukum Internasional. 2. Untuk menganalisa mekanisme cara penggunaan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dilihat dari Hukum Internasional Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian tentunya diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang diperoleh atas penelitian tersebut, hal ini dikarenakan besar kecilnya manfaat yang diperoleh dari penelitian mempengaruhi nilai-nilai dari penelitian tersebut, Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini : a. Manfaat Teoritis Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran dasar mengenai realita yang terjadi dalam hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea ditinjau dari Hukum HAM Internasional, syarat hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dalam Hukum HAM Internasional, cara penyelesaian hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea dilihat dari Hukum Internasional. Selain itu, penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah literatur bagi 11

12 mahasiswa pada umumnya dan penulis pada khususnya dalam hal pengetahuan hukum yang berkaitan dengan Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Rakyat Krimea ditinjau dari Hukum HAM Internasional. b. Manfaat Praktis Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan keilmuan yang diperoleh penulis, khususnya yang berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea ditinjau dari Hukum HAM Internasional, apabila menemukan kasus yang sejenis Landasan Teoritis Penulis menggunakan sejumlah sumber-sumber Hukum HAM Internasional yang berkaitan guna mendukung penulisan ini, seperti : a. Pengertian Hukum Internasional Menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. 23 b. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) Secara universal HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir. c. Teori-teori tentang Hak Asasi Manusia (HAM) 1) Teori Hak-Hak Kodrati Bandung, h Mochtar Kusumaatmadja, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Rosda Offset, 12

13 HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua orang setiap saat dan di semua tempat oleh karena manusia dilahirkan sebagai manusia. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk hidup, kebebasan dan harta kekayaan seperti yang diajukan oleh John Locke. Pengakuan tidak diperlukan bagi HAM, baik pemerintah atau dari suatu sistem hukum, karena HAM bersifat universal. Berdasarkan alasan ini, sumber HAM sesungguhnya semata-mata berasal dari manusia. 24 2) Teori Positivisme Penganut teori ini berpendapat, bahwa mereka secara luas dikenal dan percaya bahwa hak harus berasal dari suatu tempat. Kemudian, hak seharusnya diciptakan dan diberikan oleh konstitusi, hukum atau kontrak. Menurut positivisme suatu hak mestilah berasal dari sumber yang jelas, seperti dari peraturan perundang-undangan atau konstitusi yang dibuat oleh negara. Dengan perkataan lain, jika pendukung hak-hak kodrati menurunkan gagasan mereka tentang hak itu dari Tuhan, nalar atau pengandaian moral yang a priori, kaum positivis berpendapat bahwa eksistensi hak hanya dapat diturunkan dari hukum negara. 25 3) Teori Relativisme Budaya 24 Todung Mulya Lubis, 1993, In Search of Human Rights Legal-Political Dilemmas of Indonesia s New Order, Gramedia, Jakarta, h Scott Davidson, 1994, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan Internasional, Graffiti, Jakarta, h

14 Menurut para penganut teori relativisme budaya, tidak ada suatu hak yang bersifat universal. Mereka merasa bahwa teori hak-hak kodrati mengabaikan dasar sosial dari identitas yang dimiliki oleh suatu individu sebagai manusia. Manusia merupakan produk dari beberapa lingkungan sosial dan budaya dan tradisi-tradisi budaya dan peradaban yang berbeda yang memuat cara-cara yang berbeda menjadi manusia. Oleh karena itu, hak-hak yang dimiliki oleh seluruh manusia setiap saat dan di semua tempat merupakan hakhak yang menjadikan manusia terlepas secara social (desocialized) dan budaya (deculturized) Metode Penelitian Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doctrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali dikonsepkan sebagai apa yang diucapkan dalam peraturan perundangundangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 26 Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif mencakup : penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap 26 Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h

15 sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 27 Objek kajian dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen peraturan-peraturan hukum serta bahan-bahan pustaka. Penelitian normatif ini digunakan untuk mengkaji tinjauan hukum ham internasional mengenai hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat krimea. b. Jenis Pendekatan Pendekatan hukum normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni: Pendekatan Kasus (The Case Approach) 2. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) 3. Pendekatan Fakta (The Fact Approach) 4. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach) 5. Pendekatan Frasa (Word & Phrase Approach) 6. Pendekatan Sejarah (Historical Approach) 7. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach) Untuk kedalaman pengkajian, peneliti dianjurkan untuk memilih dan menggunakan lebih dari satu jenis pendekatan (dari ketujuh jenis pendekatan di atas) sesuai dengan konteks permasalahan yang dibahas. 27 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h

16 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum mana saja yang memiliki hubungan dengan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea, pendekatan fakta digunakan untuk memahami permasalahan-permasalahan yang terjadi karena hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea, sedangkan pendekatan analisis konsep hukum digunakan untuk meneliti timbulnya hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Krimea tersebut berdasarkan piagam PBB. c. Sumber Bahan Hukum Data-data yang diperoleh selama penelitian merupakan data-data yang sebelumnya sudah dihasilkan dalam bentuk peraturan perundangundangan maupun dihasilkan oleh para sarjana melalui proses penelitian dan pengolahan sehingga menghasilkan karya tulis baik berupa buku, artikel, dan lain-lain. Data inilah yang disebut data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun data tersier. 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas 29, dalam penelitian ini yaitu Deklarasi HAM 1993, Piagam PBB. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti pendapat pakar hukum, literatur-literatur hukum, artikel hukum, maupun jurnal hukum yang terkait dengan rumusan masalah yang dibahas. 29 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h

17 3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia. d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum untuk melakukan penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan (library research) dimana teknik ini merupakan teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi, dokumen yang dipelajari dapat berupa buku-buku hukum, majalah hukum, makalah hukum, artikel hukum, peraturan perundang-undangan, maupun pendapat para sarjana hukum. e. Teknik Analisis Bahan Hukum Terhadap bahan-bahan hukum yang telah diperoleh akan digunakan teknik analisis deskripsi, argumentasi, dan sistematisasi. Teknik deskripsi adalah teknik analisis dengan memaparkan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier apa adanya. 30 Teknik argumentasi digunakan untuk memberikan penilaian apa yang seyogyanya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Dari hal tersebut nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis. 30 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet. II, Ghalia Indo, Jakarta, h

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa selanjutnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari berbagai bentuk pembangunan. Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA PASAL 1 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang tersebut

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penerbangan MH-17 Malaysia Airlines merupakan penerbangan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang dari berbagai negara, pesawat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

DEFINISI, TEORI, DAN RUANG LINGKUP HAK AZASI MANUSIA

DEFINISI, TEORI, DAN RUANG LINGKUP HAK AZASI MANUSIA DEFINISI, TEORI, DAN RUANG LINGKUP HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-1 FH Unsri DEFINISI HAK ASASI MANUSIA Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pergerakan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Oleh: Made Arik Tamaja I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Hukum

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) 63 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini negara-negara enggan mendeklarasikan keterlibatannya secara terus terang dalam situasi konflik bersenjata sehingga sulit mendefinisikan negara tersebut

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri Latar Historis dan Filosofis (1) Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai salah satu subyek hukum internasional memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai salah satu subyek hukum internasional memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai salah satu subyek hukum internasional memegang peranan penting dalam pencapaian keinginan akan perdamaian yang kekal dan abadi yang menjadi

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa merupakan anugrahnya yang wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA Pengertian Hak Azazi Manusia Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal Dasar-dasar HAM tertuang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak. hubungan Indonesia dengan dunia Internasional.

I. PENDAHULUAN. serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak. hubungan Indonesia dengan dunia Internasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa pengeboman yang terjadi di Wilayah Negara Republik Indonesia telah menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas. Mengakibatkan hilangnya nyawa serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif (normative legal research) 79 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme di Afghanistan dan Hubungannya Dengan Prinsip Non Intervensi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dan terjamin untuk terselenggaranya partisipasi serta pengawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dan terjamin untuk terselenggaranya partisipasi serta pengawasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia penuh dengan mekanisme bagi pelaksanaan Demokrasi Pancasila, supaya tercapai pemerintahan yang stabil dan terjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana internasional pada hakekatnya adalah diskusi tentang hukum pidana internasional dalam pengertian formil. Artinya, yang akan di bahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak awal kelahirannya, suatu negara tak lepas dari namanya sengketa, baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang

Lebih terperinci

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap manusia dan bersifat Universal B. Jenis jenis HAM -Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut Internasional/ The United Nations Convention on

Lebih terperinci

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA MAKALAH HAK ASASI MANUSIA Dosen Pembimbing : Muhammad Idris, MM Disusun Oleh : 11.12.6007 Vincensius Septian Satriyaji 11.12.6007 Kelompok Sosial STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur atas

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum 50 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum Cara kerja keilmuan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode (Inggris: method, Latin: methodus, Yunani: methodos-meta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Sakti Prasetiya Dharmapati I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN

I. METODE PENELITIAN I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban masyarakat dalam suatu wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus

BAB I PENDAHULUAN. serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan, peningkatan mutu intelektual serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Namun,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA DOSEN PENGAMPU : HARI SUDIBYO S.KOM UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA NAMA: HERI SANTOSO NIM: 11.11.5151

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh Putu Ayu Mirah Permatasari Gde Made Swardhana Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The title

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina 1 TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA Jacklyn Fiorentina (Pembimbing I) (Pembimbing II) I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Progam Kekhususan

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, yang mana hal itu terdapat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum 1. Dalam

Lebih terperinci

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against

Lebih terperinci